HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 33 V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Tahap I Pengukuran Sifat Fisik Buah Manggis Pengukuran sifat fisik buah yang dilakukan meliputi berat buah, diameter mayor, diameter minor buah, tinggi tangkai dan tinggi buah. Hasil pengukuran sifat fisik dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Hasil pengukuran sifat fisik buah manggis. Parameter pengukuran Rataan Simpangan baku Berat buah (g) Diameter mayor (cm) Diameter minor (cm) Tinggi tangkai (cm) Tinggi buah (cm) Hasil pengukuran dimensi manggis (Tabel 10) diketahui bahwa masingmasing parameter pangukuran memiliki nilai yang hampir sama. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai simpangan baku yang kecil pada masing masing parameter. Berdasarkan kondisi tersebut dapat dikatakan bahwa pola fcc merupakan metode yang tepat untuk penyusunan buah mangis karena menitikberatkan pada jumlah buah yang sama dalam satu kapasitas kemasan. Untuk mendapatkan jumlah buah yang sama di dalam satu kapasitas kemasan, maka salah satu hal yang harus dipenuhi adalah buah harus memiliki dimensi yang tidak jauh berbeda antara satu dengan lainnya. Buah manggis berdasarkan Tabel 10 diketahui memiliki nilai simpangan baku yang kecil untuk nilai diameter dan tinggi buah, ini berarti bahwa buah memiliki keseragaman dalam ukuran. Berbeda dengan beberapa parameter pengukuran lainnya, hasil pengukuran berat buah memiliki nilai simpangan baku terbesar yaitu 6.8. Kondisi tersebut dikarenakan buah dengan kisaran diameter antara 6.0 cm cm, memiliki berat yang beragam yaitu antara 106 g 134 g. Keseragaman buah tersebut berpengaruh terhadap berat bersih kemasan setelah diisi buah manggis. Pola fcc merupakan pola pengaturan buah yang menitikberatkan pada jumlah produk yang dikemas dalam satu kapasitas kemasan. Ini berarti bahwa dalam satu kapasitas kemasan jumlah buah yang diinginkan selalu sama.

2 34 Jumlah buah yang diperoleh pada penelitian ini untuk masing- masing kemasan yaitu 64 buah untuk kemasan berkapasitas 8 kg dan 120 buah untuk kemasan yang berkapasitas 15 kg. Contoh perhitungan dapat dilihat dalam Lampiran 1. Hasil pengukuran berat bersih buah untuk masing-masing kapasitas diketahui jumlah 64 buah pada kemasan berkapasitas 8 kg memiliki berat bersih 8 kg kg sedangkan untuk kapasitas 15 kg diperoleh berat bersih sebesar 15 kg kg. 5.2 Tahap I Pengukuran Sifat Mekanis Buah Manggis Pengukuran sifat mekanis buah manggis berupa uji kekuatan tekan maksimum menggunakan alat universal testing mechine (Gambar 17). Uji ini dilakukan untuk mengetahui beban maksimum yang dapat diterima oleh buah tanpa menimbulkan kerusakan pada buah tersebut. Dari hasil uji, diketahui ratarata bioyield buah adalah sebesar kgf. Bioyield buah manggis sebesar kgf dapat diartikan bahwa, buah manggis memiliki kemampuan menahan beban hingga kg tanpa mengalami kerusakan atau perubahan bentuk (deformasi). Nilai bioyield selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk mengatur buah dalam kemasan. Buah dalam kemasan diatur dengan ketentuan berat buah pada arah tinggi yang digunakan adalah tidak melebihi bioyied buah tersebut. Dengan nilai bioyield sebesar kgf dan rataan berat buah manggis seperti terlihat dalam Tabel 10, maka tinggi maksimal buah manggis yang diperbolehkan dalam satu kapasitas kemasan adalah sebesar 250 cm (Lampiran 2). Hal tersebut dapat diartikan bahwa jumlah buah maksimum yang dapat disusun searah tinggi di dalam satu kapasitas kemasan adalah sebanyak 42 buah dengan berat tiap individu berkisar antara 106 g 134 g. Hasil rata-rata sifat mekanis buah manggis berupa uji kekerasan ditampilkan dalam Tabel 11. Tabel 11 Hasil uji sifat mekanis buah manggis. Sifat mekanis buah manggis Nilai Keterangan Bioyield (Kgf) Deformasi (cm) Strain Strees (Kg/cm 2 ) Firmness (Kg/cm) F max ( puncak pertama) Deformasi saat F max Deformasi/Tinggi manggis Bioyield/ Luas pluger Bioyield/Deformasi

3 35 Data pada Tabel 11 menunjukkan bahwa, saat buah manggis menerima beban sebesar bioyield (5.14 kg), maka buah tersebut akan mengalami deformasi rata-rata sebesar 0.38 cm. Deformasi adalah perpindahan relatif titik-titik dalam bahan dan dalam kondisi ini deformasi dinyatakan dengan melesaknya kulit ke dalam buah. Selanjutnya buah manggis akan mengalami deformasi sebesar 1 cm bila diberikan beban sebesar kg (nilai firmness buah). Contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 3. Gambar 17 Pengujian sifat mekanis buah manggis menggunakan universal testing mechine Hasil yang diperoleh pada penelitian tahap I yaitu pengukuran sifat fisik dan mekanis buah, digunakan untuk menentukan dimensi pada perancangan kemasan. Pola pengaturan buah dalam kemasan pada arah tinggi tidak boleh melebihi bioyield agar buah tidak mengalami deformasi yang dapat menurunkan mutu buah yang dikemas.

4 36 Gambar 18 Hasil uji kekuatan tekan maksimum 5.3 Tahap II Perancangan Kemasan Perancangan kemasan dilakukan berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan pada tahap I yaitu pengukuran sifat fisik dan mekanis buah manggis. Perancangan kemasan untuk transportasi dan distribusi diutamakan pada penentuan dimensi pengemas yang dinyatakan dalam tiga macam dimensi yaitu dimensi dalam (inner dimension), dimensi desain dan dimensi luar (outer dimension). Bahan kemas yang digunakan dalam perancangan adalah karton gelombang karena mampu meredam gataran dengan baik dan mempunyai permukaan yang halus. Beberapa penyebab kerusakan yang terjadi pada produk pasca transportasi adalah akibat permukaan kemasan yang kasar dan kurangnya daya redam kemasan sehingga menimbulkan luka pada produk. Karton gelombang yang digunakan dalam perancangan adalah karton gelombang tipe BC flute bergramatur 150/125/150 (Gambar 19). Tipe ini dipilih karena flute B mempunyai ketahanan tekan datar (flat crush resistant) yang paling baik. Flute C memiliki karakteristik yang berada diantara flute A dan B dengan harga lebih murah namun memiliki daya bantalan yang tinggi seperti flute A. Disamping beberapa alasan diatas, flute BC merupakan tipe yang paling banyak dan mudah dijumpai dipasaran dengan harga yang murah. Gambar 19 BC flute

5 Penentuan dimensi dalam (Inner dimension) Penentuan dimensi dalam dilakukan berdasarkan jumlah buah yang terdapat dalam satu kapasitas kemasan. Dengan menggunakan Persamaan 1 diperoleh jumlah 64 buah untuk kemasan berkapasitas 8 kg dan 120 buah untuk kemasan berkapasitas 15 kg. Jumlah buah setiap baris/lajur kemasan pada arah panjang, lebar dan tinggi (KA, KB dan KC) pada pola fcc sangat ditentukan oleh jumlah buah dalam setiap kemasan. Beberapa kombinasi yang dapat dibuat untuk memenuhi jumlah KA,KB, dan KC dapat dilihat dalam Lampiran 4, namun besarnya nilai KA,KB dan KC yang dipilih berdasarkan hasil perhitungan, ditampilkan pada Tabel 12. Tabel 12 Hasil perancangan ukuran dimensi dalam kemasan Parameter Kapasitas 8 kg 15 kg Jumlah buah Jumlah buah dalam satu baris (buah) Searah panjang (KA) Searah lebar (KB) Searah tinggi (KC) Jarak antar buah (mm) Dimensi dalam kemasan (cm) Volume (cm 3 ) Searah panjang (?x) Searah lebar (?y) Searah tinggi (?z) Panjang (A) Lebar (B) Tinggi (C) Buah dalam kemasan Kemasan Kepadatan kemasan (%) Besaran yang ditampilkan dalam Tabel 12 dipilih karena memiliki persentase kepadatan tertinggi diantara kombinasi yang lainnya. Hal lain yang menjadi dasar dalam pemilihan besaran-besaran dalam Tabel 12 karena perbandingan antara panjang dan lebar adalah sebesar 2:1. Menurut Tugimin (1993), untuk merancang kemasan tipe RSC yang baik terdapat nilai batasan untuk KA dan KB yaitu berupa perbandingan panjang dan lebar kemasan adalah 2:1 sedangkan nilai KC dibatasi oleh tinggi tumpukan buah dalam kemasan yang tidak melebihi bioyield buah tersebut. Pengaturan pola fcc dibuat untuk produk yang berbentuk spheroid maupun elipsoid. Berdasarkan pendekatan bentuk buah yang dilakukan, buah manggis

6 38 didekati dengan bentuk spheroid dengan asumsi batang buah diabaikan. Hal ini dapat dilakukan karena dalam pola fcc, batang manggis akan berada di antara buah pada lapisan diatasnya. Batang yang berada di antara buah tersebut memiliki rata-rata tinggi setengah dari tinggi buah yang berada pada lapisan diatasnya. Dari kondisi tersebut dapat dinyatakan bahwa keuntungan dari penggunaan pola fcc pada pengemasan buah manggis adalah batang buah tidak akan rusak akibat dari tumpukan buah yang ada diatasnya. Nilai kekerasan buah manggis pada arah vertikal lebih besar dibandingkan dengan arah horisontal yang dinyatakan oleh bioyield buah. Bioyield buah pada arah vertikal sebesar 5.14 kgf sedangkan pada arah horisontal sebesar 4.81 kgf. Berdasarkan kondisi tersebut, maka buah dengan bagian yang mempunyai kekerasan terbesar disusun searah dengan arah getaran yang dominan. Untuk pengangkutan menggunakan truk, umumnya getaran yang dominan adalah arah vertikal, oleh karena itu buah manggis disusun dalam kemasan pada arah vertikal. Penyusunan buah pada arah vertikal menyebabkan dimensi dalam kemasan akan berubah pada arah tingginya. Perubahan tinggi pada dimensi dalam dikarenakan pada lapisan buah paling atas dibutuhkan tambahan ruang untuk tinggi batang buah yang berada pada susunan teratas. Hasil perhitungan dimensi dalam kemasan pada arah tinggi terlihat pada Tabel 13. Data Tabel 13 menunjukkan bahwa penggunaan pola fcc memberikan beberapa keuntungan diantaranya penyusunan buah yang teratur, jumlah buah dalam satu kapasitas kemasan sama, jumlah buah di dalam setiap barisnya sudah dapat ditentukan sejak awal dan kepadatan kemasan berada antara 62% - 66% sesuai kepadatan kemasan yang dianjurkan utuk komoditi hortikultura (Peleg 1985). Kepadatan kemasan yang berada dalam kisaran tersebut sangat baik karena masih memberi ruang dalam kemasan untuk terjadinya sirkulasi udara sehingga ruang dalam kemasan tidak lembab dan kerusakan produk dapat dihindari.

7 39 Tabel 13 Perubahan dimensi dalam kemasan Kapasitas Parameter 8 kg 15 kg Jumlah buah Jumlah buah dalam satu baris (buah) Jarak antar buah (mm) Dimensi dalam kemasan (cm) Volume (cm 3 ) Searah panjang (KA) Searah lebar (KB) Searah tinggi (KC) Searah panjang (?x) Searah lebar (?y) Searah tinggi (?z) Panjang (A) Lebar (B) Tinggi (C) Buah dalam kemasan Kemasan Kepadatan kemasan (%) Penentuan dimensi desain dan dimensi luar (Outer Dimension) kemasan Dimensi desain ditentukan oleh dua hal yaitu tipe kemasan yang digunakan dan dimensi dalam kemasan. Dengan menggunakan data pada Tabel 4 dapat dihitung dimensi desain kemasan tipe RSC untuk masing-masing kapasitas kemasan seperti terlihat dalam Tabel 14. Gambar dimensi desain kemasan dapat dilihat pada Gambar 20. Tabel 14 Dimensi desain masing-masing kapasitas kemasan Kapasitas Kemasan Panjang (cm) Lebar (cm) Tinggi (cm) 8 Kg Kg Flap/ Penutup (cm) Dimensi desain (Tabel 14) selanjutnya digunakan untuk menentukan dimensi luar kemasan dimana dimensi luar kemasan sangat tergantung pada tipe flute dan ketebalan karton yang digunakan. Dimensi luar merupakan penjumlahan dari dimensi desain dengan ketebalan tipe flute. Berdasarkan hasil pengukuran ketebalan tipe flute diketahui bahwa BC flute yang digunakan memiliki ketebalan 6 mm. Dengan menjumlahkan dimensi desain dengan ketebalan flute, maka diperoleh dimensi luar kemasan seperti terlihat dalam Tabel 15.

8 40 (a) (b) Gambar 20 Dimensi desain kemasan hasil rancangan (a) kapasitas 8 kg (b) kapasitas 15 kg Tabel 15 Dimensi luar kemasan Panjang Kapasitas kemasan (cm) 8 kg 15 kg Lebar (cm) Tinggi (cm) Berdasarkan hasil perhitungan luasan dimensi, yaitu penjumlahan ukuran panjang, lebar dan tinggi kemasan diketahui bahwa dimensi kemasan hasil rancangan telah memenuhi standar Internasional (standar rule no 41) dimana untuk kemasan berkapasitas 8 kg, luasan dimensi hasil perhitungan diperoleh

9 41 sebesar 81.4 cm dan kemasan berkapasitas 15 kg diperoleh sebesar 94.4 cm. Berdasarkan standar rule no 41, ukuran luasan dimensi maksimum yang diijinkan berdasarkan berat isi yang telah distandarisasi secara Internasional untuk kemasan berkapasitas 8 kg - 9 kg adalah tidak lebih dari 102 cm dan untuk kemasan berkapasitas 15 kg 16 kg adalah tidak melebihi 127 cm (Tugimin 1993). a b Gambar 21 c Kemasan karton hasil rancangan (a) tampak depan; (b) tampak samping; (c) tampak atas 5.4 Tahap III Uji Kekuatan Tekan (Compression Strength) Selama proses transportasi, kemasan peti karton disimpan di dalam ruang angkut (container) dalam kondisi ditumpuk dengan kemasan lainnya. Kondisi ini menyebabkan terjadinya top to bottom compression. Untuk mencegah terjadinya kerusakan kemasan dan produk yang dikemas, maka dilakukan uji kekuatan tekan untuk mengetahui beban tumpukan maksimum kemasan hasil rancangan. Uji kekuatan tekan dilakukan menggunakan universal testing machine untuk menguji

10 42 kekuatan nyata dan secara teoritis compression strength dihitung dengan persamaan matematika (Mc Knee et al. 1963). Berdasarkan pengujian diperoleh hasil ECT (Edge Crush Test) adalah sebesar 43.6 lbs untuk diameter sampel sebesar 2.5 cm atau setara dengan kgf/cm. Nilai ini selanjutnya digunakan untuk menghitung besarnya kekuatan tekan (compression strength) teoritis untuk masing-masing kapasitas kemasan hasil rancangan (Lampiran 5). Hasil perhitungan diperoleh besarnya nilai compression strength teoritis untuk kemasan berkapasitas 8 kg adalah kgf dan kapasitas 15 kg sebesar kgf. Compression strength teoritis kemasan 15 kg lebih besar dibandingkan dengan kemasan 8 kg. Perbedaan nilai Compression strength dikarenakan adanya perbedaan kapasitas kemasan hasil rancangan yang digunakan. Dengan penambahan kapasitas kemasan, maka akan memperluas bidang tekan kemasan. Bidang tekan yang luas akan mampu menahan beban tekan yang lebih besar karena luasan distribusi tekanannya pun menjadi semakin besar. Hasil perhitungan kekuatan tekan teoritis berbeda dengan hasil pengukuran langsung menggunakan universal tersting mechine. Perbedaan tersebut sebesar 1.4 % untuk kemasan berkapasitas 8 kg dan 18 % untuk kemasan 15 kg. Nilai kekuatan tekan pengukuran langsung kemasan berkapasitas 8 kg diperoleh sebesar 204 kgf dan kemasan berkapasitas 15 kg sebesar 256 kgf. Nilai kekuatan tekan teoritis dengan hasil pengukuran langsung menggunakan universal tersting mechine memiliki perbedaan yang tidak jauh berbeda. Dengan kondisi tersebut bisa disimpulkan bahwa model matematika (Mc Knee et al. 1963) dapat digunakan untuk menduga kekuatan tekan kemasan tanpa harus melakukan uji kekuatan tekan langsung. Pendugaan berdasarkan model matematika memiliki tingkat ketelitian hingga mencapai 98.5%. Darmawati (1994) menyatakan bahwa dari perbandingan antara kekuatan tekan kemasan hasil pengujian langsung dengan kekuatan kemasan hasil perhitungan yang ada dalam program simulasi menunjukkan bahwa penggunaan persamaan Mc Knee et al. (1963) dalam perhitungan cukup baik dan selanjutnya dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa tingkat ketelitian yang dihasilkan adalah sebesar 96%.

11 43 Gambar 22 Pengujian kemasan menggunakan universal testing mechine Uji kekuatan tekan yang dilakukan menghasilkan data kekuatan kemasan hasil rancangan. Data kekuatan tersebut selanjutnya menjadi acuan untuk menghitung tinggi tumpukan kemasan pada saat ditransportasikan. Pada kondisi nyata di lapang tinggi tumpukan diatur agar kemasan yang berada pada lapisan terbawah tidak mengalami kerusakan akibat beban statis yang ditimbulkan oleh kemasan diatasnya. Tinggi tumpukan kemasan sangat tergantung pada berat bersih tiap kemasan dan faktor keamanan yang digunakan. Dengan dimensi kemasan yang sama, namun memiliki pola pengaturan buah yang berbeda, maka akan menghasilkan berat bersih tiap kemasan yang berbeda pula. Hasil pengukuran dan perhitungan diperoleh berat bersih masing-masing kapasitas kemasan pada tiap pola pengaturan seperti terlihat dalam Tabel 16. Tabel 16 Data berat bersih dan jumlah buah tiap kapasitas Kapasitas Dimensi Jumlah buah (buah) (kg) 8 15 (cm 3 ) 39.4 x 21 x x 30 x 25 Berat bersih (kg) fcc jumble fcc jumble Dengan diketahuinya kekuatan tekan maksimum, berat bersih masingmasing kemasan (Tabel 16) dan faktor keamanan yang digunakan, dapat dihitung

12 44 tinggi tumpukan maksimal yang disusun saat produk ditransportasikan. Perhitungan tinggi tumpukan dilakukan berdasarkan kekuatan tekan teoritis dan kekuatan tekan langsung (Tabel 17). Contoh perhitungan tinggi tumpukan maksimal dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 17 Jumlah maksimum tumpukan masing-masing kapasitas kemasan Perlakuan Dimensi (cm 3 Berat/ ) Kemasan P (kgf) n (tumpukan) K 8 P f teoritis K 8 P j teoritis K 15 P f teoritis K 15 P j teoritis 39.4 x 21 x x 21 x x 30 x x 30 x K 8 P f nyata K 8 P j nyata K 15 P f nyata K 15 P j nyata 39.4 x 21 x x 21 x x 30 x x 30 x Tabel 17 menunjukkan bahwa baik pada perhitungan secara teoritis maupun pengukuran nyata yang dilakukan menggunakan universal testing mechine tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap jumlah tumpukan maksimal pada masing-masing kapasitas dalam pola pengaturan yang sama. Nilai tumpukan tertinggi dihasilkan oleh kemasan berkapasitas 8 kg dengan pola pengaturan buah secara jumble yaitu sebanyak 7 tumpukan, sementara tumpukan terendah dihasilkan oleh kemasan berkapasitas 15 kg berpola fcc sebanyak 3 tumpukan. Rendahnya jumlah kemasan yang dapat disusun ke atas pada perlakuan K 15 P f dikarenakan jumlah buah yang mampu dikemas lebih banyak sehingga berat bersih dari kemasan pun menjadi lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Demikian pula sebaliknya, untuk perlakuan K 8 P j mampu disusun dalam jumlah yang paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini dikarenakan perlakuan K 8 P j memiliki berat bersih terendah yaitu sebesar 5.48 kg. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut (Lampiran 7) diperoleh bahwa perlakuan kapasitas kemasan memberikan pengaruh nyata terhadap kekuatan tekan maksimum kemasan (Compression Stength). Perlakuan kapasitas berkaitan dengan dimensi kemasan yang dihasilkan. Kapasitas 15 kg menghasilkan dimensi kemasan yang lebih besar dibandingkan kemasan berkapasitas 8 kg. Dimensi

13 45 kemasan yang lebih luas akan memperluas bidang tekan kemasan sehingga kemampuan menahan bebannya pun menjadi lebih banyak. 5.5 Tahap III Simulasi Transportasi Data berat bersih dan jumlah buah tiap kapasitas (Tabel 16), menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jumlah buah maupun berat bersih antara pola fcc dengan pola jumble pada dimensi kemasan yang sama. Jumlah buah yang dapat dikemas dengan pola fcc 30% lebih banyak dibandingkan buah yang dikemas menggunakan pola jumble pada dimensi kemasan yang sama. Perbedaan jumlah dan berat ini dikarenakan pada pola fcc, buah diatur dan disusun dengan pola yang sama antara buah sehingga penggunaan ruang menjadi lebih efektif. Selain itu, pada pola jumble buah dikemas menggunakan net foam sebelum dimasukkan ke dalam kemasan karton. Penambahan net foam dimaksudkan untuk melindungi buah dari goresan dan benturan yang terjadi, namun dengan kondisi tersebut jumlah buah yang dapat dikemas menjadi lebih sedikit. Pengaturan buah untuk masing-masing pola dapat dilihat dalam Gambar 23. Buah yang telah diatur dalam kemasan selanjutnya diuji menggunakan meja getar. Setelah digetarkan kondisi buah pada masing-masing kemasan mengalami perubahan. Buah yang disusun menggunakan pola fcc baik pada kemasan 8 kg maupun 15 kg mengalami perubahan pada lapisan teratas, sementara pada lapisan lainnya susunan buah tidak berubah. Perubahan susunan dikarenakan buah memiliki kedudukan yang kompak sehingga goncangan yang terjadi selama proses transportasi tidak memberikan pengaruh yang besar pada perubahan isi kemasan. Berbeda dengan pola fcc, buah dengan pola jumble mengalami banyak perubahan susunan. Perubahan tidak hanya pada susunan teratas, akan tetapi hampir diseluruh lapisan susunan. Perubahan susunan buah ini terjadi karena pada pola jumble, jumlah buah dalam satu kemasan lebih sedikit sehingga ruang antar buah yang ada menjadi lebih banyak. Jumlah celah dan ruang tersebut menyebabkan kedudukan buah dalam kemasan menjadi tidak kompak. Selain terjadi perubahan susunan yang cukup banyak, penyusunan buah dengan pola jumble menyebabkan pelapis buah (net foam) mengalami kerusakan seperti robek. Susunan buah setelah digetarkan ditampilkan pada Gambar 24.

14 46 (a) Gambar 23 (b) Pengaturan susunan buah dalam kemasan (a) pola fcc; (b) pola jumble sebelum digetarkan (a) Gambar 24 Pengaturan susunan buah dalam kemasan (a) pola fcc; (b) pola jumble setelah digetarkan Selama produk ditransportasikan, kondisi jalan di lapang memiliki permukaan yang tidak rata dan ketidakrataan tersebut menyebabkan produk mengalami goncangan dan getaran. Tingkat ketidakrataan jalan disebut amplitudo dan intensitas terjadinya goncangan akibat dari kondisi yang tidak rata tersebut (b)

15 47 dinamakan frekuensi. Untuk mendapatkan kondisi seperti yang terjadi di jalan, simulasi transportasi dilakukan di atas meja getar dengan frekuensi rata-rata 3.50 Hz dan amplitudo rata-rata 4.61 cm yang digetarkan selama 3 jam. Berdasarkan hasil perhitungan, kondisi tersebut setara dengan perjalanan sejauh km menggunakan kendaraan truk berfrekuensi 1.4 Hz dan amplitudo 1.74 cm melalui perjalanan luar kota. Kondisi tersebut dapat mewakili jarak tempuh antara pusat produksi manggis menuju tempat dimana manggis akan diekspor. Kesetaraan panjang jalan yang ditempuh dapat dilihat pada Lampiran 8. Sudibyo (1992) menyatakan bahwa selama produk diangkut menggunakan kendaraan truk, goncangan yang dominan terjadi adalah pada arah vertikal. Goncangan lainnya berupa puntiran dan bantingan diabaikan karena memiliki frekuensi yang sangat kecil. Berdasarkan kondisi tersebut, maka penggunaan meja getar sebagai alat untuk simulasi transportasi telah sesuai karena goncangan dominan yang dihasilkan meja getar berupa goncangan pada arah vertikal. Kemasan di atas meja getar diatur dengan tinggi sebanyak 1 tumpukan pada setiap kapasitas kemasan, baik pola fcc maupun pola jumble (Gambar 25a). Kemasan pada tumpukan teratas memiliki berat yang sama dengan kemasan dibawahnya dan setelah digetarkan selama 3 jam, posisi kemasan diatas meja getar mengalami pergeseran Gambar (25 b). Pergeseran kemasan disebabkan oleh getaran dan goncangan selama simulasi. Getaran dan goncangan tersebut mempresentasikan getaran sarana pengangkutan dan kondisi jalan selama produk ditransportasikan. (a) Gambar 25 Kondisi kemasan diatas meja getar (a) sebelum simulasi; (b) setelah simulasi (b)

16 Pengaruh Perlakuan Terhadap Laju Respirasi Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk daya simpan buah sesudah dipanen. Buah manggis yang telah dipanen tetap menunjukkan aktivitas hidup walaupun telah dipisahkan dari inangnya. Energi yang digunakan untuk menjaga komponen sistem metabolisme bekerja dengan baik dan yang diperoleh merupakan hasil dari kegiatan respirasi. Intensitas respirasi dianggap sebagai ukuran laju jalannya metabolisme oleh sebab itu, sering dianggap sebagai petunjuk mengenai potensi daya simpan buah. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai dengan umur simpan yang pendek (Pantastico 1997). Berdasarkan hasil pengamatan terhadap laju respirasi buah pada tiap kemasan untuk masing-masing pola pengaturan (Tabel 18), diperoleh bahwa rataan laju produksi CO 2 terendah dihasilkan pada buah yang dikemas dengan kapasitas 15 kg menggunakan pola fcc (K 15 P f ) yaitu sebesar ml/kg jam. Laju produksi CO 2 tertinggi dihasilkan pada buah yang dikemas dengan kapasitas 8 kg menggunakan pola jumble (K 8 P j ) yaitu sebesar ml/kg jam. Pola yang sama juga ditunjukkan untuk nilai laju konsumsi O 2. Seperti halnya pada laju produksi CO 2, laju konsumsi O2 terendah juga dihasilkan oleh buah yang dikemas berkapasitas 15 kg dengan pola fcc (K 15 P f ) yaitu sebesar ml/kg jam. Laju konsumsi O 2 tertinggi dihasilkan oleh buah yang dikemas berkapasitas 8 kg dengan pola jumble. Tabel 18 Nilai laju respirasi masing-masing perlakuan. Perlakuan Laju respirasi CO 2 (ml/kg jam) Kapasitas 8 Jumble (K 8 P j ) Kapasitas 8 Fcc (K 8 P f ) Kapasitas 15Jumble (K 15 P j ) Kapasitas 15Fcc (K 15 P f ) Laju respirasi O 2 (ml/kg jam) Laju produksi CO 2 terendah pada perlakuan K 15 P f yaitu buah yang dikemas berkapasitas 15 kg dengan pola fcc dapat diartikan bahwa buah pada perlakuan tersebut mengalami tingkat kerusakan yang rendah. Sebaliknya laju produksi CO 2 tertinggi yang dihasilkan pada perlakuan K 8 P j yaitu buah yang dikemas berkapasitas 8 kg dengan pola jumble, dapat diartikan bahwa buah pada

17 49 perlakuan tersebut mengalami tingkat kerusakan tertinggi dibandingkan dengan pelakuan lainnya. Pantastico (1997) menyatakan bahwa parahnya kerusakan yang terjadi dapat memacu respirasi sebagai pengaruh dihasilkan gas etilen. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat kerusakan yang terjadi pada suatu produk, maka laju respirasi yang terjadi pada produk tersebut juga akan tinggi. Tingginya laju respirasi pada buah manggis pasca transportasi diduga akibat dari kerusakan mekanis yang disebabkan oleh benturan dan gesekan antar buah dalam kemasan. Rendahnya laju respirasi yang terjadi pada buah yang dikemas dengan kapasitas 15 kg berpola fcc (K 15 P f ) dikarenakan pada pola fcc memiliki susunan buah yang kompak. Kondisi kompak tersebut diartikan bahwa buah di dalam kemasan memiliki kedudukan tetap dan tidak berubah. Dengan kondisi buah yang kompak, maka gesekan yang terjadi selama produk ditransportasikan dapat dihindari. Kondisi sebaliknya diperoleh pada buah yang dikemas berkapasitas 8 kg dengan cara jumble. Laju respirasi yang tinggi pada perlakuan K 8 P j dikarenakan pada pola jumble, buah dalam kemasan memiliki kedudukan yang tidak kompak akibatnya intensitas gesekan dan benturan antara buah menjadi lebih tinggi. Goncangan yang terjadi selama produk ditransportasikan merupakan penyebab dari gesekan dan benturan tersebut. Tingkat kekompakan isi kemasan dapat ditunjukkan oleh persentase kepadatan kemasan. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa perlakuan K 15 P f memiliki persentase kepadatan tertinggi yaitu sebesar 66%. Peleg (1985) menyatakan bahwa persentase kepadatan kemasan maksimum yang dapat dicapai pada pola fcc untuk jumlah buah (N) yang berada dalam kisaran 50 < N < 300 adalah antara 55% sampai 68%. Selanjutnya dinyatakan bahwa persentase kepadatan kemasan maksimum yang dapat dicapai pada buah yang dikemas dengan pola jumble hanya mampu mendekati 50%. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan buah yang dikemas dengan pola jumble akan memberikan lebih banyak ruang kosong dibandingkan pola fcc. Adanya ruang kosong yang lebih banyak pada buah berpola jumble memungkinkan tingkat kerusakan akibat goncangan akan menjadi lebih besar pada perlakuan tersebut.

18 50 Perubahan laju respirasi dalam satuan waktu selama pengamatan ditunjukkan oleh Gambar 26 grafik a dan grafik b. Pada grafik a diketahui bahwa setiap perlakuan memiliki pola yang hampir sama dari waktu ke waktu kecuali perlakuan kemasan berkapasitas 8 kg dengan pola jumble. Perlakuan K 8 P j berdasarkan grafik menunjukkan perbedaan pola pada kondisi awal, dimana saat perlakuan lainnya cenderung mengalami penurunan laju respirasi, perlakuan K 8 P j menunjukkan peningkatan. Dilihat dari perubahan produksi CO 2 dan O 2 perlakuan K 8 P j memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan perlakuan lainnya. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa perlakuan pola pengaturan, kapasitas kemasan dan interaksinya berpengaruh nyata terhadap laju respirasi produksi CO 2. Selanjutnya setelah dilakukan uji lanjut interaksi antar perlakuan (Tabel 19) dihasilkan bahwa perlakuan K 8 P j berbeda nyata dengan tiga perlakuan lainnya; perlakuan K 8 P f tidak berbeda nyata dengan perlakuan K 15 P j namun berbeda dengan dua perlakuan lainnya dan perlakuan K 15 P f yang memproduksi CO 2 terkecil berbeda nyata dengan tiga perlakuan lainnya. Ini berarti bahwa perlakuan K 8 P f dan perlakuan K 15 P j memberikan pengaruh yang sama dan tidak berbeda terhadap laju produksi CO 2 walaupun besarannya menunjukkan angka yang berbeda. Berdasarkan analisis sidik ragam, pengaruh masing-masing perlakuan terhadap laju respirasi konsumsi O 2 (Lampiran 10) diketahui bahwa perlakuan pola pengaturan, kapasitas kemasan dan interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap laju respirasi produksi O 2. Kondisi ini diduga akibat dari sistem pengukuran analog pada alat portable oxygen tester POT 101, sehingga tingkat ketelitian yang ditunjukkan alat tersebut tidak sebaik alat continous gas analyzer yang menggunakan sistem digital. Winarno (2002) menyatakan jumlah oksigen yang digunakan dalam proses respirasi relatif sangat sedikit sehingga dibutuhkan alat ukur yang memiliki kepekaan yang sangat tinggi. Penyebab lainnya juga diduga akibat dari pengkondisian wadah toples yang selalu dibuka setiap kali selesai dilakukannnya pengukuran laju respirasi, dan hal ini menyebabkan oksigen selalu tersedia dalam kondisi normal.

19 Konsentrasi CO2 (ml/kg) 51 65,0 55,0 45,0 35,0 25,0 15, Waktu (Jam) FCC,8 Kg Jumble,8 Kg Fcc, 15 Jumble,15 (a) Konsentrasi O2 (ml/kg) Waktu (Jam) FCC,8 Kg Jumble,8 Kg Fcc, 15 Jumble,15 (b) Gambar 26 Grafik pola laju respirasi (a) produksi CO2 ; (b) konsumsi O2 Tabel 19 Hasil uji lanjut pengaruh interaksi terhadap laju respirasi Perlakuan Kapasitas 8 Jumble (K 8 Pj) Kapasitas 8 Fcc (K 8 Pf) Kapasitas 15 Jumble (K 15 Pj) Kapasitas 15 Fcc (K 15 Pf) Laju respirasi CO2 (ml/kg jam) a b b c Laju respirasi O2 (ml/kg jam) a a a a Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 5%

20 Persentase Kulit Buah yang Melesak dan Kerusakan Fisik Persentase kulit buah yang melesak ke dalam dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah luasan kulit buah yang melesak ke dalam dengan luas total permukaan kulit buah manggis yang diamati. Pengamatan dilakukan setelah buah ditransportasikan dan setiap hari selama 10 hari dalam suhu ruang. Dari pengamatan diperoleh persentase tertinggi dihasilkan pada perlakuan K 15 P f yaitu sebesar 4.7% sementara persentase terendah dihasilkan pada perlakuan K 8 P j yaitu sebesar 0.31%. Selanjutnya nilai persentase ini akan mempengaruhi persentase kerusakan fisik yang dihasilkan. Tabel 20 Persentase kulit buah yang melesak Kapasitas 8 Jumble (K 8 P j ) Kapasitas 8 Fcc (K 8 P f ) Kapasitas 15Jumble (K 15 P j ) Kapasitas 15Fcc (K 15 P f ) Perlakuan Persentase kulit yang melesak (%) Persentase tingkat kerusakan fisik dilhitung dengan mengetahui jumlah buah yang rusak pada setiap kapasitas kemasan setelah disimulasikan. Buah manggis dikatakan rusak apabila ditemukan kondisi kulit buah yang melesak ke dalam (penyok), cupat yang lepas, tangkai yang patah dan kulit buah yang pecah. Dalam penelitian ini kondisi rusak yang ditemui adalah kulit buah yang melesak ke dalam (penyok) dan cupat yang lepas seperti terlihat dalam Gambar 27. Gambar 27 Kerusakan fisik (a) cupat lepas ; (b) kulit melesak kedalam Kerusakan fisik berupa kulit buah yang melesak ke dalam ditandai dengan pengamatan visual berupa masuknya bagian kulit ke dalam buah sehingga memberikan bentuk yang tidak rata pada bagian kulit tersebut. Kerusakan fisik pada masing-masing kapasitas dari tiap pola dapat dilihat dalam Tabel 21.

21 53 Tabel 21 Persentase kerusakan fisik Perlakuan Jumlah buah dalam kemasan Kapasitas 8 Jumble (K 8 P j ) 44 Kapasitas 8 Fcc (K 8 P f ) 64 Kapasitas 15 Jumble (K 15 P j ) 80 Kapasitas 15 Fcc (K 15 P f ) 120 Jumlah kerusakan % Kerusakan Pada masing-masing pola pengaturan dalam satu kapasitas kemasan yang sama, pola fcc mempunyai tingkat kerusakan yang lebih tinggi dibandingkan pola jumble (Tabel 21). Perbedaan tingkat kerusakan ini dikarenakan jumlah buah yang mampu dikemas menggunakan pola fcc lebih banyak dibandingkan pola jumble. Akibatnya, beban yang diterima buah berpola fcc menjadi lebih besar. Penyebab lainnya karena buah pada pola fcc disusun dalam kemasan karton tanpa menggunakan net foam layaknya buah pada pola jumble. Perbedaan perlakuan tersebut menyebabkan tekanan, gesekan dan benturan antar buah pada pola fcc langsung mengenai permukaan kulit manggis. Kulit manggis memiliki struktur yang mudah patah dan tidak lentur, sehingga kerusakan fisik berupa kulit melesak walaupun dalam lekukan yang kecil akan terlihat jelas pada buah yang disusun tanpa menggunakan net foam. Kerusakan fisik yang terjadi pada pola fcc hanya berupa kerusakan kulit luar tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan hingga ke dalam jaringan buah. Hal berbeda terjadi pada buah yang diatur dengan pola jumble. Pada pola ini jumlah buah lebih sedikit dan celah antar buah lebih banyak, sehingga menyebabkan intensitas benturan antar buah menjadi lebih tinggi dan terjadi berulang-ulang dalam lompatan yang kecil. Karena buah pada pola jumble dilindungi oleh net foam maka benturan dan gesekan tidak langsung mengenai permukaan kulit buah sehingga kerusakan fisik akibat benturan tersebut tidak terlihat secara nyata. Kerusakan fisik secara visual yang lebih kecil pada pola jumble tidak disertai dengan rendahnya tingkat kerusakan yang terjadi pada jaringan dalam buah, ini dibuktikan dengan nilai laju respirasi, perubahan susut bobot dan perubahan kekerasan yang terjadi pada pola jumble lebih tinggi dibandingkan pola fcc pada dimensi kemasan yang sama (Gambar 28). Perubahan susut bobot yang tinggi pada pola jumble, salah satunya disebabkan karena

22 54 terjadinya kehilangan air dari dalam produk sebagai akibat dari tingginya laju respirasi yang terjadi pada produk tersebut. Laju respirasi yang tinggi dipacu oleh kebutuhan energi yang tinggi dari produk, semakin tinggi kerusakan yang terjadi pada produk, maka semakin tinggi pula kebutuhan energi untuk proses biologis produk tersebut. Grafik Parameter Mutu Besaran ,56 68,98 67,52 66,74 31,01 29,48 29,03 26,30 7,50 2,30 3,10 2,50 1,200,78 1,090,71 1,110,71 1,050,68 K8 Pj K8 Pf K15 Pj K15 Pf Perlakuan kerusakan fisik CO2 O2 bobot kekerasan Gambar 28 Grafik nilai rata-rata perubahan nilai parameter mutu buah manggis selama pengamatan Kerusakan fisik buah yang terjadi pada pola fcc hanya berupa kulit buah yang melesak ke dalam, sementara kerusakan fisik pada buah yang disusun dengan pola jumble berupa cupat lepas dan kulit buah yang melesak ke dalam. Kondisi cupat buah merupakan salah satu parameter mutu yang diperhitungkan dalam pemasaran buah manggis dipasaran internasional. Oleh karena itu dengan pengaturan pola fcc kerusakan berupa cupat yang lepas dapat dihindari.

23 Susut Bobot Secara ekonomi susut bobot pada produk pertanian akan sangat merugikan, terutama bagi produk yang dijual berdasarkan beratnya. Susut bobot dapat diartikan kehilangan kandungan air pada produk yang mempengaruhi penampakan fisik, tekstur, dan nilai gizi buah manggis. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama 10 hari dalam suhu ruang pada masing-masing perlakuan kemasan dan pola pengaturan buah, diketahui bahwa susut bobot pada masing-masing perlakuan mengalami peningkatan. Selanjutnya rerata nilai susut bobot (Tabel 22) diketahui bahwa susut bobot terendah dihasilkan pada buah yang dikemas dengan kapasitas kemasan 15 kg menggunakan pola fcc (K 15 P f ) yaitu sebesar 1.05%, sementara susut bobot tertinggi dihasilkan pada buah yang dikemas dengan kapasitas 8 kg menggunakan pola jumble (K 8 P j ) yaitu sebesar 1.20%. Tabel 22 Hasil uji lanjut interaksi perlakuan terhadap perubahan susut bobot Perlakuan Rerataan susut bobot (%) Notasi Kapasitas 8 Jumble (K 8 P j ) Kapasitas 8 Fcc (K 8 P f ) Kapasitas 15 Jumble(K 15 P j ) Kapasitas 15Fcc (K 15 P f ) a b b b Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 5% Tingginya nilai susut bobot pada perlakuan K 8 P j menggambarkan tingkat kerusakan yang terjadi pada perlakuan tersebut juga tinggi diantara perlakuan lainnya. Sebaliknya nilai susut bobot terendah yang dihasilkan perlakuan K 15 P f menggambarkan tingkat kerusakan yang rendah pula. Seperti halnya pada perubahan laju respirasi, kerusakan buah pada perlakuan K 8 P j dikarenakan buah dalam kemasan memiliki kedudukan yang tidak kompak, sehingga intensitas gesekan dan benturan antara buah penyebab kerusakan menjadi lebih tinggi. Tingkat kerusakan yang tinggi pada permukaan buah mengakibatkan buah kehilangan pelindung alaminya seperti lapisan lilin, maka kegiatan transpirasi dan kehilangan air berlangsung lebih cepat dan memacu susut bobot menjadi lebih tinggi. Utama (2002) menyatakan bahwa kehilangan air dari produk secara

24 56 potensial terjadi melalui bukaan alami yang terdapat pada jaringan luar permukaan produk segar yang dipengaruhi oleh faktor internal seperti perlukaan pada permukaan produk. Selain proses transpirasi, kehilangan air pada tanaman juga disebabkan adanya proses respirasi. Dalam proses respirasi selain dihasilkannya CO 2 juga dihasilkan sejumlah air sehingga dapat dikatakan bahwa dengan tingginya tingkat kerusakan maka jumlah air yang dihasilkan juga akan tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil yang diperoleh pada pengamatan laju respirasi pada masing- masing perlakuan. Laju respirasi tertinggi dihasilkan pada perlakuan K 8 P j dan susut bobot tertinggi juga dihasilkan oleh perlakuan yang sama. Kondisi sebaliknya diperoleh pada perlakuan K 15 P f. Rendahnya susut bobot yang terjadi pada perlakuan ini dikarenakan susunan buah yang terdapat dalam kemasan adalah kompak yang dapat mengurangi tingkat kerusakan akibat gesekan dan benturan antar buah. Selain disebabkan oleh kondisi buah yang kompak, tingkat kerusakan buah yang rendah pada perlakuan K 15 P f juga dipengaruhi oleh jumlah bidang sentuh (contact point) yang terjadi antar buah dalam pola fcc. Dalam pola fcc jumlah bidang sentuh antar buah lebih banyak dibandingkan dengan buah yang disusun menggunakan pola lainnya seperti jumble. Dengan banyaknya bidang sentuh pada buah yang disusun dengan pola fcc, maka jumlah beban yang ada dapat tersebar secara merata pada masing-masing bidang sentuh diseluruh permukaan buah. Sebaran beban yang merata pada bidang sentuh tersebut menyebabkan jumlah beban yang diterima oleh satu bidang sentuh (contact point) menjadi lebih kecil, sehingga kerusakan yang terjadi akibat beban yang terakumulasi pada satu titik dapat dihindari. Peleg (1985) menyatakan bahwa jumlah bidang sentuh (contact point) pada pola fcc mencapai 12 titik sementara untuk pola lainnya adalah sebesar 6, 8 atau 10 bidang sentuh (contac point) tergantung pada pola penyusunan buah yang dilakukan. Perubahan susut bobot selama pengamatan ditunjukkan oleh Gambar 29. Gambar grafik menunjukkan bahwa susut bobot yang terjadi selama waktu pengamatan pada perlakuan K 8 P f memiliki kecanderungan garis dan perubahan susut bobot yang hampir sama dengan perlakuan K 15 P f. Dari kedua perlakuan

25 57 tersebut menunjukkan bahwa pola fcc pada masing-masing kapasitas kemasan memiliki perubahan susut bobot yang lebih rendah dibandingkan pola jumble. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 11) menunjukkan perlakuan pola pengaturan, kapasitas kemasan dan interaksinya berpengaruh nyata terhadap perubahan susut bobot. Setelah dilakukan uji lanjut interaksi antar perlakuan (Tabel 22) dihasilkan bahwa perlakuan K 8 P j berbeda nyata dengan tiga perlakuan lainnya sementara perlakuan K 8 P f, K 15 P j dan perlakuan K 15 P f memberikan pengaruh yang tidak berbeda antar perlakuan. 2,5 Susut Bobot (%) 2,0 1,5 1,0 0,5 0, Waktu (Hari) fcc 8 kg Jumble 8 kg fcc 15 kg Jumble 15 kg Gambar 29 Grafik perubahan susut bobot 5.9 Kekerasan Kulit Buah Salah satu indikator kerusakan pada buah manggis adalah kekerasan kulit buah dan konsumen tidak menyukai buah manggis dengan kondisi keras karena akan lebih sulit untuk dibuka. Perubahan kekerasan kulit buah selama pengamatan dilakukan pada empat titik berbeda dalam satu buah yang sama menggunakan rheometer. Tingkat kekerasan yang rendah ditunjukkan oleh angka hasil pengukuran yang kecil dan sebaliknya, tingkat kekerasan yang tinggi ditunjukkan oleh angka pengukuran yang besar. Hal ini berhubungan dengan penusukkan jarum rheometer pada permukaan kulit buah yang diamati. Semakin keras bahan yang diamati, maka gaya yang dibutuhkan untuk menusukkan jarum pun akan

26 58 semakin besar sehingga angka hasil pengukuran yang dihasilkan juga semakin tinggi. Perubahan kekerasan dari waktu kewaktu selama pengamatan, memiliki nilai yang fluktuatif (Gambar 30). Ini dikarenakan pengujian nilai kekerasan yang dilakukan berasal dari individu buah yang tidak sama, namun kecenderungan garis yang terbentuk untuk beberapa perlakuan menunjukkan perubahan nilai yang tidak jauh berbeda. 1,50 Kekerasan (Kgf) 1,20 0,90 0,60 0,30 0, Waktu (Hari) fcc 8 jumble 8 fcc 15 jumble 15 Gambar 30 Grafik perubahan nilai kekerasan kulit buah manggis Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut (Lampiran 12) menunjukkan bahwa perlakuan pola pengaturan, kapasitas kemasan dan interaksinya memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap kekerasan buah manggis. Dari rerata perubahan kekerasan buah selama pengamatan (Tabel 23) diperoleh nilai kekerasan terendah pada perlakuan K 15 P f yaitu sebesar 0.67 kgf dan sebaliknya nilai kekerasan tertinggi diperoleh pada perlakuan K 8 P j yaitu sebesar Sama halnya dengan kondisi parameter lainnya, perubahan kekerasan pun menujukan hal yang sama yaitu perlakuan K 8 P j menunjukkan tingkat kerusakan yang lebih tinggi dan perlakuan K 15 P f menunjukkan tingkat kerusakan terendah dibandingkan perlakuan lainnya. Tingginya nilai kekerasan kulit manggis salah satunya disebabkan oleh adanya penguapan air. Penguapan cairan pada ruang-ruang antar sel menyebabkan sel menciut sehingga ruang antar sel meyatu dan zat pektin menjadi saling

27 59 berikatan dan hal ini memacu pengerasan pada kulit manggis. Rerata nilai kekerasan tertinggi dihasilkan pada perlakuan K 8 P j dapat diartikan kehilangan air yang terjadi pada perlakuan tersebut juga lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini didukung oleh susut bobot dan laju respirasi yang tinggi pada perlakuan tersebut. Banyaknya gesekan dan tingkat kerusakan buah pada perlakuan K 8 P j memacu laju respirasi menjadi semakin besar, yang menyebabkan jumlah air yang dihasilkan juga semakin banyak, akibatnya kekerasan kulit manggis juga menjadi semakin besar. Hal lainnya yang menyebabkan besarnya nilai kekerasan pada perlakuan tersebut adalah karena gesekan pada permukaan kulit buah yang besar sehingga kulit buah kehilangan pelapis alaminya. Kondisi ini memacu penguapan air yang terjadi pada permukaan kulit buah. Selain diakibatkan oleh kehilangan air, kekerasan kulit manggis diduga disebabkan oleh pecahnya dinding sel akibat dari benturan yang intensif antar buah selama transportasi. Dinding sel yang rusak akan memacu pecahnya pektin yang berada didalamnya, yang selanjutnya menyebabkan timbulnya getah pada ruang antar sel dan getah tersebut mengakibatkan kekerasan pada kulit buah manggis. Pantastico (1997) menyatakan pertukaran gas, kehilangan air dan kerusakan mekanis semuanya dimulai dari permukaan buah. Tabel 23 Hasil uji lanjut interaksi perlakuan terhadap kekerasan kulit buah Perlakuan Rerata kekerasan buah manggis (kgf) Notasi Kapasitas 8 Jumble (K 8 P j ) Kapasitas 8 Fcc (K 8 P f ) Kapasitas 15 Jumble(K 15 P j ) Kapasitas 15Fcc (K 15 P f ) a a a a Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 5% 5.10 Total Padatan Terlarut ( o Brix) Buah dan sayuran menyimpan karbohidrat sebagai persediaan bahan energi untuk melangsungkan hidupnya. Proses pematangan dan pembusukan akan meyebabkan kandungan karbohidrat dan gula berubah. Gula-gula utama dalam buah manggis adalah fruktosa glukosa dan sukrosa. Hubungan antara TPT dan

28 60 total kandungan gula adalah bahwa hampir semua total padatan terlarut dalam sari daging buah manggis terbentuk dari glukosa, fruktosa dan sukrosa. Kandungan nilai TPT selama pengamatan mengalami perubahan yang fluktuatif (Gambar 31), namun kandungan TPT antar perlakuan berada dalam kisaran yang kecil yaitu antara o Brix o Brix dan kecenderungan perubahan nilainya adalah tetap. Berdasarkan grafik selanjutnya dapat dilihat bahwa perlakuan K 8 P j mengalami kecenderungan perubahan nilai TPT yang berbeda dari perlakuan lainnya. Nilai TPT pada perlakuan K 8 P j menunjukkan perubahan yang lebih cepat dibanding perlakuan lainnya. Perubahan ini mulai terlihat mulai hari ke 2 nilai TPT cenderung lebih tinggi dan pada hari ke 9 nilai TPT mengalami penurunan sementara perlakuan lainnya lebih tinggi. Kondisi ini dikarenakan degradasi glukosa pada perlakuan K 8 P j lebih cepat dibandingkan perlakuan lainnya, karena pengaruh laju respirasi yang cepat. Tingginya tingkat kerusakan memacu laju respirasi lebih tinggi. Kondisi tersebut didukung oleh hasil analisis mutu berupa laju respirasi, susut bobot dan kekerasan perlakuan K 8 P j memberikan nilai yang tertinggi. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut (Lampiran 13) menunjukkan bahwa perlakuan kapasitas kemasan, pola pengaturan dan interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan TPT ini dikarenakan buah yang diamati berasal dari individu yang berbeda. 25 TPT (0 Brix) Waktu (hari) fcc 8 jumble 8 fcc 15 jumble 15 Gambar 31 Grafik perubahan nilai TPT

29 Analisis Biaya Penggunaan Kemasan Hasil Rancangan Analisis biaya dilakukan untuk mengetahui tingkat kerugian dan keuntungan secara ekonomi akibat kerusakan fisik pasca simulasi transportasi terhadap kemasan hasil rancangan (Lampiran 14). Beberapa asumsi digunakan dalam perhitungan, diantaranya kemasasan hasil rancangan dibuat oleh pabrik kemasan dan buah manggis diangkut menggunakan truk sewaan menuju pihak eksportir. Harga jual buah manggis mutu eksport adalah Rp /kg, sedangkan daya angkut truk sebesar 2400 kg dengan dimensi bak truk 4 m x 1.75 m x 2.5 m. Untuk menghindari kerusakan kemasan terbawah akibat beban kemasan diatasnya, maka kemasan diatur dengan jumlah susunan tidak melebihi kekuatan tekan maksimum masing masing kapasitas kemasan (Tabel 17). Hasil perhitungan (Tabel 24) diperoleh perlakuan kemasan berkapasitas 15 kg berpola fcc membutuhkan modal pembuatan kemasan terkecil dan modal terbesar dibutuhkan oleh kemasan berkapasitas 8 kg berpola jumble. Perbedaan tersebut dikarenakan jumlah kemasan yang dibutuhkan untuk mengangkut buah manggis maksimal dalam 1 truk lebih sedikit dibandingkan perlakuan lainnya. Selanjutnya dapat diketahui bahwa pendapatan tertinggi dihasilkan oleh perlakuan K 15 P f yaitu sebesar Rp /truk, namun tingginya tingkat pendapatan pada perlakuan tersebut tidak menghasilkan pendapatan bersih yang tinggi. Pendapatan bersih tertinggi dihasilkan oleh perlakuan K 8 P f yaitu sebesar Rp /truk atau sebesar Rp /kg. Kondisi ini dikarenakan biaya penyusutan yang tinggi akibat kerusakan fisik pada perlakuan K 15 P f menunjukkan angka tertinggi.

30 62 Tabel 24 Analisis biaya penggunaan kemasan hasil rancangan masing-masing perlakuan Komponen analisis Perlakuan ekonomi Jumble I 8 kg fcc Jumble II 15 kg fcc Jumlah kemasan/truk (buah) Modal Kemasan/truk (Rp) Berat manggis/kemasan (kg) Berat manggis/truk (kg) Kerusakan fisik (%) Sewa kendaraan (Rp) Pendapatan/truk (Rp) Biaya penyusutan/loss (Rp) Pendapatan bersih/truk (Rp) Pendapatan bersih/kg (Rp) Ket: jumble I : dimensi kemasan 39.4 cm x 21 cm x21 cm dengan berat bersih 5.38 kg 5.48 kg jumble II : dimensi kemasan 39.4 cm x 21 cm x21 cm dengan berat bersih 9.94 kg kg Dalam perdagangan, pihak petani maupun eksportir menginginkan keuntungan yang maksimal dan pendapatan bersih terbesar dihasilkan pada perlakuan K 8 P f yaitu sebesar Rp / truk atau sebesar Rp /kg. Berdasarkan beberapa uji parameter mutu yang dilakukan, perlakuan K 8 P f memiliki rerata besaran yang berbeda dengan perlakuan K 15 P f, namun berdasarkan hasil uji lanjut perlakuan K 8 P f tidak berbeda nyata dengan perlakuan K 15 P f. Ini dapat diartikan bahwa perlakuan K 8 P f memiliki pengaruh yang sama dengan K 15 P f terhadap parameter mutu. Berdasarkan kondisi tersebut, maka perlakuan yang paling optimal untuk transportasi buah manggis adalah perlakuan K 8 P f yaitu buah yang dikemas berkapasitas 8 kg berpola fcc.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Tempat dan Waktu Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Tempat dan Waktu Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan bahan penelitian ini terdiri atas pelepah salak, kawat, paku dan buah salak. Dalam penelitian tahap I digunakan 3 (tiga) varietas buah salak, yaitu manonjaya, pondoh,

Lebih terperinci

PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN

PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN (Changes in the quality of mangosteen fruits (Garcinia mangosiana L.) after transportation and

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Kardus tipe RSC yang digunakan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Kardus tipe RSC yang digunakan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengemasan Pisang Ambon Kuning Pada simulasi transportasi pisang ambon, kemasan yang digunakan adalah kardus/karton dengan tipe Regular Slotted Container (RSC) double flute

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perancangan dan Pembuatan Kemasan Hasil Rancangan Perancangan kemasan bertujuan untuk menentukan kekuatan yang dibutuhkan kemasan untuk meredam gaya dari luar serta untuk mengurangi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Dimensi buah salak Pengukuran dimensi buah salak dilakukan pada 3 (tiga) varietas buah salak yaitu salak pondoh, salak manonjaya dan salak sidimpuan. Sampel pengukuran pada ketiga

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika dan kini telah menyebar di kawasan benua Asia termasuk di Indonesia. Tomat biasa ditanam di dataran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan terhitung mulai bulan Januari hingga April 2012 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kemasan Alpukat Hasil Rancangan Kemasan distribusi dirancang dan dipilih terutama untuk mengatasi faktor getaran (vibrasi) dan kejutan (shock) karena faktor ini sangat berpengaruh

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian dengan topik Pengaruh Perlakuan Pengemasan Belimbing (Averrhoa carambola L) dengan Penggunaan Bahan Pengisi terhadap Mutu Fisik Belimbing selama Transportasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. A. Tempat dan Waktu. B. Alat dan bahan. C. Posedur Penelitian. 1. Perancangan Kemasan

III. METODOLOGI. A. Tempat dan Waktu. B. Alat dan bahan. C. Posedur Penelitian. 1. Perancangan Kemasan III. METODOLOGI A. Tempat dan Waktu Tempat pelaksanaan penelitian adalah di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (bagian TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

Rancangan Kemasan Berbahan Karton Gelombang untuk Individual Buah Manggis (Garcinia Mangostana L.)

Rancangan Kemasan Berbahan Karton Gelombang untuk Individual Buah Manggis (Garcinia Mangostana L.) Rancangan Kemasan Berbahan Karton Gelombang untuk Individual Buah Manggis (Garcinia Mangostana L.) Sutrisno, Emmy Darmawati, Dany Sukmana Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SUSUT BOBOT Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu tomat. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama tomat disimpan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme menjadi lambat sehingga

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian Pengaruh Perlakuan Bahan Pengisi Kemasan terhadap Mutu Fisik Buah Pepaya Varietas IPB 9 (Callina) Selama Transportasi dilakukan pada

Lebih terperinci

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Oleh : YOLIVIA ASTRIANIEZ SEESAR F14053159 2009 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. WARNA KULIT BUAH Selama penyimpanan buah pisang cavendish mengalami perubahan warna kulit. Pada awal pengamatan, buah berwarna hijau kekuningan dominan hijau, kemudian berubah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Konsentrasi O dan CO dalam Kemasan mempunyai densitas antara.915 hingga.939 g/cm 3 dan sebesar,9 g/cm 3, dimana densitas berpengaruh terhadap laju pertukaran udara

Lebih terperinci

Kajian Ventilasi Dan Perubahan Suhu Dalam Kemasan Karton Dengan Komoditas Tomat

Kajian Ventilasi Dan Perubahan Suhu Dalam Kemasan Karton Dengan Komoditas Tomat Kajian Ventilasi Dan Perubahan Suhu Dalam Kemasan Karton Dengan Komoditas Tomat Emmy Darmawati 1), Gita Adhya Wibawa Sakti 1) 1) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pendahuluan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan percobaan pembuatan emulsi lilin dan pelapisan lilin terhadap buah sawo dengan konsentrasi 0%, 2%,4%,6%,8%,10%, dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kadar Air Kulit Manggis Kadar air merupakan salah satu parameter penting yang menentukan mutu dari suatu produk hortikultura. Buah manggis merupakan salah satu buah yang mempunyai

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN III. A. Lokasi dan Waktu. B. Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN III. A. Lokasi dan Waktu. B. Bahan dan Alat III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Pertanian IPB selama 3 bulan yaitu bulan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan mutu yang diamati selama penyimpanan buah manggis meliputi penampakan sepal, susut bobot, tekstur atau kekerasan dan warna. 1. Penampakan Sepal Visual Sepal atau biasa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Penanganan pascapanen sangat berperan dalam mempertahankan kualitas dan daya simpan buah-buahan. Penanganan pascapanen yang kurang hati-hati dan

Lebih terperinci

RANCANGAN KEMASAN KARTON BERGELOMBANG DENGAN BAHAN PENGISI UNTUK BUAH BELIMBING (Averrhoa carambola L.) RISKA DWI WAHYUNINGTYAS

RANCANGAN KEMASAN KARTON BERGELOMBANG DENGAN BAHAN PENGISI UNTUK BUAH BELIMBING (Averrhoa carambola L.) RISKA DWI WAHYUNINGTYAS RANCANGAN KEMASAN KARTON BERGELOMBANG DENGAN BAHAN PENGISI UNTUK BUAH BELIMBING (Averrhoa carambola L.) RISKA DWI WAHYUNINGTYAS DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung mampu memproduksi pisang sebanyak 319.081 ton pada tahun 2003 dan meningkat hingga

Lebih terperinci

Makalah Bidang Teknik Produk Pertanian ISSN

Makalah Bidang Teknik Produk Pertanian ISSN Makalah Bidang Teknik Produk Pertanian ISSN 81-71 PENGARUH JENIS KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN TERHADAP UMUR SIMPAN DAN MUTU BUAH MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA L.) PADA SIMULASI TRANSPORTASI (Effects of

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci

RANCANGAN KEMASAN TUNGGAL PADA BUAH PEPAYA (Carica Papaya L.) VARIETAS IPB 9 (CALLINA) DENGAN BAHAN PENGISI SELAMA PROSES DISTRIBUSI

RANCANGAN KEMASAN TUNGGAL PADA BUAH PEPAYA (Carica Papaya L.) VARIETAS IPB 9 (CALLINA) DENGAN BAHAN PENGISI SELAMA PROSES DISTRIBUSI RANCANGAN KEMASAN TUNGGAL PADA BUAH PEPAYA (Carica Papaya L.) VARIETAS IPB 9 (CALLINA) DENGAN BAHAN PENGISI SELAMA PROSES DISTRIBUSI SEPTARIA UMI KUSUMA TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI DAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini berlangsung di kebun manggis daerah Cicantayan Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian 500 700 meter di atas permukaan laut (m dpl). Area penanaman manggis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUKURAN LAJU RESPIRASI Setelah dipanen ternyata sayuran, buah-buahan, dan umbi-umbian masih mengalami proses respirasi oleh karena itu sayuran, buah-buahan dan umbiumbian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah buah pisang. Tahun 2014, buah pisang menjadi buah dengan produksi terbesar dari nilai produksi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Bahan Dan Alat

METODE PENELITIAN. Bahan Dan Alat METODE PENELITIAN Bahan Dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa kubis segar (Brassica oleracea L var capitata atau kubis hijau) yang didapat langsung dari petani (produsen), kardus dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Pendahuluan

BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Pendahuluan BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada bulan

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Potensinya terbuka, baik pasar bebas maupun industri. Kebutuhan cabai perkapita (2013) adalah 5 Kg/ tahun. Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, maka

Lebih terperinci

Penentuan Tingkat Kerusakan Buah Alpukat pada Posisi Pengangkutan Dengan Simulasi Getaran yang Berbeda

Penentuan Tingkat Kerusakan Buah Alpukat pada Posisi Pengangkutan Dengan Simulasi Getaran yang Berbeda Penentuan Tingkat Kerusakan Buah Alpukat pada Posisi Pengangkutan Dengan Simulasi Getaran yang Berbeda Khusna Fauzia*, Musthofa Lutfi, La Choviya Hawa Jurusan Keteknikan Pertanian - Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Fisik Buah Kualitas fisik buah merupakan salah satu kriteria kelayakan ekspor buah manggis. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap kualitas fisik buah meliputi

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian pada semua parameter menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut ini merupakan rata-rata

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia,

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia, I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura.

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu produk pertanian yang memiliki potensi cukup tinggi untuk ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura. Komoditas hortikultura

Lebih terperinci

PERANCANGAN KEMASAN UNTUK TRANSPORTASI BUAH MANGGIS NI LUH YULIANTI F

PERANCANGAN KEMASAN UNTUK TRANSPORTASI BUAH MANGGIS NI LUH YULIANTI F PERANCANGAN KEMASAN UNTUK TRANSPORTASI BUAH MANGGIS NI LUH YULIANTI F151070041 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Laju Respirasi Respirasi merupakan proses metabolisme oksidatif yang mengakibatkan perubahan-perubahan fisikokimia pada buah yang telah dipanen.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Belimbing Manis (Averrhoa carambola L) Tanaman belimbing berasal dari Sri Lanka dan banyak terdapat di daerah Asia Tenggara, Brazil, Ghana dan Guyana. Belimbing bukan buah musiman.

Lebih terperinci

RANCANGAN KEMASAN TUNGGAL PADA BUAH JAMBU KRISTAL (Psidium guajava L.) SELAMA TRANSPORTASI MOHAMAD ROFI ASSGAF

RANCANGAN KEMASAN TUNGGAL PADA BUAH JAMBU KRISTAL (Psidium guajava L.) SELAMA TRANSPORTASI MOHAMAD ROFI ASSGAF RANCANGAN KEMASAN TUNGGAL PADA BUAH JAMBU KRISTAL (Psidium guajava L.) SELAMA TRANSPORTASI MOHAMAD ROFI ASSGAF DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Suhu pada Respirasi Brokoli Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa brokoli mempunyai respirasi yang tinggi. Namun pada suhu yang rendah, hasil pengamatan menunjukkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal

HASIL DAN PEMBAHASAN. Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal HASIL DAN PEMBAHASAN Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal cold chaín Perubahan laju produksi CO 2 pada wortel terolah minimal baik pada wortel utuh (W1) maupun irisan wortel (W2) pada penelitian pendahuluan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Pemanenan buah jeruk dilakukan dengan menggunakan gunting. Jeruk yang dipanen berasal dari tanaman sehat yang berumur 7-9 tahun. Pada penelitian ini buah jeruk yang diambil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penentuan waktu hydrocooling dan konsentrasi klorin optimal untuk pak choi Tahap precooling ini dilakukan untuk menentukan kombinasi lama hydrocooling dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN 38 Pencemaran Getah Kuning Pencemaran getah kuning pada buah manggis dapat dilihat dari pengamatan skoring dan persentase buah bergetah kuning pada aril dan kulit buah, serta persentase

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Spektra Buah Belimbing

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Spektra Buah Belimbing IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Spektra Buah Belimbing Buah belimbing yang dikenai radiasi NIR dengan panjang gelombang 1000-2500 nm menghasilkan spektra pantulan (reflektan). Secara umum, spektra pantulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk buah eksotik yang digemari oleh konsumen baik di dalam maupun luar negeri, karena rasanya yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di

I. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di Indonesia adalah jenis Fragaria vesca L. Buah stroberi adalah salah satu produk hasil

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.

Lebih terperinci

APLIKASI METODE RESPON SURFACE UNTUK OPTIMASI KUANTITAS SUSUT BOBOT BUAH MANGGIS. Abstrak

APLIKASI METODE RESPON SURFACE UNTUK OPTIMASI KUANTITAS SUSUT BOBOT BUAH MANGGIS. Abstrak APLIKASI METODE RESPON SURFACE UNTUK OPTIMASI KUANTITAS SUSUT BOBOT BUAH MANGGIS Andriani Lubis 1*) 1) Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, 23111 *) andriani_loebis@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2009, bertempat di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik

Lebih terperinci

KAJIAN PERUBAHAN MUTU BUAH MANGGA GEDONG GINCU SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMATANGAN BUATAN OLEH : NUR RATIH PARAMITHA F

KAJIAN PERUBAHAN MUTU BUAH MANGGA GEDONG GINCU SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMATANGAN BUATAN OLEH : NUR RATIH PARAMITHA F KAJIAN PERUBAHAN MUTU BUAH MANGGA GEDONG GINCU SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMATANGAN BUATAN OLEH : NUR RATIH PARAMITHA F145981 29 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Buah Mentimun Mentimun, timun, atau ketimun (Cucumis sativus L.; suku labu-labuan atau Cucurbitaceae) merupakan tumbuhan yang menghasilkan buah yang dapat dimakan secara langsung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tomat (Lycopersicon esculentum Mill) merupakan sayuran berbentuk buah yang banyak dihasilkan di daerah tropis dan subtropis. Budidaya tanaman tomat terus meningkat seiring

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Laju Respirasi dengan Perlakuan Persentase Glukomanan Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah sawo yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Manggis Manggis merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari hutan tropis yang teduh di kawasan Asia Tenggara, yaitu hutan belantara Malaysia atau Indonesia. Dari Asia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN MBAHASAN A. SUSUT BOBOT Perubahan susut bobot seledri diukur dengan menimbang bobot seledri setiap hari. Berdasarkan hasil pengukuran selama penyimpanan, ternyata susut bobot seledri mengalami

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu akan mempengaruhi kekuatan kayu dalam menerima dan menahan beban yang terjadi pada kayu itu sendiri. Pada umumnya kayu yang memiliki kadar

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

RANCANGAN KEMASAN KARTON BERGELOMBANG DENGAN BAHAN PENGISI UNTUK TRANSPORTASI JAGUNG SEMI (BABY CORN) VINA RONDANG MAGDALENA

RANCANGAN KEMASAN KARTON BERGELOMBANG DENGAN BAHAN PENGISI UNTUK TRANSPORTASI JAGUNG SEMI (BABY CORN) VINA RONDANG MAGDALENA RANCANGAN KEMASAN KARTON BERGELOMBANG DENGAN BAHAN PENGISI UNTUK TRANSPORTASI JAGUNG SEMI (BABY CORN) VINA RONDANG MAGDALENA DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Parameter Fisik dan Organoleptik Pada Perlakuan Blansir 1. Susut Bobot Hasil pengukuran menunjukkan bahwa selama penyimpanan 8 hari, bobot rajangan selada mengalami

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGANAN PASCA PANEN R i n i Y u l i a n i n g s i h

TEKNIK PENANGANAN PASCA PANEN R i n i Y u l i a n i n g s i h TEKNIK PENANGANAN PASCA PANEN R i n i Y u l i a n i n g s i h Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa memahami hal-hal yang menyebabkan kerusakan dan kehilangan serta memahami teknologi penanganan pasca panen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Umur Simpan Penggunaan pembungkus bahan oksidator etilen dapat memperpanjang umur simpan buah pisang dibandingkan kontrol (Lampiran 1). Terdapat perbedaan pengaruh antara P2-P7 dalam

Lebih terperinci

KAJIAN PENYIMPANAN DINGIN BUAH MANGGIS SEGAR (Garcinia Mangostana L.) DENGAN PERLAKUAN KONDISI PROSES PENYIMPANAN 1

KAJIAN PENYIMPANAN DINGIN BUAH MANGGIS SEGAR (Garcinia Mangostana L.) DENGAN PERLAKUAN KONDISI PROSES PENYIMPANAN 1 KAJIAN PENYIMPANAN DINGIN BUAH MANGGIS SEGAR (Garcinia Mangostana L.) DENGAN PERLAKUAN KONDISI PROSES PENYIMPANAN 1 Sutrisno 2, Ida Mahmudah 3, Sugiyono 4 ABSTRAK Manggis (Garcinia mangostana L.) sebagai

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

KAJIAN JENIS KEMASAN SELAMA TRANSPORTASI DAN PENGARUH SUHU PENYIMPANAN TERHADAP UMUR SIMPAN DAN MUTU BUAH MANGGIS ( Garcinia mangostana L.

KAJIAN JENIS KEMASAN SELAMA TRANSPORTASI DAN PENGARUH SUHU PENYIMPANAN TERHADAP UMUR SIMPAN DAN MUTU BUAH MANGGIS ( Garcinia mangostana L. KAJIAN JENIS KEMASAN SELAMA TRANSPORTASI DAN PENGARUH SUHU PENYIMPANAN TERHADAP UMUR SIMPAN DAN MUTU BUAH MANGGIS ( Garcinia mangostana L.) Oleh : REZKI YUNIKA F14051372 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga 3 TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga Tanaman buah naga termasuk dalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Caryophyllales, famili Cactaceae, subfamili Cactoidae, genus Hylocereus Webb.

Lebih terperinci

Upaya Mengurangi Tingkat Kerusakan Buncis Pada Proses Transportasi

Upaya Mengurangi Tingkat Kerusakan Buncis Pada Proses Transportasi Naskah diterima : 15 Maret 2010 A R T I K E L Upaya Mengurangi Tingkat Kerusakan Buncis Pada Proses Transportasi Emmy Darmawati Institut Pertanian Bogor Dramaga Bogor ABSTRAK Sumber pangan selain padi

Lebih terperinci

Makalah Bidang Teknik Produk Pertanian ISSN

Makalah Bidang Teknik Produk Pertanian ISSN PENGARUH PELILINAN BUAH MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA L.) SELAMA PENYIMPANAN (Effect of Mangosteen Waxing during Storage) Sugiyono 1, Sutrisno 2, Bianca Dwiarsih 3 1. Alumni Program Studi Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

Anang Suhardianto FMIPA Universitas Terbuka. ABSTRAK

Anang Suhardianto FMIPA Universitas Terbuka. ABSTRAK ANALISIS PERUBAHAN SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK CAISIN DENGAN PERLAKUAN PENGATURAN SUHU DIMULAI DARI SESAAT SETELAH PANEN, SELAMA PENGANGKUTAN, HINGGA SETELAH PENYIMPANAN *) Anang Suhardianto FMIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Melon Tanaman melon berasal dari daerah Mediterania yang merupakan perbatasan antara Asia Barat dengan Eropa dan Afrika, secara khusus berasal dari lembah Persia (Syria). Tanaman

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Parameter Mutu Mentimun Jepang Mentimun jepang yang akan dipasarkan harus memenuhi karakteristik yang ditentukan oleh konsumen. Parameter mutu untuk mentimun jepang meliputi

Lebih terperinci

Lampiran 5. Kesetaraan waktu simulasi dengan jarak yang ditempuh pada tiaptiap kemasan dan ulangan. Kesetaraan Waktu Simulasi dengan Jarak yang Ulangan Ditempuh (km) 36 menit 72 menit 144 menit 1 84.91

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PELEPAH SALAK UNTUK KEMASAN TRANSPORTASI BUAH SALAK (SALACCA EDULIS) 1

PEMANFAATAN PELEPAH SALAK UNTUK KEMASAN TRANSPORTASI BUAH SALAK (SALACCA EDULIS) 1 PEMANFAATAN PELEPAH SALAK UNTUK KEMASAN TRANSPORTASI BUAH SALAK (SALACCA EDULIS) 1 Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr 2, Dr.Ir. Emmy Darmawati, Msi 2 dan Ir. Wiyana L. S. Siregar, Msi 3 ABSTRACT The objective of

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di Indonesia memungkinkan berbagai jenis buah-buahan tumbuh dan berkembang. Namun sayangnya, masih banyak

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

RANCANGAN KEMASAN KARTON BERGELOMBANG DOUBLE FLUTE UNTUK TRANSPORTASI BUAH BELIMBING (Averrhoa Carambola L) VARIETAS DEWI SKRIPSI

RANCANGAN KEMASAN KARTON BERGELOMBANG DOUBLE FLUTE UNTUK TRANSPORTASI BUAH BELIMBING (Averrhoa Carambola L) VARIETAS DEWI SKRIPSI RANCANGAN KEMASAN KARTON BERGELOMBANG DOUBLE FLUTE UNTUK TRANSPORTASI BUAH BELIMBING (Averrhoa Carambola L) VARIETAS DEWI SKRIPSI TULUS HIRDATA NOVRAGIRI F14070100 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan

I. PENDAHULUAN. Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan salah satu produk hortikultura. Jagung manis memiliki laju respirasi yang tinggi sehingga mudah mengalami

Lebih terperinci

KAJIAN JENIS KEMASAN KAKU TERHADAP MUTU BUAH MENTIMUN SEGAR (Cucumis sativus L.) DALAM SIMULASI TRANSPORTASI DARAT GINA LUPITA HUTAGAOL

KAJIAN JENIS KEMASAN KAKU TERHADAP MUTU BUAH MENTIMUN SEGAR (Cucumis sativus L.) DALAM SIMULASI TRANSPORTASI DARAT GINA LUPITA HUTAGAOL KAJIAN JENIS KEMASAN KAKU TERHADAP MUTU BUAH MENTIMUN SEGAR (Cucumis sativus L.) DALAM SIMULASI TRANSPORTASI DARAT GINA LUPITA HUTAGAOL DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pertanaman Tanaman melon selama penelitian berlangsung tumbuh baik, tidak ada tanaman yang mengalami kematian sampai saat panen. Suhu rata-rata harian di dalam rumah kaca

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at:

Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Cemaran Getah Kuning pada Aril dan Kulit Buah Manggis Tanaman yang diberi kalsium menghasilkan skor getah kuning aril dan kulit buah yang lebih rendah daripada tanaman yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pati bahan edible coating berpengaruh terhadap kualitas stroberi (Fragaria x

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pati bahan edible coating berpengaruh terhadap kualitas stroberi (Fragaria x 57 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jenis Pati Bahan Edible Coating terhadap Kualitas Stroberi (Fragaria x ananassa) Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa jenis pati bahan

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 7 PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS Nafi Ananda Utama Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 Pengantar Manggis merupakan salah satu komoditas buah tropika eksotik yang mempunyai

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN

PENANGANAN PASCA PANEN PENANGANAN PASCA PANEN Pasca Panen Sayuran yang telah dipanen memerlukan penanganan pasca panen yang tepat agar tetap baik mutunya atau tetap segar seperti saat panen. Selain itu kegiatan pasca panen dapat

Lebih terperinci

Waktu (detik) Frekuensi (Hz) Amplitudo (cm)

Waktu (detik) Frekuensi (Hz) Amplitudo (cm) Lampiran 1. Nilai amplitudo dan frekuensi meja getar pada tiap ulangan untuk kondisi jalan luar kota Parameter Menit ke-0 20 40 60 80 100 120 Ratarata Waktu (detik) 4.8 4.8 5.1 5.4 4.9 4.7 4.15 4.83 Frekuensi

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci