EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SKRIPSI SUSILAWATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SKRIPSI SUSILAWATI"

Transkripsi

1 EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SKRIPSI SUSILAWATI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RINGKASAN Susilawati. D Efektivitas Penyerapan Ca dan P, Kadar Air dan Kandungan Amonia Manur Ayam Petelur dengan Ransum Berzeolit dan Rendah Ca. Skripsi. Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Dwi Margi Suci, MS Pembimbing Anggota : Dr. Drh. Upik Kesumawati Hadi, MS. Produktivitas ayam petelur berkaitan dengan sistem manajemen pemeliharaan, pemuliaan (genetik), dan pakan. Zeolit merupakan sekelompok mineral yang memiliki sifat sebagai penyaring molekul dan penukar ion sehingga penggunaannya diharapkan dapat memperbaiki manajemen pemeliharaan dan meningkatkan efisiensi penggunaan ransum pada ayam petelur. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan level penggunaan zeolit dalam ransum, mengetahui pengaruh pemberian zeolit terhadap penyerapan Ca dan P, kadar air, populasi lalat dan amonia manur pada ransum dengan kandungan Ca di bawah standar. Penelitian ini menggunakan 32 ekor ayam petelur strain Hisex Brown umur 21 minggu dengan rataan bobot badan 1,463 kg ± 0,197 yang diamati selama 6 minggu. Pada awal pemeliharaan terjadi kematian sebanyak dua ekor, sehingga jumlah ayam yang diamati sebanyak 30 ekor. Kandang yang digunakan adalah kandang individu sebanyak 30 buah. Ransum yang digunakan adalah ransum ayam petelur berbentuk mash dengan energi metabolis sebesar kkal/kg, protein kasar 16,5% dan kalsium 2,8 %. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan empat perlakuan dan empat ulangan, tiap ulangan terdiri dari dua ekor ayam petelur, kecuali perlakuan R3 (ransum dengan penambahan 5% zeolit) dan R4 (ransum dengan penambahan 7,5% zeolit). Ransum perlakuan terdiri dari: ransum kontrol (R0), ransum dengan penambahan 2,5% zeolit (R1), ransum dengan penambahan 5% zeolit (R2) dan ransum dengan penambahan 7,5% zeolit (R3). Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA). Jika terdapat perbedaan dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel dan Torrie, 1991). Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah kadar air manur kering udara, populasi lalat, kandungan ammonia, Ca dan P manur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan zeolit dalam ransum memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap kandungan kalsium dan fosfor kadar air dan amonia manur. Penambahan zeolit dalam ransum memberikan pengaruh yang cenderung nyata (p<0,06) terhadap jumlah larva lalat. Penambahan zeolit sebesar 2,5; 5 dan 7,5% dalam ransum ayam petelur meningkatkan penyerapan mineral Ca dan P dalam saluran pencernaan ayam dan menurunkan kadar air manur. Namun, penurunan kadar air manur yang terjadi masih kecil sehingga tidak dapat menurunkan jumlah larva lalat yang terdapat di kandang. Selain itu, Penambahan zeolit sebesar 2,5; 5 dan 7,5% dalam ransum ayam petelur meningkatkan kandungan amonia yang terikat oleh struktur zeolit dalam manur ayam petelur. Penambahan zeolit sebesar 7,5% menghasilkan penyerapan mineral Ca dan P dan kandungan amonia manur paling tinggi serta kadar air manur yang paling rendah. Kata kunci : amonia, ayam petelur, Ca, kadar air, lalat, manur, P, zeolit

3 ABSTRACT The Effectivity of Ca and P Absorption, Manure Moisture and Concentration of Amonia Manure on Laying Hens With Low Ca and Zeolite Addition Diet Susilawati, D. M. Suci and U. K. Hadi This research was conducted to evaluate the effect of zeolite in the diets on Ca and P absorption, manure moisture, flies population, and concentration of amonia manure. Thirty laying hens were used in this experiment and they were reared for six weeks. The hens were randomly distributed to four dietary treatments with four replicates and two hens of each. The diets used in this experiment were : R0 (control diet) contained 16.5% crude protein and 2,900 kkal/kg Metabolizable Energy, R1 (diet contain 2.5% zeolit), R2 (diet contain 5% zeolit) and R3 (diet contain 7.5% zeolit). This experiment was used diet with low Ca requirement. The data were analyzed using Analysis of Variance (ANOVA) and any significant differences among treatments were determined using Duncan s multiple range test. The results showed that the usage of zeolite affected Ca and P absorption, manure moisture, flies population, and concentration of ammonia manure. The results of this research indicated that zeolite in the diet can decrease manure moisture but cannot decrease flies population. Usage of 7.5% zeolite can increase Ca and P absorption. Keywords: ammonia, Ca, laying hens, manure, P, flies population, zeolite

4 EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SUSILAWATI D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

5 2008 EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca Oleh: SUSILAWATI D Skripsi ini telah disetujui dan akan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 25 Agustus 2008 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Ir. Dwi Margi Suci, MS NIP Dr. Drh. Upik Kesumawati Hadi, MS. NIP Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc. Agr. NIP

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 23 Januari 1985 di Cianjur. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ma mur dan Ibu Hj. Aidah. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998 di MI Al-Islamiyah Ciherang, Pacet. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di MTsN 1 Ciherang, Pacet. Pendidikan lanjutan Menengah Atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMAN 1 Cianjur. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada program studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun Selama di IPB Penulis aktif dalam berbagai kegiatan diantaranya Penulis merupakan anggota HIMASITER periode , anggota BEM KM IPB departemen pendidikan periode , anggota Forum Silaturahmi Mahasiswa Alumni ESQ (FOSMA) IPB periode , dan sekretaris FOSMA Bogor periode Selain itu, Penulis merupakan stakeholder Pertamina Youth Program Penulis mendapatkan bantuan dana penelitian dari Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) tahun 2007 yang berjudul Pencegahan Penyebaran Penyakit Melalui Pengurangan Pertumbuhan Lalat Rumah (Musca domestica) pada Ayam Petelur yang Dipelihara dalam Kandang Baterai. Penulis juga termasuk peserta pelatihan Amil Development Programme (ADP) 2008 yang diselenggarakan oleh Institut Manajemen Zakat (IMZ), Dompet Dhuafa.

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Efektivitas Penyerapan Ca dan P, Kadar Air dan Kandungan Amonia Manur Ayam Petelur dengan Ransum Berzeolit dan Rendah Ca. Penyusunan skripsi ini sebagai syarat kelulusan dalam menyelesaikan studi di Program Studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini disusun untuk memberikan informasi mengenai pengaruh penambahan zeolit ke dalam ransum terhadap efektivitas penyerapan Ca dan P, kadar air dan kandungan amonia manur pada ayam petelur dengan ransum berzeolit dan rendah Ca. Zeolit merupakan mineral yang memiliki sifat sebagai penyaring molekul dan penukar ion sehingga dalam penggunaannya diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan ransum bagi ternak. Penulisan skripsi disusun setelah melalui diskusi dan pembahasan bersama pembimbing skripsi. Skripsi ini disusun agar bermanfaat bagi semua kalangan masyarakat dan dapat dijadikan pedoman bagi mahasiswa lainnya. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat, meskipun jauh dari sempurna. Kepada semua pihak, khususnya pembimbing skripsi ini yang telah menyumbangkan ide-idenya dan berpartisipasi dalam penyusunan skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih. Bogor, Agustus 2008 Penulis

8 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... ii ABSTRACT... iii RIWAYAT HIDUP... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 2 Tujuan... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Zeolit... 4 Tinjauan Umum... 4 Struktur Kristal Mineral Zeolit... 4 Komposisi Kimia Mineral Zeolit... 5 Sifat Pertukaran Ion... 6 Sifat Adsorpsi Mineral Zeolit... 7 Penggunaan Zeolit dalam Bidang Peternakan... 8 Ayam Petelur... 9 Kalsium dan Fosfor... 9 Manur Ayam Petelur Kadar Air Manur Ayam Petelur Kadar Amonia Manur Lalat Rumah (Musca Domestica L.) Klasifikasi, Habitat dan Daur Hidup Lalat Rumah Pengendalian Lalat Rumah (Musca Domestica L.) METODE Waktu dan Tempat Materi Ternak Kandang Bahan dan Peralatan Ransum Perlakuan Metode Perlakuan Rancangan Percobaan dan Model Matematika... 20

9 Analisis Data Pemeliharaan Ayam Petelur Pemeliharaan Lalat Rumah (Musca Domestica L.) Metode Analisis Peubah-Peubah Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Peranan Zeolit dalam Meningkatkan Penyerapan Kalsium (Ca) dan Fosfor (P) Ransum Ayam Petelur Peranan Zeolit dalam Meningkatkan Penyerapan Kalsium (Ca) Peranan Zeolit dalam Meningkatkan Penyerapan Fosfor (P) Peranan Zeolit dalam Menurunkan Kadar Air Manur Ayam Petelur Pengaruh Zeolit Terhadap Populasi Lalat Pengaruh Zeolit Terhadap Kandungan Amonia Manur KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 44

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Persentase Kalsium yang Dibutuhkan dalam Ransum Ayam Petelur yang Beragam Menurut Konsumsi Ransum dan Produksi Telur pada Umur Minggu Rata-Rata Produksi dan komposisi Buangan Segar Ternak Ayam Komposisi dan Kandungan Zat Makanan Ransum Penelitian Rataan Suhu Kandang Periode Mingguan selama Enam Minggu Pemeliharaan Konsumsi Kalsium (Ca) dan Kandungan Kalsium (Ca) Kerabang dan Manur Ayam Petelur Konsumsi Fosfor (P) dan Kandungan Fosfor (P) Kerabang dan Manur Ayam Petelur Kadar Air Manur pada Masing-Masing Tingkat Penambahan Zeolit Pengaruh Penambahan Zeolit Terhadap Jumlah Larva Lalat Kadar Amonia Manur pada Masing-Masing Tingkat Penambahan Zeolit... 34

11 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Pertautan 14 Polihedral yang Menyusun Struktur Kristal Mineral Zeolit Skematik Pertukaran Antara Kation Larutan dengan Kation Zeolit 7 3. Siklus Hidup Lalat Rumah Musca domestica L Hubungan Taraf Penambahan Zeolit dengan Kadar Air Manur Hubungan Penambahan Zeolit dengan Kandungan Amonia Manur... 36

12 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Rataan Konsumsi Kalsium (Ca) Analisis Ragam Konsumsi Kalsium (Ca) Uji Duncan Konsumsi Kalsium (Ca) Rataan Kandungan Kalsium (Ca) Kerabang Analisis Ragam Kandungan Kalsium (Ca) Kerabang Rataan Kandungan Kalsium (Ca) Manur Analisis Ragam Kandungan Kalsium (Ca) Manur Uji Duncan Kandungan Kalsium (Ca) Manur Rataan Konsumsi Fosfor (P) Analisis Ragam Konsumsi Fosfor (P) Uji Duncan Konsumsi Fosfor (P) Rataan Kandungan Fosfor (P) Kerabang Analisis Ragam Kandungan Fosfor (P) Kerabang Uji Duncan Kandungan Fosfor (P) Kerabang Rataan Kandungan Fosfor (P) Manur Analisis Ragam Kandungan Fosfor (P) Manur Uji Duncan Kandungan Fosfor (P) Manur Rataan Kadar Air Manur Analisis Ragam Kadar Air Manur Uji Duncan Kadar Air Manur Rataan Jumlah Larva Lalat Analisis Ragam Jumlah Larva Lalat Uji Duncan Jumlah Larva Lalat Rataan Kandungan Amonia Manur Analisis Ragam Kandungan Amonia Manur Uji Duncan Kandungan Amonia Manur... 49

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Telur merupakan sumber protein hewani yang murah, disukai dan dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan telur ini terutama dipenuhi oleh produksi ayam petelur komersial. Produktivitas ayam petelur berkaitan dengan sistem manajemen pemeliharaan, pemuliaan (genetik), dan pakan. Manajemen pemeliharaan, pemuliaan dan pemberian ransum yang baik dan terkontrol akan menghasilkan produksi yang tinggi. Pakan berkualitas baik dapat meningkatkan produktivitas ayam sehingga menghasilkan telur yang berkualitas baik dalam jumlah yang lebih banyak. Pakan tersusun dari beberapa zat nutrisi di antaranya protein, karbohidrat, dan mineral. Mineral terutama Ca dan P merupakan zat makanan yang dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas ayam petelur. Kandungan kalsium dan pospor dalam pakan cukup tinggi, namun daya serapnya dalam saluran pencernaan relatif rendah sehingga diperlukan feed suplemen lain yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penyerapan mineral Ca dan P dalam saluran pencernaan ayam. Faktor lain yang mempengaruhi produktivitas ayam petelur komersial adalah manajemen pemeliharaan. Hal ini berkaitan dengan limbah yang dihasilkan yang dapat mempengaruhi kesehatan ayam dan mencemari lingkungan. Masalah limbah peternakan ayam petelur terutama dikarenakan oleh manur yang dikeluarkan oleh ayam. Manur ayam petelur umur 20 Minggu mengandung kadar air dan protein yang tinggi. Kadar air manur yang tinggi menyebabkan tingginya populasi lalat di lingkungan kandang, karena lalat menyukai tempat yang lembab untuk pertumbuhannya. Manur dengan kadar air dan protein yang tinggi juga menghasilkan ammonia dalam jumlah besar yang dapat mempengaruhi kesehatan ayam. Permasalahan yang ditimbulkan ayam pada lingkungan dapat dikurangi dengan memanipulasi pakan yaitu dengan feed suplemen yang dapat menurunkan kadar air manur yang akhirnya dapat menurunkan populasi lalat dan konsentrasi amonia yang merupakan komponen yang dapat membahayakan kesehatan ternak. Zeolit merupakan bahan yang diharapkan dapat mengatasi dua permasalahan tersebut. Zeolit diketahui dapat digunakan sebagai bahan makanan tambahan dalam ransum yang berfungsi dalam meningkatkan daya serap zat makanan. Zeolit juga

14 diketahui dapat mengatasi masalah lingkungan. Zeolit sering digunakan oleh peternak untuk menurunkan kadar air manur dengan cara menaburkan zeolit di atas manur ayam. Namun, hal ini tidak rutin dilakukan oleh peternak karena membutuhkan waktu yang cukup lama. Sehingga untuk meningkatkan efisiensi waktu peternak dapat dilakukan dengan menambahkan zeolit ke dalam ransum yang diharapkan memiliki efektifitas yang sama dengan zeolit yang ditaburkan langsung di atas manur. Zeolit memiliki sifat sebagai penyaring molekul dan penukar ion. Zeolit mempunyai struktur berpori dengan cairan di dalamnya yang mudah lepas, membuat zeolit memiliki sifat mampu menyerap senyawa yang bersifat cairan, menyaring yang berukuran halus, menukar ion serta sebagai katalisator (bahan untuk mempercepat metabolisme). Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu dilakukan penambahan zeolit terhadap ransum dengan kebutuhan Ca yang rendah, sehingga dapat terlihat efektifitas zeolit terhadap efisiensi penyerapan zat makanan dalam saluran pencernaan ayam dan kemampuan zeolit dalam menurunkan kadar air manur sehingga masalah lalat yang mengkontaminasi lingkungan dan amonia yang membahayakan kesehatan ayam juga dapat teratasi. Maka untuk membuktikan efektifitas zeolit tersebut perlu dilakukan penelitian yang intensif dengan menambahkan zeolit dengan persentase tertentu dalam ransum ayam petelur rendah kalsium. Perumusan Masalah Telur ayam merupakan satu diantara sumber protein hewani yang dibutuhkan oleh manusia. Namun, dalam pemeliharaannya terdapat masalah yang mempengaruhi produktifitas ayam dan kondisi lingkungan kandang. Efisiensi pakan yang rendah menuntut perubahan dalam penyusunan ransum. Salah satunya dengan menambahkan bahan makanan lain yang diduga dapat meningkatkan efisiensi pakan. Bahan makanan yang akan diuji dalam penelitian ini adalah zeolit. Zeolit memiliki sifat sebagai penyaring molekul dan penukar ion. yang diharapkan dapat mempengaruhi proses pencernaan ayam. Masalah lingkungan terjadi karena limbah yang dihasilkan berupa manur ayam memiliki kadar air yang cukup tinggi. kadar air manur yang tinggi tersebut

15 menyebabkan manur digunakan oleh lalat sebagai tempat perkembangbiakannya. Selain itu, kadar air manur yang tinggi juga menghasilkan amonia dalam jumlah besar. Populasi lalat dan konsentrasi amonia yang tinggi dapat mempengaruhi kesehatan dan produktifitas ayam. Zeolit memiliki daya serap yang tinggi. Zeolit yang ditambahkan ke dalam ransum diharapkan dapat menurunkan kadar air manur sehingga masalah lain yang ditimbulkannya juga dapat teratasi secara tidak langsung. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan dosis optimum penggunaan zeolit dalam ransum, mengetahui pengaruh pemberian zeolit terhadap penyerapan Ca dan P, kadar air, populasi lalat dan amonia manur pada ransum dengan kandungan Ca di bawah standar.

16 TINJAUAN PUSTAKA Zeolit Tinjauan Umum Zeolit adalah sejenis batuan yang mengandung beberapa mineral. Nama zeolit diambil dari bahasa yunani, yaitu zein yang berarti membuih dan lithos yang berarti batu. Nama ini disesuaikan dengan sifat mineral yang bersangkutan, yaitu akan membuih bila dipanaskan dalam tabung terbuka pada temperatur antara 100 o C hingga 350 o C (Harjanto, 1983). Mineral zeolit sudah ditemukan sejak tahun 1756 oleh seorang ahli mineralogi Swedia Freihern Axel Fredrick Cronsted. Sejak saat itu lebih dari 45 zeolit sintesis sudah dibuat di laboratorium (Holmes dan Pecover, 1987). Potensi penggunaan zeolit sangat baik untuk dikembangkan di Indonesia, karena sebagian besar wilayah Indonesia terdiri dari batuan vulkanik atau rempahrempah gunung berapi, termasuk batuan piroklastik berbutir halus (tufa) yang merupakan sumber mineral zeolit (Harjanto, 1983). Indonesia berada dalam wilayah rangkaian gunung api mulai dari Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku sampai Sulawesi. Secara geologi Indonesia berpotensi besar menghasilkan zeolit seperti yang terdapat di Sumatera (Lampung), Jawa (Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur), Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi. Zeolit yang telah dieksploitasi dan digunakan untuk keperluan berbagai industri diantaranya dijumpai di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur (Kartawa dan Kusumah, 2006). Struktur Kristal Mineral Zeolit Zeolit merupakan mineral alumina silika hidrat yang tergolong kedalam kelompok tektosilikat. Unit dasar pembentukan kerangka bangun tiga dimensi zeolit terdiri dari unit-unit tetrahedral. Tetrahedral tersebut merupakan kelompok persenyawaan alumina (AlO 4 ) -5 dan kelompok persenyawaan silikat (SiO 4 ) -4 dengan perbandingan tertentu. Unit dasar tetrahedra tersebut saling berikatan, dimana ion oksigen pada setiap ujung tetrahedra dipakai bersama dengan tetrahedra yang berada disampingnya. Susunan dari kelompok tetrahedra yang sama atau berbeda tersebut selanjutnya akan membentuk satuan unit bangun sekunder dalam bentuk cincin tunggal, ganda ataupun komplek yang menghasilkan tipe kerangka kristal zeolit

17 tertentu (Meier dan Olson, 1971; Meier, 1978). Cincin-cincin tersebut dapat saling menggabungkan diri membentuk suatu bangun kristal polihedral yang simetris. Pertautan dari rangkaian unit bangun sekunder dengan polihedra-polihedra ini menghasilkan rongga-rongga ataupun saluran yang kontinyu dalam kerangka zeolit yang berhubungan satu sama lain (Gambar 1). Struktur bangun di atas menyebabkan zeolit mempunyai struktur terbuka atau porous dengan banyak rongga-rongga serta saluran yang teratur dengan ukuran tertentu dalam tiga dimensi (Meier dan Olson, 1978). Gambar 1. Pertautan 14 Polihedral yang Menyusun Struktur Kristal Mineral Zeolit (Barrer, 1982) Komposisi Kimia Mineral Zeolit Secara umum formulasi kimia mineral zeolit yang dikemukakan oleh Gottardi (1978) adalah : Mx Dy (Al x+2y Si n-(x+2y) O 2n ) m H 2 O dimana : M = Na +, K + atau kation monovalen lainnya ; D = Mg 2+, Ca 2+, Sr 2+, Ba 2+, Fe 2+ atau kation divalen lain. M dan D umumnya adalah kation logam alkali atau alkali tanah, akan tetapi dimungkinkan pula adanya ion-ion yang lain masuk kedalamnya pada saat terjadinya pertukaran ion atau selama terjadinya proses pembentukan mineral tersebut di alam. Fe 3+ atau Ba 2+ umumnya sebagai kation pengganti didalam struktur tetrahedra (Sheppard dan Gude, 1969). Sebagian besar Fe terdapat dalam bentuk Fe 2 O 3, yang akan segera dilepaskan melalui pencucian dengan asam (Gottardi dan Alberti, 1988).

18 Pada proses pembentukannya, didalam struktur kristal mineral zeolit dapat terjadi penggantian kation-kation secara isomorfik yang menghasilkan tipe zeolit tertentu seperti : Si 4+ Al +3, Na + Si 4+ Na + Al +3, Ca 2+ Terjadinya pergantian isomorfik pada struktur mineral tersebut dimana beberapa kation bervalensi empat yaitu Si digantikan oleh alumunium yang bervalensi tiga, akan menyebabkan timbulnya ketidakseimbangan muatan dengan terbentuknya muatan negatif yang harus dinetralkan (Barrer, 1982). Muatan ini dinetralisasi secara elektrokimia oleh kation-kation golongan alkali atau alkali tanah baik mono ataupun divalen yang terletak di luar tetrahedra yakni di dalam rongga ataupun saluran. Kation-kation tersebut tidak secara keseluruhan mengisi pada posisi yang tetap, akan tetapi bebas bergerak didalam struktur rongga atau saluran. Ion-ion ini disamping mempunyai peranan sebagai kounter ion, dapat dipindahkan atau dipertukarkan dengan kation-kation lain secara kontinyu (Barrer dan Klinowski, 1972). Sifat Pertukaran Ion Kation-kation yang dapat dipertukarkan dari zeolit tidak terikat secara kuat di dalam kerangka tetrahedral zeolit, sehingga dengan mudah akan dilepaskan ataupun dipertukarkan melalui pencucian dengan larutan kation-kation yang lain. Kemampuan pertukaran ataupun kapasitasnya merupakan fungsi dari substitusi Al terhadap Si pada struktur bangun zeolit. Semakin banyak penggantian akan semakin besar pula kekurangan muatan positif yang mengakibatkan semakin banyak pula jumlah kation-kation alkali atau alkali tanah yang diperlukan untuk menetralkannya (Barrer dan Klinowski, 1972). Pertukaran ion didalam struktur zeolit terjadi melalui mekanisme dua arah, dimana setiap kounter ion yang meninggalkan kompleks pertukaran akan digantikan oleh sejumlah kounter ion yang lain (Gambar 2). Kation dari larutan menembus lapisan air dari butiran zeolit, kemudian masuk ke dalam saluran melalui difusi molekuler. Terjadi pertukaran pada permukaan kompleks permukaan zeolit, kation selanjutnya dibebaskan ke dalam larutan. kecepatan molekul-molekul melalui rongga zeolit bergantung pada besar ukuran molekul yang bersangkutan. Molekul yang lebih besar akan membutuhkan waktu

19 yang lebih lama untuk sampai pada permukaan pertukaran (Semmens, 1984). Ukuran selektivitas terhadap kation secara umum adalah : Cs > Rb > K > NH 4 > Ba > Sr > Na > Ca > Fe > Al > Mg >Li (Ames, 1967; Barrer, 1982). Gambar 2. Skematik Pertukaran Antara Kation Larutan dengan Kation Zeolit (Semmens, 1984) Sifat Adsorpsi Mineral Zeolit Gejala adsorpsi dapat diartikan sebagai suatu proses melekatnya molekulmolekul atau zat pada permukaan zat yang lain. Zeolit mempunyai kemampuan dalam mengikat sejumlah molekul dan ion yang terdapat dalam larutan maupun gas. Umumnya rongga yang besar dan saluran di dalam kristal zeolit diisi oleh molekul air yang membentuk selimut air mengelilingi kation-kation yang dapat dipertukarkan. Apabila molekul air yang terdapat di dalam rongga-rongga dan saluran masuk kristal zeolit dikeluarkan melalui pemanasan pada suhu 100 sampai 400ºC untuk beberapa lama, maka molekul-molekul yang mempunyai garis tengah lebih kecil dari saluran masuk akan dapat dijerap ke bagian permukaan dalam rongga kristal (Gottardi, 1978; Vaughan, 1978). Molekul-molekul yang mempunyai ukuran lebih besar dari saluran masuk tidak akan dapat masuk ke dalamnya, dan ini memberikan sifat penyaringan molekul yang selektif. Selain itu zeolit mampu menyerap bermacam-macam gas seperti amoniak, gas yodium maupun air raksa.

20 Penjerapan yang terjadi pada mineral zeolit menurut Ma dan Yueh Lee (1978), mengikuti tipe isotherm I dengan asumsi bahwa lapisan penjerapan pada dinding rongga kristalin merupakan suatu lapisan yang terdiri dari satu molekul. Setiap permukaan jerapan dapat menjerap satu molekul. Kedudukan molekul yang teradsorpsi terlokalisasi, yang artinya tak ada interaksi antara sesama molekul dan molekul yang lain. Penggunaan Zeolit dalam Bidang Peternakan Menurut Harjanto (1983), dalam bidang peternakan, mineral zeolit dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan antara lain : (a) mengurangi bau kotoran dan mencegah pencemaran udara, (b) menciptakan lingkungan sehat bagi ternak dan masyarakat sekitar, (c) mengatur derajat kekentalan kotoran ternak, (d) meningkatkan mutu pupuk kandang (pupuk organik) yang berasal dari kotoran ternak yang bersangkutan, (e) memurnikan gas metan yang dihasilkan oleh pembusukan kotoran ternak yang dipelihara. Azhari dan Murdiati (1997) melaporkan bahwa penaburan zeolit 15 dan 30% menyebabkan konsentrasi gas amonia yang terbentuk dari manur ayam nyata lebih rendah (p<0,05) dibandingkan kontrol, masing-masing hingga hari ke 6 dan hari ke 10 waktu pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa penaburan zeolit dengan kadar yang semakin tinggi pada manur ayam akan menyebabkan konsentrasi gas amonia yang terbentuk semakin rendah dalam waktu yang lebih lama. Hasil penaburan zeolit 15 dan 30% menyebabkan berkurangnya tingkat kelembaban manur lebih rendah (p<0,05) dibandingkan dengan penaburan zeolit 0% (kontrol) masing- masing 8 dan 10 hari pengamatan. Penaburan zeolit dengan konsentrasi yang semakin besar menyebabkan tingkat kelembaban manur akan semakin rendah. Zeolit dalam ransum ternak dapat digunakan sebagai bahan penyusun ransum, suplementasi, dan substitusi (Mumpton dan Fishman, 1977). Las (2004), menambahkan bahwa dalam bidang peternakan zeolit dapat berperan sebagai feed suplemen baik pada ternak ruminansia maupun non ruminansia dengan dosis 2,5-5% dari dosis rasio pakan per hari yang dapat meningkatkan produktivitas ternak dalam memproduksi susu, daging dan telur serta meningkatkan laju pertumbuhan.

21 Kalsium dan Fosfor Ayam Petelur Kalsium dan fosfor adalah mineral esensial dan keduanya berhubungan erat dengan proses biologis ayam. Sebagian besar dari kedua jenis mineral ini dipergunakan dalam pembentukan tulang dan kulit telur. Perbandingan Ca/P berdasarkan berat dalam tulang adalah kurang lebih 2:1. Kebutuhan Ca dan P pada saat bertelur dialokasikan terutama untuk pembentukan telur dan kulit telur, disamping untuk hidup pokok (Yasin, 1988). Kebutuhan kalsium ayam petelur pada awal periode produksi meningkat empat kali lipat dan hampir seluruh kalsium diperlukan untuk membentuk kerabang telur (Amrullah, 2004). Kebutuhan kalsium untuk ayam petelur kerabang coklat dengan konsumsi ransum 110 g/hari yaitu 3,6, sedangkan kebutuhan fosfor tersedia yaitu 0,275 (NRC,1994). Persentase kalsium yang dibutuhkan dalam ransum ayam petelur yang beragam menurut konsumsi ransum dan produksi telur pada umur minggu dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Persentase Kalsium yang Dibutuhkan dalam Ransum Ayam Petelur yang Beragam Menurut Konsumsi Ransum dan Produksi Telur pada Umur Minggu Konsumsi per % Produksi telur hari (g/ekor) ,7 4,2 3,7 3,2 90 4,2 3,8 3,3 2, ,8 3,4 3,0 2, ,5 3,1 2,7 2, ,2 2,9 2,5 2, ,0 2,7 2,3 1,9 Sumber : Amrullah (2004) Fosfor memainkan peranan penting dalam otot; metabolisme energi, karbohidrat, asam amino, dan lemak; metabolisme jaringan lemak; metabolisme jaringan syaraf; kimiawi darah normal, pertumbuhan kerangka dan pengangkutan asam lemak dan lipida-lipida lainnya. Perbandingan kalsium terhadap fosfor dalam ransum ayam dapat bervariasi luas sekali tanpa menyebabkan kerugian yang berarti. Akan tetapi bila salah satu unsur terdapat dalam jumlah berlebihan, maka hal tersebut

22 akan mengganggu penyerapan unsur lainnya dari saluran pencernaan. Bagi ayam yang sedang tumbuh, perbandingan kalsium terhadap fosfor tersedia adalah antara 1,5:1 dan 2:1. Bagi ayam petelur perbandingan tersebut labih luas karena kebutuhannya lebih tinggi terhadap kalsium. Gejala defisiensi kalsium diantaranya : pertumbuhan terhambat, konsumsi ransum menurun, laju metabolik basal tinggi, kepekaan dan aktifitas menurun, osteoporosis, sikap dan cara berjalan abnormal, peka terhadap perdarahan di dalam, suatu kenaikan dalam jumlah urin, daya hidup berkurang, kulit telur tipis dan produksi telur menurun, tetanus dan nafsu makan buruk. Sedangkan, defisiensi fosfor yang parah dalam ransum menyebabkan kehilangan nafsu makan, kelemahan dan kematian dalam waktu 10 sampai 12 hari. Defisiensi yang kurang parah menyebabkan rakhitis dan gangguan dalam pertumbuhan, akan tetapi rupanya tidak menurunkan kadar fosfor darah sedemikian rupa sehingga mengganggu persediaan fosfor untuk pembentukan fosfat energi tinggi, DNA, RNA dan enzim (Anggorodi, 1985). Manur Ayam Petelur Manur merupakan produk sisa yang masih banyak mengandung komponen zat makanan yang dalam saluran pencernaan belum sempat dicerna atau diserap serta ditambah sisa dari hasil metabolisme. Manur ayam memiliki ciri khas bila dibandingkan dengan manur ternak lain karena feses ayam bercampur dengan urinnya. hal ini disebabkan saluran pembuangan atau saluran eksresi pada ayam terletak dalam satu muara yaitu kloaka (Muller, 1980). Biro Pusat Statistik (2002) melaporkan bahwa populasi ayam petelur mengalami peningkatan sebesar 8% dari tahun 2001 ke 2002, dan produksi manur per ekor per hari sebanyak 120 gram. Sekitar ayam petelur yang berada dalam kandang baterai memproduksi manur sekitar 12 ton perhari (Boushy dan Van der Poel, 1997). Jumlah dan komposisi manur yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh umur, jenis dan makanan (Malone, 1992). Tabbu dan Hariono (1993) memperkirakan bahwa jumlah manur ayam yang dihasilkan per ekor ayam per hari adalah 0,15 kg dengan komposisi 1,7% nitrogen (N); 0,16 % pospor (P) dan 0,58% kalium (K). Perkiraan produksi dan komposisi buangan segar ternak ayam dapat dilihat pada Tabel 2.

23 Sumber Tabel 2. Rata-Rata Produksi dan Komposisi Buangan Segar Ternak Ayam Total Produksi Bahan Kering Abu Jaringan Kasar N P K Ca (kg/hari) (%) % Bahan Kering Layer 0, ,8 1,8 1,8 5,5 Broiler 0, ,4 1,7 1,9 1,9 Turkey 0, ,3 1,2 1,9 2,8 Sumber : Fontenot et al., (1983) Muller (1980) berpendapat bahwa manur ayam biasanya mengandung protein kasar 30% dengan kisaran antara 18-40% dan jumlah tersebut 37-45% merupakan protein murni, 28-55% asam urat, 8-15% amonia, 3-10% urea dan nitrogen lainnya. keberadaan asam urat dalam manur unggas dapat menjadi indikator kualitas protein dalam pakan. Kadar asam urat yang rendah dalam manur menunjukkan tingginya tingkat pemanfaatan nitrogen dalam tubuh (Miles dan Featherson, 1976). Kadar Air Manur Ayam Ayam dewasa pada lingkungan dan jumlah konsumsi ransum yang normal akan menghasilkan manur dengan kadar air 75-80% (North dan Bell, 1990; El Boushy dan Van Der Poel, 1994). Menurut Leeson dan Summers (2001) manur ayam broiler mengandung kadar air 60-70% sedangkan manur ayam petelur mengandung kadar air sampai 80% dan ayam petelur yang berproduksi tinggi mengandung feses dengan kadar air feses 75-77%. Kadar air dalam manur ayam dipengaruhi oleh konsumsi air minum (Leeson et al., 1995). Suhu lingkungan yang tinggi dapat meningkatkan jumlah air yang dikonsumsi maupun yang dikeluarkan. Pada suhu 21 o C ayam akan minum dua kg air untuk setiap kg pakan yang dikonsumsi, dan 60-65% air yang dikonsumsi akan terdapat pada feses. Pada suhu tinggi, jumlah air yang dikonsumsi maupun yang dikeluarkan akan meningkat tajam (North dan Bell, 1990). Menurut Technical Bulletin USA (2004), konsumsi air minum pada ayam akan meningkat sekitar 7% setiap kenaikan suhu 1 sampai 21 o C. North dan Bell (1990) menyatakan bahwa ayam yang memiliki bobot badan yang lebih kecil mempunyai kadar air manur yang lebih rendah dibandingkan dengan ayam yang memiliki bobot badan yang lebih besar. Seratus ekor ayam dengan ratarata bobot badan 0,5 kg akan memiliki kadar air dalam manur sebesar 7,2 kg

24 sedangkan seratus ekor ayam dengan rata-rata bobot badan 1,4 kg akan memiliki kadar air dalam manur sebesar 10,5 kg. Kelebihan mineral atau kelebihan air dalam ransum dibandingkan dengan kebutuhan nutrisi akan meningkatkan konsumsi air dan menyebabkan feses menjadi basah (Technical Bulletin USA, 2004). Kadar protein ransum mempengaruhi konsumsi air minum pada ayam. semakin tinggi level protein yang dikonsumsi maka konsumsi ransum semakin meningkat (Leeson dan Summers, 2001). Tingginya kadar protein ransum dapat menghasilkan nitrogen berlebih yang tidak disimpan dalam tubuh sehingga untuk menjaga keseimbangan nitrogen dalam tubuh maka kelebihan tersebut harus dibuang dalam bentuk asam urat melalui urin sehingga memerlukan air minum yang lebih banyak. Keberadaan serat kasar dalam ransum juga mempengaruhi kadar air dalam manur. Leeson dan Summers (2001) menyatakan bahwa semakin tinggi kadar serat kasar dalam ransum maka akan semakin tinggi konsumsi air minum dan berpengaruh terhadap pertumbuhan yang menjadi lambat serta memiliki eksreta yang sangat basah. Serat kasar yang tidak dicerna bersifat menyerap air dan laksatif sehingga laju pergerakan digesta dan sisanya menjadi lancar (Amrullah, 2003). Meningkatnya kadar air pada kandang terutama di litter akan menyebabkan permasalahan. Masalah ini timbul karena adanya kadar air yang terdapat pada litter akan menyebabkan proses pemecahan asam urat menjadi amonia oleh bakteri ureolitik akan dipercepat oleh adanya air dalam manur. Pada umumnya peternak ayam mengalami permasalahan, terutama pada manur di litter yang basah. Kejadian ini biasanya terjadi pada ayam petelur yang sedang berproduksi tinggi dan terjadi pada lingkungan atau iklim yang panas sehingga secara alami ayam akan minum lebih banyak air. Meningkatnya kadar air di manur akan mempengaruhi kesehatan ayam di kandang. Selain itu permasalahan dari manur yang basah berkaitan dengan penanganan secara mekanis, bau yang ditimbulkan dan penanganan lalat (Leeson et al., 1995). Kadar Amonia Manur Amonia merupakan gas alkali, tidak berwarna, mempunyai daya iritasi yang tinggi, bersifat toksik dan dihasilkan selama proses dekomposisi bahan organik, atau dari reduksi substansi nitrogen oleh bakteri. Amonia dapat larut dalam air dan dapat

25 terserap oleh partikel debu, litter serta oleh mukosa membran pada mata dan saluran pernafasan (Sujono et al.,. 2001). Sumber utama amonia adalah asam urat. Esminger (1992) menyatakan bahwa sebanyak 80% urin berbentuk asam urat dan menurut Muller (1980), kandungan asam urat dari urin ayam dapat mencapai 28-55%. Meskipun demikian, kandungan asam urat pada urin masih dipengruhi oleh faktor lain, diantaranya adalah jenis unggas, nutrisi dan daya dekomposisi dari bakteri di manur. perbandingan antara nitrogen dari feses dengan dari urin pada manur ayam adalah 25:75. Pembentukan dan pelepasan amonia dalam manur ayam dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : tipe litter, tata laksana, kelembaban litter, ph litter, suhu kandang, kepadatan kandang, musim dan pengaturan ventilasi kandang (Indarsih, 2001). Kadar amonia dalam konsentrasi tinggi akan mengganggu pekerja kandang, menyebabkan iritasi mata, dan mempengaruhi ayam itu sendiri. Kadar amonia yang tinggi secara terus menerus akan mengurangi aktivitas silia pada saluran pernafasan ayam. Pada ayam petelur, konsentrasi 30 ppm menimbulkan kerugian karena mempengaruhi produksi dan kesehatan ayam. Sementara itu, pada konsentrasi 50 ppm menimbulkan bahaya yang serius, khususnya mempengaruhi pertumbuhan. Secara praktis, konsentrasi amonia dalam kandang harus kurang dari 25 ppm (North dan Bell, 1990). Lalat Rumah (Musca domestica L.) Klasifikasi, Habitat dan Daur Hidup Lalat Rumah Linneus (1758) dalam West (1951) mengklasifikasikan Musca domestica L sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Hexapoda Ordo : Diptera Subordo : Cyclorrhapha Famili : Muscidae Subfamili : Muscinae Genus : Musca Species : Musca domestica L.

26 Lalat ini berukuran sedang, panjangnya 6-8 mm, berwarna hitam keabuabuan. Mata lalat jantan lebih besar dan sangat berdekatan satu sama lain. Mata lalat betina mempunyai celah yang lebih lebar dibandingkan yang jantan. Bagian mulut atau probosis lalat disesuaikan khusus dengan fungsinya untuk menyerap dan menjilat makanan berupa cairan atau sedikit lembek. Lalat rumah makanannya sangat bervariasi, dan cara makannya pun tergantung pada keadaan fisik bahan makanan. Di daerah tropika dengan suhu 30 o C, lalat rumah membutuhkan waktu 8-10 hari dalam satu siklus hidupnya yaitu dari telur, larva, pupa dan dewasa (Gambar 3). Telurnya berbentuk seperti pisang, berwarna putih kekuningan, dan panjangnya kirakira 1 mm. Telur diletakan secara berkelompok pada tempat yang mengandung bahan-bahan organik yang basah tetapi tidak cair. Telur memerlukan kelembaban yang tinggi untuk bertahan hidup. Pada suhu 30 o C telur akan menetas dalam waktu jam (Hadi dan Koesharto, 2006). Dewasa Pupa Siklus Hidup Lalat Telur Instar III Instar I Instar II Gambar 3. Siklus Hidup Lalat Rumah Musca domestica L. Larva tumbuh dari 1 mm hingga menjadi mm setelah 4-5 hari pada suhu 30 o C, melewati tiga kali fase instar. Larva instar I dan II berwarna putih sedangkan instar III berwarna putih kekuningan. Larva memiliki sepasang spirakel posterior yang jelas. Larva memakan bakteri, ragi dan bahan-bahan dekomposisi (Hadi dan Koesharto, 2006). Larva I dan II mempunyai sifat fototaktik negatif (menjauhi cahaya), sedangkan instar III kebalikannya yaitu bereaksi positif terhadap cahaya. Perkembangan larva sangat dipengaruhi oleh keadaan suhu lingkungan.

27 Selain itu, pengaruh suhu terhadap larva berkaitan erat dengan letak kedalaman larva dalam media. Pada awalnya larva lebih suka kelembaban dan temperatur tinggi serta menghindari cahaya. Pengaruh panas yang diakibatkan oleh fermentasi akan menyebabkan larva cenderung untuk turun sampai kedalaman 5-10 cm. Pada kedalaman 15 cm dengan suhu C larva akan mati, tetapi pada kedalaman 30 cm dengan suhu C larva masih hidup (West, 1951). Sebelum menjadi pupa, larva tidak makan dan akan bermigrasi ke tempat yang lebih kering dan dingin. Stadium larva instar III dalam proses menjadi pupa akan memendek dan warnanya akan berubah dari kuning gelap menjadi coklat. Pupa lebih suka hidup pada kelembaban rendah dan jika tidak sesuai maka tahap puparium akan diperpanjang (Yap dan Chong, 1995). Lalat yang berada dalam kantung pupa akan keluar dengan bantuan organ ptilinium yang berada dibagian dasar antena. Lalat muda mulai aktif dan mencari makan 2-24 jam setelah keluar dari pupa. Perkawinan terjadi diantara lalat setelah 24 jam pada jantan dan 30 jam pada betina (Hadi dan Koesharto, 2006). Dalam berkembangbiak lalat dipengaruhi oleh daya tarik visual dan juga hormon seks feromon. Pada lalat jantan pola aktivitas kawin lebih besar dari pada lalat betina. Semakin sering lalat kawin semakin pendek umurnya. Pola kopulasi lalat rumah diawali oleh proses pendekatan yang dilakukan pada saat terbang. Pada awalnya lalat jantan akan mendekati dan hinggap dipunggung lalat betina. Sayap jantan akan mengembang keluar dan kakinya terangkat untuk mencegah lalat betina menolak percumbuan (Tobin dan Stoffolano, 1973). Lalat umumnya terestrial, meskipun habitat pradewasa berbeda dengan tahap dewasa. Tahap pradewasa memilih habitat yang cukup banyak bahan organik yang sedang mengalami dekomposisi, misalnya sampah organik. Tahap dewasa juga menyukai sampah organik, daerah jelajahnya luas sehingga dapat memasuki rumah dan tempat manusia beraktivitas. Kedua perbedaan habitat ini, menyebabkan kehidupan tahap pradewasa tidak bersaing dengan kehidupan tahap dewasa karena tanpa persaingan, maka lalat dapat berkembang dengan optimal (Hadi dan Koesharto, 2006). Lalat dewasa akan menghabiskan waktunya sepanjang hari pada permukaan kotoran dan akan beristirahat pada malam hari di dinding kandang, aktivitas serangga pada siang hari dinamakan diurnal, lalat termasuk dalam kelompok ini karena aktivitasnya dilakukan pada siang hari (Mircheva, 1977).

28 Pengendalian Lalat Rumah Musca domestica L. Lalat rumah berperan dalam transmisi atau penularan agen penyakit secara mekanis yang menyebabkan penyakit pada manusia ataupun hewan. Hal ini disebabkan oleh kebiasaannya berkembang biak dan prilaku makan lalat yang sangat luas sebarannya. Lalat rumah berkembang biak pada media berupa tinja atau feses, karkas, sampah, kotoran hewan dan limbah buangan yang banyak mengandung agen penyakit (Hadi dan Koesharto, 2006). Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menekan populasi lalat rumah (Musca domestica L.), antara lain : a) pengendalian secara fisik b) pengendalian secara mekanis, c) pengendalian secara hayati, d) pengendalian secara kimia. Cara-cara pengendalian secara fisik meliputi sanitasi kandang diantaranya mengatur kelembaban manur kurang dari 60% dengan mengatur aliran udara kandang sehingga dapat terjadi pengeringan manur. Pengendalian secara mekanis dilakukan menggunakan perangkap lalat. Salah satu contoh perangkap lalat yang pernah dilakukan di Australia adalah perangkap lalat berbentuk lorong yang bertirai panjang (Herms dan James, 1961). Pengendalian secara hayati dilakukan dengan menggunakan organisme hidup lain yang mampu menghambat atau menahan salah satu bentuk stadium lalat. Organisme ini dapat bertindak sebagai parasit, predator, kompetitor atau musuh alami lainnya. Salah satu agen hayati ini adalah serangga. Serangga yang berperan terdiri dari dua kelompok, yaitu serangga predator dan serangga parasitoid. Predator memangsa serangga lain untuk keperluannya sendiri dan untuk keperluan proses produksinya, sedangkan serangga parasitoid menggunakan serangga lain untuk keperluan anak-anaknya. Di samping itu parasitoid lebih bersifat parasitik hanya pada tahap pradewasa. Waktu yang dibutuhkan untuk membasmi serangga lewat serangga predator dan parasitoid tidak secepat menggunakan insektisida. Bila dibandingkan dengan insektisida hasil yang diperoleh lebih rendah akan tetapi memiliki kelebihan dalam jangka waktu bertahan yang lebih lama dan tidak memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. Senyawa kimia yang pernah digunakan sebagai insektisida diantaranya senyawa organofosfor,organoklor, organokarbamat, senyawa kimia yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan senyawa piretroid sintetik. Penggunaan insektisida dalam

29 pengendalian lalat bisa meliputi pembunuhan larva (larvisida), penolakan lalat dewasa (repelen), atau pembunuhan lalat dewasa dengan cara penyemprotan residual pada permukaan, penyemprotan ruangan atau pemasangan umpan (Hadi dan Koesharto, 2006). Penggunaan insektisida sangat tinggi, dan bila dilakukan dengan tidak benar dapat menimbulkan efek samping yang merugikan seperti terjadi pencemaran lingkungan, keracunan dan terdapatnya residu dalam tubuh ternak. Selain itu dampak negatif yang ditimbulkan pestisida sintetik adalah resistensi, resurgensi dan terbunuhnya organisme yang bukan sasaran (Metcalf, 1985).

30 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Mei 2007 di Laboratorium Lapang Nutrisi Unggas (Kandang C), Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan dan Laboratorium Entomologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Materi Ternak Penelitian ini menggunakan 32 ekor ayam petelur umur 21 minggu strain Hisex Brown dengan rataan bobot badan 1,463 kg ± 0,197. Pada masa penelitian terjadi kematian sebanyak dua ekor, sehingga jumlah ayam yang diamati menjadi 30 ekor. Kandang Kandang yang digunakan adalah kandang individu yang terbuat dari kawat berukuran 0,5 x 0,5 x 0,5 m sebanyak 30 buah yang telah dikapur dan didesinfektan. Bahan dan Peralatan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain zeolit, ransum ayam petelur, air minum, sekam, vaksin ND dan vitamin berupa Vita Stress. Kandang yang digunakan terdiri dari dua ruangan dan masing-masing ruangan kandang dilengkapi dengan tempat pakan, tempat air minum dan lampu pijar 40 watt. Peralatan lain yang digunakan adalah oven 105 o C, kandang individu, timbangan digital dan analitik, termometer, mortar, kertas label, plastik dan lain-lain yang menunjang kegiatan penelitian. Ransum Perlakuan Ransum yang digunakan adalah ransum ayam petelur berbentuk mash. Ransum ayam petelur dalam penelitian ini terdiri atas beberapa bahan makanan yaitu jagung kuning, dedak padi, tepung ikan, bungkil kedele, bungkil kelapa, minyak kelapa, CaCO 3, premix serta zeolit. Zeolit yang digunakan berukuran 30 mesh dan tidak diaktivasi terlebih dahulu. Ransum disusun berdasarkan kebutuhan ayam

31 petelur periode produksi menurut NRC (1994) dengan kandungan Ca dalam ransum lebih rendah 0,29% dari kebutuhan. Komposisi ransum penelitian, kandungan nutrisi serta kebutuhan zat nutrisi ayam petelur periode produksi terdapat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi dan Kandungan Zat Nutrisi Ransum Penelitian Bahan makanan Pemberian Zeolit (%) 0 2,5 5 7,5 Jagung kuning ,6 Dedak padi Tepung ikan 7,5 7,5 7,5 7,5 Bungkil kedele Bungkil Kelapa CaCO3 6,2 6,2 6,2 6,2 Minyak Kelapa 2 3,5 5 5,9 Premix 0,3 0,3 0,3 0,3 Zeolit 0 2,5 5 7,5 Total Bahan Kering (%) 1) 86,00 86,52 86,88 86,68 Energi Bruto (kkal/kg) 1) Energi Metabolis (kkal/kg) 2) 2.934, , , ,55 Protein Kasar (%) 1) 15,56 16,98 16,24 15,23 Serat Kasar (%) 1) 5,16 5,21 4,58 4,23 Lemak Kasar (%) 1) 4,30 5,25 5,97 6,38 Beta-N 1) 53,39 49,93 47,14 47,25 Abu (%) 1) 7,59 9,15 12,95 13,59 Calsium (%) 1) 2,87 2,82 2,81 2,80 Fosfor Total (%) 1) 0,61 0,60 0,57 0,55 Fosfor tersedia (%) 2) 0,33 0,32 0,32 0,32 Lysin (%) 2) 0,89 0,90 0,92 0,95 Methionin (%) 2) 0,34 0,34 0,33 0,33 Keterangan : 1) Hasil analisis di Bagian Ilmu dan Teknologi Pakan, INTP, Fapet, IPB (2007) 2) Hasil perhitungan Perlakuan R0 R1 R2 R3 Metode Ransum perlakuan yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: : Ransum kontrol : Ransum kontrol + 2,5% zeolit : Ransum kontrol + 5 % zeolit : Ransum kontrol + 7,5% zeolit

32 Rancangan Percobaan dan Model Matematika Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan empat ulangan dengan unit percobaan dua ekor. Model matematika dari rancangan tersebut sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1991): Yij = µ + βi + ij Keterangan: Yij : Nilai pengamatan pada ulangan ke-j dari perlakuan ke-i µ : Rataan umum βi : Efek perlakuan ke-i ij : Error pada ulangan ke-j dari perlakuan ke-i Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA) dan jika perlakuan berpengsaruh nyata. Analisis dilanjutkan dengan Uji Banding Berganda Duncan pada p<0,05 (Steel dan Torrie, 1991). Pemeliharaan Ayam Petelur Kandang disiapkan, dibersihkan, dan didesinfektan serta dilakukan pengapuran satu minggu sebelum ayam datang. Pada saat ayam datang dilakukan penimbangan untuk mengetahui bobot badan ayam. Ayam diadaptasi selama dua minggu sebelum diberikan perlakuan. Setiap hari ayam diberikan Vitamin untuk mencegah terjadinya stres akibat perbedaan lingkungan. Setelah ayam mampu beradaptasi diberikan ransum perlakuan selama enam minggu untuk mengetahui pengaruh ransum terhadap peubah yang diamati dalam penelitian. Pemberian pakan dan air minum dilakukan ad libitum. Selama pemeliharaan dilakukan juga pencegahan penyakit ND menggunakan vaksin ND-IB. Pemeliharaan Lalat Rumah (Musca domestica L.) Bahan yang digunakan meliputi sekam, pakan ayam petelur, air gula dan susu. Alat yang digunakan yaitu kandang lalat, kapas, dan nampan plastik. Pemeliharaan lalat diawali dengan memasukkan beberapa pasang lalat rumah dewasa ke dalam kandang lalat. Di dalam kandang disediakan media untuk tempat pradewasa lalat berkembang yang terdiri dari campuran sekam, pakan ayam serta air

33 dengan perbandingan volume 1:1:1. Sebagai sumber pakan lalat dewasa disediakan kapas yang dibasahi gula. Setelah beberapa hari media akan berisi telur, dan telur tersebut menetas menjadi lalat. Lalat inilah yang akan digunakan dalam penelitian. Metode Analisis Peubah-Peubah Penelitian Kadar Air Manur Kering Udara. Manur ayam petelur sebanyak 30 gram disiapkan. Cawan yang akan digunakan ditimbang dan dicatat sebagai berat cawan (a). Sampel dimasukkan kedalam cawan dan ditimbang (b). Sampel kemudian dipanaskan dalam oven 60 C selama 24 jam. Setelah dioven kemudian dikeluarkan dan distabilkan suhunya, lalu ditimbang berat akhirnya (c). Kadar air dapat dihitung dengan rumus : Kadar air = ( a + b ) c x 100 % b Keterangan : a = berat cawan (gram) b = berat sampel (gram) c = berat cawan dan sampel setelah dioven (gram) Penghitungan Populasi Lalat. Teknik penghitungan larva lalat dilakukan dengan metode pemeliharaan lalat di laboratorium dengan cara sebagai berikut: manur ayam pada minggu Kelima ditampung selama ± 12 jam yaitu dari jam WIB sampai WIB. Manur dari masing-masing perlakuan dimasukkan ke dalam tabung plastik dan ditimbang sebanyak 30 gram. Manur yang sudah ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam wadah plastik dan dilakukan uji efikasi. Uji efikasi dilakukan dengan cara mencampur manur dengan media perkembangan lalat yaitu sekam (KA: 10%), pakan ayam (KA: 13%) dan air dengan perbandingan volum 1:1:1 kadar air media yang dihasilkan adalah ± 75%. Sampel manur yang telah dicampurkan ke dalam media pertumbuhan lalat tersebut dimasukkan ke dalam kandang lalat. Kemudian ke dalam kandang tersebut dimasukkan 25 ekor lalat rumah siap bertelur dengan perbandingan jantan dan betina yaitu 1:4. lalat dibiarkan tumbuh dan berkembang dalam kandang tersebut selama tiga hari. Pada hari ketiga larva lalat dihitung. Jumlah larva lalat yang tumbuh dalam media menunjukkan populasi lalat yang akan tumbuh pada kandang tersebut.

EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SKRIPSI SUSILAWATI

EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SKRIPSI SUSILAWATI EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SKRIPSI SUSILAWATI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan

Lebih terperinci

KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH

KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2010, bertempat di kandang C Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR (Kaempferia galanga Linn) PADA RANSUM AYAM BROILER RENDAH ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER, KADAR KOLESTROL, PERSENTASE HATI DAN BURSA FABRISIUS SKRIPSI

Lebih terperinci

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di CV. Mitra Mandiri Sejahtera Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jarak lokasi kandang penelitian dari tempat pemukiman

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2008. Pembuatan biomineral dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, sedangkan pemeliharaan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan Agustus 2008 di Desa Pamijahan, Leuwiliang, Kabupaten Bogor, menggunakan kandang panggung peternak komersil. Analisis

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. kelompok perlakuan dan setiap kelompok diulang sebanyak 5 kali sehingga setiap

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. kelompok perlakuan dan setiap kelompok diulang sebanyak 5 kali sehingga setiap 16 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam percobaan adalah DOC ayam sentul sebanyak 100 ekor, yang dipelihara sampai umur 10 minggu. Ayam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan di Kelurahan Limba B Kecamatan Kota selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan November

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia.

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV Mitra Sejahtera Mandiri, Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan selama lima minggu yang dimulai dari

Lebih terperinci

PERFORMA AYAM RAS PETELUR PERIODE PRODUKSI YANG DIBERI RANSUM RENDAH KALSIUM DENGAN PENAMBAHAN ZEOLIT

PERFORMA AYAM RAS PETELUR PERIODE PRODUKSI YANG DIBERI RANSUM RENDAH KALSIUM DENGAN PENAMBAHAN ZEOLIT PERFORMA AYAM RAS PETELUR PERIODE PRODUKSI YANG DIBERI RANSUM RENDAH KALSIUM DENGAN PENAMBAHAN ZEOLIT SKRIPSI PUSPITA PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul 27 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Percobaan 3.1.1. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul umur satu hari (day old chick) yang diperoleh

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Desember 2011, bertempat di kandang C dan Laboratorium Nutrisi Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang Peralatan dan Perlengkapan Pakan dan Air Minum

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang Peralatan dan Perlengkapan Pakan dan Air Minum MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan puyuh dilaksanakan di Kandang C, Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas dan pengambilan data dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Departemen

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Aditif Cair Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16-50 Hari dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan melalui atom O (Barrer, 1982). Klasifikasi zeolit dapat didasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan melalui atom O (Barrer, 1982). Klasifikasi zeolit dapat didasarkan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Zeolit Zeolit merupakan mineral hasil tambang yang kerangka dasarnya terdiri dari unit-unit tetrahedral alumina (AlO 4 ) dan silika (SiO 4 ) yang saling berhubungan melalui

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai 19 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai subtitusi jagung dalam ransum terhadap kecernaan PK, SK dan laju digesta ayam broiler dilaksanakan pada tanggal

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli sampai Agustus 2011 di Laboratorium Lapang (Kandang B) Bagian Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas

Lebih terperinci

NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DISUPLEMENTASI DENGAN DL-METIONIN SKRIPSI JULIAN ADITYA PRATAMA

NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DISUPLEMENTASI DENGAN DL-METIONIN SKRIPSI JULIAN ADITYA PRATAMA NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DISUPLEMENTASI DENGAN DL-METIONIN SKRIPSI JULIAN ADITYA PRATAMA PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kandang Percobaan Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta di Desa Jatikuwung,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Materi

METODE PENELITIAN. Materi METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2011. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase Terfermentasi Terhadap Konsumsi Pakan, Konversi Pakan dan Pertambahan Bobot

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk) dalam Ransum sebagai Subtitusi Tepung Ikan Terhadap Konsumsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Onggok Kering Terfermentasi Probiotik dalam Ransum Terhadap Konsumsi Pakan, Pertambahan Bobot Badan Ayam

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Terpadu, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pemberian pakan menggunakan bahan pakan sumber protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan pada bulan November 2016 sampai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian Kandungan Nutrisi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penyusunan ransum bertempat di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Pembuatan pakan bertempat di Indofeed. Pemeliharaan kelinci dilakukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011) MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B), Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Kandang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

SKRIPSI BUHARI MUSLIM

SKRIPSI BUHARI MUSLIM KECERNAAN ENERGI DAN ENERGI TERMETABOLIS RANSUM BIOMASSA UBI JALAR DENGAN SUPLEMENTASI UREA ATAU DL-METHIONIN PADA KELINCI JANTAN PERSILANGAN LEPAS SAPIH SKRIPSI BUHARI MUSLIM PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu 28 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian tentang pengaruh penambahan level protein dan probiotik pada ransum itik magelang jantan periode grower terhadap kecernaan lemak kasar dan energi metabolis dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum sebagai substitusi bungkil kedelai terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. November 2015 di Kandang Ayam Fakultas Peternakan dan Pertanian,

BAB III MATERI DAN METODE. November 2015 di Kandang Ayam Fakultas Peternakan dan Pertanian, 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada tanggal 16 Oktober 2015 sampai dengan 22 November 2015 di Kandang Ayam Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. Analisis

Lebih terperinci

Tyas Widhiastuti. Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani, M.Si Dr. Ir. Mukh. Arifin, M.Sc

Tyas Widhiastuti. Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani, M.Si Dr. Ir. Mukh. Arifin, M.Sc Kinerja Pencernaan dan Efisiensi Penggunaan Energi Pada Sapi Peranakan Ongole (PO) yang Diberi Pakan Limbah Kobis dengan Suplemen Mineral Zn dan Alginat Tyas Widhiastuti Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Jln. Prof. Dr. A Sofyan No.3 Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%)

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas. Pemotongan puyuh dan penelitian persentase karkas dilakukan di Laboratorium Unggas serta uji mutu

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix

BAB III MATERI DAN METODE. Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Teoung Limbah Rumput Laut Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix japonica) Jantan Umur 10 Minggu.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pelaksanaan penelitian mulai bulan Februari 2012 sampai dengan bulan April 2012. Pembuatan pakan dilaksanakan di CV. Indofeed. Analisis Laboratorium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. starter sampai finisher (1-35 hari) sebanyak 100 ekor dan koefisien variasi kurang

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. starter sampai finisher (1-35 hari) sebanyak 100 ekor dan koefisien variasi kurang III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang diamati dalam penelitian ini adalah ayam broiler mulai fase starter sampai finisher (1-35 hari) sebanyak 100 ekor

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga September 2010. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Blok B, Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai Agustus 2010. Pemeliharaan ayam bertempat di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Unggas sedangkan analisis organ dalam

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan subsektor peternakan provinsi Lampung memiliki peranan yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan ini sejalan

Lebih terperinci

MATERI. Lokasi dan Waktu

MATERI. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pelet ransum komplit

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di Laboratorium Teknologi Produksi Ternak dan Laboratorium Teknologi Pasca Panen,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kunyit dan Jahe Dalam

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kunyit dan Jahe Dalam 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kunyit dan Jahe Dalam Ransum, terhadap Performans Puyuh Jantan (umur 2-8 minggu) telah dilaksanakan pada bulan Juni Juli 2016, di

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di kandang penelitian Fakultas Peternakan Universitas Darul Ulum Islamic Center Sudirman GUPPI (UNDARIS) Ungaran,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 hingga Februari 2012. Pemeliharaan dan penyembelihan ternak dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas,

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kabupaten Bogor. Pada umur 0-14 hari ayam diberi ransum yang sama yaitu

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kabupaten Bogor. Pada umur 0-14 hari ayam diberi ransum yang sama yaitu III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah DOC ayam Sentul sebanyak 100 ekor yang diperoleh dari Peternakan Warso Unggul

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung limbah kecambah kacang hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan dilaksanakan pada tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan usaha ternak ayam sangat ditentukan oleh penyediaan pakan yang memadai baik kuantitas maupun kualitas, karena pakan merupakan unsur utama dalam pertumbuhan

Lebih terperinci

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Muhammad Ridla, M.Agr.

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Muhammad Ridla, M.Agr. RINGKASAN Nur Aini. D24103025. Kajian Awal Kebutuhan Nutrisi Drosophila melanogaster. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. jenis sentul dengan umur 1 hari (day old chick) yang diperoleh dari Balai

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. jenis sentul dengan umur 1 hari (day old chick) yang diperoleh dari Balai 21 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Percobaan 3.1.1. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian sebanyak 125 ekor ayam kampung jenis sentul dengan umur 1 hari (day old chick)

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN 14 III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 8 September sampai 20 Oktober 2015 di Desa Gledeg, Kecamatan Karanganom, Kabupaten Klaten, Jawa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi bungkil kedelai dalam ransum terhadap persentase karkas, kadar lemak daging,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda citrifolia) Fermentasi terhadap Penggunaan Protein pada Ayam Kampung Super dilaksanakan pada tanggal 18 November

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan April Juni 2016.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan April Juni 2016. BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan April Juni 2016. Lokasi pemeliharaan di kandang ayam A Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. Analisis kadar air,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian produksi telur ayam Arab dilaksanakan di Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (Blok B), sedangkan penelitian kualitas internal

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang dijadikan objek percobaan adalah ayam petelur strain Lohman yang berumur 20 bulan. Ternak sebanyak 100 ekor dipelihara

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Nopember sampai dengan

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Nopember sampai dengan III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Nopember sampai dengan Desember 2014 di Laboratorium UIN Agriculture Research and Development Station (UARDS)

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu.

BAB III MATERI DAN METODE. periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu. BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh lama periode brooding dan level protein ransum periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL 6 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL Darah Itik Peking yang Diberi Tepung Temu Hitam dilaksanakan 31 Desember 2015 s.d 1 Februari 2016 di Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sumber nitrogen pada ternak ruminansia terdiri dari non protein nitrogen dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sumber nitrogen pada ternak ruminansia terdiri dari non protein nitrogen dan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencernaan Nitrogen di Rumen Nitrogen merupakan senyawa yang penting bagi ternak ruminansia. Sumber nitrogen pada ternak ruminansia terdiri dari non protein nitrogen dan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ayam petelur yang digunakan adalah ayam petelur yang berumur 27

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ayam petelur yang digunakan adalah ayam petelur yang berumur 27 17 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian dan Peralatan Penelitian 3.1.1. Ternak Percobaan Ayam petelur yang digunakan adalah ayam petelur yang berumur 27 minggu sebanyak 90 ekor dengan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Februari 2017 di kandang, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas

BAB III MATERI DAN METODE. Februari 2017 di kandang, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas 18 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan pada bulan 19 Desember 2016 hingga 26 Februari 2017 di kandang, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus 18 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus androgynus) dalam ransum terhadap persentase potongan komersial karkas, kulit dan meat bone ratio dilaksanakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni

BAB III MATERI DAN METODE. Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kunyit dan Jahe dalam Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni Agustus 2016 di kandang Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ayam dan penampungan semen dilakukan di Kandang B, Laboratorium Lapang, Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

MANFAAT ZEOLIT DALAM BIDANG PERTANIAN DAN PETERNAKAN

MANFAAT ZEOLIT DALAM BIDANG PERTANIAN DAN PETERNAKAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT MANFAAT ZEOLIT DALAM BIDANG PERTANIAN DAN PETERNAKAN DILAKSANAKAN PADA TANGGAL 30 JULI 2011 PADA KELOMPOK TERNAK TIRTA DOMBA DUSUN SANGUBANYU SUMBERRAHAYU MOYUDAN SLEMAN Oleh:

Lebih terperinci

OBJEK DAN METODE PENELITIAN. tradisional Babah Kuya yang terletak di pasar baru. Pasak bumi yang digunakan

OBJEK DAN METODE PENELITIAN. tradisional Babah Kuya yang terletak di pasar baru. Pasak bumi yang digunakan 23 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Pasak bumi yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari toko obat tradisional Babah Kuya yang terletak di pasar baru.

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang dijadikan objek percobaan adalah puyuh betina yang

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang dijadikan objek percobaan adalah puyuh betina yang III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Penelitian Ternak yang dijadikan objek percobaan adalah puyuh betina yang berumur 2 minggu. Puyuh diberi 5 perlakuan dan 5 ulangan dengan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. 10 minggu dilaksanakan pada bulan November 2016 Januari 2017 di kandang

BAB III MATERI DAN METODE. 10 minggu dilaksanakan pada bulan November 2016 Januari 2017 di kandang 20 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh pemberian pakan dengan bahan pakan sumber protein yang berbeda terhadap performans ayam lokal persilangan pada umur 2 10 minggu dilaksanakan pada

Lebih terperinci

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus)

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SKRIPSI SRINOLA YANDIANA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

POPULASI PROTOZOA, BAKTERI DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO

POPULASI PROTOZOA, BAKTERI DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO EVALUASI SUPLEMENTASI EKSTRAK LERAK (Sapindus rarak) TERHADAP POPULASI PROTOZOA, BAKTERI DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO SKRIPSI ARISMA KURNIAWATI DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan ternak percobaan dilakukan dari bulan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan selama penelitian. Performa ayam petelur selama penelitian disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Rataan Performa

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna, 2006). Karakteristik ayam broiler yang baik adalah ayam aktif, lincah,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna, 2006). Karakteristik ayam broiler yang baik adalah ayam aktif, lincah, 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya di panen pada umur 4-5 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi. Fakta ini menyebabkan kebutuhan yang tinggi akan protein hewani

I. PENDAHULUAN. tinggi. Fakta ini menyebabkan kebutuhan yang tinggi akan protein hewani 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah dan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Fakta ini menyebabkan kebutuhan yang tinggi akan protein hewani dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE. dan masing-masing unit percobaan adalah lima ekor puyuh betina fase produksi.

III BAHAN DAN METODE. dan masing-masing unit percobaan adalah lima ekor puyuh betina fase produksi. 16 III BAHAN DAN METODE 3.1 Bahan dan Alat Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Penelitian ini menggunakan puyuh betina fase produksi yang dipelihara pada umur 8 minggu sebanyak 100 ekor. Puyuh dimasukkan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan terhadap potongan komersial karkas ayam buras super (persilangan ayam Bangkok dengan ayam ras petelur Lohman)

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai dengan 20 Oktober 2014 di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan pakan, yang mana ketersedian pakan khususnya untuk unggas harganya dipasaran sering

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kandang closed house milik PT. Rama Jaya Farm,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kandang closed house milik PT. Rama Jaya Farm, III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kandang closed house milik PT. Rama Jaya Farm, Dusun Sidorejo, Desa Krawang Sari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

III. KEBUTUHAN ZAT-ZAT GIZI AYAM KUB. A. Zat-zat gizi dalam bahan pakan dan ransum

III. KEBUTUHAN ZAT-ZAT GIZI AYAM KUB. A. Zat-zat gizi dalam bahan pakan dan ransum III. KEBUTUHAN ZAT-ZAT GIZI AYAM KUB A. Zat-zat gizi dalam bahan pakan dan ransum Jenis dan fungsi zat-zat gizi yang dibutuhkan ayam telah disampaikan pada Bab II. Ayam memperolah zat-zat gizi dari ransum

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati

Lebih terperinci

PERFORMA AYAM SKRIPSI

PERFORMA AYAM SKRIPSI PERFORMA AYAM PETELUR UMUR 21-27 MINGGU YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH (Piper betle Linn.) PADA AIR MINUM SKRIPSI RIKO YULRAHMEN PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci