GENDIS AURUM PARADISA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "GENDIS AURUM PARADISA"

Transkripsi

1 EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN TULANG IMPLAN HIDROKSIAPATIT KITOSAN (HA-KITOSAN) DENGAN HIDROKSIAPATIT TRIKALSIUM FOSFAT (HA- TKF) PADA DOMBA LOKAL (Ovis aries) SEBAGAI HEWAN MODEL UNTUK MANUSIA GENDIS AURUM PARADISA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 RINGKASAN GENDIS AURUM PARADISA. Evaluasi Gambaran Klinis Persembuhan Tulang Implan Hidroksiapatit Kitosan (HA-Kitosan) dengan Hidroksiapatit Trikalsium Fosfat (HA-TKF) pada Domba Lokal (Ovis aries) sebagai Hewan Model untuk Manusia. Dibimbing oleh GUNANTI dan HARRY SOEHARTONO. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi proses persembuhan tulang dengan implan tulang hidroksiapatit kitosan (HA-Kitosan) dan hidroksiapatit trikalsium fosfat (HA-TKF) yang diujicobakan pada domba lokal dilihat dari gambaran klinis. Parameter yang diamati berupa suhu tubuh, frekuensi jantung, frekuensi nafas dan keberadaan kalus pada tulang. Domba yang digunakan adalah domba lokal berjumlah 6 ekor yang sehat secara klinis. Domba dibagi menjadi dua kelompok, kelompok pertama sebanyak 3 ekor domba menerima implan HA- Kitosan dan kelompok kedua sebanyak 3 ekor domba menerima implan HA-TKF. Pengamatan yang dilakukan yaitu pemeriksaan klinis pre operasi dan post operasi yang dilakukan setiap hari hingga domba dipanen. Hasil pengamatan menunjukkan pemberian implan HA-Kitosan dan HA-TKF tidak mengganggu fisiologis suhu tubuh, frekuensi jantung dan frekuensi nafas domba dan tidak memperlama peradangan serta tidak menimbulkan respon imun. Baik implant HA-Kitosan maupun HA-TKF dapat diterima dengan baik oleh tubuh dan tidak mengganggu fisiologis tubuh namun pemberian implan HA-Kitosan dan HA-TKF tidak mempercepat persembuhan tulang. Kata kunci: suhu tubuh, frekuensi jantung, frekuensi nafas, persembuhan tulang, implan tulang, hidroksiapatit, kitosan, trikalsium fosfat, domba lokal.

3 ABSTRACT GENDIS AURUM PARADISA. Evaluation Clinical View between Bone Healing Implant of Hydroxyapatite-Chitosan (HA-Chitosan) with Hydroxyapatite- Tricalcium Phosphate (HA-TCP) in Local Sheep as Animal Model for Human. Under the supervision of GUNANTI and HARRY SOEHARTONO. The aim of this study was to evaluate clinical view between bone healing process of implanted hydroxyapatite-chitosan (HA-Chitosan) with hydroxyapatite-tricalcium phosphate (HA-TCP) in local sheep. Six healthy sheep were divided into two groups. Three sheep received HA-chitosan implant, while the others received HA-TCP implant. Observations were carried out by clinical examination of pre-surgery and post-surgery until sheep were harvested. The result showed that implantation of HA-Chitosan and HA-TCP did not interfere the physiological of body temperature, heart rate and respiratory rate of sheep, also did not prolong the inflammation and did not generate an immune response. Both HA-chitosan and HA-TKF implant were well tolerated by the body and did not interfere the physiological body but the implant of HA-Chitosan and HA-TKF did not accelerate bone healing. Keywords: temperature, heart rate, respiratory rate, bone healing, bone implant, hydroxyapatite, chitosan, tricalsium phosphate, local sheep.

4 Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian sebagiaan atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

5 EVALUASI GAMBARAN KLINIS PERSEMBUHAN TULANG IMPLAN HIDROKSIAPATIT KITOSAN (HA-KITOSAN) DENGAN HIDROKSIAPATIT TRIKALSIUM FOSFAT (HA- TKF) PADA DOMBA LOKAL (Ovis aries) SEBAGAI HEWAN MODEL UNTUK MANUSIA GENDIS AURUM PARADISA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

6 Judul Skripsi : Evaluasi Gambaran Klinis Persembuhan Tulang Implan Hidroksiapatit Kitosan (Ha-Kitosan) dengan Hidroksiapatit Trikalsium Fosfat (HA-TKF) pada Domba Lokal (Ovis aries) sebagai Hewan Model untuk Manusia Nama : Gendis Aurum Paradisa NIM : B Disetujui Dr. drh. Hj. Gunanti, MS Pembimbing I drh. R. Harry Soehartono, M.App. Sc, Ph.D Pembimbing II Diketahui Dr. Nastiti Kusumorini Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Tanggal Lulus :

7 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penelitian ini dimulai bulan Maret hingga Juli 2009 dengan judul Perbandingan Klinis Persembuhan Tulang Implan Hidroksiapatit Kitosan (Ha-Kitosan) dengan Hidroksiapatit Trikalsium Fosfat (HA-TKF) pada Domba Lokal (Ovis aries) sebagai Hewan Model untuk Manusia. Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Keluarga tercinta (Papa Lebdo Atmoko, Mama Stri Rina Nugrahan, serta kedua adik yaitu Gilang Talenta Atmoko dan Garnis Aurora Nirvana) atas dukungan, semangat, doa dan kasih sayang yang telah diberikan. 2. Dr. drh. Hj. Gunanti, MS dan drh. R. Harry Soehartono, M.App. Sc, Ph.D selaku pembimbing skripsi atas ilmu, keterampilan, nasihat, saran, kritik, perhatian dan kesabaranya dalam membimbing penulis. 3. Prof. Djarwani dan Dr. Ir. Kiagus Dahlan, M.Sc atas kerja samanya 4. Dr. Drh. Risa Tiuria. MS, selaku dosen pembimbing akademik. 5. Drh. Riki Siswandi, Drh. Fakhrul Ulum, Pak Katim, Pak Kosasih dan Pak Dahlan atas bantuan yang telah diberikan selama berjalanya penelitian. 6. Rekan-rekan sepenelitian (Shakerz), (Asmawati, Ayu Berlianty, Dwi Kolina, Rachmat Ayu Dewi Haryati, Raditya Pradana Putra dan Shanti Purwanti) atas kerjasama, dukungan, semangat dan kebersamaanya selama penelitian berlangsung. 7. Harlendo Swedianto atas bantuan, dukungan, semangat, perhatian, pengertian, cinta dan kasih sayangnya. 8. Sahabat-sahabat terbaik (Ivone Noor Arifin, Trie Yulianty dan Melati Anggraini), dan teman-teman Aesculapius 43 atas semangat, dukunganya dan bantuanya dalam penelitian dan penyelesaian skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Bogor, Oktober 2010 Gendis Aurum Paradisa

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Boyolali, Jawa Tengah pada tanggal 10 Febuari 1989 dari ayah Lebdo Atmoko dan ibu Stri Rina Nugraha. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2006 penulis lulus dari SMU Negeri 81 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih program studi Kedokteraan Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis mendapatkan beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa. Penulis juga aktif menjadi anggota Divisi Olahraga, Seni dan Budaya Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan (BEM FKH) , Sekretaris II Komunitas Seni STERIL , anggota Divisi Eksternal Himpunan Minat Profesi Satwa Liar (Satli) dan sekretaris I Komunitas Seni STERIL

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Domba Lokal Suhu Tubuh, Denyut Jantung/Pulsus dan Nafas Suhu Tubuh Frekuensi Jantung Nafas Tulang Persembuhan Tulang Peradangan Implan Tulang (Bone Graft) Hidroksiapatit (HA) Trikalsium Fosfat (TKF) Kitosan BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Alat Penelitian Metode Penelitian... 19

10 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Pemeriksaan Fisik Suhu Tubuh Frekuensi Jantung Frekuensi Nafas Data Persembuhan Tulang Keadaan Kalus pada Tulang Peradangan SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA

11 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Rataan parameter peradangan mulai hari pertama pembentukan kalus domba pada persembuhan implan tulang disetiap kelompok perlakuan dan kontrol positif. 28

12 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Domba Lokal... 4 Gambat 2 Pori pada Tulang.. 9 Gambar 3 Proses Persembuhan Tulang Gambar 4 Pemeriksaan suhu tubuh.. 21 Gambar 5 Pemeriksaan frekuensi jantung Gambar 6 Pemeriksaan frekuensi nafas Gambar 7 Penggantian verban.. 21 Gambar 8 Peradangan Gambar 9 Pengukuran panjang kalus Gambar 10 Pengukuran lebar kalus Gambar 11 Pengukuran tinggi kalus Gambar 12 Rataan suhu tubuh domba pada persembuhan implan tulang disetiap kelompok perlakuan Gambar 13 Rataan frekuensi jantung domba pada persembuhan implan tulang disetiap kelompok perlakuan Gambar 14 Rataan frekuensi nafas domba pada persembuhan implan tulang disetiap kelompok perlakuan Gambar 15 Rataan persembuhan tulang (panjang, lebar dan tinggi kalus) domba pada persembuhan implan tulang disetiap kelompok perlakuan dibandingkan dengan kontrol positif

13 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Implan tulang atau bone graft merupakan peletakkan tulang baru atau material pengganti ke dalam ruang disekitar tulang rusak atau fraktur dalam membantu penyembuhan tulang (Chen 2008). Implan tulang digunakan untuk memperbaiki fraktur tulang komplek yang dapat membahayakan kesehatan atau untuk tulang yang gagal sembuh dengan baik. Selanjutnya implan tulang dapat memperbaiki kerusakan tulang oleh penyakit kongenital, cedera traumatis atau operasi kanker tulang atau rekonstruksi wajah (Laurencin 2009). Jenis dan sumber jaringan pada implan tulang dapat dibagi menjadi autograft (tulang berasal dari individu penerima implan tersebut), allograft (tulang berasal dari individu pendonor), xenograft (tulang substitusi berasal dari spesies lain seperti sapi). Autograft dan allograft memberikan manfaat namun masing-masing memiliki keterbatasan sehingga dalam persembuhan tulang dibutuhkan alternatif jenis dan sumber jaringan. Alternatif dapat menggunakan berbagai material termasuk polimer alam, polimer sintetik, keramik dan komposit (Laurencin 2009). Salah satu alternatif yang banyak digunakan adalah varian sintetik yaitu implan tulang terbuat dari keramik seperti kalsium fosfat (misalnya hidroksiapatit dan trikalsium fosfat) (Anonim ) dan polimer seperti kitosan. Material hidroksiapatit (HA) [Ca 10 (PO 4 )6(OH) 2 ] dikembangkan sebagai tulang sintetis di banyak penelitian. HA memiliki sifat berpori, terserap tulang (resorbsi), bioaktif, tidak korosi, inert dan tahan aus, walaupun HA memiliki kelemahan yaitu getas dan mudah patah (Putri 2008), sehingga penggunaan HA sering dikombinasikan dengan material lainnya. Penelitian ini menggunakan hidroksiapatit-trikalsium fosfat (HA-TKF) dan hidroksiapatit-kitosan (HAkitosan) sebagai material implan tulang untuk regenerasi tulang. Trikalsium fosfat (TKF) [Ca 3 (PO 4 ) 2 ] adalah keramik berpori yang memiliki sifat biologis non-reaktif dan resorbable, bertindak sebagai scaffold untuk pertumbuhan ke dalam tulang sehingga penggantian tulang dapat mengalami degradasi progresif (Lange et al. 1986). Kalsium hidroksiapatit dan trikalsium fosfat adalah keramik bioaktif dan termasuk ke dalam anggota kalsium fosfat

14 (Keating & Mc Queen 2001; Lane, Tonin & Bostrom 1999; LeGeros 2002, diacu dalam Sunil, Goel & Rastogi 2008). Penelitian biologi, biomekanik dan histologi tentang implan HA-TKF ke dalam tulang memiliki sifat osteokonduktif yang baik dan biokompatibel (Bucholz 1989). Kitosan adalah biokopolimer yang terdiri dari glukosamin dan N- acetyloglucosamine yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Memiliki nilai komersial dan kemungkinan dalam penggunaan sebagai biomedikal. Kitosan berasal dari cangkang udang dan crustacean laut lainnya, termasuk Pandalus (Shahidi & Synowieski 1991). Kitosan digunakan sebagai perekat atau implan dalam bedah ortopedi. Kombinasi HA-Kitosan baik untuk memproduksi scaffold (Ratajska et al. 2008). Standar Internasional menyatakan anjing, domba, kambing, babi atau kelinci adalah spesies yang cocok untuk pengujian bahan implantasi tulang (Ravaglioli et al. 1996), karena komposisi mineral manusia dan hewan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Penggunaan domba untuk penelitian ortopedi terus meningkat dikarenakan kemiripan dengan manusia di struktur tulang dan sendi dan dalam regenerasi tulang (Nunamaker 1989; Augat 1998; Sarkar, Patka, Kinzl 2001, diacu dalam Nuss et al. 2006), serta memiliki dimensi tulang panjang yang sesuai untuk implantasi pada implan manusia dan prostesis (Newman et al. 1995). Domba merupakan model yang berharga untuk regenerasi tulang manusia dan aktivitas remodelling (Chavassieux et al. 1987; den Boer et al. 1999; Pastoureau et al. 1989, diacu dalam Pearce et al. 2007). Dalam mendukung teori ini, penelitian yang mengamati pertumbuhan tulang keropos diberi implan di distal tulang paha domba menunjukkan domba dan manusia memiliki pola yang serupa dalam pertumbuhan tulang hingga implan terserap dari waktu ke waktu (Pearce et al. 2007). Alasan ini yang mendasari pemakaian domba sebagai hewan coba dalam penelitian ini.

15 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi proses persembuhan tulang dengan implan tulang HA-Kitosan dengan HA-TKF yang diujicobakan pada domba lokal dilihat dari gambaran klinis berupa pemeriksaan fisik (suhu tubuh, frekuensi jantung dan frekuensi nafas) dan persembuhan tulang (keadaan kalus pada tulang dan peradangan). 1.3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai evaluasi gambaran klinis pesembuhan tulang implan HA-Kitosan dan HA-TKF yang diujicobakan pada domba lokal sebagai hewan model untuk penggunaan implan tersebut pada manusia.

16 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Taksonomi domba lokal (Ovis aries) yaitu (Herren 2000): Gambar 1 Domba Lokal Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mamalia Ordo : Artiodactyla Famili : Bovidae Subfamili : Caprinae Genus : Ovis Spesies : O.Aries Binomial : Ovis aries Cara menghitung umur domba dilihat dari gigi depan, sepasang gigi susu akan digantikan gigi dewasa yang lebih besar setiap tahun. Gigi lengkap domba dewasa berjumlah delapan gigi depan yang akan lengkap sekitar umur empat tahun. Gigi depan kemudian berangsur-angsur hilang akibat pertambahan umur domba (Schoenian 2007). Domba merupakan salah satu spesies yang cocok untuk pengujian bahan implantasi tulang (Ravaglioli et al. 1996). Pada periode , pemakaian domba dalam penelitian ortopedik yang meliputi patah tulang (fraktur), osteoporosis, bone-lengthening dan osteoarthritis sebanyak 9-12%. Jumlah ini meningkat dibandingkan pada periode yang hanya sebanyak 5% (Martini et al. 2001, diacu dalam Pearce et al. 2007). Peningkatan penggunaan ini

17 berkaitan dengan isu-isu etis dan persepsi negatif publik terhadap penggunaan hewan kesayangan untuk penelitian medis. Domba menawarkan keuntungan untuk digunakan sebagai hewan model implantasi tulang karena domba memiliki dimensi tulang panjang yang sesuai untuk implantasi pada pengimplanan manusia dan prostesis (Newman et al. 1995, diacu dalam Pearce et al. 2007). Domba merupakan model yang berharga untuk regenerasi tulang manusia dan aktivitas remodelling (Chavassieux et al. 1987; den Boer et al. 1999; Pastoureau et al. 1989, diacu dalam Pearce et al. 2007). 2.2 Suhu Tubuh, Frekuensi Jantung dan Nafas Suhu Tubuh Ditinjau dari pengaruh suhu pada lingkungan, hewan dibagi menjadi dua golongan yaitu poikiloterm dan homoiterm. Suhu tubuh poikiloterm dipengaruhi oleh lingkungan. Suhu tubuh bagian dalam lebih tinggi dibandingkan dengan suhu tubuh luar. Hewan seperti ini juga disebut hewan berdarah dingin. Contoh hewan berdarah dingin adalah ular dan ikan. Hewan homoiterm sering disebut hewan berdarah panas (Duke 1995). Hewan berdarah panas suhu tubuh lebih stabil, hal ini dikarenakan adanya reseptor dalam otak sehingga dapat mengatur suhu tubuh. Hewan berdarah panas dapat melakukan aktifitas pada suhu lingkungan yang berbeda disebabkan karena kemampuan mengatur suhu tubuh. Hewan dalam kelompok ini mempunyai variasi suhu normal yang dipengaruhi oleh faktor umur, kelamin, lingkungan, panjang waktu siang dan malam dan makanan yang dikonsumsi (Swenson 1997). Contoh hewan berdarah panas adalah bangsa burung dan mamalia (Guyton & Hall 1993). Domba termasuk hewan berdarah panas. Suhu tubuh normal pada domba adalah 38,9-40, C (Kelly 1974). Suhu tubuh yang dihitung dengan termometer tidak menunjukkan jumlah total dari panas yang diproduksi, namun hanya merefleksikan keseimbangan (keadaan tetap) antara produksi panas dan kehilangan panas. Suhu permukaan kulit biasanya lebih rendah daripada bagian dalam tubuh. Tingginya suhu tubuh berhubungan penting terhadap kehilangan panas (Kelly 1974).

18 Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu antara lain: 1. Ukuran hewan, semakin kecil hewan semakin tinggi suhu normal tubuhnya. 2. Jenis kelamin, betina memiliki suhu normal tubuh lebih tinggi daripada jantan. 3. Hewan bunting memiliki suhu normal tubuh lebih tinggi. 4. Umur, hewan muda memiliki suhu normal tubuh lebih tinggi daripada hewan tua. 5. Aktifitas makan, suhu tubuh hewan meningkat setelah makan, terutama apabila makan terlalu banyak. 6. Olahraga (exercise). 7. Parturasi. 8. Terkena suhu atmosfer yang tinggi. 9. Excited, ketika hewan excited suhu tubuhnya meningkat. 10. Prosedur dalam pemeriksaan fisik dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh. Semua hewan sehat memiliki suhu tubuh bervariasi sepanjang hari. Suhu rendah pada pagi hari, sedikit meninggi pada tengah hari dan mencapai puncak sekitar pukul 6 sore hari. Hewan di bawah pengamatan klinis, suhu tubuh biasanya diukur dua kali sehari (pagi dan malam hari). Perbedaan antara kedua pembacaan tersebut merupakan variasi harian (Kelly 1974) Frekuensi Jantung Frekuensi jantung domba berkisar antara denyut/menit (Kelly 1974). Frekuensi jantung adalah laju jantung berdetak per menit. Peningkatan frekuensi jantung disebut takikardia sedangkan penurunan frekuensi jantung disebut bradikardia. Pulsus didapat di arteri femoralis, di atas daerah inguinal, di bagian medial paha pada domba. Menurut Adisuwirdjo (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi jantung yaitu: 1. Aktivitas, aktivitas yang tinggi dapat meningkatkan frekuensi kerja jantung. 2. Ion kalsium, ion kalsium memicu sistol yaitu kontraksi salah satu ruangan jantung pada proses pengosongan ruangan tersebut. Diastol

19 adalah reaksi dari satu ruang jantung sesaat sebelum dan selama pengisian ruangan tersebut. 3. Kadar CO 2, dapat menaikkan frekuensi maupun kekuatan kontraksi jantung. 4. Asetilkolin, dapat mengurangai frekuensi jantung. 5. Adrenalin, dapat menaikkan frekuensi jantung. 6. Atropin dan nikotin, dapat mempercepat frekuensi jantung. 7. Morphin, dapat memperlambat frekuensi jantung. 8. Suhu tubuh, semakin tinggi suhu maka frekuensi jantung juga semakin besar. 9. Berat badan, semakin berat badan seseorang atau hewan maka frekuensi jantung juga semakin besar. 10. Umur, umur muda memiliki frekuensi jantung yang lebih cepat. Kelly (1974) menambahkan faktor lain yang mempengaruhi frekuensi jantung yaitu ukuran hewan, kondisi fisik, jenis kelamin, kebuntingan, parturasi, laktasi, excitement, olahraga, postur, proses pencernaan makanan, ruminasi dan suhu lingkungan. Menurut Ville et al. (1988) laju pompa jantung dipengaruhi oleh aktivitas mamalia atau manusia itu sendiri. Jantung pada berbagai hewan dapat berkontraksi dengan sendirinya tanpa ada rangsangan dari luar. Jantung mamalia sensitif terhadap pasokan oksigen dan suhu (Kay 1998) Nafas Bernafas adalah tindakan membawa udara ke dalam dan kemudian mengeluarkan udara dari paru-paru. Paru-paru adalah struktur komplek yang dirancang untuk memberikan pertukaran gas yang mudah, terutama oksigen dan karbon dioksida antara udara dan darah. Kisaran pernafasan normal domba adalah nafas/menit (Kelly 1974). Frekuensi dan ritme pernafasan dapat diketahui dengan menempatkan satu tangan di daerah flank bawah pada hewan. Frekuensi nafas juga dapat diketahui dengan memperhatikan pergerakan nostril atau lebih efisien dengan auskultasi pada thorak atau trakea. Tindakan bernafas diatur secara sengaja dan reflek dengan memonitor fungsi pusat pernafasan di medulla oblongata. Faktor-faktor

20 yang dapat meningkatkan frekuensi nafas antara lain excitement, ketakutan, suhu lingkungan yang tinggi, kelembaban, setelah olahraga dan obesitas (Kelly 1974). 2.3 Tulang Tulang adalah jaringan biologis dinamis terdiri dari metabolisme sel-sel aktif yang diintegrasikan ke dalam kerangka kerja yang kaku (Kalfas & FACS 2001). Porsi yang signifikan dari kerangka masih terdiri dari tulang rawan pada hewan yang baru lahir. Kerangka tulang yang matang berkembang selama pertumbuhan karena kemampuan sel yang disebut osteosit untuk deposit garam tulang (terutama garam kalsium) di lamela atau lembaran (Heath & Olusanya 1985). Kehadiran pembuluh darah sangat penting untuk kehidupan osteosit sekitarnya dan pemeliharaan tulang itu sendiri. Tulang memiliki pori yang dapat digunakan sebagai saluran untuk aliran darah dan menyediakan cara tulang untuk hidup dengan mengusahakan tulang itu sendiri berbaur dengan implan secara permanen (Schowengerdt 2002). Tulang adalah jaringan hidup dan bahkan pada hewan dewasa terus-menerus mengalami perubahan. Sel yang disebut osteoklas menghancurkan tulang tua sementara osteosit memproduksi tulang baru. Pada orang dewasa tulang dapat membentuk kembali dengan sendirinya sebagai respon terhadap kerusakan bagian tulang walaupun kemampuan ini berkurang dengan bertambahnya umur (Heath & Olusanya 1985). Pada penampang longitudinal dan transversal dari suatu tulang panjang tampak bahwa tulang terdiri atas dua bagian yaitu substansi compacta dan substansi spongiosa. Substansi compacta merupakan bagian luar yang padat. Tebal bagian ini berbeda-beda, tergantung dari pengaruh tenaga tekan dan tarik yang dialami tulang (Soesetiadi 1977). Substansi spongiosa merupakan bagian dalam tulang yang terbentuk oleh trabekula-trabekula tipis yang membentuk jalinan seperti sepon atau bunga karang (spongy) (Astawan 2002). Cavum medullaris adalah ruangan yang terdapat pada tulang panjang yang berisi sumsum tulang. Pada hewan muda, sumsum tulang berupa sumsum tulang merah yang dapat membuat sel-sel darah dan dengan meningkatnya usia, sumsum tulang merah ini digantikan dengan sumsum tulang kuning yang teridri atas jaringan lemak biasa (Soesetiadi 1977).

21 Gambar 2 Pori pada Tulang (Schowengerdt 2002) Kesatuan struktural yang membentuk tulang dinamakan osteon yang terdiri atas: 1. Saluran havers, yaitu suatu saluran yang terletak di tengah dan berisi darah pada hewan muda. Pada hewan dewasa saluran ini kosong. Saluran havers berjalan sejajar dengan bidang longitudinal dan dapat dihubungkan satu sama lain oleh saluran volkman. 2. Lamela, yaitu daun-daun yang dibentuk oleh serabut-serabut kolagen dengan arah yang sejajar dengan bidang longitudinal tulang. Jurusan serabut kolagen pada suatu lamela bersilangan dengan serabut pada lamel yang ada disebelahnya. 3. Osteosit, atau sel tulang mempunyai penjuluran yang bercabang. 4. Bahan intraseluler, terdiri atas bahan organik dan anorganik (Soesetiadi 1977). Tulang merupakan jaringan ikat khusus. Seperti halnya jaringan ikat yang lain, tulang terdiri dari sel-sel tulang dan matriks, namun pada tulang matriksnya mengalami mineralisasi. Mineral tulang adalah kalsium fosfat dalam bentuk kristal hidroksiapatit. Mineralisasi tersebut menyebabkan tulang menjadi jaringan yang keras sehingga mampu menjadi penunjang dan pelindung (Astawan 2002). Sel-sel tulang terdiri dari empat jenis, yaitu: 1. Osteoprogenitor, dapat tumbuh dan berkembang menjadi osteoblast. 2. Osteoblast, mensintesis matriks tulang.

22 3. Osteosit, merupakan perkembangan dari osteoblast yang sudah dikelilingi oleh matriks hasil sekretanya. 4. Osteoklas, adalah sel yang mampu menyerap tulang (fagositosis) pada proses pertumbuhan tulang, bisa terletak pada permukaan tulang. Sel osteoklas tumbuh dari sumsum tulang (Astawan 2002). Berat tulang sekitar 20% adalah air (Recker 1992, diacu dalam Kalfas & FACS 2001). Berat tulang kering terdiri atas kalsium fosfat anorganik (65-70%) dan matriks organik protein fibrous dan kolagen (30-35%) (Copenhaver, Kelly, Wood 1987, diacu dalam Kalfas 2001). Osteoit adalah matriks organik yang tidak dimineraliasi yang dikeluarkan oleh osteoblas. Osteosit terdiri dari 90% tipe I kolagen dan 10% substansi dasar yang terdiri dari protein nonkolagenus, glikoprotein, proteoglikan, peptida, karbohidrat dan lipid (Prolo 1990, diacu dalam Kalfas 2001). Isi anorganik tulang terutama terdiri dari kalsium fosfat dan kalsium karbonat, dengan sedikit magnesium, fluorid dan sodium. Bentuk kristal mineral hidroksiapatit yang presipitat tersusun teratur disekitar serat kolagen dari osteoit. Kalsifikasi osteoit awal biasanya terjadi dalam beberapa hari dari sekresi tetapi lengkap setelah beberapa bulan (Kalfas 2001) Persembuhan Tulang Hewan normal dapat memproduksi dengan segera jaringan embrionik untuk menyembuhkan bagian yang rusak pada tulang. Proses persembuhan tulang diawali dengan proses transformasi menjadi fibro kartilago dan kemudian menjadi tulang, terdapat berturut-turut kalus kartilago dan kalus tulang. Terakhir jika diterima tersusun dari tulang cancellated. Setelah kalus lengkap dan telah membentuk penyatuan yang solid antara bagian yang rusak maka kalus berkurang volumenya kemudian terjadi pemisahan antara fragmen kalus. Ketika pemisahan telah sedikit, kalus menjadi tidak terasa setelah selang beberapa bulan (Connor 1980). Proses persembuhan tulang dapat dilihat pada Gambar 3.

23 Proses Persembuhan Fraktur Minggu Ke-1 Minggu Ke-2 sampai ke-3 Hematoma (atau Inflamasi) Minggu Ke-4 sampai ke-16 Kalus Halus Minggu Ke-17 sampai seterusnya Kalus Keras Remodelling Gambar 3 Proses Persembuhan Tulang (Anonim ) Persembuhan tulang pada tulang yang patah atau rusak terdiri dari beberapa fase, yaitu: 1. Fase hematoma Tiap fraktur biasanya disertai putusnya pembuluh darah sehingga terdapat penimbunan darah di sekitar fraktur. Pembuluh darah robek dan membentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Hematoma ini disertai dengan pembengkakan jaringan lunak. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblas. Ujung tulang yang patah terjadi iskemia sampai beberapa milimeter dari garis patahan yang mengakibatkan matinya osteosit pada daerah fraktur tersebut. Stadium ini berlangsung jam (Rizka 2010). 2. Fase proliferatif Terjadi proliferasi dan diferensiasi sel-sel periosteal dan endosteal menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum, endosteum dan sumsum tulang yang telah mengalami trauma pada stadium ini. Hematoma akan terdesak oleh proliferasi ini dan diabsorbsi oleh tubuh. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam,

24 osteoblas beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Bersamaan dengan aktivitas sel-sel sub-periosteal maka terjadi aktifitas sel-sel dari kanalis medularis dari lapisan endosteum dan dari sumsum tulang masing-masing fragmen. Proses dari periosteum dan kanalis medularis dari masing-masing fragmen bertemu dalam satu proses yang sama, proses terus berlangsung kedalam dan keluar dari tulang tersebut sehingga menjembatani permukaan fraktur satu sama lain. Saat ini mungkin tampak dibeberapa tempat pulaupulau kartilago yang banyak sekali, walaupun adanya kartilago ini tidak mutlak dalam penyembuhan tulang. Terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah dalam beberapa hari. Sudah terjadi pengendapan kalsium pada fase ini. Fase berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya (Rizka 2010). 3. Fase pembentukan kalus Area kecil tulang muda berhenti di sekitar pembuluh darah dalam seminggu. Tulang dewasa dibentuk lebih lambat di lamella paralel (tulang lamellar), tenunan tulang ini dibentuk secara cepat disekitar pembuluh darah di jaringan penghubung muda dan merupakan penanganan luka pertama yang ideal untuk memperbaiki fraktur dengan tujuan untuk menggantikan dalam kaitannya dengan bagian tulang lamellar muda (Watson-Jones et al. 1952). Kalus fibrous terbentuk lalu pada fase ini tulang menjadi osteoporotik akibat resorbsi kalsium. Sel-sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik yaitu mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblas dan osteoklas yang mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Sel-sel osteoblas mengeluarkan matriks intraseluler terdiri dari kolagen dan polisakarida yang segera bersatu dengan garam-garam kalsium membentuk tulang muda atau kalus muda. Massa sel yang tebal dengan tulang muda dan kartilago, membentuk kalus pada permukaan endosteal dan periosteal. Akhir stadium ini akan terdapat dua macam kalus yaitu didalam disebut kalus internal dan diluar disebut kalus eksternal. Tulang yang muda (anyaman tulang) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu (Rizka 2010).

25 4. Fase konsolidasi Kalus yang terbentuk mengalami maturisasi lebih lanjut oleh aktivitas osteoblas, kalus menjadi tulang yang lebih dewasa (mature) dengan pembentukan lamela-lamela pada fase ini. Proses penyembuhan pada stadium ini sebenarnya sudah lengkap. Terjadi pergantian kalus fibrous menjadi kalus primer. Fase ini terjadi sesudah empat minggu, namun pada umur-umur lebih muda lebih cepat. Secara berangsur-angsur kalus tulang primer diresorbsi dan diganti dengan kalus tulang sekunder yang sudah mirip dengan jaringan tulang yang normal. Proses ini lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal (Rizka 2010). 5. Fase remodelling Kalus tulang sekunder sudah ditimbuni kalsium yang banyak dan tulang sudah terbentuk dengan baik, serta terjadi pembentukan kembali dari medula tulang pada fase ini. Apabila penyatuan sudah lengkap, tulang baru yang terbentuk pada umumnya berlebihan, mengelilingi daerah fraktur di luar maupun di dalam kanal, sehingga dapat membentuk kanal medularis. Kalus yang sudah mature secara pelan-pelan terhisap kembali dengan kecepatan yang konstan sehingga terbentuk tulang yang sesuai dengan aslinya dengan mengikuti stres/tekanan dan tarik mekanis, misalnya gerakan, kontraksi otot dan sebagainya (Rizka 2010) Peradangan Inflamasi merupakan respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung (sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera (Dorland 2002). Tanda-tanda radang mencakup rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (rasa sakit) dan tumor (pembengkakan). Tanda pokok yang kelima ditambahkan pada abad terakhir yaitu functio laesa (perubahan fungsi) (Abrams 1995; Rukmono 1973; Mitchell & Cotran 2003). Rasa sakit disebabkan oleh tekanan yang meninggi akibat pembengkakan jaringan yang meradang (Abrams 1995; Rukmono 1973). Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial. Campuran cairan dan

26 sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat meradang (Abrams 1995; Rukmono 1973). Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang (Dorland 2002). Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal akan tetapi belum diketahui secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang meradang (Abrams 1995). Secara garis besar, peradangan ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah lokal yang mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan, kenaikan permeabilitas kapiler disertai dengan kebocoran cairan dalam jumlah besar ke dalam ruang interstisial, pembekuan cairan dalam ruang interstisial yang disebabkan oleh fibrinogen dan protein lainnya yang bocor dari kapiler dalam jumlah berlebihan, migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit ke dalam jaringan dan pembengkakan sel jaringan (Guyton & Hall 1993) Implan Tulang (Bone Graft) Bahan yang dapat mengganti tulang disebut sebagai material implan. Implan tulang atau bone graft adalah prosedur medis penggantian tulang yang rusak atau hilang dengan implan. Jika implan tulang berhasil, ada kesempatan baik bahwa area tersebut akan sembuh dengan baik sehingga memungkinkan pasien untuk menggunakan tulang seperti biasa (Anonim ). Implan tulang dimungkinkan karena jaringan tulang memiliki kemampuan untuk regenerasi sepenuhnya jika tersedia ruang untuk tumbuh. Ketika tulang asli tumbuh, umumnya akan menggantikan material implan sepenuhnya yang menghasilkan daerah terintegrasi sepenuhnya oleh tulang baru. Mekanisme biologi menyediakan dasar rasional untuk pengimplanan tulang yaitu osteokonduktif, osteoinduktif dan osteogenesis (Klokkevold & Jovanovic 2002). Material implan tulang harus osteokonduktif. Osteokonduksi terjadi ketika material implan tulang berfungsi sebagai scaffold untuk pertumbuhan tulang baru yang dihidupkan terus-menerus oleh tulang asli. Osteoblas dari margin kerusakan pada daerah yang diimplan memanfaatkan material implan tulang sebagai kerangka yang dapat menyebar dan menghasilkan tulang baru. Osteoinduksi melibatkan stimulasi sel osteoprogenitor berdiferensiasi menjadi osteoblas yang kemudian pembentukan tulang baru dimulai. Material implan tulang yang osteokonduktif dan osteoinduktif tidak hanya berfungsi sebagai scaffold untuk

27 menghasilkan osteoblas tetapi juga akan memicu pembentukan osteoblas baru, secara teoritis mempercepat integrasi dari implan. Osteogenesis terjadi ketika osteoblas penting yang berasal dari bahan implan tulang berkontribusi untuk pertumbuhan tulang baru seiring dengan pertumbuhan tulang yang dihasilkan melalui osteokonduktif dan osteoinduktif (Klokkevold & Jovanovic 2002). Jenis dan sumber jaringan pada implan tulang yaitu: 1. Autograft Implan tulang yang melibatkan pemanfaatan tulang yang diperoleh dari individu penerima implan tersebut. Tulang autologous yang paling banyak digunakan karena memiliki sedikit resiko dari penolakan implan karena implan berasal dari tubuh pasien itu sendiri (Wang 2009). Aspek negatif implan autologous adalah sebuah situs bedah tambahan diperlukan sehingga menimbulkan nyeri dan komplikasi pasca operasi pada situs tersebut (Anonim ). Laurencin 2009 juga mengatakan pemanenan autograft membutuhkan operasi tambahan di lokasi donor yang dapat mengakibatkan komplikasi sendiri seperti radang, infeksi dan nyeri kronis yang kadang-kadang lebih lama dari rasa sakit prosedur pembedahan yang asli. Jumlah jaringan tulang yang dapat dipanen juga terbatas sehingga perlu sumber lain. 2. Allograft Tulang allograft berasal dari individu pendonor. Tulang allograft diambil dari kadaver yang telah menyumbangkan tulang mereka sehingga dapat digunakan untuk orang yang membutuhkan, hal ini biasanya bersumber dari bank tulang (Anonim ). Allograft adalah alternatif untuk autograft dan diambil dari donor atau kadaver, menghindari beberapa kelemahan autograft dengan menghilangkan morbiditas donor-situs dan masalah suplai yang terbatas. Allograft juga memiliki resiko yaitu resiko penularan penyakit dari donor kepada penerima. 3. Xenograft Tulang substitusi xenograft berasal dari spesies lain seperti sapi. Xenograft biasanya hanya didistribusikan sebagai matriks kaku (Anonim ).

28 4. Varian Sintetis Tulang buatan dapat diperoleh dari keramik seperti kalsium fosfat (misalnya hidroksiapatit dan trikalsium fosfat), bioglass dan kalsium sulfat. Semua yang secara biologis aktif untuk derajat yang berbeda tergantung pada kelarutan dalam lingkungan fisiologis (Hench 1991). Material-material ini dapat diolah dengan faktor pertumbuhan, ion seperti strontium atau dicampur dengan aspirasi sumsum tulang untuk meningkatkan aktivitas biologis (Anonim ). Autograft dan allograft memberikan manfaat namun masing-masing memiliki keterbatasan sehingga dibutuhkan alternatif. Peneliti telah mengembangkan beberapa alternatif dengan menggunakan dua kriteria dasar implan yang baik yaitu osteokonduktif dan osteoinduktif, beberapa diantaranya tersedia untuk penggunaan klinis dan hal lain yang masih dalam tahap perkembangan. Alternatif dapat menggunakan berbagai material termasuk polimer alam, polimer sintetik, keramik dan komposit (Laurencin 2009). Salah satu alternatif yang banyak digunakan adalah varian sintetik yaitu implan tulang terbuat dari keramik seperti kalsium fosfat (misalnya hidroksiapatit dan trikalsium fosfat), bioglass dan kalsium sulfat (Anonim ) dan polimer seperti kitosan Hidroksiapatit (HA) Hidroksiapatit (HA) adalah suatu kalsiurn fosfat keramik, terdiri atas kalsium dan fosfat dengan perbandingan 1:67, berasal dari rangka sejenis binatang karang dan melalui proses hidrotermal bahan ini akan diubah menjadi HA [Ca 10 (PO 4 MOH) 2 ]. HA memiliki sifat fisis, kimia, mekanis dan bioiogis yang mirip dengan struktur tulang, melekat pada tulang secara biointegrasi yang berarti implan yang terbuat dari HA berkontak dan menyatu secara kimiawi dengan tulang. HA adalah implan tulang sintetik yang paling banyak digunakan saat ini karena sifat osteokonduksi, keras dan dapat diterima oleh tulang. Penggunaan HA memiliki banyak keuntungan antara lain sifat biokompatibilitas yang tinggi dan mempunyai sifat bioaktif, mudah didapat dalam jumlah yang diinginkan dan lainlain (Pane 2008). Sifat lain yang dimiliki HA adalah berpori, terserap tulang (resorpsi), bioaktif, tidak korosi, inert dan tahan aus, walaupun HA memiliki kelemahan yaitu getas dan mudah patah (Putri 2008), sehingga penggunaan HA sering dikombinasikan dengan material lainnya.

29 Sampai dengan 50% dari tulang terdiri dari sebuah bentuk modifikasi dari mineral anorganik HA. HA dapat ditemukan di gigi dan tulang dalam tubuh manusia. Oleh karena itu, biasanya digunakan sebagai pengisi untuk menggantikan tulang yang diamputasi atau sebagai lapisan untuk meningkatkan pertumbuhan implan menjadi tulang. Kerangka koral dapat diubah menjadi HA oleh suhu tinggi. Struktur pori HA memungkinkan pertumbuhan ke dalam relatif cepat (Junqueira et al. 2003). HA dapat menyatukan pembentukan tulang dan persembuhan lesion selama tiga bulan tetapi pada lesion besar di tulang panjang setelah bulan. Tidak ada komplikasi seperti kehancuran implan, keadaan sakit yang berulang pada lesion, reaksi benda asing dan reaksi antigenik dengan HA. Terdapat pembentukan tulang yang baik, persembuhan lesion dan penyatuan dalam penggunaan HA. HA adalah substitusi implan tulang yang baik sekali untuk menunjang kasus ortopedik dan memfasilitasi pembentukan tulang dan merupakan biokompatibel dan bahan remodeling yang lambat. Percobaan secara mekanik memperkuat pendapat HA menyatu ke dalam tulang lebih kuat daripada tulang itu sendiri. Pembentukan tulang dan penggabungan HA baik di semua kasus (Reddy, Renuka & Swamy 2005). Hubungan HA dengan reaksi imunologi yaitu saat diimplankan ke hewan atau manusia. HA memproduksi sedikit atau tidak sama sekali respon tubuh terhadap benda asing (Laksin 1985, diacu dalam Aprilia 2008) sehingga tidak menimbulkan respon imun berupa respon penolakan terhadap implan Trikalsium Fosfat (TKF) Trikalsium fosfat (TKF) [Ca 3 (PO 4 ) 2 ] adalah keramik berpori yang memiliki sifat biologis non-reaktif dan resorbable, bertindak sebagai scaffold untuk pertumbuhan ke dalam tulang sehingga penggantian tulang dapat mengalami degradasi progresif (Lange et al. 1986). Tahun 1920, Albee dan Morrison melaporkan penggunaan TKF sebagai stimulus bagi pertumbuhan tulang. Hasil yang didapat yaitu patah tulang dan kerusakan tulang menunjukkan pertumbuhan tulang yang lebih cepat dan berikatan ketika TKF disuntikkan ke dalam celah antara ujung tulang daripada tulang kontrol tanpa perlakuan. TKF banyak digunakan dalam kombinasi dengan

30 HA karena memberikan efek yang baik yaitu osteokonduksi dan kemampuan diresorbsi. HA dan TKF juga merupakan bahan sintetik yang memiliki umur simpan panjang, menyebabkan reaksi inflamasi yang minimal, memiliki resiko penularan agen dan reaksi imunologi yang rendah (Wounds 2002) Kitosan Kitosan adalah biokopolimer yang terdiri dari glukosamin dan N- acetyloglucosamine yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Memiliki nilai komersial dan kemungkinan dalam penggunaan sebagai biomedikal. Kitosan berasal dari cangkang udang dan crustacean laut lainnya, termasuk Pandalus (Shahidi & Synowieski 1991). Kitosan dapat digunakan sebagai perekat atau implan dalam bedah ortopedi (Ratajska et al. 2008), juga dapat meningkatkan rasio persembuhan luka, wound strength, mendukung pertumbuhan sel dan memberikan hasil yang baik dalam aplikasi pada bidang rekayasa jaringan. Kitosan juga menunjukkan bakteriostatik dan fungistatik yang mencegah infeksi (Aprilia 2008) serta memiliki sifat biokompatibel dan biodegradabel. Kualitas kitosan yang dimurnikan tersedia untuk aplikasi biomedis. Kombinasi HA-Kitosan baik untuk memproduksi scaffold (Ratajska et al. 2008).

31 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian berlangsung selama 5 bulan dimulai dari bulan Maret sampai dengan Juli Penelitian dilakukan di Laboratorium Bagian Bedah dan Radiologi Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi dan kandang domba Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. 3.2 Materi Penelitian Alat dan Bahan Penelitian Alat-alat yang digunakan diantaranya timbangan untuk domba, stetoskop, termometer, stopwatch, wadah plastik untuk makan dan minum, ember, selang air, kapas, jangka sorong, kasa, plester dan gunting. Hewan percobaan yang digunakan domba lokal (Ovis aries) yang berjumlah 6 ekor dengan kisaran umur 1,5-2 tahun dan berat badan ±19 kg (rata-rata 18,93±1,04). Domba dalam keadaan klinis sehat dan tidak bunting. Bahan yang digunakan diantaranya air, pakan berupa konsentrat dan rumput, Rivanol, Levertrans, Peru Balsem, Gusanex, Iodium Tingture 3%, implan tulang hidroksiapatit (HA), trikalsium fosfat (TKF) dan kitosan yang diperoleh dari Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor Metode Penelitian 1. Persiapan hewan Domba diperiksa keadaan klinis yaitu suhu tubuh, frekuensi jantung dan frekuensi nafas. Perhitungan parameter frekuensi jantung dan nafas dalam waktu 15 detik kemudian dikalikan 4 untuk mendapatkan hasil per 1 menit dengan bantuan stopwatch. Domba dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing kelompok terdiri atas 3 ekor domba penerima implan HA-Kitosan (2 ekor jantan dan 1 ekor betina) dan 3 ekor domba penerima implan HA-TKF (1 ekor jantan dan 2 ekor betina). Domba ditempatkan di kandang domba dan setiap domba ditempatkan di kandang yang berbeda.

32 2. Adaptasi terhadap lingkungan baru Adaptasi domba dilakukan dalam lingkungan dan pakan baru untuk membiasakan hewan dan mengurangi tingkat stres bagi hewan coba selama 1 minggu. Hewan diberi pakan dan air minum pada pagi dan sore hari. Pakan konsentrat dan rumput diberikan ad libitum pada wadah plastik. Air juga diberikan ad libitum pada wadah plastik dengan menggunakan selang air. 3. Penanaman implan HA-Kitosan dan HA-TKF Penanaman implan dilakukan pada tulang tibia kaki kiri bagian medial sementara itu tulang tibia kaki kanan sebagai kontrol positif (hanya dilubangi tanpa diberi implan). Kontrol negatif untuk kisaran suhu tubuh, frekuensi jantung dan frekuensi nafas domba normal yang didapat dari literatur. Operasi dilakukan dengan melakukan penyayatan selebar 3-4 cm pada kulit lalu subkutan kemudian penyayatan otot dan jaringan periosteum dengan otot disayat sejajar sumbu tulang pada bagian proximomedial tulang tibia kiri hingga mencapai tulang. Penyayatan dilakukan secara hati-hati agar tidak mengenai vena saphena dan nervus saphenus. Musculus peroneus tertius akan tampak di bagian proximokranial sedangkan musculus flexor digitalis pedis longus akan tampak di bagian proximokaudal. Selanjutnya dilakukan pembuatan lubang menggunakan bor dengan diameter dan kedalaman yang disesuaikan dengan ukuran material implan tulang. Material implan tulang yang berbentuk tabung dengan diameter 4 mm dan tinggi 7 mm ditanam pada lubang yang telah dibuat. Setelah itu penutupan jaringan dilakukan dengan menjahit lepas periosteum, otot, jaringan subkutan dan kulit menggunakan jahitan sederhana. Prosedur yang sama dilakukan pada tulang tibia kaki kanan tetapi lubang tidak diberi implan. 4. Penanganan post penanaman implan Setelah post penanaman implan, pemeriksaan fisik seperti pengukuran suhu tubuh, frekuensi jantung/pulsus dan frekuensi nafas serta persembuhan luka hewan dilakukan setiap hari. Penggantian verban juga dilakukan setiap hari sampai luka sembuh (Gambar 7). Bagian bekas operasi dibersihkan dengan Rivanol dan peradangan (nyeri, merah, panas dan bengkak) yang

33 terjadi pada bagian yang diimplan diamati (Gambar 8) dan dilakukan pengukuran kalus untuk mengetahui persembuhan tulang. Pengukuran kalus dengan menggunakan jangka sorong dilakukan setiap hari. Parameter yang diukur adalah panjang, lebar dan tinggi kalus. Pengukuran tinggi kalus diukur dari bagian lateral sampai medial pada bagian kaki yang diimplan (Gambar 9,10 dan 11). Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6 Keterangan: Gambar 4 Pemeriksaan Suhu Tubuh, Gambar 5 Pemeriksaan Frekuensi Jantung, Gambar 6 Pemeriksaan Frekuensi Nafas Gambar 7 Penggantian Verban Gambar 8 Peradangan

34 Gambar 9 Gambar 10 Gambar 11 Keterangan: Gambar 9 Pengukuran Panjang Kalus, Gambar 10 Pengukuran Lebar Kalus, Gambar 11 Pengukuran Tinggi Kalus Setelah pengukuran dilakukan, bagian luka diolesi campuran Levertrans dan peru balsam untuk mempercepat persembuhan jaringan dan diberi iodium tingture sebagai desinfektan. Setelah itu disekitar luka disemprot dengan Gusanex sebagai anti serangga, kemudian luka diverban kembali. Penanganan post penanaman implan dilakukan pada hewan setiap hari. 5. Parameter yang diamati Parameter dilakukan pada gambaran klinis domba berupa pemeriksaan fisik yaitu suhu tubuh, frekuensi jantung dan frekuensi nafas serta persembuhan tulang dengan mengamati perkembangan kalus tulang (panjang, lebar dan tinggi) dan kejadian peradangan (nyeri, merah, panas dan bengkak).

35 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari sampai waktu panen domba. Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan suhu tubuh, frekuensi jantung dan frekuensi nafas Suhu Tubuh Suhu Tubuh ( C) HA-Kitosan HA-TKF Normal Waktu (Hari) Gambar 12 Rataan suhu tubuh domba pada persembuhan implan tulang disetiap kelompok perlakuan. Gambar 12 memperlihatkan kelompok domba implan HA-Kitosan memiliki suhu tubuh pada kisaran suhu domba normal yaitu 38,9-40,0 C (Kelly 1974). Pada kelompok domba implan HA-TKF terjadi sedikit penurunan pada hari ke-21 dan ke-90 post operasi jika dibandingkan dengan kisaran suhu domba normal. Penurunan suhu tubuh ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor lingkungan, faktor panjang waktu siang dan malam dan faktor makanan yang dikonsumsi (Swenson 1997). Kelly (1974) menambahkan suhu tubuh semua hewan sehat bervariasi sepanjang hari. Hal ini dipengaruhi oleh panjang waktu siang dan malam yang mempengaruhi suhu lingkungan. Faktor makanan yang dikonsumsi tidak mempengaruhi pada penelitian ini karena domba diberi pakan dengan frekuensi sama yaitu pada pagi dan siang hari dengan jumlah pakan yang serupa.

36 Suhu tubuh kelompok domba pada setiap perlakuan masih berada pada kisaran suhu tubuh domba normal. Hal ini menunjukan senyawa yang terkandung dalam implan HA-Kitosan dan HA-TKF tidak mengganggu fisiologis suhu tubuh domba Frekuensi Jantung 130 Frekuensi Jantung (x/menit) HA-kitosan HA-TKF Normal Waktu (Hari) Gambar 13 Rataan frekuensi jantung domba pada persembuhan implan tulang disetiap kelompok perlakuan. Gambar 13 memperlihatkan frekuensi jantung kelompok domba implan HAkitosan dan HA-TKF berada di atas kisaran frekuensi jantung domba normal yaitu denyut/menit (Kelly 1974). Peningkatan frekuensi jantung ini disebabkan oleh aktivitas domba yang meningkat dikarenakan proses handling domba ketika pengambilan data frekuensi jantung yang membuat domba tersebut stress. Stres memicu hipotalamus mengeluarkan Corticotropin Releasing Hormone (CRH) yang akan memicu hipofise anterior mengeluarkan ACTH. ACTH kemudian merangsang adrenal korteks melepaskan hormon kortisol akan meningkatkan aksi vasokontriksi norepinefrin dan epinefrin yang akan meningkatkan frekuensi jantung dan tekanan darah (Bojrab 1981). Hal ini diperkuat dengan pernyataan Adisuwirdjo (2001) faktor yang mempengaruhi denyut jantung diantaranya aktivitas, kadar CO 2, berat badan dan usia. Peningkatan frekuensi jantung ini adalah fisiologis karena hasil pemeriksaan suhu tubuh adalah normal.

37 Hasil ini memperlihatkan senyawa yang terkandung dalam implan HA- Kitosan dan HA-TKF tidak mengganggu fisiologis frekuensi jantung domba. Kenaikan frekuensi jantung pada setiap perlakuan lebih disebabkan faktor luar yang mempengaruhi keadaan psikis domba dan habitus individu domba Frekuensi Nafas 60 Frekuensi Nafas (x/menit) HA-kitosan HA-TKF Normal Waktu (Hari) Gambar 14 Rataan frekuensi nafas domba pada persembuhan implan tulang disetiap kelompok perlakuan. Gambar 14 memperlihatkan domba perlakuan memiliki frekuensi nafas lebih tinggi daripada normal yaitu nafas/menit (Kelly 1974). Hal ini disebabkan keadaan psikis domba yang stres akibat proses handling dalam pengambilan data frekuensi nafas menyebabkan hewan excited. Kelly (1974) juga menyatakan faktor yang dapat meningkatkan frekuensi nafas adalah ketika hewan excited, setelah exercise dan hewan obesitas. Gambar 14 juga memperlihatkan frekuensi nafas domba setiap perlakuan masih berada pada kisaran frekuensi nafas domba normal. Hal ini menunjukkan senyawa yang terkandung dalam implan HA-Kitosan dan HA-TKF tidak mengganggu fisiologis frekuensi nafas domba. Peningkatan frekuensi nafas disebabkan proses handling yang dilakukan dan habitus individu domba. Pemeriksaan fisik yang terdiri atas pemeriksaan suhu tubuh, frekuensi jantung dan frekuensi nafas menunjukkan bahwa pemberian implan HA-Kitosan dan HA-TKF dapat diterima dengan baik oleh tubuh dan tidak mengganggu

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari sampai waktu panen domba. Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan suhu tubuh,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Taksonomi domba lokal (Ovis aries) yaitu (Herren 2000): Gambar 1 Domba Lokal Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mamalia Ordo : Artiodactyla Famili : Bovidae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang seperti halnya jaringan hidup lainnya pada tubuh manusia dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang seperti halnya jaringan hidup lainnya pada tubuh manusia dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tulang merupakan salah satu penyusun tubuh yang sangat penting dan merupakan salah satu jaringan keras yang terdapat dalam tubuh manusia. Tulang mengandung 30% serabut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terjadi akibat kerusakan serat kolagen ligamentum periodontal dan diikuti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terjadi akibat kerusakan serat kolagen ligamentum periodontal dan diikuti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Poket infraboni merupakan kerusakan tulang yang terjadi pada jaringan pendukung gigi dengan dasar poket lebih apikal daripada puncak tulang alveolar yang terjadi akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal adalah penyakit yang mengenai jaringan periodontal, yaitu jaringan yang menghubungkan antara gigi dan tulang alveolar. Di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. prosedur yang kompleks dengan kemungkinan resiko terhadap pasien

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. prosedur yang kompleks dengan kemungkinan resiko terhadap pasien BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Prosedur tandur tulang (bone grafting) merupakan prosedur operasi untuk menggantikan tulang dimana prosedur ini merupakan prosedur yang kompleks dengan kemungkinan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Makroskopis Tulang Kelinci Implan terlihat jelas sebagai massa berbentuk padat berwarna putih pada bagian korteks hingga bagian medula tulang. Hasil pemeriksaan makroskopis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan pencangkokan tulang. Tulang merupakan jaringan kedua terbanyak. tahun dilakukan diseluruh dunia (Greenwald, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan pencangkokan tulang. Tulang merupakan jaringan kedua terbanyak. tahun dilakukan diseluruh dunia (Greenwald, 2002). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tulang merupakan unsur pokok kerangka orang dewasa, jaringan tulang yang menyangga struktur berdaging, melindungi organ vital seperti yang terdapat didalam tengkorak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekitar delapan juta orang mengalami kejadian patah tulang dengan jenis patah

BAB I PENDAHULUAN. sekitar delapan juta orang mengalami kejadian patah tulang dengan jenis patah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2009 didapatkan sekitar delapan juta orang mengalami kejadian patah tulang dengan jenis patah tulang yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. transplantasi. Lebih dari satu juta pasien dirawat karena masalah skeletal, bedah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. transplantasi. Lebih dari satu juta pasien dirawat karena masalah skeletal, bedah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan tulang adalah salah satu jaringan yang sering digunakan untuk transplantasi. Lebih dari satu juta pasien dirawat karena masalah skeletal, bedah ortodontik, bedah

Lebih terperinci

1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan jaringan karena penyakit keturunan, luka berat dan kecelakaan menempati posisi kedua penyebab kematian di dunia. Pengobatan konvensional yang umum dilakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses kesembuhan fraktur dimulai segera setelah tulang mengalami kerusakan, apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis dan biologis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jaringan tulang merupakan salah satu jaringan yang paling sering digunakan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jaringan tulang merupakan salah satu jaringan yang paling sering digunakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan tulang merupakan salah satu jaringan yang paling sering digunakan untuk prosedur transplantasi (Ana dkk., 2008). Setiap tahun, lebih dari lima ratus ribu prosedur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang merupakan suatu jaringan ikat tubuh terkalsifikasi yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang merupakan suatu jaringan ikat tubuh terkalsifikasi yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tulang merupakan suatu jaringan ikat tubuh terkalsifikasi yang terdiri dari matriks dan sel-sel. Tulang mengandung matriks organik sekitar 35%, dan matriks anorganik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Fraktur merupakan salah satu kasus yang sering terjadi pada hewan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Fraktur merupakan salah satu kasus yang sering terjadi pada hewan PENDAHULUAN Latar Belakang Fraktur merupakan salah satu kasus yang sering terjadi pada hewan kesayangan terutama anjing dan kucing. Fraktur pada hewan, umumnya disebabkan oleh trauma seperti terbentur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori

TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori Hidroksiapatit berpori digunakan untuk loading sel (Javier et al. 2010), pelepas obat (drug releasing agents) (Ruixue et al. 2008), analisis kromatografi

Lebih terperinci

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang)

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaringan, setelah transplantasi gigi. Meskipun ada kemungkinan bahwa prosedur

BAB I PENDAHULUAN. jaringan, setelah transplantasi gigi. Meskipun ada kemungkinan bahwa prosedur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bone grafting merupakan prosedur kedua terbanyak dalam hal transplantasi jaringan, setelah transplantasi gigi. Meskipun ada kemungkinan bahwa prosedur ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekitar 40% kerusakan jaringan keras tubuh karena tulang rapuh, kanker tulang atau kecelakaan banyak terjadi di Indonesia, sisanya karena cacat bawaan sejak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang adalah jaringan ikat yang keras dan dinamis (Kalfas, 2001; Filho

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang adalah jaringan ikat yang keras dan dinamis (Kalfas, 2001; Filho I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tulang adalah jaringan ikat yang keras dan dinamis (Kalfas, 2001; Filho dkk., 2007). Selain fungsi mekanis, tulang juga berperan penting dalam aktivitas metabolik (Meneghini

Lebih terperinci

Tulang Rawan. Struktur Dasar, Tipe dan Lokasi

Tulang Rawan. Struktur Dasar, Tipe dan Lokasi Tulang Rawan Struktur Dasar, Tipe dan Lokasi Suatu tulang rawan memiliki khondrosit yang tersimpan di dalam ruangan (lacunae) dalam matriks ekstraselular. Tulang rawan mengandung banyak air (menyebabkannya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Makroskopis

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Makroskopis 30 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Makroskopis Keadaan normal struktur tulang panjang seperti os tibia memiliki bentuk yang kompak dan padat. Pembuatan lubang dengan menggunakan bor gigi pada os tibia

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU PUTIH

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU PUTIH PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoariae (Berg.) Roscoe) TERHADAP GAMBARAN KLINIS PRE DAN POST OPERASI PADA KELINCI YANG DIINDUKSI TUMOR HERYUDIANTO VIBOWO FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bidang kesehatan bahan ini biasa diimplankan di dalam tubuh manusia untuk

I. PENDAHULUAN. bidang kesehatan bahan ini biasa diimplankan di dalam tubuh manusia untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan rehabilitasi saat ini semakin banyak diperlukan oleh masyarakat. Pada bidang kesehatan bahan ini biasa diimplankan di dalam tubuh manusia untuk merehabilitasi tulang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Proses Penyembuhan Fraktur Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. periodontitis. Dalam kondisi kronis, periodontitis memiliki gambaran klinis berupa

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. periodontitis. Dalam kondisi kronis, periodontitis memiliki gambaran klinis berupa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia kedokteran gigi erat sekali kaitannya dengan penyakit yang dapat berujung pada kerusakan atau defek pada tulang alveolar, salah satunya adalah periodontitis. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biomaterial logam, keramik, polimer dan komposit. kekurangan. Polimer mempunyai kekuatan mekanik yang sangat rendah

BAB I PENDAHULUAN. biomaterial logam, keramik, polimer dan komposit. kekurangan. Polimer mempunyai kekuatan mekanik yang sangat rendah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam aktivitasnya banyak menghadapi permasalahan serius yang disebabkan oleh kecelakaan dan penyakit. Tercatat kecelakaan lalu lintas (lakalantas)

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sedang dikembangkan saat ini adalah komposit kolagen hidroksiapatit.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sedang dikembangkan saat ini adalah komposit kolagen hidroksiapatit. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini bidang kesehatan mengalami perkembangan yang pesat. Kualitas hidup manusia bergantung pada kesehatan organ dan jaringan. Terganggunya fungsi organ atau jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Etiologi timbulnya defek pada mandibula adalah bermacam-macam, mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Etiologi timbulnya defek pada mandibula adalah bermacam-macam, mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etiologi timbulnya defek pada mandibula adalah bermacam-macam, mulai dari kelainan kongenital dan dapatan, termasuk juga inflamasi dan gangguan perkembangan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. makroskopis (in vivo), hasil FTIR dan hasil uji kemampuan absorbsi tentang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. makroskopis (in vivo), hasil FTIR dan hasil uji kemampuan absorbsi tentang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan disajikan hasil pengumpulan data dari observasi makroskopis (in vivo), hasil FTIR dan hasil uji kemampuan absorbsi tentang pengaruh kasa hidrogel paduan kitosan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tulang

TINJAUAN PUSTAKA Tulang 4 TINJAUAN PUSTAKA Tulang Tulang merupakan jaringan ikat khusus yang berfungsi sebagai alat penyokong, pelekatan, perlindungan, dan penyimpanan mineral. Konsekuensinya, jaringan ini dilengkapi dengan rigiditas,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian fraktur tidak hanya terjadi pada manusia. Fraktur pada hewan merupakan kasus yang juga biasa ditangani oleh dokter hewan baik dari Rumah Sakit Hewan maupun Klinik Hewan.

Lebih terperinci

ANALISIS DERAJAT KRISTALINITAS, UKURAN KRISTAL DAN BENTUK PARTIKEL MINERAL TULANG MANUSIA BERDASARKAN VARIASI UMUR DAN JENIS TULANG MELLY NURMAWATI

ANALISIS DERAJAT KRISTALINITAS, UKURAN KRISTAL DAN BENTUK PARTIKEL MINERAL TULANG MANUSIA BERDASARKAN VARIASI UMUR DAN JENIS TULANG MELLY NURMAWATI ANALISIS DERAJAT KRISTALINITAS, UKURAN KRISTAL DAN BENTUK PARTIKEL MINERAL TULANG MANUSIA BERDASARKAN VARIASI UMUR DAN JENIS TULANG MELLY NURMAWATI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi laka lantas MABES Polri tercatat ada 61,616 kasus kecelakaan lalu lintas di

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi laka lantas MABES Polri tercatat ada 61,616 kasus kecelakaan lalu lintas di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kecelakaan dan penyakit merupakan permasalahan serius yang dihadapi oleh manusia didalam menjalani aktivitas kesehariannya. Tercatat kecelakaan lalu lintas di Indonesia

Lebih terperinci

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN TULANG SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI.

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN TULANG SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI. PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN TULANG SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI. Jaringan Tulang 1. Jaringan Tulang Rawan 2. Jaringan Tulang Keras / Sejati 1. Jaringan Tulang Rawan Fungsi jaringan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam Global Burden Disease Report, World Health Organization (WHO)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam Global Burden Disease Report, World Health Organization (WHO) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejadian luka pada kecelakaan seiring waktu semakin meningkat. Dalam Global Burden Disease Report, World Health Organization (WHO) melaporkan kecelakaan lalu lintas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (pathologic fracture). Menurut Piermattei et al. (2006), sekitar 75 80% kejadian

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (pathologic fracture). Menurut Piermattei et al. (2006), sekitar 75 80% kejadian PENDAHULUAN Latar Belakang Fraktur merupakan kasus yang sering terjadi pada manusia maupun hewan. Fraktur pada hewan umumnya disebabkan karena trauma dan penyakit (pathologic fracture). Menurut Piermattei

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Patah tulang atau fraktur merupakan keadaan dimana terjadi diskontinuitas pada tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur dapat disebabkan oleh trauma

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Temperatur Tubuh Peningkatan temperatur tubuh dapat dijadikan indikator terjadinya peradangan di dalam tubuh atau demam. Menurut Kelly (1984), temperatur normal tubuh sapi

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organik dan anorganik terutama garam-garam kalsium seperti kalsium fosfat dan

BAB I PENDAHULUAN. organik dan anorganik terutama garam-garam kalsium seperti kalsium fosfat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tulang merupakan jenis jaringan ikat padat yang tersusun dari garam organik dan anorganik terutama garam-garam kalsium seperti kalsium fosfat dan kalsium karbonat. Garam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memproduksi sel darah. Karena peranannya ini, kerusakan tulang dapat

BAB I PENDAHULUAN. memproduksi sel darah. Karena peranannya ini, kerusakan tulang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tulang memiliki peranan yang penting dalam tubuh manusia. Fungsi tulang antara lain sebagai pembentuk kerangka tubuh, tempat menempelnya otot dan jaringan, penyimpan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aplikasi implan tulang merupakan pendekatan yang baik (Yildirim, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. aplikasi implan tulang merupakan pendekatan yang baik (Yildirim, 2004). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia menghadapi permasalahan serius dalam aktivitasnya yang disebabkan oleh kecelakaan dan penyakit. Kasus kecelakaan kerap mengakibatkan korbannya menderita

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan informasi dari dalam Laurencin and Nair,

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan informasi dari dalam Laurencin and Nair, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tissue Engineering (TE) adalah suatu interdisipliner ilmu biomedis yang menggabungkan berbagai ilmu pengetahuan seperti material, teknik, kimia, biologi sel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyebabkan hilangnya perlekatan epitel gingiva, hilangnya tulang alveolar, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyebabkan hilangnya perlekatan epitel gingiva, hilangnya tulang alveolar, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periodontitis adalah peradangan pada jaringan pendukung gigi yang dapat menyebabkan hilangnya perlekatan epitel gingiva, hilangnya tulang alveolar, dan ditandai dengan

Lebih terperinci

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN JARINGAN DASAR HEWAN Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN Tubuh hewan terdiri atas jaringan-jaringan atau sekelompok sel yang mempunyai struktur dan fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Bone Tissue Engineering (BTE) Bone Tissue Engineering merupakan suatu teknik yang terbentuk dari dua prinsip keilmuan, antara "sciences" dan "engineering" yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN 20 MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Proses penelitian berlangsung mulai dari bulan April 2009 sampai Agustus 2010. Operasi implantasi dilakukan di Laboratorium Bagian Bedah dan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Data dari Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2010 menginformasikan bahwa kasus patah tulang meningkat setiap tahun sejak 2007. Pada 2007 tercatat ada 22,815

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. cedera abrasi menyerupai dengan cedera peritoneum saat operasi abdomen..

BAB VI PEMBAHASAN. cedera abrasi menyerupai dengan cedera peritoneum saat operasi abdomen.. BAB VI PEMBAHASAN Pembentukan adhesi intraperitoneum secara eksperimental dapat dilakukan melalui berbagai cara, yaitu model iskemia, model perlukaan peritoneum, model cedera termal, dengan benda asing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (penyakit pada tulang dan jaringan otot) yang tidak menular dan menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN. (penyakit pada tulang dan jaringan otot) yang tidak menular dan menjadi penyebab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur atau patah tulang merupakan salah satu penyakit muskuloskeletal (penyakit pada tulang dan jaringan otot) yang tidak menular dan menjadi penyebab kematian penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan pencabutan gigi adalah sebesar 1:6 bahkan di beberapa daerah lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan pencabutan gigi adalah sebesar 1:6 bahkan di beberapa daerah lebih besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angka pencabutan gigi di Indonesia relatif masih tinggi. Rasio penambalan dan pencabutan gigi adalah sebesar 1:6 bahkan di beberapa daerah lebih besar daripada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan luka pada soket gigi dan tulang alveolar. Proses penyembuhan tulang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan luka pada soket gigi dan tulang alveolar. Proses penyembuhan tulang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencabutan gigi merupakan tindakan bedah minor yang sering dilakukan dan menimbulkan luka pada soket gigi dan tulang alveolar. Proses penyembuhan tulang alveolar

Lebih terperinci

I.! PENDAHULUAN. A.!Latar Belakang Masalah. Kasus kerusakan tulang pada bidang kedokteran gigi dapat disebabkan oleh

I.! PENDAHULUAN. A.!Latar Belakang Masalah. Kasus kerusakan tulang pada bidang kedokteran gigi dapat disebabkan oleh I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Kasus kerusakan tulang pada bidang kedokteran gigi dapat disebabkan oleh berbagai hal. Nekrosis jaringan pulpa dan penyakit periodontal, misalnya, dapat menyebabkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Domba Priangan Domba adalah salah satu hewan yang banyak dipelihara oleh masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang kedokteran gigi. Indikasi pencabutan gigi bervariasi seperti pernyakit periodontal,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidroksiapatit adalah sebuah molekul kristalin yang intinya tersusun dari fosfor dan kalsium dengan rumus molekul Ca10(PO4)6(OH)2. Molekul ini menempati porsi 65% dari

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. bagi mikroorganisme dan menghilangkan kelebihan eksudat.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. bagi mikroorganisme dan menghilangkan kelebihan eksudat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit adalah salah satu organ terbesar dalam tubuh. Kulit menutupi tubuh 2 m 2, berat sekitar 3 kg atau 15% dari berat badan dan menerima 1/3 suplai sirkulasi darah

Lebih terperinci

Tulang dan sendi merupakan kerangka tubuh yang menyebabkan tubuh dapat berdiri tegak,

Tulang dan sendi merupakan kerangka tubuh yang menyebabkan tubuh dapat berdiri tegak, WIJUMA CL Tulang dan sendi merupakan kerangka tubuh yang menyebabkan tubuh dapat berdiri tegak, Tempat melekatnya otot-otot sehingga memungkinkan jalannya pembuluh darah, Tempat sumsum tulang dan syaraf

Lebih terperinci

Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah SEKOLAH DASAR TETUM BUNAYA Kelas Yupiter Nama Pengajar: Kak Winni Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah A. Bagian-Bagian Darah Terdiri atas apakah darah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Peranakan Etawa dengan kambing Kacang. Kambing ini memiliki komposisi darah kambing

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendalaman sulkus gingiva ini bisa terjadi oleh karena pergerakan margin gingiva

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendalaman sulkus gingiva ini bisa terjadi oleh karena pergerakan margin gingiva BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Poket periodontal didefinisikan sebagai pendalaman sulkus gingiva secara patologis, merupakan gejala klinis paling penting dari penyakit periodontal. Pendalaman sulkus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Suhu dan Kelembaban

TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Suhu dan Kelembaban TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Domba garut memiliki sifat profilik atau memiliki anak lebih dari satu dengan jumlah anak perkelahiran ialah 1.97 ekor. Domba garut merupakan domba yang berasal dari persilangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan data di Asia, Indonesia adalah negara dengan jumlah penderita patah tulang tertinggi. Pada tahun 2015 RS. Orthopedi Prof. Dr. Soeharso terdapat

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah pasien yang membutuhkan dan menerima tulang buatan untuk mengganti atau memperbaiki jaringan tulang yang rusak meningkat secara signifikan. Kebutuhan tulang

Lebih terperinci

STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI

STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN HANI FITRIANI. Studi Kasus Leiomiosarkoma pada Anjing: Potensial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah tanggal. Selama lebih dari 35 tahun dental implantology telah terbukti

BAB I PENDAHULUAN. telah tanggal. Selama lebih dari 35 tahun dental implantology telah terbukti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak diperkenalkannya implan gigi oleh Brånemark pada tahun 1960an, implan gigi telah menjadi pilihan perawatan untuk menggantikan gigi asli yang telah tanggal. Selama

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang bermetabolisme secara aktif dan terintegrasi. Tulang merupakan material komposit,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang bermetabolisme secara aktif dan terintegrasi. Tulang merupakan material komposit, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Fisiologi Penyembuhan pada Fraktur. Tulang adalah suatu jaringan biologis yang bersifat dinamis dan terdiri dari sel-sel yang bermetabolisme secara aktif dan terintegrasi. Tulang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total Data hasil penghitungan jumlah leukosit total, diferensial leukosit, dan rasio neutrofil/limfosit (N/L) pada empat ekor kerbau lumpur betina yang dihitung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akan mengalami peningkatan populasi orang tua pada tahun 2025 sebanyak 301% dari

BAB 1 PENDAHULUAN. akan mengalami peningkatan populasi orang tua pada tahun 2025 sebanyak 301% dari 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia Harapan Hidup (UHH), di seluruh dunia mengalami kenaikan dari usia 67 tahun pada tahun 2009 menjadi 71 tahun pada tahun 2013. Indonesia diprediksi akan mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Tulang Jaringan tulang merupakan unsur pokok kerangka orang dewasa. Pada tubuh seseorang, 18% dari berat badannya merupakan berat dari jaringan tulang. Beberapa

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp.

PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp. PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp. YENI GUSTI HANDAYANI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH (LEUKOSIT) DOMBA LOKAL (Ovis aries) YANG DIIMMUNISASI DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SUTRISNO EKI PUTRA

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH (LEUKOSIT) DOMBA LOKAL (Ovis aries) YANG DIIMMUNISASI DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SUTRISNO EKI PUTRA GAMBARAN SEL DARAH PUTIH (LEUKOSIT) DOMBA LOKAL (Ovis aries) YANG DIIMMUNISASI DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SUTRISNO EKI PUTRA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien

Lebih terperinci

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN 1 KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN M.K. Pengantar Ilmu Nutrisi Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB Zat makanan adalah unsur atau senyawa kimia dalam pangan / pakan yang dapat

Lebih terperinci

Biokeramik pada Dental Implant

Biokeramik pada Dental Implant Biokeramik pada Dental Implant Latar Belakang Perkembangan ilmu kedokteran tak lepas dari peranan dan kerjasama engineer dalam menciptakan berbagai peralatan canggih yang menunjangnya. Bisa dikatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan jaman dan perkembangan teknologi dapat mempengaruhi pola hidup masyarakat. Banyak masyarakat saat ini sering melakukan pola hidup yang kurang baik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali (Bibos sondaicus) merupakan hasil domestikasi banteng liar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali (Bibos sondaicus) merupakan hasil domestikasi banteng liar 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi bali (Bibos sondaicus) merupakan hasil domestikasi banteng liar (Bibos banteng) yang mempunyai kekhasan tertentu bila dibandingkan dengan sapi-sapi lainnya.

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS TINJAUAN TEORI 1. Definisi Osteoporosis adalah penyakit metabolisme tulang yang cirinya adalah pengurangan massa tulang dan kemunduran mikroarsitektur tulang

Lebih terperinci

SPEKTROSKOPI INFRAMERAH, SERAPAN ATOMIK, SERAPAN SINAR TAMPAK DAN ULTRAVIOLET HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR FIFIA ZULTI

SPEKTROSKOPI INFRAMERAH, SERAPAN ATOMIK, SERAPAN SINAR TAMPAK DAN ULTRAVIOLET HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR FIFIA ZULTI SPEKTROSKOPI INFRAMERAH, SERAPAN ATOMIK, SERAPAN SINAR TAMPAK DAN ULTRAVIOLET HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR FIFIA ZULTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat populer dikalangan

BAB I PENDAHULUAN. kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat populer dikalangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan di bidang kedokteran juga semakin berkembang. Selain pengembangan obat-obatan kimia, kini penggunaan obat-obatan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari BAB VI PEMBAHASAN VI.1. Pembahasan Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari kedua kelompok tak berbeda bermakna. Kadar NO serum antar kelompok berbeda bermakna. Kadar NO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat mikrobiologi. Inflamasi

Lebih terperinci

PROFIL TRIGLISERIDA DAN KOLESTEROL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG GULAI DAGING DOMBA SKRIPSI ETIK PIRANTI APRIRIA

PROFIL TRIGLISERIDA DAN KOLESTEROL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG GULAI DAGING DOMBA SKRIPSI ETIK PIRANTI APRIRIA PROFIL TRIGLISERIDA DAN KOLESTEROL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG GULAI DAGING DOMBA SKRIPSI ETIK PIRANTI APRIRIA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

INDIKTOR 14: Menjelaskan sifat, ciri-ciri, dan fungsi jaringan pada tumbuhan dan hewan

INDIKTOR 14: Menjelaskan sifat, ciri-ciri, dan fungsi jaringan pada tumbuhan dan hewan INDIKTOR 14: Menjelaskan sifat, ciri-ciri, dan fungsi jaringan pada tumbuhan dan hewan 1. Jaringan Tumbuhan a. Jaringan Meristem (Embrional) Kumpulan sel muda yang terus membelah menghasilkan jaringan

Lebih terperinci

METODE. Materi. Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar dan konsentrat.

METODE. Materi. Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar dan konsentrat. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan IPT Ruminansia Kecil serta Laboratorium IPT Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%) TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Bangsa sapi perah Fries Holland berasal dari North Holland dan West Friesland yaitu dua propinsi yang ada di Belanda. Kedua propinsi tersebut merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Tanpa tulang tubuh tidak bisa berdiri tegak. Sel tulang alami pada tubuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Tanpa tulang tubuh tidak bisa berdiri tegak. Sel tulang alami pada tubuh BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tulang Tulang atau kerangka merupakan penopang tubuh vertebrata dan juga tubuh manusia. Tanpa tulang tubuh tidak bisa berdiri tegak. Sel tulang alami pada tubuh manusia mempunyai

Lebih terperinci

CANGKANG TELUR AYAM RAS DENGAN VARIASI KOMPOSISI DAN PENGARUHNYA TERHADAP POROSITAS, KEKERASAN, MIKROSTRUKTUR, DAN KONDUKTIVITAS LISTRIKNYA

CANGKANG TELUR AYAM RAS DENGAN VARIASI KOMPOSISI DAN PENGARUHNYA TERHADAP POROSITAS, KEKERASAN, MIKROSTRUKTUR, DAN KONDUKTIVITAS LISTRIKNYA SINTESIS KOMPOSIT BIOMATERIAL (β-ca 3 (PO 4 ) 2 ) (ZrO) BERBASIS CANGKANG TELUR AYAM RAS DENGAN VARIASI KOMPOSISI DAN PENGARUHNYA TERHADAP POROSITAS, KEKERASAN, MIKROSTRUKTUR, DAN KONDUKTIVITAS LISTRIKNYA

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PEMBERIAN MULTIVITAMIN DAN KAJIAN GAMBARAN DARAH MERAH PADA DOMBA PRIANGAN (Ovis aries) YANG DIBERI STRES TRANSPORTASI

EFEKTIFITAS PEMBERIAN MULTIVITAMIN DAN KAJIAN GAMBARAN DARAH MERAH PADA DOMBA PRIANGAN (Ovis aries) YANG DIBERI STRES TRANSPORTASI EFEKTIFITAS PEMBERIAN MULTIVITAMIN DAN KAJIAN GAMBARAN DARAH MERAH PADA DOMBA PRIANGAN (Ovis aries) YANG DIBERI STRES TRANSPORTASI YULIA SUCI RAHMADANI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Ikan alu-alu (Sphyraena barracuda) (www.fda.gov).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Ikan alu-alu (Sphyraena barracuda) (www.fda.gov). pati. Selanjutnya, pemanasan dilanjutkan pada suhu 750 ºC untuk meningkatkan matriks pori yang telah termodifikasi. Struktur pori selanjutnya diamati menggunakan SEM. Perlakuan di atas dilakukan juga pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan telur terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Untuk memenuhi

Lebih terperinci

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VIII VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui peranan ternak babi dalam usaha penyediaan daging. Mengetahui sifat-sifat karakteristik

Lebih terperinci