KARAKTERISASI SENYAWA ORGANIK LARUT AIR (SOLA) DALAM KOMPOS BERBAHAN DASAR KOTORAN AYAM DAN KOTORAN SAPI. Oleh Balthasar Fahik Feo A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISASI SENYAWA ORGANIK LARUT AIR (SOLA) DALAM KOMPOS BERBAHAN DASAR KOTORAN AYAM DAN KOTORAN SAPI. Oleh Balthasar Fahik Feo A"

Transkripsi

1 KARAKTERISASI SENYAWA ORGANIK LARUT AIR (SOLA) DALAM KOMPOS BERBAHAN DASAR KOTORAN AYAM DAN KOTORAN SAPI Oleh Balthasar Fahik Feo A PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 ii RINGKASAN BALTHASAR FAHIK FEO. Karakterisasi Senyawa Organik Larut Air (SOLA) dalam Kompos Berbahan Dasar Kotoran Ayam dan Kotoran Sapi. Dibawah bimbingan ISKANDAR dan DYAH TJAHYANDARI SURYANINGTYAS. Kompos merupakan bahan organik padat yang biasa digunakan sebagai pupuk organik untuk memperbaiki sifat-sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, Namun, kompos memiliki kandungan hara yang rendah sehingga penggunaan kompos harus dalam jumlah yang bayak. Hal ini menjadi faktor penghambat dalam penggunaan kompos, oleh karena itu diperlukan suatu teknologi untuk mengatasi kekurangan tersebut. Teknologi yang telah diteliti yaitu penggunaan ekstrak bahan organik yang dikenal dengan istilah senyawa organik larut air (SOLA) atau Water Extractable Organic Matter (WEOM). Tujuan penelitian ini adalah karakterisasi terhadap SOLA yang diperoleh melalui penyaringan ekstrak bahan organik menggunakan saringan membran 0,45 µm. Bahan organik yang digunakan berupa tiga jenis kompos yang berbahan dasar kotoran ayam dan kotoran sapi. Kompos yang digunakan yaitu kompos A (kompos kotoran ayam), kompos B (kompos kotoran sapi) dan kompos C (kompos yang berasal dari campuran kotoran ayam, kotoran sapi, jerami dan sekam). Parameter SOLA yang dianalisis adalah ph, daya hantar listrik, karbon organik terlarut, kandungan hara dari kompos yang digunakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa SOLA yang diekstrak dari ketiga jenis kompos memiliki ph netral. SOLA dari Kompos A dan kompos B memiliki ph 6,7, sedangkan SOLA kompos C memiliki ph 6,4. Kompos B dan kompos C memiliki daya hantar listrik (DHL) berturut-turut sebesar 0,7 ms/cm dan 0,8 ms/cm, sedangkan kandungan karbon organik terlarut (DOC) dari kedua jenis kompos tersebut berturut-turut yaitu 142,7 mg/l dan 40,0 mg/l. Kompos kotoran ayam memiliki DHL yang salin (5,6 ms/cm) dan DOC yang sangat tinggi (1.046,1 mg/l). Gugus fungsional yang terkandung pada ketiga jenis kompos diantaranya adalah: gugus C-H (alkana dan alkena), C-O (alkohol, eter, ester dan asam karboksilat), O-H (asam karboksilat), N-H (bend amina dan amida primer dan sekunder) dan gugus berhalogen C-X (khloro, bromo, iodo dan fluoro). Adapun gugus fungsional yang hanya terkandung pada kompos tertentu seperti gugus fungsional O-H (alkohol dan fenol H-bonded) dan C-N (amina) hanya terdapat pada kompos A dan kompos B. Gugus fungsional C-H (aromatik) hanya terdapat pada kompos A dan kompos C, sedangkan gugus fungsional C=C (alkena) dan C- H (aldehida) dan O-H (alkohol dan fenol -free) hanya terdapat pada kompos B dan kompos C. Gugus fungsional C C (alkuna) dan C-H (alkana-ch 3 (bend)) hanya terdapat pada kompos A. Kata kunci: daya hantar listrik, gugus fungsional, karbon organik terlarut, kompos, senyawa organik larut air.

3 iii SUMMARY BALTHASAR FAHIK FEO. Characterization of Water Extractable Organic Matter (WEOM) in Chicken Manure and Cow Manure Base Compost. Under supervision of ISKANDAR and DYAH TJAHYANDARI SURYANINGTYAS. Compost is a solid organic matter which is used as organic fertilizer to improve physical, chemical and biological characteristics of soil. The use of compost should be in huge significant amounts, due to its low nutrient content. This is a limiting factor in the use of compost, therefore a technology to overcome these shortage is needed. The technology has been investigated is the use of extracts from organic matter known as Watter Extractable Organic Matter (WEOM). The objective of this research is to characterize of WEOM which is obtained by filtering the extract organic matter with a 0,45 μm filter. The organic matter which used for this research are compost made from chicken manure and cow manure. The compost used are compost A (chicken manure compost), compost B (cow manure compost) and compost C (compost from a mixture of chicken manure, cow manure, straw and chaff). The analyzed parameter of WEOM are ph, electrical conductivity, dissolved organic carbon, nutrient content of compost being used. The results showed that the WEOM extracted from three types of compost has a neutral ph. (WEOM from compost A and compost B has ph 6,7, whereas WEOM from compost C has ph 6,4. Compost B and compost C respectively has the electrical conductivity (EC) of 0,7 ms/cm and 0,8 ms/cm, whereas the content of dissolved organic carbon (DOC) from both types of compost is 142,7 mg/l and 40,0 mg/l. Compost A has a salin EC (5,6 ms/cm) and very high DOC (1.046,1 mg / L). Functional groups which contained in three types of compost are: C-H (alkanes and alkenes), C-O (alcohols, ethers, esters and carboxylic acids), O-H (carboxylic acid), N-H (Primary and secondary amines and amides (bend)) and halogen groups C-X (chloride, bromide, iodide and fluoride). The functional groups that are only contained in certain compost such as functional group O-H (alcohols and phenols H-bonded) and C-N functional group (amine) is only found in compost A and compost B. The functional groups of C-H (aromaties) is only found in compost A and compost C, while the functional group of C = C (alkene), O-H (alcohol and phenol-free) and C-H (aldehyde) is only found in compost B and compost C. The functional group C C (alkyne) and C-H (alkane -CH 3 (bend)) is only found in compost A. Keywords: Compost, dissolved organic carbon, electrical conductivity, functional group, water extractable organic matter.

4 iv KARAKTERISASI SENYAWA ORGANIK LARUT AIR (SOLA) DALAM KOMPOS BERBAHAN DASAR KOTORAN AYAM DAN KOTORAN SAPI Balthasar Fahik Feo A Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

5 v Judul : Karakterisasi Senyawa Organik Larut Air (SOLA) dalam Kompos Berbahan Dasar Kotoran Ayam dan Kotoran Sapi Nama : Balthasar Fahik Feo NRP : A Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Iskandar Dr. Ir. Dyah Tj.Suryaningtyas, M. Appl.Sc NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc NIP Tanggal Lulus :

6 vi RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Loofoun, Belu, NTT pada tanggal 15 Februari Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Lazarus Feo dan Ibu Martha Seuk Fahik. Penulis memulai pendidikan di Sekolah Dasar Katolik St. Yusuf Atambua pada tahun 1994 dan lulus tahun Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Katolik Donbosco Atambua, dan lulus pada tahun Selanjutnya penulis melanjutkan ke SMA N. 1 Atambua dan lulus pada tahun Pada tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD). Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum mata kuliah Morfologi dan Klasifikasi Tanah pada tahun Kegiatan kemahasiswaan yang pernah penulis ikuti seperti Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT) IPB sebagai penanggungjawab badan olahraga dan seni (BOS-HMIT) periode 2010/2011 dan ketua organisasi daerah Keluarga Mahasiswa Nusa Tenggara Timur (GAMANUSRATIM) di Bogor periode 2009/2010.

7 vii KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Skripsi ini berjudul Karakterisasi Senyawa Organik Larut Air (SOLA) dalam Kompos Berbahan Dasar Kotoran Ayam dan Kotoran Sapi merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program studi Manajemen Sumberdaya Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Atas segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan selama penelitian ini dan penulisan skripsi, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, terutama kepada: 1. Dr. Ir. Iskandar selaku dosen pembimbing akademik dan dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan nasehat serta saran kepada penulis selama menjalani masa kuliah, penelitian sampai penulisan skripsi. 2. Dr. Ir. Dyah Tj. Suryaningtyas, M. Appl. Sc selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, saran dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi. 3. Dr. Ir. Untung Sudadi, M.Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan saran kepada penulis untuk perbaikan skripsi 4. Ibu, Paman, Tante dan seluruh keluarga yang senantiasa memberikan nasehat dan do a serta dukungan baik material maupun spiritual kepada penulis. 5. Kakak Junianto S. dan Bayu yang telah membantu dan memberikan masukan selama penelitian dan penulisan skripsi. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan rahmat-nya dan membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis, baik yang tersebutkan maupun yang tidak tersebutkan.

8 viii Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat banyak kekurangan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya. Bogor, Desember 2011 Penulis

9 ix DAFTAR ISI DAFTAR TABEL Error! Bookmark not defined. DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN Halaman xi xii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA Bahan Organik Gugus Fungsional Senyawa Organik Larut Air Spektrofotometer Infra Merah... 8 III. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian... 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Bahan Organik Padat Hasil Analisis Senyawa Organik Larut Air V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA 28 LAMPIRAN 31

10 x DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Kandungan Hara dari Kotoran dan Kompos Kompos Sapi dan Ayam Parameter dan Metode Analisis Bahan Organik Padat Parameter dan Metode Analisis SOLA Hasil Analisis Beberapa Sifat Kimia Bahan Organik Padat Hasil Analisis FTIR Kompos A, Kompos B dan Kompos C Hasil Analisis Kadar Hara Total dari Beberapa Kompos Hasil Analisis Kandungan Hara dalam SOLA... 25

11 xi DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Diagram Alir Ekstraksi Senyawa Organik Larut Air Kemunculan Gugus Fungsional C-O (alkohol, eter, eter, dan sam karboksilat Kemunculan Gugus Fungsional C-H (alkana stretch) Kemunculan Gugus Fungsional C-H (alkena) Kemunculan Gugus Fungsional N-H amina dan amida primer dan sekunder-bend) Kemunculan Gugus Fungsional C-X (chloride, fluoride, bromide, dan iodide) Kemunculan Gugus Fungsional O-H (asam karboksilat) Kemunculan Gugus Fungsional C=O (amida) Kemunculan Gugus Fungsional C-H (aromatik) Kemunculan Gugus Fungsional N-H amina dan amida primer dan sekunder-strecth) Kemunculan Gugus Fungsional C-N (amina) Kemunculan Gugus Fungsional O-H (alkohol, fenol H-bonded) Kemunculan Gugus Fungsional O-H (alkohol, fenol -free) Kemunculan Gugus Fungsional C-H (aldehida) Kemunculan Gugus Fungsional C=C (alkena) Kemunculan Gugus Fungsional Kemunculan Gugus Fungsional C-H (alkana CH 3 bend) dan C C (alkuna) Diagram Grafik Perubahan ph Bahan Organik Setelah Diekstrak Grafik Perubahan Kandungan Unsur Hara Makro Dari Kompos A Grafik Perubahan Kandungan Unsur Hara Makro Dari Kompos B Grafik Perubahan Kandungan Unsur Hara Makro Dari Kompos C.. 26

12 xii DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Data Pengukuran Gugus Fungsional Kompos A Data Pengukuran Gugus Fungsional Kompos B Data Pengukuran Gugus Fungsional Kompos C Hasil Analisis FTIR pada kompos A Hasil Analisis FTIR pada kompos B Hasil Analisis FTIR pada kompos 36

13 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki lahan pertanian yang luas dengan intensitas penggunaannya yang sangat tinggi. Tingkat penggunaan lahan pertanian yang tinggi ini sering diiringi dengan penggunaan pupuk anorganik untuk meningkatkan produksi pertanian. Padahal berbagai penelitian telah banyak menyebutkan bahwa cara pertanian demikian telah menyebabkan terjadinya kerusakan tanah, baik sifat fisik, kimia maupun biologi tanah. Kerusakan tanah perlu diperbaiki sebab bila dibiarkan akan dapat menurunkan produktivitas pertanian. Kerusakan tanah akibat kegiatan pertanian dapat diperbaiki dengan menambahkan bahan organik. Penambahan bahan organik ke lahan pertanian tidak hanya memperbaiki sifar-sifat tanah yang rusak tetapi dapat juga meningkatkan produktivitas tanaman dan mengurangi penggunaan pupuk anorganik. Hal ini dibuktikan oleh Hatta (2005) dimana produktivitas tanaman padi gogorancah yang diberi pupuk kotoran ayam 1 ton ha -1 lebih tinggi 1,4 ton ha -1 dibandingkan dengan tanaman yang tidak diberi pupuk organik, serta penggunaan bahan organik juga dapat mengurangi penggunaan pupuk urea dan KC1 masing-masing sebanyak 30 kg dan 25 kg. Bahan organik yang sering digunakan sebagai pupuk dalam pertanian adalah kotoran ternak yang dikenal dengan istilah pupuk kandang. Pupuk kandang sering diolah menjadi kompos untuk meningkatkan haranya dan mematangkan pupuk kandang dengan menurunkan nisbah C/N dari pupuk kandang tersebut. Hal ini dilakukan agar penambahan bahan organik tidak menggangu pertumbuhan tanaman. Bahan organik yang digunakan seperti pupuk kandang atau kompos merupakan bahan organik padat. Bahan organik ini memiliki beberapa kekurangan seperti kandungan hara yang lebih rendah daripada pupuk anorganik, sehingga bila digunakan sebagai pupuk, maka diperlukan dalam jumlah yang banyak. Selain itu, respon tanaman lambat dan bila diberikan di daerah tropis

14 2 maka tingkat dekomposisinya sangat cepat, sehingga efek residunya kecil. Untuk mengatasi kekurangan-kekurangan ini, maka diperlukan suatu teknologi yang dapat menyediakan unsur hara yang berasal dari bahan organik yang segera tersedia bagi tanaman. Salah satu teknologi yang telah diterapkan adalah penggunaan ekstrak bahan organik. Bahan organik diekstrak menggunakan H 2 O dan dikenal dengan sebutan Water-Extractable Organic Matter (WEOM) atau senyawa organik larut air (SOLA). SOLA memiliki peran utama dalam banyak proses kimia dan biologis yang terjadi dalam pembentukan kompos, termasuk reaksi xenobiotik organik dan anorganik, transportasi hara dan bioavailabilitas, aktivitas mikroba dan biokontrol berbagai macam phytopathogens tanaman (Bernal-Vicente et al., 2008 dan Kohler et al., 2008 dalam Traversa et al., 2010). Senyawa organik larut air memberikan pengaruh yang kuat terhadap ekologi, berperan sebagai pelarut dan transport pencemar organik seperti logam berat (Kalbitz dan Wennrich, 1998 dalam Embacher et al., 2007). Efektifitas SOLA pada tanaman telah dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Traversa et al. (2010) dimana penggunaan SOLA tidak hanya memperkaya bahan organik tanah namun dapat juga memberikan efek positif pada tanaman, yaitu pada pertumbuhan awal tanaman tomat dan selada, khususnya pada panjang tunas dan bobot basah. Pemanfaatan SOLA akan sangat menguntungkan, baik dari segi ekonomi maupun lingkungan. Namun minimnya informasi dan pengetahuan tentang SOLA menjadi suatu penghambat dalam pengembangan teknologi ini. Oleh sebab itu penelitian bertujuan menyelidiki sifat-sifat atau karakter dari SOLA yang berasal dari tiga jenis kompos yang berbeda yaitu kompos kotoran ayam, kompos kotoran sapi dan kompos campuran perlu dilakukan. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang SOLA kepada semua pihak yang membutuhkan, sehingga SOLA dapat diterapkan dalam kegiatan pertanian.

15 Tujuan Penelitian a) Melakukan karakterisasi SOLA dari tiga jenis kompos yang berbahan dasar kotoran ayam dan kotoran sapi. b) Membandingkan karakteristik SOLA dengan bahan asalnya (bahan organik padat).

16 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Organik Bahan organik tersusun atas bahan-bahan yang sangat beraneka berupa zat yang ada dalam jaringan tumbuhan dan hewan, sisa organik yang sedang menjalani perombakan, dan hasil metabolisme mikroorganisme yang menggunakan sisa organik sebagai sumber energi. Perombakan bahan organik dapat berlangsung terbatas atau tuntas. Perombakan yang berlangsung terbatas menghasilkan zat-zat organik lebih sederhana dari yang ada semula, sedangkan yang berlangsung tuntas membebaskan unsur-unsur yang semula berada dalam ikatan molekul organik menjadi senyawa-senyawa anorganik (Notohadiprawiro, 1999). Pelapukan bahan organik merupakan salah satu kegiatan jazad mikro, yang membebaskan unsur hara yang terikat dalam bentuk organik menjadi tersedia bagi tumbuhan. Kecepatan pelapukan tergantung pada kandungan senyawa dari bahan organik tersebut. Adapun urutan senyawa-senyawa yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan menurut tingkat mudah tidaknya senyawa tersebut dilapuk yaitu: gula, zat pati, protein sederhana, protein kasar, hemiselulosa, selulosa, lignin, lemak dan lilin (Supardi, 1983). Senyawa organik memiliki peranan yang sangat penting dalam sifat-sifat kimia tanah. Menurut Kussow (1971) senyawa organik dapat mempertahankan ph tanah pada kisaran 5,0-8,5 dan senyawa organik berfungsi secara langsung dalam reaksi oksidasi-reduksi dalam tanah. Bahan organik segar tidak dapat digunakan secara langsung oleh tanaman karena perbandingan kandungan C/N dalam bahan tersebut tidak sesuai dengan C/N tanah dimana rasio C/N tanah berkisar antara (Suryadikarta dan Simanungkalit, 2006). Oleh karena itu perlu dilakukan penurunan nilai C/N rasio bahan organik dengan cara melakukan pengomposan terhadap bahan tersebut. Menurut Indranada (1986) pengomposan adalah dekomposisi bahan organik segar menjadi bahan yang menyerupai humus (rasio C/N mendekati 10). Proses

17 5 perombakan bahan organik ini terjadi secara biofisiko-kimia, melibatkan aktivitas biologi mikroba dan mesofauna (Suryadikarta dan Simanungkalit, 2006). Hasil pengomposan berupa kompos, yaitu jenis pupuk yang terjadi karena proses penghancuran oleh alam (Sarief, 1985) dan mikroorganisme pengurai terhadap bahan organik (daun-daunan, jerami, alang-alang, rumput-rumputan, dedak padi, batang jagung serta kotoran hewan). Adapun karakteristik umum yang dimiliki kompos antara lain: (1) mengandung unsur hara dalam jenis dan jumlah bervariasi tergantung bahan asal, (2) menyediakan unsur hara secara lamban (slow release) dan dalam jumlah terbatas, dan (3) mempuyai fungsi utama memperbaiki kesuburan dan kesehatan tanah (Suryadikarta dan Simanungkalit, 2006). Sifat fisik dari kompos antara lain kadar kelembaban (< 35%), bobot isi, kemampuan memegang air, dan ukuran bahan, sedangkan sifat kimia dari kompos antara lain karbon organik total, kapasitas tukar kation, Nitrogen total, ph, daya hantar listrik (DHL), P, K, Ca, Mg dan unsur mikro (Sullivan dan Miller, 2001). Hasil analisis hara kotoran sapi dan ayam serta kandungan hara dalam kompos yang berasal dari kedua jenis kotoran dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan Hara dari Kotoran dan Kompos Kotoran Sapi dan Ayam Jenis Bahan Asal Kadar Hara C N C/N P K % % Kotoran sapi 63,44 1,53 41,47 0,67 0,70 Kotoran ayam 42,18 1,50 28,12 1,97 0,68 Kompos kotoran sapi 39,31 2,34 16,80 1,08 0,69 Kompos kotoran ayam 18,36 1,70 10,80 2,12 1,45 Sumber: Hartatik dan Widowati, Gugus Fungsional Dekomposisi bahan organik menghasilkan asam-asam organik yang selanjutnya membentuk koloid organik dengan tapak muatan yang jauh lebih banyak dibandingkan koloid inorganik. Tapak-tapak reaktif ini terdiri dari gugusgugus fungsional dari senyawa organik (Anwar dan Sudadi, 2007). Menurut Tan

18 6 (1991) bahan organik mengandung sejumlah gugus fungsional seperti gugus karboksilat, gugus-gugus hidroksil fenolat dan alkoholik, gugus asam amino, amida, keton, dan aldehida. Gugus fungsional yang mempunyai peranan dalam jerapan air adalah gugus karboksil. Menurut Hart (2003) gugus fungsional utama dapat digolongkan dalam beberapa kelompok, seperti gugus fungsional yang merupakan bagian dari kerangka molekul (alkana, alkuna, dan alkena), gugus yang mengandung oksigen (alkohol, eter, aldehida, keton, asam karboksilat, ester), gugus yang mengandung nitrogen (amina dan amida), dan gugus yang mengandung belerang (tiol, tioter, asam sulfonat), serta gugus yang mengandung halogen (alkil dan halide asam). Alkohol dan fenol digolongkan dalam gugus hidroksil (-OH). Fenol mempunyai gugus yang sama dengan alkohol, tetapi gugus fungsinya melekat langsung pada cicin aromatik. Gugus hidroksil bersifat polar sebagai akibat atom oksigen elektronegatif yang menarik elektron ke arah dirinya sendiri. Akibatnya, molekul air tertarik ke gugus fungsional. Hal ini akan membantu melarutkan senyawa organik yang mengandung gugus hidroksil. Sedangkan, asam karboksilat digolongkan sebagai gugus karboksil (COOH). Alkohol, fenol dan asam karboksilat dapat mengion dan melepaskan H + dari ion hidroksilnya. Aldehida dan keton digolongkan dalam gugus fungsional karbonil (C=O) (Hart, 2003). Alkana tidak larut dalam air. Hal ini disebabkan karena molekul air bersifat polar, sedangkan alkana bersifat nonpolar. Ketidaklarutan alkana dan air sangat menguntungkan bagi tumbuhan (Hart, 2003).

19 7 2.3 Senyawa Organik Larut Air Senyawa organik larut air (SOLA) merupakan fraksi dari bahan organik yang terlarut atau dissolved organic matter (DOM) yang diekstrak dengan air secara perlahan-lahan, dan secara konseptual merupakan bagian dari DOM total yang mobile dan yang tersedia (Zsolnay, 1996 dalam Corvasce et al., 2006). DOM menggambarkan bagian bahan organik yang paling aktif dan mobile (Corvasce et al., 2006). SOLA diperoleh dengan melakukan penyaringan ekstrak bahan organik menggunakan saringan 0,45 µm yang sebelumnya dikocok dan disentrifuse (Zsolnay, 2003). Karbon organik terlarut (dissolved organic carbon/doc) merupakan bagian dari SOLA dan salah satu cadangan karbon yang paling aktif dalam siklus karbon organik dan berperan penting pada transportasi nutrisi seperti N, P dan S, serta logam berat (Jimenez dan Lal, 2006 dalam Undurraga et al., 2009). Siklus DOC dalam tanah dipengaruhi oleh kombinasi proses kimia, fisika dan biologi. Proses pengendalian siklus DOC dalam horizon tanah yang utama adalah mikroba dan pengaturan retensi DOC dalam horizon mineral melalui adsorpsi pada permukaan tanah (Kalbitz et al., 2000 dalam Kothawala et al., 2008) Ketersediaan DOC dalam tanah dipengaruhi oleh tingkat pemupukan dan kedalaman dari sampel tanah (Undurraga et al., 2009). Menurut Zsolnay (1996 dalam Chantigny, 2003) konsentrasi SOLA cenderung lebih besar di hutan daripada di tanah pertanian, yaitu konsentrasi DOC di lantai hutan berkisar 5 sampai 440 mg/l, sedangkan DOC di tanah pertanian nilainya bervariasi dari 0 sampai 70 mg/l. Senyawa organik larut air dari kompos memiliki peran utama dalam banyak proses kimia dan biologi selama proses terjadinya kompos. Aktifitas biologi SOLA yang berasal dari kompos sebagian besar bergantung pada jenis substrat aktif yang digunakan untuk proses pengomposan dan lamanya proses tersebut. Selama terjadinya proses pengomposan yang terdiri atas penghancuran bahan asal dari bahan organik berukuran besar yang didegradasi oleh mikroorganisme dan sintesis biokimia dari bahan molekul berbobot rendah, sebagian besar berpengaruh terhadap perubahan konsentrasi dan komposisi kimia dari SOLA (Said-Pullicino et al., 2007 dalam Traversa et al., 2010).

20 Spektrofotometer Infra Merah Serapan inframerah berkaitan dengan getaran molekul atau atom. Atom dan molekul dalam suatu senyawa bergetar pada frekuensi sekitar hitungan per detik. Frekuensi ini sesuai dengan frekuensi radiasi inframerah, oleh karena itu radiasi inframerah dapat diserap oleh getaran molekul. Getaran molekul atau atom menyebabkan perubahan jarak antar atom karena pergerakan atom. Hal ini disebut osilasi. Ada dua jenis getaran yaitu getaran regang/uluran dan getaran lengkung/tekukan. Getaran regang/uluran yaitu atom berosilasi pada arah sumbu ikatan tanpa mengubah sudut ikatan. Geteran lengkung/tekukan yaitu gerakan atom-atom menghasilkan perubahan dalam sudut ikatan. Posisi pita dalam analisis inframerah dinyatakan dalam satuan frekuensi yaitu cm - (Tan, 1991). Frekuensi uluran dari suatu ikatan kimia tergantung pada beberapa faktor, antara lain masa atom, energi ikatan, dan ikatan ganda. Ikatan yang terbentuk dari atom yang berat dan atom yang ringan selalu bergetar pada frekuensi yang lebih tinggi dibadingkan ikatan yang terbentuk dari dua atom yang berat. Ikatan ganda dua bergetar pada frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikatan tunggal yang terbentuk diantara atom-atom yang sama (Hart, 2003).

21 9 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2011 di Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa kompos yaitu Kompos A (kompos kotoran ayam), Kompos B (kompos kotoran sapi), Kompos C (kompos yang berasal dari campuran kotoran ayam, kotoran sapi, jerami dan sekam) dan bahan kimia untuk analisis N, C-organik, kapasitas tukar kation (KTK), K, Na, Ca, Mg, Fe, Cu, Zn, Mn dan karbon organik terlarut dan gugus fungsional dalam senyawa organik. Alat yang digunakan antara lain: ayakan, kertas saring, membran saring 0,45µm, alat analisa berupa Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) untuk analisis Ca, Mg, Fe, Cu, Zn dan Mn. Flamephotometer untuk analisis K, Na, ph meter, EC-meter, Hiper TOC untuk analisis karbon organik terlarut dan FTIR (Fourier Transform Infra Red) Spectrophotometer untuk analisis gugus fungsional bahan organik dan berbagai peralatan analisis kimia lainnya Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu persiapan bahan dan analisis sifat kimia. Pada tahap persiapan bahan, bahan organik yang digunakan dikeringanginkan lalu diayak dengan ayakan ukuran 2 mm. Tahap analisis terdiri dari dua bagian yaitu analisis bahan organik padat dan analisis senyawa organik larut air.

22 Analisis Bahan Organik Padat Parameter dan metode yang digunakan untuk menganalisis bahan organik padat disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Parameter dan Metode Analisis Bahan Organik Padat No Parameter Metode 1 Kadar air Gravimetri 2 ph ph - meter 3 Kapasitas Tukar Kation NH 4 OAc ph 7 4 Kadar Hara Nitrat-Perklorat 5 C-Organik Walkley and Black 6 N-total Kjeldahl 7 Gugus Fungsional KBr Pelet Analisis Senyawa Organik Larut Air Analisis SOLA diawali dengan pengocokan bahan organik dengan air destilata (aquades) selama 120 menit pada kecepatan 125 rpm. Perbandingan antara bahan organik dan air yaitu 1: 10 (150 gram bahan organik : 1,5 liter air destilata). Setelah pengocokan, campuran tersebut disentrifuse selama 30 menit. Larutan setelah proses sentrifuse disaring menggunakan saringan membran 0,45 µm. Kemudian dilakukan analisis ph, DHL, KTK, K, Na, Ca, Mg, Fe, Cu, Zn, Mn dan karbon organik terlarut dalam senyawa organik larut air. Parameter dan metode analisis SOLA dapat dilihat pada Tabel 3, sedangkan kegiatan pengekstrakkan SOLA dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Tabel 3. Parameter dan Metode Analisis SOLA No Parameter Metode 1 ph ph - meter 2 Daya hantar listrik EC - meter 3 Kadar Hara AAS 4 Karbon Organik Terlarut Hiper TOC

23 11 Kompos A (kotoran ayam) Kompos B (kotoran sapi) Kompos C (campuran kotoran ayam, kotoran sapi, jerami dan sekam.) Analisis Kimia: (ph, KA, C-organik, N, K, Na, Ca, Mg, Fe, Cu, Zn, Mn, KTK dan gugus fungsional) Ditambah Aquades (1 : 10) Shaker (120 menit, 125 rpm) Sentrifuse (30 menit, rpm) Endapan dibuang Saring menggunakan saringan membran (Syring Filter 0,45 µm) Senyawa Organik Larut Air (SOLA) Analisis Kimia: (ph, DHL, K, Na, Ca, Mg, Fe, Cu, Zn, Mn, karbon organik terlarut) Gambar 1. Diagram Alir Ekstraksi dan Ananlisis Senyawa Organik Larut Air

24 12 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Bahan Organik Padat Karakteristik dari ketiga jenis bahan organik padat yaitu kadar air, C- organik, N-total, C/N ratio, ph dan KTK disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Analisis Beberapa Sifat Kimia Bahan Organik Padat Contoh Kadar Air C-Organik N-total C/N ph KTK ---% % bobot kering----- (me/100 g) Kompos A 35,0 28,0 2,4 11,7 7,4 33,8 Kompos B 227,0 35,0 1,8 19,5 6,5 95,9 Kompos C 41,0 23,4 1,5 15,6 5,4 47,7 Bahan organik tidak dapat digunakan secara langsung oleh tanaman. Penggunaan bahan organik oleh tanaman dipengaruhi oleh tingkat kematangan bahan tersebut yang ditunjukkan dengan nisbah karbon (C) dan nitrogen (N). Bila suatu bahan organik memiliki nisbah C/N yang tinggi, maka pemberian bahan organik tersebut dapat menggangu pertumbuhan tanaman. Bahan organik yang mempunya nisbah C/N mendekati atau sama dengan nisbah C/N tanah (10-20), maka bahan organik tersebut dapat digunakan tanaman (Suryadikarta dan Simanungkalit, 2006). Analisis C-organik dan N-total dari ketiga jenis kompos digunakan untuk mengetahui nisbah C/N kompos tersebut. Nisbah C/N dari ketiga jenis kompos berada dalam kisaran nisbah C/N tanah yaitu Kompos A memiliki nisbah C/N sebesar 11,7, nisbah C/N kompos B sebesar 19,5 dan kompos C sebesar 15,6. Nisbah C/N kompos dipengaruhi oleh jenis bahan penyusun kompos tersebut. Kompos B memiliki nisbah C/N yang lebih tinggi dibandingkan kedua jenis kompos yang lain. Bahan penyusun Kompos B berasal dari kotoran sapi yang mengandung serat yang tinggi seperti selulosa.

25 13 Kemasaman suatu kompos terlihat dari ph kompos tersebut. ph merupakan salah satu syarat kematangan dari suatu kompos. Kompos yang baik memiliki ph mendekati netral atau sedikit kearah alkali (Setyorini et.al., 2006). Kompos yang memiliki ph masam akan mempengaruhi kemasaman tanah apabila kompos tersebut diberikan ke tanah karena dapat menyumbangkan ion H +. Hal ini akan mempengaruhi juga tingkat ketersediaan unsur hara dalam tanah tersebut. Kriteria ph kompos yang baik menurut SNI yaitu 6,8-7,5. Hasil analisis ph ketiga jenis kompos yang digunakan menunjukkan bahwa kompos A memiliki ph sebesar 7,4, kompos B memiliki ph sebesar 6,5 dan ph kompos C sebesar 5,4. Kapasitas tukar kation merupakan kemampuan koloid menjerap dan mempertukarkan kation. Jerapan dan pertukaran kation memegang peran penting dalam penyerapan hara oleh tanaman, kesuburan tanah, retensi hara, dan pemupukan (Tan, 1991). KTK suatu kompos dapat dijadikan indikator kematangan suatu kompos (Harada dan Inoko, 1980). Menurut Setyorini et. al. (2006) kompos mengandung humus yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan hara makro dan mikro yang dibutuhkan tanaman. Misel humus mempunyai KTK yang lebih besar daripada misel liat (3-10 kali) sehingga penyediaan hara makro dan mikro lebih lama. Hasil analisis KTK terhadap ketiga jenis kompos menunjukkan bahwa kompos A memiliki KTK sebesar 33,8 me/100g, kompos B memiliki KTK sebesar 95,9 me/100g, dan kompos C sebesar 47,7 me/100g. Pengukuran FTIR bertujuan untuk mengetahui kandungan gugus fungsional dari ketiga jenis kompos. Secara umum gugus fungsional yang terkandung pada ketiga jenis kompos hampir sama, diantaranya adalah: gugus fungsional O-H (alkohol, fenol, dan asam karboksilat), C-H (alkana, aromatik), C- O (alkohol, eter, ester, asam karboksilat), C=O (amida), N-H (amina dan amida primer dan sekunder), C-X (chlorida, fluorida dan bromida). Bilangan gelombang dari masing-masing gugus fungsional dapat dilihat pada Tabel 5.

26 14 Tabel 5. Hasil Analisis FTIR Kompos A, Kompos B dan Kompos C Bilangan Gelombang (cm -1 ) Jenis Vibrasi Rujukan* Kom-A Kom-B Kom-C C-H Alkanes (stretch) s 2954, , , , ,94 -CH3 (bend) 1450 dan , Alkenes (out-of-plane bend) s 910,40 914,26 914,26 875,68 875,68 713,66 775,38 694,37 Aromaties (out-of-plane bend) s 875,68 648,08 713,66-875,68 775,38 694,37 Aldehyde w , ,93 C=C Alkene m-w , ,07 C C Alkyne w 2144, ,92 C=O Amida s 1651, , ,07 C-O Alcohols, ethers, esters, s 1083, , ,85 O-H N-H carboxylic acids, anhydrides 1037, , ,56 Alcohols, phenols 1033,85 Free m , ,32 H-bonded m 3282, ,84 - carboxylic acids m 2954, , ,23 Primary and secondary amines and amides 2515, , , , ,93 (stretch) m 3282, , ,03 (bend) m-s 1600, , , ,63 C-N Amines m-s 1037, , , , , ,85

27 15 Jenis Vibrasi Bilangan Gelombang (cm -1 ) Rujukan* Kom-A Kom-B Kom-C C-X Fluoride s 1323, , , , , , , , , , ,85 Chloride s 648,08 771,53 532,35 543,93 648,08 466,77 690,52 435,91 Bromide, iodide <667s 648,08 648,08 532,35 543,93 636,21 466,77 470,63 470,63 435,91 428,20 432,05 Keterangan: * : Bilangan gelombang rujukan dari Tabel korelasi (Pavia et al., 2001) s : kuat m : sedang w : lemah Kom-A: Kompos A Kom-B: Kompos B Kom-C: Kompos C Kemunculan setiap setiap gugus fungsional pada ketiga jenis kompos dapat dilihat pada Gambar 2 sampai Gambar 8, sedangkan kurva hasil analisis FTIR dari setiap jenis kompos dapat dilihat pada Lampiran 4, 5, dan 6. Gambar 2. Kemunculan Gugus Fungsional C-O (alkohol, eter, ester dan asam karboksilat)

28 16 Gambar 3. Kemunculan Gugus Fungsional C-H (alkana Stretch) Gambar 4. Kemunculan Gugus Fungsional C-H (alkena) Gambar 5. Kemunculan Gugus Fungsional N-H (amina dan amida primer dan sekunder-bend)

29 17 Gambar 6. Kemunculan Gugus Fungsional C-X (chlorida, fluorida, bromide dan iodida) Gambar 7. Kemunculan Gugus Fungsional O-H (asam karboksilat) Gambar 8. Kemunculan Gugus Fungsional C=O (amida) Keterangan : : Kompos A : Kompos B : Kompos C

30 18 Adapun gugus fungsional yang hanya terkandung pada kompos tertentu seperti gugus fungsional O-H (alkohol dan fenol terikat -H) dan C-N (amina) hanya terdapat pada kompos A dan kompos B. Gugus fungsional C-H (aromatik) hanya terdapat pada kompos A dan kompos C, sedangkan gugus fungsional C=C (alkena) dan C-H (aldehida) dan O-H (alkohol dan fenol -free) hanya terdapat pada kompos B dan kompos C. Gugus fungsional C C (alkuna), dan C-H (alkana- CH 3 (bend)) hanya terdapat pada kompos A. Kemunculan dari setiap gugus fungsional diatas dapat dilihat pada Gambar 9 sampai 16. Gambar 9. Kemunculan Gugus Fungsional C-H (aromatik) Gambar 10. Kemunculan Gugus Fungsional N-H (Amina dan amida primer dan sekunder (Stretch)) Keterangan : : Kompos A : Kompos B : Kompos C

31 19 Gambar 11. Kemunculan Gugus Fungsional C-N (Amina) Gambar 12. Kemunculan Gugus Fungsional O-H (alkohol, fenol H-bonded) Gambar 13. Kemunculan Gugus Fungsional O-H (alkohol, fenol -free) Keterangan : : Kompos A : Kompos B : Kompos C

32 20 Gambar 14. Kemunculan Gugus Fungsional C-H (aldehida) Gambar 15. Kemunculan Gugus Fungsional C=C (alkena) Gambar 16. Kemunculan Gugus Fungsional C-H (alkana CH 3 bend) dan C C (alkuna) Keterangan : : Kompos A : Kompos B : Kompos C

33 21 Kandungan gugus fungsional hidroksil dan karboksil diperlukan untuk pelepasan hara. Menurut Ismangil dan Hanudin (2005) sifat-sifat asam organik yang penting dalam pelarutan mineral ditentukan oleh gugus karboksil (COO - ) dan gugus hidroksil (OH - ) fenolatnya serta tingkat disosiasinya. Jumlah gugus yang mengalami disosiasi ditentukan oleh jumlah gugus fungsionalnya dan ph lingkungannya. Jumlah gugus karboksil menentukan jumlah proton yang mungkin dapat dilepas. Dari hasil analisis gugus fungsional terlihat bahwa ketiga jenis kompos mengandung gugus fungsional karboksil (asam karboksilat) dan hidroksil (alkohol dan fenol) sehingga apabila ketiga jenis kompos ini diberikan ke tanah dapat melepaskan hara yang terikat dalam tanah. Selain itu, gugus fungsional bersifat hidrofilik sehingga meningkatkan kelarutan senyawa organik dalam air. Kompos merupakan salah satu sumber unsur hara makro dan mikro secara lengkap meskipun dalam jumlah yang relatif kecil. Kandungan hara dalam kompos bergantung dari jenis bahan asalnya. Ketiga jenis kompos yang digunakan dalam penelitian ini berbahan dasar kotoran ternak. Menurut Hartatik dan Widowati (2006) kandungan hara dalam kotoran ternak tergantung pada jumlah dan jenis makanan ternak. Hara dalam kotoran ternak tidak mudah untuk tersedia bagi tanaman. Rendahnya ketersediaan hara dari pupuk kandang disebabkan karena bentuk N, P, serta unsur hara lain dalam bentuk senyawa kompleks organo protein atau senyawa asam humat, atau lignin yang sulit terdekomposisi. Proses pengomposan dapat meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman karena perubahan bentuk dari tidak tersedia menjadi tersedia. Hasil analisis kadar hara ketiga jenis kompos secara umum menunjukkan bahwa, kompos A memiliki kandungan hara (kecuali Na, Fe dan Mn) yang lebih tinggi dari kedua jenis kompos yang lainnya. Kadar hara kompos A dipengaruhi oleh jenis konsentrat yang diberikan. Selain itu, dalam kompos A terdapat campuran sisa-sisa makanan ayam, serta sekam sebagai alas kandang yang dapat menyumbangkan hara dalam kompos tersebut. Kadar hara kompos C lebih rendah dari kompos A dan kompos B walaupun bahan asal kompos C merupakan campuran antara kotoran ayam, kotoran sapi, sekam, dan jerami. Hal ini desebabkan oleh kotoran ayam dan kotoran sapi yang digunakan dalam pembuatan kompos C berasal dari kandang

34 22 milik petani biasa, sedangkan kotoran ayam dan kotoran sapi yang digunakan untuk membuat kompos A dan kompos B berasal dari kandang milik Institut Pertanian Bogor (IPB). Kotoran ayam dan kotoran sapi yang berasal dari kandang IPB memiliki kandungan hara yang tinggi karena bahan makanan yang diberikan pada ternak diatur atau dihitung nutrisinya. Kadar hara dari ketiga jenis kompos dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Analisis Kadar Hara Total dari Beberapa Kompos Contoh K Na Ca Mg Fe Cu Zn Mn % Kompos A 0,96 0,03 0,70 0,68 0,60 0,02 0,06 0,09 Kompos B 0,36 0,04 0,19 0,37 2,06 0,01 0,02 0,11 Kompos C 0,24 0,02 0,18 0,21 0,61 0,01 0,02 0, Hasil Analisis Senyawa Organik Larut Air Senyawa organik larut air merupakan bagian dari bahan organik yang terlarut dalam air yang diperoleh dengan menyaring bahan organik menggunakan saringan 0,45µm. Hasil penyaringan terhadap ketiga jenis bahan organik padat menunjukkan adanya perubahan karakteristik dari bahan tersebut. Karakteristik SOLA dari ketiga jenis kompos seperti ph, DHL, karbon organik terlarut disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Analisis Karbon Organik Terlarut, DHL dan ph SOLA dari Beberapa Kompos Contoh DOC (mg/l)* DHL (ms/cm) ph Kompos A 1.046,1 5,6 6,7 Kompos B 142,7 0,7 6,7 Kompos C 40,0 0,8 6,4 Keterangan * : Jumlah bahan organik yang diekstrak sudah memperhitungkan kkadar air DOC : Karbon organik terlarut/disolve organic carbon Karbon organik terlarut menggambarkan senyawa C terlarut yang terkandung dalam air yang berasal dari bahan organik. Hasil pengukuran DOC terhadap ketiga jenis kompos menunjukkan bahwa kompos A memiliki

35 23 kandungan DOC sebesar 1.046,1 mg/l atau 0,105%, kompos B memiliki kandungan DOC sebesar 142,7 mg/l atau 0,014% dan kandungan DOC kompos C sebesar 40,0 mg/l atau 0,004%. Kandungan DOC dari Kompos B dan kompos C menurut Zsolnay (1996 dalam Zsolnay, 2003) masih dikatakan normal dalam ekosistem tanah karena kandungan DOC dari kedua jenis kompos kurang dari 100 mg/l, sedangkan kandungan DOC kompos C sangat tinggi. Tingginya DOC ini menurut Andersson et al. (2000) disebabkan oleh ph yang tinggi dan meningkatnya aktivitas mikroba. Menurut Bernal et al. (1998) kadar DOC yang terkandung dalam kompos apabila kurang dari 1,7% maka kompos tersebut dikategorikan telah matang. Berdasarkan asumsi tersebut, maka ketiga jenis kompos yang digunakan dikategorikan telah matang. Daya hantar listrik merupakan ukuran dari kandungan garam terlarut. Menurut Petrik (1985 dalam Turan, 2008) kompos yang ideal harus memiliki DHL kurang dari 2 ms/cm. Apabila DHL kompos melebihi 2 ms/cm maka kompos tersebut dikatakan salin. Hasil pengukuran DHL terhadap SOLA dari ketiga jenis kompos yang digunakan menunjukkan bahwa kompos A tergolong salin karena memiliki DHL 5,6 ms/cm, sedangkan kompos B dan kompos C digolongkan normal karena DHL kedua kompos tersebut berturut-turut yaitu 0,7 ms/cm dan 0,8 ms/cm. Senyawa organik yang telah diekstrak dengan air memiliki beberapa karakter yang berbeda dengan bahan asalnya. Perbedaan karakter tersebut diantaranya terdapat dalam ph dan kandungan unsur hara. Perubahan ph yang terjadi tidak terlalu tinggi. Gambar 17 memperlihatkan bahwa penyaringan menggunakan saringan 0,45 µm menyebabkan perubahan ph menuju ke arah reaksi yang netral (mendekati ph 7). Kompos A mengalami penurunan ph dari 7,4 menjadi 6,7, sedangkan kompos B dankompos C mengalami peningkatan ph. Peningkatan ph pada kompos B tidak terlalu tinggi yaitu dari ph 6,5 menjadi ph 6,7, sedangkan peningkatan ph kompos C cukup tinggi yaitu 5,4 menjadi 6,4. Menurut Zsolnay (2003) konsentrasi proton dapat memberikan efek yang kuat pada struktur SOLA dan efek ini dapat berbeda-beda antara sumber SOLA yang

36 24 berbeda, sehingga perubahan ph dapat mempengaruhi struktur dari SOLA. Perubahan ph dapat disebabkan oleh keadaan reduktif saat pembuatan SOLA Kom-A Kom-B Kom-C ph H 2 O Bahan Organik Padat ph SOLA Gambar 17. Grafik Perubahan ph Bahan Baku Setelah Disaring. Keterangan : Kom-A : Kompos A Kom-B : Kompos B Kom-C : Kompos C Penyaringan menggunakan saringan membran 0,45 µm tidak hanya menyebabkan perubahan ph, namun menyebabkan juga perubahan kandungan hara. Kandungan unsur hara mikro (Fe, Cu, dan Zn) dalam SOLA sangat rendah dibandingkan bahan bakunya (kompos padat), sedangkan kandungan unsur hara makro (K, Ca, dan Mg) dalam SOLA lebih rendah dari pada bahan bakunya. Hal ini disebabkan oleh kandungan hara SOLA dari ketiga jenis kompos merupakan yang larut air, sedangkan kandungan hara dari bahan baku SOLA (kompos padat) merupakan hara total yang terkandung dalam kompos tersebut. Penyaringan menggunakan saringan membran dapat menyebabkan terjadinya fouling. Fouling merupakan proses terakumulasinya komponen secara permanen akibat filtrasi itu sendiri. Fouling terjadi akibat interaksi yang sangat spesifik secara fisik dan kimia antara berbagai padatan terlarut pada membran (Juansah et al., 2009). Padatan terlarut yang terdapat pada membran dapat menggangu proses penyaringan sehingga dapat dimungkinkan kandungan hara dalam SOLA lebih rendah dari bahan asalnya. Selain itu, penyaringan juga menyebabkan hara tertentu tidak terukur dalam SOLA seperti Mn. Perubahan

37 25 kandungan hara dari masing-masing kompos dapat dilihat pada Gambar 18 sampai 20. Kandungan Na dalam SOLA dari ketiga jenis kompos dan Ca dalam SOLA dari kompos C tidak dipengaruhi oleh proses fouling. Hal ini ditunjukkan dengan kandungan Na dalam SOLA ketiga jenis kompos dan kandunan Ca dalam SOLA dari kompos C sama dengan bahan asalnya (kompos padat). Kandungan hara dalam SOLA dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil Analisis Kandungan Hara dalam SOLA Contoh K Na Ca Mg Fe Cu Zn Mn % ppm Kompos A 0,40 0,03 0,13 0,27 28,61 3,81 2,66 - Kompos B 0,10 0,04 0,02 0,02 8,79 0,99 0,50 - Kompos C 0,07 0,02 0,18 0,05 0,76 0,58 0,36 - Kandungan Hara (%) K Na Ca Mg Bahan baku SOLA Hara Gambar 18. Grafik Perubahan Kandungan Unsur Hara Makro dari Kompos A

38 Kandungan Hara (%) K Na Ca Mg Bahan baku SOLA Hara Gambar 19. Grafik Perubahan Kandungan Unsur Hara Makro dari Kompos B Kandungan Hara (%) K Na Ca Mg Bahan baku SOLA Hara Gambar 20. Grafik Perubahan Kandungan Unsur Hara Makro dari Kompos C

39 27 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. Senyawa organik larut air (SOLA) dari kompos A memiliki DHL 5,6 ms/cm dan DOC sebesar 1.046,1 mg/l. SOLA dari kompos B memiliki DHL 0,7 ms/cm dan DOC sebesar 142,7 mg/l, sedangkan SOLA dari kompos C memiliki DHL 0,8 ms/cm dan DOC sebesar 40,0 mg/l. Secara umum gugus fungsional yang terkandung pada ketiga jenis kompos hampir sama seperti: gugus C-H (alkana-stretch dan alkena), C-O (alkohol, eter, ester dan asam karboksilat), O-H (asam karboksilat), N-H (bend amina dan amida primer dan sekunder), C=O (amida) dan C-X (chlorida, fluorida, bromide dan iodide). 2. Penyaringan dengan saringan 0,45 µm menyebabkan terjadinya perubahan beberapa karakter bahan organik seperti ph dan kandungan hara. ph setelah penyaringan (ph SOLA) mengalami perubahan ke arah reaksi netral (ph 7). Kandungan hara SOLA lebih rendah dari kompos padat kecuali Na dari ketiga jenis kompos dan Ca dari kompos C (jumlah hara dalam SOLA sama dengan kompos padat). Penyaringan juga menyebabkan adanya hara yang tidak terukur dalam SOLA dari ketiga jenis kompos seperti Mn Saran Untuk mengetahui potensi SOLA dalam menyediakan hara bagi tanaman maka diperlukan penelitian lebih lanjut terhadap SOLA, baik dalam peningkatan produksi tanaman maupun kesuburan tanah terutama pada tanah-tanah tua atau miskin hara.

40 28 DAFTAR PUSTAKA Andersson, S., S.I. Nilsson, P. Saetre Leaching of dissolved organic carbon (DOC) and dissolved organic nitrogen (DON) in mor humus as affected by temperature and ph. Soil Biology & Biochemistry. 32: Anwar, S., dan U. Sudadi Kimia Tanah. Departemen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Bernal, M.P., C. Paredes, M.A. Sanchez-Monedero, and J. Cegarra Maturity and stability parameters of composts prepared with a wide-range of organic wastes. Bioresour. Technol. 63: Chantigny, M. H Dissolved and water-extractable organic matter in soils: a review on the influence of land use and management practices. Geoderma. 113: Corvasce, M., A. Zsolnay, V. D Orazio, R. Lopez, T. M. Miano Characterization of water extractable organic matter in a deep soil profile. Chemosphere. 62: Embacher, A., A. Zsolnay, A. Gattinger, and J.C. Munch The dynamics of water extractable organic matter (WEOM) in common arable topsoils: I. Quantity, quality and function over a three year period. Geoderma. 139: Harada, Y. dan A. Inoko The measurament of the cation exchange capacity of compost for the estimation of the maturity. Soil Sci. Plant Nutr. 26: Hart, H Kimia Organik, Suatu Kuliah Singkat, Edisi Keenam. S. Achmadi, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Organic Chemistry, a Short Course, Sixth Edition. Hartatik, W. dan L.R. Widowati Pupuk Kandang. dalam: R.D.M Simanungkalit, D.A. Suryadikarta, R. Saraswati, D. Setyorini dan W. Hartatik Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. Hatta, M Kajian bahan organik dan cara pengelolaan tanah dalam budidaya padi gogorancah di Kabupaten Jeneponto. J. Agrivigor. 5 (1): Indranada, H.K Pengelolaan Kesuburan Tanah. Bina Aksara. Jakarta. Ismangil, dan E. Hanudin Degradasi mineral batuan oleh asam-asam organik. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. 5 (1): 1-17.

41 29 Juansah, J., K. Dahlan dan F. Huriati Peningkatan mutu sari buah nanas dengan memanfaatkan sistem filtrasi aliran dead-end dari membran selulosa asetat. Makara sains. 13(1): Kothawala, D.N., T.R. Moore, and W.H. Hendershot Adsorption of dissolved organic carbon to mineral soils: A comparison of four isotherm approaches. Geoderma. 148: Kussow, W.R Introduction to Soil Chemistry. Departemen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Notohadiprawiro, T Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. Pavia, D.L., G.M. Lampaman, G.S. Kriz Introduction to Spectroscopy.3 th ed. Departemen of Chemistry. Western Washington University. Bellingham, Washington. Sarief, E.S Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung. Setyorini, D., R. Saraswati, dan E.A. Anwar Kompos. Dalam: R.D.M Simanungkalit, D.A. Suryadikarta, R. Saraswati, D. Setyorini dan W. Hartatik (Eds) Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. Suryadikarta, D.A., dan R.D.M Simanungkalit Pendahuluan. Dalam: R.D.M Simanungkalit, D.A. Suryadikarta, R. Saraswati, D. Setyorini dan W. Hartatik (Eds) Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. Sullivan, D.M., dan R. O. Miller Compost Quality Attributes, Measurements, and Variability. Dalam: Peter J. Stoffella dan Brian A. Kahn (Eds). Compost Utilization in Horticultural Cropping Systems. Lewis Publishers. New York. Supardi, G Sifat dan Ciri Tanah. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tan K.H Dasar-Dasar Kimia Tanah. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Traversa A., E. Loffredo, C. E. Gattullo, and N. Senesi Water-extractable organic matter of different composts: A comparative study of properties and allelochemical effects on horticultural plants. Geoderma. 156: Turan, N. G The effects of natural zeolite on salinity level of poultry litter compost. Bioresource Technology. 99:

42 30 Undurraga, P., E. Zagal, G. Sepúlveda, N. Valderrama Dissolved organic carbon and nitrogen in Andisol for six crop rotations with different soil management intensity. Chilean journal of agricultural research. 69(3): Zsolnay, A Dissolved organic matter: artefacts, definitions, and functions. Geoderma. 113:

43 LAMPIRAN 31

44 32 Lampiran 1. Data Pengukuran Gugus Fungsional Kompos Kotoran Ayam No Peak Intensity Corr. Intensity Base (H) Base (L) Are Corr.Area 1 428,20 40,90 0,43 451,34 420,48 11,89 0, ,63 39,95 2,20 501,49 455,20 17,70 0, ,93 40,66 3,39 636,51 505,35 48,79 2, ,08 44,71 1,74 671,23 640,37 10,44 0, ,66 47,27 1,41 736,81 702,09 10,81 0, ,68 43,97 11,46 891,11 860,25 9,25 1, ,40 54,73 1,40 925,83 894,97 7,92 0, ,70 41,17 4, ,71 929,69 44,23 2, ,99 42,52 1, , ,56 62,82 1, ,17 56,87 1, , ,45 10,77 0, ,04 40,14 0, , ,60 32,08 0, ,47 39,77 0, , ,90 7,69 0, ,92 53,19 0, , ,77 7,34 0, ,07 50,60 0, , ,21 9,95 0, ,80 77,08 3, , ,37 8,12 0, ,84 83,49 0, , ,54 13,76 0, ,18 76,86 2, , ,30 16,67 0, ,95 61,44 2, , ,61 68,27 1, ,84 54,53 16, , ,24 145,50 48, ,75 82,52 1, , ,18 3,70-2,77

45 33 Lampiran 2. Data Pengukuran Gugus Fungsional Kompos Kotoran Sapi No Peak Intensity Corr. Intensity Base (H) Base (L) Are Corr.Area 1 432,05 45,10 1,06 443,63 420,48 7,91 0, ,63 43,25 3,62 501,49 447,49 18,57 0, ,21 45,95 3,37 636,51 505,35 40,58 1, ,08 51,62 2,04 659,66 640,37 5,43 0, ,52 54,60 0,60 736,81 682,80 13,49 0, ,53 57,78 1,10 860,25 759,95 21,98 0, ,26 59,74 2,82 937,40 883,40 11,39 0, ,85 48,54 5, ,42 941,26 34,78 2, ,85 51,19 1, , ,28 31,05 0, ,01 62,01 0, , ,58 18,74 0, ,74 65,76 0, , ,88 6,20 0, ,89 59,87 4, , ,60 12,01 0, ,75 64,02 0, , ,18 14,79 0, ,05 65,97 0, , ,05 5,36 0, ,63 64,76 0, , ,76 6,39 0, ,06 63,01 1, , ,34 12,11 0, ,07 63,72 1, , ,49 22,53 0, ,69 89,61 0, , ,98 11,10 0, ,93 81,26 0, , ,02 24,74 0, ,80 78,88 1, , ,65 6,09 0, ,23 77,44 0, , ,23 4,13 0, ,84 68,28 0, , ,66 42,68 1, ,46 76,12 1, , ,74 6,67 0, ,61 83,63 5, , ,18 2,66 0,37

46 34 Lampiran 3. Data Pengukuran Gugus Fungsional Kompos Campuran No Peak Intensity Corr. Intensity Base (H) Base (L) Are Corr.Area 1 435,91 44,81 0,53 443,63 424,34 6,65 0, ,77 43,15 2,44 509,21 455,20 18,35 0, ,35 47,93 2,26 636,51 513,07 36,38 1, ,08 53,67 2,05 659,66 640,37 5,10 0, ,37 55,39 1,48 729,09 682,80 11,32 0, ,38 56,76 1,01 786,96 732,95 12,72 0, ,68 62,93 1,15 883,40 860,25 4,53 0, ,26 60,76 1,92 929,69 887,26 8,78 0, ,56 48,72 4, ,42 933,55 36,26 1, ,85 50,29 1, , ,28 50,62 1, ,89 63,64 2, , ,16 17,47 0, ,75 65,20 1, , ,32 15,73 0, ,92 67,67 0, , ,20 9,66 0, ,07 67,25 1, , ,49 21,65 0, ,95 86,50 1, , ,09 4,80 0, ,03 88,74 0, , ,02 4,90 0, ,93 81,01 0, , ,18 20,77 0, ,94 79,21 1, , ,65 6,06 0, ,23 77,97 0, , ,23 4,03 0, ,56 71,78 0, , ,24 34,23 0, ,59 76,25 0, , ,88 7,91 0, ,32 77,24 2, , ,17 7,98 0, ,75 83,47 2, , ,18 3,36-1,16

47 35 Lampiran 4. Hasil Analisis FTIR pada kompos A Lampiran 5. Hasil Analisis FTIR pada kompos B

48 Lampiran 6. Hasil Analisis FTIR pada kompos C 36

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 12 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Bahan Organik Padat Karakteristik dari ketiga jenis bahan organik padat yaitu kadar air, C- organik, N-total, C/N ratio, ph dan KTK disajikan pada Tabel 4. Tabel

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Bahan Organik

II. TINJAUAN PUSTAKA Bahan Organik 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Organik Bahan organik tersusun atas bahan-bahan yang sangat beraneka berupa zat yang ada dalam jaringan tumbuhan dan hewan, sisa organik yang sedang menjalani perombakan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 25 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Organik Asal Hasil analisis ph, KTK, kadar air, padatan terlarut (TSS), C-organik, N- total dan C/N pada bahan serasah pinus (SP), gambut kering (GK),

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan bagian dari fraksi organik yang telah mengalami degradasi dan dekomposisi, baik sebagian atau keseluruhan menjadi satu dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifatsifat Fisik Perubahan warna, suhu, dan pengurangan volume selama proses pengomposan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Perubahan Warna, Bau, Suhu, dan Pengurangan Volume

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Organik Tanah Bahan organik meliputi semua bahan yang berasal dari jasad hidup, baik tumbuhan maupun hewan. Bahan organik tanah (BOT) merupakan kumpulan senyawa-senyawa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri

I. PENDAHULUAN. jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Di Indonesia jagung merupakan bahan pangan kedua setelah padi. Selain itu, jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri lainnya.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KOMPOS DARI BAHAN TANAMAN KALIANDRA, JERAMI PADI DAN SAMPAH SAYURAN. Oleh ADE MULYADI A

KARAKTERISTIK KOMPOS DARI BAHAN TANAMAN KALIANDRA, JERAMI PADI DAN SAMPAH SAYURAN. Oleh ADE MULYADI A KARAKTERISTIK KOMPOS DARI BAHAN TANAMAN KALIANDRA, JERAMI PADI DAN SAMPAH SAYURAN Oleh ADE MULYADI A24101051 PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 1 KARAKTERISTIK KOMPOS

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Dalam beberapa tahun terakhir ini, sistem berkelanjutan yang berwawasan lingkungan sedang digalakkan dalam sistem pertanian di Indonesia. Dengan semakin mahalnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari bahan-bahan yang

Lebih terperinci

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu: 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di lapang pada bulan Februari hingga Desember 2006 di Desa Senyawan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Gambar 3). Analisis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah selain menghasilkan air susu juga menghasilkan limbah. Limbah tersebut sebagian besar terdiri atas limbah ternak berupa limbah padat (feses) dan limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) merupakan tanaman perdu dan berakar tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya. Tomat

Lebih terperinci

Kata Kunci : kompos, kotoran sapi, kotoran ayam, kualitas kompos, C/N rasio.

Kata Kunci : kompos, kotoran sapi, kotoran ayam, kualitas kompos, C/N rasio. Putu Citra Dewi. 1211305017. 2017. Kajian Proses Pengomposan Berbahan Baku Limbah Kotoran Sapi dan Kotoan Ayam. Dibawah bimbingan Dr.Ir. Yohanes Setiyo, MP sebagai Pembimbing I dan Ir. IGN Apriadi Aviantara,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan tanah yang bertekstur relatif berat, berwarna merah

TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan tanah yang bertekstur relatif berat, berwarna merah TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol merupakan tanah yang bertekstur relatif berat, berwarna merah atau kuning dengan struktur gumpal mempunyai agregat yang kurang stabil dan permeabilitas rendah. Tanah ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Organik Cair Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan sebagian unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman. Peran pupuk sangat dibutuhkan oleh tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

II. METODOLOGI PENELITIAN

II. METODOLOGI PENELITIAN 1 2 stretching vibration and 1660-1630 cm -1 for stretching vibration of C=O. The ash content of the peat was 64.85 (w/w), crude extract was 22.2% (w/w) and humic acid was 28.4% (w/w). The water content

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang memiliki prospek pengembangan cukup cerah, Indonesia memiliki luas areal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar wilayahnya didominasi oleh tanah yang miskin akan unsur hara, salah satunya adalah

Lebih terperinci

PENGIKATAN C-ORGANIK SETELAH PENAMBAHAN BEBERAPA JENIS KOMPOS PADA DUA JENIS TANAH DENGAN TUTUPAN LAHAN YANG BERBEDA M.

PENGIKATAN C-ORGANIK SETELAH PENAMBAHAN BEBERAPA JENIS KOMPOS PADA DUA JENIS TANAH DENGAN TUTUPAN LAHAN YANG BERBEDA M. PENGIKATAN C-ORGANIK SETELAH PENAMBAHAN BEBERAPA JENIS KOMPOS PADA DUA JENIS TANAH DENGAN TUTUPAN LAHAN YANG BERBEDA M. ASRAR IQBAL DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. Susunan morfologi kedelai terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri dari bahan organik yang berasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008).

I. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas mikroorganisme. Bahan organik merupakan sumber energi dan bahan makanan bagi mikroorganisme yang hidup

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: 978-602-18962-5-9 PENGARUH JENIS DAN DOSIS BAHAN ORGANIK PADA ENTISOL TERHADAP ph TANAH DAN P-TERSEDIA TANAH Karnilawati 1), Yusnizar 2) dan Zuraida 3) 1) Program

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Ultisol dan Permasalahan Kesuburannya Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami kesuburan tanah marginal tergolong rendah. Hal ini ditunjukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Salah satu limbah peternakan ayam broiler yaitu litter bekas pakai pada masa pemeliharaan yang berupa bahan alas kandang yang sudah tercampur feses dan urine (litter broiler).

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT )

PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT ) PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT ) Pendahuluan Pupuk Organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan/atau bagian hewan dan/atau limbah organik lainnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu merupakan bahan pangan pokok ketiga setelah beras dan jagung. Daunnya dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya Abu terbang segar yang baru diambil dari ESP (Electrostatic Precipitator) memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007)

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Unsur Hara Lambang Bentuk tersedia Diperoleh dari udara dan air Hidrogen H H 2 O 5 Karbon C CO 2 45 Oksigen O O 2

Lebih terperinci

KARAKTERISASI BAHAN ORGANIK DAN SENYAWA ORGANIK LARUT AIR PADA GAMBUT, SERASAH PINUS DAN LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT. Oleh BAYUAJI ALVIANTORO A

KARAKTERISASI BAHAN ORGANIK DAN SENYAWA ORGANIK LARUT AIR PADA GAMBUT, SERASAH PINUS DAN LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT. Oleh BAYUAJI ALVIANTORO A KARAKTERISASI BAHAN ORGANIK DAN SENYAWA ORGANIK LARUT AIR PADA GAMBUT, SERASAH PINUS DAN LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT Oleh BAYUAJI ALVIANTORO A14060376 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan hakekatnya merupakan usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dari generasi ke generasi. Sudah sejak lama, komitmen pertambangan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PEMBUATAN PUPUK ORGANIK BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 Sesi : PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

Lebih terperinci

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN Tanah sulfat masam merupakan tanah dengan kemasaman yang tinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi 4.1.1. Kakteristik Ultisol Gunung Sindur Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah disajikan pada tabel.1.

Lebih terperinci

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain :

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain : SIFAT KIMIA TANAH Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain : 1. Derajat Kemasaman Tanah (ph) Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai ph. Nilai ph menunjukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) merupakan salah satu komoditas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) merupakan salah satu komoditas pertanian unggulan yang dianggap memiliki prospek yang baik. Hal ini terkait dengan semakin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian dan Terhadap Sifat sifat Kimia Tanah Penelitian ini mengevaluasi pengaruh pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan hara tanah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat Tanaman tomat diduga berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan terutama Peru dan Ekuador, kemudian menyebar ke Italia, Jerman dan negaranegara Eropa lainnya. Berdasarkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays saccharata Sturt) merupakan tanaman pangan yang memiliki masa produksi yang relatif lebih cepat, bernilai ekonomis

Lebih terperinci

Pemberian Bahan Organik Kompos Jerami Padi dan Abu Sekam Padi dalam Memperbaiki Sifat Kimian Tanah Ultisol Serta Pertumbuhan Tanaman Jagung

Pemberian Bahan Organik Kompos Jerami Padi dan Abu Sekam Padi dalam Memperbaiki Sifat Kimian Tanah Ultisol Serta Pertumbuhan Tanaman Jagung Pemberian Bahan Organik Jerami Padi dan Abu Sekam Padi dalam Memperbaiki Sifat Kimian Tanah Ultisol Serta Pertumbuhan Tanaman Jagung Application of Organic Rice Straw Compost and Rice Ash to Improve Chemical

Lebih terperinci

PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011

PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011 PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011 TUJUAN PEMBELAJARAN Memahami definisi pupuk kandang, manfaat, sumber bahan baku, proses pembuatan, dan cara aplikasinya Mempelajari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol 18 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol Ultisol merupakan tanah-tanah yang mempunyai horizon argilik atau kandik dengan nilai kejenuhan basa rendah. Kejenuhan basa (jumlah kation basa) pada

Lebih terperinci

PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU

PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU Oleh : Sri Utami Lestari dan Azwin ABSTRAK Pemilihan

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT (SLUDGE) PABRIK PULP DAN PAPER

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT (SLUDGE) PABRIK PULP DAN PAPER PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT (SLUDGE) PABRIK PULP DAN PAPER Maria Peratenta Sembiring dan Rozanna Sri Irianty Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau Kampus Binawidya Jl. HR. Subrantas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang

TINJAUAN PUSTAKA. yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang TINJAUAN PUSTAKA Kompos Kulit Buah Kakao Ada empat fungsi media tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang tersedia bagi tanaman,

Lebih terperinci

EKSTRAKSI ASAM HUMAT DARI KOMPOS DAN ENDAPAN TAMBAK IKAN SKRIPSI. Oleh: RATNA JUWITA FEBRIANA NAIBAHO

EKSTRAKSI ASAM HUMAT DARI KOMPOS DAN ENDAPAN TAMBAK IKAN SKRIPSI. Oleh: RATNA JUWITA FEBRIANA NAIBAHO EKSTRAKSI ASAM HUMAT DARI KOMPOS DAN ENDAPAN TAMBAK IKAN SKRIPSI Oleh: RATNA JUWITA FEBRIANA NAIBAHO 0931010058 PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah Kimia Tanah 23 BAB 3 KIMIA TANAH Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah A. Sifat Fisik Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan salah satu komoditas pertanian

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan salah satu komoditas pertanian I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan salah satu komoditas pertanian yang cukup banyak digemari, karena memiliki kandungan gula yang relatif tinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat di sekitar

I. PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat di sekitar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tragedi lumpur Lapindo Brantas terjadi pada tanggal 29 Mei 2006 yang telah menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat di sekitar Desa Renokenongo (Wikipedia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

Seiring dengan bertambahnya penduduk dan meningkatnya kesejahteraan. penduduk, kebutuhan akan pangan dan sayuran segar juga terus meningkat.

Seiring dengan bertambahnya penduduk dan meningkatnya kesejahteraan. penduduk, kebutuhan akan pangan dan sayuran segar juga terus meningkat. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan bertambahnya penduduk dan meningkatnya kesejahteraan penduduk, kebutuhan akan pangan dan sayuran segar juga terus meningkat. Untuk meningkatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara lain kemantapan agregat yang rendah sehingga tanah mudah padat,

TINJAUAN PUSTAKA. antara lain kemantapan agregat yang rendah sehingga tanah mudah padat, TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol Beberapa masalah fisik yang sering dijumpai dalam pemanfaatan ultisol antara lain kemantapan agregat yang rendah sehingga tanah mudah padat, permeabilitas yang lambat dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Komposisi Bahan Baku Sebelum dan Setelah Dikomposkan Bahan baku yang dikomposkan memiliki kandungan C/N rasio yang berbeda (Tabel 2). Pengomposan terhadap bahan baku (raw

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto,

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto, 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Limbah Ternak 2.1.1. Deksripsi Limbah Ternak Limbah didefinisikan sebagai bahan buangan yang dihasilkan dari suatu proses atau kegiatan manusia dan tidak digunakan lagi pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

Pengaruh Zeolit dan Pupuk Kandang Terhadap Residu Unsur Hara dalam Tanah

Pengaruh Zeolit dan Pupuk Kandang Terhadap Residu Unsur Hara dalam Tanah Pengaruh Zeolit dan Pupuk Kandang Terhadap Residu Unsur Hara dalam Tanah Lenny M. Estiaty 1, Suwardi 2, Ika Maruya 3, dan Dewi Fatimah 1 1 Geoteknologi-LIPI, Bandung Email: lenny@geotek.lipi.go.id 2 Staf

Lebih terperinci

KESUBURAN TANAH LAHAN PETANI KENTANG DI DATARAN TINGGI DIENG 1

KESUBURAN TANAH LAHAN PETANI KENTANG DI DATARAN TINGGI DIENG 1 KESUBURAN TANAH LAHAN PETANI KENTANG DI DATARAN TINGGI DIENG 1 Nasih Widya Yuwono, Benito Heru Purwanto & Eko Hanudin Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Survei lapangan

Lebih terperinci

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990).

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). LAMPIRAN 74 Lampiran 1. Klasifikasi fraksi tanah menurut standar Internasional dan USDA. Tabel kalsifikasi internasional fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). Fraksi Tanah Diameter (mm) Pasir 2.00-0.02

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Sawah Perubahan kimia tanah sawah berkaitan erat dengan proses oksidasi reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat ketersediaan hara dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Institut Pertanian Bogor, serta di kebun percobaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi tanah pada lahan pertanian saat sekarang ini untuk mencukupi kebutuhan akan haranya sudah banyak tergantung dengan bahan-bahan kimia, mulai dari pupuk hingga

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pupuk Bokasi adalah pupuk kompos yang diberi aktivator. Aktivator yang digunakan adalah Effective Microorganism 4. EM 4 yang dikembangkan Indonesia pada umumnya

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran. 28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengamatan 4.1.1 Tinggi Tanaman Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis dan dosis amelioran tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman padi ciherang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia, jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan penting sebagai

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia, jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan penting sebagai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Di Indonesia, jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan penting sebagai sumber karbohidrat kedua setelah beras, sebagai bahan makanan ternak dan bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

Kata kunci: jerami padi, kotoran ayam, pengomposan, kualitas kompos.

Kata kunci: jerami padi, kotoran ayam, pengomposan, kualitas kompos. I Ketut Merta Atmaja. 1211305001. 2017. Pengaruh Perbandingan Komposisi Jerami dan Kotoran Ayam terhadap Kualitas Pupuk Kompos. Dibawah bimbingan Ir. I Wayan Tika, MP sebagai Pembimbing I dan Prof. Ir.

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK SLOW RELEASE UREA- ZEOLIT- ASAM HUMAT (UZA) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN PADI VAR. CIHERANG

PENGARUH PUPUK SLOW RELEASE UREA- ZEOLIT- ASAM HUMAT (UZA) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN PADI VAR. CIHERANG PENGARUH PUPUK SLOW RELEASE UREA- ZEOLIT- ASAM HUMAT (UZA) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN PADI VAR. CIHERANG KURNIAWAN RIAU PRATOMO A14053169 MAYOR MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah Ultisol termasuk bagian terluas dari lahan kering yang ada di Indonesia yaitu 45.794.000 ha atau sekitar 25 % dari total luas daratan Indonesia (Subagyo, dkk, 2000). Namun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat Umum Tanah Masam Tanah tanah masam di Indonesia sebagian besar termasuk ke dalam ordo ksisol dan Ultisol. Tanah tanah masam biasa dijumpai di daerah iklim basah. Dalam keadaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian (potensial), asalkan

TINJAUAN PUSTAKA. sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian (potensial), asalkan TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Tanah Ultisol sering diidentikkan dengan tanah yang tidak subur, tetapi sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian (potensial), asalkan dilakukan pengelolaan yang memperhatikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol Tanah-tanah yang tersedia untuk pertanian sekarang dan akan datang adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti ordo Ultisol. Ditinjau dari

Lebih terperinci

LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI SRI NURYANI HIDAYAH UTAMI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI SRI NURYANI HIDAYAH UTAMI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI SRI NURYANI HIDAYAH UTAMI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA PENYEBAB Kebakaran hutan penebangan kayu (illegal logging, over logging), perambahan hutan, dan konversi lahan Salah

Lebih terperinci

POTENSI BUFFER ORGANOMINERAL SEBAGAI PENYEDIA NUTRISI PADA TANAH BERGARAM UNTUK PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays) SKRIPSI

POTENSI BUFFER ORGANOMINERAL SEBAGAI PENYEDIA NUTRISI PADA TANAH BERGARAM UNTUK PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays) SKRIPSI POTENSI BUFFER ORGANOMINERAL SEBAGAI PENYEDIA NUTRISI PADA TANAH BERGARAM UNTUK PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays) SKRIPSI Diajukan Oleh : ADHISTIA ZAHRO 0925010007 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan zat gizi yang lengkap dalam menu makanan yang sehat dan seimbang

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan zat gizi yang lengkap dalam menu makanan yang sehat dan seimbang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sayuran bagi manusia sangat erat hubungannya dengan kesehatan, sebab sayuran banyak mengandung vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh terutama adanya

Lebih terperinci

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh TINJAUAN PUSTAKA Penggenangan Tanah Penggenangan lahan kering dalam rangka pengembangan tanah sawah akan menyebabkan serangkaian perubahan kimia dan elektrokimia yang mempengaruhi kapasitas tanah dalam

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK OLEH: NAMA : ISMAYANI STAMBUK : F1 F1 10 074 KELOMPOK : III KELAS : B ASISTEN : RIZA AULIA JURUSAN FARMASI FAKULTAS

Lebih terperinci