Asuransi Kesehatan Nasional (dalam SJSN) Penangkal Kebodohan Bangsa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Asuransi Kesehatan Nasional (dalam SJSN) Penangkal Kebodohan Bangsa"

Transkripsi

1 Asuransi Kesehatan Nasional (dalam SJSN) Penangkal Kebodohan Bangsa Hasbullah Thabrany 1 Untuk BEM Universitas Indonesia Abstrak: Indonesia adalah satu dari sedikit negara berkembang yang mengalami masalah sosial-ekonomi besar karena kekeliruan mendasar dalam kebijakan publik. Empat bidang yang seharusnya menjadi pilar pelayanan pemerintah yaitu kesehatan, pendidikan, hukum/pengadilan, dan keamanan dijadikan komoditas pasar/ diperdagangkan. Kekeliruan ini telah menimbulkan risiko sosial-ekonomi rakyat (insecurity) menjadi tinggi sehingga masing-masing orang mencari jalannya sendiri-sendiri.di sector kesehatan, Sistem Kesehatan menjadi Sakit dan rakyat menanggung beban besar bahkan mati karena tidak ada uang, ketika ia sakit. Di Negara maju, jika ada rakyat mati karena penyakitnya tidak diobati, pejabat bisa masuk penjara. Disini, sedikit yang peduli dan tidak bisa berbuat banyak. Inilah gejala menonjol dari Sakitnya Sistem Kesehatan kita. Reformasi kebijakan pengembangan /Asuransi Kesehatan Nasional sudah dirumuskan dalam UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) 5 tahun lalu, belum juga dijalankan. Mahasiswa bisa menjadi agent of changes dalam reformasi kesehatan yang dapat menyelematkan jiwa ribuan anak bangsa setiap tahun. BUkan hanya itu, reformasi yang tepat, akan mencegah anak bangsa yang bodoh dan menjamin anak bangsa mampu bersaing di dunia internasional, satu generasi yang akan datang. Reformasi Sistem Kesehatan harus menjamin agar dalam lima tahun ke depan, seluruh rakyat yang sakit dapat sembuh dan produktif kembali. Gerakan mahasiswa untuk menyehatkan Sistem Kesehatan sangat ditunggu rakyat. Pendahuluan Mereka yang sering bepergian ke Negara yang lebih maju dari Indonesia sering bertanya kapan Indonesia jadi begini?. Sederhana yang dilihatnya, jalan bagus, lingkungan bersih, polusi tidak ada karena sebagian besar orang naik transpor publik (kereta) yang bersih, manusianya disipilin, dan jika sakit mereka tidak pernah khawatir tidak punya uang. Semua pelayanan kesehatan yang memberatkan kantong perorangan, rawat jalan maupun rawat inap, sudah dijamin Negara. Semua layanan dan lingkungan 1 Guru Besar FKMUI dan Ketua Umum PAMJAKI (Perhimpunan Ahli Manajemen Jaminan dan Asuransi Kesehatan Indonesia) Hasbullah Thabrany--AKN Penangkal Bodoh Hal 1

2 sehat dan menyenangkan tersebut adalah tugas utama Pemerintah yang mendapat mandate memimpin jalannya Negara. Ya, itu terjadi di Negara yang Pemerintahnya bertanggung jawab, bersih dari korupsi dan KKN, serta konsisten melayani rakyat. Hasilnya, rakyat sehat produktif dan kompetitif. Kemajuan suatu bangsa, HANYA ditentukan oleh sumber daya manusia, BUKAN sumber daya alam. Tetapi, umumnya pejabat publik kita salah faham, maka yang diprioritaskan dalam pembangunan bukan sumber daya manusia. Paling tidak hal itu tercermin dari anggaran dan mudahnya Pemerintah mengeluarkan anggaran. Pembangunan SDM hanya bertumpu pada dua sector, kesehatan dan pendidikan (termasuk pelatihan). Dalam bidang kesehatan, kinerja system kesehatan kita buruk. Sistem Kesehatan kita sakit. Belanja kesehatan kita hanya 1,9% Produk Domestik Bruto (PDB) di tahun 1996 naik menjadi 2,2% PDB di tahun dan diperkirakan tahun 2009 naik sedikit menjadi 2,5%. Belanja sebesar itu kok mau sehat produktif? Sementara di Cina belanja kesehatan naik dari 4,9% PDB di tahun 1999 menjadi 5,6% PDB di tahun 2003, dan di India turun sedikit dari 5,1% 1999 menjadi 4,8% PDB di Yang menarik adalah bahwa pada periode tersebut, Pemerintah China membelanjakan antara 9,7% - 12,5% APBNnya untuk kesehatan dan Pemerintah Filipina menghabiskan 4,9% - 7,1% APBN untuk keseahtan, Sementara Pemerintah Indonesia hanya membelanjakan 3,8% - 5,1% anggaran pemerintah (termasuk APBD) untuk kesehatan (WHO, 2006) 3. Sedangkan dari APBN, Indonesia mengeluarkan hanya sekitar 2-3% APBN untuk kesehatan dalam hampir 40 tahun terakhir. Rendahnya belanja kesehatan Indonesia merupakan salah satu indikator rendahnya komitmen pemerintah dan lemahnya kebijakan kesehatan. Di sisi lain, di rumah sakit publik sekalipun, rakyat yang tidak miskin tidak tahu berapa biaya yang harus dibayarnya sampai ia selesai dirawat. Umumnya rakyat terpaksa bayar, pinjam dari teman atau sanak family, menjual harta benda bahkan menuri untuk membiayai pengobatan. Berbeda dengan di Malaysia, Thailand, dan Sri Lanka yang seluruh rakyatnya sudah dijamin sejak puluhan tahun lalu. Tidaklah mengherankan, jika akhirnya rakyat mencari pengobatan tradisional atau tidak berobat ke tidak rasional seperti ke Ponari karena ketiadaan uang, yang berakhir dengan buruknya kualitas SDM, tingginya angka kematian dan rendahnya usia harapan hidup. Ibu hamil dan anak balita yang sakit dan tidak cukup gizi menimbulkan risiko SDM masa depan karena sekitar 80% otak dibentuk dalam kandungan ibu dan 20% lagi dalam usia balita. Jika pada masa itu, tubuh sakit, apalagi tidak diobati, maka pembentukan otak tertahan. Akibatnya, kita akan menciptakan bangsa yang bodoh di masa depan, yang tidak mampu bersaing dengan bangsa lain. Sebagian bangsa kita sesungguhnya sudah mengalami hal ini akibat sistem pangan dan sistem kesehatan yang sakit. Jika perbaikan jaminan kesehatan dan jaminan pangan yang memadai dilaksanakan sekarang, maka hasilnya baru tampak satu generasi yang akan datang. Jika sekarang kita tidak perbaiki, maka kita akan kalah terus bersaing. Sadikin: Sakit Sedikit Menjadi Miskin Laporan WHO tahun 2006 menunjukkan bahwa kontribusi pemerintah, dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah, untuk belanja kesehatan selama tahun berkisar antara 28,1% - 35,9% dari belanja total kesehatan. Sementara kontribusi pemerintah Muangtai pada kurun waktu yang sama berkisar antara 54,8% - 61,6% dari total belanja kesehatan untuk seluruh rakyat. Di Inggris, Prancis, Australia, dan Taiwan H Thabrany 2 Persiapan RS dalam AKN

3 porsi sumber dana publik mencapai lebih dari 80% dari belanja kesehatan total. Di Indonesia sebaliknya, sebagian besar belanja kesehatan harus ditanggung sendiri oleh tiap keluarga (out of pocket -OOP) yang sangat memberatkan. Penelitian Thabrany, dkk (2000) 4 menunjukkan bahwa 10% rumah tangga termiskin harus membayar 230% penghasilan sebulan untuk sekali dirawat di RS. Penelitian yang dilakukan Thabrany dan Pujiyanto (2000) 5 menunjukkan bahwa proporsi penduduk 10% terkaya yang dirawat inap di rumah sakit mencapai 12 kali lebih tinggi dari proporsi penduduk 10% termiskin yang dirawat. Artinya, RS kita jauh lebih banyak dinikmati oleh yang berduit saja. Apakah Pemerintah tidak perduli yang miskin dan setengah miskin? Puluhan ribu rakyat meninggal di Indonesia tiap tahun, yang mengaku Pancasilais, hanya kerana mereka tidak memiliki uang. Di negeri kapitalis sekalipun, hal itu tidak boleh terjadi. Ruby (2007) 6 dalam disertasinya menemukan bahwa 83% rumah tangga mengalami pemismikan ketika mereka membutuhkan rawat inap. Artinya, sebuah rumah tangga akan jatuh miskin (sadikin, sakit sedikit jadi miskin), ketika sakit dan perlu berobat di RS, meskipun di rumah sakit public yang sudah sebagian dibiyai dengan uang rakyat. Seharusnya Negara menjamin terwujudnya keadilan social, sesuai Pancasia, yang dalam dunia akademik dikenal dengan equity egalitarian. Pemerintah harus menjamin agar setiap penduduk mendapat pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medisnya, bukan sesuai kemampuan kantongnya, you get what you need (Thabrany, ; Wagsatff and Doorslair, ). Seluruh penduduk Muangtai sudah dijamin oleh Pemerintah dengan membayar iuran asuransi ke suatu badan public (Tangcharoensathien, dkk, ; Thangcharoensathien, 2003) 10. Pola Pikir Jangka Pendek Kebanyakan pimpinan bangsa ini masih terjebak kepada kepentingan jangka pendek dengan program-program yang tampak dengan mata seperti membangun gedung kantor yang bagus, taman yang indah, pembelian alat canggih dan sebagainya. Manusianya? Belum mendapat cukup pendanaan. Berapa banyak kebijakan Pemerintah yang member insentif pajak untuk pembangunan SDM? Yang ramai dibahas adalah insentif untuk dunia usaha. Pembangunan SDM masih lebih banyak pada taraf proforma debat publik. Masalah terbesar adalah mindset yang kita miliki. Hampir semua pegawai pemerintah terjebak pada proyek-proyek yang sifatnya tahunan dan didominasi kepentingan sendiri. Memang, membangun SDM butuh investasi jangka panjang, apalagi mulai dari persiapan bahan baku yaitu otak yang tumbuh baik apabila gizi ibu hamil, gizi anak balita, dan tubuh yang selalu sehat. Apabila kita menginginkan pemuda yang cerdas, produktif, berbudi luhur, dan mempunyai komitmen bangsa di usia 24 tahun, ketika mereka selesai kuliah, maka kita harus melakukan investasi selama paling tidak 25 tahun. Memelihara bahan baku SDM tetap bagus, dengan program kesehatan, dan mengasah bahan baku yang bagus berproduksi maksimal, dengan pendidikan dan pelatihan. Apakah politisi mau berfikir selama itu? Target mereka pemilu lima tahunan! Rendahnya Daya Saing Bangsa Indonesia, dan Tingginya Tingkat Korupsi, bisa jadi merupakan dampak Sistem Kesehatan yang Sakit H Thabrany 3 Persiapan RS dalam AKN

4 Sektor swasta juga tidak akan menanam modalnya untuk pembangunan manusia yang hasilnya dipetik setelah tahun. Dengan tidak adanya jaminan/asuransi kesehatan, Pemerintah telah menciptakan kerugian besar jangka panjang, karena banyak rakyat yang sakit tidak mampu berobat dan tidak produktif. Itulah sebabnya, negara-negara maju, yang melek masa depan, cerdas dan visioner, tidak akan membiarkan rakyat yang sakit tidak bisa berobat. Rakyat sakit tidak dijadikan obyek untuk cari uang. Rumah sakit publik tidak dikomersialkan, tetapi dijadikan tempat melayani dan memulihkan rakyat yang sakit untuk bisa berproduksi kembali. Memang dalam jangka pendek, orang sakit akan membayar berapapun yang ditagih rumah sakit. Tidak ada pilihan! Sebab semua orang takut mati. Amat mengherankan, bahwa banyak Pemda yang terkecoh dan maksa rakyat membayar untuk bisa sembuh. Kejam nian! Pemda DKI pernah melakukan hal itu dengan mengubah status RSUD Pasar Rebo, RSUD Cengkareng, dan RS Haji (yang sesungguhnya harta wakaf) menjadi Perseroan Terbatas untuk jualan layanan kepada rakyatnya yang sakit. Bukannya meringankan, pemda DKI justeru menambah beban rakyat yang sakit dan memiskinkan rakyatnya. Sampai saat ini, jangankan memikirkan kepentingan bangsa jangka panjang, maih banyak diantara kita yang memihak kepada rakyat yang sedang sakit saja, yang jangka pendek tetapi bukan kepentingan diri sendiri, masih tega memberikan layanan rumah sakit dengan lebih kuat pertimbangan uang. Banyak diantara kita yang tidak merasa prihatin atas banyaknya rakyat yang sakit yang tidak mampu membayar biaya berobat (tidak selalu yang miskin) dan bahkan masih banyak rumah sakit publik (rumah sakit pemerintah atau yang dibiayai dari dana APBN/APBD) yang masih mengutamakan uang muka dari pelayanan. Mentalitas pejabat publik kita masih banyak yang lebih cocok disebut mentalitas pengusaha ketimbang pelayanan publik yang dalam bahasa Inggrisnya pegawai negeri disebut civil servant untuk menekankan bahwa tugas utamanya adalah pelayanan publik. Apa yang harus diubah? Yang paling terpercaya adalah mengembangkan sebuah sistem jaminan sosial yang sudah terbukti ampuh di seluruh dunia. Sistem jaminan sosial mencakup jaminan agar penduduk memenuhi berbagai kebutuhan dasar untuk hidup produktif (lebih dahulu) dan hidup sejahtera (senang dan rendah risiko). Pendanaan sebuah sistem jaminan sosial dapat dilakukan bersamaan dengan pungutan pajak penghasilan, dan karenanya tingkat pajak menjadi cukup tinggi. Indonesia tampaknya tidak menuju cara ini. Alternatif kedua adalah mengembangkan sistem jaminan sosial yang dananya dipisahkan dari dana pajak penghasilan. Sistem ini mirip dengan sistem pajak penghasilan, yaitu pungutan sebagian (persentase) penghasilan untuk program jaminan sosial yang disebut iuran wajib. Hanya saja, uang dari iuran wajib hanya digunakan untuk mendanai penyelenggaraan program jaminan sosial. Konsep Dasar Sistem Jaminan Sosial di Indonesia. Amanat Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Tap X tahun 2001 dan amandemen UUD45 tahun 2002 telah menugaskan Pemerintah untuk mengembangkan sebuah Sistem Jaminan Sosial Nasional. Pasal 34 ayat 2 UUD45 berbunyi Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan penduduk yang tidak mampu... Rumusan lebih lanjut tugas negara ini sudah diatur dalam UU SJSN nomor 40/2004. Mengapa belum dijalankan? Tugas mahasiswa dan para H Thabrany 4 Persiapan RS dalam AKN

5 pemuda antara lain mendorong agar Pemerintah dan pengusaha menjalankan UU SJSN dengan konsisten. Mengapa, karena generasi mudalah yang akan paling membutuhkan dan menikmasi SJSN. Konsep dasar SJSN mengambil prinsip-prinsip universal sistem jaminan sosial (social security) yang lazim diperkenalkan oleh Organisasi Buruh Sedunia (ILO) sesuai Konvensi ILO nomor 152. Prinsipnya adalah memberikan jaminan dasar kepada seluruh penduduk, yang dimulai dari penjaminan tenaga kerja di sektor formal dan penduduk miskin kemudian diperluas ke tenaga kerja di sektor informal. Pentahapan model ini merupakan pola umum yang telah dilakukan negara-negara yang lebih maju dari Indonesia. Pendaan SJSN bertumpu pada tiga pilar utama yaitu (1) asuransi sosial dan (2) tabungan wajib (provident fund) bagi peserta yang memiliki penghasilan serta (3) bantuan sosial (bantuan iuran) bagi penduduk miskin dan kurang mampu. Program jaminan dikelompokan menjadi 5 (lima) program yaitu jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. Program JHT membayarkan uang tunai menjelang seorang tenaga kerja memasuki masa pensiun untuk beli rumah tinggal ataupun modal usaha. Program jaminan pensiun membayarkan uang pensiun bulanan guna memenuhi kebutuhan dasar hidup (diluar kesehatan yang dijamin oleh program jaminan kesehatan). Dengan skenario ini, nantinya seluruh penduduk, baik petani, nelayan, pedagang, pegawai negeri maupun pegawai swasta akan memiliki asuransi kesehatan dan pensiun yang setara. Secara piramidal, jaminan sosial di Indonesia dibangun diatas tiga pilar yaitu dua pilar jaminan dasar dalam SJSN dan satu pilar jaminan tambahan di luar SJSN: Pilar pertama yang tebawah adalah pilar bantuan sosial (social assistance) bagi mereka yang miskin dan tidak mampu atau tidak memiliki penghasilan tetap yang memadai untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak. UU SJSN menggariskan agar dana bantuan sosial dibayarkan Pemerintah dengan membayar iuran bagi yang miskin dan tidak mampu untuk menjadi peserta SJSN. Nanti, ketika ia sudah bekerja, maka bantuan iuran dihentikan dan penduduk ini tetap menjadi peserta SJSN melalui pilar kedua. Jadi bukan model Jamkesmas yang dikelola sendiri oleh Depkes sebagai organ Pemerintah. Pilar kedua adalah pilar asuransi sosial yang merupakan asuransi yang wajib diikuti oleh semua penduduk yang mempunyai penghasilan (diatas garis kemiskinan). Yang tidak memenuhi syarat mendapat bantuan iuran, harus mengiur sendiri. Dengan membayar iuran yang proporsional/persentase penghasilan/upah, setiap orang yang memiliki upah akan mampu bayar. Pilar satu dan pilar kedua ini merupakan fondasi SJSN untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak yang WAJIB diikuti dan diterima oleh seluruh rakyat (pilar jaminan sosial publik). Terlepas dari kemampuan ekonomi, seluruh rakyat harus mendapatkannya. Pilar ketiga adalah pilar tambahan atau suplemen bagi mereka yang menginginkan jaminan yang lebih besar dari kebutuhan dasar. Mereka yang mampu dan menginkan yang lebih akan membeli atau memperoleh jaminan dari pihak swasta yang berbasis sukarela/dagang. Pilar ini dapat diisi dengan membeli asuransi komersial (baik asuransi kesehatan, pensiun, atau asuransi jiwa), tabungan sendiri, membeli saham atau reksadana atau program-program lain yang dapat dilakukan oleh perorangan atau kelompok seperti investasi saham atau membeli properti sebagai tabungan bagi dirinya atau keluarganya. H Thabrany 5 Persiapan RS dalam AKN

6 Setelah melalui proses panjang, UU SJSN (Nomor 40/2004) diundangkan Presiden Megawati pada hari terakhir beliau berada di Istana, untuk pengatur penyelenggaraan SJSN memenuhi Pilar I dan Pilar II. Esensi AKN dalam SJSN Apa sebenarnya esensi RUU SJSN? Orang-orang yang mau berfikir jernih dan mempelajari dengan seksama UU SJSN dapat menarik kesimpulan bahwa UU SJSN BUKAN sistem baru, tetapi perbaikan dan perluasan sistem jaminan sosial di Indonesia. Esensi pertama UUSJSN adalah upaya membuat kesamaan jaminan sosial (platform yang sama) bagi pegawai negeri, pegawai swasta, dan pekerja di sektor informal (istilah yang digunakan UU SJSN adalah pekerja yang tidak menerima upah). Esensi kedua kedua UUSJSN adalah mengubah status badan hukum Badan Penyelenggara yang sekarang berbentuk PT Persero (PT Taspen, PT ASABRI, PT Askes dan PT Jamsostek) yang mencari laba untuk Pemerintah menjadi Badan-badan Hukum Khusus Penyelenggara Jaminan Sosial yang tidak mencari laba (not for profit). Bukan berarti badan baru harus merugi atau tidak boleh punya laba/surplus. Surplus harus dicari, tetapi seluruh surplus harus dikembalikan kepada peserta, bukan ke pemegang saham (Pemerintah). Dalam hal ini, yang diatur UU SJSN sama dengan usulan revisi RUU Jamsostek yang dituntut Forum Bipartit. Jadi, seharusnya orang-orang Jamsostek segera mengimplementasi UU SJSN. Hakikatnya UU SJSN meluruskan kekeliruan pengelolaan jaminan sosial, yang menurut UU No 2/1992 tentang Asuransi harus dikelola oleh BUMN. Mengapa tidak swasta? Pengalaman di seluruh dunia membuktikan bahwa swasta gagal menyelenggarakan jaminan sosial yang adil dan merata (equity/ekuitas) karena terjadi market failure. Esensi ketiga UU SJSN adalah memastikan bahwa dana yang terkumpul dari iuran wajib dan hasil surplusnya dikelola HANYA untuk kepentingan peserta. Iuran, akumulasi iuran, dan hasil pengembangannya adalah dana titipan peserta dan bukan penerimaan (revenue) atau aset badan penyelenggara. Ini adalah prinsip Dana Amanat (Trust Fund) yang dituntut forum dalam usual Revisi UU Jamsostek. Esensi keempat adalah memastikan agar pihak kontributor atau pengiur atau tripartit (yaitu tenaga kerja, majikan, dan pemerintah) memiliki kendali kebijakan tertinggi/kenijakan umum yang diwujudkan dalam bentuk Dewan Jaminan Sosial Nasional (yang merupakan sebuah Majelis Wali Amanat) yang diwakili wakil pekerja, wakil pemberi kerja, wakil masyarakat/ahli, dan wakil pemerintah. Dalam hal Jaminan/Asuransi Kesehatan, RUU SJSN menggariskan penyelenggaraan asuransi kesehatan bagi semua penduduk, dan karenanya disebut Asuransi Kesehatan Nasional (AKN). Rancangan SJSN mempersiapkan jaminan kesehatan yang sama antara pegawai swasta, pegawai negeri maupun yang bekerja mandiri beserta anggota keluarganya. Jaminan kesehatan tidak lagi dibatasi sampai anak kedua atau ketiga, karena pada hakikatnya setiap penduduk Indonesia mempunyai hak yang sama. Guna mempercepat cakupan kepada seluruh penuduk, RUU memungkinkan seorang tenaga kerja menjamin orang tuanya dengan menambah iuran sebesar 1% dari upah/gaji kotornya sebulan. Dengan paket jaminan yang sama (pelayanan medis) untuk semua orang, RUU SJSN akan sangat memudahkan dokter dan fasilitas kesehatan memahami berbagai aspek administrasi dan jaminan kesehatan. Hal ini akan menghemat tenaga dan waktu bagi para dokter dan fasilitas kesehatan lain. H Thabrany 6 Persiapan RS dalam AKN

7 Yang Dapat Dilakukan Segera Kabinet SBY II harus menjalankan UU SJSN. Jika tidak, maka para pejabatnya melanggar dan lalai menjalankan UU SJSN yang sudah lima tahun tidak dijalankan. Dalam UU SJSN sudah diatur sebuah sistem yang egaliter dan bisa menghasilkan kepuasan yang memadai. Tergantung pelaksanaannya oleh aparat, UU tersebut sudah meletakan fondasi agar kecukupan dana mengacu pada harga keekonomian yang sepadan dengan sektor lain dan yang menjamin kepuasan paling sedikit 75% penduduk. Dengan mobilisasi dana melalui iuran wajib peserta bagi yang berpenghasilan tetap sebesar 5% sduah memadai. Majikan mengiur 3% upah dan karyawan mengiur 2% upah yang dipotong tiap bulan, sudah mampu mendorong kompetisi yang sehat. Pekerja menambah iuran dengan tambahan potongan 1% dari upahnya untuk anak ke empat dan seterusnya untuk tambahan tiap orang dan atau orang tua atau mertua mereka. Selain itu, Pemerintah dan Pemda wajib bersama-sama mengiur senilai 80% nominal rata-rata iuran pekerja dan majikan untuk menjamin penduduk miskin dan tidak mampu. Jadi sebagian pendanaan dari APBN dan APBD untuk bantuan sosial (dalam bentuk bantuan iuran) dan program kesehatan masyarakat, seperti promosi kesehatan dan pencegahan berbagai penyakit menular dan kronis yang harus terus ditingkatkan sebanyak 30% setahun. Dengan pola itu, target total belanja kesehatan sebesar 5% PDB pada tahun 2014 dapat dicapai. Program kesehatan masyarakat yang manfaatnya tidak bersifat perorangan tetapi dinikmati oleh komunitas harus dibiayai cukup dari APBN/APBD. Program seperti promosi kesehatan untuk mengubah prilaku hidup sehat, tidak merokok, makan gizi seimbang, penyehatan lingkungan dan sebagainya sudah cukup jika didanai dari 1% APBN/APBD. Dana publik harus digali dari pajak langsung dan pajak tidak langsung. Harus ada kelompok yang mampu mengubah kebijakan Pemerintah agar dana paling sedikit 50% dana cukai rokok yang diatur UU Cukai tahun 2007 digunakan untuk promosi kesehatan dan bantuan iuran AKN. Badan penyelengara jaminan sosial harus mengelola dana iuran wajib secara transparan dan akuntabel. Harus dibentuk Dewan Pengawas di Pusat dan di Daerah agar BPJS bekerja benar dan pemilihan piminan BPJS dilakukan secara transparan. Yang paling efektif adalah BPJS memberlakukan otonomi bertanggung jawab pada tiap provinsi. Pemda jangan berebut mengurus BPJS, karena pejabat Pemda harus mengurus pemerintahan dan membantu bayar iuran bagi yang miskin dan tidak mampu. Pengelolaan AKN harus diserahkan kepada orang yang ahli dan berpengalaman. Pengelolaan BPJS adalah transformasi PT Persero yang ada dengan pengelolaan korporat, bermanajemen swasta tetapi bertujuan pemerataan. Oleh karenaya BPJS tidak boleh dikelola oleh PNS. Tetapi PNS pusat maupun daerah yang kompeten boleh saja berhenti jadi PNS dan pindah menjadi pimpinan atau pegawai BPJS. Begitu juga dengan anggota TNI/Polri. Kompetensi dan profesional, itu kuncinya. Oleh karenanya BPJS harus berorientasi melayani peserta. Dalam UU SJSN, dua BPJS telah ditetapkan yaitu Askes dan Jamsostek yang telah memiliki pengalaman puluhan tahun dan telah memiliki kantor cabang/layanan di hampir semua kota/kabupaten. Tetapi keduanya masih butuh tambahan tenaga untuk bisa melayani seluruh rakyat. Dengan cara profesional BPJS harus membayar fasilitas kesehatan (provider) publik dan swasta dengan cara prospektif per paket layanan, per dianosis, per hari rawat, H Thabrany 7 Persiapan RS dalam AKN

8 atau kapitasi yang besarnya sama untuk suatu wilayah. Untuk layanan primer di puskesmas, klinik, atau praktik dokter keluarga, pembayaran kapitasi menjadi pilihan terbaik. Peserta bebas memilih puskesmas, klinik, atau dokter praktik untuk dijadikan dokter keluarga yang akan dibayar secara kapitasi. Dengan demikian akan terjadi kompetisi dalam pelayanan kepada peserta sehingga fasilitas kesehatan yang tidak mampu melayani peserta dengan baik akan bangkrut dengan sendirinya. Hanya saja, untuk keadilan, karena fasilitas kesehatan swasta tidak mendapat dana investasi dan gaji pegawai dari APBN/APBD, maka jika peserta memilih berobat ke fasilitas kesehatan swasta, maka ia wajib membayar urun biaya 20% tambahan untuk rawat inap dengan maksimum urun biaya Rp 1 juta dan membayar urun biaya 30% untuk rawat jalan dengan maksium biaya Rp per kali berobat. Dana urun biaya tersebut sudah mencakup segala biaya pemeriksaan, tindakan medik, dan obat. Fasilitas kesehatan diberi kebebasan menetapkan sendiri formularium obat yang akan disediakan untuk peserta. Pemerintah tidak perlu mengatur harga obat karena fasilitas kesehatan akan bernegosiasi langsung dengan pedagang farmasi dan atau bekerja sama dengan apoteker untuk penyediaan obat dan alat kesehatan habis pakai. Dengan demikian, mekanisme pasar pada sisi delivery bekerja kompetitif dengan kendali pembayaran prospektif. Dengan sendirinya fasilitas kesehatan akan dituntut efisien dan bermutu, jika tidak, maka fasilitas kesehatan tersebut tidak mendapat peserta dan tidak mendapat uang. Dengan model, money follows patients, maka terjadi pemerataan fasilitas dan tenaga kesehatan. Karena dana sudah dijamin untuk semua penduduk, di daerahpun fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan akan dibayar sesuai harga keekonomian. Dokter dan atau fasilitas kesehatan di daerah kecil harus dibayar 20-25% lebih tinggi dari harga dan kualitas yang setara yang diberikan di kota. Kesimpulan Pemerintah sudah mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional yang mencakup jaminan kesehatan yang akan berlaku secara nasional dan untuk menjamin portabilitas, maka penyelenggaraanya haruslah oleh suatu BPJS Nasional. Sistem ini, merupakan solusi Rasional dan Nasional untuk menjamin agar seluruh penduduk memiliki asuransi kesehatan dan mendapatkan pelayanan kesehatan, terlepas dari perbedaan ras, agama, kemampuan ekonomi, dan faktor-faktor lain. Pada hakikatnya UU SJSN meluruskan kekeliruan penyelenggaraan sistem asuransi kesehatan sosial yang lama dengan menyusun platform jaminan sosial yang sama/setara untuk semua penduduk. Inilah hakikat dari rumusan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat. Sayangnya sudah lima tahun ini UU SJSN tidak dijalankan karena masih belum difahaminya esensi UU SJSN dan masih kuatnya tarik-menarik kepentingan kelompok kecil. Yang rugi adalah bangsa Indonesia yang terancam tidak kompetitif karena tidak ada jaminan kecukupan gizi dan kesehatan. Meskipun demikian, Kabinet SBY II punya kesempatan untuk menjalankan dengan benar perintah UU SJSN. Sebagaimana pernyataan SBY dalam urusan KPK dan Polisi, SBY harus taat hukum, taat undangundang, termasuk harus menjalankan UU SJSN. Mahasiswa dan generasi muda harus mampu menjadi pengawal penyelenggaraan AKN sesuai UU SJSN yang konsisten, untuk masa depan bangsa dan SDM yang akan datang. H Thabrany 8 Persiapan RS dalam AKN

9 Referensi 1 Rokx C. dkk. Health Financing in Indonesia: A Reform Road Map. World Bank, Jakarta, WHO, The World Health Report WHO, The World Health Report Working Together for Health. 4 Thabrany, dkk. Telaah Komprehensif Jaminan Pemeliharaan Kesehatan di Indonesia. YPKMI, Jakarta, Thabrany, H dan Pujianto. MKI, YANI, tolong lengkapi ini, lihat makalah saya di MKI yang lalu 6 Rubi, Mahlil. Hubungan Belanja Kesehatan Katastropik Dengan Belanja Protein, Pendidikan, Dan Pemiskinan Di Indonesia, Tahun Disertasi. FKMUI, Januri, Thabrany, H. Dalam Pendanaan Kesehatan dan Alternatif Mobilisasi Dana Masyarakat. Rajagrafindo, Jakarta, Wagsaff A and Doorslair, V.D. Equity in Health Care Financing and Delivery. In Culyer AJ and Newhouse JP (Ed) Handbook of Health Economics, Vol IB. Elsevier Science, BP. Amsterdam, the Netherland, Tangcharoensathien,dkk. Thailand. Dalam Than Sein in Social Health Insurance in Selected Asian Countries. New Delhi, Thangcharoensathien, V. Social Health Insurance in South-East Asia. Makalah disajikan pada Regional Expert Group Meeting on Social Health Insurance, New Delhi, Maret H Thabrany 9 Persiapan RS dalam AKN

Perlu Tekad Baja Untuk Jaminan Sosial

Perlu Tekad Baja Untuk Jaminan Sosial Perlu Tekad Baja Untuk Jaminan Sosial Hasbullah Thabrany 1 Belum lama ini terjadi kerusuhan akibat terlalu Amendemen keempat besarnya minat menjadi pegawai negeri di Departemen UUD 45 telah Keuangan. Dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembiayaan Kesehatan Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan berkesinambungan memegang peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis perencanaan..., Ayu Aprillia Paramitha Krisnayana Putri, FE UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Analisis perencanaan..., Ayu Aprillia Paramitha Krisnayana Putri, FE UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyelenggaraan jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 Pasal 28 H dan Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009

Lebih terperinci

ANALISA UNDANG-UNDANG NO. 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL. Dr. Ahmad Jamaluddin. Dr. Muhammad Bayu Dento, SE

ANALISA UNDANG-UNDANG NO. 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL. Dr. Ahmad Jamaluddin. Dr. Muhammad Bayu Dento, SE ANALISA UNDANG-UNDANG NO. 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL Dr. Ahmad Jamaluddin Dr. Muhammad Bayu Dento, SE Ns. Kokom Komariah, S.Kep PENDAHULUAN Pada tahun 2000, untuk pertama kalinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak pertemuan kesehatan dunia ke 58 yang mengesahkan UHC (universal health coverage) (WHO, 2005), dan laporan kesehatan dunia tahun 2010, yang menemukan peran

Lebih terperinci

JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN (JPK) SEBAGAI SISTEM PENDANAAN KESEHATAN MASYARAKAT DI MASA DEPAN

JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN (JPK) SEBAGAI SISTEM PENDANAAN KESEHATAN MASYARAKAT DI MASA DEPAN JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN (JPK) SEBAGAI SISTEM PENDANAAN KESEHATAN MASYARAKAT DI MASA DEPAN Oleh: HENNI DJUHAENI SEMINAR JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN MASYARAKAT KABUPATEN BANDUNG Januari 2007 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang baik merupakan kebutuhan bagi setiap orang.

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang baik merupakan kebutuhan bagi setiap orang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan kesehatan yang baik merupakan kebutuhan bagi setiap orang. Semua orang ingin dilayani dan mendapatkan kedudukan yang sama dalam pelayanan kesehatan. Dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembiayaan kesehatan melalui pengenalan asuransi kesehatan nasional.

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembiayaan kesehatan melalui pengenalan asuransi kesehatan nasional. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia saat ini sedang mempertimbangkan perlunya reformasi penting dalam pembiayaan kesehatan melalui pengenalan asuransi kesehatan nasional. Asuransi kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pembangunan kesehatan ditentukan antara lain oleh ketersediaan biaya kesehatan. Biaya kesehatan ditinjau dari sisi pemakai jasa pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak atas

Lebih terperinci

Pembiayaan Kesehatan (Health Financing) Universitas Esa Unggul Jakarta 6 Januari 2016 Sesi-13 Ekonomi Kesehatan Kelas 13

Pembiayaan Kesehatan (Health Financing) Universitas Esa Unggul Jakarta 6 Januari 2016 Sesi-13 Ekonomi Kesehatan Kelas 13 Pembiayaan Kesehatan (Health Financing) ade.heryana24@gmail.com Universitas Esa Unggul Jakarta 6 Januari 2016 Sesi-13 Ekonomi Kesehatan Kelas 13 The Questions are... Dari mana pembiayaan kesehatan berasal?

Lebih terperinci

Sistem Jaminan Sosial, Peluang dan Tantangan

Sistem Jaminan Sosial, Peluang dan Tantangan Sistem Jaminan Sosial, Peluang dan Tantangan KOMPAS/LUCKY PRANSISKA / Kompas Images Sejumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) yang dideportasi dari Malaysia menjalani pemeriksaan kesehatan setibanya di Pelabuhan

Lebih terperinci

Tabel 1. Perbandingan Belanja Kesehatan di Negara ASEAN

Tabel 1. Perbandingan Belanja Kesehatan di Negara ASEAN 14 Tabel 1. Perbandingan Belanja Kesehatan di Negara ASEAN Negara Belanja kesehatan terhadap % PDB Belanja kesehatan pemerintah terhadap % total belanja kesehatan Malaysia 4,3 44,1 Thailand 4,1 74,3 Filipina

Lebih terperinci

Transformasi BPJS 2. September 2011

Transformasi BPJS 2. September 2011 Transformasi BPJS 2 September 2011 1 Transformasi BPJS 2 (1) RUU BPJS disahkan menjadi UU Nov 2011 Ijin prakarsa pembuatan dan revisi PP terkait JHT dan JP Proses konsultasi publik terkait harmonisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia. Setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk masyarakat miskin. Untuk itu Negara bertanggung jawab mengatur agar

Lebih terperinci

PERESMIAN BPJS, PELUNCURAN PROGRAM JKN DAN INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN SUMBAR SAKATO, KE JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT

PERESMIAN BPJS, PELUNCURAN PROGRAM JKN DAN INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN SUMBAR SAKATO, KE JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT PERESMIAN BPJS, PELUNCURAN PROGRAM JKN DAN INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN SUMBAR SAKATO, KE JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT Senin, 2 Januari 2014. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik dibutuhkan sarana kesehatan yang baik pula. keinginan yang bersumber dari kebutuhan hidup. Tentunya demand untuk menjadi

BAB I PENDAHULUAN. baik dibutuhkan sarana kesehatan yang baik pula. keinginan yang bersumber dari kebutuhan hidup. Tentunya demand untuk menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum kesehatan merupakan salah satu aspek yang menentukan tinggi rendahnya standar hidup seseorang (Todaro,2000). Oleh karena itu, status kesehatan yang relatif

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL I. UMUM Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diamanatkan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL 1 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL I. UMUM Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diamanatkan

Lebih terperinci

Peran Parlemen dalam Implementasi SJSN- BPJS

Peran Parlemen dalam Implementasi SJSN- BPJS Peran Parlemen dalam Implementasi SJSN- BPJS Oleh: dr. AHMAD NIZAR SHIHAB,SpAn Anggota Komisi IX DPR RI Rakeskesnas, 17 April 2013 Makasar VISI Kementerian Kesehatan MASYARAKAT SEHAT YANG MANDIRI DAN BERKEADILAN

Lebih terperinci

Namanya saja Sistem Jaminan Sosial Nasional, padahal isinya adalah menarik iuran wajib tiap bulan dari masyarakat tanpa pandang bulu.

Namanya saja Sistem Jaminan Sosial Nasional, padahal isinya adalah menarik iuran wajib tiap bulan dari masyarakat tanpa pandang bulu. Namanya saja Sistem Jaminan Sosial Nasional, padahal isinya adalah menarik iuran wajib tiap bulan dari masyarakat tanpa pandang bulu. Banyak orang tertipu dengan UU SJSN dan UU BPJS. Orang mengira ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak asasi setiap individu, hal ini dinyatakan dalam organisasi

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak asasi setiap individu, hal ini dinyatakan dalam organisasi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesehatan adalah hak asasi setiap individu, hal ini dinyatakan dalam organisasi kesehatan sedunia, dan secara nasional dalam amandemen UUD 1945 pada Pasal 28-

Lebih terperinci

Pendanaan Kesehatan di Indonesia: Penyakit Kronis yang Berkomplikasi Kebodohan dan Kemiskinan

Pendanaan Kesehatan di Indonesia: Penyakit Kronis yang Berkomplikasi Kebodohan dan Kemiskinan Pendanaan Kesehatan di Indonesia: Penyakit Kronis yang Berkomplikasi Kebodohan dan Kemiskinan Hasbullah Thabrany 1 Pendahuluan Faktafakta menunjukkan bahwa orang bodoh umumnya melihat kepentingan saat

Lebih terperinci

*15906 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 40 TAHUN 2004 (40/2004) TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*15906 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 40 TAHUN 2004 (40/2004) TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 40/2004, SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL *15906 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 40 TAHUN 2004 (40/2004) TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

Peta Jalan Menuju JAMINAN KESEHATAN NASIONAL didukung oleh:

Peta Jalan Menuju JAMINAN KESEHATAN NASIONAL didukung oleh: Peta Jalan Menuju JAMINAN KESEHATAN NASIONAL 2012-2019 didukung oleh: PETA JALAN MENUJU JAMINAN KESEHATAN NASIONAL 2012-2019 DISUSUN BERSAMA: KEMENTERIAN KOORDINATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT DEWAN JAMINAN

Lebih terperinci

BAB II PENGELOLAAN JAMINAN SOSIAL DI INDONESIA. D. Pengertian dan Dasar Hukum Jaminan Sosial

BAB II PENGELOLAAN JAMINAN SOSIAL DI INDONESIA. D. Pengertian dan Dasar Hukum Jaminan Sosial BAB II PENGELOLAAN JAMINAN SOSIAL DI INDONESIA D. Pengertian dan Dasar Hukum Jaminan Sosial Jaminan sosial adalah perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi anggota-anggotanya untuk resiko-resiko

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha. keamanan dan kepastian terhadap resiko-resiko sosial ekonomi, dan

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha. keamanan dan kepastian terhadap resiko-resiko sosial ekonomi, dan Bab I Pendahuluan 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha 1.1.1 Bentuk Usaha Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tangung jawab dan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan

Lebih terperinci

PERNYATAAN SIKAP PERHIMPUNAN RAKYAT PEKERJA

PERNYATAAN SIKAP PERHIMPUNAN RAKYAT PEKERJA PERNYATAAN SIKAP PERHIMPUNAN RAKYAT PEKERJA Nomor: 374/PS/KP-PRP/e/VIII/11 Tolak UU SJSN, RUU BPJS, dan Jamkesmas sebagai Solusi Jaminan Sosial bagi Rakyat! Tingkatkan Pajak Progresif bagi Korporasi sebagai

Lebih terperinci

Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional

Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional MENTERI Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional Peluncuran Peta jalan Jaminan Kesehatan Nasional 2012-2019 Jakarta, 29 November 2012 1 MENTERI SISTEMATIKA 1. Pendahuluan

Lebih terperinci

OPSI ALTERNATIF: PERCEPATAN CAKUPAN SEMESTA ASURANSI KESEHATAN SOSIAL DI INDONESIA*

OPSI ALTERNATIF: PERCEPATAN CAKUPAN SEMESTA ASURANSI KESEHATAN SOSIAL DI INDONESIA* OPSI ALTERNATIF: PERCEPATAN CAKUPAN SEMESTA ASURANSI KESEHATAN SOSIAL DI INDONESIA* Soewarta Kosen, Tati Suryati dan Muh. Karyana PusLitBang Sistem dan Kebijakan Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

UNIVERSAL HEALTH COVERAGE BAGI SEKTOR INFORMAL

UNIVERSAL HEALTH COVERAGE BAGI SEKTOR INFORMAL KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL UNIVERSAL HEALTH COVERAGE BAGI SEKTOR INFORMAL Dr. Ir. Lukita Dinarsyah Tuwo, MA Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, dan aspek-aspek lainnya. Aspek-aspek ini saling berkaitan satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, dan aspek-aspek lainnya. Aspek-aspek ini saling berkaitan satu dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbicara tentang kesejahteraan sosial sudah pasti berkaitan dengan seluruh aspek kehidupan masyarakat, baik dari segi ekonomi, sosial, politik, pendidikan, kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut World Health Organization tahun 2011 stroke merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut World Health Organization tahun 2011 stroke merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Health Organization tahun 2011 stroke merupakan penyebab kematian ketiga (10%) di dunia setelah penyakit jantung koroner (13%) dan kanker (12%) dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Evaluasi pelaksanaan..., Arivanda Jaya, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Evaluasi pelaksanaan..., Arivanda Jaya, FE UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelayanan kesehatan merupakan salah satu hak mendasar masyarakat yang penyediaannya wajib diselenggarakan oleh pemerintah sebagaimana telah diamanatkan dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL Pertimbangan atau alasan disusunnya UU SJSN: a. Bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dengan tujuan menjamin kesehatan bagi seluruh rakyat untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dengan tujuan menjamin kesehatan bagi seluruh rakyat untuk memperoleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universal Health Coverage (UHC) merupakan isu penting yang telah ditetapkan WHO (World Health Organization) bagi negara maju dan negara berkembang sehingga penting

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia menunjukkan komitmen yang tinggi untuk menjalankan amanat konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 dalam mewujudkan kesejahteraan sosial

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap orang berhak atas jaminan

Lebih terperinci

KOALISI MASYARAKAT UNTUK KESEHATAN. Usulan Untuk Amendemen UUD 45 dan GBHN. Hak Terhadap Pelayanan Kesehatan 1

KOALISI MASYARAKAT UNTUK KESEHATAN. Usulan Untuk Amendemen UUD 45 dan GBHN. Hak Terhadap Pelayanan Kesehatan 1 KOALISI MASYARAKAT UNTUK KESEHATAN Usulan Untuk Amendemen UUD 45 dan GBHN Hak Terhadap Pelayanan Kesehatan 1 Prolog Beberapa tahun lalu seorang ibu mengalami kecelakaan di Lampung, namun sesampainya di

Lebih terperinci

Jaminanan Kesehatan Nasional Dalam SJSN 1

Jaminanan Kesehatan Nasional Dalam SJSN 1 Jaminanan Kesehatan Nasional Dalam SJSN 1 Hasbullah Thabrany 2 Pendahuluan Setelah lebih dari tiga tahun menjadi teka-teki, akhirnya pada tanggal 26 Januari 2004 RUU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 150, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456).

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 150, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456). LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 150, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL

Lebih terperinci

BPJS Kesehatan, Supply, dan Demand Terhadap Layanan Kesehatan. Oleh: Novijan Janis. Kepala Subbidang Analisis Risiko Ekonomi, Keuangan, dan Sosial

BPJS Kesehatan, Supply, dan Demand Terhadap Layanan Kesehatan. Oleh: Novijan Janis. Kepala Subbidang Analisis Risiko Ekonomi, Keuangan, dan Sosial BPJS Kesehatan, Supply, dan Demand Terhadap Layanan Kesehatan Oleh: Novijan Janis Kepala Subbidang Analisis Risiko Ekonomi, Keuangan, dan Sosial Email: janis912@gmail.com Pendahuluan Pemerintah telah mencanangkan

Lebih terperinci

Kebijakan Umum Prioritas Manfaat JKN

Kebijakan Umum Prioritas Manfaat JKN Kebijakan Umum Prioritas Manfaat JKN dr. Sigit Priohutomo, MPH KETUA DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL (DJSN) Jakarta, 8 April 2017 1 Mengenal DJSN UU 40 Tahun 2004 tentang SJSN Untuk penyelenggaraan SJSN

Lebih terperinci

Indonesia National Health Accounts Dipaparkan dalam Kongres InaHEA Intercontinental Mid Plaza Hotel Jakarta Rabu, 8 April 2015

Indonesia National Health Accounts Dipaparkan dalam Kongres InaHEA Intercontinental Mid Plaza Hotel Jakarta Rabu, 8 April 2015 Indonesia National Health Accounts 2012 Dipaparkan dalam Kongres InaHEA Intercontinental Mid Plaza Hotel Jakarta Rabu, 8 April 2015 Bagaimana Pengeluaran Kesehatan Indonesia? Expenditure 2005 2006 2007

Lebih terperinci

ESENSI DAN UPDATE RENCANA PENYELENGGARAAN BPJS KESEHATAN 1 JANUARI 2014

ESENSI DAN UPDATE RENCANA PENYELENGGARAAN BPJS KESEHATAN 1 JANUARI 2014 ESENSI DAN UPDATE RENCANA PENYELENGGARAAN BPJS KESEHATAN 1 JANUARI 2014 OLEH : DR.CHAZALI H. SITUMORANG, APT, M,Sc / KETUA DJSN SJSN: Reformasi Jaminan Sosial TATA CARA SJSN PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMSOS

Lebih terperinci

Plus-Minus Perusahaan Bergabung dg JKN Sejak Awal

Plus-Minus Perusahaan Bergabung dg JKN Sejak Awal Plus-Minus Perusahaan Bergabung dg JKN Sejak Awal Hasbullah Thabrany Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan, Universitas Indonesia Email: hasbullah.thabrany@cheps.or.id Universitas Indonesia, School

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah hak dasar setiap individu dan semua warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk masyarakat miskin (pasal 28H UUD 1945). Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Kesehatan merupakan hak bagi setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan sosial sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan sosial sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan sosial sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Hal ini juga menjadi

Lebih terperinci

Arim Nasim, Ketua Lajnah Maslahiyah DPP HTI

Arim Nasim, Ketua Lajnah Maslahiyah DPP HTI Arim Nasim, Ketua Lajnah Maslahiyah DPP HTI Hizbut Tahrir Indonesia merupakan salah satu elemen bangsa ini yang secara konsisten menolak Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) dan Undang

Lebih terperinci

Masalah dan Tantangan Pendanaan dan Pembiayaan Kesehatan di Indonesia

Masalah dan Tantangan Pendanaan dan Pembiayaan Kesehatan di Indonesia Masalah dan Tantangan Pendanaan dan Pembiayaan Kesehatan di Indonesia Hasbullah Thabrany Email: hasbullah.thabrany@cheps.or.id Sistematika 1. Kondisi dan Tantangan Kesehatan Indonesia 2. Upaya-upaya yang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN BPJS DAN UNIVERSAL COVERAGE DENGAN SISTEM PEMBAYARAN PROVIDER DALAM SISTEM JAMINAN KESEHATAN. Yulita Hendrartini

PERKEMBANGAN BPJS DAN UNIVERSAL COVERAGE DENGAN SISTEM PEMBAYARAN PROVIDER DALAM SISTEM JAMINAN KESEHATAN. Yulita Hendrartini PERKEMBANGAN BPJS DAN UNIVERSAL COVERAGE DENGAN SISTEM PEMBAYARAN PROVIDER DALAM SISTEM JAMINAN KESEHATAN Yulita Hendrartini 1 Latar Belakang Salah satu masalah dalam pembiayaan kesehatan di Indonesia:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN II. POKOK PEMBICARAAN

I. PENDAHULUAN II. POKOK PEMBICARAAN LAPORAN SINGKAT KOMISI IX DPR RI (BIDANG DEPARTEMEN KESEHATAN, DEPARTEMEN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI, BADAN PENGAWAS OBAT & MAKANAN, DAN BKKBN) -----------------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

Dillemma Iuran : Nominal vs Prosentasi dalam Sistem Jaminan Kesehatan

Dillemma Iuran : Nominal vs Prosentasi dalam Sistem Jaminan Kesehatan Dillemma Iuran : Nominal vs Prosentasi dalam Sistem Jaminan Kesehatan Dipresentasikan oleh: Dr. Theresia Ronny Andayani, MPH, Drg Dalam Mukernas IAKMI XII dan Symposium Nasional Penguatan Kepemimpiman

Lebih terperinci

a. Financing dan Delivery

a. Financing dan Delivery II. Proses Desain III. KONDISI SISTEM SEKARANG a. Financing dan Delivery Faskes Swasta Kasta Diskriminasi Two tiers Motivasi Subsidi faskes Publik Rendah Rakyat dipaksa Bayar RS Publik Pemiskinan Tarif

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK PENELITIAN

BAB 3 OBJEK PENELITIAN 27 BAB 3 OBJEK PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Dengan sistem penyelenggaraan yang semakin maju, program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tidak hanya memberikan manfaat kepada pekerja dan pengusaha

Lebih terperinci

BAB III BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN. menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor

BAB III BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN. menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor BAB III BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN A. Sejarah Berdirinya BPJS Kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS merupakan lembaga yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Perusahaan Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tanggung jawab dan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat

Lebih terperinci

Rumah Sakit Perjan: Konsep Salah Kaprah

Rumah Sakit Perjan: Konsep Salah Kaprah Rumah Sakit Perjan: Konsep Salah Kaprah Hasbullah Thabrany 1 Jika kita memperhatikan prilaku masyarakat Indonesia, maka terdapat dua perbedaan sikap yang sangat menyolok terhadap dua jenis institusi sosial

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. orang per orang, tetapi juga oleh keluarga, kelompok dan bahkan masyarakat. Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. orang per orang, tetapi juga oleh keluarga, kelompok dan bahkan masyarakat. Dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya keadaan sehat adalah kehendak semua pihak, tidak hanya oleh orang per orang, tetapi juga oleh keluarga, kelompok dan bahkan masyarakat. Dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

ISU STRATEGIS, TANTANGAN DAN KENDALA PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN. Dewan Jaminan Sosial Nasional

ISU STRATEGIS, TANTANGAN DAN KENDALA PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN. Dewan Jaminan Sosial Nasional ISU STRATEGIS, TANTANGAN DAN KENDALA PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN Dewan Jaminan Sosial Nasional Jakarta, 31 Maret 2016 1 PROGRAM JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN 2 SEBELUM 1 JANUARI

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Mengapa RUU tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) perlu segera disusun? Apakah peraturan perundang-undangan yang menjadi

Lebih terperinci

Suplai Sumber Daya Manusia untuk Asuransi Kesehatan Nasional

Suplai Sumber Daya Manusia untuk Asuransi Kesehatan Nasional Suplai Sumber Daya Manusia untuk Asuransi Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany 1 Pendahuluan Pada tahun 1968, ketika asuransi kesehatan untuk pegawai negeri secara formal pertama kali diluncurkan, Menteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berikut tuntutan penanganan berbagai persoalan yang belum

BAB I PENDAHULUAN. berikut tuntutan penanganan berbagai persoalan yang belum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dinamika pembangunan bangsa Indonesia telah menumbuhkan tantangan berikut tuntutan penanganan berbagai persoalan yang belum terpecahkan. Salah satunya adalah penyelenggaraan

Lebih terperinci

JAMINAN KESEHATAN SUMATERA BARAT SAKATO BERINTEGRASI KE JAMINAN KESEHATAN MELALUI BPJS KESEHATAN

JAMINAN KESEHATAN SUMATERA BARAT SAKATO BERINTEGRASI KE JAMINAN KESEHATAN MELALUI BPJS KESEHATAN JAMINAN KESEHATAN SUMATERA BARAT SAKATO BERINTEGRASI KE JAMINAN KESEHATAN MELALUI BPJS KESEHATAN Pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan hidup sehat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak atas

Lebih terperinci

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya Pelayanan Kesehatan Berkualitas untuk Semua Pesan Pokok 1. Pelayanan kesehatan di Indonesia telah membaik walaupun beberapa hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini, penulis akan menguraikan latar belakang penelitian, rumusan masalah,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini, penulis akan menguraikan latar belakang penelitian, rumusan masalah, BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini, penulis akan menguraikan latar belakang penelitian, rumusan masalah, batasan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

Analisa Media Edisi Januari 2014

Analisa Media Edisi Januari 2014 Karut Marut BPJS Awal tahun 2014, pemerintah resmi menjalankan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Ketenagakerjaan. Berlakunya BPJS merupakan implementasi UU No. 24 tahun 2011 tentang

Lebih terperinci

Implementasi Program Jaminan Sosial untuk Pekerja Indonesia

Implementasi Program Jaminan Sosial untuk Pekerja Indonesia Implementasi Program Jaminan Sosial untuk Pekerja Indonesia KANTOR CABANG JAKARTA MANGGADUA KANTOR CABANG PERINTIS JAKARTA CENGKARENG NIDYA ROESDAL Bandung, 19 April 2018 Konvensi Internasional dan Amanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika pembangunan bangsa Indonesia telah menumbuhkan tantangan berikut tuntutan penanganan berbagai persoalan. Salah satu persoalan tersebut adalah penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan rehabilitasi dengan mendekatkan pelayanan pada masyarakat. Rumah sakit

BAB 1 PENDAHULUAN. dan rehabilitasi dengan mendekatkan pelayanan pada masyarakat. Rumah sakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang kompleks dan mempunyai fungsi luas menyangkut fungsi pencegahan, penyembuhan dan rehabilitasi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pendanaan kesehatan merupakan kunci utama dalam suatu sistem kesehatan di berbagai negara. Meskipun masih terdapat pro-kontra, laporan WHO tahun 2000 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

PENELITIAN TENTANG KEPESERTAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN DAERAH DI JAWA TIMUR. Ole DR. INDASAH.,Ir.,M.Kes

PENELITIAN TENTANG KEPESERTAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN DAERAH DI JAWA TIMUR. Ole DR. INDASAH.,Ir.,M.Kes PENELITIAN TENTANG KEPESERTAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN DAERAH DI JAWA TIMUR Ole DR. INDASAH.,Ir.,M.Kes PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT STIKES SURYA MITRA HUSADA KEDIRI 2012 1 BAB I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak atas

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5482 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI EKONOMI. Jaminan Sosial. Kesehatan. Aset. Pengelolaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 239) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional untuk tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah Umum BPJS Ketenagakerjaan Pekanbaru

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah Umum BPJS Ketenagakerjaan Pekanbaru BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Umum BPJS Ketenagakerjaan Pekanbaru Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tangung jawab dan kewajiban Negara - untuk memberikan perlindungan

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan. A. Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan. A. Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan A. Latar Belakang Kehidupan adalah sesuatu yang pasti dijalani oleh seseorang yang terlahir di dunia ini. Hidup itu sendiri adalah hak asasi manusia, wajib dijunjung tinggi keberadaannya

Lebih terperinci

Hak Pelayanan Kesehatan dan Forced to Pay

Hak Pelayanan Kesehatan dan Forced to Pay Hak Pelayanan Kesehatan dan Forced to Pay Hasbullah Thabrany Program Studi Kajian Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Beberapa tahun lalu seorang ibu mengalami

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengingat kondisi keuangannya yang tidak mencukupi untuk berobat ke dokter.

BAB 1 PENDAHULUAN. mengingat kondisi keuangannya yang tidak mencukupi untuk berobat ke dokter. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam melaksanakan segala kegiatan atau pekerjaannya, masyarakat dihadapkan pada suatu risiko yang beragam bagi setiap orangnya. Risiko tersebut dapat berupa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Universal Health Coverage (UHC) sebagai bagian dari reformasi sistem kesehatan pada saat ini telah dilaksanakan oleh hampir setengah negara di dunia dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi dan hak asasi manusia, sehingga meningkatnya derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. investasi dan hak asasi manusia, sehingga meningkatnya derajat kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa salah satunya dipengaruhi oleh status kesehatan masyarakat. Kesehatan bagi seseorang merupakan sebuah investasi dan hak asasi

Lebih terperinci

Reformasi Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia

Reformasi Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia Reformasi Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia AHMAD ANSYORI Dewan Jaminan Sosial Nasional Padang, 26 Juni 2015 1 SJSN SJSN adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial untuk kepastian

Lebih terperinci

Produk BPJS Ketenagakerjaan. Orientasi Persiapan Kerja Tahun 2016

Produk BPJS Ketenagakerjaan. Orientasi Persiapan Kerja Tahun 2016 Produk BPJS Ketenagakerjaan Orientasi Persiapan Kerja Tahun 2016 The The 9 PP NOMOR 60/2015 Perubahan atas PP 46/2016 tentang Jaminan Hari Tua 10 PERMENAKER 26/2015 Tata Cara Penyelenggaraan Program JKK,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kebijakan pemerintah memberikan dana pelayanan kesehatan, yang secara implisit merupakan pemahaman pemerintah atas tanggung jawab kepentingan umum. Sebagai negara berkembang,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PROGRAM JAMINAN SOSIAL YANG DISELENGGARAKAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya. yang tidak mampu untuk memelihara kesehatannya maka pemerintah mengambil

BAB I PENDAHULUAN. berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya. yang tidak mampu untuk memelihara kesehatannya maka pemerintah mengambil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Pemerintah sebagai instansi tertinggi yang bertanggungjawab atas pemeliharaan harus pula

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA. EKONOMI. Jaminan Sosial. Kesehatan. Aset. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5482)

LEMBARAN NEGARA. EKONOMI. Jaminan Sosial. Kesehatan. Aset. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5482) No.239, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Jaminan Sosial. Kesehatan. Aset. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5482) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kesehatan merupakan kebutuhan mendasar dari setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kesehatan merupakan kebutuhan mendasar dari setiap manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kesehatan merupakan kebutuhan mendasar dari setiap manusia untuk dapat hidup layak, produktif, serta mampu bersaing untuk meningkatkan taraf hidupnya. Namun demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan dalam bidang ketenagakerjaan merupakan bagian dari usaha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan dalam bidang ketenagakerjaan merupakan bagian dari usaha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan dalam bidang ketenagakerjaan merupakan bagian dari usaha sumber daya manusia yang diarahkan pada tujuan meningkatkan harkat, martabat dan kemampuan manusia.

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI SJSN. Rapat Pakar tentang Jaminan Sosial dan Landasan Perlindungan Sosial: Belajar dari Pengalaman Regional

IMPLEMENTASI SJSN. Rapat Pakar tentang Jaminan Sosial dan Landasan Perlindungan Sosial: Belajar dari Pengalaman Regional IMPLEMENTASI SJSN Rapat Pakar tentang Jaminan Sosial dan Landasan Perlindungan Sosial: Belajar dari Pengalaman Regional DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL Jakarta, 12 Desember 2011 1 Latar belakang SJSN SJSN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia yang ditetapkan

PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia yang ditetapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia yang ditetapkan dalam human development indeks (HDI) oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. 1 Dengan kondisi yang sehat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 146 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Dari data survey baik dan IFLS 2000 dan 2007 serta SUSENAS 2009 dan 2010 dapat disimpulkan bahwa terdapat kemajuan dalam pembangunan kesehatan dari tahun ke

Lebih terperinci

Kata Kunci : BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, dan Jaminan Sosial

Kata Kunci : BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, dan Jaminan Sosial FUNGSI BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL YANG DI ATUR OLEH UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2011 DALAM MEMBERIKAN JAMINAN KESEHATAN SERTA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KETENAGKERJAAN Suharsin /D 101 09 780

Lebih terperinci