BAB 2 LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Computer Vision Computer Vision adalah suatu bidang ilmu yang bertujuan untuk mendeskripsikan dunia yang dilihat dalam satu atau lebih citra dan merekonstruksikan properti-properti yang ada seperti bentuk, iluminasi dan distribusi warna (Szeliski, 2011, p. 3). Baik manusia maupun hewan dapat dengan sangat mudah mendeskripsikan citra, seperti mendeskripsikan objek, cahaya, bayangan, nama orang, ekspresi wajah, dan sebagainya, sedangkan algoritma Computer Vision sangat rentan terhadap kesalahan. Secara umum, kesulitan untuk menangkap perseptual suatu citra dapat dianggap sama dengan kesulitan pada algoritma kognitif seperti pembuktian logika dan perencanaan pada bidang Artificial Intelligence (Szeliski, 2011, p. 3) Citra Digital Citra dapat dinyatakan sebagai suatu fungsi dua dimensi, dengan maupun adalah posisi koordinat sedangkan merupakan amplitudo pada posisi, yang sering dikenal sebagai intensitas atau grayscale (Gonzalez & Woods, 2002, p. 1). Ketika nilai,, dan amplitudo terbatas dan bernilai diskrit, citra tersebut dikatakan sebagai citra digital. Pemrosesan citra digital menunjuk ke suatu proses pengolahan suatu citra sebagai input dan output dengan tujuan untuk melakukan ekstraksi atribut dari citra tersebut (Gonzalez & Woods, 2002, p. 3).

2 Properti Cahaya pada Citra Digital Suatu citra digital merupakan komposisi dari sampel titik-titik (pixel) yang merepresentasikan nilai intensitas atau warna. Nilai-nilai ini berasal dari pencahayaan, refleksi, dan bayangan. Fenomena yang berhubungan dengan persepsi citra yang ditangkap pada mata manusia meliputi kecerahan (brightness) dan kontras Illumination/Lighting Iluminasi atau pencahayaan merupakan properti cahaya yang ada pada scene yang disebabkan oleh adanya sumber cahaya. Sumber cahaya secara umum dapat dibedakan menjadi sumber titik dan sumber cahaya area (Szeliski, 2011, p. 54). Sumber cahaya titik berasal dari satu lokasi tertentu pada space, misalnya cahaya lampu ataupun titik yang berasal dari jarak tak hingga seperti cahaya matahari. Sumber cahaya memiliki intensitas dan spektrum warna. Sumber cahaya area merupakan kumpulan dari sumber cahaya titik pada suatu area, misalnya lampu fluorescent. Sumber cahaya area cenderung untuk menyebarkan intensitas cahaya yang sama ke semua objek pada scene. Iluminasi diukur sebagai jumlah cahaya (photon) yang mencapai permukaan objek. Satuan iluminasi adalah lux/m 2 atau lumens/m 2. Iluminasi dapat diukur menggunakan lux meter. Semakin dekat sumber cahaya terhadap area yang disinari, semakin tinggi pula nilai iluminasinya. Iluminasi yang jatuh pada suatu permukaan dapat disimbolkan dengan. Pada suatu citra digital, distribusi iluminasi untuk setiap pixel dapat disimbolkan dengan, (Rahman, 1995).

3 Reflectance Reflektansi adalah properti pada cahaya yang menyebar/dipantulkan jika cahaya tersebut jatuh pada permukaan objek. Nilai reflektansi dapat diukur dengan menghitung rasio cahaya yang dipantulkan terhadap jumlah cahaya yang datang. Reflektansi dapat disimbolkan dengan, sedangkan distribusi reflektansi pada suatu citra dapat disimbolkan dengan, (Rahman, 1995). Berikut adalah model reflektansi menurut Szeliski (2011, p. 55). 1. Bidirectional Reflectance Distribution Function (BRDF) BRDF merupakan fungsi empat dimensi yang mendeskripsikan seberapa banyak gelombang yang datang pada arah insiden yang dipantulkan pada arah. Fungsi BRDF dapat ditulis sebagai,,, ;. Gambar 2.1 Model Bidirectional Reflectance Distribution Function Fungsi BDRF bersifat resiprokal, karena peran dan dapat dipertukarkan tanpa mengubah hasil. Kebanyakan permukaan bersifat isotropik, karena arah cahaya yang pada permukaan tidak menentu. Untuk permukaan isotropik, BRDF dapat disederhanakan menjadi,, ; atau,,;. 2. Diffuse Reflection Komponen diffuse sering disebut sebagai refleksi matte/lambertian. Komponen ini akan menyebarkan cahaya pada jumlah yang sama ke segala arah. Dengan demikian, nilai BDRF adalah konstan, yaitu,,;.

4 12 3. Specular Reflection Refleksi spekular merupakan pemantulan sempurna seperti cermin. Cahaya yang datang dan menyentuh permukaan objek akan direfleksikan ke satu arah sesuai dengan hukum pemantulan cahaya (law of reflection) yang menyatakan bahwa sudut datang adalah sama dengan sudut pantul ( ). 4. Phong Reflection Refleksi Phong adalah model empiris untuk iluminasi lokal. Phong mendeskripsikan refleksi cahaya suatu permukaan sebagai kombinasi dari refleksi diffuse pada permukaan kasar, refleksi spekular pada permukaan yang berkilau, dan faktor dari ambient illumination yang merupakan cahaya yang berasal dari hasil pemantulan sekitarnya (misalnya dinding, langit) Luminance Luminansi dideskripsikan sebagai banyaknya cahaya yang melewati atau dipancarkan dari suatu area. Luminansi diukur pada suatu permukaan yang merefleksikan cahaya, sehingga merupakan hasil perkalian antara iluminasi dan reflektansi. Luminansi seringkali digunakan untuk mengukur refleksi dari suatu permukaan (Land & McCann, 1971). Nilai luminansi mengindikasikan jumlah cahaya yang akan terdeteksi oleh manusia yang melihat pada permukaan pada sudut tertentu. Oleh karenanya, luminansi merupakan indikasi seberapa besar kecerahan (brightness) pada permukaan akan dipersepsikan. Pada citra digital, luminansi dapat disimbolkan dengan yaitu intensitas tiap pixel pada citra. Nilai ini merupakan perkalian antara nilai iluminasi dan reflektansi pada pixel tersebut dengan persamaannya adalah,,, (Rahman, 1995).

5 Brightness Meskipun citra digital ditampilkan sebagai kumpulan elemen intensitas yang diskrit, manusia mampu membedakan antara level intensitas yang berbeda. Brightness (kecerahan) merupakan intensitas yang dipersepsikan oleh manusia, sehingga bersifat subjektif. Penelitian menunjukkan bahwa kecerahan subjektif merupakan fungsi logaritma dari intensitas cahaya (luminansi) yang masuk ke mata (Gonzalez & Woods, 2002, p. 38). Gonzales dan Woods (2002, p. 40) menambahkan bahwa kecerahan yang dipersepsikan tidak hanya terbatas pada fungsi intensitas karena dua fenomena, yaitu fenomena Mach Bands dan kontras simultan. Fenomena Mach Bands merupakan fenomena yang menunjukkan bahwa manusia cenderung menambahkan atau mengurangi persepsi kecerahan pada batas antara area yang memiliki intensitas berbeda. Fenomena kontras simultan menunjukkan bahwa intensitas suatu area dapat lebih terang dan lebih gelap tergantung dari area di sekitarnya Contrast Kontras adalah perbedaan pada properti visual yang membuat suatu objek pada citra dapat dibedakan dengan objek yang lainnya. Pada persepsi visual, kontras ditentukan dari perbedaan dalam warna dan kecerahan dari objek dan objek lainnya jika dilihat dari tempat dan waktu yang sama. Karena sistem visual manusia lebih sensitif terhadap kontras daripada daripada luminansi absolute pada citra, manusia dapat mendeskripsikan citra meskipun terdapat perbedaan iluminasi yang besar (Peli, 1990).

6 Color Model Color model (atau color space atau color system) adalah suatu model matematika yang mendeskripsikan cara agar warna-warna dapat direpresentasikan sebagai tuplet angka. Tujuan model warna ini adalah suatu standar untuk spesifikasi warna. Esensinya, model warna digambarkan pada sistem koordinat. Setiap warna direpresentasikan sebagai titik koordinat (Gonzalez & Woods, 2002, p. 289) RGB Pada model RGB, setiap warna merupakan komponen spektral utama, yaitu merah, hijau, dan biru. Model RGB ini berbasis sistem koordinat. Komponen merah, hijau, dan biru merupakan komponen utama. Warna hitam merupakan origin, sedangkan putih merupakan warna pada titik terjauh dari origin. Pada model ini, warna abu-abu (titik yang memiliki nilai RGB sama) berada pada garis dari titik hitam hingga putih (Gonzalez & Woods, 2002, p. 290). Citra RGB direpresentasikan dalam tiga komponen citra R, G, dan B. Ketika citra tersebut ditampilkan pada monitor, ketiga citra akan digabungkan pada layar untuk menghasilkan citra komposit CMYK Cyan, magenta, dan yellow (CMY) merupakan warna sekunder dari cahaya, atau warna primer dari pigmen. Jika suatu permukaan dengan pigmen cyan disinari dengan putih, maka tidak ada warna merah yang dipantulkan. Hal ini dikarenakan cyan mengurangi warna merah dari cahaya putih (Gonzalez & Woods, 2002, p. 294). Alat-alat yang digunakan untuk mencetak citra membutuhkan input data CMY atau memerlukan konversi RGB ke CMY secara internal. Konversi ini dilakukan dengan

7 15 operasi sederhana:,, 1,1,1,, dengan asumsi nilai RGB sudah dinormalisasi. Dalam prakteknya, warna hitam sulit diproduksi dengan mengkombinasikan warna C, M, dan Y. Oleh karenanya, untuk memproduksi warna hitam, digunakan warna keempat, yaitu hitam sehingga model CMYK dikenal dengan K sebagai black (hitam) HSV HSV (Hue, Saturation, Value) merupakan projeksi dari model RGB ke sudut chroma non-linear, persentase saturasi radial, dan nilai luminansi. Secara lebih detail, value didefinisikan sebagai nilai rata-rata atau maksimum dari nilai warna, saturation didefinisikan sebagai jarak dari diagonal, dan hue didefinisikan sebagai arah dari warna (Szeliski, 2011, p. 79). Model HSV memisahkan komponen intensitas dari citra warna, sehingga model ini merupakan model yang ideal untuk mengembangkan algoritma pemrosesan citra yang intuitif dan natural (Gonzalez & Woods, 2002, p. 295) Retinex Konsep Retinex Konsep Retinex berawal dari pemikiran Edwin H. Land dan John J. McCann (1971, p. 1) mengenai cara manusia mempersepsikan warna suatu objek. Hipotesis awal dari Land adalah warna dari suatu objek bergantung dari jumlah cahaya yang masuk ke mata, namun hal tersebut tidak sepenuhnya benar. Penelitian Land menunjukkan bahwa jumlah cahaya yang masuk ke mata tidak menentukan warna objek.

8 16 Cahaya yang masuk ke mata didefinisikan sebagai luminansi yang merupakan perkalian antara iluminasi dan reflektansi. Land melakukan percobaan dengan menggunakan variabel iluminasi sebagai variabel kontrol dan menunjukkan bahwa persepsi warna suatu objek tidak bergantung pada iluminasi, tetapi bergantung pada reflektansi absolut dari objek tersebut (Land & McCann, 1971). Skema yang mendeskripsikan persepsi warna ini disebut sebagai Retinex karena melibatkan bagian retina dan korteks. Sistem retina merupakan sistem yang memiliki sedikitnya tiga reseptor yang mampu menerima cahaya gelombang pendek (biru), sedang (hijau), dan panjang (merah). Berbeda dengan sistem pengambilan citra pada kamera, citra yang dibentuk oleh masing-masing reseptor tidak langsung digabungkan, tetapi dibandingkan oleh korteks yang digunakan untuk merespon luminansi. Persepsi luminansi ini disebut sebagai kecerahan (lightness/brightness). Pemrosesan pada korteks cenderung mengkorelasikan reflektansi pada objek dengan baik, sehingga manusia dapat dengan baik mendeskripsikan warna suatu objek di bawah kondisi iluminasi bervariasi. Untuk memformulasikan Retinex, terdapat dua gagasan yang dikemukakan. 1. Penelitian tentang dua persegi (gambar 2.2) menunjukkan bahwa garis tepi antara dua area mempengaruhi kecerahan. Ketika garis tepi dihilangkan atau ditutup dengan suatu benda, maka kedua area persegi akan memiliki kecerahan yang sama. Berdasarkan pengamatan, atribut tepi dalam hal ini tidak harus bersifat tajam, namun juga bisa bersifat kabur.

9 17 Gambar 2.2 Dua persegi dengan kecerahan berbeda Dengan mengasumsikan bahwa dua titik yang berdekatan memiliki iluminasi yang sama, maka rasio luminansi dari dua titik tersebut akan mendekati rasio reflektansinya. Oleh karenanya, dengan suatu prosedur mengambil rasio dari dua titik berdekatan dapat mendeteksi tepi sekaligus mengeliminasi efek dari iluminasi yang bervariasi. 2. Jika diberikan prosedur untuk mendapatkan rasio reflektansi dari dua area yang berdekatan (dijelaskan pada nomor 1), maka rasio reflektansi dari dua area yang berjauhan dapat dihitung dengan cara mengalikan semua rasio dari area-area yang membentuk jalur dari area yang satu ke area yang lain. Gambar 2.3 Mondrian diberikan persentase luminansi

10 18 Sebagai contoh, pada gambar 2.3 diberikan figur Mondrian (lukisan dengan bentuk kotak-kotak). Area paling atas memiliki luminansi sebesar 0,75. Area terbawah memiliki luminansi 0,12. Rasio reflektansi didapat dengan mengalikan semua rasio pada jalur yang ditemui. Diasumsikan bahwa luminansi tepi adalah sama dengan luminansi daerah pusat, maka rasio reflektansi area paling atas dengan area paling bawah adalah = 6,25. Selain dapat menentukan rasio area paling atas dengan paling bawah, prosedur ini menghasilkan nilai rasio reflektansi semua area yang ada pada jalur. Melalui gagasan di atas, maka Retinex bekerja pada jalur dengan mengalikan rasio luminansi untuk mendapatkan rasio reflektansi. Rasio luminansi pada gambar 2.3 merupakan luminansi area, sedangkan citra digital menggunakan elemen pixel. Land mengemukakan asumsi: jika elemen pixel yang digunakan, rasio yang mendekati 1 dianggap memiliki nilai 1 untuk melakukan toleransi variasi iluminasi. Konsep ini disebut juga dengan thresholding (Land & McCann, 1971, p. 6). Setiap jalur yang dipilih dan dilalui membuat semua area memiliki nilai reflektansi relatifnya dengan area lain. Nilai reflektansi pada area pertama pada jalur dianggap memiliki reflektansi absolut terbesar, misalnya 100. Jalur-jalur yang berbeda dapat memberikan hasil yang berbeda terhadap reflektansi absolut. Dengan merataratakannya, maka akan diketahui reflektansi absolut yang nilainya mendekati nilai sesungguhnya. Sebagai contoh, area A, B, C, D, E, F, G masing-masing memiliki nilai luminansi {60, 20, 40, 100, 60, 80, 30}. Jika jalur bergerak dari A ke G, maka diperoleh reflektansi absolut {100, 33, 67, 100, 60, 80, 30}. Jika jalur bergerak dari G ke A, maka

11 19 akan diperoleh reflektansi absolut {60, 20, 40, 100, 75, 100, 100}. Dengan merataratakan kedua hasil reflektansi absolut dari kedua jalur, diperoleh reflektansi absolut ratarata sebesar {80, 27, 53, 100, 68, 90, 65} yang mendekati nilai reflektansi sesungguhnya. Konsep Retinex dengan menggunakan jalur merupakan Retinex versi statis yang kemudian direvisi oleh Land (1983, p. 1) dan Provenzi (Provenzi, Carli, & Rizzi, 2005). Retinex versi dinamis dikembangkan oleh Land (1983, p. 1), Rahman (Rahman, 1995), Jobson, Woodell (Jobson & Woodell, 1995), dan Provenzi (Provenzi, Carli, & Rizzi, 2005) untuk komputasi yang lebih sederhana Formulasi Retinex Berikut adalah formulasi Retinex menurut Provenzi (Provenzi, Carli, & Rizzi, 2005, p. 2614). Diberikan citra digital, asumsikan terdapat koleksi jalur dengan merupakan nilai channel R, G, dan B. Jalur dikomposisikan sebagai rangkaian pixel dimulai dari dan berakhir di. Didefinisikan merupakan jumlah pixel yang dilalui pada jalur dan 1,,. Untuk semua jalur, :{1,..., }, 1 dan. Untuk kesederhanaan, digunakan simbol untuk pixel ke pada jalur, misalnya dan 1, untuk 1,, 1. Jika setiap pixel memiliki intensitas (nilai R, G, B) yaitu, maka rasio intensitas /.

12 20 Formula untuk menghitung nilai kecerahan (L) pada pixel generik ke- diberikan sebagai berikut. 1 merupakan fungsi. :, 1,,. 1 dan untuk setiap 1,, 1, jika jika 1 1 jika jika Simbol menyatakan threshold yang digunakan agar algoritma dapat melakukan toleransi terhadap perubahan intensitas, misalnya gradien sebagai reaksi iluminasi. Pilihan pertama pada fungsi berlaku jika intensitas pixel lebih kecil daripada intensitas pixel sebelumnya,, maka akan mengembalikan nilai. Pilihan kedua berlaku jika terdapat perubahan kecil pada intensitas kedua pixel. Pada kasus ini, didefinisikan menjadi 1, sehingga perkalian rasio sebelumnya tidak mengalami perubahan. Pilihan ketiga berlaku jika rasio lebih besar dari 1, namun hasil perkalian belum mencapai nilai intensitas maksimum (1 ), sehingga menghasilkan seperti pada piihan pertama.

13 21 Jika hasil perkalian lebih besar dari intensitas maksimum (1, maka rangkaian nilai perkalian tersebut akan diset menjadi 1, yang berarti nilai lokal maksimum sudah dicapai. Pilihan ini mengimplementasikan mekanisme reset. Formula Retinex di atas dapat dirumuskan ulang dalam bentuk fungsi logaritma. Menurut Provenzi (2005, p. 2615), hal ini lebih diimplementasikan karena transformasi logaritma mengubah perkalian menjadi penjumlahan dan perkalian menjadi pengurangan, sehingga mengurangi biaya komputasi algoritma. Untuk konstruksi logaritma tersebut, fungsi identitas dilakukan pada hasil perkalian yang selalu bernilai positif. 1 exp log 1 exp log Jika log, log, 0, maka fungsi menjadi 0, dan untuk setiap 1,, 1, jika 0 jika jika jika

14 22 Simbol disederhakan menjadi log 1. Dengan demikian, formula logaritma untuk Retinex statis dapat dirumuskan ulang menjadi sebagai berikut. 1 exp Single-Scale Retinex Single-Scale Retinex (SSR) atau Surround Retinex merupakan Retinex versi dinamis yang dikemukakan oleh Land (1983, p. 5165) untuk meniru sistem kerja neuron pada sistem persepsi warna manusia. Berbeda dengan Retinex statis, Retinex versi dinamis tidak menggunakan jalur, tetapi menggunakan fungsi sekitar (surround function) untuk meradiasikan intensitas ke pixel sekitarnya. Berikut formulasi Single-Scale Retinex menurut Rahman (1995), Jobson, dan Woodell (1995)., log, log,,, merupakan output Retinex., adalah distribusi citra pada pixel ke,. Simbol * menyatakan operator konvolusi., merupakan fungsi Gaussian yang didefinisikan sebagai berikut. Simbol menyatakan channel warna, misalnya R, G, dan B.,, / Nilai adalah konstanta Gaussian yang mengatur seberapa jauh kurva Gaussian menyebar. Nilai dapat memiliki hubungan dengan nilai standar deviasi, yaitu 2. Nilai merupakan jarak/jari-jari titik lain dengan titik,. Nilai

15 23 ditentukan sedemikian rupa, 1. Hubungan nilai dengan standar deviasi yaitu. Fungsi Gaussian dapat ditulis kembali sebagai berikut.,, 1 2 Operasi Retinex di atas dilakukan untuk setiap channel R, G, B untuk menghasilkan citra dengan warna konstan (independen terhadap iluminasi). Ide komputasi ini berawal dari definisi luminansi sebagai perkalian antara iluminasi dan reflektansi.,,,, merupakan distribusi iluminasi sekitar, dan, merupakan distribusi reflektansi sekitar, maka rasio luminansi titik, dengan titik sekitar dapat dicari sebagai berikut.,,,,,,, Dengan asumsi bahwa nilai iluminasi sekitar, memiliki nilai sama atau mendekati dengan nilai iluminasi titik,, maka rasio luminansi akan mendekati rasio reflektansinya. Kemudian, dengan melakukan operasi logaritma yang menurut Rahman (1995) sangat tepat untuk memproduksi hasil yang terbaik pada fungsi sekitar, maka Single-Scale Retinex diformulasikan menjadi, log,, log, log, seperti yang sudah dirumuskan sebelumnya.

16 Multi-Scale Retinex Multi-Scale Retinex (MSR) dikembangkan (Jobson, Rahman, & Woodell, 1997) karena keterbatasan yang dimiliki oleh Single-Scale Retinex (SSR), yaitu sebagai berikut. 1. SSR mampu melakukan kompresi jarak dinamis (Dynamic Range Compression/DRC) pada citra jika digunakan pada skala rendah, sehingga memungkinkan citra dengan jarak dinamis sangat lebar dikompresi dengan melakukan penguatan bagian gelap dan melemahkan bagian yang terang. Pada skala besar, SSR mampu menghasilkan citra dengan lebih alami dengan impresi kecerahan yang besar pada area. Masalah yang dihadapi SSR adalah SSR tidak mampu melakukan kedua hal tersebut sekaligus. 2. SSR cenderung untuk membuat area berwarna sama menjadi berwarna abu-abu, terutama jika digunakan skala rendah (Barnard & Funt, 1998). 3. Kasus yang jarang terjadi adalah citra output SSR dapat mengalami distorsi/pergeseran warna (Barnard & Funt, 1998). Untuk mengatasi masalah SSR, skala yang berbeda digunakan dan diberi bobot yang berbeda untuk menggabungkan kelebihan dan menghilangkan kelemahan yang dimiliki dari skala rendah dan skala besar. Ide ini merupakan dasar dari Multi-Scale Retinex. Berikut adalah formulasi original dari Jobson, Rahman, dan Woodell (1997). merupakan output dari Multi-Scale Retinex (MSR) yang merupakan jumlah dari output SSR yang masing-masing diberi bobot. adalah jumlah skala yang

17 25 digunakan. adalah bobot yang diasosiasikan dengan skala ke-. merupakan output dari SSR yang diasosiasikan dengan skala ke-. Simbol menyatakan channel warna, misalnya R, G, dan B. Fungsi Gaussian yang digunakan oleh ditulis kembali sebagai berikut.,, / 1 2 Simbol menyatakan parameter yang diberikan untuk fungsi Gaussian yang memiliki hubungan dengan standar deviasi, yaitu 2. Berdasarkan formula MSR tersebut, konstruksi MSR ditentukan oleh parameter-parameter berikut. 1. Jumlah skala () Menurut Jobson (1997), jumlah skala yang digunakan adalah 3 sebagai jumlah skala minimum yang menyediakan output yang baik berdasarkan persepsi visual dan waktu komputasi yang cepat. 2. Skala yang digunakan ( Berdasarkan eksperimen oleh Jobson (1997), Skala yang digunakan harus terdiri dari skala rendah ( 20, sedang ( 80, dan tinggi ( 200). Skala rendah digunakan untuk mengkompresi jarak dinamis dan memberikan detil pada citra yang gelap dan terang. Skala sedang digunakan untuk mengurangi efek halo yang berada di sekeliling tepi, sekaligus untuk memberikan impresi natural. Skala tinggi digunakan untuk memberikan kecerahan seperti citra natural. 3. Bobot untuk skala tiap output SSR Berdasarkan eksperimen oleh Jobson (1997), bobot yang merata sudah cukup untuk aplikasi. Jika 3, maka 1 3, 1,2,3.

18 Ekualisasi Histogram Subbab ini akan membahas teori mengenai ekualisasi histogram yang diperlukan agar dapat digunakan sebagai perbandingan dengan metode Multi-Scale Retinex. Histogram dari suatu citra digital dengan level intensitas 0, 1 adalah fungsi distribusi disktret dengan adalah level intensitas ke- dan adalah jumlah pixel pada citra yang memiliki nilai intensitas (Gonzalez & Woods, 2002, p. 88). Histogram merupakan basis dari teknik pemrosesan citra berbasis spasial (manipulasi langsung pixel suatu citra). Manipulasi histogram dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas citra. Selain itu, histogram berperan dalam menyediakan statistik citra yang berguna, serta mudah dan cepat dikalkulasikan, sehingga sering digunakan dalam pemrosesan citra secara real-time (Gonzalez & Woods, 2002, p. 88). Ekualisasi Histogram (atau linearisasi histogram) adalah suatu teknik pemrosesan citra yang memetakan input pixel dengan intensitas ke nilai output pixel dengan intensitas berdasarkan distribusi kumulatif histogram (Gonzalez & Woods, 2002). Jika distribusi peluang histogram dinyatakan sebagai, 0,1,2,, 1 dengan adalah jumlah pixel yang memiliki intensitas dan adalah jumlah pixel pada citra, maka distribusi kumulatif peluang histogram dapat dinyatakan sebagai. Fungsi ekualisasi histogram,, dapat ditulis sebagai berikut. 0,1,2,, 1

19 Koreksi Gamma Subbab ini akan membahas teori mengenai koreksi gamma yang diperlukan agar dapat digunakan sebagai perbandingan dengan metode Multi-Scale Retinex. Koreksi gamma memetakan input pixel dengan intensitas ke output pixel dengan intensitas secara non-linear dengan menggunakan fungsi pangkat (Gonzalez & Woods, 2002, p. 80). Nilai gamma,, adalah nilai konstan. Nilai input pixel dan merupakan nilai intensitas yang sudah dinormalisasi, sehingga memiliki nilai di antara 0 dan 1. Nilai, jika diberi nilai 1, maka akan menjadikan fungsi tersebut menjadi fungsi identitas. Jika 1, maka citra output akan cenderung lebih terang, sedangkan jika 1, output citra akan cenderung lebih gelap dari citra awal. Suatu konsep yang salah menyatakan bahwa koreksi gamma digunakan untuk mengompensasikan hasil output yang merupakan fungsi pangkat dari CRT/cathode ray tube. Koreksi gamma suatu citra digunakan untuk mendekati properti dari penglihatan manusia yang mendekati fungsi pangkat (Poynton, 1998) Sistem Pengenalan Wajah Sistem pengenalan wajah merupakan aplikasi komputer yang digunakan untuk mengidentifikasi atau memverifikasi seseorang dari suatu citra wajah. Menurut Jain et al. (2007, p. 2), sistem pengenalan wajah secara umum terdiri dari empat modul, yaitu:

20 28 1. Deteksi wajah Proses deteksi wajah berusaha untuk menentukan segment-segment bagian wajah agar terpisah dengan bagian latar (background). Sebuah pendeteksi wajah yang ideal mampu mengidentifikasi dan menemukan lokasi semua wajah yang ada di dalam sebuah citra tanpa memperhatikan posisi, skala, orientasi, umur, dan ekspresi. Dalam kasus video, deteksi wajah biasanya dilakukan dengan cara tracking, yaitu mendeteksi berdasarkan citra sebelumnya tanpa deteksi ulang, sehingga dapat dilakukan secara real time. 2. Alignment Proses alignment berusaha untuk mendapatkan lokalisasi yang lebih akurat dan menormalisasikan wajah. Suatu citra wajah dinormalisasikan sesuai dengan properti geometriknya seperti ukuran wajah dan orientasi wajah dengan menggunakan transformasi atau perubahan bentuk. Citra wajah biasanya kemudian dinormalisasi lagi berdasarkan properti fotometrik, seperti iluminasi. 3. Ekstraksi fitur wajah Ekstraksi fitur merupakan proses untuk mengekstrak atau mengambil informasi yang terdapat pada citra wajah yang sudah dinormalisasi. Hasil proses ini adalah vektor fitur (feature vector) yang merupakan bentuk lain dari representasi citra wajah. 4. Pencocokan fitur Proses pencocokan fitur (feature matching) merupakan proses membandingkan vektor fitur yang merupakan hasil ekstraksi citra input dengan vektor fitur yang ada pada database. Dalam hal ini, database adalah kumpulan beberapa orang yang sudah diidentifikasi beserta vektor fiturnya dan dibuat berdasarkan proses

21 29 pendaftaran (enrollment). Tingkat kesamaan tertentu antara vektor fitur dengan database mengindikasikan suatu wajah yang dikenali atau sebaliknya. Gambar 2.4 Alur pemrosesan pengenalan wajah Hasil dari sistem pengenalan wajah sangat bergantung pada hasil ekstraksi yang merepresentasikan wajah dan metode klasifikasi yang digunakan untuk membedakan wajah yang satu dengan wajah yang lain, sementara normalisasi dan lokalisasi merupakan basis untuk mengekstraksi fitur yang efektif (Jain, Flynn, & Ross, 2007, p. 3) AForge.NET Aforge.NET merupakan library yang dikhususkan pada bidang Computer Vision dan Artificial Intelligence yang secara original dikembangkan oleh Andrew Kirillov untuk framework.net dalam bahasa pemrograman C# dan C++. Aforge.NET merupakan projek yang open source. Kode sumber dan binary dari Aforge.NET tersedia pada website dan berada di bawah lisensi LGPL. Versi pertama dari Aforge.NET dirilis ada tanggal 21 Desember Kode Aforge.NET berfokus pada pemrosesan citra. Kemudian, kode tersebut menjadi awal dari projek open source. Versi yang pertama kali memiliki paket instalasi adalah versi yang dirilis 15 Maret Versi Aforge.NET yang paling baru adalah versi yang

22 30 dirilis 12 Desember 2011 dengan ukuran paket instalasi sebesar 31,5 Mb, ukuran dokumentasi adalah 13,3 Mb, dan jumlah file sumber sebanyak 455 dengan total ukuran 3,71Mb. Fitur-fitur AForge.NET yang digunakan pada skripsi ini adalah fitur pada framework AForge.Imaging yang memiliki fungsi-fungsi pemrosesan citra yang umum, meliputi konvolusi, ekualisasi histogram, koreksi gamma, dan manipulasi pixel secara langsung menggunakan class seperti UnmanagedImage dan BaseFilter EmguCV EmguCV merupakan pembungkus (wrapper).net untuk library OpenCV yang digunakan untuk pemrosesan citra. Library OpenCV (Open Source Computer Vision) sendiri merupakan library yang digunakan untuk pemrosesan pada Computer Vision secara real time, dikembangkan oleh Intel dan didukung oleh Willow Garage. Dengan menggunakan EmguCV, fungsi OpenCV dapat dipanggil melalui bahasa yang kompatibel dengan.net, seperti C#, VB, VC++, IronPython, dan sebagainya. Versi terbaru EmguCV adalah versi Versi ini mengikuti versi OpenCV versi yang sama, yaitu Fitur-fitur pada EmguCV yang digunakan dalam skripsi meliputi fungsi untuk deteksi objek wajah dan fungsi untuk pengenalan wajah menggunakan class dengan nama EigenObjectRecognizer. Pengenalan wajah ini menggunakan metode Principal Component Analysis untuk mengekstraksi fitur pada citra wajah.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Spesifikasi Sistem Berikut merupakan spesifikasi sistem yang digunakan penulis untuk membuat dan menjalankan program aplikasi dalam melakukan pengujian metode normalisasi.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Berikut adalah beberapa definisi dari citra, antara lain: rupa; gambar; gambaran (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Sebuah fungsi dua dimensi, f(x, y), di mana x dan y adalah

Lebih terperinci

Pengolahan citra. Materi 3

Pengolahan citra. Materi 3 Pengolahan citra Materi 3 Citra biner, citra grayscale dan citra warna Citra warna berindeks Subject Elemen-elemen Citra Digital reflectance MODEL WARNA Citra Biner Citra Biner Banyaknya warna hanya 2

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Penentuan Masalah Penelitian M asalah-masalah penelitian yang dihadapi oleh penulis berawal dari penelitianpenelitian terdahulu, yaitu sebagai berikut. 1. Iluminasi yang

Lebih terperinci

1.1 Intensitas. 1.2 Luminansi. 1.3 Lightness. 1.4 Hue. 1.5 Saturasi

1.1 Intensitas. 1.2 Luminansi. 1.3 Lightness. 1.4 Hue. 1.5 Saturasi 1.Definis Warna Dalam ilmu fisika warna didefinisikan sebagai gelombang elektromagnetik cahaya, sedangkan dalam bidang ilmu seni rupa dan desain warna didefinisikan sebagai pantulan tertentu dari cahaya

Lebih terperinci

BAB II TEORI PENUNJANG

BAB II TEORI PENUNJANG BAB II TEORI PENUNJANG 2.1 Computer Vision Komputerisasi memiliki ketelitian yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan cara manual yang dilakukan oleh mata manusia, komputer dapat melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Secara harfiah citra atau image adalah gambar pada bidang dua dimensi. Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya pada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus dan intensitas cahaya pada bidang dwimatra

Lebih terperinci

Pengolahan Citra Warna 1 Semester Genap 2010/2011. Dr. Fitri Arnia Multimedia Signal Processing Research Group (MuSig) Jurusan Teknik Elektro-UNSYIAH

Pengolahan Citra Warna 1 Semester Genap 2010/2011. Dr. Fitri Arnia Multimedia Signal Processing Research Group (MuSig) Jurusan Teknik Elektro-UNSYIAH Pengolahan Citra Warna 1 Semester Genap 2010/2011 Dr. Fitri Arnia Multimedia Signal Processing Research Group (MuSig) Jurusan Teknik Elektro-UNSYIAH Outline Pengolahan warna penuh dan warna pseudo Penyajian

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Sistem Optik dan Proses Akuisisi Citra Digital 2 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 Bisa dilihat pada slide berikut. SISTEM OPTIK MANUSIA

Lebih terperinci

SAMPLING DAN KUANTISASI

SAMPLING DAN KUANTISASI SAMPLING DAN KUANTISASI Budi Setiyono 1 3/14/2013 Citra Suatu citra adalah fungsi intensitas 2 dimensi f(x, y), dimana x dan y adalahkoordinat spasial dan f pada titik (x, y) merupakan tingkat kecerahan

Lebih terperinci

Pembentukan Citra. Bab Model Citra

Pembentukan Citra. Bab Model Citra Bab 2 Pembentukan Citra C itra ada dua macam: citra kontinu dan citra diskrit. Citra kontinu dihasilkan dari sistem optik yang menerima sinyal analog, misalnya mata manusia dan kamera analog. Citra diskrit

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pendeteksi senyum pada skripsi ini, meliputi metode Viola Jones, konversi citra RGB ke grayscale,

Lebih terperinci

One picture is worth more than ten thousand words

One picture is worth more than ten thousand words Budi Setiyono One picture is worth more than ten thousand words Citra Pengolahan Citra Pengenalan Pola Grafika Komputer Deskripsi/ Informasi Kecerdasan Buatan 14/03/2013 PERTEMUAN KE-1 3 Image Processing

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital merupakan fungsi intensitas cahaya f(x,y), dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi tersebut pada setiap titik (x,y) merupakan

Lebih terperinci

Grafik Komputer dan Pengolahan Citra. Pengolahan Citra : Representasi Citra. Universitas Gunadarma Pengolahan Citra : Representasi Citra 1/16

Grafik Komputer dan Pengolahan Citra. Pengolahan Citra : Representasi Citra. Universitas Gunadarma Pengolahan Citra : Representasi Citra 1/16 Pengolahan Citra : Representasi Citra Universitas Gunadarma 006 Pengolahan Citra : Representasi Citra /6 Representasi Citra dalam File (/3) Pertama-tama seperti halnya jika kita ingin melukis sebuah gambar,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2. Citra Digital Menurut kamus Webster, citra adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda. Citra digital adalah representasi dari citra dua dimensi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan Penguji... iii. Halaman Persembahan... iv. Abstrak... viii. Daftar Isi... ix. Daftar Tabel... xvi

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan Penguji... iii. Halaman Persembahan... iv. Abstrak... viii. Daftar Isi... ix. Daftar Tabel... xvi DAFTAR ISI Halaman Judul... i Lembar Pengesahan Pembimbing... ii Lembar Pengesahan Penguji... iii Halaman Persembahan... iv Halaman Motto... v Kata Pengantar... vi Abstrak... viii Daftar Isi... ix Daftar

Lebih terperinci

Grafika Komputer Pertemuan Ke-14. Pada materi ini akan dibahas tentang pencahayaan By: I Gusti Ngurah Suryantara, S.Kom., M.Kom

Grafika Komputer Pertemuan Ke-14. Pada materi ini akan dibahas tentang pencahayaan By: I Gusti Ngurah Suryantara, S.Kom., M.Kom Pada materi ini akan dibahas tentang pencahayaan By: I Gusti Ngurah Suryantara, S.Kom., M.Kom BAB-13 PENCAHAYAAN 13.1. WARNA Warna sebenearnya merupakan persepsi kita terhadap pantulan cahaya dari benda-benda

Lebih terperinci

COLOR SPACE. Achmad Basuki Politeknik Elektronika Negeri Surabaya

COLOR SPACE. Achmad Basuki Politeknik Elektronika Negeri Surabaya COLOR SPACE Achmad Basuki Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Materi: 1. Konsep Warna 2. Standard Color Space RGB dan CMYK HSV CIE Lab, Luv, Yuv dan YCrCb 3. Color Gamut 4. Konversi Color Spaces KONSEP

Lebih terperinci

Drawing, Viewport, dan Transformasi. Pertemuan - 02

Drawing, Viewport, dan Transformasi. Pertemuan - 02 Drawing, Viewport, dan Transformasi Pertemuan - 02 Ruang Lingkup Definisi Drawing Viewport Transfomasi Definisi Bagian dari grafik komputer meliputi: 1. Citra (Imaging) : mempelajari cara pengambilan dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pengenalan gender pada skripsi ini, meliputi cropping dan resizing ukuran citra, konversi citra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Citra atau gambar merupakan salah satu komponen penting dalam dunia multimedia karena memiliki peranan penting dalam hal menyajikan suatu informasi dalam bentuk gambar

Lebih terperinci

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness 753 GLOSARIUM Adaptive thresholding (lihat Peng-ambangan adaptif). Additive noise (lihat Derau tambahan). Algoritma Moore : Algoritma untuk memperoleh kontur internal. Array. Suatu wadah yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN Pada bab ini, akan membahas implementasi dan hasil pengujian dari program aplikasi yang telah dibuat. Pada perancangan aplikasi ini meliputi perbedaan citra hasil foto

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra 2.1.1 Pengertian Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek[11]. Suatu citra diperoleh dari penangkapan kekuatan sinar yang

Lebih terperinci

Teori Warna. S1 Tekinik Informatika. Disusun Oleh Dr. Lily Wulandari

Teori Warna. S1 Tekinik Informatika. Disusun Oleh Dr. Lily Wulandari Teori Warna S1 Tekinik Informatika Disusun Oleh Dr. Lily Wulandari 1 Sejarah Warna Pada tahun 1672 Sir Isaac Newton menemukan bahwa cahaya yang dilewatkan pada sebuah prisma akan terbagi menjadi berbagai

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN Rudy Adipranata 1, Liliana 2, Gunawan Iteh Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Informatika, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Computer Vision Computer vision dapat diartikan sebagai suatu proses pengenalan objek-objek berdasarkan ciri khas dari sebuah gambar dan dapat juga digambarkan sebagai suatu deduksi

Lebih terperinci

Studi dan Eksperimen terhadap Kombinasi Warna untuk Kriptografi Visual Warna Kromatik. Ibnu Alam

Studi dan Eksperimen terhadap Kombinasi Warna untuk Kriptografi Visual Warna Kromatik. Ibnu Alam Studi dan Eksperimen terhadap Kombinasi Warna untuk Kriptografi Visual Warna Kromatik Abstrak Ibnu Alam 13506024 Teknik Informatika, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandung Jl.

Lebih terperinci

Adobe Photoshop CS3. Bagian 2 Bekerja dalam Photoshop

Adobe Photoshop CS3. Bagian 2 Bekerja dalam Photoshop Adobe Photoshop CS3 Bagian 2 Bekerja dalam Photoshop Mengapa Photoshop? Adobe Photoshop adalah perangkat lunak yang menjadi standar dalam industri digital imaging. Sekarang, memiliki keahlian dalam menggunakan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4. Analisa Hasil Pengukuran Profil Permukaan Penelitian dilakukan terhadap (sepuluh) sampel uji berdiameter mm, panjang mm dan daerah yang dibubut sepanjang 5 mm. Parameter pemesinan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. melacak badan manusia. Dimana hasil dari deteksi atau melacak manusia itu akan

BAB III METODE PENELITIAN. melacak badan manusia. Dimana hasil dari deteksi atau melacak manusia itu akan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Model Pengembangan Tujuan dari tugas akhir ini adalah untuk membuat sebuah aplikasi untuk mengatur kontras pada gambar secara otomatis. Dan dapat meningkatkan kualitas citra

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI ALGORITMA CONNECTED-LABELLING UNTUK MENDETEKSI OBJEK BINTANG PADA CITRA DIGITAL

IMPLEMENTASI ALGORITMA CONNECTED-LABELLING UNTUK MENDETEKSI OBJEK BINTANG PADA CITRA DIGITAL Seminar Nasional Sistem Informasi Indonesia, 6 November 2017 IMPLEMENTASI ALGORITMA CONNECTED-LABELLING UNTUK MENDETEKSI OBJEK BINTANG PADA CITRA DIGITAL Ericks Rachmat Swedia 1), M. Ridwan Dwi Septian

Lebih terperinci

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra atau image adalah suatu matriks dimana indeks baris dan kolomnya menyatakan suatu titik pada citra tersebut dan elemen matriksnya (yang disebut sebagai elemen gambar

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

BAB II. Computer vision. teknologi. yang. dapat. Vision : Gambar 2.1

BAB II. Computer vision. teknologi. yang. dapat. Vision : Gambar 2.1 BAB II LANDASAN TEORI Computer vision adalah bagian dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang membuat mesin seolah-olah dapat melihat. Komponen dari Computer Vision tentunya adalah gambar atau citra, dengan

Lebih terperinci

Konsep Dasar Pengolahan Citra. Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI

Konsep Dasar Pengolahan Citra. Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI Konsep Dasar Pengolahan Citra Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI Definisi Citra digital: kumpulan piksel-piksel yang disusun dalam larik (array) dua-dimensi yang berisi nilai-nilai real

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Penentuan Masalah Penelitian Masalah masalah yang dihadapi oleh penggunaan identifikasi sidik jari berbasis komputer, yaitu sebagai berikut : 1. Salah satu masalah dalam

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital merupakan sebuah fungsi intensitas cahaya, dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi f tersebut pada setiap titik merupakan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. CV Dokumentasi CV berisi pengolahan citra, analisis struktur citra, motion dan tracking, pengenalan pola, dan kalibrasi kamera.

BAB II DASAR TEORI. CV Dokumentasi CV berisi pengolahan citra, analisis struktur citra, motion dan tracking, pengenalan pola, dan kalibrasi kamera. BAB II DASAR TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan skripsi ini, meliputi pustaka OpenCV, citra, yaitu citra grayscale dan citra berwarna, pengolahan citra meliputi image enhancement

Lebih terperinci

1BAB I. 2PENDAHULUAN

1BAB I. 2PENDAHULUAN 1BAB I. 2PENDAHULUAN 2.1. Latar Belakang Pelacak objek (object tracking) pada saat ini merupakan penelitian yang menarik dalam bidang computer vision. Pelacak objek merupakan langkah awal dari berbagai

Lebih terperinci

Pengolahan Citra Berwarna

Pengolahan Citra Berwarna MK3383 Teknik Pengolahan Citra Pengolahan Citra Berwarna M. Zidny Naf an, M.Kom. Semester Genap 2015/2016 http://www.colormatters.com/color-and-vision/how-the-eye-sees-color Bagaimana Manusia Melihat Warna?

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI Bab ini berisi analisis pengembangan program aplikasi pengenalan karakter mandarin, meliputi analisis kebutuhan sistem, gambaran umum program aplikasi yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C- 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Studi Pendahuluan Sebelumnya telah ada penelitian tentang sistem pengenalan wajah 2D menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C- Means dan jaringan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Digital Citra digital dapat didefinisikan sebagai fungsi dua variabel, f(x,y), dimana x dan y adalah koordinat spasial dan nilai f(x,y) adalah intensitas citra pada koordinat

Lebih terperinci

PENCAHAYAAN (LIGHTING)

PENCAHAYAAN (LIGHTING) PENCAHAYAAN (LIGHTING) S1 Tekinik Informatika 1 Model Pencahayaan Tujuan pencahayaan dalam grafika komputer adalah untuk menghasilkan tampilan senyata mungkin Model pencahayaan secara matematika harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menginterprestasi sebuah citra untuk memperoleh diskripsi tentang citra tersebut melalui beberapa proses antara lain preprocessing, segmentasi citra, analisis

Lebih terperinci

BAB 2 FAKTOR MANUSIA - PENGELIHATAN - PENDENGARAN - SENTUHAN. Interaksi Manusia dan Komputer Faktor Manusia 8

BAB 2 FAKTOR MANUSIA - PENGELIHATAN - PENDENGARAN - SENTUHAN. Interaksi Manusia dan Komputer Faktor Manusia 8 BAB 2 FAKTOR MANUSIA - PENGELIHATAN - PENDENGARAN - SENTUHAN Interaksi Manusia dan Komputer Faktor Manusia 8 BAB 2 FAKTOR MANUSIA PENDAHULUAN Sistem komputer terdiri atas 3 aspek, yaitu perangkat keras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulai menopang kehidupan manusia. Teknologi merupakan sebuah hasil

BAB I PENDAHULUAN. mulai menopang kehidupan manusia. Teknologi merupakan sebuah hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini kebutuhan akan teknologi semakin meningkat seiring dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri. Kemajuan teknologi dengan perkembangan

Lebih terperinci

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Program Studi Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang Abstrak. Saat ini, banyak sekali alternatif dalam

Lebih terperinci

SEGMENTASI WARNA CITRA DENGAN DETEKSI WARNA HSV UNTUK MENDETEKSI OBJEK

SEGMENTASI WARNA CITRA DENGAN DETEKSI WARNA HSV UNTUK MENDETEKSI OBJEK SEGMENTASI WARNA CITRA DENGAN DETEKSI WARNA HSV UNTUK MENDETEKSI OBJEK Benedictus Yoga Budi Putranto, Widi Hapsari, Katon Wijana Fakultas Teknik Program Studi Teknik Informatika Universitas Kristen Duta

Lebih terperinci

Program Aplikasi Komputer Pengenalan Angka Dengan Pose Jari Tangan Sebagai Media Pembelajaran Interaktif Anak Usia Dini

Program Aplikasi Komputer Pengenalan Angka Dengan Pose Jari Tangan Sebagai Media Pembelajaran Interaktif Anak Usia Dini Program Aplikasi Komputer Pengenalan Angka Dengan Pose Jari Tangan Sebagai Media Pembelajaran Interaktif Anak Usia Dini Wawan Kurniawan Jurusan PMIPA, FKIP Universitas Jambi wwnkurnia79@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) sebagai salah satu komponen multimedia memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Computer Vision Computer vision merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana komputer dapat mengenali obyek yang diamati (Fairhurst, 1988, p. 5). Computer vision adalah ilmu yang

Lebih terperinci

Alat Koresi Warna & Tonal

Alat Koresi Warna & Tonal BAB 4 Alat Koresi Warna & Tonal Keserasian warna dan tonal menjadi hal yang sangat penting dalam dunia desain grafis karena menentukan indah atau tidaknya sebuah gambar yang dibuat. Bukan saja untuk dunia

Lebih terperinci

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasia ASIA (JITIKA) Vol.9, No.2, Agustus 2015 ISSN: 0852-730X Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Nur Nafi'iyah Prodi Teknik Informatika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap instansi, terutama instansi pendidikan tinggi yang memiliki kegiatan secara rutin setiap harinya selalu mengadakan proses pendidikan dengan cara melakukan tatap

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 3.1 Metode Perancangan Perancangan sistem didasarkan pada teknologi computer vision yang menjadi salah satu faktor penunjang dalam perkembangan dunia pengetahuan dan teknologi,

Lebih terperinci

SISTEM PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN WEBCAM UNTUK ABSENSI DENGAN METODE TEMPLATE MATCHING

SISTEM PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN WEBCAM UNTUK ABSENSI DENGAN METODE TEMPLATE MATCHING SISTEM PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN WEBCAM UNTUK ABSENSI DENGAN METODE TEMPLATE MATCHING Mohamad Aditya Rahman, Ir. Sigit Wasista, M.Kom Jurusan Teknik Elektronika, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI S1 SISTEM KOMPUTER UNIVERSITAS DIPONEGORO. Oky Dwi Nurhayati, ST, MT

PROGRAM STUDI S1 SISTEM KOMPUTER UNIVERSITAS DIPONEGORO. Oky Dwi Nurhayati, ST, MT PROGRAM STUDI S1 SISTEM KOMPUTER UNIVERSITAS DIPONEGORO Oky Dwi Nurhayati, ST, MT email: okydn@undip.ac.id Pembentukan Citra Citra ada 2 macam : 1. Citra Kontinu Dihasilkan dari sistem optik yang menerima

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN TRACKING OBJEK BERBASIS IMAGE PROCESSING SECARA REAL TIME

IDENTIFIKASI DAN TRACKING OBJEK BERBASIS IMAGE PROCESSING SECARA REAL TIME IDENTIFIKASI DAN TRACKING OBJEK BERBASIS IMAGE PROCESSING SECARA REAL TIME Hendy Mulyawan, M Zen Hadi Samsono, Setiawardhana Jurusan Telekomunkasi - Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM Bab ini akan membahas mengenai proses implementasi dari metode pendeteksian paranodus yang digunakan dalam penelitian ini. Bab ini terbagai menjadi empat bagian, bagian 3.1 menjelaskan

Lebih terperinci

Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc

Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1), S.Kom, M.Comp.Sc Tujuan Memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai berbagai teknik perbaikan citra pada domain spasial, antara lain : Transformasi

Lebih terperinci

COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA

COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA Seminar Nasional Teknologi Terapan SNTT 2013 (26/10/2013) COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA Isnan Nur Rifai *1 Budi Sumanto *2 Program Diploma Elektronika & Instrumentasi Sekolah

Lebih terperinci

DETEKSI GERAK BANYAK OBJEK MENGGUNAKAN BACKGROUND SUBSTRACTION DAN DETEKSI TEPI SOBEL

DETEKSI GERAK BANYAK OBJEK MENGGUNAKAN BACKGROUND SUBSTRACTION DAN DETEKSI TEPI SOBEL DETEKSI GERAK BANYAK OBJEK MENGGUNAKAN BACKGROUND SUBSTRACTION DAN DETEKSI TEPI SOBEL Muhammad Affandes* 1, Afdi Ramadani 2 1,2 Teknik Informatika UIN Sultan Syarif Kasim Riau Kontak Person : Muhammad

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA Copyright @ 2007 by Emy 2 1 Kompetensi Mampu membangun struktur data untuk merepresentasikan citra di dalam memori computer Mampu melakukan manipulasi citra dengan menggunakan

Lebih terperinci

Manusia pemroses informasi 1. Informasi diterima dan ditanggapi dengan proses masukankeluaran

Manusia pemroses informasi 1. Informasi diterima dan ditanggapi dengan proses masukankeluaran Pert 3 Manusia pemroses informasi 1. Informasi diterima dan ditanggapi dengan proses masukankeluaran 2. Informasi disimpan dalam ingatan (memory) 3. Informasi diproses, diinterpretasi, dan diaplikasikan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab landasan teori ini akan diuraikan mengenai teori-teori yang terkait dengan Content Based Image Retrieval, ekstraksi fitur, Operator Sobel, deteksi warna HSV, precision dan

Lebih terperinci

Pengenalan Telur Berdasarkan Karakteristik Warna Citra Yustina Retno Wahyu Utami 2)

Pengenalan Telur Berdasarkan Karakteristik Warna Citra Yustina Retno Wahyu Utami 2) Pengenalan Telur Berdasarkan Karakteristik Warna Citra Yustina Retno Wahyu Utami 2) ISSN : 1693 1173 Abstrak Pengenalan obyek pada citra merupakan penelitian yang banyak dikembangkan. Salah satunya pengenalan

Lebih terperinci

Standar Kompetensi : 1. Menggunakan peerangkat lunak pembuat grafik. Kompetensi Dasar

Standar Kompetensi : 1. Menggunakan peerangkat lunak pembuat grafik. Kompetensi Dasar 1 Standar Kompetensi : 1. Menggunakan peerangkat lunak pembuat grafik. Kompetensi Dasar : 1.1. Menggunakan menu ikon yang terdapat dalam perangkat lunak pembuat grafis Adobe Photoshop Indikator Pencapaian:

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital 2.1.1 Pengertian Citra Digital Citra dapat didefinisikan sebagai sebuah fungsi dua dimensi, f(x,y) dimana x dan y merupakan koordinat bidang datar, dan harga fungsi f disetiap

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengolahan Citra Pengolahan citra adalah kegiatan memanipulasi citra yang telah ada menjadi gambar lain dengan menggunakan suatu algoritma atau metode tertentu. Proses ini mempunyai

Lebih terperinci

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 8 - GRAFKOM DAN PENGOLAHAN CITRA Konsep Dasar Pengolahan Citra Pengertian Citra Analog/Continue dan Digital. Elemen-elemen Citra

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING )

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 1 Konsep Dasar Pengolahan Citra Pengertian Citra Citra atau Image merupakan istilah lain dari gambar, yang merupakan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus BAB II DASAR TEORI 2.1 Meter Air Gambar 2.1 Meter Air Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor,

Lebih terperinci

Aplikasi Teori Kombinatorial Dalam Penomeran Warna

Aplikasi Teori Kombinatorial Dalam Penomeran Warna Aplikasi Teori Kombinatorial Dalam Penomeran Warna Felix Terahadi - 13510039 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132,

Lebih terperinci

TRACKING OBJECT MENGGUNAKAN METODE TEMPLATE MATCHING BERBASIS STEREO VISION

TRACKING OBJECT MENGGUNAKAN METODE TEMPLATE MATCHING BERBASIS STEREO VISION TRACKING OBJECT MENGGUNAKAN METODE TEMPLATE MATCHING BERBASIS STEREO VISION Indra Pramana, M Zen Hadi Samsono, Setiawardhana Jurusan Telekomunkasi - Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Institut Teknologi

Lebih terperinci

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital Nurul Fuad 1, Yuliana Melita 2 Magister Teknologi Informasi Institut Saint Terapan & Teknologi

Lebih terperinci

BUKU TEKNIK ELEKTRONIKA TERBITAN PPPPTK/VEDC MALANG

BUKU TEKNIK ELEKTRONIKA TERBITAN PPPPTK/VEDC MALANG 721 6.2. Mata dan Warna 6.2.1 Spektrum warna Radiasi cahaya tampak menempati pita frekuensi relatif pendek pada spektrum energi gelombang elektromagnetik-kira-kira antara 400nm dan 700nm. Sebagai contoh,

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Histogram dan Operasi Dasar Pengolahan Citra Digital 3 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 MAMPIR SEB EN TAR Histogram Histogram citra

Lebih terperinci

Intensitas cahaya ditangkap oleh diagram iris dan diteruskan ke bagian retina mata.

Intensitas cahaya ditangkap oleh diagram iris dan diteruskan ke bagian retina mata. Pembentukan Citra oleh Sensor Mata Intensitas cahaya ditangkap oleh diagram iris dan diteruskan ke bagian retina mata. Bayangan obyek pada retina mata dibentuk dengan mengikuti konsep sistem optik dimana

Lebih terperinci

Aspek Interaksi Manusia dan Komputer

Aspek Interaksi Manusia dan Komputer HUMAN Manusia merasakan dunia nyata dengan menggunakan piranti yang lazim dikenal dengan panca indera -mata, telinga, hidung, lidah dan kulit- sehingga lewat komponen inilah kita dapat membuat model manusia

Lebih terperinci

Ray Tracing S1 Teknik Informatika

Ray Tracing S1 Teknik Informatika Ray Tracing S1 Teknik Informatika 1 Definisi Ray tracing adalah salah satu dari banyak teknik yang ada untuk membuat gambar dengan komputer. Ide dibalik ray tracing adalah bahwa gambar yang benar secara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengenalan Pola Pengenalan pola adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif fitur (ciri) atau sifat utama dari suatu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Marka Jalan Marka jalan merupakan suatu penanda bagi para pengguna jalan untuk membantu kelancaran jalan dan menghindari adanya kecelakaan. Pada umumnya marka jalan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Program Pengolahan Citra untuk Pengukuran Warna pada Produk Hortikultura Pengembangan metode pengukuran warna dengan menggunakan kamera CCD dan image processing adalah dengan

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA. Kuliah 14 Pemrosesan Warna. Indah Susilawati, S.T., M.Eng.

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA. Kuliah 14 Pemrosesan Warna. Indah Susilawati, S.T., M.Eng. TEKNIK PENGOLAHAN CITRA Kuliah 14 Pemrosesan Warna Indah Susilawati, S.T., M.Eng. Program Studi Teknik Informatika/Sistem Informasi Fakultas Teknologi Informasi Universitas Mercu Buana Yogyakarta 2014

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Computer Vision Computer Vision didefinisikan sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari bagaimana computer dapat mengenali obyek yang diamati. Computer Vision

Lebih terperinci

Model Citra (bag. 2)

Model Citra (bag. 2) Model Citra (bag. 2) Ade Sarah H., M. Kom Resolusi Resolusi terdiri dari 2 jenis yaitu: 1. Resolusi spasial 2. Resolusi kecemerlangan Resolusi spasial adalah ukuran halus atau kasarnya pembagian kisi-kisi

Lebih terperinci

2.Landasan Teori. 2.1 Konsep Pemetaan Gambar dan Pengambilan Data.

2.Landasan Teori. 2.1 Konsep Pemetaan Gambar dan Pengambilan Data. 6 2.Landasan Teori 2.1 Konsep Pemetaan Gambar dan Pengambilan Data. Informasi Multi Media pada database diproses untuk mengekstraksi fitur dan gambar.pada proses pengambilan, fitur dan juga atribut atribut

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital adalah citra yang bersifat diskrit yang dapat diolah oleh computer. Citra ini dapat dihasilkan melalui kamera digital dan scanner ataupun citra yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. tracking obyek. Pada penelitian tugas akhir ini, terdapat obyek berupa bola. Gambar 3.1. Blok Diagram Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. tracking obyek. Pada penelitian tugas akhir ini, terdapat obyek berupa bola. Gambar 3.1. Blok Diagram Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam pengerjaan Tugas Akhir ini adalah studi literatur, pembuatan program serta melakukan deteksi dan tracking obyek. Pada

Lebih terperinci

PENERAPAN SEGMENTASI MULTI KANAL DALAM MENDETEKSI SEL PARASIT PLASMODIUM SP. I Made Agus Wirahadi Putra 1, I Made Satria Wibawa 2 ABSTRAK

PENERAPAN SEGMENTASI MULTI KANAL DALAM MENDETEKSI SEL PARASIT PLASMODIUM SP. I Made Agus Wirahadi Putra 1, I Made Satria Wibawa 2 ABSTRAK Jurnal Dinamika, April 2017, halaman 18-29 P-ISSN: 2087-889 E-ISSN: 2503-4863 Vol. 08. No.1 PENERAPAN SEGMENTASI MULTI KANAL DALAM MENDETEKSI SEL PARASIT PLASMODIUM SP. I Made Agus Wirahadi Putra 1, I

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM Program aplikasi ini dirancang dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Visual C# 2008 Express Edition. Proses perancangan menggunakan pendekatan Object Oriented

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Pada bab ini dibahas mengenai konsep-konsep yang mendasari ekstraksi unsur jalan pada citra inderaja. Uraian mengenai konsep tersebut dimulai dari ekstraksi jalan, deteksi tepi,

Lebih terperinci

By: Ahmad SYAUQI Ahsan

By: Ahmad SYAUQI Ahsan By: Ahmad SYAUQI Ahsan Warna Primer Kadang kita diajarkan bahwa warna primer adalah Merah, Kuning, dan Biru: Cukup bagus untuk mencampur cat. Namun tidak bagus untuk digunakan dalam mencampur cahaya Retina

Lebih terperinci

Operasi Piksel dan Histogram

Operasi Piksel dan Histogram BAB 3 Operasi Piksel dan Histogram Setelah bab ini berakhir, diharapkan pembaca memahami berbagai bahasan berikut. Operasi piksel Menggunakan histogram citra Meningkatkan kecerahan Meregangkan kontras

Lebih terperinci