ANALISA UNDANG-UNDANG NO. 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL. Dr. Ahmad Jamaluddin. Dr. Muhammad Bayu Dento, SE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISA UNDANG-UNDANG NO. 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL. Dr. Ahmad Jamaluddin. Dr. Muhammad Bayu Dento, SE"

Transkripsi

1 ANALISA UNDANG-UNDANG NO. 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL Dr. Ahmad Jamaluddin Dr. Muhammad Bayu Dento, SE Ns. Kokom Komariah, S.Kep PENDAHULUAN Pada tahun 2000, untuk pertama kalinya kata-kata kesehatan masuk dalam pasal 28H UUD 45 hasil amandemen tahun 2000 setiap penduduk berhak atas pelayanan kesehatan. Pencantuman hak terhadap pelayanan kesehatan bertujuan untuk menjamin hak-hak kesehatan yang fundamental sesuai dengan deklarasi Hak Asasi Manusia oleh PBB di tahun Penjaminan hak tersebut diperkuat dengan amandemen UUD 45 tanggal 11 Agustus 2002 pasal 34 ayat 2 Negara mengembangkan jaminan sosial bagi seluruh rakyat. Dan ayat 3 Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan. Dengan amandemen tiga pasal tersebut, tugas pemerintah semakin jelas yaitu secara eksplisit menempatkan kesehatan sebagai bagian utama dari pembangunan rakyat yang harus tersedia secara merata bagi seluruh rakyat. KONSEP DASAR Dalam merumuskan konsep jaminan sosial untuk Indonesia, sistem jaminan sosial harus dibangun diatas tiga pilar yaitu: Pilar pertama yang terbawah adalah pilar bantuan sosial (social assistance) bagi mereka yang miskin dan tidak mampu atau tidak memiliki penghasilan tetap yang memadai untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak. Dalam praktiknya, bantuan sosial ini diwujudkan dengan bantuan iuran oleh pemerintah agar mereka yang miskin dan tidak mampu dapat tetap menjadi peserta SJSN. Pilar kedua adalah pilar asuransi sosial yang merupakan suatu sistem asuransi yang wajib diikuti bagi semua penduduk yang mempunyai penghasilan (diatas garis kemiskinan) Tugas Mata Kuliah Kebijakan Kesehatan 1

2 dengan membayar iuran yang proporsional terhadap penghasilannya/upahnya. Pilar satu dan pilar kedua ini merupakan fondasi SJSN untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak yang harus diikuti dan diterima oleh seluruh rakyat (pilar jaminan sosial publik). Pilar ketiga adalah pilar tambahan atau suplemen bagi mereka yang menginginkan jaminan yang lebih besar dari jaminan kebutuhan standar hidup yang layak dan mereka yang mampu membeli jaminan tersebut (pilar jaminan swasta/privat yang berbasis sukarela/dagang). Pilar ini dapat diisi dengan membeli asuransi komersial (baik asuransi kesehatan, pensiun, atau asuransi jiwa), tabungan sendiri, atau program-program lain yang dapat dilakukan oleh perorangan atau kelompok seperti investasi saham, reksa dana, atau membeli properti sebagai tabungan bagi dirinya atau keluarganya. Pada pilar ketiga jaminan kesejahteraan, yang akan dipenuhi adalah keinginan (want, demand) sedangkan pada dua pilar pertama yang dipenuhi adalah kebutuhan (need). Tugas Mata Kuliah Kebijakan Kesehatan 2

3 ANALISA KEBIJAKAN Ada serangkaian komponen, proses, alokasi sumber daya, aktor dan kekuasaan yang berperan di penetapan kebijakan sebagai sebuah sistem. Secara sederhana konsep penetapan kebijakan sebagai sebuah sistem digambarkan oleh Easton dalam pendekatan Model Sistem Easton A system diagram of the policy-making process Environment Environment Inputs Demands Support Resources Policy making Decisions actions Outcomes Outputs Environment Feedback Environment INPUT 1. Demands Sistem Kesehatan Indonesia harus memihak rakyat. Saat ini sistem pembayaran jasa per pelayanan (fee for service) yang diterapkan Indonesia, meskipun pelayanan tersebut disediakan di RS publik. Rakyat yang membayar lebih banyak mendapat pelayanan yang lebih banyak atau lebih baik mutunya, you get what you pay for. Padahal, di seluruh dunia, prinsip keadilan yang merata (setara) atau equity yang digunakan adalah equity egalitarian, yang pada prinsipnya menjamin bahwa setiap penduduk mendapat pelayanan sesuai dengan kebutuhan medisnya (you get what you need), dan bukan sesuai kemampuannya membayar. Tugas Mata Kuliah Kebijakan Kesehatan 3

4 2. Resources Sumber daya adalah asset yang dimiliki oleh Pemerintah untuk memenuhi demand yang telah diajukan. Dalam hal ini sumber daya tersebut adalah a. Adanya badan usaha milik negara yang sudah menyelenggarakan jaminan sosial terbatas seperti PT Jamsostek, PT. ASABRI, PT. ASKES, PT. Taspen sebagai modal infrastruktur awal. b. Kemampuan negara dalam hal keuangan dan sumber daya manusia. 3. Support a. Sistem politik yang kondusif. b. Dukungan masyarakat, akademisi, kelompok profesi, partai politik dan kelompok kepentingan lain. c. Institusi pengembangan SDM kesehatan, mencakup pendidikan, pelatihan, dan penelitian. d. Insitusi Pemberi Layanan Kesehatan mulai dari layanan dasar sampai rujukan. PROSES Tugas Mata Kuliah Kebijakan Kesehatan 4

5 A. Proses Legislasi dan Litigasi 1. Riset a. Status kesehatan penduduk Indonesia, dan perbandingannya dengan negara lain. Laporan World Health Organization (WHO) tahun 2005 menunjukkan bahwa angka kematian bayi di Indonesia masih 46 per kelahiran hidup, sementara di Muangtai 29, Filipina 36, Srilanka 18, dan Malaysia 11 per kelahiran hidup. b. Korelasi status kesehatan dengan kinerja sistem kesehatan, khususnya pendanaan kesehatan. Tahun 2011, anggaran naik menjadi Rp 26,2 triliun atau hampir 3 persen dari APBN Jika mengacu kepada UU Nomor 36 Tahun 2009, anggaran kesehatan seharusnya minimal 5 persen dari APBN. c. Penelitian Thabrany, dkk (2000) menunjukkan bahwa 10% rumah tangga termiskin harus menghabiskan 230% penghasilannya sebulan untuk membiayai sekali rawat inap anggota keluarganya. Sementara keluarga 10% terkaya hanya menghabiskan 120% penghasilan keluarga sebulan untuk membiayai satu kali rawat inap anggota keluarganya. Akibatnya akses terhadap pelayanan rumah sakit menjadi sangat tidak adil, karena penduduk miskin tidak mampu membiayai perawatan. d. Mahlil Rubi (2007) dalam disertasinya menemukan bahwa 83% rumah tangga mengalami pembayaran katastropik ketika satu anggota rumah tangga membutuhkan rawat inap. Artinya, sebuah rumah tangga akan jatuh miskin (sadikin, sakit sedikit jadi miskin), karena harus berhutang atau menjual harta benda untuk biaya berobat di RS, bahkan di rumah sakit publik. 2. Membangun Argumentasi a. Aspek hukum dan hak asasi manusia, yaitu Deklarasi PBB tentang HAM Tahun 1948 dan Konvensi ILO No. 102 Tahun Di Indonesia, jaminan sosial diamanatkan dalam UUD Tahun 1945 dan perubahannya Tahun 2002, Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), serta pasal 34 ayat (1) dan ayat (2). b. Kondisi sistem kesehatan Indonesia yang sangat tidak memihak kepada rakyat. Hal ini tercermin dari sistem pembayaran jasa per pelayanan (fee for service) yang diterapkan Indonesia, meskipun pelayanan tersebut di sediakan di RS publik. Sehingga rakyat Indonesia menghadapi ketidak-pastian (uncertainty) dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Di rumah sakit publik sekalipun, rakyat tidak tahu berapa biaya yang harus dibayarnya jika ia atau seorang keluarganya dirawat, Tugas Mata Kuliah Kebijakan Kesehatan 5

6 sampai ia keluar dari rumah sakit. Tidak jarang jika kemudian akhirnya rakyat mencari pengobatan tradisional atau tidak berobat karena ketiadaan uang, yang berakhir dengan tingginya angka kematian dan rendahnya usia harapan hidup. c. Sistem kesehatan di Indonesia jauh dari cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Rakyat kecil sangat terbebani dengan sistem kesehatan yang diperdagangkan. Rakyat yang membayar lebih banyak mendapat pelayanan yang lebih banyak atau lebih baik mutunya, you get what you pay for. Padahal, di seluruh dunia, prinsip keadilan yang merata (setara) atau equity yang digunakan adalah equity egalitarian, yang pada prinsipnya menjamin bahwa setiap penduduk mendapat pelayanan sesuai dengan kebutuhan medisnya (you get what you need), dan bukan sesuai kemampuannya membayar. d. Berbagai Penelitian menunjukkan bahwa kesenjangan pelayanan (inequity, ketidakadilan/ketidak-setaraan) hanya dapat diperkecil dengan memperbesar porsi pendanaan publik, baik melalui APBN (tax funded) maupun melalui sistem asuransi kesehatan sosial. Sayangnya, pendanaan kesehatan bersumber pemerintah sangat kecil dan cakupan asuransi kesehatan yang sustainable di Indonesia masih sangat rendah. e. Jaminan sosial merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial yang diselenggarakan negara guna menjamin warga negaranya untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak, sebagaimana dalam Deklarasi PBB tentang HAM Tahun 1948 dan Konvensi ILO No. 102 Tahun Di Indonesia, jaminan sosial diamanatkan dalam UUD Tahun 1945 dan perubahannya Tahun 2002, Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), serta pasal 34 ayat (1) dan ayat (2). 3. Membuat Konsep Tanding a. Tahun 1990-an, muncul konsep JPKM. b. Membuat usulan Strategi Pendanaan Jaminan Kesehatan Indonesia dalam bentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tugas Mata Kuliah Kebijakan Kesehatan 6

7 B. Proses Politik & Birokrasi Lobby, mediasi, kolaborasi, dan hearing dilakukan dengan DPR sebagai lembaga legislatif. Proses ini berlanjut dengan : a. Keluarnya TAP MPR RI No. X/MPR/2001 menugaskan kepada Presiden RI untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional. b. Tap MPR ini direalisasikan dengan dibentuknya Kelompok Kerja Sistem Jaminan Sosial Nasional (Pokja SJSN) Tahun 2001 oleh Wakil Presiden RI (Kepseswapres, No. 7 Tahun 2001, 21 Maret 2001), dengan tugas utama menyiapkan Naskah Akademik (NA) SJSN dan konsep Rancangan Undang-Undang (RUU) SJSN. Kepseswapres tersebut diperbaharui dengan Keppres No. 20 Tahun 2002, tanggal 10 April 2002, tentang pembentukan Tim SJSN dengan bentuk penugasan yang sama. c. Studi banding, lokakarya, pembahasan informal dengan DPR RI, sosialisasi, dan masukan dari masyarakat lainnya. Penyusunan NA SJSN merupakan langkah awal dirintisnya penyusunan RUU SJSN. d. Naskah Akademik SJSN mengalami perubahan dan penyempurnaan hingga 8 (delapan) kali dan naskah terakhir dihasilkan tertanggal 26 Januari 2004.NA SJSN secara lengkap diterbitkan terpisah dan selanjutnya dituangkan dalam konsep RUU SJSN. Perkembangan pembahasan sejak konsep awal RUU SJSN, 9 Februari 2003, terdiri dari 11 (sebelas) bab dan 42 (empat puluh dua) pasal, hingga konsep terakhir, 14 Januari 2004, terdiri dari 12 (dua belas) bab dan 74 (tujuh puluh empat) pasal, yang diserahkan oleh Tim SJSN kepada Pemerintah, setelah mengalami 52 (lima puluh dua) kali perubahan dan penyempurnaan. e. Kemudian Pemerintah menyerahkan RUU SJSN yang terdiri dari 12 (dua belas) bab dan 80 (delapan puluh) pasal kepada DPR RI pada tanggal 26 Januari f. Selama pembahasan Pemerintah dengan Pansus RUU SJSN DPR RI, RUU SJSN hingga diterbitkannya UU SJSN telah mengalami 3 (tiga) kali perubahan. Sehingga dalam perjalanannya, konsep RUU SJSN hingga diterbitkan menjadi UU SJSN telah mengalami perubahan dan penyempurnaan sebanyak 56 (lima puluh enam) kali. UU SJSN tersebut secara resmi diterbitkan menjadi UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN pada tanggal 19 Oktober Tahun 2004, terdiri dari 9 bab dan 53 (lima puluh tiga) pasal. Tugas Mata Kuliah Kebijakan Kesehatan 7

8 C. Proses Sosialisasi, Konsultasi & Mobilisasi a. Sosialisasi dan pembelajaran politik kepada masyarakat melalui media massa b. Konsolidasi dengan akademisi, kelompok profesi, pelaku pembiayaan kesehatan, dan lain-lain, melalaui seminar, lobby dan forum akademis. Melalui proses ini diharapkan ada perubahan perilaku dan kesiapan masyarakat dan seluruh stakeholder untuk menerima dan melaksanakan UU SJSN. OUTPUT Setelah melalui proses panjang, akhirnya UU SJSN (Nomor 40/2004) diundangkan Presiden Megawati pada hari terakhir beliau berada di Istana. FEED BACK 1. Uji Materi UU SJSN Dan Keputusan Mahkamah Konstitusi RI Tertanggal 31 Agustus 2005 Dalam kurun waktu kurang lebih 4 bulan sejak disahkan, tepatnya 21 Februari 2005, UU SJSN telah diajukan untuk dilakukan uji materi yang keputusannya dibacakan oleh Mahkamah Konstitusi pada tanggal 31 Agustus Uji materi diajukan oleh beberapa wakil Pemerintah Daerah (DPRD Propinsi Jawa Timur, Pengurus Bapel JPKM Propinsi Jawa Timur, Pengurus Satpel JPKM Kabupaten Rembang dan Pengurus Perbapel JPKM DKI Jakarta) yang berpendapat bahwa hak dan kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya UU SJSN. Penggugat menyatakan bahwa UU SJSN bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara R.I tahun 1945 dan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta menyatakan bahwa Pemerintah Pusat (Departemen Kesehatan) telah menafsirkan UU SJSN secara sepihak melalui penerbitan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1241 tahun 2005 tentang Penugasan PT ASKES sebagai Pengelola Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin. Permasalahan tersebut diajukan ke Mahakamah Konstitusi, dan pada tanggal 31 Agustus 2005 Mahkamah Konstitusi dalam sidang pleno terbuka untuk umum telah mengucapkan putusan terhadap perkara nomor 007/PUU-III/2005 yaitu perkara pengujian Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional khususnya Pasal 5 Tugas Mata Kuliah Kebijakan Kesehatan 8

9 ayat (1), ayat (3) dan ayat (4) serta pasal 52 terhadap Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun Amar Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut selengkapnya sebagai berikut : 1. Menyatakan Pasal 5 ayat (2), (3), (4) UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4456) bertentangan dengan UUD Negara RI 1945; 2. Menyatakan Pasal 5 ayat (2), (3), (4) UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4456) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; 3. Menolak permohonan Pemohon terhadap Pasal 5 ayat (1) dan pasal 52; 4. Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara sebagaimana mestinya; 5. Putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan menurut Pasal 57 ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004, wajib dimuat dalam jangka waktu paling lambat 30 hari kerja sejak putusan diucapkan. Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian: 1. Permohonan pengujian terhadap Pasal 5 ayat (3) dikabulkan dengan pertimbangan hukum bahwa apabila keberadaan Pasal 5 ayat (3) tersebut dipertahankan akan menimbulkan multitafsir dan ketidakpastian hukum, karena materinya sudah tertampung dalam Pasal Pasal 5 ayat (2) walaupun tidak dimohonkan dalam petitum namun ayat ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari ayat (3) sehingga jika dipertahankan juga akan menimbulkan multitafsir dan ketidakpastian hukum sebagaimana Pasal 5 ayat (3). Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 sangat berpeluang menimbulkan multi interpretasi, karena terdapat rumusan yang saling bertentangan dengan ayat lain yang bermuara pada ketidakpastian hukum, karena itu bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun Permohonan pengujian terhadap Pasal 5 ayat (4) dikabulkan dengan Tugas Mata Kuliah Kebijakan Kesehatan 9

10 pertimbangan hukum bahwa Pasal 5 ayat (4) menutup peluang bagi Pemerintah Daerah untuk membentuk dan mengembangkan badan penyelenggara jaminan sosial tingkat daerah dalam kerangka sistem jaminan sosial nasional. Menolak permohonan pemohon untuk sebagian, yaitu menolak permohonan pengujian terhadap Pasal 5 ayat (1) dengan pertimbangan bahwa pasal tersebut cukup memenuhi kebutuhan pembentukan badan penyelenggara Jaminan Sosial Nasional di tingkat pusat dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun Pengujian terhadap pasal 52 juga ditolak dengan alasan untuk mengisi kekosongan hukum dan menjamin kepastian hukum. Pengaruh Mahkamah Konstitusi terhadap pelaksanaan UU SJSN adalah tidak signifikan. UU SJSN telah memenuhi maksud Pasal 34 ayat (2) UUD RI 1945 karena sistem yang dipilih mencakup seluruh rakyat dengan maksud untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Lebih lanjut ditegaskan bahwa dengan sendirinya UU SJSN merupakan penegasan kewajiban Negara atas Jaminan Sosial sebagai bagian dari hak asasi manusia, sebagaimana dimaksud Pasal 28 H ayat (3) UUD Negara RI Potensi Kelemahan UU SJSN a. Undang-Undang SJSN mengharuskan adanya undang-undang lain mengenai Badan Pelaksana Jaminan Sosial, yang sampai saat ini belum juga disahkan. Padahal ketentuan peralihan pada undang-undang ini memberi waktu hanya lima tahun sejak ditetapkan tanggal 19 Oktober 2004, yang berarti sudah melewati batas yang ditentukan sejak Oktober b. Kurangnya political will Pemerintah. Salah satu penyebabnya adalah karena Undang- Undang SJSN disahkan oleh Ibu Megawati di hari-hari akhir periode kepresidenan. Undang-Undang (UU) semacam ini sering disebut sebagai Midnight Laws. Dapat dipahami bahwa periode kepresidenen berikutnya kurang merasa memiliki (ownership) UU SJSN. c. Undang-Undang SJSN tidak bicara banyak mengenai tradisi di sektor kesehatan, termasuk peran para dokter. Masalah apakah para dokter akan kekurangan income apabila menjalankan UU SJSN tidak dibahas. Kenyataannya memang sudah terjadi. Model UU SJSN seperti Jamkesmas memberikan insentif rendah dibanding dengan pembayaran out of pocket. Undang-Undang SJSN tidak bicara banyak mengenai Tugas Mata Kuliah Kebijakan Kesehatan 10

11 bagaimana meratakan pelayanan kesehatan ke berbagai tempat, juga mengenai tradisi masyarakat Indonesia yang tidak kenal risiko dan lain-lain. d. Undang-Undang SJSN mencakup kesehatan dan berbagai aspek kesejahteraan dalam hubungan pengusaha dengan buruh. Aspek ini sangat politis. Berbagai kepentingan dan ideologi yang saling bertentangan dapat terjadi. e. Dari isi Undang-Undang SJSN, pada segi kepesertaan ada beberapa hal yang kurang jelas, karena semua yang akan diikutkan dalam program ini harus membayar iuran. Iuran ditanggung oleh pemberi kerja. Bagaimanakah dengan buruh kontrakan, petani, nelayan dan self employee lainnya? f. Batasan untuk fakir miskin yang kurang jelas, dikhawatirkan ini akan menjadi masalah dikarenakan tidak ada parameter yang baku. Kemudian untuk fakir miskin yang iurannya ditanggung oleh pemerintah hanya menanggung sampai anggota keluarga kelima, selebihnya kepala keluarga harus menambah sendiri iurannya. g. Jika melihat produknya, SJSN ini banyak kemiripan dengan sistem asuransi multiguna dimana ada bagian proteksi dan bagian investasinya. Bagian proteksi sudah dibahas sebelumnya. Bagian investasi disini jika berhasil dilakukan akan bisa digunakan untuk pembayaran dana pensiun anggota jika mereka sudah tidak bekerja. Masalah investasi merupakan daerah yang berbahaya. Kalau tidak hati hati dapat menimbulkan kecurigaan terjadinya tindakan korupsi, kalau memang mau dilaksanakan harus dengan akuntabilitas yang baik dan transparansi laporan, setiap bulan anggota harus mendapatkan laporan pengembangan hasil investasinya. h. Dari namanya Sistem Jaminan Sosial Nasional seharusnya UU ini seharusnya mengatur juga tentang pendidikan dan perumahan rakyat, sebagaimana yang telah diamanatkan dalam UUD 1945 bahwa pemerintah bertanggungjawab dalam mensejahterakan rakyatnya. AGENDA TINDAK LANJUT A. Agenda Regulasi 1. Mempercepat penyusunan peraturan pelaksanaan UU 40/2004 tentang SJSN pasca Putusan Mahkamah Konstitusi. 2. Memetakan dan mengharmonisasikan seluruh peraturan perundang-undangan Tugas Mata Kuliah Kebijakan Kesehatan 11

12 yang terkait dengan penyelenggaraan SJSN - UU Putusan Mahkamah Konstitusi. Nomor 40 Tahun 2004 pasca 3. Menetapkan kewenangan pemerintah pusat dan daerah dalam mengembangkan sistem jaminan sosial nasional secara tegas dan rinci dalam peraturan pelaksana UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. 4. Mempercepat proses penyusunan RUU Badan Penyelenggara SJSN dengan mengakomodasi aspirasi daerah. B. Agenda Pengorganisasian SJSN 1. Membentuk BPJS segera setelah dasar hukum terbentuk. 2. Mempersiapkan peralihan PT ASKES, PT. JAMSOSTEK, PT. ASABRI, PT. TASPEN menjadi BPJS. C. Agenda Pembangunan Peranserta Stakeholder 1. Menyusun modul penyuluhan dan melaksanakan pelatihan bagi penyuluh SJSN. 2. Sosialisasi dan diseminasi UU SJSN kepada stakeholder. 3. Membangun sumber daya manusia yang peduli dan paham sistem jaminan sosial. 4. Membangun opini publik yang kondusif untuk pengembangan Sistem Jaminan Sosial Nasional. D. Agenda Penyusunan Program Jaminan Sosial 1. Menyusun desain, strategi dan rencana perluasan cakupan kepesertaan dan manfaat program jaminan sosial. 2. Meningkatkan peranserta pemerintah daerah untuk memperluas cakupan peserta program jaminan sosial. 3. Menyiapkan infrastruktur dan fasilitas pendukung pengimplementasian program Jaminan Sosial Nasional. 4. Menggalang kemitraan dan harmonisasi dengan seluruh stakeholder termasuk lembaga-lembaga internasional. Tugas Mata Kuliah Kebijakan Kesehatan 12

13 Referensi : 1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor Soekamto, Hasbullah Thabrany, Bambang Purwoko. Reformasi Sistem Jaminan Sosial di Indonesia (Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi RI), Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, Hasbullah Thabrany, Strategi Pendanaan Jaminan Kesehatan Indonesia dalam SJSN, disampaikan pada Diskusi RPJMN Bappenas 29 April Laksono Trisnantoro, Apakah Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional Dapat Terus Dilaksanakan? Sebuah Analisis Sejarah dan Budaya, Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan - The Indonesian Journal of Health Service Management Volume 12/Nomor 03/September/2009. Tugas Mata Kuliah Kebijakan Kesehatan 13

Ringkasan Putusan.

Ringkasan Putusan. Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 110,111,112,113/PUU-VII/2009 tanggal 7 Agustus 2009 atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Mengapa RUU tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) perlu segera disusun? Apakah peraturan perundang-undangan yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu kewajiban

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu kewajiban BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu kewajiban Negara serta tanggung jawab pemerintah kepada masyarakat dalam memberikan perlindungan sosial

Lebih terperinci

Peran Parlemen dalam Implementasi SJSN- BPJS

Peran Parlemen dalam Implementasi SJSN- BPJS Peran Parlemen dalam Implementasi SJSN- BPJS Oleh: dr. AHMAD NIZAR SHIHAB,SpAn Anggota Komisi IX DPR RI Rakeskesnas, 17 April 2013 Makasar VISI Kementerian Kesehatan MASYARAKAT SEHAT YANG MANDIRI DAN BERKEADILAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENYUSUNAN PROLEGNAS RUU PRIORITAS TAHUN Ignatius Mulyono

KEBIJAKAN PENYUSUNAN PROLEGNAS RUU PRIORITAS TAHUN Ignatius Mulyono KEBIJAKAN PENYUSUNAN PROLEGNAS RUU PRIORITAS TAHUN 2011 Ignatius Mulyono BALEG DAN PROLEGNAS Salah satu tugas pokok Baleg sebagai pusat pembentukan undang-undang, adalah menyusun rencana pembentukan undang-undang.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017 Ambang Batas Pencalonan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Presidential Threshold) I. PEMOHON Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc dan Ir.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis perencanaan..., Ayu Aprillia Paramitha Krisnayana Putri, FE UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Analisis perencanaan..., Ayu Aprillia Paramitha Krisnayana Putri, FE UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyelenggaraan jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 Pasal 28 H dan Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik dibutuhkan sarana kesehatan yang baik pula. keinginan yang bersumber dari kebutuhan hidup. Tentunya demand untuk menjadi

BAB I PENDAHULUAN. baik dibutuhkan sarana kesehatan yang baik pula. keinginan yang bersumber dari kebutuhan hidup. Tentunya demand untuk menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum kesehatan merupakan salah satu aspek yang menentukan tinggi rendahnya standar hidup seseorang (Todaro,2000). Oleh karena itu, status kesehatan yang relatif

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 57/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 57/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 57/PUU-XV/2017 Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi I. PEMOHON Muhammad Hafidz. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Pasal 57 ayat (3) Undang -Undang Nomor 8 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi bagian dari proses peralihan Indonesia menuju cita demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi bagian dari proses peralihan Indonesia menuju cita demokrasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa peralihan Indonesia menuju suatu cita demokrasi merupakan salah satu proses yang menjadi tahapan penting perkembangan Indonesia. Salah satu aspek yang menjadi bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (yang selanjutnya disebut UUD) 1945

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (yang selanjutnya disebut UUD) 1945 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (yang selanjutnya disebut UUD) 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah melindungi segenap Bangsa Indonesia

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA : 58/PUU-X/2012

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA : 58/PUU-X/2012 RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 58/PUU-X/2012 Tentang Penentuan Harga BBM dan Penentuan Besaran Anggaran Untuk Bantuan Dana Langsung I. PEMOHON 1. Indonesian Human Rights Committee

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembiayaan Kesehatan Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan berkesinambungan memegang peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON Partai Serikat Rakyat Independen (Partai SRI), dalam hal ini

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 18/PUU-XV/2017 Daluwarsa Hak Tagih Utang Atas Beban Negara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 18/PUU-XV/2017 Daluwarsa Hak Tagih Utang Atas Beban Negara RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 18/PUU-XV/2017 Daluwarsa Hak Tagih Utang Atas Beban Negara I. PEMOHON Ir. Sri Bintang Pamungkas, MSISE., Ph.D. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 40 ayat (1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak asasi setiap individu, hal ini dinyatakan dalam organisasi

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak asasi setiap individu, hal ini dinyatakan dalam organisasi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesehatan adalah hak asasi setiap individu, hal ini dinyatakan dalam organisasi kesehatan sedunia, dan secara nasional dalam amandemen UUD 1945 pada Pasal 28-

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 85/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 85/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 85/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan I. PEMOHON E. Fernando M. Manullang. II. III. OBJEK PERMOHONAN Pengujian formil dan pengujian materil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Kesehatan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Kesehatan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang No. 39 tahun 2009, Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON Partai Serikat Rakyat Independen (Partai SRI), dalam hal ini diwakili

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan diperhatikan oleh pemerintah. Kesehatan juga merupakan salah satu indikator penting dalam menentukan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 36/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 36/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 36/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK I. PEMOHON 1. Achmad Saifudin Firdaus, SH., (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Bayu Segara, SH., (selanjutnya disebut

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 43/PUU-X/2012 Tentang Penentuan Harga BBM Bersubsidi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 43/PUU-X/2012 Tentang Penentuan Harga BBM Bersubsidi RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 43/PUU-X/2012 Tentang Penentuan Harga BBM Bersubsidi I. PEMOHON 1. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) diwakili oleh Ir. H. Said Iqbal, M.E. dan

Lebih terperinci

RechtsVinding Online

RechtsVinding Online IMPLIKASI PUTUSAN MK NOMOR 92/PUU-XIV/2016 DI DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN KPU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah Diterima: 18 Juli 2017, Disetujui: 26 Juli 2017 Pasal yang diuji dan dibatalkan dalam perkara

Lebih terperinci

7. Surat No. B-1123/M.Ses tentang Penambahan Wakil Pemerintah untuk membahas RUU BPJS

7. Surat No. B-1123/M.Ses tentang Penambahan Wakil Pemerintah untuk membahas RUU BPJS BUKTI SURAT PARA TERGUGAT Berikut ini bukti surat tergugat dalam perkara gugatan warga negara di Pengadilan Umum Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 10 Juni 2010 dengan Nomor Registrasi Perkara 278/PDT.G/PN.JKT.PST:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan

Lebih terperinci

Transformasi BPJS 2. September 2011

Transformasi BPJS 2. September 2011 Transformasi BPJS 2 September 2011 1 Transformasi BPJS 2 (1) RUU BPJS disahkan menjadi UU Nov 2011 Ijin prakarsa pembuatan dan revisi PP terkait JHT dan JP Proses konsultasi publik terkait harmonisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan kesehatan merupakan hak Konstitusional setiap warga negara. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan kesehatan merupakan hak Konstitusional setiap warga negara. Dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan kesehatan merupakan hak Konstitusional setiap warga negara. Dengan memiliki jaminan kesehatan setiap warga negara berhak mendapat layanan kesehatan. Jaminan

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan. A. Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan. A. Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan A. Latar Belakang Kehidupan adalah sesuatu yang pasti dijalani oleh seseorang yang terlahir di dunia ini. Hidup itu sendiri adalah hak asasi manusia, wajib dijunjung tinggi keberadaannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembiayaan kesehatan melalui pengenalan asuransi kesehatan nasional.

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembiayaan kesehatan melalui pengenalan asuransi kesehatan nasional. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia saat ini sedang mempertimbangkan perlunya reformasi penting dalam pembiayaan kesehatan melalui pengenalan asuransi kesehatan nasional. Asuransi kesehatan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 119/PUU-XII/2014 Pengujian Formil Perppu 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dan Perppu 2/2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 063/PUU-II/2004

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 063/PUU-II/2004 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 063/PUU-II/2004 I. PEMOHON Suta Widhya KUASA HUKUM JJ. Amstrong Sembiring, SH. II. PENGUJIAN UNDANG-UNDANG Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air: Prosedur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sudah menjadi kodrat manusia untuk hidup dengan bersosialisasi dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sudah menjadi kodrat manusia untuk hidup dengan bersosialisasi dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sudah menjadi kodrat manusia untuk hidup dengan bersosialisasi dalam lingkungan masyarakat karena manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan bermasyarakat itulah

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon I. PEMOHON RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon Kuasa Hukum: Muhammad Ainul Syamsu, SH.,

Lebih terperinci

JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN (JPK) SEBAGAI SISTEM PENDANAAN KESEHATAN MASYARAKAT DI MASA DEPAN

JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN (JPK) SEBAGAI SISTEM PENDANAAN KESEHATAN MASYARAKAT DI MASA DEPAN JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN (JPK) SEBAGAI SISTEM PENDANAAN KESEHATAN MASYARAKAT DI MASA DEPAN Oleh: HENNI DJUHAENI SEMINAR JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN MASYARAKAT KABUPATEN BANDUNG Januari 2007 1

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017 Presidential Threshold 20% I. PEMOHON 1. Mas Soeroso, SE. (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Wahyu Naga Pratala, SE. (selanjutnya disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB II PENGELOLAAN JAMINAN SOSIAL DI INDONESIA. D. Pengertian dan Dasar Hukum Jaminan Sosial

BAB II PENGELOLAAN JAMINAN SOSIAL DI INDONESIA. D. Pengertian dan Dasar Hukum Jaminan Sosial BAB II PENGELOLAAN JAMINAN SOSIAL DI INDONESIA D. Pengertian dan Dasar Hukum Jaminan Sosial Jaminan sosial adalah perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi anggota-anggotanya untuk resiko-resiko

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 98/PUU-XV/2017 Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian Bagi Aparatur Sipil Negara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 98/PUU-XV/2017 Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian Bagi Aparatur Sipil Negara RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 98/PUU-XV/2017 Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian Bagi Aparatur Sipil Negara I. PEMOHON Dwi Maryoso, S.H. dan Feryando Agung Santoso, S.H., M.H II. OBJEK PERMOHONAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara I. PEMOHON Bachtiar Abdul Fatah. KUASA HUKUM Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M., dkk berdasarkan surat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Evaluasi pelaksanaan..., Arivanda Jaya, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Evaluasi pelaksanaan..., Arivanda Jaya, FE UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelayanan kesehatan merupakan salah satu hak mendasar masyarakat yang penyediaannya wajib diselenggarakan oleh pemerintah sebagaimana telah diamanatkan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB 1 : PENDAHULUAN. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi Manusia, padapasal 25 Ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang berhak atas derajat hidup yang memadai

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XVI/2018 Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Garam

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XVI/2018 Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Garam RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XVI/2018 Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Garam I. PEMOHON Gerakan Poros Maritim Indonesia (GEOMARITIM) dalam hal ini diwakili oleh Baharudin Farawowan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD I. PEMOHON Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (GN-PK), dalam

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015 RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 105/PUU-XIII/2015 Persyaratan Pendaftaran Calon Kepala Daerah dan Penyelesaian Perselisihan Sengketa Hasil Pemilihan Kepala Daerah I. PEMOHON Doni Istyanto Hari Mahdi

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi I. PEMOHON Habel Rumbiak, S.H., Sp.N, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 15/PUU-XIII/2015

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 15/PUU-XIII/2015 RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 15/PUU-XIII/2015 Pembentukan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014, Jaminan Hak Interplasi, Hak Angket, dan Hak Menyatakan Pendapat DPR, serta Komposisi Wakil Ketua

Lebih terperinci

KUASA HUKUM Munathsir Mustaman, S.H., M.H. dan Habiburokhman, S.H., M.H. berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 18 Desember 2014

KUASA HUKUM Munathsir Mustaman, S.H., M.H. dan Habiburokhman, S.H., M.H. berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 18 Desember 2014 RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 15/PUU-XIII/2015 Hak Interpelasi, Hak Angket, Hak Menyatakan Pendapat, dan komposisi jabatan wakil komisi Dewan Perwakilan Rakyat I. PEMOHON Abu Bakar. KUASA HUKUM Munathsir

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XVI/2018 Masa Jabatan Pimpinan MPR dan Kewajiban Badan Anggaran DPR Untuk Mengonsultasikan dan Melaporkan Hasil Pembahasan Rancangan UU APBN Kepada Pimpinan DPR

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan rehabilitasi dengan mendekatkan pelayanan pada masyarakat. Rumah sakit

BAB 1 PENDAHULUAN. dan rehabilitasi dengan mendekatkan pelayanan pada masyarakat. Rumah sakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang kompleks dan mempunyai fungsi luas menyangkut fungsi pencegahan, penyembuhan dan rehabilitasi dengan

Lebih terperinci

POTENSI CALON PERSEORANGAN DALAM PERUBAHAN KEDUA UU NO. 1 TAHUN 2015 Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 23 Maret 2016; disetujui: 4 April 2016

POTENSI CALON PERSEORANGAN DALAM PERUBAHAN KEDUA UU NO. 1 TAHUN 2015 Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 23 Maret 2016; disetujui: 4 April 2016 POTENSI CALON PERSEORANGAN DALAM PERUBAHAN KEDUA UU NO. 1 TAHUN 2015 Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 23 Maret 2016; disetujui: 4 April 2016 Rencana Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1

Lebih terperinci

Eksistensi Apoteker di Era JKN dan Program PP IAI

Eksistensi Apoteker di Era JKN dan Program PP IAI Eksistensi Apoteker di Era JKN dan Program PP IAI Disampaikan dalam kegiatan Bimbingan Teknis Pengelola Obat Apotek & Rumah Sakit di Kota Yogyakarta 10 Mei 2016 Nurul Falah Eddy Pariang, Apoteker 1 PERUNDANG-UNDANGAN

Lebih terperinci

I. PEMOHON - Magda Safrina, S.E., MBA... Selanjutnya disebut Pemohon

I. PEMOHON - Magda Safrina, S.E., MBA... Selanjutnya disebut Pemohon RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 64/PUU-X/2012 Tentang Data Nasabah Bank dan Simpanannya Untuk Kepentingan Pembagian Harta Gono Gini dalam Perkara Perdata Perceraian I. PEMOHON - Magda Safrina,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara menjamin hak konstitusional setiap orang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 8/PUU-IX/2011 Tentang Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Oleh BPJS Jamsostek (UU Jamsostek)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 8/PUU-IX/2011 Tentang Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Oleh BPJS Jamsostek (UU Jamsostek) RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 8/PUU-IX/2011 Tentang Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Oleh BPJS Jamsostek (UU Jamsostek) I. PEMOHON 1. Pemohon 1, Mudhofir dan Rasmina Pakpahan;

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN I. PARA PEMOHON Mohamad Yusuf Hasibuan dan Reiza Aribowo, selanjutnya disebut Pemohon II. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hak untuk memiliki tingkat kesehatan dan kesejahteraan yang memadai merupakan hak asasi manusia yang tercantum dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948.

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA HUBUNGAN LEGISLATIF DAN EKSEKUTIF DALAM PELAKSANAAN LEGISLASI, BUDGETING, DAN PENGAWASAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA HUBUNGAN LEGISLATIF DAN EKSEKUTIF DALAM PELAKSANAAN LEGISLASI, BUDGETING, DAN PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA HUBUNGAN LEGISLATIF DAN EKSEKUTIF DALAM PELAKSANAAN LEGISLASI, BUDGETING, DAN PENGAWASAN Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI Disampaikan pada Forum Konsolidasi Pimpinan

Lebih terperinci

Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional

Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional MENTERI Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional Peluncuran Peta jalan Jaminan Kesehatan Nasional 2012-2019 Jakarta, 29 November 2012 1 MENTERI SISTEMATIKA 1. Pendahuluan

Lebih terperinci

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999). RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 65/PUU-XIII/2015 Kepastian Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Kewajiban Pelaku Usaha Atas Informasi Badan Hukum Secara Lengkap I. PEMOHON 1. Capt. Samuel

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara menjamin hak konstitusional setiap orang

Lebih terperinci

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999). RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 65/PUU-XIII/2015 Kepastian Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Kewajiban Pelaku Usaha Atas Informasi Badan Hukum Secara Lengkap I. PEMOHON 1. Capt. Samuel Bonaparte,

Lebih terperinci

Seksi Informasi Hukum Ditama Binbangkum

Seksi Informasi Hukum Ditama Binbangkum PENGGUNAAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL UNTUK JASA PELAYANAN KESEHATAN DAN DUKUNGAN BIAYA OPERASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH http://www.prodia.co.id

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon I. PEMOHON RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon Kuasa Hukum: Muhammad Ainul Syamsu, SH., MH.,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIII/2015 Pemberian Manfaat Pensiun Bagi Peserta Dana Pensiun

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIII/2015 Pemberian Manfaat Pensiun Bagi Peserta Dana Pensiun RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIII/2015 Pemberian Manfaat Pensiun Bagi Peserta Dana Pensiun I. PEMOHON Harris Simanjuntak II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 11 Tahun

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018 Wewenang Mahkamah Kehormatan Dewan Mengambil Langkah Hukum Terhadap Perseorangan, Kelompok Orang, Atau Badan Hukum yang Merendahkan Kehormatan DPR Dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pembangunan kesehatan ditentukan antara lain oleh ketersediaan biaya kesehatan. Biaya kesehatan ditinjau dari sisi pemakai jasa pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 11/PUU-XIII/2015 Hak dan Kesejahteraan Guru Non-PNS yang diangkat oleh Pemerintah.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 11/PUU-XIII/2015 Hak dan Kesejahteraan Guru Non-PNS yang diangkat oleh Pemerintah. RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 11/PUU-XIII/2015 Hak dan Kesejahteraan Guru Non-PNS yang diangkat oleh Pemerintah. I. PEMOHON 1. Dra. Sumilatun, M.Pd.I sebagai Pemohon I; 2. Drs. Aripin sebagai

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI Pd Peresmian BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, Tgl 31 Des 2013, Bogor Selasa, 31 Desember 2013

Sambutan Presiden RI Pd Peresmian BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, Tgl 31 Des 2013, Bogor Selasa, 31 Desember 2013 Sambutan Presiden RI Pd Peresmian BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, Tgl 31 Des 2013, Bogor Selasa, 31 Desember 2013 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PERESMIAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN

Lebih terperinci

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon. RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 131/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Ketidakpastian hukum norma-norma UU Pemilu Legislatif I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira;

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 110/PUU-XIV/2016 Pengisian Kekosongan Jabatan Wakil Kepala Daerah Dalam Hal Wakil Kepala Daerah Menjadi Kepala Daerah I. PEMOHON 1. Alif Nugraha (selanjutnya disebut

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 66/PUU-X/2012 Tentang Penggunaan Bahan Zat Adiktif

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 66/PUU-X/2012 Tentang Penggunaan Bahan Zat Adiktif RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 66/PUU-X/2012 Tentang Penggunaan Bahan Zat Adiktif I. PEMOHON 1. Suyanto, sebagai Pemohon I; 2. Drs. Iteng Achmad Surowi, sebagai Pemohon II; 3.

Lebih terperinci

Bagaimana Undang-Undang Dibuat

Bagaimana Undang-Undang Dibuat Bagaimana Undang-Undang Dibuat Sejak bulan November 2004, proses pembuatan undang-undang yang selama ini dinaungi oleh beberapa peraturan kini mengacu pada satu undang-undang (UU) yaitu Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim I. PEMOHON Teguh Satya Bhakti, S.H., M.H. selanjutnya disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 47 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 35/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan DPR Dalam Pembahasan APBN dan APBN-P

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 35/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan DPR Dalam Pembahasan APBN dan APBN-P RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 35/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan DPR Dalam Pembahasan APBN dan APBN-P I. PEMOHON 1. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), diwakili oleh Alvon Kurnia

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 9/PUU-X/2012 Tentang Peserta Jaminan Sosial, Jaminan Kecelakaan dan Jaminan Hari Tua

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 9/PUU-X/2012 Tentang Peserta Jaminan Sosial, Jaminan Kecelakaan dan Jaminan Hari Tua RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 9/PUU-X/2012 Tentang Peserta Jaminan Sosial, Jaminan Kecelakaan dan Jaminan Hari Tua I. PEMOHON 1. Pemohon I, Fathul Hadie Utsman; 2. Pemohon II,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-IX/2011 Tentang Peringatan Kesehatan dalam Promosi Rokok

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-IX/2011 Tentang Peringatan Kesehatan dalam Promosi Rokok RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-IX/2011 Tentang Peringatan Kesehatan dalam Promosi Rokok I. PEMOHON 1. Perkumpulan Forum Pengusaha Rokok Kretek (Pemohon I); 2. Zaenal Musthofa

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017 Persentase Presidential Threshold Pada Pemilihan Umum I. PEMOHON Habiburokhman, SH., MH. Kuasa Hukum: Kris Ibnu T Wahyudi, SH., Hisar Tambunan, SH., MH.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan kesehatan bukan menjadi hal baru bagi negara berkembang, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan kesehatan bukan menjadi hal baru bagi negara berkembang, salah satunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan kesehatan bukan menjadi hal baru bagi negara berkembang, salah satunya Indonesia. Negara sebagai penyeleggara kesejahteraan social telah dibahas dalam pembukaan

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6-13-20/PUU-VIII/2010 tanggal 13 Oktober 2010 atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia

Lebih terperinci

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 7/PUU-VIII/2010 Tentang UU MPR, DPD, DPR & DPRD Hak angket DPR

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 7/PUU-VIII/2010 Tentang UU MPR, DPD, DPR & DPRD Hak angket DPR RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 7/PUU-VIII/2010 Tentang UU MPR, DPD, DPR & DPRD Hak angket DPR I. PEMOHON 1. Dr. Bambang Supriyanto, S.H., M.M.. selanjutnya disebut sebagai Pemohon I; 2.

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9 RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 51,52,59/PUU-VI/2009 tanggal 18 Februari 2009 atas Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dengan hormat dilaporkan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 64/PUU-XIII/2015 Industri Pelayaran Nasional

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 64/PUU-XIII/2015 Industri Pelayaran Nasional RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 64/PUU-XIII/2015 Industri Pelayaran Nasional I. PARA PEMOHON Capt. Ucok Samuel Bonaparte Hutapea, A.Md., S.H., S.E., M.Mar, II. III. IV. OBJEK PERMOHONAN Pengujian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik (good governance). Menurut Thoha dalam Jurnal Pendayagunaan Aparatur

BAB I PENDAHULUAN. baik (good governance). Menurut Thoha dalam Jurnal Pendayagunaan Aparatur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu agenda pembangunan nasional adalah menciptakan tata pemerintahan yang baik (good governance). Menurut Thoha dalam Jurnal Pendayagunaan Aparatur Negara

Lebih terperinci

HAK AKSES INFORMASI PUBLIK. Oleh: Mahyudin Yusdar

HAK AKSES INFORMASI PUBLIK. Oleh: Mahyudin Yusdar HAK AKSES INFORMASI PUBLIK Oleh: Mahyudin Yusdar PENGAKUAN HAK ATAS INFORMASI Pengakuan terhadap hak atas informasi di negara-negara demokrasi sekaligus merupakan sarana untuk: memantau dan mengawasi penyelenggaraan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang I. PEMOHON Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dalam hal ini diwakili oleh Irman Gurman,

Lebih terperinci

BAB III BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN. menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor

BAB III BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN. menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor BAB III BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN A. Sejarah Berdirinya BPJS Kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS merupakan lembaga yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 53/PUU-XIV/2016 Persyaratan Menjadi Hakim Agung dan Hakim Konstitusi

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 53/PUU-XIV/2016 Persyaratan Menjadi Hakim Agung dan Hakim Konstitusi RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 53/PUU-XIV/2016 Persyaratan Menjadi Hakim Agung dan Hakim Konstitusi I. PEMOHON 1. Dr. Binsar M. Gultom, S.H., SE., M.H.,........... Pemohon I 2. Dr. Lilik Mulyadi, S.H.,

Lebih terperinci

Analisa Media Edisi Januari 2014

Analisa Media Edisi Januari 2014 Karut Marut BPJS Awal tahun 2014, pemerintah resmi menjalankan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Ketenagakerjaan. Berlakunya BPJS merupakan implementasi UU No. 24 tahun 2011 tentang

Lebih terperinci

DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA

DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA NO NO. PUTUSAN TANGGAL ISI PUTUSAN 1 011-017/PUU-I/2003 LARANGAN MENJADI ANGGOTA DPR, DPD, DPRD PROVINSI, DAN DPRD KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional untuk tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan

Lebih terperinci

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat pertama dan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 73/PUU-XII/2014 Kedudukan dan Pemilihan Ketua DPR dan Ketua Alat Kelengkapan Dewan Lainnya

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 73/PUU-XII/2014 Kedudukan dan Pemilihan Ketua DPR dan Ketua Alat Kelengkapan Dewan Lainnya RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 73/PUU-XII/2014 Kedudukan dan Pemilihan Ketua DPR dan Ketua Alat Kelengkapan Dewan Lainnya I. PEMOHON 1. Megawati Soekarnoputri dan Tjahjo Kumolo, selaku Ketua Umum Partai

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 38/PUU-VIII/2010 Tentang Pengujian UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD Hak Recall

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 38/PUU-VIII/2010 Tentang Pengujian UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD Hak Recall RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 38/PUU-VIII/2010 Tentang Pengujian UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD Hak Recall I. PEMOHON Liliy Chadidjah Wahid, selanjutnya disebut sebagai

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA : 40/PUU-X/2012

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA : 40/PUU-X/2012 RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 40/PUU-X/2012 Tentang Larangan Melakukan Praktek Yang Tidak Memiliki Surat Ijin Praktek Dokter atau Dokter Gigi I. PEMOHON H. Hamdani Prayogo.....

Lebih terperinci

Sistem Jaminan Sosial, Peluang dan Tantangan

Sistem Jaminan Sosial, Peluang dan Tantangan Sistem Jaminan Sosial, Peluang dan Tantangan KOMPAS/LUCKY PRANSISKA / Kompas Images Sejumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) yang dideportasi dari Malaysia menjalani pemeriksaan kesehatan setibanya di Pelabuhan

Lebih terperinci