MANFAAT LAKTULOSA PADA PASIEN SIROSIS HEPATIS DENGAN ENSEFALOPATI HEPATIK MINIMAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MANFAAT LAKTULOSA PADA PASIEN SIROSIS HEPATIS DENGAN ENSEFALOPATI HEPATIK MINIMAL"

Transkripsi

1 EVIDENCE-BASED CASE REPORT MANFAAT LAKTULOSA PADA PASIEN SIROSIS HEPATIS DENGAN ENSEFALOPATI HEPATIK MINIMAL Oleh: dr. Riahdo J. Saragih PROGRA M PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I DIVISI HEPA TOLOGI - DEPA RTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERA N UNIVERSITAS INDONESIA RUMAH SAKIT CIPTO MANGUNKUSUMO JANUARI 2012

2 BAB I PENDAHULUAN Ensefalopati hepatik merupakan suatu sindroma neuropsikiatri kompleks yang reversibel, bisa sebagai komplikasi penyakit hati akut maupun kronik, biasanya berhubungan dengan gangguan fungsi hepatoseluler, gangguan pintasan portosistemik, atau kombinasi keduanya. Kondisi ini disebut juga ensefalopati portosistemik atau koma hepatikum. 1 Sekitar 40% pasien dengan sirosis hati dalam perjalanan penyakitnya pernah mengalami ensefalopati hepatik. Spektrum klinis yang ditemukan cukup luas mulai dari subklinis/minimal sampai suatu keadaan koma. Amonia merupakan salah satu faktor yang berperan dalam patogenesis ensefalopati hepatik. Obat-obatan yang dapat menurunkan produksi dan penyerapan amonia telah diketahui dapat memperbaiki kondisi pasien dengan ensefalopati hepatik. Salah satu modalitas terapi yang sering diberikan adalah laktulosa (beta-galactosidofructose). Obat ini dimetabolisme oleh bakteri kolon menjadi asam lemak rantai pendek sehingga ph kolon menjadi rendah. Dalam kondisi lingkungan intralumen yang asam, amonia yang terbentuk dari NH 3 lebih banyak yang bersifat nonabsorbable NH 4 + sehingga mengurangi konsentrasi amonia dalam plasma. 2 American College of Gastroenterology dalam rekomendasinya (2001) menyatakan bahwa laktulosa merupakan terapi farmakologis lini pertama untuk ensefalopati hepatik. 3 Namun demikian diakui pula dalam guideline tersebut bahwa rekomendasi didasarkan pada studi-studi yang kurang baik desainnya. Dengan kata lain efektifitas laktulosa masih diragukan sekalipun telah digunakan sebagai terapi standar. Mengingat laktulosa hampir secara rutin diberikan pada kasus ensefalopati hepatik di ruang perawatan baik sebagai terapi maupun pencegahan, pemberiannya perlu mempertimbangkan kemampuan pasien (secara finansial dan kepatuhan) serta manfaat yang telah terbukti secara ilmiah. Untuk itu pada laporan ini disajikan ilustrasi kasus dan hasil penelusuran yang menilai manfaat pemberian laktulosa dalam memperbaiki keadaan pasien dengan ensefalopati hepatik.

3 BAB II ILUSTRASI KASUS Pasien laki-laki 63 tahun datang dengan keluhan buang air besar (BAB) berdarah sejak delapan jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Warna feses kehitaman. Pasien tampak gelisah dan tidak mengenali istrinya. Riwayat makan tinggi protein, muntah darah, trauma, demam, batuk, dan sakit perut sebelumya disangkal. Pasien diketahui menderita sirosis hati dan hepatitis B kronik sejak delapan tahun yang lalu. Saat itu terdapat keluhan muntah darah dan BAB hitam yang pertama kali. Ligasi telah dilakukan sebanyak 14 kali dalam kurun waktu delapan tahun terakhir dan tidak pernah terjadi perdarahan. Pada saat evaluasi EGD tiga bulan yang lalu, pasien mulai tampak pikun dan didiagnosis dementia. Keluhan yang sering dirasakan sejak saat itu adalah sering tampak gelisah, sulit tidur pada malam hari, inkontinensia uri dan alvi. Selama ini pasien mengkonsumsi secara rutin propranolol 2 x 10 mg, vitamin K 3 x 1 tablet, aldacton 1 x 100 mg, inpepsa 3 x C1, omeprazol 2 x 20 mg, dan lactulax 3 x C1. Pasien masih bisa makan dengan baik. Riwayat jatuh dan imobilisasi disangkal. Diagnosis diabetes melitus (DM) sudah ada sejak 15 tahun yang lalu dan obat terakhir yang digunakan adalah Humulin-R unit. Pasien pernah mendapat transfusi darah. Pasien datang dengan keadaan kompos mentis dengan bicara agak meracau, tekanan darah 100/60 mmhg, pernafasan 16 kali/menit, nadi 62 kali/menit, dan suhu 36.5 o C. Konjungtiva pucat, namun sklera tidak ikterik. Pada leher, paru dan jantung tidak ditemuka kelainan yang bermakna. Abdomen tampak buncit tanpa ada venektasi maupun kaput medusa. Dinding abdomen lemas, tidak ditemukan nyeri, hepar tidak membesar, dan lien teraba sesuai Schuffner II. Pada perkusi ditemukan shifting dullness dan pada auskultasi bising usus masih normal. Tidak ditemukan edema perifer maupun palmar eritema, namun terdapat flapping tremor. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 5,69 g/dl, Ht 16,2%, leukosit 2.490/uL, trombosit /uL. GDS 247 mg/dl, Na 134 meq/l, K 5,04 meq/l, Cl 107 meq/l, ureum 33,3 mg/dl, kreatinin 1,1 mg/dl, bilirubin total 1,81 mg/dl, direk 0,61 mg/dl, indirek 1,2 mg/dl, SGOT 33 U/L, SGPT 16 U/L, PT 16,5 s (kontrol 11,4 s), APTT 52,6 s (kontrol 31,3 s), fibrinogen 182,1 mg/dl, D- Dimer 1,3 mg/l. Dari pemeriksaan sebelumnya diperoleh data albumin 3,4 mg/dl dan HbA 1 c 6,3%. Hasil USG abdomen ditemukan sirosis hepatis dengan pelebaran vena portohepatika dan vena lienalis, splenomegali, tanpa adanya ascites. Pemeriksaan EGD ditemukan varises esofagus grade-1 disertai gastropati hipertensi portal berat. Pada pasien ditegakkan masalah melena akibat pecah varises esofagus, sirosis hepatis Child- Pough B akibat hepatitis B kronik dengan ensefalopati hepatikum grade-1, pansitopenia, DMT2, dementia, inkontinensia urin et alvi.

4 BAB III METODE PENELUSURAN Masalah Klinis hepatik? Apakah terdapat manfaat pemberian laktulosa pada pasien sirosis hati dengan ensefalopati Patient Interv ention Comparison Outcome sirosis ensefalopati hepatik laktulosa - perbaikan Metode Penelusuran Pencarian literatur untuk menjawab pertanyaan klinis tersebut dilakukan secara penelusuran pustaka on-line dengan menggunakan mesin pencari PubMed. Kata kunci yang digunakan adalah: 1. cirrhosis AND hepatic encephalopathy AND lactulose AND adult AND benefit 2. cirrhosis AND hepatic encephalopathy AND lactulose AND adult AND improvement 3. cirrhosis AND hepatic encephalopathy AND lactulose AND adult AND efficacy 4. cirrhosis AND hepatic encephalopathy AND lactulose AND adult AND prophylaxis

5 BAB IV HASIL PENELUSURAN Pada penelusuran dengan kata kunci efficacy ditemukan 20 artikel namun hanya 2 artikel yang relevan dengan permasalahan. Dengan kata kunci improvement ditemukan sebanyak 25 artikel namun hanya 4 artikel yang relevan dengan permasalahan. Sebanyak 7 artikel ditemukan dengan kata kunci prophylaxis dan hanya 2 artikel yang relevan. Dari 8 penelitian yang menilai manfaat laktulosa pada pasien sirosis hati dengan ensefalopati hepatik, 3 artikel dieksklusi karena dipublikasi sebelum tahun 2000 dan telah ada penelitian baru dengan tujuan yang sama. Satu studi meta-analisis ditemukan melalui pencarian dengan cara yang lain. Berikut adalah pembahasan mengenai artikel-artikel penelitian yang dipilih. 1. Studi oleh Dhiman RK (2000) bertujuan menilai peranan laktulosa dalam pengobatan ensefalopati hepatik subklinis (SHE). 4 Terdapat 40 pasien dengan sirosis hati subklinis (33 laki-laki dan 7 perempuan) menjalani pemeriksaan psikometrik kuantitatif yaitu: number connection tests (NCT), figure connection test (FCT) bagian A dan B, picture completion, dan block design. Diagnosis ensefalopati hepatik ditegakkan apabila ditemukan minimal dua hasil abnormal. Secara random, pasien yang mengalami ensefalopati hepatik subklinis dibagi menjadi treatment group (laktulosa; SHE-L) dan no-treatment group (SHE-NL). Laktulosa yang diberikan ml dalam dosis terbagi dua kali sehari selama tiga bulan dengan target dua sampai tiga kali defekasi sehari dengan feses lunak. Dari 26 pasien (65%) yang didiagnosis SHE, 14 pasien masuk dalam grup SHE-L dan 12 masuk dalam grup SHE-NL. Karakteristik pasien dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1. Karakteristik klinis pasien.

6 Nilai normal untuk masing-masing pemeriksaan disajikan pada Tabel 1.2. Selain FCT-A, tidak ada perbedaan bermakna dalam skor tes psikometrik diantara kedua grup sebelum pemeriksaan. Sebanyak 4 pasien dari grup SHE-L dan 4 pasien dari grup SHE-NL mengalami drop out. Tabel 1.2. Nilai normal tes psikometrik dan prevalensi pada subyek. Hasil akhir penelitian (end point) adalah rerata jumlah tes psikometrik yang abnormal. Didapatkan bahwa pada grup SHE-L menurun secara bermakna (2.9 ± 0.9 vs 0.8 ± 1.2; P = 0.004) setelah tes psikometrik diulang tiga bulan kemudian. Tidak ada perubahan bermakna pada grup SHE-L, bahkan dua pasien pada grup tersebut berkembang menjadi overt encephalopathy. Tabel 1.3. Perbedaan rerata jumlah test psikometrik yang abnormal SHE mengalami perbaikan pada 8 (80%) pasien dengan pemberian laktulosa dan tetap ada pada 8 (100%) pasien yang tidak mendapat pengobatan. Dari studi tersebut peneliti mengambil kesimpulan bahwa laktulosa efektif sebagai terapi pada pasien sirosis hati dengan SHE. 2. Studi yang dilakukan Prasad (2007) bertujuan untuk menilai pengaruh terapi terhadap performa psikomotor dan health-related quality of life (HRQOL) pada pasien dengan minimal hepatic encephalopathy (MHE). 5 Diagnosis sirosis hati ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis, biokimiawi, ultrasonografi, dan data histologi. Diagnosis MHE ditegakkan berdasarkan kombinasi penilaian neurofisiologis yang terdiri dari NCT (A dan B), FCT (A dan B), Wechsler Adult Intelligence Scale (picture completion test dan block design test). Perubahan HRQOL dinilai

7 dengan menghitung perubahan nilai Sickness Impact Profile (SIP). Dari 210 pasien dengan sirosis hati, 90 pasien (42,9%) memenuhi kriteria untuk mengikuti penelitian dengan perbandingan 80 laki-laki dan 10 perempuan. Sebanyak 29 pasien tidak mengalami MHE (NMHE) dan 61 pasien (67,7%) mengalami MHE yang secara acak (randomized) dibagi lagi menjadi MHE-L (mendapat laktulosa ml/hari selama 3 bulan; 31 pasien) dan MHE-NL (tanpa laktulosa; 30 pasien). Tabel 2.1. Karakteristik klinis dan demografi pasien. Tabel 2.2. Perubahan rerata skor neurofisiologis pada masing-masing kelompok Oleh karena berbagai alasan, di akhir studi grup MHE-L menjadi 25 pasien dan MHE-NL 20 pasien. Rerata nilai tes neurofisiologis turun bermakna (baseline, 2.74 [95% CI ]; setelah 3 bulan, 0.75 [95% CI ]) dibandingkan kelompok yang tidak mendapat laktulosa (baseline, 2.47 [95% CI ]; setelah 3 bulan, 2.55 [95% CI ]); multivariate analysis of variance (MANOVA) untuk waktu dan pengobatan dengan P= Rerata total SIP mengalami perbaikan bermakna (baseline, [95% CI ]; setelah 3 bulan, 3.77 [95% CI ]) dibandingkan kelompok tanpa laktulosa (baseline, [95% CI ];

8 setelah 3 bulan, [95% CI ]); MANOVA untuk waktu dan pengobatan dengan P= Hasil ini dapat dilihat pada Tabel 2.2, 2.3, dan 2.4. Tabel 2.3. Skor SIP pada masing-masing kelompok. Tabel 2.4. Perubahan skor stiap skala SIP pada kelompok MHE-L dan MHE-NL. Dari studi ini para peneliti menyimpulkan bahwa pemberian laktulosa pada pasien sirosis dengan MHE akan memperbaiki fungsi kognitif dan HRQOL. Namun demikian tidak dapat ditentukan apakah laktulosa dapat mencegah atau memperlambat progresi menjadi overt-he sehingga disarankan untuk melakukan studi prognostik. 3. Sharma BC (2009) melakukan studi untuk menilai pengaruh laktulosa dalam pencegahan ensefalopati hepatik berulang (profilaksis sekunder). 6 Pasien yang dijadikan subyek penelitian

9 telah didiagnosis sirosis hati tanpa adanya karsinoma hepatoseluler. Pasien menjalani pemeriksaan FCT (A dan B), NCT (A dan B), object assembly test, digit symbol test, critical flicker frequency test (CFF), dan kadar amonia. Studi ini melibatkan 140 pasien sirosis hati dengan profil yang dapat dilihat pada Tabel 3.1. Follow up direncanakan minimal selama 6 bulan dengan pembagian kelompok dan intervensi laktulosa yang serupa seperti studi sebelumnya. Tabel 3.1. Profil klinis dan demografis kedua grup. Dari 61 pasien kelompok HE-L yang akhirnya diikutkan dalam, sebanyak 12 (19,6%) mengalami overt ensefalopati hepatik. Pada kelompok HE-NL terdapat 30 (46,8%) dari 64 pasien yang berkembang menjadi overt ensefalopati hepatik. Infeksi sebagai faktor presipitasi lebih sering ditemukan pada kelompok HE-NL (5 [42%] pada HE-L dan 16 [53.3%] pada HE-NL; P =0.01). Tidak ada perbedaan dalam waktu median terjadinya ensefalopati hepatik berulang (7.5 bulan pada HE-L dengan 6.0 bulan pada HE-NL; p=0,27). Tidak ada perbedaan bermakna persentase kematian kedua kelompok (5 (8%) pada HE-L dan 11 (17%) pada HE-NL; p=0.18). Dengan intention-to-treat analysis diperoleh perbedaan bermakna angka rekurensi ensefalopati hepatik (21 [30%] dari 70 pasien pada HE-L dan 34 [48.5%] dari 70 pasien pada HE-NL group; P =0.03). Adanya nilai abnormal tes psikometrik yang 2 pada baseline berkorelasi dengan perkembangan menjadi overt ensefalopati hepatik (r = 0.369, P = 0.02). Sebagai kesimpulan, laktulosa efektif mencegah terjadinya ensefalopati hepatik berulang.

10 4. Sharma (2011) melakukan studi untuk menilai efikasi laktulosa dalam pencegahan ensefalopati hepatik pada pasien sirosis hati yang mengalami perdarahan saluran cerna atas (upper gastrointestinal bleeding/ugib). 7 Pasien yang disertakan dalam studi ini adalah pasien yang mengalami UGIB dalam 24 jam pertama dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan endoskopi. Desain studi dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan karakteristik pasien pada Tabel 4.1. Gambar 4.1. Desain penelitian. Tabel 4.1. Karakteristik dasar pasien.

11 Diperoleh pula data bahwa tidak ada perbedaan baseline antara kedua kelompok dalam hal karakteristik perdarahan. Dosis laktulosa yang diberikan 30 ml tiga sampai empat kali sehari. Sebanyak 5 pasien (14%) pada kelompok laktulosa menjadi ensefalopati hepatik sedangkan pada kelompok non-laktulosa sebanyak 14 pasien (40%); p=0.03. Namun demikian tidak ada perbedaan angka kematian dan lama perawatan. Tabel 4.2. Outcome primer dan sekunder pada kedua kelompok. Dari perbandingan karakteristik baseline, skor Child-Turcotte-Pugh, skor MELD, level amonia arterial, leukosit, bilirubin total, MAP yang lebih rendah secara signifikan berbeda di antara kelompok yang mengalami ensefalopati hepatis dan yang tidak. Dari analisis multivariat diketahui pula bahwa kadar amonia arterial baseline, kebutuhan transfusi selama perawatan, dan pemberian laktulosa merupakan prediktor terjadinya ensefalopati hepatik. Absolute risk reduction (ARR) untuk laktulosa adalah 26,2% dengan relative risk reduction (RRR) 65,5% dan number needed to treat (NNT) 3,8. Tabel 4.3. Analisis multivariat terjadinya ensefalopati hepatik. Dari data-data tersebut disimpulkan bahwa pemberian laktulosa efektif dalam mencegah ensefalopati hepatik pada pasien dengan sirosis hati dan perdarahan akut saluran cerna atas.

12 5. Sharma P (2010) melakukan studi terhadap pasien sirosis hati yang mengalami ensefalopati hepatik selama kurun waktu Tujuan penelitian tersebut adalah untuk menilai faktorfaktor yang menjadi prediktor nonresponse terhadap pemberian laktulosa. Dari 231 pasoen yang memenuhi kriterian, sebanyak 180 pasien (78%) memberikan respon terhadap laktulosa dan 64 pasien (28%) meninggal dunia dalam perawatan. Didapatkan bahwa skor MELD pada pasien yang meninggal secara signifikan lebih tinggi daripada yang bertahan hidup (22.6±3.8 dan 19.7±4.2, P=0.001). Dari 51 pasien (22%) yang tidak memberikan respon terhadap laktulosa, sebesar 34 pasien (15%) meninggal dunia tanpa adanya perbaikan dari ensefalopati hepatik, bahkan setelah laktulosa dilanjutkan selama sepuluh hari. Apabila baseline dari non-responder dan responder dibandingkan, maka terdapat perbedaan yang signifikan pada usia (42.0±11.9 dan 46.6±12.7 tahun, P=0.02), leukosit total (median, 9300 dan 7300 sel/mm 3, P=0.001), kadar natrium serum (129.9±6.2 dan 133.7±7.1 mmol/l, P=0.001), skor MELD (22.9±3.8 dan 19.9±4.2, P=0.001), mean arterial pressure (77.9±10.0 dan 86.3±8.7 mmhg, P=0.001), SGOT serum (median, 114 dan 76 IU/l, P=0.01), SGPT serum (median, 84 dan 48.5 IU/l, P=0.001), SBP [18 (35%) dan 37 (21%), P=0.02], dan adanya karsinoma hepatoseluler [17(33%) dan 14 (7%), P=0.001). Tabel 5.1. Perbandingan baseline non-responder dan responder terhadap laktulosa. Analisis receiver operating characteristic (ROC) dilakukan dan diperoleh cut-off prediktor nonrespon yaitu leukosit total sel/mm 3 ; skor MELD 21; natrium serum mmol/l; dan

13 MAP 79 mmhg. Analisis multivariat yang dilakukan menunjukkan bahwa leukosit total, MELD, MAP, dan karsinoma hepatoselular merupakan prediktor independen tidak respon terhadap pemberian laktulosa. Tabel 5.2. Analisis univariat dan multivariat variabel prediktor Kombinasi skor MELD (>21), nilai MAP (<79 mmhg), dan ada tidaknya karsinoma hepatoseluler menjadi prediktor dengan akurasi paling tinggi (81%). Dari studi tersebut disimpulkan bahwa laktulosa efektif pada 78% pasien sirosis hati yang mengalami ensefalopati hepatik. Skor MELD yang tinggi, adanya leukositosis, rendahnya MAP dan natrium serum, serta adanya karsinoma hepatoseluler merupakan faktor prediktor bahwa pemberian laktulosa tidak akan efektif. 6. Sebuah meta-analisis dilakukan oleh Als-Nielsen pada tahun 2004 dengan tujuan menilai efektifitas non-absorbable disaccharides (laktulosa dan laktitol) pada ensefalopati hepatik. 9 Dari literatur yang ditemukan (rentang waktu ) terdapat dua kelompok perbandingan yang dilakukan yaitu antara laktulosa dengan tanpa laktulosa dan antara laktulosa dengan antibiotik.

14 Ditemukan 10 studi (280 pasien) yang membandingkan antara laktulosa/laktitol dengan grup yang tidak mendapat intervensi tambahan. Empat studi tidak disertakan dalam analisis oleh karena tidak disajikan dalam bentuk data numerik. Dari total enam studi (207 pasien), laktulosa dinyatakan dapat menurunkan risiko ensefalopati hepatik secara bermakna (Gambar 6.1). Namun demikian apabila dilakukan stratifikasi berdasarkan kualitas desain studi, hasil tersebut menjadi tidak bermakna. Dua penelitian dengan kualitas tinggi (adequate allocation concealment dan adequate blinding) justru menunjukkan hasil yang tidak bermakna. Gambar 6.1. Perbandingan laktulosa dan plasebo/tanpa intervensi pada enam studi. Pada dua kelompok tersebut didapatkan hasil bahwa angka mortalitasnya tidak berbeda (RR=0.41; , empat studi). Pada studi ini disimpulkan bahwa pemberian laktulosa sebagai terapi standar dalam pengobatan ensefalopati hepatik tidak didukung oleh data yang cukup baik yang menunjukkan manfaatnya.

15 Tabel 7. Resume penelitian. Peneliti (tahun) Desain Laktulosa (dosis) Pembanding Hasil Dhiman, dkk (2000) RCT (not blind) N = 14 (K = 12) 3 bulan ml dalam 2-3 dosis terbagi Tanpa laktulosa Laktulosa efektif sebagai terapi pada pasien sirosis hati dengan ensefalopati hepatik subklinis Prasad, dkk (2007) Sharma, dkk (2009) Sharma, dkk (2011) RCT (not blind) N = 31 (K = 30) 3 bulan RCT (not blind) N = 70 (K = 70) 6 bulan RCT (not blind) N = 35 (K = 35) 120 jam setelah randomisasi ml dalam 2-3 dosis terbagi Tanpa laktulosa Pemberian laktulosa pada pasien sirosis dengan ensefalopati hepatik minimal akan memperbaiki fungsi kognitif dan health-related quality of life ml dalam 2-3 dosis terbagi Tanpa laktulosa Laktulosa efektif mencegah terjadinya ensefalopati hepatik berulang pada pasien dengan sirosis hati 30 ml; 3-4 kali sehari Tanpa laktulosa Laktulosa efektif dalam mencegah ensefalopati hepatik pada pasien dengan sirosis hati dan perdarahan akut saluran cerna atas Sharma, dkk (2010) Kohort N = hari Semua pesien diberi laktulosa sampai target defekasi 2-3 feses semisolid sehari - Laktulosa efektif pada 78% pasien sirosis hati yang mengalami ensefalopati hepatic. Skor MELD yang tinggi, adanya leukositosis, rendahnya MAP dan natrium serum, serta adanya karsinoma hepatoseluler merupakan faktor prediktor bahwa pemberian laktulosa tidak akan efektif Als-Nielsen, dkk (2004) Meta-analisis 6 studi N = 207 Median 15 hari Median 50 g/hari (range 30 g sampai 84 g/hari) Glukosa Sakarosa No-treatment Tidak ditemukan data yang cukup untuk mendukung maupun menyangkal penggunaan nonabsorbable disaccharides pada ensefalopati hepatik

16 BAB V KESIMPULAN 1. Beberapa studi dengan kualitas yang baik (randomized) telah dilakukan untuk menilai manfaat laktulosa. 2. Laktulosa bermanfaat memperbaiki ensefalopati hepatik minimal pada pasien sirosis hati terutama fungsi kognitif dan kualitas hidup. 3. Laktulosa dapat mencegah perkembangan ensefalopati hepatik minimal menjadi kondisi lebih berat (ensefalopati hepatik overt) dan efektif sebagai profilaksis pada pasien dengan perdarahan akut saluran cerna bagian atas. 4. Laktulosa kurang bermanfaat pada pasien dengan skor MELD > 21, MAP < 79 mmhg, dan pasien sirosis hati yang telah memiliki karsinoma hepatoseluler.

17 DAFTAR PUSTAKA 1. Tarigan P. Ensefalopati hepatik. Dalam: Sulaiman A, et al (Editor). Buku ajar ilmu penyakit hati. Edisi-1. Jakarta: Jayabadi, 2007.p Al-Sibae MR, McGuire BM. Current trends in the treatment of hepatic encephalopathy. Therapeutics and Clinical Risk Management 2009:5; Blei AT, Cordoba J. Hepatic encephalopathy. Am J Gastroenterol 2001;96: Dhiman RK, Sawhney MS, Chawla YK, Das G, Ram S, Dilawari JB. Efficacy of lactulose in cirrhotic patients with subclinical hepatic encephalopathy. Dig Dis Sci Aug;45(8): Prasad S, Dhiman RK, Duseja A, Chawla YK, Sharma A, Agarwal R. Lactulose improves cognitive functions and health-related quality of life in patients with cirrhosis who have minimal hepatic encephalopathy. Hepatology Mar;45(3): Sharma BC, Sharma P, Agrawal A, Sarin SK. Secondary prophylaxis of hepatic encephalopathy: an open-label randomized controlled trial of lactulose versus placebo. Gastroenterology Sep;137(3): Sharma P, Agrawal A, Sharma BC, Sarin SK. Prophylaxis of hepatic encephalopathy in acute variceal bleed: a randomized controlled trial of lactulose versus no lactulose. J Gastroenterol Hepatol Jun;26(6): Sharma P, Sharma BC, Sarin SK. Predictors of nonresponse to lactulose in patients with cirrhosis and hepatic encephalopathy. Eur J Gastroenterol Hepatol May;22(5): Als-Nielsen B, Gluud LL, Gluud C. Nonabsorbable disaccharides for hepatic encephalopathy. BMJ, doi: /bmj ee (published 30 March 2004). [disitasi 30 Januari 2012].

PERANAN LAKTULOSA PADA PENATALAKSANAAN ENSEFALOPATI HEPATIKUM

PERANAN LAKTULOSA PADA PENATALAKSANAAN ENSEFALOPATI HEPATIKUM LAPORAN KASUS BERBASIS BUKTI PERANAN LAKTULOSA PADA PENATALAKSANAAN ENSEFALOPATI HEPATIKUM Oleh: dr. Segal Abdul Aziz PPDS Ilmu Penyakit Dalam Januari 2011 PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I DIVISI

Lebih terperinci

Peran Rifaximin dalam Penatalaksanaan Ensefalopati Hepatik Akut

Peran Rifaximin dalam Penatalaksanaan Ensefalopati Hepatik Akut EVIDENCE BASED CLINICAL RESEARCH Peran Rifaximin dalam Penatalaksanaan Ensefalopati Hepatik Akut Disusun oleh: dr. Alisa Nurul Muthia PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

Lebih terperinci

Evidence Based Case Report Manfaat Klonidin pada Pasien Sirosis Hepatis dengan Asites

Evidence Based Case Report Manfaat Klonidin pada Pasien Sirosis Hepatis dengan Asites Evidence Based Case Report Manfaat Klonidin pada Pasien Sirosis Hepatis dengan Asites Oleh : Dr. Krishna Adi Wibisana Program Pendidikan Dokter Spesialis I Divisi Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Lebih terperinci

Berdasarkan data WHO (2004), sirosis hati merupakan penyebab kematian ke delapan belas di dunia, hal itu ditandai dengan semakin meningkatnya angka

Berdasarkan data WHO (2004), sirosis hati merupakan penyebab kematian ke delapan belas di dunia, hal itu ditandai dengan semakin meningkatnya angka BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hepatis merupakan penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium akhir dari penyakit

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. kesehatan global karena prevalensinya yang cukup tinggi, etiologinya yang

B A B I PENDAHULUAN. kesehatan global karena prevalensinya yang cukup tinggi, etiologinya yang B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penyakit hati kronis termasuk sirosis telah menjadi masalah bagi dunia kesehatan global karena prevalensinya yang cukup tinggi, etiologinya yang komplek, meningkatnya

Lebih terperinci

Pengukuran Hipertensi Portal dengan Metode Invasive (HVPG) dan Non Invasive (Fibroscan, Spleen size)

Pengukuran Hipertensi Portal dengan Metode Invasive (HVPG) dan Non Invasive (Fibroscan, Spleen size) EVIDENCE-BASED CASE REPORT Pengukuran Hipertensi Portal dengan Metode Invasive (HVPG) dan Non Invasive (Fibroscan, Spleen size) dr. Herikurniawan NPM: 1106024432 PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sirosis adalah suatu keadaan patologik yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar

Lebih terperinci

Probiotik Sebagai Terapi Profilaksis pada Ensefalopati Hepatikum

Probiotik Sebagai Terapi Profilaksis pada Ensefalopati Hepatikum Evidence Based Case Report Probiotik Sebagai Terapi Profilaksis pada Ensefalopati Hepatikum Yoppi Kencana 1306399866 Supervisor: Dr. dr. Andri Sanityoso, SpPD-KGEH Divisi Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada masa kini semakin banyak penyakit-penyakit berbahaya yang menyerang dan mengancam kehidupan manusia, salah satunya adalah penyakit sirosis hepatis. Sirosis hepatis

Lebih terperinci

EVIDENCE BASED CLINICAL REVIEW PERAN ZINC DALAM PENATALAKSANAAN ENSEFALOPATI HEPATIK

EVIDENCE BASED CLINICAL REVIEW PERAN ZINC DALAM PENATALAKSANAAN ENSEFALOPATI HEPATIK EVIDENCE BASED CLINICAL REVIEW PERAN ZINC DALAM PENATALAKSANAAN ENSEFALOPATI HEPATIK Disusun oleh: dr. Yusuf Aulia Rahman NPM. 1006767525 PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM-DIVISI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. varises pada pasien dengan sirosis sekitar 60-80% dan risiko perdarahannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. varises pada pasien dengan sirosis sekitar 60-80% dan risiko perdarahannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perdarahan varises esofagus (VE) merupakan satu dari banyak komplikasi mematikan dari sirosis karena tingkat mortalitasnya yang tinggi. Prevalensi varises

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Dalam. 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini telah dilakukan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh dan. menyumbang 1,5-2% dari berat tubuh manusia (Ghany &

BAB I PENDAHULUAN. Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh dan. menyumbang 1,5-2% dari berat tubuh manusia (Ghany & BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh dan menyumbang 1,5-2% dari berat tubuh manusia (Ghany & Hoofnagle, 2004). Hati memiliki beberapa fungsi metabolik, seperti

Lebih terperinci

Terapi Suplementasi Zinc pada Ensefalopati Hepatikum

Terapi Suplementasi Zinc pada Ensefalopati Hepatikum Evidence-based Case Report Terapi Suplementasi Zinc pada Ensefalopati Hepatikum Oleh: dr. Dias Septalia Ismaniar NPM: 1006824346 Divisi Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Jakarta, November-Desember

Lebih terperinci

Antibiotik Profilaksis terhadap Spontaneous Bacterial Peritonitis pada Asites dengan Sirosis

Antibiotik Profilaksis terhadap Spontaneous Bacterial Peritonitis pada Asites dengan Sirosis Evidence-based Case Report Antibiotik Profilaksis terhadap Spontaneous Bacterial Peritonitis pada Asites dengan Sirosis Penulis: dr. Oldi Dedya NPM: 1006824421 Divisi Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan

BAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Albumin adalah protein serum yang disintesa di hepar dengan waktu paruh kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan 75% tekanan onkotik

Lebih terperinci

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B HEPATITIS REJO PENGERTIAN: Hepatitis adalah inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan kimia ETIOLOGI : 1. Ada 5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak saja di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Selain virus sebagai penyebabnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sirosis hati merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan,

Lebih terperinci

Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta

Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta LAPORAN PENELITIAN Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta Hendra Dwi Kurniawan 1, Em Yunir 2, Pringgodigdo Nugroho 3 1 Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan suatu penyakit metabolik kronik yang ditandai dengan kondisi

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan suatu penyakit metabolik kronik yang ditandai dengan kondisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu diantara penyakit degeneratif dan merupakan suatu penyakit metabolik kronik yang ditandai dengan kondisi hiperglikemia (ADA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan hiperglikemia kronis akibat gangguan metabolisme karbohidrat, lemak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan hiperglikemia kronis akibat gangguan metabolisme karbohidrat, lemak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus (DM) merupakan gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia kronis akibat gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN. sedang-berat yang memenuhi kriteria sebagai subyek penelitian. Rerata umur

BAB 4 HASIL PENELITIAN. sedang-berat yang memenuhi kriteria sebagai subyek penelitian. Rerata umur 56 BAB 4 HASIL PENELITIAN Pada penelitian ini dijumpai 52 penderita cedera kepala tertutup derajat sedang-berat yang memenuhi kriteria sebagai subyek penelitian. Rerata umur penderita adalah 31,1 (SD 12,76)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemeriksaan rutin kesehatan atau autopsi (Nurdjanah, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. pemeriksaan rutin kesehatan atau autopsi (Nurdjanah, 2014). BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur

Lebih terperinci

PELATIHAN NEFROLOGI MEET THE PROFESSOR OF PEDIATRICS. TOPIK: Tata laksana Acute Kidney Injury (AKI)

PELATIHAN NEFROLOGI MEET THE PROFESSOR OF PEDIATRICS. TOPIK: Tata laksana Acute Kidney Injury (AKI) PELATIHAN NEFROLOGI MEET THE PROFESSOR OF PEDIATRICS TOPIK: Tata laksana Acute Kidney Injury (AKI) Pembicara/ Fasilitator: DR. Dr. Dedi Rachmadi, SpA(K), M.Kes Tanggal 15-16 JUNI 2013 Continuing Professional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hepatik merupakan suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif (Nurdjanah, 2009). Sirosis hepatik merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. arsitektur hati dan pembentukan nodulus regeneratif (Sherlock dan Dooley,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. arsitektur hati dan pembentukan nodulus regeneratif (Sherlock dan Dooley, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati (cirrhosis hati / CH) adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hati yang ditandai dengan distorsi arsitektur hati dan

Lebih terperinci

ADHIM SETIADIANSYAH Pembimbing : dr. HJ. SUGINEM MUDJIANTORO, Sp.Rad FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. MUHAMMADIYAH JAKARTA S t a s e R a d i o l o g i, R u

ADHIM SETIADIANSYAH Pembimbing : dr. HJ. SUGINEM MUDJIANTORO, Sp.Rad FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. MUHAMMADIYAH JAKARTA S t a s e R a d i o l o g i, R u ADHIM SETIADIANSYAH Pembimbing : dr. HJ. SUGINEM MUDJIANTORO, Sp.Rad FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. MUHAMMADIYAH JAKARTA S t a s e R a d i o l o g i, R u m a h S a k i t I s l a m J a k a r t a, P o n d o k

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan salah satu penyakit hati dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal pada dekade

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenatif (Nurdjanah, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenatif (Nurdjanah, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan masalah Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di Amerika Serikat dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh

Lebih terperinci

PEMANTAUAN TERAPI OBAT PADA PASIEN GEA DI RUANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT dr. SUYOTO PUSREHAB KEMHAN

PEMANTAUAN TERAPI OBAT PADA PASIEN GEA DI RUANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT dr. SUYOTO PUSREHAB KEMHAN 92 PEMANTAUAN TERAPI OBAT PADA PASIEN GEA DI RUANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT dr. SUYOTO PUSREHAB KEMHAN MONITORING OF DRUG THERAPY IN PATIENTS GEA ON PATIENTS IN dr. SUYOTO Satya Candra Indra Yanih dan

Lebih terperinci

MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT

MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT TEAM BASED LEARNING MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT Diberikan pada Mahasiswa Semester IV Fakultas Kedokteran Unhas DISUSUN OLEH : Prof. Dr. dr. Syarifuddin Rauf, SpA(K) Prof. dr. Husein Albar, SpA(K) dr.jusli

Lebih terperinci

Evidence based Case Report

Evidence based Case Report Evidence based Case Report Pengaruh Stres Psikososial terhadap Keparahan Penyakit Hepatitis Kronik Disusun Oleh: dr. Resultanti NPM: 1006767506 Divisi Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM

Lebih terperinci

Peran Transfusi Packed Red Blood Cells pada Perdarahan Varises Esofagus

Peran Transfusi Packed Red Blood Cells pada Perdarahan Varises Esofagus EVIDENCE BASED CASE REPORT Peran Transfusi Packed Red Blood Cells pada Perdarahan Varises Esofagus Oleh: Yuhana Fitra PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I DIVISI HEPATOLOGI DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. sentral, dislipidemia, dan hipertensi (Alberti et al., 2006; Kassi et al., 2011).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. sentral, dislipidemia, dan hipertensi (Alberti et al., 2006; Kassi et al., 2011). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sindroma metabolik merupakan sindrom yang terdiri atas faktor-faktor yang saling berhubungan dalam meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler, yaitu diabetes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk nodul-nodul yang abnormal. (Sulaiman, 2007) Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4% sampai 5% dari

BAB I PENDAHULUAN. bentuk nodul-nodul yang abnormal. (Sulaiman, 2007) Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4% sampai 5% dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN Sirosis hati adalah merupakan perjalanan akhir berbagai macam penyakit hati yang ditandai dengan fibrosis. Respon fibrosis terhadap kerusakan hati bersifat

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Penyakit Saraf. Penelitian dilakukan di Bangsal Rawat Inap Penyakit Saraf RS Dr.

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Penyakit Saraf. Penelitian dilakukan di Bangsal Rawat Inap Penyakit Saraf RS Dr. 36 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Penyakit Saraf 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Bangsal Rawat Inap Penyakit Saraf RS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ensefalopati hepatik merupakan sindrom neuropsikiatri yang dapat terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Ensefalopati hepatik merupakan sindrom neuropsikiatri yang dapat terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan memberatnya penyakit hati, risiko terjadinya ensefalopati hepatik semakin besar. Hal ini memicu pesatnya perkembangan pengetahuan terkait masalah ensefalopati

Lebih terperinci

Hasil. Hasil penelusuran

Hasil. Hasil penelusuran Pendahuluan Karsinoma hepatoselular (KHS) adalah keganasan kelima tersering di seluruh dunia, dengan angka kematian sekitar 500.000 per tahun. Kemajuan dalam pencitraan diagnostik dan program penapisan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Subyek penelitian adalah 48 neonatus dengan hiperbilirubinemia. Jenis kelamin

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Subyek penelitian adalah 48 neonatus dengan hiperbilirubinemia. Jenis kelamin BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1. Karakteristik subyek penelitian Subyek penelitian adalah 48 neonatus dengan hiperbilirubinemia. Jenis kelamin subyek terdiri atas 26 bayi (54,2%) laki-laki dan 22 bayi (45,8%)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1 Ruang Lingkup Keilmuan Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Dalam dan Ilmu Bedah. 3.1.2 Ruang Lingkup Waktu

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM FK UNSYIAH/RSUDZA DARUSSALAM BANDA ACEH

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM FK UNSYIAH/RSUDZA DARUSSALAM BANDA ACEH -inistras Stase di Bagian Penyakit Dalam Wanita Tanggal Stase 9 Maret 2014-17 Maret 2014 Pertanyaan Pilihan jawaban Seorang wanita berusia 30 tahun, sejak 6 bulan yang lalu mengeluh nyeri dan bengkak di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. WHO pada tahun 2002, memperkirakan pasien di dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. WHO pada tahun 2002, memperkirakan pasien di dunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO pada tahun 2002, memperkirakan 783 000 pasien di dunia meninggal akibat sirosis hati. Sirosis hati paling banyak disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol dan infeksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kariadi Semarang pada periode Maret Juni neutrofil limfosit (NLR) darah tepi sebagai indikator outcome stroke iskemik

BAB III METODE PENELITIAN. Kariadi Semarang pada periode Maret Juni neutrofil limfosit (NLR) darah tepi sebagai indikator outcome stroke iskemik BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup keilmuan dari penelitian ini mencakup bidang Neurologi dan Hematologi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. fosfolipid dan asam asetoasetat (Amirudin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. fosfolipid dan asam asetoasetat (Amirudin, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Hati adalah organ dari sistem pencernaan terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi yang sangat komplek. Beberapa fungsi

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post

BAB 4 METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Desain penelitian Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post test design sehingga dapat diketahui perubahan yang terjadi akibat perlakuan. Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hati merupakan suatu penyakit yang memiliki penyebaran di seluruh dunia. Individu yang terkena sangat sering tidak menunjukkan gejala untuk jangka waktu panjang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam mempertahankan hidup. Hati termasuk organ intestinal terbesar

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam mempertahankan hidup. Hati termasuk organ intestinal terbesar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, hati merupakan salah satu organ yang berperan penting dalam mempertahankan hidup. Hati termasuk organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insulin dependent diabetes melitus atau adult onset diabetes merupakan

BAB I PENDAHULUAN. insulin dependent diabetes melitus atau adult onset diabetes merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus (DM) tipe 2 yang dahulu dikenal dengan nama non insulin dependent diabetes melitus atau adult onset diabetes merupakan penyakit gangguan metabolik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesembilan di Amerika Serikat, sedangkan di seluruh dunia sirosis menempati urutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesembilan di Amerika Serikat, sedangkan di seluruh dunia sirosis menempati urutan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan salah satu penyakit dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Sirosis hati merupakan penyebab kematian kesembilan

Lebih terperinci

PROFIL PASIEN SIROSIS HATI YANG DIRAWAT INAP DI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE AGUSTUS 2012 AGUSTUS 2014

PROFIL PASIEN SIROSIS HATI YANG DIRAWAT INAP DI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE AGUSTUS 2012 AGUSTUS 2014 Jurnal e-clinic (ecl), Volume 3, Nomor 1, Januari-April 2015 PROFIL PASIEN SIROSIS HATI YANG DIRAWAT INAP DI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE AGUSTUS 2012 AGUSTUS 2014 1 Yunellia Z. Patasik 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sepsis merupakan suatu sindrom kompleks dan multifaktorial, yang insidensi, morbiditas, dan mortalitasnya sedang meningkat di seluruh belahan dunia. 1 Sindrom klinik

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Bagian/SMF Obstetri Ginekologi dan poliklinik/bangsal

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Bagian/SMF Obstetri Ginekologi dan poliklinik/bangsal 66 BAB 5 HASIL PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Bagian/SMF Obstetri Ginekologi dan poliklinik/bangsal Radioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/RS dr. Kariadi Semarang sejak bulan Juli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang kesehatan dan perekonomian dunia. Selama empat dekade terakhir

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang kesehatan dan perekonomian dunia. Selama empat dekade terakhir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) merupakan salah satu kasus kegawatan dibidang gastroenterologi yang saat ini masih menjadi permasalahan dalam bidang kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus (DM) merupakan kelainan metabolisme dari karbohidrat, protein dan lemak yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf.

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf. 35 BAB III METODE PENELITIAN III.1. Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf. III.2. Jenis dan rancangan penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional

Lebih terperinci

Peranan Anti Virus pada Hepatitis B akut

Peranan Anti Virus pada Hepatitis B akut EVIDENCE-BASED CASE REPORT Peranan Anti Virus pada Hepatitis B akut Oleh: dr. Adeputri Tanesha Idhayu PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I DIVISI HEPATOLOGI - DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

LAPORAN JAGA 24 Maret 2013

LAPORAN JAGA 24 Maret 2013 LAPORAN JAGA 24 Maret 2013 Kepaniteraan Klinik Pediatri Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta 2013

Lebih terperinci

A PLACEBO-CONTROLLED TRIAL OF ANTIMICROBIAL TREATMENT FOR ACUTE OTITIS MEDIA. Paula A. Tahtinen, et all

A PLACEBO-CONTROLLED TRIAL OF ANTIMICROBIAL TREATMENT FOR ACUTE OTITIS MEDIA. Paula A. Tahtinen, et all A PLACEBO-CONTROLLED TRIAL OF ANTIMICROBIAL TREATMENT FOR ACUTE OTITIS MEDIA Paula A. Tahtinen, et all PENDAHULUAN Otitis media akut (OMA) adalah penyakit infeksi bakteri yang paling banyak terjadi pada

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Selama penelitian didapatkan subjek penelitian sebesar 37 penderita kritis yang mengalami hiperbilirubinemia terkonjugasi pada hari ketiga atau lebih (kasus) dan 37 penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Infark miokard akut merupakan salah satu penyakit. yang tergolong dalam non-communicable disease atau

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Infark miokard akut merupakan salah satu penyakit. yang tergolong dalam non-communicable disease atau BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Infark miokard akut merupakan salah satu penyakit yang tergolong dalam non-communicable disease atau penyakit tidak menular (PTM) yang kini angka kejadiannya makin

Lebih terperinci

Sejarah perkembangan konsep penilaian pemakaian obat dalam kedokteran

Sejarah perkembangan konsep penilaian pemakaian obat dalam kedokteran Uji Klinik Sejarah perkembangan konsep penilaian pemakaian obat dalam kedokteran Konsep dasar pemikiran Bahan yang dipakai Pemikiran/metode 2000 SM Magis, sakral Bahan alam Kepercayaan 0 Empiris primitif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Adanya eritropoiesis inefektif dan hemolisis eritrosit yang mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada talasemia mayor (TM), 1,2 sehingga diperlukan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Pengambilan data primer dari pasien cedera kepala tertutup derajat sedang berat

BAB 3 METODE PENELITIAN. Pengambilan data primer dari pasien cedera kepala tertutup derajat sedang berat 46 BAB 3 METODE PENELITIAN 3. 1 Desain penelitian Penelitian ini merupakan study prognostik dengan desain kohort. Pengambilan data primer dari pasien cedera kepala tertutup derajat sedang berat yang dirawat

Lebih terperinci

Gambaran Derajat Varises Esofagus Berdasarkan Beratnya Sirosis Hepatis

Gambaran Derajat Varises Esofagus Berdasarkan Beratnya Sirosis Hepatis 457 Artikel Penelitian Gambaran Derajat Varises Esofagus Berdasarkan Beratnya Sirosis Hepatis Yestria Elfatma 1, Arnelis 2, Nice Rachmawati 3 Abstrak Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang

Lebih terperinci

Tatalaksana Terkini Perlemakan Hati Non Alkoholik

Tatalaksana Terkini Perlemakan Hati Non Alkoholik TINJAUAN PUSTAKA Tatalaksana Terkini Perlemakan Hati Non Alkoholik Randy Adiwinata 1, Andi Kristanto 1, Finna Christianty 1, Timoteus Richard 1, Daniel Edbert 1 1 Fakultas Kedokteran Universitas Katolik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sirosis merupakan suatu penyakit hati kronis yang menggambarkan stadium akhir dari fibrosis hepatik, peradangan, nekrosis atau kematian sel-sel hati, dan terbentuknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, masih ditemukan berbagai masalah ganda di bidang kesehatan. Disatu sisi masih ditemukan penyakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, masih ditemukan berbagai masalah ganda di bidang kesehatan. Disatu sisi masih ditemukan penyakit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, masih ditemukan berbagai masalah ganda di bidang kesehatan. Disatu sisi masih ditemukan penyakit akibat infeksi dan sisi yang lain banyak ditemukan masalah

Lebih terperinci

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) tidak hanya disebabkan oleh asites pada sirosis hati melainkan juga disebabkan oleh gastroenteritis dan pendarahan pada saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah kronik (Asdi, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah kronik (Asdi, 2000). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit heterogen yang serius yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah kronik (Asdi, 2000). Risiko kematian penderita

Lebih terperinci

KEJANG DEMAM SEDERHANA PADA ANAK YANG DISEBABKAN KARENA INFEKSI TONSIL DAN FARING

KEJANG DEMAM SEDERHANA PADA ANAK YANG DISEBABKAN KARENA INFEKSI TONSIL DAN FARING KEJANG DEMAM SEDERHANA PADA ANAK YANG DISEBABKAN KARENA INFEKSI TONSIL DAN FARING Pasaribu AS 1) 1) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ABSTRAK Latar Belakang. Kejang adalah peristiwa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsumsi diet tinggi lemak dan fruktosa di masyarakat saat ini mulai meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya konsumsi junk food dan

Lebih terperinci

Metode Pemecahan Masalah Farmasi Klinik Pendekatan berorientasi problem

Metode Pemecahan Masalah Farmasi Klinik Pendekatan berorientasi problem Metode Pemecahan Masalah Farmasi Klinik Pendekatan berorientasi problem Komponen dalam pendekatan berorientasi problem Daftar problem Catatan SOAP Problem? A problem is defined as a patient concern, a

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PADA KLIEN DENGAN PERDARAHAN SALURAN CERNA

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PADA KLIEN DENGAN PERDARAHAN SALURAN CERNA 1 LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PADA KLIEN DENGAN PERDARAHAN SALURAN CERNA I Deskripsi Perdarahan pada saluran cerna terutama disebabkan oleh tukak lambung atau gastritis. Perdarahan saluran cerna dibagi menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. pada awalnya mungkin menimbulkan sedikit gejala, sementara komplikasi

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. pada awalnya mungkin menimbulkan sedikit gejala, sementara komplikasi BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) tipe 2 merupakan kondisi yang progresif meskipun pada awalnya mungkin menimbulkan sedikit gejala, sementara komplikasi diabetes menimbulkan beban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit perlemakan hati non alkohol atau Non-alcoholic Fatty Liver

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit perlemakan hati non alkohol atau Non-alcoholic Fatty Liver 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit perlemakan hati non alkohol atau Non-alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) merupakan kumpulan gangguan hati yang ditandai dengan adanya perlemakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW. penyakit degeneratif dan man made diseases yang merupakan faktor utama masalah

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW. penyakit degeneratif dan man made diseases yang merupakan faktor utama masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi yang sejalan dengan transisi demografi dan transisi teknologi di Indonesia dewasa ini telah mengakibatkan perubahan pola penyakit dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama lipoprotein plasma adalah low density lipoprotein (LDL). 1 LDL berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. utama lipoprotein plasma adalah low density lipoprotein (LDL). 1 LDL berfungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lipoprotein merupakan gabungan dari lipid nonpolar (triasilgliserol dan ester kolesteril) dengan lipid amfipatik (fosfolipid dan kolesterol) serta protein yang berfungsi

Lebih terperinci

GAMBARAN KLINIS PASIEN SIROSIS HATI: STUDI KASUS DI RSUP DR KARIADI SEMARANG PERIODE JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

GAMBARAN KLINIS PASIEN SIROSIS HATI: STUDI KASUS DI RSUP DR KARIADI SEMARANG PERIODE JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA GAMBARAN KLINIS PASIEN SIROSIS HATI: STUDI KASUS DI RSUP DR KARIADI SEMARANG PERIODE 2010-2012 JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana Strata-1

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Sirosis hati (SH) menjadi problem kesehatan utama di

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Sirosis hati (SH) menjadi problem kesehatan utama di 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sirosis hati (SH) menjadi problem kesehatan utama di dunia. Sirosis hati dan penyakit hati kronis penyebab kematian urutan ke 12 di Amerika Serikat pada tahun 2002,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan. anak yang penting di dunia karena tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan. anak yang penting di dunia karena tingginya angka BAB I PENDAHULUAN Pneumonia 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu masalah kesehatan anak yang penting di dunia karena tingginya angka kesakitan dan angka kematiannya, terutama pada anak berumur kurang

Lebih terperinci

Efektifitas Propranolol dibandingkan dengan Ligasi pada Pencegahan Primer Varises Esofagus Pasien Sirosis Hepatis

Efektifitas Propranolol dibandingkan dengan Ligasi pada Pencegahan Primer Varises Esofagus Pasien Sirosis Hepatis Efektifitas Propranolol dibandingkan dengan Ligasi pada Pencegahan Primer Varises Esofagus Pasien Sirosis Hepatis Dewi Mira Ratih Latar Belakang Sirosis merupakan tahap akhir seluruh penyakit hati kronis.

Lebih terperinci

Kapankah waktu yang tepat penggunaan tripel terapi (fokus pada boceprevir) pada pasien ini dan efek samping apa saja yang mungkin muncul.

Kapankah waktu yang tepat penggunaan tripel terapi (fokus pada boceprevir) pada pasien ini dan efek samping apa saja yang mungkin muncul. PENDAHULUAN Sejak ditemukan pada tahun 1989, virus hepatitis C (VHC) telah menjadi salah satu penyebab utama penyakit hati kronik di seluruh dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan prevalensi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Hubungan antara..., Eni Indrawati, FK UI, Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL. Hubungan antara..., Eni Indrawati, FK UI, Universitas Indonesia 23 BAB 4 HASIL 4.1 Karakteristik Umum Sampel penelitian yang didapat dari studi ADHERE pada bulan Desember 25 26 adalah 188. Dari 188 sampel tersebut, sampel yang dapat digunakan dalam penelitian ini sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan adanya hiperglikemia kronik akibat defisiensi insulin baik relatif maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan adanya hiperglikemia kronik akibat defisiensi insulin baik relatif maupun i BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Diabetes Melitus (DM) adalah kelompok kelainan metabolik yang ditandai dengan adanya hiperglikemia kronik akibat defisiensi insulin baik relatif maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi dalam kehamilan adalah hipertensi yang terjadi saat kehamilan

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi dalam kehamilan adalah hipertensi yang terjadi saat kehamilan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan adalah hipertensi yang terjadi saat kehamilan berlangsung dan biasanya pada bulan terakhir kehamilan, tekanan darah mencapai nilai 140/90

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam, mulai dari virus, bakteri, jamur, parasit sampai dengan obat-obatan,

BAB I PENDAHULUAN. macam, mulai dari virus, bakteri, jamur, parasit sampai dengan obat-obatan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hepatitis merupakan infeksi yang dominan menyerang hepar atau hati dan kemungkinan adanya kerusakan sel-sel hepar. Penyebabnya dapat berbagai macam, mulai dari

Lebih terperinci

Portofolio Kasus 1 SUBJEKTIF OBJEKTIF

Portofolio Kasus 1 SUBJEKTIF OBJEKTIF Portofolio Kasus 1 SUBJEKTIF Pasien Tn.D, 22 tahun datang dengan keluhan nyeri pinggang kiri sejak 3 hari yang lalu, mual dan muntah sebanyak 3 kali sejak 2 malam yang lalu. Selain itu os juga mengeluhkan

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA YANG DIRAWAT INAP DIRUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA YANG DIRAWAT INAP DIRUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014 ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA YANG DIRAWAT INAP DIRUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE Evan Anggalimanto, 2015 Pembimbing 1 : Dani, dr., M.Kes Pembimbing 2 : dr Rokihyati.Sp.P.D

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cenderung meningkatkan risiko terjadinya penyakit vaskular seperti stroke

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cenderung meningkatkan risiko terjadinya penyakit vaskular seperti stroke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Modernisasi mengakibatkan perubahan pola hidup masyarakat yang cenderung meningkatkan risiko terjadinya penyakit vaskular seperti stroke (Nufus, 2012). Stroke menjadi

Lebih terperinci

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ENSEFALOPATI HEPATIKUM PADA PASIEN SIROSIS HEPATIS Caropeboka MD 1) 1) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung Abstrak Latar Belakang. Ensefalopati hepatikum (EH) merupakan komplikasi penting

Lebih terperinci

Encephalopaty Hepatic Patient With Chirrosis Hepatic

Encephalopaty Hepatic Patient With Chirrosis Hepatic Ensefalopati Hepatik pada Pasien Sirosis Hepatik Prayudo Prio A, Adityo Wibowo Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstrak Ensefalopati hepatik (EH) merupakan sindrom neuropsikiatri yang dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (glukosa) akibat kekurangan atau resistensi insulin (Bustan, 2007). World

BAB I PENDAHULUAN. (glukosa) akibat kekurangan atau resistensi insulin (Bustan, 2007). World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan gangguan kesehatan yang merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula darah (glukosa) akibat kekurangan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Berdasarkan intensitasnya, nyeri

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Berdasarkan intensitasnya, nyeri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam bentuk

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS BEDAH SEORANG PRIA 34 TAHUN DENGAN TUMOR REGIO COLLI DEXTRA ET SINISTRA DAN TUMOR REGIO THORAX ANTERIOR

LAPORAN KASUS BEDAH SEORANG PRIA 34 TAHUN DENGAN TUMOR REGIO COLLI DEXTRA ET SINISTRA DAN TUMOR REGIO THORAX ANTERIOR LAPORAN KASUS BEDAH SEORANG PRIA 34 TAHUN DENGAN TUMOR REGIO COLLI DEXTRA ET SINISTRA DAN TUMOR REGIO THORAX ANTERIOR Diajukan guna melengkapi tugas Komuda Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

SIROSIS HEPATIS R E J O

SIROSIS HEPATIS R E J O SIROSIS HEPATIS R E J O PENGERTIAN : Sirosis hepatis adalah penyakit kronis hati oleh gangguan struktur dan perubahan degenerasi fungsi seluler dan selanjutnya perubahan aliran darah ke hati./ Jaringan

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konsep DIABETES MELITUS TIPE 2 KEBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL Indeks CPITN Kadar Gula Darah Oral Higiene Lama menderita diabetes melitus tipe 2 3.2 Hipotesis

Lebih terperinci