AKSESIBILITAS PENYANDANG DISABILITAS MENEMPUH PENDIDIKAN TINGGI. OLEH : UTOMO PRODI PLB FKIP UNLAM
|
|
- Bambang Gunawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 AKSESIBILITAS PENYANDANG DISABILITAS MENEMPUH PENDIDIKAN TINGGI ABSTRAK OLEH : UTOMO PRODI PLB FKIP UNLAM bekantan_mtp@yahoo.co.id Pendidikan merupakan hak setiap warga negara, tidak terkecuali mereka yang menyandang disabilitas. Saat ini dunia pendidikan telah diperkaya dengan munculnya paradigma pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif memberikan peluang kepada seluruh anak bangsa tanpa kecuali untuk mendapatkan pendidikan yang layak ditinjau dari semua sisi. Sangat menarik bagaimana implementasi pendidikan inklusif di pendidikan/perguruan tinggi, terutama bagaimana mengakomodir mereka yang menyandang disabilitas. Tentunya mereka juga punya hak. Dan perguruan tinggi mempunyai kewajiban untuk memberikan layanan terbaiknya. Memberikan kesempatan bagi mereka merupakan sebuah kearifan yang berbasis pendidikan etnopedagogi. A. Latar Belakang Setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama untuk dapat berperan serta dalam pembangunan. Kesempatan yang dimaksud adalah setiap warga Negara mempunyai hak dan kewajiban untuk mengaktualisasikan dirinya ikut serta sebagai pelaku dalam pembangunan ataupun sebagai penikmat hasil dari pembangunan. Manusia yang dapat mendapatkan kesempatan menikmati hasil-hasil pembangunan adalah yang mempunyai akses yang cukup diberbagai bidang kehidupan. Jarang ditemukan seseorang yang sedikit atau tidak mempunyai akses akan mendapatkan kesempatan menikmati pembangunan dengan baik. Akses yang baik sangat ditentukan oleh kualitas sumberdaya manusianya. Jika sumberdaya manusianya baik, maka akan lebih berpeluang mendapatkan akses yang baik pula. Sebaliknya jika sumberdaya manusianya kurang baik, maka peluang untuk mendapatkan akses juga bisa kurang baik. jika kesempatan tersebut dapat tercipta dengan baik apabila terpenuhi akses yang memadai baik akses fisik maupun non fisik. Akses fisik misalnya tersedianya sarana dan prasarana yang memadai diberbagai bidang kehidupan baik bidang transportasi, bidang kesehatan, bidang pendidikan, dan fasilitas-fasilitas umum lainnya. Akses non fisik misalnya terciptanya kesempatan menempuh pendidikan, adanya peluang memporeleh pekerjaan yang layak, kesempatan untuk dapat hidup sejahtera, terciptanya keamanan dan kesempatan bidang kehidupan lainnya. Salah satu kelompok warga negara yang seharusnya mempunyai kesempatan yang sama dalam berbagai kehidupan adalah penyandang disabilitas atau dikenal dengan penyandang difabel (different able). Istilah sebelumnya dikenal dengan penyandang cacat. Penulis akan menggunakan kedua istilah tersebut. Istilah penyandang disabilitas adalah mereka yang mempunyai kelainan fisik, mental, perilaku, atau social. Sedangkan makna difabel adalah mereka yang mengalami disabilitas namun bisa mengerjakan/melakukan aktifitas dengan cara yang berbeda. Kondisi disabilitas tersebut mengakibatkan hambatan/keterbatasan dalam kehidupan sehari-hari sehingga memerlukan kebutuhan khusus. Salah satu hambatan/keterbatasan penyandang disabilitas adalah memanfaatkan fasilitas umum, terutama bagi mereka yang mempunyai kategori hambatan gerak dan mobilitas. Kebutuhan khusus penyandang disabilitas agar dapat teratasi hambatan/keterbatasannya atau bisa mengarah kepada difabel, maka ada konsekuensi. Salah satu konsekuensinya adalah dalam menggunakan fasilitas umum yaitu perlunya modifikasi fasilitas umum. Modifikasi atau
2 2 penyesuaian fasilitas umum tersebut dikenal dengan istilah aksesibilitas bagi penyandang disabilitas. Aksesibilitas fasilitas umum sangat memungkinkan penyandang disabilitas dapat menyetarakan dengan kaum nondisabilitas. Penyandang disabilitas bisa setara menggunakan fasilitas-fasilitas yang ada, baik fisik maupun non fisik. Prinsip aksesibilitas adalah meliputi tiga hal yaitu prinsip kemudahan, keamanan, dan kenyamanan (UU No. 28 tahun 2002 pasal 27 ayat 2). Prinsip kesetaraan bukan berarti persamaan. Seringkali penggunaan istilah persamaan justru akan merugikan penyandang disabilitas. Para penyandang disabilitas seringkali harus menggunakan fasilitas yang sama yang sering digunakan oleh orang pada umumnya tanpa ada modifikasi. Fasilitas umum yang tidak memenuhi standar aksesibilitas memungkinkan penyandang disabilitas belum tentu bisa menggunakannya. Makna kesetaraan bagi penyandang disabilitas dimaksudkan agar mereka mempunyai kesempatan yang sama dalam mempergunakan fasilitas-fasilitas umum yang ada. Pertanyaannya mengapa penyandang disabilitas memerlukan fasilitas yang aksesibel? Mereka karena kondisi fisik, mental, perilaku, maupun social mempunyai keterbatasan jika menggunakan fasilitas umum yang hanya disetting untuk orang yang tidak mengalami disabilitas. Penyandang disabilitas yang hanya mempunyai kaki satu misalnya, agar bisa setara menggunakan fasilitas trotoar, maka trotoar tersebut perlu dimodifikasi agar bisa dilalui oleh penyandang tunadaksa dan juga memerlukan bantuan alat sebagai pengganti kakinya yang tidak ada. Para penyandang disabilitas sesungguhnya tidak menuntut terlalu berlebihan, mereka menginginkan kesetaraan kesempatan, seperti pendapatnya Dr. Didi Tarsidi (2008) : Sesungguhnya para penyandang ketunaan tidak mengharapkan dan tidak pula memerlukan lebih banyak hak daripada orang-orang pada umumnya. Mereka hanya menghendaki agar dapat bergerak di dalam lingkungannya dengan tingkat kenyamanan, kemudahan dan keselamatan yang sama dengan warga masyarakat lainnya, memperoleh kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam kehidupan yang normal, dapat semandiri mungkin dalam batas-batas kemampuannya. Menjadi disabilitas tentu bukan sebuah pilihan, melainkan sebuah kenyataan yang harus dijalani. Setiap orangtua tentu juga tidak berharap anaknya lahir dalam kondisi disabilitas. Tidak juga kepada siapapun dalam proses perkembangannya tiba-tiba mengalami disabilitas. Jika demikian yang harus dilakukan adalah belajar berdamai dengan keadaan alias pasrah (bukan putus asa) dengan keputusan yang telah diambil oleh Sang Maha Pencipta. Kepasrahan akan membuat seseorang yang terkena dampak disabilitas akan tidak mudah mengatakan bahwa Tuhan tidak adil. Pertanyaan yang negatif (kenapa harus menimpa diri saya) akan bisa diminimalisir bahkan akan dibuang jauh-jauh. Kepasrahan akan membuat seseorang yang disabilitas atau lingkungannya (orangtua, masyarakat, pemerintah) akan segera bangkit dari keadaan. Disini dituntut agar lingkungan benar-benar peduli sebagai bentuk rasa syukur bahwa orang-orang yang tidak diberi kekurangan harus memberikan kompensasinya. Salah satunya adalah perlunya sarana dan prasarana yang aksesibel terhadap penyandang disabilitas. Penyediaan fasilitas umum yang akseibel bagi penyandang disabilitas merupakan bentuk implementasi layanan kepada semua lapisan masyarakat yang adil, bermutu dan tanpa diskriminasi. Fasilitas umum yang aksesibel bagi penyandang disabilitas sudah barang tentu tidak akan mengurangi kebermanfaatannya bagi orang lain, justu akan menambah manfaat juga bagi
3 3 orang lain yang tidak mengalami disabilitas. Secara prinsip, jika penyandang disabilitas saja bisa mempergunakan fasilitas umum tersebut dengan mudah dan aman, tentu bagi orang lain yang tidak mengalami disabilitas akan lebih aksesibel. Secara garis besar, aksesibilitas bagi penyandang disabilitas menurut kegunaannya dikategorikan ke dalam dua jenis, yaitu (1) fasilitas yang bisa digunakan oleh siapa saja, tidak hanya penyandang disabilitas yang mempergunakannya, contohnya trotoar, selasar, life, dsb. (2) fasilitas yang hanya dipergunakan oleh penyandang disabilitas saja, orang yang tidak menyandang disabilitas tidak boleh mempergunakannya, contohnya ada beberapa fasilitas yang khusus disediakan oleh penyandang disabilitas seperti wc, tempat parkir, hidrolik di bus maupun di bangunan sebagai pengganti tangga di gedung bertingkat, jalan dengan kemeringan maksimal 30%, dll. Penyandang disabilitas memerlukan upaya penyetaraan dalam menjalani kehidupan, bukan mendapatkan perlakuan diskriminasi. Semua landasan yang ada, baik landasan religious, landasan HAM, landasan psikologis, landasan yuridis, maupun pemikiran yang sesuai dengan hati nurani dan sebagainya, tidak ada yang sanggup melawan adanya asumsi bahwa mereka tidak boleh mendapatkan diskriminasi. Hukum di Indonesia telah banyak mengatur tentang sisi-sisi layanan kehidupan di segala bidang. Telah banyak peraturan perundangan-udangan ditetapkan baik oleh lembaga legislative maupun lembaga eksekutif. Misalnya Undang-Undang tahun nomor 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat, salah satu pasalnya menyebutkan bahwa setiap badan usaha yang mempunyai karyawan 100 orang, maka satu persennya harus dari penyandang cacat (istilah sekarang penyandang disabilitas). Undang-Undang nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Pasal 27 ayat 2 yaitu Kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi tersedianya fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman termasuk bagi penyandang cacat dan lanjut usia. Diperjelas lagi dalam pasal 31 menyebutkan : (1) Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung, kecuali rumah tinggal. (2) Fasilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), termasuk penyediaan fasilitas aksesibilitas dan fasilitas lainnya dalam bangunan gedung dan lingkungannya. (3) Ketentuan mengenai penyediaan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Di bidang pendidikan, DPR juga telah mengeluarkan ketentuan terbarunya mengenai pendidikan khusus. Yaitu Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 15. Dipertegas dalam penjelasannya pasal 15 yang berbunyi Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar bisaa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Undang-undang tersebut, memberikan pilihan bagi penyandang disabilitas usia sekolah (disebut Anak Berkebutuhan Khusus/ABK) dapat menempuh pendidikan baik di sekolah regular (paradigma pendidikan inklusif) maupun di SLB (satuan pendidikan khusus). Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan pendidikan inklusif telah diatur dalam Permendiknas No. 70 tahun 2009.
4 4 Penanganan pendidikan selama ini masih banyak yang belum memperhatikan factor aksesibilitas fisik bagi penyandang disabilitas. Penanganan pendidikan bagi penyandang diasbilitas selama ini lebih banyak mengarah kepada penanganan pada konten pendidikannya saja. Program-program yang ada masih kelihatan kepada penanganan non fisik seperti kurikulum, proses penanganan/pembelajaran dan penilaiannya. Jarang sekali lembaga pendidikan meingimpelentasikan peraturan tentang aksesibilitas bagi penyandang disabilitas. Bahkan sekolah-sekolah yang dirancang khusus untuk anak berkebutuhan khususpun tidak memperhatikan lingkungannya akses atau tidak terhadap penyandang disabilitas. Padahal sesuai peraturan perundang-undangan yang ada misalnya UU No. 28 tahun 2002 tentang bangunan gedung, lembaga pendidikan/sekolah termasuk kategori fasilitas umum yang harus mengakomodir aksesibilitas bagi penyandang disabilitas. Akses-akses lainnya seperti akses kursi roda, petunjuk untuk tunanetra, tiang-tiang bangunan masih belum terlihat. Begitu juga prinsipprinsip bangunan dan lingkungan lainnya yang akses belum banyak diimplementasikan, termasuk di lembaga-lembaga pendidikan tinggi. Mengingat pentingnya aksesibilitas fisik maupun non fisik bagi penyandang disabilitas dan masih minimnya implementasi dari peraturan perundang-undangan yang ada, maka memberikan inspirasi bagi penulis untuk memberikan gambaran dan ulasan bagaimana penyandang disabilitas dapat menempuh pendidikan secara layak, bahkan sampai menempuh pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi. B. Akses Penyandang Disabilitas Menempuh Pendidikan Tinggi Hak mendapatkan pendidikan yang layak tentunya berlaku bagi siapapun. Paradigma yang saat ini berkembang paling popular untuk memberantas diskriminasi adalah paradigma pendidikan inklusif. Jika dibandingkan dengan paradigma yang lain, pendidikan inklusif dipandang sebagai paradigma pendidikan yang paling ramah dan sangat memungkinkan para penyandang disabilitas mendapatkan layanan pendidikan yang layak, bahkan sampai di perguruan tinggi. Bagaimana implementasi paradigma pendidikan inklusif di pendidikan tinggi yang memungkinkan para penyandang disabilitas mendapatkan pendidikan tinggi yang layak? Simak ulasan berikut sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan kebudayaan Nomor 26 tahun Pemberian kesempatan yang setara untuk mendaftar Pendidikan pada intinya adalah memberikan kesempatan kepada setiap manusia untuk berkembang sesuai dengan potensinya. Sesuatu yang tidak adil jika sebuah lembaga pendidikan membatasi seseorang untuk dapat mengaksesnya dikarenakan kondisi manusia yang berbeda dari umumnya. Misalnya karena seseorang menyandang disabilitas, kemudian tidak diperkenankan untuk ikut kompetisi memperebutkan kursi kuliah di pendidikan tinggi. Implementasi Pendidikan inklusif di pendidikan tinggi mempersyaratkan bahwa mereka yang mempunyai persyaratan pendidikan maka mempunyai hak untuk ikut kompetisi memperebutkan kursi kuliah di pendidikan tinggi, tidak terkecuali mereka yang menyandang disabilitas. 2. Kebebasan memilih program studi/jurusan Banyak kalangaan meragukan bahwa mereka yang menyandang disabilitas tidak mempunyai kemampuan untuk menempuh pendidikan tinggi. Terkadang walaupun mereka sudah lolos seleksi masuk pendidikan tinggi, namun karena kondisi mereka yang
5 5 berbeda (misalnya mempunyai kekurangan fisik) kemudian lembaga pendidikan tinggi membatalkan/menganulirnya. Terkadang alasannya juga tidak masuk akal dan bukan menjadi persyaratan untuk menimba ilmu di pendidikan tinggi. Para penyandang disabilitas tidak perlu dibatasi untuk memilih program studi/jurusan yang ada di pendidikan tinggi. Justru pendidikan inklusif memberikan keleluasaan bagi penyandang disabilitas untuk memilih program studi/jurusan yang diminatinya. Para penyandang disabilitas akan mengukur sendiri kemampuan dan kondisinya (self estem). Bukan pendidikan tinggi yang membatasi/mengarahkan. Perlu ditepis jika ada pendapat yang mengatakan bahwa penyandang disabilitas jika mau kuliah tempatnya harus di Program Studi/Jurusan Pendidikan Luar Bisaa. Misalnya ada seorang tunadaksa yang hanya mempunyai salah satu kaki dan anak itu berminat sekali ingin menjadi programer dibidang IT, masak harus kuliah di Pendidikan Luar Bisaa. Biarkan dia untuk memilih program studi di ilmu komputer. 3. Pemberian layanan sesuai dengan kebutuhan Seluruh bidang kehidupan yang memberikan nafas bagi sivitas akademika seharusnya disentuh dengan pemberian kesempatan kepada penyandang disabilitas untuk dapat mengaksesnya. Semua lini yang diperlukan mahasiswa harus mempertimbangkan adanya dukungan dan bantuan yang diperlukan bagi penyandang disabilitas. Semua layanan yang berhubungan dengan kepentingan mahasiswa perlu diseting dan dikondisikan juga untuk memberikan layanan terbaik bagi mahasiswa yang kebetulan mengalami disabilitas. Dikalangan teknis layanan sering menyebut LAYANAN PURNA. Beberapa masukan yang bisa dipertimbangkan adalah : a. Menciptakan aksesibilitas fisik baik di gedung maupun di luar gedung, misalnya pembuatan jalan akses terhadap pengguna kursi roda dan tuanentra. b. Menciptakan aksesibilitas non fisik, misalnya kurikulum yang disesuaikan dengan kondisi ABK, pemberian layanan IT yang aksesibel, pemberian bantuan, penerimaan dosen, dan sebagainya. c. C. Memulai aksi Peraturan hanya tinggal peraturan jika tidak ada kemauan dan komitmen untuk menjalankan. Indoensia termasuk jago di dalam membuat peraturan perundangan-undangan. Mungkin sudah puluhan, ratusan bahkan ribuan peraturan perundangan-undangan yang telah lahir. Salah satu peraturan yang telah lahir adalah mengatur penyandang disabilitas untuk menempuh pendidikan tinggi yaitu Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 46 tahun 2014 Tentang Pendidikan Khusus, Pendidikan Layanan Khusus dan/atau Pembelajaran Layanan Khusus pada Perguruan Tinggi. Aksi sangat perlu untuk mengimplementasikan sebuah gagasan, apalagi sudah tertuang dalam peraturan. Langkah-langkah yang bisa ditempuh adalah: 1. Reformasi pemikiran bahwa hak menempuh pendidikan tinggi berlaku bagi siapa saja. 2. Reformasi pemikiran bahwa kondisi tertentu seseorang tidak membatasi seseorang untuk menempuh pendidikan, misalnya menghilangkan persyaratan tinggi badan, kondisi fisik dan sebagainya yang tidak ada hubungannya dengan persyaratan seseorang untuk belajar di pendidikan tinggi. 3. Reformasi MENTAL MENUJU KEARIFAN BAHWA KITA LEBIH BAIK MEMFASILITASI DARIPADA MEMPERMASALAHKAN KONDISI SESEORANG.
6 6 4. Mengkaji semua filosofi, gagasan, peraturan perundangan-undangan yang berkenaan dengan kepentingan penyandang disabilitas. 5. Melakukan risetdi seluruh bidang yang berkenaan dengan kepentingan penyandang disablitas. 6. Melakukan sosialisasi yang berkelanjutan kepada seluruh civitas akademika. 7. Membuat program aksi secara terencana dan terkaji menuju kesempurnaan memberikan layanan pendidikan tinggi kepada penyandang disabilitas. 8. Segera menciptakan aksesibitas fisik maupun non fisik di pendidikan tinggi sebagai upaya tunduk terhadap undang-undang. D. Kesimpulan Memberikan kesempatan menempuh pendidikan termasuk sampai ke pendidikan tinggi kepada penyandang disabilitas merupakan sebuah kearifan. Penulis berharap kajian pendidikan berbasis etnopedagogi jangan hanya sebuah tulisan. Penyandang disabilitas menunggu para ETNOPEDAGOGIK di perguruan/pendidikan tinggi membuka tangan lebarlebar untuk menerima mereka. Kutunggu aksinya. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S dan Cepi Safrudin (2008) Evaluasi Program Pendidikan, Pedoman Teoritis Praktis bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara Astati, (2001), Pendidikan Luar Bisaa di Sekolah Umum, Bandung :Pendawa Bean R, (1993), How to Help Your Children Succed in School, Price stren Sloan, Inc. Berk.L.E.L (2003), Child Developmnet, The United States Of Amerika: Person Education. Direktorat Pendidikan Luar Bisaa dan Braillo Norway, (2005), Menciptakan Kelas Iklusif, Ramah terhadap Peserta Didik: Jakarta, Depdiknas Dryden G & Vos J, (2002), The Learning Revolution, Bandung : Kaifa (Selandia Baru:The Learning Web) Jhonsen B.H. &Skjorten MD, (2003), Menuju Inklusi, Pendidikan Kebutuhan Khusus Sebuah Pengantar, Bandung, Program Pasca Sarjana UPI Bandung Johnsen, B: (2003), Kurikulum Untuk Pluralitas kebutuhan Belajar Individual Artikel dalam johnsen B.H & Skjorten MD Menuju Inklusi, pendidikan kebutuhan khusus Sebuah Pengantar, Bandung, Program pasca Sarjana UPI Bandung Mason H & Mc Call, (1997), Visual Impairment Acces to Education for Children and Young people, London: David Fultron Publishers Mc Wbir, Anne, (1996), A Message ti Teacher in Inclusive schools (ed) The Journey to Inclusive schools, UNESCO Published By Inclusion Internasional
7 7 Permanarian & Alimin Z, (2005) Reorientasi Pemahaman Konsep SpecialEducation ke Konsep Special Needs Education dan Implikasi terhadap Layanan Pendidikan (jurnal), Bandung, Jassi Skjorten M. (2003) Menuju Inklusi dan Pengayaan, Artikel dalam Johsen B.H & Skjorten MD Menuju Inklusi, Pendidikan kebutuhan Khusus sebuah Pengantar, Bandung, Program Pasca Sarjana UPI bandung Sunanto J, (2003), Konsep Pendidikan Untuk Semua, Bandung, Makalah tidak diterbitkan Jurusan PLB UPI Bandung Tarsidi D, (2008), Aksesibilitas Fisik bagi Penyandang Ketunaan (Online). UNESCO, (1999), The Journey to Inclusive Schools, Published By Inclussion Internasional, Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional : Jakarta : Restindo Mediatama, Undang-undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung., Undang-undang Nomor 4 tahun 1997 tentang Penyandang cacat., Permendiknas nomor 46 tahun 2014 Tentang Pendidikan Khusus, Pendidikan Layanan Khusus dan/atau Pembelajaran Layanan Khusus pada Perguruan Tinggi, (2005), Mengelola Kelas Inklusif, dengan Pembelejaranyang Ramah : Jakarta, Depdiknas, (2005) Merangkul Perbedaan: Perangkat Untuk Mengembangkan Lingkungan Inklusif, Ramah terhadap Pembelejaran: Jakarta, Depdiknas, (2005) Menciptakan Lingkungan Inklusif Ramah terhadap Pembelajaran (LIRP) yang Sehat dan Aman: Jakarta, Depdiknas, (2005) Menjadikan Lingkungan Inklusif, Ramah terhadap Pembelajaran (LIRP): Jakarta, Depdiknas, (2005) Bekerja Sama dengan Keluarga dan Masyarakat untuk Meniciptakan Lingkungan Inklusif Ramah terhadap Pembelejaran(LIRP): Jakarta, Depdiknas, (2005) Mengajak Semua Anak Bersekolah dan Belajar: Jakarta, Depdiknas
KERANGKA RANCANGAN BELAJAR BI-TANDUR-LS-MK SEBAGAI ALTERNATIF PEMBELAJARAN BAGI SISWA DI KELAS INKLUSIF
1 KERANGKA RANCANGAN BELAJAR BI-TANDUR-LS-MK SEBAGAI ALTERNATIF PEMBELAJARAN BAGI SISWA DI KELAS INKLUSIF 1. Abstrak Oleh Imam Yuwono,M.Pd Dosen Prodi PLB FKIP Unlam Banjarmasin Pengembangan kerangka pembelajaran
Lebih terperinciIMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SEBAGAI UPAYA MEMINIMALISIR DAMPAK NEGATIF MENINGKATNYA KUALITAS LEMBAGA PENDIDIKAN
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SEBAGAI UPAYA MEMINIMALISIR DAMPAK NEGATIF MENINGKATNYA KUALITAS LEMBAGA PENDIDIKAN OLEH UTOMO, M. Pd TENAGA PENGAJAR PRODI PLB FKIP UNLAM BANJARMASIN ABSTRAK Peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik yang terjadi pada peradaban umat manusia sebagian besar disebabkan oleh ketidakmampuan manusia untuk dapat menerima perbedaan yang terjadi diantara umat manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi kebutuhan paling dasar untuk membangun kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan sumber daya manusia. Bangsa Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang berusaha menjangkau semua orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai upaya meningkatkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sebuah hak asasi sekaligus sebuah sarana untuk merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan sangat strategis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam UUD 1945 dijelaskan
Lebih terperinciINOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO
INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dalam proses perkembangannya, setiap individu terkadang mengalami suatu hambatan. Hambatan yang terjadi pada suatu individu beragam jenisnya. Beberapa jenis
Lebih terperinciINOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO
INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id Abstrak Artikel dengan judul Model penanganan Anak Berkebutuhan Khusus di sekolah akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Universitas Indonesia Hal 4
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya, bahasa, dan seni. Jakarta sebagai ibu kota Indonesia pun memiliki keanekaragaman tersebut. Masyarakat
Lebih terperinciPOTENSI PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK UNTUK MENYELENGGARAKAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA BANJARMASIN
POTENSI PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK UNTUK MENYELENGGARAKAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA BANJARMASIN Utomo, Imam Yuwono, Agus Pratomo Andi Widodo Universitas Lambung Mangkurat ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi
Lebih terperinciAHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010
AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010 SIAPAKAH? ANAK LUAR BIASA ANAK PENYANDANG CACAT ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS PENDIDIKAN INKLUSIF Pendidikan inklusif
Lebih terperinciPERANGKAT PEMBELAJARAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI
PERANGKAT PEMBELAJARAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI (Program Pengabdian Masyarakat di SD Gadingan Kulonprogo) Oleh: Rafika Rahmawati, M.Pd (rafika@uny.ac.id) Pendidikan inklusi merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya manusia unggul dan kompetitif dalam upaya menghadapi tantangan perubahan dan perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan inklusif merupakan paradigma baru pendidikan kita dan merupakan strategi untuk mempromosikan pendidikan universal yang efektif karena dapat menciptakan sekolah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Terkait dengan isu Social Development: Eradication of Poverty, Creation of
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terkait dengan isu Social Development: Eradication of Poverty, Creation of Productive Employement and Social Integrationyaitu Promote equal access to all levels of
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ada kecacatan. Setiap manusia juga ingin memiliki tubuh dan alat indera yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia ingin terlahir sempurna, tanpa ada kekurangan, tanpa ada kecacatan. Setiap manusia juga ingin memiliki tubuh dan alat indera yang lengkap untuk dapat
Lebih terperinciDaftar Pustaka. Abdurrahman, M. (2003). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Daftar Pustaka Abdurrahman, M. (2003). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta. Alawi, Z. (2005). Program Inklusi Perlu Dukungan Semua Pihak. [online]. Tersedia http://www.pikiranrakyat.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penddikan adalah hak setiap warga negara. Negara berkewajiban menyelenggarakan pendidikan untuk semua warga negaranya tanpa diskriminasi. Pendidikan untuk semua diwujudkan
Lebih terperinciPENDEKATAN INKLUSIF DALAM PENDIDIKAN
PENDEKATAN INKLUSIF DALAM PENDIDIKAN A. PERUBAHAN PANDANGAN TERHADAP ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN PENDIDIKANNYA Paham humanisme yang berkembang di negara-negara Barat saat ini mempengaruhi cara pandang
Lebih terperinciAKSISIBILITAS LINGKUNGAN FISIK BAGI PENYANDANG CACAT
AKSISIBILITAS LINGKUNGAN FISIK BAGI PENYANDANG CACAT Upaya Menciptakan Fasilitas Umum Dan Lingkungan Yang Aksesibel demi Kesamaan Kesempatan bagi Penyandang Cacat untuk Hidup Mandiri dan Bermasyarakat
Lebih terperinciPENDIDIKAN INKLUSIF. Juang Sunanto Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia
PENDIDIKAN INKLUSIF Juang Sunanto Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia Seperti sebuah lagu yang baru saja diluncurkan, pendidikan inklusif mendapat sambutan
Lebih terperinciMELURUSKAN IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF. OLEH : UTOMO, M. Pd TENAGA PENGAJAR DI PRODI PLB FKIP UNLAM BANJARMASIN
MELURUSKAN IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF OLEH : UTOMO, M. Pd TENAGA PENGAJAR DI PRODI PLB FKIP UNLAM BANJARMASIN E-mail : bekantan_mtp@yahoo.co.id ABSTRAK Indonesia telah mengenal dan mulai melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Negeri (SMPN) inklusif di Kota Yogyakarta, tema ini penting
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tesis ini bertujuan untuk menganalisis pelayanan pendidikan inklusif bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) 1. Dengan mengambil lokus pada Sekolah Menengah Pertama Negeri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam lini kehidupan. Semua orang membutuhkan pendidikan untuk memberikan gambaran dan bimbingan dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah sebuah proses yang melekat pada setiap kehidupan bersama dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa pendidikan tidak
Lebih terperinciPartisipasi Penyandang Cacat dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)
Partisipasi Penyandang Cacat dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Didi Tarsidi Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Disajikan dalam Acara Sosialisasi
Lebih terperinciKata Kunci : Pendidikan Inklusi, Sekolah Inklusi, Anak Berkebutuhan Khusus.
SEKOLAH INKLUSI SEBAGAI PERWUJUDAN PENDIDIKAN TANPA DISKRIMINASI (Studi Kasus Pelaksanaan Sistem Pendidikan Inklusi di SMK Negeri 9 Surakarta) Nurjanah K8409047 Pendidikan Sosiologi Antropologi ABSTRAK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan UU Perlindungan Anak No. 23 tahun 2002 Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan bebas dari diskriminasi dalam bentuk apapun.
Lebih terperinciA. Perspektif Historis
A. Perspektif Historis Pendidikan Luar Biasa (PLB) di Indonesia dimulai ketika Belanda masuk ke Indonesia. Mereka memperkenalkan system persekolahan dengan orientasi Barat. Untuk pendidikan bagi anak-anak
Lebih terperinciPERAN SHADOW TEACHER DALAM LAYANAN KHUSUS KELAS INKLUSI DI SDN PERCOBAAN 1 KOTA MALANG
PERAN SHADOW TEACHER DALAM LAYANAN KHUSUS KELAS INKLUSI DI SDN PERCOBAAN 1 KOTA MALANG Dewi Anggraeni Iswandia Dr. H. Kusmintardjo, M.Pd Dr. H. A. Yusuf Sobri, S. Sos, M.Pd Administrasi Pendidikan Fakultas
Lebih terperinciP 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta
P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta Risti Fiyana Mahasiswa S1 Program Studi Pendidikan Matematika Dr.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sepenuhnya dijamin pemerintah sebagaimana tercantum dalam Pasal 31 UUD
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hak setiap warga Negara untuk memperoleh pendidikan yang layak sepenuhnya dijamin pemerintah sebagaimana tercantum dalam Pasal 31 UUD 1945 tentang hak setiap
Lebih terperinciPendidikan Inklusif. Latar Belakang, Sejarah, dan Konsep Pendidikan Inklusif dengan Fokus pada Sistem Pendidikan Indonesia
Pendidikan Inklusif Latar Belakang, Sejarah, dan Konsep Pendidikan Inklusif dengan Fokus pada Sistem Pendidikan Indonesia Perkembangan SLB di Dunia 1770: Charles-Michel de l Epee mendirikan SLB pertama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak pada umumnya adalah suatu anugerah Tuhan yang sangat berharga dan harus dijaga dengan baik agar mampu melewati setiap fase tumbuh kembang dalam kehidupannya.
Lebih terperinciPESERTA DIDIK BERKEBUTUHAN KHUSUS DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN INKLUSIF. Oleh Mohamad Sugiarmin
PESERTA DIDIK BERKEBUTUHAN KHUSUS DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN INKLUSIF Oleh Mohamad Sugiarmin Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG
SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS, PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS DAN/ATAU PEMBELAJARAN LAYANAN KHUSUS PADA PENDIDIKAN TINGGI
Lebih terperinciSekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler
Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler Drs. Didi Tarsidi I. Pendahuluan 1.1. Hak setiap anak atas pendidikan
Lebih terperinciPERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP
PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP. 131 755 068 PENDIDIKAN KHUSUS/PLB (SPECIAL EDUCATION) Konsep special education (PLB/Pendidikan Khusus):
Lebih terperincipada saat ini muncullah paradigma baru pendidikan, dimana anak berkebutuhan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) dahulu sebatas penyediaan layanan pendidikan dengan sistem segregrasi, hingga akhirnya pada saat ini muncullah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ema Rahmawati, 2014 Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik 1945, Amandemen IV Pembukaan, alinea IV yaitu dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga Negara dengan negaranya begitu juga sebaliknya. Hak dan kewajiban ini diatur dalam undang-undang
Lebih terperinciE-JUPEKhu(JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)
Volume Nomor September 2014 E-JUPEKhu(JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu Halaman : 221-229 Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Sistem Pendidikan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbedaan antara manusia dengan fisik yang sempurna dengan mereka yang memiliki kekurangan fisik ternyata melahirkan berbagai diskriminasi yang berupa 'ketidakadilan'.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkebutuhan khusus. Permasalahan pendidikan sebenarnya sudah lama
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Masalah difabel atau penyandang ketunaan merupakan satu masalah yang kompleks karena menyangkut berbagai aspek. Salah satu hal yang masih menjadi polemik adalah
Lebih terperinciPERAN GPK DALAM PELAYANAN SISWA ABK DI SEKOLAH INKLUSI PASCA DEKLARASIKAN PROVINSI BALI SEBAGAI PENYELENGARA PENDIDIKAN INKLUSI
PERAN GPK DALAM PELAYANAN SISWA ABK DI SEKOLAH INKLUSI PASCA DEKLARASIKAN PROVINSI BALI SEBAGAI PENYELENGARA PENDIDIKAN INKLUSI Naskah Penulisan Karya ilmiah pada symposium Guru dan Tenaga Kependidikan
Lebih terperinciPerkembangan Pendidikan Khusus/Pendidikan Luar Biasa di Indonesia (Development of Special
Perkembangan Pendidikan Khusus/Pendidikan Luar Biasa di Indonesia (Development of Special Education in Indonesia) Zaenal Alimin Prodi Pendidikan Kebutuhan Khusus SPS UPI Jurusan PLB FIP UPI Perspektif
Lebih terperinciANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI ANAK HIPERAKTIF DI SEKOLAH DASAR KABUPATEN MAGETAN
ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI ANAK HIPERAKTIF DI SEKOLAH DASAR KABUPATEN MAGETAN TESIS Program Studi Magister Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Telah ditegaskan dalam UU RI 1945 pasal 31 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak berkebutuhan khusus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk. termasuk anak yang memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk dapat memperoleh pendidikan melekat pada semua
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu tujuan nasional yang secara tegas dikemukakan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Tujuan tersebut berlaku bagi
Lebih terperinciKOMITMEN KEPALA SEKOLAH DALAM MENYIAPKAN KEMANDIRIAN PESERTA DIDIK ABK. Juang Sunanto Pendidikan Luar Biasa, Universitas Pendidikan Indonesia
KOMITMEN KEPALA SEKOLAH DALAM MENYIAPKAN KEMANDIRIAN PESERTA DIDIK ABK Juang Sunanto Pendidikan Luar Biasa, Universitas Pendidikan Indonesia A. Pendahuluan Sebagaimana tercantum dalam Undang Undang Sistem
Lebih terperinci2016 LAYANAN PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK TUNANETRA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagi peserta didik memperoleh layanan pendidikan yang bermutu adalah hak. Tidak terkecuali peserta didik yang memiliki kebutuhan khusus. Sejauh ini layanan pendidikan
Lebih terperinciPELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh
PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN 2016 Oleh SRI DELVINA,S.Pd NIP. 198601162010012024 SLB NEGERI PELALAWAN KEC. PANGKALAN KERINCI KAB. PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN
Lebih terperinciMANAJEMEN PENDIDIKAN INKLUSIF
MANAJEMEN PENDIDIKAN INKLUSIF Juang Sunant,Ph.D. Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia Abstrak Pendidikan inklusif sebagai paradigma baru telah mendapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agar keberlangsungan hidup setiap manusia terjamin maka kebutuhan dasar akan pendidikan harus terpenuhi sehingga lebih bermartabat dan percaya diri. Oleh karena itu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersebut bisa dalam bentuk barang ataupun jasa. Atas dasar itu negara sebagai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia tidak akan terlepas dalam upaya pemenuhan kebutuhannya. Kebutuhan tersebut bisa dalam bentuk barang ataupun jasa. Atas dasar itu negara sebagai organisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Direktorat Jendral Managamen Pendidikan Dasar dan Menengah, yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Direktorat Jendral Managamen Pendidikan Dasar dan Menengah, yang membawahi Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, pelaksanaan ditingkat provinsi khususnya di Provinsi
Lebih terperinciKesiapan Guru dalam Pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun di Sekolah Inklusi
Kesiapan Guru dalam Pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun di Sekolah Inklusi Nurul Hidayati Rofiah 1*, Muhammad Ragil Kurniawan 2 1,2 PGSD UAD *Email: nurulhidayati@pgsd.uad.ac.id Keywords: Wajib belajar
Lebih terperinciSIKAP GURU SLB TERHADAP PENDIDIKAN INKLUSIF. Nia Sutisna dan Indri Retnayu. Jurusan PLB FIP Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRAK
SIKAP GURU SLB TERHADAP PENDIDIKAN INKLUSIF Nia Sutisna dan Indri Retnayu Jurusan PLB FIP Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRAK Penelitian ini ingin menggambarkan sikap guru SLB sebagai partner kerja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keharusan negara untuk mampu menciptakan rakyat yang cerdas ditiap-tiap bidangnya dan mengenai pendidikan sebagai suatu alat terciptanya negara yang baik dalam perspektif
Lebih terperinciPROSPEK TENAGA KEPENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
PROSPEK TENAGA KEPENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS oleh: Ishartiwi PLB-FIP Universitas Negeri Yogyakarta -----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan penting dalam perkembangan anak karena, pendidikan merupakan salah satu wahana untuk membebaskan anak dari keterbelakangan, kebodohan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam upaya mewujudkan tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anak Berkebutuhan Khusus (Children with special needs) atau yang sering disingkat ABK adalah anak yang memiliki perbedaan dalam keadaan dimensi penting dari
Lebih terperinciPotensi Pendidikan Taman Kanak-kanak untuk Menyelenggarakan Pendidikan Inklusif di Kota Banjai masin
Riset Potensi Pendidikan Taman Kanak-kanak Ulomo, Imam, Agus Potensi Pendidikan Taman Kanak-kanak untuk Menyelenggarakan Pendidikan Inklusif di Kota Banjai masin Utomo, Imam Yuwono & Agus Pratomo A.W.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan inklusif atau yang sering disebut dengan inclusive class
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan inklusif atau yang sering disebut dengan inclusive class merupakan salah satu terobosan besar yang dicetuskan di dunia pendidikan. Hal ini karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan masalah yang sangat penting dalam kehidupan, baik dalam kehidupan keluarga ataupun kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan bertujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan sesungguhnya bersifat terbuka, demokratis, tidak diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam konteks pendidikan untuk
Lebih terperinciFAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA RPP. (PENDIDIKAN INKLUSI) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
RPP/Kode mata Pertemuan ke : 1-3 Tujuan Perkuliahan : 1. Membuat kesepakatan tentang arah dan tugas-tugas perkuliahan dalam 1 semester 2. Mahasiswa memiliki pemahaman tentang pendidikan inklusif Materi
Lebih terperinciPENDIDIKAN INKLUSIF. Kata Kunci : Konsep, Sejarah, Tujuan, Landasan Pendidikan Inklusi
PENDIDIKAN INKLUSIF Nenden Ineu Herawati ABSTRAK Uraian singkat tentang pendidikan inklusif adalah pendidikan yang ramah untuk semua anak, dengan sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam pendidikan, terus menerus melakukan upaya pembaharuan untuk meningkatkan mutu pendidikan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
111 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia diciptakan dengan hak dan kewajiban yang sama dimata Tuhan Yang Maha Esa. Manusia hidup berkembang sebagai makhluk sosial dengan menjalankan peran dan tugas
Lebih terperinciJaringan Kerja untuk Inklusi. Didi Tarsidi Jurusan PLB, FIP, UPI, Bandung
Jaringan Kerja untuk Inklusi Didi Tarsidi Jurusan PLB, FIP, UPI, Bandung Disajikan pada Seminar Pendidikan Inklusif peringatan hari kelahiran Louis Braille Suku Dinas Pendidikan Luar Biasa, Bandung 28
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atas pendidikan. Unesco Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mencanangkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap anak berhak mendapat pendidikan, hal ini telah tercantum dalam deklarasi universal 1948 yang menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak atas pendidikan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terjadi pada saat perjalanan. Rasa aman, nyaman dan terhindar dari bahaya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kenyamanan dan keselamatan pada saat berjalan merupakan dambaan setiap orang. Rasa nyaman artinya terbebas dari perasaan takut dari ancaman situasi bahaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus telah dicantumkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Lebih terperinciCapacity Building Workshop on Supporting Employability of Persons with Disability
Capacity Building Workshop on Supporting Employability of Persons with Disability Accessible Infrastructure, Transportation Click to add text and Technology Perundangan. UUD 1945 Pasal 28 H ayat 2, Setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama ini pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus lebih banyak diselenggarakan secara segregasi di Sekolah Luar Biasa (SLB) dan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB).
Lebih terperinciwww. psld. uin-suka.ac.id
www. psld. uin-suka.ac.id Facts about Education and PWDs Gap Kebijakan-Kebijakan Perubahan Persepsi-Paradigma Hambatan yang dialami mhs difabel di PT Apa yang dilakukan PSLD 1 Rendahnya partisipasi penyandang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota-kota di Indonesia tengah mengalami perkembangan populasi yang sangat
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kota-kota di Indonesia tengah mengalami perkembangan populasi yang sangat pesat dan tantangan perkotaan lainnya, peningkatan pertumbuhan penduduk yang sangat pesat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah anak-anak normal yang tidak mengalami kebutuhan khusus dalam pendidikannya. Hal ini sudah berjalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dijamin dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun. nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk bekal mengarungi samudera kehidupan yang semakin penuh dengan persaingan. Oleh karena itu pendidikan menjadi
Lebih terperinciAdaptif. Adaptif dapat diartikan sebagai, penyesuaian, modifikasi, khusus, terbatas, korektif, dan remedial.
Adaptif Adaptif dapat diartikan sebagai, penyesuaian, modifikasi, khusus, terbatas, korektif, dan remedial. Pelatihan Adaptif Program latihan yang disesuaikan dengan kebutuhan perorangan yang dikarenakan
Lebih terperinciPENDIDIKAN PENYANDANG CACAT DARI SUDUT PANDANG MODEL PENDIDIKAN INKLUSI DI INDONESIA. Oleh: Haryanto
PENDIDIKAN PENYANDANG CACAT DARI SUDUT PANDANG MODEL PENDIDIKAN INKLUSI DI INDONESIA Oleh: Haryanto REALITA PENCA DI LAPANGAN Belum ada data riil jumlah penca di Indonesia, Diperkirakan 10% dari populasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia sejak dilahirkan mempunyai fitrah sebagai makhluk yang. berguna bagi agama, berbangsa dan bernegara.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sejak dilahirkan mempunyai fitrah sebagai makhluk yang memiliki kemampuan untuk berfikir, berkreasi dan juga beragam serta beradaptasi dengan lingkungannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman membuat manusia menyesuaikan diri dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari bahwa setiap individu memiliki hak untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan untuk membangun Negara yang merdeka adalah dengan mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan tersebut telah diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang
Lebih terperinciBAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Aksesibilitas Pemilu
BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas
Lebih terperinciPenyandang Cacat dan Permasalahannya
Penyandang Cacat dan Permasalahannya Juang Sunanto Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Universitas Pendidikan Indonesia Pandangan dan Sikap Masyarakat Keberadaan penyandang cacat (penca) telah ada sejak dahulu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu negara memiliki kewajiban untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada dasarnya merupakan bagian dari hak asasi manusia dan hak setiap warga negara yang usaha pemenuhannya harus direncanakan dan dijalankan dan dievaluasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kasus yang akan dieksplorasi. SD Negeri 2 Bendan merupakan salah satu sekolah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian ini ditujukan untuk mengekesplorasi praktik pelaksanaan dan pengembangan sekolah inklusif. Penelitian dilakukan dengan menjadikan SD Negeri 2 Bendan, Kecamatan
Lebih terperinciSLB TUNAGRAHITA KOTA CILEGON BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kunci penting dalam menentukan masa depan suatu bangsa. Pengertian pendidikan sendiri ialah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia yang melekat pada
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia yang melekat pada diri setiap warga dari suatu negara. Rumusan pendidikan sebagai bagian dari HAM itu terlihat
Lebih terperinciPenyandang Disabilitas di Indonesia: Fakta Empiris dan Implikasi untuk Kebijakan Perlindungan Sosial
Ringkasan terjemahan laporan Persons with Disabilities in Indonesia: Empirical Facts and Implications for Social Protection Policies (Penyandang Disabilitas di Indonesia: Fakta Empiris dan Implikasi untuk
Lebih terperinciPAUD INKLUSI UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)
Paud Inklusi Untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) PAUD INKLUSI UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) Abstrak Sri Huning Anwariningsih, Sri Ernawati Universitas Sahid Surakarta, Jl Adi Sucipto 154 Surakarta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Maosul, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan elemen dasar dari hak asasi manusia. Di dalam hak atas pendidikan terkandung berbagai elemen pokok bagi kehihupan manusia. Hak atas pendidikan
Lebih terperinci