BAB II KONSEP TEORI. tidak menyenangkan atau menace (Iyus Yosep, 2007:113). 1995). Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruktif pada

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KONSEP TEORI. tidak menyenangkan atau menace (Iyus Yosep, 2007:113). 1995). Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruktif pada"

Transkripsi

1 BAB II KONSEP TEORI A. Pengertian 1. Marah Kemarahan (anger) menurut Widjaja Kusuma (1992:423) adalah suatu emosi yang terentang mulai dari iritabilitas sampai agresivitas yang dialami oleh orang lain. Biasanya kemarahan adalah reaksi terhadap stimulus yang tidak menyenangkan atau menace (Iyus Yosep, 2007:113). Kemarahan adalah perasaan jangkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart dan Sundeen, 1995). Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya. Namun demikian faktor budaya pula dipertimbangkan sehingga keuntungan kedua belah pihak dapat dicapai. Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal. Banyak situasi kehidupan yag menimbulkan kemarahan, misalnya fungsi tubuh yang terganggu sehingga masuk rumah sakit, kontrol diri yang diambil orang lain akibat menderita sakit, peran yang tidak dapat dilakukan

2 karena di rawat di rumah sakit, pelayanan perawatan yang terlambat, dan banyak hal lain yang dapat menjengkelkan idividu. Respon kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif mal adaptif. Rentang respon kemarahan ( Stuart dan Sundeen, 1995 ). Respon adaptif Respon mal adaptif. Asertf Frustasi Pasif Agresif Ngamuk Skema 1. Rentang respon kemarahan (Stuart dan Sundeen, 1995) a. Asertif (pernyataan) Kemarahan atau rasa tidak setuju yang dinyatakan atau ungkapan tanpa meyakiti orang lain akan memberikan kelegaan pada idividu dan tidak akan menimbulkan masalah. b. Frustasi Respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena tujuan yang tidak realistis akan hambatan proses pencapaian tujuan. Dalam keadaan ini tidak ditemukan alternatif lain.

3 c. Pasif Suatu keadaan dimana individu merasa tidak mampu mengungkapkan perasaannya yang sedang dialami. Untuk meghindari suatu tuntutan nyata. d. Agresif Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol, perilaku yang tampak dapat berupa; muka masam, bicara kasar, menuntut, kasar disertai kekerasan. e. Ngamuk Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol dari diri sendiri, orang lain. Stress, cemas, marah merupakan dari kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi oleh setiap individu, stress dapat menyebabkan kecemasan yang meimbulkan perasaan tidak meyenangkan dan terancam, kecemasan dapat menimbulkan kemarahan. Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu: mengungkapkan secara verbal, menekan, menentang. Dari tiga cara ini cara yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara lain adalah destruktif. Dengan melarikan diri atau menentang akan menimbulkan rasa bermusuhan dan bila cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri atau lingkungan dan akan tampak sebagai depresi dan psikosomatik atau agresif dan ngamuk (Keliat, 1995).

4 Menurut Iyus Yosep (2007:115) secara sistematis proses kemarahan adalah sebagai berikut: Stressor Disruption & Personal Compersatory Resolution In&eks loss meaning Act. Helplessness Guilt Anger & aggression Ekspressed Ekspressed Destructive in ward out ward Painfull Symptom Constructive Action Resolution Skema 2. Proses kemarahan (Iyus Yosep, 2007) Kemarahan diawali oleh adanya adanya stressor yang berasal dari internal atau eksternal. Stressor internal seperti penyakit, hormonal, dendam, kesal sedangkan stressor eksternal berasal seperti ledekan, cacian, makian, hilangnya benda berharga, tertipu, penggusuran, bencana dan sebagainya. Hal tersebut akan mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada sistem individu (Disruption and loss). Hal yang terpenting adalah bagaimana

5 seorang individu memakai setiap kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan tersebut (Personal meaning). Bila seseorang memberi makna positif, misalnya: macet adalah waktu untuk istirahat, penyakit adalah sarana penggugur dosa, suasana bising adalah melatih persarafan telinga (nervus auditorius) maka ia akan dapat melakukan kegiatan positif (Compensatory act) dan tercapai perasaan lega (Resolution). Bila ia gagal dalam memberikan makna menganggap segala sesuatunya sebagai ancaman dan tidak mampu melakukan kegiatan positif (olah raga, menyapu atau baca puisi saat dia marah dan sebagainya) maka akan muncul perasaan tidak berdaya dan sengsara (Helplessness). Perasaan itu akan memicu timbulnya kemarahan (anger). Kemarahan yang diekspresikan keluar (Ekspressed out ward) dengan kegiatan yang konstruktif (Constructive action) dapat menyelesaikan masalah. Kemarahan yang diekspresikan keluar (Ekspressed out ward) dengan kegiatan detruktif (Destructive action) dapat menimbulkan perasaan bersalah dan menyesal (Guilt). Kemarahan yang dipendam (Ekspressed in ward) akan menimbulkan gejala psikosomatis (Fainfull symptom).

6 Ancaman atau kebutuhan Stress Cemas Marah Merasa kuat Mengungkapkan secara verbal Merasa tidak adekuat Menentanang Menjaga kebutuhan orang lain Melarikan diri Masalah tidak selesai Lega Mengingkari marah Marah berkepanjangan Ketegangan menurun Marah tidak terungkap Rasa marah teratasi Muncul rasa bermusuhan Rasa bermusuhan menahun Marah pada diri sendiri marah pada orang lain/lingkungan Depresi psikomotor agresif, amuk Skema 3. Proses kemarahan (Beck, Rawlins, Williams, 1992)

7 Perbandingan perilaku marah aserif, pasif, dan agresif (Stuart dan sundeen, 1995). a. Dilihat dari isi pembicaraan 1) Asertif ; positif, menawarkan diri saya dapat saya akan. 2) Pasif ; negatif, merendahkan diri dapatkah saya. 3) Agresif ; sombongkan diri, merendahkan orang lain kamu selalu kamu tak pernah. b. Dilihat dari tekanan suara 1) Asertif ; sedang 2) Pasif ; lambat, rendah, mengeluh 3) Agresif ; keras, ngotot c. Dilihat dari posisi badan 1) Asertif ; tegap dan santai 2) Pasif ; menundukan kepala 3) Agresif ; kaku, condong ke depan d. Dilihat dari jarak 1) Asertif ; mempertahankan jarak yang nyaman 2) Pasif ; menjaga jarak dengan jarak tak acuh 3) Agresif ; sikap dengan jarak menyerang orang lain e. Dilihat dari penampilan 1) Asertif ; siap melaksanakan 2) Pasif ; loyo tidak dapat tenang

8 3) Agresif ; mengancam, posisi menyerang f. Dilihat dari kontak mata 1) Asertif ; mempertahankan kontak mata sesuai dengan yang berlangsung 2) Pasif ; sedikit/sama sekali tidak ada 3) Agresif ; mata melotot dan dipertahankan 2. Resiko perilaku kekerasan Perilaku kekerasan merupakan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1995). Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, dalam Harnawati, 1993). Setiap aktivitas bila tidak dicegah dapat mengarah pada kematian (Stuart dan Sundeen, 1998). Suatu keadaan dimana individu mengalami perilaku yang dapat melukai secara fisik baik diri sendiri atau orang laian (Townsend, 1998). Suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat membahayakan klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain, dan barang-barang (Maramis, 1998).

9 B. Tanda dan Gejala (Keliat, 1999) 1. Fisik Mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah merah dan tegang, serta postur tubuh kaku. 2. Verbal Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras, kasar dan ketus. 3. Perilaku Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan, amuk/agresif. 4. Emosi Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, demam, jengkel tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut. 5. Intelektual Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme. 6. Spiritual Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral, dan kreativitas terhambat. 7. Sosial Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran.

10 8. Perhatian Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual. C. Faktor Predisposisi (Stuart dan sundeen,1995) 1. Faktor Biologis a. Instinctual drie theory Perilaku agresif disebabkan oleh suatu dorongan kebutuhan dasar yang sangat kuat. Contoh; marah karena tidak terpenuhinya kebutuhan sex. b. Psychosomatic theory Pengalaman rasa marah adalah sebagai akibat dari respon psikologis terhadap stimulus eksternal. Contoh; stress pada masa lampau, cemas, kecewa. 2. Faktor Psikologis a. Frustation agression theory Frustasi akan terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu gagal sehingga akan menyebabkan suatu keadaan yang akan mendorong individu untuk berlaku agresif. Contoh; kehilangan pekerjaan. b. Behavioral theory Kemarahan adalah respon belajar dan ini dapat dicapai apabila ada fasilitas atau situasi yang mendukung. Contoh; rasa jengkel, perasaan tidak senang.

11 c. Existential theory Berperilaku merupakan kebutuhan manusia dan apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi lewat hal yang positif, maka individu akan melakukan hal-hal yang negatif. Contoh; bertindak amuk, kekerasan, mengejek. 3. Faktor Sosial Cultural a. Social environment theory Lingkungan sosisal akan mempengaruhi sikap individu dalam mengekspresikan marah, norma kebudayaan dapat mendukung individu untuk berespon asertif atau agresif. Contoh; menarik diri. b. Social learning theory Perilaku agresif dapat dipeajari secara langsung maupun imitasi dari proses sosialisasi. Contoh; bertindak kekerasan, mengejek dan berdebat. D. Faktor Presipitasi (Stuart dan Sundeen, 1995) Secara umum, marah terjadi karena adanya tekanan atau ancaman yang unik atau berbeda-beda. Ada dua ancaman yang menyebabkan terjadinya kemarahan, yaitu: 1. Eksternal stressor Contoh; kehilangan anggota fisik. 2. Internal stressor Contoh; kehilangan pekerjaan, kehilangan cinta.

12 Menurut Stuart, 2002 faktor presipitasi perilaku kekerasan adalah 1. Kehilangan keterkaitan yang nyata atau yang dibayangkan, termasuk kehilangan cinta seseorang, fungsi fisik, kedudukan atau harga diri. 2. Peristiwa besar dalam kehidupan. 3. Peran dan ketegangan peran. 4. Perubahan fisiologik diakibatkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit fisik. 5. Sumber-sumber koping meliputi status sosial ekonomi, keluarga, jaringan interpersonal dan organisasi yang dinaungi oleh lingkungan sosial yang lebih luas. Menurut Shives (1998) Hal-hal yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan atau penganiayaan antara lain sebagai berikut: 1. Kesulitan kondisi sosial ekonomi 2. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu. 3. Ketidakpastian seorang ibu dalam merawat anakanya dan ketidakmampuannya dalam menempatkan diri sebagai orang yang dewasa. 4. Pelaku mungkin mempunyai anti sosial seperti penyalahgunaan obat dan alkohol serta tidak mampu mengontrol emosi pada saat menghadapi frustasi.

13 E. Mekanisme Koping Individu menggunakan berbagai mekanisme koping untuk mencoba mengatasi perilaku kekerasan. Ketidakmampuan klien dalam menggunakan mekanisme koping dapat berakibat pada resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Stuart & Sundeen, 1998). F. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Pengkajian adalah tahap dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Iyer, et al, 1996). Pada dasarnya pengkajian pada klien marah ditujukan pada semua aspek yaitu biopsikososial-kultural-spiritual. a. Biopsikososial 1) Aspek Biologis Respon fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin, sehingga tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar dan frekuensi pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku dan reflek

14 cepat. Hal ini disebabkan energi yang dikeluarkan saat marah bertambah. Disamping itu ada individu yang tidak menyukai atau marah terhadap bagian tertentu dari tubuhnya seperti perut membuncit, betis terlalu besar, tubuh terlalu pendek, sehingga dapat memotivasi individu untuk mengubah sikap terhadap aspek dirinya. 2) Aspek Emosional Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tak berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin berkelahi, mengamuk, bermusuhan, sakit hati, menyalahkan dan menuntut. Perilaku menarik perhatian dan timbulnya konflik pada diri sendiri perlu dikaji seperti melarikan diri, bolos dari sekolah, mencuri, menimbulkan kebakaran dan penyimpangan seksual. 3) Aspek Intelektual Sebagian besar pengalaman kehidupan didapatkan melalui proses intelektual. Peran panca indera sangat penting untuk beradaptasi pada lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Oleh karena itu, perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi kedaan yang menyebabkan marah, bagamana informasi diproses, diklasifikasikan dan diintegrasikan. Pada gangguan fungsi pancaindera dapat terjadi penyimpangan persepsi individu sehingga menimbulkan marah.

15 b. Kultural Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan dari orang lain, dan menimbulkan penolakan dari orang lain. Sebagaian klien menyalurkan kemarahan dengan menilai dan mengeritik tingkah laku orang lain, sehingga orang lain merasa sakit hati. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri menjauhkan diri dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan, individu memerlukan saling berhubungan dengan orang lain. Pengalaman marah dapat mengganggu hubungan interpersonal sehingga beberapa individu memilih menyangkal atau pura-pura tidak marah untuk mempertahankan hubungan tersebut. Cara individu mengungkapkan marah, merefleksikan latar belakang budayanya. c. Spiritual Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi ungkapan marah individu. Aspek tersebut mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa. Individu yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, selalu meminta kebutuhan dan bimbingan kepadanya. Namun, secara

16 umum seorang individu menuntut kebutuhannya dari orang lain atau lingkungan sehingga timbul frustasi bila tidak terpenuhi dan selanjutnya timbul marah. Pengkajian klien dengan resiko perilaku kekerasan dalam asuhan keperawatan. Pelaku/Usia Korban/Usia Saksi/Usia 1) Aniaya fisik [ ][ ] [ ][ ] [ ][ ] 2) Aniaya seksual [ ][ ] [ ][ ] [ ][ ] 3) Penolakan [ ][ ] [ ][ ] [ ][ ] 4) Kekerasan dalam keluarga [ ][ ] [ ][ ] [ ][ ] 5) Tindakan kriminal [ ][ ] [ ][ ] [ ][ ] Beri tanda ( ) pada kolom yang sesuai dengan data pada klien! 6) Aktivitas motorik [ ] Lesu [ ] Tegang [ ] Gelisah [ ] Agitasi [ ] Tik [ ] Grimasen [ ] Tremor [ ] Kompulsif Beri tanda ( ) pada kolom yang sesuai dengan data pada klien! 7) Interaksi selama wawancara [ ] Bermusuhan [ ] Tidak kooperatif [ ] Mudah tersinggung [ ] Kontak mata [ ] Defensif [ ] Curiga Beri tanda ( ) pada kolom yang sesuai dengan data pada klien! Skema 4. Format pengkajian klien dengan resiko perilaku kekerasan(keliat, 1999)

17 2. Masalah Keperawatan a. Resiko mencederai orang lain dan lingkungan Data data yang mendukung menurut Townsend (1998) dan Keliat (1998): S: Klien menyalahkan sering mengamuk, klien mngatakan tidak puas bila tidak memecahkan barang, mengungkapkan mengancam orang. O: Ekspresi wajah klien tegang, muka merah, tangan meremas-remas, sikap yang kaku, klien tampak agresif, berjalan berbolak-balik, bertindak melampaui batas. b. Resiko perilaku kekerasan S: Klien mengatakan jengkel dengan orang lain, mengungkapkan rasa permusuhan yang mengancam, klien merasa tidak nyaman, klien merasa tidak berdaya, ingin berkelahi, dendam. O: Tangan dikepal, tubuh kaku, ketegangan otot seperti rahang terkatup, nada suara tinggi, waspada, pandangan tajam, reflek cepat, aktivitas motor meningkat, mondar-mandir, merusak secara langsung bendabenda yang berada di dalam lingkungan, menolak, muka merah, napas pendek. c. Harga diri rendah Menurut Stuart dan Sundeen, 1998: S: Mengkritik diri sendiri dan orang lain, perasaan tidak mampu, klien merasa bersalah, klien merasa malu.

18 O: Gangguan dalam berhubungan, menarik diri dari realitas, khawatir, menarik diri secara sosial, mengurung diri, mudah tersinggung atau marah, pesimis terhadap kehidupan, sikap negatif terhadap diri sendiri. 3. Pohon Masalah Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan Resiko perilaku kekerasan Haraga diri rendah 4. Diagnosa Keperawatan a. Harga diri rendah b. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan. c. Resiko perilaku kekerasan.

19 5. Rencana Keperawatan Tgl No DX Diagnosa Keperawatan Rencanana Tindakan Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi 1 Resiko perilaku 1. Sp1p kekerasan. a. Membina Tanda-tanda percaya kepada Bina hubungan saling percaya hubungan saling perawat: 1. Beri salam setiap berinteraksi. percaya. 1. Wajah cerah, tersenyum. 2. Perkenalkan nama, panggilan 2. Mau berkenalan. perawat, dan tujuan perawat 3. Ada kontak mata. berinteraksi. 4. Bersedia menceritakan 3. Tanyakan dan panggil nama perasaan. kesukaan klien. 4. Tunjukan sikap empati, jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi. 5. Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien.

20 b. Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan. 1. Klien dapat mengungkapkan perasaannya. 2. Klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan jengkel atau kesal (diri sendiri, orang lain, lingkungan). 1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaannya. 2. Bantu klien dapat mengungkapkan penyebab marah. c. Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan. Klien dapat menyimpulkan tanda dan gejala kesal/jengkel yang dialami. 1. Anjurkan klien untuk mengungkapkan rasa jengkel/marah yang dialami. 2. Simpulkan bersama klien tanda dan gejala marah. d. Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan. 1. Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang dilakukan. 2. Klien dapat bermain peran 1. Tanyakan kebiasaan perilaku kekerasan yang dilakukan pasien. 2. Beri kesempatan pada klien untuk bermain peran dengan perilaku

21 dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. 3. Klien dapat mengetahui perilaku kekerasan yang biasa dilkukan dapat menyelesaikan masalah atau tidak. kekerasan yang biasa dilakukan. 3. Bicarakan dengan klien apakah perilaku kekerasan yang biasa dilakukan dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi klien. e. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan. Klien dapat menjelaskan akibat perilaku kekerasan yang biasa dilakukan oleh klien. 1. Bicarakan akibat/kerugian dari perilaku kekerasan yang dilakukan. 2. Bersama klien simpulkan akibat/kerugian dari perilaku kekerasan yang dilakukan klien. 3. Diskusikan dengan klien: a) Apakah klien mau mempelajari cara baru mengungkapkan marah yang sehat.

22 b) Jelaskan berbagai alternatif pilihan untuk mengungkapkan marah selain perilaku kekerasan yang diketahui klien. f. Mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan. Klien dapat melakukan cara mengontrol perilaku kekerasan secara konstruktif. 1. Tanyakan pada klien apakah klien ingin mempelajari cara baru mengontrol perilaku kekerasan secara konstruktif. 2. Berikan pujian jika klien mengetahui cara yang lain mengontrol perilaku kekerasan secara konstruktif. 3. Diskusikan dengan klien cara mengontrol perilaku kekerasan secara konstruktif : a. Secara fisik: tari nafas dalam jika klien sedang kesal/marah,

23 memukul bantal/kasur, olah raga atau pekerjaan yang memerlukan tenaga. b. Secara verbal: katakan bahwa anda sedang marah/ kesal/ tersinggung/ jengkel. c. Secara sosial: lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan menejemen perilaku kekerasan perilaku kekerasan. d. Secara spiritual: anjurkan klien untuk sembahyang, berdo a/ ibadah lain: meminta kepada Tuhan untuk diberi kesabaran g. Melatih klien cara mengontrol perilaku Klien dapat mendemonstrasikancara mengontrol marah dengan cara 1. Berikan reinforcement positif atas keberhasilan dan usaha klien dalam mencoba melakukan cara

24 kekerasan fisik I (nafas dalam). h. Membimbing pasien memasukan kegiatan ke dalam jadual harian. menarik nafas dalam. Klien mau memasukan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadual harian. mengontrol marah dengan menarik nafas dalam. 2. Motivasi klien untuk melakukan tarik nafas dalam sebanyak 5x atau lebih. 1. Motivasi klien untuk memasukan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadual harian. 2. Beri reinforcement positif pada klien setelah memasukan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadual harian. 2. Sp2p a. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya. Kilen dapat menyebutkan dan mendemonstrasikan latihan yang diajarkan sebelumnya. 1. Motivasi klien untuk menyebutkan dan mendemonstrasikan latihan sebelumnya. 2. Beri pujian atas jawaban yang benar.

25 b. Melatih klien cara mengontrol marah dengan cara fisik II c. Menganjurkan klien untuk memasukan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadual kegiatan harian. 1. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol marah dengan cara memukul bantal atau kasur atau benda lunak lainnya. 2. Klien merasa lega. Klien bersedia untuk memasukan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadual kegiatan harian. 1. Motivasi klien untuk melakukan cara mengontrol marah dengan memukul bantal atau kasur atau benda lunak lainnya. 2. Anjurkan klien untuk mengikuti lalu mempraktikan cara mengontrol marah (memukul bantal). 3. Beri reinforcement positif atas tindakan benar yang dilakukan klien. 1. Motivasi klien untuk memasukan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadual kegiatan harian. 2. Beri reinforcement positif atas tindakan benar yang dilakukan klien.

26 3. Sp3p a. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya. b. Melatih cara mengontrol marah dengan cara verbal. 1. Klien dapat mengungkapkan apa yang dirasakan. 2. Klien dapat menyebutkan dan mendemonstrasikan kembali latihan sebelumnya. 1. Klien mau mengikuti dan mempraktikan apa yang telah diajarkan. 2. Klien merasa lega. 1. Motivasi klien untuk mengungkapkan masalah dan mendemonstrasikan kembali latihan sebelumnya. 2. Beri reinforcement positif atas tindakan yang dilakukan klien. 1. Motivasi klien untuk mengikuti apa yang telah diajarkan. 2. Berikan contoh cara mengontrol perilaku kekerasan dengan menolak, mengungkapkan marah secara verbal. saya marah sama kamu. 3. Beri reinforcement positif atas tindakan klien yang benar.

27 c. Meminta klien untuk memasukan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadual kegiatan harian. 4. Sp4p a. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya. b. Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara Klien bersedia memasukan kegiatan yang telah dilakuakn ke dalam jadual kegiatan harian. 1. Klien dapat mengungkapkan apa yang dirasakan. 2. Klien dapat menyebutkan dan mendemonstrasikan kembali latihan sebelumnya. Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan dengan salah satu cara yang diajarkan. Contoh: berwudhu. 1. Motivasi klien untuk memasukan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadual kegiatan harian. 2. Beri reinforcement positif atas tindakan benar yang dilakukan klien. 1. Motivasi klien untuk mengungkapkan masalah dan mendemonstrasikan kembali latihan sebelumnya. 2. Beri reinforcement positif atas tindakan yang dilakukan klien. 1. Diskusikan kembali bersama klien latihan yang telah diberikan sebelumnya. 2. Bersama klien buat daftar efektif

28 spiritual (berdoa, shalat, wudhu). c. Meminta klien untuk memasukan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadual kegiatan harian. 5. Sp5p a. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya. Klien bersedia memasukan kegiatan yang telah dilakuakn ke dalam jadual kegiatan harian. 1. Klien dapat mengungkapkan apa yang dirasakan. 2. Klien dapat menyebutkan dan mendemonstrasikan kembali latihan sebelumnya yang dapat dilanjutkan pelaksanaannya. 3. Beri pujian atas usaha yang telah dilakukan. 1. Motivasi klien untuk memasukan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadual kegiatan harian. 2. Beri reinforcement positif atas tindakan benar yang dilakukan klien. 1. Motivasi klien untuk mengungkapkan masalah dan mendemonstrasikan kembali latihan sebelumnya. 2. Beri reinforcement positif atas tindakan yang dilakukan klien.

29 b. Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan minum obat. c. Meminta klien untuk memasukan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadual kegiatan harian. Klien dapat meminum obat sesuai aturan dan cara yang telah diajarkan. Klien bersedia memasukan kegiatan yang telah dilakuakn ke dalam jadual kegiatan harian. 1. Memotivasi klien untuk menyebutkan kembali latihan mengontrol perilaku kekerasan yang telah diajarkan. 2. Diskusikan bersama klien tentang latihan yang telah diajarkan sebelumnaya. 3. Ajarkan klien untuk meminum obat secara teratur. 4. Beri reinforcment positif atas tindakan benar yang dilakukan klien. 1. Motivasi klien untuk memasukan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadual kegiatan harian. 2. Beri reinforcement positif atas tindakan benar yang dilakukan klien.

30 6. Sp1k a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien dengan perilaku kekerasan. b. Menjelaskan pengertian perilaku kekerasan, tanda dan gejala serta proses kejadiannya. c. Menjelaskan cara merawat klien perilaku kekerasan. 1. Keluarga dapat: - Menjelaskan perasaannya. - Menjelaskan cara merawat klien perilaku kekerasan. - Mendemonstrasikan cara perawatan klien perilaku kekerasan. - Berpartisipasi dalam perawatan klien perilaku kekerasan. 2. Keluarga mengerti dan menyebutkan kembali pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya perilaku kekerasan. 1. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga. - Salam perkenalan. - Jelaskan tujuan. - Buat kontrk. - Eksplorasi perasaan keluarga klien. 2. Motivasi keluarga klien untuk menyetujui dan mengikuti kontrak. 3. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang: - Perilaku kekerasan. - Penyebab perilaku kekerasan. - Akibat yang akan terjadi jika perilaku kekerasan tidak di tangani. - Cara keluarga menghadapi

31 7. Sp2k a. Melatih keluarga mempraktikan cara merawat klien perilaku kekerasan. b. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pada klien perilaku kekerasan. 1. Keluarga mampu mempraktikan cara merawat klien perilaku kekerasan. 2. Keluarga mampu melakukan cara merawat langsung klien perilaku kekerasan. perilaku kekerasan klien. 4. Dorong anggota keluarga untuk mengikuti cara merawat klien perilaku kekerasan. 5. Beri reinforcment positif pada keluarga. 1. Diskusikan bersama keluarga dalam mempraktikan cara merawat klien perilaku kekerasan. 2. Motivasi keluarga untuk mempraktikan cara merawat klien perilaku kekerasan. 3. Beri reinforcment positif pada keluarga untuk respon baik dari anggota keluarga.

32 8. Sp3k a. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat. (discharge planning). b. Menjelaskan follow up klien sebelum pulang. 1. Keluarga mampu membuat jadual aktivitas di rumah termasuk minum obat secara mandiri. 2. Keluarga mematuhi jadual yang telah dibuat untuk kesembuhan klien. 3. Keluarga mengerti/ memahami follow up yang telah diarahkan pada klien. 1. Diskusikan bersama keluarga dalam membuat jadual aktivitas di rumah. 2. Motivasi keluarga untuk membuat dan memenuhi jadual aktivitas yang dibuat. 3. Beri reinforcment positif. 4. Motivasi keluarga untuk menerima klien. 5. Diskusikan follow up untuk keluarga.

33

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap

BAB II TINJAUAN TEORI. Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman. (Stuart and sundeen, 1991). Pengungkapan kemarahan dengan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. orang lain maupun lingkungan. Marah merupakan perasaan jengkel yang

BAB II KONSEP DASAR. orang lain maupun lingkungan. Marah merupakan perasaan jengkel yang BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasakan sebagai ancaman (Nurjannah dkk, 2004). keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, kedalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasakan sebagai ancaman (Nurjannah dkk, 2004). keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, kedalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perilaku kekerasan merupakan salah satu yang diekspresikan dengan melakukan ancaman, menciderai orang lain ataupun merusak lingkungan (Keliat dkk, 2011). Kemarahan

Lebih terperinci

TINJAUAN TEORI BAB II. A. Pengertian. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

TINJAUAN TEORI BAB II. A. Pengertian. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. orang lain maupun lingkungan (Townsend, 1998). orang lain, dan lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1998).

BAB II KONSEP DASAR. orang lain maupun lingkungan (Townsend, 1998). orang lain, dan lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1998). BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. membahayakan diri sendiri mauupun lingkungan (Fitria, 2009).

BAB II KONSEP DASAR. membahayakan diri sendiri mauupun lingkungan (Fitria, 2009). BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Menurut Stuart (2009), perilaku kekerasan atau agresi adalah sikap atau perilaku kasar atau kata-kata yang menggambarkan perilaku amuk, permusuhan dan potensi untuk merusak

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Menurut Yosep ( 2007 ) perilaku kekerasan atau agresi adalah sikap atau perilaku

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Menurut Yosep ( 2007 ) perilaku kekerasan atau agresi adalah sikap atau perilaku BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Menurut Yosep ( 2007 ) perilaku kekerasan atau agresi adalah sikap atau perilaku kasar atau kata-kata yang menggambarkan perilaku amuk, permusuhan dan potensi untuk merusak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman.

BAB II TINJAUAN TEORI. kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman. BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman. (Kelliat,1996) Perasaan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR PERILAKU KEKERASAN. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon

BAB II KONSEP DASAR PERILAKU KEKERASAN. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon BAB II KONSEP DASAR PERILAKU KEKERASAN A. PENGERTIAN Perilaku kekerasan adalah suatu kondisi maladaptif seseorang berespon terhadap marah (Townsend, M.C. 1998). Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan emosi yang merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan emosi yang merupakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan emosi yang merupakan campuran perasaan frustasi dan benci atau marah. Hal ini didasari keadaan emosi secara mendalam dari setiap

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN Masalah Utama: Resiko Perilaku Kekerasan Proses Terjadinya Masalah Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana individu melakukan atau. (1998); Carpenito, (2000); Kaplan dan Sadock, (1998)).

BAB II KONSEP DASAR. perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana individu melakukan atau. (1998); Carpenito, (2000); Kaplan dan Sadock, (1998)). BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Amarah merupakan suatu emosi yang menentang dari sifat mudah tersinggung

BAB II TINJAUAN TEORI. Amarah merupakan suatu emosi yang menentang dari sifat mudah tersinggung BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Amarah merupakan suatu emosi yang menentang dari sifat mudah tersinggung hingga marah yang hebat yang dialami oleh setiap orang. (Kaplan, 1995). Perilaku kekerasan adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Perilaku kekerasan atau agresif merupakan bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Marah tidak memiliki tujuan khusus,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 1. Perilaku Kekerasan 1.1 Definisi Perilaku kekerasan sukar diprediksi. Setiap orang dapat bertindak keras tetapi ada kelompok tertentu yang memiliki resiko tinggi yaitu pria

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB III TINJAUAN KASUS BAB III TINJAUAN KASUS A. Pengkajian I. Identitas Pasien 1. Nama : Ny. S 2. Umur : 34 tahun 3. Jenis kelamin : Perempuan 4. Alamat : Singorojo Kendal 5. Agama : Islam 6. Pendidikan : SLTA 7. Pekerjaan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN BUDI ANNA KELIAT

ASUHAN KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN BUDI ANNA KELIAT ASUHAN KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN BUDI ANNA KELIAT tanggal upload : 28 April 2009 PENGERTIAN 1. Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan/ kebutuhan yang tidak terpenuhi

Lebih terperinci

Koping individu tidak efektif

Koping individu tidak efektif LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI I. PROSES TERJADINYA MASALAH Isolasi social merupakan upaya klien untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. (DepKes, 2000 dalam Direja, 2011). Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB II TINJAUAN TEORI. (DepKes, 2000 dalam Direja, 2011). Adapun kerusakan interaksi sosial BAB II TINJAUAN TEORI A. PENGERTIAN Isolasi sosial merupakan suatu gangguan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Kekerasan 1. Definisi Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan, disamping itu perilaku juga diartikan sebagai respons

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa manurut (WHO, 2009 dalam Direja, 2011) adalah berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa manurut (WHO, 2009 dalam Direja, 2011) adalah berbagai BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan jiwa manurut (WHO, 2009 dalam Direja, 2011) adalah berbagai karakteristik positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN GANGGUAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG SHINTA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN GANGGUAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG SHINTA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN GANGGUAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG SHINTA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA Disusun Oleh : ANISSYA NURUL H J 200 090 023 PROGRAM STUDI DIPLOMA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam

BAB II TINJAUAN TEORI. menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Gangguan hubungan sosial merupakan suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel dan menimbulkan perilaku maladaptif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. kecemasan yang meningkat dan dirasakan sebagai ancaman, pengungkapan marah yang

BAB II TINJAUAN TEORI. kecemasan yang meningkat dan dirasakan sebagai ancaman, pengungkapan marah yang BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Risiko Perilaku Kekerasan Kemarahan adalah suatu perasaan atau emosi yang timbul sebagai reaksi terhadap kecemasan yang meningkat dan dirasakan sebagai ancaman, pengungkapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KASUS

BAB II TINJAUAN KASUS BAB II TINJAUAN KASUS A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain (Yosep,

Lebih terperinci

MARAH Abstrak A. DEFINISI

MARAH Abstrak A. DEFINISI MARAH Oleh : Weny Hastuti, S.Kep.*, Wahyono, S.Kep.,Ns. * Abstrak Marah yang dialami oleh individu merupakan reaksi emosional akut ditimbulkan sejumlah situasi yang merangsang, termasuk ancaman, agresi

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. tanda-tanda positif penyakit tersebut, misalnya waham, halusinasi, dan

BAB II KONSEP DASAR. tanda-tanda positif penyakit tersebut, misalnya waham, halusinasi, dan BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Isolasi sosial sering terlihat pada klien skizofrenia. Hal ini sebagian akibat tanda-tanda positif penyakit tersebut, misalnya waham, halusinasi, dan kehilangan batasan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN. 1. Masalah Utama Perilaku Kekerasan

LAPORAN PENDAHULUAN. 1. Masalah Utama Perilaku Kekerasan LAPORAN PENDAHULUAN 1. Masalah Utama Perilaku Kekerasan 2. Proses Terjadinya Masalah A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Halusinasi adalah gangguan terganggunya persepsi sensori seseorang,dimana tidak terdapat stimulus. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial BAB II TINJAUAN TEORI A. KONSEP DASAR 1. Pengertian Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Gangguan Harga Diri Rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif dapat secara langsung atau tidak langsung di ekspresikan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri ( Stuart, 2006 ). Gangguan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri).

BAB II TINJAUAN TEORI. maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri). 1 BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Menarik diri adalah satu tindakan melepaskan diri, baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri). (Depkes RI, 1983) Menarik

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH UTAMA ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH UTAMA ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH UTAMA ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI A. Konsep Dasar Teori 1. Definisi Isolasi sosial merupakan kondisi ketika individu atau kelompok mengalami,

Lebih terperinci

BAB II TUNJAUAN TEORI. orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993)

BAB II TUNJAUAN TEORI. orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993) BAB II TUNJAUAN TEORI A. PENGERTIAN Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993) Menarik diri merupakan suatu keadaan

Lebih terperinci

BAB II TUNJAUAN TEORI

BAB II TUNJAUAN TEORI 47 BAB II TUNJAUAN TEORI A. Pengertian Perilaku kekerasan atau agresif merupakan bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Marah tidak memiliki tujuan khusus,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. diri sendiri maupun orang lain (Townsend,1998). gelisah yang tidak terkontrol (Kusumawati, 2011).

BAB II KONSEP DASAR. diri sendiri maupun orang lain (Townsend,1998). gelisah yang tidak terkontrol (Kusumawati, 2011). BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Perilaku Kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan suatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik kepada diri sendiri maupun orang lain (Townsend,1998).

Lebih terperinci

B A B 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

B A B 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya B A B 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kekacauan pikiran, persepsi, dan tingkah laku dimana individu tidak mampu menyesuaikan diri

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG CITRO ANGGODO RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG CITRO ANGGODO RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG CITRO ANGGODO RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG Oleh Y. Susilowati 1), D.W.Ningsih 2) 1) Dosen Akademi Keperawatan Krida Husada,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku sehingga menimbulkan penderitaan dan terganggunya fungsi

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku sehingga menimbulkan penderitaan dan terganggunya fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia menjalani kehidupan sehari-hari pasti akan mempunyai permasalahan. Setiap permasalahan dihadapi secara baik/konstruktif. Apabila kesehatan mentalnya terganggu

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Disusun oleh : CAHYO FIRMAN TRISNO. S J 200 090

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. PENGERTIAN Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan suatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam dirinya maupun lingkungan luarnya. Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011). Menurut Stuart (2007)

BAB II TINJAUAN TEORI. pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011). Menurut Stuart (2007) BAB II TINJAUAN TEORI A. Definisi Halusinasi didefinisikan sebagai seseorang yang merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun, baik stimulus suara, bayangan, baubauan, pengecapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN Isolasi sosial merupakan suatu gangguan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif

BAB II TINJAUAN TEORI. Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan.

Lebih terperinci

BAB II KONSEP TEORI. Perubahan sensori persepsi, halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu

BAB II KONSEP TEORI. Perubahan sensori persepsi, halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu BAB II KONSEP TEORI A. Pengertian Perubahan sensori persepsi, halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu mengalami perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulus yang datang internal / eksternal (Carpenito,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 1. Pengertian Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. PENGERTIAN Isolation (isolasi) merupakan mekanisme pertahanan dimana emosi diasingkan dari muatan impuls kesakitan atau memori (Cervone, 2011). Pikiran isolasi sosial ( social

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun, baik stimulus suara, bayangan, bau-bauan,

BAB II TINJAUAN TEORI. sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun, baik stimulus suara, bayangan, bau-bauan, BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Halusinasi didefinisikan sebagai seseorang yang merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun, baik stimulus suara, bayangan, bau-bauan, pengecapan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan

BAB II KONSEP DASAR. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri. ( Yosep, 2007 ). Harga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. ANA (American nurses

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. ANA (American nurses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mengkonstribusi pada fungsi yang terintegrasi. Pasien

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KONSEP

BAB II TINJAUAN KONSEP BAB II TINJAUAN KONSEP A. Pengertian Menurut (Depkes RI, 2000) Waham adalah suatu keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Pengetahuan 1.1 Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu

Lebih terperinci

PROSES TERJADINYA MASALAH

PROSES TERJADINYA MASALAH PROSES TERJADINYA MASALAH ` PREDISPOSISI PRESIPITASI BIOLOGIS GABA pada sistem limbik: Neurotransmiter inhibitor Norepineprin pada locus cereleus Serotonin PERILAKU Frustasi yang disebabkan karena kegagalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Kerusakan interaksi sosial merupakan upaya menghindari suatu hubungan komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulasi yang mendekat yang diprakarsai secara internal atau eksternal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keperawatan jiwa adalah pelayanan kesehatan professional yang didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsang dari luar. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang khayal, halusinasi sebenarnya merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menuju era globalisasi manusia disambut untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Menuju era globalisasi manusia disambut untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menuju era globalisasi manusia disambut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di tengah-tengah persaingan yang semakin ketat di segala kehidupan. Tidak orang semua orang

Lebih terperinci

PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA DI UNIT RAWAT INAP RS JIWA

PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA DI UNIT RAWAT INAP RS JIWA POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG PROGRAM STUDI KEPERAWATAN LUBUKLINGGAU PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA DI UNIT RAWAT INAP RS JIWA RUANGAN RAWAT : TANGGAL DIRAWAT : I. IDENTITAS KLIEN Inisial : ( L

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Komunikasi 2.1.1 Pengertian Komunikasi Secara Umun Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang disampaikan melalui lambang tertentu, mengandung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Harga Diri 1.1. Pengertian harga diri Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya, terutama sikap menerima, menolak, dan indikasi

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS. Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.Aminogondhohutomo Semarang, dengan

BAB III TINJAUAN KASUS. Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.Aminogondhohutomo Semarang, dengan BAB III TINJAUAN KASUS A. Pengkajian I. Identitas Pasien Pengkajian dilakukan pada tanggal 27 Desember 2008 diruang III Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.Aminogondhohutomo Semarang, dengan Skizofrenia paranoid.

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. memelihara kesehatan mereka karena kondisi fisik atau keadan emosi klien

BAB II KONSEP DASAR. memelihara kesehatan mereka karena kondisi fisik atau keadan emosi klien BAB II KONSEP DASAR A. Pengetian Kurangnya perawatan diri pada pasien gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun, kurang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun baik stimulus suara,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun baik stimulus suara, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Halusinasi didefinisikan sebagai seseorang yang merusak stimulasi yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun baik stimulus suara, bayangan, bau-bauan, pengecapan

Lebih terperinci

STRATEGI PELAKSANAAN (SP) TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN RESIKO TINGGI KEKERASAN

STRATEGI PELAKSANAAN (SP) TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN RESIKO TINGGI KEKERASAN SP 1 Resiko Perilaku Kekerasan STRATEGI PELAKSANAAN (SP) TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN RESIKO TINGGI KEKERASAN Pertemuan... Hari, TGL :... A. Proses Keperawatan 1. Kondisi Klien : a. Data Subjektif

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB III TINJAUAN KASUS BAB III TINJAUAN KASUS A. Pengkajian Keperawatan Jiwa 1. Biodata Pengkajian ini dilakukan pada tanggal 27 Desember 2010 di ruang Gatotkoco RSJD Dr. amino Gondohutomo Semarang a. Identitas klien Nama :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan akhir-akhir

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan akhir-akhir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan akhir-akhir ini menjadi salah satu faktor peningkatan permasalahan kesehatan fisik dan mental/spiritual

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Halusinasi 2.1.1 Pengertian Halusinasi Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2001).

Lebih terperinci

PROPOSAL KUNJUNGAN RUMAH ( HOME VISIT) TENTANG GANGGUAN SENSORI PERSEPSI HALUSINASI PENDENGARAN DENGAN KELUARGA Ny.

PROPOSAL KUNJUNGAN RUMAH ( HOME VISIT) TENTANG GANGGUAN SENSORI PERSEPSI HALUSINASI PENDENGARAN DENGAN KELUARGA Ny. PROPOSAL KUNJUNGAN RUMAH ( HOME VISIT) TENTANG GANGGUAN SENSORI PERSEPSI HALUSINASI PENDENGARAN DENGAN KELUARGA Ny. V DI TANGGERANG DI SUSUN OLEH MARIA FRANSISKA 1410721043 PROGRAM STUDI PROVESI NERS FAKULTAS

Lebih terperinci

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri A. Pengertian Defisit Perawatan Diri Kurang perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Maslim, 2001). Kurang perawatan diri adalah

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. Halusinasi merupakan salah satu respon neurobiology yang maladaptive, yang

BAB II KONSEP DASAR. Halusinasi merupakan salah satu respon neurobiology yang maladaptive, yang BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Halusinasi merupakan salah satu respon neurobiology yang maladaptive, yang dapat menimbulkan perilaku aneh, tidak enak dipandang, membingungkan, kesukaran mengelola, dan

Lebih terperinci

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI Nama Klien : Diagnosa Medis : No MR : Ruangan : Tgl No Dx Diagnosa Keperawatan Perencanaan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik.

BAB II KONSEP DASAR. serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik. BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Persepsi ialah daya mengenal barang, kwalitas atau hubungan serta perbedaan antara suatu hal melalui proses mangamati, mengetahui dan mengartikan setelah panca indranya

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RESIKO BUNUH DIRI DI RSJD. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh : AGUNG NUGROHO

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RESIKO BUNUH DIRI DI RSJD. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh : AGUNG NUGROHO LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RESIKO BUNUH DIRI DI RSJD. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG Oleh : AGUNG NUGROHO 462008041 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PROPOSAL KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISIT) PADA KELUARGA NY. A DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN HARGA DIRI RENDAH DAN WAHAM CURIGA

PROPOSAL KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISIT) PADA KELUARGA NY. A DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN HARGA DIRI RENDAH DAN WAHAM CURIGA PROPOSAL KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISIT) PADA KELUARGA NY. A DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN HARGA DIRI RENDAH DAN WAHAM CURIGA Disusun Oleh: DESI SUCI ANGRAENI SRI WAHYUNINGSIH PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL A. Pengertian Isolasi social adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Adapun definisi lain yang terkait dengan halusinasi adalah hilangnya

BAB II TINJAUAN TEORI. Adapun definisi lain yang terkait dengan halusinasi adalah hilangnya BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Halusinasi Halusinasi didefinisikan sebagai terganggunya persepi sensori seseorang, tetapi tidak terdapat stimulus dari luar (Varcarolis, 2006, dalam Yosep, 2011). Adapun

Lebih terperinci

BERDUKA DAN KEHILANGAN. Niken Andalasari

BERDUKA DAN KEHILANGAN. Niken Andalasari BERDUKA DAN KEHILANGAN Niken Andalasari DEFENISI KEHILANGAN adalah kenyataan/situasi yang mungkin terjadi dimana sesuatu yang dihadapi, dinilai terjadi perubahan, tidak lagi memungkinkan ada atau pergi/hilang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hospitalisasi 1. Pengertian Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau darurat yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS (CMHN)

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS (CMHN) ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS (CMHN) NAMA KELOMPOK 6 A4E : 1. Made Udayati (10.321.0864) 2. Kadek Ayu Kesuma W. (10.321.0858) 3. Kadek Ninik Purniawati (10.321.0859) 4. Luh Gede Wedawati (10.321.0867)

Lebih terperinci

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA Ruang rawat :... Tanggal dirawat:... A. IDENTITAS KLIEN Nama :... L/P) Umur :... tahun No. CM :... Tanggal masuk :... B. ALASAN MASUK/FAKTOR PRESIPITASI......

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S DENGAN GANGGUAN MENARIK DIRI DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S DENGAN GANGGUAN MENARIK DIRI DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S DENGAN GANGGUAN MENARIK DIRI DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai salah satu syarat Mendapatkkan gelar ahli madya keperawatan Disusun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Kecemasan a. Pengertian Kecemasan Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik.

Lebih terperinci

Kepekaan Reaksi berduka Supresi emosi Penundaan Putus asa

Kepekaan Reaksi berduka Supresi emosi Penundaan Putus asa Keputusasaan (Hopelessness) Pengertian Keputusasaan merupakan keadaan subjektif seorang individu yang melihat keterbatasan atau tidak adanya alternative atau pilihan pribadi yang tersedia dan tidak dapat

Lebih terperinci

NURSING CARE PLAN (NCP)

NURSING CARE PLAN (NCP) NURSING CARE PLAN (NCP) 1. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN Nama Klien : DiagnosaMedis : No CM : Ruangan : Tgl No. Dx Diagnosa Keperawatan Risiko Perilaku Kekerasan Perencanaan

Lebih terperinci

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA A. IDENTITAS KLIEN Nama :... L/P) Umur :... tahun No. CM :... Tanggal masuk :... B. ALASAN MASUK/FAKTOR PRESIPITASI...... C. FAKTOR PREDISPOSISI 1. Pernah mengalami

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS I. PENGKAJIAN PASIEN ANSIETAS 1. DEFINISI Ansietas adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-samar karena ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara rangsang yang timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan impuls

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA

ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA Sepanjang daur kehidupan tidak terlepas dari situasi yang dapat mempengaruhi respon emosi individu. Salah satu situasi yang mempengaruhi emosi individu adalah

Lebih terperinci

Pengertian Kehilangan adalah perubahan dari sesuatu yang ada menjadi tidak ada atau situasi yang diharapkan terjadi tidak tercapai. Kehilangan dapat d

Pengertian Kehilangan adalah perubahan dari sesuatu yang ada menjadi tidak ada atau situasi yang diharapkan terjadi tidak tercapai. Kehilangan dapat d KEHILANGAN & BERDUKA Oleh Mfm Pengertian Kehilangan adalah perubahan dari sesuatu yang ada menjadi tidak ada atau situasi yang diharapkan terjadi tidak tercapai. Kehilangan dapat diartikan juga sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress (santrock, 2007 : 200). Masa remaja adalah masa pergolakan yang dipenuhi oleh konflik dan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Perilaku adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan dapat membahayakan secara fisik terhadap diri sendiri maupun orang lain (Townsend, 1998). Menurut Stuart

Lebih terperinci

Depresi pada Lansia. Masalah Keperawatan Risiko Bunuh Diri

Depresi pada Lansia. Masalah Keperawatan Risiko Bunuh Diri Depresi pada Lansia 1. Mengorientasikan waktu, tempat, orang di sekitar 2. Melatih dalam 3. Melatih menyusun jadwal SP 3 dst 1. Mengorientasikan waktu, tempat, orang 2. Mendiskusikan jadwal 3. Mendorong

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan di mana terjadi

BAB II KONSEP DASAR. rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan di mana terjadi BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Halusinasi adalah gangguan penserapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan di mana terjadi pada saat

Lebih terperinci

Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian. Oleh : Ahmad Husein HSB

Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian. Oleh : Ahmad Husein HSB Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN PERAN PERAWAT DALAM PENANGANAN PASIEN PERILAKU KEKERASAN DI RSJ PROPSU MEDAN 2012 Oleh : Ahmad Husein HSB Saya adalah Mahasiswa

Lebih terperinci