Bab II Tinjauan Pustaka

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab II Tinjauan Pustaka"

Transkripsi

1 Bab II Tinjauan Pustaka Memahami variasi yang kompleks pada geometri pori dengan lithofacies yang berbeda merupakan kunci untuk memperbaiki deskripsi dan ekploitasi reservoir. Data core yang menyediakan informasi dari pengendapan yang bervariasi dengan kontrol diagenesis yang bekerja pada geometri pori batuan tersebut, variasi dalam atribut geometri pori pada saatnya menetapkan suatu karakter serta zona yang berbeda antara satu fasies dengan fasies yang lainnya. Analisis core menunjukan sifat fisik batuan tersebut dalam rentang centimeter, sehingga resolusi vertikalnya kurang baik. Perkiraan yang paling mungkin adalah mengestimasi besaran permeabilitas dari pengukuran data well log. Karakteristik batuan yang paling dominan adalah geometri butir (ukuran, bentuk, pemilahan/sorting, orientasi, susunan/packing dan area permukaan pori/pore surface area), dan geometri ruang pori (pore body dan/atau pore throat shape/dimension). Tidak ada satupun parameter tersebut yang langsung terukur oleh data log. Hal ini menjelaskan sulitnya untuk mendapatkan suatu transformasi nilai permeabilitas, karena kebanyakan model melakukan penyederhanaan dari permasalahan yang rumit. Determinasi porositas-permeabilitas biasanya mengacu pada observasi geologi terhadap tipe batuan serta hubungan empirik antara log porositas dengan permeabilitas. Terdapat beberapa peneliti yang mengemukakan korelasi empirik yang hampir serupa untuk menghitung permeabilitas dengan menggunakan porositas dan S wirr untuk reservoir dengan litologi batupasir, menurut Babadagli dan Salmi terdapat beberapa batasan pada penggunaanya, yaitu: 1. Tidak dapat digunakan pada reservoir karbonat secara regional,. Persamaan-persamaan tersebut dibuat untuk lapangan-lapangan lokal, 3. Persamaan-persamaan tersebut hanya dapat digunakan pada kondisi S wirr, 5

2 4. Persamaan-persamaan tersebut tidak dapat diaplikasikan untuk sumur yang dibor pada zona air. Pada laporan penelitian ini, metode determinasi porositas-permeabilitas berdasarkan pada persamaan dasar yang dikemukakan oleh Kozeny-Carman yang telah dimodifikasi oleh beberapa peneliti, seperti konsep yang dikemukakan oleh Wyllie-Rose 3, Timur 4 dan konsep Hydraulic Flow Unit 5,6. II.1 Model Permeabilitas Kozeny-Carman Kozeny 7 telah membuat sebuah korelasi yang paling fundamental serta popular yang mengekspresikan bahwa permeabilitas merupakan fungsi dari porositas dan specific surface area 5, 6, 8, 9,10. Ia menganggap ruang pori batuan sebagai kumpulan pipa kapiler lurus sama panjang dengan r (cm), panjang L (cm) dan tidak saling berhubungan sehingga flow rate, q (cm3/s), yang melalui sekumpulan pipa di atas berdasarkan persamaan Poiseuille s adalah: 4 nπr p q = (II.1) 8µ L dimana p merupakan kehilangan tekanan sepanjang L (dynes/cm ). Aliran fluida yang mengalir melalui sejumlah, n, pipa kapiler dapat juga diperkirakan dengan Hukum Darcy, sebagai berikut: kac p q = (II.) µ L dimana A c merupakan total crossection area, termasuk zona yang tersementasi dari sekumpulan pipa kapiler tersebut. Memperhitungkan persamaan II.1 dan II. untuk mendapatkan nilai diperoleh: 4 nπr k = (II.3) 8 A c 6

3 Porositas didefinisikan sebagai berikut: Vp nπr L nπr φ = = = (II.4) V A L A b c c Kemudian mensubstitusikan A c dari persamaan II.4 ke persamaan II.3 diperoleh: φr k = (II.5) 8 Persamaan di atas merupakan suatu persamaan yang menyatakan hubungan permeabilitas porositas untuk ukuran pori yang seragam serta radius pipa sama dengan r, dimana k dalam cm (1 cm = x 10 8 darcy) atau dalam µm (1 md = x 10-4 µm ) dan φ dalam fraksi. Jika S vp merupakan internal surface area per unit pore volume, dimana surface area A s untuk sejumlah n pipa kapiler adalah n(πrl) dan pore volume V p adalah n(πr L), menjadi: s vp ( ΠrL) As n = = = (II.6) V n p ( Πr L) r Jika S vgr adalah specific surface area dari material berpori atau total area yang terekspose. Untuk setiap kumpulan pipa kapiler, total area yang terekspose, A t, sama dengan A s, dan volume butiran sama dengan A c L(1-φ ), maka: ( ΠrL) n( Πr) n Πnr 1 svgr = = = (II.7) A L(1 φ) A (1 φ) A r 1 φ c c menggabungkan persamaan II.4, II.6 dan II.7 diperoleh: φ s vgr = s vp (II.8) 1 φ merubah bentuk persamaan II.5 menjadi: k φ 1 1 = = φ ( / r) s (II.9) vp c 7

4 dengan mensubstitusikan persamaan II.8 ke persamaan II.9, maka diperoleh: 3 1 φ k = (II.10) s vgr 1 φ dengan memasukan koefisien tortuosity, karena pada kenyataannya tempat mengalirkan fluida tidak lurus melainkan berbelok-belok, maka: L τ = a (II.11) L dengan mensubstitusikan persamaan II.11 ke persamaan II.4 maka persamaan II.5 menjadi: φr k = (II.1) 8τ dan persamaan II.9 menjadi: φ τ 1 k = (II.13) s vp dimana τ disebut juga sebagai konstanta Kozeny, sehingga persamaan di atas menjadi: φ k = (II.14) k s z vp dimana: k = permeabilitas, md φ = porositas, fraksi S p = spesifik surface area = luas permukaan pori per volume pori, cm /cc k z = konstanta kozeny (bervariasi tergantung dari bentuk pipa kapilernya) Kemudian Carman 11 melakukan statu modifikasi terhadap persamaan yang dikemukakan oleh Kozeny di atas. Carman mengganti konstanta Kozeny dengan persamaan berikut: 1 C = (II.15) k ( L / L) o a 8

5 Sehingga persamaan II.10 menjadi: 3 k 1 φ = ( / ) ko La L svgr 1 φ (II.16) Carman melaporkan bahwa nilai k o (L a /L) dapat diperkirakan sebesar 5 untuk kebanyakan material berpori sehingga persamaan Kozeny-Carman secara umum dapat dituliskan sebagai berikut: 3 1 φ k = (II.17) 5 s vgr 1 φ Kozeny dan Carman menghubungkan permeabilitas dengan porositas dan surface area dari butir yang terekspose terhadap aliran fluida. Mereka mengajukan hubungan yang cukup sederhana yang menyatakan permeabilitas sebanding dengan sebuah kubus porositas dan berbanding terbalik dengan segiempat dari surface area pori per unit volume batuan. Permadi 1, dalam penelitiannya menyatakan bahwa distribusi ukuran pori dalam sebuah media berpori akan sangat mempengaruhi hasil dari persamaan Kozeny- Carman yang memang lebih tepat untuk digunakan pada batuan yang mempunyai ukuran pori relatif seragam, sehingga diperlukan persamaan empirik tertentu ataupun modifikasi dari persamaan sebelumnya yang dapat mewakili karakteristik batuan yang ada. Disamping itu, Mavko and Nur 13, menyatakan bahwa persamaan Kozeny-Carman harus dimodifikasi untuk besaran porositas di bawah percolation threshold. Nelson 14 mempublikasikan sebuah paper pada tahun 1994, dengan diskusi yang menyeluruh mengenai metode yang ada pada saat itu. Nelson menunjukan bahwa hubungan yang paling baik yaitu melakukan plot log-log antara porositas dengan permeabilitas. 9

6 Hubungan yang dikemukakan oleh Kozeny-Carman, juga menunjukan aturan tersebut untuk tujuan praktis, karena hasil plotnya membentuk sebuah garis yang hampir lurus seperti yang ditunjukan pada Gambar II.1 di bawah. Gambar II.1- Model Kozeny - Carman, hasil plotnya menunjukan garis yang hampir linear pada skala log-log. II. Model Permeabilitas Wyllie Rose Spesific surface area merupakan parameter yang sulit untuk diukur secara langsung dengan menggunakan metode konvensional dan biasanya diukur secara langsung dari analisis core. Shang 15 mengunakan persamaan Wyllie dan Rose yang merupakan sebuah modifikasi terhadap persamaan Kozeny dan mensubstitusikan irreducible water saturation untuk mengganti specific surface area. Mereka menduga bahwa grain surface area kurang lebih berasosiasi dengan irreducible water saturation, S wirr. Persamaan yang diajukan oleh Wyllie dan Rose dapat dituliskan sebagai berikut: k 1 = B S 3 φ wirr B' (II.18) dimana B adalah koefisien yang berhubungan dengan tipe hidrokarbon dan gravity; B merupakan factor koreksi untuk penyesuaian data (fitting). Persamaan Wyllie dan Rose yang lebih general dapat dituliskan sebagai berikut: Q Pφ k = (II.19) S R wirr 10

7 dimana P, Q dan R merupakan tuning parameters untuk dikalibrasikan kesesuaiannya dengan pengukuran core. Timur 4 mengemukakan suatu persamaan yang merupakan modifikasi dari persamaan Wyllie dan Rose, dimana persamaan Timur ini digunakan untuk batupasir. Timur membangun sebuah persamaan hasil dari pengukuran terhadap 155 sampel batupasir dari beberapa lapangan yang berbeda, menghasilkan suatu persamaan yang menghubungkan permeabilitas dengan porositas dan irreducible water saturation, sebagai berikut: 100φ k = S wirr.5 (II.0) Pada penggunaannya, persamaan yang dikemukakan oleh Timur tersebut dapat memberikan hubungan yang kurang baik 8, sehingga nilai 100 dan.5 dapat disesuaikan sehingga diperoleh suatu hubungan yang lebih baik. Hal ini menunjukan bahwa persamaan yang dikemukakan oleh Timur pada dasarnya merupakan aplikasi dari persamaan Wyllie-Rose dengan nilai P, Q dan R secara berturut-turut adalah 100,.5 dan 1, sehingga persamaan ini dapat diaplikasikan pada batuan karbonat dengan merubah nilai tuning parameter yang diberikan sebagaimana yang telah dilakukan oleh Timur untuk batupasir. II.3 Model Permeabilitas HFU Konsep hydraulic flow unit 5,6 atau dikatakan hydraulic unit saja (HU), didefinisikan sebagai volume yang mewakili volume total batuan reservoir yang termasuk sifat-sifat geologi, dimana sifat ini mengkontrol aliran fluida yang secara internal bersifat dan dapat diperkirakan berbeda dengan sifat fisik batuan lainnya. Jadi, flow unit adalah suatu zona di dalam reservoir yang continu secala vertical dan lateral dan mempunyai karakteristik aliran dan perlapisan yang serupa. Hydraulic unit berhubungan dengan penyebaran fasies geologi akan tetapi tidak selalu bertepatan dengan batas fasies 5,6. 11

8 Parameter utama yang mempengaruhi aliran fluida adalah atribut geometri porethroat. Pada gilirannya, geometri pori dipengaruhi oleh mineraloginya (seperti; tipe, lokasi dan kelimpahannya) serta tekstur dari batuannya (seperti; ukuran butir, bentuk butir, sorting dan packing) 16. Bagaimanapun, sebuah hydraulic unit dapat terdiri dari beberapa tipe fasies batuan tertentu, tergantung pada tekstur pengendapan dan kandungan mineraloginya. Pengelompokan batuan berdasar pada prinsip geologi dalam atribut aliran merupakan dasar dari klasifikasi hydraulic unit. Berawal dari teori serta persamaan yang dikemukakan oleh Kozeny-Carman, yang merupakan persamaan yang menyatakan hubungan yang penting karena persamaan ini (persamaan II.5) menunjukan bahwa faktor yang yang menghubungkan porositas dengan permeabilitas adalah karakteristik porinya, dalam hal ini radius pori, yang merupakan ciri khas batuan sedimen. Kozeny, selanjutnya Kozeny-Carman menambahkan faktor tortuositas pada persamaan II.10 sehingga persamaan tersebut menjadi: 3 1 φ k = (II.1) τ F s s vgr 1 φ Bentuk F s τ s vgr merupakan fungsi dari karakteristik geologi pada media berpori dan bervariasi mengikuti perubahan geometri pori, hal inilah yang menjadi dasar pemikiran dan bagian utama dalam klasifikasi hydraulic unit karena shape factor, surface grain area dan tortuosity merupakan parameter yang sangat sulit untuk ditentukan. Jika persamaan II.1 dinyatakan dalam satuan lapangan maka persamaan tersebut dapat ditulis sebagai berikut: k φ e (II.) e = F τ. s s 1 vgr φ 1 φe 1

9 dimana merupakan faktor konversi dari µm ke md, kemudian flow zone indicator (FZI) dinyatakan sebagai: F zi = F τ. s s 1 vgr (II.3) dan reservoir quality index (RQI) dinyatakan sebagai berikut: I rq k = (II.4) φ e serta Phi Z dinyatakan sebagai berikut: sehingga persamaan II. menjadi: φ I φ e z = (II.5) 1 φe rq = φ F (II.6) z zi Pemikiran dasar dari klasifikasi hydraulic unit adalah untuk mengidentifikasikan kelompok data yang membentuk suatu garis miring yang lurus pada log-log plot antara I rq vs φ z sebagaimana yang ditunjukan oleh Gambar II. di bawah, menurut Abbaszadeh 5, Gyllensten 17, pembagian HFU dapat juga dilakukan dengan pendekatan geostatistik baik itu histogram maupun variogram. Nilai permeabilitas untuk setiap titik sample dihitung dari setiap hydraulic unit yang berhubungan menggunakan nilai FZI dan besaran porositas pada titik sample tersebut dengan menggunakan persamaan di bawah ini: φ 3 e = 1014 ( F zi ) ( ) k (II.7) 1 φ 13

10 1 Histogram RQI Phi Z FZI Gambar II. Skema identifikasi Flow Zone II.4 Carbonate Reservoir Reservoir karbonat merupakan reservoir yang dikarakterisasi oleh penyebaran porositas dan permeabilitas yang sangat heterogen. Keheterogenitasan ini disebabkan oleh luasnya lingkungan dimana batuan karbonat diendapkan dan kemudian alterasi diagenetik yang terjadi pada original rock fabric setelah pengendapan. Batuan karbonat terbentuk di pantai, pada zona transisi dengan kedalaman ideal 0 hingga 50 m, temperatur air berkisar 5 hingga 9 oc (photic area), serta kadar salinitas air 5 hingga 35%. Sumber utama pembentuk batuan karbonat merupakan mahluk hidup berupa foraminifera dan alga. Unsur kimia pembentuk utama batuan karbonat adalah CaCO3. Batuan karbonat biasa dikenal juga sebagai terumbu karang / reef (recent) atau batu kapur bila terekspose di permukaan. Gambar II.3 menunjukan lingkungan ideal tempat berkembangnya carbonat. 14

11 Gambar II.3 Lingkungan Ideal Perkembangan Modern Carbonat Sistem pori bervariasi mulai dari yang kecil dan tipis, vuggy (gerowong) pada reservoir dengan fasies yang kaya akan skeletal serta mempunyai bentuk butir yang kasar, biasanya karakter pori ini terjadi pada reef margin ataupun platform margin, seringkali reservoir ini tidak kontinyu pada bagian reef interior, platform interior dan nearshore facies. Sistem pori pada batuan karbonat dikontrol oleh kondisi di bagian mana batuan tersebut dibentuk sebagaimana yang ditunjukan oleh Gambar II.4 dan II.5 di bawah ini. Gambar II.4 Jenis porositas yang berasosiasi dengan jenis fasies 15

12 Gambar II.5 Lingkungan pengendapan fasies-fasies carbonat Pembagian dari rongga batuan reservoir telah ditentukan, dimana pembagian kelas porositas telah dibagai kedalam dua kelas 13 sebagai berikut: (1) Porositas primer, didefinisikan sebagai porositas intergranular dan dikontrol oleh proses pengendapan dan litifikasi. Biasanya, jenis porositas ini mempunyai konektivitas yang tinggi dan dapat dikorelasikan dengan permeabilitas ketika ketergantungannya terhadap distribusi geometri, ukuran serta distribusi spatial dari butiran. Tipe yang khas dari jenis porositas ini adalah pasir, batupasir dan limestone dengan fasies oolitic, seperti yang ditunjukan pada Gambar II.6. Porositas primer dibagi lagi menjadi dua jenis porositas berdasarkan waktu pengendapannya, sebagai berikut: A. Pre-depositional - Pori-pori yang tidak dapat dipisahkan dalam komponen karbonat; seperti pori yang terdapat dalam butiran kerangka foraminifera (intraskeletal). - Intragranlar, di dalam butiran. 16

13 Gambar II.6 Tipe porositas primer pada batuan karbonat B. Depositional - Pori-pori yang terbentuk selama proses sedimentasi - Ruang pori yang terbentuk diantara kerangka cangkang (skeletal framework) yang tidak terisi oleh matrik - Ruang pori yang terbentuk diantara butiran (grain) yang tidak terisi oleh matrik - Ruang pori yang terbentuk akibat terlindungi oleh dinding cangkang. Perkiraan persentase besaran porositas untuk setiap jenis tekstur batuan karbonat ditunjukan oleh Gambar II.7. () Porositas sekunder, didefinisikan sebagai porositas yang terbentuk setelah terjadinya sedimentasi, umumnya berhubungan dengan proses diangenesa dan dikontrol oleh perekahan (fracturing), jointing dan/atau pelarutan saat terjadinya sirkulasi fresh water meskipun hal ini dapat juga dimodifikasi oleh pengisian akibat dari proses presipitasi. Jenis porositas ini mempunyai konektivitas yang rendah bahkan tidak terkoneksi dan biasanya tidak dapat dihubungkan dengan permeabilitas. Solution channels 17

14 atau ruang vugular yang terbentuk selama weathering atau proses penimbunan pada cekungan sediment merupakan proses bawaan pada batuan karbonat seperti limestone dan dolomite. Joint atau fissure yang biasanya terdapat pada massive, formasi tebal yang terdiri dari shale, siltstone, limestone atau dolomite pada umumnya berarah vertical, dan disebabkan oleh kegagalan tensional (tensional failure) saat deformasi (mechanical deformation) permeabilitas yang berasosiasi dengan tipe system pori ini biasanya bersifat anisotropik. Lucia x menunjukan klasifikasi batuan karbonat berdasarkan rock fabric dan sifat fisiknya sebagaimana yang ditunjukan pada Gambar II.8. Gambar II.7 Porositas primer saat pengendapan sediment modern carbonate Gambar II.8 Klasisfikasi geologi dan petrofisik untuk ruang pori interpartikel batuan karbonat (Lucia, 1995) 18

15 Disamping pembagian jenis porositas di atas, ada pula pembagian yang didasarkan pada iklim yang terjadi pada lingkungan pengendapannya, sebagai berikut: Porositas primer khususnya didapati pada iklim kering (arid) dimana oolitic grainstones (intergranular) dan dolomite (intercrystalline) dapat berkembang dengan baik pada lingkungan yang tidak terekspose ke permukaan. Porositas sekunder, seperti porositas vuggy, channeling, moldic, berkembang dengan baik pada iklim yang basah (humid), khususnya pada build-ups (reef / banks) dengan bagian yang terekspose ke permukaan. Dunham mengemukakan pula klasifikasi batuan karbonat berdasarkan karaketristik teksturnya seperti pada Gambar II.9 di bawah ini. DUNHAM S CARBONATE Gambar II.9 Dunham s Carbonate clasification II.5 Fungsi Matematika, Statistik Dan Geology Dalam Karakteristik Aliran Perkiraan keteknikan dilakukan berdasarkan hubungan dan persamaan matematika dalam memahami dan menyelesaikan permasalahannya, lebih jauhnya lagi, 19

16 ekspresi matematika ini berhubungan dengan teori aliran fluida, fisik batuan dan geologinya. Semakin baik kemampuan untuk mendeskripsikan fenomena aliran yang sebenarnya maka semakin baik pula kemampuannya untuk memperkirakan permeabilitas. Prediksi tersebut dapat diperoleh dengan berbagai cara, diantaranya menggunakan persamaan matematik atau menggunakan statistic. Didalam konsep geologi, permeabilitas tergantung pada parameter-parameter tekstur seperti rock fabric, sorting, roundness, dan ukuran butiran. Kemudian, orientasi butiran akan menyebabkan efek yang menarik terhadap permeabilitas. Parameter-parameter yang bersifat tekstur lebih berasosiasi dengan karakteristik butiran, karakteristik butiran akan lebih berhubungan dengan fasies sediment. Efek dari pengendapan pada batuan cenderung dapat diprediksi. Kejadiankejadian setelah pengendapan (post-depositional), seperti kompaksi, secara umum berhubungan dengan perubahan rongga pori. Perubahan diagenesa pada batuan cenderung menyebabkan sifat fisik batuan tersebut akan sulit untuk diperkirakan. Permeabilitas secara langsung berhubungan dengan rongga pori yang mengalirkan fluida, dan secara tidak langsung berhubungan dengan butiran yang menghalangi aliran, mungkin hal inilah yang kadangkala menyebabkan permeabilitas terlihat sulit untuk diprediksikan. 0

STUDI HUBUNGAN PERMEABILITAS DENGAN POROSITAS PADA RESERVOIR KARBONAT FORMASI BATURAJA DAN KUJUNG TESIS

STUDI HUBUNGAN PERMEABILITAS DENGAN POROSITAS PADA RESERVOIR KARBONAT FORMASI BATURAJA DAN KUJUNG TESIS STUDI HUBUNGAN PERMEABILITAS DENGAN POROSITAS PADA RESERVOIR KARBONAT FORMASI BATURAJA DAN KUJUNG TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Batuan Sedimen Batuan Sedimen adalah salah satu kelompok utama dari batuan di muka bumi. Batuan ini sering membentuk reservoir berpori dan permeabel pada cekungan sedimen dengan

Lebih terperinci

Foto 32. Singkapan batugamping fasies foraminifera packestone yang berlapis.

Foto 32. Singkapan batugamping fasies foraminifera packestone yang berlapis. besar Lepidocyclina spp., Amphistegina spp., Cycloclypeus spp., sedikit alga, porositas buruk berupa interpartikel, intrapartikel dan moldic, berlapis baik. Pada sayatan tipis (Lampiran A-5: analisis petrografi)

Lebih terperinci

Batuan berpori merupakan media dengan struktur fisik yang tersusun atas bahan

Batuan berpori merupakan media dengan struktur fisik yang tersusun atas bahan BAB II TEORI DASAR.1 Batuan Berpori Batuan berpori merupakan media dengan struktur fisik yang tersusun atas bahan padat (matriks) dan rongga-rongga kosong (pori). Pada batuan, bagian pori inilah yang terisi

Lebih terperinci

Studi Model Reservoir Karbonat Menggunakan Analisa Tipe Batuan

Studi Model Reservoir Karbonat Menggunakan Analisa Tipe Batuan Studi Model Reservoir Karbonat Menggunakan Analisa Tipe Batuan Radyadiarsa Pusat Studi Energi Universitas Padjadjaran Abstrak Lapanqan "W" yang terletak di Cekungan Sumatra Selatan telah terbukti menghasilkan

Lebih terperinci

KORELASI POROSITAS vs PERMEABILITAS LAPANGAN Y DENGAN MENGGUNAKAN DATA CORE. Dedi Cahyoko Aji Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

KORELASI POROSITAS vs PERMEABILITAS LAPANGAN Y DENGAN MENGGUNAKAN DATA CORE. Dedi Cahyoko Aji Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta KORELASI POROSITAS vs PERMEABILITAS LAPANGAN Y DENGAN MENGGUNAKAN DATA CORE KABUPAT EN BANGG AI, SUL AWESI TENG AH Dedi Cahyoko Aji Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta ABSTRAK Karakterisasi

Lebih terperinci

Berikut ini adalah log porositas yang dihasilkan menunjukkan pola yang sama dengan data nilai porositas pada inti bor (Gambar 3.18).

Berikut ini adalah log porositas yang dihasilkan menunjukkan pola yang sama dengan data nilai porositas pada inti bor (Gambar 3.18). Gambar 3.17 Grafik silang antara porositas inti bor dan porositas log densitas. Berikut ini adalah log porositas yang dihasilkan menunjukkan pola yang sama dengan data nilai porositas pada inti bor (Gambar

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR

BAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR BAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR Pemodelan petrofisika reservoir meliputi pemodelan Vshale dan porositas. Pendekatan geostatistik terutama analisis variogram, simulasi sekuensial berbasis grid (Sequential

Lebih terperinci

Evaluasi Formasi dan Estimasi Permeabilitas Pada Reservoir Karbonat Menggunakan Carman Kozceny, Single Transformasi dan Persamaan Timur

Evaluasi Formasi dan Estimasi Permeabilitas Pada Reservoir Karbonat Menggunakan Carman Kozceny, Single Transformasi dan Persamaan Timur Evaluasi Formasi dan Estimasi Permeabilitas Pada Reservoir Karbonat Menggunakan Carman Kozceny, Single Transformasi dan Persamaan Timur Oleh: Ari Teguh Sugiarto 1109100053 Dosen Pembimbing: Prof. Dr.rer.nat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini di Indonesia semakin banyak ditemukan minyak dan gas yang terdapat pada reservoir karbonat, mulai dari ukuran kecil hingga besar. Penemuan hidrokarbon dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reservoar, batuan tudung, trap dan migrasi. Reservoar pada daerah penelitian

BAB I PENDAHULUAN. reservoar, batuan tudung, trap dan migrasi. Reservoar pada daerah penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Syarat terdapatnya hidrokarbon pada suatu daerah eksplorasi adalah adanya petroleum system yang terdiri dari 5 komponen yaitu: batuan induk, batuan reservoar,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi INTISARI... xviii ABSTRACT...

Lebih terperinci

Bab III Pengolahan dan Analisis Data

Bab III Pengolahan dan Analisis Data Bab III Pengolahan dan Analisis Data Dalam bab pengolahan dan analisis data akan diuraikan berbagai hal yang dilakukan peneliti untuk mencapai tujuan penelitian yang ditetapkan. Data yang diolah dan dianalisis

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN...

HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii ABSTRAK... iv PERNYATAAN... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Diskusi

Bab IV Hasil dan Diskusi Bab IV Hasil dan Diskusi IV.1 Hasil Studi Kelayakan Hasil plot silang antara data sifat reservoir dan data sifat batuan sintetik menunjukkan adanya korelasi yang bagus pada sebagian parameter, dengan koefisien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karakterisasi Reservoar Batuan Karbonat Formasi Kujung II, Sumur FEP, Lapangan Camar, Cekungan Jawa Timur Utara 1

BAB I PENDAHULUAN. Karakterisasi Reservoar Batuan Karbonat Formasi Kujung II, Sumur FEP, Lapangan Camar, Cekungan Jawa Timur Utara 1 BAB I PENDAHULUAN Karakterisasi reservoar adalah bentuk usaha dalam menentukan kualitas reservoar (Sudomo, 1998). Kualitas reservoar dikontrol oleh faktor pembentukan batuan karbonat, yaitu tekstur dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Shale merupakan jenis batuan yang mendominasi batuan sedimen di dunia, yakni sekitar 50-70 %, sedangkan sisanya berupa sandstone dan sedikit limestone (Jonas and McBride,

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Injeksi Air Injeksi air merupakan salah satu metode Enhanced Oil Recovery (aterflood) untuk meningkatkan perolehan minyak yang tergolong injeksi tak tercampur. Air injeksi

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Di dalam ilmu kebumian, permeabilitas (biasanya bersimbol κ atau k)

BAB II TEORI DASAR. Di dalam ilmu kebumian, permeabilitas (biasanya bersimbol κ atau k) BAB II TEORI DASAR.1 Permeabilitas Di dalam ilmu kebumian, permeabilitas (biasanya bersimbol κ atau k) merupakan kemampuan suatu material (khususnya batuan) untuk melewatkan fluida. Besaran ini dapat diperoleh

Lebih terperinci

BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN

BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN Fasies adalah suatu tubuh batuan yang dicirikan oleh kombinasi ciri litologi, ciri fisik dan biologi yang membedakannya dengan tubuh batuan yang berdekatan (Walker,

Lebih terperinci

BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING

BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING BAB IV DIAGENESIS BATUGAMPING 4.1 Diagenesis Batugamping Diagenesis merupakan proses yang terjadi setelah proses sedimentasi pada suatu batuan meliputi proses kimiawi maupun fisika, namun perubahan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertamina EP yang berada di Jawa Barat (Gambar 1.1). Lapangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pertamina EP yang berada di Jawa Barat (Gambar 1.1). Lapangan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Lapangan Ibrahim merupakan salah satu lapangan minyak dari PT. Pertamina EP yang berada di Jawa Barat (Gambar 1.1). Lapangan tersebut mulai diproduksi pada

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH LEPAS PANTAI UTARA MADURA

BAB III GEOLOGI DAERAH LEPAS PANTAI UTARA MADURA BAB III GEOLOGI DAERAH LEPAS PANTAI UTARA MADURA Lapangan ini berada beberapa kilometer ke arah pantai utara Madura dan merupakan bagian dari North Madura Platform yang membentuk paparan karbonat selama

Lebih terperinci

Nama : Peridotit Boy Sule Torry NIM : Plug : 1

Nama : Peridotit Boy Sule Torry NIM : Plug : 1 DIAGENESA BATUAN SEDIMEN Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil pemadatan endapan yang berupa bahan lepas. Batuan sedimen juga dapat terbentuk oleh penguapan larutan kalsium karbonat,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM Tujuan utama analisis variogram yang merupakan salah satu metode geostatistik dalam penentuan hubungan spasial terutama pada pemodelan karakterisasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EVOLUSI POROSITAS DENGAN KARAKTERISTIK DIAGENESIS FORMASI WONOSARI DI KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROVINSI DIY

HUBUNGAN ANTARA EVOLUSI POROSITAS DENGAN KARAKTERISTIK DIAGENESIS FORMASI WONOSARI DI KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROVINSI DIY Abstrak HUBUNGAN ANTARA EVOLUSI POROSITAS DENGAN KARAKTERISTIK DIAGENESIS FORMASI WONOSARI DI KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, PROVINSI DIY Muhamad Rizki Asy ari 1*, Sarju Winardi 1 1 Jurusan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cekungan Sumatra Tengah merupakan cekungan penghasil minyak bumi yang pontensial di Indonesia. Cekungan ini telah dikelola oleh PT Chevron Pacific Indonesia selama

Lebih terperinci

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA PRAKTIKUM PETROGRAFI BORANG MATERI ACARA IV: PETROGRAFI BATUAN SEDIMEN SILISIKLASTIK Asisten Acara: 1. 2. 3.

Lebih terperinci

BAB IV RESERVOIR KUJUNG I

BAB IV RESERVOIR KUJUNG I BAB IV RESERVOIR KUJUNG I Studi geologi yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui geometri dan potensi reservoir, meliputi interpretasi lingkungan pengendapan dan perhitungan serta pemodelan tiga dimensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pliosen Awal (Minarwan dkk, 1998). Pada sumur P1 dilakukan pengukuran FMT

BAB I PENDAHULUAN. Pliosen Awal (Minarwan dkk, 1998). Pada sumur P1 dilakukan pengukuran FMT BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Lapangan R merupakan bagian dari kompleks gas bagian Selatan Natuna yang terbentuk akibat proses inversi yang terjadi pada Miosen Akhir hingga Pliosen Awal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batuan karbonat menyusun 20-25% batuan sedimen dalam sejarah geologi. Batuan karbonat hadir pada Prakambrium sampai Kuarter. Suksesi batuan karbonat pada Prakambrium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cekungan Tarakan terbagi menjadi empat Sub-Cekungan berdasarkan Pertamina BPPKA (1996), yaitu Sub-Cekungan Muara, Sub-Cekungan Berau, Sub-Cekungan Tarakan, dan Sub-Cekungan

Lebih terperinci

Bab III Pengolahan dan Analisis Data

Bab III Pengolahan dan Analisis Data Bab III Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data telah dilakukan mengikuti diagram alir umum seperti Gambar III.1. Studi kelayakan dan pembuatan SGRID dilakukan secara bersamaan karena terdapat bagian

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR

BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR III.1 ANALISIS DATA SUMUR DAN SEISMIK Analisis data sumur dilakukan dengan menginterpretasikan log pada sumur sumur di daerah penelitian untuk menentukan marker. Dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cekungan Asri adalah salah satu cekungan sedimen penghasil hidrokarbon di

I. PENDAHULUAN. Cekungan Asri adalah salah satu cekungan sedimen penghasil hidrokarbon di I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Asri adalah salah satu cekungan sedimen penghasil hidrokarbon di utara lepas pantai Sumatra Tenggara, Indonesia bagian barat. Kegiatan eksplorasi pada Cekungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN Data seismik dan log sumur merupakan bagian dari data yang diambil di bawah permukaan dan tentunya membawa informasi cukup banyak mengenai kondisi geologi

Lebih terperinci

Gambar I.1. : Lokasi penelitian terletak di Propinsi Sumatra Selatan atau sekitar 70 km dari Kota Palembang

Gambar I.1. : Lokasi penelitian terletak di Propinsi Sumatra Selatan atau sekitar 70 km dari Kota Palembang BAB I PENDAHULUAN I.1. Subjek dan Lokasi Penelitian Subjek penelitian ini adalah analisis variogram horizontal pada pemodelan distribusi karakterisasi reservoir. Sedangkan objek penelitian meliputi lapisan

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: ANALISA DATA LOG UNTUK MENENTUKAN ZONA PRODUKTIF DAN MEMPERKIRAKAN CADANGAN AWAL PADA SUMUR R LAPANGAN Y Riza Antares, Asri Nugrahanti, Suryo Prakoso Jurusan Teknik Perminyakan Universitas Trisakti Abstrak

Lebih terperinci

BAB V ANALISA. dapat memisahkan litologi dan atau kandungan fluida pada daerah target.

BAB V ANALISA. dapat memisahkan litologi dan atau kandungan fluida pada daerah target. BAB V ANALISA 5.1 Analisa Data Sumur Analisis sensitifitas sumur dilakukan dengan cara membuat krosplot antara dua buah log dalam sistem kartesian sumbu koordinat x dan y. Dari plot ini kita dapat memisahkan

Lebih terperinci

Gambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975)

Gambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975) STRATIGRAFI CEKUNGAN JAWA BARAT BAGIAN UTARA Sedimentasi Cekungan Jawa Barat Utara mempunyai kisaran umur dari kala Eosen Tengah sampai Kuarter. Deposit tertua adalah pada Eosen Tengah, yaitu pada Formasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemodelan geologi atau lebih dikenal dengan nama geomodeling adalah peta

BAB I PENDAHULUAN. Pemodelan geologi atau lebih dikenal dengan nama geomodeling adalah peta BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pemodelan geologi atau lebih dikenal dengan nama geomodeling adalah peta geologi tiga dimensi yang ditampilkan secara numerik, yang dilengkapi dengan deskripsi kuantitas

Lebih terperinci

BAB IV TEORI DASAR DIAGENESIS KARBONAT

BAB IV TEORI DASAR DIAGENESIS KARBONAT BAB IV TEORI DASAR DIAGENESIS KARBONAT 4.1 Tinjauan Umum Diagenesis meliputi perubahan fisik atau kimia suatu sedimen atau batuan sedimen yang terjadi setelah pengendapan (tidak termasuk proses-proses

Lebih terperinci

PEMODELAN RESERVOIR BATUPASIR A, FORMASI MENGGALA DAN PENGARUH HETEROGENITAS TERHADAP OOIP, LAPANGAN RINDANG, CEKUNGAN SUMATRA TENGAH

PEMODELAN RESERVOIR BATUPASIR A, FORMASI MENGGALA DAN PENGARUH HETEROGENITAS TERHADAP OOIP, LAPANGAN RINDANG, CEKUNGAN SUMATRA TENGAH PEMODELAN RESERVOIR BATUPASIR A, FORMASI MENGGALA DAN PENGARUH HETEROGENITAS TERHADAP OOIP, LAPANGAN RINDANG, CEKUNGAN SUMATRA TENGAH TUGAS AKHIR B Diajukan Sebagai Syarat dalam Mencapai Kelulusan Strata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik mengenai geologi terutama mengenai sifat/karakteristik suatu reservoir sangat penting dalam tahapan eksploitasi suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belakang di Indonesia yang terbukti mampu menghasilkan hidrokarbon (minyak

BAB I PENDAHULUAN. belakang di Indonesia yang terbukti mampu menghasilkan hidrokarbon (minyak BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Jawa Timur bagian Utara merupakan salah satu cekungan busur belakang di Indonesia yang terbukti mampu menghasilkan hidrokarbon (minyak dan gas). Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Salah satu kegiatan pengumpulan data bawah permukaan pada kegiatan pengeboran sumur minyak dan atau gas bumi baik untuk sumur eksplorasi maupun untuk sumur

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS FASIES SEDIMENTASI DAN DISTRIBUSI BATUPASIR C

BAB 4 ANALISIS FASIES SEDIMENTASI DAN DISTRIBUSI BATUPASIR C BAB 4 ANALISIS FASIES SEDIMENTASI DAN DISTRIBUSI BATUPASIR C 4.1. Analisis Litofasies dan Fasies Sedimentasi 4.1.1. Analisis Litofasies berdasarkan Data Batuan inti Litofasies adalah suatu tubuh batuan

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berjalannya waktu jumlah cadangan migas yang ada tentu akan semakin berkurang, oleh sebab itu metoda eksplorasi yang efisien dan efektif perlu dilakukan guna

Lebih terperinci

Gambar 3.21 Peta Lintasan Penampang

Gambar 3.21 Peta Lintasan Penampang Gambar 3.21 Peta Lintasan Penampang Korelasi tahap awal dilakukan pada setiap sumur di daerah penelitian yang meliputi interval Formasi Daram-Waripi Bawah. Korelasi pada tahap ini sangat penting untuk

Lebih terperinci

BAB III TEORI FISIKA BATUAN. Proses perambatan gelombang yang terjadi didalam lapisan batuan dikontrol oleh

BAB III TEORI FISIKA BATUAN. Proses perambatan gelombang yang terjadi didalam lapisan batuan dikontrol oleh BAB III TEORI FISIA BATUAN III.1. Teori Elastisitas Proses perambatan gelombang yang terjadi didalam lapisan batuan dikontrol oleh sifat elastisitas batuan, yang berarti bahwa bagaimana suatu batuan terdeformasi

Lebih terperinci

Bab 3 Parameter Petrofisis Batuan

Bab 3 Parameter Petrofisis Batuan Bab 3 Parameter Petrofisis Batuan Pada dasarnya semua sifat-sifat fisis batuan reservoar dipengaruhi oleh struktur mikro pori. Namun demikian tidak semua informasi parameter fisis mikro dapat diukur secara

Lebih terperinci

BAB IV DISTRIBUSI FASIES BATUGAMPING

BAB IV DISTRIBUSI FASIES BATUGAMPING BAB IV DISTRIBUSI FASIES BATUGAMPING IV.1 Pendahuluan Batuan Karbonat Klastik Terrigenous Sedimen yang global dan tak terbatas dengan iklim. Suplai sedimen berasal dari kontinen dan laut. Ukuran dari butiran

Lebih terperinci

KARAKTERISASI BATUAN RESERVOUIR PASIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE HYDRAULIC FLOW UNIT PADA SUMUR X

KARAKTERISASI BATUAN RESERVOUIR PASIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE HYDRAULIC FLOW UNIT PADA SUMUR X KARAKTERISASI BATUAN RESERVOUIR PASIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE HYDRAULIC FLOW UNIT PADA SUMUR X M. Ghazian Rahman Aziz 1). Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Teknologi Kebumian Dan Energi Trisakti E-mail:

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Pemahaman yang baik terhadap geologi bawah permukaan dari suatu lapangan minyak menjadi suatu hal yang penting dalam perencanaan strategi pengembangan lapangan tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Deep water channel merupakan salah satu fasies di lingkungan laut dalam dengan karakteristik dari endapannya yang cenderung didominasi oleh sedimen berukuran kasar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Lapangan Lita ditemukan pada tahun 1979 melalui tahap pengeboran sumur eksplorasi LT-01. Berdasarkan penelitian terdahulu (Wight., dkk. 1986 & Asjhari.,

Lebih terperinci

BAB IV UNIT RESERVOIR

BAB IV UNIT RESERVOIR BAB IV UNIT RESERVOIR 4.1. Batasan Zona Reservoir Dengan Non-Reservoir Batasan yang dipakai untuk menentukan zona reservoir adalah perpotongan (cross over) antara kurva Log Bulk Density (RHOB) dengan Log

Lebih terperinci

DAFTAR GAMBAR. Gambar 5. Pengambilan Conventinal Core utuh dalam suatu pemboran... Gambar 6. Pengambilan Side Wall Core dengan menggunakan Gun...

DAFTAR GAMBAR. Gambar 5. Pengambilan Conventinal Core utuh dalam suatu pemboran... Gambar 6. Pengambilan Side Wall Core dengan menggunakan Gun... DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Kontribusi berbagai cabang disiplin ilmu dalam kegiatan eksplorasi (Peadar Mc Kevitt, 2004)... Gambar 2. Peta Lokasi Struktur DNF... Gambar 3. Batas batas Struktur DNF dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lapangan gas Tangguh merupakan salah satu lapangan penghasil gas yang berada di Teluk Bintuni, bagian barat Provinsi Papua. Lapangan Tangguh ditemukan pada tahun 1990-an

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KARAKTERISTIK RESERVOAR KARBONAT. 1. Lingkungan Pengendapan 2. Proses Diagenesa

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KARAKTERISTIK RESERVOAR KARBONAT. 1. Lingkungan Pengendapan 2. Proses Diagenesa FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KARAKTERISTIK RESERVOAR KARBONAT 1. Lingkungan Pengendapan 2. Proses Diagenesa 1. LINGKUNGAN PENGENDAPAN - Mempengaruhi : distribusi dan ukuran pori inisial serta geometri

Lebih terperinci

Evaluasi Formasi Menggunakan Data Log dan Data Core pada Lapangan X Cekungan Jawa Timur Bagian Utara

Evaluasi Formasi Menggunakan Data Log dan Data Core pada Lapangan X Cekungan Jawa Timur Bagian Utara JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 3, No. 2, (24) 2337-352 (23-928X Print) B-2 Evaluasi Formasi Menggunakan Data Log dan Data Core pada Lapangan X Cekungan Jawa Timur Bagian Utara Arga Nuryanto, Bagus Jaya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH KATA PENGANTAR ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH i ii iii iv vi vii viii xi xv xvi BAB I.

Lebih terperinci

IV.5. Interpretasi Paleogeografi Sub-Cekungan Aman Utara Menggunakan Dekomposisi Spektral dan Ekstraksi Atribut Seismik

IV.5. Interpretasi Paleogeografi Sub-Cekungan Aman Utara Menggunakan Dekomposisi Spektral dan Ekstraksi Atribut Seismik persiapan data, analisis awal (observasi, reconnaissance) untuk mencari zone of interest (zona menarik), penentuan parameter dekomposisi spektral yang tetap berdasarkan analisis awal, pemrosesan dekomposisi

Lebih terperinci

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS 4.1 Pendahuluan Untuk studi sedimentasi pada Formasi Tapak Bagian Atas dilakukan melalui observasi urutan vertikal terhadap singkapan batuan yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan... Abstrak... Abstract... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Gambar... Daftar Tabel...

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan... Abstrak... Abstract... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Gambar... Daftar Tabel... DAFTAR ISI Lembar Pengesahan... Abstrak... Abstract...... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Gambar... Daftar Tabel... i iii iv v viii xi xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang Penelitian...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Kiprah dan perjalanan PT. Chevron Pacific Indonesia yang telah cukup lama ini secara perlahan diikuti oleh penurunan produksi minyak dan semakin kecilnya

Lebih terperinci

4.4.1 Proses dan Produk Diagenesa Proses Mikritisasi Mikrobial

4.4.1 Proses dan Produk Diagenesa Proses Mikritisasi Mikrobial terangkat ke permukaan. Iklim juga memegang peranan penting dalam proses diagenesa. Pada iklim kering, sementasi di lingkungan air tawar kemungkinan akan terbatas dari porositas primer akan terawetkan.

Lebih terperinci

BAB V INTERPRETASI DATA. batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada

BAB V INTERPRETASI DATA. batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada BAB V INTERPRETASI DATA V.1. Penentuan Litologi Langkah awal yang dilakukan pada penelitian ini adalah menentukan litologi batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada dibawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi permintaan akan energi yang terus meningkat, maka

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi permintaan akan energi yang terus meningkat, maka BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Untuk memenuhi permintaan akan energi yang terus meningkat, maka perusahaan penyedia energi melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya energi yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN RESERVOIR

BAB III PEMODELAN RESERVOIR BAB III PEMODELAN RESERVOIR Penelitian yang dilakukan pada Lapangan Rindang dilakukan dalam rangka mendefinisikan reservoir Batupasir A baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Beberapa hal yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi sifat-sifat litologi dan fisika dari batuan reservoar, sehingga dapat dikarakterisasi dan kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHALUAN. kondisi geologi di permukaan ataupun kondisi geologi diatas permukaan. Secara teori

BAB I PENDAHALUAN. kondisi geologi di permukaan ataupun kondisi geologi diatas permukaan. Secara teori 1 BAB I PENDAHALUAN I.1. Latar Belakang Kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mencari lapangan-lapangan baru yang dapat berpotensi menghasilkan minyak dan atau

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Peta Kontur Isopach

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Peta Kontur Isopach BAB V PEMBAHASAN Pada praktikum Sedimentologi dan Stratigrafi kali ini, acaranya mengenai peta litofasies. Peta litofasies disini berfungsi untuk mengetahui kondisi geologi suatu daerah berdasarkan data

Lebih terperinci

HUBUNGAN SIFAT FISIK TANAH.

HUBUNGAN SIFAT FISIK TANAH. HUBUNGAN SIFAT FISIK TANAH DENGAN AIR TANAH (runi_asmaranto@ub.ac.id) AIR TANAH SIFAT FISIK TANAH Beberapa hal yang penting tentang tanah yang terkait aliran air tanah adalah: 1. Klasifikasi tanah 2. Kerapatan

Lebih terperinci

Porositas Efektif

Porositas Efektif Gambar 4.2.3. Histogram frekuensi porositas total seluruh sumur. 4.2.3. Porositas Efektif Porositas efektif adalah porositas total yang tidak terisi oleh shale. Porositas efektif ditentukan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV FASIES BATUGAMPING GUNUNG SEKERAT

BAB IV FASIES BATUGAMPING GUNUNG SEKERAT BAB IV FASIES BATUGAMPING GUNUNG SEKERAT Satuan batugamping Gunung Sekerat tersingkap dengan baik, dengan penyebaran kurang lebih 10% dari luas daerah penelitian, dalam Peta Geologi (Lampiran G-3) satuan

Lebih terperinci

BAB III KARAKTERISASI RESERVOIR

BAB III KARAKTERISASI RESERVOIR BAB III KARAKTERISASI RESERVOIR Karakterisasi reservoir merupakan suatu proses untuk mengetahui sifat suatu batuan. Untuk mendapatkan karakteristik suatu reservoir secara lebih baik maka diperlukan beberapa

Lebih terperinci

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH...

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iii HALAMAN PERSEMBAHAN...iv KATA PENGANTAR... v RINGKASAN...vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR...ix DAFTAR

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Maksud dan Tujuan

Bab I Pendahuluan. I.1 Maksud dan Tujuan Bab I Pendahuluan I.1 Maksud dan Tujuan Pemboran pertama kali di lapangan RantauBais di lakukan pada tahun 1940, akan tetapi tidak ditemukan potensi hidrokarbon pada sumur RantauBais#1 ini. Pada perkembangan

Lebih terperinci

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai. BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.2.2.3 Umur Berdasarkan data analisis mikrofosil pada sampel yang diambil dari lokasi BG4 (Lampiran B), spesies-spesies yang ditemukan antara lain adalah Globigerinoides

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurunnya angka produksi minyak dan gas bumi dewasa ini memberikan konsekuensi yang cukup besar bagi kehidupan masyarakat. Kebutuhan akan sumber daya minyak dan gas

Lebih terperinci

SIFAT FISIK TANAH DAN BATUAN. mekanika batuan dan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

SIFAT FISIK TANAH DAN BATUAN. mekanika batuan dan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : REKAYASA TANAH & BATUAN 1 SIFAT FISIK TANAH DAN BATUAN Batuan mempunyai sifat-sifat tertentu yang perlu diketahui dalam mekanika batuan dan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : a. Sifat fisik batuan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii SARI... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penerapan Cadzow Filtering Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan meningkatkan strength tras seismik yang dapat dilakukan setelah koreksi NMO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan X merupakan salah satu lapangan eksplorasi PT Saka Energy

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan X merupakan salah satu lapangan eksplorasi PT Saka Energy BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lapangan X merupakan salah satu lapangan eksplorasi PT Saka Energy Indonesia yang secara umum terletak di wilayah South Mahakam, sebelah tenggara dan selatan dari Kota

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISASI REKAHAN DI FASIES BATUGAMPING

BAB V KARAKTERISASI REKAHAN DI FASIES BATUGAMPING BAB V KARAKTERISASI REKAHAN DI FASIES BATUGAMPING 5.1 Pendahuluan Rekahan dapat menjadi faktor utama dalam penyebaran porositas dalam batugamping. Rekahan di batugamping dapat ditemui dalam jenjang skala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Dalam industri minyak dan gas bumi saat ini banyak penelitian dilakukan pada bagian reservoir sebagai penyimpan cadangan hidrokarbon, keterdapatan reservoir dalam

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR II.1. Model Reservoir Rekah Alam

BAB II TEORI DASAR II.1. Model Reservoir Rekah Alam BAB II TEORI DASAR Pada saat ini jenis reservoir rekah alam mulai sering ditemukan, hal ini dikarenakan semakin menipisnya reservoir batu klastik yang mengandung hidrokarbon. Fakta menunjukkan bahwa sekitar

Lebih terperinci

ANALISA INVERSI ACOUSTIC IMPEDANCE (AI) UNTUK KARAKTERISASI RESERVOIR KARBONAT PADA LAPANGAN X FORMASI PARIGI CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA

ANALISA INVERSI ACOUSTIC IMPEDANCE (AI) UNTUK KARAKTERISASI RESERVOIR KARBONAT PADA LAPANGAN X FORMASI PARIGI CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA ANALISA INVERSI ACOUSTIC IMPEDANCE (AI) UNTUK KARAKTERISASI RESERVOIR KARBONAT PADA LAPANGAN X FORMASI PARIGI CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA Luxy Rizal Fathoni, Udi Harmoko dan Hernowo Danusaputro Lab. Geofisika,

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS KARAKETERISASI ZONA PATAHAN

BAB IV. ANALISIS KARAKETERISASI ZONA PATAHAN BAB IV. ANALISIS KARAKETERISASI ZONA PATAHAN IV.1. Kapasitas Seal Pada Zona Patán Analisis karakter sifat zona patahan yang dilakukan dalam penelitian ini pada hakikatnya terdiri atas beberapa tahapan

Lebih terperinci

HUBUNGAN RENTANG UKURAN BUTIR TERHADAP BESARAN BATUAN

HUBUNGAN RENTANG UKURAN BUTIR TERHADAP BESARAN BATUAN DOI: doi.org/10.21009/03.snf2017.02.epa.13 HUBUNGAN RENTANG UKURAN BUTIR TERHADAP BESARAN BATUAN Siti Sarah Munifah a), Siska Nuraidah, Siti Marya Darmawati, Selly Feranie b) Departemen Pendidikan Fisika

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING

BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING 6. 1 Pendahuluan Menurut Nelson (1985), sistem rekahan khususnya spasi rekahan dipengaruhi oleh komposisi batuan, ukuran butir, porositas, ketebalan lapisan,

Lebih terperinci

Besar butir adalah ukuran (diameter dari fragmen batuan). Skala pembatasan yang dipakai adalah skala Wentworth

Besar butir adalah ukuran (diameter dari fragmen batuan). Skala pembatasan yang dipakai adalah skala Wentworth 3. Batuan Sedimen 3.1 Kejadian Batuan Sedimen Batuan sedimen terbentuk dari bahan yang pernah lepas dan bahan terlarut hasil dari proses mekanis dan kimia dari batuan yang telah ada sebelumnya, dari cangkang

Lebih terperinci

1) Geometri : Lebar, kekasaran dinding, sketsa lapangan

1) Geometri : Lebar, kekasaran dinding, sketsa lapangan 24 Gambar 2.10 Tipe urat pengisi (Pluijm dan Marshak, 2004) : (a) blocky vein, (b) fibrous vein, (c) dan (d) arah bukaan diskontinuitas sama dengan sumbu fiber Sehingga berdasarkan parameter deskripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi, batuan karbonat kerap

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi, batuan karbonat kerap BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Dalam kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi, batuan karbonat kerap menjadi target reservoar potensial selain batuan sedimen silisiklastik. Besarnya cadangan

Lebih terperinci

ANALISIS FASIES KARBONAT DAN DIAGENESIS FORMASI PEUTU LAPANGAN ABC CEKUNGAN SUMATERA UTARA TESIS BAMBANG SUPRIANTO NIM

ANALISIS FASIES KARBONAT DAN DIAGENESIS FORMASI PEUTU LAPANGAN ABC CEKUNGAN SUMATERA UTARA TESIS BAMBANG SUPRIANTO NIM ANALISIS FASIES KARBONAT DAN DIAGENESIS FORMASI PEUTU LAPANGAN ABC CEKUNGAN SUMATERA UTARA TESIS Oleh BAMBANG SUPRIANTO NIM 22006035 INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2009 ANALISIS FASIES KARBONAT DAN DIAGENESIS

Lebih terperinci

6.1 Analisa Porositas Fasies Distributary Channel

6.1 Analisa Porositas Fasies Distributary Channel BAB VI KARAKTERISTIK RESERVOIR Bab VI. Karakteristik Reservoir 6.1 Analisa Porositas Fasies Distributary Channel Dari hasil analisa LEMIGAS (lihat Tabel 6.1 dan 6.2) diketahui bahwa porositas yang ada

Lebih terperinci

a) b) Frekuensi Dominan ~22 hz

a) b) Frekuensi Dominan ~22 hz Pada tahap akhir pembentukan sistem trak post-rift ini diendapkan Formasi Menggala yang merupakan endapan transgresif yang melampar di atas Kelompok Pematang. Formasi Menggala di dominasi oleh endapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu cekungan di Indonesia yang telah di eksplorasi lebih dari 100 tahun dengan reservoir utama pada batuan karbonat yakni cekungan Jawa Timur Utara. Cekungan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA III.1 Stratigrafi dan Fasies Lapangan Bekasap Secara garis besar karakter fasies pengendapan di Formasi Bekasap, Bangko dan Menggala memperlihatkan lingkungan shallow water of

Lebih terperinci