pajak atas pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "pajak atas pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah"

Transkripsi

1 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengakuan Kewajiban dan Penentuan Dasar Pengenaan Pajak PPN atas Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Dari Luar Daerah Pabean pada PT. Shindengen Indonesia 1. Evaluasi Dalam Menentukan Saat Terutangnya PPN atas Pemanfaatan Merek Dagang pada PT. Shindengen Indonesia Timbulnya kewajiban untuk membayar pajak pertambahan nilai disebabkan karena adanya objek pajak. Objek pajak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemanfaatan merek dagang Shindengen Electric Manufaturing Co. Ltd oleh PT. Shindengen Indonesia yang merupakan objek pajak atas pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean yang dimanfaatkan di dalam daerah pabean Indonesia. Pembayaran atas pemanfaatan objek pajak tersebut berupa royalti yang didasarkan atas perjanjian kedua belah pihak yang telah disepakati, yakni sebesar 3 % dari total penjualan lokal selama enam bulan dengan mengkonversi Rupiah kedalam Yen, menggunakan kurs tengah Bank Indonesia akhir bulan Juni dan Desember. Pembayaran royalti yang telah dikonversi kedalam mata uang asing merupakan dasar pengenaan pajak atas pajak pertambahan nilai. Sehingga jumlah yang harus dibayar kepada Shindengen Electric Manufaturing Co. Ltd 40

2 oleh PT. Shindengen Indonesia adalah dasar pengenaan pajak ditambah dengan pajak pertambahan nilai berupa surat setoran pajak. Namun karena subjek pajaknya berasal dari luar negeri, maka PT. Shindengen Indonesia berkewajiban memungut dan menyetorkan PPN tersebut ke kas negara. Berdasarkan peraturan pelaksanaan dari ketentuan yang terdapat dalam undang-undang pajak pertambahan nilai, bahwa terhutangnya pajak pertambahan nilai atas pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean ditentukan oleh 5 (lima) perbuatan atau peristiwa hukum yang dilakukan atau diketahui. Dua peristiwa hukum sudah terjadi yakni saat secara nyata barang kena pajak tidak berwujud digunakan dan saat ditandatanganinya surat perjanjian. Namun dua peristiwa tersebut tidak dapat menentukan berapa besarnya pajak terhutang, karena didalam perjanjian nilai royalti yang dibayarkan berdasarkan persentase yang disepakati dikalikan dengan jumlah penjualan selama 6 bulan. Sedangkan untuk dua peristiwa hukum lainnya, yakni saat harga penggantian ditagih oleh yang menyerahkan dan saat harga perolehan dibayar sebagaian atau seluruhnya belum terjadi. Hanya satu perbuatan hukum yang terjadi dan dapat menentukan dasar pengenaan pajaknya yaitu saat harga perolehan dinyatakan sebagai hutang. Pada saat diakuinya sebagai hutang atas pembayaran royalti, maka timbul kewajiban (saat terhutang) PPN. PT. Shindengen Indonesia berkewajiban untuk memungut setelah diakuinya sebagai hutang pajak dan menyetorkan pajak pertambahan nilai ke kas negara pada tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan terjadinya pemungutan. 41

3 Kemudian PPN yang telah disetor tersebut harus dilaporkan dalam SPT Masa PPN yang sama dengan bulan penyetorannya. Namun bilamana yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dari daerah luar pabean tersebut bukanlah pengusaha kena pajak, pelaporan pemungutan dan penyetoran PPN tersebut mempergunakan lembar ke-3 bukti setoran pajak ke kas negara paling lambat pada tanggal 20 bulan dilakukannya penyetoran, ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan tersebut. Dari uraian diatas penulis memperoleh data-data sebagai berikut: Penjualan bulan Januari - Juni 2004 Rp. 195,822,676,533 Penjualan bulan Juli - Desember 2004 Rp. 232,579,129,533 Pencatatan beban royalti pada bulan Juni 2004 (metode akrual) : Beban royalti (195,822,676,533X 3 %) Rp. 5,874,680,296,- Biaya yang masih harus dibayar kepada Shindengen Electric Mfg Rp. 5,874,680,296,- Pencatatan hutang PPN yang harus dipungut, sebagai berikut: PPN-Pajak Masukan Rp. 5,874,680,296,- X 10% Rp. 587,468,030,- Hutang PPN Rp> 587,468,030,- Pencatatan beban royalti pada bulan Desember 2005 (metode akrual) : Beban royalti (232,579,129,533X 3 %) Rp. 6,977,373,886,- Biaya yang masih harus dibayar kepada Shindengen Electric Mfg Rp. 6,977,373,886,- Pencatatan hutang PPN yang harus dipungut, sebagai berikut : PPN-Pajak Masukan Rp. 6,977,373,886,- X 10% Rp. 697,737,389,- 42

4 Hutang PPN Rp. 697,737,389,- Dari jurnal diatas dapat dianalisis, bahwa untuk penjualan bulan Januari s/d Juni 2004 dan bulan Juli s/d Desember, beban royalti diakui terlebih dahulu dari pembayarannya. Bersamaan dengan diakuinya sebagai beban royalti, maka hutang pajak pertambahan nilai harus dicatat atau diakui juga. Pemungutan dan penyetoran atas hutang pajak PPN dari pemanfaatan merek dagang Shindengen Electric Manufaturing Co. Ltd dilakukan pada bulan berikutnya, untuk semester I paling lambat tanggal 15 bulan Juli 2004 sedangkan untuk semester II paling lambat tanggal 15 bulan Januari Penulis mengambil kesimpulan, bahwa PT. Shindengen Indonesia telah melakukan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 568/KMK/04/2000, yakni saat harga perolehannya dicatat sebagi hutang (dicatat sebagai beban / metode akrual) oleh pihak yang memanfaatkannya (PT. Shindengen Indonesia) dalam menentukan saat terhutangnya PPN atas pemanfaatan merek dagang. 2. Mekanisme Evaluasi Penentuan Dasar Pengenaan PPN atas Pemanfaatan Merek Dagang dengan Menggunakan Mata Uang Asing Dasar pengenaan pajak artinya nilai uang yang dijadikan dasar untuk menghitung pajak yang terutang. Dalam bab II telah diuraikan mengenai penentuan dasar pengenaan pajak dan berdasarkan uraian sebelumnya telah dikemukakan, bahwa pembayaran royalti atas pemanfaatan merek dagang dari luar daerah pabean menggunakan mata uang asing. Apabila pembayaran royalti menggunakan mata uang asing, maka untuk menentukan dasar 43

5 pengenaan pajak PPN terlebih dahulu dikonversi kedalam mata uang rupiah menggunakan kurs yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan, yang berlaku mingguan. Dalam menentukan dasar pengenaan pajak, yang hams diperhatikan adalah bagaimana proses pembayaran atas kewajiban royalti yang telah diakui sebagai beban perusahaan terjadi, bukan pada saat mengakuinya sebagai beban royalti yang juga timbulnya hutang pajak PPN. Berikut ini penulis memberikan contoh perbedaan dalam penentuan dasar pengenaan pajak dari dua peristiwa hukum : a. Pada saat mengakuinya sebagai beban royalti Pengakuan beban royalti oleh PT. Shindengen Indonesia untuk semester pertama maupun kedua bedasarkan jumlah penjualan dalam mata uang rupiah dikalikan 3%. Sehingga jika nilai rupiah ini yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya, maka nilai pajak terhutang dikalikan tarif 10 %. Dalam hal ini dapat dibenarkan jika pihak yang menerima imbalan atas penggunaan hak merek dagang dalam bentuk mata uang rupiah. b. Pada saat pembayaran royalti Kenyataan yang terjadi adalah pembayaran royalti atas penggunaan hak merek dagang menggunakan mata uang asing. Sehingga nilai yang dibayarkan dalam bentuk mata uang asing tersebut harus dikonversi kembali dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs Menteri Keuangan, untuk dapat menentukan dasar pengenaan pajak PPN. Jika kita telaah lebih jauh, seringkali fiskus menentukan dasar pengenaan pajak hanya melihat dari peristiwa hukum saat diakuinya sebagai 44

6 hutang, itupun jika nilainya lebih besar dari peristiwa hukum yang kedua. Tetapi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 143 tahun 2000 Pasal 11 (1), disebutkan apabila harga penggantian dilakukan dengan mempergunakan mata uang asing, maka penghitungan besarnya pajak yang terutang harus dikonversi ke dalam mata uang rupiah dengan mempergunakan kurs yang berlaku menurut Surat Keputusan Menteri Keuangan pada saat pembuatan faktur pajak. Namun dalam menentukan kurs konversi kedalam mata uang asing untuk melakukan pembayaran royalti harus berdasarkan penjanjian kedua belah pihak. Jika tidak dilakukan akan menyulitkan dan merugikan PT. Shindengen Indonesia. Kesulitannya adalah berapa besarnya yang harus dibayarkan tidak dengan mudah dan cepat diketahui, karena harus menunggu dari pihak pemegang merek dagang. Sementara penyetoran hutang pajak harus segera dilakukan, dan tidak menutup kemungkinan akan terjadi keterlambatan dalam melakukan penyetoran ke kas Negara. PT. Shindengen Indonesia dan Shindengen Electric Manufaturing Co. Ltd menyetujui dalam menentukan kurs untuk melakukan pembayaran royalti dengan mengunakan kurs tengah Bank Indonesia pada akhir bulan Juni dan Akhir bulan Desember. Untuk lebih jelasnya bagaimana mekanisme menentukan dasar pengenaan pajak PPN atas penggunaan merek dagang dari luar daerah pabean pada PT. Shindengen Indonesia adalah sebagai berikut: a. Menjumlahkan penjualan lokal selama 6 bulan 45

7 b. Melakukan perhitungan atas jumlah royalti yang akan dibayarkan, sesuai perjanjian 3% dari total penjualan selama 6 bulan. c. Jumlah royalti yang akan dibayarkan dikonversi kedalam mata uang asing (Yen), berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia pada akhir bulan Juni untuk semester pertama dan akhir bulan Desember untuk semester ke dua, hasil konversi ini merupakan dasar pengenaan pajak atas pajak pertambahan nilai yang dipungut oleh PT. Shindengen Indonesia dan disetorkan ke kas negara. Agar dapat memahami mekanisme dalam menenentukan dasar pengenaan pajak PPN atas objek pajak barang kena pajak dari luar daerah pabean, berikut ini penulis memberikan contoh perhitungan untuk memperoleh dasar pengenaan pajak PPN pada bulan Juni 2005 pada PT. Shindengen Indonesia : a. Penjualan Bulan Januari - Juni 2004, sebesar Rp. 195,822,676,533 b. Royalti yang akan dibayarkan Rp 195,821,676,533 X 3 % = Rp. 5,874,680,296,-, tidak termasuk PPN yang terutang. c. Dikonversi kedalam mata uang asing, dimana kurs tengah Bank Indonesia pada akhir bulan Juni 2004 sebesar 1 Yen = Rp 76.52, jumlah royalti yang akan dibayarkan dalam mata uang asing sebesar Rp. 5,874,680,296 : = Yen 76,773,135.08,- d. Nilai Yen 76,773,135.08,- merupakan dasar penggenaan pajak yang akan dibuatkan surat setoran pajaknya pada bulan Juli 2004, e. Melakukan konversi terlebih dahulu kedalam mata uang rupiah menggunakan kurs Menteri Keuangan pada saat pembayaran hutang pajak 46

8 pertambahan nilai, sesuai dengan Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun Misalnya kurs Menteri Keuangan minggu pertama bulan Juli 2004 pada saat dilakukannya penyetoran ke kas Negara adalah 1 Yen = Rp 77.12, maka dasar pengenaan pajaknya adalah Yen 76,773, X Rp = Rp. 5,920,744,177.36,-. Berdasarkan uraian diatas dan contoh perhitungan yang disajikan, mekanisme penentuan dasar pengenaan pajak PPN pada PT. Shindengen Indonesia telah dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai beserta peraturan pelaksanaannya. 3. Evaluasi Penerapan Metode Akrual atas PPN Pemanfaatan Merek Dagang Dari Luar Daerah Pabean Didalam Daerah Pabean Pembukuan yang digunakan oleh pihak yang berkewajiban memotong atau memungut pajak sangat mempengaruhi timbulnya kewajiban untuk memotong dan memungut pajak. Karena wajib pajak harus mengetahui dan memahami pembukuan yang digunakannya, sehingga dapat mengukur konsekuensi kewajiban yang muncul dari pembukuan yang telah digunakannya. Metode akrual mendasarkan biaya pada waktu terutang, dengan kata lain biaya sudah diakui atau dicatat walaupun belum ada pengeluaran sama sekali. Saat terutangnya pajak pertambahan nilai dapat didasarkan pada saat pengakuan biaya tersebut. Pembukuan beban royalti dilakukan dengan mendebet beban dan mengkredit utang atau kewajiban. Sayangnya dalam ketentuan perpajakan hanya dikenal dengan istilah utang, sementara dalam akuntansi dikenal 47

9 beberapa istilah utang, yaitu utang rill, utang estimasi dan utang kontigensi.utang riil biasanya diakui berdasarkan tagian atau invoice yang dikirim oleh pemasok secara akrual. Sedangkan utang estimasi biasanya dihitung sebelum jatuh tempo pembayaran atau sebelum invoice diberikan pemasok. Pembukuan utang estimasi dilakukan dengan cara mendebet beban dan mengkredit provisi atau cadangan. Sementara khusus utang kontigensi, utang ini biasanya belum dibukukan oleh perusahaan (tidak ada jurnalnya), tetapi cukup disajikan sebagai catatan dalam laporan keuangan. Berkaitan dengan pengakuan biaya riil secara akrual yang diiringi kewajiban pemotongan atau pemungutan pajak, wajib pajak seringkali mengalami kendala bila harus menalangi pembayaran pajak pertambahan nilai atas pemanfaatan merek dagang. Akhimya dengan dalih belum memiliki uang untuk menalangi pajaknya, wajib pajak cenderung menggunakan metode kas dalam pemungutan PPN nya. Akibatnya akan menimbulkan permasalahan dikemudian hari pada saat dilakukan pemeriksaaan oleh fiskus. Contoh yang dapat penulis berikan adalah perusahaan sudah mengakui beban royalti yang bersifat riil secara akrual di akhir bulan Desember Seiring dengan pengakuan beban ini, maka perusahaan harus melakukan pemungutan pada bulan Desember 2004 dan menyetorkan pajaknya paling lambat tanggal 15 bulan Januari Karena dalih belum memiliki uang, perusahaan tidak melakukan penyetoran atas PPN pemanfaatan merek dagang dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean. 48

10 Pembayaran atas royalti dan pemungutan PPN baru dilakukan pada bulan April 2005, penyetorannya dilakukan pada tanggal 15 bulan mei ke kas negara dan pelaporannya dimasukan dalam SPT Masa PPN bulan April 2005, yang dilaporkan pada tanggal 20 bulan Mei 2005 pada kantor pelayanan pajak setempat. Sementara fiskus tidak akan mengakui pemungutan PPN tersebut karena masa pajaknya berbeda, seharusnya perusahaan melaporkan dalam SPT Masa PPN bulan Desember 2004 tetapi baru dilaporkan dalam SPT Masa PPN bulan April Akibatnya perusahaan harus membayar kekurangan pajak berupa pokok PPN ditambah saksi administrasi (Pasal 13 ayat (2) UU KUP) yang ditagih dengan SKPKB ( Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ). PPN yang dipungut pada bulan April 2005 diakui sebagai kredit pajak pada tahun buku 2005, karena pemeriksa (fiskus) lebih berpegang pada formalitas dokumen berupa SPT masa PPN dan Surat Setoran Pajak. Berdasarkan uraian diatas, penerapan metode akrual atas PPN pemanfaatan merek dagang dan luar daerah pabean didalam daerah pabean adalah memperhatikan kewajiban yang harus dilakukan. Kapan harus melakukan kewajiban pemungutan, penyetoran dan pelaporan dalam SPT Masa PPN. Jika mendasari pada tidak memiliki uang untuk melakukan penyetoran PPN, maka perusahaan dapat dikatakan tidak konsisten dalam menerapkan metode pembukuannya. Pada saat perusahaan mengakui sebagai kewajiban atau utang royalti (sisi kredit) menggunakan metode akrual, karena disisi debetnya diakui sebagai beban royalti yang dapat digunakan untuk mengurangi laba perusahaan yang 49

11 berpengaruh terhadap pajak penghasilan perusahaan. Namun kewajiban atas pajak pertambahan nilai perusahaan menggunakan metode kas, karena perusahaan tidak ingin mengeluarkan uang. PT. Shindengen Indonesia, melihat bahwa jika menerapkan seperti yang diuraikan diatas merupakan tindakan yang ceroboh dan tidak beralasan sama sekali. Hanya karena ingin mengurangi kewajiban atas pajak penghasilan badan, namun tidak ingin melaksanakan kewajiban atas pajak pertambahan nilai. Ketidak konsistenan dalam penerapan metode pembukuan akan menanggung resiko yang cukup besar. Besarnya PPN yang hams disetorkan tidaklah seberapa dibandingkan dengan pokok pajak dan denda administrasi 2 % perbulan yang harus dibayarkan, ditambah tidak diakuinya PPN yang disetorkan pada tahun pajak 2005 untuk tahun pajak Evaluasi Pengakuan Kewajiban atas timbulnya Hutang PPN dari Pemanfatan Merek Dagang Dari Luar Daerah Pabean Didalam Daerah Pabean Analisis ini penulis kemukakan untuk memberikan gambaran atas timbulnya hutang pajak. Perbedaan ini akan tampak jika perusahaan mengakui sebagai kewajiban perusahaan atau diakui sebagai beban perusahaan bulan perbulan dengan total selama 6 (enam) bulan atas terhutangnya royalti dari pemanfaatan merek dagang. Dalam melakukan pencatatan atau pembukuan dengan membebankan royalti setiap bulannya, maka laporan keuangan yang disajikan akan mencerminkan kegiatan usaha yang sebenarnya. Artinya mencerminkan kegiatan yang sebenarnya dimana perhitungan royalti 50

12 berdasarkan penjualan dikalikan 3% dan ini memang merupakan beban setiap bulannya bagi PT. Shindengen Indonesia. Berikut penulis tampilkan data-data penjualan perbulan, saat pengakuan kewajiban dan terutangnya PPN : Data Penjualan dan Besarnya PPN Terhutang Penjualan 2004 Saat Pengakuan PPN Bulan Jumtah Kewajiban Terhutanq (A) (B)= 3% X (A) 10%X(B) Januari 30,886,121, ,583,652 92,658,365 Pebruari 29,673,744, ,212,333 89,021,233 Ma ret 32,819,546, ,586,395 98,458,640 April 33,810,730,070 1,014,321, ,432,190 Mei 33,906,916,590 Juni 34,725,617,212 Sumber : Laporan Keuangan Tahun ,017,207,498 1,041,768, ,720, ,176,852 Namun Jika hal tersebut diatas dilakukan, maka akan timbul hutang PPN, atau PT. Shindengen Indonesia mempunyai kewajiban untuk memungut PPN terhutang setiap bulannya. Sementara perjanjian atas pembayaran royalti dilakukan untuk total penjualan selama 6 (enam) bulan dan PPN yang hams dipungut berdasarkan total penjualan tersebut. Jika dilakukan pemungutan berdasarkan bulan perbulan Shindengen Electric Manufaturing Co. Ltd tidak mau menerimanya. Akibatnya laporan keuangan yang disajikan setiap bulannya tidak tampak adanya pembeban atas royalti, karena jika disajikan dan tidak dilakukan pemungutan akan terkena denda administrasi pajak sebesar 2% dikalikan dengan lamanya waktu pada saat pelaporan SPT Masa PPN. Selanjutnya penelulis menampilkan data yang sama, hanya melakukan penjumlahan atas penjualan selama 6 (enam) bulan : 51

13 Data Penjualan dan Besarnya PPN Terhutang Penjualan Saat Pengakuan PPN Bulan Jumlah Kewajiban Terhutanq (A) (B)= 3% X (A) 10%X(B) Jan-Jun '04 195,822,676,533 Sumber : Laporan Keuangan Tahun ,874,680, ,468,030 Jika yang dilakukan berdasarkan data diatas, maka kewajiban atas timbulnya hutang PPN hanya pada bulan Juni, karena pembebanan atas royalti yang terhutang hanya pada bulan Juni. Pembebanan atas terhutangnya royalti selama 6 (enam) bulan akan mengakibatkan pada laporan keuangan yang disajikan setiap bulannya tidak menunjukan adanya pembebanan royalti yang masih hams dibayarkan. Akibatnya laba perusahaan setiap bulannya akan nampak lebih besar dan jika mengalami kerugian, kerugiannya akan menjadi lebih kecil. Hal ini terjadi, karena adanya sudut pandang dan kepentingan yang berbeda antara standar akuntansi keuangan dengan peraturan perpajakan yang berlaku di negara kita. Bagi pengusaha kena pajak, dalam hal ini PT. Shindengen Indonesia memilih yang tidak beresiko terhadap denda administrasi pajak. Walaupun laporan keuangan setiap bulannya tidak mencerminkan aktivitas perusahaan yang sesungguhnya. Dan hal ini terus dilakukan, walaupun pihak pemegang saham Shindengen Electric Manufaturing Co. Ltd merasa keberatan atas penyajian laporan keuangan setiap bulannya. Namun berbagai penjelasan sudah dikemukan dan harus menerima, karena sudah sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati bersama. 52

14 5. Evaluasi Mekanisme Pelaporan dan Pencatatan atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Dari Luar Daerah Pabean Pelaporan pajak pertambahan nilai dilaporkan dengan batas waktu tanggal 20 bulan berikutnya. Mekanisme pelaporan pajak pertambahan nilai menggunakan formulir khusus, yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Keterlambatan yang terjadi dalam penerimaan faktur pajak atau surat setoran pajak dapat dilakukan pada bulan berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah masa pajaknya dengan memberikan keterangan MTS (masa tidak sama), atau dengan melakukan proses pembetulan dalam SPT Masa PPN bulan yang tertera dalam faktur pajak. Hal ini pada awalnya sering dialami oleh PT. Shindengen Indonesia, karena disebabkan terlambatnya pemasok mengirimkan faktur pajaknya. Namun setelah mengalami kejadian yang berulang-ulang dan hal ini berpengaruh pada nilai persediaan bahan baku lokal dan berpengaruh pada perhitungan harga pokok penjualan (nilai pembelian bahan baku lokal menjadi lebih kecil dari yang seharusnya).maka untuk menanggulanginya diambil tindakan dengan meminta kepada pemasok untuk melakukan faximile terlebih dahulu atas faktur tagihan dan faktur pajaknya paling lambat tanggal 4 bulan berikutnya. Sedangkan untuk Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean didalam daerah pabean (pemanfaatan merek dagang), permasalahan yang terjadi dalam pelaporannya adalah masa pelaporannya terlambat. Hal ini dikarenakan pada awalnya tidak ada pemberitahuan atau tercantum dalam perjanjian pambayaran royalti tersebut, kurs mana yang harus 53

15 digunakan dalam menentukan terutangnya royalti. Shindengen Electric Manufaturing Co. Ltd setelah menerima total penjualan selama enam bulan, mengkonversi kedalam mata uang Yen berdasarkan kurs yang mereka tetapkan. Sedangkan pengiriman faktur tagihan terlambat 2 (dua) bulan ditenma PT. Shindengen Indonesia, sehingga penentuan kurs Menteri Keuangan-nya untuk pemungutan PPN disesuaikan waktunya pada saat pembayaran royalti tersebut. Berdasarkan ketentuan perpajakan seharusnya PPN atas royalti dipungut dan dibayarkan ke kas negara paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dan dilaporkan pada tanggal 20 bulan berikutnya, setelah diakuinya royalti sebagai beban perusahaan. Akibat keterlambatan penerimaan Invoice selama 2 (dua) bulan, maka PT. Shindengen Indonesia baru dapat melaporkan PPN nya pada bulan berikutnya. Sehingga pada saat terjadinya pemeriksaan mengalami denda administrasi sebesar 2 % dikali 3 (tiga) bulan dari jumlah pajak terhutang atas royalti tersebut. Setelah kejadian tersebut pihak Shindengen Electric Manufaturing Co. Ltd, baru dapat memahami dan untuk penentuan kurs konversi atas hutang royalti ditentukan dengan kurs tengah Bank Indonesia pada akhir bulan terhutangnya royalti yakni bulan Juni dan Desember. Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean didalam daerah pabean dilaporkan dalam form Bl SPT Masa PPN, sebagai pajak masukan. Hal ini menjadi kewajiban bagi pemungut pajak pertambahan nilai royalti untuk melakukan pencatatan (jurnal). Secara umum jumal yang 54

16 dilakukan atas pembayaran royaiti bagi pemungut (PT. Shindengen Indonesia) untuk periode Januari s/d Juni 2004 adalah sebagai berikut: Pada saat diakuinya sebagai beban dan hutang pajak : Beban royaiti PPN masukan Hutang PPN Hutang royaiti Pada saat pembayaran royaiti 5,874,680, ,468, ,468,030 5,874,680,296 Hutang royaiti Bank 5,874,680,296 Pada saat pembayaran PPN terhutang atas pemungutan PPN royaiti Hutang PPN 587,468,030 Bank 587,468,030 Pada saat pembayaran ini akan terdapat selisih kurs, karena setelah dikalikan tarif pajak pertambahan nilai 10 % dikonversi berdasarkan kurs Menteri Keuangan saat pembayaran pajak pertambahan nilai. Jika kurs Menteri Keuangan (1 Yen = Rp. 87,-) lebih besar dari kurs tengah Bank Indonesia pada akhir Juni 2004 (1 Yen - Rp. 85,-) pada saat diakuinya hutang pajak. Berikut ini adalah perhitungan terjadinya selisih kurs atas pengakuan hutang PPN : Penjualan Januari - Juni 2004 sebesar Rp. 195,822,676,533,-. Kurs konversi (Kurs tengah BI) 1 Yen - Rp.85,- sehingga dasar pengenaan pajak pertambahan nilainya adalah Rp. 195,822,676,533 X 3% : 85 = Yen 69,113, dan PPN nya adalah Yen 69,113, X 10 % - Yen 6,911,

17 Untuk menyetorkan PPN tersebut harus menggunakan kurs Menteri Keuangan yang berlaku saat melakukan pembayaran, misalnya 1 Yen - Rp. 87,-, sehingga PPN yang hams dipungut/disetorkan adalah Yen 6,911, X Rp Rp. 601,290,807,-. Sementara pada saat melakukan pencatatan atas hutang PPN sebesar Rp. 587,468,030,-. Maka akan terjadi kerugian atas selisih kurs sebesar Rp. 13,822,777,-, namun kerugian atas selisih kurs tersebut tidak dicatat dalam akun selisih kurs melainkan dicatat dalam akun PPN Masukan dan harus dibukukan pada bulan Juli Jurnal yang harus dilakukan adalah sebagai berikut: Hutang PPN 587,468,030 PPN Masukan 13,822,777 Bank 601,290,807 Yang menjadi pertanyaan adalah, kenapa kerugian atas selisih kurs tidak dicatat dalam akun selisih kurs, karena jika terjadi kurang bayar yang diperoleh dari selisih antara penjualan dan pembelian, dimana PPN keluaran lebih besar dan PPN masukan. PPN masukan sebesar Rp. 601,290,807,- akan dikredit di akun PPN masukan. Sehingga jika selisih kurs diatas dicatat dalam akun kerugian atas selisih kurs, maka akun PPN masukan akan terjadi selisih sebesar Rp. 13,822,777,-. B. Evaluasi Ekualisasi Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud Dari Luar Daerah Pabean Didalam Daerah Pabean pada SPT Masa PPN dengan Beban Royalti pada PPh Badan Ekualisasi ini sangat penting dan sebaiknya dilakukan setiap bulan, baik untuk pajak keluaran maupun untuk pajak masukan. Hal ini dilakukan 56

18 untuk meyakinkan pelaporan SPT Masa PPN atas dasar pencatatan atau pembukuan yang dilakukan oleh wajib pajak, serta dapat menjelaskan terjadinya perbedaan antara yang dilaporkan pada SPT Masa PPN dengan beban yang dilaporkan pada SPT PPh Badan, sehingga terhindar dari denda pajak akibat pemeriksaan pajak. Dasar pengenaan pajak PPN (beban royalti pada PPh Badan) dalam pembayaran yang dilakukan oleh PT Shindengen Indonesia kepada Shindengen Electric Mfg.Co.Ltd atas penggunaan "Trade MarF Shindengen Electric Mfg.Co.Ltd oleh PT Shindengen Indonesia atas kesepakatan kedua belah pihak, penghitungan pembayaran royalti atas penggunaan Trade Mark tersebut dilakukan setiap enam bulan sekali, yaitu setiap akhir bulan Juni dan setiap akhir Desember untuk setiap tahunnya dan pembayararmya dilakukan bulan berikutnya Dengan adanya mekanisme penghitungan pembayaran royalti seperti tersebut di atas, PT Shindengen Indonesia membebankan royalti yang dibayarkan kepada Shindengen Electric Mfg.Co.Ltd sebagai biaya untuk tahun pajak 2004 adalah pada akhir bulan Juni dan akhir Desember Merujuk kepada ketentuan Pasal 1 huruf a Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-549/PJ/2000 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-59/PJ/2005, faktur pajak harus dibuat paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah penyerahan barang kena pajak dan atau penyerahan keseluruhan jasa kena pajak dalam hal pembayaran diterima setelah bulan penyerahan barang kena pajak dan atau penyerahan keseluruhan jasa kena pajak, kecuali pembayaran terjadi sebelum akhir bulan 57

19 berikutnya maka faktur pajak dibuat paling lambat pada saat penerimaan pembayaran. Sesuai dengan mekanisme penerbitan Faktur Pajak dimungkinkan adanya perbedaan waktu {time difference) antara saat pembebanan royalti pada pajak penghasilan badan, dengan saat penerbitan surat setoran pajak (yang berfungsi sebagai faktur pajak) dalam kasus pemanfaatan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean dalam daerah pabean. Bahwa dasar pengenaan pajak PPN untuk pemanfaatan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, yang dilaporkan dalam SPT Masa Pajak Januari s/d Desember 2004 dengan Jumlah Rp. 1,039,474,248,- dan jumlah dasar pengenaan pajaknya sebesar Rp. 10,394,742,480,- yang terdiri dari: 1. Dasar pengenaan PPN atas pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean yang royalti-nya dibebankan sebagai biaya untuk bulan Juli s/d September 2003 sebesar Rp 2,669,457,260,- (Kurs KMK Rp ) 2. Dasar pengenaan PPN atas pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean yang royalti-nya dibebankan sebagai biaya untuk bulan Oktober s/d Desember 2003 sebesar Rp 2,200,528,560,- (Kurs KMK Rp ) 3. Dasar pengenaan PPN atas pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean yang royalti-nya dibebankan sebagai biaya untuk bulan Januari s/d Juni 2004, sebesar Rp 5,524,756,660,- (Kurs KMK Rp ) 58

20 Dasar pengenaan pajak sebesar Rp. 10,394,742,480,- yang diperoleh dari SPT Masa PPN Januari-Desember 2004 (PPN yang dilaporkan dikalikan tarif 10%). Sedangkan dalam SPT PPh badan, beban atas royalti tahun 2004 adalah sebesar Rp. 12,852,024,182,- dimana angka ini diperoleh dari : 1. Pembebanan royalti periode Januari - Juni 2004 sebesar Rp. 2. Pembebanan royalti periode Juli - Desember 2004 sebesar Rp. 5,874,650,296,- 6,077,373,886,- Berdasarkan data diatas, jika diekualisasi antara SPT Masa PPN tahun 2004 yang dikalikan dengan tarif PPN 10 % dengan Beban yang terdapat dalam SPT PPh badan tahun 2004 tidak akan equal. Dimana akan nampak selisih sebesar Rp. 2,457,281,696,-. Hal ini disebabkan karena : 1. Yang dilaporkan dalam SPT masa PPN Januari - Desember 2004 terdapat beban royalti tahun 2003 (Juli-Desember 2003) 2. Beban yang terdapat dalam SPT PPh badan tahun murni merupakan royalti yang dibayarkan untuk tahun Tetapi untuk beban royalti periode Juli-Desember 2004, akan dilaporkan dalam SPT masa PPN bulan Januari tahun

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. kewajiban perpajakannya, khususnya atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. kewajiban perpajakannya, khususnya atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN). BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 Simpulan PT IO merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang wajib menjalankan kewajiban perpajakannya, khususnya atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Berdasarkan analisa dan penelitian

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI ATAS PENGHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PT JMU

BAB IV EVALUASI ATAS PENGHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PT JMU BAB IV EVALUASI ATAS PENGHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PT JMU IV.1 Evaluasi atas Penyerahan Barang Kena Pajak Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, perusahaan mengelompokkan penjualan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi.

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi. BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi. Perusahaan ini telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak

Lebih terperinci

Evaluasi Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai di PT IO

Evaluasi Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai di PT IO Evaluasi Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai di PT IO ABSTRAK Dari segi ekonomi, pajak merupakan pemindahan sumber daya dari sektor perusahaan ke sektor publik. Salah satu pajak yang sangat mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS BAB IV PEMBAHASAN IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS Semua badan merupakan Wajib Pajak tanpa terkecuali, mulai saat didirikan atau saat melakukan kegiatan usaha atau memperoleh

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. Mejoi merupakan perusahaan distributor yang bergerak dalam

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. Mejoi merupakan perusahaan distributor yang bergerak dalam BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1. Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. Mejoi merupakan perusahaan distributor yang bergerak dalam bidang nutrisi anak yang telah dikukuhkan pada tanggal

Lebih terperinci

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian BAB 4 Pembahasan Hasil Penelitian 4.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai Sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri maka PPN hanya dikenakan atas barang atau jasa yang dikomsumsi di dalam daerah

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 568/KMK.04/2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 568/KMK.04/2000 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 568/KMK.04/2000 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN, PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PEMANFAATAN BARANG KENA PAJAK TIDAK

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai. IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan)

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai. IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan) BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan) Pajak Masukan adalah pajak yang harus dibayarkan oleh Pengusaha Kena Pajak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis 2.1.1 Definisi Pajak Ada bermacam-macam definisi Pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. Biotek Indonesia adalah perusahaan yang bergerak di bidang farmasi (obatobatan hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (dapat di paksakan) yang langsung dapat

Lebih terperinci

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-382/PJ/2002 Tanggal : 13 Agustus 2002 A. Singkatan 1. APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2. APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis BAB IV PEMBAHASAN Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis melakukan pemeriksaan pajak dengan menguji dan memeriksa ketaatan perpajakan, serta kebenaran jumlah dalam SPT

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI LEMIGAS. IV. 1 Objek Penelitian dan Evaluasi mekanisme PPN di LEMIGAS

BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI LEMIGAS. IV. 1 Objek Penelitian dan Evaluasi mekanisme PPN di LEMIGAS BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI LEMIGAS IV. 1 Objek Penelitian dan Evaluasi mekanisme PPN di LEMIGAS LEMIGAS merupakan Instansi Pemerintah yang tidak bertujuan untuk mencari keuntungan, LEMIGAS

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi yang Melatarbelakangi Kesalahan atas Kewajiban Pemotongan PPh 23

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi yang Melatarbelakangi Kesalahan atas Kewajiban Pemotongan PPh 23 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Kondisi yang Melatarbelakangi Kesalahan atas Kewajiban Pemotongan PPh 23 PT. AMK merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa ekspor impor barang. Kewajiban perpajakan PT.

Lebih terperinci

00BAB IV PEMBAHASAN. perusahaan memiliki banyak kesamaan seperti persamaan tarif dan sama-sama

00BAB IV PEMBAHASAN. perusahaan memiliki banyak kesamaan seperti persamaan tarif dan sama-sama 00BAB IV PEMBAHASAN IV. 1 Analisis Perbandingan Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Antara Perusahaan Milik Negara (Pemungut) dan Perusahaan Swasta. Pada dasarnya perlakuan untuk Pajak Pertambahan Nilai

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA PT SM ANUGRAH RAYA TAMA

ANALISIS PENERAPAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA PT SM ANUGRAH RAYA TAMA ANALISIS PENERAPAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA PT SM ANUGRAH RAYA TAMA Wilianto Taufik, Yunita Anwar Universitas Bina Nusantara Jl. K. H. Syahdan No.9 Kemanggisan/Palmerah Jakarta Barat 11480 Phone

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 76 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 Sesuai dengan Undang-undang Perpajakan yang berlaku, PT APP sebagai pemberi kerja wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam evaluasi penerapan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam evaluasi penerapan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT BAB IV PEMBAHASAN Dalam evaluasi penerapan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II, penulis melakukan pemeriksaan pajak dengan menguji dan memeriksa ketaatan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pajak Pertambahan Nilai-nya sebagai Pengusaha Kena Pajak dengan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pajak Pertambahan Nilai-nya sebagai Pengusaha Kena Pajak dengan BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis atas pelaksanaan kewajiban Pajak Pertambahan Nilai Pada PT SCE, maka dapat disimpulkan PT SCE telah memenuhi kewajiban Pajak Pertambahan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. bergerak di bidang teknologi Access Management yang dapat memudahkan konsumen

BAB IV PEMBAHASAN. bergerak di bidang teknologi Access Management yang dapat memudahkan konsumen BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai merupakan salah satu perusahaan di Jakarta yang bergerak di bidang teknologi Access Management yang dapat memudahkan konsumen dalam melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 ayat 1, pajak adalah kontribusi wajib

BAB I PENDAHULUAN. dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 ayat 1, pajak adalah kontribusi wajib BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 ayat 1, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang yakni barang IT yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1973, 2014 KEMENKEU. Pajak. Penyetoran. Pembayaran. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242 /PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN

Lebih terperinci

2012, No.4 2 telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pel

2012, No.4 2 telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pel No.4, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERPAJAKAN. PAJAK. PPN. Barang dan Jasa. Pajak Penjualan. Barang Mewah. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5271) PERATURAN

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP) SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Adriani seperti dikutip Brotodihardjo (1998) mendefinisikan, Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Ketentuan Formal Pajak Pertambahan Nilai PT TRT 4.2 Analisis Faktur Pajak

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Ketentuan Formal Pajak Pertambahan Nilai PT TRT 4.2 Analisis Faktur Pajak BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Ketentuan Formal Pajak Pertambahan Nilai PT TRT PT. TRT adalah sebuah perusahaan yang bergerak dibidang produsen bahan kimia yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. 1.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. menyediakan pembuatan alat untuk pembangunan beton di jalan tol.

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. 1.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. menyediakan pembuatan alat untuk pembangunan beton di jalan tol. BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 1.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT.DDT merupakan perusahaan yang bergerak dibidang alat berat yang menyediakan pembuatan alat untuk pembangunan beton di jalan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Teori dan Literatur 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah sebuah kegiatan yang berlangsung secara terus menerus dan saling berkesinambungan dengan tujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional saat ini adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik

Lebih terperinci

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan (KUP) Dasar Hukum : No. Tahun Undang2 6 1983 Perubahan 9 1994 16 2000 28 2007 16 2009 SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) SPT Surat yg oleh

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 Simpulan Perencanaan pajak dilakukan sebagai usaha perusahaan didalam memenuhi peraturan yang berlaku atas Pajak Pertambahan Nilai. Setelah penulis melakukan evaluasi terhadap

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. dan sesudah perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009, penulis melakukan

BAB IV PEMBAHASAN. dan sesudah perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009, penulis melakukan BAB IV PEMBAHASAN Dalam evaluasi penerapan dan perbandingan Pajak Pertambahan Nilai sebelum dan sesudah perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009, penulis melakukan penelusuran atas laporan laba rugi, neraca,

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE- 62/PJ/2013 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE- 62/PJ/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE- 62/PJ/2013 TENTANG PENEGASAN KETENTUAN PERPAJAKAN ATAS TRANSAKSI E-COMMERCE MODEL

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.13, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Pajak. Kelebihan Pembayaran. Pengembalian. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG TATA

Lebih terperinci

TABEL KODE AKUN PAJAK DAN KODE JENIS SETORAN

TABEL KODE AKUN PAJAK DAN KODE JENIS SETORAN LAMPIRAN II PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 38 /PJ/2009, TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT PAJAK TABEL AKUN PAJAK DAN 1. Kode Akun Pajak 411121 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 21 100 Masa PPh Pasal

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. PP (Persero) Tbk merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi. PT. PP (Persero) Tbk menyediakan berbagai jasa dan solusi

Lebih terperinci

pemungutan pajak dimana wajib pajak menghitung sendiri pajak terutangnya serta secara mandiri menyetorkan ke bank atau kantor pos dan melaporkannya

pemungutan pajak dimana wajib pajak menghitung sendiri pajak terutangnya serta secara mandiri menyetorkan ke bank atau kantor pos dan melaporkannya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

Lebih terperinci

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN Perhatian Sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (7) UU Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2000, apabila SPTMasa yang Saudara sampaikan tidak ditandatangani

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. kedua atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983, Pengusaha yang melakukan

BAB IV PEMBAHASAN. kedua atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983, Pengusaha yang melakukan BAB IV PEMBAHASAN Menurut Undang-Undang Nomor 18 tahun 2000 yang merupakan perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983, Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Perhitungan PPN Keluaran Dalam hal menghitung Pajak Pertambahan Nilai atau PPN khusunya Pajak Keluaran yang diterbitkan dan dipungut oleh perusahaan merupakan

Lebih terperinci

SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DAN BATAS PEMBAYARAN PAJAK

SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DAN BATAS PEMBAYARAN PAJAK SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DAN BATAS PEMBAYARAN PAJAK Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP) digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Penyajian Data 4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan CV. Mitra Sinergi merupakan salah satu bentuk perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan pipa dan bahan bangunan

Lebih terperinci

Definisi. SPT (Surat Pemberitahuan)

Definisi. SPT (Surat Pemberitahuan) Definisi SPT (Surat Pemberitahuan) Saiful Rahman Yuniarto adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP) digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak

Lebih terperinci

KUP PELAPORAN DAN PENYETORAN PAJAK

KUP PELAPORAN DAN PENYETORAN PAJAK KUP PELAPORAN DAN PENYETORAN PAJAK PELAPORAN PELAPORAN PAJAK KE KPP DOMISILI MENGGUNAKAN SPT. Surat Pemberitahuan (SPT) merupakan dokumen yang menjadi alat kerja sama antara wajib Pajak dan administrasi

Lebih terperinci

1

1 0 1 2 3 4 SOAL TEORI KUP Menurut Pasal 1 UU KUP, Penelitian adalah serangkaian kegiatan menilai kelengkapan Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya, termasuk penilaian kebenaran penulisan dan perhitungannya.

Lebih terperinci

SPT (Surat Pemberitahuan) Saiful Rahman Yuniarto

SPT (Surat Pemberitahuan) Saiful Rahman Yuniarto SPT (Surat Pemberitahuan) Saiful Rahman Yuniarto Definisi adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP) digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143 TAHUN 2000 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143 TAHUN 2000 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH SEBAGAIMANA

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 43/PJ/2010 TENTANG

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 43/PJ/2010 TENTANG SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 43/PJ/2010 TENTANG 26 Maret 2010 PENYAMPAIAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 14/PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap :

Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap : : Put-44250/PP/M.VIII/16/2013 Maia Pengadilan Pajak Nomor Jenis Pajak : PPN JLN Tahun Pajak : 2008 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap : Menurut Terbanding

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT REK DI TAHUN PAJAK 2011

EVALUASI PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT REK DI TAHUN PAJAK 2011 Jurnal Ilmiah Buletin Ekonomi ISSN: 1410-3842 Volume 17 No.2 September 2013 EVALUASI PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT REK DI TAHUN PAJAK 2011 Meta Evelin Samosir Rachmat Kurniawan Ganda Hutapea

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Nilai PT TCI. Maka penulis memberi simpulan sebagai berikut:

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Nilai PT TCI. Maka penulis memberi simpulan sebagai berikut: BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.I Simpulan Setelah membahas hasil dari analisis dan menguji kepatuhan kewajiban Perpajakan perusahaan, khususnya penerapan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai PT TCI. Maka

Lebih terperinci

BAB I PENAHULUAN. Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

BAB I PENAHULUAN. Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang BAB I PENAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang Perpajakan dengan tidak mendapatkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Yth. : 1. Para Kepala Kantor Wilayah DJP 2. Para Kepala Kantor Pelayanan Pajak 3. Para Kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi

Lebih terperinci

Keterangan Bebas (SKB) Pemungutan PPh Pasal 22 Impor. 7 Pelayanan Penyelesaian Permohonan a. KPP Pratama dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan

Keterangan Bebas (SKB) Pemungutan PPh Pasal 22 Impor. 7 Pelayanan Penyelesaian Permohonan a. KPP Pratama dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan LAMPIRAN I SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE - 79/PJ/2010 TENTANG : STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) LAYANAN UNGGULAN BIDANG PERPAJAKAN DAFTAR 16 (ENAM BELAS) JENIS LAYANAN UNGGULAN BIDANG

Lebih terperinci

Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak. 3) Di.. 4)

Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak. 3) Di.. 4) LAMPIRAN I Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-40/PJ./2009 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak Bagi Wajib Pajak yang Memenuhi Persyaratan Tertentu,.....20 1) Nomor : (2)

Lebih terperinci

RESUME SANKSI PERPAJAKAN SANKSI BUNGA

RESUME SANKSI PERPAJAKAN SANKSI BUNGA RESUME SANKSI PERPAJAKAN SANKSI BUNGA 1. Pembayaran atau Penyetoran Pajak yang Terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Masa yang Dilakukan Setelah Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran atau Penyetoran Pajak

Lebih terperinci

Ika Vikni Nawang Risma Yuniar Sindy Sukmamulya Ramadhani

Ika Vikni Nawang Risma Yuniar Sindy Sukmamulya Ramadhani Ika Vikni Nawang Risma Yuniar Sindy Sukmamulya Ramadhani A. Pengertian-pengertian dalam KUP 1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Ads by Style%20Ball X i Peraturan Peraturan Menteri Keuangan - 243/PMK.03/2014, 24 Des 2014 PencarianPeraturan PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN

Lebih terperinci

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.39513/PP/M.IV/99/2012. Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 26. Tahun Pajak : 2010

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.39513/PP/M.IV/99/2012. Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 26. Tahun Pajak : 2010 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.39513/PP/M.IV/99/2012 Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 26 Tahun Pajak : 2010 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM.

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM. SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan : Pasal 1 1. Wajib Pajak adalah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PAJAK

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PAJAK KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PAJAK Para Pemungut PPN yang terhormat, Setiap bulan setelah Masa Pajak berakhir, Pemungut PPN harus melaksanakan kewajiban untuk melaporkan kegiatan pemungutan PPN yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN DEPARTEMEN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Nama Pemungut : Alamat : No. Telp : Usaha : SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 143 TAHUN 2000 (143/2000) TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS

Lebih terperinci

Pengantar Perpajakan bagi Account Representative Dasar

Pengantar Perpajakan bagi Account Representative Dasar DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF SPESIALISASI ACCOUNT REPRESENTATIVE TINGKAT DASAR BAHAN AJAR Pengantar Perpajakan bagi Account Representative Dasar Oleh: T i m Widyaiswara Pusdiklat Pajak KEMENTERIAN KEUANGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA 28 28 BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pajak 1. Pengertian Pajak Pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan Negara dan pembangunan nasional. memenuhi kewajiban dalam bentuk fasilitas telah diberikan untuk mempermudah

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan Negara dan pembangunan nasional. memenuhi kewajiban dalam bentuk fasilitas telah diberikan untuk mempermudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkembangan dan dinamika masyarakat yang kian meningkat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menuntut adanya ketersediaan anggaran yang cukup tinggi. Salah satu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Pajak Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan Nomor 28 tahun 2007 pasal 1 ayat 1: Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. oleh pelanggan untuk di jadikan sepatu atau sandal.

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. oleh pelanggan untuk di jadikan sepatu atau sandal. BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1. Penyajian Data 4.1.1. Sejarah singkat perusahaan PT Cahaya Terang Abadi didirikan pada tanggal 30 November 2009 sampai dengan sekarang perusahaan ini bergerak dibidang

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

BAB 4 PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN BAB 4 PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bagian ini penulis akan mengamati kasus yang penulis dapatkan selama menjalankan Praktek Kerja Lapangan di KKP Anton dan Rekan yaitu tentang pemeriksaan pajak

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. 4.1 Analisis Atas Prosedur Pajak Pertambahan Nilai. PT. IBH merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. 4.1 Analisis Atas Prosedur Pajak Pertambahan Nilai. PT. IBH merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1 Analisis Atas Prosedur Pajak Pertambahan Nilai PT. IBH merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan gas. Perusahaan mempunyai hak dan kewajiban dalam bidang

Lebih terperinci

..., ) Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak... 3) Di... 4) Dengan hormat,

..., ) Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak... 3) Di... 4) Dengan hormat, LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 40/PJ./2009 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMENUHI PERSYARATAN TERTENTU...,...20... 1) Nomor :...

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA

BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA Didalam bab ini akan dilakukan analisis atau pembahasan hasil pemeriksaan, keberatan sampai dengan keluarnya

Lebih terperinci

BAB III DASAR PENGENAAN PPh PASAL 23 DAN DASAR PENGENAAN PPN ATAS EPC PROJECT. Jasa konstruksi merupakan salah satu jasa yang cukup berkembang di

BAB III DASAR PENGENAAN PPh PASAL 23 DAN DASAR PENGENAAN PPN ATAS EPC PROJECT. Jasa konstruksi merupakan salah satu jasa yang cukup berkembang di BAB III DASAR PENGENAAN PPh PASAL 23 DAN DASAR PENGENAAN PPN ATAS EPC PROJECT A. Pengertian dan Ruang Lingkup Jasa Konstruksi A. 1 Pengertian Jasa Konstruksi Jasa konstruksi merupakan salah satu jasa yang

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 7/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 7/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menimbang : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 7/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi saat ini di negara

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi saat ini di negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi saat ini di negara Indonesia dan semakin bertambahnya jumlah penduduk bangsa Indonesia maka, harus diiringi dengan peningkatan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Hasil 1. Penerapan Pajak Pertambahan Nilai pada PT. Perkebunan Nusantara III Medan dengan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SPPKP) No: PEM- 00025/WPJ.19/KP.0303/2013

Lebih terperinci

..., ) Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak... 3) Di... 4) Dengan hormat,

..., ) Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak... 3) Di... 4) Dengan hormat, LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-40/PJ./2009 TENTANG : TATA CARA PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMENUHI PERSYARATAN TERTENTU...,...20... 1) Nomor

Lebih terperinci

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI ATAS KETERLAMBATAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN, PEMBETULAN SURAT PEMBERITAHUAN, DAN

Lebih terperinci

Nomor Putusan Pengadilan Pajak. Put-4/PP/M.XIIA/99/2014. Jenis Pajak : Gugatan. Tahun Pajak : 2011

Nomor Putusan Pengadilan Pajak. Put-4/PP/M.XIIA/99/2014. Jenis Pajak : Gugatan. Tahun Pajak : 2011 Nomor Putusan Pengadilan Pajak Put-4/PP/M.XIIA/99/2014 Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2011 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap permohonan Pengurangan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 550/KMK.04/2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 550/KMK.04/2000 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 550/KMK.04/2000 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH OLEH KANTOR PERBENDAHARAAN DAN

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN DATA PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI. namun untuk kepentingan administrasi perpajakan saat terutangnya pajak tersebut

BAB III GAMBARAN DATA PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI. namun untuk kepentingan administrasi perpajakan saat terutangnya pajak tersebut BAB III GAMBARAN DATA PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI A. Saat Terutang Pajak Setiap wajib pajak diwajibkan untuk membayar hutang pajaknya dengan tidak menggantungkan dengan adanya surat ketetapan pajak.

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN DATA. akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam

BAB III GAMBARAN DATA. akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam BAB III GAMBARAN DATA A. Pengertian Penagihan Pajak Pelaksanaan penagihan pajak yang tegas, konsisten dan konsekuen diharapkan akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayarkan

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. di bidang perdagangan eceran khusus untuk pelumas/oli industri.

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. di bidang perdagangan eceran khusus untuk pelumas/oli industri. BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Penyajian Data 4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan PT. Limanindo Kawan Sejati adalah perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan eceran khusus untuk pelumas/oli industri.

Lebih terperinci

SANKSI-SANKSI PERPAJAKAN. Edisi No. 9, Oleh: Tim Konsultan Pajak Russell Bedford SBR. 1) Sanksi bunga,

SANKSI-SANKSI PERPAJAKAN. Edisi No. 9, Oleh: Tim Konsultan Pajak Russell Bedford SBR. 1) Sanksi bunga, Edisi No. 9, 2017 Oleh: Tim Konsultan Russell Bedford SBR SANKSI-SANKSI PERPAJAKAN adalah suatu kewajiban bagi masyarakat untuk Negara agar terciptanya suatu keharmonisan dan kesejahteraan serta memberikan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan

2018, No Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan No.180, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. SPT. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 /PMK.03/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 243/PMK.03/2014

Lebih terperinci

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2 I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN Dengan diundangkannya

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1225, 2012 KEMENTERIAN KEUANGAN. Pajak. PPN. Perjanjian Karya. Batubara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 194/PMK.03/2012 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbukti bahwa pada pendapatan negara sebesar Rp Triliun bersumber

BAB I PENDAHULUAN. terbukti bahwa pada pendapatan negara sebesar Rp Triliun bersumber digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak merupakan pendapatan negara terbesar yang digunakan untuk pembangunan di dalam negara dan membiayai pengeluaran negara. Hal ini terbukti bahwa

Lebih terperinci