Strategi Pengembangan Perkotaan di Wilayah Gerbangkertosusila Berdasarkan Pendekatan Daya Saing Wilayah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Strategi Pengembangan Perkotaan di Wilayah Gerbangkertosusila Berdasarkan Pendekatan Daya Saing Wilayah"

Transkripsi

1 Strategi Pengembangan Perkotaan di Wilayah Gerbangkertosusila Berdasarkan Pendekatan Daya Saing Wilayah Eko Budi Santoso * Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya * eko_budi@urplan.its.ac.id Abstrak Wilayah Gerbangkertosusila merupakan kawasan andalan di Propinsi Jawa Timur yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat, dan menjadi kawasan strategis nasional. Tingginya pertumbuhan ekonomi di wilayah ini sejalan dengan fungsi dan peranannya sebagai pusat pertumbuhan wilayah di Jawa Timur, bahkan pengaruhnya hingga wilayah Indonesia Timur. Dinamika pertumbuhan ekonomi wilayah memberikan pengaruh terhadap perkembangan kawasan perkotaan di wilayah Gerbangkertosusila, khususnya pada kawasan perkotaan metropolitan. Perbedaan dalam tingkat pertumbuhan ekonomi antar wilayah sebagai akibat kemampuan daya saing wilayah yang berbeda, baik dalam keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif. Agar pengembangan kawasan perkotaan dapat dilakukan secara optimal, maka diperlukan adanya strategi pembangunan perkotaan yang berbasis pada penguatan daya saing wilayah. Kata kunci: pengembangan perkotaan, daya saing wilayah. Pendahuluan Dinamika pertumbuhan kawasan perkotaan merupakan akibat dari pengaruh perkembangan faktor-faktor internal maupun eksternal, yang masing-masing akan saling terkait. Kota sebagai pusat pertumbuhan mempunyai peran dalam mendorong pertumbuhan kawasan yang ada di sekitarnya. Menurut Yunus (006), kota-kota besar mempunyai pengaruh kekuatan ekonomi yang berbeda-beda dalam tatanan ekonomi regional maupun nasional, sehingga rentang pengaruhnya ke daerah pinggiran juga berbeda-beda. Dalam beberapa kasus perkembangan perkotaan yang ada, bahkan menunjukkan adanya perkembangan fisik kota yang melebihi atau keluar dari batas wilayah administrasi kota. Proses transformasi fisik-spasial ini lebih lanjut mendorong terjadinya perubahan bentuk kawasan perdesaan menjadi kawasan perkotaan (Yunus, 006). Selama ini seringkali terjadi dikotomi antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Ada anggapan bahwa kawasan perkotaan tingkat produktivitas ekonominya lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan perdesaan. Ini akibat akumulasi investasi pembangunan lebih pada mengutamakan kawasan perkotaan dibandingkan kawasan perdesaan, atau sering diistilahkan dengan urban bias. Perdesaan secara politis, sosial dan ekonomi cenderung memiliki posisi melayani atau membantu perkotaan (Rustiadi, et al, 009). Menurut Porter (000), pada hakekatnya kemampuan daya saing suatu negara/wilayah adalah produktivitas, dimana produktivitas menjadi penentu utama standar hidup suatu negara/wilayah dalam jangka panjang. Salah satu unsur penting yang mendukung produktivitas perusahaan menurut Porter adalah lokasi geografis, dimana terdapat konsentrasi geografis yang memberikan akses terhadap input faktor-faktor yang dianggap khusus sehingga mampu memberikan kinerja tinggi. Kemampuan memacu pertumbuhan suatu wilayah atau daerah sangat tergantung dari keunggulan atau daya saing sektor-sektor ekonomi di wilayahnya (Rustiadi, et al, 009). Daya saing wilayah bersifat dinamis, artinya dapat mengalami peningkatan atau penurunan tergantung pada kemampuan pemerintah daerah mengembangkan produktivitas ekonomi daerahnya. Upaya peningkatan daya saing wilayah dilakukan dengan memajukan dan mengembangkan potensi unggulan daerah, baik yang mempunyai keunggulan komparatif

2 maupun keunggulan kompetitif. Peningkatan daya saing wilayah terutama difokuskan pada sektor-sektor ekonomi yang dapat berperan sebagai penggerak ekonomi wilayah (regional economic prime mover), yang diharapkan memberikan efek pengganda (multiplier effect) terhadap perekonomian daerah dan khususnya pada sektor basis (Rustiadi, et al, 009). Wilayah-wilayah yang mempunyai resources endowment yang berlimpah, mempunyai kecenderungan menggunakan pendekatan teori keunggulan komparatif mengikuti pendekatan Ricardian (87), yang mendorong terjadinya spesialisasi wilayah dalam memproduksi barang dan jasa yang memiliki produktivitas dan efisiensi tinggi. Sementara daerah-daerah yang mempunyai sumberdaya alam terbatas cenderung menggunakan pendekatan keunggulan kompetitif mengikuti model yang dikembangkan oleh Porter (996). Menurut Webster dan Muller (000), dalam mengkaji daya saing kota sudah seharusnya mempertimbangkan struktur ekonomi, territorial endowments, sumber daya manusia, dan lingkungan kelembagaan (institutional milieu). Bahkan pengembangan sumber daya manusia harus sesuai dengan perekonomian yang berkembang di kota-kota jika sumber daya manusia untuk menjadi aset yang kompetitif.. Peranan Ekonomi dan Daya Saing Wilayah di Gerbangkertosusila Sebagaimana diketahui wilayah Gerbangkertosusila merupakan kawasan andalan di Propinsi Jawa Timur yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat, dan menjadi kawasan strategis nasional. Tingginya pertumbuhan ekonomi di wilayah ini sejalan dengan fungsi dan perannya sebagai pusat pertumbuhan wilayah di Jawa Timur, bahkan pengaruhnya hingga wilayah Indonesia Timur.. Perekonomian Wilayah Peran wilayah Gerbangkertosusila yang semakin meningkat sebagai penggerak dan sekaligus kontributor pembangunan ekonomi di Jawa Timur, tidak dapat dilepaskan dari kinerja pembangunan ekonomi masing-masing kabupaten/kota. Wilayah ini terdiri dari 7 kabupaten/kota (Kota Surabaya, Kota Mojokerto, Kab. Sidoarjo, Kab. Gresik, Kab. Lamongan, Kab. Mojokerto dan Kab. Bangkalan) memberikan sumbangan PDRB terhadap Propinsi Jawa Timur pada tahun 000 sebesar 43,67 %, meningkat pada tahun 005 menjadi 45,5 %, dan tahun 007 sebesar 44,57%. Kondisi ini memberikan indikasi bahwa wilayah ini berkembang semakin produktif dan sangat kompetitif dibandingkan wilayah lainnya di Propinsi Jawa Timur. Gambar : PDRB Kabupaten/Kota di Wilayah Gerbangkertosusila Tahun 007 Sumber: JICA GKS-ISP Study, 009. Pendapatan Per Kapita Tingkat kesejahteraan masyarakat dapat diukur dengan besarnya pendapatan per kapita. Kondisi pendapatan per kapita di wilayah Gerbangkertosusila menempatkan Kota Surabaya pada posisi unggul, dan diikuti oleh Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Gresik. Sedangkan Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Lamongan berada pada tingkatan bawah dalam pendapatan per kapita. Kondisi yang sangat menyolok dimana Kota Surabaya mampu menghasilkan pendapatan per kapita lima kali lebih tinggi dibandingkan Kabupaten Bangkalan atau Kabupaten Lamongan. Gambar : PDRB per Kapita di Wilayah Gerbangkertosusila Tahun 006 dan 007 Sumber: JICA GKS-ISP Study, 009 Adanya kesenjangan pendapatan per kapita yang tinggi antar daerah di wilayah Gerbangkertosusila menimbulkan mobilitas penduduk antar daerah akibat kekuatan daya tarik daerah yang mempunyai tingkat

3 pendapatan tinggi. Tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi/baik menjadi salah satu faktor yang mendorong peningkatan arus urbanisasi, khususnya ke Kota Surabaya..3 Daya Saing Wilayah Semakin kuatnya daya saing wilayah Gerbangkertosusila tidak dapat dipisahkan dari peningkatan produktivitas ekonomi yang terjadi di wilayah ini. Meskipun pada kenyataannya tingkat daya saing daerah pada masing-masing kabupaten/kota tersebut berbeda-beda. Penentuan peringkat daya saing daerah yang dilakukan PPSK BI dan LP3E FE Unpad (008) dikaji berdasarkan faktor input, yang meliputi perekonomian daerah, sumber daya manusia dan ketenagakerjaan, lingkungan usaha produktif, infrastruktur, sumber daya alam dan lingkungan, serta perbankan dan lembaga keuangan. Sedangkan faktor output meliputi produktivitas tenaga kerja, PDRB per kapita, dan tingkat kesempatan kerja. Berdasarkan hasil pemetaan daya saing Kabupaten/Kota di Indonesia pada tahun 007 menunjukkan tiga daerah di wilayah Gerbangkertosusila yang masuk dalam kelompok peringkat teratas, yaitu Kota Surabaya (peringkat 3), Kabupaten Sidoarjo (peringkat 9), dan Kabupaten Gresik (peringkat 44). Sementara Kabupaten Bangkalan hanya menempati peringkat 33 dari 434 Kabupaten/ Kota di Indonesia. Wil. GKS Kab. Bangkalan Kab. Lamongan Kab. Mojokerto Kota Mojokerto Kab. Gresik Kab. Sidoarjo Kota Surabaya Peringkat Daerah Daya Saing Daerah Daya Saing Indikator Input Daya Saing Indikator Output Gambar 3: Daya Saing Daerah di Wilayah Gerbangkertosusila Tahun 007 Sumber: Diolah dari Data PPSK Bank Indonesia LP3E FE UNPAD (008) Hal ini juga menunjukkan bahwa kemampuan daya saing antar daerah di wilayah Gerbangkertosusila sangat berbeda bahkan ada semacam disparitas antardaerah. Dari sisi keruangan (spasial) antara Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik dan Kabupaten Sidoarjo ada kedekatan keruangan, yang secara langsung maupun tidak langsung dapat berpengaruh terhadap daya saing kedua daerah tersebut. 3. Metodologi Daya saing perkotaan menurut Webster dan Muller (000) mengacu pada kemampuan suatu wilayah perkotaan untuk memproduksi dan memasarkan serangkaian produk (barang dan jasa) yang merupakan nilai yang baik (tidak harus harga terendah) sehubungan dengan produk yang sebanding pada daerah perkotaan lainnya. Menurut Turok (004), terdapat tiga komponen penting sebagai penentu pembangunan ekonomi, yaitu: () kemampuan perusahaan lokal untuk mengekspor produknya ke pasar luar, () nilai produk dan efisiensi dalam produksi (produktivitas), dan (3) penggunaan sumber daya manusia lokal, modal dan sumber daya alam. Sedangkan daya saing adalah suatu fungsi saling keterhubungan yang kompleks antar komponen-komponen tersebut. Adanya spesialisasi / konsentrasi sektor ekonomi di suatu wilayah masih menjadi salah satu pendekatan dalam mengukur daya saing wilayah. Kemampuan mengekspor produk (barang dan jasa) banyak dipengaruhi oleh kekuatan sektor basis, yang dapat dianalisis menggunakan perhitungan LQ (Location Quotient). Hasil analisa LQ dipetakan dalam bentuk diagram sarang laba-laba untuk melihat kinerja seluruh sektor, baik sektor basis maupun non basis. Menurut Webster dan Muller (000), dalam mengkaji daya saing, maka perlu fokus pada kegiatan ekonomi dan tempat/lokasi. Kegiatan ekonomi berkaitan dengan bagaimana kota bersaing di dunia nyata, sedangkan tempat/lokasi sangat penting dalam menentukan dimana kegiatan akan berlokasi, dikembangkan, atau berlangsung dalam waktu tertentu. Untuk itu, dalam merumuskan strategi daya saing kota dapat dilakukan dengan analisa SWOT atau kajian keunggulan dan kelemahan daya saing daerah. Pembandingan (banchmarking) daya saing daerah dilakukan terhadap faktor-faktor input, yang meliputi perekonomian daerah, sumber daya manusia dan ketenagakerjaan, lingkungan usaha produktif, infrastruktur, sumber daya alam dan lingkungan, serta perbankan dan lembaga keuangan (PPSK BI dan LP3E FE Unpad, 008). Data-data yang dipergunakan dalam makalah ini adalah data-data sekunder, yang berasal dari publikasi BPS Jawa Timur, profil 3

4 dan pemetaan daya saing ekonomi daerah PPSK BI LP3E FE Unpad, serta dokumen perencanaan yang relevan. 4. Hasil dan Pembahasan 4. Kemampuan Ekonomi Wilayah Kemampuan ekonomi wilayah diidentifikasi melalui analisa LQ untuk memetakan spesialisasi wilayah berdasarkan sektor basisnya. Untuk memberikan gambaran posisi masingmasing sektor ekonomi disajikan dalam bentuk diagram sarang laba-laba. Kota Surabaya Kota Surabaya mempunyai kemampuan perekonomian daerah yang tinggi dilihat dari sumbangan PDRB, pendapatan per kapita, dan daya saing daerah. Pembandingan (benchmark) terhadap daerah kabupaten/kota lainnya di GKS, Kota Surabaya berada pada posisi teratas. Sektor basis yang mendukung perekonomian daerah adalah industri pengolahan, infrastruktur, perdagangan, keuangan dan jasa perusahaan. Sektor sekunder dan tersier menjadi penting peranannya dalam perekonomian Kota Surabaya yang mencakup 6 kegiatan sektor ekonomi. Pada diagram sarang laba-laba, bentuk diagram mengarah ke bawah. sektor basis. Sementara itu, bentuk diagram sarang laba-laba mengarah ke kiri dan kanan, sedangkan selebihnya mengelompok dan mendekati titik tengah. Perusahaan Konstruksi.93 Gambar 5: Hasil Analisa LQ Kabupaten Sidoarjo Kabupaten Gresik Kemampuan perekonomian daerah Kabupaten Gresik masih tergolong cukup baik dari sisi sumbangan PDRB, pendapatan per kapita, dan daya saing daerah. Pembandingan (benchmark) terhadap daerah kabupaten/kota lainnya di GKS, Kabupaten Gresik menempati posisi ketiga setelah Kota Surabaya dan Kabupaten Sidoarjo, meskipun demikian tidak berbeda jauh dengan Kabupaten Sidoarjo. Sektor basis yang mendukung perekonomian daerah adalah pertambangan, industri pengolahan, dan infrastruktur. Kabupaten Gresik mempunyai 6 kegiatan sektor ekonomi yang berperan sebagai sektor basis. Diagram sarang laba-laba hanya membentuk satu sudut yang mengarah ke sudut kanan bawah. Perusahaan Konstruksi 4 Perusahaan Gambar 4: Hasil Analisa LQ Kota Surabaya Kabupaten Sidoarjo Kemampuan perekonomian daerah Kabupaten Sidoarjo masih tergolong cukup baik dari sisi sumbangan PDRB, pendapatan per kapita, dan daya saing daerah. Pembandingan (benchmark) terhadap daerah kabupaten/kota lainnya di GKS, Kabupaten Sidoarjo menempati posisi kedua setelah Kota Surabaya. Sektor basis yang mendukung perekonomian daerah adalah industri pengolahan dan infrastruktur. Kabupaten Sidoarjo hanya mempunyai 3 kegiatan sektor ekonomi yang menjadi Konstruksi Gambar 6: Hasil Analisa LQ Kabupaten Gresik Kota Mojokerto Sumbangan PDRB Kota Mojokerto paling rendah di wilayah Gerbangkertosusila, meskipun demikian pendapatan per kapita dan daya saing daerahnya relatif cukup baik, dibandingkan dengan Kabupaten Mojokerto yang menjadi daerah belakangnya. Sektor basis yang mendukung perekonomian daerah adalah infrastruktur, perdagangan dan jasa. Kota Mojokerto mempunyai 6 kegiatan sektor 4

5 ekonomi yang berperan sebagai sektor basis. Diagram sarang laba-laba mempunyai bentuk yang mengarah ke bawah. Perusahaan Konstruksi.08 Lamongan mempunyai 3 kegiatan sektor ekonomi yang berperan sebagai sektor basis. Sementara itu, diagram sarang laba-laba mempunyai bentuk sudut yang dominan mengarah ke atas Perusahaan Gambar 7: Hasil Analisa LQ Kota Mojokerto Kabupaten Mojokerto Kemampuan perekonomian daerah Kabupaten Mojokerto masih tergolong cukup baik dari sisi sumbangan PDRB, pendapatan per kapita, dan daya saing daerah. Pembandingan (benchmark) terhadap daerah kabupaten/kota lainnya di GKS, Kabupaten Mojokerto masih berada pada peringkat kelima. Sektor basis yang mendukung perekonomian daerah adalah pertanian dan industri pengolahan. Kabupaten Mojokerto hanya mempunyai kegiatan sektor ekonomi yang menjadi sektor basis. Diagram sarang laba-laba mempunyai bentuk sudut yang mengarah ke atas dan samping kanan. Konstruksi Gambar 9: Hasil Analisa LQ Kabupaten Lamongan Kabupaten Bangkalan Kemampuan perekonomian daerah Kabupaten Bangkalan masih tergolong rendah baik dari sisi sumbangan PDRB, pendapatan per kapita, dan daya saing daerah. Pembandingan (benchmark) terhadap daerah kabupaten/kota lainnya di GKS, Kabupaten Bangkalan menempati posisi terbawah. Sektor basis yang mendukung perekonomian daerah adalah pertanian, infrastruktur dan jasa-jasa. Kabupaten Bangkalan mempunyai 4 kegiatan sektor ekonomi yang berperan sebagai sektor basis. Adapun bentuk diagram sarang laba-laba membentuk bidang yang mengarah ke atas. Perusahaan Perusahaan Konstruksi Konstruksi Gambar 8: Hasil Analisa LQ Kab. Mojokerto Kabupaten Lamongan Kemampuan perekonomian daerah Kabupaten Lamongan masih tergolong rendah dari sisi sumbangan PDRB, pendapatan per kapita, dan daya saing daerah. Pembandingan (benchmark) terhadap daerah kabupaten/kota lainnya di GKS, Kabupaten Lamongan menempati posisi kedua terendah setelah Kabupaten Bangkalan. Sektor basis yang mendukung perekonomian daerah adalah pertanian, perdagangan, dan jasa. Kabupaten Gambar 0: Hasil Analisa LQ Kabupaten Bangkalan Hasil analisa LQ yang dipetakan dalam bentuk diagram laba-laba, menunjukkan Kota Surabaya mampu mengoptimalkan kinerja sektor sekunder dan sektor tersier yang ditunjukkan bentuk diagram yang mengarah ke bawah. Sementara itu, bentuk diagram yang ditunjukkan Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Bangkalan masih mengarah ke atas dan menempatkan sektor primer sebagai sektor basis. Berdasarkan konsep spesialisasi daerah, tidak ada satupun daerah yang unggul pada semua sektor, sehingga dalam upaya untuk 5

6 mengembangkan daya saing daerah maka setiap daerah harus fokus pada sektorsektor tertentu yang menjadi andalan daerahnya. Beberapa daerah yang mengandalkan kekuatan sektor pertanian dan sektor pertambangan, serta sektor industri berbasis sumber daya alam memberikan gambaran adanya kekuatan resources endowment yang dapat menjadi keunggulan komparatif daerah itu. 4. Keunggulan dan Kelemahan Daya Saing Daerah Faktor-faktor input yang terdiri dari perekonomian daerah, sumber daya manusia dan ketenagakerjaan, lingkungan usaha produktif, infrastruktur, sumber daya alam dan lingkungan, serta perbankan dan lembaga keuangan dinilai berdasarkan keunggulan dan kelemahan daya saing daerah yang dimiliki pada masing-masing daerah. Secara umum Kota Surabaya lebih unggul dibandingkan kota/kabupaten lainnya di wilayah Gerbangkertosusila untuk semua faktor-faktor input, selanjutnya diikuti oleh Kabupaten Sidoarjo. Kabupaten Gresik masih mempunyai keunggulan faktor-faktor input, kecuali dalam indikator lingkungan usaha produktif masih belum kompetitif. Sementara itu, Kabupaten Bangkalan masih jauh tertinggal dibandingkan daerah lainnya dalam daya saing faktor inputnya. Kabupaten Mojokerto, dan Kabupaten Lamongan meskipun masih belum kompetitif dalam faktor input, namun masih mempunyai keunggulan dalam sumber daya manusia dan ketenagakerjaan, serta perbankan dan lembaga keuangan. Demikian pula Kota Mojokerto masih ada kelemahan dalam sumber daya manusia, infrastruktur, dan perbankan dan lembaga keuangan. Perekonomian daerah Kota Surabaya masih mempunyai keunggulan dalam hal produktivitas sektor tersier, dan besarnya investasi per kapita, yang tidak terdapat di daerah yang lain. Keunggulan dalam potensi ekspor daerah, kemahalan daerah, dan kepadatan industri selain Kota Surabaya, juga terdapat pada daerah-daerah lainnya kecuali Kabupaten Bangkalan. Kelemahan perekonomi daerah pada umumnya berkaitan dengan masih rendahnya total pengeluaran pemerintah dibandingkan dengan PDRB kecuali Kota Mojokerto. Selain itu, Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Bangkalan menghadapi keterbatasan kapasitas fiskal daerah. Sumber daya manusia dan ketenagakerjaan Jumlah penduduk dan angkatan kerja, rasio ketergantungan, angka harapan hidup, rata-rata lama sekolah penduduk dan tenaga kerja menjadi keunggulan bagi Kota Surabaya, Kabupaten Gresik, Kabupaten Sidoarjo, sedangkan Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Bangkalan hanya unggul dalam jumlah penduduk dan angkatan kerja. Kota Mojokerto mempunyai masalah keterbatasan jumlah penduduk dan angkatan kerja, sedangkan Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Bangkalan pada rata-rata lama sekolah penduduk dan tenaga kerja. Kabupaten Bangkalan juga menghadapi usia harapan hidup yang rendah. Lingkungan usaha produktif Sedikitnya jumlah Perda yang bermasalah menjadi keuunggulan, jumlah sektor basis, penduduk dengan pendidikan perguruan tinggi lebih banyak menjadi keunggulan Kabupaten Sidoarjo, Kota Mojokerto, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Bangkalan. Sementara itu, jumlah penduduk yang berpendidikan tinggi menjadi unggulan Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kota Mojokerto. Jumlah sektor basis menjadi unggulan Kota Surabaya, dan Kota Mojokerto. Banyaknya Perda bermasalah menjadi hambatan bagi Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik. Daerah yang mempunyai sektor basis sedikit adalah Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, dan Kabupaten Mojokerto. Sedangkan Kabupaten Bangkalan menghadapi minimumnya belanja pelayanan publik per kapita, minimnya penduduk dengan pendidikan perguruan tinggi, dan tingginya tingkat kemiskinan. Infrastruktur, SDA dan lingkungan Kabupaten Sidoarjo mempunyai keunggulan dalam produktivitas sektor pengangkutan, kondisi jalan, sambungan telepon, konsumsi dan produksi listrik, konsumsi BBM, rasio luas lahan produktif, sumber daya air. Kabupaten Gresik, Kabupaten Mojokerto, dan Kota Mojokerto meskipun tidak seunggul Kabupaten Sidoarjo, namun masih lebih baik dari Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Bangkalan yang hanya punya keunggulan kondisi jalan. Sedangkan Kota Surabaya berada pada posisi netral, tidak mempunyai keunggulan maupun kelemahan dalam infrastruktur, SDA dan lingkungan. 6

7 Kabupaten Lamongan mempunyai kelemahan dalam produktivitas sektor pengangkutan, rasio luas lahan produktif. Kelemahan Kota Mojokerto dalam kondisi jalan, Kabupaten Mojokerto dalam produktivitas sektor pengangkutan, dan Kabupaten Gresik dalam rasio luas lahan produktif. Sedangkan Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Bangkalan mempunyai mempunyai posisi netral untuk indikator lainnya. Perbankan dan lembaga keuangan Keunggulan faktor perbankan dan lembaga keuangan berkaitan dengan kemampuan memfasilitasi kegiatan perekonomian. Sebaran jumlah kantor bank menjadi unggulan di Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto, dan Kabupaten Lamongan. Total kredit yang disalurkan perbankan unggul di Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Gresik. Kota Mojokerto unggul dalam produktivitas sektor keuangan dan Kabupaten Gresik dalam produktivitas koperasi. Secara umum tidak ada kelemahan yang cukup menonjol dalam faktor input ini. Namun kelemahan dalam produktivitas sektor keuangan masih perlu diperhatikan oleh Kabupaten Sidoarjo. 4.3 Konsep Pengembangan Perkotaan Gerbangkertosusila Wilayah Gerbangkertosusila sebagai satu entitas wilayah yang mencakup sistem perkotaan dan sistem perdesaan yang saling berinteraksi. Dalam konteks sistem perkotaan telah terbentuk hubungan antara kota metropolitan, kota besar/sedang dan kota kecil, sesuai dengan perannya masingmasing (PKN, PKW, dan PKL). Faktor jarak antara kota yang berdekatan, pertumbuhan penduduk dan ekonomi, perluasan permukiman dan area terbangun kota menimbulkan aglomerasi perkotaan di wilayah ini. Oleh karena peranan aglomerasi perkotaan sedemikian besar dalam sistem perekonomian, kependudukan, sosial dan budaya nasional yang tercipta melalui proses panjang, maka wilayah ini menunjukkan peranan dominasi dalam konstelasi nasional (Yunus, 006). Konfigurasi sistem perkotaan di wilayah Gerbangkertosusila akan selalu tumbuh dan berkembang dengan arah dan besaran yang berbeda-beda. Perbedaan fungsi dan peran masing-masing kota seharusnya bukan menjadi kompetitor terhadap kota lainnya, melainkan dapat saling mendukung dan melengkapi satu kota terhadap kota lainnya. Menurut Yunus (006), apabila kota-kota yang bergabung mempunyai kedudukan yang sejajar baik dari segi peranannya dalam konstelasi perekonomian maupun jumlah penduduk maka dominasi pusat-pusat kegiatan tidak akan tampak, namun apabila koalisi perkotaan tercipta dari gabungan kota besar utama dengan kota-kota yang lebih kecil di sekitarnya, maka konstelasi perekonomian akan terlihat adanya dominasi peran dari pusat kegiatan utama. Berdasarkan konsepsi konfigurasi sistem perkotaan menurut McGee (dalam Yunus, 006), ada beberapa tipologi perkotaan yang bisa diidentifikasi dari sistem perkotaan di wilayah Gerbangkertosusila, yaitu eksistensi kota-kota besar, daerah peri-urban, daerah desa-kota, dan kota-kota kecil. Menurut Yunus (006), intensitas transformasi keruangan (spasial) sangat bervariasi, dimana makin dekat ke kota dan/atau jalur jalan/transportasi utama maka proses transformasi akan berlangsung makin intens. Fakta-fakta empirik yang ada menunjukkan bahwa berkembangnya Kota Surabaya sebagai kota utama di wilayah Gerbangkertosusila, juga diikuti dengan berkembangnya daerah peri-urban akibat pengembangan permukiman baru, dan berkembangnya desa-kota pada koridor pergerakan antar kota. Perkembangan tersebut tidak lepas dari adanya pertumbuhan perkotaan yang tidak terkontrol (urban sprawling), perpindahan penduduk ke kawasan perumahan baru di daerah peri-urban dan konversi penggunaan lahan yang tidak sesuai (JICA ISP, 009). Konsep pengembangan perkotaan pada wilayah Gerbangkertosusila diarahkan dengan pendekatan Polycentric Urban Region untuk mengurangi dominasi Kota Surabaya. Dalam pendekatan ini, dipilih beberapa kawasan perkotaan yang akan dikembangkan sebagai pusat pelayanan perkotaan berdasarkan peranan dan fungsi tertentu. Pendekatan polycentric ini diharapkan dapat berperan mengurangi perkembangan perkotaan yang tidak terkendali (urban sprawl). Beberapa pandangan yang berkembang dalam pendekatan polycentrism ini berkaitan dengan kontribusinya terhadap daya saing, keunggulannya bagi daerah pinggiran sama seperti daerah pusat, menciptakan pemanfaatan potensi wilayah secara penuh, dan konektivitas untuk keseluruhan wilayah (Faludi, 005). Adanya beberapa pusat perkotaan akan dapat menciptakan persaingan 7

8 dalam pemanfaatan potensi wilayah, tidak hanya terbatas pada barang dan jasa yang mempunyai keunggulan komparatif, melainkan juga mendorong terjadinya keunggulan kompetitif. Gambar 9: Struktur Perkotaan di Wilayah GKS Sumber: JICA GKS-ISP Study, 009 Pusat-pusat perkotaan utama di wilayah Gerbangkertosusila ditetapkan mempunyai peran dan fungsi yang berbedabeda. Menurut Porter (000), lokasi mempengaruhi keunggulan kompetitif melalui pengaruhnya terhadap produktivitas dan terutama pada pertumbuhan produktivitas, diantaranya melalui pembentukan klaster-klaster ekonomi pada lokasi tertentu. Adanya kawasan ekonomi khusus yang diintegrasikan dalam pengembangan perkotaan dapat mendorong keunggulan kompetitif jika didukung dengan konsentrasi keterampilan dan pengetahuan yang sangat khusus sebagai faktor inputnya. Gambar 0: Konsep Struktur Wilayah GKS Sumber: JICA GKS-ISP Study, Strategi Pengembangan Daya Saing Perkotaan Strategi pengembangan daya saing perkotaan dilakukan dengan tujuan meningkatkan produktivitas dan efisiensi faktor-faktor input dalam rangka mewujudkan polycentric urban region di wilayah Gerbangkertosusila. Adanya perbedaan peran dan fungsi perkotaan dapat menimbulkan kompetisi ataupun kolaborasi antar kawasan perkotaan. Namun kompetisi yang sebenarnya jauh berbeda. Kompetisi adalah bersifat dinamis dan bertumpu pada inovasi dan mencari perbedaan strategis (Porter, 000). Strategi pengembangan perkotaan yang berdaya saing di wilayah Gerbangkertosusila perlu mempertimbangkan spesialisasi daerah yang dibentuk adanya resources endowment, keunggulan dan kelemahan daya saing daerah, serta konsep perkotaan yang dikembangkan melalui pendekatan polycentric urban region. Beberapa strategi pengembangan perkotaan yang dapat diterapkan pada wilayah Gerbangkertosusila adalah: Strategi berbasis pada inovasi perkotaan yang didukung peningkatan kualitas pelayanan perkotaan, ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge based economy), dan pemanfaatan ICT. Dalam hal ini Kota Surabaya seharusnya tidak lagi bersaing dengan kota-kota sekunder di sekitarnya, melainkan harus mampu bersaing dalam tataran global. Oleh sebab itu, keunggulan kompetitif harus menjadi pendorong utama pertumbuhan kota. Strategi berbasis pada upaya peningkatan produktivitas daerah melalui diversifikasi dan pengembangan sektor basis, peningkatan lingkungan usaha, serta pengembangan infrastruktur dan sumber daya manusia. Strategi ini diarahkan pada perkotaan Sidoarjo dan Gresik dengan meningkatan produktivitas lahan sesuai dengan rencana tata ruang, mengoptimalkan aglomerasi ekonomi, dan mendorong regulasi yang lebih ramah investasi. Strategi berbasis pada optimalisasi peran dan fungsi perkotaan yang didukung pengembangan sumber daya manusia, peningkalan kualitas pelayanan perkotaan, dan pengembangan ekonomi kreatif. Strategi ini diarahkan pada Kota Mojokerto yang mempunyai keterbatasan lahan untuk pengembangan kota. Keterbatasan resources endowment mengharuskan Kota Mojokerto memanfaatkan pendekatan keunggulan kompetitif sebagai pilihan untuk meningkatkan daya saing kotanya, salah satunya dengan memanfaatkan posisi strategisnya sebagai outlet pemasaran bagi wilayah sekitarnya. Strategi berbasis pada pengelolaan sumber daya alam dan pengembangan ekonomi lokal. Strategi ini diarahkan pada 8

9 Kabupaten Mojokerto yang memiliki keunggulan dalam resources endowment. Kawasan perkotaan Mojokerto seharus mampu memanfaatkan potensi ini sebagai keunggulan komparatif dengan mengintegrasikan sektor pertanian dengan kegiatan agroindustri, kegiatan agrobisnis, serta kegiatan pemanfaatan jasa-jasa lingkungan. Strategi berbasis pada penguatan potensi ekonomi lokal melalui pengembangan lingkungan usaha produktif. Strategi ini diarahkan pada Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Bangkalan yang mempunyai daya saing daerah yang rendah. Pembangunan infrastruktur fisik, pengembangan sumber daya manusia, lingkungan usaha produktif untuk mengatasi ketertinggalan daya saing daerah. Tidak cukup mengejar ketertinggalan hanya melalui keunggulan komparatif, namun diperlukan pula menciptakan keunggulan kompetitif di wilayahnya. Oleh sebab itu, perlu dikembangkan leap frog development strategy untuk mencapai keunggulan yang lebih tinggi. Adanya strategi pengembangan perkotaan yang berbeda ini diharapkan dapat mendorong terjadinya kolaborasi dan sinergi antar kawasan perkotaan, dan pada akhirnya mampu meningkatkan daya saing wilayah secara berkelanjutan. 5. Kesimpulan Kajian strategi pengembangan perkotaan berdasarkan daya saing wilayah melihat dari sisi kemampuan keunggulan kompetitif maupun keunggulan komparatif. Sumber daya manusia di perkotaan menjadi bagian dari keunggulan komparatif jika ditinjau dari sisi jumlah penduduk dan tenaga kerja, dan dapat menjadi bagian dari keunggulan kompetitif jika ditinjau dari sisi kualitas sumber daya manusia, seperti penduduk yang menamatkan pendidikan pada perguruan tinggi. Pengembangan perkotaan tidak hanya mengandalkan pada kelimpahan resources endowment, namun agar kawasan perkotaan mampu bersaing dengan kawasan perkotaan lainnya diperlukan adanya keunggulan kompetitif. Untuk mengembangkan daya saing wilayah, diawali dengan penentuan spesialisasi wilayah yang didasarkan keunggulan komparatif. Selanjutnya dilakukan pemetaan daya saing wilayah sebagai masukan dalam menentukan keunggulan kompetitif. Produktivitas merupakan sumber daya saing perkotaan, sehingga kota yang berdaya saing adalah kota yang produktif. Strategi yang diterapkan bagi pengembangan perkotaan adalah meningkatkan produktivitas faktor-faktor input yang menjadi dasar pengembangan perkotaan. 6. Pustaka Faludi, A. (005). Polycentric territorial cohesion policy. Town Planning Review. Vol. 76 (): hal JICA GKS-ISP Team (009). JICA Study on Formulation of Spatial Planning for Gerbangkertosusila Zone. Surabaya: JICA Porter, M.E. (996). Competitive Advantage, Agglomeration Economies, and Regional Policy. International Regional Science Review. Vol. 9 ( & ): hal Porter, M.E. (000). Location, Competition, and Economic Development: Local Clusters in a Global Economy, Economic Development Quarterly. Vol. 4, No., February 000: hal Porter, M.E. (003). The Economic Performance of Regions. Urban Studies. Vol. 37, No. 6 & 7: hal PPSK Bank Indonesia dan LP3E FE Unpad (008). Profil dan Pemetaan Daya Saing Ekonomi Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers. Rustiadi, E., S. Saefulhakim, dan D.R. Panuju (009). Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta: Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia. Turok, Ivan (004). Cities, Regions and Competitiveness. Regional Studies, 38 (9): hal Webster, D. dan L. Muller (000). Urban Competitiveness Assessment in Developing Country Urban Regions: The Road Forward. Paper prepared for Urban Group, INFUD. Washington, D.C.: The World Bank. Yunus, H.S. (006). Megapolitan: Konsep, Problematika dan Prospek. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 9

10 Tabel : Peringkat Daya Saing Daerah dalam Indikator Input No. Peringkat Nasional Dalam Indikator Input Wilayah Kabupaten/Kota Ekonomi SDM Lingk Usaha Infrastrukt. Keuangan Total Kota Surabaya Kab. Sidoarjo Kab. Gresik Kota Mojokerto Kab. Mojokerto Kab. Lamongan Kab. Bangkalan Rata Wil. GKS Sumber: PPSK Bank Indonesia dan LP3E FE Unpad (008). Tabel : Kajian Keunggulan dan Kelemahan Daya Saing Daerah di Wilayah Gerbangkertosusila No. Keunggulan Kelemahan. Kota Surabaya Perekonomian daerah: produktivitas sektor tersier, potensi ekspor daerah, investasi per kapita, kemahalan daerah, kepadatan industri pengolahan SDM dan ketenagakerjaan: jumlah penduduk dan angkatan kerja, rasio ketergantungan, angka harapan hidup, rata lama sekolah penduduk dan tenaga kerja Lingkungan usaha produktif: jumlah sektor basis, penduduk dengan pendidikan perguruan tinggi. Kabupaten Sidoarjo Perekonomian daerah: potensi ekspor daerah, kemahalan daerah, kepadatan industri pengolahan SDM dan ketenagakerjaan: jumlah penduduk dan angkatan kerja, rata lama sekolah penduduk dan tenaga kerja, rasio ketergantungan Lingkungan usaha produktif: Perda yang bermasalah, penduduk dengan pendidikan perguruan tinggi Infrastruktur, SDA dan lingkungan: produktivitas sektor pengangkutan, kondisi jalan, sambungan telepon, konsumsi dan produksi listrik, konsumsi BBM, rasio luas lahan produktif, sumber daya air Perbankan dan lembaga keuangan: jumlah kantor bank, total kredit perbankan 3. Kabupaten Gresik Perekonomian daerah: potensi ekspor daerah, kemahalan daerah SDM dan ketenagakerjaan: jumlah penduduk dan angkatan kerja, rasio ketergantungan, angka harapan hidup, rata lama sekolah penduduk dan tenaga kerja Infrastruktur, SDA dan lingkungan: kondisi jalan, konsumsi dan produksi listrik, konsumsi BBM, sumber daya air Perbankan dan lembaga keuangan: produktivitas koperasi, total kredit perbankan 4. Kota Mojokerto Perekonomian daerah: kemahalan daerah, kepadatan industri pengolahan SDM dan ketenagakerjaan: rasio ketergantungan, rata lama sekolah penduduk dan tenaga kerja, angka harapan hidup Lingkungan usaha produktif: jumlah Perda yang bermasalah, jumlah sektor basis, penduduk dengan pendidikan perguruan tinggi Infrastruktur, SDA dan lingkungan: produktivitas sektor pengangkutan, rasio luas lahan produktif, sumber daya air Perbankan dan lembaga keuangan: produktivitas sektor keuangan Perekonomian daerah: total pengeluaran pemerintah daerah terhadap PDRB Lingkungan usaha produktif: Perda yang bermasalah Perekonomian daerah: total pengeluaran pemerintah daerah terhadap PDRB Lingkungan usaha produktif: jumlah sektor basis Perbankan dan lembaga keuangan: produktivitas sektor keuangan Perekonomian daerah: total pengeluaran pemerintah daerah terhadap PDRB Infrastruktur, SDA dan lingkungan: rasio luas lahan produktif Lingkungan usaha produktif: belanja pelayanan publik per kapita, jumlah Perda bermasalah SDM dan ketenagakerjaan: jumlah penduduk dan angkatan kerja Infrastruktur, SDA dan lingkungan: kondisi jalan 0

11 5. Kabupaten Mojokerto Perekonomian daerah: kemahalan daerah, kepadatan industri pengolahan SDM dan ketenagakerjaan: jumlah penduduk dan angkatan kerja, rasio ketergantungan Lingkungan usaha produktif: jumlah Perda yang bermasalah Infrastruktur, SDA dan lingkungan: kondisi jalan, sumber daya air Perbankan dan lembaga keuangan: jumlah kantor bank 6. Kabupaten Lamongan Perekonomian daerah: kemahalan daerah SDM dan ketenagakerjaan: jumlah penduduk dan angkatan kerja, rasio ketergantungan Infrastruktur, SDA dan lingkungan: kondisi jalan Perbankan dan lembaga keuangan: jumlah kantor bank 7. Kabupaten Bangkalan Infrastruktur, SDA dan lingkungan: kondisi jalan SDM dan ketenagakerjaan: jumlah penduduk dan angkatan kerja Lingkungan usaha produktif: jumlah Perda yang bermasalah Sumber: PPSK Bank Indonesia dan LP3E FE Unpad (008). Perekonomian daerah: total pengeluaran pemerintah daerah terhadap PDRB Lingkungan usaha produktif: belanja pelayanan publik per kapita, jumlah sektor basis daerah Infarstruktur, SDA dan lingkungan: produktivitas sektor pengangkutan Perekonomian daerah: kapasitas fiskal daerah, total pengeluaran pemerintah daerah terhadap PDRB SDM dan ketenagakerjaan: rata lama sekolah tenaga kerja Infarstruktur, SDA dan lingkungan: produktivitas sektor pengangkutan, rasio luas lahan produktif Lingkungan usaha produktif: belanja pelayanan publik per kapita, jumlah sektor basis daerah Perekonomian daerah: kapasitas fiskal daerah, total pengeluaran pemerintah daerah terhadap PDRB SDM dan ketenagakerjaan: rata lama sekolah penduduk dan tenaga kerja, angka harapan hidup Lingkungan usaha produktif: belanja pelayanan publik per kapita, penduduk dengan pendidikan perguruan tinggi, poverty gap index

12 Tabel 3: Roles and Functions of Major Urban Centers of GKS Center Roles and Functions Regional Center Surabaya Primate Urban Center, Gateway and image city of the region to the outside GKS, especially foreign countries Regional Center of political, administrative, economic and social activities, with higher functions of business, service and commercial, administrative, and cultural aspects SMA sub-centers (0 km from Surabaya) GKS sub-centers (40 km from Surabaya) Sidoarjo Gresik Bangkalan Kota Mojokerto Lamongan Paciran dan Brondong Sumber: JICA-ISP Team, 009 Sub-regional center of industrial and commercial services Sub-center of Southern GKS Strong linkage with Surabaya and Pasuruan to enhance the economy Sub-regional center of northern SMA and industrial and commercial activities Strong linkage with Surabaya, Lamongan and Paciran/ Brondong economic zone SMA sub-center of Madura Island Core urban center of Madura Island to accommodate the Island economy Sub-center of GKS to accommodate Mojokerto and Jombang Zone Strong linkage with Jombang, and Surabaya with highway Center of district industrial and commercial activities Sub-center of GKS to accommodate agricultural-based district economy Strong linkage with Surabaya, Paciran/Brondong, Babat, Bojonegoro Sub-center as special economic zone composed of industrial, port, and logistics development with environment countermeasures

13 3

Daya Saing Kota-Kota Besar di Indonesia

Daya Saing Kota-Kota Besar di Indonesia Daya Saing Kota-Kota Besar di Indonesia Eko Budi Santoso 1 * Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP Institut Teknologi Sepuluh Nopember, * Email : eko_budi@urplan.its.ac.id Abstrak Kota-kota besar di

Lebih terperinci

Pengembangan Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur berdasarkan Potensi Daerahnya

Pengembangan Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur berdasarkan Potensi Daerahnya JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-81 Pengembangan Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur berdasarkan Potensi Daerahnya Miftakhul Huda dan Eko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu menunjukkan ketidak berhasilan dan adanya disparitas maupun terjadinya kesenjangan pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi. Selain Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur menempati posisi tertinggi

Lebih terperinci

Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur

Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur TOTAL SKOR INPUT 14.802 8.3268.059 7.0847.0216.8916.755 6.5516.258 5.9535.7085.572 5.4675.3035.2425.2185.1375.080 4.7284.4974.3274.318 4.228 3.7823.6313.5613.5553.4883.4733.3813.3733.367

Lebih terperinci

Keterkaitan Sektor Ekonomi di Provinsi Jawa Timur

Keterkaitan Sektor Ekonomi di Provinsi Jawa Timur JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Keterkaitan Sektor Ekonomi di Provinsi Jawa Timur Okto Dasa Matra Suharjo dan Eko Budi Santoso Jurusan Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

Pengembangan daya saing daerah kabupaten/kota di propinsi jawa timur berdasarkan Potensi daerahnya

Pengembangan daya saing daerah kabupaten/kota di propinsi jawa timur berdasarkan Potensi daerahnya Pengembangan daya saing daerah kabupaten/kota di propinsi jawa timur berdasarkan Potensi daerahnya Oleh : Miftakhul Huda 3610100071 Dosen Pembimbing : DR. Ir. Eko Budi Santoso, Lic., Rer., Reg. JURUSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan pendekatan regional dalam menganalisis karakteristik daerah yang berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan,

Lebih terperinci

BOKS 1. Posisi Daya Saing Kabupaten/Kota Di Sulawesi Tenggara

BOKS 1. Posisi Daya Saing Kabupaten/Kota Di Sulawesi Tenggara BOKS 1 Posisi Daya Saing Kabupaten/Kota Di Sulawesi Tenggara Pada tanggal 23 April 2008 KBI Kendari melakukan seminar hasil penelitian yang dilakukan oleh Kantor Pusat Bank Indonesia. Salah satu materi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN ANDALAN PROBOLINGGO- PASURUAN-LUMAJANG MELALUI PENDEKATAN PENINGKATAN EFISIENSI

PENGEMBANGAN KAWASAN ANDALAN PROBOLINGGO- PASURUAN-LUMAJANG MELALUI PENDEKATAN PENINGKATAN EFISIENSI TUGAS AKHIR RP09-1333 1 PENGEMBANGAN KAWASAN ANDALAN PROBOLINGGO- PASURUAN-LUMAJANG MELALUI PENDEKATAN PENINGKATAN EFISIENSI REZA PURBA ADHI NRP 3608 100 050 Dosen Pembimbing Dr. Ir. Eko Budi Santoso,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN ii iii iv PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 4 Tujuan Penelitian... 9 Pengertian dan Ruang Lingkup Penelitian... 9 Manfaat

Lebih terperinci

IVAN AGUSTA FARIZKHA ( ) TUGAS AKHIR PW PERCEPATAN PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH MELALUI KETERKAITAN SEKTORAL DI KABUPATEN LUMAJANG

IVAN AGUSTA FARIZKHA ( ) TUGAS AKHIR PW PERCEPATAN PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH MELALUI KETERKAITAN SEKTORAL DI KABUPATEN LUMAJANG IVAN AGUSTA FARIZKHA (3609100035) TUGAS AKHIR PW09-1328 PERCEPATAN PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH MELALUI KETERKAITAN SEKTORAL DI KABUPATEN LUMAJANG Dosen Pembimbing Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic. Rer.Reg.

Lebih terperinci

s Indek p verty Ga Po

s Indek p verty Ga Po Poverty Gap Indeks Tingkat Kepadatan Penduduk Nilai Tambah Pengangkutan per Kapita Kondisi Jalan dengan Kondisi Baik Prosentase Penduduk Pengguna HP Prosentase Rumah Tangga yang memakai Penerangan Utama

Lebih terperinci

EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2)

EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2) EKO-REGIONAL, Vol 1, No.1, Maret 2006 EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2) 1) Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi agar terus tumbuh dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi agar terus tumbuh dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu faktor penting dalam perencanaan pembangunan daerah adalah membangun perekonomian wilayah tersebut agar memiliki daya saing yang tinggi agar terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era otonomi daerah ini pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada era otonomi daerah ini pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era otonomi daerah ini pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia menghadapi persoalan dalam membangun ekonomi maka suatu daerah harus membangun perekonomian yang

Lebih terperinci

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong percepatan

Lebih terperinci

Okto Dasa Matra Suharjo NRP Dosen Pembimbing Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.Rer.Reg

Okto Dasa Matra Suharjo NRP Dosen Pembimbing Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.Rer.Reg Okto Dasa Matra Suharjo NRP 3610 100 050 Dosen Pembimbing Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.Rer.Reg BAB I - Pendahuluan Kondisi Perekonomian Provinsi Jawa Timur Permasalahan Perekonomian Timur di Jawa 1. Pertumbuhan

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan

PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember www.adamjulian.net Pengembangan Kawasan Pertanian Industrial

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA Oleh Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Indonesia memiliki cakupan wilayah yang sangat luas, terdiri dari pulau-pulau

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Berdasarkan klasifikasi tipologi kabupaten/kota dan analisis autokorelasi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Berdasarkan klasifikasi tipologi kabupaten/kota dan analisis autokorelasi BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5. 1 Simpulan 1. Berdasarkan klasifikasi tipologi kabupaten/kota dan analisis autokorelasi spasial maka yang menjadi kutub pertumbuhan adalah Kota Medan. Karakteristik utama yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 di Sektor Industri Manufaktur, Pemerintah Pusat memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan tujuan nasional yang mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan wilayah memiliki konsep yang bertujuan untuk meningkatkan fungsi dan perannya dalam menata kehidupan masyarakat dalam aspek sosial, ekonomi, budaya, pendidikan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perkembangan kota kecil di Joglosemar

BAB VI PENUTUP. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perkembangan kota kecil di Joglosemar BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perkembangan kota kecil di Joglosemar dalam konteks sistem perkotaan wilayah Jawa Tengah dan DIY. Ada empat pertanyaan yang ingin dijawab

Lebih terperinci

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan VI. PENUTUP 6.1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan tentang studi pengembangan wilayah di Kapet Bima dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kapet Bima memiliki beragam potensi

Lebih terperinci

SUB SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN KABUPATEN TASIKMALAYA SELAMA TAHUN

SUB SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN KABUPATEN TASIKMALAYA SELAMA TAHUN SUB SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN KABUPATEN TASIKMALAYA SELAMA TAHUN 2005-2014 Sri Hidayah 1) Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Uniersitas Siliwangi SriHidayah93@yahoo.com Unang 2) Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIDOARJO DI WILAYAH GERBANGKERTOSUSILA

ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIDOARJO DI WILAYAH GERBANGKERTOSUSILA ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIDOARJO DI WILAYAH GERBANGKERTOSUSILA JURNAL ILMIAH Disusun oleh : Rachmati Toshima Yasin 115020100111068 JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

Lebih terperinci

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 4.1. Dinamika Disparitas Wilayah Pembangunan wilayah merupakan sub sistem dari pembangunan koridor ekonomi dan provinsi dan merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi daerah merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi nasional, tetapi pilar-pilar pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi nasional, tetapi pilar-pilar pertumbuhan ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Fenomena perekonomian di Indonesia belakangan ini begitu cepat berubah seiring dengan berjalannya waktu. Berbagai fakta ekonomi dan permasalahan begitu kompleks

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karakteristik potensi wilayah baik yang bersifat alami maupun buatan, merupakan salah satu unsur yang perlu diperhatikan dalam proses perencanaan pembangunan. Pemahaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kawasan Gerbangkertosusila (Gresik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya- Sidoarjo-Lamongan) merupakan salah satu Kawasan Tertentu di Indonesia, yang ditetapkan dalam PP No.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN Chrisnoxal Paulus Rahanra 1

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN Chrisnoxal Paulus Rahanra 1 ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN 2003 2013 Chrisnoxal Paulus Rahanra 1 c_rahanra@yahoo.com P. N. Patinggi 2 Charley M. Bisai 3 chabisay@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut. BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut. 1. Berdasarkan Tipologi Klassen periode 1984-2012, maka ada 8 (delapan) daerah yang termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk perusahaan dan negara. Pemikiran Michael Porter banyak

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk perusahaan dan negara. Pemikiran Michael Porter banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep daya saing daerah berkembang dari konsep daya saing yang digunakan untuk perusahaan dan negara. Pemikiran Michael Porter banyak mewarnai pengembangan dan aplikasi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini ditujukkan melalui memperluas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lainnya dapat hidup dan beraktivitas. Menurut Undang-Undang Nomor 24

I. PENDAHULUAN. lainnya dapat hidup dan beraktivitas. Menurut Undang-Undang Nomor 24 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kerangka pengembangan wilayah, perlu dibatasi pengertian wilayah yakni ruang permukaan bumi dimana manusia dan makhluk lainnya dapat hidup dan beraktivitas. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena global. Permasalahan ketimpangan bukan lagi menjadi persoalan pada negara dunia ketiga saja. Kesenjangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang

BAB I PENDAHULUAN. dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang ingin dijadikan kenyataan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pendekatan pembangunan yang sangat menekankan pada pertumbuhan ekonomi selama ini, telah banyak menimbulkan masalah pembangunan yang semakin besar dan kompleks, semakin melebarnya

Lebih terperinci

Gambaran Umum Kondisi Daerah

Gambaran Umum Kondisi Daerah Gambaran Umum Kondisi Daerah Daya Saing Kabupaten Bangkalan Daya Saing Kabupaten Bangkalan merupakan kemampuan perekonomian Kabupaten Bangkalan dalam mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan besar besaran antarpulau di seluruh Indonesia sudah terjadi sejak jaman penjajahan Hindia Belanda oleh VOC. Kebanyakan perdagangan ini dilakukan oleh ras

Lebih terperinci

Semarang, 14 Mei 2008 ISBN :

Semarang, 14 Mei 2008 ISBN : Prosiding INSAHP5 Teknik Industri UNDIP Semarang, 14 Mei 2008 ISBN : 978-979-97571-4-2 Pengukuran Tingkat Daya Saing Daerah Berdasarkan Variabel Perekonomian Daerah, Variabel Infrastruktur Dan Sumber Daya

Lebih terperinci

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur Disampaikan dalam Acara: World Café Method Pada Kajian Konversi Lahan Pertanian Tanaman Pangan dan Ketahanan Pangan Surabaya, 26 September 2013 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL DAN CALL FOR PAPER PROGRAM STUDI AKUNTANSI-FEB UMS, 25 JUNI 2014 ISBN: SUB TEMA: MANAJEMEN DAN EKONOMI

SEMINAR NASIONAL DAN CALL FOR PAPER PROGRAM STUDI AKUNTANSI-FEB UMS, 25 JUNI 2014 ISBN: SUB TEMA: MANAJEMEN DAN EKONOMI SUB TEMA: MANAJEMEN DAN EKONOMI 597 497 498 598 ANALISIS DAYA SAING DAERAH DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBANGUNAN WILAYAH DI JAWA TENGAH Daryono Soebagyo Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di empat Kabupaten di Provinsi Jawa Timur yaitu Kabupaten Gresik, Kabupaten Tuban, Kabupaten Lamongan, dan Kabupaten Bojonegoro.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola pemanfaatan ruang pada kawasan perkotaan dicirikan dengan campuran yang rumit antara aktivitas jasa komersial dan permukiman (Rustiadi et al., 2009). Hal ini sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Data Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Data Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Data Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia mengalami dinamika. Dinamika pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 2011 hingga 2016 cenderung

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN WILAYAH DI PROVINSI SUMATERA UTARA. Mitrawan Fauzi

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN WILAYAH DI PROVINSI SUMATERA UTARA. Mitrawan Fauzi ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN WILAYAH DI PROVINSI SUMATERA UTARA Mitrawan Fauzi mitrawanfauzi94@gmail.com Luthfi Mutaali luthfimutaali@ugm.ac.id Abtract Competition

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sektor Unggulan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sektor unggulan adalah sektor yang keberadaannya pada saat ini telah berperan besar kepada perkembangan perekonomian suatu wilayah, karena mempunyai keunggulan-keunggulan

Lebih terperinci

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN Pembangunan perekonomian suatu wilayah tentunya tidak terlepas dari kontribusi dan peran setiap sektor yang menyusun perekonomian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Fenomena Kesenjangan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal

Lebih terperinci

RANCANGAN MODEL ARSITEKTUR TEKNOLOGI INFORMASI SISTEM PERBANKAN DENGAN MENGGUNAKAN KERANGKA KERJA TOGAF

RANCANGAN MODEL ARSITEKTUR TEKNOLOGI INFORMASI SISTEM PERBANKAN DENGAN MENGGUNAKAN KERANGKA KERJA TOGAF RANCANGAN MODEL ARSITEKTUR TEKNOLOGI INFORMASI SISTEM PERBANKAN DENGAN MENGGUNAKAN KERANGKA KERJA TOGAF Ibrahim 1, Lela Nurpulaela 2 1,2 Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Singaperbangsa Karawang

Lebih terperinci

ASPEK STRATEGIS PENATAAN RUANG KAWASAN PERKOTAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

ASPEK STRATEGIS PENATAAN RUANG KAWASAN PERKOTAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL ASPEK STRATEGIS PENATAAN RUANG KAWASAN PERKOTAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL Oleh: Ginandjar Kartasasmita Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas Disampaikan pada Pembahasan RPP Penataan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

LOKASI SEKTOR UNGGULAN di JAWA TIMUR

LOKASI SEKTOR UNGGULAN di JAWA TIMUR LOKASI SEKTOR UNGGULAN di JAWA TIMUR Kondisi Umum Perekonomian Kabupaten/Kota di Jawa Timur Perekonomian di berbagai kabupaten/kota di wilayah Provinsi Jawa Timur terbentuk dari berbagai macam aktivitas

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daya saing daerah menurut definisi yang dibuat UK-DTI adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daya saing daerah menurut definisi yang dibuat UK-DTI adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Daya Saing Daerah Daya saing daerah menurut definisi yang dibuat UK-DTI adalah kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah 7 2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah merupakan tindakan yang dilakukan pemerintah untuk mencapai suatu tujuan yang menguntungkan wilayah tersebut dengan meningkatkan pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemicu munculnya permasalahan lingkungan baik biotik, sosial, kultural,

BAB I PENDAHULUAN. pemicu munculnya permasalahan lingkungan baik biotik, sosial, kultural, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan spasial kota yang tidak terkendali diyakini akan menjadi pemicu munculnya permasalahan lingkungan baik biotik, sosial, kultural, ekonomi pada masa yang

Lebih terperinci

Makalah Kunci. Peningkatan Kesetaraan Pembangunan Antara Kawasan Perdesaan dan Perkotaan Melalui Pembangunan Kota-Kota Sekunder.

Makalah Kunci. Peningkatan Kesetaraan Pembangunan Antara Kawasan Perdesaan dan Perkotaan Melalui Pembangunan Kota-Kota Sekunder. Makalah Kunci Peningkatan Kesetaraan Pembangunan Antara Kawasan Perdesaan dan Perkotaan Melalui Pembangunan Kota-Kota Sekunder Disampaikan oleh: Soenarno Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Acara

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Dharmawan (2016) dalam penelitiannya tentang Analisis Pertumbuhan Ekonomi Dan Pengembangan Sektor Potensial Di Kabupaten Pasuruan Tahun 2008-2012 dengan

Lebih terperinci

Michael Porter (1990, dalam PPSK-BI dan LP3E FE UNPAD 2008) input yang dicapai oleh perusahaan. Akan tetapi, baik Bank Dunia, Porter, serta

Michael Porter (1990, dalam PPSK-BI dan LP3E FE UNPAD 2008) input yang dicapai oleh perusahaan. Akan tetapi, baik Bank Dunia, Porter, serta 2.1 Konsep dan Definisi Daya Saing Global Michael Porter (1990, dalam PPSK-BI dan LP3E FE UNPAD 2008) menyatakan bahwa konsep daya saing yang dapat diterapkan pada level nasional adalah produktivitas yang

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Kabupaten Malinau

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Kabupaten Malinau BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Kabupaten Malinau Dalam mencari sektor ekonomi unggulan di Kabupaten Malinau akan digunakan indeks komposit dari nilai indeks hasil analisis-analisis

Lebih terperinci

PENJELASAN SUBTEMA IDF. Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago

PENJELASAN SUBTEMA IDF. Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago PENJELASAN SUBTEMA IDF Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago 2018 DISPARITAS REGIONAL Dalam Nawacita, salah satu program prioritas Presiden Joko Widodo adalah membangun Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun 1 1 PENDAHULUAN Daya saing merupakan suatu hal yang mutlak dimiliki dalam persaingan pasar bebas. Perkembangan daya saing nasional di tingkat internasional juga tidak terlepas dari perkembangan daya saing

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 32 METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengambil lokasi di seluruh kabupaten dan kota yang berada di Provinsi Banten, yaitu Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang,

Lebih terperinci

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 1 Oleh: Almasdi Syahza 2 Email: asyahza@yahoo.co.id Website: http://almasdi.staff.unri.ac.id Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu mencerminkan

Lebih terperinci

Penentuan Alternatif Lokasi Pengembangan Kawasan Agroindustri Berbasis Komoditas Pertanian Unggulan di Kabupaten Lamongan

Penentuan Alternatif Lokasi Pengembangan Kawasan Agroindustri Berbasis Komoditas Pertanian Unggulan di Kabupaten Lamongan JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, (Sept, 2012) ISSN: 2301-9271 C-33 Penentuan Alternatif Lokasi Pengembangan Kawasan Agroindustri Berbasis Komoditas Pertanian Unggulan di Kabupaten Ajeng Nugrahaning Dewanti dan

Lebih terperinci

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model Boks 1 Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model I. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Riau selama beberapa kurun waktu terakhir telah mengalami transformasi.

Lebih terperinci

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 OUTLINE 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 2. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 3 PELUANG BONUS DEMOGRAFI Bonus Demografi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diterapkan pada level nasional adalah produktivitas yang didefinisikannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diterapkan pada level nasional adalah produktivitas yang didefinisikannya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definisi Daya Saing Global Michael Porter (1990) menyatakan bahwa konsep daya saing yang dapat diterapkan pada level nasional adalah produktivitas yang didefinisikannya

Lebih terperinci

Analisis Pengembangan Wilayah Kecamatan sebagai Pusat Pertumbuhan dan Pusat Pelayanan di Kabupaten Banyuwangi

Analisis Pengembangan Wilayah Kecamatan sebagai Pusat Pertumbuhan dan Pusat Pelayanan di Kabupaten Banyuwangi Analisis Pengembangan Wilayah Kecamatan sebagai Pusat Pertumbuhan dan Pusat Pelayanan di Kabupaten (Analysis of Regional Development SubDistricts as The Economic Growth and of Service Center in ) Vika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor keuangan memegang peranan yang sangat signifikan dalam memacu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sektor keuangan menjadi lokomotif pertumbuhan sektor riil melalui

Lebih terperinci

5 DISPARITAS REGIONAL DAN KONSENTRASI INDUSTRI MANUFAKTUR DI JAWA BARAT

5 DISPARITAS REGIONAL DAN KONSENTRASI INDUSTRI MANUFAKTUR DI JAWA BARAT 5 DISPARITAS REGIONAL DAN KONSENTRASI INDUSTRI MANUFAKTUR DI JAWA BARAT Ketimpangan pembangunan antar wilayah merupakan sesuatu yang wajar pada awal proses pembangunan baru dimulai terutama di negara berkembang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terpisah, tetapi kedua lembaga tersebut menggunakan variabel yang hampir sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terpisah, tetapi kedua lembaga tersebut menggunakan variabel yang hampir sama BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daya Saing Global World Economic Forum (WEF) dan International Institute for Management Development (IMD) merupakan dua institusi yang sering dijadikan referensi untuk daya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi menunjukkan proses pembangunan yang terjadi di suatu daerah. Pengukuran pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dilihat pada besaran Pendapatan Domestik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan permasalahan pembangunan

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional dilakukan untuk menunjang dan mendorong berkembangnya pembangunan daerah. Di samping itu, pembangunan daerah juga ditingkatkan untuk memperkokoh

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. A. Kesimpulan

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. A. Kesimpulan BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dari berbagai uraian dan hasil analisis serta pembahasan yang terkait dengan imlementasi kebijakan sistem kotakota dalam pengembangan wilayah di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memiliki kaitan erat dengan demokratisasi pemerintahan di tingkat daerah. Agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang lebih

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

JIIA, VOLUME 2 No. 3, JUNI 2014

JIIA, VOLUME 2 No. 3, JUNI 2014 SEKTOR BASIS DAN STRUKTUR EKONOMI DI KOTA BANDAR LAMPUNG (An Analysis of Economic s Structure and Bases Sector in Bandar Lampung City) Anda Laksmana, M. Irfan Affandi, Umi Kalsum Program Studi Agribisnis,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci