PERFORMA AYAM RAS PETELUR PERIODE PRODUKSI YANG DIBERI RANSUM RENDAH KALSIUM DENGAN PENAMBAHAN ZEOLIT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERFORMA AYAM RAS PETELUR PERIODE PRODUKSI YANG DIBERI RANSUM RENDAH KALSIUM DENGAN PENAMBAHAN ZEOLIT"

Transkripsi

1 PERFORMA AYAM RAS PETELUR PERIODE PRODUKSI YANG DIBERI RANSUM RENDAH KALSIUM DENGAN PENAMBAHAN ZEOLIT SKRIPSI PUSPITA PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RINGKASAN PUSPITA. D Performa Ayam Ras Petelur Periode Produksi yang Diberi Ransum Rendah Kalsium dengan Penambahan Zeolit. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota : Ir. Dwi Margi Suci, MS. : Ir. Widya Hermana, MSi. Zeolit merupakan sekelompok mineral yang memiliki sifat sebagai penyaring molekul dan penukar ion sehingga dalam penggunaannya diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan ransum bagi ternak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari penambahan 2,5; 5 dan 7,5% zeolit pada ransum rendah kalsium terhadap performa dan kualitas kerabang telur. Penelitian ini menggunakan 32 ekor ayam petelur strain Hisex Brown umur 21 minggu dengan rataan bobot badan 1,463 kg ± 0,197 yang diamati selama 6 minggu. Pada awal pemeliharaan terjadi kematian sebanyak dua ekor, sehingga jumlah ayam yang diamati sebanyak 30 ekor. Kandang yang digunakan adalah kandang individu sebanyak 30 buah. Ransum yang digunakan adalah ransum ayam petelur berbentuk mash dengan energi metabolis sebesar kkal/kg, protein kasar 16,5% dan kalsium 2,8 %. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan empat perlakuan dan empat ulangan, tiap ulangan terdiri dari dua ekor ayam petelur, kecuali perlakuan R3 (ransum dengan penambahan 5% zeolit) dan R4 (ransum dengan penambahan 7,5% zeolit) pada ulangan ke-4 terdiri dari satu ekor ayam petelur. Ransum perlakuan terdiri dari: ransum kontrol (R0), ransum dengan penambahan 2,5% zeolit (R1), ransum dengan penambahan 5% zeolit (R2) dan ransum dengan penambahan 7,5% zeolit (R3). Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA). Jika terdapat perbedaan dilanjutkan dengan Duncan s multiple range test (Steel dan Torrie, 1991). Peubah yang diamati adalah konsumsi ransum, bobot telur, konversi ransum, produksi telur harian (hen day), tebal kerabang telur, berat kerabang dan kandungan Ca dan P dalam kerabang telur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan zeolit nyata (P<0,05) meningkatkan konsumsi ransum, produksi telur harian dan kandungan Ca kerabang telur dibandingkan kontrol. Penambahan zeolit dalam ransum tidak memberikan pengaruh terhadap konversi ransum, ketebalan kerabang telur, bobot telur, berat kerabang dan kandungan Ca dalam kerabang telur. Kesimpulan menunjukkan bahwa penambahan 7,5% zeolit dalam ransum ayam petelur dengan kandungan Ca dalam ransum sebesar 2,8% menghasilkan performa ayam petelur yang lebih baik dibandingkan ransum perlakuan kontrol serta ransum dengan penambahan 2,5 dan 7,5% zeolit. Kata-kata kunci: ayam petelur, performa, zeolit

3 ABSTRACT The Effect of Zeolit Addition on Low Calcium Diets on Laying Hens Performance Puspita, D. M. Suci, W. Hermana The objective of this experiment was to evaluate the effect of zeolite addition in low Ca diets on performance and eggshell quality of laying hens from 21 to 26 weeks of age. Thirty laying hens were used in this experiment and they were reared for six weeks. The hens were randomly distributed to four dietary treatments with four replicates and two hens of each. The diets used in this experiment were : R0 (control diet) contained 16.5% crude protein and 2,900 kkal/kg Metabolizable Energy, 2.8% Ca, R1 (diet contain 2.5% zeolit), R2 (diet contain 5% zeolit) and R3 (diet contain 7.5% zeolit). This experiment was used diet with low Ca requirement. The data were analyzed using Analysis of Variance (ANOVA) and any significant differences among treatments were determined using Duncan s multiple range test. The results showed that zeolite level of 2.5 to 7.5 % in the low Ca requirement diets could decrease (P<0.05) feed intake, hen day production, concentration of P eggshell but the treatments did not effect the egg weight, feed conversion, eggshell thickness and concentration of Ca eggshell. This experiment showed that 7.5 % level of zeolite in the Ca deficient diets give better performances than other diets. Key words : laying hens, performance, zeolite

4 PERFORMA AYAM RAS PETELUR PERIODE PRODUKSI YANG DIBERI RANSUM RENDAH KALSIUM DENGAN PENAMBAHAN ZEOLIT PUSPITA D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

5 PERFORMA AYAM RAS PETELUR PERIODE PRODUKSI YANG DIBERI RANSUM RENDAH KALSIUM DENGAN PENAMBAHAN ZEOLIT Oleh PUSPITA D Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 31 Juli 2008 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Ir. Dwi Margi Suci, MS. NIP Ir. Widya Hermana, MSi. NIP Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc. Agr. NIP

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 15 Oktober 1986 di Serang, Banten. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Iskandar dan Ibu Neti Sondari. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998 di SD Negeri Batok Bali, Serang. Pendidikan Lanjutan Pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTP Negeri II Taktakan, Serang dan Pendidikan Menengah Atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMA Negeri 1 Cipocok Jaya, Serang. Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor program S1 pada tahun 2004 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa Penulis terdaftar dan aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER), Fakultas Peternakan periode kepengurusan Penulis mendapatkan bantuan dana penelitian dari Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) tahun 2007 yang berjudul Pencegahan Penyebaran Penyakit Melalui Pengurangan Pertumbuhan Lalat Rumah (Musca domestica) pada Ayam Petelur yang Dipelihara dalam Kandang Baterai.

7 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmaanirrahim Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan ridho-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Baginda Rosulullah SAW, keluarga, sahabat, serta orangorang yang istiqomah di jalan Islam hingga akhir zaman. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan. Skripsi ini berjudul Performa Ayam Ras Petelur Periode Produksi yang Diberi Ransum dengan Penambahan Zeolit Pada Ransum Rendah Kalsium. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Nutrisi Unggas (kandang C), Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, selama enam minggu dimulai dari bulan Maret sampai dengan Mei Penelitian dapat terlaksana atas bantuan dana dari Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Zeolit merupakan mineral yang memiliki sifat sebagai penyaring molekul dan penukar ion sehingga dalam penggunaannya diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan ransum bagi ternak. Penambahan zeolit dalam ransum dapat meningkatkan intensitas penyerapan zat nutrisi, sehingga dapat menghasilkan produksi telur dan ketebalan kerabang yang baik pada ayam petelur. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah ikut berperan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat untuk Penulis maupun pembaca. Bogor, Agustus 2008 Penulis

8 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 2 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Ayam Petelur... 3 Zeolit... 3 Tinjauan Umum... 3 Struktur Kristal Mineral Zeolit... 5 Komposisi Kimia Mineral Zeolit... 6 Sifat Pertukaran Ion... 6 Sifat Adsorpsi Mineral Zeolit... 7 Penggunaan Zeolit dalam Ransum Ternak... 8 Kalsium dan Fosfor... 9 Kerabang Telur METODE Waktu dan Tempat Materi Ternak Kandang Bahan dan Peralatan Ransum Perlakuan Metode Perlakuan Rancangan Percobaan dan Model Matematika Analisis Data Prosedur Penelitian Peubah yang Diamati i ii v vi vii x xi xii

9 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Telur Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Telur Pengaruh Perlakuan terhadap Konversi Ransum Pengaruh Perlakuan terhadap Tebal dan Berat Kerabang Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Ca dan P Kerabang Abnormalitas Telur KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 35

10 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Performa Ayam Petelur Strain Hisex Brown Komposisi Unsur Mineral Zeolit Persentase Kalsium yang Dibutuhkan dalam Ransum Ayam Petelur yang Beragam Menurut Konsumsi Ransum dan Produksi Telur pada Umur Minggu Komposisi dan Kandungan Zat Nutrisi Ransum Penelitian Kebutuhan Zat Nutrisi Ayam Petelur Periode Produksi Pengaruh Perlakuan terhadap Performa Ayam Petelur Umur Minggu yang Diamati selama Enam Minggu Konsumsi Zat Nutrisi Ayam Petelur Umur Minggu Per Ekor Per Hari Kekurangan Konsumsi Zat Nutrisi Ayam Petelur Umur Minggu Per Ekor Dibandingkan Standar Hisex Brown Hasil Perhitungan Biaya Pakan, Pendapatan dan Keuntungan selama Pemeliharaan Ayam Petelur Pengaruh Perlakuan terhadap Kualitas Kerabang Telur (Tebal Kerabang, Kandungan Ca dan P Kerabang, Berat Kerabang) Pengamatan Abnormalitas Telur dari Setiap Perlakuan selama Enam Minggu Pengamatan... 28

11 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Pertautan 14 Polihedral yang Menyusun Struktur Kristal Mineral Zeolit Skematik Pertukaran antara Kation Larutan dengan Kation Zeolit Grafik Konsumsi Ransum selama Enam Minggu Pengamatan Grafik Produksi Telur selama Enam Minggu Pengamatan Grafik Bobot Telur selama Enam Minggu Pengamatan Grafik Konversi Ransum selama Enam Minggu Pengamatan Grafik Ketebalan Kerabang Telur selama Enam Minggu Pengamatan Grafik Berat Kerabang Telur selama Enam Minggu Pengamatan.. 27

12 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Rataan Konsumsi Ransum Ayam Petelur selama Enam Minggu Pengamatan Analisis Ragam Konsumsi Ransum Ayam Petelur selama Enam Minggu Pengamatan Uji Duncan Konsumsi Ransum Ayam Petelur selama Enam Minggu Pengamatan Rataan Bobot Telur Ayam Petelur selama Enam Minggu Pengamatan Analisis Ragam Bobot Telur Ayam Petelur selama Enam Minggu Pengamatan Rataan Konversi Ransum Ayam Petelur selama Enam Minggu Pengamatan Analisis Ragam Konversi Ransum Ayam Petelur Selama Enam Minggu Pengamatan Rataan Produksi Telur Harian (hen day) Ayam Petelur selama Enam Minggu Pengamatan Analisis Ragam Produksi Telur Harian (hen day) Ayam Petelur selama Enam Minggu Pengamatan Uji Duncan Produksi Telur Harian (hen day) Ayam Petelur selama Enam Minggu Pengamatan Rataan Ketebalan Kerabang Telur Ayam Petelur selama Enam Minggu Pengamatan Analisis Ragam Ketebalan Kerabang Telur Ayam Petelur selama Enam Minggu Pengamatan Rataan Kandungan Ca Kerabang Telur Ayam Petelur selama Enam Minggu Pengamatan Analisis Ragam Kandungan Ca Kerabang Telur Ayam Petelur selama Enam Minggu Pengamatan Rataan Kandungan P Kerabang Telur Ayam Petelur selama Enam Minggu Pengamatan Analisis Ragam Kandungan P Kerabang Telur Ayam Petelur selama Enam Minggu Pengamatan Uji Duncan Kandungan P Kerabang Telur Ayam Petelur selama Enam Minggu Pengamatan... 36

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha peternakan ayam ras dewasa ini semakin berkembang, hal ini antara lain disebabkan oleh siklus hidup ayam ras yang relatif pendek sehingga dalam waktu yang singkat sudah dapat berproduksi. Selain menghasilkan telur, ayam petelur juga dapat menghasilkan daging pada saat diafkir. Telur ayam merupakan bahan makanan yang memiliki nilai gizi tinggi karena telur ayam mengandung kalori, protein, asam amino esensial, vitamin dan mineral. Disamping itu telur merupakan bahan makanan yang paling mudah dicerna dan 94 % protein telur dapat diserap dan digunakan oleh tubuh. Sebagaimana ternak lainnya, ternak ayam juga memerlukan manajemen pemeliharaan, pemuliaan serta pemberian ransum yang baik dan terkontrol untuk menghasilkan produktifitas yang tinggi. Ransum merupakan faktor penting ditinjau dari segi pemeliharaan ternak karena biaya untuk penyediaan ransum merupakan biaya terbesar dari ongkos produksi. Peningkatan efisiensi ransum selalu diusahakan dengan berbagai cara, antara lain melalui penambahan bahan makanan yang digunakan dalam ransum. Mineral merupakan salah satu zat nutrisi yang dibutuhkan dalam ransum ayam petelur untuk meningkatkan produktifitas ayam petelur. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi ketersediaan mineral dalam ransum yaitu dengan menambahkan zeolit dalam ransum ayam petelur. Penelitian penggunaan zeolit dalam ransum ternak telah banyak dilakukan karena keberadaannya melimpah, harganya relatif murah dan dapat meningkatkan performa produksi. Zeolit merupakan salah satu komoditas tambang yang sangat potensial dan dapat digunakan sebagai sumber mineral dalam ransum. Kelompok mineral ini merupakan kelompok aluminosilikat terhidrasi dari logam-logam alkali dan alkali tanah (terutama Ca dan Na). Zeolit memiliki sifat sebagai penyaring molekul dan penukar ion sehingga dalam penggunaannya diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan ransum bagi ternak. Zeolit mempunyai struktur berpori dengan cairan di dalamnya yang mudah lepas, membuat zeolit memiliki sifat mampu menyerap senyawa yang bersifat cairan, menyaring yang berukuran halus,

14 menukar ion serta sebagai katalisator (bahan untuk mempercepat metabolisme) (Harjanto, 1983). Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu dilakukan penambahan zeolit terhadap ransum dengan kebutuhan Ca yang rendah, sehingga dapat terlihat efektifitas zeolit terhadap performa dan kualitas kerabang telur. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki produktifitas ayam petelur serta menghasilkan telur sesuai dengan selera konsumen yaitu telur yang tidak mudah pecah. Perumusan Masalah Pemeliharaan ayam petelur umumnya dihadapkan pada masalah yang disebabkan oleh berbagai sumber antara lain manajemen pemeliharaan, salah satunya adalah manajemen dalam pemberian ransum. Produktivitas ayam petelur sangat ditentukan oleh kandungan zat nutrisi yang terdapat dalam ransum. Mineral merupakan salah satu zat nutrisi yang dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas ayam petelur, terutama untuk pembentukkan telur. Rendahnya kecukupan mineral terutama kalsium bagi ayam petelur, akan menurunkan produktivitas ayam petelur serta kualitas kerabang telur. Pada saat ini zeolit banyak digunakan sebagai campuran makanan ternak karena sifatnya sebagai penukar ion dan penyaring molekul. Berdasarkan sifatnya tersebut, penambahan zeolit dalam ransum rendah kalsium diharapkan dapat meningkatkan penyerapan kalsium sehingga kebutuhan kalsium untuk ayam petelur terpenuhi. Tujuan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari penambahan 2,5; 5 dan 7,5% zeolit pada ransum dengan kebutuhan Ca yang rendah terhadap performa dan kualitas kerabang telur.

15 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara dan diseleksi khususnya untuk menghasilkan telur. Galur atau strain ayam yang ada saat ini dapat berasal lebih dari satu bangsa. Umumnya tipe ringan berasal dari bangsa White leghorn, tipe medium dari bangsa Rhode Island Red dan Barred Plymouth Rock serta tipe berat dari bangsa New Hompshire, White Plymouth Rock dan Cornish (Amrullah, 2004). Salah satu strain ayam petelur tipe medium adalah Hisex Brown. Performa ayam petelur Hisex Brown dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Performa Ayam Petelur Strain Hisex Brown Umur (minggu) Berat Telur (g/butir) Konsumsi Ransum (g/ekor/hari) Konversi Hen-day (%) 21 50, ,98 66, , ,20 88, , ,04 93, , ,96 94, , ,96 95, , ,98 95,0 Sumber : Hendrix_genetics (2006) Hasil penelitian Suksombat et al. (2006) menunjukkan bahwa ayam petelur Hisex Brown yang dipelihara pada umur 27 minggu menghasilkan produksi telur sebesar 86,73% dan bobot telur 60,88 g/butir. Menurut Siregar (2003), pemeliharaan ayam petelur selama 12 minggu periode produksi yang diberi ransum dalam bentuk mash dengan kandungan protein kasar 15 dan 18% serta energi metabolis sebesar kkal/kg menghasilkan konversi ransum sebesar 2,72 dan 2,33. Ukuran telur terbagi menjadi tiga kriteria, yaitu ukuran kecil (< 47 g/butir), ukuran medium (47-54 g/butir) dan ukuran jumbo (> 61 g/butir) sedangkan tebal kerabang optimal untuk ayam petelur sebesar 0,33 mm (North dan Bell, 1990). Zeolit Tinjauan Umum Nama zeolit berasal dari bahasa Yunani yang dibagi dalam dua kata, yaitu zeo (mendidih) dan lithos (batu). Nama tersebut menunjukkan sifat dari mineral

16 zeolit yang akan membuih bila dipanaskan dalam tabung terbuka pada temperatur ºC (Harjanto, 1983). Umumnya zeolit berwarna putih keabu-abuan, putih kemerah-merahan atau putih kehijau-hijauan. Perbedaan jenis dan warna disebabkan oleh perbedaan lokasi dan umur pembentukannya. Potensi pemakaian zeolit terutama disebabkan oleh sifat fisika dan kimia yang dimilikinya (Mumpton dan Fishman, 1977). Berdasarkan sifat kimianya mineral zeolit mempunyai ion alkali dan air kristal. Apabila dipanaskan air kristalnya mudah menguap, sehingga bekas gugus air dalam zeolit merupakan lubang-lubang ke segala arah. Struktur yang berpori ini menyebabkan zeolit mempunyai kemampuan menyerap dan menyaring molekul. Mineral-mineral yang terkandung dalam zeolit dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi Unsur Mineral dalam Zeolit Unsur Komposisi (%) SiO 2 76,95 Al 2 O 3 8,90 LiO 7,38 Na 2 O 2,02 K 2 O 1,88 CaO 1,50 MgO 1,21 Fe 2 O 3 0,12 TiO 2 0,04 Sumber : PT. Sembada Tani Graha (2002) dalam Panda (2007) Indonesia berada dalam wilayah rangkaian gunung api mulai dari Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku sampai Sulawesi. Beragam jenis batuan gunung api yang dihasilkan, diantaranya berupa batuan pikroelastika tuf berbutir halus yang bersifat asam dan bersusunan dasit-riolit atau bermasa kaca gunung api. Tuf halus ini tersebar mengikuti luas jalur gunung api tersebut yang sebagian atau seluruhnya telah mengalami proses ubahan atau diagenesis menjadi zeolit. Karenanya, secara geologi Indonesia berpotensi besar menghasilkan zeolit seperti yang terdapat di Sumatera (Lampung), Jawa (Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur), Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi. Zeolit yang telah dieksploitasi dan digunakan untuk keperluan berbagai industri diantaranya dijumpai di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur (Kartawa dan Kusumah, 2006).

17 Struktur Kristal Mineral Zeolit Zeolit merupakan mineral alumina silika hidrat yang tergolong kedalam kelompok tektosilikat. Unit dasar pembentukan kerangka bangun tiga dimensi zeolit terdiri dari unit-unit tetrahedral. Tetrahedral tersebut merupakan kelompok persenyawaan alumina (AlO 4 ) -5 dan kelompok persenyawaan silikat (SiO 4 ) -4 dengan perbandingan tertentu. Unit dasar tetrahedra tersebut saling berikatan, dimana ion oksigen pada setiap ujung tetrahedra dipakai bersama dengan tetrahedra yang berada disampingnya. Susunan dari kelompok tetrahedra yang sama atau berbeda tersebut selanjutnya akan membentuk satuan unit bangun sekunder dalam bentuk cincin tunggal, ganda ataupun komplek yang menghasilkan tipe kerangka kristal zeolit tertentu (Meier dan Olson, 1971; Meier, 1978). Cincin-cincin tersebut dapat saling menggabungkan diri membentuk suatu bangun kristal polihedral yang simetris. Pertautan dari rangkaian unit bangun sekunder dengan polihedra-polihedra ini menghasilkan rongga-rongga ataupun saluran yang kontinyu dalam kerangka zeolit yang berhubungan satu sama lain (Gambar 1). Struktur bangun di atas menyebabkan zeolit mempunyai struktur terbuka atau porous dengan banyak rongga-rongga serta saluran yang teratur dengan ukuran tertentu dalam tiga dimensi (Meier dan Olson, 1978).

18 Gambar 1. Pertautan 14 Polihedral yang Menyusun Struktur Kristal Mineral Zeolit (Barrer, 1982) Komposisi Kimia Mineral Zeolit Secara umum formulasi kimia mineral zeolit yang dikemukakan oleh Gottardi (1978) adalah : Mx Dy (Al x+2y Si n-(x+2y) O 2n ) m H 2 O dimana : M = Na +, K + atau kation monovalen lainnya ; D = Mg 2+, Ca 2+, Sr 2+, Ba 2+, Fe 2+ atau kation divalen lain. M dan D umumnya adalah kation logam alkali atau alkali tanah, akan tetapi dimungkinkan pula adanya ion-ion yang lain masuk kedalamnya pada saat terjadinya pertukaran ion atau selama terjadinya proses pembentukan mineral tersebut di alam. Fe 3+ atau Ba 2+ umumnya sebagai kation pengganti didalam struktur tetrahedra (Sheppard dan Gude, 1969). Sebagian besar Fe terdapat dalam bentuk Fe 2 O 3, yang akan segera dilepaskan melalui pencucian dengan asam (Gottardi dan Alberti, 1988). Pada proses pembentukannya, didalam struktur kristal mineral zeolit dapat terjadi penggantian kation-kation secara isomorfik yang menghasilkan tipe zeolit tertentu seperti :

19 Si 4+ Al +3, Na + Si 4+ Na + Al +3, Ca 2+ Terjadinya pergantian isomorfik pada struktur mineral tersebut dimana beberapa kation bervalensi empat yaitu Si digantikan oleh alumunium yang bervalensi tiga, akan menyebabkan timbulnya ketidak seimbangan muatan dengan terbentuknya muatan negatif yang harus dinetralkan (Barrer, 1982). Muatan ini dinetralisasi secara elektrokimia oleh kation-kation golongan alkali atau alkali tanah baik mono ataupun divalen yang terletak di luar tetrahedra yakni di dalam rongga ataupun saluran. Kation-kation tersebut tidak secara keseluruhan mengisi pada posisi yang tetap, akan tetapi bebas bergerak didalam struktur rongga atau saluran. Ion-ion ini disamping mempunyai peranan sebagai kounter ion, dapat dipindahkan atau dipertukarkan dengan kation-kation lain secara kontinyu (Barrer dan Klinowski, 1972). Sifat Pertukaran Ion Kation-kation yang dapat dipertukarkan dari zeolit tidak terikat secara kuat di dalam kerangka tetrahedral zeolit, sehingga dengan mudah akan dilepaskan ataupun dipertukarkan melalui pencucian dengan larutan kation-kation yang lain. Kemampuan pertukaran ataupun kapasitasnya merupakan fungsi dari substitusi Al terhadap Si pada struktur bangun zeolit. Semakin banyak penggantian akan semakin besar pula kekurangan muatan positif yang mengakibatkan semakin banyak pula jumlah kation-kation alkali atau alkali tanah yang diperlukan untuk menetralkannya (Barrer dan Klinowski, 1972). Pertukaran ion didalam struktur zeolit terjadi melalui mekanisme dua arah, dimana setiap kounter ion yang meninggalkan kompleks pertukaran akan digantikan oleh sejumlah kounter ion yang lain (Gambar 2).

20 Gambar 2. Skematik Pertukaran Antara Kation Larutan dengan Kation Zeolit (Semmens, 1984) Kation dari larutan menembus lapisan air dari butiran zeolit, kemudian masuk ke dalam saluran melalui diffusi molekuler. Terjadi pertukaran pada permukaan kompleks permukaan zeolit, kation selanjutnya dibebaskan ke dalam larutan. kecepatan molekul-molekul melalui rongga zeolit bergantung pada besar ukuran molekul yang bersangkutan. Molekul yang lebih besar akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk sampai pada permukaan pertukaran (Semmens, 1984). Ukuran selektivitas terhadap kation secara umum adalah : Cs > Rb > K > NH 4 > Ba > Sr > Na > Ca > Fe > Al > Mg >Li (Ames, 1967; Barrer, 1982). Sifat Adsorpsi Mineral Zeolit Gejala adsorpsi dapat diartikan sebagai suatu proses melekatnya molekulmolekul atau zat pada permukaan zat yang lain. Zeolit mempunyai kemampuan dalam mengikat sejumlah molekul dan ion yang terdapat dalam larutan maupun gas. Umumnya rongga yang besar dan saluran di dalam kristal zeolit diisi oleh molekul air yang membentuk selimut air mengelilingi kation-kation yang dapat dipertukarkan. Apabila molekul air yang terdapat didalam rongga-rongga dan saluran masuk kristal zeolit dikeluarkan melalui pemanasan pada suhu 100 sampai 400ºC untuk beberapa lama, maka molekul-molekul yang mempunyai garis tengah lebih kecil dari saluran masuk akan dapat dijerap ke bagian permukaan dalam rongga kristal (Gottardi, 1978; Vaughan, 1978). Molekul-molekul yang mempunyai ukuran lebih besar dari saluran masuk tidak akan dapat masuk ke

21 dalamnya, dan ini memberikan sifat penyaringan molekul yang selektif. Selain itu zeolit mampu menyerap bermacam-macam gas seperti amoniak, gas yodium maupun air raksa. Penjerapan yang terjadi pada mineral zeolit menurut Ma dan Yueh Lee (1978), mengikuti tipe isotherm I dengan asumsi bahwa lapisan penjerapan pada dinding rongga kristalin merupakan suatu lapisan yang terdiri dari satu molekul. Setiap permukaan jerapan dapat menjerap satu molekul. Kedudukan molekul yang teradsorpsi terlokalisasi, yang artinya tak ada interaksi antara sesama molekul dan molekul yang lain. Penggunaan Zeolit dalam Ransum Ternak Zeolit dalam ransum ternak dapat digunakan sebagai bahan penyusun ransum, suplementasi dan substitusi (Mumpton dan Fishman, 1977). Pemakaian zeolit dalam ransum ternak banyak dicoba oleh para peneliti, seperti yang dilaporkan Ermayeni (1993) bahwa pemberian zeolit dalam ransum ayam petelur tipe medium fase produksi II pada tingkat 0, 2, 4, 6, dan 8% tidak berpengaruh terhadap peningkatan produksi telur harian tetapi berpengaruh sangat nyata dalam menurunkan tingkat konsumsi ransum dan angka konversi ransum. Handriani (1992) memberikan zeolit dengan kadar 0, 2, 4, 6 dan 8% dalam ransum ayam petelur tipe medium fase produksi II menunjukkan zeolit tidak berpengaruh terhadap bobot telur dan warna kuning telur. Pemakaian 4% zeolit dalam ransum dapat meningkatkan nilai rataan Haugh Unit telur dari perlakuan kontrol, sedangkan pemakaian zeolit lebih dari 4% menyebabkan penurunan nilai Haugh Unit. Taraf zeolit 2, 4, 6 dan 8% dalam ransum menghasilkan kerabang yang lebih tebal dibandingkan dengan kontrol. Nilai ketebalan kerabang pada penambahan zeolit 0, 2, 4, 6 dan 8 % masing-masing sebesar 0,3083; 0,3283; 0,3442; 0,3541 dan 0,3690 mm. Hasil penelitian Sibarani (1994) menunjukkan bahwa penambahan zeolit pada taraf 0, 2, 6, dan 8% dalam ransum ayam broiler tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan, konsumsi dan konversi ransum. Penambahan zeolit dalam ransum ayam broiler dilakukan oleh Yenita (1993) dengan taraf 0, 3 dan 6%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa taraf penambahan zeolit dalam ransum berpengaruh nyata memperbaiki pertambahan bobot badan dan konversi ransum,

22 namun tidak berpengaruh terhadap konsumsi ransum. Pertambahan bobot badan yang dihasilkan dengan penambahan zeolit dalam ransum pada taraf 0, 3 dan 6% masing-masing sebesar 1.276,20; 1.322,58 dan 1.305,31 g/ekor, sedangkan nilai konversi ransum masing-masing sebesar 2,05; 1,95 dan 1,97. Azhari (1995) melaporkan bahwa penaburan zeolit 15 dan 30% pada litter menyebabkan konsentrasi gas amoniak yang terbentuk dari manur ayam nyata lebih rendah dibandingkan kontrol. Hasil penelitian Panda (2007) menunjukkan bahwa rataan konsumsi ransum dengan penambahan zeolit 0, 3, 6 dan 9% pada mencit lepas sapih hasil litter size pertama mengalami kecenderungan peningkatan seiring dengan semakin tinggi penambahan zeolit dalam ransum. Penggunaan zeolit sampai dengan taraf 10% dalam ransum belum memperlihatkan keracunan (Cool dan Willard, 1982). Kalsium dan Fosfor Kalsium dan fosfor adalah mineral esensial dan keduanya berhubungan erat dengan proses biologis ayam. Sebagian besar dari kedua jenis mineral ini dipergunakan dalam pembentukan tulang dan kulit telur. Perbandingan Ca/P berdasarkan berat dalam tulang adalah kurang lebih 2:1. Kebutuhan Ca dan P pada saat bertelur dialokasikan terutama untuk pembentukan telur dan kulit telur, disamping untuk hidup pokok. Hidup pokok ayam petelur membutuhkan 0,07 g Ca per ekor per hari, sedangkan untuk pembentukan kerabang dari sebutir telur dibutuhkan sekitar 2,20 g Ca (Yasin, 1988). Kalsium memiliki peranan penting dalam tubuh, diantaranya adalah keikutsertaannya dalam pembentukkan tulang dan gigi, memegang peranan dalam proses pembekuan darah, memegang peranan dalam pertumbuhan dan perkembangan fetus dalam fase kehamilan, memegang peranan dalam proses terselenggaranya ritme jantung yang normal, mempertahankan mekanisme tubuli ginjal dalam proses mempertahankan kadar zat-zat agar tetap normal, memegang peranan dalam proses kontraksi otot dan ransangan syaraf, memegang peranan agar enzim-enzim tertentu dapat bekerja dengan baik, dan memegang peranan dalam mempertahankan permeabilitas dinding sel (membran plasma) sedangkan fosfor memegang peranan dalam proses kontraksi otot, pembentukan tulang (osifikasi) dan aktifitas sekretoris. Disamping itu fosfor juga berperan dalam

23 pembentukan fosfat yang sangat diperlukan dalan transformasi energi (Piliang dan Djojosoebagjo, 2006). Kebutuhan kalsium ayam petelur pada awal periode produksi meningkat empat kali lipat dan hampir seluruh kalsium diperlukan untuk membentuk kerabang telur (Amrullah, 2004). Kebutuhan kalsium untuk ayam petelur kerabang coklat dengan konsumsi ransum 110 g/hari yaitu 3,6%, sedangkan kebutuhan fosfor tersedia yaitu 0,275% (NRC,1994). Persentase kalsium yang dibutuhkan dalam ransum ayam petelur yang beragam menurut konsumsi ransum dan produksi telur pada umur minggu dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Konsumsi ransum per hari (g/ekor) Persentase Kalsium yang Dibutuhkan dalam Ransum Ayam Petelur yang Beragam Menurut Konsumsi Ransum dan Produksi Telur pada Umur Minggu % Produksi telur ,7 4,2 3,7 3,2 90 4,2 3,8 3,3 2, ,8 3,4 3,0 2, ,5 3,1 2,7 2, ,2 2,9 2,5 2, ,0 2,7 2,3 1,9 Sumber : Amrullah (2004) Ternak yang mengalami defisiensi kalsium akan mengakibatkan gangguan-gangguan diantaranya pertumbuhan terhambat, konsumsi ransum menurun, laju metabolik basal tinggi, kepekaan dan aktifitas menurun, osteoporosis, sikap dan cara berjalan abnormal, peka terhadap perdarahan di dalam, kenaikan dalam jumlah urin, daya hidup berkurang, kulit telur tipis dan produksi telur menurun, tetanus dan nafsu makan buruk (Anggorodi, 1985). Defisiensi fosfor menyebabkan rachitis, kehilangan nafsu makan, lemah bahkan kematian (Yasin, 1988). Suatu keadaan yang bersifat asam sangat diperlukan agar kalsium dapat dengan baik diserap usus. Karenanya absorpsi kalsium terjadi dibagian atas dari usus halus, karena di tempat ini keadaannya lebih bersifat asam. Keasaman pada lambung akan mempengaruhi penyerapan kalsium oleh usus, maka asam klorida (HCl) di dalam lambung memegang peranan yang penting. Makanan yang bersifat asam akan meningkatkan penyerapan kalsium oleh usus. Sebaliknya makanan

24 yang bersifat basa, akan menghambat penyerapan kalsium oleh usus. Absorpsi kalsium oleh usus akan terhambat bila dalam ransum mengandung banyak asam fitat. Berbeda halnya dengan absorpsi fosfor, dimana asam fitat tidak mempunyai pengaruh sama sekali. Fosfor dengan senyawa fitat yang terdapat di dalam pakan akan mengalami hidrolisa saat terjadinya proses memasak dan selama proses pencernaan (Piliang dan Djojosoebagjo, 2006). Kebutuhan ayam petelur akan fosfor umumnya rendah, terutama karena hanya sedikit ditemukan dalam kerabang. Terlalu sedikit akan menyebabkan pembentukan kerabang terhambat, begitu juga jika terlalu banyak. Salah satu kasus yang sering terjadi dalam jeleknya kualitas kerabang dan kekuatannya adalah karena kelebihan fosfor dalam ransum, tetapi ransum yang rendah kandungan fosfornya akan meningkatkan mortalitas ayam petelur (Bell dan Weaver, 2002). Produksi telur meningkat dengan meningkatnya level kalsium dalam ransum. Hasil penelitian Chowdhury dan Smith (2002) menunjukkan bahwa penambahan level kalsium dari 2,5; 3; 3,5 dan 4% menghasilkan peningkatan produksi telur dari 90 hingga 96%. Sama halnya dengan konsumsi ransum yang meningkat dari 99 sampai dengan 103 g/ekor/hari, namun untuk bobot telur relatif stabil yang nilainya berkisar 58 g/butir. Kerabang Telur Kerabang telur merupakan bagian yang paling keras. Bagian ini tersusun dari 95,1% garam-garam anorganik, 3,3% bahan organik (terutama protein) dan 1,6% air.bahan-bahan anorganik yang membentuk kerabang telur terdiri dari kalsium (Ca), magnesium (Mg), fosfor (P), besi (Fe) dan belerang (S) (Yasin, 1988). Pembentukan kerabang telur terjadi di uterus selama jam. Pembentukan kerabang telur memerlukan pemasukan ion-ion kalsium yang cukup dalam uterus dan adanya ion-ion karbonat dalam uterus dalam jumlah cukup yang diperlukan untuk membentuk kalsium karbonat (Wahju, 1985). Kalsium karbonat dibentuk ketika ion-ion kalsium dicukupi lewat aliran darah, sedangkan ion-ion karbonat datang dari darah dan kelenjar kerabang. Apa saja yang mengurangi

25 pasokan dari darah menyebabkan deposit CaCO 3 tidak maksimum, dan kualitas kerabang menjadi jelek (Bell dan Weaver, 2002).

26 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam minggu mulai bulan Maret sampai dengan Mei Lokasi penelitian bertempat di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Unggas. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Materi Ternak Penelitian ini menggunakan 32 ekor ayam petelur umur 21 minggu strain Hisex Brown dengan rataan bobot badan 1,463 kg ± 0,197. Pada awal pemeliharaan terjadi kematian sebanyak dua ekor, sehingga jumlah ayam yang diamati menjadi 30 ekor. Kandang Kandang yang digunakan adalah kandang individu yang terbuat dari kawat berukuran 0,5 x 0,5 x 0,5 m sebanyak 30 buah yang telah dikapur dan didesinfektan. Bahan dan Peralatan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain zeolit, ransum ayam petelur, air minum, sekam, vaksin ND dan vitamin berupa Vita Stress. Kandang yang digunakan terdiri dari dua ruangan dan masing-masing ruangan kandang dilengkapi dengan tempat pakan, tempat air minum dan lampu pijar 40 watt. Peralatan lain yang digunakan adalah oven 105 o C, kandang individu, timbangan digital dan analitik, termometer, mortar, kertas label, plastik dan lain-lain yang menunjang kegiatan penelitian. Ransum Perlakuan Ransum yang digunakan adalah ransum ayam petelur berbentuk mash. Ransum ayam petelur dalam penelitian ini terdiri atas beberapa bahan makanan yaitu jagung kuning, dedak padi, tepung ikan, bungkil kedele, bungkil kelapa, minyak kelapa, CaCO 3, premix serta zeolit. Zeolit yang digunakan berukuran 30 mesh dan tidak diaktivasi terlebih dahulu. Ransum disusun berdasarkan kebutuhan

27 ayam petelur periode produksi menurut NRC (1994) dengan kandungan Ca dalam ransum lebih rendah 0,29% dari kebutuhan. Komposisi ransum penelitian, kandungan nutrisi serta kebutuhan zat nutrisi ayam petelur periode produksi terdapat pada Tabel 4 dan 5. Tabel 4. Komposisi dan Kandungan Zat Nutrisi Ransum Penelitian Bahan makanan Pemberian Zeolit (%) 0 2,5 5 7,5 Jagung kuning ,6 Dedak padi Tepung ikan 7,5 7,5 7,5 7,5 Bungkil kedele Bungkil Kelapa CaCO3 6,2 6,2 6,2 6,2 Minyak Kelapa 2 3,5 5 5,9 Premix 0,3 0,3 0,3 0,3 Zeolit 0 2,5 5 7,5 Total Bahan Kering (%) 1) 86,00 86,52 86,88 86,68 Energi Bruto (kkal/kg) 1) Energi Metabolis (kkal/kg) 2) 2.934, , , ,55 Protein Kasar (%) 1) 15,56 16,98 16,24 15,23 Serat Kasar (%) 1) 5,16 5,21 4,58 4,23 Lemak Kasar (%) 1) 4,30 5,25 5,97 6,38 Beta-N 1) 53,39 49,93 47,14 47,25 Abu (%) 1) 7,59 9,15 12,95 13,59 Calsium (%) 1) 2,87 2,82 2,81 2,80 Fosfor Total (%) 1) 0,61 0,60 0,57 0,55 Fosfor tersedia (%) 2) 0,33 0,32 0,32 0,32 Lysin (%) 2) 0,89 0,90 0,92 0,95 Methionin (%) 2) 0,34 0,34 0,33 0,33 Keterangan : 1) Hasil analisis di Bagian Ilmu dan Teknologi Pakan, INTP, Fapet, IPB (2007) 2) Hasil perhitungan 3) Tabel 5. Kebutuhan Zat Nutrisi Ayam Petelur Periode Produksi Zat Makanan Kebutuhan Zat Makanan Energi Metabolis (kkal/kg) Protein Kasar (%) 16,5 Kalsium (%) 3,6 Fosfor Total (%) 1) 0,5 Non Phytat Fosfor (%) 0,275 Metionin (%) 0,33 Lysin (%) 0,76 Sumber : NRC (1994) 1) Bell dan Weaver (2002)

28 Metode Perlakuan Ransum perlakuan yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut: R0 : Ransum kontrol R1 : Ransum kontrol + 2,5% zeolit R2 : Ransum kontrol + 5 % zeolit R3 : Ransum kontrol + 7,5% zeolit Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan empat ulangan, tiap ulangan terdiri dari dua ekor ayam petelur, kecuali perlakuan R3 dan R4 pada ulangan ke-4 terdiri dari satu ekor ayam petelur. Model matematika dari rancangan tersebut sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1991): Yij = µ + βi + ij Keterangan: Yij : Nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ : Rataan umum βi : Efek perlakuan ke-i ij : Error perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA) dan jika memberikan hasil yang berbeda nyata dilanjutkan dengan Uji Duncan (Steel dan Torrie, 1991). Prosedur Penelitian Ruangan kandang dan kandang individu dipersiapkan, dibersihkan, didesinfektan serta dilakukan pengapuran satu minggu sebelum ayam datang. Selain itu, tempat pakan, tempat air minum dan semua peralatan yang digunakan juga disterilkan. Alat penerangan kandang yang digunakan adalah lampu pijar 40 watt yang ditempatkan pada masing-masing ruangan kandang. Penentuan letak pada kandang individu dilakukan secara acak untuk memudahkan pencatatan,

29 masing-masing kandang individu diberi tanda sesuai dengan perlakuan yang diberikan. Pengamatan ayam dilakukan selama 6 minggu. Pemberian ransum dan air minum ad libitum. Pada saat ayam datang dilakukan penimbangan untuk memperoleh bobot badan awal. Pencegahan stres dilakukan saat ayam datang serta setelah penimbangan dengan pemberian Vita Stress yang dilarutkan dalam air minum. Selain itu, selama pemeliharaan dilakukan juga pencegahan penyakit ND menggunakan vaksin ND. Pengambilan data produksi telur dan bobot telur dilakukan setiap hari selama pemeliharaan, sedangkan untuk konsumsi ransum dan pengukuran ketebalan kerabang telur dilakukan setiap minggu selama pemeliharaan. Telur yang dihasilkan pada minggu ke-5 dan ke-6 dikumpulkan untuk dilakukan analisis kerabang telur, sehingga dapat diketahui kandungan kalsium dan fosfornya. Peubah yang Diamati Peubah yang diamati pada penelitian ini meliputi : 1. Konsumsi Ransum (gram/ekor/hari) Konsumsi ransum diukur setiap minggu berdasarkan jumlah ransum yang dikonsumsi selama enam minggu pemeliharaan kemudian dihitung konsumsi ransum per hari. 2. Bobot Telur (gram/butir) Bobot telur dihitung berdasarkan hasil penimbangan telur setiap hari selama enam minggu pemeliharaan. 3. Konversi Ransum Konversi ransum dihitung dari pembagian antara jumlah ransum yang dikonsumsi (gram) dengan bobot telur (gram) yang diperoleh selama penelitian (gram/ekor). 4. Produksi Telur /Hen Day (%) Produksi telur dihitung setiap minggu selama penelitian setelah mencapai 5% produksi telur. Rumus yang digunakan untuk menghitung produksi telur hen day sebagai berikut : Hen Day (%) = Jumlah produksi telur x 100% Jumlah ayam yang ada

30 (Perbandingan antara jumlah telur yang diproduksi dengan jumlah ayam yang ada selama penelitian dikalikan 100%). 5. Ketebalan Kerabang Telur Telur dipecah, diambil bagian kerabangnya, kemudian selaput yang menempel pada kerabang telur dilepas. Setelah itu, sampel kerabang telur diambil dari bagian ujung tumpul, ujung lancip dan bagian tengah untuk diukur ketebalannya menggunakan mikrometer. 6. Kandungan Ca dan P dalam Kerabang Telur Telur dipecah, diambil kerabangya, dilepas selaputnya, kemudian dimasukkan oven sampai kerabang kering. Setelah itu, kerabang dihancurkan sampai halus menggunakan mortar, kemudian dilakukan analisis Ca dan P pada kerabang telur. Kandungan Ca dan P kerabang telur dianalisis dengan metode sebagai berikut: 1. Pengabuan Basah (Wet Ashing) Kerabang telur yang telah dihaluskan dipreparasi dengan metode pengabuan basah sebelum dianalisis kandungan Ca dan P. Pengabuan basah dilakukan dengan cara: Satu gram sampel kerabang telur ditimbang dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer berukuran 125 ml. Kemudian ditambahkan 5 ml HNO 3 dan didiamkan selama 1 jam dalam suhu ruang di ruang asam. Sampel kemudian dipanaskan di atas hot plate pada suhu 80 o C selama 1 jam kemudian suhu dinaikkan menjadi 105 o C dan sampel dipanaskan kembali selama 4 jam. Sampel didinginkan semalam. Kemudian ditambahkan 0,4 ml H 2 SO 4, lalu dipanaskan di atas hot plate selama 1 jam sampai larutan berkurang (lebih pekat). Pada larutan pekat tersebut ditambahkan 2-3 tetes larutan campuran HClO 4 :HNO 3 (2:1). Pemanasan terus dilanjutkan sampai terjadi perubahan warna dari coklat, kuning tua dan kuning muda (biasanya ± 1 jam). Setelah terjadi perubahan warna, pemanasan masih dilanjutkan selama menit. Sampel didinginkan, kemudian ditambahkan 2 ml aquades dan 0,6 ml HCl. Sampel dipanaskan kembali sampai larut (± 15 menit), kemudian sampel dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Apabila ada endapan sampel disaring dengan glass wool. Hasil pengabuan basah ini kemudian dianalisis menggunakan AAS untuk analisis kalsium dan spektrofotometer untuk analisis fosfor.

31 2. Analisa Kalsium Sampel yang telah dipreparasi dengan pengabuan basah dipipet sebanyak 0,5 ml dan ditambahkan 0,05 ml Cl 3 La.7H 2 O. Kemudian sampel tersebut dilarutkan dengan 5 ml aquadest. Larutan sampel diaduk dengan menggunakan alat pengaduk vortex selama beberapa detik. Sampel kemudian dianalisis kadar kalsiumnya dengan menggunakan AAS. 3. Analisa Fosfor Larutan B dan larutan C dibuat sesaat sebelum dilakukan analisis fosfor. Larutan B dibuat dengan melarutkan 10 g Amonium molibdat dengan 60 ml aquadest. Kemudian ditambahkan 28 ml H 2 SO 4 pekat secara bertahap. Aquadest ditambahkan ke dalam larutan sampai terbentuk 100 ml larutan B. Larutan C adalah 10 ml Larutan B ditambahkan dengan 60 ml aquadest dan 5 g FeSO 4.7H 2 O. Kemudian ditambahkan aquadest sampai terbentuk 100 ml larutan C. Sampel yang telah dipreparasi dengan pengabuan basah dipipet sebanyak 0,5 ml dan dilarutkan dengan 3 ml aquades. Kemudian, ditambahkan 2 ml larutan C ke dalam sampel. Larutan tersebut kemudian didinginkan dalam suhu kamar. Sampel diaduk sampai homogen. Kemudian dianalisis menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm.

32 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh penggunaan zeolit pada taraf 2,5; 5 dan 7,5% dibandingkan kontrol terhadap performa ayam petelur (produksi telur, konsumsi ransum, bobot telur dan konversi ransum) periode produksi umur minggu dapat dilihat pada Tabel 6. Peubah yang diamati Konsumsi ransum (g/ekor/hari) Bobot telur (g/butir) Konversi ransum Produksi telur (hen-day) (%) Tabel 6. Pengaruh Perlakuan terhadap Performa Ayam Petelur Umur Minggu yang Diamati selama Enam Minggu Keterangan : Superskrip hurup kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0,05) Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan zeolit dalam ransum memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap konsumsi ransum. Ransum perlakuan dengan penambahan zeolit 7,5 % nyata (p<0,05) meningkatkan konsumsi ransum sebesar 29,84% dibandingkan kontrol tetapi pada penambahan zeolit 2,5 5% tidak nyata meningkatkan konsumsi ransum dibandingkan kontrol. Meningkatnya konsumsi ransum pada ayam yang diberi ransum dengan penambahan 7,5% zeolit menyebabkan meningkatnya konsumsi zat nutrisi (Tabel 7). Meskipun demikian, konsumsi zat nutrisi lebih rendah jika dibandingkan dengan standar Hisex Brown, sehingga terlihat kekurangan konsumsi zat nutrisi pada setiap perlakuan (Tabel 8). Pemberian Zeolit 0% 2,5% 5% 7,5% 84,41 ± 8,48 a 96,69 ± 8,07 ab 96,89 ± 13,43 ab 109,60 ± 5,56 b 47,94 ± 9,94 53,93 ± 2,71 52,99 ± 0,63 53,23 ± 1,96 3,90 ± 1,83 3,12 ± 0,41 3,06 ± 0,55 2,90 ± 0,71 57,41 ± 10,37 a 58,08 ± 3,13 a 60,27 ± 11,74 a 78,97 ± 3,83 b Berdasarkan Tabel 8 dapat terlihat bahwa kekurangan konsumsi ransum pada ayam yang diberi ransum dengan penambahan 7,5% zeolit lebih rendah dibandingkan perlakuan kontrol dan perlakuan dengan penambahan 2,5 dan 5% zeolit. Rendahnya kekurangan konsumsi ransum pada ayam yang diberi ransum dengan penambahan 7,5% zeolit menyebabkan rendahnya kekurangan konsumsi

33 zat nutrisi, sehingga kebutuhan zat nutrisi lebih terpenuhi dibandingkan perlakuan kontrol dan perlakuan dengan penambahan 2,5 dan 5% zeolit. Tabel 7. Konsumsi Zat Nutrisi Ayam Petelur Umur Minggu Per Ekor Per Hari Konsumsi (g/ekor/hari) Penambahan zeolit (%) Lemak Ransum Protein kasar kasar Ca P tersedia 0 84,41 13,13 3,63 2,42 0,15 2,5 96,69 16,42 5,08 2,73 0, ,89 15,73 5,78 2,72 0,17 7,5 109,60 16,69 6,99 3,07 0,18 Konsumsi standar 1) ,47 5,5-6,6 4,18 0,43 Tabel 8. Kekurangan Konsumsi Zat Nutrisi Ayam Petelur Umur Minggu Per Ekor Dibandingkan Standar Hisex Brown Penambahan zeolit (%) Kekurangan konsumsi zat nutrisi (g/ekor/hari) Ransum Protein kasar Ca P tersedia 0-25,59-6,34-1,76-0,28 2,5-13,31-3,06-1,46-0, ,10-3,74-1,46-0,27 7,5-0,39-2,78-1,12-0,25 Keterangan : 1) Hendrix_genetics (2006) Penyebab meningkatnya konsumsi ransum pada ayam yang diberi ransum pada taraf zeolit 7,5% yaitu penggunaan minyak dalam ransum yang semakin tinggi dengan meningkatnya taraf zeolit mengakibatkan ransum lebih lengket, rupa ransum menjadi lebih menarik, mempertinggi palatabilitas dan tidak banyak zat nutrisi yang tercecer akibat debu. Konsumsi ransum setiap minggu dari setiap perlakuan terlihat pada Gambar 3. konsumsi ransum(g/ekor/hr) minggu R0 R1 R2 R3 standar hisex brown Keterangan : R0 (ransum kontrol) R1 (ransum mengandung 2,5% zeolit) R2 (ransum mengandung 5% zeolit ) R3 (Ransum mengandung 7,5% zeolit) Gambar 3. Grafik Konsumsi Ransum selama Enam Minggu Pengamatan

34 Gambar 3 menunjukkan tidak terdapat fluktuasi konsumsi ransum yang signifikan dan cenderung terjadi peningkatan. Konsumsi ransum pada ayam yang diberi perlakuan dengan penambahan zeolit 2,5; 5 dan 7,5% lebih tinggi dibandingkan kontrol tetapi lebih rendah dibandingkan dengan standar dari Hisex Brown karena adanya perbedaan suhu. Suhu lingkungan pada pemeliharaan ayam strain Hisex Brown menurut Hendrix_genetics (2006) yaitu 18-24ºC, sedangkan suhu saat penelitian berkisar antara 24-30ºC. Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Telur Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan zeolit dalam ransum memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap produksi telur. Ransum perlakuan dengan penambahan zeolit 7,5% nyata (p<0,05) meningkatkan produksi telur sebesar 37,55%; 35,97% dan 31,03% dibandingkan ransum kontrol, ransum dengan penambahan zeolit 2,5 dan 7,5% zeolit. Meningkatnya produksi telur pada ayam yang diberi penambahan zeolit 7,5% dalam ransum disebabkan oleh sifat zeolit yang dapat mengikat amonia yang dihasilkan dalam proses pencernaan protein maupun non protein dalam saluran pencernaan. Kemampuan zeolit dalam mengikat amonia dapat mempertahankan dan meningkatkan suasana asam pada lambung. Keasaman pada lambung ini akan meningkatkan penyerapan kalsium oleh usus yang berguna untuk proses pembentukan telur melalui proses pembentukan kerabang telur. Keasaman pada lambung juga dapat meningkatkan pengikatan amonia oleh zeolit. Pengikatan amonia oleh zeolit disebabkan adanya aktivasi oleh asam lambung, sehingga rasio Si/Al menjadi lebih tinggi yang disebabkan oleh hilangnya Al dari struktur kristal zeolit. Perbandingan Si dan Al dari struktur bangun zeolit menentukan sifat selektivitasnya, dimana zeolit dengan rasio Si/Al yang tinggi akan cenderung mengikat kation monovalen dari pada divalen. Salah satu kation monovalen yaitu NH 3 (Barrer dan Langley, 1958; Boles, 1972). Meningkatnya produksi telur pada ayam yang diberi ransum dengan penambahan 7,5% zeolit juga disebabkan oleh adanya peningkatan konsumsi ransum yang menyebabkan peningkatan konsumsi zat nutrisi (Tabel 7). Meningkatnya konsumsi zat nutrisi menyebabkan meningkatnya konsumsi protein (Tabel 7) yang dapat meningkatkan penyerapan kalsium. Survei literatur

35 menunjukkan bahwa protein juga ikut memegang peranan dalam penyerapan kalsium dalam penyerapan oleh usus. Ternak yang mengkonsumsi protein dalam konsentrasi yang cukup tinggi akan mempermudah penyerapan kalsium (Piliang dan Djojosoebagjo, 2006). Kalsium tersebut berpengaruh terhadap proses pembentukan kerabang telur dan produksi telur karena dalam proses tersebut melibatkan kalsium untuk pembentukan kalsium karbonat pada kerabang telur. Meskipun demikian, zat nutrisi yang dikonsumsi masih kurang jika dibandingkan dengan standar Hisex Brown (Tabel 7). Hal ini dikarenakan untuk menghasilkan produksi telur sebesar 70-80% dengan konsumsi ransum 110 g/ekor/hari membutuhkan kadar kalsium dalam ransum sebesar 3,1% (Tabel 3). Penambahan zeolit dalam ransum pada taraf 2,5 dan 5% tidak dapat meningkatkan produksi telur harian, karena zat nutrisi yang diserap untuk membentuk telur relatif sama dengan zat nutrisi yang diserap oleh ayam petelur tanpa perlakuan zeolit. Hal ini terlihat dari rataan produksi telur harian ayam petelur dengan penambahan zeolit 2,5 dan 5% tidak terpaut jauh dengan ayam petelur yang diberi ransum kontrol, dengan demikian tidak terlihat peran dari penambahan zeolit dalam ransum. Rendahnya konsumsi zat nutrisi menyebabkan produksi telur harian yang dihasilkan hanya sebesar 57-60%, sedangkan produksi telur harian standar untuk ayam petelur umur minggu berkisar antara 66-95% (Hendrix_genetics, 2006). Produksi telur setiap minggu dari setiap perlakuan terlihat pada Gambar 4. hen day (%) minggu R0 R1 R2 R3 standar hisex brown Keterangan : R0 (ransum kontrol) R1 (ransum mengandung 2,5% zeolit) R2 (ransum mengandung 5% zeolit ) R3 (Ransum mengandung 7,5% zeolit) Gambar 4. Grafik Produksi Telur Harian selama Enam Minggu Pengamatan

EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SKRIPSI SUSILAWATI

EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SKRIPSI SUSILAWATI EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SKRIPSI SUSILAWATI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH

KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2010, bertempat di kandang C Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR (Kaempferia galanga Linn) PADA RANSUM AYAM BROILER RENDAH ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER, KADAR KOLESTROL, PERSENTASE HATI DAN BURSA FABRISIUS SKRIPSI

Lebih terperinci

NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DISUPLEMENTASI DENGAN DL-METIONIN SKRIPSI JULIAN ADITYA PRATAMA

NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DISUPLEMENTASI DENGAN DL-METIONIN SKRIPSI JULIAN ADITYA PRATAMA NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DISUPLEMENTASI DENGAN DL-METIONIN SKRIPSI JULIAN ADITYA PRATAMA PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

PERFORMA AYAM SKRIPSI

PERFORMA AYAM SKRIPSI PERFORMA AYAM PETELUR UMUR 21-27 MINGGU YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH (Piper betle Linn.) PADA AIR MINUM SKRIPSI RIKO YULRAHMEN PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Selama penelitian pada masa adaptasi terjadi kematian delapan ekor puyuh. Faktor perbedaan cuaca dan jenis pakan serta stres transportasi mungkin menjadi penyebab kematian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2008. Pembuatan biomineral dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, sedangkan pemeliharaan

Lebih terperinci

TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN

TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN BAB III TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN 3.1 Tambang Zeolit di Desa Cikancra Tasikmalaya Indonesia berada dalam wilayah rangkaian gunung api mulai dari Sumatera, Jawa, Nusatenggara, Maluku sampai Sulawesi.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli sampai Agustus 2011 di Laboratorium Lapang (Kandang B) Bagian Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian Kandungan Nutrisi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai Agustus 2010. Pemeliharaan ayam bertempat di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Unggas sedangkan analisis organ dalam

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Desember 2011, bertempat di kandang C dan Laboratorium Nutrisi Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang Peralatan dan Perlengkapan Pakan dan Air Minum

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang Peralatan dan Perlengkapan Pakan dan Air Minum MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan puyuh dilaksanakan di Kandang C, Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas dan pengambilan data dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Departemen

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. kelompok perlakuan dan setiap kelompok diulang sebanyak 5 kali sehingga setiap

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. kelompok perlakuan dan setiap kelompok diulang sebanyak 5 kali sehingga setiap 16 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam percobaan adalah DOC ayam sentul sebanyak 100 ekor, yang dipelihara sampai umur 10 minggu. Ayam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Terpadu, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung dan Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan selama penelitian. Performa ayam petelur selama penelitian disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Rataan Performa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang peran pemberian metionin dan linoleat pada tepung kaki ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab

Lebih terperinci

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus)

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SKRIPSI SRINOLA YANDIANA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan di Kelurahan Limba B Kecamatan Kota selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan November

Lebih terperinci

SKRIPSI BUHARI MUSLIM

SKRIPSI BUHARI MUSLIM KECERNAAN ENERGI DAN ENERGI TERMETABOLIS RANSUM BIOMASSA UBI JALAR DENGAN SUPLEMENTASI UREA ATAU DL-METHIONIN PADA KELINCI JANTAN PERSILANGAN LEPAS SAPIH SKRIPSI BUHARI MUSLIM PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Aditif Cair Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16-50 Hari dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Kandang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 hingga Februari 2012. Pemeliharaan puyuh dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk) dalam Ransum sebagai Subtitusi Tepung Ikan Terhadap Konsumsi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai 19 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai subtitusi jagung dalam ransum terhadap kecernaan PK, SK dan laju digesta ayam broiler dilaksanakan pada tanggal

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan Agustus 2008 di Desa Pamijahan, Leuwiliang, Kabupaten Bogor, menggunakan kandang panggung peternak komersil. Analisis

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. November 2015 di Kandang Ayam Fakultas Peternakan dan Pertanian,

BAB III MATERI DAN METODE. November 2015 di Kandang Ayam Fakultas Peternakan dan Pertanian, 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada tanggal 16 Oktober 2015 sampai dengan 22 November 2015 di Kandang Ayam Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. Analisis

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pemberian pakan menggunakan bahan pakan sumber protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan pada bulan November 2016 sampai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian tepung keong mas (Pomacea

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian tepung keong mas (Pomacea 50 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh pemberian tepung keong mas (Pomacea canaliculata) dan tepung paku air (Azolla pinnata) terfermentasi terhadap produktivitas,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di CV. Mitra Mandiri Sejahtera Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jarak lokasi kandang penelitian dari tempat pemukiman

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Onggok Kering Terfermentasi Probiotik dalam Ransum Terhadap Konsumsi Pakan, Pertambahan Bobot Badan Ayam

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dengan menggunakan bahan pakan sumber kalsium (ISA, 2009). kerabang maka kalsium dapat diserap sampai 72% (Oderkirk, 2001).

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dengan menggunakan bahan pakan sumber kalsium (ISA, 2009). kerabang maka kalsium dapat diserap sampai 72% (Oderkirk, 2001). II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Mineral 2.1.1. Kalsium Kalsium merupakan golongan mineral yang dibutuhkan oleh ayam petelur untuk pembentukan kerabang telur dan pemenuhan akan zat ini tidak cukup

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase Terfermentasi Terhadap Konsumsi Pakan, Konversi Pakan dan Pertambahan Bobot

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia.

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV Mitra Sejahtera Mandiri, Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan selama lima minggu yang dimulai dari

Lebih terperinci

Pengaruh Penggunaan Zeolit dalam Ransum terhadap Konsumsi Ransum, Pertumbuhan, dan Persentase Karkas Kelinci Lokal Jantan

Pengaruh Penggunaan Zeolit dalam Ransum terhadap Konsumsi Ransum, Pertumbuhan, dan Persentase Karkas Kelinci Lokal Jantan Pengaruh Penggunaan Zeolit dalam Ransum terhadap Konsumsi Ransum, Pertumbuhan, dan Persentase Karkas Kelinci Lokal Jantan Sulastri Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Jl. Prof.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan melalui atom O (Barrer, 1982). Klasifikasi zeolit dapat didasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan melalui atom O (Barrer, 1982). Klasifikasi zeolit dapat didasarkan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Zeolit Zeolit merupakan mineral hasil tambang yang kerangka dasarnya terdiri dari unit-unit tetrahedral alumina (AlO 4 ) dan silika (SiO 4 ) yang saling berhubungan melalui

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni

BAB III MATERI DAN METODE. Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kunyit dan Jahe dalam Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni Agustus 2016 di kandang Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ransum dengan suplementasi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ransum dengan suplementasi 35 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang pengaruh pemberian ransum dengan suplementasi tepung kaki ayam broiler terhadap ketebalan kerabang, kadar protein dalam

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SKRIPSI SUSILAWATI

EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SKRIPSI SUSILAWATI EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SKRIPSI SUSILAWATI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Alat yang Digunakan dalam Penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Alat yang Digunakan dalam Penelitian. BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Desa Dutohe Barat Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Lama penelitian berlangsung selama 3 bulan dari

Lebih terperinci

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Lingkungan Tempat Penelitian Pemeliharaan puyuh dilakukan pada kandang battery koloni yang terdiri dari sembilan petak dengan ukuran panjang 62 cm, lebar 50 cm, dan tinggi

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN DL-METIONIN TERHADAP NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER STARTER BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI SKRIPSI ZINURIA WAFA

PENGARUH PENAMBAHAN DL-METIONIN TERHADAP NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER STARTER BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI SKRIPSI ZINURIA WAFA PENGARUH PENAMBAHAN DL-METIONIN TERHADAP NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER STARTER BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI SKRIPSI ZINURIA WAFA PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul 27 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Percobaan 3.1.1. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul umur satu hari (day old chick) yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi bungkil kedelai dalam ransum terhadap persentase karkas, kadar lemak daging,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai frekuensi penyajian ransum yang berbeda terhadap kualitas

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai frekuensi penyajian ransum yang berbeda terhadap kualitas 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai frekuensi penyajian ransum yang berbeda terhadap kualitas daging ayam kampung super dilaksanakan pada tanggal 14 Desember 2015 sampai dengan 3 Maret 2016

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Ayam Ras petelur Ayam ras petelur merupakan tipe ayam yang secara khusus menghasilkan telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

Lebih terperinci

Kususiyah, Urip Santoso, dan Debi Irawan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

Kususiyah, Urip Santoso, dan Debi Irawan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu Pengaruh Penggunaan Talas (Colocasia esculenta) Terhadap Kualitas Telur Itik Talang Benih The Effect of Taro (Colocasia esculenta) in Feed on Talang Benih Duck Egg Quality Kususiyah, Urip Santoso, dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pengujian kualitas fisik telur dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pengujian kualitas kimia telur dilakukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian produksi telur ayam Arab dilaksanakan di Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (Blok B), sedangkan penelitian kualitas internal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil penelitian berupa konsumsi pakan, produksi telur, konversi pakan serta konsumsi lemak, protein, serat dan vitamin A ayam petelur pada tiap perlakuan tecantum dalam Tabel

Lebih terperinci

ENERGI METABOLIS DAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI RANSUM AYAM BROILER YANG MENGANDUNG LIMBAH RESTORAN SEBAGAI PENGGANTI DEDAK PADI

ENERGI METABOLIS DAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI RANSUM AYAM BROILER YANG MENGANDUNG LIMBAH RESTORAN SEBAGAI PENGGANTI DEDAK PADI ENERGI METABOLIS DAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI RANSUM AYAM BROILER YANG MENGANDUNG LIMBAH RESTORAN SEBAGAI PENGGANTI DEDAK PADI SKRIPSI RATIH PUSPA HAPSARI PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan di Farm dan Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi, pada tanggal 28 September sampai tanggal 28 November 2016.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Ayam petelur memiliki keunggulan dan kelemahan, keunggulan ayam petelur yaitu memiliki

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Jimmy Farm Cianjur. Pemeliharaan dimulai dari 0 sampai 12 minggu sebanyak 100

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Jimmy Farm Cianjur. Pemeliharaan dimulai dari 0 sampai 12 minggu sebanyak 100 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak penelitian yang digunakan adalah ayam lokal yang diperoleh dari Jimmy Farm Cianjur. Pemeliharaan dimulai dari 0 sampai

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 8. Performa Ayam Petelur Strain ISA-Brown Umur Minggu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 8. Performa Ayam Petelur Strain ISA-Brown Umur Minggu HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kisaran rataan temperatur kandang hasil pengukuran di lokasi selama penelitian adalah pada pagi hari 26 C, siang hari 32 C, dan sore hari 30 C dengan rataan kelembaban

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum sebagai substitusi bungkil kedelai terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL

PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di kandang Fapet Farm dan analisis proksimat bahan pakan dan pemeriksaan darah dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu 28 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian tentang pengaruh penambahan level protein dan probiotik pada ransum itik magelang jantan periode grower terhadap kecernaan lemak kasar dan energi metabolis dilakukan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ayam petelur yang digunakan adalah ayam petelur yang berumur 27

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ayam petelur yang digunakan adalah ayam petelur yang berumur 27 17 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian dan Peralatan Penelitian 3.1.1. Ternak Percobaan Ayam petelur yang digunakan adalah ayam petelur yang berumur 27 minggu sebanyak 90 ekor dengan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 18 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak penelitian yang digunakan adalah Ayam Lokal yang diperoleh dari Jimmy Farm Cianjur. Ayam berumur 1 hari (DOC) yang

Lebih terperinci

Pengaruh Penggunaan...Trisno Marojahan Aruan

Pengaruh Penggunaan...Trisno Marojahan Aruan PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG BUAH MENGKUDU (Morinda Citrifolia L.) DALAM RANSUM TERHADAP RETENSI KALSIUM DAN FOSFOR PADA PUYUH PETELUR (Coturnix Coturnix Japonica) Trisno Marojahan Aruan*, Handi Burhanuddin,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan

BAB III METODE PENELITIAN. yang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang penaruh pemberian limbah bandeng terhadap karkas dan kadar lemak ayam pedaging ini merupakan penelitian eksperimental yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan dari bulan April sampai dengan Desember 2011. Lokasi pemeliharaan pada penelitian ini bertempat di Laboratorium Lapang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pelaksanaan penelitian mulai bulan Februari 2012 sampai dengan bulan April 2012. Pembuatan pakan dilaksanakan di CV. Indofeed. Analisis Laboratorium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang dijadikan objek percobaan adalah ayam petelur strain Lohman yang berumur 20 bulan. Ternak sebanyak 100 ekor dipelihara

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai dengan 20 Oktober 2014 di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan

Lebih terperinci

PROFIL MINERAL KALSIUM (Ca) DAN BESI (Fe) MENCIT (Mus musculus) LAKTASI DENGAN PERLAKUAN SOP DAUN TORBANGUN (Coleus amboinicus L.)

PROFIL MINERAL KALSIUM (Ca) DAN BESI (Fe) MENCIT (Mus musculus) LAKTASI DENGAN PERLAKUAN SOP DAUN TORBANGUN (Coleus amboinicus L.) PROFIL MINERAL KALSIUM (Ca) DAN BESI (Fe) MENCIT (Mus musculus) LAKTASI DENGAN PERLAKUAN SOP DAUN TORBANGUN (Coleus amboinicus L.) SAEPAN JISMI D14104087 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Kandang Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Kandang Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan yaitu pada bulan November 2009 sampai dengan Maret 2010, bertempat di kandang A, kandang sapi perah Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

SUBTITUSI DEDAK PADI DENGAN LIMBAH RESTORAN TERHADAP SIFAT FISIK DAN KIMIA RANSUM AYAM BROILER SKRIPSI ALBERTUS RANDY SOEWARNO

SUBTITUSI DEDAK PADI DENGAN LIMBAH RESTORAN TERHADAP SIFAT FISIK DAN KIMIA RANSUM AYAM BROILER SKRIPSI ALBERTUS RANDY SOEWARNO SUBTITUSI DEDAK PADI DENGAN LIMBAH RESTORAN TERHADAP SIFAT FISIK DAN KIMIA RANSUM AYAM BROILER SKRIPSI ALBERTUS RANDY SOEWARNO PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA. Materi

MATERI DAN METODA. Materi MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan di Laboratorium Biokimia Fisiologi Mikrobiologi Nutrisi Fakultas Peternakan, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya

Lebih terperinci

Efektivitas Penambahan Zeolit dalam Ransum terhadap Performa Puyuh Petelur Umur 7-14 Minggu

Efektivitas Penambahan Zeolit dalam Ransum terhadap Performa Puyuh Petelur Umur 7-14 Minggu Efektivitas Penambahan Zeolit dalam Ransum terhadap Performa Puyuh Petelur Umur 7-14 Minggu Riyanti dan Tintin Kurtini Dosen Jurusan Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Lampung Jl. Sumantri

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN 14 III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 8 September sampai 20 Oktober 2015 di Desa Gledeg, Kecamatan Karanganom, Kabupaten Klaten, Jawa

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011) MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B), Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher)

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher) Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher) The Effect of Continued Substitution of Tofu on Basal Feed (BR-2) on The

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kabupaten Bogor. Pada umur 0-14 hari ayam diberi ransum yang sama yaitu

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kabupaten Bogor. Pada umur 0-14 hari ayam diberi ransum yang sama yaitu III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah DOC ayam Sentul sebanyak 100 ekor yang diperoleh dari Peternakan Warso Unggul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Lokal Persilangan Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami proses persilangan, ayam ini dapat dipanen lebih cepat yaitu 2 bulan (Munandar dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari-Maret 2015 di Kandang

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari-Maret 2015 di Kandang III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari-Maret 2015 di Kandang Percobaan UIN Agriculture Research and Development Station (UARDS) Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL 6 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL Darah Itik Peking yang Diberi Tepung Temu Hitam dilaksanakan 31 Desember 2015 s.d 1 Februari 2016 di Fakultas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus

PENDAHULUAN. Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Ayam tipe petelur berperan penting sebagai sumber protein. Sasaran sub sektor

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kunyit dan Jahe Dalam

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kunyit dan Jahe Dalam 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kunyit dan Jahe Dalam Ransum, terhadap Performans Puyuh Jantan (umur 2-8 minggu) telah dilaksanakan pada bulan Juni Juli 2016, di

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix

BAB III MATERI DAN METODE. Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Teoung Limbah Rumput Laut Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix japonica) Jantan Umur 10 Minggu.

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Zeolit dalam Ransum Terhadap Performans Mencit (Mus musculus) Lepas Sapih

Pengaruh Pemberian Zeolit dalam Ransum Terhadap Performans Mencit (Mus musculus) Lepas Sapih Pengaruh Pemberian Zeolit dalam Ransum Terhadap Performans Mencit (Mus musculus) Lepas Sapih Pollung H. Siagian 1, Hotnida C. H. Siregar 1, dan Ronny Dasril 2 1 Staf Pengajar Departemen Ilmu Produksi dan

Lebih terperinci