BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. Manusia dalam perkembangannya, sebagai makhluk sosial tidak lepas dari

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. Manusia dalam perkembangannya, sebagai makhluk sosial tidak lepas dari"

Transkripsi

1 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Definisi Penyesuaian Diri Manusia dalam perkembangannya, sebagai makhluk sosial tidak lepas dari berinteraksi dengan orang lain maupun lingkungannya. Berbicara tentang interaksi individu dengan lingkungannya, penyesuaian diri adalah salah satu konsep yang ada di dalamnya. Penyesuaian diri merupakan kemampuan individu dalam berperilaku karena tuntutan untuk pemenuhan kebutuhan agar mendapat ketentraman dalam hubungan dengan lingkungan sekitar (Parman, 2013). Menurut Callhoun dan Acocella (dalam Sobur, 2003), penyesuaian dapat didefenisikan sebagai interaksi individu yang kontinu dengan diri individu sendiri, dengan orang lain, dan dengan dunia individu. Penyesuaian diri adalah proses yang melibatkan respon mental dan tingkah laku dimana individu berusaha menanggulangi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, mengatasi ketegangan, frustasi dan konflik untuk meningkatkan keseimbangan antara kebutuhan dari dalam diri individu dan lingkungan (Schneiders, 1964). Ali dan Asrori (2005) mengartikan penyesuaian diri adalah dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment. Hal ini selaras dengan pendapat Schneiders (dalam Ali, dkk, 2005) bahwa penyesuaian diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang yaitu: a) penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaption); b) penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity); dan c) penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery).

2 15 Dari berbagai pendapat para ahli di atas, peneliti melakukan analisis untuk membuat kesimpulan. Penyesuaian diri tidak hanya memperhatikan bagaimana seorang individu dapat menyesuiakan diri dengan kondisi atau keadaan dirinya saat ini, namun juga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan maupun situasi tempat individu berada dan beraktifitas. Peneliti menyimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah kemampuan individu dalam menghadapi perubahan yang terjadi dalam hidupnya, untuk mempertemukan tuntutan diri dan lingkungan agar tercapai keadaan atau tujuan yang diharapkan oleh diri sendiri dan lingkungannya. 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri Penyesuaian diri adalah kemampuan individu menghadapi perubahan yang terjadi dalam hidupnya, untuk mempertemukan tuntutan diri dan lingkungan agar tercapai keadaan atau tujuan yang diharapkan oleh diri sendiri dan lingkungannya (Parman, 2013). Dalam melakukan penyesuaian diri, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi dalam kemampuan seorang individu dalam melakukan penyesuaian diri di kehidupannya. Menurut Schneiders (1964) faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah : a. Kondisi fisik Aspek-aspek berkaitan dengan kondisi fisik yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri adalah : 1) Hereditas dan Konstitusi fisik Temperamen merupakan komponen utama karena temperamen itu muncul karakteristik yang paling dasar dari kepribadian, khususnya dalam memandang hubungan emosi dengan penyesuaian diri. 2) Sistem utama tubuh

3 16 Sistem syaraf, kelenjar dan otot termasuk ke dalam sistem utama tubuh yang memiliki pengaruh terhadap penyesuaian diri. 3) Kesehatan fisik Penyesuaian diri individu akan lebih mudah dilakukan dan dipelihara dalam kondisi fisik yang sehat daripada yang tidak sehat. Kondisi fisik yang sehat dapat menimbulkan penerimaan diri, percaya diri, harga diri, dan sejenisnya yang akan menjadi kondisi yang sangat menguntungkan bagi proses penyesuaian diri. b. Perkembangan dan kematangan Bentuk-bentuk penyesuaian diri individu berbeda pada setiap tahap perkembangan. Sejalan dengan perkembangannya, individu meninggalkan tingkah laku infantil dalam merespon lingkungan. Hal tersebut bukan karena proses pembelajaran semata, melainkan karena individu menjadi lebih matang. Kematangan individu dalam segi intelektual, sosial, moral, dan emosi mempengaruhi bagaimana individu melakukan penyesuaian diri. c. Keadaan psikologis Keadaan mental yang sehat merupakan syarat bagi tercapainya penyesuaian diri yang baik, sehingga dapat dikatakan bahwa adanya frustrasi, kecemasan dan cacat mental akan dapat melatarbelakangi adanya hambatan dalam penyesuaian diri. Keadaan mental yang baik akan mendorong individu untuk memberikan respon yang selaras dengan dorongan internal maupun tuntutan lingkungannya. Variabel yang termasuk dalam keadaan psikologis di antaranya adalah pengalaman, pendidikan, konsep diri, dan keyakinan diri. d. Keadaan lingkungan Keadaan lingkungan yang baik, damai, tenteram, aman, penuh penerimaan dan pengertian, serta mampu memberikan perlindungan kepada anggota-anggotanya merupakan lingkungan yang akan memperlancar proses penyesuaian diri. Sebaliknya

4 17 apabila individu tinggal dilingkungan yang tidak tenteram, tidak damai, dan tidak aman, maka individu tersebut akan mengalami gangguan dalam melakukan proses penyesuaian diri. Keadaan lingkungan yang dimaksud meliputi sekolah, rumah, dan keluarga. Sekolah bukan hanya memberikan pendidikan bagi individu dalam segi intelektual, tetapi juga dalam aspek sosial dan moral yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Sekolah juga berpengaruh dalam pembentukan minat, keyakinan, sikap dan nilai-nilai yang menjadi dasar penyesuaian diri yang baik (Schneiders, 1964). e. Tingkat religiusitas dan kebudayaan Religiusitas merupakan faktor yang memberikan suasana psikologis yang dapat digunakan untuk mengurangi konflik, frustrasi dan ketegangan psikis lain. Religiusitas memberi nilai dan keyakinan sehingga individu memiliki arti, tujuan, dan stabilitas hidup yang diperlukan untuk menghadapi tuntutan dan perubahan yang terjadi dalam hidupnya (Schneiders, 1964). Kebudayaan pada suatu masyarakat merupakan suatu faktor yang membentuk watak dan tingkah laku individu untuk menyesuaikan diri dengan baik atau justru membentuk individu yang sulit menyesuaikan diri. 3. Dimensi dari Penyesuaian Diri Penyesuaian diri yang normal merupakan cara bereaksi dan bertingkahlaku yang wajar. Penyesuaian diri yang normal memiliki beberapa karakteristik. Karakteristik penyesuaian diri menurut Schneiders (dalam Indarwati, 2012) adalah: a. Ketiadaan Emosi Yang Berlebihan Penyesuaian yang normal dapat diidentifikasi dengan tidak ditemukannya emosi yang berlebihan. Individu yang merespon masalah dengan ketenangan dan kontrol emosi memungkinkan individu untuk memecahkan kesulitan secara inteligen. Adanya kontrol emosi membuat individu mampu berpikir jernih terhadap masalah yang dihadapinya dan

5 18 memecahan masalah dengan cara yang sesuai. Ketiadaan emosi tidak berarti mengindikasikan abnormalitas tapi merupakan kontrol dari emosi. b. Ketiadaan Mekanisme Psikologis Penyesuaian normal dikarakteristikkan dengan tidak ditemukannya mekanisme psikologis. Ketika usaha yang dilakukan gagal, individu mengakui kegagalannya dan berusaha mendapatkannya lagi merupakan penyesuaian diri yang baik dibandingkan melakukan mekanisme seperti rasionalisasi, proyeksi, kompensasi. Individu dengan penyesuaian diri yang buruk berusaha melakukan rasionalisasi dengan menimpakan kesalahan pada orang lain. c. Ketiadaan Perasaan Frustrasi Pribadi Penyesuaian yang baik terbebas dari perasaan frustrasi pribadi. Perasaan frustrasi membuat sulit bereaksi normal terhadap masalah. Misalnya, seorang siswa yang merasa frustrasi dengan hasil akademiknya yang terus merosot menjadi sulit untuk mengorganisasikan pikiran, perasaan, tingkah laku efisien pada situasi dimana individu merasa frustrasi. Individu yang merasa frustrasi akan mengganti reaksi normal dengan mekanisme psikologis atau reaksi lain yang sulit dalam menyesuaikan diri seperti sering marah tanpa sebab ketika bergaul dengan orang lain. d. Pertimbangan Rasional Dan Kemampuan Mengarahkan Diri (Self-direction) Karakteristik menonjol dari penyesuaian normal adalah pertimbangan rasional dan kemampuan mengarahkan diri. Karakteristik ini dipakai dalam tingkahlaku sehari-hari untuk mengatasi masalah ekonomi, hubungan sosial, kesulitan perkawinan. Kemampuan individu menghadapi masalah, konflik, frustrasi menggunakan kemampuan berpikir secara rasional dan mampu mengarahkan diri dalam tingkah laku yang sesuai mengakibatkan penyesuaian normal.

6 19 e. Kemampuan Untuk Belajar Penyesuaian normal dikarakteristikkan dengan belajar terus-menerus dalam memecahkan masalah yang penuh dengan konflik, frustrasi atau stres. Misalnya orang yang belajar menghindari sikap egois agar terjadi keharmonisan dalam keluarga. f. Kemampuan Menggunakan Pengalaman Masa Lalu Kemampuan menggunakan pengalaman masa lalu merupakan usaha individu untuk belajar dalam menghadapi masalah. Penyesuaian normal membutuhkan penggunaan pengalaman masa lalu. Pengalaman masa lampau yang menguntungkan seperti belajar berkebun diperlukan agar individu dapat menggunakannya untuk pengalaman sekarang ketika menghadapi kesulitan keuangan dengan membuka usaha menjual tanaman. g. Sikap Realistik Dan Objektif Penyesuaian yang normal berkaitan dengan sikap yang realistik dan objektif. Sikap realistik dan objektif berkenaan dengan orientasi individu terhadap kenyataaan, mampu menerima kenyataan yang dialami tanpa konflik dan melihatnya secara objektif. Sikap realistik dan objektif berdasarkan pada belajar, pengalaman masa lalu, pertimbangan rasional, dapat menghargai situasi dan masalah. Sikap realistik dan objektif digunakan untuk menghadapi peristiwa penting seperti orang yang kehilangan pekerjaan tetap memiliki motivasi sehingga dapat menerima situasi dan berhubungan secara baik dengan orang lain. Beberapa hal yang telah dijelaskan diatas, menjadi pertimbangan-pertimbangan oleh peneliti untuk mendukung penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Berdasarkan uraian di atas maka aspek-aspek penyesuaian diri yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada teori Schneiders, (dalam Indarwati, 2012) antara lain ketiadaan emosi yang berlebihan, ketiadaan mekanisme psikologis, ketiadaan perasaan frustrasi pribadi, pertimbangan rasional dan kemampuan mengarahkan diri, kemampuan untuk belajar,

7 20 kemampuan menggunakan pengalaman masa lalu, sikap realistik dan objektif. Peneliti menggunakan dimensi ini karena, dimensi tersebut dapat mewakili aspek-aspek penyesuaian diri pada anggota TNI AD. B. Agresivitas 1. Definisi Agresivitas Agresivitas adalah suatu kecenderungan habitual (yang dibiasakan) untuk memamerkan permusuhan dan merupakan pernyataan diri secara tegas, penonjolan diri, penuntutan atau pemaksaan diri dan merupakan suatu dominasi sosial, kekuasaan sosial, khususnya yang diterapkan secara ekstrim (Krahe, 2005). Banyak tokoh yang berusaha memberikan definisi tentang agresivitas. Berkowitz (2003) mengatakan bahwa agresivitas mengacu pada keinginan yang relatif merekat untuk menjadi agresif dalam berbagai situasi yang berbeda atau agresivitas dianggap sebagai kecenderungan untuk menjadi agresif. Baron dan Richarson (dalam Krahe, 2005) mengatakan bahwa agresif adalah segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti atau melukai makhluk hidup lain yang terdorong untuk menghindari perlakuan itu. Murray (dalam Krahe, 2005) mengatakan bahwa agresif adalah kebutuhan untuk menyerang, memperkosa atau melukai orang lain untuk meremehkan, merugikan, mengganggu, membahayakan, merusak, menjahati, mengejek, mencemoohkan atau menuduh secara sehat, menghukum berat atau melakukan tindakan sadis lainnya. Dalam arti tertentu Tedeschi dan Felson (dalam Krahe, 2005) menjelaskan agresi sebagai perilaku yang ditujukan atau dilakukan dengan niat untuk menimbulkan akibat negatif pada sasarannya, atau sebaliknya akan menimbulkan harapan bahwa tindakan itu menghasilkan sesuatu.

8 21 Berkowitz (dalam Koeswara 1988) membedakan agresi ke dalam dua macam agresi, yakni agresi instrumental (instrumental agression) dan agresi benci (hostile agression) atau disebut juga agresi impulsif (impulsive agression) Berkowitz (dalam Koeswara, 1988) mengemukakan bahwa agresi instrumental adalah agresi yang dilakukan oleh organisme atau individu sebagai alat atau cara untuk mencapai tujuan tertentu. Dari berbagai definisi yang diungkapkan oleh beberapa tokoh ahli di atas, peneliti melakukan analisis untuk membuat kesimpulan. Agresivitas seorang individu ditunjukkan dengan perilaku agresif yang dimunculkan. Peneliti menyimpulkan bahwa agresivitas adalah kecenderungan dari segala bentuk perilaku yang dilakukan baik verbal, fisik ataupun keduanya yang dilakukan secara sadar dan memiliki tujuan untuk menyerang atau menyakiti orang lain ataupun makhluk hidup lain, agresi dibagi menjadi dua yaitu agresi instrumental dan agresi impulsif. 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Agresivitas Menurut Berkowitz (2003), terdapat sembilan faktor penyebab atau stimulus munculnya perilaku agresif, adalah sebagai berikut: a. Frustrasi Frustrasi bisa mempengaruhi kemungkinan untuk melakukan serangan terbuka, mereka bisa menjadi agresif meskipun hanya menemui rintangan yang sifatnya legal atau tak sengaja. Dorongan agresif mungkin tidak selalu tampak mata, akan tetapi bisa juga rintangan yang tidak bertentangan dengan kaidah sosial menyebabkan kecenderungan agresi. b. Perasaan Negatif Perasaan negatif merupakan akar dari agresi emosional. Salah satu bentuk dari perasaan negatif adalah inferiority feeling. Inferiority feeling adalah suatu bentuk perasaan

9 22 negatif terhadap dirinya sendiri (Jalaludin, 1977). Berkowitz (1995) yang mengatakan bahwa individu mengamuk baik secara verbal maupun secara fisik karena merasa terhina atau merasa harga dirinya tersinggung. c. Pikiran Atau Kognitif Penilaian mungkin tidak begitu penting, tetapi jelas bisa mempunyai pengaruh besar. Paling tidak, interpretasi bisa menentukan apakah kejadian emosional menyenangkan atau tidak menyenangkan, seberapa kuat perasaan yang ditimbulkan dan apakah faktor penahan memainkan peranan. Dengan demikian, pikiran dapat mempengaruhi agresivitas seseorang dengan menentukan kejadian emosionalnya terlebih dahulu. Berkowitz (1995) menyatakan bahwa kita menjadi marah hanya ketika kita berkeyakinan bahwa ada yang berbuat salah pada kita atau sengaja mengancam kita, dan kemudian kita ingin menyakiti orang itu karena kemarahan kita. d. Pengalaman Masa Kecil Pengalaman pada waktu masih kecil memiliki kemungkinan untuk menjadikan anak bertindak agresi emosional, sehingga waktu dewasa menjadi agresif dan anti sosial. e. Pengaruh Teman Teman merupakan salah satu agen sosialisasi yang dijumpai anak-anak dalam kehidupan, dari waktu kecil hingga dewasa. Teman ini mengajari cara bertindak dalam situasi tertentu, dengan berperan sebagai model dan dengan memberi suatu penerimaan atau dukungan apabila mereka bertindak dengan cara yang dianggap pas. f. Pengaruh Kelompok Dalam kelompok atau geng, anak-anak merasa dapat penerimaan dan status, mereka merasa penting dalam geng, sementara di tempat lain tidak berharga. Mereka juga mendapatkan dukungan bahwa pandangan dan sikap mereka bersama itu benar, bahkan bahaya yang mereka takuti dapat diatasi. Dukungan ini memainkan peran penting pada

10 23 perilaku agresif anak. Seorang anak yang mengalami penyimpangan sosial mungkin tidak berani melanggar hukum, tetapi jika bersama teman-teman anggota geng, ia merasa berani dan aman. g. Kondisi tidak menyenangkan yang diciptakan orang tua Kondisi tidak menyenangkan ini dapat berupa memberikan sikap dingin, acuh, tidak konsisten terhadap apa yang diinginkan dari si anak, serta memberikan hukuman yang brutal jika si anak tidak mematuhi perintah. Dari kondisi tak menyenangkan tersebut, dapat dipastikan bahwa anak akan menjadi relatif agresif apabila berada di luar lingkungan keluarga. h. Konflik Keluarga Banyak yang beranggapan bahwa banyak anak nakal merupakan korban penyimpangan sosial dari kondisi keluarga abnormal. Hal tersebut dikarenakan mereka tidak hanya tumbuh dalam kemiskinan tetapi juga hanya mempunyai satu orang tua dan bukan dua sehingga mereka belajar untuk tidak menerima norma dan nilai-nilai tradisional masyarakat. i. Pengaruh Model Pengaruh model terhadap anak juga bisa mempengaruhi kecenderungan agresif anak, tidak perduli apakah orang lain itu ingin ditiru atau tidak. Dalam psikologi, fenomena ini disebut dengan modeling dan mendefinisikannya sebagai pengaruh yang timbul ketika orang lain melihat orang lain (model) bertindak dengan cara tertentu dan kemudian meniru perilaku model. Berdasarkan dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa perilaku agresif memiliki banyak faktor penyebab, yaitu faktor yang berasal dari diri individu sendiri maupun dari luar diri individu. Adapun faktor yang berasal dari diri individu, yaitu faktor perasaan frustrasi, perasaan negatif, pikiran atau kognisi, dan pengalaman masa kecil. Sedangkan

11 24 faktor yang berasal dari luar individu yaitu serangan, pengaruh teman, pengaruh kelompok, kondisi tidak menyenangkan yang diciptakan orang tua, konflik keluarga, dan pengaruh model. 3. Dimensi dari Agresivitas Dalam usahanya mengkonsepsikan berbagai bentuk agresi pada manusia Buss dan Perry (dalam Lutfi, 2009) telah mengklasifikasikan agresi menjadi empat bentuk, yaitu: a. Agresi Fisik Merupakan agresi yang dilakukan untuk melukai orang lain secara fisik. Hal ini termasuk memukul, menendang, menusuk dan membakar. Merupakan komponen dari perilaku motorik. b. Agresi Verbal Merupakan agresi yang dilakukan untuk melukai orang lain secara verbal. Tindakan untuk menyakiti dan melukai orang lain, hanya saja melalui verbalisasi. Misalnya, bila seseorang membentak, mengumpat, mengejek dan berdebat maka orang itu dapat dikatakan sedang melakukan agresi verbal. c. Rasa Marah Merupakan emosi atau afektif seperti keterbangkitan dan kesiapan psikologis untuk bersikap agresif, hanya berupa perasaan dan tidak mempunyai tujuan apapun. Misalnya, mudah kesal, hilang kesabaran, dan tidak mampu mengontrol rasa marah. d. Sikap Permusuhan Merupakan perwakilan dari komponen perilaku kognitif seperti perasaan benci dan curiga pada orang lain, merasa kehidupan yang dialami tidak adil dan iri hati. Hal inilah yang menjadi fokus utama dalam penelitian ini, karena aspek-aspek yang telah tersusun diatas dapat dijadikan sebagai landasan kriteria seorang anggota TNI AD

12 25 KODAM IX/UDAYANA, di Bali yang melakukan tindakan agresivitas, dalam berinteraksi dilingkungannya. C. Dinamika Hubungan Penyesuaian Diri dengan Agresivitas Pada Anggota TNI AD KODAM IX/UDAYANA, di Bali Anggota TNI AD KODAM IX/UDAYANA, di Bali, merupakan individu-individu terpilih yang memenuhi persyaratan, dan telah menjalani berbagai seleksi untuk dapat menjadi seorang anggota TNI AD dan berdinas di KODAM IX/UDAYANA, di Bali. Dalam menjalankan pendidikannya serta dalam menjalankan tugasnya sebagai anggota TNI AD, para anggota TNI AD ditanamkan untuk memiliki semangat pantang menyerah, rela berkorban, disiplin tinggi, keras, hormat, serta berwibawa dan tegas. Setelah menyelesaikan pendidikannya, seorang anggota TNI AD akan melaksanakan seleksi penempatan, baik itu akan ditempatkan sebagai staf maupun sebagai pasukan. Seorang anggota TNI AD harus siap ditempatkan dimana saja dan kapan saja, sesuai dengan surat perintah yang anggota TNI AD tersebut terima. Terlepas dari perasaan puas atau tidak puas terhadap penempatan yang diterima oleh anggota TNI AD tersebut. Setelah menerima surat perintah terkait penempatan tersebut, anggota TNI AD dihadapkan kembali kepada lingkungan baru, baik dalam lingkungan dinas, yaitu saling berinteraksi dengan sesama anggota TNI AD dalam kesatuan yang diterima, serta di dalam lingkungan sosial masyarakat, yaitu saling berinteraksi dengan masyarakat sipil atau umum. Tentunya para anggota TNI AD, harus selalu siap dalam menghadapi lingkungan dan situasi baru yang ditemuinya, baik itu di lingkungan dinas, maupun di lingkungan sosial masyarakat. Hal ini menyebabkan seorang anggota TNI AD dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan baik dilingkungan barunya, tempat para anggota TNI AD tersebut berdinas.

13 26 Penyesuaian diri yang baik dibutuhkan untuk dapat bersikap dan berperilaku sesuai dengan lingkungannya. Hal ini dilakukan untuk dapat meminimalisir munculnya konflik yang dapat disebabkan oleh agresivitas yang dimiliki oleh anggota TNI AD KODAM IX/UDAYANA, di Bali. Anggota TNI AD KODAM IX/UDAYANA di Bali yang kurang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri serta menempatkan diri yang baik di dalam mengahadapi situasi dan lingkungan barunya baik dinas maupun sosial masyarakat akan memunculkan konflik-konflik yang akan diakibatkan oleh agresivitas yang dimiliki oleh anggota TNI AD KODAM IX/UDAYANA tersebut. Oleh karena itu para Anggota TNI AD KODAM IX/UDAYANA di Bali, dituntut harus mampu untuk menempatkan dirinya, bagaimana seharusnya anggota TNI AD bersikap dalam menghadapi lingkungan dinas dengan sesama anggota TNI AD, maupun bagaimana harus bersikap dalam menghadapi lingkungan sosial dengan masyarakat sipil atau umum lainnya. Berdasarkan penjelasan diatas, hal inilah yang menjadi perhatian bagi peneliti, dan membuat peneliti ingin mencari tahu dan tertarik untuk meneliti apakah ada hubungan antara penyesuaian diri dengan agresivitas anggota TNI AD KODAM IX/UDAYANA, di Bali.

14 27 D. Bagan Dinamika Hubungan Antarvariabel Penyesuaian Diri dengan Agresivitas Pada Anggota TNI AD KODAM IX/UDAYANA, di Bali Anggota TNI-AD KODAM IX UDY Pendidikan Sebagai Prajurit atau Anggota TNI AD Penempatan di Staf Maupun Pasukan Puas Maupun Tidak Puas (Pemindahtugasan) Lingkungan Dinas Lingkungan Sosial Masyarakat Penyesuaian Diri Agresivitas Konflik Keterangan Bagan : : Garis hubungan faktor-faktor pengantar yang akan diteliti : Garis hubungan variabel yang akan menjadi fokus penelitian : Faktor-faktor pengantar variabel yang akan diteliti : Variabel yang menjadi fokus penelitian

15 28 E. Hipotesis Penelitian Berdasarkan dinamika hubungan antara dua variabel diatas, serta kerangka berpikir yang telah dijelaskan sebelumnya oleh peneliti, maka peneliti ingin mengajukan hipotesis dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut : Hipotesis a. Hipotesis Nol (Ho) : tidak ada hubungan penyesuaian diri dengan agresivitas pada anggota TNI AD KODAM IX/UDAYANA, di Bali. b. Hipotesis Alternatif (Ha) : ada hubungan penyesuaian diri dengan agresivitas pada anggota TNI AD KODAM IX/UDAYANA, di Bali.

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian diri ialah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhankebutuhan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1. Perilaku Agresif 2.1.1. Pengertian Perilaku Agresif Perasaan kecewa, emosi, amarah dan sebagainya dapat memicu munculnya perilaku agresif pada individu. Pemicu yang umum dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Agresi. pemuasan atau tujuan yang dapat ditujukan kepada orang lain atau benda.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Agresi. pemuasan atau tujuan yang dapat ditujukan kepada orang lain atau benda. 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Agresi 1. Pengertian Perilaku Agresi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, agresi adalah perbuatan bermusuhan yang bersifat menyerang secara fisik maupun psikis kepada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dimaksud adalah lingkungan sosial yang berisi individu-individu yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dimaksud adalah lingkungan sosial yang berisi individu-individu yang BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Definisi Penyesuaian Diri Salah satu bentuk interaksi ditandai ketika seseorang menyesuaikan diri terhadap lingkungan baru. Lingkungan baru yang dimaksud adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari

BAB I PENDAHULUAN. adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan yang terjadi saat ini sangat memprihatinkan, salah satunya adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari Komnas Perlindungan anak,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Remaja dipandang sebagai periode perubahan, baik dalam hal fisik, minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya mereka dapat menggantikan generasi terdahulu dengan sumber daya manusia, kinerja dan moral

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu atau objek-objek

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu atau objek-objek BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agresi 2.1.1 Definisi Agresivitas adalah segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti orang lain baik secara fisik maupun mental (Aziz & Mangestuti, 2006). Perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dianggap sebagai masa labil yaitu di mana individu berusaha mencari jati dirinya dan mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk mengatasi tekanan kebutuhan, frustrasi dan kemampuan untuk. mengembangkan mekanisme psikologi yang tepat diungkapkan oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk mengatasi tekanan kebutuhan, frustrasi dan kemampuan untuk. mengembangkan mekanisme psikologi yang tepat diungkapkan oleh BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Personal Adjustment 1. Defenisi Personal Adjustment Personal Adjustment (Penyesuaian diri) merupakan kemampuan untuk mengatasi tekanan kebutuhan, frustrasi dan kemampuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1.Latar Belakang Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat dari sekolah bagi siswa ialah melatih kemampuan akademis siswa,

Lebih terperinci

ASPEK PERKEMBANGAN SOSIAL

ASPEK PERKEMBANGAN SOSIAL ASPEK PERKEMBANGAN SOSIAL I. PENGERTIAN DAN PROSES SOSIALISASI Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial (Hurlock, 1990). Tuntutan sosial pada perilaku

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DENGAN INTENSI AGRESI PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN YAYASAN KEJURUAN TEKNOLOGI BARU (SMK YKTB) 2 KOTA BOGOR Oleh: Amalina Ghasani 15010113130113 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak dan masa dewasa. Dimana pada masa ini remaja memiliki kematangan emosi, sosial, fisik dan psikis.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang variabel-variabel dimana didalamanya terdapat definisi, faktor dan teori dari masing-masing variabel dan juga berisi tentang hipotesis penelitian ini. 2.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan adaptasi (Lazarus, 1969). Penyesuaian diri merupakan proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan adaptasi (Lazarus, 1969). Penyesuaian diri merupakan proses BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENYESUAIAN DIRI 1. Pengertian Penyesuaian Diri Penyesuaian diri merupakan istilah yang digunakan para psikolog, dimana sebelumnya konsep ini merupakan konsep biologis yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung pendidikan sepanjang hayat adalah diakuinya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). PAUD adalah pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat dilakukan di lingkungan mana saja baik di sekolah maupun di luar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat dilakukan di lingkungan mana saja baik di sekolah maupun di luar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dapat dilakukan di lingkungan mana saja baik di sekolah maupun di luar sekolah, dalam bentuk formal atau pendidikan yang dilaksanakan oleh sebuah lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai bekal untuk hidup secara mandiri. Masa dewasa awal atau early health

BAB I PENDAHULUAN. sebagai bekal untuk hidup secara mandiri. Masa dewasa awal atau early health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa dikenal sebagai pelaku utama dan agent of exchange dalam gerakan-gerakan pembaharuan. Mahasiswa memiliki makna yaitu sekumpulan manusia intelektual

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian Diri Menurut Schneiders (1964) penyesuaian diri sebagai suatu proses yang melibatkan respon-respon mental dan perbuatan individu dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia mencapai 243,8 juta jiwa dan sekitar 33,9 persen diantaranya adalah anakanak usia 0-17 tahun (Badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak selalu membawa kebaikan bagi kehidupan manusia, kehidupan yang semakin kompleks dengan tingkat stressor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan

I. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Proses kehidupan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola asuh merupakan interaksi yang diberikan oleh orang tua dalam berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berpendidikan akan mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dan

BAB I PENDAHULUAN. yang berpendidikan akan mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses yang dinamis dalam mengembangkan segenap potensi yang ada pada diri manusia, tingkat pendidikan suatu bangsa merupakan cermin kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agresivitas 2.1.1 Definisi Agresivitas Agresi adalah pengiriman stimulus tidak menyenangkan dari satu orang ke orang lain, dengan maksud untuk menyakiti dan dengan harapan menyebabkan

Lebih terperinci

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJA PANTI ASUHAN SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh:

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA Skripsi Untuk memenuhi persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun oleh : NITALIA CIPUK SULISTIARI F 100 040

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses timbulnya perilaku tersebut ialah ketika seseorang dalam suatu titik. perilaku yang dinamakan perilaku agresif.

BAB I PENDAHULUAN. Proses timbulnya perilaku tersebut ialah ketika seseorang dalam suatu titik. perilaku yang dinamakan perilaku agresif. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku agresif seringkali diperbincangkan oleh masyarakat karena hal tersebut memicu kekhawatiran masyarakat sekitar, terutama di kalangan pelajar SMK. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi dengan lingkungan senantiasa dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut sebagai pemain ke-12, sehingga suatu pertandingan tidak berarti tanpa

BAB I PENDAHULUAN. disebut sebagai pemain ke-12, sehingga suatu pertandingan tidak berarti tanpa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepakbola tidak terlepas dari yang namanya supporter, supporter biasa disebut sebagai pemain ke-12, sehingga suatu pertandingan tidak berarti tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah besar budaya yang berbeda. Siswanya sering berpindah berpindah dari satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penggemarnya amat luas. Jika kita bicara di era globalisasi sepak bola,

BAB I PENDAHULUAN. penggemarnya amat luas. Jika kita bicara di era globalisasi sepak bola, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sepak bola merupakan salah satu cabang olahraga yang penggemarnya amat luas. Jika kita bicara di era globalisasi sepak bola, maka globalisasi yang paling sukses disepanjang

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi

MODUL PERKULIAHAN. Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi MODUL PERKULIAHAN AGRESI Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Fakultas Psikologi Psikologi 61119

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, kasus tindak kekerasan semakin marak terjadi. Hal tersebut tidak hanya terjadi di tempat yang rawan kriminalitas saja tetapi juga banyak terjadi di berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang dilakukan dilingkungan institusi pendidikan yang semakin menjadi permasalahan dan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja yang merupakan masa-masa dimana banyak terjadi perubahan dalam kehidupan seseorang. Berdasarkan fenomena yang diberitakan melalui berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) adalah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) adalah merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) adalah merupakan bagian yang terintegrasi dari sistem pertahanan nasional Indonesia. Sejak kelahirannya, TNI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang sering terjadi pada masa remaja yaitu kasus pengeroyokan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang sering terjadi pada masa remaja yaitu kasus pengeroyokan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah yang sering terjadi pada masa remaja yaitu kasus pengeroyokan ataupun kasus tawuran dan keributan antara pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) yang pada akhirnya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Agresivitas

BAB II LANDASAN TEORI. A. Agresivitas BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas Semua orang seperti memahami apa itu agresi, namun pada kenyatannya terdapat perbedaan pendapat tentang definisi agresivitas. agresi identik dengan hal yang buruk.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SOSIAL PENGERTIAN PERKEMBANGAN SOSIAL 3/22/2012

PERKEMBANGAN SOSIAL PENGERTIAN PERKEMBANGAN SOSIAL 3/22/2012 PERKEMBANGAN SOSIAL PENGERTIAN PERKEMBANGAN SOSIAL Yusuf (2007) menyatakan bahwa Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. 1 BAB 1 PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. Dimulai dari masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan masa tua. Pada setiap masa pertumbuhan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluaga mempunyai fungsi tidak hanya terbatas sebagai penerus keturunan

BAB I PENDAHULUAN. Keluaga mempunyai fungsi tidak hanya terbatas sebagai penerus keturunan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keluaga mempunyai fungsi tidak hanya terbatas sebagai penerus keturunan saja, dalam bidang pendidikan pun, keluarga merupakan sumber pendidikan utama karena

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pada lingkungannya (Sunarto dan Hartono, 2008). Penyesuaian merupakan

BAB II LANDASAN TEORI. pada lingkungannya (Sunarto dan Hartono, 2008). Penyesuaian merupakan 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Penyesuaian Diri Penyesuaian mengacu pada seberapa jauhnya kepribadian individu berfungsi secara efisien dalam masyarakat (Hurlock, 2005). Penyesuaian adalah usaha menusia untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada siswa Sekolah Menengah Pertama berusia 12 tahun sampai 15 tahun, mereka membutuhkan bimbingan dan arahan dari pihak keluarga dan sekolah agar mereka dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian Diri Schneider (1964) mengemukakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses yang mencakup respon-respon mental dan tingkah laku

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak,

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun. Pada usia ini anak mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak, dan mengabungkan diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari hubungan dengan lingkungan sekitarnya. individu dan memungkinkan munculnya agresi.

BAB I PENDAHULUAN. dari hubungan dengan lingkungan sekitarnya. individu dan memungkinkan munculnya agresi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siswanto (2007) menjelaskan bahwa agresi merupakan salah satu koping tindakan langsung. Koping dalam tindakan langsung merupakan usaha tingkah laku yang dijalankan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S 1 Psikologi Diajukan oleh : Refti Yusminunita F 100 050

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan

Lebih terperinci

BAB II PENYESUAIAN DIRI. dari pengertian yang didasarkan pada ilmu biologi, yaitu di kemukan

BAB II PENYESUAIAN DIRI. dari pengertian yang didasarkan pada ilmu biologi, yaitu di kemukan BAB II PENYESUAIAN DIRI A. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian Diri Pengertian penyesuaian diri (adaptasi) pada awalnya berasal dari pengertian yang didasarkan pada ilmu biologi, yaitu di kemukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial dan makhluk budaya yang memiliki ciri-ciri yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial dan makhluk budaya yang memiliki ciri-ciri yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial dan makhluk budaya yang memiliki ciri-ciri yang berbeda antara satu dengan yang lain. Perbedaan inilah yang merupakan keunikan dari manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari dan menjalani kehidupan. Era ini memiliki banyak tuntutantuntutan

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari dan menjalani kehidupan. Era ini memiliki banyak tuntutantuntutan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era global yang terus berkembang menuntut manusia untuk lebih dapat beradaptasi serta bersaing antara individu satu dengan yang lain. Dengan adanya suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cenderung bereaksi dan bertindak dibawah reaksi yang berbeda-beda, dan tindakantindakan

BAB I PENDAHULUAN. cenderung bereaksi dan bertindak dibawah reaksi yang berbeda-beda, dan tindakantindakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak selamanya berjalan dengan mulus, tenang, penuh dengan kebahagiaan dan kegembiraan. Tetapi seringkali manusia menghadapi berbagai cobaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbicara terkait kasus-kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbicara terkait kasus-kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara terkait kasus-kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Indonesia, saat ini sudah tidak mengenal kata usai dan terus bertambah setiap tahunnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dipandang sebagai proses yang dinamis yang dipengaruhi oleh sifat bakat seseorang dan pengaruh lingkungan dalam menentukan tingkah laku apa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keberadaan orang lain dalam hidupnya. Dorongan atau motif sosial pada manusia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keberadaan orang lain dalam hidupnya. Dorongan atau motif sosial pada manusia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial, yang berarti manusia tidak dapat hidup sendiri. Didalam situasi dan keadaan seperti apapun manusia selalu membutuhkan keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar

Lebih terperinci

RINGKASAN SKRIPSI. dalam bentuk verbal juga ada. Tak jarang masing-masing antar anggota pencak

RINGKASAN SKRIPSI. dalam bentuk verbal juga ada. Tak jarang masing-masing antar anggota pencak RINGKASAN SKRIPSI A. PENDAHULUAN Sudah menjadi rahasia umum bahwa dunia persilatan memang sangat identik dengan perilaku kekerasan atau agresi. Mulai dari latihan pencak silat yang tampak terlihat memberikan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh 1.1 Definisi Pengasuhan adalah kegiatan kompleks yang mencakup berbagai tingkah laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh anak (Darling,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena akhir-akhir ini sangatlah memprihatinkan, karena kecenderungan merosotnya moral bangsa hampir diseluruh dunia. Krisis moral ini dilanjutkan dengan

Lebih terperinci

Pengembangan Agresi o Sejak usia prasekolah beberapa anak menunjukkan tingkat abnormalitas yang tinggi terhadap permusuhan atau perlawanan. o Anak mel

Pengembangan Agresi o Sejak usia prasekolah beberapa anak menunjukkan tingkat abnormalitas yang tinggi terhadap permusuhan atau perlawanan. o Anak mel PERKEMBANGAN AGRESI Pengembangan Agresi o Sejak usia prasekolah beberapa anak menunjukkan tingkat abnormalitas yang tinggi terhadap permusuhan atau perlawanan. o Anak melakukan agresi baik secara verbal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental semu. Menurut Azwar (1999) penelitian eksperimental semu adalah jenis penelitian yang meniru kondisi penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS. tempat tinggal maupun lingkungan keluarga dengan baik. Namun hal tersebut

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS. tempat tinggal maupun lingkungan keluarga dengan baik. Namun hal tersebut 7 BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Pengertian Penyesuaian diri Penyesuaian diri merupakan suatu tindakan, di mana individu bisa menerima keadaan lingkungan sekitarnya, baik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Penyesuaian Diri 1. Penyesuaian Diri Seorang tidak dilahirkan dalam keadaan telah mampu menyesuaikandiri atau tidak mampu menyesuaikan diri. Kondisi fisik, mental

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anjarsari (2011: 19), mengatakan bahwa kenakalan adalah perbuatan anti. orang dewasa diklasifikasikan sebagai tindakan kejahatan.

I. PENDAHULUAN. Anjarsari (2011: 19), mengatakan bahwa kenakalan adalah perbuatan anti. orang dewasa diklasifikasikan sebagai tindakan kejahatan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kenakalan remaja bukan merupakan permasalahan baru yang muncul kepermukaan, akan tetapi masalah ini sudah ada sejak lama. Banyak cara, mulai dari tindakan prefentif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain, saling memberikan pengaruh antara satu dengan yang lain dan ingin

BAB I PENDAHULUAN. lain, saling memberikan pengaruh antara satu dengan yang lain dan ingin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu dengan yang lain, saling memberikan pengaruh antara satu dengan yang lain dan ingin berkumpul untuk

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. orang lain maupun lingkungan (Townsend, 1998). orang lain, dan lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1998).

BAB II KONSEP DASAR. orang lain maupun lingkungan (Townsend, 1998). orang lain, dan lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1998). BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang paling mendapat perhatian dalam rentang kehidupan manusia. Hal ini disebabkan banyak permasalahan yang terjadi dalam masa remaja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Adolescence (remaja) merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia, karena masa remaja adalah masa transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menghubungkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN EKSTROVERT DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA

HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN EKSTROVERT DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN EKSTROVERT DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA SKRIPSI Disusun Untuk memenenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Gelar Sarjana S1 Psikologi Oleh: Dony Sinuraya F. 100 030 142 FAKULTAS

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DAN KEPERCAYAAN DIRI DENGAN PERILAKU PENYALAHGUNAAN NAPZA PADA WANITA DEWASA Skripsi Untuk memenuhi persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun oleh

Lebih terperinci

AGRESI. Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom.

AGRESI. Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. AGRESI Modul ke: Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi. Fakultas Psikologi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

PROFIL PENYESUAIAN SOSIAL SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 35 JAKARTA

PROFIL PENYESUAIAN SOSIAL SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 35 JAKARTA 95 PROFIL PENYESUAIAN SOSIAL SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 35 JAKARTA Nur Asri Fitriani 1 Dra. Dharma Setiawaty 2 Drs. Djunaedi, M. Pd 3 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk melihat profil penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional (Santrock, 2003).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa ejekan atau cemoohan, persaingan tidak sehat, perebutan barang

BAB I PENDAHULUAN. berupa ejekan atau cemoohan, persaingan tidak sehat, perebutan barang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aksi-aksi kekerasan terhadap orang lain serta perusakan terhadap benda masih merupakan topik yang sering muncul baik di media massa maupun secara langsung kita temui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghindari perlakuan itu (Krahe, 2005, pp ).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghindari perlakuan itu (Krahe, 2005, pp ). A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA Baron dan Richardson (1994, hlm. 7) mereka mengusulkan penggunaan istilah agresi untuk mendeskripsikan segala bentuk perilaku yang dimaksudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Perilaku Agresi sangat

BAB I PENDAHULUAN. terjadi akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Perilaku Agresi sangat 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Anak merupakan harta yang tak ternilai bagi suatu keluarga, dan menjadi aset yang berharga bagi suatu bangsa. Tak dapat dipungkiri bahwa kondisi anak saat ini akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bullying 1. Definisi Bullying Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang lebih kuat terhadap individu atau kelompok yang lebih lemah, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress (santrock, 2007 : 200). Masa remaja adalah masa pergolakan yang dipenuhi oleh konflik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persija (singkatan dari Persatuan Sepak Bola Indonesia Jakarta) adalah sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Persija (singkatan dari Persatuan Sepak Bola Indonesia Jakarta) adalah sebuah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persija (singkatan dari Persatuan Sepak Bola Indonesia Jakarta) adalah sebuah klub sepak bola Indonesia yang berbasis di Jakarta. Persija saat ini berlaga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Cara pandang individu terhadap dirinya akan membentuk suatu konsep

BAB II LANDASAN TEORI. Cara pandang individu terhadap dirinya akan membentuk suatu konsep BAB II LANDASAN TEORI A. KONSEP DIRI 1. Pengertian Konsep Diri Cara pandang individu terhadap dirinya akan membentuk suatu konsep tentang diri sendiri. Konsep tentang diri merupakan hal yang penting bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode untuk mendisiplinkan anak. Cara ini menjadi bagian penting karena terkadang menolak untuk

Lebih terperinci

PERILAKU AGRESIF ORANGTUA TERHADAP ANAK DITINJAU DARI RELIGIUSITAS

PERILAKU AGRESIF ORANGTUA TERHADAP ANAK DITINJAU DARI RELIGIUSITAS PERILAKU AGRESIF ORANGTUA TERHADAP ANAK DITINJAU DARI RELIGIUSITAS SKRIPSI DIAN SAVITRI 99.40.3019 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2005 PERILAKU AGRESIF ORANGTUA TERHADAP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan bantuan orang lain. Oleh karena itu, setiap manusia diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat beradaptasi dengan baik maka ia akan memiliki kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat beradaptasi dengan baik maka ia akan memiliki kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap orang pasti akan mengalami banyak masalah dalam kehidupannya. Salah satu masalah yang harus dihadapi adalah bagaimana seseorang dapat beradaptasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa tunagrahita pada umumnya termasuk juga siswa tunagrahita ringan, memiliki hambatan dalam kepribadian dan emosinya. Karena mereka kurang memiliki kemampuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dimanipulasi atau diubah ubah. Dengan teknik regresi linier sederhana, peneliti

BAB III METODE PENELITIAN. dimanipulasi atau diubah ubah. Dengan teknik regresi linier sederhana, peneliti BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian regresi. Menurut Sugiyono (2007) regresi adalah suatu penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitas Agresi merupakan perilaku yang dimaksudkan menyakiti orang lain baik secara fisik maupun psikis. Tingkah laku agresif adalah tingkah laku

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam bentuk pengerusakan terhadap orang atau benda dengan unsur

BAB II LANDASAN TEORI. dalam bentuk pengerusakan terhadap orang atau benda dengan unsur BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perilaku Agresi 2.1.1. DefinisiPerilaku Agresi Menurut Scheneiders (1955) perilaku agresif merupakan luapan emosi sebagai reaksi terhadap kegagalan individu yang ditampilkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci