PENGKAJIAN KEMASAN DALAM DAN PENGISI TERHADAP MUTU BUAH TOMAT ( Lycopersicon esculentum Mill.) PADA KEMASAN PETI KAYU SELAMA TRANSPORTASI SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGKAJIAN KEMASAN DALAM DAN PENGISI TERHADAP MUTU BUAH TOMAT ( Lycopersicon esculentum Mill.) PADA KEMASAN PETI KAYU SELAMA TRANSPORTASI SKRIPSI"

Transkripsi

1 PENGKAJIAN KEMASAN DALAM DAN PENGISI TERHADAP MUTU BUAH TOMAT ( Lycopersicon esculentum Mill.) PADA KEMASAN PETI KAYU SELAMA TRANSPORTASI SKRIPSI KADEK NONI LOKASARI F DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 i

2 STUDY ON THE EFFECT OF INNER LAYER AND FILLER MATERIALS TO QUALITY OF TOMATO FRUIT (Lycopersicon esculentum Mill.) IN WOODEN BOX PACKAGE DURING TRANSPORTATION Kadek Noni Lokasari* and I Wayan Budiastra** Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 16680, Bogor, West Java, Indonesia. Phone , sweet_apple182@yahoo.com ABSTRACT The purpose of this study were to examine the amount of mechanical damage of tomatoes in each package after transportation simulation, the effect of inner layer and filler materials to the damage of those tomatoes during transportation, and determine to the best among used inner layer and filler materials for tomatoes transportation. The study was carried out on February to April 2011 in TPPHP Laboratory of IPB. There were five packages used in this study which consist of four packages for treatment and one package for control. The four treatment packages were package with shredded newspaper filler only, package with dried banana leaves filler only, package with inner layer and shredded newspaper filler, and package with inner layer and dried banana leaves filler. The material of inner layer was a paper that usually used for packing of cement. All of the packaged were simulated on the road in the Sub urb condition (frequency 3.23 Hz, amplitude 4.75 cm for vertical vibration, during 80 minutes) so the path length (distance) equality was km. The package with inner layer and dried banana leaves filler material have the highest mechanical damage there is 44.96%. Then followed by the package with dried banana leaves only, the package with inner layer and shredded newspaper filler material, and the package with shredded newspaper only, those are 32.97%, 27.53%, and 25.20% respectively. On the other hand, the package for control (no treatment) have the mechanical damage in amount of 53.79%. It can be concluded that the tomatoes packaged by shredded newspaper filler only has a lowest mechanical damage, so this package should be a good package for the distribution transportation of tomatoes in wooden box. Keywords: tomatoes, mechanical damage, inner layer, filler material, packaging *author ** co author ii

3 KADEK NONI LOKASARI. F Pengkajian Kemasan Dalam dan Pengisi Terhadap Mutu Buah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) Pada Kemasan Peti Kayu Selama Transportasi. Dibawah bimbingan Dr.Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr RINGKASAN Tomat sebagai salah satu komoditas pertanian sangat bermanfaat bagi tubuh, karena mengandung vitamin dan mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan dan kesehatan. Walaupun tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi tetapi halnya sayuran dan buahan lain, tomat mudah rusak (perishable) dan waktu simpan yang relatif pendek pada penyimpanan biasa. Perlu segera dilakukan penanganan terhadap upaya penekanan hasil baik kuantitas maupun kualitas. Salah satu jenis kemasan yang banyak dipakai untuk pengemasan buah tomat adalah peti kayu, karena bahan kemasan kayu masih banyak dijual dipasaran dan harganya relatif terjangkau dengan rata-rata volume ± kg per peti. Kapasitas kemasan dan tingkat kemasakan buah tomat dapat mempengaruhi presentase kehilangan hasil akibat kerusakan setelah melalui pengiriman jarak jauh (Sinaga, 1984). Perbaikan-perbaikan dalam pengemasan memberikan peran yang besar terhadap pemasaran buahbuahan dan sayur-sayuran segar yang lebih efisiensi. Penelitian ini bertujuan mengetahui jumlah kerusakan mekanis buah tomat pada tiap kemasan setelah simulasi transportasi, mempelajari pengaruh kemasan dalam dan bahan pengisi terhadap kerusakan buah tomat selama transportasi dan menentukan penggunaan kemasan dalam dan bahan pengisi terbaik untuk pengangkutan buah tomat. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem IPB Bogor. Bahan utama yang digunakan adalah buah tomat jenis apel yang didapat dari perkebunan tomat di daerah Cipanas diangkut menggunakan pick up, dengan bobot buah ± gram. Buah tomat dengan berat rata-rata 20 kg per kemasan lalu dikemas ke dalam kemasan peti kayu (dimensi = 50 cm x 31 cm x 37 cm) dengan lima perlakuan yaitu tanpa penambahan perlakuan (kontrol), dengan bahan pengisi cacahan koran, dengan bahan pengisi daun pisang kering, dengan lapisan dalam dan bahan pengisi cacahan koran, dan dengan pelapis dalam dan bahan pengisi daun pisang kering. Kelima kemasan tersebut kemudian disimulasikan diatas meja getar. Digunakan simulasi kondisi jalan yaitu jalan buruk beraspal dengan frekuensi 3.23 Hz dan amplitudo 4.75 cm digetarkan selama 80 menit setara dengan transportasi sejauh km. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor perlakuan dan 2 kali ulangan. Analisis sidik ragam dilakukan dengan menggunakan program SAS v. 9.0, dimana uji lanjutan menggunakan uji Duncan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kombinasi kemasan buah tomat yang menggunakan pelapis dalam dan bahan pengisi daun pisang menghasilkan kerusakan mekanis paling tinggi yaitu 44.96%. Kemasan dengan bahan pengisi daun pisang kering dan tanpa pelapis dalam menghasilkan kerusakan mekanis 32.97%. Kemasan dengan pelapis dalam dan bahan pengisi cacahan koran menghasilkan kerusakan mekanis sebesar 27.53%, sedangkan kerusakan mekanis terendah dialami oleh kemasan dengan bahan pengisi cacahan koran saja yaitu 25.20%. Kemasan dengan bahan pengisi cacahan koran tanpa pelapis dalam merupakan kemasan yang terbaik untuk pengangkutan buah tomat karena menghasilkan kerusakan mekanis terendah. Buah tomat yang disimpan selama enam hari mengalami peningkatan pada parameter susut bobot, total padatan terlarut, dan nilai warna a sedangkan kekerasan, nilai warna L (kecerahan) dan nilai warna b mengalami penurunan. iii

4 PENGKAJIAN KEMASAN DALAM DAN PENGISI TERHADAP MUTU BUAH TOMAT ( Lycopersicon esculentum Mill.) PADA KEMASAN PETI KAYU SELAMA TRANSPORTASI SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: KADEK NONI LOKASARI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 iv

5 Judul Skripsi : Pengkajian Kemasan Dalam dan Pengisi Terhadap Mutu Buah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) Pada Kemasan Peti Nama Kayu Selama Transportasi : Kadek Noni Lokasari NIM : F Menyetujui, Pembimbing, (Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr) NIP Mengetahui : Ketua Departemen, (Dr. Ir. Desrial, M.Eng) NIP Tanggal lulus : v

6 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Pengkajian Kemasan Dalam dan Pengisi Terhadap Mutu Buah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) Pada Kemasan Peti Kayu Selama Transportasi adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juni 2011 Kadek Noni Lokasari F vi

7 Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya vii

8 BIODATA PENULIS Penulis bernama lengkap Kadek Noni Lokasari, dilahirkan di Hakodate, Jepang pada tanggal 18 Maret 1989, putri dari pasangan I Nyoman Arnaya dan Putu Agustini Eliyati. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pada tahun 2001, penulis menamatkan pendidikan dasar di SD Regina Pacis Bogor, lalu melanjutkan pendidikannya di SLTP Negeri 4 Bogor dan lulus pada tahun Pada tahun 2007, penulis lulus dari SMA Negeri 5 Bogor dan diterima di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Semasa kuliah, penulis aktif dalam kepengurus Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma IPB (KMHD IPB) sebagai Ketua Divisi Kesekretariatan ( ), tergabung dalam klub Agriculture Engineering Design Club (AEDC) sebagai Bendahara ( ) serta aktif mengikuti berbagai kepanitiaan di dalam kampus. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan termasuk menjadi asisten mata kuliah Gambar Teknik dan Lingkungan Bangunan Pertanian pada tahun Pada tahun 2010, penulis melaksanakan kegiatan Praktek Lapang dengan judul Mempelajari Proses Pengolahan Susu di Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS), Jawa Barat. Penelitian dengan judul Pengkajian Kemasan Dalam dan Pengisi Terhadap Mutu Buah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) Pada Kemasan Peti Kayu Selama Transportasi telah dilakukan penulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana. viii

9 KATA PENGANTAR Dengan mengucap puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dan berkat rahmat dan ijinnya akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pengkajian Kemasan Dalam dan Pengisi Terhadap Mutu Buah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) Pada Kemasan Peti Kayu Selama Transportasi dilaksanakan di Laboratorium TPPH sejak bulan Februari sampai April Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan serta mengorbankan waktu dan pikiran selama penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc dan Dr. Ir. Sam Herodian, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan demi terselesaikannya perbaikan skripsi ini. 3. Kedua orang tua dan saudara kandung penulis (Kakak Ira dan Alit) atas doa dan dukungannya yang tak pernah putus. 4. Bapak Sulyaden atas waktu dan bimbingan selama penulis melaksanakan penelitian. 5. Bapak H. Ibrohim dan keluarga atas bahan yang disediakan sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian. 6. Rekan-rekan penulis (Jam, Ayung, Imanta, Tetty) yang selalu memberikan motivasi, kebersamaan dan bantuan kepada penulis selama melaksanakan penelitian dan menyusun skripsi. 7. Teman-teman satu bimbingan (Sabil, Nikita, Oktav, Yusenda, Ani Fatmawati) atas kerjasama dan dukungannya. 8. Teman-teman seperjuangan TEP 44 (Ensemble) atas dukungan, kenangan dan kehangatan selama penulis menyelesaikan studi. 9. Semua pihak yang penulis tidak bisa sebutkan satu persatu atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang memerlukannya dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang pasca panen. Bogor, Juni 2011 Kadek Noni Lokasari ix

10 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR...ix DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR xiii DAFTAR LAMPIRAN xv I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 2 II TINJAUAN PUSTAKA A. Tomat... 3 B. Pengemasan... 5 C. Peti Kayu... 6 D. Bahan Pengisi Kemasan... 7 E. Transportasi... 7 F. Simulasi Transportasi Hasil Pertanian... 8 III IV METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu... 9 B. Bahan dan Alat 1. Bahan Alat C. Prosedur Penelitian D. Pengamatan 1. Tingkat Kerusakan Mekanis a. Luka memar b. Luka gores c. Luka pecah Susut Bobot Uji Kekerasan Uji Warna Total Padatan Terlarut E. Kesetaraan Simulasi Pengangkutan F. Rancangan Percobaan HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengemasan Buah Tomat B. Tingkat Kerusakan Mekanis C. Susut Bobot D. Warna Nilai L Nilai a Nilai b E. Kekerasan F. Total Padatan Terlarut x

11 G. Kesetaraan Simulasi Pengangkutan H. Peran Amplitudo dan Frekuensi Terhadap Kerusakan V SIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

12 DAFTAR TABEL Halaman 1. Tabel 1. Data produksi tomat Tabel 2. Kandungan gizi tomat tiap 100 gram Tabel 3. Contoh lembar pengujian kerusakan mekanis Tabel 4. Nilai rata-rata tingkat kerusakan mekanis pada tiap kemasan Tabel 5. Pengaruh lapisan dalam terhadap kerusakan mekanis buah tomat Tabel 6. Pengaruh bahan pengisi terhadap kerusakan mekanis buah tomat Tabel 7. Pengaruh kondisi jalan luar kota dan jalan buruk beraspal terhadap kerusakan mekanis Tabel 8. Pengaruh lapisan dalam terhadap susut bobot buah tomat Tabel 9. Pengaruh bahan pengisi terhadap susut buah tomat Tabel 10. Pengaruh lapisan dalam terhadap warna (nilai L) buah tomat Tabel 11. Pengaruh bahan pengisi terhadap warna (nilai L) buah tomat Tabel 12. Pengaruh lapisan dalam terhadap warna (nilai a) buah tomat Tabel 13. Pengaruh bahan pengisi terhadap warna (nilai a) buah tomat Tabel 14. Pengaruh kemasan terhadap warna (nilai a) buah tomat Tabel 15. Pengaruh lapisan dalam terhadap warna (nilai b) buah tomat Tabel 16. Pengaruh bahan pengisi terhadap warna (nilai b) buah tomat Tabel 17. Pengaruh lapisan dalam terhadap kekerasan buah tomat Tabel 18. Pengaruh bahan pengisi terhadap kekerasan buah tomat Tabel 19. Pengaruh lapisan dalam terhadap total padatan terlarut buah tomat Tabel 20. Pengaruh bahan pengisi terhadap total padatan terlarut buah tomat Tabel 21. Konversi frekuensi dan amplitudo meja getar selama simulasi terhadap jarak tempuh (panjang jalan) xii

13 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Gambar 1. Buah tomat segar Gambar 2. Peti kayu untuk pengemasan buah tomat selama simulasi transportasi Gambar 3. Kertas semen yang digunakan sebagai pelapis dalam Gambar 4. Bahan pengisi cacahan koran dan daun pisang kering Gambar 5. Diagram alir metode penelitian Gambar 6. Penyusunan kemasan di atas meja getar Gambar 7. Timbangan Mettler PM Gambar 8. Rheometer Gambar 9. Chromameter Minolta tipe CR Gambar 10. Refraktometer model N-1 Atago Gambar 11. Penyusunan buah tomat dalam kemasan peti kayu dengan bahan pengisi cacahan koran Gambar 12. Penyusunan buah tomat dalam kemasan peti kayu dengan bahan pengisi daun pisang kering Gambar 13. Penyusunan buah tomat dalam kemasan peti kayu dengan pelapis dalam kertas semen dan bahan pengisi cacahan koran Gambar 14. Penyusunan buah tomat dalam kemasan peti kayu dengan pelapis dalam kertas semen dan bahan pengisi daun pisang kering Gambar 15. Pengaruh jenis kemasan terhadap kerusakan mekanis selama penggetaran pada jalan buruk beraspal Gambar 16. Perbandingan pengaruh jenis kemasan terhadap kerusakan mekanis selama penggetaran pada kondisi jalan luar kota dan jalan buruk beraspal Gambar 17. Luka memar dan luka gores pada buah tomat setelah simulasi transportasi pada kondisi jalan luar kota Gambar 18. Luka gores, luka memar dan luka pecah pada buah tomat setelah simulasi transportasi pada kondisi jalan buruk beraspal Gambar 19. Perubahan susut bobot buah tomat selama penyimpanan pasca simulasi transportasi kondisi jalan buruk beraspal Gambar 20. Perbandingan perubahan susut bobot selama penyimpanan pasca simulasi transportasi antara kondisi jalan luar kota dan kondisi jalan buruk beraspal Gambar 21. Perbandingan perubahan nilai warna L selama penyimpanan pasca simulasi transportasi kondisi jalan buruk beraspal Gambar 22. Perbandingan perubahan nilai warna L selama penyimpanan pasca simulasi transportasi antara kondisi jalan luar kota dan jalan buruk beraspal Gambar 23. Perbandingan perubahan nilai warna a buah tomat selama penyimpanan pasca simulasi transportasi kondisi jalan buruk beraspal Gambar 24. Perbandingan perubahan nilai warna a selama penyimpanan pasca simulasi transportasi antara kondisi jalan luar kota dan jalan buruk beraspal xiii

14 25. Gambar 25. Perubahan nilai warna b buah tomat selama penyimpanan pasca simulasi transportasi antara kondisi jalan luar kota dan jalan buruk beraspal Gambar 26. Perbandingan perubahan nilai warna b selama pemyimpanan pasca simulasi transportasi antara kondisi jalan luar kota dan jalan buruk beraspal Gambar 27. Kisaran warna buah tomat pada diagram warna Gambar 28. Perubahan kekerasan tomat selama penyimpanan pasca simulasi transportasi kondisi jalan buruk beraspal Gambar 29. Perbandingan perubahan kekerasan selama penyimpanan pasca simulasi transportasi antara kondisi jalan luar kota dan jalan buruk beraspal Gambar 30. Perubahan total padatan terlarut buah tomat selama penyimpanan pasca simulasi transportasi kondisi jalan buruk beraspal Gambar 31. Perbandingan perubahan total padatan terlarut selama penyimpanan pasca simulasi transportasi antara kondisi jalan luar kota dan jalan buruk beraspal xiv

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Lampiran 1. Nilai amplitudo dan frekuensi meja getar pada tiap ulangan untuk kondisi jalan luar kota Lampiran 2. Nilai amplitudo dan frekuensi meja getar pada tiap ulangan untuk kondisi jalan buruk beraspal Lampiran 3. Konversi angkutan truk berdasarkan data Lembaga Uji Konstruksi BPPT Lampiran 4. Analisis ragam kerusakan mekanis buah tomat Lampiran 5. Analisis ragam susut bobot buah tomat Lampiran 6. Analisis ragam warna (nilai L) buah tomat Lampiran 7. Analisis ragam warna (nilai a) buah tomat Lampiran 8. Analisis ragam warna (nilai b) buah tomat Lampiran 9. Analisis ragam kekerasan buah tomat Lampiran 10. Analisis ragam Total Padatan Terlarut (TPT) buah tomat Lampiran 11. Penampakan buah tomat setelah penggetaran selama penyimpanan Lampiran 12. Skema penyusunan buah tomat dalam peti kayu Lampiran 13. Desain peti kayu yang digunakan dalam pengemasan buah tomat...59 xv

16 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia kaya akan berbagai tanaman buah dan merupakan negara penghasil komoditas hortikultura yang potensial. Bertambahnya populasi penduduk dari tahun ke tahun serta membaiknya tingkat pendapatan masyarakat dapat mengakibatkan permintaan akan buah-buahan dan sayur-sayuran meningkat di masa mendatang. Peningkatan jumlah permintaan komoditas buah dan sayuran tidak hanya perlu memperhatikan kuantitasnya saja, akan tetapi juga dengan memperhatikan kualitas produk yang dihasilkan sesuai dengan permintaan setiap segmen konsumen. Penanganan pasca panen yang tepat sangat diperlukan agar dapat mempertahankan dan memperbaiki mutu. Daerah penanam yang potensial dan kondisi lingkungan yang baik membuat suatu daerah menjadi sangat potensial sebagai penghasil sayuran dan buah-buahan. Tetapi tidak semua daerah di Indonesia berpotensi sehingga menggantungkan pemenuhan kebutuhan sayuran dan buahbuahan dari daerah lain. Saling ketergantungan inilah yang menyebabkan terjadinya kegiatan pengangkutan sayuran dan buah-buahan dari daerah satu ke daerah lainnya. Pengangkutan merupakan salah satu mata rantai yang penting dalam penanganan pasca panen. Hambali (1995) menyatakan bahwa selama distribusi produk-produk hortikultura biasanya mengalami memar akibat pukulan, tekanan, getaran serta gesekan. Memar yang disebabkan oleh pukulan terjadi oleh karena kemasan yang jatuh ke atas permukaan yang keras. Memar yang disebabkan tekanan terjadi karena pengisian kemasan yang berlebihan sehingga komoditi harus menahan beban yang cukup besar. Memar yang disebabkan oleh getaran dan gesekan terjadi oleh karena gesekan antara sesama produk di dalam kemasan atau gesekan antara produk dengan kemasan. Kerusakan sayur-sayuran dan buah-buahan selama pengangkutan dipengaruhi juga oleh jenis sayuran dan buah-buahan yang diangkut, jenis kemasan, cara penyusunan bahan dalam kemasan, serta jarak dan lama pengangkutan. Kerusakan mekanis buah yang terjadi selama pengangkutan di Indonesia berkisar antara 1.57% dan %. Tomat merupakan komoditas penting karena memiliki potensi ekonomi untuk dikembangkan dan juga sebagai komoditas yang multiguna, berfungsi sebagai sayuran, bumbu masak, buah meja, penambah nafsu makan, minuman, bahan pewarna makanan, sampai kepada bahan kosmetik dan obat-obatan. Selain untuk memenuhi permintaan dalam negeri, komoditas tomat juga berperan dalam perdagangan internasional sehingga komoditas ini mempunyai peluang yang cukup baik sebagai salah satu sumber devisa negara. Propinsi Jawa Barat merupakan sentra produksi terbesar di Indonesia dengan kontribusi sebesar % terhadap produksi nasional selama periode Propinsi lainnya sebagai sentra produksi setelah Jawa Barat tercatat Sumatera Utara, Jawa Timur dan Bengkulu. Prospek pengembangan tomat masih tetap naik pada waktu tahun-tahun terakhir sehingga tomat masih diperlukan untuk memenuhi kebutuhan domestik ataupun substitusi impor (Tabel 1). 1

17 Tabel 1. Data Produksi Tomat Tahun Produktivitas (ton) 657, , , , , , ,061 Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) Tomat dikenal sebagai sumber vitamin dan mineral. Buah tomat umumnya dikonsumsi dalam bentuk segar selain dalam bentuk olahan. Selain mengandung vitamin C tomat juga memiliki beberapa jenis mineral seperti kalsium dan fosfor serta kalori sebesar 20 kal. Disamping itu, kandungan lycopenenya sangat berguna sebagai antioksidan yang dapat mencegah perkembangan penyakit kanker. Tomat tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi tetapi halnya sayuran dan buahan lain, tomat mudah rusak (perishable) dan waktu simpan yang relatif pendek pada penyimpanan biasa sehingga berpengaruh terhadap tingkat kesegaran buah tomat.tingkat susut pasca panen buah tomat di Indonesia mencapai 20-50% (Prajawati, 2006). Kerusakan pasca panen buah tomat meliputi kerusakan fisik, mekanis, fisiologi, dan patologis. Mengingat tomat termasuk komoditas yang mudah rusak, maka untuk mempermudah proses pengangkutan dan untuk mengurangi resiko kerusakan, dilakukan pengemasan sebagai upaya penekanan kehilangan hasil baik kuantitas maupun kualitas. Kemasan yang baik adalah kemasan yang dapat melindungi produk yang dikemas dari kerusakan fisik, kimia, maupun mikrobiologi selama penanganan, penyimpanan dan distribusi hingga produk sampai di tangan konsumen dalam keadaan utuh dan baik. Jenis kemasan yang biasa dipakai untuk pengemasan tomat adalah kotak atau peti kayu dengan rata-rata volume ± kg per peti. Kapasitas kemasan dan tingkat kemasakan buah tomat dapat mempengaruhi presentase kehilangan hasil akibat kerusakan setelah melalui pengiriman jarak jauh (Sinaga, 1984). Perbaikan-perbaikan dalam pengemasan memberikan peran yang besar terhadap pemasaran buah-buahan dan sayur-sayuran segar yang lebih efisiensi. Selama ini pengemasan buah tomat dengan menggunakan peti kayu, walaupun pengemasan dengan peti kayu aman untuk tomat-tomat dalam negeri, tetapi masih saja terdapat kerusakan pada kulit tomat. Pengemasan hanya sebatas memasukkannya ke dalam peti tanpa menambahkan pelapis di sekeliling dalam peti kayu dan bahan pengisi. Oleh karena itu diperlukan penanganan yang tepat selama pengangkutan dari kebun menuju pasar agar kualitas dan kuantitas produk tetap terjaga. Penanganan untuk mempertahankan mutu tomat dapat dilakukan dengan cara menggunakan kemasan yang tepat dan mengetahui seberapa besar pengaruh lapisan dalam dan berbagai bahan pengisi untuk menghasilkan penanganan yang lebih baik. B. Tujuan Tujuan khusus penelitian ini adalah: 1. Menganalisis jumlah kerusakan mekanis buah tomat pada tiap kemasan setelah dilakukan simulasi transportasi. 2. Menentukan pengaruh kemasan dalam dan bahan pengisi terhadap perubahan mutu buah tomat (susut bobot, warna, kekerasan, total padatan terlarut) setelah simulasi trasnsportasi. 3. Menentukan kemasan dalam dan bahan pengisi terbaik untuk pengangkutan buah tomat. 2

18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tomat Tomat komersial (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam famili Solanaceae, dan merupakan tanaman semusim berbentuk perdu yang panjangnya mencapai ± 2 meter. Tomat berasal dari kawasan Meksiko sampai Peru. Semua varietas tomat baik yang ditanam di Eropa maupun di Asia berasal dari biji yang dibawa dari Amerika Latin oleh pedagang bangsa Spanyol dan Portugis pada abad keenam belas. Pada masa sekarang tomat sudah demikian berkembang, kultivar-kultivar modern atau hibrida dapat tumbuh dengan baik dan berproduksi di lingkungan iklim yang jauh berbeda dari tempat asalnya (Villareal, 1979). Gambar 1. Buah tomat segar Dalam botani atau ilmu tumbuh-tumbuhan, tanaman tomat diklasifikasikan sebagai berikut (Atherton dan Rudich, 1986; Purseglove, 1974). Kingdom Divisi Sub divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae (tumbuh-tumbuhan) : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) : Angiospermae (berbiji tertutup) : Dicotyledoneae (berbiji berkeping satu) : Tubiflorae : Solanaceae : Lycopersicon : Lycopersicon esculentum Mill. Tomat dapat dibudidayakan dan tumbuh optimal di dataran tinggi dengan ketinggian diatas 750 mdpl pada tanah yang gembur, sedikit mengandung pasir, dan kadar keasamannya (ph) antara 5-6, dengan suhu siang hari 24 0 C dan malam hari antara 15 o C 20 o C. Pada temperatur tinggi (diatas 32 o C) warna buah tomat cenderung kuning, sedangkan temperatur yang tidak stabil menyebabkan warna buah tidak merata. Curah hujan antara mm/tahun, dengan irigasi yang baik. 3

19 Berdasarkan tipe pertumbuhannya, tanaman tomat dapat dibedakan atas tipe determinate dan indeterminate. Tanaman tomat yang mempunyai tipe pertumbuhan determinate, pada ujung tanaman terdapat tandan bunga dan pada setiap ruas batang dan memiliki umur panen lebih pendek, yaitu hanya sekitar 60 hari sudah dapat dipetik buahnya, misalnya pada kultivar Intan, Ratna, Berlian dan sebagainya. Tanaman tomat yang mempunyai tipe pertumbuhan indeterminate, tandan bunga tidak terdapat pada setiap ruas batang dan ujung tanaman senantiasa terdapat pucuk muda dan memiliki umur panen lebih panjang, yaitu berkisar antara hari setelah tanam baru dapat dipetik buahnya, misalnya pada kultivar Money maker, Gondol, Santa Cruz Kada dan sebagainya. Tomat merupakan tanaman yang dipanen berkali-kali. Rata-rata pada satu kali pertanaman tomat dapat dipanen sebanyak 8 10 kali, namun jika pertumbuhan baik dapat mencapai 15 kali. Petani tomat membedakan tiga tingkat kematangan saat dipetik, yaitu hijau tua, merah muda (pecah warna) dan merah tua (Marpaung, 1997). Cara untuk menentukan indeks panen adalah adalah dengan mengadakan perubahan fisiko-kimia yang terjadi selama proses pematangan buah yaitu berturut-turut: green mature, break, turning, pink, light red and red. Buah tomat dapat dipanen dengan cara dipetik dengan tangan (cara tradisional). Di pasaran dikenal banyak jenis tomat yang dijual di antaranya sebagai berikut. 1. Tomat biasa (Lycopersicum esculentum Mill, var. commune Bailey). Berbentuk bulat pipih tidak teratur, sedikit beralur terutama di dekat tangkai. 2. Tomat apel atau pir (Lycopersicum esculentum Mill, var. pyriforme Alef.). Berbentuk bulat seperti buah apel atau buah pir. 3. Tomat kentang atau tomat daun lebar (Lycopersicum esculentum Mill, var. grandifolium Bailey). Ukuran buahnya lebih besar dibandingkan dengan tomat apel. 4. Tomat tegak (Lycopersicum esculentum Mill, var. validum Bailey). Buahnya berbentuk agak lonjong dan teksturnya keras. 5. Tomat Cherry (Lycopersicum esculentum Mill, var. cerasiforme (Dun) Alef.). Buahnya yang berukuran kecil berbentuk bulat atau bulat memanjang. Warnanya merah atau kuning. Tomat sebagai salah satu komoditas pertanian sangat bermanfaat bagi tubuh, karena mengandung vitamin dan mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan dan kesehatan (Tabel 2). Tabel 2. Kandungan gizi tomat tiap 100 gram Zat kimiawi yang terkandung Jumlah dalam tiap jenis Tomat muda Tomat masak Sari tomat Air (gr) Protein (gr) Lemak (gr) Karbohidrat Mineral : (mg) Kalsium Fosfat Besi Vitamin A B C Energi Sumber : Direktorat Gizi Dept. Kesehatan R.I (1990) 4

20 Buah tomat juga mengandung zat pembangun jaringan tubuh manusia dan zat yang dapat meningkatkan energi untuk bergerak dan berpikir, yakni karbohidart, protein, lemak dan kalori. Selain memiliki rasa yang enak, buah tomat juga merupakan sumber vitamin A dan C yang sangat baik (Wener, 2000). Disamping itu, kandungan lycopenenya sangat berguna sebagai antioksidan yang dapat mencegah perkembangan penyakit kanker. B. Pengemasan Pengemasan merupakan salah satu usaha untuk mencegah penurunan mutu produk dengan cara menempatkan komoditas tersebut ke dalam suatu wadah yang memenuhi syarat dengan tujuan agar mutunya terjaga atau hanya mengalami sedikit penurunan, dan pada akhirnya saat diterima oleh konsumen nilai pasarnya tetap tinggi. Kemasan yang baik tidak hanya dapat melindungi buah dari kerusakan mekanis saja, tetapi dapat juga melindungi buah dari kerusakan akibat pengaruh lingkungan. Menurut Buckle et al. (1987), bahan pengemas digunakan untuk membatasi antara bahan pangan dan lingkungan luar yang bertujuan untuk menunda proses kerusakan dalam jangka waktu yang diinginkan. Pengertian kemasan secara umum adalah suatu benda yang digunakan untuk wadah atau tempat bahan yang dikemas agar tidak berceceran dan dapat memberikan perlindungan terhadap produk dari unsur-unsur perusak. Dalam pengertian khusus, kemasan adalah wadah atau tempat yang digunakan untuk mengemas suatu komoditas dan telah dilengkapi dengan tulisan atau label sebagai sarana informasi dan promosi baik bagi produsen dan konsumen. Dengan adanya kemasan, dapat mengurangi kerusakan, produk bisa bertahan dan terlindungi terhadap bahaya pencemaran dan gangguan fisik yang dapat merusak produk yang terdapat dalam kemasan tersebut. Berbagai bahan dan bentuk kemasan memberikan andil yang besar terhadap pemasaran buah-buahan dan sayuran segar apabila semuanya sanggup menahan kehilangan air (Griffin dan Sacharrow, 1980). Secara garis besar, tujuan pengemasan adalah sebagai berikut (BPPHP, 2002): 1. Menghambat penurunan bobot berat akibat transpirasi. 2. Meningkatkan citra produk. 3. Menghindari atau mengurangi kerusakan pada waktu pengangkutan. 4. Sebagai alat promosi. Jenis pengemasan produk hortikultura dibedakan menjadi 2 jenis berdasarkan sifat kelenturannya, yaitu kemasan fleksibel dan kemasan kaku (rigid). Kemasan fleksibel merupakan kemasan yang hanya berfungsi untuk membungkus produk dan tidak untuk melindungi dari kerusakan mekanis. Contoh kemasan fleksibel seperti karung jala, kantong plastik dan karung goni yang biasanya digunakan untuk mengemas kentang, bawang merah dan cabai. Kemasan kaku adalah kemasan yang dapat menahan gaya tekan sehingga dapat melindungi keadaan fisik produk. Contoh kemasan kaku seperti kemasan karton (corrugated box), keranjang bambu dan peti kayu. Kemasan distribusi untuk produk hortikultura yang digunakan di Indonesia, antara lain karung goni, keranjang bambu, peti kayu Hambali (1995) menyatakan bahwa selama distribusi produk-produk hortikultura biasanya mengalami luka memar akibat pukulan, kompresi, vibrasi, serta gesekan. Memar pukulan terjadi karena komoditas atau kemasannya jatuh diatas permukaan yang keras. Penanganan jenis memar ini dapat dilakukan dengan menggunakan bantalan di dalam kemasan dengan baik. Memar akibat kompresi terjadi karena pengisian kemasan yang berlebihan sehingga komoditas harus menahan beban tumpukan yang cukup besar. Memar vibrasi dan gesekan terjadi akibat gesekan sesama produk di dalam kemasan atau gesekan antara produk dengan kemasan. 5

21 Kerusakan tipe ini dapat dikurangi dengan merancang ukuran kemasan serta pengisian yang tepat dengan menghindari adanya ruang kosong terlalu besar di bagian atas kemasan. Menurut Purwadaria (1992), perancangan kemasan selama pengangkutan ditujukan untuk merendam goncangan dalam perjalanan yang dapat mengakibatkan memar dan penurunan kekerasan produk hortikultura. Faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan kemasan yaitu jenis, sifat, tekstur dan dimensi bahan kemasan, komoditas yang diangkut seperti sifat fisik, bentuk, ukuran, struktur, dan pola susunan, biaya pengangkutan dibandingkan dengan harga komoditas, permintaan waktu, jarak dan keadaan lintas. Kemasan buah tomat terbuat dari bahan kayu, bambu, kardus, kantong plast ik, dan karung. Untuk pengiriman berjarak jauh biasanya kemasan peti (kayu dan bambu), berventilasi udara, dengan kapasitas (10-50 kg/peti), sedangkan kemasan untuk pasar lokal, swalayan, super market, dan lain-lain dapat digunakan kantong plastik atau tanpa kemasan. Kapasitas kemasan peti kardus untuk pengiriman jarak jauh sekitar 5-10 kg dan kapasitas untuk peti kayu kg. Kapasitas kemasan dan tingkat kemasakan buah tomat dapat mempengaruhi presentase kehilangan hasil akibat kerusakan setelah melalui pengiriman jarak jauh (Sinaga, 1984). Soedibjo (1985) menyatakan bahwa yang terpenting dalam penyusunan bahan di dalam kemasan adalah penyusunan lapisan dasar yang baik, dengan demikian lapisan berikutnya akan mudah dikerjakan. C. Peti Kayu Kemasan peti kayu memiliki sifat fisik dan mekanik yang bervariasi sehingga untuk keperluan tertentu dilakukan pemilihan yang selektif terhadap jenis kayu yang digunakan. Pada dasarnya tidak ada kriteria khusus untuk menentukan jenis kayu yang digunakan sebagai kemasan. Pemilihannya umumnya ditentukan hanya berdasarkan jumlah kayu yang tersedia, kemudahannya untuk dipaku, jenis produk yang akan dikemas, kekuatan dan kekakuan kayu, serta harganya (Hanlon, 1984). Bahan kayu yang dipilih untuk pembuatan kotak kayu ini biasanya kayu yang ringan dan kuat sehingga mudah dipindah-pindahkan dan dapat dilakukan penumpukan. Permukaan papan kayu yang digunakan sebagai bahan kemasan harus dibuat sehalus mungkin. Hal ini dilakukan untuk menghindarkan terjadinya luka pada buah atau sayuran karena gesekan dari serat kayu yang mencuat keluar. Menurut Sjaifullah (1976), berdasarkan pertimbangan-pertimbangan pustaka dan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sub Bagian Perlakuan Segar Hasil Hortikultura Bagian Teknologi, Lembaga Penelitian Hortikultura Pasar Minggu, jenis yang digunakan untuk membuat peti kayu adalah yang berwarna putih dan lentur seperti kayu teki (Albizia lebbeck Benth), kayu kenanga dan kayu sengon. Peti kayu merupakan salah satu alternatif kemasan yang masih banyak digunakan untuk pengangkutan komoditas hortikultura, misalnya untuk mengemas buah jeruk, salak, tomat dan komoditi lainnya. Bahan baku dan tenaga kerja untuk membuatnya juga tersedia dan relative murah, disamping itu kebutuhan akan perlatan khusus tidak terlalu banyak. Menurut Poernomo (1979), keuntungan pemakaian peti kayu sebagai kemasan yaitu dapat ditumpuk dengan ketinggian tertentu tanpa menyebabkan kerusakan yang diakibatkan oleh penumpukan tersebut dan mampu melindungi komoditi yang dikemas terhadap kerusakan yang mungkin terjadi akibat adanya tekanan dari segala arah. Bila dibandingkan dengan kemasan peti karton bergelombang, peti kayu mampu mempertahankan bentuknya bila ditempatkan dalam ruangan yang lembab atau bila terkena air. 6

22 D. Bahan Pengisi Kemasan Selama transportasi dan penyimpanan, kemasan dan bahan segar akan menghadapi beberapa bahaya berupa kerusakan mekanis, lingkungan atau biologis. Buah didalamnya akan bergerak dan bersentuhan antara sesama buah dengan kemasan yang mengakibatkan kerusakan. Untuk mengurangi efek tersebut pada produk, kemasan harus dibuat tidak bergerak dan membagi beban yang ada pada setiap bagian dan memberikan bantalan (Burdon 1994 dalam Rahmawati 2010). Beberapa dari kerusakan yang dialami produk dapat diminimalisir dengan menghindari adanya ruang kosong yang terdapat didalam kemasan serta melindungi tekanan dan gesekan antara sesama produk ataupun antara produk dengan kemasan selama kegiatan transportasi. Bahan yang digunakan untuk mengisi ruang tersebut sering disebut dengan istilah bahan pengisi kemasan. Menurut Syarief et al. (1988) bahan pengisi merupakan material yang dijejalkan diantara kelebihan ruang gerak guna menahan gerak barang atau abrasi terhadap isi ruang. Bahan pengisi digunakan untuk melindungi produk atau barang selama distribusi dan penyimpanan. Kertas yang dicabik-cabik kecil merupakan bahan pengisi yang jelek kualitasnya karena kurang sifat anti getarannya dan tidak tahan air, tetapi bahan pengisi jenis ini memilliki beberapa keuntungan antara lain mudah didapatkan dan murah. Bahan pengisi dapat mengurangi sebagian besar kerusakan yang terjadi selama transportasi. Bahan pembantu yang bisa digunakan dalam pengemasan buah maupun sayuran yang menggunakan keranjang dan peti di Indonesia adalah merang, daun-daun kering, pelepah batang pisang, tikar atau kertas koran, potongan-potongan kertas, dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut digunakan sebagai bahan pelapis dinding kemasan atau sebagai bahan pengganjal untuk melindungi buah atau sayur terhadap pergeseran dengan dinding kemasan, sebagai alat penyekat antar produk atau sebagai bahan pengisi di sela-sela antara setiap komoditas yang dikemas untuk mencegah terjadinya pergeseran letak komoditas. E. Transportasi Transportasi merupakan kegiatan penting dalam penanganan, penyimpanan, dan distribusi produk. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah kondisi jalan yang dilalui kendaraan transportasi. Pada umumnya kondisi jalan sebenarnya adalah tidak rata. Hal ini menyebabkan produk mengalami guncangan yang besar tergantung pada kondisi jalan. Tingkat ketidakrataan ini disebut amplitudo dan tingkat kekerapan terjadinya guncangan akibat ketidakrataan jalan yang disebut frekuensi. Menurut Purwadaria (1992), goncangan yang terjadi selama pengangkutan baik di jalan raya maupun di rel kereta dapat mengakibatkan kememaran, susut berat, dan memperpendek masa simpan. Hal ini terutama terjadi pada pengangkutan buah-buahan dan sayuran yang tidak dikemas. Meskipun kemasan dapat meredam efek goncangan, tetapi daya redamnya tergantung pada jenis kemasan serta tebal bahan kemasan, susunan komoditas di dalam kemasan, dan susunan kemasan di dalam alat pengangkut. Pengangkutan buah-buahan dengan jalan darat pada umumnya menggunakan truk dan pick up tanpa pendingin. Untuk pengangkutan jarak jauh dalam suatu pulau, yang lebih dari 5 jam sebaiknya menggunakan kereta api dengan gerbong pendingin, sedangkan pengangkutan kurang dari 5 jam dapat melalui jalan raya tanpa truk pendingin (Purwadaria, 1992) 7

23 F. Simulasi Transportasi Hasil Pertanian Pengangkutan dilakukan untuk menyampaikan komoditas hasil pertanian secara cepat dari produsen ke konsumen. Di Indonesia perhubungan lewat darat sangat dominan terhadap pengangkutan buah yang hendak dipasarkan selanjutnya. Dalam kondisi jalan yang sebenarnya, permukaan jalan ternyata memiliki permukaan yang tidak rata. Permukaan jalan yang tidak rata ini menyebabkan produk mengalami berbagai guncangan ketika ditransportasikan. Besarnya guncangan yang terjadi bergantung kepada kondisi jalan yang dilalui. Kondisi transportasi yang buruk dan penanganan yang tidak tepat pada komoditi yang ditransportasikan (buah dan sayuran) dapat menyebabkan kerugian berupa turunnya kualitas komoditi yang akan disampaikan ke tangan konsumen. Penurunan kualitas yang sering terjadi adalah kerusakan mekanis pada buah dan sayuran. Produk hortikultura seperti sayuran, buah-buahan, dan bunga potong mudah sekali rusak setelah dipanen. Kerusakan ini akan dipercepat oleh adanya luka memar setelah mengalami pengangkutan dari kebun ke tempat pemasaran. Untuk memperoleh gambaran data kerusakan mekanis yang diterima produk hortikultura bila terjadi goncangan, Purwadaria dkk merancang alat simulasi pengangkutan yang disesuaikan dengan kondisi jalan dalam kota dan luar kota. Alat simulasi ini telah disesuaikan dengan jalan yang terdapat di dalam dan luar kota. Dasar yang membedakan antara jalan dalam dan luar kota adalah besarnya amplitudo yang terukur. Jalan dalam kota memiliki amplitudo yang lebih rendah dibandingkan jalan luar kota, jalan buruk beraspal, dan jalan berbatu. Pada simulasi pengangkutan dengan menggunakan truk guncangan yang dominan adalah guncangan pada arah vertikal. Sedangkan guncangan pada kereta api adalah guncangan horizontal. Guncangan lain berupa puntiran dan bantingan diabaikan karena jumlah frekfuensinya kecil sekali (Soedibyo, 1992). Anwar (2005) mengkaji dampak kemasan terhadap perubahan sifat fisik dan masa simpan brokoli dengan menggunakan meja getar yang sama. Simulasi transportasi dalam penelitian ini dilakukan selama 1 jam dengan frekuensi 3.33 Hz dan amplitudo 5.31 cm. Hasil penelitian menunjukkan jenis kemasan kardus karton dengan bahan pengisi kertas koran merupakan kemasan paling baik untuk transportasi dengan kerusakan mekanis terkecil yaitu 8.46% apabila dibandingkan dengan jenis kemasan lain seperti kantong plastik tanpa bahan pengisi dengan kerusakan mekanis yang terjadi sebesar 23.70%. Pradnyawati (2006) telah melakukan penelitian mengenai pengaruh kemasan dan goncangan terhadap mutu fisik jambu biji selama transportasi. Jenis kemasan yang digunakan adalah keranjang bambu dengan bahan pengisi daun pisang, kardus karton dengan bahan pengisi kertas koran cacah, dan kardus karton dengan bahan pembungkus kertas koran. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tingkat kerusakan mekanis yang tertinggi dialami oleh jambu biji dalam kemasan keranjang bambu dengan bahan pengisi daun pisang yaitu sebesar 35.83%, 40.83% dan 45% untuk transportasi 1 jam, 2 jam, dan 3 jam. Sedangkan tingkat kerusakan mekanis terendah dialami oleh jambu biji dalam kemasan kardus karton dengan bahan pembungkus koran. Prajawati (2006) telah melakukan penelitian mengenai pengaruh teknik pengemasan dan perlakuan prakemas terhadap laju penurunan parameter mutu buah tomat selama transportasi. Jenis kemasan yang digunakan adalah peti kayu dan kotak karton bekas. Didapatkan hasil bahwa kerusakan memar dengan memakai kotak karton lebih banyak dibandingkan dengan peti kayu. Rata-rata kerusakan memar pada kotak karton diperoleh yaitu 1.62 % dan % pada peti kayu. 8

24 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Pertanian IPB selama 3 bulan yaitu bulan Februari 2011 sampai April B. Bahan dan Alat 1. Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah tomat jenis apel yang diperoleh dari perkebunan tomat di daerah Cipanas, dipetik pada pagi hari dengan umur petik 80 hari setelah tanam (green mature) dan berat rata-rata buah tomat adalah gram kemudian diangkut menggunakan mobil pick up selama satu setengah jam sebelum sampai di laboratorium TPPHP. Bahan lain yang digunakan adalah kemasan peti kayu (Gambar 2) yang terbuat dari kayu sengon (dimensi = 50 cm x 31 cm x 37 cm) untuk kemasan pengangkutan, kertas semen dengan ukuran 72 cm x 112 cm sebanyak 2 lembar/kemasan yang digunakan sebagai bahan pelapis dalam peti kayu (Gambar 3) serta cacahan koran (dengan lebar potongan 1 cm) sebanyak 80 gram per lapisan dan daun pisang kering yang disobek-sobek sebanyak 100 gram per lapisan (Gambar 4). Cacahan koran dan daun pisang kering digunakan sebagai bahan pengisi di dalam kemasan. Gambar 2. Peti kayu untuk pengemasan buah tomat selama simulasi transportasi Gambar 3. Kertas semen yang digunakan sebagai pelapis dalam 9

25 a b Gambar 4. Bahan pengisi cacahan koran (a) dan daun pisang kering (b) 2. Alat Peralatan yang dipakai terdiri dari: meja getar dengan kompresor rancangan Purwadaria dkk, timbangan Mettler PM-480 untuk mengukur bobot buah, chromameter Minolta tipe CR-200 untuk mengukur warna, refraktometer model N-1 Atago untuk mengukur total padatan terlarut, dan rheometer untuk kekerasan buah tomat. C. Prosedur Penelitian 1. Tomat jenis apel yang telah diperoleh dari kebun, dibersihkan, dan disortasi. Tomat yang dipilih adalah tomat yang tidak memiliki kerusakan atau cacat pada kulit buahnya. 2. Penyusunan dimulai dengan melapisi sekeliling peti kayu dengan kertas semen (untuk kemasan dengan lapisan dalam) kemudian dilanjutkan dengan menyusun bahan pengisi pada dasar kemasan. 3. Tomat kemudian disusun ke dalam lima kemasan peti kayu. Pada kemasan peti kayu pertama, dinding dalam kemasan tidak dilapisi apapun dan tidak diberi tambahan bahan pengisi, pada kemasan peti kayu kedua, diberikan bahan pengisi cacahan koran ke dalam kemasan, pada kemasan peti kayu ketiga, diberikan bahan pengisi daun pisang kering ke dalam kemasan. Pada kemasan keempat, dinding dalam kemasan dilapisi dengan kertas semen dan diberi bahan pengisi berupa cacahan kertas koran sedangkan pada kemasan peti kayu kelima, dinding dalam kemasan dilapisi dengan kertas semen dan diberi bahan pengisi berupa daun pisang kering. 4. Penyusunan buah tomat diatur secara teratur dengan kapasitas 20 kg atau setara dengan buah tomat, sehingga menghasilkan enam tumpukan. Bahan pengisi berupa kertas koran yang telah dipotong panjang dan daun pisang kering disusun disetiap lapisan dan celah dari kemasan (Lampiran 12). 5. Kelima kemasan tersebut diatur pada meja simulator. 6. Penggetaran dilakukan pada arah vertikal dan menggunakan dua perlakuan yaitu dengan kisaran frekuensi 3.42 Hz dan amplitudo 3.21 cm selama 120 menit (jalan luar kota) untuk kemasan dengan pelapis dalam saja dan dengan kisaran frekuensi 3.23 Hz dan amplitudo 4.75 cm selama 80 menit (jalan buruk beraspal) untuk semua kemasan. 7. Setelah penggetaran kemudian dihitung jumlah kerusakan mekanis pada setiap kemasan untuk mengetahui jumlah dan presentase tomat yang mengalami kerusakan akibat simulasi transportasi. Selain itu, dari setiap kemasan diambil sampel yang diletakkan diatas tray 10

26 untuk diukur susut bobot, tingkat kekerasan, warna, dan total padatan terlarut. Sampel diukur dari hari ke-0, ke-2, ke-4, ke-6 setelah penggetaran pada suhu ruang. Tomat dipersiapkan Tomat dibersihkan dan disortasi (jenis, ukuran dan bobot seragam) Penyusunan tomat kedalam kemasan peti kayu Tanpa pelapis dan tanpa bahan pengisi cacahan kertas koran (Kontrol) Tanpa pelapis dan diberi pengisi cacahan kertas koran (A1B1) Dengan tanpa pelapis dan diberi pengisi daun pisang kering Dengan bahan pelapis dan pengisi cacahan kertas koran (A2B1) Dengan bahan pelapis dan bahan pengisi daun pisang kering (A1B2) (A2B2) Penyusunan di meja getar dan simulasi transportasi dengan frekuensi 3.42 Hz dan amplitudo 3.21 cm selama 120 menit (untuk kemasan dengan lapisan dalam saja) dan dengan frekuensi 3.23 Hz dan amplitudo 4.75 cm selama 80 menit (untuk semua kemasan) Pengamatan Tingkat kerusakan mekanis dilihat setelah penggetaran. Dipisahkan beberapa sampel buah tomat yang dalam keadaan baik untuk pengamatan susut bobot, uji warna, uji kekerasan, uji total padatan terlarut pada hari ke-0, ke-2, ke-4 dan ke-6 penyimpanan suhu ruang Gambar 5. Diagram alir metode penelitian 11

27 Gambar 6. Penyusunan kemasan di atas meja getar D. Pengamatan Pengamatan dilakukan terhadap tingkat kerusakan mekanis, susut bobot, perubahan warna, dan perubahan tingkat kekerasan. 1. Tingkat kerusakan mekanis Uji tingkat kerusakan mekanis dilakukan segera setelah tomat digoncangkan atau digetarkan. Pengamatan dilakukan dengan cara melihat luka memar dan luka goresan dari masing-masing kemasan. Uji ini dilakukan secara visual. Lembar pengujian yang digunakan adalah seperti pada Tabel 3. Jenis Kemasan dan Bahan Pengisi Tabel 3. Contoh lembar pengujian kerusakan mekanis UJI TINGKAT KERUSAKAN MEKANIS Jumlah Rusak Jumlah Tidak Rusak Total Sampel di Dalam Satu Kemasan Kontrol A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 Keterangan: Kontrol = kemasan peti kayu tanpa penambahan perlakuan A1B1 = kemasan peti kayu tanpa lapisan kertas semen dengan bahan pengisi cacahan koran A1B2 = kemasan peti kayu tanpa lapisan kertas semen dengan bahan pengisi daun pisang kering A2B1 = kemasan peti kayu dengan lapisan kertas semen dengan bahan pengisi cacahan koran A2B2 = kemasan peti kayu lapisan kertas semen dengan bahan pengisi daun pisang kering Presentase kerusakan mekanis pada tomat dapat dihitung dengan persamaan: 12

28 % rrrrrrrrkk = JJJJJJJJJJh RRRRRRRRRR TTTTTTTTTT SSSSSSSSSSSS xx 100% a. Luka memar Luka memar terjadi akibat benturan produk dengan alat pengepakan atau pengemasan. Tanda-tanda memar kurang tampak dari luar. b. Luka gores Luka gores terjadi akibat gesekan yang terjadi antara bahan dengan produk yang lain. c. Luka pecah Luka pecah terjadi akibat adanya tekanan yang terjadi dari arah vertikal maupun dari arah horizontal produk. Selain itu dapat juga diakibatkan karena guncangan selama proses pengangkutan. 2. Susut bobot Pengukuran susut bobot dilakukan berdasarkan presentase penurunan bobot bahan sebelum pengangkutan sampai dengan setelah pengangkutan. Persamaan yang digunakan untuk mengukur susut bobot adalah: % SSSSSSSSSS BBBBBBBBBB = WW oo WW tt xx 100% WWWW Dimana: Wo = Bobot sampel awal pada hari ke-0 (gram) Wt = Bobot sampel pada hari ke-n (gram); n=2,4,6 Gambar 7. Timbangan Mettler PM Uji kekerasan Alat yang digunakan untuk pengukuran kekerasan buah tomat adalah rheometer. Pengukuran dilakukan pada tiga tempat, yaitu bagian atas, bagian tengah, dan bagian bawah. Setiap kemasan diambil 9 buah tomat yaitu 3 buah tomat dari lapisan atas, 3 buah tomat dari lapisan tengah, dan 3 buah tomat dari lapisan bawah pada kemasan untuk dijadikan sampel. Nilai kekerasan yang diperoleh dari 9 buah tomat tersebut dirata-ratakan. Mula-mula bahan diletakkan di bawah jarum dengan diameter 5 mm, kemudian jarum ditekan pada bahan selama 10 detik. Kedalaman penekanan sebesar 10 mm. Satuan untuk tingkat kekerasan bahan adalah Newton. 13

29 Gambar 8. Rheometer 4. Uji warna Intensitas warna diukur dengan menggunakan chromameter Minolta tipe CR-200. Pada chromameter ini digunakan sistem L, a, b. Nilai L menunjukkan kecerahan, a dan b adalah koordinat kromatis. Nilai a negatif untuk warna hijau dan nilai a positif untuk warna merah. Sedangkan nilai b negatif untuk warna biru dan nilai b positif untuk warna kuning. Sebelum pengukuran terhadap sampel dilakukan, chromameter dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan calibration plate. Standar warna yang dipakai adalah warna hijau dengan nilai L = 73.41, a = , dan b = Gambar 9. Chromameter Minolta tipe CR Total Padatan Terlarut Pengujian total padatan terlarut dilakukan sebanyak 3 kali ulangan pada setiap sampel dengan alat Refraktometer model N-1 Atago dalam satuan o Brix. Buah tomat dihancurkan kemudian dilakukan pengukuran kadar gula dengan meletakkan cairan daging buah yang telah dihancurkan pada penguji refraktormeter. Sebelum dan sesudah pembacaan, refraktormeter dibersihkan dengan alkohol. Angka yang tertera pada refraktormeter menunjukan kadar total padatan terlarut ( Brix) yang mewakili rasa manis. 14

30 Gambar 10. Refraktometer model N-1 Atago E. Kesetaraan Simulasi Pengangkutan Kesetaraan simulasi transportasi yang dilakukan dengan menggunakan meja simulator dapat dihitung dengan menggunakan persamaan-persamaan di bawah ini: 1. Amplitudo rata-rata getaran bak truk (P) = Σ (Ni x Ai)/Σ (Ni) Dimana: P = rata-rata getaran bak truk (cm) N = jumlah kejadian amplitudo A = amplitudo getaran vertikal (cm) jalan luar kota TT 2. Luas satu siklus bak truk jalan kota = PP sin WWWW dddd 0 T = 1 ff dddddddddd/gggggggggggggg WW = 2ππ TT gggggggggggggg/dddddddddd 3. Jumlah luas seluruh getaran bak truk jalan luar kota selama 0.5 jam = 30 menit x 60 detik/menit x f x Luas satu siklus bak truk jalan kota TT 4. Luas satu siklus getaran vibrator = AA sin WWWW dddd 0 5. Jumlah seluruh getaran vibrator selama 1 jam = 1 jam x 60 menit/jam x f 6. Jumlah luas seluruh getaran vibrator selama 1 jam = jumlah seluruh getaran vibrator selama 1 jam x luas satu siklus getaran vibrator Simulasi pengangkutan dengan truk selama satu jam dalam kota dan jalan buruk beraspal (luar kota) = jjjjjjjjjj h llllllll ssssssssssss h gggggggggggggg vvvvvvvvvvvvvvvv ssssssssssss 1 jjjjjj jjjjjjjjjj h gggggggggggggg bbbbbb tttttttt xx ssssssssssss pppppppppppppp jjjjjjjjjj F. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang akan digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap 2 faktorial dengan 2 kali ulangan perlakuan. Faktor-faktor yang digunakan adalah: A = Pelapis dalam A1 = Kemasan peti kayu tanpa lapisan dalam A2 = Kemasan peti kayu dengan lapisan kertas semen B = Bahan pengisi B1 = Bahan pengisi cacahan kertas koran B2 = Bahan pengisi daun pisang kering Model umum dari rancangan percobaan ini adalah: Y ijk = µ +AL i + B j + (AB) ij + ijk 15

31 dimana : Y ijk = Pengamatan pada perlakuan A ke-i dan B ke j µ = Nilai rata-rata harapan Ai = Perlakuan A ke-i Bj = Perlakuan B ke-j (AB) ij = Interaksi A ke-i dan B ke-j ijk = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan L ke-i dan P ke-j pada ulangan ke k dengan: i = 1,2(pelapis dalam) j = 1,2 (bahan pengisi) k = 1,2 (ulangan) Uji Statistik diawali dengan analisis ragam untuk melihat interaksi, kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) sebagai penentu beda nyata dari hasil perhitungan. Acuan dalam analisis ragam untuk dapat dilanjutkan ke uji Duncan apabila: 1. jika P-value 5% maka tidak signifikan / tidak berpengaruh 2. jika P-value < 5% maka signifikan /berpengaruh 16

32 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengemasan Buah Tomat Pada simulasi pengangkutan buah tomat, digunakan kemasan peti kayu tanpa pelapis dalam, peti kayu dengan bahan pelapis dalam kertas semen serta bahan pengisi berupa cacahan koran dan daun pisang kering. Berat buah tomat di dalam masing-masing kemasan adalah ±20 kg, hal ini disesuaikan dengan keadaan sebenarnya di lapangan dimana para petani sebagian besar menggunakan kemasan peti kayu dengan kapasitas kg. Pada kenyataannya di lapangan, pengemasan buah tomat hanya menggunakan peti kayu saja, tanpa penambahan perlakuan apa pun, hal ini menyebabkan jumlah kerusakan mekanis yang terjadi pada buah tomat (luka memar dan luka gores) sangat besar. Oleh karena itu, perlu dilakukan perbaikan dalam pengemasan untuk menekan jumlah kerusakan mekanis. Perbaikan yang dilakukan adalah dengan penambahan bahan pengisi dan lapisan dalam yang diharapkan mampu mengurangi kerusakan mekanis pada buah tomat akibat benturan antara tomat dengan kemasan. Cara penyusunan pun diperhatikan dalam pengemasan buah tomat karena berpengaruh dalam usaha melindungi buah tomat selama pengangkutan. Buah didalam kemasan disusun secara beraturan sehingga dihasilkan enam lapisan, karena cara penyusunan buah dalam kemasan berpengaruh dalam usaha melindungi buah tomat selama pengangkutan. Menurut Soedibyo (1992) yang terpenting dalam penyusunan buah didalam kemasan adalah penyusunan lapisan dasar yang baik, dengan demikian penyusunan lapisan dasar berikutnya akan mudah dikerjakan. Cara penyusunan buah tomat ke dalam kemasan dapat dilihat pada Gambar 11, 12, 13 dan 14. Kedua bahan pengisi, cacahan koran dan daun pisang kering disusun berada di sela-sela buah sehingga bahan pengisi berfungsi untuk melindungi benturan buah tomat terhadap benturan antar buah. Sedangkan pelapis dalam hanya mengelilingi sisi dalam peti kayu, hal ini menyebabkan pelapis dalam berfungsi untuk melindungi buah tomat terhadap benturan atau gesekan dari kemasan Gambar 11. Penyusunan buah tomat dalam kemasan peti kayu dengan bahan pengisi cacahan koran 17

33 Gambar 12. Penyusunan buah tomat dalam kemasan peti kayu dengan bahan pengisi daun pisang kering Gambar 13. Penyusunan buah tomat dalam kemasan peti kayu dengan pelapis dalam kertas semen dan bahan pengisi cacahan koran Gambar 14. Penyusunan buah tomat dalam kemasan peti kayu dengan pelapis dalam kertas semen dan bahan pengisi daun pisang kering 18

34 B. Tingkat Kerusakan Mekanis Pengukuran kerusakan mekanis dilakukan setelah simulasi transportasi dengan melihat jumlah buah yang rusak pada tiap kemasan. Pengujian dilakukan secara visual berdasarkan criteria kerusakan yang telah ditetapkan di dalam metodologi. Lama simulasi transportasi akan memberikan dampak kerusakan fisik tomat sebagai akibat tekanan yang setara dengan jarak perjalanan dari kebun sampai ke pembeli pertama. Goncangan yang terjadi selama simulasi transportasi menyebabkan terjadinya gesekan atau benturan dalam kemasan, yaitu gesekan antara tomat dengan dinding kemasan dan gesekan antar tomat di dalam kemasan. Kerusakan yang diakibatkan dari gesekan-gesekan tersebut adalah memar, luka dan pecah. Kerusakan memar pada tomat ditandai dengan terbentuknya bagian yang berwarna beda dan agak lunak pada tomat. Kerusakan berupa luka atau pecah pada tomat mengakibatkan terbentuknya jamur pada bagian yang luka atau pecah. Permukaan kulit yang lembab karena proses transpirasi dan respirasi pada buah menyebabkan pertumbuhan jamur. Nilai rata-rata tingkat kerusakan mekanis pada tiap kemasan setelah penggetaran dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai rata-rata tingkat kerusakan mekanis pada tiap kemasan Perlakuan Presentase kerusakan mekanis (%) pada jalan luar kota Presentase kerusakan mekanis (%) pada jalan buruk beraspal Kontrol A1B A1B A2B A2B Keterangan: A1 : Tanpa lapisan dalam A2 : Dengan lapisan dalam B1 : Pengisi cacahan koran B2 : Pengisi daun pisang Pada analisis ragam (Lampiran 4) dan hasil uji lanjut pada Tabel 5 dan Tabel 6 terlihat bahwa lapisan dalam dan bahan pengisi berpengaruh nyata terhadap tingkat kerusakan mekanis buah tomat, sedangkan interaksi antara lapisan dalam dan bahan pengisi tidak berpengaruh nyata. Dapat diartikan, perbedaan penggunaan lapisan dalam dan bahan pengisi akan mengakibatkan perbedaan tingkat kerusakan. Kerusakan mekanis akibat goncangan selama pengangkutan, secara ekonomis dapat meningkatkan kerugian karena menambah jumlah buah yang harus dibuang (diapkir) sehingga menurunkan jumlah yang dapat dijual. Tabel 5. Pengaruh lapisan dalam terhadap kerusakan mekanis buah tomat Lapisan Dalam Kerusakan Mekanis Tanpa pelapis dalam b Dengan pelapis dalam a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%. 19

35 Tabel 6. Pengaruh bahan pengisi terhadap kerusakan mekanis buah tomat Bahan Pengisi Kerusakan Mekanis Cacahan koran b Daun pisang a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%. Tingkat kerusakan mekanis buah tomat dengan berbagai jenis kemasan pada jalan buruk beraspal dapat dilihat pada Gambar 15. Sedangkan perbandingan tingkat kerusakan mekanis buah tomat untuk kemasan dengan pelapis dalam pada simulasi transportasi jalan luar kota dan jalan buruk beraspal dapat dilihat pada Gambar 16. Kerusakan mekanis (%) Kontrol A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 Jenis Kemasan Keterangan: Kontrol = kemasan peti kayu tanpa penambahan perlakuan A1B1 = kemasan peti kayu tanpa lapisan kertas semen dengan bahan pengisi cacahan koran A1B2 = kemasan peti kayu tanpa lapisan kertas semen dengan bahan pengisi daun pisang kering A2B1 = kemasan peti kayu dengan lapisan kertas semen dengan bahan pengisi cacahan koran A2B2 = kemasan peti kayu lapisan kertas semen dengan bahan pengisi daun pisang kering Gambar 15. Pengaruh jenis kemasan terhadap kerusakan mekanis selama penggetaran pada jalan buruk beraspal Berdasarkan Gambar 15 dapat dilihat bahwa peti kayu dengan bahan pengisi daun pisang kering untuk kemasan tanpa pelapis dalam dan dengan pelapis dalam memiliki tingkat kerusakan mekanis yang tinggi selama penggetaran, yaitu sebesar 32.97% dan 44.96%, sedangkan peti kayu dengan bahan pengisi cacahan koran untuk kemasan tanpa pelapis dan dengan pelapis memiliki tingkat kerusakan mekanis yang lebih rendah bila dibandingkan dengan bahan pengisi daun pisang kering, yaitu sebesar 25.20% dan 27.53%. Tingkat kerusakan mekanis tomat yang tertinggi terjadi pada kemasan dengan lapisan dalam dan bahan pengisi daun pisang kering (A2B2), yaitu 44.96%. Sedangkan yang terkecil pada kemasan tanpa lapisan dalam dan bahan pengisi cacahan koran (A1B1), yaitu 25.20%. Kerusakan mekanis yang terbanyak terjadi pada bagian pinggir kemasan untuk kemasan tanpa lapisan dalam sedangkan untuk kemasan dengan lapisan dalam bagian bawah atau lapisan dasar mengalami kerusakan mekanis terbanyak. Kerusakan pada bagian pinggir disebabkan karena selama penggetaran terjadi perpindahan buah tomat dari posisi semula sehingga menyebabkan buah tomat bergeser ke arah pinggir kemasan dan terus mengalami tekanan oleh 20

36 buah lainnya. Hal ini menyebabkan buah tomat berhimpitan dengan celah peti kayu dan menyebabkan kerusakan. Sedangkan kerusakan pada lapisan dasar yang dialami kemasan dengan lapisan dalam dikarenakan, selama penggetaran buah tomat pada bagian dasar menahan beban benturan dari buah tomat di bagian atas. Lapisan dalam memungkinkan buah tomat mengalami sedikit perubahan posisi dan mencegah buah tomat bergesekan dengan kemasan sehingga buah tomat pada lapisan dasar terus menahan beban dan mengakibatkan banyaknya memar. Pada kemasan dengan bahan pengisi cacahan koran (A1B1), dari jumlah kerusakan mekanis 25.20% terdapat sekitar 11% luka memar, 14.2% luka gores dan tidak terdapat luka pecah. Sedangkan, dari jumlah kerusakan mekanis sebesar 32.97% yang terdapat pada kemasan dengan bahan pengisi daun pisang kering (A1B2), luka memar yang dialami kemasan tersebut sebesar 12.5%, luka gores sebesar 17.47% dan luka pecah sebesar 3%. Untuk kemasan dengan pelapis dalam dan bahan pengisi cacahan koran (A2B1), terdapat luka memar, 10.5% luka gores dan 5% luka pecah. Kemasan dengan pelapis dalam dan bahan pengisi daun pisang kering (A2B2), setelah simulasi transportasi menghasilkan luka memar sekitar 20%, luka gores 17.96% dan luka pecah sebesar 7%. Perbedaan tingkat kerusakan ini disebabkan oleh tekstur daun pisang kering yang kasar dibandingkan kertas koran sehingga buah tomat yang berada dalam kemasan peti kayu dengan bahan pengisi daun pisang kering lebih banyak mengalami kerusakan mekanis yang diakibatkan gesekan antara buah tomat dengan bahan pengisi. Bahan pengisi cacahan koran mempunyai tekstur berongga, sehingga mampu meredam getaran lebih baik dan berfungsi sebagai bantalan buah tetapi tidak menjamin bahwa buah tidak bergeser selama penggetaran. Untuk kemasan peti kayu tanpa lapisan dalam dan kemasan peti kayu dengan lapisan, dimana keduanya memakai cacahan koran sebagai bahan pengisi, dapat dilihat bahwa pada kemasan peti kayu tanpa lapisan dalam memiliki kerusakan mekanis sedikit lebih rendah dibandingkan kemasan peti kayu dengan lapisan dalam. Dapat dikatakan bahwa kemasan tanpa lapisan dalam dan bahan pengisi cacahan koran merupakan kemasan terbaik untuk pengangkutan buah tomat. Untuk kemasan peti kayu tanpa lapisan dalam dan kemasan peti kayu dengan lapisan, dimana keduanya memakai daun pisang kering sebagai bahan pengisi, dapat dilihat bahwa pada kemasan peti kayu tanpa lapisan dalam memiliki kerusakan mekanis yang lebih rendah dibandingkan kemasan peti kayu dengan lapisan dalam. Lapisan dalam yang dikombinasikan dengan daun pisang kering tidak mampu mengurangi kerusakan mekanis dibandingkan dengan kemasan yang tidak menggunakan lapisan dalam. Dapat dikatakan bahwa lapisan dalam apabila dikombinasikan dengan daun pisang kering tidak begitu baik untuk mengurangi kerusakan mekanis. Selama penggetaran, buah tomat mengalami pergeseran tempat yang menyebabkan benturan antar buah maupun terhadap kemasan. Pemberian pelapis dalam pada kemasan peti kayu dapat mengurangi gesekan antara buah tomat dengan kemasan peti kayu tetapi kerusakan mekanis yang dihasilkan tidak sebaik kemasan yang hanya diisikan bahan pengisi cacahan koran. Dengan kata lain, kemasan peti kayu tanpa pelapis dalam dan berbahan pengisi cacahan koran mampu mengurangi kerusakan mekanis sebesar lebih kurang 50% dari kemasan yang biasa digunakan petani di lapangan, yaitu peti kayu tanpa lapisan dan bahan pengisi (kontrol). Bila dibandingkan antara kedua kemasan, peti kayu dengan lapisan dalam berbahan pengisi cacahan koran (A2B1) dan peti kayu dengan lapisan dalam berbahan pengisi daun pisang kering (A2B2) pada kondisi jalan luar kota dan jalan buruk beraspal, dapat terlihat bahwa kondisi jalan buruk beraspal menghasilkan kerusakan mekanis hampir dua kali lipat 21

37 dibandingkan jalan luar kota (Gambar 16). Hasil uji lanjut pada Tabel 7 menunjukkan bahwa kemasan peti kayu dengan lapisan dalam dan berbahan pengisi cacahan koran dapat digunakan pada kondisi jalan luar kota dan jalan buruk beraspal, karena hasil dari uji lanjut menunjukkan bahwa apabila kemasan tersebut diaplikasikan pada kedua kondisi jalan, maka tidak memberikan pengaruh yang nyata. Berbeda dengan kemasan peti kayu dengan lapisan dalam dan berbahan pengisi daun pisang kering, bersasarkan hasil uji lanjut pada Tabel 7, pengaruh kondisi jalan luar kota dan jalan buruk beraspal berbeda nyata terhadap kemasan, sehingga kemasan ini tidak dapat digunakan pada kondisi jalan buruk beraspal karena akan menghasilkan kerusakan mekanis yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan jalan luar kota. Tabel 7. Pengaruh kondisi jalan luar kota dan jalan buruk beraspal terhadap kerusakan mekanis Jalan Kemasan A2B1 A2B2 Luar kota a b Buruk beraspal a a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5% Kerusakan mekanis (%) Kontrol A2B1 A2B2 Kemasan jalan luar kota jalan buruk beraspal Gambar 16. Perbandingan pengaruh jenis kemasan terhadap kerusakan mekanis selama penggetaran pada kondisi jalan luar kota dan jalan buruk beraspal Buah tomat dapat dikatakan mengalami kememaran apabila terdapatnya luka memar, luka gores dan luka pecah pada kulit buah tomat seperti pada Gambar 17 dan Gambar 18. Tingginya tingkat kerusakan mekanis pada buah tomat disebabkan karena, setiap buah yang mengalami kerusakan mekanis, baik besar maupun kecil, akan dikategorikan sebagai buah yang mengalami kerusakan mekanis. Luka memar Luka gores Gambar 17. Luka memar dan luka gores pada buah tomat setelah simulasi transportasi pada kondisi jalan luar kota 22

38 Luka gores Luka memar Luka pecah Gambar 18. Luka gores, luka memar dan luka pecah pada buah tomat setelah simulasi transportasi pada kondisi jalan buruk beraspal Kememaran pada buah-buah yang tidak dikupas mengakibatkan timbulnya bagian-bagian yang lunak, dengan warna yang berubah di bawah kulit. Perubahan warna itu disebabkan oleh oksidasi senyawa-senyawa polifenol karena rusaknya dinding sel. Pantastico (1989) menyatakan bahwa ketahanan terhadap kerusakan mekanis ditentukan oleh bentuk susunan sel-sel epidermal, tipe dan luasnya sistem jaringan dasarnya, dan susunan sistem berkas pengangkutnya. Memar terjadi sebagai reaksi terhadap beban tekanan dari getaran mesin, gesekan antar tomat dan gesekan dengan wadah. Tekanan tersebut menyebabkan penyempitan dinding sel menyebabkan air yang berada dalam sel terdesak keluar sehingga jaringan menjadi memar (rusak). C. Susut Bobot Susut bobot setelah simulasi transportasi merupakan pengukuran bobot tomat sebelum dilakukan penilaian kerusakan dan penilaian kekerasan. Susut pada saat setelah simulasi transportasi lebih banyak disebabkan faktor metabolisme tomat yaitu respirasi, transpirasi dan proses hidrolisis pati menjadi komponen-komponen yang sederhana seperti glukosa dan yang akan terurai menjadi karbohidrat dan air oleh karena bereaksi dengan oksigen. Kandungan air pada buah akan berkurang segera setelah buah dipetik yang disebabkan proses transpirasi. Transpirasi adalah penguapan air dalam sel, baik stomata, lenti sel maupun retakan pada kutikula. Jika kerusakan mekanis yang terjadi pada permukaan pasca transportasi relatif besar, maka penguapan dan kehilangan air dapat terjadi lebih cepat dan sebaliknya. Kerusakan yang dialami buah mengakibatkan buah kehilangan pelindung alami yang dapat meminimalisir proses transpirasi, sehingga transpirasi berlangsung lebih cepat. Respirasi tomat dalam simulasi transportasi dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya getaran mesin, gesekan antar tomat dan gesekan dengan wadah. Mc. Gregor (1989) menyatakan selama transportasi produk dapat terkena dampak getaran mesin, penanganan kasar selama bongkar muat dan kehilangan kadar air yang dapat mempengaruhi penampakan fisik, tekstur dan nilai gizi tomat. Faktor lain yang juga mempengaruhi laju penurunan bobot buah tomat adalah suhu penyimpanan. Semakin tinggi suhu ruang penyimpanan maka akan semakin tinggi laju penurunan bobot buah. Faktor-faktor tersebut menjadi salah satu penyebab terjadinya susut atau kehilangan berat pada produk. Perubahan susut bobot penyimpanan pada masing-masing kemasan dengan kondisi jalan buruk beraspal dapat dilihat pada Gambar 19 dan perbandingan kemasan dengan pelapis dalam dan bahan pengisi pada kondisi jalan yang berbeda dapat dilihat pada Gambar

39 Berdasarkan Gambar 19 dan 20, dapat diketahui bahwa selama penyimpanan, susut bobot terjadi pada semua perlakuan dan semakin meningkat sejalan dengan lamanya penyimpanan. Hal ini dikarenakan selama penyimpanan buah tomat mengalami respirasi dan transpirasi sehingga terjadi pengurangan kandungan air dan meningkatnya susut bobot buah tomat, karena tomat mengandung 92-93% air. Adanya perbedaan kelembaban relatif (RH) antara atmosfer internal buah dengan atmosfer di sekelilingnya menjadi penyebab meningkatnya susut bobot buah tomat. Uap air pindah secara langsung ke konsentrasi yang rendah melalui pori-pori di permukaan buah. Laju perpindahan uap air dipengaruhi oleh perbedaan tekanan uap air antara produk dan sekelilingnya yang disebabkan oleh temperatur dan RH. Kehilangan air ini merupakan penyebab langsung kehilangan secara kuantitatif, kerusakan tekstur (kelunakan), kerusakan kandungan gizi dan kerusakan lain seperti kelayuan dan pengerutan (Chakraverty dan Singh 2001 dalam Anwar 2005). Pada analisis ragam (Lampiran 5) dan hasil uji lanjut untuk pada Tabel 8 dan Tabel 9, terlihat bahwa ada tidaknya lapisan dalam berpengaruh nyata terhadap susut bobot buah tomat. Bahan pengisi dan interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap susut bobot buah tomat. Tabel 8. Pengaruh lapisan dalam terhadap susut bobot buah tomat Lapisan Dalam Susut Bobot Hari Ke- (%) Tanpa pelapis dalam b b b Dengan pelapis dalam a a ab Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%. Tabel 9. Pengaruh bahan pengisi terhadap susut bobot buah tomat Bahan Pengisi Susut Bobot Hari Ke- (%) Cacahan koran a a a Daun pisang a a a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5% Susut bobot (%) Lama Penyimpanan (Hari) Kontrol A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 Gambar 19. Perubahan susut bobot tomat selama penyimpanan pasca simulasi transportasi kondisi jalan buruk beraspal Gambar 19 menunjukkan bahwa selama penyimpanan, susut bobot buah tomat semakin tinggi. Susut bobot tertinggi dialami kemasan dimana tomat dikemas dengan lapisan dalam dan 24

40 bahan pengisi daun pisang kering yaitu sebesar 9.91 % dan susut bobot terendah dialami oleh kemasan dengan bahan pengisi daun pisang kering yaitu sebesar 8.05%. Dapat dilihat bahwa kemasan dengan tambahan perlakuan lapisan dalam mengalami susut bobot yang lebih tinggi dibandingkan kemasan yang tidak mendapat perlakuan lapisan dalam. Hal ini menggambarkan bahwa lapisan dalam tidak dapat menekan susut bobot lebih baik dari pada kemasan yang tidak dilapisi lapisan dalam. Tingginya susut bobot pada kemasan dengan lapisan dalam menggambarkan tingkat kerusakan yang terjadi pada perlakuan tersebut juga tinggi hal ini dikarenakan sekeliling dalam pada kemasan dilapisi oleh kertas semen sehingga tidak ada pertukaran udara yang masuk ke dalam kemasan dan menyebabkan buah tomat sulit berespirasi. Daun pisang kering mempunyai tekstur lebih kasar sehingga lebih banyak bagian buah yang rusak akibat gesekan dengan daun pisang kering sehingga tingkat kerusakan buah tomat pada kemasan ini lebih banyak. Pada Gambar 20, selama penyimpanan, kemasan yang disimulasikan pada kondisi jalan buruk beraspal (amplitudo tinggi dan frekuensi rendah) menghasilkan susut bobot yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kondisi jalan luar kota (amplitudo rendah dan frekuensi tinggi). Walaupun jarak yang ditempuh oleh jalan luar kota dan jalan buruk beraspal hampir sama, tetap saja peran amplitudo dan frekuensi pada tiap kondisi jalan berpengaruh terhadap perubahan susut bobot. Pada kondisi jalan luar kota atau jalan buruk beraspal, kemasan dengan perlakuan lapisan dalam dan bahan pengisi daun pisang kering mengalami susut bobot yang lebih tinggi dibandingkan dengan kemasan peti kayu dengan perlakuan lapisan dalam dan bahan pengisi cacahan koran. Hal ini menunjukkan bahwa buah tomat didalam kemasan peti kayu dengan lapisan dalam dan bahan pengisi daun pisang, mengalami kerusakan akibat gesekan dengan bahan pengisi sehingga tingkat kerusakan yang tinggi mengakibatkan buah kehilangan pelindung alaminya seperti lapisan lilin, maka kegiatan transpirasi dan kehilangan air berlangsung lebih cepat dan memacu susut bobot menjadi lebih tinggi. Susut bobot (%) Lama Penyimpanan (Hari) A2B1 jalan luar kota A2B1 jalan buruk (aspal) A2B2 jalan luar kota A2B2 jalan buruk (aspal) Gambar 20. Perbandingan perubahan susut bobot selama penyimpanan pasca simulasi transportasi antara kondisi jalan luar kota dan jalan buruk beraspal Kitinoya dan Gorny (1999) menyatakan salah satu hal yang mempengaruhi kehilangan pasca panen adalah cara pengemasan dan bahan baku atau materi bahan kemasan. Susut berat atau kehilangan selama transportasi disebabkan oleh penanganan yang tidak memadai, selain itu karena kondisi jalan selama transportasi yang menyebabkan kerusakan produk. Kerusakan ini 25

41 tidak hanya menyebabkan terjadinya penurunan mutu produk tetapi juga kehilangan pembeli karena memperlambat ketersediaan barang sehingga berdampak langsung terhadap nilai ekonomis produk. Secara ekonomi, susut bobot sangat merugikan terutama bagi sayuran atau buah yang dijual berdasarkan beratnya. D. Warna Warna merupakan salah satu petunjuk kualitas bagian luar pada buah tomat karena dapat dilihat secara visual. Pada saat konsumen membeli buah tomat, konsumen hanya mungkin untuk mengevaluasi petunjuk kualitas bagian luar saja dan apabila warna dari sebuah komoditas buah tidak menarik atau tidak seperti seharusnya maka konsumen akan segan untuk mempertimbangkan rasa dan aromanya. Namun, warna yang hanya dilihat secara visual bersifat subjektif. Oleh karena itu diperlukan instrument agar diperoleh hasil warna yang objektif. Kartasapoetra (1994) menyatakan proses perubahan warna hasil tanaman merupakan proses yang berlangsung ke arah masaknya hasil tanaman tersebut, yang mana selama proses itu terjadi pembongkaran klorofil. Berkaitan dengan pembongkaran tersebut maka timbulah warna-warna lainnya yang menunjukkan tingkat masaknya hasil tanaman (buah) antara lain warna kuning, merah jambu, merah tua. Pengukuran warna buah tomat setelah penggetaran dan selama penyimpanan dapat dilihat dari tingkat kecerahan (nilai L), tingkat kehijauan (nilai a), dan tingkat kekuningan (nilai b) dengan mengukur warna buah tomat setiap 2 hari sekali mulai dari hari ke-0 (setelah penggetaran) sampai penyimpanan hari ke Nilai L Nilai L menyatakan tingkat kecerahan suatu bahan dan merupakan cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu, dan hitam. Parameter L mempunyai nilai dari 0 (hitam) sampai 100 (putih). Perubahan nilai warna L pada buah tomat selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 21 dan 22. Berdasarkan Gambar 21, dapat diketahui bahwa rata-rata tingkat kecerahan buah tomat menurun untuk semua perlakuan dari warna oranye (warna cerah) menjadi merah (warna gelap). Hal ini menunjukkan bahwa buah tomat mengalami kerusakan selama penyimpanan. Gambar 22 menunjukkan bahwa selama penyimpanan, kemasan dengan bahan pengisi daun pisang kering yang disimulasikan pada kondisi jalan buruk beraspal menghasilkan kecerahan yang tinggi. Perbedaan simulasi transportasi antara jalan luar kota dan jalan buruk beraspal tidak memberikan dampak yang sangat terlihat terhadap perubahan warma nilai L. Penurunan nilai L yang terjadi pada buah tomat menandakan bahwa buah tomat mulai memasuki fase pelayuan yang ditandai dengan semakin kusamnya permukaan kulit pada buah tomat. 26

42 Nilai Warna L Lama Penyimpanan (Hari) Kontrol A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 Gambar 21. Perubahan nilai warna L buah tomat selama penyimpanan pasca simulasi transportasi kondisi jalan buruk beraspal 50 Nilai warna L Lama penyimpanan (Hari) A2B1 jalan luar kota A2B1 jalan buruk (aspal) A2B2 jalan luar kota A2B2 jalan buruk (aspal) Gambar 22. Perbandingan perubahan nilai warna L selama penyimpanan pasca simulasi transportasi antara kondisi jalan luar kota dan jalan buruk beraspal Pada analisis ragam (Lampiran 6) dan uji lanjut Tabel 10 dan Tabel 11 terlihat bahwa lapisan dalam tidak berpengaruh nyata terhadap kecerahan buah tomat, sedangkan bahan pengisi berpengaruh nyata terhadap kecerahan buah tomat. Interaksi antara lapisan dalam dan bahan pengisi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kecerahan buah tomat. Tabel 10. Pengaruh lapisan dalam terhadap warna (nilai L) buah tomat Lapisan Dalam Warna nilai L Hari Ke Tanpa pelapis dalam a a a a Dengan pelapis dalam a a a a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5% 27

43 Tabel 11. Pengaruh bahan pengisi terhadap warna (nilai L) buah tomat Bahan Pengisi Warna nilai L Hari Ke Cacahan koran ab b b b Daun pisang a a a a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%. 2. Nilai a Perubahan warna dapat dijadikan petunjuk untuk melihat tingkat kematangan buah, tanda pertama kematangan umumnya ditandai dengan hilangnya warna hijau. Nilai a yang menunjukkan nilai negatif menyatakan warna buah pada tingkat kehijauan sedangkan nilai positif menunjukkan warna buah semakin merah. Dari Gambar 23 dan Gambar 24 dapat terlihat nilai a untuk semua perlakuan meningkat sejalan dengan lamanya penyimpanan. Tingkat warna hijau buah tomat mengalami perubahan dari warna hijau kemerah-merahan (nilai a rendah atau negatif) menuju warna merah cerah (nilai a tinggi atau positif). Hal ini menunjukkan bahwa warna buah tomat bertambah merah sejalan dengan lama penyimpanan. Sedangkan pada Gambar 24 dapat terlihat bahwa kemasan dengan bahan pengisi daun pisang kering yang disimulasikan pada keadaan jalan buruk beraspal dan jalan luar kota mengalami peningkatan warna nilai a yang besar dibandingkan dengan kemasan dengan bahan pengisi cacahan koran. Perbedaan simulasi transportasi dengan dua kondisi yaitu jalan luar kota dan jalan buruk beraspal tidak terlalu memperlihatkan perbedaan yang signifikan terhadap nilai warna a buah tomat selama masa penyimpanan. Pada analisis ragam (Lampiran 7) dan hasil uji lanjut pada Tabel 12 dan Tabel 13 terlihat bahwa lapisan dalam dan bahan pengisi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai warna a selama masa penyimpanan. Interaksi antara kedua faktor memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai warna a pada buah tomat selama masa penyimpanan. Dikarenakan interaksi antara lapisan dalam dan bahan pengisi memberikan pengaruh nyata terhadap nilai a (tingkat kehijauan) buah tomat, maka dilakukan uji lanjut terhadap kemasan yang berpengaruh terhadap peningkatan nilai a buah tomat selama penyimpanan yang disajikan pada Tabel 14. Berdasarkan Tabel 14, dapat dilihat bahwa kemasan dengan lapisan dalam dan bahan pengisi daun pisang kering memberikan pengaruh nyata terhadap buah tomat setelah penggetaran dan selama penyimpanan. Tabel 12. Pengaruh lapisan dalam terhadap warna (nilai a) buah tomat Lapisan Dalam Warna nilai a Hari Ke Tanpa pelapis dalam a a a a Dengan pelapis dalam a a a a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5% Tabel 13. Pengaruh bahan pengisi terhadap warna (nilai a) buah tomat Bahan Pengisi Warna nilai a Hari Ke Cacahan koran a a a a Daun pisang a a a a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5% 28

44 Tabel 14. Pengaruh kemasan terhadap warna (nilai a) buah tomat Perlakuan Warna Nilai a Hari ke A1B bc ab a ab A1B a a a a A2B ab a a a A2B c b b b Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5% Nilai Warna a Lama Penyimpanan Hari Kontrol A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 Gambar 23. Perbandingan perubahan nilai warna a buah tomat selama penyimpanan pasca simulasi transportasi kondisi jalan buruk beraspal Nilai warna a Lama penyimpanan (Hari) A2B1 jalan luar kota A2B1 jalan buruk (aspal) A2B2 jalan luar kota A2B2 jalan buruk (aspal) Gambar 24. Perbandingan perubahan nilai warna a selama penyimpanan pasca simulasi transportasi antara kondisi jalan luar kota dan jalan buruk beraspal 29

45 Kartasapoetra (1994) menyatakan bahwa perubahan warna pada buah merupakan hasil pembongkaran klorofil akibat adanya pengaruh perubahan kimiawi dan fisiologis. Hobson dan Greasson (1993) menyatakan bahwa pigmen untuk buah tomat didominasi oleh karoten dan likopen, akumulasi likopen selama ripening akan menghambat biosintesa karoten. Dengan demikian maka buah akan terlihat berwarna merah. 3. Nilai b Nilai b menyatakan tingkatan warna biru kuning dengan penjelasan nilai b negatif untuk warna biru dan nilai b positif untuk warna kuning. Berdasarkan Gambar 25 dan Gambar 26 dapat diketahui bahwa tingkat warna nilai b pada tiap kemasan cenderung mengalami penurunan yaitu perubahan dari warna kuning (nilai positif) menuju warna biru (nilai negatif). Hal ini menunjukkan bahwa buah tomat mengalami pematangan menuju pembusukkan. Pada Gambar 26 terlihat bahwa nilai warna b tertinggi dialami oleh buah tomat dengan bahan pengisi cacahan koran yang disimulasikan pada kondisi jalan luar kota sedangkan nilai warna b terendah dialami oleh buah tomat dengan bahan pengisi daun pisang kering pada simulasi kondisi jalan buruk beraspal. Kondisi jalan luar kota dan buruk beraspal tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan terhadap perubahan warna nilai b buah tomat selama masa penyimpanan. Pada analisis ragam (Lampiran 8) dan hasil uji lanjut pada Tabel 15 dan Tabel 16 terlihat bahwa lapisan dalam, bahan pengisi dan interaksi antara lapisan dalam dan bahan pengisi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai warna b selama masa penyimpanan buah tomat. Gambar 27 menunjukkan kisaran warna buah tomat setelah penggetaran dan pada penyimpanan hari ke Nilai warna b Lama Penyimpanan (Hari) Kontrol A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 Gambar 25. Perubahan nilai warna b buah tomat selama penyimpanan pasca simulasi transportasi kondisi jalan buruk beraspal 30

46 Nilai warna b Lama penyimpanan (Hari) A2B1 jalan luar kota A2B1 jalan buruk (aspal) A2B2 jalan luar kota A2B2 jalan buruk (aspal) Gambar 26. Perbandingan perubahan nilai warna b selama penyimpanan pasca simulasi transportasi antara kondisi jalan luar kota dan jalan buruk beraspal Tabel 15. Pengaruh lapisan dalam terhadap warna (nilai b) buah tomat Lapisan Dalam Warna nilai b Hari Ke Tanpa pelapis dalam a a a a Dengan pelapis dalam a a a a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5% Tabel 16. Pengaruh bahan pengisi terhadap warna (nilai b) buah tomat Bahan Pengisi Warna nilai b Hari Ke Cacahan koran a a a a Daun pisang a a a a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5% Warna buah tomat H-0 Warna buah tomat H-6 Gambar 27. Kisaran warna buah tomat pada diagram warna 31

47 E. Kekerasan Salah satu perubahan fisiologis pada buah selama penyimpanan adalah kekerasan. Tingkat kekerasan yang berubah disebabkan karena komposisi dinding sel yang berubah (Winarno, 2002). Tingkat kekerasan yang rendah ditunjukkan oleh angka hasil pengukuran yang kecil dan sebaliknya. Dapat dilihat pada Gambar 28 dan Gambar 29 bahwa kekerasan buah tomat selama penyimpanan mengalami penurunan. Begitu pula pada perbedaan kondisi jalan antara jalan luar kota dan jalan buruk beraspal, tingkat kekerasan buah tomat mengalami penurunan pada setiap kemasan. Kekerasan buah tomat semakin menurun sejalan dengan bertambahnya lama penyimpanan karena buah semakin masak, yaitu dari rata-rata 4.9 N pada hari pertama menjadi 3.43 N pada hari ke enam. Perubahan kekerasan dari hari kehari selama pengamatan, menghasilkan nilai yang fluktuatif. Hal ini dikarenakan pengujian nilai kekerasan yang dilakukan menggunakan buah yang tidak sama namun menunjukkan nilai yang tidak jauh berbeda. Data hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada hari terakhir masa penyimpanan (hari ke- 6) nilai kekerasan terbesar dimiliki oleh buah tomat yang diberi perlakuan lapisan dalam. Kekerasan (N) Lama Penyimpanan (Hari) Kontrol A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 Gambar 28. Perubahan kekerasan tomat selama penyimpanan pasca simulasi transportasi kondisi jalan buruk beraspal Pada Gambar 29, kemasan yang disimulasikan dengan kondisi jalan buruk beraspal memiliki tingkat kekerasan yang lebih rendah dibandingkan dengan kemasan yang disimulasikan dengan jalan luar kota, hal ini menandakan bahwa kerusakan yang terjadi pada kondisi jalan buruk beraspal sangat tinggi sehingga mempengaruhi tingkat kekerasan buah tomat pasca simulasi transportasi dan selama penyimpanan. Menurut Pantastico (1989), peningkatan dan penurunan nilai kekerasan berhubungan dengan penguapan air. Tingkat kekerasan bergantung pada tebalnya kulit luar, kandungan total zat padat dan kandungan pati yang terdapat pada bahan. Proses respirasi menjadi lebih cepat akibat terlukanya kulit buah tomat sehingga mempercepat proses respirasi yang membutuhkan air dan air tersebut diambil dari sel, sehingga menyebabkan pengurangan air dari sel. 32

48 Pada waktu buah menjadi matang, kandungan pektat dan pektinat yang larut meningkat sedang jumlah zat pektat seluruhnya menurun, akibat akan melemahnya dinding sel sehingga ketegaran buah akan berkurang. Selanjutnya dikemukakan (Winarno dan Aman, 1981) bahwa dalam proses pengembangan dan pematangan, tekanan turgor sel selalu berubah. Perubahan turgor pada umumnya disebabkan oleh perubahan dinding sel, dan perubahan tersebut akan mempengaruhi firmness dari buah. Kekerasan (N) Lama Penyimpanan (Hari) A2B1 jalan luar kota A2B1 jalan buruk (aspal) A2B2 jalan luar kota A2B2 jalan buruk (aspal) Gambar 29. Perbandingan perubahan kekerasan selama penyimpanan pasca simulasi transportasi antara kondisi jalan luar kota dan jalan buruk beraspal Pengujian dengan analisis ragam (Lampiran 9) dan hasil uji lanjut pada Tabel 17 dan Tabel 18 terlihat bahwa lapisan dalam dan bahan pengisi tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kekerasan tomat pada hari ke-0 sampai hari ke-6 dan interaksi antara kedua faktor tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kekerasan. Tabel 17. Pengaruh lapisan dalam terhadap kekerasan buah tomat Lapisan Dalam Kekerasan Hari Ke- (N) Tanpa pelapis dalam a a a a Dengan pelapis dalam a a a a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5% Tabel 18. Pengaruh bahan pengisi terhadap kekerasan buah tomat Bahan Pengisi Kekerasan Hari Ke- (N) Cacahan koran a a a a Daun pisang a a a a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5% Pengujian kekerasan dilakukan karena dapat menjadi indikasi terjadinya kerusakan pada buah tomat, dimana jika semakin menurun nilai tekan buah tomat menandakan buah tomat semakin mengalami kerusakan. Menurut Pantastico (1989) ketegangan disebabkan oleh tekanan 33

49 isi sel pada dinding sel dan bergantung pada konsentrasi zat-zat osmotik aktif pada vakuola, permeabilitas protoplasma, dan elastisitas dinding sel. Buah-buahan akan kehilangan airnya karena proses transpirasi dan respirasi setelah pemanenan, sehingga tekanan turgornya menjadi semakin kecil dan menyebabkan komoditi tersebut menjadi lunak. Air sel yang menguap membuat sel menciut sehingga ruangan antar sel menyatu dan zat pektin menjadi saling berikatan. Spencer (1965) dalam Muchtadi (1992) menyatakan penurunan kekerasan pada buah tomat terjadi akibat terjadinya depolimerisasi karbohidrat dan zat pektin penyusun dinding sel sehingga akan melemahkan dinding sel dan ikatan kohesi antar sel sehingga viskositas sel menurun dan tekstur tomat menjadi lunak. F. Total Padatan Terlarut Kandungan gula pada buah akan meningkat sejalan dengan proses pematangan dan menurun seiring dengan lama penyimpanan buah. Kandungan total padatan terlarut dapat menunjukkan derajat kematangan serta menunjukkan kandungan gula yang terdapat pada bahan tersebut (Sjaifullah, 1996). Perubahan total padatan terlarut selama masa penyimpanan disajikan pada Gambar 30. Perbandingan total padatan terlarut antara kemasan yang disimulasikan dengan kondisi jalan luar kota dan jalan buruk beraspal dapat dilihat pada Gambar 31. Berdasarkan Gambar 30 dapat diketahui selama penyimpanan, buah tomat menunjukkan peningkatan total padatan terlarut pada semua jenis perlakuan. Peningkatan total padatan terlarut paling besar dialami kemasan peti kayu dengan lapisan dalam dan bahan pengisi daun pisang kering. Hal ini sama halnya dengan dengan parameter kerusakan mekanis, kerusakan mekanis tertinggi dialami oleh kemasan A2B2. Tingginya tingkat kerusakan mekanis memacu laju respirasi lebih tinggi. Laju respirasi membutuhkan energi yang didapatkan dari perombakan zat-zat gula melalui proses oksidasi sehingga mengakibatkan tingginya tingkat total padatan terlarut. Sedangkan peningkatan total padatan terlarut paling rendah dialami kemasan peti kayu tanpa lapisan dalam dan bahan pengisi cacahan koran. Peningkatan TPT sampai hari keempat seiring dengan peningkatan laju respirasi dimana laju respirasi meningkat pada saat proses pematangan menjelang pemasakan, kemudian laju respirasi menurun kembali. Hal ini menunjukkan bahwa selama penyimpanan, tetap berlangsung proses pemasakan buah, sehingga respirasi berjalan dan pati terhidrolisis menjadi gula-gula sederhana. Setelah hari ke-4 kadar gula reduksi menurun perlahan-lahan karena mengalami fase lewat matang. Penurunan ini disebabkan karena gula-gula yang terbentuk dipecah lagi dan digunakan untuk respirasi lanjutan hingga buah menjadi busuk 34

50 Total Padatan Terlarut ( 0 Brix) Lama Penyimpanan (Hari) Kontrol A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 Gambar 30. Perubahan total padatan terlarut buah tomat selama penyimpanan pasca simulasi transportasi kondisi jalan buruk beraspal Gambar 31 menunjukkan bahwa kemasan yang disimulasikan pada kondisi jalan luar kota menghasilkan total padatan terlarut lebih tinggi dibandingkan dengan kemasan yang disimulasikan pada kondisi jalan buruk beraspal dan kemasan dengan bahan pengisi cacahan koran mengalami peningkatan total padatan terlarut yang lebih tinggi selama penyimpanan. Proses respirasi menyebabkan penurunan kandungan pati tomat dan terbentuknya gula sederhana seperti sukrosa, glukosa, dan fruktosa. Total padatan terlarut ( 0 Brix) Lama penyimpanan (Hari) A2B1 jalan luar kota A2B1 jalan buruk (aspal) A2B2 jalan luar kota A2B2 jalan buruk (aspal) Gambar 31. Perbandingan perubahan total padatan terlarut selama penyimpanan pasca simulasi transportasi antara kondisi jalan luar kota dan jalan buruk beraspal Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 10 dan uji lanjut pada Tabel 19 dan Tabel 20 menunjukkan bahwa lapisan dalam, bahan pengisi dan interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap total padatan terlarut buah tomat. Hal ini dikarenakan buah tomat sulit untuk dicari keseragamannya. 35

51 Tabel 18. Pengaruh lapisan dalam terhadap total padatan terlarut buah tomat Lapisan Dalam Total Padatan Terlarut Hari Ke- ( o Brix) Tanpa pelapis dalam a a a a Dengan pelapis dalam a a a a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5% Tabel 19. Pengaruh bahan pengisi terhadap total padatan terlarut buah tomat Bahan Pengisi Total Padatan Terlarut Hari Ke- ( o Brix) Cacahan koran a a a a Daun pisang a a a a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5% Suparno (2005) menyatakan peningkatan TPT dengan kandungan gula sederhana mungkin disebabkan oleh laju respirasi yang meningkat sehingga terjadi pemecahan oksidatif dari bahan-bahan yang kompleks seperti karbohidrat, protein dan lemak yang menyebabkan kandungan pati menurun. Menurut Pantastico (1989) besarnya laju perombakan pati menjadi gula dipengaruhi oleh suhu dan enzim. Semakin tinggi suhu akan mempercepat respirasi yang menyebabkan perombakkan pati menjadi gula yang lebih besar. G. Kesetaraan Simulasi Pengangkutan Simulasi transportasi digunakan untuk memperoleh gambaran data kerusakan mekanis dan susut bobot yang diterima buah tomat bila terkena goncangan dengan menggunakan alat angkut simulasi. Hasil konversi frekuensi dan amplitudo selama simulasi penggetaran berdasarkan konversi angkutan truk selama satu jam di jalan luar kota dapat dilihat pada Tabel 21. Pada Tabel 21, dapat terlihat bahwa 120 menit pada alat simulasi angkut dengan amplitudo rendah setara dengan km pada jalan luar kota dan apabila alat simulasi angkut disimulasikan selama 80 menit dengan amplitudo tinggi setara dengan km pada jalan buruk (aspal). Konversi jarak yang dihasilkan oleh kedua kondisi jalan menghasilkan perbedaan nilai yang tidak begitu jauh. Dengan mengubah-ubah waktu simulasi, nilai amplitudo dan frekuensi yang berbeda dapat menghasilkan jarak yang sama. Semakin buruk kondisi jalan yang ditempuh maka semakin pendek jarak yang diperoleh. Tabel 21. Konversi frekuensi dan amplitudo meja getar selama simulasi terhadap jarak tempuh (panjang jalan) Menit Jalan luar kota Frekuensi (Hz) Amplitudo (cm) Jarak (km) km Menit Jalan buruk (aspal) Frekuensi Amplitudo (Hz) (cm) Jarak (km) km 36

52 Pada Tabel 21 di atas, menunjukkan bahwa 120 menit atau 2 jam pada alat simulasi pengangkutan setara dengan km di jalan luar kota atau lebih kurang 3.62 jam perjalanan truk dengan kecepatan 30 km/jam. Panjang jalan yang dilalui oleh truk pada simulasi pengangkutan selama 80 menit penggetaran setara dengan km di jalan buruk beraspal atau lebih kurang 3.54 jam perjalanan truk dengan kecepatan 30 km/jam. Lamanya pengangkutan dan kondisi jalan mempengaruhi kondisi buah tomat dalam kemasan selama pengangkutan. Buah tomat tergolong buah klimaterik sehingga selama perjalanan buah tomat akan mengalami pematangan. Dalam pengangkutan buah tomat dari kebun menuju pasar, petani masih menggunakan peti kayu sebagai kemasan. Oleh karena itu, diperlukan perlakuan tambahan yang cocok pada kemasan peti kayu untuk mendistribusikan buah tomat. Dalam simulasi pengangkutan ini, kemasan yang cocok adalah kemasan peti kayu dengan penambahan koran cacah sebagai bahan pengisi. Kombinasi antara lapisan dalam kertas semen dengan bahan pengisi koran cacah juga dapat digunakan untuk pendistribusian buah tomat. Kemasan harus dapat melindungi komoditi dari kerusakan mekanik, memungkinkan pertukaran panas untuk menghilangkan panas dari kebun dan panas respirasi, dan cukup kuat untuk menahan penanganan biasa dan penumpukan maksimal (Pantastico, 1989) H. Peran Amplitudo dan Frekuensi Terhadap Kerusakan Dalam semua jenis wadah terjadi kememaran pada buah yang disebabkan oleh getarangetaran dan sebagai dampak pengangkutan. Pada umumnya semakin kecil wadahnya, semakin besarlah presentase kememarannya. Besar-kecilnya kememaran selama pengangkutan bergantung pada frekuensi, amplitudo, dan lamanya mengalami getaran; amplitudo getaran dasar peti; ketinggian buah dalam wadah; sifat-sifat jenis buahnya (Pantastico, 1989). Besarnya amplitudo dan tingginya frekuensi yang disebabkan oleh permukaan jalan, sampai satu derajat yang berbeda-beda telah dikurangi oleh sifat-sifat sistem peredam getaran (suspensi) truk. Pada simulasi pengangkutan buah tomat untuk jalan luar kota atau amplitudo rendah, kerusakan yang dihasilkan setelah simulasi berupa luka gores dan sedikit luka memar. Sedangkan, pada simulasi pengangkutan buah tomat untuk jalan buruk beraspal atau amplitudo tinggi, hasil kerusakan yang dihasilkan berupa luka gores yang cukup parah dan luka memar dan sedikit luka pecah. Bila kombinasi antara amplitudo dan frekuensi pada bagian atas cukup besar untuk menghasilkan percepatan yang mendekati 1g (percepatan gravitasi), buah-buah di bagian atas bergerak bebas, karena mendapatkan energi yang cukup tadi kehilangan bobotnya dan membuat buah-buah itu seperti melayang. Pada waktu buah melayang bebas, buah-buah itu dapat membentur buah-buah pada lapisan yang sama atau yang ada di bawahnya, dan menimbulkan kememaran di berbagai tempat. Dua faktor yang mempengaruhi tingkat pememaran ialah besarnya gaya dan berapa kali terulang pada tempat yang sama. 37

53 V. SIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Kerusakan mekanis tertinggi dialami oleh kemasan dengan lapisan dalam dan bahan pengisi daun pisang kering yaitu sebesar 44.96% diikuti dengan kemasan dengan bahan pengisi daun pisang kering yaitu sebesar 32.97%. Kemasan dengan lapisan dalam dan bahan pengisi cacahan koran mengalami kerusakan mekanis sebesar 27.53% dan kemasan dengan bahan pengisi cacahan koran mengalami kerusakan mekanis paling rendah dibandingkan kemasan lainnya yaitu sebesar 25.20%. 2. Setelah simulasi transportasi, buah tomat mengalami peningkatan pada parameter susut bobot, total padatan terlarut, dan nilai warna a sedangkan kekerasan, nilai warna L (kecerahan) dan nilai warna b mengalami penurunan. 3. Lapisan dalam pada kemasan hanya berpengaruh nyata terhadap kerusakan buah tomat dan susut bobot buah tomat tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap susut bobot, tingkat kecerahan (nilai L), tingkat kehijauan (nilai a), tingkat kekuningan (nilai b), kekerasan dan total padatan terlarut buah tomat selama masa penyimpanan. 4. Bahan pengisi pada kemasan berpengaruh nyata terhadap kerusakan mekanis, nilai warna L buah tomat selama masa penyimpanan, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap susut bobot, total padatan terlarut, kekerasan, tingkat kehijauan (nilai a), tingkat kekuningan (nilai b) buah tomat selama masa penyimpanan. 5. Kemasan yang terbaik untuk pengangkutan buah tomat selama transportasi adalah kemasan dengan perlakuan bahan pengisi cacahan koran dan tanpa pelapis dalam karena memiliki tingkat kerusakan mekanis paling rendah. B. Saran 1. Pemberian bahan pengisi pada bagian pinggir dalam kemasan perlu diperbanyak, agar meminimalisir gesekan yang terjadi antara buah tomat dengan kemasan. 2. Perlu analisis lebih lanjut tentang pengaruh kemasan kertas semen terhadap peningkatan kerusakan mekanis buah tomat setelah penggetaran. 3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai pengaruh macam-macam penyusunan pada lapisan dasar buah tomat (menggunakan metode diagonal check system atau fcc (face centered cubic)) pada pengemasan buah tomat. 38

54 DAFTAR PUSTAKA Anwar, RS Dampak Kemasan dan Suhu Penyimpanan Terhadap Perubahan Sifat Fisik dan Masa Simpan Brokoli Setelah Transportasi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Atherton, J.G. and J. Rudich The Tomato Crops, A Scientific Basis for Improvement. Chapman and Hall Ltd. New York-USA. Badan Pusat Statistik Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Jakarta. Badan Pusat Statistik. BPPHP Penanganan pascapanen dan pengemasan sayuran. web/ teknopro/leaflet%20teknopro%20no.%2020.htm. [27 Mei 2011] Buckle et. al. (1987). Ilmu Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Cahyono, Bambang Tomat Usaha Tani dan Penanganan Pasca Panen. Yogyakarta: Kanisius. Direktorat Gizi Dept. Kes. R.I Daftar Komposisi Bahan Makanan. Penerbit Bhratar : Jakarta. Hambali Pola distribusi dan transportasi produk hortikultura. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. Edisi Khusus. Hanlon, J. F Handbook of Package Engineering. McGraw Hill Book Co., New York. Hasiholan, M Peningkatan Performa Pengemasan Jambu Biji (Psidium Guajava L.) Selama Transportasi dengan Penggunaan Bahan Pengisi. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, Fateta, IPB. Bogor Kartasapoetra, A.G Teknologi Penanganan Pasca Panen. PT. Rieneka Cipta, Jakarta. Kitinoja, L dan Gorny, J.R Postharvest Technology for Small Scale Produce Marketer: Economic Opportunities, Quality and Food Safety. USA. University of California, Davis. Marpaung, L Pemanenan dan penanganan buah tomat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, h: Mc. Gregor, B.M Tropical Products Transport Handbook. USA. United States Department of Agriculture. Muchtadi, D. Petunjuk Laboratorium Fisiologi Pasca Panen Buah-buahan dan Sayur-sayuran. Bogor: PAU Pangan dan Gizi IPB. Pantastico, ER.B Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayuran Tropika dan Sub Tropika. (Diterjemahkan oleh Kamariayani; editor Tjitrosoepomo). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 39

55 Poernomo, Daerah produksi, tempat penumpukan, pengepakan, pengangkutan, pemasaran/distribusi, dan pengemasan hasil hortikultura merupakan masalah penanganan lepas panen. Hortikultura, No. 6: Pradnyawati, P. I Pengaruh Kemasan dan Goncangan Terhadap Mutu Fisik Jambu Biji. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, IPB. Bogor. Prajawati, N.M Pengaruh Teknik Pengemasan dan Perlakuan Prakemas Terhadap Laju Penurunan Parameter Mutu Buah Tomat Selama Transportasi. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, IPB. Bogor. Purwadaria, Hadi K Sistem Pengangkutan Buah-Buahan dan Sayuran. Makalah Pelatihan Teknologi Pasca Panen Buah-Buahan dan Sayuran. PAU Pangan dan Gizi, IPB. Bogor. 24 Februari Rahmawati, Ii Peningkatan Kinerja Pengemasan Pisang Ambon (Musa Paradisiaca L.) Selama Transportasi dengan Penataan Posisi Pisang dan Jenis Bahan Pengisi. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, IPB. Bogor. Sacharow, Stanley and Jr. Griffin Principles of Food Packaging. AVI Publishing Company. Sinaga, R.M Hubungan kematangan dan pengepakan terhadap kerusakan buah tomat pada pengangkutan. Laporan Hasil Penelitian Balit. Horti. Lembang 1982/1983. h: Sjaifullah Perlakuan Segar Hortikultura. Hortikultura, No. 2: Sjaifullah Petunjuk Memilih Buah Segar. Penebar Swadaya. Jakarta. Soedibyo Penanganan Pasca Panen Buah-Buahan dan Sayur-Sayuran (Khusus Pengepakan, Pengangkutan, dan Penyimpanan). Badan Penelitian dan Pengembangan pertanian, Sub Balai Penelitian Tanaman Pangan, Jakarta. Soedibyo Tirtosoekotjo, M Alat simulasi pengangkutan buah-buahan segar dengan mobil dan kereta api. Jurnal Hortikultura 2(1): Suparno Kajian Perlakuan Pasca Panen Buah Pepaya (Carica papaya L.) Berbagai Umur Petik. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, IPB. Bogor. Syar ief et al Teknologi Pengemasan Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor. Tannus Easy Ways to Lower Blood Pressure. [27 Mei 2011] Villareal Tomatoes Production in The Tropics Problems and Progress. 1 st Symposium on Tropical Tomato. AVRDC, Shanhua, Tainan, ROC international Wener. B.Z.H Importance of The Tomato. AgriSupportOnline. Melbourne, Australia. Winarno, FG dan M. Aman, Fisiologi Lepas Panen. PT Sastra Hudaya. Jakarta. 40

56 Winarno. FG Fisiologi Lepas Panen Produk Hortikultura. M-Brio press. Bogor 41

57 LAMPIRAN 42

58 Lampiran 1. Nilai amplitudo dan frekuensi meja getar pada tiap ulangan untuk kondisi jalan luar kota Parameter Menit ke Ratarata Waktu (detik) Frekuensi (Hz) Amplitudo (cm) Lampiran 2. Nilai amplitudo dan frekuensi meja getar pada tiap ulangan untuk kondisi jalan buruk beraspal Parameter Menit ke Rata-rata Waktu (detik) Frekuensi (Hz) Amplitudo (cm)

59 Lampiran 3. Konversi angkutan truk berdasarkan data Lembaga Uji Konstruksi BPPT 1986 (Soedibyo, 1992) Bila alat simulasi dengan goncangan vertical digunakan selama 1 jam, maka jarak yang ditempuh adalah: yy = xx zz xx ssssssssssss pppppppppppppp jjjjjjjjjj yyyyyyyy ddddddddddddddh ssssssssssss 1 jjjjjj dimana: x = jumlah luas seluruh getaran vibrator (cm 2 /jam) z = jumlah seluruh getaran bak truk (cm 2 /jam) y = jarak yang ditempuh oleh truk (km) Data truk Lembaga uji konstruksi BPPT tahun 1986 telah mengukur goncangan truk yang diisi 80% penuh dengan kecepatan 60 km/jam dalam kota dan 30 km/jam untuk jalan buruk beraspal (luar kota) dan jalan buruk beraspal (berbatu). Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 1. Jumlah kejadian amplitudo/ kali Tabel 1. Data pengukuran goncangan truk pada berbagai keadaan jalan Jalan dalam kota Amplitudo gerakan vertikal (cm) Jalan luar kota Jalan buruk (aspal) Jalan buruk (berbatu) Jalan dalam dan luar kota diukur selama 30 menit 30 km, sedangkan jalan buruk (aspal) dan jalan buruk (berbatu) diukur selama 60 menit 30 km. Berdasarkan data pada tabel di atas maka: Amplitudo rata-rata getaran bak truk (P) = ii(nnnnnnnnnn ) ii (NNNN) dimana : P = rata-rata getaran bak truk (cm) N = jumlah kejadian amplitudo A = amplitudo gerakan vertikal (cm) jalan luar kota Tabel 1 Luas satu siklus truk = PP sin WWWW dddd TT 0 dimana : W = kecepatan sudut (getaran/detik) T = periode (detik/getaran) 44

60 Lampiran 3. Lanjutan Amplitudo rata-rata getaran bak truk bila melalui jalan luar kota : (1 xx 3.9)+(500 xx 3.6)+ (1000 xx 3.3)+ +(5000 xx 0.1) P = = cm Diketahui frekuensi bak truk = 1.4 Hz maka T = 1/f = 1/ 1.4 = detik/getaran W = 2π/T = 2(3.14)/ = 8.8 getaran/detik Luas satu siklus getaran bak truk di jalan luar kota = 1.742sin(8.8TT)dddd = sin(8.8tt) dddd 0 0 = cos (8.8TT) = (cos(8.8xx0.714) cccccc0) 8.8 = cm 2 /getaran Frekuensi bak truk = 1.4 Hz Luas satu siklus getaran bak truk = cm 2 /getaran Jumlah luas seluruh getaran bak truk jalan luar kota selama 0.5 jam = 30 menit x 60 detik/menit x 1.4 getaran/detik x cm 2 /getaran = cm 2 Amplitudo rata-rata getaran bak truk bila melalui jalan buruk beraspal: (1 xx 4.8)+(500 xx 4.2)+ (1000 xx 3.9)+ +(5000 xx 3.5) P = = cm Diketahui frekuensi bak truk = 1.4 Hz maka T = 1/f = 1/ 1.4 = detik/getaran W = 2π/T = 2(3.14)/ = 8.8 getaran/detik Luas satu siklus getaran bak truk di jalan luar kota = 1.791sin(8.8TT)dddd = sin(8.8tt) dddd 0 0 = cos (8.8TT) = (cos(8.8xx0.714) cccccc0) 8.8 = x 10-3 cm 2 /getaran Frekuensi bak truk = 1.4 Hz Luas satu siklus getaran bak truk = x 10-3 cm 2 /getaran Jumlah luas seluruh getaran bak truk jalan buruk beraspal selama 1 jam = 60 menit x 60 detik/menit x 1.4 getaran/detik x x 10-3 cm 2 /getaran = 6.16 cm 2 45

61 Lampiran 3. Lanjutan Kesetaraan simulasi pengangkutan yang dilakukan dengan menggunakan meja getar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan-persamaan di bawah ini (jalan luar kota): f = 3.45 Hz A = 3.21 cm T = 1 = 1 = detik/getaran ff 3.45 W = 2ππ = 2ππ = getaran/detik TT TT Luas satu siklus getaran vibrator = AA sin WWWW dddd = 3.21 sin(21.67) dddd 0 = cos(21.67tt) = (cos(21.67 xx 0.289) cccccc 0) = 8.84 x 10-4 cm 2 /getaran Jumlah seluruh getaran vibrator selama satu jam = 1 jam x 60 menit/jam x 60 detik/menit x 3.45 getaran/detik = getaran/jam Jumlah luas seluruh getaran vibrator selama satu jam = getaran/jam x 8.84x 10-4 cm 2 /getaran = cm 2 /jam Berdasarkan konversi angkutan truk selama 30 menit 30 km pada Lampiran 1, maka simulasi pengangkutan dengan truk selama satu jam di jalan luar kota jjjjjjjjjj h llllllll ssssssssssss h gggggggggggggg vvvvvvvvvvvvvvvv ssssssssssss 1 jjjjjj = jjjjjjjjjj h gggggggggggggg bbbbbb tttttttt = cm 2 /jam x 30 km = km cm 2 /0.5jam xx ssssssssrrrr pppppppppppppp jjjjjjjjjj Simulasi pengangkutan dengan truk selama 120 menit di jalan luar kota = km 46

62 Lampiran 3. Lanjutan Kesetaraan simulasi pengangkutan yang dilakukan dengan menggunakan meja getar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan-persamaan di bawah ini (jalan buruk beraspal): f = 3.23 Hz A = 4.75 cm T = 1 = detik/getaran ff W= 2ππ = 2ππ = getaran/detik TT TT Luas satu siklus getaran vibrator = AA sin WWWW dddd = 4.75 sin(20.29) dddd 0 = cos(20.29tt) = (cos(20.29 xx 0.309) cccccc 0) = 1.41 x 10-3 cm 2 /getaran Jumlah seluruh getaran vibrator selama satu jam = 1 jam x 60 menit/jam x 60 detik/menit x 3.23 getaran/detik = getaran/jam Jumlah luas seluruh getaran vibrator selama satu jam = getaran/jam x 1.40 x 10-3 cm 2 /getaran = cm 2 /jam Berdasarkan konversi angkutan truk selama 60 menit 30 km pada Lampiran 1, maka simulasi pengangkutan dengan truk selama satu jam di buruk beraspal jjjjjjjjjj h llllllll ssssssssssss h gggggggggggggg vvvvvvvvvvvvvvvv ssssssssssss 1 jjjjjj = jjjjjjjjjj h gggggggggggggg bbbbbb tttttttt = cm 2 /jam x 30 km = km 6.16 cm 2 /1jam xx ssssssssssss ppppnnnnnnnnnn jjjjjjjjjj Bila digetarkan selama 80 menit, maka simulasi pengangkutan dengan truk di jalan buruk beraspal = km 47

63 Lampiran 4. Analisis ragam kerusakan mekanis buah tomat Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F Lapisan_dalam Bahan pengisi Lapisan_d*bahan _peng

64 Lampiran 5. Analisis ragam susut bobot buah tomat Susut bobot hari ke- 2 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F Lapisan dalam Bahan_pengisi Lapisan_d*bahan_peng Susut bobot hari ke- 4 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F Lapisan dalam Bahan_pengisi Lapisan_d*bahan_peng Susut bobot hari ke- 6 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F Lapisan dalam Bahan_pengisi Lapisan_d*bahan_peng

65 Lampiran 6. Analisis ragam warna (nilai L) buah tomat Warna (nilai L) hari ke- 0 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F Lapisan_dalam Bahan_pengisi Lapisan_d*bahan_peng Warna (nilai L) hari ke- 2 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F Lapisan_dalam Bahan_pengisi Lapisan_d*bahan_peng Warna (nilai L) hari ke- 4 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F Lapisan_dalam Bahan_pengisi Lapisan_d*bahan_peng Warna (nilai L) hari ke- 6 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F Lapisan_dalam Bahan_pengisi Lapisan_d*bahan_peng

66 Lampiran 7. Analisis ragam warna (nilai a) buah tomat Warna (nilai a) hari ke- 0 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F Lapisan dalam Bahan_pengisi Lapisan_d*bahan_peng Warna (nilai a) hari ke- 2 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F Lapisan dalam Bahan_pengisi Lapisan_d*bahan_peng Warna (nilai a) hari ke- 4 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F Lapisan dalam Bahan_pengisi Lapisan_d*bahan_peng Warna (nilai a) hari ke- 6 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F Lapisan_dalam Bahan pengisi Lapisan_d*bahan_peng

67 Lampiran 8. Analisis ragam warna (nilai b) buah tomat Warna (nilai b) hari ke- 0 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F Lapisan dalam Bahan_pengisi Lapisan_d*bahan_peng Warna (nilai b) hari ke- 2 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F Lapisan dalam Bahan_pengisi Lapisan_d*bahan_peng Warna (nilai b) hari ke- 4 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F Lapisan dalam Bahan_pengisi Lapisan_d*bahan_peng Warna (nilai b) hari ke- 6 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F Lapisan_dalam Bahan pengisi Lapisan_d*bahan_peng

68 Lampiran 9. Analisis ragam kekerasan buah tomat Kekerasan hari ke- 0 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F Lapisan dalam Bahan_pengisi Lapisan_d*bahan_peng Kekerasan hari ke- 2 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F Lapisan_dalam Bahan_pengisi Lapisan_d*bahan_peng Kekerasan hari ke- 4 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F Lapisan_dalam Bahan_pengisi Lapisan_d*bahan_peng Kekerasan hari ke- 6 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F Lapisan_dalam Bahan_pengisi Lapisan_d*bahan_peng

69 Lampiran 10. Analisis ragam total padatan terlarut (TPT) buah tomat TPT hari ke- 0 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F Lapisan dalam Bahan_pengisi Lapisan_d*bahan_peng TPT hari ke- 2 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F Lapisan dalam Bahan_pengisi Lapisan_d*bahan_peng TPT hari ke- 4 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F Lapisan dalam Bahan_pengisi Lapisan_d*bahan_peng TPT hari ke- 6 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F Lapisan_dalam Bahan_pengisi Lapisan_d*bahan_peng

70 Lampiran 11. Penampakan buah tomat setelah penggetaran selama penyimpanan Hari ke- Kemasan Kontrol A1B1 A1B Keterangan: Kontrol = kemasan peti kayu tanpa penambahan perlakuan A1B1 = kemasan peti kayu tanpa lapisan kertas semen dengan bahan pengisi cacahan koran A1B2 = kemasan peti kayu tanpa lapisan kertas semen dengan bahan pengisi daun pisang kering A2B1 = kemasan peti kayu dengan lapisan kertas semen dengan bahan pengisi cacahan koran A2B2 = kemasan peti kayu lapisan kertas semen dengan bahan pengisi daun pisang kering 55

71 Lampiran 11. Lanjutan Hari ke- A2B1 Kemasan A2B Keterangan: Kontrol = kemasan peti kayu tanpa penambahan perlakuan A1B1 = kemasan peti kayu tanpa lapisan kertas semen dengan bahan pengisi cacahan koran A1B2 = kemasan peti kayu tanpa lapisan kertas semen dengan bahan pengisi daun pisang kering A2B1 = kemasan peti kayu dengan lapisan kertas semen dengan bahan pengisi cacahan koran A2B2 = kemasan peti kayu lapisan kertas semen dengan bahan pengisi daun pisang kering 56

TINJAUAN PUSTAKA II. A. Tomat

TINJAUAN PUSTAKA II. A. Tomat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tomat Tomat komersial (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam famili Solanaceae, dan merupakan tanaman semusim berbentuk perdu yang panjangnya mencapai ± 2 meter. Tomat berasal

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN III. A. Lokasi dan Waktu. B. Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN III. A. Lokasi dan Waktu. B. Bahan dan Alat III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Pertanian IPB selama 3 bulan yaitu bulan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan terhitung mulai bulan Januari hingga April 2012 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian Pengaruh Perlakuan Bahan Pengisi Kemasan terhadap Mutu Fisik Buah Pepaya Varietas IPB 9 (Callina) Selama Transportasi dilakukan pada

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) Tomat merupakan tanaman asli di Benua Amerika yang tersebar dari Amerika Tengah hingga Amerika Selatan. Tanaman tomat pertama kali dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika dan kini telah menyebar di kawasan benua Asia termasuk di Indonesia. Tomat biasa ditanam di dataran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian dengan topik Pengaruh Perlakuan Pengemasan Belimbing (Averrhoa carambola L) dengan Penggunaan Bahan Pengisi terhadap Mutu Fisik Belimbing selama Transportasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN

PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN (Changes in the quality of mangosteen fruits (Garcinia mangosiana L.) after transportation and

Lebih terperinci

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Oleh : YOLIVIA ASTRIANIEZ SEESAR F14053159 2009 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Belimbing Manis (Averrhoa carambola L) Tanaman belimbing berasal dari Sri Lanka dan banyak terdapat di daerah Asia Tenggara, Brazil, Ghana dan Guyana. Belimbing bukan buah musiman.

Lebih terperinci

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Penanganan pascapanen sangat berperan dalam mempertahankan kualitas dan daya simpan buah-buahan. Penanganan pascapanen yang kurang hati-hati dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Buah Mentimun Mentimun, timun, atau ketimun (Cucumis sativus L.; suku labu-labuan atau Cucurbitaceae) merupakan tumbuhan yang menghasilkan buah yang dapat dimakan secara langsung

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Pertanian merupakan salah satu sektor kehidupan yang bidang pekerjaannya berhubungan dengan pemanfaatan alam sekitar dengan menghasilkan produk pertanian yang diperlukan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Melon Tanaman melon berasal dari daerah Mediterania yang merupakan perbatasan antara Asia Barat dengan Eropa dan Afrika, secara khusus berasal dari lembah Persia (Syria). Tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pisang

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pisang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pisang Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN KEMASAN KARTON DAN PETI KAYU TERHADAP MUTU BUAH TOMAT DALAM TRANSPORTASI DARAT SKRIPSI GLADYS CITRA PRATIWI F

KAJIAN PENGGUNAAN KEMASAN KARTON DAN PETI KAYU TERHADAP MUTU BUAH TOMAT DALAM TRANSPORTASI DARAT SKRIPSI GLADYS CITRA PRATIWI F KAJIAN PENGGUNAAN KEMASAN KARTON DAN PETI KAYU TERHADAP MUTU BUAH TOMAT DALAM TRANSPORTASI DARAT SKRIPSI GLADYS CITRA PRATIWI F14080054 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

Rancangan Wadah Buah Tomat Untuk Menahan Getaran Selama Transportasi Berbahan Eceng Gondok dan Pelepah Pisang

Rancangan Wadah Buah Tomat Untuk Menahan Getaran Selama Transportasi Berbahan Eceng Gondok dan Pelepah Pisang Indonesian Green Technology Journal E-ISSN.2338-1787 Rancangan Wadah Buah Tomat Untuk Menahan Getaran Selama Transportasi Berbahan Eceng Gondok dan Pelepah Pisang Ida Ayu Widhiantari 1 *, Sandra Malin

Lebih terperinci

KAJIAN JENIS KEMASAN SELAMA TRANSPORTASI DAN PENGARUH SUHU PENYIMPANAN TERHADAP UMUR SIMPAN DAN MUTU BUAH MANGGIS ( Garcinia mangostana L.

KAJIAN JENIS KEMASAN SELAMA TRANSPORTASI DAN PENGARUH SUHU PENYIMPANAN TERHADAP UMUR SIMPAN DAN MUTU BUAH MANGGIS ( Garcinia mangostana L. KAJIAN JENIS KEMASAN SELAMA TRANSPORTASI DAN PENGARUH SUHU PENYIMPANAN TERHADAP UMUR SIMPAN DAN MUTU BUAH MANGGIS ( Garcinia mangostana L.) Oleh : REZKI YUNIKA F14051372 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

Penentuan Tingkat Kerusakan Buah Alpukat pada Posisi Pengangkutan Dengan Simulasi Getaran yang Berbeda

Penentuan Tingkat Kerusakan Buah Alpukat pada Posisi Pengangkutan Dengan Simulasi Getaran yang Berbeda Penentuan Tingkat Kerusakan Buah Alpukat pada Posisi Pengangkutan Dengan Simulasi Getaran yang Berbeda Khusna Fauzia*, Musthofa Lutfi, La Choviya Hawa Jurusan Keteknikan Pertanian - Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Potensinya terbuka, baik pasar bebas maupun industri. Kebutuhan cabai perkapita (2013) adalah 5 Kg/ tahun. Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, maka

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR SKRIPSI PENGARUH BERBAGAI JENIS KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN TERHADAP PERUBAHAN MUTU FISIK MENTIMUN (Cucumis sativus L.) SELAMA TRANSPORTASI Oleh : ERY SUCIARI KUSUMAH F14102081 2007 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat, 1500 si vitamin A, 0,6 mg vitamin B, 40 mg vitamin C, 5 mg

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat, 1500 si vitamin A, 0,6 mg vitamin B, 40 mg vitamin C, 5 mg 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) merupakan sayuran populer di Indonesia. Tomat mengandung komponen nutrisi terutama kaya akan vitamin dan mineral. Dalam satu

Lebih terperinci

Kajian Ventilasi Dan Perubahan Suhu Dalam Kemasan Karton Dengan Komoditas Tomat

Kajian Ventilasi Dan Perubahan Suhu Dalam Kemasan Karton Dengan Komoditas Tomat Kajian Ventilasi Dan Perubahan Suhu Dalam Kemasan Karton Dengan Komoditas Tomat Emmy Darmawati 1), Gita Adhya Wibawa Sakti 1) 1) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB

Lebih terperinci

Waktu (detik) Frekuensi (Hz) Amplitudo (cm)

Waktu (detik) Frekuensi (Hz) Amplitudo (cm) Lampiran 1. Nilai amplitudo dan frekuensi meja getar pada tiap ulangan untuk kondisi jalan luar kota Parameter Menit ke-0 20 40 60 80 100 120 Ratarata Waktu (detik) 4.8 4.8 5.1 5.4 4.9 4.7 4.15 4.83 Frekuensi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Famili ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

PENGARUH TEKNIK PENGEMASAN DAN PERLAKUAN PRAKEMAS TERHADAP LAJU PENURUNAN PARAMETER MUTU BUAH TOMAT SELAMA TRANSPORTASI

PENGARUH TEKNIK PENGEMASAN DAN PERLAKUAN PRAKEMAS TERHADAP LAJU PENURUNAN PARAMETER MUTU BUAH TOMAT SELAMA TRANSPORTASI PENGARUH TEKNIK PENGEMASAN DAN PERLAKUAN PRAKEMAS TERHADAP LAJU PENURUNAN PARAMETER MUTU BUAH TOMAT SELAMA TRANSPORTASI Oleh : Nur Muthia Prajawati F14102009 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENGKAJIAN KEMASAN PRIMER PADA TRANSPORTASI BUNGA POTONG KRISAN (Chrysanthemum indicum) Oleh : DINI TURIPANAM ALAMANDA F

PENGKAJIAN KEMASAN PRIMER PADA TRANSPORTASI BUNGA POTONG KRISAN (Chrysanthemum indicum) Oleh : DINI TURIPANAM ALAMANDA F PENGKAJIAN KEMASAN PRIMER PADA TRANSPORTASI BUNGA POTONG KRISAN (Chrysanthemum indicum) Oleh : DINI TURIPANAM ALAMANDA F14103019 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Kardus tipe RSC yang digunakan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Kardus tipe RSC yang digunakan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengemasan Pisang Ambon Kuning Pada simulasi transportasi pisang ambon, kemasan yang digunakan adalah kardus/karton dengan tipe Regular Slotted Container (RSC) double flute

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Tempat dan Waktu Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Tempat dan Waktu Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan bahan penelitian ini terdiri atas pelepah salak, kawat, paku dan buah salak. Dalam penelitian tahap I digunakan 3 (tiga) varietas buah salak, yaitu manonjaya, pondoh,

Lebih terperinci

PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR

PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Jumlah produksi (ton) Jawa Barat Lampung Sumatera

TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Jumlah produksi (ton) Jawa Barat Lampung Sumatera II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Nanas Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus (L.) Merr.). Memiliki nama daerah danas (Sunda) dan neneh (Sumatera). Dalam bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura.

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu produk pertanian yang memiliki potensi cukup tinggi untuk ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura. Komoditas hortikultura

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia,

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia, I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen 4 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Kentang (Solanum tuberosum L.) berasal dari wilayah pegunungan Andes di Peru dan Bolivia. Tanaman kentang liar dan yang dibudidayakan mampu bertahan di habitat tumbuhnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk buah eksotik yang digemari oleh konsumen baik di dalam maupun luar negeri, karena rasanya yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 33 V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Tahap I Pengukuran Sifat Fisik Buah Manggis Pengukuran sifat fisik buah yang dilakukan meliputi berat buah, diameter mayor, diameter minor buah, tinggi tangkai dan tinggi

Lebih terperinci

RANCANGAN KEMASAN TUNGGAL PADA BUAH PEPAYA (Carica Papaya L.) VARIETAS IPB 9 (CALLINA) DENGAN BAHAN PENGISI SELAMA PROSES DISTRIBUSI

RANCANGAN KEMASAN TUNGGAL PADA BUAH PEPAYA (Carica Papaya L.) VARIETAS IPB 9 (CALLINA) DENGAN BAHAN PENGISI SELAMA PROSES DISTRIBUSI RANCANGAN KEMASAN TUNGGAL PADA BUAH PEPAYA (Carica Papaya L.) VARIETAS IPB 9 (CALLINA) DENGAN BAHAN PENGISI SELAMA PROSES DISTRIBUSI SEPTARIA UMI KUSUMA TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI DAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Paprika Tanaman paprika (Capsicum annum var. grossum L.) termasuk ke dalam kelas Dicotyledonae, ordo Solanales, famili Solanaceae dan genus Capsicum. Tanaman paprika merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Tomat Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae, genus Lycopersicon, spesies Lycopersicon esculentum Mill. Tomat sangat bermanfaat

Lebih terperinci

Upaya Mengurangi Tingkat Kerusakan Buncis Pada Proses Transportasi

Upaya Mengurangi Tingkat Kerusakan Buncis Pada Proses Transportasi Naskah diterima : 15 Maret 2010 A R T I K E L Upaya Mengurangi Tingkat Kerusakan Buncis Pada Proses Transportasi Emmy Darmawati Institut Pertanian Bogor Dramaga Bogor ABSTRAK Sumber pangan selain padi

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. tropis sehingga tanahnya sangat subur dan cocok untuk pertanian dan. meningkatkan hasil-hasil pertanian serta perkebunan.

BAB I Pendahuluan. tropis sehingga tanahnya sangat subur dan cocok untuk pertanian dan. meningkatkan hasil-hasil pertanian serta perkebunan. 1 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu negara agaris yang memiliki iklim tropis sehingga tanahnya sangat subur dan cocok untuk pertanian dan perkebunan. Hampir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Mie merupakan salah satu masakan yang sangat populer di Asia, salah satunya di Indonesia. Bahan baku mie di Indonesia berupa tepung terigu

Lebih terperinci

PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI

PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI PELUANG BISNIS BUDIDAYA JAMBU BIJI Oleh : Nama : Rudi Novianto NIM : 10.11.3643 STRATA SATU TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2011 A. Abstrak Jambu

Lebih terperinci

PERUBAHAN MUTU KEKERASAN AKIBAT PENDINGINAN PRAKEMAS DAN PENGISI KEMASAN PADA TRANSPORTASI TOMAT VARIETAS PERMATA MUHAMAD ICHWAN SAFARI

PERUBAHAN MUTU KEKERASAN AKIBAT PENDINGINAN PRAKEMAS DAN PENGISI KEMASAN PADA TRANSPORTASI TOMAT VARIETAS PERMATA MUHAMAD ICHWAN SAFARI PERUBAHAN MUTU KEKERASAN AKIBAT PENDINGINAN PRAKEMAS DAN PENGISI KEMASAN PADA TRANSPORTASI TOMAT VARIETAS PERMATA MUHAMAD ICHWAN SAFARI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

KAJIAN JENIS KEMASAN KAKU TERHADAP MUTU BUAH MENTIMUN SEGAR (Cucumis sativus L.) DALAM SIMULASI TRANSPORTASI DARAT GINA LUPITA HUTAGAOL

KAJIAN JENIS KEMASAN KAKU TERHADAP MUTU BUAH MENTIMUN SEGAR (Cucumis sativus L.) DALAM SIMULASI TRANSPORTASI DARAT GINA LUPITA HUTAGAOL KAJIAN JENIS KEMASAN KAKU TERHADAP MUTU BUAH MENTIMUN SEGAR (Cucumis sativus L.) DALAM SIMULASI TRANSPORTASI DARAT GINA LUPITA HUTAGAOL DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2009, bertempat di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. A. Tempat dan Waktu. B. Alat dan bahan. C. Posedur Penelitian. 1. Perancangan Kemasan

III. METODOLOGI. A. Tempat dan Waktu. B. Alat dan bahan. C. Posedur Penelitian. 1. Perancangan Kemasan III. METODOLOGI A. Tempat dan Waktu Tempat pelaksanaan penelitian adalah di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (bagian TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

INSTRUKSI KERJA PENANGANAN PASCAPANEN MANGGA GEDONG GINCU

INSTRUKSI KERJA PENANGANAN PASCAPANEN MANGGA GEDONG GINCU PENANGANAN PENDAHULUAN Instruksi kerja merupakan dokumen pengendali yang menyediakan perintah-perintah untuk pekerjaan atau tugas tertentu dalam penanganan pascapanen mangga Gedong Gincu. 1. Struktur kerja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tomat (Lycopersicon esculentum Mill) merupakan sayuran buah yang tergolong tanaman semusim berbentuk perdu dan termasuk ke dalam famili Solanaceae. Buahnya merupakan sumber

Lebih terperinci

PENURUNAN MUTU BUAH NANAS (Ananas comosus (L.) Merr.) DALAM KEMASAN SETELAH TRANSPORTASI DARAT SKRIPSI ADITYA PUTRI YANI BARUS F

PENURUNAN MUTU BUAH NANAS (Ananas comosus (L.) Merr.) DALAM KEMASAN SETELAH TRANSPORTASI DARAT SKRIPSI ADITYA PUTRI YANI BARUS F PENURUNAN MUTU BUAH NANAS (Ananas comosus (L.) Merr.) DALAM KEMASAN SETELAH TRANSPORTASI DARAT SKRIPSI ADITYA PUTRI YANI BARUS F14070012 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Lebih terperinci

Makalah Bidang Teknik Produk Pertanian ISSN

Makalah Bidang Teknik Produk Pertanian ISSN Makalah Bidang Teknik Produk Pertanian ISSN 81-71 PENGARUH JENIS KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN TERHADAP UMUR SIMPAN DAN MUTU BUAH MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA L.) PADA SIMULASI TRANSPORTASI (Effects of

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tomat 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tomat Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam genus Lycopersicon, sub genus Eulycopersicon. Genus Lycopersicon merupakan genus sempit yang terdiri atas

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH TIPE KEMASAN DAN PENGGUNAAN VENTILASI TERHADAP KEKUATAN DAN BIAYA KEMASAN PETI KAYU UNTUK DISTRIBUSI HORTIKULTURA SKRIPSI

KAJIAN PENGARUH TIPE KEMASAN DAN PENGGUNAAN VENTILASI TERHADAP KEKUATAN DAN BIAYA KEMASAN PETI KAYU UNTUK DISTRIBUSI HORTIKULTURA SKRIPSI KAJIAN PENGARUH TIPE KEMASAN DAN PENGGUNAAN VENTILASI TERHADAP KEKUATAN DAN BIAYA KEMASAN PETI KAYU UNTUK DISTRIBUSI HORTIKULTURA SKRIPSI Oleh : DIANA DWI PUSPA F01499007 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

KAJIAN TEKNIK PENYIMPANAN DAN PENGEMASAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L. ) DALAM KEMASAN TRANSPORTASI

KAJIAN TEKNIK PENYIMPANAN DAN PENGEMASAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L. ) DALAM KEMASAN TRANSPORTASI KAJIAN TEKNIK PENYIMPANAN DAN PENGEMASAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L. ) DALAM KEMASAN TRANSPORTASI Oleh Junita Fitrianti F14102086 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

TEKNOLOGI DAN SARANA PASCA PANEN MANGGIS

TEKNOLOGI DAN SARANA PASCA PANEN MANGGIS TEKNOLOGI DAN SARANA PASCA PANEN MANGGIS Dr.Y. Aris Purwanto Pusat Kajian Hortikultura Tropika Institut Pertanian Bogor arispurwanto@gmail.com 08128818258 ... lanjutan Proses penanganan buah yang baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Anonim (2011), produksi tomat Indonesia dari tahun 2008 hingga tahun

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Anonim (2011), produksi tomat Indonesia dari tahun 2008 hingga tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat merupakan salah satu jenis sayuran buah yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Tomat banyak dibudidayakan dan produktivitasnya tinggi. Menurut Anonim

Lebih terperinci

PENGARUH BAHAN PENGISI KEMASAN TERHADAP KERUSAKAN MEKANIS PADA BUAH MARKISA KUNING (Passiflora flavicarpa) SELAMA TRANSPORTASI

PENGARUH BAHAN PENGISI KEMASAN TERHADAP KERUSAKAN MEKANIS PADA BUAH MARKISA KUNING (Passiflora flavicarpa) SELAMA TRANSPORTASI PENGARUH BAHAN PENGISI KEMASAN TERHADAP KERUSAKAN MEKANIS PADA BUAH MARKISA KUNING (Passiflora flavicarpa) SELAMA TRANSPORTASI MUHAMMAD IMAN ROCHMAT AFANDI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian 24 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai dengan bulan April 2012, di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia adalah buah-buahan yaitu buah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMBUATAN SAUS TOMAT Oleh: Masnun Balai Pelatihan Pertanian Jambi I. PENDAHULUAN

TEKNOLOGI PEMBUATAN SAUS TOMAT Oleh: Masnun Balai Pelatihan Pertanian Jambi I. PENDAHULUAN Page1 TEKNOLOGI PEMBUATAN SAUS TOMAT Oleh: Masnun Balai Pelatihan Pertanian Jambi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) merupakan salah satu komoditi sayuran buah yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang seharusnya kita dapat mempelajari dan bersyukur kepadanya. Kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang seharusnya kita dapat mempelajari dan bersyukur kepadanya. Kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia termasuk salah satu negara yang kaya dengan berbagai spesies flora. Kekayaan tersebut merupakan suatu anugerah besar yang diberikan Allah SWT yang seharusnya

Lebih terperinci

: Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

: Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) I ndonesia merupakan salah satu negara produsen pisang yang penting di dunia, dengan beberapa daerah sentra produksi terdapat di pulau Sumatera, Jawa, Bali, dan N TB. Daerah-daerah ini beriklim hangat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki lahan pertanian cukup luas dengan hasil pertanian yang melimpah. Pisang merupakan salah

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TEKNIK PENGEMASAN UNTUK MEMPERTAHANKAN MUTU BUNGA POTONG KRISAN WHITE FIJI TIPE STANDAR SELAMA TRANSPORTASI

PENGEMBANGAN TEKNIK PENGEMASAN UNTUK MEMPERTAHANKAN MUTU BUNGA POTONG KRISAN WHITE FIJI TIPE STANDAR SELAMA TRANSPORTASI PENGEMBANGAN TEKNIK PENGEMASAN UNTUK MEMPERTAHANKAN MUTU BUNGA POTONG KRISAN WHITE FIJI TIPE STANDAR SELAMA TRANSPORTASI Oleh : FUAD ARIESTYADI F14103063 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

RANCANGAN KEMASAN KARTON BERGELOMBANG DENGAN BAHAN PENGISI UNTUK BUAH BELIMBING (Averrhoa carambola L.) RISKA DWI WAHYUNINGTYAS

RANCANGAN KEMASAN KARTON BERGELOMBANG DENGAN BAHAN PENGISI UNTUK BUAH BELIMBING (Averrhoa carambola L.) RISKA DWI WAHYUNINGTYAS RANCANGAN KEMASAN KARTON BERGELOMBANG DENGAN BAHAN PENGISI UNTUK BUAH BELIMBING (Averrhoa carambola L.) RISKA DWI WAHYUNINGTYAS DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN

PENANGANAN PASCA PANEN PENANGANAN PASCA PANEN Pasca Panen Sayuran yang telah dipanen memerlukan penanganan pasca panen yang tepat agar tetap baik mutunya atau tetap segar seperti saat panen. Selain itu kegiatan pasca panen dapat

Lebih terperinci

PENGARUH PRA PENDINGINAN DAN SUHU PENYIMPANAN TERHADAP MUTU BUAH MANGGA CENGKIR INDRAMAYU NENG ERLITA NURMAWANTI F

PENGARUH PRA PENDINGINAN DAN SUHU PENYIMPANAN TERHADAP MUTU BUAH MANGGA CENGKIR INDRAMAYU NENG ERLITA NURMAWANTI F PENGARUH PRA PENDINGINAN DAN SUHU PENYIMPANAN TERHADAP MUTU BUAH MANGGA CENGKIR INDRAMAYU NENG ERLITA NURMAWANTI F14102011 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU TERHADAP KADAR VITAMIN C PADA PEMBUATAN TEPUNG TOMAT

PENGARUH SUHU TERHADAP KADAR VITAMIN C PADA PEMBUATAN TEPUNG TOMAT PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 24 ISSN : 1411-4216 PENGARUH SUHU TERHADAP KADAR VITAMIN C PADA PEMBUATAN TEPUNG TOMAT C.Sri.Budiyati dan Kristinah Haryani Jurusan Teknik Kimia, FakultasTeknik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor II. TINJAUAN PUSTAKA A. TALAS Talas Bogor (Colocasia esculenta (L.) Schott) termasuk famili dari Araceae yang dapat tumbuh di daerah beriklim tropis, subtropis, dan sedang. Beberapa kultivarnya dapat beradaptasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah jambu getas merah merupakan buah-buahan tropis yang mudah sekali mengalami kerusakan dan secara nyata kerusakannya terjadi pada saat penanganan, transportasi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai agroekologi dataran rendah sampai dataran tinggi yang hampir semua dapat menghasilkan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai agroekologi dataran rendah sampai dataran tinggi yang hampir semua dapat menghasilkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai agroekologi dataran rendah sampai dataran tinggi yang hampir semua dapat menghasilkan buah-buahan. Indonesia menghasilkan banyak jenis buah-buahan.

Lebih terperinci

Lampiran 5. Kesetaraan waktu simulasi dengan jarak yang ditempuh pada tiaptiap kemasan dan ulangan. Kesetaraan Waktu Simulasi dengan Jarak yang Ulangan Ditempuh (km) 36 menit 72 menit 144 menit 1 84.91

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan dalam penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember 2010 di Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicon esculentum mill) merupakan tanaman yang berasal dari

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicon esculentum mill) merupakan tanaman yang berasal dari 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat (Lycopersicon esculentum mill) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Latin, seperti Peru, Ekuador, dan Meksiko. Selanjutnya, tomat menyebar ke seluruh Amerika,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat III. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian mengenai kajian semi-cutting dan pelilinan terhadap beberapa parameter mutu buah manggis (Garciana mangostana L.) selama penyimpanan dingin dilaksanakan

Lebih terperinci

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R USAHA TELUR ASIN NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M (0610963043) R. YISKA DEVIARANI S (0610963045) SHANTY MESURINGTYAS (0610963059) WIDIA NUR D (0610963067) YOLANDA KUMALASARI (0610963071) PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya L.)

PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya L.) PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya L.) Oleh : Ali Parjito F14103039 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan pada

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Bahan Dan Alat

METODE PENELITIAN. Bahan Dan Alat METODE PENELITIAN Bahan Dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa kubis segar (Brassica oleracea L var capitata atau kubis hijau) yang didapat langsung dari petani (produsen), kardus dan

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGANAN PASCA PANEN R i n i Y u l i a n i n g s i h

TEKNIK PENANGANAN PASCA PANEN R i n i Y u l i a n i n g s i h TEKNIK PENANGANAN PASCA PANEN R i n i Y u l i a n i n g s i h Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa memahami hal-hal yang menyebabkan kerusakan dan kehilangan serta memahami teknologi penanganan pasca panen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah buah pisang. Tahun 2014, buah pisang menjadi buah dengan produksi terbesar dari nilai produksi

Lebih terperinci

RANCANGAN KEMASAN TUNGGAL PADA BUAH JAMBU KRISTAL (Psidium guajava L.) SELAMA TRANSPORTASI MOHAMAD ROFI ASSGAF

RANCANGAN KEMASAN TUNGGAL PADA BUAH JAMBU KRISTAL (Psidium guajava L.) SELAMA TRANSPORTASI MOHAMAD ROFI ASSGAF RANCANGAN KEMASAN TUNGGAL PADA BUAH JAMBU KRISTAL (Psidium guajava L.) SELAMA TRANSPORTASI MOHAMAD ROFI ASSGAF DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk kedalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies yang termasuk kedalam genus Capsicum, termasuk diantaranya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Di Indonesia, dikenal cukup banyak ragam varietas belimbing. Diantaranya varietas Sembiring, Siwalan, Dewi, Demak kapur, Demak kunir,

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN

PENANGANAN PASCA PANEN PENANGANAN PASCA PANEN KENAPA PERLU PENANGANAN PASCA PANEN??? Buah-buahan, setelah dipanen masih tetap merupakan jaringan hidup, untuk itu butuh penanganan pasca panen yang tepat supaya susut kuantitas

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci