BAB III TINJAUAN PUSTAKA. sekelompok neuron kortek/subkortek, bisa sebagai serangan epilepsi maupun bukan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III TINJAUAN PUSTAKA. sekelompok neuron kortek/subkortek, bisa sebagai serangan epilepsi maupun bukan"

Transkripsi

1 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Seizure Definisi Seizure Seizure (kejang) adalah bentuk serangan cetusan potensial abnormal berlebihan dari sekelompok neuron kortek/subkortek, bisa sebagai serangan epilepsi maupun bukan (misalnya akibat uremia, gangguan elektrolit dan lainlain). Seizure adalah respon fisik terhadap peningkatan aktifitas elektrik di otak Epidemiologi Seizure Kejang merupakan alasan yang sering dibawa ke Instalansi Gawat Darurat, yaitu sekitar 1,2% dari seluruh kedatangan, dimana 1/4 nya merupakan kejang pertama. Studi menunjukkan bahwa 810% dari populasi, beresiko seizure satu kali seumur hidup, dan 3% nya berkesempatan terkena epilepsi. Individu dengan epilepsi memiliki resiko kematian dini 23 kali dibandingkan dengan yang tidak memiliki epilepsi. Angka kejadian kejang yang tidak diprovokasi adalah 5070/ penduduk. Jika kejang pertama tidak diprovokasi, maka sekitar 2/3 dari kasus akan berulang, dan mengarah pada diagnosis epilepsi (kecenderungan untuk seizure berulang). Prevalensi tertinggi seizure yang tidak diprovokasi adalah pada usia <1 tahun dan >65 tahun, yaitu per penduduk pada usia >65 tahun, dan 1530/ penduduk pada usia 2064 tahun. Angka kejadian ini meningkat berhubungan dengan angka kejadian serebrovaskular, demensia, trauma, dan kelainan neurodegeneratif yang sering terjadi pada orang tua Penyebab Seizure Penyebab seizure antara lain: Idiopatik. 30% dari kasus baru seizure tidak diketahui penyebabnya. Trauma pada otak, dari kecelakaan atau trauma lain. Infeksi pada otak, seperti enseohalitis atau meningitis. Genetik

2 Perubahan metabolik, yang dapat mencegah otak mendapatkan nutrisi Gangguan elektrolit, dapat disebabkan oleh terapi obat atau penyakit. Toksin, seperti overdosis obat, alkohol, ataupun toksin dari lingkungan Kebanyakan orang tua mendapatkan seizure berhubungan dengan perubahan fisik yang berkaitan dengan usia, yaitu: Stroke. Dimana arteri menjadi sempit atau tersumbat dan menyebabkan otak kekurangan darah dan oksigen. Perdarahan pada otak (stroke hemoragik) Serangan jantung. Menyebabkan terputusnya asupan oksigen ke otak sementara, yang dapat menyebabkan kejang. Penyakit neurodegeneratif, seperti Alzheimer atau lainnya, dapat menyebabkan perubahan struktural otak yang dapat menyebabkan kejang. Penyakit ginjal, penyakit liver, alkoholism, dan diabetes Tumor otak Operasi pada otak. Dapat menyebabkan scar yang dapat menyebabkan kejang Klasifikasi Seizure 1. Berdasarkan pada manifestasi klinis a. Seizure parsial Seizure parsial mengindikasikan adanya aktifasi dari sistem neuron yang terbatas pada suatu regio di salah satu hemisfer serebri (terdapat suatu fokus di korteks serebri) sehingga terjadi kelainan klinis dan kelainan gambaran rekam otak. Berdasarkan ada atau tidaknya penurunan kesadaran selama serangan, kejang parsial dibagi menjadi: 1) Parsial simple/sederhana (awereness tidak hilang) Manifestasi seizure parsial sederhana tergantung dari susunan saraf pusat yang terkena, dapat berupa gejala motorik, sensorik, autonom, maupun psikis. Gejala motorik. Fokus biasanya terdapat di girus presentralis lobus frontalis (pusat motorik). Kejang dimulai di ibu jari, meluas ke seluruh tangan, lengan, muka, dan tungkai. Kadangkadang berhenti pada satu sisi. Tetapi bila

3 rangsangan sangat kuat, dapat meluas ke lengan/tungkai yang lain, sehingga menjadi kejang umum, yang disebut Jackson motoric epilepsy. Gejala sensorik. Fokus terdapat di girus postsentralis lobus parietalis. Penderita merasa kesemutan di ibu jari, lengan, muka, tungkai, tanpa kejang motoris, dapat meluas ke sisi lain, yang disebut Jackson sensoric epilepsy. Seizure parsial sederhana dapat berkembang menjadi parsial kompleks dan/atau seizure general sekunder. Gambar 3.1 Manifestasi Seizure Parsial Sederhana 2) Parsial kompleks (awereness hilang) Tandatanda yang menonjol adalah gejala psikis dan automatisme (epilepsy psikomotor). Gerakan otomatis dapat berupa mengunyah (gerakan bibir dan otot mulut), menguap, mengenakan pakaian, mandi, naik sepeda, bahkan terkadang mengendarai mobil. Namun penderita tidak menjawab bila ditegur. Umumnya penderita tidak melakukan tindakan kriminal atau menyerang orang lain, tetapi dapat agresif bila dihalangi kemauannya. Setelah serangan berakhir, penderita lupa apa yang telah dilakukannya.

4 Sedangkan gejala psikis, didapatkannya kelainan pikiran seperti deja vu (penderita baru pertama kali melihat sesuatu, tetapi merasa sudah berulang kali melihatnya) dan jamais vu (penderita sudah sering melihat, tetapi mengatakan baru pertama kali melihatnya). Bila kejang seperti ini sering terjadi, dapat timbul afasia sensorik dan hemianopsia oleh karena kelainan di lobus temporalis. Pada rekaman EEG akan terlihat slowspike di lobus temporalis. b. Seizure general Seizure general mengindikasikan adanya keterlibatan kedua hemisfer otak secara simultan. Gambaran EEG iktal adalah bilateral dan menggambarkan adanya neuronal discharge yang menyebar di kedua hemisfer otak. Seizure general bisa konvulsive (kejang) atau non konvulsive, dan bervariasi dari bentuk ringan sampai berat. 1) General tonikklonik Serangan dimulai dengan fase tonik selama ± 30 detik, dilanjutkan fase klonik selama ± 60 detik, kemudian terjadi fase post iktal selama 1530 menit. Dapat terjadi pada semua usia. Fase tonik: semua lengan dan tungkai ekstensi, penderita tampak mengejan sehingga wajahnya merah. Kemudian penderita menahan nafas (apnea) selama ± 30 detik, pada akhir fase ini terjadi sianosis, tekanan darah meningkat, pupil melebar, refleks cahaya negatif, refleks patologis positif. Kadangkadang ngompol karena kontraksi tonik involunter, DD organik atau histerik. Fase klonik: terjadi kejang ritmik, penderita bernafas kembali, kadangkadang lidah tergigit, sehingga ludah bercampur darah (buih kemerahan). Pada

5 fase ini wajah menjadi normal kembali, tekanan darah menurun, tanda gejala vital normal. Fase postiktal: setelah kejang pasien tertidur, dan saat bangun penderita mulamula mengalami disorientasi, tetapi beberapa menit setelah fase ini penderita menjadi normal kembali, dan dapat berjalan seperti biasa. 2) General tonik Pada general tonik didapatkan kekakuan generalisata yang singkat. 3) General klonik 4) General absence (petitmal) Tipe ini tidak terdapat kejang, ditandai oleh terjadinya gangguan kesadaran dalam waktu singkat (610 detik), sehingga penderita tidak sampai jatuh. Penderita berhenti dari aktivitas yang dilakukan, seakanakan melamun, kemudian melakukan aktivitas kembali. Serangan dapat berulang 1020 kali dalam sehari. Karena singkat, biasanya tidak diketahui orang sekitarnya. Pada EEG terdapat gambaran yang sangat khas, yaitu dalam 1 detik terdapat 3 kompleks gelombang tumpul dan runcing, yang disebut 3/sec spike slow wave. Baik klinis maupun EEG dapat diprovokasi dengan kelelahan, stress, hipoglikemia, atau hiperventilasi. Petitmal banyak terjadi pada anaanak awal usia sekolah (onset: usia 412 tahun). Penderita sering kelihatan seperti melamun ketika serangan mengakibatkan prestasi sekolahnya menjadi menurun, dan sering dianggap salah sebagai gangguan behaviour. 5) General mioklonik Banyak terdapat pada anakanak. Saat serangan terjadi, terdapat gangguan kesadaran sebentar, disertai gerakan involunter yang aneh dari sekelompok

6 otot, terutama pada tubuh bagian atas (bahu dan lengan) yang disebut myoclonic jerking. Kejang ini dapat terjadi beberapa kali dalam sehari secara berurutan. Tidak terdapat keadaan post ictal. 6) General atonik Pada tipe ini, secara mendadak pasien kehilangan tonus otot, yang dapat mengenai beberapa bagian tubuh ataupun pada otot seluruh badan, misalnya tibatiba kepalanya terkulai karena kehilangan tonus otot leher, atau secara tibatiba pasien terjatuh karena hilangnya tonus otot tubuh seperti sinkop. Serangan ini berlangsung singkat disebut drop attack. Onset dimulai pada usia 25 tahun. c. Status epileptikus Status epileptikus adalah seizure yang terjadi berkepanjangan/dalam waktu yang lama (prolonged) atau terjadi sebagai serial (seizure berulang pada hari yang sama). Status epileptikus merupakan kegawatan neurologi Diagnosis Seizure a. Anamnesis (Auto dan Aloanamnesis) 1. Identitas: terutama usia dan jenis kelamin 2. Riwayat kejang: pola/bentuk kejang; lamanya; gejala sebelum, selama, dan pasca serangan (termasuk gejala fisik, psikis, kesadaran); frekuensi serangan; faktor atau situasi pencetus 3. Ada/tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang 4. Usia pada saat terjadinya kejang pertama 5. Riwayat pada saat dalam kandungan, persalinan/kelahiran dan perkembangan bayi/anak 6. Riwayat penyakit dahulu: kejang demam, epilepsi, trauma kepala, gangguan psikiatri, penggunaan alkohol atau obatobatan 7. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga b. Pemeriksaan fisik

7 Tentukan ada/tidaknya aura. Bila ada, berarti kelainan fokal. Perhatikan apakah ada pemutaran kepala. Bila waktu kejang kepala tidak di tengahtengah, tetapi menoleh ke salah satu sisi, berarti ada kelainan fokal (dengan fokus berlawanan dengan arah kepala). Perhatikan apakah ada hemiparesis post iktal (Todd s paralysis). Bila ada berarti ada kelainan fokal Waktu terjadinya. Bila terjadi saat mau bangun tidur atau waktu akan tidur, berarti ada kelainan fokal Umur. Grandmal yang murni terjadi mulai umur 3 tahun hingga pubertas. Bila terjadi kurang dari 3 tahun atau setelah pubertas, cari kelainan fokal. Pada anak perhatikan pertumbuhan ekstremitas. Sering pada sisi yang hemiparesis ringan terlihat atrofi otot dan kuku yang lebih kecil. Pemeriksaan neurologis (refleks tendon, refleks patologis, tonus, termasuk pemeriksaan fundus okuli) perlu dikerjakan. c. Pemeriksaan penunjang Electroencephalogram (EEG). Tes ini dapat merekam aktivitas elektrik di otak dalam bentuk gelombang otak. EEG dapat menangkap gelombang epileptogenik pada 1,84% pasien normal. Spesifisitas EEG mencapai 96% dengan sensitifitas minimal 29% dan meningkat minimal 59% dengan EEG ulangan. Rekaman EEG sebaiknya dilakukan pada saat bangun, tidur, dengan stimulasi fotik, hiperventilasi, dan stimulasi tertentu sesuai pencetus bangkitan. Bila EEG pertama menunjukkan hasil normal sedangkan persangkaan epilepsi sangat tinggi, maka dapat dilakukan EEG ulangan dalam 2448 jam setelah kejang atau dilakukan dengan persyaratan khusus misalnya dengan mengurangi tidur (sleep deprivation) atau dengan menghentikan obat anti epilepsi (OAE). Pada individu yang memiliki klinis kejang, 50% nya memiliki gambaran EEG yang normal. Brain imaging. Diindikasikan pada semua kasus bangkitan pertama yang diduga ada kelainan struktural dan terjadi pada usia di atas 25 tahun. CT scan dapat

8 digunakan untuk melihat abnormalitas yang ada di otak yang menjadi penyebab kejang. MRI berguna bila penyebab kejang adalah suspected but indefinite, seperti trauma kepala ringan. CT scan atau MRI tidak diperlukan pada sindroma epilepsi yang jelas, seperti absen, juvenil myoclonic epilepsy, atau benign rolandic epilepsy, yang disebabkan oleh genetik, dimana hasilnya hampir selalu normal atau tidak berhubungan dengan epilepsinya. Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, gula darah, elektrolit, tes fungsi hati dan ginjal berguna untuk mengetahui adanya gangguan metabolik, seperti hiponatremia, hipernatremia, hipoglikemia, hipokalsemia, uremia, dan lainlain sebagai penyebab kejang. Pemeriksaan likuor, dilakukan bila dicurigai adanya peradangan pada otak, pada pasien dengan klinis kejang dan febris Diagnosis Banding Seizure Benign Positional Vertigo Breath holding spells in children Cardiac arrhythmia Hipoglikemia Migraine Narcolepsy/cataplexy Night terrors Nightmares Nocturnal myoclonus Panic attacks Periodic paralysis Pseudoseizures/Hysterical seizures Sleep apnea Syncope Transient Ischemic attacks (TIA) Penatalaksanaan Seizure Kejang merupakan kegawatan di bidang neurologi. Akan tetapi, kejang parsial hanya berlangsung sebentar dan tidak membahayakan pasien. Namun, jika terdapat luka dan

9 kejangnya melebihi 510 menit sebaiknya segera dibawa ke rumah sakit. Berikut beberapa pedoman pertolongan pertama mengatasi kejang: Bersikaplah tenang Bantu pasien berbaring dan jauhkan dari sesuatu yang keras dan tajam, seperti sudut meja dan lainlain Gulingkan pasien sehingga kepala menghadap ke tanah, agar air ludah tidak masuk jalan nafas dan mencegah lidah menutup jalan nafas Longgarkan baju, lepaskan kacamata, namun biarkan bila ia memakai kontak lens Jangan berusaha memasukkan apapun ke dalam mulut pasien. Lidah tidak dapat berfungsi untuk menelan, sehingga akan menyebabkan tersedak. Sesudah kejang berhenti, sebaiknya jangan menahan pasien, karena akan mengakibatkan perlawanan atau agitasi dari pasien. Hal ini disebabkan pasien belum sepenuhnya pulih kesadarannya. Hindari pemberian obat, minuman, atau makanan sebelum pasien pulih 100% kesadarannya Temanilah pasien hingga sadar seutuhnya. Tanyakanlah dimana alamatmu, jika pasien menjawab dengan benar maka ia telah pulih. Jika kejang pertama kali dan berlangsung lebih dari 5 menit segera panggil bantuan dan ke rumah sakit. Penatalaksanaan untuk kejang general yang lebih dari 5 menit: 1. Diazepam Dosis dewasa adalah 5 mg IV sebagai dosis awal, dapat diulangi q3mins dengan total dosis maksimum 20 mg. Dosis untuk remaja: 2.5 mg IV sebagai dosis awal, dapat diulangi q3mins dengan total dosis maksimum 10 mg. Dosis untuk anak: 0.2 mg / kg IV sebagai dosis awal (maksimal 2.5 mg), dapat diulangi q3mins, dengan total dosis maksimum 5 mg. Hentikan pemberian diazepam jika seizure berhenti, dosis maksimum telah tercapai, atau didapatkan tandatanda depresi napas. 2. Lorazepam

10 Dosis untuk dewasa dan remaja: 2 mg intrabucal sebagai dosis awal, dapat diulangi q1015mins, dengan total dosis maksimum 5 mg. Tidak dianjurkan untuk anakanak. Hentikan pemberian diazepam jika seizure berhenti, dosis maksimum telah tercapai, atau didapatkan tandatanda depresi napas. 3.2 Epilepsi Definisi Epilepsi Epilepsi adalah kelainan otak yang ditandai dengan kecenderungan untuk menimbulkan bangkitan epileptik yang terus menerus, dengan konsekuensi neurobiologis, kognitif, psikologis, dan sosial. Dimana terjadi minimal 1 kali bangkitan epileptik (terjadinya tanda/gejala yang bersifat sesaat akibat aktivitas neuronal yang abnormal dan berlebihan di otak). Epilepsi adalah suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan berulang akibat gangguan fungsi otak secara intermitten yang disebabkan oleh muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuronneuron secara paroksisimal, didasari oleh berbagai faktor etiologi Etiologi Epilepsi Menentukan etiologi epilepsi sangat penting karena berhubungan dengan penatalaksanaan selanjutnya. Etiologi epilepsi dibagi kedalam tiga kategori, yaitu: Idiopatik Tidak terdapat lesi struktural di otak atau defisit neurologis. Umumnya mempunyai predisposisi genetik dan berhubungan dengan usia. Sebagian besar etiologi epilepsi adalah idiopatik, ditandai dengan epilepsi general (epilepsi grandmal yang murni terjadi pada usia 3 tahunpubertas). Bila didapatkan epilepsi idiopatik, pemeriksaan pertama adalah melihat fungsi otak dengan EEG. Jika pada EEG didapatkan tanda lateralisasi, pemeriksaan selanjutnya adalah CT scan kepala. Kriptogenik Dianggap simtomatik tapi penyebabnya belum diketahui. Termasuk disini adalah sindrom West, sindrom LennoxGastaut, dan epilepsi mioklonik. Gambaran klinik sesuai dengan ensefalopati difus.

11 Simtomatik Disebabkan oleh kelainan/lesi pada susunan saraf pusat (SSP), kelainan kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol dan obat), metabolik, dan kelainan neurodegeneratif. Secara klinis ditandai dengan: o Terjadi pertama kali usia kurang dari 3 tahun atau setelah umur 18 tahun o Kejang parsial o Didapatkan aura o Terdapat gejala Todd paralisis (pasien mengalamai hemiparese setelah serangan epilepsi dan beberapa menit kemudian normal kembali). DD TIA. o Ada kejang fokal sekunder general yang ditandai awal serangan sadar dan selanjutnya pasien tidak sadar o Bila kejang terjadi pada waktu mau bangun tidur atau waktu akan tidur o Bila waktu kejang kepala tidak di tengahtengah, tetapi menoleh ke salah satu sisi, berarti ada kelainan fokal (dengan fokus berlawanan dengan arah kepala) Bila ada dugaan epilepsi simtomatik maka pemeriksaan pertama kali yang akan dilakukan adalah melihat struktur otak dengan pemeriksaan CT scan atau MRI kepala. Patofisiologi Epilepsi Beberapa faktor yang ikut berperan dalam patofisiologi terjadinya epilepsi adalah: Gangguan pada membran sel neuron Potensial membran sel neuron bergantung pada permeabilitas sel terhadap ion natrium dan kalium. Membran neuron sangat permeabel terhadap ion kalium, namun kurang permeabel terhadap ion natrium, sehingga dalam keadaan normal, konsentrasi ion kalium tinggi dan ion natrium rendah di dalam sel. Potensial membran ini dapat diganggu dan berubah oleh berbagai hal misalnya perubahan konsentrasi ion ekstraseluler, stimulasi mekanis atau kimiawi, perubahan pada membran oleh penyakit atau jejas, atau pengaruh kelainan genetik. Bila keseimbangan terganggu akan merubah sifat semipermeabel sel, sehingga ion natrium dan kalium berdifusi melalui membran, menyebabkan perubahan kadar ion (konsentrasi ion kalium berkurang dan ion natrium meningkat di dalam sel), dan perubahan potensial yang menyertainya. Potensial aksi terbentuk di permukaan sel, dan

12 menjadi stimulus yang efektif pada bagian membran sel lainnya dan menyebar sepanjang akson. Gangguan pada mekanisme inhibisi prasinaps dan pasca sinaps Sel neuron saling berhubungan sesamanya melalui sinapssinaps. Potensial aksi yang terjadi di satu neuron dihantar melalui neuroakson yang kemudian membebaskan zat transmitter pada sinaps, yang mengeksitasi atau menginhibisi membran pascasinaps. Transmiter eksitasi (asetilkolin, asam glutamat) mengakibatkan depolarisasi, sedangkan zat transmiter inihibisi (Gamma Amino Butyric Acid/GABA, glisin) menyebabkan hiperpolarisasi neuron penerimanya. Jadi satu impuls dapat mengakibatkan stimulasi atau inihbisi pada transmisi sinaps. Tiap neuron berhubungan dengan sejumlah besar neuronneuron lainnya melalui sinaps eksitasi atau inhibisi, sehingga otak merupakan struktur yang terdiri dari sel neuron yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi aktivitasnya. Pada keadaan normal didapatkan keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi. Gangguan terhadap keseimbangan ini dapat menyebabkan terjadinya bangkitan kejang. Efek inihibisi adalah meninggikan tingkat polarisasi membran sel, yang jika gagal akan mengakibatkan lepasnya muatan listrik yang berlebihan. Zat GABA mencegah terjadinya hipesinkronisasi. Gangguan sintesis GABA mengakibatkan perubahan keseimbangan eksitasiinhibisi, dimana eksitasi lebih unggul dan menimbulkan bangkitan epilepsi. Fosfatpiridoksal penting untuk sintesis GABA, defisiensi piridoksin metabolik atau nutrisi dapat mengakibatkan konvulsi pada bayi. Jaringan saraf dapat menjadi hipereksitabel oleh perubahan homeostatis tubuh (demam, hipoksia, hipokalsemia, overhidrasi, dan perubahan keseimbangan asam basa) dan faktor eksternal (obat konvulsan, penghentian mendadak obat anti konvulsan terutama barbiturate, dosis lebih berbagai macam obat dan toksin). Lepas muatan berasal dari badan sel, dendrite dan akson. Dengan menggunakan elektrodemikro, dapat ditunjukkan bahwa aktivitas letupan listrik abnormal yang berfrekuensi tinggi didapatkan pada sel neuron difokus epileptik. Diduga bahwa aktivitas

13 autonom ini disebabkan oleh depolarisasi dendrit, karena adanya perbedaan potensial antara badan sel dan dendrit. Perubahan patologis dendrit ini dapat diakibatkan oleh tekanan mekanis, misalnya oleh jaringan parut. Neuron epileptik secara histologis mempunyai ujung sinaps yang sedikit, sehingga rangsang eferen yang diterimanya berkurang, dan mengakibatkan sel neuron menjadi hipersensitif (misalnya terhadap zat kimiawi di sekelilingnya), dan terjadi lepas muatan listrik yang berlebihan secara spontan. Sel glia Sel glia berfungsi untuk mengatur ion kalium ekstra seluler di sekitar neuron dan terminal presinaps. Pada gliosis atau keadaan cedera, fungsi glia terganggu dan mengakibatkan meningkatnya eksitabilitas sel neuron di sekitarnya. Rasio yang tinggi antara kadar ion kalium ekstraseluler dibanding intraseluler dapat mendepolarisasi membran neuron. Sedangkan astroglia berfungsi untuk membuang ion kalium yang berlebihan sewaktu aktifnya sel neuron. Didapatkan bahwa sewaktu kejang kadar ion kalium meningkat sebanyak 5 kali atau lebih di cairan interstisial yang mengitari sel neuron. Saat ion kalium diserap oleh astroglia, cairan pun ikut terserap dan sel astroglia menjadi bengkak (edema). Sebagian besar bangkitan epilepsi berasal dari sekelompok sel neuron yang abnormal (fokus epileptikus) di otak, yang berlepas muatan listrik berlebihan dan hipersinkron, yang kemudian dapat menyebar melalui jalurjalur fisiologis anatomis dan melibatkan daerah di sekitarnya atau daerah yang lebih jauh letaknya di otak. Bila sekelompok neuron tercetus dalam aktivitas listrik berlebihan maka didapatkan 3 kemungkinan: 1. Aktivitas tidak menjalar ke sekitarnya, melainkan terlokalisasi pada kelompok neuron tersebut kemudian berhenti. 2. Aktivitas menjalar sampai jarak tertentu, namun tidak melibatkan seluruh otak, kemudian menjadi tahan dan berhenti. 3. Aktivitas menjalar keseluruh otak dan kemudian berhenti. Pada keadaan 1 dan 2 didapatkan pada bangkitan epilepsi fokal (parsial), sedangkan keadaan 3 pada bangkitan kejang umum. Jenis bangkitan epilepsi tergantung pada letak serta fungsi sel neuron yang berlepas muatan listrik berlebihan serta penjalarannya.

14 Kontraksi otot somatik akan terjadi bila lepas muatan melibatkan daerah motorik di lobus frontalis, bila yang terlibat adalah struktur di lobus parietalis dan oksipitalis akan terjadi bermacam ragam gangguan sensori, bila melibatkan batang otak dan thalamus akan terjadi penurunan kesadaran. Tidak semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat mencetuskan bangkitan epilepsi klinis, walaupun ia berlepas muatan listrik berlebihan. Sel neuron di serebelum bagian bawah batang otak dan di medula spinalis tidak mampu mencetuskan bangkitan epilepsi. Sebagian besar energi sel saraf digunakan untuk transportasi ion natrium dan kalium yang berhubungan erat dengan kelistrikan dan penjalarannya. Sel neuron mampu mengeluarkan ion natrium dari dalam sel, dan dibutuhkan energi besar yang diperoleh melalui senyawa fosfat (ATP). Bila terjadi bangkitan kejang, maka aktivitas pemompaan natrium bertambah, sehingga kebutuhan akan senyawa ATP juga bertambah, dimana kebutuhan oksigen dan glukosa juga meningkat. Bila kejang berlangsung lama, namun kebutuhan oksigen dan glukosa tidak terpenuhi, akan menyebabkan sel neuron rusak atau mati Klasifikasi Epilepsi Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Against Epilepsy (ILAE) terdiri dari dua, yaitu klasifikasi untuk jenis bangkitan epilepsi dan untuk sindrom epilepsi.

15 Gambar 3.2 Klasifikasi ILAE 1981 untuk Tipe Bangkitan Epilepsi

16 Gambar 3.3 Klasifikasi ILAE 1981 untuk Epilepsi dan Sindrom Epilepsi

17 3.2.5 Diagnosis Epilepsi Ada 3 langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu: 1. Pastikan adanya bangkitan epilepsi 2. Tentukan tipe bangkitan berdasarkan klasifikasi ILAE Tentukan sindrom epilepsi berdasarkan klasifikasi ILAE 1981 Diagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar adanya gejala dan tanda klinik dalam bentuk bankitan epilepsi berulang (minimum 2 kali) yang ditunjang oleh gambaran epileptiform pada EEG. Langkahlangkah diagnosis: 1. Anamnesis: auto dan alloanamnesis mengenai Gejala dan tanda sebelum bangkitan (gejala prodormal) o Kondisi fisik dan psikis yang mengindikasikan akan terjadi bangkitan: perubahan perilaku, perasaan lapar, berkeringat, hipotermi, mengantuk, menjadi sensitif, dan lainlain. Selama bangkitan/iktal o Adanya aura, gejala yang dirasakan pada awal bangkitan o Pola/bentuk bangkita: deviasi mata, gerakan kepala, gerakan tubuh, vokalisasi, aumatisasi, gerakan pada salah satu atau kedua lengan dan tungkai, bangkitan tonik/klonik, inkontinensia, lidah tergigit, pucat, berkeringat, dan lainlain o Apakah terdapat lebih dari satu pola bangkitan o Apakah terdapat perubahan pola dari bangkitan sebelumnya o Aktivitas penderita saat terjadi bangkitan, misalnya saat tidur, saat terjaga, bermain video game, berkemih, dan lainlain. Pasca bangkitan/post iktal: o Bingung, langsung sadar, nyeri kepala, tidur, gaduh gelisah, Todd s paresis. Faktor pencetus: kelelahan, kurang tidur, hormonal, stres psikologis, alkohol Usia awitan, durasi bangkitan, frekuensi bangkitan, interval terpanjang antara bangkitan, kesadaran antara bangkitan Terapi epilepsi sebelumnya dan respon terhadap OAE sebelumnya o Jenis obat antiepilepsi o Dosis OAE o Jadwal minum OAE o Kepatuhan minum OAE o Kadar OAE dalam plasma o Kombinasi terapi OAE Penyakit yang diderita sekarang, riwayat penyakit neurologis psikiatrik maupun sistemik yang mungkin menjadi penyebab maupun komorbiditas.

18 Riwayat epilepsi dan penyakit lain dalam keluarga Riwayat saat berada dalam kandungan, kelahiran, dan tumbuh kembang Riwayat bangkitan neonatal/kejang demam Riwayat trauma kepala, stroke, infeksi susunan saraf pusat (SSP), dan lainlain. 2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologi Pemeriksaan fisik umum untuk mencari tandatanda gangguan yang berkaitan dengan epilepsi, misalnya trauma kepala, tanda infeksi, kelainan kongenital, kecanduan alkohol atau napza, kelainan pada kulit (neurofakomatosis), dan tandatanda keganasan. Pemeriksaan neurologis untuk mencari tandatanda defisit neurologis fokal atau difus yang berhubungan dengan epilepsi. Jika dilakukan dalam beberapa menit setelah bangkitan, maka akan tampak pascabangkitan terutama tanda fokal, yaitu paresis Todd, gangguan kesadaran pasca iktal, dan afasia pasca iktal. 3. Pemeriksaan penunjang EEG. EEG dapat membantu menunjang diagnosis, penentuan jenis bangkitan maupun sindrom epilepsi, menentukan prognosis, menentukan perlu/tidaknya pemberian OAE. Pencitraan otak. Untuk mendeteksi lesi epileptogenik di otak. Diindikasikan pada kejang unprovoked pertama pada usia dewasa. CT scan ditujukan untuk kasus kegawatdaruratan, dan MRI untuk kasus elektif. Bila dilihat dari segi sensitivitas dalam menentukan lesi struktural, maka MRI lebih sensitif dibandingkan CT scan kepala. Pemeriksaan laboratorium o Pemeriksaan hematologis: DL, elektrolit, GDA, fungsi hati, ureum, kreatinin, dan albumin. o Pemeriksaan kadar OAE Lumbal punksi EKG Diagnosis Banding Epilepsi Pada neonatus dan bayi Pada anak Jittering Apneic spell Breath holding spells Sinkope Migraine Bangkitan psikogenik/konversi Prolonged QT syndrome

19 Pada dewasa Night terror Tics Hypercyanotic attack (pada TOF) Sinkope: vasovagal attack, kardiogenik, hipovolumik, hipotensi, dan saat miksi TIA Vertigo Transient global amnesia Narkolepsi Bangkitan panik, psikogenik Sindrom menier Tics Tabel 3.1 Diagnosis Banding Epilepsi Gambar 3.4

20 Diagnosis Banding Sindrom Epilepsi Gambar 3.5 Diagnosis Banding Kejang Epilepsi Penatalaksanaan Epilepsi Tujuan utama terapi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk pasien, sesuai dengan perjalanan penyakit epilepsi dan disabilitas fisik maupun mental yang dimilikinya. Untuk tercapainya tujuan tersebut, diperlukan beberapa upaya antara lain: menghentikan bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan, mencegah timbulnya efek samping, menurunkan angka kesakitan dan kematian, dan mencegah timbulnya efek samping OAE. Prinsip terapi farmakologi: OAE mulai diberikan bila: diagnosis epilepsi telah dipastikan (confirmed) dan setelah pasien dan/atau keluarganya menerima penjelasan tentang tujuan pengobatan, kemungkinan efek samping OAE yang akan timbul, dan setuju. OAE harus dimulai sedini mungkin, yaitu setelah pasien mengalami satu serangan (paroxysmal event adalah epilepsi).

21 Terapi OAE dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan sesuai dengan jenis bangkitan (gambar 3.7) dan sindrom epilepsi (gambar 3.6). Keuntungan monoterapi yaitu efektif, sederhana, toksisitas minimal, dan kemungkinan interaksi OAE sedikit dan murah. Dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif tercapai atau timbul efek samping, kadar obat dalam plasma ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif. Bila dengan dosis maksimum obat pertama tidak dapat mengontrol bangkitan, perlu ditambahkan OAE kedua. Bila OAE telah mencapai kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahan (tappering off) perlahanlahan. Penambahan obat ketiga dilakukan jika dosis maksimal kedua OAE pertama tidak dapat mengatasi bangkitan. Pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk diberi terapi bila: o Dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG o Pada CT scan atau MRI otak dijumpai lesi yang berkorelasi dengan bangkitan, misalnya neoplasma otak, AVM, abses otak, ensefalitis herpes o Pada pemeriksa neurologik dijumpai kelainan yang mengarah adanya kerusakan otak o Terdapat riwayat epilepsi pada saudara kandung (orang tua) o Riwayat bangkitan simtomatik o Riwayat trauma kepala terutama yang disertai penuruna kesadaran, stroke, infeksi o Bangkitan pertama merupakan status epileptikus Efek samping OAE (gambar 3.9) dan interaksi farmakokinetik antar OAE (gambar 3.10) perlu diperhatikan.

22 Gambar 3.6 Pemilihan OAE berdasarkan Sindroma Epilepsi Gambar 3.7 Pemilihan OAE berdasarkan bentuk bangkitan

23 Gambar 3.8 Dosis OAE untuk Orang Dewasa Gambar 3.9 Efek Samping OAE

24 Gambar 3.10 Interaksi Farmakokinetik antar OAE Epilepsi pada usia lanjut perlu perhatian khusus. OAE spektrum luas perlu dipertimbangkan pada epilepsi umum atau tipe campuran (fokal dan umum). Pemberian obat pada usia lanjut dimulai dari dosis sangat rendah dengan peningkatan dosis (titrasi) dilakukan secara sangat perlahan (start very slow and go very slow). Setengah dosis dewasa yang direkomendasikan sebagai dosis awal dan awitan seringkali dapat mengontrol kejang. Pemberian politerapi OAE sedapat mungkin dihindari. Efektivitas OAE monoterapi untuk mengontrol bangkitan epilepsi pada lanjut usia lebih baik dibanding pada penderita epilepsi usia muda. Gambar 3.11 Rekomendasi Epilepsi Parsial pada Lanjut Usia Penghentian OAE:

25 Syarat umum, yaitu bebas dari bangkitan selama minimal 2 tahun; gambaran EEG normal; dilakukan secara bertahap, umumnya 25% dari dosis semula, setiap bulan dalam jangka waktu 36 bulan; penghentian dimulai dari satu OAE yang bukan utama. Kekambuhan setelah penghentian OAE akan lebih besar kemungkinannya pada usia tua, epilepsi simtomatik, gambaran EEG abnormal, penggunaan lebih dari satu OAE, masih mendapatkan satu atau lebih bangkitan setelah memulai terapi, dan pada terapi 10 tahun atau lebih. Sangat jarang pada sindroma epilepsi benigna dengan gelombang tajam pada daerah sentrotemporal, 525% pada epilepsi lena masa anak kecil, 2575% epilepsi parsial kriptogenik/simtomatik, 8595% pada epilepsi mioklonik anak. Kemungkinan kambuh lebih kecil pada pasien yang telah bebas dari bangkitan selama 35 tahun atau lebih dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul kembali maka gunakan dosis efektif terakhir (sebelum pengurangan dosis OAE), kemudian di evaluasi kembali Prognosis Epilepsi Pasien epilepsi usia lanjut mempunyai angka mortalitas dua sampai tiga kali lebih tinggi daripada populasi umum. Epilepsi pada usia lanjut umumnya mempunya respon yang baik terhadap pengobatan. 3.3 Status Epileptikus Definisi Status Epileptikus Status epileptikus adalah keadaan dimana terjadi kejang berulangulang dan diantara dua serangan pasien tetap tidak sadar atau pasien kejang satu kali tetapi lama kejang lebih dari 30 menit. Namun, penanganan bangkitan konvulsif harus dimulai bila bangkitan berlangsung lebih dari 5 menit. Gambaran klinis SE mencakup aktivitas motorik tonik dan atau klonik kontinyu yang berhubungan dengan gangguan kesadaran yang jelas. Kebanyakan kasus SE (75%) gejalanya mudah terlihat dan mencakup kejang umum berulang tanpa pemulihan sempurna di antara kejang.

26 SE tidak sulit untuk didiagnosis, tetapi beberapa keadaan dapat menyerupai SE. Mioklonus postanoksia setelah suatu henti jantung atau setelah suatu koma yang diinduksi phenobarbital atau anestesi umum, dapat menyerupai SE Etiologi Status Epileptikus Pasien epilepsi yang mendadak berhenti minum OAE Meningits Tumor otak Ensefalopati hipertensi Abses otak Hipoglikemia Perdarahan otak Sindroma Reye (pada anakanak), dan lainlain Klasifikasi Status Epileptikus SE dibedakan dari bangkitan serial (frequent seizures), yaitu bangkitan tonik klonik yang berulang tiga kali atau lebih dalam satu jam. Pembagian SE berdasar jenis bangkitannya: SE konvulsif (bangkitan umum tonikklonik) SE konvulsif adalah bangkitan dengan durasi lebih dari 5 menit atau bangkitan berulang 2 kali atau lebih tanpa pulihnya kesadaran diantara bangkitan. Insiden tahunan diperkirakan antara 6,2 20 per orang, dan paling sering terjadi pada orang tua (insiden 22,3 per orang). Pada umumnya sekitar 80% pasien dengan SE konvulsif dapat terkontrol dengan pemberian benzodiazepine atau phenytoin. Bila bangkitan masih berlangsung maka disebut status epileptikus refrakter, dan diperlukan penanganan di ICU untuk dilakukan tindakan anestesi. Generalized tonic clonic status epilepticus (GCSE). GCSE dapat diawali sebagai kejang umum, atau sebagain bangkitan sederhana atau parsial kompleks yang menjadi kejang umum sekunder merupakan tipe SE yang paling umum dan paling mengancam nyawa. Simple partial SE (SPSE) with motor symptom SE nonkonvulsif (SENK) (bangkitan bukan umum tonikklonik) SENK adalah sejumlah kondisi saat aktivitas bangkitan elektrografik memanjang (EEG status) dan memberikan gejala klinis non motorik termasuk perubahan perilaku

27 atau awareness. Dapat ditemukan pada 1/3 kasus status epileptikus. Dibagi menjadi SE lena, SE parsial kompleks, SE nonkonvulsius pada pasien dengan koma, dan SE pada pasien dengan gangguan belajar. Typical absence status epilepticus Atypical absence status epilepticus Lateonset de novo absence status epilepticus Simple partial SE (SPSE) without motor symptoms Complex partial SE (CPSE) NSCE in coma Subtle GSCE Klasifikasi SE berdasarkan durasi: SE Dini (530 menit) SE menetap/established (>30 menit) SE refrakter: bangkitan tetap ada setelah mendapat dua atau tiga jenis antikonvulsan awal dengan dosis adekuat Penatalaksanaan Status Epileptikus Status epileptikus perlu dihentikan segera, karena semakin lama kejang berlangsung semakin sulit dikontrol dan semakin banyak kerusakan sel otak. Kerusakan sel otak terjadi terutama oleh bangkitan eksitasi yang terusmenerus dan bukan oleh komplikasi aktivitas kejangnya. Tetapi, faktor sistemik (hiperpireksia) dapat menimbulkan kerusakan otak. Oleh karenanya sebaiknya seizure dapat dihentikan dalam waktu 30 menit baik secara klinik maupun elektrik. Penatalaksanaan SE harus dimulai dengan penanganan 5B (Breathing, Blood, Brain, Bowel, Bladder) untuk menstabilisasi pasien. Suhu badan, tekanan darah, bacaan EKG, serta fungsi respirasi harus dipantau. Pulse oximetry atau analisis gas darah arteri perlu dilakukan untuk memeriksa oksigenisasi. Bantuan nafas diberikan jika diperlukan, selanjutnya dipasang jalur intravena untuk rehidrasi dan penggunaan vasopresor diperlukan jika pasien mengalami hipotensi. Pendinginan perlu dilakukan bila suhu badan pasien melebihi 40oC. Sampel darah harus diambil untuk memeriksa hematologi dan kimia darah serta kadar obat antiepilepsi dalam serum. Jika pasien mengalami hipoglikemia, berikan glukosa intravena. Thiamine intravena dapat diberikan sebelum atau bersamaan dengan glukosa. Bicarbonate dapat

28 diberikan untuk menangani asidosis, yang hanya diberikan bila ph darah sangat rendah hingga mengancam nyawa. Penyebab SE diidentifikasi dan diterapi bila mungkin. Pemantauan EEG juga penting selama terapi, karena jika bangkitan jelas berhenti namun pasien tetap tidak sadar, pasien tersebut masih tetap bisa mengalami aktivitas bangkitan elektrografik kontinyu. Gambar 3.12 Penanganan SE konvulsif Penanganan SE: 1. Diazepam iv atau pada anak bila iv tidak memungkinkan, dapat diberikan diazepam solutin (bukan suppositoria) per rektal. Dosis dewasa: iv 10 mg dalam 2 cc perlahan.

29 Diazepam sangat cepat melewati BBB, tetapi kadar terapeutiknya hanya dipertahankan 2 jam. Jadi, jika kejang belum hilang atau kumat lagi, diazepam dapat diberikan ulang dengan dosis 10 mg tiap dua jam (sehari 120 mg). Pada pemberian diazepam harus siap untuk memberi pernapasan buatan karena diazepam dapat memberi efek samping depresi napas. Diazepam sebaiknya tidak diberikan dalam bentuk infus (drip), karena akan terjadi penumpukan diazepam dan metabolit desmetil yang akan menyebabkan koma yang berlangsung lama setelah kejang dikontrol, dan diazepam dapat diabsorpsi dalam selang karet. 2. Setelah pemberian injeksi diazepam iv, hendaknya diberi fenitoin secara iv perlahan (50 mg per menit). Perhatian pada pasien usia lanjut dengan penyakit jantung. Jangan memberi fenitoin secara cepat karena dapat menyebabkan pernapasan berhenti, hipotensi, atau kadangkadang cardiac arrest. 3. Bila kejang belum juga berhenti maka harus dicoba diberikan narkose umum dengan short acting barbiturate seperti thiopentone (oleh ahli anestesi). Setelah 1224 jam kejang teratasi, obatobatan dapat dikurangi secara bertahap dalam 24 jam. Apabila kejang berulang kembali, diperlukan pemberian infus kontinyu lebih lama dan penghentian dosis secara bertahap dengan lebih perlahan.

30 Gambar 3.13 OAE pada SE konvulsif Gambar 3.12 Alur Penanganan SE konvulsif

31 Gambar 3.13 Penanganan SENK

32

33 Gambar 3.14 Dosis Obat pada SENK Prognosis Status Epileptikus Prognosis ditentukan oleh etiologi dan durasi SE. Angka mortalitas yang tinggi berhubungan dengan etiologi yang berupa hipoksia, anoksia, penyakit serebrovaskular, perdarahan, dan abnormalitas metabolik. Dengan durasi SE yang panjang, pemenuhan kebutuhan metabolik otak yang meningkat menjadi lebih sulit, dan bisa terjadi beberapa penyulit sistemik dan neurologis. Hilangnya autoregulasi sistemik bisa menyebabkan

34 komplikasi seperti hipotensi, hipoksia, hipoglikemia, asidosis metabolik, hiperpireksia, dan gagal napas. Penyulit sistemik dan aktivitas kejang yang berkepanjangan mengakibatkan kerusakan otak. 15 pasien dengan kejang yang berkepanjangan beresiko mengalami penurunan fungsi kognitif, epilepsi, dan abnormalitas neurologis lain. Angka kematian lebih tinggi pada kejang yang berkepanjangan (>1 jam) dibandingkan yang tidak (30 menit hingga <1 jam). Sehingga penatalaksanaan SE secara tepat dan agresif penting untuk menurunkan resiko kematian dan perburukan gejala neurologis.

BAB I PENDAHULUAN DEFINISI ETIOLOGI

BAB I PENDAHULUAN DEFINISI ETIOLOGI BAB I PENDAHULUAN Banyaknya jenis status epileptikus sesuai dengan bentuk klinis epilepsi : status petitmal, status psikomotor dan lain-lain. Di sini khusus dibicarakan status epileptikus dengan kejang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Definisi Epilepsi Epilepsi merupakan gangguan kronik otak yang menunjukan gejala-gejala berupa serangan yang berulang yang terjadi akibat adanya ketidaknormalan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Palsi serebral adalah gangguan permanen gerakan dan bentuk tubuh, yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Palsi serebral adalah gangguan permanen gerakan dan bentuk tubuh, yang 5 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Palsi serebral 2.1.1 Definisi palsi serebral Palsi serebral adalah gangguan permanen gerakan dan bentuk tubuh, yang menyebabkan keterbatasan aktivitas fisik, gangguan tidak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Menurut Fadila, Nadjmir dan Rahmantini (2014), dan Deliana (2002), kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38

Lebih terperinci

GANGGUAN KESADARAN PADA EPILEPSI. Pendahuluan

GANGGUAN KESADARAN PADA EPILEPSI. Pendahuluan GANGGUAN KESADARAN PADA EPILEPSI Pendahuluan Epilepsy dapat menyebabkan gangguan kesadaran yang transient mulai dari gannguan kesiagaan ringan sampai hilangnya kesadaran. hal ini disebabkan terdapatnya

Lebih terperinci

Algoritme Tatalaksana Kejang Akut dan Status Epileptikus pada Anak

Algoritme Tatalaksana Kejang Akut dan Status Epileptikus pada Anak Algoritme Tatalaksana Kejang Akut dan Status Epileptikus pada Anak Yazid Dimyati Divisi Saraf Anak Departemen IKA FKUSU / RSHAM Medan UKK Neurologi / IDAI 2006 Pendahuluan Kejang merupakan petunjuk adanya

Lebih terperinci

Kejang Pada Neonatus

Kejang Pada Neonatus Kejang Pada Neonatus Guslihan Dasa Tjipta Emil Azlin Pertin Sianturi Bugis Mardina Lubis 1 DIVISI PERINATOLOGI Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan 2 Definisi : Kejang merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. EPILEPSI 1. Definisi Epilepsi adalah Cetusan listrik lokal pada substansia grisea otak yang terjadi sewaktu-waktu, mendadak, dan sangat cepat yang dapat mengakibatkan serangan

Lebih terperinci

Materi 13 KEDARURATAN MEDIS

Materi 13 KEDARURATAN MEDIS Materi 13 KEDARURATAN MEDIS Oleh : Agus Triyono, M.Kes Pengertian Kedaruratan medis adalah keadaan non trauma atau disebut juga kasus medis. Seseorang dengan kedarutan medis dapat juga terjadi cedera.

Lebih terperinci

KEJANG PADA ANAK. Oleh: Nia Kania, dr., SpA., MKes

KEJANG PADA ANAK. Oleh: Nia Kania, dr., SpA., MKes KEJANG PADA ANAK Oleh: Nia Kania, dr., SpA., MKes Kejang merupakan suatu manifestasi klinis yang sering dijumpai di ruang gawat darurat. Hampir 5% anak berumur di bawah 16 tahun setidaknya pernah mengalami

Lebih terperinci

Takrif/pengertian. 1/2/2009 Zullies Ikawati's Lecture Notes

Takrif/pengertian. 1/2/2009 Zullies Ikawati's Lecture Notes EPILEPSI Takrif/pengertian epilepsi : kejadian kejang yang terjadi berulang (kambuhan) Kejang : manifestasi klinik dari aktivitas neuron yang berlebihan di dalam korteks serebral Manifestasi klinik kejang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 o C) yang disebabkan oleh proses

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 o C) yang disebabkan oleh proses BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kejang Demam Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 o C) yang disebabkan oleh proses

Lebih terperinci

Biasanya Kejang Demam terjadi akibat adanya Infeksi ekstrakranial, misalnya OMA dan infeksi respiratorius bagian atas

Biasanya Kejang Demam terjadi akibat adanya Infeksi ekstrakranial, misalnya OMA dan infeksi respiratorius bagian atas ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG DEMAM PADA ANAK B. ETIOLOGI Biasanya Kejang Demam terjadi akibat adanya Infeksi ekstrakranial, misalnya OMA dan infeksi respiratorius bagian atas C. PATOFISIOLOGI Peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Kejang Demam 1. Definisi Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakaranium

Lebih terperinci

Curiculum vitae. Dokter umum 1991-FKUI Spesialis anak 2002 FKUI Spesialis konsultan 2008 Kolegium IDAI Doktor 2013 FKUI

Curiculum vitae. Dokter umum 1991-FKUI Spesialis anak 2002 FKUI Spesialis konsultan 2008 Kolegium IDAI Doktor 2013 FKUI Curiculum vitae Nama : DR.Dr. Setyo Handryastuti, SpA(K) Tempat/tanggal lahir : Jakarta 27 Januari 1968 Pekerjaan : Staf pengajar Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Pendidikan : Dokter umum 1991-FKUI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Muti ah, 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Muti ah, 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kejang demam adalah kejang yang terjadi karena adanya suatu proses ekstrakranium tanpa adanya kecacatan neurologik dan biasanya dialami oleh anak- anak.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keaadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure) berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten, yang disebabkan oleh lepas

Lebih terperinci

PEDOMAN DIAGNOSTIK & PENGOBATAN EPILEPSI PADA ANAK. Dr Erny SpA(K) FK UWKS

PEDOMAN DIAGNOSTIK & PENGOBATAN EPILEPSI PADA ANAK. Dr Erny SpA(K) FK UWKS PEDOMAN DIAGNOSTIK & PENGOBATAN EPILEPSI PADA ANAK Dr Erny SpA(K) FK UWKS 1 Kompetensi dasar mampu menegakkan diagnosis epilepsi dan menyusun program terapi epilepsi pada anak 2 Sub-kompetensi Mampu menyebutkan

Lebih terperinci

KELOMPOK E DEPERTEMEN ANAK SRIYANTI B. MATHILDIS TAMONOB RANI LEKSI NDOLU HARRYMAN ABDULLAH

KELOMPOK E DEPERTEMEN ANAK SRIYANTI B. MATHILDIS TAMONOB RANI LEKSI NDOLU HARRYMAN ABDULLAH ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN KEJANG DEMAM SEDERHANA (KDS) KELOMPOK E DEPERTEMEN ANAK SRIYANTI B. MATHILDIS TAMONOB RANI LEKSI NDOLU HARRYMAN ABDULLAH PENGERTIAN KDS adalah demam bangkitan kejang yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Informasi Obat Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian informasi obat, rekomendasi obat yang independen, akurat,. 4 komprehensif, terkini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Trauma kepala (cedera kepala) adalah suatu trauma mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang dapat mengakibatkan gangguan fungsi neurologis,

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. ini disebabkan oleh kelainan ekstrakranial (Lumbantobing, 1995). Dari. tubuh yang disebabkan oleh karena proses ekstrakranial.

BAB I KONSEP DASAR. ini disebabkan oleh kelainan ekstrakranial (Lumbantobing, 1995). Dari. tubuh yang disebabkan oleh karena proses ekstrakranial. BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Kejang demam adalah suatu kondisi saat tubuh anak sudah tidak dapat menahan serangan demam pada suhu tertentu (Widjaja, 200 1). Kejang demam adalah kejang yang terjadi

Lebih terperinci

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya Apakah diabetes tipe 1 itu? Pada orang dengan diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat membuat insulin. Hormon ini penting membantu sel-sel tubuh mengubah

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epilepsi 2.1.1. Definisi Epilepsi merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling umum terjadi dan mengenai sekitar 50 juta orang di dunia. Epilepsi berupa suatu kondisi

Lebih terperinci

DRUGS USED IN EPILEPSI

DRUGS USED IN EPILEPSI DRUGS USED IN EPILEPSI Dwi Bagas Legowo, dr Depart. Of Pharmacology & Therapy Medical School Malahayati University Benzodiazepine dan Barbiturate Farmakokinetik : A. Absorpsi : kecepatan absorbsi dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau perempuan, tua atau muda. Berdasarkan data dilapangan, angka kejadian stroke meningkat secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38 C) akibat suatu proses ekstrakranium tanpa adanya infeksi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kejang Demam Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas C) 38 tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat, gangguan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Epilepsi 2.1.1 Pengertian Epilepsi berasal dari bahasa Yunani, Epilambanmein yang berarti serangan. Dahulu masyarakat percaya bahwa epilepsi disebabkan oleh roh jahat dan dipercaya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kejang Demam 2.1.1. Definisi Kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,4 o C tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecemasan 2.1.1 Definisi Kecemasan adalah sinyal peringatan; memperingatkan akan adanya bahaya yang akan terjadi dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi

Lebih terperinci

Patofisiologi penurunan kesadaran: Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua hemisfer serebri dan Ascending Reticular

Patofisiologi penurunan kesadaran: Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua hemisfer serebri dan Ascending Reticular Patofisiologi penurunan kesadaran: Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua hemisfer serebri dan Ascending Reticular Activating System (ARAS). Jika terjadi kelainan pada kedua

Lebih terperinci

FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL

FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL Tugas Anestesi FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL disusun oleh ASTRI NURFIDAYANTI 110.2004.036 FK UNIVERSITAS YARSI KEPANITERAAN KLINIK PERIODE 14 FEBRUARI-19 MARET 2011 DEPARTEMEN ANESTESI DAN REANIMASI RUMAH

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Pada penelitian ini yang bermakna sebagai faktor risiko bangkitan kejang

BAB 5 PEMBAHASAN. Pada penelitian ini yang bermakna sebagai faktor risiko bangkitan kejang BAB 5 PEMBAHASAN Pada penelitian ini yang bermakna sebagai faktor risiko bangkitan kejang demam pada anak adalah faktor tinggi demam dan faktor usia kurang dari 2 tahun. Dari karakteristik orang tua anak

Lebih terperinci

2/19/2017 MATERI DEFINISI EPILEPSI PENATALAKSANAAN EPILEPSI. Definisi Konseptual

2/19/2017 MATERI DEFINISI EPILEPSI PENATALAKSANAAN EPILEPSI. Definisi Konseptual PENATALAKSANAAN EPILEPSI DR. Suryani Gunadharma SpS(K), M.Kes MATERI Definisi Etiologi Pemeriksaan penunjang Klasifikasi Patofisiologi Terapi DEFINISI EPILEPSI Definisi Konseptual Kelainan otak yang ditandai

Lebih terperinci

GANGGUAN NAPAS PADA BAYI

GANGGUAN NAPAS PADA BAYI GANGGUAN NAPAS PADA BAYI Dr R Soerjo Hadijono SpOG(K), DTRM&B(Ch) Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi BATASAN Frekuensi napas bayi lebih 60 kali/menit, mungkin menunjukkan satu atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Epilepsi 1. Definisi Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan oleh terjadinya serangan (seizure, fit, attack, spell) yang bersifat spontan (unprovoked)

Lebih terperinci

- Seluruh perilaku, gerak dan aktivitas kita dikontrol oleh otak, yang terdiri dari bermilyard-milyard sel otak.

- Seluruh perilaku, gerak dan aktivitas kita dikontrol oleh otak, yang terdiri dari bermilyard-milyard sel otak. Written by Dr. Aji Hoesodo Stroke adalah kondisi yang disebabkan oleh adanya gangguan peredaran darah di otak. Stroke merupakan suatu kerusakan pada system sentral yang diawali dengan penyakit darah tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejang merupakan masalah neurologi yang paling sering kita jumpai pada

BAB I PENDAHULUAN. Kejang merupakan masalah neurologi yang paling sering kita jumpai pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kejang merupakan masalah neurologi yang paling sering kita jumpai pada anak, dan biasanya kejang sudah dimulai sejak usia bayi dan anak-anak. Kejang pada

Lebih terperinci

Waspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA)

Waspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA) Waspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA) Penyakit flu umumnya dapat sembuh dengan sendirinya jika kita cukup istirahat, makan teratur, dan banyak mengkonsumsi sayur serta buah-buahan. Namun demikian,

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG A. DEFINISI CKR (Cedera Kepala Ringan) merupakan cedera yang dapat mengakibatkan kerusakan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Depresi Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang mempunyai gejala utama afek depresi, kehilangan minat dan kegembiraan, dan kekurangan energi yang menuju meningkatnya

Lebih terperinci

Di Indonesia penelitian epidemiologik tentang epilepsi belum pernah dilakukan, namun epilepsi tidak jarang dijumpai dalam masyarakat.

Di Indonesia penelitian epidemiologik tentang epilepsi belum pernah dilakukan, namun epilepsi tidak jarang dijumpai dalam masyarakat. BAB 1 PENDAHULUAN Epilepsi merupakan suatu gangguan fungsional kronik yang relatif sering terjadi dimana ditandai oleh aktivitas serangan yang berulang. Serangan kejang yang merupakan gejala atau manifestasi

Lebih terperinci

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA EPILEPSI. No. Dokumen : No. Revisi : Tanggal Terbit : Halaman : 1/2

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA EPILEPSI. No. Dokumen : No. Revisi : Tanggal Terbit : Halaman : 1/2 DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA EPILEPSI No. Dokumen : SOP No. Revisi : Tanggal Terbit : 02-01-2016 Halaman : 1/2 UPT PUSKESMAS HARAPAN SANTOSO NIP. 19651010 199001 1 002 1. Pengertian Epilepsi didefinisikan

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN

MANAJEMEN TERPADU UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN MANAJEMEN TERPADU BAYI MUDA UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN PENDAHULUAN Bayi muda : - mudah sekali menjadi sakit - cepat jadi berat dan serius / meninggal - utama 1 minggu pertama kehidupan cara memberi pelayanan

Lebih terperinci

BAB II PENJALARAN IMPULS SARAF. Ganglia basalis merupakan bagian dari otak yang memiliki peranan penting antara lain

BAB II PENJALARAN IMPULS SARAF. Ganglia basalis merupakan bagian dari otak yang memiliki peranan penting antara lain BAB II PENJALARAN IMPULS SARAF 2.1 Ganglia basalis dan subthalamik nukleus Ganglia basalis merupakan bagian dari otak yang memiliki peranan penting antara lain dalam menghasilkan gerakan motorik terutama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cerebrovaskular accident atau yang sering di sebut dengan istilah stroke adalah gangguan peredaran darah di otak yang mengakibatkan terganggunya fungsi otak yang berkembang

Lebih terperinci

Kejang Demam (KD) Erny FK Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Kejang Demam (KD) Erny FK Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Kejang Demam (KD) Erny FK Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Tingkat kompetensi : 4 Kompetensi dasar : mampu mendiagnosis dan melakukan tatalaksana secara paripurna Sub-kompetensi : Menggali anamnesa untuk

Lebih terperinci

EPILEPSI. Rambu Shinta Anggung Praing. Fakultas Kedokteran UKRIDA. Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta. Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

EPILEPSI. Rambu Shinta Anggung Praing. Fakultas Kedokteran UKRIDA. Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta. Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 EPILEPSI Rambu Shinta Anggung Praing 102009221 Fakultas Kedokteran UKRIDA Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 Shinta_uzpek@yahoo.com PENDAHULUAN Epilepsi atau

Lebih terperinci

KEJANG PADA NEONATUS KELOM POK 4B :

KEJANG PADA NEONATUS KELOM POK 4B : KEJANG PADA NEONATUS KELOM POK 4B : DEFINISI Perubahan paroksismal dari fungsi neurologik (prilaku,sensorik,motorik,dan fungsi otonom sistem saraf) yang terjadi pada bayi yang berumur sampai dengan 28

Lebih terperinci

HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DIABETES MELLITUS

HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DIABETES MELLITUS HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DIABETES MELLITUS I. DEFINISI Hipoglikemia adalah batas terendah kadar glukosa darah puasa (true glucose) adalah 60 mg %, dengan dasar tersebut maka penurunan kadar glukosa darah

Lebih terperinci

JENIS GANGGUAN ELEKTROLIT

JENIS GANGGUAN ELEKTROLIT A.HIPERKALEMIA a. pengertian JENIS GANGGUAN ELEKTROLIT Hiperkalemia (kadar kalium darah yang tinggi b. penyebab 1.pemakaian obat tertentu yang menghalangi pembuangan kalium oleh ginjal misalnya spironolakton

Lebih terperinci

Gejala Awal Stroke. Link Terkait: Penyumbatan Pembuluh Darah

Gejala Awal Stroke. Link Terkait: Penyumbatan Pembuluh Darah Gejala Awal Stroke Link Terkait: Penyumbatan Pembuluh Darah Bermula dari musibah yang menimpa sahabat saya ketika masih SMA di Yogyakarta, namanya Susiana umur 52 tahun. Dia sudah 4 hari ini dirawat di

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit

Lebih terperinci

LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN. Saya dr. Azwita Effrina Hasibuan, saat ini sedang menjalani Program

LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN. Saya dr. Azwita Effrina Hasibuan, saat ini sedang menjalani Program LAMPIRAN 1 LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Selamat pagi Bapak/Ibu Yth, Saya dr. Azwita Effrina Hasibuan, saat ini sedang menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis Saraf di FK USU

Lebih terperinci

V E R T I G O. Yayan A. Israr, S. Ked. Author : Faculty of Medicine University of Riau Arifin Achmad General Hospital of Pekanbaru

V E R T I G O. Yayan A. Israr, S. Ked. Author : Faculty of Medicine University of Riau Arifin Achmad General Hospital of Pekanbaru V E R T I G O Author : Yayan A. Israr, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Arifin Achmad General Hospital of Pekanbaru Pekanbaru, Riau 2008 Avaliable in : Files of DrsMed FK UNRI (Http://yayanakhyar.wordpress.com)

Lebih terperinci

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 7 Gizi Buruk

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 7 Gizi Buruk Pelayanan Kesehatan bagi Anak Bab 7 Gizi Buruk Catatan untuk fasilitator Ringkasan kasus Joshua adalah seorang anak laki-laki berusia 12 bulan yang dibawa ke rumah sakit kabupaten dari rumah yang berlokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper &

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper & BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala merupakan salah satu kasus penyebab kecacatan dan kematian yang cukup tinggi dalam bidang neurologi dan menjadi masalah kesehatan oleh karena penderitanya

Lebih terperinci

RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI

RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI TIDUR Tidur suatu periode istirahat bagi tubuh dan jiwa Tidur dibagi menjadi 2 fase : 1. Active sleep / rapid eye movement (REM) 2. Quid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini disebabkan oleh demam dimana terdapat kenaikan suhu

Lebih terperinci

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Desain penelitian : prospektif dengan pembanding internal. U1n. U2n

BAB 3 METODE PENELITIAN. Desain penelitian : prospektif dengan pembanding internal. U1n. U2n BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Rancang Bangun Penelitian Jenis penelitian : observasional Desain penelitian : prospektif dengan pembanding internal Sembuh P N M1 U1n mg I mg II mg III mg IV mg V mg VI Tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan sindrom klinis dengan gejala gangguan fungsi otak

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan sindrom klinis dengan gejala gangguan fungsi otak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan sindrom klinis dengan gejala gangguan fungsi otak secara fokal dan atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih dan dapat mengakibatkan kematian atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal maupun global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan peredaran darah otak berupa tersumbatnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA xv BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Electroencephalography ( EEG) Menurut Kamus Oxford, electroencephalography (EEG) adalah suatu teknik untuk merekam aktifitas listrik di bahagian yang berbeda di otak dan

Lebih terperinci

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain Demam berdarah dengue 1. Klinis Gejala klinis harus ada yaitu : a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlagsung terus menerus selama 2-7 hari b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB. 3. METODE PENELITIAN. : Cross sectional (belah lintang)

BAB. 3. METODE PENELITIAN. : Cross sectional (belah lintang) BAB. 3. METODE PENELITIAN 3.1 Rancang Bangun Penelitian Jenis Penelitian Desain Penelitian : Observational : Cross sectional (belah lintang) Rancang Bangun Penelitian N K+ K- R+ R- R+ R- N : Penderita

Lebih terperinci

Modul ke: Pedologi. Cedera Otak dan Penyakit Kronis. Fakultas Psikologi. Yenny, M.Psi., Psikolog. Program Studi Psikologi.

Modul ke: Pedologi. Cedera Otak dan Penyakit Kronis. Fakultas Psikologi. Yenny, M.Psi., Psikolog. Program Studi Psikologi. Modul ke: Pedologi Cedera Otak dan Penyakit Kronis Fakultas Psikologi Yenny, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Apakah yang Dimaksudkan dengan Kelumpuhan Otak itu? Kelumpuhan

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Bagian Ilmu kesehatan Anak, khususnya

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Bagian Ilmu kesehatan Anak, khususnya BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Bagian Ilmu kesehatan Anak, khususnya Sub Bagian Perinatologi dan Sub Bagian Neurologi. 4.2 Waktu dan tempat

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. dengan peningkatan suhu tubuh yang disebabkan oleh suatu proses. ekstrakranium (Staf Pengajar IKA FKUI, 1997: 847).

BAB I KONSEP DASAR. dengan peningkatan suhu tubuh yang disebabkan oleh suatu proses. ekstrakranium (Staf Pengajar IKA FKUI, 1997: 847). BAB I KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 38 C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997: 229). Kejang

Lebih terperinci

Manajemen Kasus Sistem Neurobehavior. dr. Riska Yulinta V, MMR

Manajemen Kasus Sistem Neurobehavior. dr. Riska Yulinta V, MMR Manajemen Kasus Sistem Neurobehavior dr. Riska Yulinta V, MMR Penyakit Sistem Saraf 1. Cedera kepala 2. Cedera medula spinalis 3. Stroke 4. Epilepsi 5. Migrain 6. Nyeri kepala klaster 7. Nyeri kepala tipe

Lebih terperinci

Bagaimana menghadapi anak dengan kejang dan epilepsi ; Peran orangtua. dr. Setyo Handryastuti

Bagaimana menghadapi anak dengan kejang dan epilepsi ; Peran orangtua. dr. Setyo Handryastuti Bagaimana menghadapi anak dengan kejang dan epilepsi ; Peran orangtua dr. Setyo Handryastuti Obyektif Tahu apa yang harus dilakukan Orangtua dapat berperan serta dalam proses pengobatan Mensuport dan mendampingi

Lebih terperinci

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita Saat menemukan penderita ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk menentukan tindakan selanjutnya, baik itu untuk mengatasi situasi maupun untuk mengatasi korbannya. Langkah langkah penilaian pada penderita

Lebih terperinci

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi)

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) DEFINISI Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana

Lebih terperinci

MAKALAH KOMA HIPERGLIKEMI

MAKALAH KOMA HIPERGLIKEMI MAKALAH KOMA HIPERGLIKEMI OLEH: Vita Wahyuningtias 07.70.0279 Daftar Isi Bab 1 Pendahuluan...1 Bab 2 Tujuan...2 Bab 3 Pembahasan...3 1. Pengertian...3 2. Etiologi...4 3. Patofisiologi...4 4. Gejala dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mortalitas yang tinggi pada penderitanya. Selain sebagai penyebab kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mortalitas yang tinggi pada penderitanya. Selain sebagai penyebab kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada penderitanya. Selain sebagai penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terdapat 204 resep (50,62%) dan pasien berjenis kelamin laki-laki

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terdapat 204 resep (50,62%) dan pasien berjenis kelamin laki-laki BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Data Pasien Hasil penelitian menunjukan dari 403 resep yang masuk kriteria inklusi meliputi pasien anak berjenis kelamin perempuan terdapat 204 resep (50,62%)

Lebih terperinci

BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI

BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI 1 BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI Judul mata Kuliah : Neuropsikiatri Standar Kompetensi : Area Kompetensi 5 : Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran Kompetensi dasar : Menerapkan ilmu Kedokteran klinik pada sistem

Lebih terperinci

A. Pemeriksaan penunjang. - Darah lengkap

A. Pemeriksaan penunjang. - Darah lengkap A. Pemeriksaan penunjang - Darah lengkap Darah lengkap dengan diferensiasi digunakan untuk mengetahui anemia sebagai penyebab depresi. Penatalaksanaan, terutama dengan antikonvulsan, dapat mensupresi sumsum

Lebih terperinci

Gangguan Psikiatrik Pada Pasien Ginjal ANDRI

Gangguan Psikiatrik Pada Pasien Ginjal ANDRI Gangguan Psikiatrik Pada Pasien Ginjal ANDRI Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) Email : andri@ukrida.ac.id Pendahuluan Pasien gagal ginjal kronis adalah salah

Lebih terperinci

Epilepsi (Epilepsy, Ayan)

Epilepsi (Epilepsy, Ayan) Epilepsi (Epilepsy, Ayan) Penyakit ayan atau epilepsi (epilepsy) Penyakit epilepsi merupakan penyakit yang dapat terjadi pada siapa pun walaupun dari garis keturunan tidak ada yang pernah mengalami epilepsi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Kejang Demam 2.1.1. Definisi Kejang demam berdasarkan definisi dari The International League Againts Epilepsy (Commision on Epidemiology and Prognosis, 1993)

Lebih terperinci

1. Dokter Umum 2. Perawat KETERKAITAN : PERALATAN PERLENGKAPAN : 1. SOP anamnesa pasien. Petugas Medis/ paramedis di BP

1. Dokter Umum 2. Perawat KETERKAITAN : PERALATAN PERLENGKAPAN : 1. SOP anamnesa pasien. Petugas Medis/ paramedis di BP NOMOR SOP : TANGGAL : PEMBUATAN TANGGAL REVISI : REVISI YANG KE : TANGGAL EFEKTIF : Dinas Kesehatan Puskesmas Tanah Tinggi Kota Binjai PUSKESMAS TANAH TINGGI DISAHKAN OLEH : KEPALA PUSKESMAS TANAH TINGGI

Lebih terperinci

Nyeri. dr. Samuel Sembiring 1

Nyeri. dr. Samuel Sembiring 1 Nyeri Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang sedang terjadi atau telah terjadi atau yang digambarkan dengan kerusakan jaringan. Rasa sakit (nyeri) merupakan keluhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya dan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi motorik dan sensorik yang berdampak pada timbulnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tubuh manusia, mineral berperan dalam proses fisiologis. Dalam sistem fisiologis manusia, mineral tersebut dibagi menjadi dua bagian yaitu makroelemen antara lain

Lebih terperinci

Pusat Hiperked dan KK

Pusat Hiperked dan KK Pusat Hiperked dan KK 1. Gangguan pernafasan (sumbatan jalan nafas, menghisap asap/gas beracun, kelemahan atau kekejangan otot pernafasan). 2. Gangguan kesadaran (gegar/memar otak, sengatan matahari langsung,

Lebih terperinci

BAB 3 PENURUNAN KESADARAN

BAB 3 PENURUNAN KESADARAN BAB 3 PENURUNAN KESADARAN A. Tujuan pembelajaran 1. Melaksanakan anamnesis atau aloanamnesis pada pasien penurunan kesadaran. 2. Menerangkan mekanisme terjadinya penurunan kesadaran. 3. Membedakan klasifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e BAB I PENDAHULUAN Anemia adalah kondisi medis dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin kurang dari normal. Tingkat normal dari hemoglobin umumnya berbeda pada laki-laki dan wanita-wanita. Untuk laki-laki,

Lebih terperinci

PENGANTAR FISIOLOGI, HOMEOSTASIS, & DASAR BIOLISTRIK. Kuntarti, SKp

PENGANTAR FISIOLOGI, HOMEOSTASIS, & DASAR BIOLISTRIK. Kuntarti, SKp PENGANTAR FISIOLOGI, HOMEOSTASIS, & DASAR BIOLISTRIK Kuntarti, SKp tanggal upload : 23 April 2009 FISIOLOGI Ilmu yang mempelajari fungsi biologis tubuh yang bekerja dalam rentang normal Tubuh individu

Lebih terperinci

Diagnosa Banding Kejang Pdf Download ->>->>->> DOWNLOAD

Diagnosa Banding Kejang Pdf Download ->>->>->> DOWNLOAD Diagnosa Banding Kejang Pdf Download ->>->>->> DOWNLOAD 1 / 5 2 / 5 Kejang demam / Step adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuhpenatalaksanaan kejang demam meliputi pemberian obat-obat

Lebih terperinci

KEDARURATAN LINGKUNGAN

KEDARURATAN LINGKUNGAN Materi 14 KEDARURATAN LINGKUNGAN Oleh : Agus Triyono, M.Kes a. Paparan Panas Panas dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh. Umumnya ada 3 macam gangguan yang terjadi td&penc. kebakaran/agust.doc 2 a. 1.

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Kedaruratan Psikiatri Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang membutuhkan intervensi terapeutik

Lebih terperinci

PENGANTAR FISIOLOGI, HOMEOSTASIS, & DASAR BIOLISTRIK. Kuntarti, SKp

PENGANTAR FISIOLOGI, HOMEOSTASIS, & DASAR BIOLISTRIK. Kuntarti, SKp PENGANTAR FISIOLOGI, HOMEOSTASIS, & DASAR BIOLISTRIK Kuntarti, SKp FISIOLOGI Ilmu yang mempelajari fungsi biologis tubuh yang bekerja dalam rentang normal Tubuh individu pengorganisasian biologis sel yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Insiden epilepsi di dunia berkisar antara tiap penduduk tiap

BAB I PENDAHULUAN. Insiden epilepsi di dunia berkisar antara tiap penduduk tiap 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epilepsi merupakan suatu manifestasi gangguan fungsi otak dengan berbagai etiologi, dengan gejala tunggal yang khas, yaitu kejang berulang lebih dari 24 jam yang

Lebih terperinci

ASKEP GAWAT DARURAT ENDOKRIN

ASKEP GAWAT DARURAT ENDOKRIN ASKEP GAWAT DARURAT ENDOKRIN Niken Andalasari PENGERTIAN Hipoglikemia merupakan keadaan dimana didapatkan penuruan glukosa darah yang lebih rendah dari 50 mg/dl disertai gejala autonomic dan gejala neurologic.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh, kemampuan, dan kepribadiannya. Lebih lanjut, seorang anak adalah

BAB I PENDAHULUAN. tubuh, kemampuan, dan kepribadiannya. Lebih lanjut, seorang anak adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semua orang yang peduli terhadap keselamatan anak sejak konsepsi sampai masa dewasa, mempunyai tujuan utama bagaimana mempertahankan perkembangan otak yang normal. Bahaya

Lebih terperinci