KARAKTERISTIK STRUKTUR MIKRO LAPISAN NiCoCrAlY PADA SUBSTRAT HASTELLOY C-276

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISTIK STRUKTUR MIKRO LAPISAN NiCoCrAlY PADA SUBSTRAT HASTELLOY C-276"

Transkripsi

1 KARAKTERISTIK STRUKTUR MIKRO LAPISAN NiCoCrAlY PADA SUBSTRAT HASTELLOY C-276 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si) Oleh DARWIN ACHMAD NURSAMSUR NIM: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M

2 KARAKTERISTIK STRUKTUR MIKRO LAPISAN NiCoCrAlY PADA SUBSTRAT HASTELLOY C-276 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si) Disusun Oleh : Darwin Achmad Nursamsur PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M ii

3 iii

4 iv

5 LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 07 Juli 2015 M 20 Ramadhan 1436 H Darwin Achmad Nursamsur v

6 ABSTRAK Oksidasi pada paduan nikel merupakan permasalahan utama pada aplikasinya di seluruh industri mencakup bidang pembangkit energi, otomotif, penerbangan, dan bidang nuklir. Teknik pelapisan pada paduan nikel merupakan salah satu upaya yang dibutuhkan untuk meningkatkan ketahanan oksidasi pada temperatur tinggi. Pada penelitian ini, NiCoCrAlY telah berhasil dideposisikan pada substrat Hastelloy C-276 menggunakan metode High Velocity Oxy Fuel (HVOF). Untuk melihat performa sistem lapisan NiCoCrAlY, telah dilakukan pengujian oksidasi pada temperatur 1000 C selama 100 jam dan memberikan hasil bahwa perubahan massa sampel membentuk kurva parabolik. Irisan penampang melintang dan permukaan dari sampel yang terlapisi diamati dan dianalisa menggunakan Scanning Electron Micoscopy (SEM). Hasil analisa SEM dan EDS menunjukan bahwa sistem lapisan terdiri dari dua layer: daerah substrat dan daerah sistem lapisan NiCoCrAlY yang berdifusi dengan O2. Fasa yang terbentuk telah diidentifikasi menggunakan X-Ray Diffractometer (XRD) sebagai berikut: CrNi, Ni3Al, Al2O3, NiO, CrO, Cr2O3, dan NiCr2O4. Hasil pengujian oksidasi menunjukan lapisan NiCoCrAlY mampu melindungi substrat Hastelloy C-276 pada tempertaur 1000 C selama 100 jam. Kata kunci : Oksidasi, Hastelloy C-276, NiCoCrAlY, High Velocity Oxy Fuel (HVOF), SEM dan XRD vi

7 ABSTRACT The oxidation of nickel alloys is major infrastucture degradation problem in practically all industries, including energy generation, automotive, aviation, and nuclear. Coating on nickel alloys is one of the techniques which required improving oxidation resistance in high temperature. In present work NiCoCrAlY was diffusion-coated onto a Hastelloy C-276 by High Velocity Oxy Fuel (HVOF) method. In order to understand the performance of coating system NiCoCrAlY, oxidation test at temperature of 1000 C for 100 hours has been caried out and the result shows that changes in sample mass forming a parabolic curve. The cross section and surface of the coated specimen was observed and analyzed using Scanning Electron Micoscopy (SEM). SEM and EDS results show that the coating comprises two layers: the substrate and diffusion zone of O2 and coating system NiCoCrAlY. The phase formation was identified by using X-Ray Diffractometer (XRD) as described as follow: CrNi, Ni3Al, Al2O3, NiO, CrO, Cr2O3, dan NiCr2O4. The oxidation test shows that coating system NiCoCrAlY protect the substrate Hastelloy C-276 at temperature of 1000 C for 100 hours. Keywords : Oxidation, Hastelloy C-276, NiCoCrAlY, High Velocity Oxy Fuel (HVOF), SEM and XRD vii

8 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT atas segala kemudahan yang telah diberi sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian di Pusat Penelitian Fisika (P2F), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) kawasan Puspitek Serpong. Sholawat serta salam tak lupa selalu tercurahkan untuk baginda Rasulullah SAW, keluarganya, para sahabatnya, para pengemban risalahnya. kepada: Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih 1. Kementerian Agama dan kementerian pendidikan Republik Indonesia, selaku penyelenggara beasiswa Bidik Misi yang sudah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengenyam pendidikan di tingkat universitas dan menanggung seluruh biaya selama penulis menempuh pendidikan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ma had Aly Al-Jami ah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang sudah memberikan pendidikan tentang kehidupan kepada penulis selama dua tahun dengan metode yang luar biasa sehingga penulis menjadi lebih optimis dalam menempuh pendidikan. 3. Mom dan Abah tercinta yang selalu mendukung dan memotivasi serta mendoakan penulis. Serta kedua kakak perempuan saya yang selalu mendampingi penulis dalam penyususan skripsi ini. 4. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. viii

9 5. Dr. Eng Nur Aida, M.Si. Selaku Ketua Prodi Fisika Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Utob Thabrani, Lc. MCL Selaku Kepala Ma had Aly Al-Jami ah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang sudah mendidik penulis dalam berbagai hal dengan sepenuh hati. 7. Arif Tjahjono, M.Si selaku dosen pembimbing satu yang selalu memberikan bimbingan dan saran dalam penulisan. 8. Dr. Eni Sugiarti, M.Eng selaku pembimbing dua sekaligus pembimbing lapangan saya yang sudah mengarahkan dan membantu penulis dari semua proses penelitian. 9. Ibu Dr. Sitti Ahmiatri Saptari, M.Si selaku penguji satu dan Bapak Dr. Agus Budiono selaku penguji dua, yang sudah mengarahkan dan memberikan ilmu dalam sidang munaqasyah. 10. Seluruh Dosen Prodi Fisika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Bapak Priambodo, S.Si yang tak lelah menjawab semua pertanyaan penulis. Terima kasih untuk semua ilmu yang telah diberikan kepada penulis. 11. Seluruh pendidik Ma had Aly Al-Jami ah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalu mengingatkan penulis akan pentingnya agama serta mengajarkan ilmu yang baru kepada penulis. 12. Teman-teman satu perjuangan Material dan Fisika 2011 yang saling support satu sama lain. 13. Keluarga besar Ma had Aly Al-Jami ah dan keluarga besar Mahasiswa Bidik Misi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. ix

10 14. Keluarga besar Paduan Suara Mahasiswa (PSM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Hal ini dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu, dengan hati terbuka penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun sehingga penulis dapat mengembangkan pengetahuan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada di kemudian hari. Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan untuk membalas kebaikan dari semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi saya khususnya dan bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya. Jakarta, Juli 2015 Darwin Achmad Nursamsur x

11 DAFTAR ISI Halaman Judul... i Lembar Pengesahan Skripsi... Error! Bookmark not defined. Lembar Pengesahan Ujian... Error! Bookmark not defined. Lembar Pernyataan... iv Abstrak... vi Abstract... vii Kata Pengantar... viii Daftar Isi... xi Daftar Tabel... xiv Daftar Gambar... xv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Sistematika Penulisan... 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hastelloy C Pelapisan Thermal Spray Proses High Velocity Oxy Fuel (HVOF) xi

12 2.3 NiCoCrAlY Reactive Element Heat Treatment Normalizing Oksidasi Temperatur Tinggi Proses Oksidasi Temperatur Tinggi Kinetika Laju Oksidasi Temperatur Tinggi Struktur dan Sifat Oksida Difusi Oksidasi Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Oksidasi Prinsip Kerja Alat Karakterisasi SEM (Scanning Electrom Microscopy) Difraksi Sinar-X ( X-Ray Diffraction ) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan Penelitian Peralatan Alat Karakterisasi Diagram Alir Penelitian Prosedur Penelitian Preparasi Substrat Preparasi Serbuk Pelapis Proses Pelapisan Proses Heat Treatment xii

13 3.4.5 Proses Oksidasi Variabel Penelitian Variabel Perlakuan Variabel Pengujian Karakterisasi Struktur Mikro SEM XRD BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN Perubahan Massa Setelah Pengujian Ketahanan Oksidasi Pengamatan Visual Selama Proses Oksidasi Struktur Mikro Lapisan NiCoCrAlY Sebelum Dan Sesudah Oksidasi Hasil Karakterisasi SEM-EDX (Scanning Electrom Microscopy) Hasil Karakterisasi XRD (X-Ray Difractometer) BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA xiii

14 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Komposisi Kimia Hastelloy C-276 Dalam weight percent [4]... 9 Tabel 2.2 Pengaruh Unsur Paduan Pada Ketahanan Oksidasi [4] `Tabel 2.3 Tipe Proses Thermal Spray [5] Tabel 2.4 Perbandingan Proses Thermal Spray Coating dan Karakteristik Lapisan [5] Tabel 2.5 Komposisi Kimia Dari NiCoCrAlY Dalam wt.% [8] Tabel 2.6 Sifat beberapa oksida logam [17] Tabel 3.1 Pengaturan gas High Velocity Oxy Fuel (HVOF) Tabel 3.2 Komposisi Larutan Elektrolit Cu-Plating Tabel 4.1 Komposisi Unsur Lapisan NiCoCrAlY Sebelum Proses Oksidasi Setelah Dikarakterisasi SEM-EDX Tabel 4.2 Komposisi Unsur Lapisan NiCoCrAlY Setelah Proses Oksidasi Setelah Dikarakterisasi SEM-EDX Tabel 4.3 Komposisi Unsur Lapisan NiCoCrAlY Penampang Melintang Sebelum Proses Oksidasi Setelah Dikarakterisasi SEM-EDX Tabel 4.4 Komposisi Unsur Lapisan NiCoCrAlY Penampang Melintang Setelah Proses Oksidasi Setelah Dikarakterisasi SEM-EDX Tabel 4.5 Posisi 2θ dan Fasa yang Teridentifikasi xiv

15 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Pembentukan Lapisan dengan Metode Thermal Spray Coating Gambar 2.2 Lapisan Hasil Proses Thermal Spray [6] Gambar 2.3 Laju Oksidasi [18] Gambar 2.4 Proses Skematik Oksidasi Gas Pada Permukaan Logam [18] Gambar 2.5 (a) lapisan oksida terbentuk pada interface logam-oksida melalui mekanisme interstisial (b) lapisan oksida terbentuk pada interface logam-oksida melalui mekanisme kekosongan (c) lapisan oksida terbentuk pada interface oksida-udara melalui mekanisme interstisial (d) lapisan oksida terbentuk pada interface oksida-udara melalui mekanisme kekosongan [21] Gambar 2.6 Skema Cara Kerja SEM [22] Gambar 2.7 Skema Cara Kerja XRD [23] Gambar 3.1 Bahan-bahan Penelitian Gambar 3.2 Alat-alat Penelitian Gambar 3.3 Diagram Alir Penelitian Gambar 3.4 Substrat Hastelloy C Gambar 3.5 Serbuk Pelapis Gambar 3.6 Substrat sebelum dilapisi Gambar 3.7 Proses Penembakan Substrat Gambar 3.8 Substrat setelah dilapisi Gambar 3.9 Sampel Sebelum Proses Heat Treatment Gambar 3.10 Sampel Setelah Proses Heat Treatment Gambar 3.11 Sampel Di Dalam Muffle Furnace xv

16 Gambar 3.12 Pola Waktu Tahan Pengujian Oksidasi Gambar 3.13 Sampel Hastelloy C-276 Setelah Proses Oksidasi 100 Jam Gambar 3.14 Sampel Hastelloy C-276 Setelah Proses Cu Plating Gambar 4.1 Kurva Penambahan Massa Pada Sampel Setelah Oksidasi Gambar 4.2 Gambar Perubahan Warna Pada Sampel Setelah Oksidasi (a) 0 jam (b) 1 jam (c) 5 jam (d) 15 jam (e) 31 jam (f) 46 jam (g) 66 jam (h) 90 jam (i) 100 jam Gambar 4.3 Hasil SEM Permukaan Lapisan NiCoCrAlY Perbesaran 500 Kali Sebelum Proses Oksidasi Gambar 4.4 Hasil SEM Permukaan Lapisan NiCoCrAlY Perbesaran 500 Kali Setelah Proses Oksidasi Gambar 4.5 Point Analysis Permukaan Lapisan NiCoCrAlY Perbesaran 1000 Kali Sebelum Proses Oksidasi Setelah Dikarakterisasi SEM-EDX Gambar 4.6 Point Analysis Permukaan Lapisan NiCoCrAlY Perbesaran 1000 Kali Setelah Proses Oksidasi Setelah Dikarakterisasi SEM-EDX Gambar 4.7 Hasil SEM Penampang Melintang Lapisan NiCoCrAlY Perbesaran 100 Kali Sebelum Proses Oksidasi Gambar 4.8 Hasil SEM Penampang Melintang Lapisan NiCoCrAlY Perbesaran 100 Kali Setelah Proses Oksidasi Gambar 4.9 Point Analysis Penampang Melintang Lapisan NiCoCrAlY Sebelum Proses Oksidasi Setelah Dikarakterisasi SEM-EDX Gambar 4.10 Point Analysis Penampang Melintang Lapisan NiCoCrAlY Setelah Proses Oksidasi Setelah Dikarakterisasi SEM-EDX xvi

17 Gambar 4.11 Pola Difraksi XRD Sampel Sebelum dan Sesudah Oksidasi xvii

18 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Oksidasi sudah dikenal dari dahulu kala dan sangat merugikan baik di dunia industri maupun di peralatan rumah tangga. Banyak peralatan yang menurun fungsinya bahkan mengalami kerusakan permanen karena oksidasi. Beberapa kasus yang mudah dijumpai seperti sudu turbin (turbine blade) dan baling-baling pesawat jet yang beroperasi pada temperatur tinggi, sehingga memungkinkan terjadinya oksidasi yang akan mempengaruhi kerja mesin menjadi tidak efisien. Perkembangan industri dengan proses yang beroperasi pada suhu tinggi juga berkembang pesat dalam bidang pembangkit energi, otomotif, petro-kimia, dan bidang nuklir. Perkembangan ini memerlukan dukungan dalam pemilihan bahan untuk komponen yang tahan terhadap kerusakan akibat proses oksidasi pada lingkungan suhu tinggi [1]. Sehingga berbagai permasalahan akibat oksidasi tersebut perlu mendapatkan perhatian yang khusus agar kerugian yang lebih besar dapat dihindari. Dalam banyak hal, oksidasi tidak dapat dihindarkan karena oksidasi dapat terjadi pada bahan apa saja dan di mana saja, hampir semua benda padat dapat teroksidasi atau tidak kebal serangan oksidasi. Setiap jenis logam memiliki sifat kimiawi fisik dan mekanik yang berbeda-beda serta memiliki kelebihan dan kelemahan terhadap oksidasi. Walaupun demikian oksidasi dapat dikendalikan dan 1

19 dicegah dengan melakukan pemilihan dan rekayasa material yang tahan terhadap oksidasi atau melapisi material dengan pelapis yang memiliki ketahanan oksidasi yang tinggi, baik untuk lingkungan kerja pada temperatur rendah maupun pada lingkungan kerja dengan temperatur tinggi. Salah satu material yang tahan oksidasi pada temperatur tinggi adalah nikel dan paduannya, saat ini paduan tersebut sudah banyak digunakan dan diaplikasikan di berbagai bidang seperti, sistem tenaga nuklir, industri petro-kimia, turbin gas pesawat dan turbin pembangkit listrik bertenaga gas. Pemilihan nikel dan paduannya sebagai bahan pada komponen tersebut didasarkan pada sifatnya yang memiliki banyak keunggulan, di antaranya memiliki kekuatan, ketangguhan, ketahanan yang baik terhadap oksidasi, tahan terhadap kelelahan mekanis dan termal, dan lain lain. Meskipun demikian paduan nikel juga memiliki beberapa kekurangan, seperti biaya yang mahal untuk memproduksinya dan mengalami penurunan ketahanan oksidasinya terutama jika dilakukan pada temperatur di atas 1000 C sehingga diperlukan suatu perlakuan tertentu agar paduan nikel tersebut bisa digunakan pada temperatur tinggi, sehingga pemakaian akan menjadi lebih lama yang pada akhirnya akan menghemat biaya perawatan dan pergantian dari komponen yang terbuat dari paduan nikel tersebut. Upaya untuk memperlambat laju oksidasi dan meningkatkan ketahanan oksidasi pada temperatur tinggi dapat dilakukan dengan cara melapisi paduan nikel dengan lapisan NiCoCrAlY (Co Ni Cr 8Al 0.5Y) dengan metode High Velocity Oxygen Fuel (HVOF). Pemilihan NiCoCrAlY (Co Ni Cr 8Al 0.5Y) sebagai pelapis substrat karena didasarkan oleh sifat unsur yang 2

20 terkandung seperti, unsur nikel membuat fase yang memiliki titik leleh yang tinggi, antara lain γ, dan γ Ni 3 Al, juga memiliki ketahanan oksidasi yang tinggi karena adanya fase β-nial. Unsur kobalt memiliki kemampuan untuk mensubtitusi atom Ni secara mudah dan dan meningkatkan ketahanan oksidasi, terutama pada lingkungan sulfur. Adanya unsur Ni, Co, dan Al membuat adanya fase β-(ni,co) Al yang menunjukkan kemampuan yang tinggi untuk membuat layer - Al2O3 sebagai penahan oksidasi. Unsur Cr menyebabkan terbentuknya oksida kromium (Cr2O3), yang menaikkan ketahanan oksidasi, dan mengurangi penggunaan Al guna mendapatkan fase - Al2O3. Dan unsur yttrium menaikkan adhesivitas dari oksida yang terbentuk seperti - Al2O3 [2]. Alloy yang dilapisi oleh NiCoCrAlY (Co Ni Cr 8Al 0.5Y) dengan metode High Velocity Oxygen Fuel (HVOF) akan mampu bertahan di lingkungan oksidasi terutama pada temperatur tinggi sehingga akan memperlambat laju pertumbuhan oksidasi pada permukaan substrat yang dilapisi NiCoCrAlY, pada temperatur 850⁰C ⁰C lapisan NiCoCrAlY mampu membentuk Al2O3 di mana Al2O3 dapat memperlambat laju oksidasi dengan cara menahan oksigen yang akan masuk ke permukaan substrat, selain Al2O3 selama proses oksidasi berlangsung akan muncul spinel oxides seperti (NiO, CoO, Cr2O3) namun tidak begitu protektif seperti Al2O3 itu pun bergantung dari mikrostruktur lapisan NiCoCrAlY yang digunakan saat proses High Velocity Oxy Fuel (HVOF) [3]. Sistem lapisan NiCoCrAlY (Co Ni Cr 8Al 0.5Y) dengan metode High Velocity Oxy Fuel (HVOF) telah terbukti mampu mengurangi laju oksidasi pada temperatur tinggi pada paduan nikel, namun ketahanan oksidasi dapat 3

21 ditingkatkan kembali dengan melakukan proses heat treatment sehingga lapisan menjadi lebih homogen dan ketahanan terhadap oksidasi menjadi lebih baik. Hingga saat ini belum diketahui secara pasti ketahanan oksidasi sistem lapisan NiCoCrAlY pada substrat Hastelloy C-276 (paduan nikel-kromium) (Ni 55%, Mo 15-17%, Cr %, Fe 4-7%, dan W 3-4.5%) terutama ketahanan oksidasinya pada temperatur tinggi. Oleh karena itu, menjadi sangat menarik untuk dilakukan penelitian tentang ketahanan oksidasi dari paduan Hastelloy C-276 yang dilapisi oleh lapisan NiCoCrAlY dan reactive element (Hafnium 0.25%) yang telah mengalami heat treatment terutama dengan melihat pola pembentukan struktur mikronya, baik yang tanpa oksidasi maupun yang mengalami oksidasi. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana ketahanan oksidasi sistem lapisan NiCoCrAlY pada material Hastelloy C-276 pada temperatur 1000 C selama 100 jam? 2. Bagaimana fasa-fasa yang terbentuk pada sistem lapisan NiCoCrAlY pada material Hastelloy C-276 setelah uji oksidasi pada temperatur 1000 C selama 100 jam? 3. Bagaimana struktur mikro pada sistem lapisan NiCoCrAlY pada material Hastelloy C-276 setelah uji oksidasi pada temperatur 1000 C selama 100 jam? 4

22 1.3 Batasan Masalah Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Substrat yang digunakan dalam proses pelapisan adalah Hastelloy C- 276 (paduan nikel-kromium) (Ni 55%, Mo 15-17%, Cr %, Fe 4-7%, dan W 3-4.5%). 2. Pelapisan substrat menggunakan sistem lapisan NiCoCrAlY (Co Ni Cr 8Al 0.5Y) dengan komposisi 300 gram powder Amdry 9551 dengan tambahan reactive element (Hafnium 0.25%). 3. Pelapisan substrat menggunakan metode High Velocity Oxygen Fuel (HVOF). 4. Perlakuan yang diberikan adalah proses Heat Treatment pada temperatur 1100⁰C selama 4 jam. 5. Pengujian yang dilakukan adalah uji oksidasi pada temperatur 1000⁰C selama 100 jam. 6. Karakterisasi struktur mikro sampel dilakukan menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy) baik permukaan sampel maupun secara cross section. 7. Identifikasi fasa sampel dilakukan menggunakan XRD (X-Ray Difractometer) dengan analisa kualitatif menggunakan perangkat lunak High Score Plus. 5

23 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui ketahanan oksidasi sistem lapisan NiCoCrAlY pada material Hastelloy C-276 pada temperatur 1000 C selama 100 jam. 2. Mengidentifikasi fasa-fasa yang terbentuk pada sistem lapisan NiCoCrAlY pada material Hastelloy C-276 setelah uji oksidasi pada temperatur 1000 C selama 100 jam. 3. Mengamati struktur mikro pada sistem lapisan NiCoCrAlY pada material Hastelloy C-276 setelah uji oksidasi pada temperatur 1000 C selama 100 jam. 1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini ialah: 1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk penelitian-penelitian selanjutnya mengenai sistem lapisan NiCoCrAlY pada Hastelloy C Memberikan informasi mengenai struktur mikro yang terbentuk pada sistem lapisan NiCoCrAlY. 3. Memberikan informasi mengenai pengaruh penambahan reactive element (Hafnium 0.25%) terhadap laju oksidasi Hastelloy C Memberikan informasi mengenai pengaruh Heat Treatment pada 1100⁰C selama 4 jam serta uji oksidasi pada 1000⁰C selama 100 jam pada Hastelloy C

24 5. Diharapkan dapat diaplikasikan pada dunia industri yang membutuhkan material tahan korosi pada suhu tinggi. 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan mengacu pada buku pedoman akademik yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang pada masing-masing bab adalah sebagai berikut: BAB I Pendahuluan Bab ini mencakup latar belakang penelitian, perumusan masalah, batasan masalah yang akanditeliti, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dansistematika penulisan. BAB II Tinjauan Pustaka Bab ini membahas tentang landasan teori, berisi materi-materi pendukung penelitian yang terdiri atas hastelloy c-276, pelapisan, NiCoCrAlY, reactive element, heat treatment, oksidasi, dan prinsip kerja dari XRD dan SEM. BAB III Metode Penelitian Bab ini membahas tentang peralatan dan bahan penelitian, diagram alur penelitian dan prosedur penelitian serta alat karakterisasi yang digunakan. BAB IV Hasil dan Pembahasan Bab ini membahas tentang data hasil penelitian dan analisa data yang diperoleh dari penelitian. 7

25 BAB V Kesimpulan dan Saran Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang diperoleh dari penelitian dan memberikan saran untuk penelitian yang lebih lanjut. 8

26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hastelloy C-276 Salah satu jenis material maju yang sedang dikembangkan saat ini ialah Hastelloy C-276 (paduan nikel-molybdenum-kromium). Hastelloy C-276 adalah hasil pengembangan dari paduan Ni-Cr-Mo alloy di mana kandungan karbon dan silikonnya diturunkan seperti dapat dilihat pada tabel 2.1. Tujuan menurunkan kadar karbon adalah untuk mengatasi permasalahan pengelasan yang sangat rawan untuk terjadinya korosi intergranular pada lingkungan yang mengandung klorida. Kadar karbon dan silikon yang rendah akan mencegah terjadinya presipitasi pada batas butir di sekitar heat affected zone. Tabel 2.1 Komposisi Kimia Hastelloy C-276 Dalam weight percent [4] Ni Co Cr Mo W Fe Si Mn C Lainnya V-0.35 Pengaruh unsur paduan terhadap logam nikel dapat dilihat pada tabel 2.1. dengan komposisi yang paling besar adalah kromium dan molibdenum maka Hastelloy C-276 akan sangat baik dalam lingkungan yang oksidatif [4]. 9

27 Tabel 2.2 Pengaruh Unsur Paduan Pada Ketahanan Oksidasi [4] Unsur paduan Nikel (Ni) Kontribusi Terhadap Ketahanan Oksidasi Tambahan 2-3% Nikel akan meninkatkan ketahanan terhadap oksidasi. Kromium (Cr) Meningkatkan ketahanan terhadap oxidizing (HCl, H2SO4, dan H3PO4) dan high temperature oxidizing. Molybdenum (Mo) Meningkatkan ketahanan korosi pitting dan korosi crevice. Besi (Fe) Meningkatkan ketahanan pada de-carburization. Tidak memiliki peranan terhadap peningkatan terhadap korosi. Tungten (W) Paduan dengan 3-4% dengan kombinasi 13-16% Mo akan memberikan ketahanan korosi dan baik. Tungten juga memberikan ketahanan terhadap non-oxidizing acids. 2.2 Pelapisan Pelapisan adalah menambahkan atau menempelkan suatu material atas permukaan material lain. Pelapisan dimaksudkan untuk: 1. Melindungi permukaan material terhadap lingkungan yang mungkin menyebabkan oksidasi dan reaksi lain yang merusak. 2. Meningkatkan kualitas permukaan bahan seperti kekerasan permukaan. Secara umum teknis pelapisan dibedakan menjadi dua, yaitu: pelapisan dengan bahan dasar logam dan pelapisan dengan bahan dasar bukan logam. 10

28 Ada tiga jenis pelapisan dengan bahan dasar logam yaitu: Vapour Deposition, Hard Vacing, dan Thermal Spray Thermal Spray Thermal spray merupakan salah satu teknik rekayasa permukaan, yaitu dengan mendepositkan partikulat dalam bentuk cair, semi cair atau padat ke substrat dan struktur mikro lapisan dihasilkan dari pembekuan partikel tersebut seperti terlihat pada gambar 2.1 [5]. Jenis material yang didepositkan ke permukaan substrat ini dapat berupa logam, keramik maupun komposit. Bentuk material yang digunakan sebegai pelapis dapat berupa serbuk (powder) ataupun kawat (wire) tergantung dari jenis material dan proses pelapisan yang digunakan. Gambar 2.1 Pembentukan Lapisan dengan Metode Thermal Spray Coating Material diumpankan ke dalam gun, kemudian material dipanaskan hingga mencair lalu dipercepat dengan adanya tekanan gas yang disemprotkan menuju substrat. Pada saat partikel cair hasil semprotan tadi mengenai bagian permukaan 11

29 substrat, partikel tersebut kemudian mengalami pendinginan yang membentuk struktur berupa lapisan (lamellar), dengan demikian akan membentuk lapisan atau endapan hasil spray. Proses pelapisan dengan metode thermal spray coating mudah digunakan, biaya operasi lebih kecil, dan dapat meningkatkan kinerja dan umur pakai komponen. Perbedaan tingkat porositas dan jumlah inklusi oksida pada hasil lapisan akhir merupakan fungsi dari kecepatan partikel cair dan lingkungan, udara dan gas inert yang digunakan. Secara khusus lapisan menempel dan terikat pada substrat dengan ikatan mekanik (mechanical interlocks) di mana permukaan substrat telah dikasarkan terlebih dahulu dengan grit blasting. Ikatan seperti ini disebut dengan kekuatan ikatan adhesif, sedangkan ikatan antara partikel dengan partikel yang sama disebut ikatan kohesif. Berdasarkan sumber penghasil panas, proses thermal spray coating dapat dibagi dalam dua kelompok (seperti terlihat pada Tabel 2.3), yaitu: Pembakaran Listrik. `Tabel 2.3 Tipe Proses Thermal Spray [5] Tipe Proses Thermal Spray Sumber Panas: Pembakaran Low Velocity Flame Spraying High Velocity Oxy Fuel (HVOF) Detonation (D-Gun) Sumber Panas: Listrik Plasma Spraying Wire Arc Spraying Induction Plasma Spraying 12

30 2.2.2 Proses High Velocity Oxy Fuel (HVOF) Proses pelapisan dengan metode High Velocity Oxy Fuel (HVOF) menggunakan energi kinetik yang luar biasa tinggi dan energi panas yang dihasilkan terkontrol dan menghasilkan lapisan dengan tingkat porositas yang lebih rendah, kekuatan ikatan lebih tinggi, permukaan lapisan lebih halus, dan tegangan sisa yang lebih rendah jika dibandingkan dengan lapisan yang dihasilkan dari proses spraying lainnya seperti flame spraying, electric arc spraying, atau plasma spraying. Teknik Thermal Spray Tabel 2.4 Perbandingan Proses Thermal Spray Coating dan Karakteristik Lapisan [5] Kecepatan Partikel (m.s-1) Kekuatan Adhesi (MPa) Kandungan Oksida (%) Porositas (%) Kecepatan Deposisi (kg.hf ) Tebal Lapisan (mm) Flame 40 < ,2-10 Arc ,2-10 Plasma ,2-2 HVOF > ,2-2 Pada metode High Velocity Oxy Fuel (HVOF) serbuk diumpankan secara aksial ke dalam nosel dengan gas-gas pembakaran (kerosin, propylene, propane, hidrogen) bertekanan tinggi. Gas-gas tersebut lewat melalui nosel dengan peningkatan kecepatan yang tinggi ketika dibakar dengan oksigen untuk mempercepat partikel-partikel cair mencapai kecepatan supersonik [5]. Masingmasing partikel dipanaskan dalam ruang pembakaran pada High Velocity Oxy Fuel 13

31 (HVOF) gun, dan berpenetrasi ke permukaan substrat. Pada saat terjadi tumbukan dengan substrat, partikel tersebut berubah bentuk menjadi laurel yang mengalami pendinginan ke titik leburnya yang mengeras sepeti pada gambar 2.2 dan selama tumbukan tersebut, terjadi percikan dan pengaruhnya dapat terlihat pada gambar 2.2 Gambar 2.2 Lapisan Hasil Proses Thermal Spray [6] 14

32 2.3 NiCoCrAlY Material yang biasa digunakan di dunia industri, maritim, dan turbin gas pesawat harus mampu bertahan di lingkungan kerja yang berat, termasuk tekanan siklik di lingkungan oksidasi temperatur tinggi. Kekuatan biasanya terdapat pada paduan superalloy Ni yang biasa digunakan pada turbin dan baling-baling pesawat. Walau bagaimanapun lapisan yang kaya akan aluminium diharapkan muncul pada lapisan yang akan digunakan dalam rangka memberikan ketahanan oksidasi yang baik yang akan dicapai dengan tumbuhnya Al2O3 pada permukaan sampel ketika mendapatkan perlakuan di temperatur tinggi [7]. Maka sangat tepat jika NiCoCrAlY menjadi pelapis pada substrat Hastelloy C-276 pada proses thermal spray. Hasil coating yang terbentuk adalah halus, rata, kuat, dan padat serta memiliki ketahanan yang tinggi terhadap oksidasi. Tabel 2.5 Komposisi Kimia Dari NiCoCrAlY Dalam wt.% [8] Ni Co Cr Al Y Bal ,1-0,8 Pemilihan material pelapis didasarkan pertimbangan sifat dan karakteristiknya sebagai material yang dapat memberikan proteksi terhadap oksidasi. Aluminium memiliki pengaruh besar untuk memberikan ketahanan oksidasi dikarenakan membentuk α-al2o3 yang pertumbuhan lapisan protektif oksidanya lambat [9]. Kromium berfungsi tidak hanya dapat meningkatkan ketahanan korosi tetapi juga dapat meningkatkan difusitas aluminium untuk membentuk dan menjaga stabilitas alumina sebagai protektif oksida serta 15

33 mengurangi difusi oksigen ke dalam paduan logam dengan menurunkan aktivitas oksigen pada lapisan antar muka (interface) [10]. Nikel membentuk fasa yang memiliki titik lebur tinggi dan tahan terhadap oksidasi seperti γ-ni, γ Ni3Al [11]. Kobalt juga dapat meningkatkan ketahanan oksidasi di mana saat konsentrasi kobalt rendah maka ketahanan oksidasinya meningkat. 2.4 Reactive Element Reactive element atau yang biasa disebut sebagai (RE) pertama kali dipatenkan pada tahun 1937 oleh Pfeil. Semenjak itu penelitian mengenai aplikasi reactive element pada lapisan mulai dilakukan dan hasil mengenai penelitian tersebut menyimpulkan bahwa: 1. Reactive element oxides bertindak sebagai nukleasi heterogen yang selektif dalam menentukan element yang protektif seperti Aluminium dan Kromium. 2. Mekanisme penambahan reactive element terhadap laju pertumbuhan butir tergantung pada ukuran ion nya. Secara fisika, batas butir umumnya menerima difusi anionik dan kationik. 3. Penambahan reactive element mempengaruhi morfologi dan mikrostruktur. Umumnya produk oksida yang dihasilkan sangat kecil. 4. Penambahan reactive element mempengaruhi ukuran butir sehingga menjadi lebih kecil. 5. Produk oksida yang dihasilkan berasal dari oksidasi internal. 16

34 6. Penambahan reactive element, partikel oksida yang dihasilkan bertindak sebagai vacancy sink di mana mampu meminimalkan kekosongan dan porositas pada pada permukaan alloy. 7. Penambahan reactive element, mampu mencegah pengotor seperti, sulfur, klorin, dan fosfor pada permukaan alloy. Dari hasil penelitian di atas, nomor 7 adalah yang paling diterima secara keseluruhan. Sulfur adalah sebagai contoh elemen pengotor yang dapat menghilangkan kemurnian alloy dan dapat menghancurkan adhesi dari alumina [12]. Penambahan sejumlah kecil elemen-elemen reaktif seperti yttrium, cerium, hafnium atau oksidanya pada paduan lapisan dapat dilakukan dengan beberapa teknik, yaitu penambahan elemen reaktif dalam bentuk larutan, dispersi oksida (oxide dispersion), pelapisan permukaan (surface coating), pemaduan (alloying) atau implantasi ion [13] [14] [15]. Teknik yang terakhir yaitu implantasi ion memberikan beberapa keunggulan antara lain yaitu penambahan satu atau lebih elemen pada lapisan dekat permukaan suatu material paduan dapat dikontrol dengan akurat, baik konsentrasi dan kedalaman penetrasi elemen yang diimplantasikan, dan dapat diulangi dengan hasil yang sama. 2.5 Heat Treatment Heat Treatment ( perlakuan panas ) adalah salah satu proses untuk mengubah struktur logam dengan jalan memanaskan spesimen pada elektrik 17

35 terance ( tungku ) pada temperatur rekristalisasi selama periode waktu tertentu, kemudian didinginkan pada media pendingin seperti udara. Sifat-sifat logam terutama sifat mekanik yang sangat dipengaruhi oleh struktur mikrologam disamping posisi kimianya, contohnya suatu logam atau paduan akan mempunyai sifat mekanis yang berbeda-beda struktur mikronya diubah. Dengan adanya pemanasan atau pendinginan dengan kecepatan tertentu maka bahan-bahan logam dan paduan memperlihatkan perubahan strukturnya. Perlakuan panas adalah proses kombinasi antara proses pemanasan atau pendinginan dari suatu logam atau paduannya dalam keadaan padat untuk mendapatkan sifat-sifat tertentu. Untuk mendapatkan hal ini maka kecepatan pendinginan dan batas temperatur sangat menetukan Normalizing Normalizing adalah suatu proses pemanasan logam hingga mencapai fase austenit yang kemudian diinginkan secara perlahan-lahan dalam media pendingin udara. Hasil pendingin ini berupa perlit dan ferit. Prinsip dari proses normalizing adalah untuk melunakkan logam. Namun pada baja karbon tinggi atau baja paduan tertentu dengan proses ini belum tentu memperoleh baja yang lunak. Mungkin berupa pengerasan dan ini tergantung dari kadar karbon. 18

36 2.6 Oksidasi Temperatur Tinggi Proses Oksidasi Temperatur Tinggi Korosi kimia atau korosi kering atau korosi temperatur tinggi adalah proses korosi yang terjadi melalui reaksi kimia secara murni yang terjadi tanpa adanya elektrolit atau bisa dikatakan tidak melibatkan air dengan segala bentuknya. Korosi kimia biasanya terjadi pada kondisi temperatur tinggi atau dalam keadaan kering yang melibatkan logam dengan oksigen, nitrogen, dan sulfida. Tahap oksidasi dimulai dengan adsorpsi oksigen, reaksi kimia untuk membentuk permukaan oksida, nukleasi oksida dan pertumbuhan lapisan untuk membentuk proteksi. Persyaratan dari lapisan yang berfungsi sebagai lapisan proteksi adalah homogen, daya lekat tinggi, tidak ada kerusakan mikro ataupun makro baik yang berupa retak atau terkelupas. Biasanya lapisan oksida sebagai lapisan pelindung ini adalah Al2O3. Lapisan yang terbentuk bisa sangat tipis dan retak atau hilang sehingga tidak memberikan proteksi. Akibat retak mikro maupun makro, oksigen akan masuk melewati lapisan oksida dan mengoksida metal. Lapisan oksida yang tebal dengan daya lekat tinggi akan melindungi metal dari oksidasi berikutnya. Lapisan dari oksida Al2O3 dikenal sebagai lapisan tipis dengan daya lekat kuat dan protektif terhadap logam dari proses oksidasi [16] Kinetika Laju Oksidasi Temperatur Tinggi Apabila lapisan oksida yang mula-mula terbentuk bersifat berpori, oksigen dapat tembus dan terjadi reaksi pada antar muka oksida-logam. Namun, umumnya lapisan tipis tidak berpori dan oksida selanjutnya mencakup difusi melalui lapisan 19

37 oksida. Apabila terjadi oksida di permukaan oksida oksigen maka ion logam dan elektron harus berdifusi dalam logam yang berada di bawahnya. Apabila reaksi oksidasi terjadi di antarmuka logam-oksida, ion oksigen harus berdifusi melalui oksida dan elektron berpindah dengan arah berlawanan untuk menuntaskan reaksi [17]. Logam yang bereaksi dengan oksigen atau gas lainnya pada suhu tinggi akan mengalami reaksi kimia. Pada tingkat oksidasi, hukum kinetika parabola, linier, dan logaritma menggambarkan tingkat oksidasi untuk logam umum dan paduan. Dalam hal ini oksigen bereaksi untuk membentuk oksida pada permukaan logam, diukur dengan penambahan berat. Penambahan berat pada setiap waktu (t) selama oksidasi sebanding dengan ketebalan oksida (x). Logam tertentu, seperti baja, zirkonium harus dilapisi untuk pencegahan korosi, karena memiliki tingkat oksidasi yang tinggi. Gambar 2.3 Laju Oksidasi [18] 20

38 A. Laju pertumbuhan parabolik Pada tingkat hukum parabola, laju oksidasi temperatur tinggi pada logam sering mengikuti hukum laju parabolik, yang memerlukan ketebalan (x) dan proposional waktu (t) yaitu [17] : x 2 = k p.t (2.1) Di mana kp dikenal sebagai konstanta laju parabolik, dan x ialah ( W A ). Dan penebalan lapisan bertambah secara parabolik sesuai hubungan : W 2 = k p.t (2.2) ΔW = W 1 W 0 (2.3) Dimana : kp = dikenal sebagai konstanta parabolik (g 2 m -4 s -1 ) W0 = sebagai berat awal spesimen (gram) W1 = sebagai berat akhir spesimen (gram) Pada rentang temperatur tertentu berbagai oksida bertambah tebal sesuai hukum parabolik. Pada temperatur rendah dan untuk lapisan oksida yang tipis, berlaku hukum logaritmik. Apabila tebal kerak bertambah mengikuti hukum parabolik, resultan tegangan yang terjadi pada antar muka bertambah dan akhirnya lapisan oksida mengalami kegagalan-perpatahan sejajar dengan antar muka atau mengalami perpatahan geser atau pematahan tarik melalui lapisan. Di daerah ini laju oksidasi meningkat sehingga terjadi peningkatan yang kemudian berkurang lagi akibat perpatahan lokal di kerak oksida. Laju oksidasi yang bersifat parabolik 21

39 berubah menjadi rata dan laju oksidasi mengikuti hukum linear. Perubahan seperti ini disebut paralinear dan biasanya dijumpai pada oksidasi titanium setelah oksida mencapai ketebalan kritis [16]. B. Laju Pertumbuhan linier Pertumbuhan oksidasi linier (lurus) mengikuti kaidah konstan terhadap waktu sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut [16]: dx / dt = k t (2.4) dimana: x = luas dari ketebalan oksida (μm) t = waktu oksidasi (detik) k = konstanta pertumbuhan linier Pertumbuhan garis lurus atau rektilinier terjadi bilamana oksida tidak mampu merintangi masuknya oksigen ke permukaan logam, sebagaimana terjadi bila oksida yang terbentuk dari volume logam tertentu terlalu kecil untuk menyalut seluruh permukaannya. Jika oksida retak atau terkelupas akibat besarnya tegangan dalam, maka pola pertumbuhan yang terjadi adalah serangkaian pendek tipe parabolik yang bila diamati secara keseluruhan akan tampak linier. Perilaku seperti ini disebut paralinier. Ini bisa terjadi bila siklus temperatur cukup untuk membentuk perbedaan-perbedaan kontraksi dan ekspansi antara logam dan oksida yang membuat oksida terlepas dari logam. Pertumbuhan garis lurus ini khas dialami oleh logam yang diproses pada temperatur tinggi; sebagai contoh adalah besidiatas 1000 C dan magnesium di atas 500 C. 22

40 C. Laju pertumbuhan logaritmik Pada pertumbuhan logaritmik permukaan akan terbalut dengan lapisan oksida tipis yang terjadi pada logam tertentu pada temperatur rendah. Laju difusi yang menembus selaput tipis ini sangat rendah, dan sesudah pertumbuhan yang cepat dalm periode awal berlalu, laju pertumbuhan akhirnya menjadi nol. Persamaan laju oksidasi logaritmik dapat dituliskan sebagai berikut [16]: x = Ke log (at + 1) (2.5) dimana : x = luas dari ketebalan oksida (μm) t = waktu oksidasi (jam) Ke dan a adalah konstan. Contoh logam-logam yang teroksidasi dengan cara seperti di atas adalah magnesium di bawah 200 C dan alumunium di bawah 50 C Struktur dan Sifat Oksida Golongan oksida mantap yang jauh lebih besar dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang anggota-anggotanya mudah menguap pada temperatur relatif rendah, dan kelompok yang biasanya tetap tinggal pada permukaan logam kecuali bila dihilangkan secara fisik atau secara kimia. Oksida yang mudah menguap tersebut terbentuk pada permukaan logam, tetapi segera berubah menjadi gas. Akibatnya permukaan logam yang tetap reaktif itu terus mengalami proses oksidasi sampai logam habis sama sekali. Laju reaksi tersebut tidak menurun, bahkan biasanya bertambah bila temperatur meningkat. Sifat oksida yang mempengaruhi laju oksidasi yaitu sifat adesif daya lekat yang baik, tidak mudah mengelupas, titik leleh oksida yang tinggi, tekanan uap yang 23

41 rendah, memiliki koefesien muai termal yang sama dengan metal serta lapisan oksida memiliki koefesien difusi yang rendah Difusi Oksidasi Secara sederhana reaksi oksidasi terjadi sebagai berikut, Logam + O2 Logam Oksida Gambar 2.4 Proses Skematik Oksidasi Gas Pada Permukaan Logam [18] Reaksi yang terjadi akan menjadi lebih kompleks karena akan terbentuk lapisan oksida yang memisahkan logam dari udara yang memasok oksigen. Agar oksidasi terus berlangsung maka logam harus berdifusi keluar atau oksigen berdifusi ke dalam melalui lapisan oksida yang terbentuk [19]. Proses difusi ini dapat terjadi dalam dua mekanisme, yaitu: 24

42 1. Sebuah atom dari logam M, yang membentuk oksida MO, melepaskan dua elektron sehingga membentuk ion M 2+. Baik ion logam maupun elektron berdifusi melalui oksida yang terbentuk menuju interface antara oksida dan udara. Elektron ditangkap oleh O2 sehingga membentuk ion O 2- lalu ion M 2+ dan O 2- membentuk lapisan oksida MO pada interface antara lapisan oksida dan udara. 2. Sebuah atom dari logam M melepaskan dua elektron dan membentuk ion M 2+. Dalam kasus ini hanya elektron yang dilepaskan oleh logam M yang berdifusi melalui lapisan oksida menuju interface antara lapisan oksida dan udara. Lalu elektron ini bereaksi dengan oksigen membentuk ion O 2-. Kemudian ion O 2- ini berdifusi kembali melalui lapisan oksida menuju interface antara lapisan oksida-logam dan bereaksi dengan M 2+ membentuk oksida MO. Dengan demikian lapisan oksida akan terbentuk pada interface antara logam dan lapisan oksida [20]. 25

43 Gambar 2.5 (a) lapisan oksida terbentuk pada interface logam-oksida melalui mekanisme interstisial (b) lapisan oksida terbentuk pada interface logam-oksida melalui mekanisme kekosongan (c) lapisan oksida terbentuk pada interface oksidaudara melalui mekanisme interstisial (d) lapisan oksida terbentuk pada interface oksida-udara melalui mekanisme kekosongan [21]. Proses terbentuknya lapisan oksida pada logam dipengaruhi oleh mekanisme proses difusi tersebut dan juga dipengaruhi oleh rasio Pilling- Berdworth (PB). Rasio PB menunjukkan perbandingan volume oksida yang terbentuk dengan volume logam apabila terjadi oksidasi. Rasio PB diformulasikan sebagai berikut: 26

44 PB = MM. d m m. MA. d ox Dengan: MM : massa molekul relatif oksida (sma) dm : densitas logam (kg/m 3 ) m : jumlah atom logam dalam molekul oksida (sma) MA : massa atom relatif logam (sma) dox : densitas oksida (kg/l) Apabila rasio PB < 1 maka volume lapisan oksida yang terbentuk lebih kecil dari volume logam akibatnya lapisan oksida akan berpori atau retak sehingga lapisan oksida tersebut tidak dapat melindungi logam dari oksidasi lebih lanjut (tidak protektif). Laju oksidasi yang terjadi adalah linear. Apabila rasio PB = 1 maka volume lapisan oksida yang terbentuk tepat sama dengan volume logam, sehingga lapisan oksida dapat melindungi logam dari oksidasi lebih lanjut tanpa adanya internal stress. Namun kondisi ini sangat jarang terjadi. Apabila rasio PB > 1 maka volume lapisan oksida yang terbentuk lebih besar dari volume logam, sehingga lapisan oksida dapat melindungi logam dari oksidasi lebih lanjut meskipun hal ini disertai adanya internal stress. Apabila oksidasi yang terjadi mengikuti mekanisme difusi proses 1, yakni lapisan oksida terbentuk di antara interface logam-oksida maka stress akan terbatas hanya pada 27

45 lapisan terluar dan secara umum dapat dihilangkan dengan mudah. Lalu oksidasi parabolik akan terjadi. Namun apabila oksidasi yang terjadi mengikuti mekanisme difusi proses 2, yakni lapisan oksida terbentuk di antara interface oksida-udara, stress terbentuk pada bagian dalam lapisan oksida dan secara umum tidak mudah untuk dihilangkan. Akibatnya pada batas stress tertentu lapisan oksida yang terbentuk akan terlepas dan oksidasi kembali terjadi. Dalam kondisi ini terjadi oksidasi parabolik yang kemudian diikuti dengan oksidasi linear [20]. Berikut ini tabel yang menunjukkan beberapa sifat oksida logam : Tabel 2.6 Sifat beberapa oksida logam [17] Logam Oksida Logam PB ratio Cobalt Cobalt (III) oxide Co2O3 1,99 Molybdenum Molybdenum oxide MoO3 3,27 Aluminium Aluminium oxide Al2O3 1,28 Chromium Chromium (III) oxide Cr2O3 2,07 Nickel Nickel (II) oxide NiO 1,70 Proses oksida terbentuk dengan proses mekanisme yang ditentukan oleh kondisi lingkungan, dan material. Proses oksidasi logam dalam temperatur tinggi dapat dipandang analog dengan sel korosi basah, yaitu terdiri dari 4 komponen, dengan oksida bertindak sebagai: elektroda untuk oksidasi logam, untuk reduksi oksigen, penghantar ionik, dan penghantar elektron. Molibdenum adalah contoh klasik untuk kelompok ini. Di udara bebas logam ini teroksidasi dengan laju cukup tinggi bila temperatur lebih dari 300 C. Terbentuk 28

46 dua lapisan yaitu lapisan MoO2, sedangkan di sebelah luar lapisan MoO3. Di atas 500 C MoO3 mulai menguap, dan pada sekitar 770 C laju penguapan sama dengan laju oksidasi. Peningkatan temperatur yang lebih lanjut akan membuat logam cepat sekali habis. Efek yang timbul semakin dahsyat ketika MoO3 mulai memasuki fase lelah pada temperatur lebih dari 815 C Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Oksidasi Beberapa faktor yang mempengaruhi laju oksidasi, di antaranya adalah temperatur, sumber oksigen (gas oksigen atau air), dan tekanan. 1. Temperatur Laju pertumbuhan oksida sangat sensitif terhadap temperatur, karena laju difusi oksigen. Secara eksponensial atau matematis ditunjukkan pada persamaan berikut: D = μ exp( Ea/kT) Di mana: D : koeffisien difusi (cm 2 /detik) μ : mobilitas Ea : energi aktivasi (ev) k : konstanta Boltzman (2.38x10-23 J/K) T : temperatur (K) 29

47 Meningkatnya temperatur dapat secara signifikan meningkatkan pertumbuhan oksidanya. 2. Sumber Oksigen Laju pertumbuhan oksida juga berhubungan dengan sumber oksigen. Oksidasi kering dengan O2 memiliki laju pertumbuhan oksida lebih rendah dibandingkan dengan oksida basah dengan H2O. Misalnya dengan silikon (100) pada temperatur 1000 C, lapisan oksida basah tumbuh 2,2 mm setelah 20 jam, sedangkan lapisan oksida kering tumbuh hanya 0,34 mm. Oleh karena itu proses oksidasi basah lebih disukai untuk menumbuhkan lapisan oksida tebal seperti masking oxide dan field oxide. 3. Tekanan Tekanan dapat digunakan untuk mengontrol laju pertumbuhan oksida. Tekanan tinggi dapat meningkatkan laju oksidasi. Tekanan rendah menurunkan laju oksidasi dan sedang diselediki untuk menumbuhkan oksida sangat tipis yang diperlukan untuk VLSI (VeryLarge Sircuit Integration). 30

48 2.7 Prinsip Kerja Alat Karakterisasi SEM (Scanning Electrom Microscopy) SEM (Scanning Electron Microscopy) merupakan alat karakterisasi yang digunakan untuk melihat objek mikroskopis dengan perbesaran yang cukup tinggi. SEM menggunakan berkas elektron, media vakum dan beberapa tambahan seperti spektrometer sinar-x, detektor elektron backscattered detektor elektron transmitted, tahapan pemanasan/pendinginan/regangan dan device semikonduktor. Berkas elektron yang dipancarkan dari elektron gun difokuskan pada permukaan sampel oleh lensa elektron ( electron lens ). Jumlah total elektron yang mencapai permukaan sampel adalah selisih antara total elektron yang dipancarkan dengan total elektron yang terhalang oleh celah pada jalur berkas. Jumlah elektron yang mengenai sampel per satuan luas ditentukan oleh diameter probe elektron. Karena elektron partikel bermuatan, maka interaksi elektron dengan sampel merupakan interaksi kuat ( interaksi coulomb ). Ketika berkas elektron mengenai sampel maka terjadi penghamburan oleh atom yang dekat lapisan permukaan sampel. Akibatnya arah gerak elektron berubah dan sebagian energinya hilang. Pada peristiwa elektron sumber memasuki sebuah bahan, arah gerak elektron dipengaruhi oleh berbagai penghalang ( multiple scattering ) dan mengikuti lintasan yang rumit dan komplek jauh dari garis lurus. Ketika elektron dengan energi yang sama mengenai permukaan sampel, sebagian elektron dipantulkan dalam arah berlawanan ( back scattering ) dan sisanya diserap oleh sampel. Jika sampel cukup 31

49 tipis, maka elektron dapat melewati sampel ( elektron transmisi ). Skema cara kerja SEM dapat dilihat pada gambar 2.6. Gambar 2.6 Skema Cara Kerja SEM [22] Difraksi Sinar-X ( X-Ray Diffraction ) Sinar-X merupakan suatu radiasi elektromagnetik yang mempunyai panjang gelombang 0.1 nm ( nanometer ). Panjang gelombang ini lebih pendek dari panjang gelombang cahaya tampak ( nanometer ). Sinar-X dihasilakan dari logam yang ditembakkan dengan elektron yang sangat cepat dalam tabung hampa. Hal ini terjadi karena adanya potensial yang berbeda yang sangat besar perbedaannya diantara kedua elektrodanya ( katoda dan anoda ). Berkas elektron ini dipancarkan dari katoda ke anoda. Radiasi yang dipancarkan sinar-x dapat dipisahkan dari dua komponen yaitu: spektrum kontinyu dengan rentang panjang gelombang yang lebar dan spektrum garis super implus yang sesuai dengan karakteristik logam yang ditembak. 32

50 Pada spektrum kontinyu energi potensialnya meningkat seiring dengan bertambahnya nomor atom target dan sebanding dengan kuadrat tegangannya. Sedangkan pada spektrum super impuls radiasi terjadi jika elektron yang tereksitasi memiliki cukup energi untuk mengeluarkan satu elektron dari dalam kulitnya. Misalnya, kekosongan pada kulit K pertama dengan n=1 diisi oleh elektron lain yang berasal dari kulit L dengan n=2, maka dikenal dengan K, tetapi kalau elektronnya mengisi dari kulit M menuju kulit K disebut dengan Kβ. Pemanfaatan metode difraksi memegang peranan sangat penting untuk menganalisis padatan kristal. Metode ini berfungsi untuk mengetahui ciri-ciri utama dari struktur suatu unsur seperti parameter kisi, tipe struktur, susunan atom dalam kristal, kehadiran cacat, orientasi dan ukuran butir, serta ukuran dan kerapatan precipitat ( kerapatan fasa ). Skema cara kerja XRD dapat dilihat pada gambar 2.7. Gambar 2.7 Skema Cara Kerja XRD [23] 33

51 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Oktober 2014 hingga Januari Penelitian ini dilakukan di beberapa laboratorium, diantaranya: 1. Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi (P2ET), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jalan Sangkuriang-Komplek LIPI Gedung 20 lantai 4 Bandung, Jawa Barat Indonesia Laboratorium ini digunakan untuk proses pelapisan Hastelloy C-276 menggunakan sistem lapisan NiCoCrAlY dengan metode High Velocity Oxygen Fuel (HVOF). 2. Pusat Penelitian Fisika ( P2F ) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Kawasan Puspitek Serpong, Tangerang Selatan, Banten Indonesia Laboratotium High Temperature Coating ( HTC ), laboratorium ini digunakan untuk proses preparasi sampel dan penyimpanan sampel sebelum dan sesudah oksidasi. Laboratorium Keramik dan Furnace, laboratorium ini digunakan untuk proses heat treatment dan oksidasi. Laboratorium Uji Bahan 3 Scanning Electron Microscopy ( SEM ), laboratorium ini digunakan untuk proses karakterisasi sampel dengan Scanning Electron Microscopy ( SEM ). Laboratorium Uji Bahan 4 X-Ray Diffractometer ( XRD ), laboratorium ini digunakan untuk proses karakterisasi sampel dengan X-Ray Diffractometer ( XRD ). 34

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Foto Mikro dan Morfologi Hasil Pengelasan Difusi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Foto Mikro dan Morfologi Hasil Pengelasan Difusi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian sambungan logam tak sejenis antara Baja SS400 dan Aluminium AA5083 menggunakan proses pengelasan difusi ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh ketebalan lapisan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 2, 50/50 (sampel 3), 70/30 (sampel 4), dan 0/100 (sampel 5) dilarutkan dalam

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 2, 50/50 (sampel 3), 70/30 (sampel 4), dan 0/100 (sampel 5) dilarutkan dalam IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Oksidasi Spesimen baja AISI 4130 dilapisi alumunium dengan cara mencelupkan ke dalam bak alumunium cair pada temperatur 700 ºC selama 16 detik. NaCl/Na2SO4 dengan perbandingan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. peralatan sebagai berikut : XRF (X-Ray Fluorecense), SEM (Scanning Electron

BAB V HASIL PENELITIAN. peralatan sebagai berikut : XRF (X-Ray Fluorecense), SEM (Scanning Electron BAB V HASIL PENELITIAN Berikut ini hasil eksperimen disusun dan ditampilkan dalam bentuk tabel, gambar mikroskop dan grafik. Eksperimen yang dilakukan menggunakan peralatan sebagai berikut : XRF (X-Ray

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Paduan Fe-Al merupakan material yang sangat baik untuk digunakan dalam berbagai aplikasi terutama untuk perlindungan korosi pada temperatur tinggi [1]. Paduan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Batu bara + O pembakaran. CO 2 + complex combustion product (corrosive gas + molten deposit

BAB I PENDAHULUAN. Batu bara + O pembakaran. CO 2 + complex combustion product (corrosive gas + molten deposit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemadaman listrik yang dialami hampir setiap daerah saat ini disebabkan kekurangan pasokan listrik. Bila hal ini tidak mendapat perhatian khusus dan penanganan

Lebih terperinci

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1)

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1) Sudaryatno Sudirham ing Utari Mengenal Sifat-Sifat Material (1) 16-2 Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1) BAB 16 Oksidasi dan Korosi Dalam reaksi kimia di mana oksigen tertambahkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang tersusun dalam prosentase yang sangat kecil. Dan unsur-unsur tersebut

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang tersusun dalam prosentase yang sangat kecil. Dan unsur-unsur tersebut BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Korosi merupakan salah satu permasalahan penting yang harus dihadapi oleh berbagai macam sektor industri di Indonesia terutama industri perkapalan. Tidak sedikit

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007) BAB II DASAR TEORI 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Proses pengelasan semakin berkembang seiring pertumbuhan industri, khususnya di bidang konstruksi. Banyak metode pengelasan yang dikembangkan untuk mengatasi permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Magnet permanen merupakan salah satu material strategis yang memiliki banyak aplikasi terutama dalam bidang konversi energi, sensor, dan elektronika. Dalam hal konversi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK SERBUK 4.1.1. Serbuk Fe-50at.%Al Gambar 4.1. Hasil Uji XRD serbuk Fe-50at.%Al Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan

Lebih terperinci

PELAPISAN ALLOY BERBASIS NIKEL PADA SUBSTRAT CARBON STEEL UNTUK SISTEM PEMIPAAN PADA PEMBANGKIT LISTRIK ENERGI PANAS BUMI

PELAPISAN ALLOY BERBASIS NIKEL PADA SUBSTRAT CARBON STEEL UNTUK SISTEM PEMIPAAN PADA PEMBANGKIT LISTRIK ENERGI PANAS BUMI 0032: Kemas A. Zaini Thosin dkk. MT-1 PELAPISAN ALLOY BERBASIS NIKEL PADA SUBSTRAT CARBON STEEL UNTUK SISTEM PEMIPAAN PADA PEMBANGKIT LISTRIK ENERGI PANAS BUMI Kemas A. Zaini Thosin 1,, Eni Sugarti 1,

Lebih terperinci

Oleh : Ridwan Sunarya Pembimbing : Dr. Widyastuti S.Si, M.Si Ir. Lilis Mariani, M.Eng. (LAPAN)

Oleh : Ridwan Sunarya Pembimbing : Dr. Widyastuti S.Si, M.Si Ir. Lilis Mariani, M.Eng. (LAPAN) Pengaruh rasio pencampuran Al 2 O 3 SiO 2 sebagai pelapis pada baja 4340 terhadap sifat thermal dan daya rekat dengan metode Flame Spray untuk aplikasi nozel roket Oleh : Ridwan Sunarya. - 2709100081 Pembimbing

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Penelitian Sebelumnya

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Penelitian Sebelumnya BAB II DASAR TEORI 2.1 Penelitian Sebelumnya Arthana(2014), meneliti tentang ketahanan aus lapisan ni-cr pada dinding silinder liner yang juga meneliti melalui proses powder flame spray coating. penelitian

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. hasil pelapisan Ni-Cr menggunakan thermal spray powder coating terhadap

BAB VI PEMBAHASAN. hasil pelapisan Ni-Cr menggunakan thermal spray powder coating terhadap BAB VI PEMBAHASAN Pembahasan hasil penelitian berikut ini diarahkan kepada efek (pengaruh) hasil pelapisan Ni-Cr menggunakan thermal spray powder coating terhadap kekerasan dan keausan. 6.1 Mikrostruktur

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bubuk magnesium oksida dari Merck, bubuk hidromagnesit hasil sintesis penelitian

Lebih terperinci

2014 PEMBUATAN BILAYER ANODE - ELEKTROLIT CSZ DENGAN METODE ELECTROPHORETIC DEPOSITION

2014 PEMBUATAN BILAYER ANODE - ELEKTROLIT CSZ DENGAN METODE ELECTROPHORETIC DEPOSITION BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan listrik dunia semakin meningkat seiring berjalannya waktu. Hal ini tentu disebabkan pertumbuhan aktivitas manusia yang semakin padat dan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ragam, oleh sebab itu manusia dituntut untuk semakin kreatif dan produktif dalam

BAB I PENDAHULUAN. ragam, oleh sebab itu manusia dituntut untuk semakin kreatif dan produktif dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerapan teknologi rekayasa material saat ini semakin bervariasi hal ini disebabkan oleh tuntutan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang beraneka ragam, oleh sebab

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1. Pengertian Las Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Norman) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Tinjauan Pustaka

BAB II DASAR TEORI Tinjauan Pustaka BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Pengelasan logam tak sejenis antara baja tahan karat dan baja karbon banyak diterapkan di bidang teknik, diantaranya kereta api, otomotif, kapal dan industri lain.

Lebih terperinci

PERILAKU OKSIDASI PADUAN Ti-6Al-4V PADA TEMPERATUR TINGGI

PERILAKU OKSIDASI PADUAN Ti-6Al-4V PADA TEMPERATUR TINGGI PERILAKU OKSIDASI PADUAN Ti-6Al-4V PADA TEMPERATUR TINGGI Meilinda Nurbanasari, Djoko Hadi Prajitno*, dan Hendra Chany, ST Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri ITENAS Jl. PHH. Mustapa no.23,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh pengelasan..., RR. Reni Indraswari, FT UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh pengelasan..., RR. Reni Indraswari, FT UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Baja tahan karat Austenitic stainless steel (seri 300) merupakan kelompok material teknik yang sangat penting yang telah digunakan luas dalam berbagai lingkungan industri,

Lebih terperinci

BAB II ALUMINIUM DAN PADUANNYA

BAB II ALUMINIUM DAN PADUANNYA BAB II ALUMINIUM DAN PADUANNYA Aluminium adalah salah satu logam ringan (light metal) dan mempunyai sifat-sifat fisis dan mekanis yang baik, misal kekuatan tarik cukup tinggi, ringan, tahan korosi, formability

Lebih terperinci

Pengaruh Penambahan Aluminium (Al) Terhadap Sifat Hidrogenasi/Dehidrogenasi Paduan Mg 2-x Al x Ni Hasil Sintesa Reactive Ball Mill

Pengaruh Penambahan Aluminium (Al) Terhadap Sifat Hidrogenasi/Dehidrogenasi Paduan Mg 2-x Al x Ni Hasil Sintesa Reactive Ball Mill Pengaruh Penambahan Aluminium (Al) Terhadap Sifat Hidrogenasi/Dehidrogenasi Paduan Mg 2-x Al x Ni Hasil Sintesa Reactive Ball Mill I Wayan Yuda Semaradipta 2710100018 Dosen Pembimbing Hariyati Purwaningsih,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Struktur Mikro Menggunakan Optical Microsope Fe- Mn-Al pada Baja Karbon Rendah Sebelum Heat Treatment Hasil karakterisasi cross-section lapisan dengan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA 30 BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4.1 Hasil Pengujian Polarisasi Potensiodinamik 4.1.1 Data Laju Korosi (Corrosion Rate) Pengujian polarisasi potensiodinamik dilakukan berdasarkan analisa tafel dan memperlihatkan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN

KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN No.06 / Tahun III Oktober 2010 ISSN 1979-2409 KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN Martoyo, Ahmad Paid, M.Suryadiman Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir -

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan pengujian oksidasi baja AISI 4130 pada

III. METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan pengujian oksidasi baja AISI 4130 pada 30 III. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan pengujian oksidasi baja AISI 4130 pada temperatur 750 0 C dalam lingkungan. Pengujian dilakukan untuk melihat pertambahan berat terhadap waktu lamanya

Lebih terperinci

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Pengaruh Arus Listrik Terhadap Hasil Elektrolisis Elektrolisis merupakan reaksi yang tidak spontan. Untuk dapat berlangsungnya reaksi elektrolisis digunakan

Lebih terperinci

PROSES PELAPISAN SERBUK Fe-50at.%Al PADA BAJA KARBON DENGAN PENAMBAHAN Cr MELALUI METODA PEMADUAN MEKANIK SKRIPSI

PROSES PELAPISAN SERBUK Fe-50at.%Al PADA BAJA KARBON DENGAN PENAMBAHAN Cr MELALUI METODA PEMADUAN MEKANIK SKRIPSI PROSES PELAPISAN SERBUK Fe-50at.%Al PADA BAJA KARBON DENGAN PENAMBAHAN Cr MELALUI METODA PEMADUAN MEKANIK SKRIPSI Oleh ARI MAULANA 04 04 04 010 Y SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN

Lebih terperinci

Muhammad Sofyan Lazuardi Dosen Pembimbing Dr. Widyastuti, S.Si, M.Si

Muhammad Sofyan Lazuardi Dosen Pembimbing Dr. Widyastuti, S.Si, M.Si PENGARUH VARIASI KOMPOSISI Al 2 O 3 PADA LAPISAN KOMPOSIT Al 2 O 3 /YSZ DAN VARIASI JARAK SPRAY DENGAN METODE FLAME SPRAY TERHADAP KETAHANAN TERMAL DAN KEKUATAN LEKAT PADA YSZ-Al 2 O 3 /YSZ DOUBLE LAYER

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KERAMIK ZrSiO 4 -V 2 O 5 TESIS. ERFAN PRIYAMBODO NIM : Program Studi Kimia

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KERAMIK ZrSiO 4 -V 2 O 5 TESIS. ERFAN PRIYAMBODO NIM : Program Studi Kimia PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KERAMIK ZrSiO 4 -V 2 O 5 TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh ERFAN PRIYAMBODO NIM : 20506006

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

Pengaruh Suhu Pack Cementation pada Proses Pelapisan NiCoCrAl Terhadap Ketahanan Oksidasi Baja Karbon

Pengaruh Suhu Pack Cementation pada Proses Pelapisan NiCoCrAl Terhadap Ketahanan Oksidasi Baja Karbon Pengaruh Suhu Pack Cementation pada Proses Pelapisan NiCoCrAl terhadap Pengaruh Suhu Pack Cementation pada Proses Pelapisan NiCoCrAl Terhadap Ketahanan Oksidasi Baja Karbon Leni Lutfiati Prodi Fisika,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN 30 BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN 3.1 PENDAHULUAN Baterai seng udara merupakan salah satu bentuk sumber energi secara elektrokimia yang memiliki peluang sangat besar untuk aplikasi sumber energi masa depan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan material yang memiliki ketahanan terhadap temperatur tinggi merupakan salah satu topik menarik yang terus dikaji oleh peneliti. Contoh aplikasi penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekuatan tarik adalah sifat mekanik sebagai beban maksimum yang terusmenerus

BAB I PENDAHULUAN. Kekuatan tarik adalah sifat mekanik sebagai beban maksimum yang terusmenerus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Umum Kekuatan tarik adalah sifat mekanik sebagai beban maksimum yang terusmenerus oleh spesimen selama uji tarik dan dipisahkan oleh daerah penampang lintang yang asli. Kekuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam proses pembuatan komponen-komponen atau peralatan-peralatan permesinan dan industri, dibutuhkan material dengan sifat yang tinggi maupun ketahanan korosi yang

Lebih terperinci

Materi #7 TIN107 Material Teknik 2013 FASA TRANSFORMASI

Materi #7 TIN107 Material Teknik 2013 FASA TRANSFORMASI #7 FASA TRANSFORMASI Pendahuluan Kekuatan tarik komposisi paduan Fe-C eutectoid dapat bervariasi antara 700-2000 MPa tergantung pada proses perlakuan panas yang diterapkan. Sifat mekanis yang diinginkan

Lebih terperinci

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH Sumidi, Helmy Purwanto 1, S.M. Bondan Respati 2 Program StudiTeknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Penerapan teknologi rekayasa material saat ini semakin bervariasi. Hal ini disebabkan oleh tuntutan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang beraneka ragam, sehingga manusia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Proses Celup panas (Hot Dipping) Pelapisan hot dipping adalah pelapisan logam dengan cara mencelupkan pada sebuah material yang terlebih dahulu dilebur dari bentuk padat menjadi

Lebih terperinci

Kekuatan tarik komposisi paduan Fe-C eutectoid dapat bervariasi antara MPa tergantung pada proses perlakuan panas yang diterapkan.

Kekuatan tarik komposisi paduan Fe-C eutectoid dapat bervariasi antara MPa tergantung pada proses perlakuan panas yang diterapkan. Fasa Transformasi Pendahuluan Kekuatan tarik komposisi paduan Fe-C eutectoid dapat bervariasi antara 700-2000 MPa tergantung pada proses perlakuan panas yang diterapkan. Sifat mekanis yang diinginkan dari

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja Heat Treatment Pada Logam Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma Proses Perlakuan Panas Pada Baja Proses perlakuan panas adalah suatu proses mengubah sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan 20 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Desain Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan menggunakan metode tape

Lebih terperinci

PENGARUH UNSUR Mn PADA PADUAN Al-12wt%Si TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIK LAPISAN INTERMETALIK PADA FENOMENA DIE SOLDERING SKRIPSI

PENGARUH UNSUR Mn PADA PADUAN Al-12wt%Si TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIK LAPISAN INTERMETALIK PADA FENOMENA DIE SOLDERING SKRIPSI PENGARUH UNSUR Mn PADA PADUAN Al-12wt%Si TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIK LAPISAN INTERMETALIK PADA FENOMENA DIE SOLDERING SKRIPSI Oleh DEDI IRAWAN 04 04 04 01 86 DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dibidang konstruksi, pengelasan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pertumbuhan dan peningkatan industri, karena mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi listrik. Pemanfaatan energi listrik terus berkembang tidak hanya berfokus

BAB I PENDAHULUAN. energi listrik. Pemanfaatan energi listrik terus berkembang tidak hanya berfokus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring pertumbuhan penduduk di dunia yang semakin meningkat, kebutuhan akan sumber energi meningkat pula. Termasuk kebutuhan akan sumber energi listrik. Pemanfaatan

Lebih terperinci

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut :

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut : PERLAKUAN PANAS Perlakuan panasadalah suatu metode yang digunakan untuk mengubah sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro melalui proses pemanasan dan pengaturan kecepatan pendinginan dengan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan. selain digunakan untuk memproduksi suatu alat, pengelasan

BAB I PENDAHULUAN. logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan. selain digunakan untuk memproduksi suatu alat, pengelasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelasan adalah suatu proses penggabungan logam dimana logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan selain digunakan untuk memproduksi suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelasan merupakan proses penyambungan setempat dari logam dengan menggunakan energi panas. Akibat panas maka logam di sekitar lasan akan mengalami siklus termal

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL

PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL Pramuko I. Purboputro Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl.A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Disusun : SUDARMAN NIM : D.200.02.0196 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 PENGAMATAN VISUAL Pengamatan visual dilakukan terhadap sampel sebelum dilakukan proses anodisasi dan setelah proses anodisasi. Untuk sampel yang telah mengalami proses anodisasi,

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN & ANALSIS HASIL KARAKTERISASI XRD, EDS DAN PENGUKURAN I-V MSM

BAB IV PERHITUNGAN & ANALSIS HASIL KARAKTERISASI XRD, EDS DAN PENGUKURAN I-V MSM BAB IV PERHITUNGAN & ANALSIS HASIL KARAKTERISASI XRD, EDS DAN PENGUKURAN I-V MSM Pada bab sebelumnya telah diperlihatkan hasil karakterisasi struktur kristal, morfologi permukaan, dan komposisi lapisan.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimental dan pembuatan keramik film tebal CuFe 2 O 4 dilakukan dengan metode srcreen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 24 3.1. Metodologi penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan menggunakan diagram alir seperti Gambar 3.1. PEMOTONGAN SAMPEL UJI KEKERASAN POLARISASI DICELUPKAN DALAM LARUTAN DARAH

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah

1 BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah industri baja. Peningkatan jumlah industri di bidang ini berkaitan dengan tingginya kebutuhan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II PENGELASAN SECARA UMUM. Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan

BAB II PENGELASAN SECARA UMUM. Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan II - 1 BAB II PENGELASAN SECARA UMUM 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Pengelasan Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan menjadi dua, pertama las cair (fussion welding) yaitu pengelasan

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOSISI LARUTAN TERHADAP KANDUNGAN Mo DALAM LAPISAN PADUAN Ni-Mo SECARA ELEKTROPLATING

PENGARUH KOMPOSISI LARUTAN TERHADAP KANDUNGAN Mo DALAM LAPISAN PADUAN Ni-Mo SECARA ELEKTROPLATING PENGARUH KOMPOSISI LARUTAN TERHADAP KANDUNGAN Mo DALAM LAPISAN PADUAN Ni-Mo SECARA ELEKTROPLATING Sri Mulyaningsih dan Budi Priyono Pusat Penelitian Metalurgi-LIPI E-mail : srim006@lipi.go.id Intisari

Lebih terperinci

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN BAB II : MEKANISME KOROSI dan MICHAELIS MENTEN 4 BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN Di alam bebas, kebanyakan logam ditemukan dalam keadaan tergabung secara kimia dan disebut bijih. Oleh karena keberadaan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari 2013, dilaksanakan di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari 2013, dilaksanakan di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari 2013, dilaksanakan di Laboratorium Material Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung, Laboratorium

Lebih terperinci

PENGERASAN PERMUKAAN BAJA ST 40 DENGAN METODE CARBURIZING PLASMA LUCUTAN PIJAR

PENGERASAN PERMUKAAN BAJA ST 40 DENGAN METODE CARBURIZING PLASMA LUCUTAN PIJAR PENGERASAN PERMUKAAN BAJA ST 40 DENGAN METODE CARBURIZING PLASMA LUCUTAN PIJAR BANGUN PRIBADI *, SUPRAPTO **, DWI PRIYANTORO* *Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN Jl. Babarsari Kotak Pos 1008, DIY 55010

Lebih terperinci

BAB III EKSPERIMEN & KARAKTERISASI

BAB III EKSPERIMEN & KARAKTERISASI BAB III EKSPERIMEN & KARAKTERISASI Pada bab ini dibahas penumbuhan AlGaN tanpa doping menggunakan reaktor PA- MOCVD. Lapisan AlGaN ditumbuhkan dengan variasi laju alir gas reaktan, hasil penumbuhan dikarakterisasi

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 22 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alur Proses Penelitian Mulai Preparasi dan larutan Pengujian Polarisasi Potensiodinamik untuk mendapatkan kinetika korosi ( no. 1-7) Pengujian Exposure (Immersion) untuk

Lebih terperinci

STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS

STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS SKRIPSI Oleh : Ahsanal Holikin NIM 041810201063 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

Ir. Hari Subiyanto, MSc

Ir. Hari Subiyanto, MSc Tugas Akhir TM091486 METALURGI Budi Prasetya Awab Putra NRP 2104 100 018 Dosen Pembimbing: Ir. Hari Subiyanto, MSc ABSTRAK Austenitic stainless steel adalah suatu logam paduan yang mempunyai sifat tahan

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Dasar Korosi Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan logam atau berkarat. Korosi adalah terjadinya perusakan material (khususnya logam)

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG

Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG NASKAH PUBLIKASI TUGAS AKHIR Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KOMPOSISI Al PADA PADUAN Fe-Ni-Al

PENGARUH PENAMBAHAN KOMPOSISI Al PADA PADUAN Fe-Ni-Al PENGARUH PENAMBAHAN KOMPOSISI Al PADA PADUAN Fe-Ni-Al Effect of Additional Alloy Compostion AI in Fe-Ni-Al Dianasanti Salati Sekolah Tinggi Manajemen Industri Jakarta Tanggal Masuk: (19/7/2014) Tanggal

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

PROSES PELAPISAN BAJA DENGAN METODE SEMBURAN KAWAT LAS OKSI-ASITILEN

PROSES PELAPISAN BAJA DENGAN METODE SEMBURAN KAWAT LAS OKSI-ASITILEN ISSN 0853-8697 PROSES PELAPISAN BAJA DENGAN METODE SEMBURAN KAWAT LAS OKSI-ASITILEN Muhammad Ridlwan Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta Email : ridlwanm@fti.uii.ac.id

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi serbuk. 3.2

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BATAN Bandung meliputi beberapa tahap yaitu tahap preparasi serbuk, tahap sintesis dan tahap analisis. Meakanisme

Lebih terperinci

TIN107 - Material Teknik #10 - Metal Alloys (2) METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik

TIN107 - Material Teknik #10 - Metal Alloys (2) METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik 1 METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik Tool Steel (Baja Perkakas) 2 W Pengerasan dengan air (Water hardening) Pengerjaan Dingin (Cold Work) O Pengerasan dengan oli (Oil hardening) A Pengerasan dengan

Lebih terperinci

PENGARUH TEGANGAN DAN KONSENTRASI NaCl TERHADAP KOROSI RETAK TEGANG PADA BAJA DARI SPONS BIJIH LATERIT SKRIPSI

PENGARUH TEGANGAN DAN KONSENTRASI NaCl TERHADAP KOROSI RETAK TEGANG PADA BAJA DARI SPONS BIJIH LATERIT SKRIPSI PENGARUH TEGANGAN DAN KONSENTRASI NaCl TERHADAP KOROSI RETAK TEGANG PADA BAJA DARI SPONS BIJIH LATERIT SKRIPSI Oleh BUDI SETIAWAN 04 03 04 015 8 DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #11

Pembahasan Materi #11 1 TIN107 Material Teknik Pembahasan 2 Tool Steel Sidat dan Jenis Stainless Steel Cast Iron Jenis, Sifat, dan Keterbatasan Non-Ferrous Alloys Logam Tahan Panas 1 Tool Steel (Baja Perkakas) 3 W Pengerasan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat yang Digunakan Alat yang akan digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terhadap pergeseran cermin untuk menentukan faktor konversi, dan grafik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terhadap pergeseran cermin untuk menentukan faktor konversi, dan grafik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab yang keempat ini mengulas tentang hasil penelitian yang telah dilakukan beserta analisa pembahasannya. Hasil penelitian ini nantinya akan dipaparkan olahan data berupa grafik

Lebih terperinci

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab ini memaparkan hasil sintesis, karakterisasi konduktivitas listrik dan struktur kirstal dari senyawa perovskit La 1-x Sr x FeO 3-δ (LSFO) dengan x = 0,2 ; 0,4 ; 0,5 ; 0,6

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK LAPISAN NiCr-Al YANG DIBENTUK DENGAN METODE SPUTTERING PADA BAJA ST 40

ANALISIS STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK LAPISAN NiCr-Al YANG DIBENTUK DENGAN METODE SPUTTERING PADA BAJA ST 40 ANALISIS STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK LAPISAN NiCr-Al YANG DIBENTUK DENGAN METODE SPUTTERING PADA BAJA ST 40 TESIS Diajukan Kepada Program Studi Magister Teknik Mesin Sekolah Pascasarjana Universitas

Lebih terperinci

UJI KETAHANAN KOROSI TEMPERATUR TINGGI (550OC) DARI LOGAM ZIRKONIUM DAN INGOT PADUAN

UJI KETAHANAN KOROSI TEMPERATUR TINGGI (550OC) DARI LOGAM ZIRKONIUM DAN INGOT PADUAN PKMI-3-2-1 UJI KETAHANAN KOROSI TEMPERATUR TINGGI (550 O C) DARI LOGAM ZIRKONIUM DAN INGOT PADUAN Zr-Mo-Fe-Cr SEBAGAI KANDIDAT KELONGSONG (CLADDING) BAHAN BAKAR NUKLIR Beni Hermawan, Incik Budi Permana,

Lebih terperinci

14. Magnesium dan Paduannya (Mg and its alloys)

14. Magnesium dan Paduannya (Mg and its alloys) 14. Magnesium dan Paduannya (Mg and its alloys) Magnesium adalah logam ringan dan banyak digunakan untuk aplikasi yang membutuhkan massa jenis yang ringan. Karakteristik : - Memiliki struktur HCP (Hexagonal

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISA

BAB IV DATA DAN ANALISA BAB IV DATA DAN ANALISA Pengelasan plug welding pada material tak sejenis antara logam tak sejenis antara baja tahan karat 304L dan baja karbon SS400 dilakukan untuk mengetahui pengaruh arus pengelasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknik pengerasan permukaan merupakan suatu proses untuk meningkatkan sifat kekerasan serta kinerja dari suatu komponen atau material. Kerusakan suatu material biasanya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejak ditemukan oleh ilmuwan berkebangsaan Jerman Christian Friedrich

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejak ditemukan oleh ilmuwan berkebangsaan Jerman Christian Friedrich BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) Sejak ditemukan oleh ilmuwan berkebangsaan Jerman Christian Friedrich Schönbein pada tahun 1838, sel bahan bakar telah berkembang dan menjadi salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mempengaruhi peradaban

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mempengaruhi peradaban BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mempengaruhi peradaban manusia di abad ini. Sehingga diperlukan suatu kemampuan menguasai teknologi tinggi agar bisa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Aluminium digunakan secara luas, karena mempunyai sifat sifat seperti

I. PENDAHULUAN. Aluminium digunakan secara luas, karena mempunyai sifat sifat seperti I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aluminium digunakan secara luas, karena mempunyai sifat sifat seperti ringan, bercahaya, daya hantar listrik tinggi, dan mudah dipadukan dengan unsur unsur lain. Sifat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komposit. Jenis material ini menjadi fokus perhatian karena pemaduan dua bahan

I. PENDAHULUAN. komposit. Jenis material ini menjadi fokus perhatian karena pemaduan dua bahan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini salah satu jenis material aplikasi yang terus dikembangkan adalah komposit. Jenis material ini menjadi fokus perhatian karena pemaduan dua bahan atau lebih

Lebih terperinci

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1)

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1) Sudaryatno Sudirham ing Utari Mengenal Sifat-Sifat Material (1) 15-2 Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1) BAB 15 Difusi Difusi adalah peristiwa di mana terjadi tranfer materi melalui

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING I Dewa Gede Panca Suwirta 2710100004 Dosen Pembimbing Hariyati Purwaningsih,

Lebih terperinci

Gambar 4.2 Larutan magnesium klorida hasil reaksi antara bubuk hidromagnesit dengan larutan HCl

Gambar 4.2 Larutan magnesium klorida hasil reaksi antara bubuk hidromagnesit dengan larutan HCl BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesa Garam Magnesium Klorida Garam magnesium klorida dipersiapkan melalui dua bahan awal berbeda yaitu bubuk magnesium oksida (MgO) puritas tinggi dan bubuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metalurgi merupakan ilmu yang mempelajari pengenai pemanfaatan dan pembuatan logam dari mulai bijih sampai dengan pemasaran. Begitu banyaknya proses dan alur yang harus

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Karakterisasi Awal Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 sebagai bahan utama membran merupakan hasil pengolahan mineral pasir zirkon. Kedua serbuk tersebut

Lebih terperinci