REKONSTRUKSI HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN DAN PERILAKU MANUSIA SEBAGAI KERANGKA RISET LINGKUNGAN MIKRO, MESO, DAN MAKRO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "REKONSTRUKSI HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN DAN PERILAKU MANUSIA SEBAGAI KERANGKA RISET LINGKUNGAN MIKRO, MESO, DAN MAKRO"

Transkripsi

1 REKONSTRUKSI HUBUNGN NTR LINGKUNGN DN PERILKU MNUSI SEBGI KERNGK RISET LINGKUNGN MIKRO, MESO, DN MKRO Sativa* 1, Bakti Setiawan 2, Djoko ijono 3, MG diyanti 4 1 Dosen Jurusan Pendidikan T. Sipil dan Perencanaan FT UNY; Mahasiswa Program Doktor Jurusan rsitektur dan Perencanaan FT UGM 2,3 Dosen Jurusan rsitektur dan Perencanaan FT UGM 4 Dosen Fakultas Psikologi UGM * sativasaif@gmail.com BSTRK Lingkungan dan memiliki hubungan timbal balik yang erat dan dinamis, sesuai dengan kondisi spesifik yang ada pada keduanya. Beberapa pakar telah merumuskan berbagai teori dan konsep dalam ranah studi hubungan antara lingkungan dan perilaku. Tulisan ini merupakan bagian awal dari penelitian disertasi penulis yang berada di dalam ranah tersebut. yang bertujuan untuk memperbaiki konstruksi teoretik tentang hubungan antara lingkungan dan perilaku, yang sebelumnya telah penulis rumuskan. Metode yang digunakan adalah content analysis, yaitu dengan mempelajari, mengkritisi dan mendialogkan berbagai teori environmental behavior studies yang ditulis oleh Barker, Gump, Haviland, Rapoport, Moore, Gibson, dan eisman. Studi ini menyimpulkan bahwa terdapat kaitan yang erat di antara teori-teori tersebut, yang dapat dirangkai menjadi sebuah rekonstruksi teoretik, sebagai perbaikan konstruksi teoretik yang telah ada sebelumnya. Beberapa aspek yang terdapat dalam rekonstruksi tersebut adalah: 1) sebagai invidu dan organisasi yang memiliki tujuan dan aktivitas yang dipengaruhi skema, 2), 3)waktu, 4) sebagai fit relation di antara dan waktu, 5) sebagai hasil dari. Rekonstruksi ini lebih mampu menjelaskan bagaimana hubungan antara lingkungan dan, yang juga bermanfaat untuk dapat menjadi kerangka penelitian di lapangan, baik dalam skala mikro, meso maupun makro. Kata kunci: hubungan lingkungan dan,,, 1. Pendahuluan Lingkungan dan memiliki hubungan yang erat dan dinamis, dan bersifat reciprocal. Berkaitan dengan itu, Rapoport (1977), menyebutkan tiga isu utama yakni bagaimana membentuk lingkungan, bagaimana lingkungan mempengaruhi perilaku, dan bagaimana mekanisme hubungan timbal balik tersebut terjadi. Merujuk Barker (1968), kajian tersebut perlu dilakukan secara empiris naturalis di lapangan, agar bisa diketahui langsung bagaimana perilaku terjadi dalam suasana dan seting kehidupan sehari-hari (in daily lives and everyday settings). Sementara itu, menurut Moore (1985), studi tentang lingkungan dan perilaku merupakan unresolved issue, karena melibatkan beragam skala dan jenis lingkungan, beragam kelompok, berbagai disiplin keilmuan, serta dipengaruhi waktu dan perkembangan pengetahuan. Oleh karena itu, hal tersebut perlu untuk terus dikaji dan dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan secara lebih optimum, baik pada skala mikro, meso atau makro. 2. Tujuan Konstruksi teoretik tentang hubungan antara lingkungan dan perilaku, sebelumnya telah penulis publikasikan (Sativa cs, 2014). Namun demikin, berdasarkan kajian terhadap berbagai teori secara lebih mendalam, mendorong penulis untuk memperbaiki konstruksi teori tersebut 223

2 karena ternyata masih memiliki beberapa kelemahan. Tulisan ini bertujuan untuk merumuskan rekonstruksi teoretik tentang hubungan antara lingkungan dan, yang lebih bermanfaat untuk digunakan sebagai kisi-kisi penelitian di lapangan. 3. Metode Studi ini menggunakan metode content analysis, yaitu dengan mengkaji, mengkritisi dan mendialogkan beberapa teori environmental behavior studies yang ada di beberapa pustaka, serta rumusan teoretik yang telah penulis buat sebelumnya. 4. Hasil dan pembahasan Berikut ini akan dijelaskan secara singkat hasil telaah beberapa teori tentang hubungan antara lingkungan dan perilaku yang telah ada dan sering diacu oleh berbagai riset terkait, serta konstruksi teoretik yang telah dibuat oleh penulis sebelumnya. a. Teori Behavior Setting oleh Barker (1968) dan Gump (1973) Barker (1968) merumuskan konsep behavior setting/seting perilaku, sebagai rangkaian antara aktivitas tertentu yang dilakukan oleh atau sekelompok orang tertentu, dalam milieu (lingkungan) tertentu, dan dilakukan dalam waktu tertentu, misalnya ruang kelas, warung, atau ruang bermain. Barker menggunakan istilah synomorph (kesamaan struktur) untuk menyebut keterkaitan yang erat di antara standing pattern of behavior (perilaku yang konstan atau tetap) dengan milieu, sebagai lingkungan yang melingkupi perilaku tersebut, baik dari aspek spasial maupun waktu. Keterkaitan inilah yang menurut Barker merupakan hal yang esensial dari suatu seting perilaku. Di dalam bidang psikologi lingkungan, kajian seting perilaku ditujukan untuk mengidentifikasi dan mengukur perilaku yang konstan dalam seting tertentu. Sementara itu, Gump (1975), menyatakan bahwa synomorph dapat memiliki derajat yang bervariasi. Perilaku di ruang makan dari sebuah kafetaria kampus misalnya, merupakan suatu synomorph yang lebih kecil dibandingkan dengan synomorph dari keseluruhan kafetaria tersebut. Sementara kafetaria tersebut bisa dikatakan sebagai bagian dari synomorph yang lebih besar dari suatu kampus. Penjelasan Gump maupun Barker tentang synomorph memberikan benang merah, bahwa synomorph dapat dipahami sebagai sebuah keterkaitan yang erat di antara standing pattern of behavior dan milieu tertentu, maupun sebagai makna lain dari behavior setting itu sendiri. Beberapa ilmuwan lain memaknai synomorph sebagai hubungan yang fit, congruence, atau afford (Lang, 1981) antara suatu pola perilaku tertentu dengan suatu pola seting tertentu. Hal ini dapat dipahami, mengingat inti dari seting perilaku adalah adanya keterkaitan antara milieu yang spesifik, perilaku spesifik yang konstan, yang terjadi dalam waktu yang spesifik. Secara singkat dapat dikatakan ada empat aspek penting dalam sebuah seting perilaku, yaitu: aktivitas yang berulang atau pola perilaku yang tetap (a standing pattern of behavior), lingkungan yang spesifik (milieu), hubungan yang kongruen di antara pola perilaku yang tetap dan suatu lingkungan yang spesifik (synomorph), periode waktu yang spesifik (time frame). b. Teori activity-space Haviland (dalam Lang, 1987) ctivity-space merupakan kesesuaian antara ruang tertentu dengan aktivitas tertentu. Ketika berbicara mengenai aktivitas, otomatis pelaku aktivitas pun harus dilibatkan. Di sinilah perilaku dalam beraktivitas tersebut akan mempunyai spesifikasi tertentu dalam space tertentu. Dalam hal ini, Haviland tidak menjelaskan sebagai atau kelompok. Sementara itu ruang yang dimaksudkan tidak harus selalu ruang formal yang masif, tetapi mungkin juga berupa ruang informal terbuka, misalnya ruang bermain anak di tepi sungai. Konsep Haviland tentang activity-space ini juga menunjukkan aspek synomorph (keterkaitan yang erat) yang sama dengan konsep Barker maupun Gump, meskipun Haviland tidak menyebutnya demikian. c. Teori Sistem aktivitas dan sistem seting oleh Rapoport (1977) Konsep sistem seting yang disampaikan oleh Rapoport (1977), sebagai implikasi dari adanya sistem aktivitas, baik aktivitas yang manifes (berupa aktivitas utama, misalnya makan di 224

3 restoran) maupun yang laten (berupa perilaku, misalnya memilih meja makan yang tersembunyi secara visual dari jalan), yang dipengaruhi oleh kultur dan nilai yang dimiliki. Studi hubungan antara lingkungan dan perilaku pada dasarnya mengamati bagaimana aktivitas manifes dan laten tersebut berlangsung di suatu lingkungan tertentu dalam waktu tertentu. Jika dirunut kepada proses sebelumya, maka sistem aktivitas ini sesungguhnya adalah hasil dari rangkaian pengaruh dari kultur, pandangan hidup, nilai, skema dan gaya hidup seperti terlihat pada gambar 1. Sistem seting adalah sistem tempat atau ruang yang menjadi wadah dari aktivitas baik laten maupun manifes. Karena aktivitas juga terjadi secara terangkai dalam suatu sistem aktivitas, sistem seting juga merupakan rangkaian unsur fisik atau spasial yang mempunyai hubungan tertentu dan terkait sehingga bisa dipakai untuk aktivitas tertentu, misalnya ruang trotoar yang dipakai berjualan pedagang kakilima. Sistem aktivitas adalah suatu rangkaian perilaku yang secara sengaja dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang, misalnya rangkaian upacara kematian dengan berbagai aktivitas yang dilakukan. Rapoport menganggap bahwa aspek beserta latar belakangnya merupakan faktor penting bahkan menentukan dalam membentuk sistem seting dan sistem aktivitas. kultur pandangan hidup nilai -nilai skema gaya hidup aktivitas (manifes & laten) terkait pandangan hidup,keper - cayaan & nilai, yg membentuk tatanan & kebiasaan tertentu keinginan; idealita bag. dari pandangan hidup yg terkait dg elemen tertentu suatu lingk. fisik perwujudan dari nilai berupa tatanan, sikap, yg lbh mudah dikaitkan dgn lingk.fisik rangkain aktivitas yg akan mempengaruhi sistem seting Gb.1. Rangkaian hubungan antara kultur hingga aktivitas (sumber: Rapoport, 1977) d. Teori affordances of environment oleh Gibson (dalam Lang, 1987) Menurut Gibson (dalam Lang, 1987), skema dipengaruhi oleh motivasi atau kebutuhan, yang berakar dari nilai sosial budaya dan norma yang dimiliki. Dengan bertambahnya waktu interaksi dengan lingkungan, skema akan semakin berkembang. Semakin banyak umur, peluang untuk mengembangkan skema ini juga akan meningkat, karena secara timbal balik sebenarnya lingkungan juga memberikan affordances. Orang dewasa akan dengan mudah mempersepsi affordances lingkungannya untuk kemudian memutuskan tindakan yang tepat terhadap lingkungan tersebut, sementara anak-anak lebih membutuhkan waktu untuk beradaptasi. Dengan kata lain, semakin sering seorang anak bertemu dengan lingkungan tertentu, maka semakin mudah dia akan bersikap secara tepat atas lingkungan tersebut. Dengan demikian, lingkungan memiliki daya pengaruh yang signifikan terhadap tindakan seseorang. e. Teori hubungan antara lingkungan dan oleh Moore (1994) Menurut Moore (1985) terdapat empat aspek utama dalam kajian hubungan antara lingkungan dan perilaku, yaitu kelompok pelaku, fenomena keperilakuan, tempat dan waktu. Pelaku dapat dibedakan kelompoknya antara lain berdasarkan latar sosial budaya, ekonomi, kondisi fisik (misalnya cacat atau normal), gaya hidup, atau usia. dapun aspek tempat bisa digolongkan sejak skala kecil/ mikro yang berupa ruang misalnya kelas atau rumah, skala menengah/ meso yang berupa kawasan misalnya permukiman, hingga skala besar/ makro misalnya urban/ kota. Sementara itu, aspek waktu bersifat dinamis, sesuai dengan pengalaman interaksi pelaku dengan 225

4 tempat tertentu. Untuk menjelaskan hubungan yang dinamis di antara aspek-aspek tersebut, digunakan teori-teori sesuai dengan kebutuhan, terutama dari ilmu sosial dan lingkungan. Gambar 2. Hubungan antara pelaku, tempat,perilaku, waktu dan teori sebagai eksplanasi (sumber: modifikasi penulis dari Moore, 1985) f. Model hubungan antara - lingkungan oleh eisman(1981) eisman (1981) merumuskan suatu model hubungan antara lingkungan dan berdasarkan beberapa teori yang telah ada sebelumnya, dengan maksud untuk membuat model yang lebih komprehensif. Ia menyatakan bahwa suatu lingkungan terdiri atas (berupa elemen fisik misalnya struktur, material atau perabot) dan properti (aspek intrinsic ruang misalnya berupa temperatur, pencahayaan, bentuk atau ukuran ruang). Di dalam konsep eisman, aspek diperkaya menjadi dua macam yaitu sebagai dan sebagai kelompok, karena dalam hal tertentu, diatur untuk lebih memenuhi tujuan kelompok sebagai organisasi daripada tujuan. Misalnya, sebuah perumahan dibangun dengan standar dari pemerintah (sebagai organisasi) untuk memenuhi tujuan bermukim secara formal, tetapi belum tentu sepenuhnya bisa mewadahi kebutuhan penghuninya (sebagai ). Menurut eisman (1981), interaksi di antara, dan organisasi tersebut akan memunculkan lingkungan yang oleh rchea (dalam eisman, 1981) didefinisikan sebagai extrinsic, relational characteristics of things. eisman menggunakan istilah sebagai experience (pengalaman) hasil interaksi antara sebagai organisasi, sebagai, dan. tribut ini juga dimaksudkan sebagai bentuk perilaku yang mencerminkan relasi dan intensitas hubungan di antara ketiganya. kar dari konsep ini, menurut Lawton (eisman, 1981) sebenarnya berasal dari konsep Kurt Lewin B= f (P.E), yakni bahwa behavior (perilaku) adalah fungsi atau hasil interaksi dari person () dengan environment (lingkungan). da banyak kemungkinan yang muncul di dalam interaksi di antara dan seting fisiknya, di antaranya seperti yang disebutkan indley dan Scheidt (eisman, 1981) yaitu : sensory stimulation, activity, control, meaning, adaptability, legibility, accesibility, crowdedness, comfortability, privacy dan sociality. Fisher, Bell dan Baum (1984) menegaskan bahwa peluang perilaku sebagai akibat dari interaksi antara dengan lingkungannya, khususnya arsitektur, sangat beragam, dan dinamis. Dengan demikian, di samping sebelas yang disebutkan dalam model eisman tadi, juga masih terbuka kemungkinan munculnya - lingkungan lainnya yang bersifat psikologis. 226

5 eisman menyatakan bahwa upaya penyusunan model sistem lingkungan dan perilaku ini merupakan respon dari keinginan dan kebutuhan akan pengembangan teori interaksi antara lingkungan dan, yang telah dicetuskan oleh beberapa ilmuwan seperti Parr, Moos, Lawton, serta Coyne & Clack (dalam eisman, 1981). Mereka menganggap bahwa peningkatan animo riset tentang lingkungan perilaku belum diimbangi dengan perkembangan teori yang mendukungnya. Sementara model eisman memberikan penjelasan secara lebih jelas tentang hubungan antara lingkungan dan perilaku, yang dibangun dengan mengintegrasikan model-model atau teori-teori sebelumnya. external environment ORGNIZTION ttribute of the environment as Experience Objective policy PHYSICL SETTING Goal INDIVIDULS behavior Property component kocomponent Gb. 3. Model Hubungan Man-Environment eisman (Sumber: eisman, 1981) Kekurangan model eisman adalah tidak ada aspek waktu, padahal di dalam konsep seting perilaku faktor waktu sangat berperan penting, seperti telah diungkap Barker (1968), Moore (1995), dan secara implisit juga oleh Rapoport dan Gibson melalui rumusannya tentang skema yang bisa termodifikasi seiring dengan waktu dan pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan. g. Kritisi terhadap konstruksi teoretik sebelumnya Berikut ini adalah model yang merupakan hasil konstruksi pemikiran penulis tentang hubungan antara arsitektur dengan perilaku sebelumnya. 227

6 Seting fisik Individu Kerangka waktu/ time Organisasi Skema Gb. 4. Konstruksi Hubungan antara rsitektur dan Manusia (sumber: konstruksi pemikiran penulis, 2014) Konstruksi pada Gambar 4 dirumuskan dari berbagai teori yang telah dijelaskan sebelumnya. Konstruksi tersebut sudah menunjukkan adanya keterkaitan antara, dan organisasi, yang dipengaruhi oleh aspek waktu, serta dan organisasi yang dipengaruhi oleh skema. tribut tergambarkan sebagai hasil interaksi antara, dan organisasi yang dipengaruhi waktu. Namun demikian, skema tersebut belum secara detail menjelaskan apa saja yang perlu diketahui dari masing-masing tersebut (di mana posisi perilaku, bagaimana hubungan antara organisasi dan perilaku, apa saja aspek dari dan waktu). Selain itu juga belum dijelaskan bagaimana konsep interaksi di antara, manuaisa dan waktu yang spesifik. Oleh karena itu konstruksi di atas belum sepenuhnya dapat dipakai secara detail sebagai kisi-kisi penelitian di lapangan, sehingga perlu perbaikan. h. Rekonstruksi teoretik sebagai perbaikan konstruksi sebelumnya Dalam konteks hubungan antara arsitektur dan ini, arsitektur direpresentasikan sebagai -- wadah berlangsungnya aktivitas tertentu bagi yang dilakukan dalam waktu tertentu (Barker 1968, Gump 1973, eisman 1981, Haviland dalam Lang, 1987, Rapoport 1977, Moore 1995). spek menurut eisman adalah aspek dan property. Komponen bersifat kuantitatif, misalnya tinggi dan tebal dinding, tekstur lantai, atau furnitur ruang. Properti bersifat kualitatif sekaligus intrinsik yang dirasakan oleh penggunanya, misalnya kesesuaian warna, suara, suhu, atau kepadatan suatu seting (eisman, 1981). Sementara itu dipahami secara terpisah sebagai kelompok/ organisasi dan sebagai, karena masing-masing memiliki tujuan yang spesifik yang dilandasi oleh skema. Skema dipengaruhi oleh norma dan bersifat dinamis, memungkinkan untuk termodifikasi sesuai dengan pengalaman dan perkembangan (Lang, 1987; Rapoport, 1977). Tujuan (objective) dari organisasi akan ditunjukkan dalam policy, atau dalam bahasa Rapoport (1977), terwujud dalam aktivitas yang bersifat manifes. Sedangkan tujuan (goals) dari sebagai, terwujud dalam aktivitas yang bersifat laten, atau dalam istilah Rapoport disebut sebagai perilaku. spek waktu merupakan hal yang sangat penting di dalam relasi dan lingkungannya, karena sebagaimana yang diungkapkan oleh Moore (1994), waktu merupakan dimensi ke-4 dalam riset lingkungan perilaku setelah, tempat dan perilaku. Barker (1968) juga menyebutkan 228 Skema organisasi

7 konsep seting perilaku yang tidak mungkin terlepaskan dari dimensi waktu. Dalam hal ini istilah time frame atau kerangka waktu lebih sesuai untuk digunakan karena dalam konsep time frame ini terkandung spesifikasi rentang waktu tertentu (Moore, 1994). tribut dalam sebuah seting perilaku merupakan hasil interaksi/ antara, dan waktu yang berupa kualitas psikologis tertentu dari suatu ruang. Dalam hal ini tidak harus mengacu pada sebelas lingkungan yang disebutkan oleh eisman (1981), tetapi bisa lebih luas tergantung pada kondisi spesifik seting, dan waktu. Keterangkaian antara sebagai pelaku, waktu, milieu atau lingkungan spesifik tersebut dapat disebut sebagai synomorph, yang terwujud dalam suatu seting perilaku tertentu. Rekonstruksi teoretik sebagai abstraksi dari berbagai teori tentang hubungan antara arsitektur dengan perilaku dalam skala mikro, dapat dilihat pada Gambar 5. lingkungan luar organisasi (objektif & tatanan) area ruang sosial anak lingkungan skala mikro waktu -kapan -durasi -frekuensi & properti Gambar 5. Konstruksi teoretik hubungan antara lingkungan dan perilaku dalam sebuah seting perilaku skala mikro (sumber: kontruksi penulis, 2015) Skema di atas adalah konstruksi teoretik untuk sebuah seting perilaku ruang skala mikro, yang pada dasarnya merupakan interaksi yang erat () antara (dengan dan propertinya), (sebagai dan atau organisasi) dan waktu (saat berlangsungnya aktivitas interaksi). Sinomorfi di antara ketiga aspek tersebut menghasilkan tertentu yang merupakan kualitas ruang yang bersifat psikologis. Sinomorfi dapat memiliki skala yang bertingkat, sejak ruang mikro, meso hingga makro. Keterkaitan antara seting perilaku dalam skala mikro merupakan dalam skala meso. Misalnya dalam sebuah area untuk berinteraksi anak di suatu kampung, memiliki atau relasi yang erat antara, tatanan komunitas kampung, perilaku anak yang terjadi, dan waktu saat berlangsungnya aktivitas dalam ruang tersebut. Sementara itu keterkaitan antara seting perilaku ruang interaksi anak dengan seting perilaku lainnya dalam kampung akan memiliki dalam skala meso. 229

8 Proceedings of The 2 nd ECO-rchitecture Conference (EC 2) ISSN: area lingkungan meso SPn SP1 lingkungan skala meso SP2 SP3 SP5 SP=seting perilaku Gambar 6. Konstruksi teoretik Sinomorfi Seting Perilaku Skala Meso (sumber: konstruksi penulis, 2015) Sedangkan keterkaitan antara satu kampung dengan kampung lainnya atau dengan area lainnya dalam skala kota, merupakan skala makro. Misalnya keterkaitan antara permukiman dengan dengan pusat perbelanjaan kota atau area rekreasi kota, memiliki yang mungkin berbeda dengan permukiman lainnya. SP4 skala makro lingkungan skala makro Lingkungan makro Gambar 7. Konstruksi teoretik seting perilaku skala makro (sumber: analisis penulis, 2015) 5. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa esensi hubungan antara arsitektur dan perilaku terdiri atas aspek, aspek sebagai, aspek sebagai organisasi, aspek kerangka waktu, dan aspek lingkungan berupa kualitas psikologis tertentu dari lingkungan, sebagai hasil interaksi yang erat/ fit relation () 230

9 dari keempat aspek sebelumnya. Sinomorfi tersebut dapat terjadi dalam skala mikro, meso atau makro. Konstruksi teoretik yang dihasilkan dapat menjadi kisi-kisi penelitian studi hubungan antara lingkungan dan dalam berbagai skala tersebut. Daftar pustaka Gump, Paul V., 1975, Environmental Psychology and The Behavior Setting, Proceeding of the Environment Design Research association Lang, Jon,1987, Creating rchitectural Theory: The Role of the Behavioral Sciences in Environmental Design, van Nostrand Reinhold Company, New York Moore, Gary T.,1994, Environment and Behavior Research in North merica: History Developments.nd Unresolved Issues, EDR Rapoport, mos, 1977, Human spects of Urban Form Towards a Man Environment pproach to Urban Form and Design, Pergamon Press Sativa dkk, 2014, Konstruksi Hubungan rsitektur dan Perilaku Manusia, Seminar Nasional Manusia dan Ruang dalam rsitektur dan Perencanaan (SERP 3), Jurusan T. rsitektur UGM, Yogyakarta eisman, Gerald D., 1981, Man Environment Model, Journal of Man-Environment Relations, Vol 1 Number 2 231

Universitas Gadjah Mada 1

Universitas Gadjah Mada 1 MINGGU III 1.1. Pokok Bahasan : Pemahaman tentang fenomena perilaku 1.2. Sub Pokok Bahasan : Atribut Lingkungan, Teori Adaptasi Lingkungan, Adaptasi dan Tekanan Lingkungan: Kompetensi 1.3. Materi Pembahasan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada 5 area dalam Kampung Sangiang Santen dan 7 area dalam Kampung Cicukang selama tiga periode waktu (pukul 08.00-17.00),

Lebih terperinci

GERAK DAN POLA SOSIALISASI MANUSIA DI DALAM RUANG UNTUK MELINDUNGI TERITORIAL LINGKUNGANNYA

GERAK DAN POLA SOSIALISASI MANUSIA DI DALAM RUANG UNTUK MELINDUNGI TERITORIAL LINGKUNGANNYA GERAK DAN POLA SOSIALISASI MANUSIA DI DALAM RUANG UNTUK MELINDUNGI TERITORIAL LINGKUNGANNYA Mahendra Wardhana Jurusan Desain Interior/Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan salah satu aktor dalam perguruan tinggi karena

BAB I. PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan salah satu aktor dalam perguruan tinggi karena BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahasiswa merupakan salah satu aktor dalam perguruan tinggi karena aktivitasnya dalam perguruan tinggi tersebut, adapun mahasiswa dengan segala aktivitasnya dapat

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KHUSUS

BAB III TINJAUAN KHUSUS BAB III TINJAUAN KHUSUS III.1. Latar Belakang Pemilihan Tema Gambaran beberapa kata kunci dengan pengelompokan dalam tapak dan sekitarnya, dengan pendekatan pada tema : Diagram 3.1.Latar Belakang Pemilihan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Pertumbuhan Kawasan Kota dan Permasalahannya Kawasan perkotaan di Indonesia dewasa ini cenderung mengalami permasalahan yang tipikal, yaitu tingginya tingkat

Lebih terperinci

Physical Milieu Ruang Komunal Desa Adat (Pakraman) Tenganan Pegeringsingan Bali

Physical Milieu Ruang Komunal Desa Adat (Pakraman) Tenganan Pegeringsingan Bali TEMU ILMIAH IPLBI 2014 Physical Milieu Ruang Komunal Desa Adat (Pakraman) Tenganan Pegeringsingan Bali Mahasiswa S3, Sejarah Teori dan Kritik Arsitektur, Program Studi Arsitektur, Pengembangan Kebijakan,

Lebih terperinci

SYSTEM OF SETTING MASYARAKAT KAMPUNG SANGIR DI MUARA SARIO MANADO

SYSTEM OF SETTING MASYARAKAT KAMPUNG SANGIR DI MUARA SARIO MANADO SYSTEM OF SETTING MASYARAKAT KAMPUNG SANGIR DI MUARA SARIO MANADO Oleh : Dian Puspita Sari (Mahasiswa Prodi Magister Arsitektur Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi, Manado) dheean.ps@gmail,com Linda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar Belakang Formal Latar Belakang Material

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar Belakang Formal Latar Belakang Material BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Formal Geografi adalah salah satu disiplin ilmu pengetahuan yang memperhatikan aspek-aspek geografi yang mendukung dalam pembangunan wilayah

Lebih terperinci

5. BAB V PENUTUP 1. Persepsi pemanfaatan ruang yang muncul dapat berupa respon terhadap setting ruang yang ada.

5. BAB V PENUTUP 1. Persepsi pemanfaatan ruang yang muncul dapat berupa respon terhadap setting ruang yang ada. 5. BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Anak anak melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda dengan orang dewasa. Persepsi anak akan ruang spatial dan lingkungannya juga berbeda dengan orang dewasa. Persepsi

Lebih terperinci

PENDEKATAN KONSEP DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. Pendekatan konsep untuk tata ruang dan tata fisik

PENDEKATAN KONSEP DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. Pendekatan konsep untuk tata ruang dan tata fisik BAB IV PENDEKATAN KONSEP DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 4. 1 Pendekatan Konsep Dasar Perencanaan 4. 1. 1 Pendekatan Konsep Tata Ruang Makro Pendekatan konsep untuk tata ruang dan tata fisik bangunan

Lebih terperinci

5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat ditarik adalah ruang hidup dan mati bergantung pada karakter enclosure dan spatial stratanya. Karakter dari enclosure dan spatial strata

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab (V) Kesimpulan dan saran menjelaskan kesimpulan atas temuan penelitian berdasarkan analisis yang telah dilakukan dan saran berdasarkan proses penelitian yang dilakukan untuk

Lebih terperinci

Evaluasi Penataan Ruang Kawasan Pengrajin Keramik Berwawasan Lingkungan Perilaku di Kelurahan Dinoyo, Kota Malang

Evaluasi Penataan Ruang Kawasan Pengrajin Keramik Berwawasan Lingkungan Perilaku di Kelurahan Dinoyo, Kota Malang Seminar Nasional Inovasi Dan Aplikasi Teknologi Di Industri 2018 ISSN 2085-4218 Evaluasi Penataan Ruang Kawasan Pengrajin Keramik Berwawasan Lingkungan Perilaku di Kelurahan Dinoyo, Kota Malang Adhi Widyarthara

Lebih terperinci

Dr.Ir. Edi Purwanto, MT

Dr.Ir. Edi Purwanto, MT i METODOLOGI PENELITIAN KUALITATIF FENOMENOLOGI PENERAPANNYA DALAM BIDANG ARSITEKTUR, LINGKUNGAN DAN PERILAKU Dr.Ir. Edi Purwanto, MT Diterbitkan Oleh: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang 2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahasiswa merupakan istilah bagi orang-orang yang sedang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi, baik itu pada jenjang diploma, sarjana, magister, maupun doktor.

Lebih terperinci

Pola Fraktal sebagai Pemberi Bentuk Arsitektur Apartemen yang Menenangkan

Pola Fraktal sebagai Pemberi Bentuk Arsitektur Apartemen yang Menenangkan JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 6, No.2, (2017) 2337-3520 (2301-928X Print) G 319 Pola Fraktal sebagai Pemberi Bentuk Arsitektur Apartemen yang Menenangkan Sadida Aghnia dan I Gusti Ngurah Antaryama

Lebih terperinci

Belakang Latar. yaitu. Kota. yang. dan dekat

Belakang Latar. yaitu. Kota. yang. dan dekat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Yogyakartaa memiliki empat kelompok kawasan permukiman yaitu lingkungan permukiman di kawasan cagar budaya, permukiman di kawasan kolonial, permukiman di kawasan

Lebih terperinci

COWORKING SPACE DI YOGYAKARTA

COWORKING SPACE DI YOGYAKARTA LANDASAN KONSEPTUAL PERANCANGAN DAN PERENCANAAN COWORKING SPACE DI YOGYAKARTA TUGAS AKHIR SARJANA STRATA 1 UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN YUDISIUM UNTUK MENCAPAI DERAJAT SARJANA TEKNIK (S-1) PADA

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa dan data instrumen yang dilakukan, dapat disimpulkan hasil penelitian yang dapat menjawab tujuan penelitian yaitu: 1. Seperti apa sense of place

Lebih terperinci

Gambar 6.1 Alternatif Gambar 6.2 Batara Baruna. 128 Gambar 6.3 Alternatif Gambar 6.4 Alternatif Gambar 6.

Gambar 6.1 Alternatif Gambar 6.2 Batara Baruna. 128 Gambar 6.3 Alternatif Gambar 6.4 Alternatif Gambar 6. DAFTAR ISI Contents HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... vi ABSTRAKSI... xii BAB I... 1 PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Kondisi Umum Kelautan di

Lebih terperinci

DESKRIPSI SILABUS SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) MATA KULIAH PERMASALAHAN ARSITEKTUR TA SKS

DESKRIPSI SILABUS SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) MATA KULIAH PERMASALAHAN ARSITEKTUR TA SKS DESKRIPSI SILABUS SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) MATA KULIAH PERMASALAHAN ARSITEKTUR TA 517 4 SKS PENYUSUN : Drs. R. IRAWAN SURASETJA, MT. NIP : 131694513 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK ARSITEKTUR JURUSAN

Lebih terperinci

BAB VII ANTESEDEN BERPERILAKU ESB

BAB VII ANTESEDEN BERPERILAKU ESB Eco Spatial Behavior Approach Of Settlement Occupancy 161 BAB VII ANTESEDEN BERPERILAKU ESB Anteseden adalah suatu kondisi yang mendahului seseorang berperilaku, termasuk perilaku spasial yang ekologis

Lebih terperinci

PSIKOLOGI LINGKUNGAN

PSIKOLOGI LINGKUNGAN PROF. DR. M.S. BARLIANA, MPd, MT. M. ARIEZ MUSTHOFA, MSi PSIKOLOGI LINGKUNGAN semester empat S1 PSIKOLOGI Universitas Pendidikan Indonesia M.S. BARLIANA METODE PERANCANGAN 01 STRATEGI PERANCANGAN DENGAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONSEP SETING FISIK DAN KONSEP PERILAKU DI AREA DEPAN GEDUNG REKTORAT Studi Kasus: Universitas Negeri Yogyakarta

HUBUNGAN KONSEP SETING FISIK DAN KONSEP PERILAKU DI AREA DEPAN GEDUNG REKTORAT Studi Kasus: Universitas Negeri Yogyakarta HUBUNGAN KONSEP SETING FISIK DAN KONSEP PERILAKU DI AREA DEPAN GEDUNG REKTORAT Studi Kasus: Universitas Negeri Yogyakarta Adimas Kristiadi Staf Pengajar Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas Arsitektur

Lebih terperinci

GENDER DALAM TERITORI

GENDER DALAM TERITORI GENDER DALAM TERITORI Oleh Dina Fatimah Abstrak. Teritori merupakan suatu wujud pembagian wilayah kekuasaan. Teritori sangat berkaitan dengan pemahaman akan keruangan. Pada manusia, teritorialitas ini

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN SETING PRILAKU PENGUNJUNG DI TAMAN NOSTALGIA KUPANG. Oleh I Kadek Mardika

LAPORAN PENELITIAN SETING PRILAKU PENGUNJUNG DI TAMAN NOSTALGIA KUPANG. Oleh I Kadek Mardika LAPORAN PENELITIAN SETING PRILAKU PENGUNJUNG DI TAMAN NOSTALGIA KUPANG Oleh I Kadek Mardika UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA KUPANG 2015 i KATA PENGANTAR Dunia arsitektur selama ini lebih banyak diketahui

Lebih terperinci

Koridor Kampung Kota sebagai Ruang Komunikasi Informal

Koridor Kampung Kota sebagai Ruang Komunikasi Informal Koridor Kampung Kota sebagai Ruang Komunikasi Informal Siti Miftahul Ulum 1, Triandriani Mustikawati 2, dan Abraham M. Ridjal 3 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG I.1.1. Latar Belakang Eksistensi Proyek Pemukiman dan perumahan adalah merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan dan pemukiman tidak hanya

Lebih terperinci

terarah menurut SNI kriteria kenyamanan adalah (aksesibilitas), kemudahan berkomunikasi (internal/eksternal,

terarah menurut SNI kriteria kenyamanan adalah (aksesibilitas), kemudahan berkomunikasi (internal/eksternal, 2.2. Kenyamanan Secara harfiah pengertian kenyamanan dapat kita lihat dari Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu keadaan yang nyaman. Untuk memenuhi suatu keadaan yang nyaman maka harus mampu memenuhi

Lebih terperinci

KURIKULUM PROGRAM STUDI PSIKOLOGI PENDIDIKAN JENJANG MAGISTER (S2) SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

KURIKULUM PROGRAM STUDI PSIKOLOGI PENDIDIKAN JENJANG MAGISTER (S2) SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA KURIKULUM PROGRAM STUDI PSIKOLOGI PENDIDIKAN JENJANG MAGISTER (S2) SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA OLEH TIM PENYUSUN KURIKULUM PROGRAM STUDI PSIKOLOGI PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

Lebih terperinci

PENDEKATAN PENELITIAN (Strategi Penelitian) KUALITATIF

PENDEKATAN PENELITIAN (Strategi Penelitian) KUALITATIF PENDEKATAN PENELITIAN (Strategi Penelitian) KUALITATIF Adalah jenis-jenis rancangan penelitian yang menetapkan prosedur-prosedur khusus dalam penelitian Tugas individual Carilah penelitian kualitatif (bisa

Lebih terperinci

TOLERANSI PEDAGANG LOKAL DALAM AKTIVITAS PERDAGANGAN DI PASAR TRADISIONAL YOUTEFA, ABEPURA

TOLERANSI PEDAGANG LOKAL DALAM AKTIVITAS PERDAGANGAN DI PASAR TRADISIONAL YOUTEFA, ABEPURA TOLERANSI PEDAGANG LOKAL DALAM AKTIVITAS PERDAGANGAN DI PASAR TRADISIONAL YOUTEFA, ABEPURA Viva Virginia Suhartawan 1, Abraham Mohammad Ridjal 2, Indyah Martiningrum 2 1 Mahasiswa Jurusan Arsitektur, Fakultas

Lebih terperinci

Persepsi Masyarakat terhadap Suasana pada Bangunan Kolonial yang Berfungsi sebagai Fasilitas Publik

Persepsi Masyarakat terhadap Suasana pada Bangunan Kolonial yang Berfungsi sebagai Fasilitas Publik TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Persepsi Masyarakat terhadap Suasana pada Bangunan Kolonial yang Berfungsi sebagai Fasilitas Publik Emmelia Tricia Herliana (1) Himasari Hanan (2) (1) Mahasiswa Program Doktor Arsitektur,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORI SUSTAINABLE ARCHITECTURE

BAB III TINJAUAN TEORI SUSTAINABLE ARCHITECTURE BAB III TINJAUAN TEORI SUSTAINABLE ARCHITECTURE 3.1. SUSTAINABLE ARCHITECTURE Sustainable Architecture (arsitektur berkelanjutan) memiliki tujuan untuk mencapai kesadaran lingkungan dan memanfaatkan sumber

Lebih terperinci

DESAIN WISATA EDUKASI BERWAWASAN LINGKUNGAN DI SURABAYA

DESAIN WISATA EDUKASI BERWAWASAN LINGKUNGAN DI SURABAYA DESAIN WISATA EDUKASI BERWAWASAN LINGKUNGAN DI SURABAYA ABSTRACT - Keyword: - Bunga Imazizah Endrasari [1], Wiwik Widyo Widjajanti [2], Siti Azizah [3] Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya negara Indonesia ini, tuntutan untuk memenuhi

BAB 1 PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya negara Indonesia ini, tuntutan untuk memenuhi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Semakin berkembangnya negara Indonesia ini, tuntutan untuk memenuhi gaya hidup di kota-kota besar memaksa orang untuk bekerja lebih keras. Beban pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. SJ, mengungkapkan bahwa perlu kematangan pribadi agar proses

BAB I PENDAHULUAN. SJ, mengungkapkan bahwa perlu kematangan pribadi agar proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dalam Psikologi Hidup Rohani (1995), Romo Mardi Prasetya SJ, mengungkapkan bahwa perlu kematangan pribadi agar proses internalisasi pembinaan spiritualitas di seminari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman tradisional Kelurahan Melai, merupakan permukiman yang eksistensinya telah ada sejak zaman Kesultanan

Lebih terperinci

POLA AKTIVITAS PEMANFAATAN RUANG TERBUKA PUBLIK DI ALUN-ALUN BATU

POLA AKTIVITAS PEMANFAATAN RUANG TERBUKA PUBLIK DI ALUN-ALUN BATU POLA AKTIVITAS PEMANFAATAN RUANG TERBUKA PUBLIK DI ALUN-ALUN BATU Cantya P. Marhendra 1, Lisa Dwi Wulandari 2, Sigmawan Tri Pamungkas 3 1 Mahasiswa Bimbingan, Jurusan Arsitektur/ Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA

ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA Tataguna Lahan Aktivitas Pendukung Bentuk & Massa Bangunan Linkage System Ruang Terbuka Kota Tata Informasi Preservasi & Konservasi Bentuk dan tatanan massa bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemicu munculnya permasalahan lingkungan baik biotik, sosial, kultural,

BAB I PENDAHULUAN. pemicu munculnya permasalahan lingkungan baik biotik, sosial, kultural, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan spasial kota yang tidak terkendali diyakini akan menjadi pemicu munculnya permasalahan lingkungan baik biotik, sosial, kultural, ekonomi pada masa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dominan berupa tampilan gedung-gedung yang merupakan karya arsitektur dan

BAB I PENDAHULUAN. yang dominan berupa tampilan gedung-gedung yang merupakan karya arsitektur dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam beraktivitas di ruang kota pasti akan disajikan pemandangan yang dominan berupa tampilan gedung-gedung yang merupakan karya arsitektur dan menjadi bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kaum Petani dengan kultur agraris khas pedesaan Indonesia bermukim di perumahan dengan bentuk bangunan yang mempunyai tata ruang dan tata letak sederhana. Hampir seluruh

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TERITORIALITAS RUANG PADA PERMUKIMAN PADAT DI PERKOTAAN

KARAKTERISTIK TERITORIALITAS RUANG PADA PERMUKIMAN PADAT DI PERKOTAAN KARAKTERISTIK TERITORIALITAS RUANG PADA PERMUKIMAN PADAT DI PERKOTAAN Burhanuddin Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur Universitas Tadulako bur_arch07@yahoo.co.id Abstrak Perkembangan kota yang begitu cepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Beberapa dekade terakhir, pembangunan kota tumbuh cepat fokus pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Beberapa dekade terakhir, pembangunan kota tumbuh cepat fokus pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa dekade terakhir, pembangunan kota tumbuh cepat fokus pada peningkatan ekonomi. Orientasi ekonomi membuat aspek sosial dan lingkungan seringkali diabaikan sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pemukim itu sendiri dan sering sekali terbentuk akibat dari proses

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pemukim itu sendiri dan sering sekali terbentuk akibat dari proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permukiman informal terbentuk tanpa perencanaan pemerintah dan masyarakat pemukim itu sendiri dan sering sekali terbentuk akibat dari proses urbanisasi besar-besaran

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. Pembahasan yang dikemukakan dalam bagian bab ini ditujukan untuk

BAB III METODE PERANCANGAN. Pembahasan yang dikemukakan dalam bagian bab ini ditujukan untuk BAB III METODE PERANCANGAN Pembahasan yang dikemukakan dalam bagian bab ini ditujukan untuk dijadikan metode serta acuan dasar perancangan arsitektur, baik secara umum maupun khusus terkait dengan rancangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ide Dasar Perancangan Pada perancangan Pusat Rehabilitasi Anak bermasalah hukum memiliki beberapa ide dan konsep awal yang muncul dari ide perancangan. Secara ide perancangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini kota-kota besar di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam bidang industri, sarana transportasi, perluasan daerah pemukiman dan lain sebagainya.

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menguraikan kesimpulan dan saran sebagai hasil pengolahan data penelitian dan pembahasan terhadap hasil analisis yang telah disajikan dalam beberapa bab sebelumnya.

Lebih terperinci

1.2.1 Mengapa system of setting dan system of activity berkaitan dengan behavior setting? BAB 2 PEMBAHASAAN 2.1 PENGERTIAN SETTING PERILAKU

1.2.1 Mengapa system of setting dan system of activity berkaitan dengan behavior setting? BAB 2 PEMBAHASAAN 2.1 PENGERTIAN SETTING PERILAKU BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sebagian besar pola perilaku manusia ditentukan oleh keadaan lingkungan sekitarnya. Selain pola perilaku, karakter manusia juga ditentukan oleh lingkungan. Lingkungan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. mengenai program Kampung Ramah Anak, lahir melalui proses yang simultan dan

BAB V PENUTUP. mengenai program Kampung Ramah Anak, lahir melalui proses yang simultan dan BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan Konstruksi sosial yang dibangun oleh warga RW 11 Kampung Badran mengenai program Kampung Ramah Anak, lahir melalui proses yang simultan dan berlangsung secara dialektis yakni

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ANDALAS FAKULTAS KEDOKTERAN PRODI PSIKOLOGI RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ANDALAS FAKULTAS KEDOKTERAN PRODI PSIKOLOGI RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ANDALAS FAKULTAS KEDOKTERAN PRODI PSIKOLOGI RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) Nama Mata Kuliah : Psikologi Lingkungan Kode/SKS : 2 sks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Masalah Teknologi Informasi dan Konsep Avatar sebagai Solusi

BAB I PENDAHULUAN Masalah Teknologi Informasi dan Konsep Avatar sebagai Solusi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Masalah Teknologi Informasi dan Konsep Avatar sebagai Solusi Konsep teknologi informasi khususnya Internet telah menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pusat kota, terutama kawasan bantaran sungai di tengah kota. Status kepemilikan

BAB I PENDAHULUAN. pusat kota, terutama kawasan bantaran sungai di tengah kota. Status kepemilikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan pertumbuhan yang kini sedang dirasakan sebagian besar kotakota di Indonesia salah satunya adalah pertumbuhan permukiman informal di kawasan pusat kota,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI 5.1 Simpulan Simpulan merupakan integrasi dari temuan empiris, hasil kajian teoritis, dan perbandingan dengan riset lain yang sejenis. Dari keseluruhan rangkaian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Sesuai dengan judul yang digunakan, penelitian ini bersifat kajian atau studi eksplorasi. Metodologi penyajian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 KESIMPULAN Dari berbagai analisa dan uraian yang terkait dengan dinamika ruang publik eksklusif dan inklusif di permukiman masyarakat menengah ke bawah, maka dapat disimpulkan

Lebih terperinci

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDDIKAN INDONESIA DESKRIPSI MATERI

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDDIKAN INDONESIA DESKRIPSI MATERI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDDIKAN INDONESIA DESKRIPSI MATERI Nama Mata Kuliah Kode Mata Kuliah Semester Jenjang Dosen Deskripsi Materi : Psikologi : : IV : S1 : DR. M. Syaom

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 156 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil dan pembahasan yang telah dilakukan, dari penelitian ini didapati kesimpulan dan temuan-temuan sebagai berikut: 1. Karakteristik fisik permukiman kampung

Lebih terperinci

Dinamika Ruang Arsitektur pada Permukiman Migran Madura di Kelurahan Kotalama Malang

Dinamika Ruang Arsitektur pada Permukiman Migran Madura di Kelurahan Kotalama Malang TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Dinamika Ruang Arsitektur pada Permukiman Migran Madura di Kelurahan Kotalama Malang Damayanti Asikin (1), Antariksa (2), Lisa Dwi Wulandari (3) (1) Laboratorium Desain Permukiman

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS RUANG PUBLIK DALAM RUMAH SUSUN DI KOTA MAKASSAR The Effectiveness of Enclosed Public Space in Rental Apartments

EFEKTIFITAS RUANG PUBLIK DALAM RUMAH SUSUN DI KOTA MAKASSAR The Effectiveness of Enclosed Public Space in Rental Apartments EFEKTIFITAS RUANG PUBLIK DALAM RUMAH SUSUN DI KOTA MAKASSAR The Effectiveness of Enclosed Public Space in Rental Apartments Citra Amalia Amal, Victor Sampebulu dan Shirly Wunas ABSTRAK Hasil penelitian

Lebih terperinci

PENGERTIAN & KONSEP OBSERVASI

PENGERTIAN & KONSEP OBSERVASI PENGERTIAN & KONSEP OBSERVASI Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta OBSERVASI: DEFINISI & PENGERTIAN UMUM Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat

Lebih terperinci

PENERAPAN PSIKOLOGI ARSITEKTUR PADA FASILITAS PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DAN SEKOLAH DASAR DI KOTA SURAKARTA

PENERAPAN PSIKOLOGI ARSITEKTUR PADA FASILITAS PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DAN SEKOLAH DASAR DI KOTA SURAKARTA PENERAPAN PSIKOLOGI ARSITEKTUR PADA FASILITAS PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DAN SEKOLAH DASAR DI KOTA SURAKARTA Tri Suci H 1*, Tri Yuni 2, Leni Pramesti 3 Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang akan mampu menilai banyak hal mengenai budaya seperti gaya hidup,

BAB I PENDAHULUAN. seseorang akan mampu menilai banyak hal mengenai budaya seperti gaya hidup, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arsitektur merupakan produk budaya yang tidak lepas dari kehidupan manusia. Permukiman, perkotaan dan lansekap suatu daerah terbentuk sebagai hasil dari sistem kebudayaan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR INTISARI

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR INTISARI DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN i PERNYATAAN ii PERSEMBAHAN iii KATA PENGANTAR iv INTISARI vi ABSTRACT vii DAFTAR ISI viii DAFTAR TABEL xii DAFTAR GAMBAR xiii BAB I. PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2

Lebih terperinci

Komunitas. Pengertian Komunitas 10/18/2013

Komunitas. Pengertian Komunitas 10/18/2013 Komunitas Pengertian Komunitas Sosiolog Ferdinand Tonnies menggolongkan masyarakat menjadi 2 golongan, yaitu : 1. Paguyuban (gemeinshacft) : masyarakat yang didasarkan pada tradisi & adat istiadat, dimana

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Bappeda Yogyakarta Laporan Akhir Pekerjaan Penyusunan Revitalisasi Sungai Winongo Kota Yogyakarta.

DAFTAR PUSTAKA. Bappeda Yogyakarta Laporan Akhir Pekerjaan Penyusunan Revitalisasi Sungai Winongo Kota Yogyakarta. DAFTAR PUSTAKA Afrizal, Zahmi. 2010. Arahan Penataan Kawasan Bantaran Sungai yang Antisipasif Terhadap Bencana Banjir. Studi Kasus : Bantaran Sungai Code, Kawasan Cokrodirjan, Kelurahan Suryatmajan, Kecamatan

Lebih terperinci

PRINSIP PENATAAN RUANG PADA HUNIAN MUSLIM ARAB DI KAMPUNG ARAB MALANG

PRINSIP PENATAAN RUANG PADA HUNIAN MUSLIM ARAB DI KAMPUNG ARAB MALANG PRINSIP PENATAAN RUANG PADA HUNIAN MUSLIM ARAB DI KAMPUNG ARAB MALANG 1 Ita Roihanah Abstrak Hunian merupakan hal yang tidak dapat dilepaskan dari dasar kebutuhan hidup pertama manusia. Hunian berada pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara

BAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara berfikir, lingkungan, kebiasaan, cara

Lebih terperinci

Pola Aktivitas Pada Ruang Publik Taman Trunojoyo Malang

Pola Aktivitas Pada Ruang Publik Taman Trunojoyo Malang Pola Aktivitas Pada Ruang Publik Taman Trunojoyo Malang Adisty Yoeliandri Putri 1, Jenny Ernawati 2 dan Subhan Ramdlani 2 1Mahasiswa, Jurusan arsitektur/ Fakultas Teknik Universitas Brawijaya 2 Dosen,

Lebih terperinci

Meng- abadi -kan Arsitektur dalam Rancangan Gedung Konser Musik Klasik Surabaya

Meng- abadi -kan Arsitektur dalam Rancangan Gedung Konser Musik Klasik Surabaya JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-928X G-48 Meng- abadi -kan Arsitektur dalam Rancangan Gedung Konser Musik Klasik Surabaya Fanny Florencia Cussoy, dan I Gusti Ngurah Antaryama

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS. Komunitas belajar dalam Tugas Akhir ini dapat didefinisikan melalui beberapa referensi yang telah dibahas pada Bab II.

BAB III ANALISIS. Komunitas belajar dalam Tugas Akhir ini dapat didefinisikan melalui beberapa referensi yang telah dibahas pada Bab II. BAB III ANALISIS Sesuai dengan permasalahan yang diangkat pada Tugas Akhir ini, maka dilakukan analisis pada beberapa hal sebagai berikut: 1. Analisis komunitas belajar. 2. Analisis penerapan prinsip psikologis

Lebih terperinci

PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL

PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL Frans Soehartono 1, Anik Juniwati 2, Agus Dwi Hariyanto 3 Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan di perkotaan yang sangat cepat seringkali tidak memperhatikan kebutuhan ruang terbuka publik untuk aktivitas bermain bagi anak. Kurangnya ketersediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kabupaten Semarang sebagai salah satu Kabupaten di Indonesia yang sedang berkembang, mempunyai berbagai macam dan banyak sekali aktivitas masyarakat didalamnya, ditinjau

Lebih terperinci

Dr.Ir. Edi Purwanto, MT

Dr.Ir. Edi Purwanto, MT i MEMAHAMI CITRA KOTA TEORI, METODE, DAN PENERAPANNYA Dr.Ir. Edi Purwanto, MT Diterbitkan Oleh: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang 2014 ii MEMAHAMI CITRA KOTA TEORI, METODE, DAN PENERAPANNYA

Lebih terperinci

SIMULASI PENERANGAN ALAM BANGUNAN PENDIDIKAN

SIMULASI PENERANGAN ALAM BANGUNAN PENDIDIKAN SIMULASI PENERANGAN ALAM BANGUNAN PENDIDIKAN FX Teddy Badai Samodra Jurusan Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111 E-mail: franxatebas@yahoo.com Abstrak Aplikasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Urban Heat Island dan Kawasan Terbangun. terhadap lingkungan sekitarnya. Fenomena Urban Heat Island (UHI)

BAB 1 PENDAHULUAN Urban Heat Island dan Kawasan Terbangun. terhadap lingkungan sekitarnya. Fenomena Urban Heat Island (UHI) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Urban Heat Island dan Kawasan Terbangun. Pembangunan pada sebuah kawasan membawa perubahan terhadap lingkungan sekitarnya. Fenomena Urban Heat Island (UHI)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan perekonomian dan pembangunan di Indonesia yang didukung kegiatan di sektor industri sebagian besar terkonsentrasi di daerah perkotaan yang struktur dan infrastrukturnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Eksistensi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Eksistensi Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang A. Latar Belakang Eksistensi Penelitian Menurut Hamid Shirvani, 1985 dalam buku yang berjudul The Urban Design Process, jalur pejalan kaki merupakan elemen penting

Lebih terperinci

Pola Pemanfaatan Ruang Pada Selamatan Desa di Permukiman Perkotaan Studi Kasus: Selamatan Desa RW IV Kelurahan Jajar Tunggal Surabaya

Pola Pemanfaatan Ruang Pada Selamatan Desa di Permukiman Perkotaan Studi Kasus: Selamatan Desa RW IV Kelurahan Jajar Tunggal Surabaya Astari dan Nugroho Pola Pemanfaatan Ruang Pada Selamatan Desa di Permukiman Perkotaan Studi Kasus: Selamatan Desa RW IV Kelurahan Jajar Tunggal Surabaya Dahlia Astari, Agung Murti Nugroho Program Magister

Lebih terperinci

DISERTASI PA3352 RUMAH JAWA DALAM DINAMIKA PERUANGAN SEBAGAI DAMPAK HUBUNGAN GENDER KASUS: KOMUNITAS KAMPUNG LAWEYAN SURAKARTA

DISERTASI PA3352 RUMAH JAWA DALAM DINAMIKA PERUANGAN SEBAGAI DAMPAK HUBUNGAN GENDER KASUS: KOMUNITAS KAMPUNG LAWEYAN SURAKARTA DISERTASI PA3352 RUMAH JAWA DALAM DINAMIKA PERUANGAN SEBAGAI DAMPAK HUBUNGAN GENDER KASUS: KOMUNITAS KAMPUNG LAWEYAN SURAKARTA Nama: Mohamad Muqoffa NRP:3204 301 001 Dosen Pembimbing Prof. Ir. Happy Ratna

Lebih terperinci

INTERIOR I. Eko Sri Haryanto, S.Sn, M.Sn

INTERIOR I. Eko Sri Haryanto, S.Sn, M.Sn INTERIOR I Eko Sri Haryanto, S.Sn, M.Sn Kontrak Perkuliahan Eko Sri Haryanto, S.Sn, M.Sn IDENTITAS MATA KULIAH Nama mata kuliah : Interior I SKS : 4 SKS Semester : VI Kode Mata Kuliah : MKB07103 Tujuan

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI 8.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan dalam penelitan ini maka dibuat kesimpulan dari fokus kajian mengenai, perubahan ruang hunian, gaya hidup dan gender,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jakarta, seperti yang telah kita ketahui, merupakan kota dengan populasi

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jakarta, seperti yang telah kita ketahui, merupakan kota dengan populasi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Jakarta, seperti yang telah kita ketahui, merupakan kota dengan populasi penduduk terpadat di Indonesia dan merupakan salah satu kota dengan penduduk terpadat di dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1981). Kondisi dualistik pada kawasan perkotaan di gambarkan dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. 1981). Kondisi dualistik pada kawasan perkotaan di gambarkan dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hampir seluruh kota di indonesia kini bersifat dualistik. Dualistik berarti telah terjadi pertemuan antara dua kondisi atau sifat yang berbeda (Sujarto, 1981). Kondisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hubungan Arsitektur, Lingkungan dan Perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hubungan Arsitektur, Lingkungan dan Perilaku BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Arsitektur, Lingkungan dan Perilaku 2.1.1. Hubungan Arsitektur, Lingkungan dan Perilaku Buku yang berjudul Arsitektur, Lingkungan dan Perilaku (Haryadi dan Setiawan, 2010)

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Ruang auditorium pidato memiliki standar dan persyaratan khusus yang harus dipenuhi agar dapat mengakomodasi aktivitas di dalam ruangan tersebut dengan optimal.

Lebih terperinci

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) ( X Print) F-48

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) ( X Print) F-48 JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) F-48 Median Vertical Dwelling dan Horizontal Dwelling untuk Masyarakat Penggusuran Lidya Kartika dan Andy Mappajaya Jurusan Arsitektur,

Lebih terperinci

PENDEKATAN DESAIN PENCAHAYAAN FASADE BANGUNAN BERSEJARAH

PENDEKATAN DESAIN PENCAHAYAAN FASADE BANGUNAN BERSEJARAH PENDEKATAN DESAIN PENCAHAYAAN FASADE BANGUNAN BERSEJARAH Parmonangan Manurung Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas Arsitektur dan Desain, Universitas Kristen Duta Wacana Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo

Lebih terperinci

REALITAS SOSIAL TINGKAT MIKRO

REALITAS SOSIAL TINGKAT MIKRO REALITAS SOSIAL TINGKAT MIKRO Pertemuan adalah episode interaksi tatap muka. Hampir semua pertemuan dibatasi oleh struktur tingkat meso dan budaya terkait dari unit gabungan dan kategorik dan, dengan perluasan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum manusia mengenal makna arsitektur itu sendiri, namun pada saat ini signage

BAB I PENDAHULUAN. sebelum manusia mengenal makna arsitektur itu sendiri, namun pada saat ini signage BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam arsitektur signage dikenal sebagai alat komunikasi dan telah digunakan sebelum manusia mengenal makna arsitektur itu sendiri, namun pada saat ini signage digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan permukiman merupakan bagian dari lingkungan binaan merupakan bagian

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan permukiman merupakan bagian dari lingkungan binaan merupakan bagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan permukiman merupakan bagian dari lingkungan binaan merupakan bagian pula dari lingkungan hidup. Menyadari adanya hubungan timbal balik antara permukiman

Lebih terperinci

BAGIAN 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek

BAGIAN 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek BAGIAN 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek Kota merupakan wadah bagi penduduk didalamnya untuk beraktivitas dan berinteraksi antar individu yang kemudian memunculkan ide-ide baru yang dapat memicu

Lebih terperinci

INTERVENSI PERILAKU LOKAL TERHADAP PEMANFAATAN RUANG PUBLIK

INTERVENSI PERILAKU LOKAL TERHADAP PEMANFAATAN RUANG PUBLIK EKOTON Vol. 9, No.2: 57-63, Oktober 2009 ISSN 1412-3487 TINJAUAN INTERVENSI PERILAKU LOKAL TERHADAP PEMANFAATAN RUANG PUBLIK Pingkan Peggy Egam Staf Pengajar Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. keberadaan elemen-elemen fisik atau yang disebut juga setting fisik seiring

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. keberadaan elemen-elemen fisik atau yang disebut juga setting fisik seiring BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, diketahui bahwa keberadaan elemen-elemen fisik atau yang disebut juga setting fisik seiring dengan pergantian

Lebih terperinci

JCM dalam Konteks Kultural Masyarakat Timor Leste

JCM dalam Konteks Kultural Masyarakat Timor Leste Bab Enam JCM dalam Konteks Kultural Masyarakat Timor Leste Telah dilakukan pencarian (secara terus-menerus) untuk menemukan cara agar membuat pekerjaan bermakna bagi pagawai sehingga mereka akan termotivasi

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER Capaian (CP) CPL - PRODI S9 Menitikberatkan pola pembelajaran yang berimbang pada P3 konsep keilmuan dan praktek di lapangan. Proses Problem based learning dalam pembelajaran.

Lebih terperinci