TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan limbah dalam jumlah besar yang belum dimanfaatkan secara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan limbah dalam jumlah besar yang belum dimanfaatkan secara"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Udang (Peneus monodon) Wilayah perairan Indonesia yang sangat luas merupakan sumber daya alam yang tidak ada habisnya. Belum semua potensi kelautan yang ada telah dimanfaatkan secara maksimal. Pemanfaatan udang untuk keperluan konsumsi menghasilkan limbah dalam jumlah besar yang belum dimanfaatkan secara komersial. Cangkang hewan invertebrata laut, terutama Crustacea mengandung kitin dalam kadar tinggi, berkisar antara 20-60% tergantung spesies sedangkan cangkang kepiting dapat mengandung kitin sampai 70%. Lebih dari metrik ton kitin diperoleh dari limbah laut dunia per tahun, sedangkan di Indonesia limbah kitin yang belum dimanfaatkan sebesar metrik ton per tahun (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2003). Udang dapat diklasisifikasikan sebagai berikut: Klas Sub Kelas Super Ordo Ordo Sub Ordo Famili : Crustacea (binatang berkulit keras) : Malacrostraca (udang-udangan tingkat tinggi) : Eucarida : Decapoda (binatang berkaki sepuluh) : Natantia (kaki digunakan untuk berenang) : Palaemonidae, Penaidae (Departemen Kelautan dan perikanan Republik Indonesia, 2003). Produksi udang tambak meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan ekspor. Udang yang diekspor diantaranya dalam bentuk beku (block frozen) yang terdiri dari produk head on (utuh),headless (tanpa kepala) dan 5

2 6 peeled (tanpa kepala dan kulit).usaha tersebut menghasilkan limbah udang dalam jumlah cukup besar yang terdiri dari bagian kepala, kulit dan ekor. Kepala udang merupakan salah satu hasil proses pengolahan produk perikanan yang dapat dibuat menjadi silase. Selain menghasilkan produk berupa filtrat, silase kepala udang juga menghasilkan limbah berupa ampas silase. yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku kitosan (Zahiruddin, et al., 2008).J). Sekitar 35% dari cangkang kering udang mengandung kitin. Dari kitin udang dapat dihasilkan sekitar 80% kitosan. Harga kitosan di pasaran dunia adalah sekitar US$ 7.5/10g untuk kitosan dengan standar baik. Saat ini, 90% pasaran kitosan dunia dikuasai oleh Jepang dengan produksi lebih dari 100 juta ton setiap tahunnya. Indonesia dengan potensi laut lebih luas daripada Jepang mempunyai peluang untuk mengambil bagian dari pasaran kitosan dunia (No dan Meyer, 1997). Struktur tubuh udang dapat dilihat pada gambar 1. Gambar 1. Struktur tubuh Udang (Murtihapsari, 2003).

3 7 Pendayagunaan Limbah Udang Cangkang kepala udang mengandung 20-30% senyawa kitin, 21% protein dan 40-50% mineral. Kitin merupakan polisakarida terbesar kedua setelah selulosa yang mempunyai rumus kimia poli(2-asetamida-2-dioksi-β-d-glukosa) dengan ikatan β-glikosidik (1,4) yang menghubungkan antar unit ulangnya. Struktur kimia kitin mirip dengan selulosa, hanya dibedakan oleh gugus yang terikat pada atom C2. Jika pada selulosa gugus yang terikat pada atom C2 adalah OH, maka pada kitin yang terikat adalah gugus asetamida. (Muzzarelli, 1985). Kepala udang yang menyatu dengan jengger udang sebagai limbah industri udang beku baru sebagian kecil yang dimanfaatkan, yaitu dibuat tepung kepala udang yang dibuat sebagai pencampur bahan dalam pembuatan pellet untuk pakan ternak. Limbah udang yang berupa kulit, kepala dan ekor dengan mudah didapatkan mengandung senyawa kimia berupa khitin dan khitosan. Senyawa ini dapat diolah dan dimanfaatkan sebagai bahan penyerap logam-logam berat yang dihasilkan oleh limbah industri (Mudjiman, 1982). Kandungan Kimia Limbah Udang Limbah yang dihasilkan dari proses pembekuan udang, pengalengan udang, dan pengolahan kerupuk udang berkisar antara 30% - 75% dari berat udang. Dengan demikian jumlah bagian yang terbuang dari usaha pengolahan udang cukup tinggi. Limbah kulit udang mengandung konstituen utama yang terdiri dari protein, kalsium karbonat, kitin, pigmen, abu, dan lain-lain (Anonim, 1994).

4 8 Sebagian besar limbah udang berasal dari kulit, kepala, dan ekornya. Fungsi kulit udang tersebut pada hewan udang (hewan golongan invertebrata) yaitu sebagai pelindung (Neely dan Wiliam, 1969). Kulit udang mengandung protein sebanyak (25 % - 40%), kalsium karbonat (CaCO 3 ) (45% - 50%) dan kitin (15% - 20%), tetapi besarnya kandungan komponen tersebut tergantung pada jenis udangnya. (Focher et al., 1992). Komposisi Kimia Udang dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Komposisi Kimia Limbah Udang dan Kulit Udang. Komposisi Limbah Udang Kulit Udang Protein kasar (%) 35,8 16,9 Lemak (%) 9,9 0,6 Serat Kasar (%) 13,20 0 Abu (%) 38,1 63,6 Ca (%) 12,3 24,8 Astaxanthin (ppm) Sumber: No et al, Kitin dan Kitosan Kitin Kitin sebagai prekusor kitosan pertama sekali ditemukan pada tahun 1811 oleh Henri Braconnot yang diisolasi dari jamur, dan 10 tahun kemudian ditemukan kitin dari kulit serangga. Kitin merupakan polimer kedua terbesar dibumi setelah selulosa dan merupakan konstituen utama dari kulit luar binatang air crustacea (Kaban, 2009).

5 9 Struktur kitin dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Kitin (poli-n-asetil-glukosamin) (Kaban, 2009). Kitin memiliki rumus molekul (C 8 H 13 NO 5 ) n dengan komposisi perbandingan massa atom C : 47,29%, H : 6,45%, N : 6,89%, O : 39,37%. Keberadaan kitin di alam umumnya terikat dengan protein, mineral dan berbagai macam pigmen (Hirano, 1986). Dalam cangkang udang, kitin terdapat sebagai mukopoli sakarida yang berikatan dengan garam-garam anorganik, terutama kalsium karbonat (CaCO3), protein dan lipida termasuk pigmen-pigmen. Oleh karena itu untuk memperoleh kitin dari cangkang udang melibatkan proses-proses pemisahan protein (deproteinasi) danpemisahan mineral (demineralisasi). Sedangkan untuk mendapatkan kitosan dilanjutkan dengan proses deasetilasi (Wardaniati dan Setyaningsih, 1999). Kandungan kitin dan protein pada limbah Crustaceae dapat dilihat pada tabel 2.

6 10 Tabel 2. Kandungan Kitin dan Protein Berdasarkan Berat Kering Pada Limbah Crustaceae Sumber Kitin Protein (%) Kitin (%) Kepiting Collnectes sapidus 21,5 13,5 Chinocetes opillo 29,2 26,6 Udang Pandanus borealis 41,9 17,0 Crangon crangon 40,6 17,8 Penaeus monodon 47,4 40,4 Udang karang Prtocamborus clarkii 29,8 13,2 Krill Euphausia superba 41,0 24,0 Udang biasa 61,6 33,0 Sumber: Synowiecky dan Al-Khateeb (2003) Sifat kitin adalah berbentuk hablur, berwarna putih, tidak larut dalam air, asam, basa alkohol dan pelarut organik tetapi larut dalam asam fosfat, asam sulfat pekat, asam klorida pekat dan asam format anhidrat. Campuran dimetil asetamida yang mengandung 5 % litium klorida merupakan sistem pelarut yang efektif melarutkan kitin (Gupta dan Kumar, 2000 ; Suhartono dan Lestari, 2000). Kitosan Kitosan ditemukan pertama sekali oleh C. Rouget pada tahun 1859 dengan cara merefluks kitin dengan kalium hidroksida pekat. Dalam tahun 1934, dua paten didapatkan oleh Rigby yaitu penemuan mengenai pengubahan kitin menjadi kitosan dan pembuatan film dari serat kitosan. Perkembangan penggunaan kitin dan kitosan meningkat pada tahun 1940-an, dan semakin berkembang pada tahun 1970-an seiring dengan diperlukannya bahan alami dalam berbagai bidang industri (Kaban, 2009). Kitosan adalah produk terdeasetilasi dari kitin yang merupakan biopolimer alami kedua terbanyak di alam setelah selulosa, yang banyak terdapat pada serangga, krustasea, dan fungi. Diperkirakan lebih dari ton kitosan diproduksi di alam tiap tahun. Sebagai negara maritim, Indonesia sangat

7 11 berpotensi menghasilkan kitin dan produk turunannya. Limbah cangkang rajungan di Cirebon saja berkisar 10 ton perhari yang berasal dari sekurangnya 20 industri kecil. Kitosan tersebut masih menjadi limbah yang dibuang dan menimbulkan masalah lingkungan. Data statistik menunjukkan negara yang memiliki industri pengolahan kerang menghasilkan sekitar ton limbah. Pasar dunia untuk produk turunan kitin menunjukkan bahwa oligomer kitosan adalah produk yang termahal, yaitu senilai $ /ton (Sandford, 2003). Secara garis besar pembuatan kitosan meliputi : cangkang udang basah dicuci dan dikeringkan digrinding dan diayak sampai lolos ayakan dengan diameter rata-rata 0,356 mm penghilangan protein (deproteinasi) dicuci dengan air penghilangan mineral (demineralisasi) dicuci dengan air penghilangan warna dicuci dengan air dan dikeringkan (terbentuk kitin) penghilangan gugus asetil (deasetilasi) dicuci dengan air dan dikeringkan terbentuk produk biopolimer kitosan (Hargono, et al, 2008). Struktur kitosan dapat diliha pada Gambar 3. Gambar 3. Kitosan (poli-glukosamin) (Kaban, 2009). Kitosan Larut Air Kitosan dari kulit udang mempunyai berat molekul yang cukup tinggi dan tergantung dari sumber bahan baku. Oleh karena itu, untuk memperluas aplikasi dari kitosan perlu dilakukan usaha untuk memperkecil berat molekul dari kitosan dengan melakukan proses hidrolisis dengan katalis asam untuk memecahkan

8 12 ikatan β-glikosidik dari kitosan. Selain itu hasil dari penelitiannya Li et al (2005) menemukan bahwa nilai berat molekul kitosan yang semakin rendah karena proses hidrolisis enzimatis akan menurunkan nilai dari derajat deasetilasi juga karena enzim selektif dalam memutus ikatan glikosidiknya. Kitinase merupakan enzim ekstraseluler yang berperan dalam pemecahan kitin. Kemampuannya dalam menghidrolisis kitin pada suhu tinggi merupakan hal yang menarik dalam pengisolasian bakteri kitinase termofilik. Pengaruh suhu terlihat pada reaksi reaksi kimia, yang dikatalisis terhadap enzim. Hal ini disebabkan karena enzim merupakan struktur protein yang akan mengalami denaturasi jika suhunya dinaikkan (Girindra, 1993). Lehninger (1998) menyatakan bahwa aktifitas suatu enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ph, konsentrasi substrat dan enzim, suhu dan adanya aktivator dan inhibitor. Menurut Darwis dan Sunarti (1992) enzim mampu mempercepat reaksi paling sedikit 1 juta kali lebih cepat dari reaksi yang tidak dikatalis. Hidrolisis adalah proses dekomposisi kimia dengan menggunakan air untuk memisahkan ikatan kimia dari substansinya. Hidrolisis kitosan merupakan proses pemecahan molekul menjadi bagian-bagian penyusunnya yang lebih sederhana monosakaridanya. Proses hidrolisis ini bisa dibagi menjadi 2 katagori yaitu kimiawi dan enzimatis. (Akiyama, et al., 1995). Faktor- faktor yang mempengaruhi proses hidrolisis kimia antara lain konsentrasi katalis, ukuran partikel, temperatur hidrolisis, lama hidrolisis, dan pengadukan. Faktor lain yang berpengaruh adalah ukuran partikel dimana ukuranpartikel yang kecil akan meningkatkan luas permukaan serta meningkatkan

9 13 kelarutannya dalam air. Temperatur hidrolisis akan mempengaruhi laju reaksi hidrolisis. Semakin tinggi temperatur hidrolisis, maka hidrolisis akan berlangsung lebih cepat. Hal ini disebabkan konstanta laju reaksi meningkat dengan meningkatnya temperatur operasi, sedangkan semakin lama reaksi akan meningkatkan yield dan konversi yang dicapai. Pengadukan larutan sangat penting dalam proses hidrolisis karena akan meningkatkan transfer massa reaksi yang berakibat adanya peningkatan laju reaksi hidrolisis (Savitri, et al., 2009). Adanya gugus karboksil merupakan suatu indikasi kuat kitosan larut air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen kitosan larut air antara 118,0-129,4 % yang dihitung terhadap bobot kitosan. Dalam pembuatan kitosan larut air suhu sangat berpengaruh. Nilai rendemen meningkat seiring dengan peningkatan suhu. Nilai rendemen tertinggi ditemukan pada suhu 90 o C. Peningkatan rendemen melebihi 100 % (Basmal, et al., 2007). Menurut Bastaman (1989) suhu yang semakin tinggi pada pelarutan kitosan mengakibatkan konsentrasi kitosan yang larut pada asam semakin tinggi. Namun biasanya pelarutan kitosan pada suasana asam hanya menggunakan suhu kamar. Kenaikan viskositas lebih dipengaruhi oleh kenaikan suhu dari pada perpanjangan waktu. Peningkatan viskositas diduga karena masih tingginya kandungan asetil dalam kitosan sehingga dengan kenaikan suhu yang semakin tinggi, semakin banyak asetil terlarutkan, sehingga derajat deasetilasi meningkat dan viskositas meningkat (menjadi lebih kental seperti gel) dengan meningkatnya suhu. Pada proses hidrolisis kitosan di dalam asam monokloroasetat bahwa pemberian suhu pada pembentukan karboksimetil kitosan adalah untuk

10 14 memeprcepat reaksi antara kitosan dengan asam monokloroasetat (Basmal, et al., 2007). Gel kitosan dan kitin terdeasetilasi (DAC 50) terdispersi dalam air dengan mudah dan dilarutkan oleh gelembung gas CO2 pada emulsi. Molekul CO 2 terlarut bereaksi dengan molekul H 2 O membentuk H 2 CO 3. Molekul H 2 CO 3 terdisosiasi menjadi H + dan HCO - 3. H 2 CO 3 dikenal sebagai asam. Seperti asam asetat dan laktat yang memiliki kemampuan untuk melarutkan kitosan, CO 2 juga dapat menghancurkan kitosan menjadi gel kitosan (Sakai et al., 2002). Dalam penggunaan kitosan CO 2, bagaimanapun CO 2 yang terlarut mudah terlepas ke udara sebagai gas selama penguapan air. Sehingga, molekul H 2 CO 3 terurai kembali menjadi CO 2, dan perubahan ini juga menyebabkan penurunan ion HCO 3 - yang berperan dalam melarutkan kitosan. Akibatnya, kitosan yang dilarutkan kehilangan stabilitas dan membentuk lapisan film tanpa asam (Sakai, et al., 2002). Menurut Juliantara (2009) larutan jenuh yaitu suatu larutan yang mengandung sejumlah solute yang larut dan mengadakan kesetimbangn dengan solut padatnya. Atau dengan kata lain, larutan yang partikel- partikelnya tepat habis bereaksi dengan pereaksi (zat dengan konsentrasi maksimal). Penampilan gel berubah tergantung pada konsentrasi NaOH yang digunakan untuk menetralisasi ph. Ketika konsentrasi NaOH tinggi, tepung kitosan yang mengendap sangat sulit dilarutkan dengan CO 2. Sebaliknya, gel menjadi lembut dan mudah larut saat konsentrasi rendah. Dalam hal ini, gel dengan mudah dilarutkan oleh gelembung gas CO 2. Hasil ini berarti bahwa nilai ph sekitar molekul kitosan membuat partikel kitosan menjadi besar ketika

11 15 konsentrasi NaOH yang digunakan tinggi. Namun, kitosan masih bisa dilarutkan ketika konsentrasi NaOH yang digunakan rendah dan hanya sebagian kecil dari kitosan tidak larut dan menggumpal, sehingga membentuk gel tidak larut. (Sakai et al., 2002). Kekuatan mekanik dari hidrogel dapat ditentukan dengan mengukur kekuatan gel, perpanjangan atau elongasi dan viskoelastisitas. Faktor factor yang mempengaruhi sifat gel yaitu panas, ph, konsentrasi larutan, kekuatan ionok dan adanya unsure lain (Mulyani, 2001). Peningkatan konsentrasi asam akan memperbesar laju reaksi hidrolisis sehingga rantai utama kitosan yang dapat terpotong semakin banyak dan berat molekul kitosan menurun, sedangkan temperature hidrolisis juga memberikan pengaruh terhadap penurunan berat molekul pada kitosan. (Savitri, et al., 2009). Sifat sifat Kimia Kitin dan Kitosan Sifat Kimia Kitin Struktur kimia kitin mirip dengan selulosa, hanya dibedakan oleh gugus yang terikat pada atom C2. Jika pada selulosa gugus yang terikat pada atom C2 adalah OH, maka pada kitin yang terikat adalah gugus asetamida. (Muzzarelli, 1985). Sifat utama kitin sangat sulit larut dalam air dan beberapa pelarut organik. Rendahnya reaktivitas kimia dan sangat hidrofobik, menyebabkan penggunaan kitin relatif kurang berkembang dibandingkan dengan kitosan dan derivatnya. Reaksi pada kondisi heterogen menimbulkan beberapa permasalahan termasuk tingkat reaksi yang rendah, kesulitan dalam substitusi regioselektif,

12 16 ketidakseragaman struktur produk, dan degradasi parsil disebabkan kondisi reaksi yang kuat (Kaban, 2009). Sifat Kimia Kitosan Kitosan tidak larut dalam air tapi larut dalam pelarut asam dengan ph di bawah 6,0. Pelarut yang umum digunakan untuk melarutkan kitosan adalah asam asetat 1%, dengan ph sekitar 4,0. Pada ph di atas 7,0 stabilitas kelarutan kitosan sangat terbatas. Pada ph tinggi, cenderung terjadi pengendapan dan larutan kitosan membentuk kompleks polielektrolit dengan hidrokoloid anionik menghasilkan gel (Kaban, 2009). Menurut Kaban (2009), karena adanya gugus amino, kitosan merupakan polielektrolit kationik (pka 6,5), hal yang sangat jarang terjadi secara alami. Karena sifatnya yang basa ini, maka kitosan: a. Dapat larut dalam media asam encer membentuk larutan yang kental, sehingga dapat digunakan untuk pembuatan gel dalam beberapa variasi konfigurasi seperti butiran, membran, pelapis, kapsul, serat dan spons. b. Membentuk kompleks yang tidak larut dalam air dengan polielektrolit anion yang dapat digunakan untuk pembuatan butiran, gel, kapsul dan membran. c. Dapat digunakan sebagai pengkhelat ion logam berat di mana gel-nya menyediakan sistim proteksi terhadap efek destruksi dari ion. Sedangkan sifat biologi kitosan antara lain: a. Bersifat biokompatibel (sebagai polimer alami sifatnya tidak mempunyai akibat samping, tidak beracun, tidak dapat dicerna serta mudah diuraikan oleh mikroba). b. Dapat berikatan dengan sel mamalia dan mikroba secara agresif.

13 17 c. Mampu meningkatkan pembentukan yang berperan dalam pembentukan tulang. d. Bersifat hemostatik, fungistatik, spermisidal, antitumor, antikolesterol. e. Bersifat sebagai depresan pada sistem saraf pusat. Sugita et al (2009) menyatakan bahwa kitosan adalah salah satu polimer alami yang bersifat non toksik, biokompatibel, biodegradabel dan bersifat polikationik dalam suasana asam serta dapat membentuk gel (hidrogel) karena adanya tautan silang ionik kitosan kitosan. Tabel 3. Spesifikasi Kitosan Niaga yang beredar di pasaran dapat dilihat pada Tabel 3. Spesifikasi Kitosan Niaga Parameter Ciri Ukuran Partikel Serpihan sampai bubuk Warna Larutan Tidak berwarna Kadar air (%) 10 Kadar abu (%) 2,0 Derajat deasetilasi (%) 70,0 Kelas viskositas (cps) : - Rendah < Medium Tinggi pelarut organik Sangat tinggi > 2000 Sumber: Purwatiningsih et al (2009). Ekstraksi Kitin dan Kitosan Ekstraksi Kitin Deproteinasi Cangkang kepala udang mengandung 20-30% senyawa kitin, 21% protein dan 40-50% mineral. Kitin merupakan polisakarida terbesar kedua setelah selulosa yang mempunyai rumus kimia poli (2-asetamida-2-dioksi-β-D-Glukosa)

14 18 dengan ikatan β-glikosidik (1,4) yang menghubungkan antar unit ulangnya. Struktur kimia kitin mirip dengan selulosa, hanya dibedakan oleh gugus yang terikat pada atom C-2. Jika pada selulosa gugus yang terikat pada atom C-2 adalah OH, maka pada kitin yang terikat adalah gugus asetamida. (Muzzarelli, 1985). Proses ini dilakukan pada suhu C dengan menggunakan larutan NaOH 1 M dengan perbandingan serbuk udang dengan NaOH = 1:10 (gr serbuk/ml NaOH) sambil diaduk selama 60 menit. Kemudian campuran dipisahkan dengan disaring untuk diambil endapannya. Pencucian endapan dilakukan dengan menggunakan aquadest sampai ph netral. Selanjutnya disaring untuk diambil endapannya dan dikeringkan (Hargono et al,2008). Efesiensi deproteinasi tidak hanya bergantung pada konsentrasi basa dan suhu, tetapi juga spesies sumber kitin. Pada tahap deproteinasi. Protein diubah menjadi garam natrium proteinat yang larut air. Purwatiningsih (1992) melakukan penghilangan protein yang terkandung dalam limbah kulit udang windu (Peneus monodon) menggunakan larutan NaOH 3,5 % (b/b) selama 2 jam pada 65 o C dengan pengadukan tetap dan nisbah padatan-pelarut 1 : 10 (b/v). Pengendapan protein dari larutan garam natrium proteinat dilakukan dengan menggunakan HCl pekat tetes demi tetes sampai tercapai titik isoelektriknya. Hasil analisis destruksi endapan protein tersebut dengan HCl 6 N telah menunjukkan adanya kurang lebih 15 jenis asam amino menggunakan metoda kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC). Demineralisasi Penghilangan mineral dilakukan pada suhu C dengan menggunakan larutan HCl 1 N dengan perbandingan sampel dengan larutan HCl = 1:1 (gr

15 19 serbuk/ml HCl) sambil diaduk selama 120 menit. Kemudian disaring untuk diambil endapannya. Pencucian endapan dilakukan dengan menggunakan aquadest sampai ph netral. Kemudian disaring, dan endapan dikeringkan (Hargono, et al., 2008). Kandungan mineral yang terbanyak dalam kulit udang adalah CaCO 3 (kalsium karbonat). Menurut Knorr (1991) mineral CaCO 3 lebih mudah dipisahkan dibandingkan protein karena garam anorganik ini dapat dihilangkan dari senyawa kitin dengan menggunakan HCl. Proses demineralisasi menggunakan berbagai pereaksi asam seperti HCl, HNO 3, H 2 SO 4, CH 3 COOH dan HCOOH, umumnya menggunakan HCl dengan konsentrasi 10%, dengan suhu perendaman menggunakan suhu kamar (36 o C). Perendaman pada suhu kamar lebih banyak dilakukan untuk meminimalkan hidrolisis pada rantai polimer. Proses ini bertujuan memisahkan kitin dari CaCO 3. Asam klorida efektif untuk melarutkan kalsium sebagai kalsium klorida, biasanya dapat dilakukan dengan HCl 3 10% selama 5-7 jam pada suhu kamar. Jika reaksi demineralisasi lama melebihi 24 jam maka akan merusak kitin dimana proses deproteinasi dan desetilasi tidak sempurna (Synoweiecky dan Al-Khateeb, 2003). Kitin tidak mudah larut dalam air, sehingga penggunaannya terbatas. Namun dengan modifikasi kimiawi dapat diperoleh senyawa turunan kitin yang mempunyai sifat kimia yang lebih baik. Salah satu turunan kitin adalah kitosan (Muzzarelli, 1985).

16 20 Ekstraksi Kitosan Deasetilasi Kandungan gugus asetil pada kitin secara teoretis ialah sebesar 21,2 % (No et al., 1989). Deasetilasi secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan basa kuat NaOH atau KOH. Penggunaan KOH ini dapat memutuskan ikatan hidrogen yang kuat antar rantai kitin (Hirano, 1986). Pada proses deasetilasi, degradasi oksidatif harus dicegah agar bobot molekul kitosan yang diperoleh tinggi. Cara yang dapat ditempuh untuk menghindari degradasi oksidatif ialah penapisan nitrogen atau penambahan larutan basa sebelum reaksi (Johnson dan Peniston, 1982). Kitin yang telah dihasilkan pada proses diatas dimasukkan dalam larutan NaOH dengan konsentrasi 20, 30, 40, 50 dan 60% (berat) pada suhu C sambil diaduk kecepatan konstan selama 60 menit. Hasilnya berupa slurry disaring, endapan dicuci dengan aquadest lalu ditambah larutan HCl encer agar ph netral kemudian dikeringkan (Hargono, et al,. 2008). Proses deasetilasi bertuajuan untuk memutuskan ikatan hidrogen yang kuat antar rantai kitin. Pada proses deasetilasi, degradasi oksidatif harus dicegah agar bobot molekul kitosan yang diperoleh tinggi. Waktu deasetilasi yang panjang dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya peneurunan rendemen dan bobot molekul kitosan dan kemampuan mekanik film kitosan (Johnson dan Peniston, 1982). Beberapa variasi konsentrasi NaOH dan suhu pemanasan pada proses deasetilasi kitin dapat dilihat pada tabel 4.

17 21 Tabel 4. Variasi Deasetilasi NaOH (%) Suhu ( o C) Lama Pemanasan (Jam) Sumber : Roberts (1992). Pemanfaatan Kitosan Sifat dan fungsi kitin dan kitosan sangat beragam kitin sangat menonjol dalam kemampuannya sebagai absorben, sedangkan kitosan menonjol dalam kemampuannya sebagai pengikat atau pengkelat dalam proses koagulasi dan flokulasi, disamping itu juga berfungsi sebagai penstabil, pengental, pengisi, pen-jel, film pembungkus dan lain-lain, sehingga sangat dibutuhkan dalam industri obatobatan, kosmetik, pangan, cat, perekat, kertas, pengolahan limbah, pupuk dan lainlain (Knorr, 1991). Semakin tinggi mutu kitosan atau kitin berarti semakin tinggi pula kemurniannya, salah satu parameter mutu kitin atau kitosan yang cukup penting adalah derajat deasetilasinya. Semakin tinggi derajat deasetilasinya semakin tinggi kemurniannya artinya kitin dan kitosan sudah murni dari pengotornya yaitu protein, mineral dan pigmen serta gugus asetil untuk kitosan yang disertai kelarutannya yang sempurna dalam asam asetat 1% (Suptijah, 2004). Menurut Suptijah (2004), sehubungan dengan kebutuhan setiap industri akan kitosan yang bermutu tertentu maka perlu didesain kondisi proses pembuatan kitosan yang akan menghasilkan produk dengan mutu beragam.

18 22 Medis Kitin dan kitosan menunjukkan aktivitas antibakteri, antimetastatik, antiurikemik, antiosteoporotik dan immunoadjuvant (stimulator non spesifik respons imun), menunjukkan potensi yang besar dalam meredakan dan mencegah penyakit atau memberi kontribusi terhadap kesehatan yang baik. Material yang dapat terurai dan nontoksik dapat mengaktifkan pasien menahan mencegah infeksi dan mempercepat penyembuhan luka. Biokompatibilitas in vitro dari pembalut luka dalam term toksisitas untuk fibroblast telah dinilai dan dibandingkan dengan tiga pembalut luka komersial yang dibuat dari collagen, alginat dan gelatin. Kitosan metil pirrolidin dan collagen adalah bahan yang paling kompatibel (Kaban, 2009). Industri Tekstil Kitosan dan turunannya banyak digunakan sebagai coating material untuk serat selulosa, nilon, kapas, dan wool. Penggunaan sebagai serat termodifikasi antara lain meliputi bahan pembalut luka, tekstil, medikal, absorben yang sehat dan tidak alergenik, penghilangan bau dan pakaian dalam antimikroba, pakaian olahraga serta kaus kaki. Penambahan kitosan sebagai coating pada tekstil meningkatkan permeabilitas terhadap uap air. Serat wool yang mengandung kitosan turunannya meningkatkan daya celup (Kaban, 2009). Bidang Pangan Salah satu pemanfaatan kitosan di bidang pangan adalah sebagai film edibel (kemasan yang dapat dimakan). Film edibel ini diharapkan dapat menjadi alternatif pengganti kemasan sintetik (plastik) yang sulit terurai. Dengan demikian, film edibel kitosan ini tidak hanya membantu mengatasi masalah

19 23 limbah sebagai beban lingkungan, tetapi juga diharapkan dapat menghasilkan produk dengan nilai ekonomis yang tinggi (Sumarto, 2008). Pengurangan kekuatan sinar diakibatkan oleh interaksi antara cahaya dengan partikel penyerap yang ada di dalam larutan. Jadi dengan terjadinya interaksi maka kekuatan cahaya yang diteruskan semakin kecil karena sebagian cahayanya telah terserap. Semakin banyak cahaya yang diserap, maka cahaya yang diteruskan akan semakin sedikit (Filyanti, 2009). Dalam bidang pangan, kitosan dapat dimanfaatkan dalam pengawetan pangan, bahan pengemas, penstabil dan pengental, antioksidan serta penjernih pada produk minuman. Selain itu, kitosan banyak diaplikasikan sebagai pangan fungsional karena dapat berfungsi sebagai serat makanan, penurun kadar kolesterol, antitumor serta prebiotik (Dunn et al., 1997; Shahidi et al., 1999). Anti Bakteri Kitosan sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan antimikroba, karena mengandung enzim lysosim dan gugus aminopolysacharida yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba dan efisiensi daya hambat khitosan terhadap bakteri tergantung dari konsentrasi pelarutan khitosan. Kemampuan dalam menekan pertumbuhan bakteri disebabkan kitosan memiliki polikation bermuatan positif yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang (Wardaniati dan Setyaningsih, 1999). Menurut Tsai et al (2000) aktivitas antibakteri oligomer kitosan beragam tergantung jenis bakteri uji. Bakteri gram positif yaitu L.monocytogenes, B.cereus dan S.aureus lebih dihambat oleh kitosan dibandingkan oligomernya, sedangkan bakteri gram negatif seperti P.aeruginosa, S.typhimurium, dan E.coli lebih

20 24 dihambat oleh bentuk oligomernya menghasilkan oligomer kitosan dengan DP 1-8 menggunakan selulase. Aktivitas antibakteri oligomer tersebut lebih besar jika dibandingkan kitosan terhadap Aeromonas hydrophila, E.coli, L.monocytogenes, P.aeruginosa, S.typhimurium, Shigella dysentriae, S.aureus, S.aureus, Vibrio cholerae, dan V.parahaemolyticus. kitosan berbobot molekul rendah (12 kda) lebih efektif sebagai antibakteri dibandingkan oligomer kitosan dengan DP 1-8. Sebagai antibakteri, kitosan memiliki sifat mekanisme penghambatan, dimana kitosan akan berikatan dengan protein membran sel, yaitu glutamat yang merupakan komponen membran sel. Selain berikatan dengan protein membraner, kitosan juga berikatan dengan fosfolipid membraner, yang akan menghambat pembelahan sel (regenerasi). Hal ini akan menyebabkan kematian sel (Simpson, 1997). Salah satu mekanisme yang mungkin terjadi dalam pengawetan makanan yaitu molekul chitosan memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan senyawa pada permukaan cell bakteri kemudian teradsorbi membentuk semacam layer (lapisan) yang menghambat saluran transportasi sel sehingga sel mengalami kekurangan substansi untuk berkembang dan mengakibatkan matinya sel (Wardaniati dan Setyaningsih, 1999). Industri Kosmetika Kitosan dan turunannya dapat digunakan sebagai bahan kosmetik, pasta gigi, krim badan dan tangan serta produk perawatan rambut. Biopolimer ini juga telah diteliti sebagai bahan formulasi kosmetik khususnya untuk kulit yang sensitif. Kitosan dapat mempengaruhi kelembaban kulit serta memberi perlindungan terhadap kerusakan mekanik serta efek anti elektrostatik pada

21 25 rambut, tergantung pada berat molekul dan derajat deasetilasinya. Krim kosmetik yang ditambahkan 1,0% kitosan akan meningkatkan bioaktifasi unsur-unsur lipofilik seperti vitamin, sehingga dapat meresap lebih baik pada permukaan kulit. Kapasitas pembentukan film dan sifat antiseptik kitosan melindungi kulit dari kemungkinan infeksi mikroba. Lagipula, glukosamin dari kitosan, mempengaruhi perkembangan struktur glikosaminoglikan dan glukoprotein yang menguntungkan dalam matriks ekstraselular kulit (Kaban, 2009). Penelitian Sebelumnya Menurut Chung et al, (1992), kelarutan turunan kitosan modifikasi secara signifikan lebih besar dari kitosan asli. Kelarutan kitosan-glukosamin lebih tinggi dibandingkan dengan kitosan-glukosa, dan turunan kitosan-glukosamin tetap larut pada ph 10. Tingkat deasetilasi derivatif menurun dengan waktu reaksi meningkat. Investigasi rheologi mengungkapkan bahwa viskositas nyata dari turunan kitosan yang larut dalam air dalam larutan air tergantung pada kondisi sistem seperti ph, kekuatan ion dan suhu larutan. Kitosan adalah produk deasetilasidari kitin. Telah digunakan untuk bahan berbagai fungsi, termasuk biomaterial. Namun, bila digunakan dalam bidang biologis aplikasi terbatas karena tidak larut dalam air dan hanya dapat dilarutkan dalam asam. Untuk meningkatkan kelarutan kitosan, banyak spesialis dan sarjana telah mempelajari metode persiapan. Namun, metode ini memiliki beberapa cacat, termasuk prosedur yang membosankan waktu reaksi yang lama, kebutuhan sejumlah besar pelarut atau reagen dan berat molekul rendah dari produk akhir (Lu et al., 2003).

22 26 Menurut Lu et al, (2003) sebuah metode persiapan kitosan larut air melalui proses oleh N-asetilasi dengan anhidrida asetat. Manfaatnya adalah teknik pengolahannya sederhana, waktu reaksi sangat singkat, reagen kecil, berat molekul produk tinggi dan kelarutan air yang baik. Menurut Sakai et al (2002) dalam penggunaan kitosan CO 2, bagaimanapun CO 2 yang terlarut mudah terlepas ke udara sebagai gas selama penguapan air. Sehingga, molekul H 2 CO 3 terurai kembali menjadi CO 2, dan perubahan ini juga menyebabkan penurunan ion HCO 3 - yang berperan dalam melarutkan kitosan. Akibatnya, kitosan yang dilarutkan kehilangan stabilitas dan membentuk lapisan film tanpa asam. Penampilan gel berubah tergantung pada konsentrasi NaOH yang digunakan untuk menetralisasi ph. Ketika konsentrasi NaOH tinggi, tepung kitosan yang mengendap sangat sulit dilarutkan dengan CO 2. Sebaliknya, gel menjadi lembut dan mudah larut saat konsentrasi rendah. Dalam hal ini, gel dengan mudah dilarutkan oleh gelembung gas CO 2. Hasil ini berarti bahwa nilai ph sekitar molekul kitosan membuat partikel kitosan menjadi besar ketika konsentrasi NaOH yang digunakan tinggi. Namun, kitosan masih bisa dilarutkan ketika konsentrasi NaOH yang digunakan rendah dan hanya sebagian kecil dari kitosan tidak larut dan menggumpal, sehingga membentuk gel tidak larut. (Sakai et al., 2002).

23 27 Pada penelitian Yunzian et al (2008) disebutkan bahwa penggunaan H 2 O 2 menunjukkan potensi yang luar biasa dalam mendegradasi kitosan kasar yang tidak larut dalam air menjadi kitosan yang larut dalam air. Faktor yang digunakan adalah konsentrasi H 2 O 2, lama pemanasan dan suhu pemanasan menunjukkan efek yang signifikan terhadap pemulihan kitosan yang larut dalam air. Kondisi yang paling optimal terdapat pada konsentrasi 5,5% H 2 O 2 dengan lama pemanasan 3,5 jam dan suhu yang digunakan adalah 42,8 o C.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Udang (Penaeus modonon) Udang merupakan jenis biota air,dan struktur tubuh terdiri dari badan beruas berjumlah 13 (5 ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi

Lebih terperinci

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI Pipih suptijah* ) Abstrak Kitosan adalah turunan dari kitin yang merupakan polimer alam terdapat pada karapas/ limbah udang sekitar 10 % - 25%.

Lebih terperinci

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.2 ; November 2015 PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR Noor Isnawati, Wahyuningsih,

Lebih terperinci

TINGKATAN KUALITAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

TINGKATAN KUALITAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak TINGKATAN KUALITAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI Pipih suptijah* ) Abstrak Kitosan adalah turunan dari kitin yang merupakan polimer alam terdapat pada karapas/ limbah udang sekitar 10 % - 25%.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Udang merupakan salah satu golongan binatang air yang termasuk dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Udang merupakan salah satu golongan binatang air yang termasuk dalam 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Udang Udang merupakan salah satu golongan binatang air yang termasuk dalam arthopoda (binatang berbuku-buku). Seluruh tubuh terdiri dari ruas-ruas yang terbungkus oleh kerangka

Lebih terperinci

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) Reaktor, Vol. 11 No.2, Desember 27, Hal. : 86- PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) K. Haryani, Hargono dan C.S. Budiyati *) Abstrak Khitosan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri tapioka merupakan industri rumah tangga yang memiliki dampak positif bila dilihat dari segi ekonomis. Namun dampak pencemaran industri tapioka sangat dirasakan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

Gambar 2 Penurunan viskositas intrinsik kitosan setelah hidrolisis dengan papain.

Gambar 2 Penurunan viskositas intrinsik kitosan setelah hidrolisis dengan papain. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh konsentrasi papain terhadap hidrolisis kitosan Pengaruh papain dalam menghidrolisis kitosan dapat dipelajari secara viskometri. Metode viskometri merupakan salah satu

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI digilib.uns.ac.id Pembuatan Kitosan dari Cangkang Keong Mas untuk Adsorben Fe pada Air BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka A.1. Keong mas Keong mas adalah siput sawah yang merupakan salah satu hama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Udang merupakan jenis ikan konsumsi air payau, badan beruas berjumlah 13

TINJAUAN PUSTAKA. Udang merupakan jenis ikan konsumsi air payau, badan beruas berjumlah 13 11 TINJAUAN PUSTAKA Udang (Penaeus modonon) Udang merupakan jenis ikan konsumsi air payau, badan beruas berjumlah 13 (5 ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi oleh kerangka luar yang disebut

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan adalah polimer glukosamin yang merupakan selulosa beramin, nomer dua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitosan ditemukan pada cangkang invetebrata hewan perairan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Organik Cair Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan sebagian unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman. Peran pupuk sangat dibutuhkan oleh tanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol Tanah-tanah yang tersedia untuk pertanian sekarang dan akan datang adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti ordo Ultisol. Ditinjau dari

Lebih terperinci

TRANSFORMASI KITIN DARI HASIL ISOLASI LIMBAH INDUSTRI UDANG BEKU MENJADI KITOSAN

TRANSFORMASI KITIN DARI HASIL ISOLASI LIMBAH INDUSTRI UDANG BEKU MENJADI KITOSAN Marina Chimica Acta, Oktober 2004, hal. 28-32 Vol. 5 No.2 Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Hasanuddin ISSN 1411-2132 TRANSFORMASI KITIN DARI HASIL ISOLASI LIMBAH INDUSTRI UDANG BEKU MENJADI KITOSAN Mustari

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Struktur molekul kitin (a), kitosan (b), Muzzarelli (1977).

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Struktur molekul kitin (a), kitosan (b), Muzzarelli (1977). 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Kitosan Kitosan adalah produk alami turunan dari kitin, polisakarida yang ditemukan dalam eksoskleton krustacea seperti udang, rajungan, dan kepiting. Secara kimiawi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang penting dalam perawatan luka. Prinsip dasar dalam memilih

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang penting dalam perawatan luka. Prinsip dasar dalam memilih BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Dressing (balutan) luka merupakan suatu material yang digunakan untuk menutupi luka. Tujuan dari penutupan luka ini adalah untuk melindungi luka dari infeksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KITSAN Kitosan adalah polimer alami yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitin adalah polisakarida terbanyak kedua setelah selulosa. Kitosan merupakan polimer yang aman, tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas bahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekspor komoditi hasil perikanan dari Indonesia yang terbesar sampai saat ini adalah udang. Realisasi ekspor udang pada tahun 2007 mencapai 160.797 ton dengan nilai

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Tahap Pertama Tahap pertama penelitian ini dilakukan untuk mengetahui mutu kitosan komersil yang digunakan, antara lain meliputi kadar air, kadar abu, kadar nitrogen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Total produksi penangkapan dan perikanan udang dunia menurut Food and Agriculture Organization pada tahun 2009 berkisar 6 juta ton pada tahun 2006 [1] dan mempunyai

Lebih terperinci

KHITIN KHITOSAN, PRODUKSI DAN PEMANFAATANNYA

KHITIN KHITOSAN, PRODUKSI DAN PEMANFAATANNYA KHITIN KHITOSAN, PRODUKSI DAN PEMANFAATANNYA EBOOKPANGAN.COM 2006 I. LATAR BELAKANG Perairan Indonesia memiliki potensi yang sangat besar, baik dari segi jenis maupun volume produksinya. Udang dan kepiting

Lebih terperinci

EKSTRAKSI GELATIN DARI LIMBAH TULANG IKAN TENGGIRI (Scomberomorus sp.) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI ASAM YANG BERBEDA

EKSTRAKSI GELATIN DARI LIMBAH TULANG IKAN TENGGIRI (Scomberomorus sp.) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI ASAM YANG BERBEDA EKSTRAKSI GELATIN DARI LIMBAH TULANG IKAN TENGGIRI (Scomberomorus sp.) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI ASAM YANG BERBEDA TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi Teknologi

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pengemasan merupakan proses perlindungan suatu produk pangan yang bertujuan menjaga keawetan dan konsistensi mutu. Produk yang dikemas akan memiliki masa simpan relatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan plastik semakin populer di kalangan masyarakat Indonesia, karena memiliki banyak kegunaan dan praktis. Plastik merupakan produk polimer sintetis yang terbuat

Lebih terperinci

PENJERAPAN LEMAK KAMBING MENGGUNAKAN ADSORBEN CHITOSAN

PENJERAPAN LEMAK KAMBING MENGGUNAKAN ADSORBEN CHITOSAN 1 PENJERAPAN LEMAK KAMBING MENGGUNAKAN ADSORBEN CHITOSAN Carlita Kurnia Sari (L2C605123), Mufty Hakim (L2C605161) Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jln. Prof. Sudharto, Tembalang,

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) 2.2 Glukosamin hidroklorida (GlcN HCl)

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) 2.2 Glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) Osteoarthritis yang juga sebagai penyakit degeneratif pada sendi adalah bentuk penyakit radang sendi yang paling umum dan merupakan sumber utama penyebab rasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plastik banyak digunakan untuk berbagai hal, di antaranya sebagai pembungkus makanan, alas makan dan minum, untuk keperluan sekolah, kantor, automotif dan berbagai

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi UPAYA PENINGKATAN KELARUTAN KITOSAN DALAM ASAM ASETAT DENGAN MELAKUKAN PERLAKUAN AWAL PADA PENGOLAHAN LIMBAH KULIT UDANG MENJADI KITOSAN Ani Purwanti 1, Muhammad Yusuf 2 1 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MUTU DAN KELARUTAN KITOSAN DARI AMPAS SILASE KEPALA UDANG WINDU (Penaeus monodon)

KARAKTERISTIK MUTU DAN KELARUTAN KITOSAN DARI AMPAS SILASE KEPALA UDANG WINDU (Penaeus monodon) Buletin Teknologi Hasil Perikanan Vol XI Nomor 2 Tahun 2008 KARAKTERISTIK MUTU DAN KELARUTAN KITOSAN DARI AMPAS SILASE KEPALA UDANG WINDU (Penaeus monodon) Characteristics of Quality And Solubility Kitosan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama dengan kitin, terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Adapun perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidrogel yang terbuat dari polisakarida alami sudah secara luas di teliti dalam bidang farmasi dan kesehatan, seperti rekayasa jaringan, penghantaran obat, imobilisasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong pesatnya perkembangan di berbagai sektor kehidupan manusia terutama sektor industri. Perkembangan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG KERANG HIJAU (Perna viridis) SEBAGAI ADSORBAN LOGAM Cu

PEMANFAATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG KERANG HIJAU (Perna viridis) SEBAGAI ADSORBAN LOGAM Cu PEMANFAATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG KERANG HIJAU (Perna viridis) SEBAGAI ADSORBAN LOGAM Cu Rudi Firyanto, Soebiyono, Muhammad Rif an Teknik Kimia Fakultas Teknik UNTAG Semarang Jl. Pawiyatan Luhur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya (2014), menyatakan bahwa udang vannamei (Litopenaeus vannamei) tertinggi sehingga paling berpotensi menjadi sumber limbah.

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya (2014), menyatakan bahwa udang vannamei (Litopenaeus vannamei) tertinggi sehingga paling berpotensi menjadi sumber limbah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udang diekspor 90% berada dalam bentuk beku tanpa kulit dan kepala sehingga dari proses pembekuan tersebut dihasilkan limbah berupa kulit dan kepala udang (Natsir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial

BAB I PENDAHULUAN. Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial dalam berbagai bidang dan industri. Kitin dan kitosan merupakan bahan dasar dalam bidang biokimia,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa, dan (7) Waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL (low density lipoprotein), HDL (high density lipoprotein), total kolesterol dan trigliserida.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk kelompok senyawa polisakarida, dimana gugus asetilnya telah hilang sehingga menyisakan gugus amina

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada tepung adalah kapang, khamir, dan bakteri. Bakteri yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada tepung adalah kapang, khamir, dan bakteri. Bakteri yang biasa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mie basah merupakan salah satu bahan pangan yang digemari masyarakat Indonesia. Hal itu terbukti dengan tingginya produksi mie basah yaitu mencapai 500-1500 kg mie

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 53 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Mutu Kitosan Hasil analisis proksimat kitosan yang dihasilkan dari limbah kulit udang tercantum pada Tabel 2 yang merupakan rata-rata dari dua kali ulangan.

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM Penggunaan Kitosan dari Tulang Rawan Cumi-Cumi (Loligo pealli) untuk Menurunkan Kadar Ion Logam (Harry Agusnar) PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 Disusun Ulang Oleh: Dr. Deana Wahyuningrum Dr. Ihsanawati Dr. Irma Mulyani Dr. Mia Ledyastuti Dr. Rusnadi LABORATORIUM KIMIA DASAR PROGRAM TAHAP PERSIAPAN BERSAMA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Khitosan

TINJAUAN PUSTAKA Khitosan 5 TINJAUAN PUSTAKA Khitosan Kulit udang yang mengandung senyawa kimia khitin dan khitosan merupakan limbah yang mudah didapat dan tersedia dalam jumlah yang banyak, yang selama ini belum termanfaatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perak Nitrat Perak nitrat merupakan senyawa anorganik tidak berwarna, tidak berbau, kristal transparan dengan rumus kimia AgNO 3 dan mudah larut dalam alkohol, aseton dan air.

Lebih terperinci

PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI

PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Mencapai Derajat S-1 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4 PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4 Yuliusman dan Adelina P.W. Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia Kampus UI, Depok

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah pencemaran belakangan ini sangat menarik perhatian masyarakat banyak.perkembangan industri yang demikian cepat merupakan salah satu penyebab turunnya kualitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

9/6/2016. Hasil Pertanian. Kapang; Aspergillus sp di Jagung. Bakteri; Bentuk khas, Dapat membentuk spora

9/6/2016. Hasil Pertanian. Kapang; Aspergillus sp di Jagung. Bakteri; Bentuk khas, Dapat membentuk spora KULIAH KE 8: PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PASCA PANEN & NILAI TAMBAH TIK: Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat menjelaskan berbagai teknologi pasca panen untuk memberi nilai tambah. Agricultural

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR RK 0502 PEMANFAATAN KITOSAN LIMBAH CANGKANG UDANG PADA PROSES ADSORPSI LEMAK SAPI

TUGAS AKHIR RK 0502 PEMANFAATAN KITOSAN LIMBAH CANGKANG UDANG PADA PROSES ADSORPSI LEMAK SAPI TUGAS AKHIR RK 0502 PEMANFAATAN KITOSAN LIMBAH CANGKANG UDANG PADA PROSES ADSORPSI LEMAK SAPI HELMI RIZA SUSANTO NRP. 2307 030059 ABDULLAH AL MUKHSI NRP. 2307 030 063 Dosen Pembimbing Ir. Sri Murwanti,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan perairan yang disebabkan oleh logam-logam berat seperti kadmium, timbal dan tembaga yang berasal dari limbah industri sudah lama diketahui. Untuk

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Isolasi Kitin dari Kulit Udang 5.1.1 Tepung kulit udang Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota Mataram dibersihkan kemudian dikeringkan yang selanjutnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CHITOSAN DARI LIMBAH UDANG SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI UNTUK MEMPERLAMA DAYA SIMPAN PADA MAKANAN. Budi Hastuti 1) & Saptono Hadi 2) 1)

PEMANFAATAN CHITOSAN DARI LIMBAH UDANG SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI UNTUK MEMPERLAMA DAYA SIMPAN PADA MAKANAN. Budi Hastuti 1) & Saptono Hadi 2) 1) PEMANFAATAN CHITOSAN DARI LIMBAH UDANG SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI UNTUK MEMPERLAMA DAYA SIMPAN PADA MAKANAN Budi Hastuti 1) & Saptono Hadi 2) 1) Program Studi Pend. Kimia, FKIP UNS 2) Jurusan Kimia,

Lebih terperinci

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009 26 BAB V. PEMBAHASAN 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Hasil foto SEM dengan perbesaran 50 kali memperlihatkan perbedaan bentuk permukaan butiran yang sudah mengandung sel Lactobacillus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari lautan yang menghasilkan berbagai macam hasil perikanan yang terus

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari lautan yang menghasilkan berbagai macam hasil perikanan yang terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim, sebagian besar wilayah Indonesia terdiri dari lautan yang menghasilkan berbagai macam hasil perikanan yang terus meningkat setiap

Lebih terperinci

4.1. Pengaruh Pra Perlakuan dan Jenis Larutan Ekstraksi terhadap Rendemen Gelatin yang Dihasilkan.

4.1. Pengaruh Pra Perlakuan dan Jenis Larutan Ekstraksi terhadap Rendemen Gelatin yang Dihasilkan. 4. PEMBAHASAN Pada penelitian ini, tulang ikan nila mengalami tiga jenis pra perlakuan dan dua jenis ekstraksi untuk mendapatkan ekstrak gelatin yang nantinya akan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan

Lebih terperinci

BAB VI REAKSI KIMIA. Reaksi Kimia. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas IX 67

BAB VI REAKSI KIMIA. Reaksi Kimia. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas IX 67 BAB VI REAKSI KIMIA Pada bab ini akan dipelajari tentang: 1. Ciri-ciri reaksi kimia dan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi kimia. 2. Pengelompokan materi kimia berdasarkan sifat keasamannya.

Lebih terperinci

Makalah Pendamping: Kimia Paralel E PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT

Makalah Pendamping: Kimia Paralel E PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT 276 PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT Antuni Wiyarsi, Erfan Priyambodo Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY Kampus Karangmalang, Yogyakarta 55281

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Udang dan kepiting merupakan komoditas andal dan bernilai ekonomis

I. PENDAHULUAN. Udang dan kepiting merupakan komoditas andal dan bernilai ekonomis I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang dan kepiting merupakan komoditas andal dan bernilai ekonomis sebagai salah satu hasil utama perikanan Indonesia. Menurut Pusat Data Statistik dan Informasi Departemen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2)

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk keperluan

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lembab karena sejatinya kulit normal manusia adalah dalam suasana moist atau

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lembab karena sejatinya kulit normal manusia adalah dalam suasana moist atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit mempunyai beberapa fungsi utama yang penting untuk tubuh, yaitu sebagai termoregulasi, sintesis metabolik, dan pelindung. Adanya suatu trauma baik itu secara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Mie segar atau mie mentah adalah mie yang tidak mengalami proses

TINJAUAN PUSTAKA. Mie segar atau mie mentah adalah mie yang tidak mengalami proses TINJAUAN PUSTAKA Jenis jenis Mie Mie Segar Mie segar atau mie mentah adalah mie yang tidak mengalami proses tambahan setelah pemotongan dan mengandung air sekitar 35 %. Oleh karena itu, mie ini cepat rusak.

Lebih terperinci

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat Kualitas pektin dapat dilihat dari efektivitas proses ekstraksi dan kemampuannya membentuk gel pada saat direhidrasi. Pektin dapat membentuk gel dengan baik apabila pektin tersebut memiliki berat molekul,

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Secara garis besar penelitian dibagi menjadi tiga, yaitu pembuatan kertas dengan modifikasi tanpa tahap penghilangan lemak, penambahan aditif kitin, kitosan, agar-agar, dan karagenan,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM Kelompok 10 Delis Saniatil H 31113062 Herlin Marlina 31113072 Ria Hardianti 31113096 Farmasi 4B PRODI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Udang merupakan jenis ikan konsumsi air payau, badan beruas. kerangka luar yang disebut eksosketelon. Umumnya udang yang terdapat di

TINJAUAN PUSTAKA. Udang merupakan jenis ikan konsumsi air payau, badan beruas. kerangka luar yang disebut eksosketelon. Umumnya udang yang terdapat di TINJAUAN PUSTAKA Udang (Penaeus modonon) Udang merupakan jenis ikan konsumsi air payau, badan beruas berjumlah 13 (5 ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi oleh kerangka luar yang disebut

Lebih terperinci

EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis)

EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis) EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis) Oleh : MARSAID/ 1409.201.717 Pembimbing: Drs.Lukman Atmaja, M.Si.,Ph.D. LATAR BELAKANG PENELITIAN GELATIN Aplikasinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pemerintah menghimbau masyarakat dan pengusaha untuk meningkatkan ekspor non migas sebagai sumber devisa negara. Sangat diharapkan dari sektor pertanian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Karboksimetil selulosa (CMC) merupakan salah satu turunan selulosa yang disebut eter selulosa (Nevell dan Zeronian 1985). CMC dapat larut di dalam air dingin dan air panas dan menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Selulosa asetat merupakan ester asam organik dari selulosa yang telah lama dikenal di dunia. Produksi selulosa asetat adalah yang terbesar dari semua turunan selulosa.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, tahap pertama sintesis kitosan yang terdiri dari isolasi kitin dari kulit udang, konversi kitin menjadi kitosan. Tahap ke dua

Lebih terperinci

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT DI SUSUN OLEH : NAMA : IMENG NIM : ACC 109 011 KELOMPOK : 2 ( DUA ) HARI / TANGGAL : SABTU, 28 MEI 2011

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat Bab III Metodologi Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu isolasi selulosa dari serbuk gergaji kayu dan asetilasi selulosa hasil isolasi dengan variasi waktu. Kemudian selulosa hasil isolasi dan

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULAN

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULAN BAB 1 PENDAHULAN 1.1. Latar Belakang Pangan yang bersumber dari hasil ternak termasuk produk pangan yang cepat mengalami kerusakan. Salah satu cara untuk memperkecil faktor penyebab kerusakan pangan adalah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini diawali dengan mensintesis selulosa asetat dengan nisbah selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah daging dari ternak yang sehat, saat penyembelihan dan pemasaran diawasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah daging dari ternak yang sehat, saat penyembelihan dan pemasaran diawasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan daging merupakan bagian yang penting bagi keamanan pangan dan selalu menjadi pokok permasalahan yang mendapatkan perhatian khusus dalam penyediaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KOMPOSISI SAMPEL PENGUJIAN Pada penelitian ini, komposisi sampel pengujian dibagi dalam 5 grup. Pada Tabel 4.1 di bawah ini tertera kode sampel pengujian untuk tiap grup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaplek (Manihot esculenta Crantz) Gaplek (Manihot Esculenta Crantz) merupakan tanaman perdu. Gaplek berasal dari benua Amerika, tepatnya dari Brasil. Penyebarannya hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom

Lebih terperinci