BAB 2 LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Identifikasi Jenis Kayu Dalam bidang perhutanan, kayu dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu kayu daun lebar (hardwood) dan kayu daun jarum (softwood). Di dalam taksonomi tumbuhan, kayu daun lebar berada pada sub divisi angiospermae pada kelas dicotyledoneae sedangkan kayu daun jarum berada pada sub divisi gymnospermae (Mandang & Pandit, 1997). Penampakan permukaan kayu dapat dilihat dari dari tiga bidang yaitu cross section, radial section dan tangential section (Bond & Hamner, 2002) seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1. Gambar 2.1. Orientasi tiga dimensi permukaan kayu (Bond & Hamner, 2002)

2 7 Setiap jenis kayu mempunyai susunan sel-sel yang berbeda. Kayu meranti merah mempunyai susunan sel seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2. Gambar 2.2. Anatomi kayu meranti merah (Mandang & Pandit, 1997) Dalam mengidentifikasi jenis kayu, sifat anatomi kayu dapat diamati dengan melihat bagian cross-section kayu. Sifat anatomi kayu yang dapat diamati (Mandang & Pandit, 1997) adalah sebagai berikut. 1. Pembuluh Pembuluh adalah sel dengan bentuk tabung dan terlihat seperti pori pori atau lubang-lubang yang beraturan maupun tidak jika dilihat pada bidang lintang kayu. Setiap kayu dapat memiliki ciri pembuluh yang berbeda. Ciri pada pembuluh yang dimaksud adalah sebaran, susunan, diameter, frekuensi, bentuk bidang perforasi dan isi. Sel pembuluh dimiliki oleh kelompok kayu daun lebar. Kelompok kayu daun jarum tidak memiliki pembuluh. Beberapa contoh perbedaan ciri pembuluh ditunjukkan pada Gambar 2.3. Gambar 2.3 (a) dan (b) menunjukkan perbedaan sebaran pembuluh pada kayu jati dan kayu pasang. Kayu jati (Tectona grandis) memiliki pembuluh tatalingkar sedangkan kayu pasang (Quercus sp.) memiliki pembuluh berkelompok radial. Gambar 2.3 (c) dan (d) menunjukkan perbedaan diameter dan frekuensi pembuluh pada kayu lasi (Pertusadina fagifolia) dan kayu palapi (Heritiera/Tarrietia sp.). Kayu lasi memiliki pembuluh berdiameter sangat kecil dan banyak sedangkan kayu palapi memiliki pembuluh agak besar dan sangat jarang.

3 8 (a) (b) (c) (d) Gambar 2.3. (a) Kayu jati (b) kayu pasang (c) kayu lasi (d) kayu palapi (Mandang & Pandit, 1997) 2. Trakeid Trakeid adalah serat pada kayu daun jarum yang berfungsi sama seperti pembuluh pada kayu daun lebar yaitu sebagai saluran air dan zat hara pada kayu. 3. Parenkim Parenkim adalah sel sebagai tempat penyimpanan makanan yang berukuran kecil dan berdinding tipis dengan arah longitudinal. Parenkim dimiliki oleh daun kayu lebar maupun daun kayu jarum. Berdasarkan hubungannya dengan pembuluh, parenkim dapat dibedakan menjadi dua yaitu: a) Parenkim apotrakea: merupakan parenkim yang tidak berhubungan dengan pembuluh dan b) Parenkim paratrakea: merupakan parenkim yang berhubungan dengan pembuluh. 4. Jari-jari Jari jari adalah bagian kayu yang berfungsi untuk menghantarkan makanan dan air. Jari-jari terlihat sebagai garis-garis yang membentang dari bagian kulit terluar menuju ke pusat pohon. Sifat jari-jari yang dapat dijadikan sebagai keperluan identifikasi meliputi: lebar, frekuensi (jumlah per mm arah tangensial), dan tinggi. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.4. Gambar 2.4 menunjukkan perbedaan lebar dan frekuensi jari-jari kayu eboni (Diospyros pilosanthera) dan kayu kenanga (Cananga odorata). Kayu eboni (Gambar 2.4(a)) memiliki jari-jari yang sangat sempit dan banyak sedangkan kayu kenanga (Gambar 2.4(b)) memiliki jari-jari yang agak lebar dan jarang.

4 9 (a) Gambar 2.4. (a) kayu eboni (b) kayu kenanga (Mandang & Pandit, 1997) (b) 5. Kulit tersisip Kulit tersisip adalah kulit yang terkurung di antar jaringan kayu. Pada bidang melintang, kulit tersisip tampak seperti pulau-pulau antara jaringan kayu. Hal tersebut berguna untuk identifikasi karena sifat tersebut hanya dijumpai pada jenis kayu tertentu. 6. Saluran interselular Saluran interselular adalah rongga-rongga antar-sel yang berupa saluran-saluran yang sempit yang dikelilingi oleh parenkima serta selaput yang terdiri atas sel epitel. 7. Saluran getah Saluran getah adalah saluran yang mengeluarkan getah. Pada bidang tangensial, saluran getah tampak berbentuk seperti lensa cembung atau celah dengan tinggi 1 cm Pengenalan Dasar Citra Sebuah citra direpresentasikan sebagai fungsi f(x,y) yaitu fungsi dua dimensi, dimana x dan y adalah koordinat posisi, dan nilai f pada setiap kordinat (x,y) disebut sebagai nilai intensitas citra. Sebuah citra dinyatakan sebagai citra digital jika nilai x, y dan nilai intensitas dari f bersifat terbatas dan dalam bentuk diskrit. Sebuah citra digital dibentuk oleh sejumlah elemen yang disebut sebagai piksel dimana setiap piksel tersebut memiliki posisi dan nilai tertentu (Gonzalez, 2008). Posisi piksel ditunjukkan dengan sistem kordinat (x,y), dimana x merupakan posisi kolom dan y merupakan posisi baris. Koordinat (0,0) menunjukkan posisi piksel

5 10 pada sudut kiri paling atas pada citra. Koordinat (N-1, M-1) menunjukkan posisi piksel pada sudut kanan paling bawah pada citra. Representasi citra digital dengan sistem koordinat posisi ditunjukkan pada Gambar N-1 x 0 Posisi sebuah piksel y M-1 Gambar 2.5. Sistem koordinat citra berukuran M x N (M baris dan N kolom) (Kadir & Susanto, 2012). Jenis citra dapat dikelompokkan menjadi citra biner, citra skala keabuan dan citra berwarna Citra biner (binary image) Citra biner adalah citra yang hanya memiliki kemungkinan dua warna pada setiap pikselnya yaitu warna hitam dan warna putih. Warna hitam memiliki nilai intensitas 0 sedangkan warna putih memiliki nilai intensitas 1. Nilai setiap piksel pada citra biner direpresentasikan dalam 1 bit. Contoh citra biner ditunjukkan pada Gambar 2.6.

6 11 Gambar 2.6. Citra biner Citra skala keabuan (grayscale image) Citra skala keabuan menggunakan tingkatan warna keabuan. Warna hitam adalah warna minimum, warna putih adalah warna maksimum dan warna diantara hitam dan putih adalah warna abu-abu. Warna abu-abu terbentuk jika komponen merah, hijau dan biru pada ruang RGB memiliki nilai intensitas yang sama (Hasmiati, 2013). Banyaknya warna pada citra ditentukan oleh jumlah bit piksel pada citra. Jika citra skala keabuan memiliki jumlah bit 8, maka jumlah warna pada citra adalah 2 8 atau 256, dimana nilai intensitas berkisar antara 0 sampai 255. Nilai 0 merupakan warna hitam, nilai 255 merupakan warna putih dan nilai di antara adalah warna keabuan. Contoh citra skala keabuan ditunjukkan pada Gambar 2.7. Gambar 2.7. Citra skala keabuan

7 Citra berwarna (color image) Citra berwarna adalah citra yang setiap pikselnya memiliki informasi warna yang tersusun dari kombinasi warna dasar RGB (Red-Green-Blue). Setiap warna menggunakan delapan bit penyimpanan. Dengan begitu jumlah warna yang akan disajikan dari komposisi warna RGB adalah sebanyak atau warna (Kadir & Susanto, 2012). Contoh citra berwarna ditunjukkan pada Gambar 2.8. Gambar 2.8. Citra berwarna 2.3. Pengolahan Citra Digital Pengolahan citra digital adalah teknologi yang menerapkan sejumlah algoritma komputer untuk memproses citra digital. Hasil keluaran dari proses tersebut dapat berupa gambar atau karakteristik yang merepresentasikan citra. (Zhou et al., 2010). Tujuan utama pengolahan citra (Azizi, 2013) adalah sebagai berikut: memperbaiki kualitas citra, dimana citra yang dihasilkan dapat menampilkan informasi secara jelas; dan mengekstraksi informasi ciri dari citra, dimana hasilnya adalah informasi citra yang diperoleh dalam bentuk numerik. Beberapa teknik yang digunakan pada pengolahan citra adalah sebagai berikut Scaling Scaling adalah salah satu operasi geometri pada pengolahan citra digital. Operasi geometri adalah operasi transformasi citra dengan mengubah geometri citra tanpa mengubah nilai piksel yang sebenarnya (Moeslund, 2012). Scaling citra adalah mengubah ukuran citra dengan memperbesar atau memperkecil ukuran citra pada arah

8 13 horizontal dan/atau vertikal. Gambar 2.9 menunjukkan citra berukuran 2 x 2 piksel mengalami pembesaran ke arah horizontal dan vertikal sebesar dua kali sehingga dihasilkan citra baru berukuran 4 x 4 piksel. Gambar 2.9. Perubahan ukuran citra (Kadir & Susanto, 2012) Grayscalling Grayscalling adalah proses mengubah citra berwarna (RGB) ke bentuk citra aras keabuan. Setiap piksel pada citra berwarna yang mengandung tiga komponen warna RGB akan diubah menjadi hanya mempunyai satu informasi saja yaitu intensitas keabuan. Konversi citra RGB menjadi citra grayscale ditunjukkan pada persamaan 2.1 (Kadir & Susanto, 2012). Konversi dilakukan dengan menjumlahkan hasil perkalian masing masing komponen RGB dengan nilai konstantanya. I = a x R + b x G + c x B, a+b+c = 1 (2.1) Dimana: I = nilai intensitas keabuan sebuah piksel citra hasil grayscaling R = nilai komponen merah pada sebuah piksel G = nilai komponen hijau sebuah piksel B = nilai komponen biru sebuah piksel a,b,c = konstanta yang penjumlahannya bernilai 1

9 Ekstraksi Fitur dengan Gray Level Co-occurrence Matrix Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM) adalah salah satu metode analisis tekstur orde kedua. Metode ini diperkenalkan oleh Haralick dkk pada tahun GLCM dapat juga disebut sebagai Gray level Dependency Matrix (Gadkari, 2004). GLCM adalah matriks yang berbentuk persegi yang menunjukkan distribusi spasial intensitas keabuan dari sebuah citra (Pathak & Barooah, 2013). GLCM merepresentasikan hubungan dua piksel yang bertetangga dimana dua piksel yang berhubungan tersebut memiliki intensitas keabuan tertentu serta memiliki jarak dan arah tertentu di antara keduanya. Jarak dinyatakan dengan piksel dan arah dinyatakan dalam sudut. Jarak dapat bernilai 1, 2, 3 dan seterusnya sedangkan arah dapat bernilai 0, 45, 90, 135 dan seterusnya. Parameter dalam membuat GLCM adalah arah dan jarak di antara piksel referensi dengan piksel tetangga serta tingkat keabuan pada citra. Setiap piksel dapat memiliki piksel tetangga dari delapan arah, yaitu 0, 45, 90, 135, 180, 225, 270, atau 315. Namun, pemilihan sudut bernilai 0 akan menghasilkan nilai GLCM yang sama dengan pemilihan sudut yang bernilai 180. Konsep tersebut juga berlaku bagi sudut 45, 90, dan 135 (Gadkari, 2004). Delapan arah ketetanggaan pada GLCM ditunjukkan pada Gambar Gambar Delapan arah ketetangaan piksel Parameter selanjutnya adalah jarak. Jarak pada GLCM merupakan jumlah piksel yang berada di antara piksel referensi dan piksel tetangga (Ferguson, 2007). Gambar 2.11 menunjukkan contoh pemilihan beberapa jarak (jarak bernilai 1, 2, 3 dan 4) pada arah 0. Pada jarak bernilai 1, piksel tetangga (nx) tepat berada di sisi kanan (arah 0 ) dari piksel referensinya (rx). Sedangkan pada jarak bernilai 2, piksel referensi dan piksel tetangga diapit oleh satu piksel.

10 15 Gambar Jarak pada arah 0 (Ferguson, 2007) Langkah awal dalam membuat GLCM adalah membentuk matriks framework. Matriks framework adalah matriks yang menunjukkan hubungan ketetanggaan antara piksel referensi dengan piksel tetangga pada arah tertentu (Ferguson, 2007). Tingkat intensitas keabuan merupakan faktor yang penting dalam pembuatan GLCM karena dimensi dari matriks ditentukan oleh nilai tingkat keabuan pada piksel didalam citra (Gadkari, 2004). Sebuah citra grayscale 2 bit akan memiliki GLCM dengan ukuran dimensi 2 2 x 2 2. Begitu juga dengan citra grayscale 8 bit yang akan membentuk GLCM dengan ukuran dimensi 2 8 x 2 8. Gambar 2.12 menunjukkan matriks framework dari citra grayscale berukuran 2 bit. Matriks framework tersebut berdimensi 2 2 x 2 2 sehingga memiliki empat kolom dan empat baris. Baris menunjukkan piksel referensi sedangkan kolom menunjukkan piksel tetangga. Gambar Matriks framework (Ferguson, 2007)

11 16 Setelah membuat matriks framework, langkah selanjutnya adalah mengisi entri dari matriks framework. Matriks framework yang telah diisi dinamakan matriks kookurensi. Matriks framework diisi dengan menghitung jumlah kombinasi piksel referensi dengan nilai intensitas r dan piksel tetangga dengan nilai intensitas n. Pada Gambar 2.12, kolom pertama baris pertama diisi dengan nilai kookurensi piksel referensi berintensitas 0 dapat bertetangga pada arah dan jarak tertentu dengan piksel tetangga berintensitas 0. Sebelum mengisi matriks framework, terlebih dahulu dilakukan pemilihan arah dan jarak GLCM. Citra yang akan dijadikan contoh untuk dapat direpresentasikan ke dalam GLCM adalah citra grayscale berukuran 4x4 piksel dengan tingkat intensitas 2 bit serta jarak yang digunakan adalah 1 dan arah yang digunakan adalah 0. Citra tersebut ditunjukkan pada Gambar 2.13 (a). Setelah dilakukan pemilihan jarak dan arah, maka matriks kookurensi dapat dibuat. Pada Gambar 2.13 (b), akan ditunjukkan hasil representasi citra grayscale ke dalam bentuk matriks kookurensi dengan arah 0 dan jarak 1. (a) (b) Gambar (a) Citra grayscale (b) representasi citra grayscale ke dalam matriks kookurensi dengan jarak 1 dan arah 0º Setelah matriks kookurensi dibuat, maka langkah selanjutnya adalah menambahkan matriks kookurensi dengan transposenya. Hal tersebut dilakukan agar diperoleh matriks yang simetris. Penambahan matriks kookurensi dengan transposenya akan ditunjukkan pada Gambar 2.14.

12 17 + = Matriks Kookurensi Matriks Transpose Matriks Simetris Gambar Penambahan matriks kookurensi dengan transposenya Langkah selanjutnya adalah melakukan nomalisasi terhadap nilai nilai elemen GLCM. Matriks simetris perlu untuk dinormalisasi dengan tujuan untuk menghilangkan ketergantungan terhadap ukuran citra, dengan membagi setiap nilai elemen matriks sehingga total seluruh elemen berjumlah 1 (Kadir et al., 2011). Normalisasi matriks ditunjukkan pada Gambar /24 2/24 1/24 0/24 2/24 4/24 0/24 0/24 1/24 0/24 6/24 1/24 0/24 0/24 1/24 2/ Gambar Normalisasi matriks Setelah dilakukan normalisasi matriks, maka perhitungan fitur statistik dari matriks dapat dilakukan. Beberapa fitur statistik yang diusulkan oleh Haralick adalah sebagai berikut Energy Energy atau Angular Second Moment (ASM) menyatakan ukuran keseragaman tekstural dari sebuah citra. Energi pada citra akan bernilai tinggi jika intensitas keabuan terdistribusi secara konstan (Kadir et al., 2011). Perhitungan energy ditunjukkan pada persamaan 2.2, dimana Pi,j adalah elemen matriks kookurensi yang telah dinormalisasi dan N merupakan banyaknya kolom atau baris pada matriks.

13 18 Energy =, = = (2.2) Entropy Entropy menunjukkan ketidakteraturan pada citra. Entropy bernilai kecil jika citra memiliki derajat keabuan yang seragam (Kadir et al., 2011). Perhitungan entropy ditunjukkan pada persamaan 2.3. Entropy =, ln, = = (2.3) Contrast Contrast menunjukkan variasi pasangan keabuan pada sebuah citra. Contrast bernilai tinggi ketika terdapat variasi yang besar pada citra (Ferguson, 2007). Perhitungan contrast ditunjukkan pada persamaan 2.4. Contrast =, = = (2.4) Inverse difference moment Inverse difference moment atau homogeneity menunjukkan kehomogenan citra. Homogeneity bernilai besar jika pasangan elemen pada matriks memiliki perbedaan tingkat keabuan yang kecil (Gadkari, 2004). Perhitungan homogeneity ditunjukkan pada persamaan 2.5. Inverse Difference moment =, + = = (2.5) Correlation Correlation menunjukkan ketergantungan linear derajat keabuan citra (Gadkari, 2004). Perhitungan correlation ditunjukkan pada persamaan 2.6.

14 19 Correlation =, = = [ ] (2.6) Dimana dan adalah perhitungan mean sedangkan dan adalah perhitungan variance. Perhitungan mean ditunjukkan pada persamaan 2.7 dan persamaan 2.8. Perhitungan variance ditunjukkan pada persamaan 2.9 dan persamaan = = = =, = =, = =, = =, = = (2.7) (2.8) (2.9) (2.10) 2.5. Normalisasi Data Normalisasi adalah teknik pra pengolahan data yaitu dengan mentransformasikan nilai atribut suatu dataset sehingga berada pada range tertentu, misalnya diantara 0 sampai 1. Normalisasi dapat digunakan dalam persoalan klasifikasi data seperti neural network dan clustering (Atomi, 2012). Beberapa teknik normalisasi data adalah sebagai berikut Normalisasi Min-Max Normalisasi Min-Max adalah normalisasi data dengan menskalakan data secara linier ke dalam range yang ditentukan. Persamaan normalisasi Min-Max ditunjukkan pada persamaan v = _ _ + _ (2.11)

15 20 Dimana mina dan maxa adalah nilai nilai minimum dan maksimum dari atribut A, dan v adalah nilai atribut A yang akan dipetakan menjadi v dalam rentang [new_maxa; new_mina] Normalisasi Z-Score Normalisasi Z-Score menggunakan mean dan standar deviasi dalam menormalisasi nilai nilai suatu atribut. Persamaan normalisasi Z-Score ditunjukkan pada persamaan v = (2.12) Dimana v adalah nilai atribut A, adalah mean dari A dan adalah standar deviasi dari A Normalisasi Decimal Scaling Normalisasi decimal scaling adalah normalisasi data dengan memindahkan titik desimal dari nilai suatu atribut. Besar pergeseran titik desimal ditentukan oleh nilai absolut maksimum dalam suatu atribut. Nilai v dari suatu atribut dinormalisasi menjadi v dengan persamaan v = (2.13) Dimana m adalah nilai integer terkecil sehingga Max ( v ) < Jaringan Saraf Tiruan Jaringan saraf tiruan (JST) adalah sistem yang memiliki komputasi dengan kesamaan tertentu dengan cara kerja sistem saraf manusia. JST mengadaptasi cara kerja sistem saraf manusia dengan beberapa asumsi yaitu sebagai berikut (Darmawan, 2010). 1. Unit pemroses informasi disebut neuron. 2. Sinyal ditransmisikan antar neuron melalui penghubung (sinapsis). 3. Setiap penghubung memiliki bobot dimana akan dilakukan operasi perkalian antara sinyal yang disalurkan dengan bobot.

16 21 4. Setiap neuron memiliki fungsi aktivasi. Fungsi aktivasi adalah fungsi yang memproses input sehingga menghasilkan output tertentu. Komponen utama pada jaringan saraf tiruan adalah sebagai berikut. 1. Neuron Neuron atau node merupakan tempat untuk memproses informasi. Setiap neuron akan menerima input, memproses input lalu menghasilkan sebuah output (Purnamasari, 2013). 2. Bobot Bobot atau weight adalah nilai yang merepresentasikan koneksi antarneuron (Purnamasari, 2013). Pada setiap penghubung akan dilakukan operasi perkalian bobot dengan sinyal yang melewati penghubung tersebut. 3. Fungsi Aktivasi Fungsi aktivasi adalah fungsi yang menentukan output dari suatu neuron berdasarkan sinyal masukan yang diterima. Setiap neuron akan menerapkan fungsi aktivasi (Wicaksono, 2008). 4. Layer Layer adalah lapisan pada JST. Arsitektur jaringan JST terdiri atas jaringan layer tunggal dan jaringan layer jamak. Jaringan layer tunggal terdiri dari lapisan input dan lapisan output. Sedangkan jaringan layer jamak terdiri atas lapisan input, lapisan output serta lapisan tersembunyi yang terletak di antara lapisan input dan lapisan output. Jaringan layer tunggal dan jaringan layer jamak dapat dilihat pada Gambar (a) Gambar (a) Jaringan layer tunggal (b) Jaringan layer jamak (b)

17 22 Pemrosesan informasi pada neuron di dalam JST diadaptasi dari cara kerja neuron sistem saraf manusia. Hal tersebut dapat ditunjukkan pada Gambar Sejumlah p buah input (ditambah input bias) akan dikalikan dengan weight yang bersesuaian. Kemudian akan dilakukan penjumlahan terhadap seluruh hasil perkalian tersebut (summing junction). Lalu hasil dari penjumlahan tersebut akan diproses oleh fungsi aktivasi sehingga output tertentu dapat dihasilkan. Gambar Model tiruan neuron pada jaringan saraf tiruan (Hajek, 2005) JST memiliki metode pembelajaran/pelatihan untuk memproses input yaitu supervised learning (memilki target) dan unsupervised learning (tidak memiliki target). Pada pembelajaran supervised learning, target akan ditentukan dan kemudian nilai input dan output akan dilatih hingga nilai error (selisih output dengan target) dapat seminimal mungkin (Wicaksono, 2008). Contoh metode pembelajaran supervised learning yaitu metode backpropagation Fungsi aktivasi Di dalam JST, fungsi aktivasi berperan dalam menentukan nilai output. Beberapa fungsi aktivasi yang dapat digunakan di dalam JST adalah sebagai berikut. 1. Fungsi step Fungsi step menghasilkan output bernilai 1 atau 0. Fungsi step menghasilkan output 1 jika nilai input >= 0 sebaliknya fungsi tersebut akan menghasilkan output 0 jika nilai input < 0. Fungsi step ditunjukkan pada persamaan 2.14.

18 23 = {,, < (2.14) 2. Fungsi sign Fungsi sign menghasilkan output bernilai 1 atau -1. Fungsi sign ditunjukkan pada persamaan = {,, < (2.15) 3. Fungsi sigmoid biner Fungsi sigmoid biner menghasilkan nilai output di dalam range yang kontinu yaitu di antara 0 dan 1. Fungsi sigmoid biner ditunjukkan pada persamaan = + (2.16) Fungsi step, fungsi sign dan fungsi sigmoid biner dapat direpresentasikan ke dalam bentuk grafik yang dapat dilihat pada Gambar (a) (b) (c) Gambar (a) Fungsi step (b) fungsi sign (c) fungsi sigmoid biner Backpropagation Backpropagation merupakan salah satu metode pelatihan jaringan saraf tiruan yang terawasi (supervised learning) yang melakukan pengubahan bobot bobot penghubung antarneuron pada lapisan tersembunyi (Priyani, 2009). Backpropagation berusaha menyeimbangkan kemampuan jaringan dalam mengenali pola selama waktu pelatihan dan melatih jaringan agar menghasilkan output yang benar berdasarkan pola masukan

19 24 yang serupa (tidak sama) dengan pola yang dipakai selama pelatihan (Purnamasari, 2013). Metode backpropagation terdiri dari dua fase, yaitu fase perambatan maju (feed forward) dan fase arah mundur (backward). Metode backpropagation melakukan pengubahan nilai bobot-bobot pada fase arah mundur (backward) dengan menggunakan error output. Fase perambatan maju (feed forward) harus dilalui terlebih dahulu untuk dapat memperoleh nilai error tersebut. Pada fase perambatan maju, setiap neuron diaktifkan oleh fungsi aktivasi (Priyani, 2009). Arsitektur jaringan backpropagation dapat terbentuk dari arsitektur jaringan layer jamak seperti ditunjukkan pada Gambar 2.19, dimana terdapat n buah masukan (ditambah satu buah bias), lapisan tersembunyi yang terdiri dari p neuron (ditambah satu buah bias) dan lapisan keluaran yang terdiri dari m neuron. Gambar Arsitektur backpropagation (Purnamasari, 2013) Berikut adalah algoritma backpropagation untuk jaringan dengan satu layer tersembunyi dengan fungsi aktivasi yang digunakan adalah fungsi sigmoid biner (Purnamasari, 2013). Langkah 0: Inisialisasi semua bobot (gunakan bilangan kecil secara acak). Langkah 1: Jika belum terdapat kondisi untuk berhenti, lakukan langkah 2-9. Langkah 2: Lakukan langkah 3-8 untuk setiap pasang data pelatihan.

20 25 Fase I: Propagasi Maju (feed forward) Langkah 3: Tiap unit masukan menerima sinyal dan meneruskan sinyal tersebut ke unit selanjutnya (lapisan tersembunyi). Langkah 4: Hitung nilai _ pada unit tersembunyi dengan menggunakan persamaan Kemudian hitung nilai output unit tersembunyi ( = 1,2,, ) dengan menggunakan persamaan Nilai output diperoleh dengan menggunakan fungsi aktivasi sigmoid biner. _ = + = = _ = + _ (2.17) (2.18) Langkah 5: Hitung seluruh output jaringan pada unit ( = 1,2,, ). Hitung nilai _ pada unit keluaran dengan menggunakan persamaan Kemudian hitung seluruh output jaringan pada unit ( = 1,2,, ) dengan menggunakan persamaan Nilai output diperoleh dengan menggunakan fungsi aktivasi sigmoid biner. _ = + (2.19) = _ = = + _ (2.20) Fase II: Propagasi Mundur (backward) Langkah 6: Hitung faktor di unit keluaran ( = 1,2,, ) dengan menggunakan persamaan = _ = (2.21) merupakan unit kesalahan yang digunakan untuk mengubah bobot layer pada langkah selanjutnya (langkah 7). Kemudian hitung suku perubahan bobot (yang akan digunakan untuk memperoleh bobot yang baru) dengan learning rate menggunakan persamaan 2.22.

21 26 Δ = ; =,,, ; =,,, (2.22) Langkah 7: Hitung penjumlahan _ j pada unit tersembunyi ( = 1,2,, ) dengan menggunakan persamaan Hitung faktor pada unit tersembunyi menggunakan persamaan Kemudian hitung suku perubahan bobot (yang akan digunakan untuk memperoleh nilai bobot yang baru) dengan menggunakan persamaan m _ j = k kj (2.23) k= = _ ( _ ) = _ (1 ) (2.24) = ; = 1,2,, ; = 0,1,, (2.25) Fase III: Perubahan Bobot Langkah 8: Hitung semua perubahan bobot. Perubahan bobot pada unit keluaran ditunjukkan pada persamaan ( ) = ( ) + Δ ; =1,2,, ; =0,1,, (2.26) Perubahan bobot pada unit tersembunyi ditunjukkan pada persamaan ( ) = ( ) + Δ ; j=1,2,, ; =1,2,, (2.27) Setelah pelatihan jaringan selesai dilakukan, maka pengenalan pola dapat dilakukan. Pada pelatihan backpropagation, nilai output jaringan hanya diperoleh pada fase propagasi maju (langkah 4 dan 5). Fungsi aktivasi yang dipakai adalah fungsi sigmoid biner. Apabila dilakukan penggantian fungsi aktivasi, maka persamaan 2.18 dan persamaan 2.20 harus disesuaikan. Penggantian fungsi aktivasi akan mempengaruhi output yang akan dihasilkan, oleh karena itu langkah selanjutnya (langkah 6 dan langkah 7) harus disesuaikan Penelitian Terdahulu Penelitian tentang identifikasi kayu sudah dilakukan oleh peneliti terdahulu dengan menggunakan berbagai metode. Pada tahun 2014, Mohan S. melakukan penelitian untuk identifikasi kayu di India. Citra kayu diambil dengan menggunakan kamera dijital dengan resolusi tinggi. Citra yang diambil adalah permukaan luar kulit kayu. Penelitian ini menggunakan metode ekstraksi fitur Grey Level Co-Occurrence Matrix dalam

22 27 mendapatkan ciri citra kayu. Fitur GLCM yang digunakan yaitu entropy, standard deviation dan correlation. Teknik klasifikasi yang digunakan adalah metode korelasi. Hasil percobaan menunjukkan tingkat akurasi sebesar 95%. Penelitian yang dilakukan oleh Risaldi et al. (2014) adalah klasifikasi kualitas kayu kelapa dengan menggunakan metode ekstraksi fitur GLCM untuk ekstraksi ciri citra kayu kelapa dan klasifikasi data dengan menggunakan backpropagation dan libsvm. Parameter yang menentukan kualitas kayu kelapa yaitu berupa kelurusan serat kayu dan kepadatan serat kayu. Hasil penelitian didapatkan bahwa backpropagation memiliki akurasi yang lebih tinggi dari libsvm dalam klasifikasi kualitas kayu kelapa. Penelitian lain yaitu klasifikasi spesies kayu tropis dengan metode Kohonen selforganizing map yang digunakan untuk mengklasifikasi kayu. Citra kayu diekstraksi dengan menggunakan teknik ekstraksi fitur yaitu Grey Level Aura Matrix (BGLAM) dan Statistical Properties of Pores Distribution (SPPD). BGLAM menghasilkan fitur sebanyak 157 buah dan SPPD sebanyak 21 buah. Jumlah cluster KSOM adalah sebanyak 61 cluster dan memiliki jumlah cluster yang tumpang tindih yang bervariasi untuk setiap map. Hasil penelitian ini adalah penggunaan map dengan ukuran 23x23 dapat menghasilkan cluster tumpang tindih dengan jumlah yang paling rendah yaitu sebanyak 11 buah (Ahmad & Yusof, 2013). Gunawan et al. (2011) melakukan penelitian identifikasi kayu dengan tujuan untuk mengembangkan sebuah sistem yang dapat mengklasifikasikan empat jenis kayu yang diperdagangkan di Indonesia. Identifikasi kayu dilakukan dengan menggunakan citra mikroskopis kayu. Citra diambil dengan menggunakan kamera mikroskopis. Metode yang digunakan untuk klasifikasi citra kayu adalah support vector machine. Sedangkan metode untuk ekstraksi fitur citra yaitu two-dimensional principal component analysis (2D-PCA). Pada metode klasifikasi dengan SVM, digunakan dua buah kernel yaitu kernel RBF (radial basis function) dan kernel Polinomial. Penelitian ini berhasil mencapai akurasi 95.85% dalam mengidentifikasi kayu dengan menggunakan kernel Polinomial. Penelitian terdahulu yang telah dipaparkan akan diuraikan secara singkat pada Tabel 2.1.

23 28 Tabel 2.1. Penelitian terdahulu No Peneliti (Tahun) 1 Mohan, S., K. Venkatachalapathy & P. Sudhakar (2014) 2 Moh.Risaldi, Purwanto, & H. Himawan (2014) 3 Azlin Ahmad & Rubiyah Yusof (2013) 4 A.A. Gede Rai Gunawan, Sri Nurdiati & Yandra Arkeman (2011) Metode Akurasi Ekstraksi Fitur Klasifikasi Grey Level Co- Metode Korelasi 95% Occurrence Matrix Grey Level Co- Backpropagation 81,76% Occurrence Matrix Basic Grey Level Kohonen Self- - Aura Matrix Organizing Map Two- dimensional Support Vector 95,83% principal Machine component analysis (2D- PCA) Perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian terdahulu adalah pada penelitian ini, identifikasi jenis kayu dilakukan dengan menggunakan metode grey level co-occurrence matrix (GLCM) sebagai metode ekstraksi fitur dan metode jaringan saraf tiruan backpropagation sebagai metode klasifikasi. Penelitian ini juga menggunakan metode normalisasi decimal scaling untuk menormalisasi data hasil ekstraksi fitur GLCM sebelum masuk ke tahap klasifikasi dengan menggunakan backpropagation.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kayu merupakan salah satu komoditi yang dapat digunakan untuk beberapa keperluan, seperti bahan bangunan, furniture, dll. Setiap jenis kayu memiliki karakteristik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. titiktitik penyusun citra itu sendiri. Titik-titik tersebut disebut dengan pixel. Banyaknya

BAB II LANDASAN TEORI. titiktitik penyusun citra itu sendiri. Titik-titik tersebut disebut dengan pixel. Banyaknya BAB II LANDASAN TEORI 2. Citra/Image Citra atau yang lebih sering dikenal dengan gambar merupakan kumpulan dari titiktitik penyusun citra itu sendiri. Titik-titik tersebut disebut dengan pixel. Banyaknya

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM

BAB 4 PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM BAB 4 PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM Bab ini akan membahas mengenai proses pengujian dari sistem yang dirancang terhadap beberapa citra dijital replika kulit. Pengujian terhadap sistem ini dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK 2.1 KONSEP DASAR Pada penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori yang dijadikan acuan untuk menyelesaikan penelitian. Berikut ini teori yang akan digunakan penulis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 14, terdiri dari tahap identifikasi masalah, pengumpulan dan praproses data, pemodelan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Kebutuhan Perangkat Keras. Perangkat Keras Spesifikasi Processor Intel Core i3. Sistem Operasi Windows 7

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Kebutuhan Perangkat Keras. Perangkat Keras Spesifikasi Processor Intel Core i3. Sistem Operasi Windows 7 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kebutuhan Sistem Sebelum melakukan penelitian dibutuhkan perangkat lunak yang dapat menunjang penelitian. Perangkat keras dan lunak yang digunakan dapat dilihat pada Tabel

Lebih terperinci

Identifikasi Jenis Kayu Menggunakan Support Vector Machine Berbasis Data Citra

Identifikasi Jenis Kayu Menggunakan Support Vector Machine Berbasis Data Citra Tersedia secara online di: http://journal.ipb.ac.id/index.php/jika Volume 3 Nomor 1 halaman 1-8 ISSN: 2089-6026 Identifikasi Jenis Kayu Menggunakan Support Vector Machine Berbasis Data Citra Wood Type

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital adalah citra yang bersifat diskrit yang dapat diolah oleh computer. Citra ini dapat dihasilkan melalui kamera digital dan scanner ataupun citra yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sel Darah Merah Sel darah merah atau eritrositmemiliki fungsi yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Sel darah merah mengandung hemoglobin yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengenalan Pola Pengenalan pola adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif fitur (ciri) atau sifat utama dari suatu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengenalan Wajah Pengenalan wajah adalah salah satu teknologi biometrik yang telah banyak diaplikasikan dalam sistem keamanan selain pengenalan retina mata, pengenalan sidik jari

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sel Darah Merah Sel yang paling banyak di dalam selaput darah adalah sel darah merah atau juga dikenal dengan eritrosit. Sel darah merah berbentuk cakram bikonkaf dengan diameter

Lebih terperinci

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasia ASIA (JITIKA) Vol.9, No.2, Agustus 2015 ISSN: 0852-730X Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Nur Nafi'iyah Prodi Teknik Informatika

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Forecasting Forecasting (peramalan) adalah seni dan ilmu untuk memperkirakan kejadian di masa yang akan datang. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan data historis dan memproyeksikannya

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI Oleh Nama : Januar Wiguna Nim : 0700717655 PROGRAM GANDA TEKNIK INFORMATIKA DAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK Fany Hermawan Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia Jl. Dipatiukur 112-114 Bandung E-mail : evan.hawan@gmail.com

Lebih terperinci

Journal of Control and Network Systems

Journal of Control and Network Systems JCONES Vol. 5, No. 1 (2016) 158-163 Journal of Control and Network Systems Situs Jurnal : http://jurnal.stikom.edu/index.php/jcone IDENTIFIKASI JENIS PENYAKIT DAUN TEMBAKAU MENGGUNAKAN METODE GRAY LEVEL

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI Bab ini membahas tentang teori penunjang dan penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penerapan metode Modified k-nearest Neighbor untuk mengidentifikasi diabetic retinopathy.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel pengujian menggunakan sebanyak 1 buah sampel beras A, 7 buah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel pengujian menggunakan sebanyak 1 buah sampel beras A, 7 buah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Sampel Sampel pengujian menggunakan sebanyak 1 buah sampel beras A, 7 buah sampel beras B, 1 buah sampel beras C, dan 2 buah sampel beras D. 1. Data Pengujian Mutu Beras

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Klasifikasi Klasifikasi adalah sebuah proses untuk menemukan sebuah model yang menjelaskan dan membedakan konsep atau kelas data dengan tujuan memperkirakan kelas dari suatu objek

Lebih terperinci

KLASIFIKASI CITRA PARU MENGGUNAKAN MODEL SELF-ORGANIZING MAPS RADIAL BASIS FUNCTION NEURAL NETWORKS (SOM-RBFNN) SKRIPSI

KLASIFIKASI CITRA PARU MENGGUNAKAN MODEL SELF-ORGANIZING MAPS RADIAL BASIS FUNCTION NEURAL NETWORKS (SOM-RBFNN) SKRIPSI KLASIFIKASI CITRA PARU MENGGUNAKAN MODEL SELF-ORGANIZING MAPS RADIAL BASIS FUNCTION NEURAL NETWORKS (SOM-RBFNN) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Model sistem presensi biometri sidik jari yang dikembangkan secara garis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Model sistem presensi biometri sidik jari yang dikembangkan secara garis BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Disain Penelitian Model sistem presensi biometri sidik jari yang dikembangkan secara garis besar terdiri atas bagian input, bagian proses, dan bagian output seperti gambar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan membahas landasan teori-teori yang bersifat ilmiah untuk mendukung penulisan skripsi ini. Teknik-teknik yang dibahas mengenai pengenalan pola, prapengolahan citra,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus BAB II DASAR TEORI 2.1 Meter Air Gambar 2.1 Meter Air Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan dan Praproses Data Kegiatan pertama dalam penelitian tahap ini adalah melakukan pengumpulan data untuk bahan penelitian. Penelitian ini menggunakan data sekunder

Lebih terperinci

KOMPRESI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN HEBBIAN BASED PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

KOMPRESI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN HEBBIAN BASED PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS KOMPRESI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN HEBBIAN BASED PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS 1 Sofyan Azhar Ramba 2 Adiwijaya 3 Andrian Rahmatsyah 12 Departemen Teknik Informatika Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

Lebih terperinci

APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA

APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA Yusti Fitriyani Nampira 50408896 Dr. Karmilasari Kanker Latar Belakang Kanker

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Prinsip Kerja Sistem Prinsip kerja sistem diawali dengan pembacaan citra rusak dan citra tidak rusak yang telah terpilih dan dikumpulkan pada folder tertentu.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra merupakan salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Meskipun sebuah citra kaya akan informasi, namun sering

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dielaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini, sehingga dapat diadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah dalam hal pembahasan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6

Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6 Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6 Sari Indah Anatta Setiawan SofTech, Tangerang, Indonesia cu.softech@gmail.com Diterima 30 November 2011 Disetujui 14 Desember 2011

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pendeteksi senyum pada skripsi ini, meliputi metode Viola Jones, konversi citra RGB ke grayscale,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Jaringan Syaraf Tiruan Artificial Neural Network atau Jaringan Syaraf Tiruan (JST) adalah salah satu cabang dari Artificial Intelligence. JST merupakan suatu sistem pemrosesan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Istilah citra biasanya digunakan dalam bidang pengolahan citra yang berarti gambar. Suatu citra dapat didefinisikan sebagai fungsi dua dimensi, di mana dan adalah

Lebih terperinci

EKSTRAKSI CIRI TEKSTUR CITRA WAJAH PENGGUNA NARKOTIKA MENGGUNAKAN METODE GRAY LEVEL CO-OCCURANCE MATRIX. Abstrak

EKSTRAKSI CIRI TEKSTUR CITRA WAJAH PENGGUNA NARKOTIKA MENGGUNAKAN METODE GRAY LEVEL CO-OCCURANCE MATRIX. Abstrak EKSTRAKSI CIRI TEKSTUR CITRA WAJAH PENGGUNA NARKOTIKA MENGGUNAKAN METODE GRAY LEVEL CO-OCCURANCE MATRIX Karina Auliasari, Bastian, Bella Fardani, Zulkifli, Ivandi Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital dapat didefenisikan sebagai fungsi f(x,y) yaitu dua dimensi, dimana x dan y merupakan koordinat spasial dan f(x,y) disebut dengan intensitas atau

Lebih terperinci

APLIKASI PENGENALAN DAUN UBI JALAR UNTUK JENIS UBI JALAR UNGU, MERAH, PUTIH DAN KUNING MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

APLIKASI PENGENALAN DAUN UBI JALAR UNTUK JENIS UBI JALAR UNGU, MERAH, PUTIH DAN KUNING MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS APLIKASI PENGENALAN DAUN UBI JALAR UNTUK JENIS UBI JALAR UNGU, MERAH, PUTIH DAN KUNING MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu

Lebih terperinci

GRAY LEVEL COOCURENCE MATRIX SEBAGAI PENGEKSTRAKSI CIRI PADA PENGENALAN NASKAH BRAILLE

GRAY LEVEL COOCURENCE MATRIX SEBAGAI PENGEKSTRAKSI CIRI PADA PENGENALAN NASKAH BRAILLE GRAY LEVEL COOCURENCE MATRIX SEBAGAI PENGEKSTRAKSI CIRI PADA PENGENALAN NASKAH BRAILLE Yegar Sahaduta 1), Chairisni Lubis 2) 1) Fakultas Teknologi Informasi-Universitas Tarumanagara Jl. S. Parman No.1,

Lebih terperinci

Bab 5 Penerapan Neural Network Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh

Bab 5 Penerapan Neural Network Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh Penerapan Neural Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh Klasifikasi citra penginderaan jarak jauh (inderaja) merupakan proses penentuan piksel-piksel masuk ke dalam suatu kelas obyek tertentu. Pendekatan

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN KEBUTUHAN ALGORITMA

BAB 3 ANALISIS DAN KEBUTUHAN ALGORITMA BAB 3 ANALISIS DAN KEBUTUHAN ALGORITMA 3.1 Analisis Masalah Jaringan saraf tiruan hopfield merupakan salah satu Algoritma Machine Learning yang dapat mengklasifikasikan suatu objek citra berdasarkan pelatihan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4. Analisa Hasil Pengukuran Profil Permukaan Penelitian dilakukan terhadap (sepuluh) sampel uji berdiameter mm, panjang mm dan daerah yang dibubut sepanjang 5 mm. Parameter pemesinan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN 41 Analisa Analisa merupakan tahap paling utama dalam melakuakan penelitian Tahapan analisa digunakan untuk menganalisa permasalahan yang berhubungan dengan penelitian yang

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI Bab ini berisi analisis pengembangan program aplikasi pengenalan karakter mandarin, meliputi analisis kebutuhan sistem, gambaran umum program aplikasi yang

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Definisi Masalah Dalam beberapa tahun terakhir perkembangan Computer Vision terutama dalam bidang pengenalan wajah berkembang pesat, hal ini tidak terlepas dari pesatnya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Neuro Fuzzy Neuro-fuzzy sebenarnya merupakan penggabungan dari dua studi utama yaitu fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital 2.1.1 Pengertian Citra Digital Citra dapat didefinisikan sebagai sebuah fungsi dua dimensi, f(x,y) dimana x dan y merupakan koordinat bidang datar, dan harga fungsi f disetiap

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 BAB HASIL DAN PEMBAHASAN Ada tiga tahap utama yang dilakukan pada percobaan ini yaitu ektraksi ciri, pelatihan dan pengujian JST. Percobaan dilakukan dengan mengkombinasikan data hasil ekstraksi ciri

Lebih terperinci

Pertemuan 2 Representasi Citra

Pertemuan 2 Representasi Citra /29/23 FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 2 Representasi Citra Representasi Citra citra Citra analog Citra digital Matrik dua dimensi yang terdiri

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) atau yang secara umum disebut gambar merupakan representasi spasial dari suatu objek yang sebenarnya dalam bidang dua dimensi yang biasanya ditulis dalam

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam bab ini dibahas teori yang digunakan sebagai landasan pengerjaan pengenalan kata berdasarkan tulisan tangan huruf Korea (hangūl) menggunakan jaringan saraf tiruan propagasi balik.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Digital Gambar atau citra merupakan informasi yang berbentuk visual. Menurut kamus Webster citra adalah suatu representasi, kemiripan atau imitasi dari suatu objek atau

Lebih terperinci

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB II TI JAUA PUSTAKA BAB II TI JAUA PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menunjang tugas akhir ini. Antara lain yaitu pengertian citra, pengertian dari impulse noise, dan pengertian dari reduksi noise.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pengenalan gender pada skripsi ini, meliputi cropping dan resizing ukuran citra, konversi citra

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN 3.1 Analisis Sistem Tahapan analisis merupakan tahapan yang paling awal dalam pembuatan sistem aplikasi ini. Analisis sistem dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dan

Lebih terperinci

Identifikasi Tanaman Buah Berdasarkan Fitur Bentuk, Warna dan Tekstur Daun Berbasis Pengolahan Citra dan Learning Vector Quantization(LVQ)

Identifikasi Tanaman Buah Berdasarkan Fitur Bentuk, Warna dan Tekstur Daun Berbasis Pengolahan Citra dan Learning Vector Quantization(LVQ) Identifikasi Tanaman Buah Berdasarkan Fitur Bentuk, Warna dan Tekstur Daun Berbasis Pengolahan Citra dan Learning Vector Quantization(LVQ) Sutarno Rouzan Fiqri Abdullah Rossi Passarella Jurusan Sistem

Lebih terperinci

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Program Studi Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang Abstrak. Saat ini, banyak sekali alternatif dalam

Lebih terperinci

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK)

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Kompetensi : 1. Mahasiswa memahami konsep Jaringan Syaraf Tiruan Sub Kompetensi : 1. Dapat mengetahui sejarah JST 2. Dapat mengetahui macam-macam

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM Dalam bab ini akan dibahas mengenai perancangan dan pembuatan sistem aplikasi yang digunakan sebagai user interface untuk menangkap citra ikan, mengolahnya dan menampilkan

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN 3.1. Analisis Sistem Tahapan analisis merupakan tahapan yang paling awal dalam pembuatan sistem aplikasi ini. Analisis sistem dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dan

Lebih terperinci

Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc

Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1), S.Kom, M.Comp.Sc Tujuan Memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai berbagai teknik perbaikan citra pada domain spasial, antara lain : Transformasi

Lebih terperinci

Pembentukan Citra. Bab Model Citra

Pembentukan Citra. Bab Model Citra Bab 2 Pembentukan Citra C itra ada dua macam: citra kontinu dan citra diskrit. Citra kontinu dihasilkan dari sistem optik yang menerima sinyal analog, misalnya mata manusia dan kamera analog. Citra diskrit

Lebih terperinci

BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI. menawarkan pencarian citra dengan menggunakan fitur low level yang terdapat

BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI. menawarkan pencarian citra dengan menggunakan fitur low level yang terdapat BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Permasalahan CBIR ( Content Based Image Retrieval) akhir-akhir ini merupakan salah satu bidang riset yang sedang berkembang pesat (Carneiro, 2005, p1). CBIR ini menawarkan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Bab IV berisi pembahasan yang meliputi proses penelitian yakni hasil

BAB IV PEMBAHASAN. Bab IV berisi pembahasan yang meliputi proses penelitian yakni hasil BAB IV PEMBAHASAN Bab IV berisi pembahasan yang meliputi proses penelitian yakni hasil model Radial Basis Function Neural Network untuk diagnosa kanker otak, hasil klasifikasi, dan ketepatan hasil klasifikasinya.

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Sistem Optik dan Proses Akuisisi Citra Digital 2 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 Bisa dilihat pada slide berikut. SISTEM OPTIK MANUSIA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA ,...(1)

TINJAUAN PUSTAKA ,...(1) 3 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas teori-teori yang mendasari penelitian ini. Dimulai dari teori dan konsep citra digital, deteksi pola lingkaran dengan Circle Hough Transform (CHT), ekstrasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Metode penelitian yang digunakan meliputi studi kepustakaan dan penelitian laboratorium. Studi kepustakaan dilakukan untuk mencari teori atau informasi

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN Rudy Adipranata 1, Liliana 2, Gunawan Iteh Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Informatika, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto

Lebih terperinci

PENGELOMPOKKAN CITRA WARNA MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN SOFTWARE MATLAB ABSTRAK

PENGELOMPOKKAN CITRA WARNA MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN SOFTWARE MATLAB ABSTRAK PENGELOMPOKKAN CITRA WARNA MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN SOFTWARE MATLAB Nurhayati 1, John Adler 2, Sri Supatmi 3 1,2,3 Teknik Komputer, Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) 1 nuril24@yahoo.com,

Lebih terperinci

SAMPLING DAN KUANTISASI

SAMPLING DAN KUANTISASI SAMPLING DAN KUANTISASI Budi Setiyono 1 3/14/2013 Citra Suatu citra adalah fungsi intensitas 2 dimensi f(x, y), dimana x dan y adalahkoordinat spasial dan f pada titik (x, y) merupakan tingkat kecerahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jaringan Syaraf Biologi Jaringan Syaraf Tiruan merupakan suatu representasi buatan dari otak manusia yang dibuat agar dapat mensimulasikan apa yang dipejalari melalui proses pembelajaran

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) 1 Edisi.,Volume,. Bulan.. ISSN :

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) 1 Edisi.,Volume,. Bulan.. ISSN : Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) Edisi.,Volume,. Bulan.. ISSN : 289-933 ANALISIS METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK PENGENALAN SEL KANKER OTAK Novita Handayani Teknik Informatika

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MACAN TUTUL DENGAN METODE GREY LEVEL COOCURENT MATRIX ( GLCM) Zuly Budiarso Fakultas teknologi Informasi, Univesitas Stikubank Semarang

IDENTIFIKASI MACAN TUTUL DENGAN METODE GREY LEVEL COOCURENT MATRIX ( GLCM) Zuly Budiarso Fakultas teknologi Informasi, Univesitas Stikubank Semarang IDENTIFIKASI MACAN TUTUL DENGAN METODE GREY LEVEL COOCURENT MATRIX ( GLCM) Zuly Budiarso Fakultas teknologi Informasi, Univesitas Stikubank Semarang Abstrak Tekstur (Textures) adalah sifat-sifat atau karakteristik

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM BAB 3 PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM Bab ini berisi tentang penjelasan proses perancangan sistem pengolahan citra yang berupa algoritma-algoritma yang akan digunakan dalam proses pengolahan citra

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Citra Digital

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Citra Digital BAB II DASAR TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital didefinisikan sebagai fungsi f (x,y) dua dimensi,dimana x dan y adalah koordinat spasial dan f(x,y) adalah disebut dengan intensitas atau tingkat keabuan

Lebih terperinci

Farah Zakiyah Rahmanti

Farah Zakiyah Rahmanti Farah Zakiyah Rahmanti Latar Belakang Struktur Dasar Jaringan Syaraf Manusia Konsep Dasar Permodelan JST Fungsi Aktivasi JST Contoh dan Program Jaringan Sederhana Metode Pelatihan Supervised Learning Unsupervised

Lebih terperinci

Ekstraksi Ciri Citra Batik Berdasarkan Tekstur Menggunakan Metode Gray Level Co Occurrence Matrix

Ekstraksi Ciri Citra Batik Berdasarkan Tekstur Menggunakan Metode Gray Level Co Occurrence Matrix Ekstraksi Ciri Citra Batik Berdasarkan Tekstur Menggunakan Metode Gray Level Co Occurrence Matrix Rizky Andhika Surya, Abdul Fadlil, Anton Yudhana Magister Teknik Informatika Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA Latar Belakang PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki + 30.000 spesies tumbuh-tumbuhan ([Depkes] 2007). Tumbuh-tumbuhan tersebut banyak yang dibudidayakan sebagai tanaman hias. Seiring

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Barcode Salah satu obyek pengenalan pola yang bisa dipelajari dan akhirnya dapat dikenali yaitu PIN barcode. PIN barcode yang merupakan kode batang yang berfungsi sebagai personal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Citra menurut kamus Webster adalah suatu representasi atau gambaran, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda, contohnya yaitu foto seseorang dari kamera yang

Lebih terperinci

JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM

JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM INTRODUCTION Jaringan Saraf Tiruan atau JST adalah merupakan salah satu representasi tiruan dari otak manusia yang selalu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. dengan kasus atau metode yang akn diteliti. Pemanfaatan metode multilayer

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. dengan kasus atau metode yang akn diteliti. Pemanfaatan metode multilayer BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian ini menggunakan beberapa sumber pustaka yang berhubungan dengan kasus atau metode yang akn diteliti. Pemanfaatan metode multilayer

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Nearest Neighbor Nearest neighbor merupakan salah satu teknik interpolasi paling sederhana dan cepat dengan memindahkan ruang yang kosong dengan piksel yang berdekatan (the nearest

Lebih terperinci

2.Landasan Teori. 2.1 Konsep Pemetaan Gambar dan Pengambilan Data.

2.Landasan Teori. 2.1 Konsep Pemetaan Gambar dan Pengambilan Data. 6 2.Landasan Teori 2.1 Konsep Pemetaan Gambar dan Pengambilan Data. Informasi Multi Media pada database diproses untuk mengekstraksi fitur dan gambar.pada proses pengambilan, fitur dan juga atribut atribut

Lebih terperinci

Identifikasi Tumor Otak Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik pada Citra CT-Scan Otak Vinny Marita a, Nurhasanah a*, Iklas Sanubary a

Identifikasi Tumor Otak Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik pada Citra CT-Scan Otak Vinny Marita a, Nurhasanah a*, Iklas Sanubary a Identifikasi Tumor Otak Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik pada Citra CT-Scan Otak Vinny Marita a, Nurhasanah a*, Iklas Sanubary a a Prodi Fisika, FMIPA Universitas Tanungpura, Jalan Prof.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur maupun metode

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur maupun metode BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian mengenai pengenalan tulisan tangan telah banyak dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Citra Digital Citra digital merupakan sebuah fungsi intensitas cahaya f(x,y), dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi f tersebut pada setiap

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK OLEH ARIF MIFTAHU5R ROHMAN (2200 100 032) Pembimbing: Dr. Ir Djoko Purwanto, M.Eng,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. melakukan pengamatan dan analisis dari gambar yang didapat. Untuk bisa mendapatkan

BAB 3 METODOLOGI. melakukan pengamatan dan analisis dari gambar yang didapat. Untuk bisa mendapatkan BAB 3 METODOLOGI 3.1 Analisis Kebutuhan dan Masalah 3.1.1 Analisis Kebutuhan Dalam melakukan analisa gambar mammogram, biasanya dokter secara langsung melakukan pengamatan dan analisis dari gambar yang

Lebih terperinci

Atthariq 1, Mai Amini 2

Atthariq 1, Mai Amini 2 IDENTIFIKASI IKAN KERAPU BERDSARKAN POLA KULIT DENGAN METODE GLCM DAN EUCLIDEAN DISTANCE Atthariq 1, Mai Amini 2 1,2,3 Teknologi Informasi dan Komputer, Politeknik Negeri Lhokseumawe, Jalan banda Aceh-Medan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Suara. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu speech recognition dan speaker recognition. Speech recognition adalah proses yang dilakukan

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR...

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR... DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii PERNYATAAN... iii LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR... iv BERITA ACARA TUGAS AKHIR... v KATA PENGANTAR... vi ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

Pengendalian Posisi Mobile Robot Menggunakan Metode Neural Network Dengan Umpan Balik Kamera Pemosisian Global

Pengendalian Posisi Mobile Robot Menggunakan Metode Neural Network Dengan Umpan Balik Kamera Pemosisian Global The 13 th Industrial Electronics Seminar 2011 (IES 2011) Electronic Engineering Polytechnic Institute of Surabaya (EEPIS), Indonesia, October 26, 2011 Pengendalian Posisi Mobile Robot Menggunakan Metode

Lebih terperinci

BAB 4 DISAIN MODEL. Pengguna. Citra. Ekstraksi Ciri x. Antar muka (Interface) Data Hasil Ekstraksi Ciri. Testing dan Identifikasi.

BAB 4 DISAIN MODEL. Pengguna. Citra. Ekstraksi Ciri x. Antar muka (Interface) Data Hasil Ekstraksi Ciri. Testing dan Identifikasi. 33 BAB 4 DISAIN MODEL Disain model sistem identifikasi citra karang dirancang sedemikian rupa dengan tuuan untuk memudahkan dalam pengolahan data dan pembuatan aplikasi serta memudahkan pengguna dalam

Lebih terperinci

PENGENDALIAN POSISI MOBILE ROBOT MENGGUNAKAN METODE NEURAL NETWORK DENGAN UMPAN BALIK KAMERA PEMOSISIAN GLOBAL

PENGENDALIAN POSISI MOBILE ROBOT MENGGUNAKAN METODE NEURAL NETWORK DENGAN UMPAN BALIK KAMERA PEMOSISIAN GLOBAL PENGENDALIAN POSISI MOBILE ROBOT MENGGUNAKAN METODE NEURAL NETWORK DENGAN UMPAN BALIK KAMERA PEMOSISIAN GLOBAL Randy Reza Kautsar (1), Bima Sena Bayu D S.ST M.T (2), A.R. Anom Besari. S.ST, M.T (2) (1)

Lebih terperinci

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 8 - GRAFKOM DAN PENGOLAHAN CITRA Konsep Dasar Pengolahan Citra Pengertian Citra Analog/Continue dan Digital. Elemen-elemen Citra

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C- 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Studi Pendahuluan Sebelumnya telah ada penelitian tentang sistem pengenalan wajah 2D menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C- Means dan jaringan

Lebih terperinci

BAB 2 HEMISPHERIC STRUCTURE OF HIDDEN LAYER NEURAL NETWORK, PCA, DAN JENIS NOISE Hemispheric structure of hidden layer neural network

BAB 2 HEMISPHERIC STRUCTURE OF HIDDEN LAYER NEURAL NETWORK, PCA, DAN JENIS NOISE Hemispheric structure of hidden layer neural network BAB 2 HEMISPHERIC STRUCTURE OF HIDDEN LAYER NEURAL NETWORK, PCA, DAN JENIS NOISE Bab ini akan menjelaskan tentang Hemispheric Structure Of Hidden Layer Neural Network (HSHL-NN), Principal Component Analysis

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM

BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tahapan dan algoritma yang akan digunakan pada sistem pengenalan wajah. Bagian yang menjadi titik berat dari tugas akhir

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaringan Syaraf Biologi Otak manusia memiliki struktur yang sangat kompleks dan memiliki kemampuan yang luar biasa. Otak terdiri dari neuron-neuron dan penghubung yang disebut

Lebih terperinci