PENGIKATAN C-ORGANIK SETELAH PENAMBAHAN BEBERAPA JENIS KOMPOS PADA DUA JENIS TANAH DENGAN TUTUPAN LAHAN YANG BERBEDA M.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGIKATAN C-ORGANIK SETELAH PENAMBAHAN BEBERAPA JENIS KOMPOS PADA DUA JENIS TANAH DENGAN TUTUPAN LAHAN YANG BERBEDA M."

Transkripsi

1 PENGIKATAN C-ORGANIK SETELAH PENAMBAHAN BEBERAPA JENIS KOMPOS PADA DUA JENIS TANAH DENGAN TUTUPAN LAHAN YANG BERBEDA M. ASRAR IQBAL DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 ABSTRAK M. Asrar Iqbal. Pengikatan C-Organik setelah Penambahan beberapa Jenis Kompos pada Dua Jenis Tanah dengan Tutupan Lahan yang Berbeda. Di bawah bimbingan Sudarsono dan Darmawan. Kadar bahan organik dalam tanah ditentukan oleh dua faktor yaitu sifat tanah itu sendiri dan sumber bahan organik yang diterima oleh tanah. Sumber bahan organik yang diterima oleh tanah berasal dari vegetasi alami (atas permukaan tanah), dari bawah permukaan tanah (akar tanaman) serta diberikan dalam bentuk amelioran berupa kompos. Secara umum, kadar bahan organik di dalam tanah tidak lebih besar dari 3-5 persen, tetapi pengaruhnya sangat penting bagi tanah. Bahan organik di dalam tanah terdapat dalam tiga bentuk yaitu bebas, berikatan dengan klei, serta berikatan dengan dan Fe. Kemampuan tanah dalam mengikat bahan organik berbeda-beda pada setiap jenis tanah, dalam hal ini terkait dengan tipe dan kadar klei, serta kadar dan Fe. Di samping itu, vegetasi alami dan tutupan lahan yang berada di atas permukaan tanah juga mempengaruhi kadar bahan organik dalam tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan dua jenis tanah dalam mengikat bahan organik yang berasal dari kompos dikaitkan dengan perbedaan tutupan lahan. Contoh tanah yang digunakan yaitu Andosol Sukamantri dan Latosol Dramaga dengan tutupan lahan berupa tegalan dan kebun campuran. Contoh tanah diambil dari dua kedalaman teratas pada setiap jenis tanah. Bahan organik yang ditambahkan berupa kompos kotoran sapi, kompos kotoran ayam dan kompos jerami. Sifat-sifat tanah yang ditetapkan meliputi kadar C-organik, -dd dan tekstur tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan kompos mengakibatkan terjadi peningkatan kadar C-organik terikat klei, C-organik terikat Fe dan serta bahan organik bebas pada setiap jenis tanah. Besarnya peningkatan C-organik yang terikat selama masa inkubasi 3 bulan bervariasi antar dan pada setiap jenis tanah. Tanah Andosol Sukamantri mengikat bahan organik dalam jumlah yang lebih kecil dibandingkan Tanah Latosol Dramaga. Tanah dengan tutupan lahan kebun campuran mengikat bahan organik dalam jumlah yang lebih kecil dibandingkan tutupan lahan tegalan. Kadar C-organik terikat klei lebih besar dibanding kadar C-organik terikat Fe dan serta bahan organik bebas pada setiap jenis tanah. Tanah Andosol Sukamantri memiliki ratio klei terhadap bahan organik dan ratio -dd terhadap bahan organik yang rendah dibanding tanah Latosol Dramaga. Ratio klei terhadap bahan organik dan ratio -dd terhadap bahan organik pada lapisan atas lebih rendah dibanding lapisan bawah pada setiap jenis tanah. Ratio klei terhadap bahan organik dan ratio -dd terhadap bahan organik pada setiap jenis tanah mengalami penurunan setelah dilakukan penambahan kompos.

3 ABSTRACT M. Asrar Iqbal. Bonding of Organic-C after Addition of Various Types of Compost into Two Types of Soils of Different Land Covers. Under supervision of Sudarsono and Darmawan. Soil organic matter content is determined by two factors : characteristic of soil and the source of organic matter. Source of organic matter come from natural vegetation (soil surface), under surface of soil (plant roots) and addition of organic matter. In general, soil organic matter content is about 3 to 5 percent, but it s influence is very important to soil. There are three forms of organic matter in soil, i.e free, bound to clay and bound to and Fe. Soil ability to bind organic matter is different in each type of soil. It is associated with clay type and clay content and also and Fe content. Natural vegetation and land cover also influence organic matter content in soil. The objective of the research was to know the ability of two type of soils in bonding organic matter from compost in relation to a difference in land cover. Soil samples that were used consist of Andosol from Sukamantri and Latosol from Dramaga. The samples were taken from two upper layers of each type of soil. The organic matter that added were cow manure compost, chicken manure compost and straw compost. The mixture was incubated three months. Soil characteristics were analyzed included c-organic content, -dd and soil texture. The result of this research showed that compost addition has increased clay bound organic carbon, Fe and bound organic carbon also free organic matter content in each type of soil. Organic carbon content in three month of incubation period varied inter and each type of soil. Andosol Sukamantri contained bound soil organic matter lower than Latosol Dramaga. Soil under plantation land cover contained bound soil organic matter lower than annual crops land cover. Clay bound organic carbon content higher than Fe and bound organic carbon also free organic matter in each type of soil. Andosol Sukamantri has clay ratio of organic matter and exch- ratio of organic matter lower than Latosol Dramaga. Clay ratio of organic matter and exch- ratio of organic matter in first upper layer of soil lower than second upper layer in each type of soil. Clay ratio of organic matter and exch- ratio of organic matter in each type of soil decreased after compost addition.

4 PENGIKATAN C-ORGANIK SETELAH PENAMBAHAN BEBERAPA JENIS KOMPOS PADA DUA JENIS TANAH DENGAN TUTUPAN LAHAN YANG BERBEDA M. ASRAR IQBAL Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

5 Judul Skripsi : Pengikatan C-organik setelah Penambahan Beberapa Jenis Kompos pada Dua Jenis Tanah dengan Tutupan Lahan yang Berbeda Nama : M. Asrar Iqbal NIM : A Pembimbing I Menyetujui, Pembimbing II Prof. Dr Ir Sudarsono, M.Sc. Dr Ir Darmawan, M.Sc. NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Dr Ir Syaiful Anwar, M.Sc. NIP Tanggal Lulus :

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Payakumbuh pada tanggal 25 Maret 1989 dari pasangan Iqbal dan Mulyati. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2007 penulis lulus dari SMA N 1 Kecamatan Guguak dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih program studi Manajemen Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Pengantar Ilmu Tanah pada tahun Selain itu, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan mahasiswa dan Organisasi Mahasiswa Daerah. Pada tahun 2008 penulis aktif sebagai pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Departemen Pengembangan Sumberdaya Manusia, dan Manajer Operasional Leadership and Entrepreneurship School IPB. Pada tahun 2010 penulis aktif sebagai Ketua Organisasi Mahasiswa Daerah Payakumbuh. Di samping itu, penulis juga aktif dalam kegiatan bulutangkis IPB dan pada tahun 2012 penulis memenangi kejuaraan bulutangkis olimpiade Minang.

7 KATA PENGANTAR hamdulillah, Puji dan syukur penulis ucapkan ke Hadirat lah SWT yang senantiasa memberikan karunia-nya berupa kesehatan, kekuatan sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian berjudul Pengikatan C-organik setelah Penambahan Beberapa Jenis Kompos pada Dua Jenis Tanah dengan Tutupan Lahan yang Berbeda. Penelitian ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi di Program Sarjana Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Prof. Dr Ir Sudarsono, MSc. dan Dr Ir Darmawan, M.Sc. atas kesediaan meluangkan waktunya dalam membimbing penulis menyelesaikan penelitian dan karya ilmiah ini. Terima kasih kepada Dr Ir Iskandar sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran untuk kesempurnaan karya ilmiah ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah ikut membantu dan berkontribusi dalam berbagai hal. Akhirnya, semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis, sivitas akademika, peneliti, pemerintah dan semua pihak yang terkait, sehingga mampu memperkaya khasanah keilmuan bidang Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan di masa mendatang. Bogor, Agustus 2012 Penulis

8 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan... 1 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Organik Tanah Sumber Bahan Organik Dekomposisi Bahan Organik Tanah Laju Dekomposisi Bahan Organik Tanah Peranan Bahan Organik Tanah Bentuk Bahan Organik Tanah Kompos Faktor yang Mempengaruhi Pengomposan... 8 BAB III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan Kadar C-organik Tanah tanpa Penambahan Kompos Perubahan Kadar C-organik Tanah setelah Penambahan Kompos Perubahan Kadar C-organik Tanah setelah Penambahan Kompos Kotoran Sapi dan Masa Inkubasi Perubahan Kadar C-organik Tanah setelah Penambahan Kompos Kotoran Ayam dan Masa Inkubasi Perubahan Kadar C-organik Tanah setelah Penambahan Kompos Jerami dan Masa Inkubasi Perubahan Kadar C-organik Tanah setelah Penambahan Kompos berdasarkan Penggunaan Lahan Perubahan Kadar C-organik Tanah setelah Penambahan Kompos berdasarkan Jenis Kompos Perubahan Proporsi C-organik yang terikat terhadap C-organik Total Tanah Ratio Klei dan -dd terhadap Bahan Organik Tanah BAB V. KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN i ii

9 i Nomor DAFTAR TABEL Teks Halaman 1 Kadar C-Organik Total Tanah Latosol Dramaga tanpa Penambahan Kompos Kadar Bahan Organik Bebas tanpa Penambahan Kompos Kadar Bahan Organik yang Terikat tanpa Penambahan Kompos Kadar Total C-Organik Tanah setelah Penambahan Kompos Kotoran Sapi dan Masa Inkubasi Kadar Bahan Organik Bebas Tanah setelah Penambahan Kompos Kotoran Sapi dan Masa Inkubasi Kadar Bahan Organik yang Terikat setelah Penambahan Kompos Kotoran Sapi dan Masa Inkubasi Kadar Total C-Organik Tanah Setelah Penambahan Kompos Kotoran Ayam dan Masa Inkubasi Kadar Bahan Organik Bebas Tanah Setelah Penambahan Kompos Kotoran Ayam dan Masa Inkubasi Kadar Bahan Organik Terikat setelah Penambahan Kompos Kotoran Ayam dan Masa Inkubasi Kadar Total C-Organik setelah Penambahan Kompos Jerami Kadar Bahan Organik Bebas Tanah setelah Penambahan Kompos Jerami dan Masa Inkubasi Kadar Bahan Organik Terikat setelah Penambahan Kompos Jerami dan Masa Inkubasi Tambahan Bahan Organik yang Terikat pada Lapisan 1 pada Dua Jenis Tanah dan Masa Inkubasi Tambahan Bahan Organik yang Terikat pada Lapisan 2 pada Dua Jenis Tanah dan Masa Inkubasi Perubahan Kadar Bahan Organik Setelah Penambahan Kompos berdasarkan Jenis Kompos dan Masa Inkubasi Perubahan proporsi C-organik yang terikat pada tanah Latosol Dramaga dan Masa Inkubasi Perubahan Proporsi C-organik yang terikat pada tanah Andosol Sukamantri dan Masa Inkubasi Ratio Klei/Bahan Organik pada Dua Jenis Tanah Ratio -dd/bahan Organik pada Dua Jenis Tanah... 33

10 ii Lampiran Nomor Halaman 1 Fraksionasi Kadar C-Organik Tanah Latosol Dramaga Tanpa Penambahan Kompos Fraksionasi Kadar C-Organik Tanah Andosol Sukamantri Tanpa Penambahan Kompos Fraksionasi Kadar C-Organik Tanah Latosol Dramaga Setelah Penambahan Kompos Kotoran Sapi Fraksionasi Kadar C-Organik Tanah Andosol Sukamantri Setelah Penambahan Kompos Kotoran Sapi Fraksionasi Kadar C-Organik Tanah Latosol Dramaga Setelah Penambahan Kompos Kotoran Ayam Fraksionasi Kadar C-Organik Tanah Andosol Sukamantri Setelah Penambahan Kompos Kotoran Ayam Fraksionasi Kadar C-Organik Tanah Latosol Dramaga Setelah Penambahan Kompos Jerami Fraksionasi Kadar C-Organik Tanah Andosol Sukamantri Penambahan Kompos Jerami Data ph, -dd, dan Tekstur pada Dua Jenis Tanah Proporsi Kadar C-organik Tanah Latosol Dramaga tanpa Penambahan Kompos Proporsi Kadar C-organik Tanah Andosol Sukamantri tanpa Penambahan Kompos Proporsi Kadar C-organik Tanah Latosol Dramaga setelah Penambahan Kompos Kotoran Sapi Proporsi Kadar C-organik Tanah Andosol Sukamantri setelah Penambahan Kompos Kotoran Sapi Proporsi Kadar C-organik Tanah Latosol Dramaga setelah Penambahan Kompos Kotoran Ayam Proporsi Kadar C-organik Tanah Andosol Sukamantri setelah Penambahan Kompos Kotoran Ayam Proporsi Kadar C-organik Tanah Latosol Dramaga setelah Penambahan Kompos Kotoran Jerami Proporsi Kadar C-organik Tanah Andosol Sukamantri setelah Penambahan Kompos Jerami Ratio Klei/Bahan Organik pada Dua Jenis Tanah dan Inkubasi Ratio -dd/bahan Organik pada Dua Jenis Tanah dan Inkubasi 48

11 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan tanah yang sering dihadapi adalah masalah yang berkaitan dengan menurunnya kadar bahan organik secara terus menerus. Bahan organik tanah itu sendiri berperan penting dalam menciptakan kesuburan tanah, baik secara fisik, kimia maupun biologi. Kadar bahan organik dalam tanah ditentukan oleh dua faktor yaitu sifat tanah itu sendiri dan sumber bahan organik yang diterima oleh tanah. Sumber bahan organik yang diterima oleh tanah berasal dari vegetasi alami (atas permukaan tanah), dari bawah permukaan tanah (akar tanaman) serta diberikan dalam bentuk amelioran berupa kompos. Bahan organik di dalam tanah terdapat dalam tiga bentuk yaitu bebas, berikatan dengan klei, serta berikatan dengan dan Fe. Sebagian besar bahan organik berada dalam bentuk berikatan dengan klei dan berikatan dengan dan Fe, hanya sebagian kecil saja yang berada dalam bentuk bebas. Klei merupakan komponen pengikat yang paling dominan (Pujiyanto et al., 2003) lebih dari 90 % bahan organik berikatan dengan partikel klei. Bahan organik yang terikat oleh dan Fe berhubungan erat dengan kadar dan Fe di dalam tanah, jika kandungan bahan organik terikat oleh dan Fe tinggi maka kadar dan Fe yang terlepas dari kompleks bahan organik akan rendah. Kemampuan tanah dalam menjerap atau mengikat bahan organik cenderung mencapai suatu batas maksimum, karena tanah tidak mempunyai kapasitas jerapan yang tidak terhingga tetapi cepat atau lambat akan jenuh (Sudarsono, 1991). Oleh karena itu, perlu diteliti kemampuan tanah dalam mengikat bahan organik. 1.2 Tujuan Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui kemampuan dua jenis tanah dalam mengikat bahan organik yang berasal dari kompos kotoran sapi, kompos kotoran ayam dan kompos jerami dikaitkan dengan perbedaan tutupan lahan dari setiap jenis tanah.

12 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan bagian dari fraksi organik yang telah mengalami degradasi dan dekomposisi, baik sebagian atau keseluruhan menjadi satu dengan tanah. Menurut Kononova (1966) bahan organik tanah adalah suatu bahan yang kompleks dan dinamis, berasal dari sisa tanaman dan hewan yang terdapat di dalam tanah dan mengalami perombakan terus menerus, sedangkan menurut Soepardi (1983) bahan organik tanah adalah timbunan sisa tumbuhan dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Secara umum bahan organik di dalam tanah terakumulasi di lapisan atas. Jumlahnya tidak lebih besar dari 3-5 persen, tetapi pengaruhnya terhadap sifatsifat tanah besar sekali. Faktor yang penting mempengaruhi kadar bahan organik tanah adalah kedalaman tanah, tekstur tanah dan drainase. lapisan menentukan kadar bahan organik. Kadar bahan organik terbanyak ditemukan di lapisan teratas kurang lebih setebal 20 cm yaitu sebesar %, makin ke bawah makin berkurang (Imas, Sudarsono dan Djajakirana, 1998). Hal ini disebabkan akumulasi bahan organik terjadi di lapisan atas. Tekstur tanah cukup berperan, makin tinggi jumlah klei makin tinggi pula kadar bahan organik tanah bila kondisi lainnya sama. Tanah berpasir memungkinkan oksidasi yang baik sehingga bahan organik cepat habis. Tanah dengan drainase buruk pada umumnya mempunyai kadar bahan organik lebih tinggi daripada tanah berdrainase baik. Kadar bahan organik pada ekosistem alami terutama ditentukan oleh kadar klei dan tipe mineral klei Sumber Bahan Organik Tanah Sumber utama bahan organik tanah adalah jaringan tumbuhan. Bahan organik tersebut akan mengalami pelapukan dan selanjutnya akan menjadi satu dengan tanah. Binatang biasanya dianggap penyumbang sekunder setelah tumbuhan. Mereka akan menggunakan bahan organik sebagai sumber energi dan bila mereka mati, jasadnya merupakan sumber bahan organik baru (Soepardi, 1983).

13 3 Menurut Rowell (1995), sumber dasar bahan organik tanah adalah jaringan tanaman dan komposisi dari bahan organik tersebut mencerminkan sumber bahan itu. Bagian atas dan akar dari tanaman, semak belukar, rumput-rumputan dan tanaman asli lainnya, setiap tahun memberikan residu organik dalam jumlah besar (Buckman dan Brady, 1969) Dekomposisi Bahan Organik Tanah Di dalam tanah, bahan organik akan mengalami degradasi dan dekomposisi, baik sebagian maupun keseluruhan, baik secara kimia dan biologi. Dekomposisi dapat didefinisikan sebagai proses biokimia yang di dalamnya terdapat bermacam-macam kelompok mikroorganisme yang menghancurkan bahan organik ke dalam bentuk humus (Gaur, 1986). Millar dan Turk (1951) menyatakan bahwa dekomposisi bahan organik di dalam tanah merupakan suatu proses biokimia, beberapa faktor mempengaruhi aktivitas organisme tanah juga mempengaruhi laju pelapukan atau pembusukan bahan organik. Bahan organik dapat dikelompokkan menjadi senyawa yang cepat dan yang lambat sekali didekomposisikan. Bahan organik cepat didekomposisikan terdiri dari (1) gula, zat pati dan protein sederhana, (2) protein kasar, dan (3) hemiselulosa. Sementara itu, bahan organik yang termasuk lambat sekali didekomposisikan terdiri dari (1) hemiselulosa, (2) selulosa, (3) lignin, lemak, waks, dan lain-lain. Hemiselulosa termasuk di antara bahan organik yang cepat didekomposisikan dan lambat didekomposisikan. Dekomposisi bahan organik dapat berlangsung secara aerobik ataupun anaerobik, tergantung pada ketersediaan oksigen (Gaur, 1986). Secara umum reaksi dekomposisi bahan organik yang berlangsung secara aerobik digambarkan sebagai berikut : Bahan Organik + O 2 Aktivitas Mikroba CO 2 + H 2 O + Hara + Humus + Energi Hasil dari proses dekomposisi bahan organik terdiri dari (1) energi yang dibebaskan, (2) hasil akhir sederhana, (3) humus. Pertumbuhan jasad mikro memerlukan energi dan bahan organik untuk pembentukan jaringan tubuhnya. Jumlah energi yang terdapat dalam bahan organik sebagian digunakan oleh jasad

14 4 mikro tanah, selebihnya tetap tinggal dalam sisa bahan organik atau dibebaskan sebagai panas. Hasil akhir sederhana dari proses dekomposisi yaitu : 1. Karbon : CO 2, CO -2 3, HCO - 3, CH 4 2. Nitrogen : NH + 4, NO - - 2, NO 3 3. Belerang : S, H 2 S, SO -2 3, SO -2 4, CS 2 4. Fosfor : H 2 PO , HPO 4 5. Lainnya : K +, Ca 2+, Mg 2+, H 2 O, H +, OH -, dan lain- lain Humus merupakan bahan yang tahan terhadap perombakan selanjutnya oleh jasad mikro dari bahan aslinya, berwarna coklat atau hitam (Soepardi, 1983). Humus mempunyai daya menahan air dan unsur hara yang tinggi, hal ini disebabkan karena tingginya kapasitas tukar kation (KTK) dari humus. Humus tersusun dari : 1) asam fulvik yang larut dalam asam maupun alkali, 2) asam humik yang larut dalam alkali tetapi tidak larut dalam asam, dan 3) humin yang tidak larut dalam asam maupun alkali Laju Dekomposisi Bahan Organik Laju dekomposisi bahan organik di dalam tanah dipengaruhi oleh banyak faktor yang dapat dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu : 1. Bahan atau jaringan tanaman (jenis tanaman, umur tanaman, dan komposisi kimia) 2. Tanah (aerasi, suhu, ph, kelembaban, dan tingkat kesuburan) 3. Iklim (terutama yang mempengaruhi suhu dan kelembaban) Bahan tanaman berbeda dalam dekomposisi dan kecepatan dekomposisi tergantung spesies tanaman, umur tanaman, dan terutama bagian tanaman (akar, daun, buah, ranting, dan batang) (Singer dan Munns, 1987). Meskipun secara umum tanaman mengandung kelompok bahan yang sama (lemak, resin, protein, kelompok karbohidrat, lignin dan komponen lainnya) tetapi proporsi dari bahanbahan ini pada berbagai jenis tanaman berbeda-beda, dan bahan-bahan ini mempengaruhi laju dekomposisi (Kononova, 1966). Laju dekomposisi bahan organik meningkat dengan naiknya suhu dan curah hujan. Laju dekomposisi bahan organik tertinggi terjadi di daerah tropik (Leagred, Beckman, dan Kaarstad, 1999).

15 5 Pelapukan bahan organik merupakan salah satu kegiatan jasad mikro, sehingga unsur hara yang terikat dalam bentuk organik menjadi tersedia bagi tumbuhan. Kecepatan pelapukan tergantung pada kandungan senyawa dari bahan organik tersebut. Adapun urutan senyawa-senyawa yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan menurut tingkat mudah tidaknya senyawa tersebut dilapuk (Soepardi, 1983) adalah: 1. Gula, zat pati, protein sederhana (mudah dilapuk) 2. Protein kasar 3. Hemiselulosa 4. Selulosa 5. Lignin, lemak, lilin dan waks. (Sangat tahan lapuk) Peranan Bahan Organik Tanah Peranan bahan organik tanah sangat penting bagi tumbuhan, bahan organik mengandung sejumlah zat tumbuh dan vitamin. Pada waktu tertentu bahan organik dapat merangsang pertumbuhan tanaman dan jasad mikro. Bahan organik tanah juga berpengaruh penting terhadap ciri tanah baik secara fisik, kimia, maupun biologi (Hakim et al.,1986). Peranan bahan organik terhadap ciri fisik antara lain : 1. Kemampuan tanah menahan air meningkat 2. Warna tanah menjadi coklat hingga hitam 3. Merangsang granulasi agregat dan memantapkannya 4. Menurunkan plastisitas, kohesi, dan sifat buruk lainnya dari klei Peranan bahan organik terhadap ciri kimia antara lain : 1. Meningkatkan daya jerap dan kapasitas tukar kation (KTK) 2. Meningkatkan jumlah kation yang mudah dipertukarkan 3. Unsur N, P, dan S diikat dalam bentuk organik 4. Pelarutan sejumlah unsur hara dari mineral oleh asam humat Peranan bahan organik terhadap ciri biologi antara lain : 1. Jumlah dan aktivitas metabolik organisme tanah meningkat 2. Kegiatan jasad mikro dalam dekomposisi bahan organik meningkat

16 Bentuk-Bentuk Bahan Organik Tanah 1. Bahan organik berikatan dengan klei Mineral klei dan bahan organik saling berinteraksi membentuk kompleks klei-organik di dalam tanah. Tidak hanya senyawa-senyawa seperti protein, karbohidrat, selulosa, dan hemiselulosa tetapi juga fraksi humus dapat berinteraksi dengan mineral klei, akibatnya menjadi kurang tersedia bagi mikroorganisme (Kononova, 1966). Meskipun mekanisme pembentukan kompleks bahan organik dengan klei secara pasti belum diketahui, reaksi hipotesis berikut dapat digunakan sebagai contoh : Si O Si O OH + HO COOH -O COOH + H 2 O Si O Si O Reaksi di atas menunjukkan penambahan suatu gugus asam (COOH) pada permukaan klei yang menyumbang suatu muatan negatif yang kuat kepada klei tersebut. Sebagai kompleks klei-organik, klei akan tersuspensi untuk waktu yang lama dan bergerak ke bawah bersama air perkolasi. Senyawa organik dan anorganik hasil dekomposisi dijerap oleh partikel klei melalui beberapa mekanisme, yaitu 1) ikatan Van der Waals, 2) ikatan ion, 3) ikatan hidrogen, dan 4) ikatan kovalen (Stevenson, 1982). Ikatan kovalen merupakan ikatan yang paling kuat, sedangkan ikatan Van der Waals merupakan ikatan yang lemah. Ikatan klei dan bahan organik dapat terjadi dalam keadaan saat klei dan bahan organik bermuatan negatif maupun positif. Pada kondisi biasa, klei mempunyai muatan negatif dan pada kondisi tertentu permukaan tepi klei yang patah mempunyai muatan positif (Tan, 1992), sama halnya dengan bahan organik pada kondisi biasa bermuatan negatif.

17 7 2. Bahan organik berikatan dengan dan Fe Bahan organik di dalam tanah dapat membentuk kompleks dengan ion-ion logam, terutama dan Fe. Kompleks bahan organik dengan dan Fe disebut khelat. Salah satu bentuk khelat digambarkan oleh Stevenson (1982) sebagai berikut : COO- O CH2 C O O C CH2 COO - M - OOC H2C C O O C CH2 O COO- Khelat Asam Sitrat Pengkhelatan tersebut secara efektif akan menurunkan aktivitas ion-ion logam dan secara tidak langsung mempengaruhi kelarutan mineral yang mengandung unsur tersebut (Kussow, 1971). Senyawa-senyawa Fe dan biasanya tidak dapat larut pada kisaran ph tanah yang normal. Namun, kelarutan dari zat-zat ini dapat ditingkatkan dengan pembentukan kompleks atau pengkhelatan Fe dan oleh senyawa humat tanah. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : M AH MA 2 + 2H + M AH MA2 = Ion Logam = Asam Humat = Kompleks Logam Humat 3. Bahan organik bebas (belum terlapuk) Bahan organik bebas merupakan bahan organik yang belum melapuk atau belum terdekomposisi. Bahan organik dalam bentuk bebas memiliki peranan dalam fisika tanah antara lain sebagai penutup tanah untuk melindungi tanah

18 8 terhadap daya perusak butir-butir hujan yang jatuh, melindungi tanah dari daya perusak aliran permukaan. 2.2 Kompos Kompos adalah salah satu pupuk organik yang berasal dari sisa-sisa organik dari hijauan atau hasil pertanian dan kotoran hewan yang ditumpuk dan mengalami proses dekomposisi sehingga dapat digunakan sebagai pupuk. Kompos sebagai salah satu sumber bahan organik, kandungan haranya tergantung pada bahan tanaman yang dijadikan kompos tersebut (Rowell, 1995). Menurut Indranada (1986) pengomposan adalah dekomposisi bahan organik segar menjadi bahan yang menyerupai humus (rasio C/N mendekati 10). Proses perombakan bahan organik ini terjadi secara biofisika-kimia, melibatkan aktivitas biologi mikroba dan mesofauna (Suriadikarta dan Simanungkalit, 2006). Prinsip pengomposan adalah menurunkan C/N ratio bahan organik hingga sama dengan C/N tanah (< 20). Dengan semakin tingginya C/N bahan maka proses pengomposan akan semakin lama karena C/N harus diturunkan. Dalam proses pengomposan terjadi perubahan seperti : 1) karbohidrat, selulosa, hemiselulosa, lemak dan lignin menjadi CO 2 dan air, 2) zat putih telur menjadi amonia, CO 2 dan air, 3) Penguraian senyawa organik menjadi senyawa yang dapat diserap tanaman. Dengan perubahan tersebut, kadar karbohidrat akan hilang atau turun dan senyawa N yang terlarut (amonia) meningkat (Indriani, 2004). Dengan demikian, C/N semakin rendah dan relatif stabil mendekati C/N tanah Faktor yang Mempengaruhi Pengomposan Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan : 1. Nilai C/N bahan Semakin rendah C/N bahan, waktu yang diperlukan untuk pengomposan semakin singkat. 2. Ukuran bahan Bahan yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat proses pengomposannya karena semakin luas bahan yang tersentuh oleh mikroba perombak. Oleh karena itu, bahan perlu dicacah sehingga berukuran kecil. Pencacahan bahan

19 9 yang tidak keras sebaiknya tidak terlalu kecil karena bahan yang telah hancur (banyak air) kurang baik (kelembabannya menjadi tinggi). 3. Jumlah mikroorganisme Biasanya mikroorganisme sering ditambahkan ke dalam bahan yang akan dikomposkan. Semakin banyak jumlah mikroorganisme, diharapkan proses pengomposan akan lebih cepat. 4. Kelembaban dan aerasi Umumnya mikroorganisme tersebut dapat bekerja dengan kelembaban sekitar %. Kondisi tersebut perlu dijaga agar mikroorganisme dapat bekerja secara optimal. Kelembaban yang lebih rendah atau lebih tinggi dapat menyebabkan mikroorganisme tidak berkembang atau mati. Adapun kebutuhan aerasi tergantung dari proses berlangsungnya pengomposan tersebut aerobik atau anaerobik. 5. Suhu Suhu optimal sekitar C. Bila suhu terlalu tinggi, mikroorganisme akan mati. Bila suhu relatif rendah, mikroorganisme belum dapat bekerja atau dalam keadaan dorman. Aktivitas mikrorganisme dalam proses pengomposan tersebut juga menghasilkan panas sehingga untuk menjaga suhu tetap optimal sering dilakukan pembalikan kompos. Hasil pengomposan berupa kompos, yaitu jenis pupuk yang terjadi karena proses penghancuran oleh alam (Sarief, 1985) dan mikroorganisme pengurai terhadap bahan organik (daun-daunan, jerami, alang-alang, rumput-rumputan, dedak padi, batang jagung serta kotoran hewan). Adapun karakteristik umum yang dimiliki kompos antara lain; (1) mengandung unsur hara dalam jenis dan jumlah bervariasi tergantung bahan asal, (2) menyediakan unsur hara secara lambat (slow release) dan dalam jumlah terbatas, dan (3) mempuyai fungsi utama memperbaiki kesuburan dan kesehatan tanah (Suriadikarta dan Simanungkalit, 2006). Sifat dari kompos yang matang antara lain kadar kelembaban < 35%, suhu stabil, berwarna cokelat tua, berbau tanah (earthy), ph alkalis, COD stabil, BOD stabil, C/N rasio < 20, KTK > 60 me 100 g -1 dan laju respirasi < 10 mg g -1 (Yang, 1996).

20 BAB III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 sampai Juni 2012 di Bagian Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua jenis tanah dan beberapa jenis kompos yaitu kompos jerami, kompos kotoran sapi, kompos kotoran ayam. Contoh tanah yang digunakan yaitu Latosol Dramaga dengan kedalaman 0-13 cm dan cm untuk tutupan lahan tegalan, Latosol Dramaga dengan kedalaman 0-6 cm dan 6-27 cm untuk tutupan lahan kebun campuran, Andosol Sukamantri dengan kedalaman 0-25 cm dan cm untuk tutupan lahan tegalan dan Andosol Sukamantri dengan kedalaman 0-20 cm dan cm untuk tutupan lahan kebun campuran. 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap kegiatan yaitu persiapan contoh tanah, pembuatan kompos, pencampuran tanah dengan kompos dan inkubasi serta analisis tanah di laboratorium. 1. Persiapan Contoh Tanah Contoh tanah diambil dari dua lapisan teratas secara morfologi pada setiap jenis tanah dengan masing-masing tutupan lahan. Contoh tanah dikeringudarakan, ditumbuk, diayak dan disiapkan untuk keperluan analisis sifat tanah dan perlakuan inkubasi. Untuk perlakuan inkubasi digunakan contoh tanah kering udara yang lolos saringan 2 mm. sedangkan untuk keperluan analisis C-organik digunakan contoh tanah kering udara yang lolos saringan 0.05 mm (50 mikron). 2. Pembuatan Kompos Jerami dihancurkan hingga berukuran 0.5 cm, kemudian diletakkan pada tempat pengomposan yang berupa terpal sebagai alas dan penutup. Selanjutnya ditambahkan cairan aktivator yaitu larutan gula. Pembalikan dan pengadukan

21 11 residu tanaman bersamaan dengan pemberian air dilakukan tiga kali seminggu. Proses pengomposan berlangsung selama 2 bulan. Untuk kompos kotoran ayam, kotoran ayam ditebar pada tempat pengomposan yang berupa terpal sebagai alas dan penutup. Selanjutnya ditambahkan larutan gula dan dilakukan pengadukan dan pembalikan 2-3 kali seminggu. Untuk kompos kotoran sapi, kotoran sapi ditebar pada tempat pengomposan yang berupa terpal sebagai alas dan penutup. Selanjutnya ditambahkan larutan gula dan dilakukan pengadukan dan pembalikan 2-3 kali seminggu. Proses pengomposan berlangsung selama 5-6 minggu. 3. Pencampuran Tanah dengan Kompos dan Inkubasi Kompos sebanyak 10 % dari bobot kering tanah yang digunakan untuk inkubasi (10 % dari 300 gram), ditambahkan ke dalam 300 g tanah hasil ayakan 2 mm secara merata, kemudian diinkubasi di dalam polibag 500 gram. Tanah diinkubasi dengan keadaan terbuka (kondisi suhu ruang), dengan lama inkubasi 1, 2 dan 3 bulan. Inkubasi dilakukan pada tanah dari masing-masing tutupan lahan yaitu tegalan dan kebun campuran dengan perlakuan kompos maupun tanah saja sebanyak 72 perlakuan. Selama proses inkubasi dilakukan penambahan air sesuai kapasitas lapang. 4. Analisis Tanah di Laboratorium Analisis kimia yang dilakukan berupa fraksionasi bahan organik ke dalam tiga bentuk yaitu bebas, diikat Fe dan dan diikat klei. 1. Bentuk Bebas (bahan organik belum melapuk) Tanah yang sudah diinkubasi ditimbang sebanyak 10 gram ditambahkan air destilata 100 ml (1 : 10) dan dikocok selama 24 jam. Selanjutnya suspensi diendapkan lalu dipindahkan secara bertahap ke tabung sentrifuse dan disentrifuse pada 3500 rpm selama 15 menit, kemudian dipisahkan filtrat dengan residu. Bahan organik yang mengapung diambil dan ditimbang bobotnya.

22 12 2. Bentuk terikat dan Fe Residu yang diperoleh pada tahap di atas (1), dimasukkan kembali ke dalam botol kocok secara bertahap. Kemudian ditambahkan natrium piroposfat M sebanyak 25 ml dan dikocok selama 24 jam. Setelah itu diendapkan kemudian dipindahkan ke tabung sentrifuse dan disentrifuse pada 3500 rpm selama 15 menit selanjutnya dihasilkan filtrat (a). Selanjutnya residu dari filtrat (a) dipindahkan lagi ke dalam botol kocok dan ditambahkan lagi natrium pirofosfat M sebanyak 25 ml, dikocok selama 24 jam kemudian dipindahkan ke tabung sentrifuse dan disentrifuse selama 15 menit pada 3500 rpm dan dihasilkan filtrat (b). Filtrat (a) dan filtrat (b) digabung kemudian dianalisis C-Organiknya dengan menggunakan metode Walkley & Black. 3. Bentuk terikat Klei Residu dari (2) terlebih dahulu dicuci dengan air destilata sampai filtratnya bening kemudian dikeringkan dengan oven 60 0 C selama 24 jam. Kemudian residu ini dihaluskan dan diayak 0.05 mm (50 mikron) kemudian dianalisis C-organiknya dengan metode Walkley & Black.

23 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan Kadar C-organik Tanah Sebelum Penambahan Kompos Hasil analisis kadar total C-organik disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa secara umum kadar total C-organik tanah Latosol Dramaga mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya waktu inkubasi. Semakin lama masa inkubasi, maka kadar bahan organik yang terkandung mengalami penurunan. Pada tanah Latosol Dramaga, kadar total C-organik pada inkubasi 1 bulan adalah 2.56 % dan pada akhir inkubasi mengalami penurunan menjadi 1.88 %. Hal ini menunjukkan bahwa selama masa inkubasi terjadi dekomposisi bahan organik dan sebagian bahan organik dimanfaatkan sebagai sumber energi oleh mikroorganisme sehingga kadarnya menurun. Di samping itu, lapisan atas tanah dengan kedalaman 0-13 cm memiliki kadar total C-organik lebih tinggi dibandingkan lapisan bawah dengan kedalaman cm. Kadar total C-organik pada lapisan atas dan lapisan bawah tanah Latosol Dramaga secara berurut adalah 2.56 % dan 1.36 %. Hal ini menunjukkan akumulasi bahan organik yang terjadi pada lapisan atas tanah. Sedangkan bahan organik pada lapisan bawah merupakan bahan organik yang ditransportasikan dari lapisan atas tanah dan telah mengalami dekomposisi lanjut. Penurunan ini sesuai dengan pola nilai bahan organik yang menurun berdasarkan kedalaman tanah. Tabel 1. Kadar Total C-organik* (%) Tanah tanpa Penambahan Kompos Jenis tanah Tutupan lahan Masa Inkubasi (bulan) Tegalan 0-13 Latosol Dramaga Kebun 0-6 Campuran 6-27 Tegalan 0-25 Andosol Sukamantri Kebun Campuran (*) merupakan gabungan dari C-organik bebas, terikat Fe dan serta terikat klei Penggunaan lahan yang berbeda juga memberikan pengaruh yang berbeda pada kadar C-organik tanah. Kebun campuran memiliki kadar C-organik yang

24 14 lebih tinggi dibandingkan dengan tegalan. Hal ini disebabkan karena serasah tanaman yang jatuh di permukaan lahan kebun campuran lebih bervariasi dan banyak dibandingkan lahan tegalan. Pengembalian sisa tanaman dari pertanaman sebelumnya dapat meningkatkan kadar C-organik tanah terikat klei. Peningkatan tersebut makin besar dengan makin tingginya sisa tanaman yang dikembalikan (Sudarsono, 2000). Tanah Andosol Sukamantri tidak mengalami penurunan kadar total C- organik. Pada masa inkubasi 1 bulan kadar total C-organik tanah Andosol Sukamantri 9.43 % dan pada akhir inkubasi menjadi %. Di samping itu, Tanah Andosol Sukamantri juga memiliki kadar total C-organik yang lebih tinggi pada tanah lapisan atas dengan kedalaman 0-25 cm dibandingkan lapisan di bawahnya dengan kedalaman cm. Selanjutnya Tanah Andosol Sukamantri dengan penutupan lahan berupa kebun campuran juga memiliki kadar total C- organik yang lebih tinggi dibandingkan dengan Tanah Andosol Sukamantri yang tutupan lahannya berupa tegalan. Tabel 2. Kadar Bahan Organik Bebas (%) tanpa Penambahan Kompos Jenis tanah Tutupan lahan Tegalan 0-13 Latosol Dramaga Kebun 0-6 Campuran 6-27 Tegalan 0-25 Andosol Sukamantri Kebun Campuran Masa Inkubasi (bulan) Pengukuran kadar bahan organik bebas disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa kadar bahan organik bebas pada kedua jenis tanah mengalami penurunan seiring dengan masa inkubasi. Kadar bahan organik bebas tanah Latosol Dramaga pada inkubasi 1 bulan adalah 0.13 % dan setelah inkubasi 3 bulan menjadi 0.08 %. Hal ini menunjukkan bahwa bahan organik bebas tanah mengalami proses dekomposisi dan sebagian bahan organik bebas dimanfaatkan sebagai sumber energi oleh mikroorganisme.

25 15 Tanah Latosol Dramaga dan Andosol Sukamantri sama-sama memiliki kadar bahan organik bebas yang lebih tinggi pada lapisan tanah bagian atas dibandingkan lapisan tanah bagian bawah. Keduanya juga menunjukkan bahwa lahan yang ditutupi oleh kebun campuran memiliki kadar bahan organik bebas yang tinggi dibandingkan dengan lahan yang ditutupi oleh tegalan. Tabel 3. Kadar C-Organik yang terikat (%) tanpa penambahan Kompos Jenis tanah Latosol Dramaga Andosol Sukamantri Tutupan lahan Tegalan Kebun 0-6 Campuran 6-27 Tegalan Kebun 0-20 Campuran Fe dan -Klei Masa Inkubasi (bulan) Masa Inkubasi (bulan) Kadar C-organik yang terikat Fe dan pada kedua jenis tanah meningkat seiring dengan masa inkubasi. Pada tanah Latosol Dramaga dapat dilihat pada inkubasi 1 bulan bernilai 0.38 % dan di akhir inkubasi 3 bulan meningkat menjadi 1.13 %. Demikian juga pada tanah Andosol Sukamantri, kadar C-organik yang terikata Fe dan pada awal inkubasi adalah 0.94 % dan meningkat menjadi 1.50 % pada akhir inkubasi. Kadar C-organik yang terikat klei antara kedua jenis tanah memiliki perbedaan. Pada tanah Latosol Dramaga kadar C-organik yang terikat klei semakin menurun seiring dengan masa inkubasi. Pada awal inkubasi kadar C- organik yang terikat klei adalah 2.10 % dan semakin menurun pada masa inkubasi 2 bulan dan 3 bulan yaitu 1.63 % dan 0.70 %. Kadar C-organik yang terikat klei pada tanah Andosol Sukamantri lebih tinggi dibandingkan dengan tanah Latosol Dramaga serta makin meningkat sejalan dengan bertambahnya masa inkubasi. Hal ini karena adanya mineral klei alofan pada tanah Andosol Sukamantri yang mampu mengikat bahan organik dalam jumlah yang banyak.

26 Perubahan Kadar C-organik Tanah setelah Penambahan Kompos Perubahan Kadar C-organik Tanah setelah Penambahan Kompos Kotoran Sapi berdasarkan Masa Inkubasi Kapasitas tanah dalam mengikat bahan organik berbeda-beda pada setiap jenis tanah. Besarnya bahan organik yang terikat setelah penambahan kompos untuk mencapai kapasitas tersebut ditentukan oleh kadar dan tipe klei, kadar dan Fe serta kompos yang ditambahkan. Tabel 4. Kadar Total C-organik* (%) tanah setelah Penambahan Kompos Kotoran Sapi dan Masa Inkubasi Tanpa Kompos Kompos kotoran sapi Jenis tanah Tutupan lahan Masa Inkubasi (bulan) Masa Inkubasi (bulan) Tegalan Latosol Dramaga Kebun Campuran Andosol Tegalan Sukamantri Kebun Campuran (*) merupakan gabungan dari C-organik bebas, terikat Fe dan serta terikat klei Hasil analisis yang disajikan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa kadar total C-organik tanah mengalami peningkatan setelah ditambahkan kompos. Pada tanah Latosol Dramaga mengalami peningkatan kadar total C-organik dari 2.56 % menjadi 4.55 % setelah penambahan kompos kotoran sapi. Demikian juga dengan tanah Andosol Sukamantri yang mengalami peningkatan kadar total C-organik menjadi 9.71 %. Hal ini menandakan bahwa pemberian kompos akan meningkatkan kadar total C-organik tanah. Akan tetapi kadar total C-organik tanah Latosol tetap mengalami penurunan sejalan dengan bertambahnya masa inkubasi. Namun pada perlakuan pemberian kompos kotoran sapi inkubasi 2 bulan dengan tutupan lahan berupa tegalan memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan inkubasi 1 bulan dan mengalami penurunan pada inkubasi 3 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa tanah tersebut baru mengalami tingkat kejenuhan pada masa inkubasi 2 bulan. Dengan artian, pada masa inkubasi 1 bulan, tanah masih memiliki kapasitas dalam mengikat bahan organik.

27 17 Pada Tanah Andosol Sukamantri tidak mengalami penurunan kadar total C-organik sejalan dengan bertambahnya masa inkubasi setelah penambahan kompos. Hal ini menandakan tanah Andosol Sukamantri masih memiliki kapasitas dalam mengikat bahan organik hingga inkubasi 3 bulan. Tabel 5. Kadar Bahan Organik Bebas Tanah (%) setelah Penambahan Kompos Kotoran Sapi dan Masa Inkubasi Jenis tanah Latosol Dramaga Andosol Sukamantri Tutupan lahan Tegalan Kebun 0-6 Campuran 6-27 Tegalan Kebun 0-20 Campuran Tanpa Kompos Kompos kotoran sapi Masa Inkubasi (bulan) Masa Inkubasi (bulan) Kadar bahan organik bebas pada kedua jenis tanah mengalami peningkatan setelah dilakukan penambahan kompos dan menurun seiring dengan bertambahnya masa inkubasi. Namun hasil berbeda terlihat pada kadar bahan organik bebas tanah Latosol Dramaga dengan tutupan lahan tegalan yang lebih rendah setelah penambahan kompos kotoran sapi yaitu 0.13 % menjadi 0.12 %. Hal ini bisa disebabkan karena cepatnya proses dekomposisi bahan organik yang ditambahkan yang dimanfaatkan sebagai sumber energi oleh mikroorganisme sehingga kadarnya cepat turun. Tanah Latosol Dramaga dan Andosol Sukamantri sama-sama memiliki kadar bahan organik bebas yang lebih tinggi pada lapisan tanah bagian atas dibandingkan lapisan tanah bagian bawah. Keduanya juga menunjukkan bahwa lahan yang ditutupi oleh kebun campuran memiliki kadar bahan organik bebas yang tinggi dibandingkan dengan lahan yang ditutupi oleh tegalan.

28 18 Tabel 6. Kadar C-organik yang Terikat setelah Penambahan Kompos Kotoran Sapi dan Masa Inkubasi Jenis tanah Latosol Dramaga Andosol Sukamantri Tutupan lahan Tegalan Kebun 0-6 Campuran 6-27 Tegalan Kebun 0-20 Campuran Fe dan -Klei Masa Inkubasi (bulan) Masa Inkubasi (bulan) Hasil analisis yang disajikan pada Tabel 3 dan 6 menunjukkan bahwa kadar C-organik yang terikat Fe dan pada kedua jenis tanah meningkat dengan penambahan bahan organik berupa kompos kotoran sapi dan menurun seiring dengan masa inkubasi. Sebelum penambahan kompos, kadar C-organik terikat Fe dan adalah 0.38 % dan mengalami peningkatan menjadi 0.75 % setelah dilakukan penambahan kompos kotoran sapi. Begitu juga dengan kadar C-organik terikat klei yang mengalami peningkatan setelah penambahan kompos kotoran sapi. Nilai kadar C-organik terikat klei secara berurut adalah 2.10 % dan 3.73 %. Pada tanah Latosol Dramaga dapat dilihat bahwa kadar C-organik terikat Fe dan di awal masa inkubasi bernilai 0.75 % dan di akhir inkubasi 3 bulan meningkat menjadi 1.31 %. Demikian juga pada tanah Andosol Sukamantri, kadar C-organik yang terikat Fe dan pada awal inkubasi adalah 0.93 % dan meningkat menjadi 2.06 % pada akhir inkubasi. Hal ini dikarenakan tanah masih mempunyai kemampuan dalam mengikat bahan organik sehingga kadarnya masih terus meningkat hingga batas maksimum. Di samping itu, dengan tingginya kandungan C-organik yang terikat oleh dan Fe menandakan rendahnya kadar dan Fe yang terlepas dari kompleks bahan organik. Kadar C-organik yang terikat klei antara kedua jenis tanah memiliki perbedaan. Pada tanah Latosol Dramaga kadar bahan organik yang terikat klei semakin menurun seiring dengan masa inkubasi. Pada awal inkubasi kadar C- organik yang terikat klei adalah 3.73 % dan semakin menurun pada masa inkubasi 2 bulan dan 3 bulan yaitu 2.80 % dan 2.33 %. Hal ini menandakan kapasitas tanah

29 19 dalam mengikat bahan organik pada masa inkubasi 1 bulan sudah jenuh atau tidak mampu mengikat lagi, ikatan yang terjadi semakin lemah dengan bertambahnya masa inkubasi sehingga pada masa inkubasi 2 dan 3 bulan terus mengalami penurunan kadar bahan organik. Namun, pada tanah Latosol Dramaga yang memiliki kedalaman cm dengan tutupan lahan berupa tegalan mengalami peningkatan nilai kadar C-organik yang terikat klei pada masa inkubasi 2 bulan tetapi menurun pada inkubasi 3 bulan. Hal ini menandakan bahwa pada masa inkubasi 2 bulan tanah Latosol Dramaga masih mampu mengikat tanah sehingga nilai kadar bahan organiknya lebih tinggi dibandingkan bulan pertama namun pada bulan kedua, tanah Latosol sudah mencapai titik maksimum dalam mengikat bahan organik sehingga mengalami penurunan pada akhir inkubasi. Kadar C-organik yang terikat klei pada tanah Andosol Sukamantri lebih tinggi dibandingkan dengan tanah Latosol Dramaga serta makin meningkat sejalan dengan bertambahnya masa inkubasi. Hal ini karena adanya mineral klei alofan pada tanah Andosol Sukamantri yang mampu mengikat bahan organik dalam jumlah yang banyak. Serta masih adanya kapasitas tanah dalam mengikat bahan organik pada masa inkubasi 2 bulan dan 3 bulan sehingga kadar C-organik yang terikat klei masih meningkat hingga akhir masa inkubasi Perubahan Kadar C-organik Tanah setelah Penambahan Kompos Kotoran Ayam berdasarkan Masa Inkubasi Hasil analisis kadar total C-organik setelah penambahan kompos kotoran ayam disajikan pada Tabel 7. Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa kadar total C-organik tanah mengalami peningkatan setelah dilakukan penambahan kompos kotoran ayam pada kedua jenis tanah. Pada tanah Latosol Dramaga, kadar total C- organik mengalami peningkatan dari 2.56 % menjadi 4.99 %. Kemudian pada tanah Andosol Sukamantri juga mengalami peningkatan kadar C-organik total dari 9.43 % menjadi % setelah dilakukan penambahan kompos kotoran ayam. Peningkatan kadar total C-organik juga terjadi pada lapisan atas dan bawah kedua jenis tanah setelah penambahan kompos kotoran ayam.

30 20 Tabel.7 Kadar Total C-organik* (%) Tanah Setelah Penambahan Kompos Kotoran Ayam dan Masa Inkubasi Tanpa Kompos Kompos kotoran ayam Jenis tanah Tutupan lahan Masa Inkubasi (bulan) Masa Inkubasi (bulan) Tegalan Latosol Dramaga Kebun Campuran Andosol Tegalan Sukamantri Kebun Campuran (*) merupakan gabungan dari C-organik bebas, terikat Fe dan serta terikat klei Kadar total C-organik tanah Latosol Dramaga mengalami penurunan seiring bertambahnya masa inkubasi. Namun pada tutupan lahan kebun campuran dengan kedalaman 6-27 cm, terjadi peningkatan kadar C-organik pada inkubasi 2 bulan dan mengalami penurunan pada inkubasi 3 bulan. Hal ini dikarenakan tanah Latosol Dramaga masih mempunyai kapasitas dalam mengikat bahan organik sehingga kadar bahan organik pada inkubasi 2 bulan mengalami peningkatan dari bulan pertama. Dan pada inkubasi 2 bulan merupakan batas maksimum tanah dalam mengikat bahan organik sehingga kadar total C-organik tanah setelah inkubasi 3 bulan mengalami penurunan. Tanah Andosol Sukamantri mengalami peningkatan kadar total C-organik setelah penambahan kompos kotoran ayam. Namun, pada kedalaman cm dengan tutupan lahan tegalan, tanah Andosol Sukamantri mengalami peningkatan kadar C-organik hingga inkubasi 2 bulan dan mengalami penurunan di akhir inkubasi. Hal ini menunjukkan bahwa pengikatan bahan organik lebih cepat terjadi selama inkubasi 2 bulan sehingga tanah mencapai titik maksimum pada bulan kedua. Dan pada akhir inkubasi mengalami penurunan kadar bahan organik.

31 21 Tabel 8. Kadar Bahan Organik Bebas Tanah (%) Setelah Penambahan Kompos Kotoran Ayam dan Masa Inkubasi Jenis tanah Latosol Dramaga Andosol Sukamantri Tutupan lahan Tegalan Kebun 0-6 Campuran 6-27 Tegalan Kebun 0-20 Campuran Tanpa Kompos Kompos kotoran sapi Masa Inkubasi (bulan) Masa Inkubasi (bulan) Kadar bahan organik bebas pada kedua jenis tanah mengalami peningkatan setelah dilakukan penambahan kompos kotoran ayam dan menurun seiring dengan bertambahnya masa inkubasi. Dengan bertambahnya masa inkubasi, maka kadar bahan organik bebas tanah akan terus mengalami penurunan karena terjadi proses dekomposisi bahan organik dan pemanfaataan bahan organik sebagai sumber energi oleh mikroorganisme tanah. Tanah Latosol Dramaga dan Andosol Sukamantri sama-sama memiliki kadar bahan organik bebas yang lebih tinggi pada lapisan tanah bagian atas dibandingkan lapisan tanah bagian bawah. Keduanya juga menunjukkan bahwa lahan yang ditutupi oleh kebun campuran memiliki kadar bahan organik bebas yang tinggi dibandingkan dengan lahan yang ditutupi oleh tegalan. Tabel 9. Kadar C-organik Terikat (%) setelah Penambahan Kompos Kotoran Ayam dan Masa Inkubasi Jenis tanah Latosol Dramaga Andosol Sukamantri Tutupan lahan Tegalan Kebun 0-6 Campuran 6-27 Tegalan Kebun 0-20 Campuran Fe dan -Klei Masa Inkubasi (bulan) Masa Inkubasi (bulan)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan bagian dari fraksi organik yang telah mengalami degradasi dan dekomposisi, baik sebagian atau keseluruhan menjadi satu dengan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa tumbuhan dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Bahan demikian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Bahan Organik

II. TINJAUAN PUSTAKA Bahan Organik 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Organik Bahan organik tersusun atas bahan-bahan yang sangat beraneka berupa zat yang ada dalam jaringan tumbuhan dan hewan, sisa organik yang sedang menjalani perombakan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari bahan-bahan yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri

I. PENDAHULUAN. jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Di Indonesia jagung merupakan bahan pangan kedua setelah padi. Selain itu, jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri lainnya.

Lebih terperinci

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu: 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di lapang pada bulan Februari hingga Desember 2006 di Desa Senyawan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Gambar 3). Analisis

Lebih terperinci

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah Kimia Tanah 23 BAB 3 KIMIA TANAH Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah A. Sifat Fisik Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol 18 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol Ultisol merupakan tanah-tanah yang mempunyai horizon argilik atau kandik dengan nilai kejenuhan basa rendah. Kejenuhan basa (jumlah kation basa) pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi tanah pada lahan pertanian saat sekarang ini untuk mencukupi kebutuhan akan haranya sudah banyak tergantung dengan bahan-bahan kimia, mulai dari pupuk hingga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Unsur Hara Makro Serasah Daun Bambu Analisis unsur hara makro pada kedua sampel menunjukkan bahwa rasio C/N pada serasah daun bambu cukup tinggi yaitu mencapai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. Susunan morfologi kedelai terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Dalam beberapa tahun terakhir ini, sistem berkelanjutan yang berwawasan lingkungan sedang digalakkan dalam sistem pertanian di Indonesia. Dengan semakin mahalnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Bedding kuda didapat dan dibawa langsung dari peternakan kuda Nusantara Polo Club Cibinong lalu dilakukan pembuatan kompos di Labolatorium Pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah selain menghasilkan air susu juga menghasilkan limbah. Limbah tersebut sebagian besar terdiri atas limbah ternak berupa limbah padat (feses) dan limbah

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) Antonius Hermawan Permana dan Rizki Satria Hirasmawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KOMPOS DARI BAHAN TANAMAN KALIANDRA, JERAMI PADI DAN SAMPAH SAYURAN. Oleh ADE MULYADI A

KARAKTERISTIK KOMPOS DARI BAHAN TANAMAN KALIANDRA, JERAMI PADI DAN SAMPAH SAYURAN. Oleh ADE MULYADI A KARAKTERISTIK KOMPOS DARI BAHAN TANAMAN KALIANDRA, JERAMI PADI DAN SAMPAH SAYURAN Oleh ADE MULYADI A24101051 PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 1 KARAKTERISTIK KOMPOS

Lebih terperinci

SKRIPSI DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI DALAM TANAH PADA BEBERAPA KETINGGIAN TEMPAT DI KOTA PADANG. Oleh: ANDITIAS RAMADHAN

SKRIPSI DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI DALAM TANAH PADA BEBERAPA KETINGGIAN TEMPAT DI KOTA PADANG. Oleh: ANDITIAS RAMADHAN SKRIPSI DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI DALAM TANAH PADA BEBERAPA KETINGGIAN TEMPAT DI KOTA PADANG Oleh: ANDITIAS RAMADHAN 07113013 JURUSAN TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2013 DEKOMPOSISI

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

DISTRIBUSI BENTUK C-ORGANIK TANAH PADA VEGETASI YANG BERBEDA. Oleh : ANRI SUNANTO A

DISTRIBUSI BENTUK C-ORGANIK TANAH PADA VEGETASI YANG BERBEDA. Oleh : ANRI SUNANTO A DISTRIBUSI BENTUK C-ORGANIK TANAH PADA VEGETASI YANG BERBEDA Oleh : ANRI SUNANTO A24103106 DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 DISTRIBUSI BENTUK

Lebih terperinci

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PEMBUATAN PUPUK ORGANIK BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 Sesi : PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

Lebih terperinci

PENGARUH BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT BIOLOGI TANAH. Oleh: Arif Nugroho ( )

PENGARUH BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT BIOLOGI TANAH. Oleh: Arif Nugroho ( ) PENGARUH BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT BIOLOGI TANAH Oleh: Arif Nugroho (10712004) PROGRAM STUDI HORTIKULTURA JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2012 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: 978-602-18962-5-9 PENGARUH JENIS DAN DOSIS BAHAN ORGANIK PADA ENTISOL TERHADAP ph TANAH DAN P-TERSEDIA TANAH Karnilawati 1), Yusnizar 2) dan Zuraida 3) 1) Program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008).

I. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas mikroorganisme. Bahan organik merupakan sumber energi dan bahan makanan bagi mikroorganisme yang hidup

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 12 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Bahan Organik Padat Karakteristik dari ketiga jenis bahan organik padat yaitu kadar air, C- organik, N-total, C/N ratio, ph dan KTK disajikan pada Tabel 4. Tabel

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. Produk tanaman tersebut dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) merupakan tanaman perdu dan berakar tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya. Tomat

Lebih terperinci

Pengertian Bahan Organik

Pengertian Bahan Organik Pengertian Bahan Organik Bahan organik tanah adalah kumpulan beragam senyawa-senyawa organik komplek yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi, baik berupa humus hasil humifikasi maupun senyawa

Lebih terperinci

9/26/2013. TRANSFORMASI SENYAWA C (Bahan Organik) TRANSFORMASI SENYAWA C (Bahan Organik) PEROMBAK BAHAN ORGANIK

9/26/2013. TRANSFORMASI SENYAWA C (Bahan Organik) TRANSFORMASI SENYAWA C (Bahan Organik) PEROMBAK BAHAN ORGANIK TRANSFORMASI SENYAWA C (Bahan Organik) Bahan Organik Tanah Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman dan atau binatang yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2010 hingga Oktober 2011.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2010 hingga Oktober 2011. III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2010 hingga Oktober 2011. Ekstraksi, analisis sifat kimia ekstrak campuran bahan organik dan analisis

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi 31 IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian yang telah dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan tanah yang bertekstur relatif berat, berwarna merah

TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan tanah yang bertekstur relatif berat, berwarna merah TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol merupakan tanah yang bertekstur relatif berat, berwarna merah atau kuning dengan struktur gumpal mempunyai agregat yang kurang stabil dan permeabilitas rendah. Tanah ini

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays saccharata Sturt) merupakan tanaman pangan yang memiliki masa produksi yang relatif lebih cepat, bernilai ekonomis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Salah satu limbah peternakan ayam broiler yaitu litter bekas pakai pada masa pemeliharaan yang berupa bahan alas kandang yang sudah tercampur feses dan urine (litter broiler).

Lebih terperinci

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain :

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain : SIFAT KIMIA TANAH Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain : 1. Derajat Kemasaman Tanah (ph) Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai ph. Nilai ph menunjukkan

Lebih terperinci

IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH

IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH Komponen kimia tanah berperan terbesar dalam menentukan sifat dan ciri tanah umumnya dan kesuburan tanah pada khususnya. Bahan aktif dari tanah yang berperan dalam menjerap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat di sekitar

I. PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat di sekitar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tragedi lumpur Lapindo Brantas terjadi pada tanggal 29 Mei 2006 yang telah menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat di sekitar Desa Renokenongo (Wikipedia,

Lebih terperinci

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990).

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). LAMPIRAN 74 Lampiran 1. Klasifikasi fraksi tanah menurut standar Internasional dan USDA. Tabel kalsifikasi internasional fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). Fraksi Tanah Diameter (mm) Pasir 2.00-0.02

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pupuk Bokasi adalah pupuk kompos yang diberi aktivator. Aktivator yang digunakan adalah Effective Microorganism 4. EM 4 yang dikembangkan Indonesia pada umumnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kesadaran manusia akan kesehatan menjadi salah satu faktor kebutuhan sayur dan buah semakin meningkat. Di Indonesia tanaman sawi merupakan jenis sayuran

Lebih terperinci

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

Kompos Cacing Tanah (CASTING) Kompos Cacing Tanah (CASTING) Oleh : Warsana, SP.M.Si Ada kecenderungan, selama ini petani hanya bergantung pada pupuk anorganik atau pupuk kimia untuk mendukung usahataninya. Ketergantungan ini disebabkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007)

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Unsur Hara Lambang Bentuk tersedia Diperoleh dari udara dan air Hidrogen H H 2 O 5 Karbon C CO 2 45 Oksigen O O 2

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Tujuan survey dan pemetaan tanah adalah mengklasifikasikan dan memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu satuan peta tanah yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. C-organik Tanah Andosol Dusun Arca 4.1.1. Lahan Hutan Hasil pengukuran kadar C-organik tanah total, bebas, terikat liat, dan terikat seskuioksida pada tanah Andosol dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan 18 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kailan adalah salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam kelas dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan cabang-cabang akar

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (Lampiran 6 ) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kascing dengan berbagai sumber berbeda nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Sifat fisik. mikroorganisme karena suhu merupakan salah satu indikator dalam mengurai

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Sifat fisik. mikroorganisme karena suhu merupakan salah satu indikator dalam mengurai VI. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat fisik 1. Suhu kompos Pengamatan suhu dilakukan untuk mengetahui perubahan aktivitas mikroorganisme karena suhu merupakan salah satu indikator dalam mengurai bahan organik.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar Kompos merupakan bahan organik yang telah menjadi lapuk, seperti daundaunan, jerami, alang-alang, rerumputan, serta kotoran hewan. Di lingkungan alam,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan salah satu komoditas pertanian

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan salah satu komoditas pertanian I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan salah satu komoditas pertanian yang cukup banyak digemari, karena memiliki kandungan gula yang relatif tinggi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo selama 3.minggu dan tahap analisis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 23 HASIL DAN PEMBAHASAN KarakteristikBahan Kompos Karakteristik kompos yang dihasilkan tergantung kepada jenis dan komposisi bahan organik yang dikomposkan, proses pengomposan dan tingkat kematangan kompos.bahan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto,

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto, 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Limbah Ternak 2.1.1. Deksripsi Limbah Ternak Limbah didefinisikan sebagai bahan buangan yang dihasilkan dari suatu proses atau kegiatan manusia dan tidak digunakan lagi pada

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya Abu terbang segar yang baru diambil dari ESP (Electrostatic Precipitator) memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur hara guna mendorong pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 6. BAHAN ORGANIK DAN ORGANISME TANAH

BAB 6. BAHAN ORGANIK DAN ORGANISME TANAH BAB 6. BAHAN ORGANIK DAN ORGANISME TANAH 6.1. Pendahuluan Tanah merupakan sumber hara tanaman. Bahan yang merupakan sumber hara tanaman ada yang berbentuk organik dan anorganik. Bahan organik dalam tanah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifatsifat Fisik Perubahan warna, suhu, dan pengurangan volume selama proses pengomposan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Perubahan Warna, Bau, Suhu, dan Pengurangan Volume

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Organik

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Organik II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Organik Bahan organik adalah semua bahan yang berasal dari jaringan tanaman dan hewan baik yang masih hidup maupun yang telah mati, pada berbagai tahap dekomposisi. Menurut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Survei tanah adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk dapat membedakan tanah satu dengan yang lain yang kemudian disajikan dalam suatu peta (Tamtomo,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri dari bahan organik yang berasal

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara lain kemantapan agregat yang rendah sehingga tanah mudah padat,

TINJAUAN PUSTAKA. antara lain kemantapan agregat yang rendah sehingga tanah mudah padat, TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol Beberapa masalah fisik yang sering dijumpai dalam pemanfaatan ultisol antara lain kemantapan agregat yang rendah sehingga tanah mudah padat, permeabilitas yang lambat dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret sampai Mei 2008. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

Kata kunci: jerami padi, kotoran ayam, pengomposan, kualitas kompos.

Kata kunci: jerami padi, kotoran ayam, pengomposan, kualitas kompos. I Ketut Merta Atmaja. 1211305001. 2017. Pengaruh Perbandingan Komposisi Jerami dan Kotoran Ayam terhadap Kualitas Pupuk Kompos. Dibawah bimbingan Ir. I Wayan Tika, MP sebagai Pembimbing I dan Prof. Ir.

Lebih terperinci

Latar Belakang. Produktivitas padi nasional Indonesia dalam skala regional cukup tinggi

Latar Belakang. Produktivitas padi nasional Indonesia dalam skala regional cukup tinggi Latar Belakang Produktivitas padi nasional Indonesia dalam skala regional cukup tinggi dan menonjol dibandingkan dengan negara-negara lainnya di Asia, kecuali Cina, Jepang, dan Korea. Namun keberhasilan

Lebih terperinci

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh TINJAUAN PUSTAKA Penggenangan Tanah Penggenangan lahan kering dalam rangka pengembangan tanah sawah akan menyebabkan serangkaian perubahan kimia dan elektrokimia yang mempengaruhi kapasitas tanah dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bahan Organik Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Bahan Organik Tanah 5 TINJAUAN PUSTAKA Bahan Organik Tanah Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman dan atau binatang yang terdapat di dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Organik Menurut Permentan No.2/Pert/Hk.060/2/2006, tentang pupuk organik dan pembenah tanah, dikemukakan bahwa pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya

Lebih terperinci

PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT )

PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT ) PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT ) Pendahuluan Pupuk Organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan/atau bagian hewan dan/atau limbah organik lainnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat Umum Tanah Masam Tanah tanah masam di Indonesia sebagian besar termasuk ke dalam ordo ksisol dan Ultisol. Tanah tanah masam biasa dijumpai di daerah iklim basah. Dalam keadaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15-20 cm di dalam tanah. Jumlah perakaran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA II.

TINJAUAN PUSTAKA II. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Lumpur Water Treatment Plant Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang dari aktifitas manusia maupun proses alam yang tidak atau belum mempunyai nilai ekonomis.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Kandungan Limbah Lumpur (Sludge) Tahap awal penelitian adalah melakukan analisi kandungan lumpur. Berdasarkan hasil analisa oleh Laboratorium Pengujian, Departemen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan akan menjadi busuk dalam 2-5 hari apabila tanpa mendapat perlakuan pasca panen yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tebu Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil gula dan lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman tebu (Sartono, 1995).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pupuk kandang merupakan pupuk yang berasal dari kotoran ternak baik padat maupun cair yang bercampur dengan sisa-sisa makanan. Pupuk kandang tersebut selain dapat menambah unsur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. dari 190 juta hektar luas daratan Indonesia. Kelemahan- kelemahan yang terdapat pada

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. dari 190 juta hektar luas daratan Indonesia. Kelemahan- kelemahan yang terdapat pada TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia cukup luas yaitu sekitar 38,4 juta hektar atau sekitar 29,7% dari 190 juta hektar luas daratan Indonesia. Kelemahan- kelemahan yang terdapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih

TINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih TINJAUAN PUSTAKA Sekilas Tentang Tanah Andisol Andisol merupakan tanah yang mempunyai sifat tanah andik pada 60% atau lebih dari ketebalannya, sebagaimana menurut Soil Survey Staff (2010) : 1. Didalam

Lebih terperinci

KUALITAS TANAH DAN KRITERIA UNTUK MENDUKUNG HIDUP DAN KEHIDUPAN KULTIVAN BUDIDAYA DAN MAKANANNYA

KUALITAS TANAH DAN KRITERIA UNTUK MENDUKUNG HIDUP DAN KEHIDUPAN KULTIVAN BUDIDAYA DAN MAKANANNYA KUALITAS TANAH DAN KRITERIA UNTUK MENDUKUNG HIDUP DAN KEHIDUPAN KULTIVAN BUDIDAYA DAN MAKANANNYA Usaha pelestarian dan pembudidayaan Kultivan (ikan,udang,rajungan) dapat dilakukan untuk meningkatkan kelulushidupan

Lebih terperinci