BAB 2 LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 6 BAB 2 LANDASAN TEORI Bab ini membahas tentang teori penunjang dan penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penerapan metode Modified k-nearest Neighbor untuk mengidentifikasi diabetic retinopathy Diabetic Retinopathy Diabetic retinopathy merupakan salah satu komplikasi mikrovaskuler dari penyakit diabetes melitus. Penyakit ini menyerang pembuluh darah di retina yang dapat menyebabkan penurunan fungsi penglihatan hingga kebutaan pada penderita (Khan et al., 2011) Karakteristik diabetic retinopathy Karakteristik awal yang menandakan diabetic retinopathy adalah ditemukannya mikroaneurisma pada retina (Singh, 2008). Mikroaneurisma merupakan area berbentuk kantung-kantung kecil menonjol pada pembuluh darah di retina. Karena berukuran kecil, mikroaneurisma sulit untuk dilihat secara langsung. Karakteristik lain yang muncul adalah vena pada retina mulai mengalami dilatasi berkelok-kelok dan adanya infiltrasi lipid ke dalam retina yang terlihat seperti bercak kekuningan yang disebut dengan eksudat. Pertumbuhan mikroaneurisma yang terjadi secara terus menerus menyebabkan pembuluh darah yang memberi nutrisi ke retina tersumbat. Sebagian pembuluh darah yang tersumbat pecah sehingga mengakibatkan munculnya titik atau bercak pendarahan pada retina (haemorhages). Penyumbatan dan pecahnya pembuluh darah membuat sebagian area retina kekurangan nutrisi. Area yang kekurangan nutrisi

2 7 kemudian memberikan sinyal pada tubuh untuk membuat pembuluh darah baru agar nutrisi dapat didistribusikan kembali. Pembentukan pembuluh darah baru disebut dengan neovaskularisasi. Adapun pembuluh darah baru yang terbentuk bersifat abnormal, berukukan kecil dan tipis (NEI, 2012). Diabetic retinopathy mempengaruhi fungsi penglihatan karena pembuluh darah abnormal yang baru terbentuk rentan pecah dan dapat mengakibatkan pendarahan. Jika pendarahan terjadi pada makula, yaitu bagian mata yang mengatur ketajaman penglihatan, maka makula akan mengalami pembengkakan dan ketajaman penglihatan akan terganggu. Kondisi ini dikenal dengan istilah macular edema. Tetapi jika pendarahan terjadi pada permukaan retina, maka akan muncul bintik atau area hitam yang menghalangi penglihatan. Pendarahan pada permukaan retina yang semakin meluas menyebabkan area yang menghalangi penglihatan juga akan semakin meluas, yang lama kelamaan akan menyebabkan kebutaan. Perbedaan penglihatan orang normal dan penderita diabetic retinopathy ditunjukkan pada Gambar 2.1. (a) (b) Gambar 2.1. (a) penglihatan orang normal; (b) penglihatan penderita diabetic retinopathy (NEI, 2012) Faktor resiko diabetic retinopathy Beberapa faktor yang menyebabkan seseorang terkena diabetic retinopathy adalah sebagai berikut. 1. Lamanya seseorang menderita diabetes melitus Semakin lama seseorang menderita diabetes melitus maka semakin besar resiko terkena diabetic retinopathy.

3 8 2. Tipe diabetes melitus Penderita diabetes melitus tipe 2 lebih beresiko terkena diabetic retinopathy jika dibandingkan dengan penderita diabetes melitus tipe Hipertensi Penderita diabetes melitus yang memiliki tekanan darah yang tinggi lebih beresiko terkena diabetic retinopathy. 4. Kehamilan Wanita hamil yang menderita diabetes melitus memiliki resiko yang lebih besar terkena diabetic retinopathy dibandingkan wanita yang tidak hamil. 5. Usia Penderita diabetes melitus yang berusia 13 hingga 50 tahun lebih beresiko terkena diabetic retinopathy. 6. Kolesterol Penderita diabetes melitus yang memiliki kolesterol tinggi lebih beresiko terkena diabetic retinopathy Gejala diabetic retinopathy Diabetic retinopathy tidak memiliki gejala yang signifikan hingga kerusakan terjadi pada retina. Adapun beberapa gejala yang muncul adalah sebagai berikut. 1. Penglihatan menjadi kabur. 2. Muncul objek-objek hitam yang menghalangi penglihatan. 3. Kehilangan sebagian atau keseluruhan fungsi penglihatan. 4. Sakit pada area mata Pemeriksaan diabetic retinopathy Pemeriksaan diabetic retinopathy dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu visual acuity test, tonometry, dan dilated eye exam (NEI, 2006). Visual acuity test merupakan pengukuran kemampuan penglihatan standar menggunakan eye chart sedangkan tonometry merupakan pengukuran tekanan pada bagian dalam mata. Dilated eye exam merupakan pemeriksaan yang memberikan cairan ke mata untuk memperbesar pupil

4 9 sehingga memungkinkan dokter mata untuk melihat keadaan bagian dalam mata, termasuk retina. Pemeriksaan lain yang dilakukan untuk mengidentifikasi diabetic retinopathy adalah menggunakan fundus photography, fluorescein angiography, dan optical coherence tomography (OCT) (Mahesh, 2013). Fundus photography memanfaatkan pantulan sinar cahaya pada gelombang tertentu yang dipancarkan ke pupil mata. Citra yang didapat dari fundus photography memberikan informasi tentang keadaan retina seperti mikroaneurisma, eksudat, pendarahan, dan pembuluh darah. Citra hasil fundus photography ditunjukkan pada Gambar 2.2. Gambar 2.2. Fundus photography Citra fluorescein angiography terbentuk dari sejumlah foton yang dipancarkan dari zat pewarna fluorescein. Sebelum angiography dilakukan, zat pewarna fluorescein disuntikkan kepada penderita terlebih dahulu. Zat pewarna fluorescein akan beredar ke seluruh tubuh, termasuk retina. Ketika zat pewarna fluorescein berada di retina, maka proses angiography dilakukan. Citra fluorescein angiography dapat memberikan informasi tentang pembuluh darah, mikroaneurisma, makula, dan pendarahan pada retina secara lebih jelas jika dibandingkan dengan citra hasil fundus photography. Citra fluorescein angiography ditunjukkan pada Gambar 2.3.

5 10 Gambar 2.3. Citra fluorescein angiography Optical Coherence Tomography (OCT) merupakan metode yang digunakan untuk menghitung ketebalan jaringan dengan cara mengukur waktu pembiasan dari satu lapisan jaringan ke lapisan jaringan berikutnya. OCT dapat dianalogikan sebagai ultrasonography yang menggunakan sinar cahaya, bukannya gelombang suara. Citra yang didapat dari OCT memberikan informasi mengenai saraf optik dan struktur retina. Citra OCT dapat digunakan untuk melihat lapisan retina, pembengkakan makula, kerusakan saraf optik, dan pembengkakan saraf optik. Citra OCT ditunjukkan pada Gambar 2.4. Gambar 2.4. Citra Optical Coherence Tomography (OCT) Pencegahan diabetic retinopathy Semua penderita diabetes melitus, baik tipe 1 atau tipe 2, beresiko menderita diabetic retinopathy. Semakin lama seseorang menderita diabetes melitus, maka akan semakin besar pula resiko terkena diabetic retinopathy. Diabetic retinopathy biasanya ditemui

6 11 pada seseorang yang telah menderita penyakit diabetes melitus selama lebih dari 15 tahun (Klein et al., 1984). Hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terkena diabetic retinopathy bagi penderita diabetes melitus adalah dengan cara mengontrol kadar gula dalam darah, tekanan darah, dan kolesterol darah. Deteksi dini diabetic retinopathy juga dapat dilakukan guna mencegah diabetic retinopathy. Deteksi dini yang dapat dilakukan oleh penderita diabetes melitus adalah sebagai berikut. 1. Orang dewasa dan anak-anak berumur lebih dari 10 tahun yang menderita diabetes melitus tipe 1 harus menjalani pemeriksaan mata lengkap dalam waktu lima tahun setelah didiagnosis menderita diabetes melitus. 2. Penderita diabetes melitus tipe 2 harus segera menjalani pemeriksaan mata lengkap segera setelah didiagnosis menderita diabetes melitus. 3. Pemeriksaan mata bagi penderita diabetes melitus tipe 1 atau tipe 2 harus dilakukan secara rutin setiap tahun. 4. Frekuensi pemeriksaan mata dapat dikurangi bila satu atau beberapa hasil pemeriksaan menunjukkan hasil normal dan frekuensi pemeriksaan dapat ditingkatkan bila pada hasil pemeriksaan ditemukan tanda-tanda diabetic retinopathy. 5. Perempuan hamil yang menderita diabetes melitus harus menjalani pemeriksaan mata rutin sejak trisemester pertama hingga satu tahun setelah persalinan (Fong, 2003) Pengobatan diabetic retinopathy Terdapat beberapa pengobatan yang bisa dilakukan oleh penderita diabetic retinopathy. Bagi penderita dibetic retinopathy yang belum mengalami neovaskularisasi, pengobatan yang paling tepat adalah dengan mengontrol kadar gula dalam darah, tekanan darah, dan kolesterol. Sedangkan bagi penderita diabetic retinopathy yang sudah mengalami neovaskularisasi, pengobatan yang bisa dilakukan adalah menjalani bedah laser yang disebut dengan scatter laser treatment. Scatter laser treatment mampu mengurangi pembuluh darah abnormal pada permukaan retina sehingga dapat meningkatkan dan memperbaiki fungsi penglihatan. Akan tetapi scatter laser treatment memiliki efek samping, yaitu menurunnya kemampuan melihat

7 12 warna dan kemampuan melihat di malam hari. Scatter laser treatment sebaiknya dilakukan saat pembuluh darah abnormal belum pecah. Jika pembuluh darah abnormal sudah pecah, maka dibutuhkan prosedur pembedahan yang disebut dengan vitrectomy. Vitrectomy berkerja dengan cara mengganti cairan vitreous mata dengan cairan yang disebut dengan salt solution (NEI, 2012) Citra Citra didefenisikan sebagai fungsi dua dimensi f(x,y), dimana x dan y merupakan koordinat spasial dan luasan dari f untuk tiap pasang koordinat (x, y) disebut intensitas atau level keabuan citra pada titik tertentu. Jika x, y, dan nilai intensitas f bersifat terbatas (finite), maka citra disebut dengan citra digital (Gonzales et al., 2002). Citra digital dapat juga dikatakan sebagai sebuah matriks dimana indeks baris dan kolomnya menyatakan suatu titik pada citra dan elemen matriksnya yang disebut sebagai elemen gambar atau piksel menyatakan tingkat keabuan pada titik tersebut. Citra digital dapat diklasifikasi menjadi citra biner, citra keabuan, dan citra warna Citra biner (binary image) Citra biner merupakan jenis citra yang paling sederhana karena hanya memiliki dua nilai, yaitu hitam atau putih. Citra biner merupakan citra 1 bit karena hanya memerlukan 1 bit untuk merepresentasikan tiap piksel. Jenis citra ini banyak ditemukan pada citra dimana informasi yang diperlukan hanya bentuk secara umum atau outline, misalnya pada Optical Character Recognition (OCR). Citra biner dibentuk dari citra keabuan melalui operasi thresholding, dimana tiap piksel yang nilainya lebih besar dari threshold akan diubah menjadi putih (1) dan piksel yang nilainya lebih kecil dari threshold akan diubah menjadi hitam (0). Contoh citra biner ditunjukkan pada Gambar 2.5.

8 13 Gambar 2.5. Citra biner Citra keabuan (grayscale image) Citra keabuan menggunakan warna hitam sebagai warna minimum, warna putih sebagai warna maksimum dan warna diantara hitam dan putih, yaitu abu-abu. Abuabu merupakan warna dimana komponen merah, hijau, dan biru mempunyai intensitas yang sama. Contoh citra keabuan ditunjukkan pada Gambar 2.6. Jumlah bit yang diperlukan untuk tiap piksel menentukan jumlah tingkat keabuan yang tersedia. Misalnya untuk citra keabuan 8 bit, tingkat keabuan yang tersedia adalah 2 8 atau 256. Gambar 2.6. Citra keabuan

9 Citra warna (color image) Citra warna memiliki piksel dimana warna yang dimiliki oleh tiap piksel tersebut merupakan kombinasi dari tiga warna dasar, yaitu merah, hijau, dan biru. Tiap warna dasar menggunakan 8 bit penyimpanan, sehingga tingkatan warna yang tersedia adalah 256. Jadi untuk tiga warna dasar pada setiap piksel memiliki kombinasi warna sebanyak 2 24 atau sekitar warna. Contoh citra warna ditunjukkan pada Gambar 2.7. Gambar 2.7. Citra warna 2.3. Pengolahan Citra Pengolahan citra adalah metode yang digunakan untuk memproses atau memanipulasi citra digital sehingga menghasil citra baru (Gonzales at al., 2002). Tujuan utama dari pengolahan citra adalah bagaimana mengolah dan menganalisis citra sebaik mungkin sehingga dapat memberikan informasi baru yang lebih bermanfaat. Beberapa teknik pengolahan citra yang digunakan adalah sebagai berikut Cropping Cropping berfungsi untuk menghasil bagian spesifik dari sebuah citra dengan cara memotong area yang tidak diinginkan atau area berisi informasi yang tidak diperlukan. Cropping dapat digunakan untuk menambah fokus pada objek, membuang bagian citra yang tidak diperlukan, memperbesar area tertentu pada citra, mengubah

10 15 orientasi citra, dan mengubah aspect ratio dari sebuah citra. Cropping menghasilkan citra baru yang merupakan bagian dari citra asli dengan ukuran yang lebih kecil. Jika citra cropping digunakan untuk proses lain, waktu pemrosesan akan lebih cepat karena bagian yang diproses hanya bagian yang diperlukan saja Scaling Scaling merupakan salah satu operasi yang paling banyak digunakan dalam pengolahan citra. Scaling digunakan untuk mengubah resolusi dari sebuah citra, baik itu memperkecil atau memperbesar resolusi citra (Pratt, 2007). Scaling juga dapat digunakan untuk menormalisasi ukuran semua citra sehingga memiliki ukuran yang sama Grayscaling Grayscaling merupakan proses mengubah citra warna (RGB) menjadi citra keabuan. Grayscaling digunakan untuk menyederhanakan model citra RGB yang memiliki 3 layer matriks, yaitu layer matriks red, green, dan blue menjadi 1 layer matriks keabuan. Grayscaling dilakukan dengan cara mengalikan masing-masing nilai red, green, dan blue dengan konstanta yang jumlahnya 1, seperti ditunjukkan pada persamaan 2.1. (2.1) Dimana : = piksel citra hasil grayscaling = konstanta yang hasil penjumlahannya 1 = nilai red dari sebuah piksel = nilai green dari sebuah piksel = nilai blue dari sebuah piksel Green channel merupakan salah satu jenis grayscaling yang mengganti nilai setiap piksel pada citra hanya dengan nilai green dari piksel citra tersebut, seperti ditunjukkan pada persamaan 2.2.

11 16 (2.2) Grayscaling pada citra retina menggunakan green channel dikarenakan citra green channel memiliki contrast yang lebih baik sehingga mampu membedakan antara fitur (pembuluh darah, eksudat, mikroneurisma) dengan permukaan retina secara lebih jelas (Putra, 2010) Perbaikan citra (Image enhancement) Perbaikan citra merupakan proses yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas citra dengan cara memanipulasi parameter pada citra sehingga ciri pada citra dapat lebih ditonjolkan. Perbaikan citra memungkinkan informasi yang ingin ditampilkan atau diambil dari sebuah citra menjadi lebih baik dan jelas. Perbaikan citra yang dilakukan adalah perbaikan kontras dengan menggunakan metode contrast stretching. Contrast Stretching mampu mengatasi kekurangan cahaya atau kelebihan cahaya pada citra dengan memperluas sebaran nilai keabuan piksel (Gonzales at al., 2002). Contrast stretching merupakan metode perbaikan citra yang bersifat point processing, yaitu pemrosesan hanya bergantung pada nilai intensitas keabuan masing-masing piksel, tidak tergantung dari piksel lain yang ada disekitarnya. Contrast stretching dilakukan dengan persamaan 2.3. (2.3) Dimana : = piksel citra hasil perbaikan = piksel citra asal = nilai minimum dari piksel citra input = nilai maksimum dari piksel citra input = nilai grayscale maksimum

12 Thresholding Salah satu teknik yang digunakan untuk mengubah citra keabuan menjadi citra biner adalah thresholding. Thresholding sering disebut dengan proses binerisasi. Thresholding dapat digunakan dalam proses segmentasi citra untuk mengidentifikasi dan memisahkan objek yang diinginkan dari background berdasarkan distribusi tingkat keabuan atau tekstur citra (Liao, 2001). Proses thresholding menggunakan nilai batas (threshold) untuk mengubah nilai piksel pada citra keabuan menjadi hitam atau putih. Jika nilai piksel pada citra keabuan lebih besar dari threshold, maka nilai piksel akan diganti dengan 1 (putih), sebaliknya jika nilai piksel citra keabuan lebih kecil dari threshold maka nilai piksel akan diganti dengan 0 (hitam). Proses thresholding dilakukan dengan persamaan 2.4. (2.4) Dimana : T = piksel citra hasil binerisasi = piksel citra asal = nilai threshold Erosi Erosi merupakan salah satu operasi morfologi citra. Operasi morfologi citra merupakan teknik pengolahan citra yang didasari pada bentuk atau morfologi fitur dalam sebuah citra. Operasi morfologi diterapkan pada citra biner karena berorientasi pada bentuk objek. Erosi digunakan untuk menghapus titik-titik objek menjadi bagian dari background berdasarkan structure element yang digunakan. Selain dapat menghapus titik-titik objek kecil, erosi juga dapat memperkecil ukuran objek berukuran besar dengan cara menghapus piksel pada tepi objek tersebut (Phillips, 2000). Structure element merupakan matriks berukuran m n yang memiliki titik pusat. Erosi dilakukan dengan persamaan 2.5.

13 18 (2.5) Dimana : = citra hasil erosi = citra asal = structure element = himpunan titik = structure element yang ditranslasi oleh Proses erosi dilakukan dengan cara membandingkan setiap piksel pada citra asal dengan titik pusat structure element. Structure element digeser dari piksel awal sampai piksel akhir citra asal. Jika ada bagian structure element yang berada diluar citra asal, maka piksel citra asal yang berada di titik poros structure element akan dihapus (dijadikan background) Inversi Inversi merupakan proses negatif pada citra, dimana setiap nilai piksel pada citra dibalik dengan acuan threshold yang diberikan. Inversi sering digunakan untuk memperjelas warna putih atau abu-abu pada bagian gelap di sebuah citra (Jain, 1989). Untuk citra 8 bit atau citra dengan derajat keabuan 256, proses inversi dilakukan dengan persamaan 2.6. (2.6) Dimana : = piksel setelah inversi = piksel citra asal Perkalian citra Perkalian citra merupakan operasi pada piksel yang digunakan untuk mengatur tingkat kontras pada citra (Solomon, 2011). Perkalian citra juga dapat digunakan untuk menghilangkan bagian tertentu pada citra dengan cara mengalikan citra dengan citra mask yang merupakan citra biner. Perkalian citra dilakukan dengan persamaan 2.7.

14 19 (2.7) Dimana : = piksel citra hasil perkalian = piksel citra asal = piksel citra mask 2.4. Gray Level Co-occurence Matrix (GLCM) Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM) merupakan metode analisis tekstur yang diperkenalkan oleh Haralick pada tahun Metode ini biasanya digunakan dalam pengenalan tekstur, segmentasi citra, analisis warna pada citra, klasifikasi citra, dan pengenalan objek (Rao et al., 2013). GLCM merupakan ciri statistik orde dua yang merepresentasikan hubungan ketetanggaan antar dua piksel dalam sebuah citra grayscale di berbagai arah dan jarak tertentu, dimana arah dinyatakan dalam sudut, misalnya 0, 45, 90, 135, dan seterusnya, sedangkan jarak dinyatakan dalam jumlah piksel, misalnya 1, 2, 3, dan seterusnya. Komponen utama dalam GLCM adalah arah dan jarak antara dua piksel. Arah ketetanggaan yang mungkin antara dua buah piksel adalah 0, 45, 90, 135, 180, 225, 270, dan 315 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.8. Gambar 2.8. Arah ketetanggaan antara dua piksel

15 20 8 arah ketetanggaan antara dua piksel dapat direduksi menjadi 4 arah, yaitu 0, 45, 90, dan 135. Arah 0, 45, 90, dan 135 merupakan transpose dari arah 180, 225, 270, dan 315 (Fegurson, 2007). Misalkan untuk matriks framework pada arah 0, tambahkan matriks framework 0 dengan matrik transponse-nya untuk mendapatkan matriks framework pada arah 0 dan 180. Komponen penting lainnya adalah jarak antara piksel referensi dengan piksel tetangga. Jarak antar piksel ditunjukkan pada Gambar 2.9 dimana r menunjukkan piksel referensi dan n menunjukkan piksel tetangga. Pemilihan jarak antar piksel harus diperhatikan. Semakin besar jarak yang digunakan, semakin sedikit nilai kookurensi yang didapat (Fegurson, 2007). Gambar 2.9. Jarak antar piksel Langkah awal untuk membuat GLCM adalah membuat matriks framework. Matriks framework merupakan matriks yang menunjukkan hubungan ketetanggaan antara piksel referensi dengan piksel tetangga untuk arah dan jarak tertentu. Matriks framework berukuran G G, dimana G menyatakan banyaknya tingkat keabuan yang dimiliki oleh sebuah citra grayscale. Matriks framework dari sebuah citra grayscale ditunjukkan pada Gambar 2.10.

16 21 (0, 0) (0, 1) (0, 2) (0, 3) (1, 0) (1, 1) (1, 2) (1, 3) (2, 0) (2, 1) (2, 2) (2, 3) (3, 0) (3, 1) (3, 2) (3, 3) (a) (b) Gambar (a) Citra grayscale dalam bentuk matriks; (b) Matriks framework Pada Gambar 2.10, citra grayscale (yang ditunjukkan dalam bentuk matriks) memiliki 4 tingkat keabuan, yaitu 0, 1, 2, dan 3, sehingga matriks framework yang terbentuk berukuran 4 4. Baris pada matriks framework menunjukkan piksel referensi, sedangkan kolom pada matriks framework menunjukkan piksel tetangga. Kolom pertama pada baris pertama yang memiliki nilai (0, 0) menunjukkan seberapa banyak piksel 0 yang bertetangga dengan piksel 0 pada jarak dan arah tertentu, kolom kedua pada baris pertama yang memiliki nilai (0, 1) menunjukkan seberapa banyak piksel 0 yang bertetangga dengan piksel 1 pada jarak dan arah tertentu, dan seterusnya. Setelah matriks framework dibuat, tentukan arah dan jarak yang diinginkan, kemudian hitung nilai kookurensi dari tiap piksel referensi dengan piksel tetangganya berdasarkan arah dan jarak tersebut. Selanjutnya isikan nilai kookurensi pada matriks framework. Matriks framework yang telah diisi dengan nilai kookurensi selanjutnya akan disebut dengan matriks kookurensi. Contoh matriks kookurensi berdasarkan citra grayscale (dalam bentuk matriks) pada Gambar 2.10 ditunjukkan pada Gambar 2.11 dimana arah yang digunakan adalah 0 dan jarak yang digunakan adalah Gambar Matriks kookurensi dengan jarak 1 dan arah 0 Matriks kookurensi yang didapat selanjutnya ditambahkan dengan matriks transpose-nya agar menjadi simetris. Pembentukan matriks simetris ditunjukkan pada Gambar 2.12.

17 = (a) (b) (c) Gambar (a) Matriks kookurensi; (b) Matriks transpose; (c) Matriks simetris Setelah matriks kookurensi menjadi simetris, selanjutnya matriks akan dinormalisasi ke bentuk probabilitas dengan cara membagi masing-masing nilai kookurensi dengan jumlah semua nilai kookurensi yang ada pada matriks, sehingga hasil penjumlahan semua nilai pada matriks adalah 1. Normalisasi matriks ditunjukkan pada Gambar ,111 0,056 0, ,056 0,111 0, ,111 0,111 0,111 0, ,056 0 Gambar Normalisasi matriks Langkah selanjutnya setelah proses normalisasi dilakukan adalah menghitung ciri atau fitur statistik GLCM. Beberapa ciri atau fitur statistik yang diusulkan oleh Haralick adalah sebagai berikut Contrast Contrast digunakan untuk mengukur variasi pasangan tingkat keabuan dalam sebuah citra. Contrast dihitung dengan menggunakan persamaan 2.8.

18 23 (2.8) Dimana merupakan matriks yang telah dinormalisasi Homogenity Homogenity atau Inverse Different Moment (IDM) digunakan untuk mengukur homogenitas citra dengan level keabuan sejenis. Homogenity dihitung dengan menggunakan persamaan 2.9. (2.9) Energy Energy atau Angular Second Moment (ASM) digunakan untuk mengukur homogenitas sebuah citra. Energy dihitung dengan menggunakan persamaan (2.10) Entropy Entropy digunakan untuk menghitung level ketidakteraturan citra. Entropy dihitung dengan menggunakan persamaan (2.11)

19 Variance Variance digunakan untuk mengukur persebaran diantara mean kombinasi antara piksel referensi dengan piksel tetangga. Variance dihitung dengan menggunakan persamaan (2.12) Correlation Correlation digunakan untuk menghitung keterkaitan piksel yang memiliki level keabuan i dengan piksel yang memiliki level keabuan j. Correlation dihitung dengan menggunakan persamaan (2.13) dimana dan ditunjukkan pada persamaan 2.14 dan persamaan (2.14) (2.15) 2.5. Modified k-nearest Neighbor Modified k-nearest Neighbor (MkNN) merupakan pengembangan dari metode k- Nearest Neighbor (knn). Jika knn mengklasifikasikan data pengujian berdasarkan skor tertinggi dari beberapa kelas pada k data pelatihan dengan jarak terdekat, maka

20 25 MkNN mengklasifikasikan data pengujian berdasarkan bobot tertinggi dari beberapa kelas pada k data pelatihan tervalidasi dengan jarak terdekat (Parvin, 2008). Dengan adanya validasi pada data pelatihan, MkNN mampu mengklasifikasikan data pengujian dengan lebih baik. Validitas memberikan informasi lebih banyak tentang keadaan data pelatihan pada ruang fitur, bukan hanya label kelas dari masing-masing data pelatihan saja. MkNN memberikan kesempatan yang lebih besar kepada data pelatihan yang memiliki validitas yang lebih tinggi dan memiliki jarak yang dekat dengan data pengujian, sehingga pemberian label atau kelas pada data pengujian tidak terlalu terpengaruh terhadap data yang tidak begitu stabil (Parvin, 2008). MkNN terdiri dari dua tahapan. Tahapan pertama adalah menghitung validitas data pelatihan. Tahapan selanjutnya adalah mengklasifikasikan data pengujian dengan menggunakan gabungan dari weighted knn dan validitas dari data pelatihan yang telah didapat sebelumnya. Validitas data dari tiap data pelatihan tergantung dari data pelatihan lain yang menjadi tetangganya. Tahapan yang dilakukan untuk melakukan validasi data pelatihan adalah sebagai berikut. 1. Tentukan nilai H, dimana H merupakan banyaknya data pelatihan y yang bertetangga dengan data pelatihan x. Nilai H adalah 10% dari jumlah data pelatihan (Parvin, 2008). 2. Hitung jarak antara data pelatihan x dengan semua data pelatihan lainnya (y) menggunakan Euclidean distance yang ditunjukkan pada persamaan (2.16) Dimana : n = jarak dari data x ke data y = elemen ke-i dari data x = elemen ke-i dari data y = jumlah elemen dari data x dan data y

21 26 3. Ambil H buah data pelatihan y yang memiliki jarak terdekat dengan data pelatihan x. 4. Hitung validasi data pelatihan x menggunakan persamaan (2.17) Dimana : = validitas data ke-x = jumlah data tetangga = kelas dari data pelatihan ke-x = kelas dari data pelatihan ke-y = fungsi similaritas data Fungsi similaritas ditunjukkan pada persamaan (2.18) Setelah validasi semua data pelatihan didapatkan, klasifikasi dari data pengujian bisa dilakukan. Adapun langkah untuk mengklasifikasi data pengujian adalah sebagai berikut. 1. Tentukan nilai dari k, dimana k adalah jumlah data pelatihan dengan jarak terdekat yang digunakan sebagai pembanding dalam mengklasifikasikan data pengujian. 2. Hitung jarak antara data pengujian dengan semua data pelatihan menggunakan rumus Euclidean distance pada persamaan Ambil k buah data pelatihan yang memiliki jarak terdekat. 4. Hitung bobot dari masing-masing k data pelatihan dengan persamaan (2.19)

22 27 Dimana: = bobot dari data pelatihan ke-x = validitas dati data pelatihan ke-x = jarak dari data pengujian ke data pelatihan x 5. Jumlahkan bobot data pelatihan yang memiliki kelas yang sama. Kelas dengan bobot tertinggi merupakan kelas dari data pengujian Penelitian Terdahulu Penelitian tentang identifikasi diabetic retinopathy telah dilakukan dengan menggunakan beberapa metode. Pada tahun 2012, Setiawan membandingkan kinerja Support Vector Machine (SVM) dengan k-nearest Neighbor (KNN) untuk mengidentifikasi diabetic retinopathy. SVM merupakan metode yang mencari hyperplane terbaik yang berfungsi sebagai pemisah dua buah class pada ruang input dengan cara mengukur margin dari hyperplane tersebut, sedangkan KNN merupakan metode yang mengklasifikasikan data berdasarkan data pelatihan dengan jarak yang paling dekat. Metode ektraksi fitur yang digunakan adalah Two Dimensional Linear Discriminant Analysis (2DLDA). Akurasi yang didapat pada penelitian ini adalah 84% dengan menggunakan SVM dan 80% dengan menggunakan KNN. Dillak et al. pada tahun 2013 menggunakan jaringan saraf tiruan dalam mengidentifikasi diabetic retinopathy. Metode ekstraksi fitur yang digunakan adalah 3D-GLCM. Eliminasi optic disc dilakukan pada citra retina untuk meningkatkan hasil akurasi. Adapun akurasi yang didapat pada penelitian ini adalah 95%. Selanjutnya pada tahun 2011, Vajayamadheswaran et al. menggunakan metode Radial Basis Function (RBF) untuk mengidentifikasi diabetic retinopathy. Identifikasi dilakukan berdasarkan keberadaan eksudat dalam citra retina. Contextual Clustering digunakan untuk ektraksi fitur pada citra, yang kemudian hasilnya akan dijadikan input pada jaringan RBF. RBF merupakan model jaringan saraf tiruan yang mentransformasi input secara nonlinear dengan menggunakan fungsi aktivasi Gaussian pada hidden layer dan kemudian dilanjutkan dengan proses linear pada output layer. Akurasi yang didapat pada penelitian ini adalah 96%. Rangkuman dari penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 2.1.

23 28 Tabel 2.1. Penelitian terdahulu No. Peneliti Tahun Metode yang digunakan Akurasi 1. Setiawan 2012 Support Vector Machine K-Nearet Neighbor 84% 80% 2. Dillak et al Neural Network 95% 3. Vajayamadheswaran et al Radial Basis Function 96% Perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian terdahulu adalah gabungan metode yang digunakan untuk identifikasi diabetic retinopathy, yaitu Gray Leve Cooccurrence Matrix (GLCM) sebagai metode ektraksi fitur dan Modified k- Nearest Neighbor (MkNN) sebagai metode klasifikasi. Pada proses ekstraksi fitur, terdapat 6 fitur yang diambil dari masing-masing citra dengan jarak 1 dan arah 0, 45, 90, dan 135 sehingga menghasilkan 24 fitur yang selanjutnya digunakan dalam proses klasifikasi.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetic retinopathy merupakan komplikasi mikrovaskular penyakit diabetes melitus yang menyerang pembuluh darah di retina yang menyebabkan penurunan fungsi penglihatan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DIABETIC RETINOPATHY MELALUI CITRA RETINA MENGGUNAKAN MODIFIED K-NEAREST NEIGHBOR SKRIPSI AMELIA FEBRIANI

IDENTIFIKASI DIABETIC RETINOPATHY MELALUI CITRA RETINA MENGGUNAKAN MODIFIED K-NEAREST NEIGHBOR SKRIPSI AMELIA FEBRIANI 1 IDENTIFIKASI DIABETIC RETINOPATHY MELALUI CITRA RETINA MENGGUNAKAN MODIFIED K-NEAREST NEIGHBOR SKRIPSI AMELIA FEBRIANI 101402009 PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA

APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA Yusti Fitriyani Nampira 50408896 Dr. Karmilasari Kanker Latar Belakang Kanker

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengenalan Wajah Pengenalan wajah adalah salah satu teknologi biometrik yang telah banyak diaplikasikan dalam sistem keamanan selain pengenalan retina mata, pengenalan sidik jari

Lebih terperinci

Pertemuan 2 Representasi Citra

Pertemuan 2 Representasi Citra /29/23 FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 2 Representasi Citra Representasi Citra citra Citra analog Citra digital Matrik dua dimensi yang terdiri

Lebih terperinci

Journal of Control and Network Systems

Journal of Control and Network Systems JCONES Vol. 5, No. 1 (2016) 158-163 Journal of Control and Network Systems Situs Jurnal : http://jurnal.stikom.edu/index.php/jcone IDENTIFIKASI JENIS PENYAKIT DAUN TEMBAKAU MENGGUNAKAN METODE GRAY LEVEL

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM

BAB 4 PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM BAB 4 PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM Bab ini akan membahas mengenai proses pengujian dari sistem yang dirancang terhadap beberapa citra dijital replika kulit. Pengujian terhadap sistem ini dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pengenalan gender pada skripsi ini, meliputi cropping dan resizing ukuran citra, konversi citra

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA RADIOGRAF PERIAPIKAL PADA DETEKSI PENYAKIT PULPITIS MENGGUNAKAN METODE ADAPTIVE REGION GROWING APPROACH

PENGOLAHAN CITRA RADIOGRAF PERIAPIKAL PADA DETEKSI PENYAKIT PULPITIS MENGGUNAKAN METODE ADAPTIVE REGION GROWING APPROACH PENGOLAHAN CITRA RADIOGRAF PERIAPIKAL PADA DETEKSI PENYAKIT PULPITIS MENGGUNAKAN METODE ADAPTIVE REGION GROWING APPROACH Rikko Ismail Hardianzah 1), Bambang Hidayat 2), Suhardjo 3) 1),2) Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai teori pendukung dan penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan metode ekstraksi fitur, serta metode klasifikasi Support Vector Machine dalam

Lebih terperinci

Klasifikasi Tingkat Keparahan Non- ProliferativeI Diabetic Retinopathy Bedarsarkan Hard Exudate Menggunakan Extreme Learning Machine

Klasifikasi Tingkat Keparahan Non- ProliferativeI Diabetic Retinopathy Bedarsarkan Hard Exudate Menggunakan Extreme Learning Machine JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 6, No.2, (2017) 2337-3520 (2301-928X Print) A 89 Klasifikasi Tingkat Keparahan Non- ProliferativeI Diabetic Retinopathy Bedarsarkan Hard Exudate Menggunakan Extreme Learning

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital merupakan sebuah fungsi intensitas cahaya, dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi f tersebut pada setiap titik merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA Latar Belakang PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki + 30.000 spesies tumbuh-tumbuhan ([Depkes] 2007). Tumbuh-tumbuhan tersebut banyak yang dibudidayakan sebagai tanaman hias. Seiring

Lebih terperinci

EKSTRAKSI CIRI TEKSTUR CITRA WAJAH PENGGUNA NARKOTIKA MENGGUNAKAN METODE GRAY LEVEL CO-OCCURANCE MATRIX. Abstrak

EKSTRAKSI CIRI TEKSTUR CITRA WAJAH PENGGUNA NARKOTIKA MENGGUNAKAN METODE GRAY LEVEL CO-OCCURANCE MATRIX. Abstrak EKSTRAKSI CIRI TEKSTUR CITRA WAJAH PENGGUNA NARKOTIKA MENGGUNAKAN METODE GRAY LEVEL CO-OCCURANCE MATRIX Karina Auliasari, Bastian, Bella Fardani, Zulkifli, Ivandi Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN 41 Analisa Analisa merupakan tahap paling utama dalam melakuakan penelitian Tahapan analisa digunakan untuk menganalisa permasalahan yang berhubungan dengan penelitian yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Klasifikasi Klasifikasi adalah sebuah proses untuk menemukan sebuah model yang menjelaskan dan membedakan konsep atau kelas data dengan tujuan memperkirakan kelas dari suatu objek

Lebih terperinci

Perancangan Konversi Braille Ke Teks Berbasis Android

Perancangan Konversi Braille Ke Teks Berbasis Android Perancangan Konversi Braille Ke Teks Berbasis Android Intan Sulviyani 1, Ledya Novamizanti 2, Ratri Dwi Atmaja 3 Teknik Telekomunikasi, Telkom University 1,2,3 intansviany@gmail.com Abstrak Komunikasi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sel Darah Merah Sel darah merah atau eritrositmemiliki fungsi yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Sel darah merah mengandung hemoglobin yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Image Enhancement Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Cara-cara yang bisa dilakukan misalnya dengan fungsi transformasi, operasi matematis,

Lebih terperinci

SAMPLING DAN KUANTISASI

SAMPLING DAN KUANTISASI SAMPLING DAN KUANTISASI Budi Setiyono 1 3/14/2013 Citra Suatu citra adalah fungsi intensitas 2 dimensi f(x, y), dimana x dan y adalahkoordinat spasial dan f pada titik (x, y) merupakan tingkat kecerahan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM Analisis dan perancangan sistem ini ditujukan untuk memberikan gambaran secara umum mengenai aplikasi yang akan dibuat. Hal ini berguna untuk menunjang pembuatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur maupun metode

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur maupun metode BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian mengenai pengenalan tulisan tangan telah banyak dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur

Lebih terperinci

Klasifikasi Mutu Telur Berdasarkan Kebersihan Kerabang Telur Menggunakan K-Nearest Neighbor

Klasifikasi Mutu Telur Berdasarkan Kebersihan Kerabang Telur Menggunakan K-Nearest Neighbor Klasifikasi Mutu Telur Berdasarkan Kebersihan Kerabang Telur Menggunakan K-Nearest Neighbor Puspa Rizky Trisnaningtyas 1, Maimunah 2 Program Studi Teknik Komputer Universitas Islam 45 Bekasi, Indonesia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra merupakan salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Meskipun sebuah citra kaya akan informasi, namun sering

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2. Citra Digital Menurut kamus Webster, citra adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda. Citra digital adalah representasi dari citra dua dimensi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Metode GLCM ( Gray Level Co-Occurrence Matrix)

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Metode GLCM ( Gray Level Co-Occurrence Matrix) BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Metode GLCM ( Gray Level Co-Occurrence Matrix) Metode GLCM menurut Xie dkk (2010) merupakan suatu metode yang melakukan analisis terhadap suatu piksel pada citra dan mengetahui

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Citra menurut kamus Webster adalah suatu representasi atau gambaran, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda, contohnya yaitu foto seseorang dari kamera yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) sebagai salah satu komponen multimedia memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR...

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR... DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii PERNYATAAN... iii LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR... iv BERITA ACARA TUGAS AKHIR... v KATA PENGANTAR... vi ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra atau image adalah suatu matriks dimana indeks baris dan kolomnya menyatakan suatu titik pada citra tersebut dan elemen matriksnya (yang disebut sebagai elemen gambar

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI Bab ini berisi analisis pengembangan program aplikasi pengenalan karakter mandarin, meliputi analisis kebutuhan sistem, gambaran umum program aplikasi yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : CBIR, GLCM, Histogram, Kuantisasi, Euclidean distance, Normalisasi. v Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Kata kunci : CBIR, GLCM, Histogram, Kuantisasi, Euclidean distance, Normalisasi. v Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Content-Based Image Retrieval (CBIR) adalah proses untuk mendapatkan suatu citra berdasarkan konten-konten tertentu, konten yang dimaksud dapat berupa tekstur, warna, bentuk. CBIR pada dasarnya

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MACAN TUTUL DENGAN METODE GREY LEVEL COOCURENT MATRIX ( GLCM) Zuly Budiarso Fakultas teknologi Informasi, Univesitas Stikubank Semarang

IDENTIFIKASI MACAN TUTUL DENGAN METODE GREY LEVEL COOCURENT MATRIX ( GLCM) Zuly Budiarso Fakultas teknologi Informasi, Univesitas Stikubank Semarang IDENTIFIKASI MACAN TUTUL DENGAN METODE GREY LEVEL COOCURENT MATRIX ( GLCM) Zuly Budiarso Fakultas teknologi Informasi, Univesitas Stikubank Semarang Abstrak Tekstur (Textures) adalah sifat-sifat atau karakteristik

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN Rudy Adipranata 1, Liliana 2, Gunawan Iteh Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Informatika, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Secara harfiah citra atau image adalah gambar pada bidang dua dimensi. Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Citra merupakan salah satu media yang penting bagi manusia untuk memperoleh informasi. Seiring dengan perkembangan teknologi citra digital maka setiap orang dapat dengan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Sistem Optik dan Proses Akuisisi Citra Digital 2 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 Bisa dilihat pada slide berikut. SISTEM OPTIK MANUSIA

Lebih terperinci

Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc

Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1), S.Kom, M.Comp.Sc Tujuan Memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai berbagai teknik perbaikan citra pada domain spasial, antara lain : Transformasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. titiktitik penyusun citra itu sendiri. Titik-titik tersebut disebut dengan pixel. Banyaknya

BAB II LANDASAN TEORI. titiktitik penyusun citra itu sendiri. Titik-titik tersebut disebut dengan pixel. Banyaknya BAB II LANDASAN TEORI 2. Citra/Image Citra atau yang lebih sering dikenal dengan gambar merupakan kumpulan dari titiktitik penyusun citra itu sendiri. Titik-titik tersebut disebut dengan pixel. Banyaknya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel pengujian menggunakan sebanyak 1 buah sampel beras A, 7 buah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel pengujian menggunakan sebanyak 1 buah sampel beras A, 7 buah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Sampel Sampel pengujian menggunakan sebanyak 1 buah sampel beras A, 7 buah sampel beras B, 1 buah sampel beras C, dan 2 buah sampel beras D. 1. Data Pengujian Mutu Beras

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Identifikasi Jenis Kayu Dalam bidang perhutanan, kayu dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu kayu daun lebar (hardwood) dan kayu daun jarum (softwood). Di dalam taksonomi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI Bab ini membahas tentang teori penunjang dan penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penerapan metode RSA untuk mengidentifikasi citra mata digital dan penajaman kontras citra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menginterprestasi sebuah citra untuk memperoleh diskripsi tentang citra tersebut melalui beberapa proses antara lain preprocessing, segmentasi citra, analisis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Prinsip Kerja Sistem Prinsip kerja sistem diawali dengan pembacaan citra rusak dan citra tidak rusak yang telah terpilih dan dikumpulkan pada folder tertentu.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) atau yang secara umum disebut gambar merupakan representasi spasial dari suatu objek yang sebenarnya dalam bidang dua dimensi yang biasanya ditulis dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Istilah citra biasanya digunakan dalam bidang pengolahan citra yang berarti gambar. Suatu citra dapat didefinisikan sebagai fungsi dua dimensi, di mana dan adalah

Lebih terperinci

Klasifikasi Tingkat Keparahan Non-ProliferativeI Diabetic Retinopathy Bedasarkan Hard Exudate Menggunakan Extreme Learning Machine

Klasifikasi Tingkat Keparahan Non-ProliferativeI Diabetic Retinopathy Bedasarkan Hard Exudate Menggunakan Extreme Learning Machine A88 Klasifikasi ingkat Keparahan Non-ProliferativeI Diabetic Retinopathy Bedasarkan Hard Exudate Menggunakan Extreme Learning Machine Dinda Ulima Rizky Yani dan Dwi Ratna Sulistyaningrum Departemen Matematika,

Lebih terperinci

Model Citra (bag. 2)

Model Citra (bag. 2) Model Citra (bag. 2) Ade Sarah H., M. Kom Resolusi Resolusi terdiri dari 2 jenis yaitu: 1. Resolusi spasial 2. Resolusi kecemerlangan Resolusi spasial adalah ukuran halus atau kasarnya pembagian kisi-kisi

Lebih terperinci

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016 MKB3383 - Teknik Pengolahan Citra Pengolahan Citra Digital Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016 CITRA Citra (image) = gambar pada bidang 2 dimensi. Citra (ditinjau dari sudut pandang matematis)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengolahan Citra Digital [3] Citra atau gambar didefinisikan sebagai sebuah fungsi dua dimensi, f(x,y), di mana x dan y adalah koordinat bidang datar, dan harga fungsi f di setiap

Lebih terperinci

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB II TI JAUA PUSTAKA BAB II TI JAUA PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menunjang tugas akhir ini. Antara lain yaitu pengertian citra, pengertian dari impulse noise, dan pengertian dari reduksi noise.

Lebih terperinci

Oleh: Riza Prasetya Wicaksana

Oleh: Riza Prasetya Wicaksana Oleh: Riza Prasetya Wicaksana 2209 105 042 Pembimbing I : Dr. I Ketut Eddy Purnama, ST., MT. NIP. 196907301995121001 Pembimbing II : Muhtadin, ST., MT. NIP. 198106092009121003 Latar belakang Banyaknya

Lebih terperinci

Pembentukan Citra. Bab Model Citra

Pembentukan Citra. Bab Model Citra Bab 2 Pembentukan Citra C itra ada dua macam: citra kontinu dan citra diskrit. Citra kontinu dihasilkan dari sistem optik yang menerima sinyal analog, misalnya mata manusia dan kamera analog. Citra diskrit

Lebih terperinci

APLIKASI PENGENALAN DAUN UBI JALAR UNTUK JENIS UBI JALAR UNGU, MERAH, PUTIH DAN KUNING MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

APLIKASI PENGENALAN DAUN UBI JALAR UNTUK JENIS UBI JALAR UNGU, MERAH, PUTIH DAN KUNING MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS APLIKASI PENGENALAN DAUN UBI JALAR UNTUK JENIS UBI JALAR UNGU, MERAH, PUTIH DAN KUNING MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Metode penelitian yang digunakan meliputi studi kepustakaan dan penelitian laboratorium. Studi kepustakaan dilakukan untuk mencari teori atau informasi

Lebih terperinci

Pengenalan Telur Berdasarkan Karakteristik Warna Citra Yustina Retno Wahyu Utami 2)

Pengenalan Telur Berdasarkan Karakteristik Warna Citra Yustina Retno Wahyu Utami 2) Pengenalan Telur Berdasarkan Karakteristik Warna Citra Yustina Retno Wahyu Utami 2) ISSN : 1693 1173 Abstrak Pengenalan obyek pada citra merupakan penelitian yang banyak dikembangkan. Salah satunya pengenalan

Lebih terperinci

SEGMENTASI CITRA RETINA DIGITAL RETINOPATI DIABETES UNTUK MEMBANTU PENDETEKSIAN MIKROANEURISMA

SEGMENTASI CITRA RETINA DIGITAL RETINOPATI DIABETES UNTUK MEMBANTU PENDETEKSIAN MIKROANEURISMA SEGMENTASI CITRA RETINA DIGITAL RETINOPATI DIABETES UNTUK MEMBANTU PENDETEKSIAN MIKROANEURISMA I Ketut Gede Darma Putra, I Gede Suarjana ) Staff Pengajar Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. melakukan pengamatan dan analisis dari gambar yang didapat. Untuk bisa mendapatkan

BAB 3 METODOLOGI. melakukan pengamatan dan analisis dari gambar yang didapat. Untuk bisa mendapatkan BAB 3 METODOLOGI 3.1 Analisis Kebutuhan dan Masalah 3.1.1 Analisis Kebutuhan Dalam melakukan analisa gambar mammogram, biasanya dokter secara langsung melakukan pengamatan dan analisis dari gambar yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital adalah citra yang bersifat diskrit yang dapat diolah oleh computer. Citra ini dapat dihasilkan melalui kamera digital dan scanner ataupun citra yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu system perekaman data dapat bersifat optik berupa foto,

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS DAUN TEMBAKAU DENGAN PERANGKAT MOBILE BERDASARKAN EKSTRASI FITUR RATA-RATA RGB MENGGUNAKAN ALGORITMA K-NEAREST NEIGHBOR

PENENTUAN KUALITAS DAUN TEMBAKAU DENGAN PERANGKAT MOBILE BERDASARKAN EKSTRASI FITUR RATA-RATA RGB MENGGUNAKAN ALGORITMA K-NEAREST NEIGHBOR PENENTUAN KUALITAS DAUN TEMBAKAU DENGAN PERANGKAT MOBILE BERDASARKAN EKSTRASI FITUR RATA-RATA RGB MENGGUNAKAN ALGORITMA K-NEAREST NEIGHBOR Eko Subiyantoro, Yan Permana Agung Putra Program Studi Teknik

Lebih terperinci

Pengolahan citra. Materi 3

Pengolahan citra. Materi 3 Pengolahan citra Materi 3 Citra biner, citra grayscale dan citra warna Citra warna berindeks Subject Elemen-elemen Citra Digital reflectance MODEL WARNA Citra Biner Citra Biner Banyaknya warna hanya 2

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI SEGMENTASI PEMBULUH DARAH RETINA PADA CITRA FUNDUS MATA BERWARNA MENGGUNAKAN PENDEKATAN MORFOLOGI ADAPTIF

IMPLEMENTASI SEGMENTASI PEMBULUH DARAH RETINA PADA CITRA FUNDUS MATA BERWARNA MENGGUNAKAN PENDEKATAN MORFOLOGI ADAPTIF IMPLEMENTASI SEGMENTASI PEMBULUH DARAH RETINA PADA CITRA FUNDUS MATA BERWARNA MENGGUNAKAN PENDEKATAN MORFOLOGI ADAPTIF Dini Nuzulia Rahmah 1, Handayani Tjandrasa 2, Anny Yuniarti 3 Teknik Informatika,

Lebih terperinci

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness 753 GLOSARIUM Adaptive thresholding (lihat Peng-ambangan adaptif). Additive noise (lihat Derau tambahan). Algoritma Moore : Algoritma untuk memperoleh kontur internal. Array. Suatu wadah yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka tentang identifikasi iris mata ataupun identifikasi citra digital sudah pernah dilakukan sebelumnya, berikut merupakan tabel perbandingan terhadap

Lebih terperinci

Atthariq 1, Mai Amini 2

Atthariq 1, Mai Amini 2 IDENTIFIKASI IKAN KERAPU BERDSARKAN POLA KULIT DENGAN METODE GLCM DAN EUCLIDEAN DISTANCE Atthariq 1, Mai Amini 2 1,2,3 Teknologi Informasi dan Komputer, Politeknik Negeri Lhokseumawe, Jalan banda Aceh-Medan

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN KEBUTUHAN ALGORITMA

BAB 3 ANALISIS DAN KEBUTUHAN ALGORITMA BAB 3 ANALISIS DAN KEBUTUHAN ALGORITMA 3.1 Analisis Masalah Jaringan saraf tiruan hopfield merupakan salah satu Algoritma Machine Learning yang dapat mengklasifikasikan suatu objek citra berdasarkan pelatihan

Lebih terperinci

DETEKSI ADANYA CACAT PADA KAYU MENGGUNAKAN METODE LOCAL BINARY PATTERN DETECTION OF THE EXISTENCE OF THE DEFECTS IN WOOD USING LOCAL BINARY PATTERN

DETEKSI ADANYA CACAT PADA KAYU MENGGUNAKAN METODE LOCAL BINARY PATTERN DETECTION OF THE EXISTENCE OF THE DEFECTS IN WOOD USING LOCAL BINARY PATTERN ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.2, No.1 April 2015 Page 298 DETEKSI ADANYA CACAT PADA KAYU MENGGUNAKAN METODE LOCAL BINARY PATTERN DETECTION OF THE EXISTENCE OF THE DEFECTS IN WOOD USING

Lebih terperinci

BAB II TEORI PENUNJANG

BAB II TEORI PENUNJANG BAB II TEORI PENUNJANG 2.1 Computer Vision Komputerisasi memiliki ketelitian yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan cara manual yang dilakukan oleh mata manusia, komputer dapat melakukan berbagai

Lebih terperinci

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 8 - GRAFKOM DAN PENGOLAHAN CITRA Konsep Dasar Pengolahan Citra Pengertian Citra Analog/Continue dan Digital. Elemen-elemen Citra

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4. Analisa Hasil Pengukuran Profil Permukaan Penelitian dilakukan terhadap (sepuluh) sampel uji berdiameter mm, panjang mm dan daerah yang dibubut sepanjang 5 mm. Parameter pemesinan

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Analisa Program Aplikasi Dalam proses identifikasi karakter pada plat nomor dan tipe kendaraan banyak menemui kendala. Masalah-masalah yang ditemui adalah proses

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uang Kertas Rupiah Uang Rupiah Kertas adalah Uang Rupiah dalam bentuk lembaran yang terbuat dari Kertas Uang yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, dimana penggunaannya dilindungi

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA Copyright @ 2007 by Emy 2 1 Kompetensi Mampu membangun struktur data untuk merepresentasikan citra di dalam memori computer Mampu melakukan manipulasi citra dengan menggunakan

Lebih terperinci

ANALISIS CONTRAST STRETCHING MENGGUNAKAN ALGORITMA EUCLIDEAN UNTUK MENINGKATKAN KONTRAS PADA CITRA BERWARNA

ANALISIS CONTRAST STRETCHING MENGGUNAKAN ALGORITMA EUCLIDEAN UNTUK MENINGKATKAN KONTRAS PADA CITRA BERWARNA ANALISIS CONTRAST STRETCHING MENGGUNAKAN ALGORITMA EUCLIDEAN UNTUK MENINGKATKAN KONTRAS PADA CITRA BERWARNA Nurliadi 1 *, Poltak Sihombing 2 & Marwan Ramli 3 1,2,3 Magister Teknik Informatika, Universitas

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM Analisis dan perancangan sistem ini ditujukan untuk memberikan gambaran secara umum mengenai aplikasi yang akan dibuat. Hal ini berguna untuk menunjang pembuatan

Lebih terperinci

KLASIFIKASI CITRA PARU MENGGUNAKAN MODEL SELF-ORGANIZING MAPS RADIAL BASIS FUNCTION NEURAL NETWORKS (SOM-RBFNN) SKRIPSI

KLASIFIKASI CITRA PARU MENGGUNAKAN MODEL SELF-ORGANIZING MAPS RADIAL BASIS FUNCTION NEURAL NETWORKS (SOM-RBFNN) SKRIPSI KLASIFIKASI CITRA PARU MENGGUNAKAN MODEL SELF-ORGANIZING MAPS RADIAL BASIS FUNCTION NEURAL NETWORKS (SOM-RBFNN) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Saluran pernapasan pada manusia terdiri dari rongga hidung, faring, laring, trakea, percabangan bronkus dan paru-paru (bronkiolus, alveolus). Paru-paru merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem penglihatan manusia memiliki akurasi yang besar dalam mengenali

BAB I PENDAHULUAN. Sistem penglihatan manusia memiliki akurasi yang besar dalam mengenali BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem penglihatan manusia memiliki akurasi yang besar dalam mengenali objek 3 dimensi. Sistem penglihatan manusia dapat membedakan berbagai macam objek 3 dimensi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan dan Praproses Data Kegiatan pertama dalam penelitian tahap ini adalah melakukan pengumpulan data untuk bahan penelitian. Penelitian ini menggunakan data sekunder

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini membahas langkah-langkah dari implementasi dan pembahasan dari hasil penelitian yang telah dilakukan tentang klasifikasi aktivitas menggunakan algoritma k-nearest neighbor

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Bab IV berisi pembahasan yang meliputi proses penelitian yakni hasil

BAB IV PEMBAHASAN. Bab IV berisi pembahasan yang meliputi proses penelitian yakni hasil BAB IV PEMBAHASAN Bab IV berisi pembahasan yang meliputi proses penelitian yakni hasil model Radial Basis Function Neural Network untuk diagnosa kanker otak, hasil klasifikasi, dan ketepatan hasil klasifikasinya.

Lebih terperinci

Klasifikasi Fase Retinopati Diabetes Menggunakan Backpropagation Neural Network

Klasifikasi Fase Retinopati Diabetes Menggunakan Backpropagation Neural Network IJCCS, Vol.7, No.1, January 2012, pp. 23~34 ISSN: 1978-1520 23 Klasifikasi Fase Retinopati Diabetes Menggunakan Backpropagation Neural Network Rocky Yefrenes Dillak* 1, Agus Harjoko 2 1 Mahasiswa Pascasarjana

Lebih terperinci

BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI. menawarkan pencarian citra dengan menggunakan fitur low level yang terdapat

BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI. menawarkan pencarian citra dengan menggunakan fitur low level yang terdapat BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Permasalahan CBIR ( Content Based Image Retrieval) akhir-akhir ini merupakan salah satu bidang riset yang sedang berkembang pesat (Carneiro, 2005, p1). CBIR ini menawarkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pendeteksi senyum pada skripsi ini, meliputi metode Viola Jones, konversi citra RGB ke grayscale,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 14, terdiri dari tahap identifikasi masalah, pengumpulan dan praproses data, pemodelan

Lebih terperinci

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasia ASIA (JITIKA) Vol.9, No.2, Agustus 2015 ISSN: 0852-730X Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Nur Nafi'iyah Prodi Teknik Informatika

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital 2.1.1 Pengertian Citra Digital Citra dapat didefinisikan sebagai sebuah fungsi dua dimensi, f(x,y) dimana x dan y merupakan koordinat bidang datar, dan harga fungsi f disetiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang ini bagi sebagian masyarakat kendaraan bermotor

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang ini bagi sebagian masyarakat kendaraan bermotor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman sekarang ini bagi sebagian masyarakat kendaraan bermotor jenis mobil ataupun sepeda motor tidak lagi menjadi kebutuhan sekunder, melainkan telah menjadi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB II TINJAUAN PUSTAKA...4

DAFTAR ISI BAB II TINJAUAN PUSTAKA...4 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME...ii HALAMAN PENGESAHAN...iii HALAMAN TUGAS...iv HALAMAN MOTTO...vi KATA PENGANTAR...vii DAFTAR ISI...ix DAFTAR TABEL...xiii DAFTAR GAMBAR...xv

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan membahas landasan teori-teori yang bersifat ilmiah untuk mendukung penulisan skripsi ini. Teknik-teknik yang dibahas mengenai pengenalan pola, prapengolahan citra,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital merupakan fungsi intensitas cahaya f(x,y), dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi tersebut pada setiap titik (x,y) merupakan

Lebih terperinci

UJI COBA THRESHOLDING PADA CHANNEL RGB UNTUK BINARISASI CITRA PUPIL ABSTRAK

UJI COBA THRESHOLDING PADA CHANNEL RGB UNTUK BINARISASI CITRA PUPIL ABSTRAK UJI COBA THRESHOLDING PADA CHANNEL RGB UNTUK BINARISASI CITRA PUPIL I Gusti Ngurah Suryantara, Felix, Ricco Kristianto gusti@bundamulia.ac.id Teknik Informatika Universitas Bunda Mulia ABSTRAK Beberapa

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Citra Digital Citra digital merupakan sebuah fungsi intensitas cahaya f(x,y), dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi f tersebut pada setiap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Sebagai tinjauan pustaka, berikut beberapa contoh penelitian telapak kaki yang sudah dilakukan oleh para peneliti yang dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

Identifikasi Tanaman Buah Berdasarkan Fitur Bentuk, Warna dan Tekstur Daun Berbasis Pengolahan Citra dan Learning Vector Quantization(LVQ)

Identifikasi Tanaman Buah Berdasarkan Fitur Bentuk, Warna dan Tekstur Daun Berbasis Pengolahan Citra dan Learning Vector Quantization(LVQ) Identifikasi Tanaman Buah Berdasarkan Fitur Bentuk, Warna dan Tekstur Daun Berbasis Pengolahan Citra dan Learning Vector Quantization(LVQ) Sutarno Rouzan Fiqri Abdullah Rossi Passarella Jurusan Sistem

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengolahan Citra Pengolahan citra adalah kegiatan memanipulasi citra yang telah ada menjadi gambar lain dengan menggunakan suatu algoritma atau metode tertentu. Proses ini mempunyai

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN SIMULASI IMAGE RETREIVAL MENGGUNAKAN METODE COLOR HISTOGRAM, GREY LEVEL CO-OCCURRENCE MATRIX DAN KNN (Design and Simulation of Image Retreival Using Color Histogram, Grey Level Co-Occurrence

Lebih terperinci