BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM"

Transkripsi

1 BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM Tujuan utama analisis variogram yang merupakan salah satu metode geostatistik dalam penentuan hubungan spasial terutama pada pemodelan karakterisasi reservoir adalah untuk melihat geometri dan kontinuitas dari properti reservoir yang nantinya sangat penting dalam memperkirakan pola aliran fluida. Variogram mengukur variasi data geologi (geological variability) terhadap jarak data. Jika jarak semakin besar maka variasi data semakin besar. Sehingga informasi geologi pada karakterisasi reservoir sangat menentukan proses analisis variogram. Oleh sebab itu informasi geologi yang berhubungan dengan geostatistik seharusnya telah diinterpretasi atau dianalisis terlebih dahulu sebelum masuk pada analisis variogram. Informasi geologi yang digunakan sebagai panduan pada analisis hubungan spasial mencakup hampir semua aspek proses geologi. Hasil dari analisis variogram akan digunakan sebagai input untuk mempopulasikan atau menyebarkan semua properti reservoir seperti fasies, kandungan serpih, porositas, dan permeabilitas dengan menggunakan teknik penyebaran estimasi dan simulasi. IV.1. Sensitivitas Blok Grid Pemodelan karakterisasi reservoir yang menggunakan program berbasis geostatistik pada umumnya dilakukan pada blok grid terutama pada saat penyebaran data dan simulasi reservoir. Semua implementasi persamaan matematis bekerja (running) di dalam blok grid tersebut. Arah dan ukuran blok grid sangat mempengaruhi hasil karakterisasi reservoir. Arah blok grid umumnya sangat ditentukan oleh kondisi geologi yaitu geometri reservoir dan azimuth patahan utama. Pada penelitian ini, terutama untuk batupasir Telisa lapangan KS, arah blok grid lebih ditentukan oleh geometri reservoir (Gambar IV.1) sedangkan patahan utama tidak memberikan kontribusi yang bearti dikarenakan jenis patahannnya leaking. Berdasarkan geometri 23

2 reservoir batupasir Telisa yang salah satunya adalah data arah sebaran onlap batupasir Telisa maka arah blok grid secara umum berarah NW-SE. TELISA ONLAP ARAH BLOK GRID (NW-SE) BATAS LAPANGAN KS Gambar IV.1.: Ilustrasi arah blok grid NW-SE pada peta struktur kedalaman batupasir Telisa yang sejajar dengan pola arah onlap batupasir Telisa. Ukuran blok grid terbagi dalam dua bagian yaitu grid horizontal dan grid vertikal. Semakin kecil ukuran grid horizontal semakin mendekati keadaan sebenarnya di alam namun ukuran grid horizontal yang kecil umumnya sering memperlambat proses kerja (running) penyebaran data dan simulasi reservoir. Ukuran grid horizontal ditentukan oleh distribusi data dan geometri reservoir. Pada penelitian ini ukuran grid horizontal lebih ditentukan oleh distribusi data karena jumlah data sumur yang banyak serta jarak antar data sumur yang cukup dekat. Rata-rata jarak antar sumur batupasir Telisa adalah 350 meter. Jumlah minimal grid diantara dua data sumur sebaiknya 2-3 grid sehingga untuk lapangan KS ukuran grid horizontal pada dua sisinya berkisar pada ukuran meter. 24

3 Penentuan secara lebih akurat berapa ukuran grid horizontal adalah dengan membuat distribusi sensitivitas blok grid (Gambar IV.2). Distribusi ini mengkorelasikan setiap nilai ukuran blok grid terhadap persentasi isi reservoir grid terkecil. Isi reservoir yang umum digunakan adalah isi kotor reservoir (gross volume) Pada gambar IV.2, ukuran blok grid terbesar yang belum mengalami perubahan besar terhadap blok grid terkecil (10 x 10 meter) adalah pada saat ukuran grid 75 x 75 meter sehingga dalam penelitian ini grid tersebut digunakan dalam pemodelan. Persentasi Perbedaan Isi Reservoir Batas sensitivitas ukuran grid terhadap isi reservoir Ukuran Grid (meter x meter) Gambar IV.2.: Grafik distribusi sensitivitas blok grid pada pemodelan karakterisasi batupasir Telisa yang menunjukkan efek ukuran blok grid terhadap isi kotor reservoir (gross volume). Persentasi perbedaan isi reservoir diambil dari grid terkecil (10 x 10 meter) Penentuan ukuran grid vertikal secara umum lebih mudah dibandingkan dengan grid horizontal. Grid vertikal atau di dalam program pemodelan karakterisasi reservoir disebut sebagai Layer ditentukan berdasarkan kerapatan data log sumur. Ukuran grid vertikal sebaiknya sama dengan atau lebih besar sedikit dari ukuran kerapatan data log sumur. Pada umumnya kerapatan data log sumur di lapangan KS terdiri dari dua kerapatan yaitu 0.5 kaki dan 1.0 kaki sehingga berdasarkan data tersebut ukuran maksimum grid vertikal adalah 2 kaki. 25

4 IV.2. Korelasi Informasi Data Geologi Terhadap Variogram Seperti yang telah dijelaskan dalam bab Landasan Teori pada pemodelan karakterisasi reservoir diperlukan suatu analisis hubungan spasial (spatial relationship) antara pasangan atau beberapa pasangan data geologi untuk mengetahui geometri dan kontinuitas properti reservoir. Salah satu analisis tersebut adalah analisis variogram. Parameter utama variogram terdiri dari empat bagian, yaitu; Major dan minor trend, sill, range dan nugget. Analisis variogram yang baik adalah analisis yang memasukkan atau menggabungkan data geologi pada setiap penentuan parameter variogram. Pada sub-bab berikut akan dijelaskan setiap data geologi yang mengontrol penentuan parameter variogram. IV.2.1. Penentuan Arah Variasi Data (Major dan Minor Trend) Pola arah distribusi geometri reservoir dalam pemodelan karakterisasi reservoir dengan menggunakan variogram sangat dikontrol oleh penentuan parameter arah major dan minor trend atau dengan kata lain pola arah distribusi geometri reservoir merefleksikan arah major dan minor trend. Pada awal pemodelan karakterisasi reservoir, geometri reservoir batupasir Telisa ditentukan dari peta ketebalan kotor batupasir. Peta ketebalan kotor ditentukan dari korelasi detail lebih dari seratus data log sumur yang umumnya terdiri dari dua unit batupasir (Gambar IV.3). Top unit 2 Resistivity 2 Serpih GR Top unit 1 1 Top Baturaja Gambar IV.3.: Tipikal batupasir Telisa sumur KS-224 dari data log dan batuan inti yang menunjukkan dua unit batupasir yang dipisahkan oleh lapisan serpih yang tipis. 26

5 Tipikal batupasir Telisa di lapangan KS yang terdiri dari dua unit batupasir yaitu unit batupasir 1 dan unit batupasir 2 merupakan titik awal penentuan parameter arah major dan minor variogram. Penentuan parameter arah variogram harus dilakukan dalam satu unit batupasir. Setiap unit batupasir akan mempunyai arah variogram sendiri. Unit batupasir 1 dan unit batupasir 2 berdasarkan data batuan inti dan data log sumur KS-224 dipisahkan oleh lapisan serpih yang tipis sebesar -/+ 3 kaki. Pada batuan inti sumur KS-224 ini, tekstur batuannya mengasar ke atas dengan ketebalan kotor 40 kaki. Unit batupasir 2 lebih tebal dibanding unit batupasir 1. Pada data batuan inti sumur lainnya yaitu sumur KS-203 juga ditemukan lapisan serpih tipis yang memisahkan unit batupasir 1 dengan unit batupasir 2 (Gambar IV.4). Ketebalan serpih tersebut -/+ 3 kaki. Serpih tipis didukung oleh data citra akustik. Pada interval serpih tipis tersebut pengukuran akustik menjadi rendah yang ditunjukkan oleh warna yang lebih tua. Ketebalan Unit batupasir 2 pada sumur KS-203 mulai mengalami penipisan menjadi 10 kaki dengan pola tekstur batuannya masih mengasar ke atas sedangkan unit batupasir 1 mengalami penebalan jika dibandingkan dengan unit batupasir 1 sumur KS-224 dengan pola tekstur menghalus ke atas sampai dengan blocky. Citra Akustik Top unit 2 Serpih tipis Serpih 2 Top unit 1 Serpih 1 Batupasir GR Resistivity GR Serpih Top Baturaja Batugamping Gambar IV.4.: Tipikal batupasir Telisa sumur KS-203 dari data batuan inti, citra akustik dan log yang menunjukkan dua unit batupasir yang dipisahkan oleh lapisan serpih yang tipis. 27

6 Jarak horizontal antara sumur KS-224 dengan KS-203 sekitar 3,2 km (Gambar IV.5). Pada jarak tersebut terjadi perubahan ketebalan pada unit batupasir 1 dan juga unit batupasir 2. Untuk mengetahui secara tepat apakah kedua unit batupasir tersebut masih dalam unit sikuen yang sama atau tidak maka perlu dilakukan korelasi detail unit batupasir diantara dua sumur tersebut. KS-203 3,2 km KS-224 PETA STRUKTUR BATUPASIR TELISA Gambar IV.5.: Peta struktur kedalaman batupasir Telisa digabung dengan sebaran sumur di lokasi penelitian yang menunjukkan lokasi jarak dan lokasi dua sumur batuan inti. Berdasarkan korelasi stratigrafi beberapa sumur sepanjang data batuan inti KS-224 dan KS-203 (Gambar IV.6) menunjukkan bahwa unit batupasir 1 dan unit batupasir 2 pada dua sumur tersebut saling berkorelasi. Serpih tipis diantara dua unit batupasir juga secara konsisten ditemukan diantara dua sumur tersebut dengan ketebalan yang hampir sama. Unit batupasir 1 menebal dari sumur KS-224 ke arah KS-203 sebaliknya unit batupasir 2 semakin menipis dari sumur KS-224 ke arah KS

7 ft 25 ft 0 ft Gambar IV.6.: Penampang startigrafi batupasir Telisa melalui beberapa sumur diantara dua sumur batuan inti yang menunjukkan kedua unit batupasir dan lapisan serpih tipis menerus dari sumur KS-224 ke KS

8 Korelasi stratigrafi detail pada arah N 155 o E (Gambar IV.7) menunjukkan unit batupasir 1 dan unit batupasir 2 menerus dengan ketebalan kotor yang relatif sama. Pada penampang stratigrafi A-B ketebalan kotor batupasir 2 lebih tipis dibanding unit batupasir 2 di penampang C-D, sebaliknya unit batupasir 1 lebih tebal pada penampang A-B. 50 ft 25 ft 0 ft Gambar IV.7. : Penampang startigrafi batupasir Telisa yang menunjukkan ketebalan relatif hampir sama untuk kedua unit batupasir dan lapisan serpih tipis pada arah N E. 30

9 Korelasi stratigrafi detail pada arah N 65 o E (Gambar IV.8) menunjukkan unit batupasir 1 dan unit batupasir 2 menerus dengan ketebalan kotor yang bervariasi. Unit batupasir 2 menipis ke arah N 65 o E sebaliknya unit batupasir 1 menebal ke arah tersebut. Pada bagian Timur Laut daearah penelitian hanya terdapat unit batupasir ft 25 ft 0 ft Gambar IV.8. : Penampang startigrafi batupasir Telisa yang menunjukkan ketebalan relatif bervariasi untuk kedua unit batupasir pada arah N 65 0 E. 31

10 Hasil korelasi stratigrafi batupasir Telisa menghasilkan dua unit batupasir yaitu unit batupasir 1 dan unit batupasir 2 yang diantaranya diendapkan lapisan serpih tipis. Hasil tersebut kemudian menjadi dasar untuk pembuatan pemodelan geometri ketebalan kotor secara tiga dimensi atau gross volume ( Gambar IV.9) untuk masing-masing unit batupasir. A Unit batupasir ft 1.2 km 1.2 km Peta struktur kedalaman Unit Batupasir 1 B Unit batupasir 1 Serpih Unit batupasir ft 1.2 km 1.2 km Gambar IV.9.: Pemodelan geometri 3D ketebalan kotor unit batupasir 2 (A) dan pemodelan ketebalan kotor unit batupair 1 dan 2 (B). 32

11 Hasil korelasi stratigrafi batupasir Telisa juga menunjukkan penyebaran serpih tipis antara unit batupasir 1 dan 2 sama dengan penyebaran unit batupasir 2. Pada skala pemodelan ketebalan kotor batupasir yang lebih diperbesar (Gambar IV.10) sebaran serpih tipis mempunyai variasi ketebalan yang hampir sama 3-8 kaki. Serpih 30 ft 0.5 km 0.5 km Gambar IV.10.: Pemodelan Ketebalan kotor unit batupasir 1 dan 2 dengan skala lebih diperbesar yang menunjukkan penyebaran serpih tipis antara unit batupasir 1 dan 2. Penentuan penyebaran serpih tipis sangat penting dalam analisis variogram pada daerah penelitian. Serpih tipis ini sebagai pembatas data yang boleh diikutsertakan dalam analisis variogram. Analisis variogram harus dilakukan pada unit batuan yang sama. Unit batuan yang berbeda umumnya akan memberikan pola variogram yang berbeda pula. Berdasarkan korelasi detail stratigrafi batupasir Telisa di daerah penelitian, unit batupasir 2 terpisah dengan unit batupasir 1 sehingga analisis variogramnya harus dilakukan terpisah. Data produksi sumur Telisa, mendukung adanya dua unit batupasir di daerah penelitian. Hasil tes sumur KS-177 adalah gas sedangkan hasil tes sumur Telisa lainnya yang secara struktur kedalaman lebih tinggi adalah minyak. 33

12 Peta ketebalan kotor unit batupasir unit 1 dan 2 kemudian dibentuk dari perataan model geometri ketebalan kotor tiga dimensi. Pada contoh peta ketebalan unit batupasir 2 (Gambar IV.11), penyebaran unit batupasir ini hanya di tengah daerah penelitian yang memanjang dari Barat Laut ke Tenggara. Penipisan unit batupasir 2 terjadi pada Timur Laut dan Barat Daya daerah penelitian. KS-203 Unit 2 OWC UNIT BATUPASIR 2 ARAH MAJOR TREND Unit 1 GOC UNIT BATUPASIR 2 ARAH MINOR TREND KS-224 Unit 2 Unit 1 PETA KETEBALAN KOTOR UNIT BATUPASIR 2 Gambar IV.11.: Peta ketebalan kotor unit batupasir 2 yang menunjukkan hubungan variasi ketebalan dengan arah variogram. 34

13 Pada peta ketebalan kotor unit batupasir 1 (Gambar IV.12), penyebaran unit batupasir ini hanya memanjang dari Barat Laut ke Tenggara. Penipisan unit batupasir 1 terjadi pada Barat Daya dan mengalami penebalan ke arah Timur Laut. OWC UNIT BATUPASIR 1 GOC UNIT BATUPASIR 1 KS-203 Unit 2 Unit 1 ARAH MAJOR TREND ARAH MINOR TREND KS-224 PETA KETEBALAN KOTOR UNIT BATUPASIR 1 Unit 2 Unit 1 Gambar IV.12.: Peta ketebalan kotor unit batupasir 1 yang menunjukkan hubungan variasi ketebalan dengan arah variogram. Arah variasi ketebalan unit batupasir 2 dan unit batupasir peta ketebalan kotor kedua batupasir tersebut memiliki arah dominan yang hampir sama. Hal ini dimungkinkan karena secara umum karakterisasi batuan pada kedua unit batupasir tersebut juga tidak jauh berbeda. 35

14 Penentuan parameter variogram dapat dikelompokkan menjadi dua bagian berdasarkan jenis datanya yaitu : data lunak (soft data) dan data keras (hard data). Semua informasi dan proses geologi termasuk data lunak sedangkan semua numerik seperti data ASCII termasuk data keras (Bahar.et al, 2001). Penentuan arah variasi variogram dari data lunak geologi dilakukan dengan melihat variasi ketebalan kotor unit batuan (unit batupasir 1 dan unit batupasir 2). Proses penentuan geometri 3D ketebalan kotor suatu unit batuan di dalam program berbasis geostatistik pada umumnya tidak memerlukan penyebaran atau pendistribusian data sehingga dalam penentuan ketebalan kotor tidak membutuhkan input variogram. Geometri 3D ketebalan kotor unit batuan umumnya langsung dari hasil pengurangan korelasi top unit batuan dengan bottom unit batuan sehingga peta ketebalan kotor unit batuan dapat digunakan sebagai masukan penentuan parameter variogram. Variasi ketebalan kotor unit batuan mencerminkan variasi properti reservoir. Variasi ketebalan kotor yang tinggi akan mencerminkan variasi properti reservoir yang tinggi begitu pula sebaliknya makin tidak bervariasi ketebalan kotor maka semakin tidak bervariasi pula properti reservoirnya. Variasi akhir yang akan digunakan pada analisis variogram dalam pemodelan karakterisasi reservoir adalah tetap data keras properti resevoir yang akan di sebarkan atau didistribusikan. Hasil parameter variogram dari data lunak atau dari proses geologi merupakan data pendukung untuk mengkoreksi parameter variogram dari data keras. Hasil parameter variogram data lunak baru digunakan jika parameter variogram data keras diasumsikan tidak benar. Berdasarkan data lunak ketebalan kotor unit batuan 2 maka didapat arah major trend adalah N 155 o E sedangkan arah minor trend adalah N 65 o E (Gambar IV.11). Hasil arah variogram dari data lunak ini akan digunakan sebagai koreksi penentuan arah variasi variogram dari data keras. Pada pemodelan karakterisasi reservoir dengan data keras dan lunak yang sangat sedikit maka penentuan arah variasi variogram dapat dilakukan dengan menggunakan interpretasi geologi regional. Arah pengendapan dapat dijadikan pedoman untuk menentukan arah major dan minor trend variogram. Pada lingkungan laut dangkal, arah pengendapan umumnya dijadikan pedoman untuk 36

15 menentukan arah minor trend arah variasi variogram sedangkan arah tegak lurus pengendapan sebagai pendoman untuk menentukan arah major trend. Pada lingkungan laut dangkal, arah utama pengendapan mempunyai variasi data geologi lebih tinggi dibandingkan dengan arah tegak lurus pengendapan. Menurut Argakoesoemah. et al (2005), pada peta isokron batupasir Telisa, arah pengendapan sedimen Telisa di daerah penelitian berasal dari Tinggian Kaji- Semoga yang berada di bagian Barat Daya lapangan KS (Gambar IV.13). Sumber sedimen dari tinggian Kaji-Semoga menurut Argakoesoemah. et al (2005), merupakan sumber sedimen lokal. Berdasarkan arah pengendapan tersebut dapat diinterpretasikan bahwa pada arah NW-SE variasi data geologi akan rendah sedangkan pada arah SW-NE variasi data geologi akan tinggi atau dengan kata lain arah major trend adalah NW-SE (N E) sedangkan arah minor trend adalah SW-NE (N 45 0 E). BATAS LAPANGAN KS ARAH MAJOR TREND ARAH MINOR TREND Gambar IV.13.: Peta Isokron batupasir Telisa yang menunjukkan arah pengendapan lokal sediment batupasir Telisa (Modifikasi dari Argakoesoemah, et al., 2005) dan korelasinya terhadap penentuan arah variasi variogram. 37

16 Arah variasi variogram (major dan minor trend) dari data lunak atau informasi proses geologi akan digunakan sebagai data pendukung dalam penentuan arah variasi variogram dari data keras. Jika terdapat perbedaan yang besar antara arah variasi dari data lunak dengan arah variasi dari data keras maka perlu dilakukan beberapa hal: a. Pengkombinasian arah variasi variogram dari data lunak dengan arah variasi dari data keras. b. Pemilihan salah satu arah variasi variogram jika data lunak ataupun data keras diasumsikan tidak benar. Arah variasi variogram dari data keras dilakukan pada setiap properti reservoir yang akan disebarkan atau didistribusikan, contoh : properti kandungan lempung, porositas, permeabilitas dan lain lain. Penentuan arah variasi variogram dari properti reservoir dilakukan dengan dua cara yaitu dengan perhitungan variogram dan peta variogram. Perhitungan variogram pada dasarnya harus dilakukan untuk setiap arah yang berbeda. Jika ingin mendapatkan hasil arah yang tepat maka harus dilakukan perhitungan variogram setiap perbedaan arah 1 0 atau sebanyak 360 kali perhitungan. Perhitungan seperti ini akan memakan waktu yang sangat lama. Cara cepat menentukan arah variasi variogram setiap properti reservoir dari data keras adalah dengan pembuatan peta variogram. Pada peta variogram porositas unit batupasir 2 (Gambar IV.14) terdapat dua arah variasi major trend yang berarah N E (garis tegas) dan N E (garis putus-putus). Hal ini menunjukkan kemungkinan ada kesalahan dalam pengambilan data porositas unit batupasir 2 atau kesalahan dalam perhitungan petrofisikanya. Pada kasus arah variogram unit batupasir 2 ini maka hasil arah variasi dari informasi proses geologi dapat dijadikan sebagai pedoman sehingga hasil akhir arah variasi variogram untuk unit batupasir 2 adalah mengikuti hasil variasi dari proses geologi yaitu arah major trend adalah N E dan arah minor trend adalah N 65 0 E 38

17 ARAH MAJOR TREND N E ARAH MAJOR TREND N E PETA VARIOGRAM POROSITAS UNIT BATUPASIR 2 ARAH MAJOR TREND N E Gambar IV.14.: Peta variogram porositas unit batupasir 2 menunjukkan dua arah variasi major trend (N E dan N E) dengan peta indeks arah variasi major trend dari informasi proses geologi (N E ) Peta variogram porositas unit batupasir 1 (Gambar IV.15) menunjukkan arah variasi data variogram adalah N E untuk major trend dan N 65 0 E untuk minor trend. Arah variasi variogram porositas unit batupasir ini sama dengan arah variasi variogram dari data lunak atau informasi proses geologi. Hal ini menunjukkan bahwa informasi proses geologi sangat diperlukan dalam analisis hubungan spasial semua data properti reservoir terutama pada saat pemodelan karakterisasi reservoir dengan data geologi yang sangat sedikit. 39

18 ARAH MAJOR TREND N E ARAH MINOR TREND N 65 0 E PETA VARIOGRAM POROSITAS UNIT BATUPASIR 1 Gambar IV.15.: Peta variogram porositas unit batupasir 1 menunjukkan kesamaan arah variasi dengan arah variasi dari data proses geologi yaitu pada arah N E untuk major trend dan N 65 0 E untuk minor trend. IV.2.2. Penentuan Nilai dan Jarak Variasi Data (Sill dan Range) Penentuan nilai dan jarak variasi data (sill dan range) sedikit berbeda dengan penentuan arah variasi data. Jika pada penentuan arah variasi, data proses geologi atau data lunak mempunyai sifat yang sama dengan data keras yaitu samasama bersifat kuantitatif. Hasil akhir penentuan arah variasi dari data lunak maupun data keras berupa azimuth, contoh N E, sehingga hasil arah variasi dari data proses geologi atau data lunak bisa langsung digunakan dalam analisis variogram. 40

19 Pada penentuan nilai dan jarak variasi data, sifat nilai dan jarak variasi dari data lunak dan data keras berbeda. Nilai dan jarak variasi dari data lunak atau data proses geologi bersifat kualitatif sedangkan nilai dan jarak variasi dari data keras bersifat kuantitatif sehingga pada penentuan nilai variasi dari data proses geologi akan dinyatakan dalam tiga nilai yaitu; besar, sedang dan kecil sedangkan jarak variasi data dinyatakan dengan jauh dan dekat. Idealnya penentuan nilai dan jarak variasi dari data lunak atau data proses geologi dilakukan pada semua jenis batuan reservoir dalam berbagai lingkungan pengendapan. Hal ini untuk melihat secara jelas perbandingan nilai dan jarak variasi data untuk setiap jenis batuan reservoir. Pada penelitian ini, hanya difokuskan pada satu jenis batuan reservoir yaitu batupasir Telisa sehingga nilai dan jarak variasi dari data proses geologi bersifat sangat relatif. Menurut Bahar.et al, (2001) tingkat energi tinggi pada mekanisme sedimentasi mencerminkan variasi data tinggi atau korelasi data kecil sementara tingkat energi yang rendah mencerminkan variasi data kecil atau korelasi data tinggi. Pada umumya batuan reservoir diendapkan pada dua tipe pengendapan. Tipe pengendapan pertama adalah batuan reservoir yang diendapkan pada kondisi air yang relatif tenang dimana diendapkan batuan reservoir bercampur dengan batuan bertekstur halus seperti lempung dan serpih. Berikutnya adalah batuan reservoir yang diendapkan pada kondisi transportasi air energi tinggi dimana batuan bertekstur sangat halus tidak terendapkan bersama batuan reservoir. Batuan reservoir dengan kondisi pertama umumnya mempunyai nilai variasi data yang kecil hingga sedang. Batuan reservoir yang diendapkan pada kondisi transportasi energi air tinggi mempunyai nilai variasi data sedang hingga besar. Tekstur batuan seperti ukuran butir, pemilahan, kebundaran dan lainnya juga dapat dijadikan acuan dalam penentuan nilai dan jarak variasi data. Pemilahan butir yang baik mengindikasikan variasi data kecil sedangkan pemilahan butir yang tidak baik mengindikasikan variasi data yang besar. 41

20 Deskripsi sayatan tipis conto batuan KS-203 dan KS-224 pada unit batupasir 2 (Gambar IV.16), secara umum memperlihatkan batupasir memiliki ukuran butir yang hampir sama yaitu halus sampai dengan sangat halus, dengan pemilahan yang sangat baik serta kebundaran butir menyudut hingga membundar tanggung. Perbedaan terjadi pada komposisi mineral. Pada sayatan tipis conto batuan KS-203 di kedalalam 2778 kaki MD, komposisi mineral lempung jauh lebih besar dari pada mineral lempung sayatan tipis KS-224 di kedalalam kaki MD. Komposisi mineral conto batuan KS-203; kuarsa (47%), lempung (40%), calcite (6%) dengan porositas sebesar 20% sedangkan conto batuan KS- 224 terdiri dari kuarsa (33%), lempung (14%) calcite (40%).dengan porositas sebesar 28%. UNIT BATUPASIR 2 Gambar IV.16.: Deskripsi sayatan tipis unit batupasir 2 pada batuan inti sumur KS-203 dan KS-224 (Modifikasi dari Laporan Geoservices) 42

21 Deskripsi sayatan tipis conto batuan KS-203 dan KS-224 pada unit batupasir 1 (Gambar IV.17), secara umum memperlihatkan batupasir memiliki ukuran butir yang hampir sama yaitu halus sampai dengan sangat halus, dengan pemilahan yang baik hingga sangat baik serta kebundaran butir menyudut hingga membundar tanggung. Pada sayatan tipis conto batuan KS-203 di kedalalam 2792 kaki MD, komposisi mineralnya adalah kuarsa (25%), lempung (16%), calcite (50%) sedangkan conto batuan KS-224 pada kedalalam 2815 kaki MD terdiri dari kuarsa (30%), lempung (18%) calcite (50%). UNIT BATUPASIR 1 Gambar IV.17.: Deskripsi sayatan tipis unit batupasir 1 pada batuan inti sumur KS-203 dan KS-224 (Modifikasi dari Laporan Geoservices) 43

22 Berdasarkan data arah variogram porositas unit batupasir 1 yang telah ditentukan pada penjelasan sebelumnya maka dilakukan modeling variogram dari sampel data porositas untuk menentukan sill dan range pada arah major dan minor. Hasil modeling variogram porositas unit batupasir 1 (Gambar IV.18) menunjukkan pada arah major (N E) nilai sill data porositasnya adalah 0.98 dengan jarak dimana data porositas tidak mempunyai variasi lagi (range) adalah pada jarak 980 meter. Pada arah minor (N 65 0 E) nilai sill adalah 2.2 dengan range 700 meter. Dari hasil di atas terlihat bahwa pada arah N E variasi data porositas unit batupasir 1 jauh lebih kecil dari variasi data porositas arah N 65 0 E Gambar IV.18.: Sampel variogram dan modeling variogram porositas unit batupasir 1 pada arah major dan minor. Hasil modeling variogram pada sampel data porositas unit batupasir 2 (Gambar IV.19) menunjukkan hasil yang tidak tepat. Variasi data porositas pada jari-jari pencarian lebih dari 1500 meter mengalami penurunan hingga mempunyai nilai variasi sangat kecil. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh pengambilan sampel porositas yang kurang tepat atau perhitungan petrofisika yang tidak benar. Jari-jari Pencarian Major Trend Azimuth : N E Sill :? Range :? Jarak (meter) Gambar IV.19.: Error pada sampel variogram dan modeling variogram porositas unit batupasir 2 pada arah major dan minor. 44

23 Pada kasus modeling variogram porositas unit batupasir 2 ini data sill dan range tidak dapat digunakan. Nilai sill dan range untuk porositas unit batupasir 2 ini mengacu pada kesamaan karakterisasi tesktur batuan unit batupasir 2 dengan karakterisasi tekstur batuan unit batupasir 1 seperti penjelasan sebelumnya. Berdasarkan kesamaan tekstur tersebut maka nilai sill dan range unit batupasir 2 sama dengan nilai sill dan range unit batupasir 1. 45

Gambar I.1. : Lokasi penelitian terletak di Propinsi Sumatra Selatan atau sekitar 70 km dari Kota Palembang

Gambar I.1. : Lokasi penelitian terletak di Propinsi Sumatra Selatan atau sekitar 70 km dari Kota Palembang BAB I PENDAHULUAN I.1. Subjek dan Lokasi Penelitian Subjek penelitian ini adalah analisis variogram horizontal pada pemodelan distribusi karakterisasi reservoir. Sedangkan objek penelitian meliputi lapisan

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR

BAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR BAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR Pemodelan petrofisika reservoir meliputi pemodelan Vshale dan porositas. Pendekatan geostatistik terutama analisis variogram, simulasi sekuensial berbasis grid (Sequential

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN RESERVOAR

BAB IV PEMODELAN RESERVOAR BAB IV PEMODELAN RESERVOAR Daerah penelitian, Lapangan Yapin, merupakan lapangan yang sudah dikembangkan. Salah satu masalah yang harus dipecahkan dalam pengembangan lapangan adalah mendefinisikan geometri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemodelan geologi atau lebih dikenal dengan nama geomodeling adalah peta

BAB I PENDAHULUAN. Pemodelan geologi atau lebih dikenal dengan nama geomodeling adalah peta BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pemodelan geologi atau lebih dikenal dengan nama geomodeling adalah peta geologi tiga dimensi yang ditampilkan secara numerik, yang dilengkapi dengan deskripsi kuantitas

Lebih terperinci

Bab III Pengolahan dan Analisis Data

Bab III Pengolahan dan Analisis Data Bab III Pengolahan dan Analisis Data Dalam bab pengolahan dan analisis data akan diuraikan berbagai hal yang dilakukan peneliti untuk mencapai tujuan penelitian yang ditetapkan. Data yang diolah dan dianalisis

Lebih terperinci

Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki

Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki Fasies Pengendapan Reservoir Z Berdasarkan komposisi dan susunan litofasies, maka unit reservoir Z merupakan fasies tidal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Kiprah dan perjalanan PT. Chevron Pacific Indonesia yang telah cukup lama ini secara perlahan diikuti oleh penurunan produksi minyak dan semakin kecilnya

Lebih terperinci

BAB IV MODEL GEOLOGI DAN DISTRIBUSI REKAHAN

BAB IV MODEL GEOLOGI DAN DISTRIBUSI REKAHAN BAB IV MODEL GEOLOGI DAN DISTRIBUSI REKAHAN IV.1 Model Geologi Model geologi daerah penelitian dibuat berdasarkan data sumur, peta geologi permukaan terdahulu, dan kegempaan mikro. Untuk data lithologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi sifat-sifat litologi dan fisika dari batuan reservoar, sehingga dapat dikarakterisasi dan kemudian

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Diskusi

Bab IV Hasil dan Diskusi Bab IV Hasil dan Diskusi IV.1 Hasil Studi Kelayakan Hasil plot silang antara data sifat reservoir dan data sifat batuan sintetik menunjukkan adanya korelasi yang bagus pada sebagian parameter, dengan koefisien

Lebih terperinci

BAB IV RESERVOIR KUJUNG I

BAB IV RESERVOIR KUJUNG I BAB IV RESERVOIR KUJUNG I Studi geologi yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui geometri dan potensi reservoir, meliputi interpretasi lingkungan pengendapan dan perhitungan serta pemodelan tiga dimensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik mengenai geologi terutama mengenai sifat/karakteristik suatu reservoir sangat penting dalam tahapan eksploitasi suatu

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR

BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR III.1 ANALISIS DATA SUMUR DAN SEISMIK Analisis data sumur dilakukan dengan menginterpretasikan log pada sumur sumur di daerah penelitian untuk menentukan marker. Dari

Lebih terperinci

BAB IV UNIT RESERVOIR

BAB IV UNIT RESERVOIR BAB IV UNIT RESERVOIR 4.1. Batasan Zona Reservoir Dengan Non-Reservoir Batasan yang dipakai untuk menentukan zona reservoir adalah perpotongan (cross over) antara kurva Log Bulk Density (RHOB) dengan Log

Lebih terperinci

Porositas Efektif

Porositas Efektif Gambar 4.2.3. Histogram frekuensi porositas total seluruh sumur. 4.2.3. Porositas Efektif Porositas efektif adalah porositas total yang tidak terisi oleh shale. Porositas efektif ditentukan berdasarkan

Lebih terperinci

(Gambar III.6). Peta tuning ini secara kualitatif digunakan sebagai data pendukung untuk membantu interpretasi sebaran fasies secara lateral.

(Gambar III.6). Peta tuning ini secara kualitatif digunakan sebagai data pendukung untuk membantu interpretasi sebaran fasies secara lateral. Selanjutnya hasil animasi terhadap peta tuning dengan penganturan frekuensi. Dalam hal ini, animasi dilakukan pada rentang frekuensi 0 60 hertz, karena diatas rentang tersebut peta tuning akan menunjukkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cekungan Sumatra Tengah merupakan cekungan penghasil minyak bumi yang pontensial di Indonesia. Cekungan ini telah dikelola oleh PT Chevron Pacific Indonesia selama

Lebih terperinci

Bab III Pengolahan dan Analisis Data

Bab III Pengolahan dan Analisis Data Bab III Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data telah dilakukan mengikuti diagram alir umum seperti Gambar III.1. Studi kelayakan dan pembuatan SGRID dilakukan secara bersamaan karena terdapat bagian

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berjalannya waktu jumlah cadangan migas yang ada tentu akan semakin berkurang, oleh sebab itu metoda eksplorasi yang efisien dan efektif perlu dilakukan guna

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Stratigrafi Daerah Penelitian Stratigrafi daerah penelitian terdiri dari beberapa formasi yang telah dijelaskan sebelumnya pada stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cekungan Tarakan terbagi menjadi empat Sub-Cekungan berdasarkan Pertamina BPPKA (1996), yaitu Sub-Cekungan Muara, Sub-Cekungan Berau, Sub-Cekungan Tarakan, dan Sub-Cekungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Lapangan Ramai terletak di Cekungan Sumatra Tengah, yang merupakan cekungan hidrokarbon penghasil minyak bumi terbesar di Indonesia. Lapangan Ramai ditemukan pada tahun

Lebih terperinci

BAB III GEOMETRI DAN KARAKTERISASI UNIT RESERVOIR

BAB III GEOMETRI DAN KARAKTERISASI UNIT RESERVOIR BAB III GEOMETRI DAN KARAKTERISASI UNIT RESERVOIR III.1. Analisis Biostratigrafi Pada penelitian ini, analisis biostratigrafi dilakukan oleh PT Geoservices berdasarkan data yang diambil dari sumur PL-01

Lebih terperinci

BAB I PENDAHALUAN. kondisi geologi di permukaan ataupun kondisi geologi diatas permukaan. Secara teori

BAB I PENDAHALUAN. kondisi geologi di permukaan ataupun kondisi geologi diatas permukaan. Secara teori 1 BAB I PENDAHALUAN I.1. Latar Belakang Kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mencari lapangan-lapangan baru yang dapat berpotensi menghasilkan minyak dan atau

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Pemahaman yang baik terhadap geologi bawah permukaan dari suatu lapangan minyak menjadi suatu hal yang penting dalam perencanaan strategi pengembangan lapangan tersebut.

Lebih terperinci

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS 4.1 Pendahuluan Untuk studi sedimentasi pada Formasi Tapak Bagian Atas dilakukan melalui observasi urutan vertikal terhadap singkapan batuan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Kutai merupakan cekungan Tersier terbesar dan terdalam di Indonesia bagian barat, dengan luas area 60.000 km 2 dan ketebalan penampang mencapai 14 km. Cekungan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Maksud dan Tujuan

Bab I Pendahuluan. I.1 Maksud dan Tujuan Bab I Pendahuluan I.1 Maksud dan Tujuan Pemboran pertama kali di lapangan RantauBais di lakukan pada tahun 1940, akan tetapi tidak ditemukan potensi hidrokarbon pada sumur RantauBais#1 ini. Pada perkembangan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA SEKATAN SESAR

BAB V ANALISA SEKATAN SESAR BAB V ANALISA SEKATAN SESAR 5.1 Analisa Sesar Pada daerah analisa ini terdapat sebanyak 19 sesar yang diperoleh dari interpretasi seismik. Pada penelitian sebelumnya keterdapatan sesar ini sudah dipetakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Dalam industri minyak dan gas bumi saat ini banyak penelitian dilakukan pada bagian reservoir sebagai penyimpan cadangan hidrokarbon, keterdapatan reservoir dalam

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR

BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR Dalam pembahasan kali ini, penulis mencoba menganalisis suatu prospek terdapatnya hidrokarbon ditinjau dari kondisi struktur di sekitar daerah tersebut. Struktur yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Peningkatan kebutuhan energi di dunia akan minyak dan gas bumi sebagai bahan bakar fosil yang utama cenderung meningkat seiring dengan perubahan waktu. Kebutuhan dunia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cekungan Asri adalah salah satu cekungan sedimen penghasil hidrokarbon di

I. PENDAHULUAN. Cekungan Asri adalah salah satu cekungan sedimen penghasil hidrokarbon di I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Asri adalah salah satu cekungan sedimen penghasil hidrokarbon di utara lepas pantai Sumatra Tenggara, Indonesia bagian barat. Kegiatan eksplorasi pada Cekungan

Lebih terperinci

BAB 4 KARAKTERISTIK RESERVOIR

BAB 4 KARAKTERISTIK RESERVOIR BAB 4 KARAKTERISTIK RESERVOIR Pada interval Formasi Talangakar Bawah didapat 2 interval reservoir yaitu reservoir 1 dan reservoir 2 yang ditunjukan oleh adanya separasi antara log neutron dan densitas.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Gambar 1.1

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Gambar 1.1 I.1. I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Lapangan Reira telah diproduksi sejak 30 tahun yang lalu. Hingga saat ini telah lebih dari 90 sumur diproduksi di Reira. Pada awal masa eksploitasi, sumursumur

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN...

HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii ABSTRAK... iv PERNYATAAN... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS FASIES SEDIMENTASI DAN DISTRIBUSI BATUPASIR C

BAB 4 ANALISIS FASIES SEDIMENTASI DAN DISTRIBUSI BATUPASIR C BAB 4 ANALISIS FASIES SEDIMENTASI DAN DISTRIBUSI BATUPASIR C 4.1. Analisis Litofasies dan Fasies Sedimentasi 4.1.1. Analisis Litofasies berdasarkan Data Batuan inti Litofasies adalah suatu tubuh batuan

Lebih terperinci

Bab III Analisis Stratigrafi Sikuen

Bab III Analisis Stratigrafi Sikuen Bab III Analisis Stratigrafi Sikuen Reservoir batupasir Duri B2 merupakan bagian dari Formasi Duri dalam Kelompok Sihapas yang diperkirakan diendapkan pada Miosen Awal. Di bagian utara lapangan RantauBais,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pliosen Awal (Minarwan dkk, 1998). Pada sumur P1 dilakukan pengukuran FMT

BAB I PENDAHULUAN. Pliosen Awal (Minarwan dkk, 1998). Pada sumur P1 dilakukan pengukuran FMT BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Lapangan R merupakan bagian dari kompleks gas bagian Selatan Natuna yang terbentuk akibat proses inversi yang terjadi pada Miosen Akhir hingga Pliosen Awal

Lebih terperinci

Bab V. Analisa Stratigrafi Sekuen

Bab V. Analisa Stratigrafi Sekuen BAB V Bab V. Analisa Stratigrafi Sekuen ANALISA STRATIGRAFI SEKUEN Korelasi adalah langkah yang sangat penting dalam suatu pekerjaan geologi bawah permukaan sebab semua visualisasi baik dalam bentuk penampang

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR

BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR Pemodelan reservoir berguna untuk memberikan informasi geologi dalam kaitannya dengan data-data produksi. Studi geologi yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui geometri

Lebih terperinci

Pemodelan 3 Dimensi Reservoar Lapangan Batang. Pemodelan 3D reservoar. Permeability Modelling with SGS collocated cokriging

Pemodelan 3 Dimensi Reservoar Lapangan Batang. Pemodelan 3D reservoar. Permeability Modelling with SGS collocated cokriging Bab IV Pemodelan 3 Dimensi Reservoar Lapangan Batang Pemodelan 3 Dimensi reservoar lapangan Batang dilakukan dengan mengintegrasikan hasil-hasil penelitian-penelitian geologi, geofisika dan petrofisika

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN Data seismik dan log sumur merupakan bagian dari data yang diambil di bawah permukaan dan tentunya membawa informasi cukup banyak mengenai kondisi geologi

Lebih terperinci

BAB V INTERPRETASI DATA. batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada

BAB V INTERPRETASI DATA. batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada BAB V INTERPRETASI DATA V.1. Penentuan Litologi Langkah awal yang dilakukan pada penelitian ini adalah menentukan litologi batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada dibawah

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING

BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING 6. 1 Pendahuluan Menurut Nelson (1985), sistem rekahan khususnya spasi rekahan dipengaruhi oleh komposisi batuan, ukuran butir, porositas, ketebalan lapisan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertamina EP yang berada di Jawa Barat (Gambar 1.1). Lapangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pertamina EP yang berada di Jawa Barat (Gambar 1.1). Lapangan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Lapangan Ibrahim merupakan salah satu lapangan minyak dari PT. Pertamina EP yang berada di Jawa Barat (Gambar 1.1). Lapangan tersebut mulai diproduksi pada

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Studi analisa sekatan sesar dalam menentukan aliran injeksi pada lapangan Kotabatak, Cekungan Sumatera Tengah.

Laporan Tugas Akhir Studi analisa sekatan sesar dalam menentukan aliran injeksi pada lapangan Kotabatak, Cekungan Sumatera Tengah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kondisi perminyakan dunia saat ini sangat memperhatinkan khususnya di Indonesia. Dengan keterbatasan lahan eksplorasi baru dan kondisi sumur-sumur tua yang telah melewati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar belakang penelitian ini secara umum adalah pengintegrasian ilmu dan keterampilan dalam bidang geologi yang didapatkan selama menjadi mahasiswa dan sebagai syarat

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Peta Kontur Isopach

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Peta Kontur Isopach BAB V PEMBAHASAN Pada praktikum Sedimentologi dan Stratigrafi kali ini, acaranya mengenai peta litofasies. Peta litofasies disini berfungsi untuk mengetahui kondisi geologi suatu daerah berdasarkan data

Lebih terperinci

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN 4.1 Litofasies Menurut Walker dan James pada 1992, litofasies adalah suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen yang menunjukkan karakteristik fisika, kimia, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisa konektivitas reservoir atau RCA (Reservoir Connectivity Analysis)

BAB I PENDAHULUAN. Analisa konektivitas reservoir atau RCA (Reservoir Connectivity Analysis) 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Analisa konektivitas reservoir atau RCA (Reservoir Connectivity Analysis) merupakan metode yang baru mulai dipublikasikan pada tahun 2005 (Vrolijk, 2005). Metode

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.2 Studi-studi yang sudah dilakukan

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.2 Studi-studi yang sudah dilakukan Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Lapangan minyak Batang sudah diproduksi secara komersial semenjak tahun 1976 dan sampai saat ini diperkirakan cadangan minyak yang bisa diambil (recovery factor) hanya

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri perminyakan adalah salah satu industri strategis yang memegang peranan sangat penting saat ini, karena merupakan penyuplai terbesar bagi kebutuhan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv. SARI...v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv. SARI...v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv SARI...v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL...xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian geologi dilakukan untuk mengenal dan memahami kondisi geologi suatu daerah. Penelitian tersebut dapat meliputi penelitian pada permukaan dan bawah permukaan.

Lebih terperinci

III. TEORI DASAR. gelombang akustik yang dihasilkan oleh sumber gelombang (dapat berupa

III. TEORI DASAR. gelombang akustik yang dihasilkan oleh sumber gelombang (dapat berupa III. TEORI DASAR 3.1 Konsep Seismik Refleksi Seismik refleksi merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan untuk mengetahui keadaan di bawah permukaan bumi. Metode ini menggunakan gelombang akustik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan minyak dan gas bumi sebagai sumber daya bahan baku konsumsi kegiatan manusia sehari-hari masih belum dapat tergantikan dengan teknologi maupun sumber daya

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Morfologi muka bumi yang tampak pada saat ini merupakan hasil dari proses-proses geomorfik yang berlangsung. Proses geomorfik menurut

Lebih terperinci

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan X merupakan salah satu lapangan eksplorasi PT Saka Energy

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan X merupakan salah satu lapangan eksplorasi PT Saka Energy BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lapangan X merupakan salah satu lapangan eksplorasi PT Saka Energy Indonesia yang secara umum terletak di wilayah South Mahakam, sebelah tenggara dan selatan dari Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Deep water channel merupakan salah satu fasies di lingkungan laut dalam dengan karakteristik dari endapannya yang cenderung didominasi oleh sedimen berukuran kasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini di Indonesia semakin banyak ditemukan minyak dan gas yang terdapat pada reservoir karbonat, mulai dari ukuran kecil hingga besar. Penemuan hidrokarbon dalam

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS GEOMETRI DAN KUALITAS RESERVOIR

BAB III ANALISIS GEOMETRI DAN KUALITAS RESERVOIR BAB III ANALISIS GEOMETRI DAN KUALITAS RESERVOIR 3.1 Metodologi Penelitian Analisis geometri dan kualitas reservoir dilakukan untuk memberikan informasi geologi yang realistis dari suatu reservoir. Informasi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS KARAKETERISASI ZONA PATAHAN

BAB IV. ANALISIS KARAKETERISASI ZONA PATAHAN BAB IV. ANALISIS KARAKETERISASI ZONA PATAHAN IV.1. Kapasitas Seal Pada Zona Patán Analisis karakter sifat zona patahan yang dilakukan dalam penelitian ini pada hakikatnya terdiri atas beberapa tahapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi permintaan akan energi yang terus meningkat, maka

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi permintaan akan energi yang terus meningkat, maka BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Untuk memenuhi permintaan akan energi yang terus meningkat, maka perusahaan penyedia energi melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya energi yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS STRATIGRAFI SEKUEN, DISTRIBUSI DAN KUALITAS RESERVOIR

BAB V ANALISIS STRATIGRAFI SEKUEN, DISTRIBUSI DAN KUALITAS RESERVOIR BAB V ANALISIS STRATIGRAFI SEKUEN, DISTRIBUSI DAN KUALITAS RESERVOIR V.1 Analisis Sekuen dari Korelasi Sumur Analisis stratigrafi sekuen pada penelitian ini dilakukan dengan analisis data sumur yang dilanjutkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri minyak dan gas bumi merupakan salah satu industri yang berkontribusi besar terhadap devisa negara. Hal ini menyebabkan minyak dan gas bumi menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan BAB IV KAJIAN SEDIMENTASI DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lapangan gas Tangguh merupakan salah satu lapangan penghasil gas yang berada di Teluk Bintuni, bagian barat Provinsi Papua. Lapangan Tangguh ditemukan pada tahun 1990-an

Lebih terperinci

IV.5. Interpretasi Paleogeografi Sub-Cekungan Aman Utara Menggunakan Dekomposisi Spektral dan Ekstraksi Atribut Seismik

IV.5. Interpretasi Paleogeografi Sub-Cekungan Aman Utara Menggunakan Dekomposisi Spektral dan Ekstraksi Atribut Seismik persiapan data, analisis awal (observasi, reconnaissance) untuk mencari zone of interest (zona menarik), penentuan parameter dekomposisi spektral yang tetap berdasarkan analisis awal, pemrosesan dekomposisi

Lebih terperinci

PEMODELAN RESERVOAR PADA FORMASI TALANG AKAR BAWAH, LAPANGAN YAPIN, CEKUNGAN SUMATRA SELATAN TUGAS AKHIR

PEMODELAN RESERVOAR PADA FORMASI TALANG AKAR BAWAH, LAPANGAN YAPIN, CEKUNGAN SUMATRA SELATAN TUGAS AKHIR PEMODELAN RESERVOAR PADA FORMASI TALANG AKAR BAWAH, LAPANGAN YAPIN, CEKUNGAN SUMATRA SELATAN TUGAS AKHIR Disusun untuk memenuhi syarat menyelesaikan sarjana S1 Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi 3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan

Lebih terperinci

Berikut ini adalah log porositas yang dihasilkan menunjukkan pola yang sama dengan data nilai porositas pada inti bor (Gambar 3.18).

Berikut ini adalah log porositas yang dihasilkan menunjukkan pola yang sama dengan data nilai porositas pada inti bor (Gambar 3.18). Gambar 3.17 Grafik silang antara porositas inti bor dan porositas log densitas. Berikut ini adalah log porositas yang dihasilkan menunjukkan pola yang sama dengan data nilai porositas pada inti bor (Gambar

Lebih terperinci

6.1 Analisa Porositas Fasies Distributary Channel

6.1 Analisa Porositas Fasies Distributary Channel BAB VI KARAKTERISTIK RESERVOIR Bab VI. Karakteristik Reservoir 6.1 Analisa Porositas Fasies Distributary Channel Dari hasil analisa LEMIGAS (lihat Tabel 6.1 dan 6.2) diketahui bahwa porositas yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karakterisasi Reservoar Batuan Karbonat Formasi Kujung II, Sumur FEP, Lapangan Camar, Cekungan Jawa Timur Utara 1

BAB I PENDAHULUAN. Karakterisasi Reservoar Batuan Karbonat Formasi Kujung II, Sumur FEP, Lapangan Camar, Cekungan Jawa Timur Utara 1 BAB I PENDAHULUAN Karakterisasi reservoar adalah bentuk usaha dalam menentukan kualitas reservoar (Sudomo, 1998). Kualitas reservoar dikontrol oleh faktor pembentukan batuan karbonat, yaitu tekstur dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah OCO terdapat pada Sub-Cekungan Jatibarang yang merupakan bagian dari Cekungan Jawa Barat Utara yang sudah terbukti menghasilkan hidrokarbon di Indonesia. Formasi

Lebih terperinci

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS V. INTERPRETASI DAN ANALISIS 5.1.Penentuan Jenis Sesar Dengan Metode Gradien Interpretasi struktur geologi bawah permukaan berdasarkan anomali gayaberat akan memberikan hasil yang beragam. Oleh karena

Lebih terperinci

a) b) Frekuensi Dominan ~22 hz

a) b) Frekuensi Dominan ~22 hz Pada tahap akhir pembentukan sistem trak post-rift ini diendapkan Formasi Menggala yang merupakan endapan transgresif yang melampar di atas Kelompok Pematang. Formasi Menggala di dominasi oleh endapan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi INTISARI... xviii ABSTRACT...

Lebih terperinci

DAFTAR GAMBAR. Gambar 5. Pengambilan Conventinal Core utuh dalam suatu pemboran... Gambar 6. Pengambilan Side Wall Core dengan menggunakan Gun...

DAFTAR GAMBAR. Gambar 5. Pengambilan Conventinal Core utuh dalam suatu pemboran... Gambar 6. Pengambilan Side Wall Core dengan menggunakan Gun... DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Kontribusi berbagai cabang disiplin ilmu dalam kegiatan eksplorasi (Peadar Mc Kevitt, 2004)... Gambar 2. Peta Lokasi Struktur DNF... Gambar 3. Batas batas Struktur DNF dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai

BAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan penting dan bernilai sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai 60.000 km 2 dan

Lebih terperinci

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan 3.2.3.3. Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan Secara umum, satuan ini telah mengalami metamorfisme derajat sangat rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kondisi batuan yang relatif jauh lebih keras

Lebih terperinci

BAB III Perolehan dan Analisis Data

BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III PEROLEHAN DAN ANALISIS DATA Lokasi penelitian, pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000, terletak di Formasi Rajamandala. Penelitian lapangan berupa

Lebih terperinci

BAB III KARAKTERISASI RESERVOIR

BAB III KARAKTERISASI RESERVOIR BAB III KARAKTERISASI RESERVOIR Karakterisasi reservoir merupakan suatu proses untuk mengetahui sifat suatu batuan. Untuk mendapatkan karakteristik suatu reservoir secara lebih baik maka diperlukan beberapa

Lebih terperinci

BAB IV INTERPRETASI SEISMIK

BAB IV INTERPRETASI SEISMIK BAB IV INTERPRETASI SEISMIK Analisa dan interpretasi struktur dengan menggunakan data seismik pada dasarnya adalah menginterpretasi keberadaan struktur sesar pada penampang seismik dengan menggunakan bantuan

Lebih terperinci

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG 4. 1 Latar Belakang Studi Ngrayong merupakan Formasi pada Cekungan Jawa Timur yang masih mengundang perdebatan di kalangan ahli geologi. Perdebatan tersebut menyangkut lingkungan

Lebih terperinci

IV.2 Pengolahan dan Analisis Kecepatan untuk Konversi Waktu ke Kedalaman

IV.2 Pengolahan dan Analisis Kecepatan untuk Konversi Waktu ke Kedalaman IV.2 Pengolahan dan Analisis Kecepatan untuk Konversi Waktu ke Kedalaman Berdasarkan hasil penentuan batas sekuen termasuk di tiga sumur yang memiliki data check-shot (Bayan A1, Mengatal-1 dan Selipi-1)

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Pra-Interpretasi Pada BAB ini akan dijelaskan tahapan dan hasil interpretasi data seismik 3D land dan off-shore yang telah dilakukan pada data lapangan SOE. Adapun

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. V.1 Penentuan Zona Reservoar dan Zona Produksi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. V.1 Penentuan Zona Reservoar dan Zona Produksi BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN V.1 Penentuan Zona Reservoar dan Zona Produksi Penentuan zona reservoir dilakukan dengan menggunakan cutoff volume serpih (VSH) dan porositas efektif (PHIE) pada zona target.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan kebutuhan minyak bumi di Indonesia terutama untuk kebutuhan industri semakin meningkat. Namun meningkatnya kebutuhan akan minyak bumi tersebut tidak diiringi

Lebih terperinci

Sejarah Dan Lokasi Lapangan IBNU-SINA

Sejarah Dan Lokasi Lapangan IBNU-SINA Bab III. Geologi Daerah Penelitian BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Sejarah Dan Lokasi Lapangan IBNU-SINA Lapangan SINA ditemukan pada tahun 1986 dan IBNU ditemukan pada tahun 1992. Letak lapangan

Lebih terperinci

ANALISIS STATIK DAN DINAMIK KARAKTERISASI RESERVOIR BATUPASIR SERPIHAN FORMASI BEKASAP UNTUK PENGEMBANGAN LAPANGAN MINYAK PUNGUT

ANALISIS STATIK DAN DINAMIK KARAKTERISASI RESERVOIR BATUPASIR SERPIHAN FORMASI BEKASAP UNTUK PENGEMBANGAN LAPANGAN MINYAK PUNGUT ANALISIS STATIK DAN DINAMIK KARAKTERISASI RESERVOIR BATUPASIR SERPIHAN FORMASI BEKASAP UNTUK PENGEMBANGAN LAPANGAN MINYAK PUNGUT TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister

Lebih terperinci

BAB III Permodelan Reservoir X

BAB III Permodelan Reservoir X BAB III Permodelan Reservoir X Proses permodelan Reservoir X dilakukan untuk mendapatkan model property secara 3d yang realistik secara geologi dan statistik. Distribusi dan parameter property dapat memberikan

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER Tahapan pengolahan data gaya berat pada daerah Luwuk, Sulawesi Tengah dapat ditunjukkan dalam diagram alir (Gambar 4.1). Tahapan pertama yang dilakukan adalah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

Klasifikasi Fasies pada Reservoir Menggunakan Crossplot Data Log P-Wave dan Data Log Density

Klasifikasi Fasies pada Reservoir Menggunakan Crossplot Data Log P-Wave dan Data Log Density JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-127 Fasies pada Reservoir Menggunakan Crossplot Data Log P-Wave dan Data Log Density Ismail Zaky Alfatih, Dwa Desa Warnana, dan

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISASI DAN APLIKASI

BAB V KARAKTERISASI DAN APLIKASI BAB V KARAKTERISASI DAN APLIKASI V. Kurva Fractional flow History matching dilakukan terhadap data produksi aktual dibandingkan dengan data produksi hasil perhitungan. History matching ini menggunakan

Lebih terperinci