BAB II LANDASAN TEORI. maupun mental. Perilaku agresi yang diukur adalah berupa bentuk agresi fisik
|
|
- Hartanti Tan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Agresivitas Pengertian Agresivitas Buss & Perry (1992) menyatakan agresivitas adalah segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti orang lain baik secara fisik maupun mental. Perilaku agresi yang diukur adalah berupa bentuk agresi fisik dan agresi verbal. Berkowitz (1995) mendefinisikan agresi sebagai segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang, baik secara fisik maupun mental. Chaplin (1981) menyebutkan bahwa aggression (agresi,penyerangan, serangan) merupakan satu serangan atau serbuan, tindakan permusuhan yang ditujukan pada seseorang atau benda. Menurut Adler (dalam Chaplin 1981) agresi merupakan perwujudan kemauan untuk berkuasa dan menguasai orang lain. Baron dan Richardson (Krahe,2005) mengusulkan penggunaan istilah agresi untuk mendiskripsikan segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti atau melukai makhluk hidup lain yang terdorong untuk menghindari perilaku itu. Motif utama perilaku agresif bisa jadi adalah keinginan menyakiti orang lain untuk mengekspresikan perasaan-perasaan negatif, seperti pada agresi permusuhan atau keinginan untuk mencapai tujuan yang diinginkan melalui tindakan agresif. 8
2 Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa agresivitas adalah segala bentuk perilaku yang tidak menyenangkan (aversive) yang mencakup ketidaknyamanan, rasa sakit, serangan personal baik fisik maupun verbal Aspek-aspek Agresivitas Buss dan Perry (1992) menyatakan bahwa ada empat aspek perilaku agresif yaitu agresi fisik, agresi verbal, kemarahan dan permusuhan : a) Agresi fisik adalah perilaku yang bertujuan untuk menyerang, melukai dan melanggar hak orang yang dilakukan secra fisik. b) Agresi verbal adalah perilaku yang bertujuan untuk menyerang, melukai dan melanggar hak orang lain berupa perkataan atau percakapan. c) Kemarahan adalah reaksi emosional akut yang ditimbulkan oleh sejumlah situasi yang merangsang termasuk ancaman, agresi lahiriah, pengekangan diri, serangan lisan, kekecewaan, atau frustasi dan dicirikan oleh reaksi kuat pada system syaraf otonomik, khususnya oleh reaksi darurat pada bagian simpatik, dan secara implisit disebabkan oleh reaksi serangan lahiriah, baik yang bersifat somatic atau jasmaniah maupun yang verbal atau lisan. d) Permusuhan adalah kecenderungan ingin menimbulkan kerugian, kejahatan, gangguan atau kekerasan pada orang-orang lain dan kecenderungan melontarkan ras kemarahan pada orang lain. 9
3 2.1.3 Bentuk-bentuk Perilaku Agresif Byrne (dalam Kisworowati, 1992) membedakan agresi menjadi dua yaitu agresi fisik yang dilakukan dengan cara melukai atau menyakiti badan dan agresi verbal yaitu agresi yang dilakukan dengan mengucapkan kata-kata kotor atau kasar. Pendapat lain kemukakan oleh Buss & Perry (dalam Ekapeni, 2001) yang menyatakan adanya delapan perilaku agresif yaitu: a. Agresi fisik aktif yang dilakukan secara langsung misalnya menusuk, memukul, mencubit. b. Agresi fisik pasif yang dilakukan secara tidak langsung misalnya menjebak untuk mencelakakan orang lain. c. Agresi verbal aktif yang dilakukan secara langsung misalnya menolak melakukan sesuatu. d. Agresi verbal pasif yang dilakukan secara langsung misalny mencaci maki orang lain. e. Agresi verbal aktif yang dilakukan secara tidak langsung misalnya menyebarkan gosip tidak baik tentang orang lain. f. Agresi verbal pasif yang dilakukan secara langsung misalnya tidak mau bicara dengan orang lain. g. Agresi verbal pasif yang dilakukan secara tidak langsung misalnya diam saja meskipun tidak setuju. 10
4 Berdasarkan uraian di atas dapat diperoleh kesimpulan bahwa bentukbentuk perilakau agresif verbal atau fisik terhadap objek yang dilakukan langsung atau tidak langsung dengan intensitas secara pasif atau aktif Faktor Penyebab Perilaku Agresi Buss & Perry (dalam Anderson & Bushman, 2002) menyatakan bahwa secara umum perilaku agresif dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni faktor personal dan faktor situasional. Faktor personal meliputi karakter bawaan individu yang menentukan reaksi individu tersebut ketika menghadapi situasi tertentu. Sementara itu, faktor situasional mencakup fitur-fitur atau hal-hal yang terjadi di lingkungan yang juga mempengaruhi reaksi individu terhadap suatu peristiwa. Dengan kata lain, faktor personal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu, sedangkan faktor situasional adalah faktor yang berasal dari luar individu. Kedua faktor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Faktor Personal a) Sifat Sifat-sifat tertentu dapat menyebabkan seseorang lebih agresif dari orang lain. Misalnya, individu yang memiliki sifat pencemburu akan lebih agresif. b) Jenis Kelamin Laki-laki dan perempuan memiliki kecenderungan perilaku agresif yang berbeda. Laki-laki terbukti lebih banyak terlibat tindakan agresif 11
5 dibanding perempuan, dan pilihan agresi antara laki-laki dan perempuan terbukti berbeda. Perempuan lebih memilih agresi tidak langsung, sementara laki-laki lebih banyak terlibat pada tindak agresi langsung. c) Keyakinan Individu yang memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu melakukan tindakan agresif lebih mungkin memilih melakukan tindakan agresif ketimbang individu yang tidak yakin bahwa dirinya dapat melakukan tindakan agresif. d) Sikap Sikap adalah evaluasi umum seseorang terhadap diri mereka sendiri, orang lain, objek-objek ataupun isu-isu tertentu. Sikap positif terhadap perilaku agresif terbukti mempersiapkan individu untuk melakukan tindakan agresif. Sebaliknya, sikap negatif terhadap perilaku agresif terbukti mencegah seseorang untuk melakukan tindakan agresif. e) Nilai Nilai adalah keyakinan mengenai apa yang harus dan sebaiknya dilakukan. Nilai yang dianut seseorang mempengaruhi keputusannya untuk melakukan perilaku agresif. Contohnya, orang yang menganut nilai bahwa kekerasan diperbolehkan untuk mengatasi konflik interpersonal lebih berperilaku agresif untuk menyelesaikan konflik yang dihadapinya. f) Tujuan Jangka Panjang Tujuan hidup jangka panjang juga mempengaruhi kesiapan individu untuk terlibat dalam perilaku agresif. Misalnya, tujuan beberapa anggota 12
6 geng adalah untuk dihormati dan dihargai. Tujuan ini mewarnai persepsi, nilai-nilai, dan keyakinan anggota geng mengenai pantas tidaknya melakukan suatu tindakan tertentu, dan akhirnya mempengaruhi keputusan anggota geng untuk terlibat dalam perilaku agresif. 1 Faktor Situasional a) Petunjuk untuk Melakukan Tindakan Agresif (Aggressive Cues) Aggressive Cues adalah objek yang menimbulkan konsepkonsep yang berhubungan dengan agresi dalam memori. Contohnya, ketika seseorang dihadapkan pada sebuah senjata api, maka akan lebih agresif dibandingkan ketika dihadapkan dengan sebuah raket. Selain senjata api, objek lain yang termasuk dalam kategori ini adalah eksposur pada tayangan bermuatan kekerasan di televisi, film, dan video games. b) Provokasi Faktor situasional lain yang sangat penting pengaruhnya terhadap perilaku agresif adalah provokasi. Provokasi mencakup hinaan, ejekan, sindiran kasar serta bentuk agresi verbal lainnya, agresi fisik, gangguan-gangguan yang menghambat pencapaian suatu tujuan dan sejenisnya. Karyawan yang mendapatkan provokasi untuk mempersiapkan bahwa ia dapat perlakuan yang tidak adil terbukti lebih agresif di tempat kerjanya. 13
7 c) Frustasi Frustasi terjadi ketika individu menemui hambatan untuk mencapai tujuan. Seseorang yang mengalami frustasi terbukti lebih agresif terhadap agen yang menyebabkan terhalangnya pencapaian tujuan, ataupun pada pihak-pihak yang sebenarnya tidak bertanggungjawab atas gagalnya pencapaian tujuan. Selain itu, individu yang mengalami frustasi juga terbukti melampiaskan rasa frustasinya dengan menyerang benda-benda yang ada di sekitarnya. d) Rasa Sakit dan Ketidaknyamanan Kondisi-kondisi fisik lingkungan yang menyebabkan ketidaknyamanan dapat meningkatkan perilaku agresif. Lingkungan yang bising, terlalu panas, ataupun berbau tidak sedap terbukti meningkatkan perilaku agresif. e) Obat-obatan Penggunaan obat-obatan atau zat-zat tertentu seperti kafein ataupun alkohol dapat meningkatkan perilaku agresif secara tidak langsung. Individu yang berada di bawah pengaruh zat-zat seperti alkohol ataupun zat psikotropika lainnya, lebih mudah terprovokasi, merasa frustasi, ataupun menangkap petunjuk untuk melakukan kekerasan dibanding individu yang tidak menggunakan zat-zat tersebut. f) Intensif Pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan untuk selalu menginginkan lebih banyak hal. Maka dari itu, ada banyak objek yang dapat digunakan sebagai intensif yang diberikan pada seseorang untuk 14
8 melakukan tindakan agresif. Perilaku agresif dapat dimediasi dengan memberikan imbalan berupa hal yang dianggap berharga oleh pelaku. Misal, penggunaan uang dapat memancing individu untuk melakukan tindakan kekerasan. 2.2 Kecerdasan Emosional Pengertian Kecerdasan Emosional Reuven Baron (dalam Goleman, 2000) berpendapat bahwa kecerdasan emosional adalah serangkaian kemampuan pribadi, emosi, dan sosial yang mempengaruhi seseorang untuk berhasil dalam mengatasi hambatan dan tekanan lingkungan. Salovey dan Mayer (Goleman, 1997) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemempuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya serta mengendalikan perasaan secara mendalam sehinnga membantu perkembangan emosi dan intelektual. Bar-On (Hooper, 2000;Sumardjono dkk, 2008) mengartikan kecerdasan emosional sebagai pendiskripsian estimatik dari hasil pengukuran perilaku kompetensi emosional dan sosial. Shapiro (dalam Sumardjono dkk, 2008) kecerdasan emosional sangat berhubungan dengan berbagai hal yaitu perilaku moral, cara berfikir yang realistik, pemecahan masalah, interaksi sosial, emosi diri, dan keberhasilan baik secara akademik maupun pekerjaan. Secapramana (1999; dalam Sumardjono dkk, 2008) mengemukakan kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk mengenali, mengolah dan mengontrol emosi 15
9 agar seseorang mampu berespon secara positif terhadap setiap kondisi yang merangsang munculnya emosi-emosi tersebut. Kesimpulannya bahwa kecerdasan emosional merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mengenali, mengelola dan mengendalikan emosi pada diri sendiri, memahami perasaan orang lain, menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, pemecahan masalah, serta berpikir realistis sehingga mampu berespon secara positif terhadap setiap kondisi yang merangsang munculnya emosi-emosi tersebut Unsur-unsur dalam Kecerdasan Emosional Salovey (Uno, 2006; Sumardjono dkk, 2008) mendeskripsikan kemampuan kecerdasan emosioanal menjadi 5 wilayah utama, yaitu: 1. Mengenali emosi diri : Intinya adalah kesadaran diri, yaitu,mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan mengenali diri sendiri merupakan kemampuan dasar dari kecerdasan emosional. Kesadaran diri adalah perhatian terus menerus terhadap keadaan batin seseorang. Dalam kesadran refleksi diri ini, pikiran mengamati dan menggali pengalaman, termasuk emosi. Ketidak mampuan untuk mencermati perasaan yang sesungguhnya menandakan orang berada dalam kekuasaan emosi. 16
10 2. Mengelola emosi : Kemampuan mengelola emosi yaitu menanganiperasaan agar terungkap dengan tepat. Kecakapan ini bergantung pada kesadaran diri pula. Mengelola emosi berhubungan dengan kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat yang timbul karena kegagalan ketrampilan emosi dasar. Orang yang buruk kemampuannya dalam ketrampilan ini terus menerus bertarung melawan rasa murung, orang yang pintar akan dapat bangkit kembali jauh lebih cepat. Kemampuan mengelola emosi meliputi : kemampuan penguasaan diri dan kemapuan menenangkan diri kembali. 3. Memotivasi diri sendiri : Kemampuan menata emosi, yaitu alat untuk mencapai tujuan dalam kaitan memberi perhatian yang sangat penting untuk memotivasi diri, berkreasi dan menguasai diri. Orang yang memiliki kemampuan ini cenderung lebih produktif dan efektif dalam berbagai bidang kegiatan yang dikerjakan. Kemampuan ini didasari kemampuan megendalikan emosi, yaitu dengan menahan diri terhadap kepuasaan dan mengendalikan dorongan hati. Kemampuan ini memungkinkan orang menyesuaikan diri dalam tuntutan berkreasi yang berlangsung di tempat kerja sambil mengendalikan dorongan hati, kekuatan berfikir positif dan bersikap optimis. 4. Mengenali emosi orang lain : Kemampuan ini disebut dengan istilah empati, yaitu kemampuan yang juga bertanggung pada kesadran diri emosional, yang merupakan ketrampilan 17
11 dasar dalam bergaul. Kemampuan berempati, yaitu mengetahui perasaan orang lain ikut berperan dalam perjuangan hidup. Orang yang empatik mampu menangkap sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa yang dibutuhkan atau dikehendaki oleh orang lain. 5. Membina hubungan dengan orang lain : Seni membina hubungan sosial merupakan ketrampilan mengelola orang lain, meliputi ketrampilan sosial yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan hubungan antar pribadi. Individu yang termpil dalam kecerdasan sosial lancar menjalin hubungan dengan orang lain, peka membaca reaksi dan perasaan orang lain, mampu memimpin dan mengorganisasi serta pintar menangani perselisihan dalam pekerjaan Dimensi-dimensi Pembentuk Kecerdasan Emosional Pembentuk kecerdasan emosional berdimensi empat yang dikembangkan Davies dan Roberts (1998) dengan deskripsi sbb : 1. Dimensi I : SEA (Self Emotional Apprasial) atau Apprasial and expression of emotion ini oneself (menilai dan mengekspresikan perasaan dalam diri sendiri). Dimensi ini berkenaan dengan kecakapan memahami perasaan diri yang terdalam serta cakap mengekspresikan perasaan secara wajar. 2. Dimensi II : OEA (Others-Emotional Appraisal) atau Apprasial and recognition of emotion in others ( menilai dan menerima perasaan dalam diri orang lain). Dimensi ini berkenaan dengan kecakapan individu mengamati dan memahami perasaan-perasaan orand di sekitar. Individu sangant peka dengan perasaan orang lain sekaligus cakap memprediksi respon perasaan orang lain. 18
12 3. Dimensi III : UOE (Use of Emotion) atau Use of emotion to facilitate performance ( menggunakan perasaan untuk memperlancar kinerja). Dimensi ini berkenaan dengan kecakapan individu menggunakan perasaan melalui mengarahkan perasaannya ke kegiatan konstruktif dan untuk mendukung kinerja pribadi. Individu cakap mendorong dan menyemangati diri berbuat semakin baik secara berkesinambungan. Individu juga mengarahkan perasaannya ke kegiatan positif dan produktif. 4. Dimensi IV : ROE (Regulation of Emotion) atau Regulation of emotion in oneself (mengatur perasaan diri sendiri). Dimensi ini berkenaan dengan kecakapan individu mengatur perasaan-perasaannya sehingga memampukannya cepat pulih dari ketegangan psikologik. Individu yang sangat tinggi kadar kecakapan dalam dimensi ini dengan cepat pulih ke kondisi psikologik normal usia bergembira-ria atau sakit hati. Individu juga mempunyai kecakapan mengendalikan emosi serta kecil peluang kelepasan kendali perasaan atau mengumbar amarah. Berdasarkan Dimensi Pembentuk Kecerdasan Emosional tersebut penulis meggunakan skala tersebut yang disusun oleh Wong dan Law, yang mengacu pada definisi berdimensi empat yang dikembangkan Davies & Roberts (1998). 19
13 2.3 Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Agresivitas Siswa Kecerdasan emosional adalah kecakapan emosi meliputi kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri dan memiliki daya tahan ketika menghadapi rintangan, mampu mengendalikan impuls dan tidak cepat merasa puas, mampu mengatur suasana hati dan mampu mengelola kecemasan agar tidak mengganggu kemampuan berpikir, mampu berempati serta berharap (Goleman). Kecerdasan emosional memiliki maksud yaitu mampu untuk mengendalikan emosi sehingga perilaku agresif yang merupakan dampak dari adanya ketidakmampuan mengendalikan emosi maka disinyalir. Kecerdasan emosional mempengaruhi perilaku agresif. Kecerdasan emosi dapat digunakan untuk penanggulangan pada anak yang melakukan perilaku agresif. Pengaruh kecerdasan emosi terhadap perilaku agresif yaitu berkaitan dengan penanggulangan perilaku agresif dengan memberikan pemahaman tentang kecerdasan emosi yaitu kemampuan untuk mengendalikan emosinya agar perilaku agresif dapat dihindarkan. Agresi yang terjadi karena adanya frustasi yang dapat membuat seseorang bertindak tidak sesuai dengan kebiasaannya, tentu karena adanya perasaan dan pikiran yang tidak seimbang tersebut (Lusiana, 2009). 2.4 Penelitian yang Relevan Lusiana (2008) meneliti Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Agresivitas siswa SMA SHALAHUDDIN Malang, dapat ditemukan kecerdasan emosi siswa SMA Shalahuddin adalah sedang dengan prosentase sebesar 20
14 72,5%, kecerdasan emosi pada kategori tinggi prosentasenya adalah 11,8% lebih sedikit dari kecerdasan emosi pada kategori rendah dengan prosentase 15,7%. Serta tingkat agresi siswa-siswi SMA Shalahuddin adalah rata-rata sedang dengan prosentase 68,6% sedangkan tingkat agresi siswa-siswi SMA Shalahuddin yang berada pada kategori tinggi adalah 19,6% sedangkan sisanya 11,8% memiliki kategori rendah. Berdasarkan analisis regresi sederhana yang telah dilakukan diperoleh nilai Nilai signifikansi sehingga sig. lebih kecil dari nilai alpha (α) yaitu < Sehingga Ho ditolak berarti ada pengaruh yangsignifikan antara kecerdasan emosi terhadap agresi. Selanjutnya penelitian Rahmat Aziz, & Retno Mangestuti, (2006) mengenai Pengaruh Kecerdasan Intelektual (IQ), Kecerdasan Emosional (EI) Dan Kecerdasan Spiritual (SI) Terhadap Agresivitas Pada Mahasiswa UIN Malang, diketahui bahwa, dari hasil nilai R square diperoleh skor.325 artinya ketiga variabel bebas (kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual) secara bersama-sama mampu mempengaruhi variabel terikat (agresivitas) sebesar 32,5% artinya masih ada sekitar 67,5% faktor lain yang mempengaruhi agresivitas mahasiswa Universitas Islam Negeri Malang. Faktor tersebut bisa berupa faktor internal (yang berasal dari dalam diri individu) atau faktor eksternal (faktor yang berasal dari luar individu. 21
15 2.5 Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah Terdapat pengaruh yang signifikan kecerdasan emosi terhadap perilaku agresivitas siswa SMP N I Sumowono, Kabupaten Semarang. 22
BAB II LANDASAN TEORITIK
BAB II LANDASAN TEORITIK 2.1. Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan gabungan dari prestasi belajar dan pengetahuan teknologi informasi dan komunikasi. Prestasi dalam buku Kamus Besar Bahasa Indonesia
Lebih terperinciBAB ll KAJIAN TEORI. bahkan pada dirinya sendiri. Definisi ini berlaku bagi semua makhluk vertebrata,
BAB ll KAJIAN TEORI 2.1 Perilaku Agresif 2.1.1 Pengertian perilaku agresif Pengertian secara umum agresi dapat diartikan sebagai suatu serangan yang di lakukan oleh suatu organisme terhadap oranisme lain,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORITIS
BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1. Perilaku Agresif pada Siswa 2.1.1. Pengertian Perilaku Agresif Siswa Sobur (2009) Agresif adalah mengekspresikan pikiran, perasaa dan keyakinan kita dengan cara yang kurang
Lebih terperinciPENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP AGRESIVITAS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SUMOWONO
PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP AGRESIVITAS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SUMOWONO Antonia Rinda Kurniasari Sumardjono Padmomartono Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Kristen
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORITIS
BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1. Perilaku Agresif 2.1.1. Pengertian Perilaku Agresif Perasaan kecewa, emosi, amarah dan sebagainya dapat memicu munculnya perilaku agresif pada individu. Pemicu yang umum dari
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. tahun Dalam kaitannya ini menerangkan jenis-jenis kualitas emosi yang
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kecerdasan Emosi 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Emosi Istilah kecerdasan emosional diperkenalkan oleh Salovey dan Mayer pada tahun 1990. Dalam kaitannya ini menerangkan jenis-jenis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peristiwa merosotnya moral di kalangan remaja, akhir-akhir ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peristiwa merosotnya moral di kalangan remaja, akhir-akhir ini sangatlah memprihatinkan. Di kalangan pelajar khususnya pelajar SMP problema sosial moral ini dicirikan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. dimanipulasi atau diubah ubah. Dengan teknik regresi linier sederhana, peneliti
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian regresi. Menurut Sugiyono (2007) regresi adalah suatu penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Konflik 1. Pengertian Manajemen Konflik Menurut Johnson ( Supraktiknya, 1995) konflik merupakan situasi dimana tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penyesuaian Sosial 2.1.1. Pengertian Penyesuaian Sosial Schneider (1964) mengemukakan tentang penyesuaian sosial bahwa, Sosial adjustment signifies the capacity to react affectively
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. perasaan dan pendapat kepada orang lain tanpa menyinggung perasaan orang itu,
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Asertif 2.1.1 Pengertian Asertif Individu yang asertif menurut Sumihardja (Prabowo 2000) mempunyai pengucapan verbal yang jelas, spesifik dan langsung mampu mengungkap
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Bullying. ketidaknyamanan fisik maupun psikologis terhadap orang lain. Olweus
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying 1. Pengertian perilaku bullying Randall (2002) berpendapat bahwa Bullying dapat didefinisikan sebagai tindakan atau perilaku agresif yang disengaja untuk menyebabkan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. atau balasan. (Batson, 1991) Altruisme adalah sebuah keadaan motivasional
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertian Altruis adalah suatu bentuk perilaku menolong berupa kepedulian untuk menolong orang lain dengan sukarela tanpa mengharapkan adanya imbalan atau balasan.
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Semangat Kerja 1. Definisi Semangat Kerja Davis & Newstrom (2000) menyebutkan bahwa semangat kerja adalah kesediaan perasaan maupun perilaku yang memungkinkan seseorang bekerja
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Kecerdasan Emosional 1. Pengertian Kecerdasan dan Emosi Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi: kemampuan membaca, menulis, dan berhitung yang merupakan keterampilan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN PERILAKU AGRESI REMAJA NASKAH PUBLIKASI. Diajukan kepada Fakultas Psikologi. Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN PERILAKU AGRESI REMAJA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Diajukan oleh : RINA SETIAWATI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cenderung bereaksi dan bertindak dibawah reaksi yang berbeda-beda, dan tindakantindakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak selamanya berjalan dengan mulus, tenang, penuh dengan kebahagiaan dan kegembiraan. Tetapi seringkali manusia menghadapi berbagai cobaan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak kriminalitas dilakukan oleh remaja (Republika, 2 0 0 5 ). Tindak kriminal yang dilakukan oleh remaja sangat
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang variabel-variabel dimana didalamanya terdapat definisi, faktor dan teori dari masing-masing variabel dan juga berisi tentang hipotesis penelitian ini. 2.1
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 1.1 Pengertian Pengambilan Keputusan. Kegiatan ini memegang peranan penting terutama bila manajer
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengambilan Keputusan 1.1 Pengertian Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan adalah bagian kunci kegiatan manajer. Kegiatan ini memegang peranan penting terutama bila manajer
Lebih terperinciKeterkaitan Kecerdasan Emosional dengan Kinerja SDM
KeterkaitanKecerdasanEmosionaldenganKinerjaSDM Oleh: Dra. Maria F.Lies Ambarwati, M.M. Peran sumber daya manusia dalam sebuah organisasi sejak dulu hingga saat ini tidak pernah surut sedikitpun. Teknologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan, seseorang tidak pernah lepas dari kehidupan emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang dikatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung pendidikan sepanjang hayat adalah diakuinya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). PAUD adalah pendidikan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Satya Wacana Salatiga. Surat ijin dari fakultas pada tanggal 02 Februari 2013,
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Penelitian Sebelum pengumpulan data peneliti meminta surat ijin penelitian kepada Dekan Fakultas Keguruan Ilmu dan Pendidikan Universitas Kristen
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Remaja
TINJAUAN PUSTAKA Remaja Remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescent yang mempunyai arti tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa
Lebih terperinciPROFIL KECERDASAN EMOSIONAL PESERTA DIDIK DI SMAN 3 PARIAMAN
1 PROFIL KECERDASAN EMOSIONAL PESERTA DIDIK DI SMAN 3 PARIAMAN Rosimiati 1, Helma 2, Yasrial Chandra 2 1 Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP PGRI Sumatera Barat 2 Dosen Program Studi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kecerdasan emosional
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecerdasan Emosional 2.1.1 Pengertian kecerdasan emosional Kecerdasan emosional, secara sederhana dipahami sebagai kepekaan mengenali dan mengelola perasaan sendiri dan orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia mencapai 243,8 juta jiwa dan sekitar 33,9 persen diantaranya adalah anakanak usia 0-17 tahun (Badan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena akhir-akhir ini sangatlah memprihatinkan, karena kecenderungan merosotnya moral bangsa hampir diseluruh dunia. Krisis moral ini dilanjutkan dengan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agresivitas 2.1.1 Definisi Agresivitas Agresi adalah pengiriman stimulus tidak menyenangkan dari satu orang ke orang lain, dengan maksud untuk menyakiti dan dengan harapan menyebabkan
Lebih terperinci15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional
15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional Saat ini kecerdasan emosional tidak bisa dipandang sebelah mata. Sejak munculnya karya Daniel Goleman, Emotional Intelligence: Why
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Latin, yaitu stringere, yang memiliki arti keluar dari kesukaan (draw tight).
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Stres Gibson menyatakan bahwa Stres adalah kata yang berasal dari Bahasa Latin, yaitu stringere, yang memiliki arti keluar dari kesukaan (draw tight). Definisi ini menjelaskan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu atau objek-objek
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agresi 2.1.1 Definisi Agresivitas adalah segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti orang lain baik secara fisik maupun mental (Aziz & Mangestuti, 2006). Perilaku
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. Manusia dalam perkembangannya, sebagai makhluk sosial tidak lepas dari
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Definisi Penyesuaian Diri Manusia dalam perkembangannya, sebagai makhluk sosial tidak lepas dari berinteraksi dengan orang lain maupun lingkungannya. Berbicara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan yang terjadi saat ini sangat memprihatinkan, salah satunya adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari Komnas Perlindungan anak,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. karena remaja tidak terlepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku, pergaulan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja selalu menjadi perbincangan yang sangat menarik, orang tua sibuk memikirkan anaknya menginjak masa remaja. Berbicara tentang remaja sangat menarik karena
Lebih terperinciHenni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang
HUBUNGAN KELEKATAN DAN KECERDASAN EMOSI PADA ANAK USIA DINI Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang ABSTRAK. Kelekatan (Attachment) merupakan hubungan emosional antara seorang anak dengan pengasuhnya
Lebih terperinciMODUL PERKULIAHAN. Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi
MODUL PERKULIAHAN AGRESI Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Fakultas Psikologi Psikologi 61119
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Keterampilan Sosial 2.1.1. Pengertian Keterampilan Sosial Penyesuaian sosial merupakan salah satu aspek psikologis yang perlu dikembangkan dalam kehidupan individu, mencakup
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecerdasan Emosional 1. Definisi kecerdasan emosional Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan terhadap frustasi, mengendalikan dorongan hati
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Agresi. pemuasan atau tujuan yang dapat ditujukan kepada orang lain atau benda.
12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Agresi 1. Pengertian Perilaku Agresi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, agresi adalah perbuatan bermusuhan yang bersifat menyerang secara fisik maupun psikis kepada
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis. makna dan filosofisnya, maksud dan implikasi serta aplikasi-aplikasinya,
BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Pemahaman atau comprehension dapat diartikan menguasai sesuatu dengan pikiran. Karena itu belajar berarti harus mengerti secara mental makna
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. para pekerja seks mendapatkan cap buruk (stigma) sebagai orang yang kotor,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia dan negara-negara lain istilah prostitusi dianggap mengandung pengertian yang negatif. Di Indonesia, para pelakunya diberi sebutan Wanita Tuna Susila. Ini
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. KECERDASAN EMOSI a. Definisi Kecerdasan Emosi Istilah kecerdasan emosi pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam suatu sekolah terjadi proses belajar mengajar yang kurang menyenangkan. Salah satu bentuk kecemasan
Lebih terperinciPENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak
PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR Laelasari 1 1. Dosen FKIP Unswagati Cirebon Abstrak Pendidikan merupakan kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berupa ejekan atau cemoohan, persaingan tidak sehat, perebutan barang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aksi-aksi kekerasan terhadap orang lain serta perusakan terhadap benda masih merupakan topik yang sering muncul baik di media massa maupun secara langsung kita temui
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. kelas VIII-3, VIII-7, VIII-8, VIII-10, maka diperoleh data mengenai siswa
62 BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Hasil Sosiometri Setelah data yang berasal dari sosiometri yang diberikan kepada siswa kelas VIII-3, VIII-7, VIII-8, VIII-10, maka diperoleh data mengenai siswa
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. terjadi ketika seseorang atau organisme mencoba untuk mengubah cara
BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1. Self-Control 2. 1. 1. Definisi Self-control Self-control adalah tenaga kontrol atas diri, oleh dirinya sendiri. Selfcontrol terjadi ketika seseorang atau organisme mencoba untuk
Lebih terperinciBab 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kondisi psikis atau mental akan mempengaruhi performa atlet baik saat latihan
Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecerdasan emosi Kondisi psikis atau mental akan mempengaruhi performa atlet baik saat latihan maupun saat bertanding. Menurut Suranto (2005, dalam Anggraeni, 2013) mengatakan
Lebih terperinciBAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Sampel peneliti terbagi dalam 2 kelompok yaitu gamers DotA dan gamers
BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Simpulan Sampel peneliti terbagi dalam 2 kelompok yaitu gamers DotA dan gamers Ragnarok Online. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat perbedaan tingkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Makna kecerdasan emosional oleh psikolog Peter Salovey dan John Mayer
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KECERDASAN EMOSIONAL Makna kecerdasan emosional oleh psikolog Peter Salovey dan John Mayer pada Tahun 1990 (dalam Shapiro, 2001: 8), mendefinisikan bahwa kecerdasan emosional ialah
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. dinamis. Pada kenyataannya perlu diakui bahwa kecerdasan emosional memiliki
5 BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Hakekat Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional bukanlah merupakan lawan dari kecerdasan intelektual yang biasa kita kenal dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab pendahuluan ini membahas masalah yang berhubungan dengan penelitian
BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini membahas masalah yang berhubungan dengan penelitian ini, yaitu pengaruh kecerdasan emosional terhadap kepuasan kerja. Hal ini termasuk latar belakang penelitian, rumusan
Lebih terperincidapat dalam bentuk berlari, bertanya, melompat, menangis, memukul, bahkan mendorong. Untuk itu seorang guru Taman Kanak-kanak harus memiliki kepekaan
Kecerdasan Emosional Pada Guru Taman Kanak-kanak (Studi Deskriptif) Laila Fitriani Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma ABSTRAK Kecerdasan emosional merupakan komponen yang dapat membuat seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat meraih hasil belajar yang relatif tinggi (Goleman, 2006).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Inteligensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar. Hakikat inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada siswa Sekolah Menengah Pertama berusia 12 tahun sampai 15 tahun, mereka membutuhkan bimbingan dan arahan dari pihak keluarga dan sekolah agar mereka dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress (santrock, 2007 : 200). Masa remaja adalah masa pergolakan yang dipenuhi oleh konflik dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang berkembang dan akan selalu mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab hakikat manusia sejak terjadinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak selalu membawa kebaikan bagi kehidupan manusia, kehidupan yang semakin kompleks dengan tingkat stressor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa anak-anak identik dengan penerimaan berbagai pengetahuan dari
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat anak memasuki usia sekolah, anak mulai menyadari bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidaklah diterima di masyarakat. Oleh karena itu, anak mulai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sumber informasi yang sangat penting bagi masyarakat. Di antara berbagai media
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Media komunikasi massa di waktu ini, dengan dukungan berbagai peralatan yang semakin canggih, berkembang dengan pesat untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang sangat penting di dalam perkembangan seorang manusia. Remaja, sebagai anak yang mulai tumbuh untuk menjadi dewasa, merupakan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hari Minggu tanggal 29 April 2007 seorang siswa kelas 1 (sebut saja A) SMA swasta di bilangan Jakarta Selatan dianiaya oleh beberapa orang kakak kelasnya. Penganiayaan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. dalam bentuk pengerusakan terhadap orang atau benda dengan unsur
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perilaku Agresi 2.1.1. DefinisiPerilaku Agresi Menurut Scheneiders (1955) perilaku agresif merupakan luapan emosi sebagai reaksi terhadap kegagalan individu yang ditampilkan
Lebih terperinciPENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA
PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA Ulil Nurul Imanah, M.Pd. Universitas Islam Majapahit ulil_math11@yahoo.co.id Abstrak Sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi kemampuan
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kecerdasan Emosional 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Emosional Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi kemampuan membaca, menulis dan berhitung yang merupakan keterampilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peneliti menganggap bahwa penelitian tentang kecerdasan emosional pada mahasiswa yang bekerja sangat penting, karena siapa pun dapat mengalami emosi, tak terkecuali
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan dimana perubahan secara fisik dan psikologis dari masa kanak-kanak ke masa dewasa (Hurlock, 2006). Perubahan psikologis yang terjadi
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kecerdasan Emosional 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Emosional Secara umum kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan dan memahami secara lebih efektif terhadap daya kepekaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Kebutuhan tersebut tidak hanya secara fisiologis
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).
Lebih terperinciRINGKASAN SKRIPSI. dalam bentuk verbal juga ada. Tak jarang masing-masing antar anggota pencak
RINGKASAN SKRIPSI A. PENDAHULUAN Sudah menjadi rahasia umum bahwa dunia persilatan memang sangat identik dengan perilaku kekerasan atau agresi. Mulai dari latihan pencak silat yang tampak terlihat memberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. malu, benci, dan ketakberdayaan pada realitas hidup. Stres bisa menyerang siapa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hidup di hari-hari ini semakin rentan dengan stres, mahasiswa sudah masuk dalam tahap persaingan yang sangat ketat, hanya yang siap mampu menjawab kemajuan teknologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang dilakukan dilingkungan institusi pendidikan yang semakin menjadi permasalahan dan menimbulkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat dilakukan di lingkungan mana saja baik di sekolah maupun di luar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dapat dilakukan di lingkungan mana saja baik di sekolah maupun di luar sekolah, dalam bentuk formal atau pendidikan yang dilaksanakan oleh sebuah lembaga
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitas Agresi merupakan perilaku yang dimaksudkan menyakiti orang lain baik secara fisik maupun psikis. Tingkah laku agresif adalah tingkah laku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai bekal untuk hidup secara mandiri. Masa dewasa awal atau early health
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa dikenal sebagai pelaku utama dan agent of exchange dalam gerakan-gerakan pembaharuan. Mahasiswa memiliki makna yaitu sekumpulan manusia intelektual
Lebih terperinciAGRESI. Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom.
AGRESI Modul ke: Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi. Fakultas Psikologi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,
Lebih terperinciLANDASAN PSIKOLOGIS BK. Diana Septi Purnama
LANDASAN PSIKOLOGIS BK Diana Septi Purnama Email: dianaseptipurnama@uny.ac.id Batasan Motif Sumadi Suryabrata (1995) motif adalah keadaan dalam pribadi orang yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan akademik (kognitif) saja namun juga harus diseimbangkan dengan kecerdasan emosional, sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan yang semakin kompleks, terutama kita yang hidup di perkotaan yang sangat rentan pada perkembangan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1, tabel 4.2 dan tabel 4.3 sebagai berikut: Tabel 4.1 Sampel penelitian dilihat dari usia (N=134)
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Subyek Penelitian SMP Mardi Rahayu Ungaran terletak di jalan Diponegoro No. 741, Ungaran, Kabupaten Semarang. Subjek dalam penelitian ada 134 siswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang ditandai dengan perubahan-perubahan didalam diri individu baik perubahan secara fisik, kognitif,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (http://id.wikipedia.org/wiki/rumah_sakit/oktober2010) diselenggarakan pemerintah dan masyarakat yang berfungsi untuk melakukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah sakit adalah sebuah institusi perawatan kesehatan profesional yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Rumah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Manusia menurut kodratnya merupakan makhluk sosial yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia menurut kodratnya merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Selain itu juga manusia diberikan akal pikiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya mereka dapat menggantikan generasi terdahulu dengan sumber daya manusia, kinerja dan moral
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan intelegensi atau akademiknya saja, tapi juga ditentukan oleh kecerdasan emosionalnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu modal yang harus dimiliki untuk hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari tingkat TK sampai dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Musik Dalam Kehidupan Sehari-Hari 1. Definisi Musik Musik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ilmu atau seni menyusun nada atau suara di urutan, kombinasi, dan hubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pendidikan tinggi (http://id.wikipedia.org). Mengenyam pendidikan pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia berusaha meningkatkan mutu pendidikan formal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan manusia untuk mengubah
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan manusia untuk mengubah sikap dan tata laku seseorang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. resiko (secara psikologis), over energy dan sebagainya. Hal tersebut dapat dilihat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ada stereotif yang umum berkembang di masyarakat yang menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa yang penuh masalah, penuh gejolak, penuh resiko (secara psikologis),
Lebih terperinci