Hipotesis Penelitian. Ruang Lingkup Penelitian. Hasil yang Diharapkan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Hipotesis Penelitian. Ruang Lingkup Penelitian. Hasil yang Diharapkan"

Transkripsi

1 4 Hipotesis Penelitian Hipotesis untuk penelitian yang dilakukan yaitu: 1. Perbedaan suku menyebabkan perbedaan ambang sensori rasa dasar serta preferensinya dalam matriks pangan, atau 2. Perbedaan suku tidak menyebabkan perbedaan ambang sensori rasa dasar, namun menyebabkan perbedaan preferensinya dalam matriks pangan 3. Perbedaan gender memengaruhi perbedaan ambang sensori rasa dasar 4. Terdapat korelasi antara ambang sensori rasa dasar dengan preferensi dalam matriks pangan. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian yang akan dilakukan berada dalam ruang lingkup berikut. 1. Studi dilakukan pada mahasiswa TPB IPB dari tiga suku berbeda, yaitu Minang, Jawa, dan Nusa Tenggara 2. Studi difokuskan pada tiga dari lima rasa dasar, yaitu manis, pahit, dan asin 3. Matriks pangan yang digunakan untuk pengujian preferensi adalah minuman teh untuk rasa manis, minuman kopi untuk rasa pahit, dan larutan sup sayuran untuk rasa asin. Hasil yang Diharapkan Hasil yang diharapkan dari penelitian ini yaitu: 1. Postulasi ilmiah mengenai pengaruh perbedaan suku dan keragaman cita rasa makanan khas di Indonesia terhadap ambang sensori dan preferensi rasa dasar 2. Publikasi ilmiah mengenai keragaman cita rasa makanan khas suku di Indonesia dari sudut pandang ilmu sensori pangan. 2 TINJAUAN PUSTAKA Kebiasaan Makan Multikultural Kebiasaan makan dapat memengaruhi ambang sensori rasa dasar. Studi oleh Mitchell (2013) terhadap pada penduduk Dublin (Irlandia, Eropa) memperoleh hasil bahwa individu yang terbiasa mengonsumsi makanan dengan kadar garam tinggi akan cenderung membutuhkan garam lebih banyak untuk memperoleh sensasi rasa yang sama dibandingkan dengan individu yang lebih tidak sensitif terhadap garam. Dengan kata lain, kebiasaan konsumsi makanan dengan kadar garam tinggi akan meningkatkan ambang sensori terhadap rasa asin. Selain memengaruhi ambang sensori, suku bangsa juga memengaruhi preferensi seseorang terhadap suatu makanan, terkait dengan intensitas rasa

2 tertentu pada makanan tersebut. Hasil studi mengenai preferensi konsumen Jepang dan Australia terhadap intensitas rasa manis pada jus jeruk, sereal sarapan, serta es krim menunjukkan bahwa terdapat beberapa perbedaan persepsi antara kedua suku bangsa tersebut mengenai intensitas sensori. Variasi pola respon panelis terhadap kemanisan yang meningkat terlihat pada jenis matriks pangan dan suku bangsa. Meski demikian, diperoleh hasil antar suku bangsa yang sama mengenai konsentrasi kemanisan optimum untuk setiap jenis pangan yang diujikan. Ludy dan Mattes (2012) melakukan studi terhadap suku bangsa Kaukasia dan Asia dengan kebiasaan konsumsi makanan pedas yang berbeda. Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa panelis yang telah mengonsumsi makanan yang mengandung cabai sejak kecil memiliki preferensi terhadap konsentrasi cabai merah yang lebih tinggi dalam matriks pangan sup tomat jika dibandingkan dengan panelis yang mengenal sensasi rasa pedas setelahnya (remaja atau dewasa). Negara-negara yang penduduknya banyak mengonsumsi cabai merah memiliki penduduk yang terbiasa dengan rasa pahit dari senyawa 6-nprophythiouracil (PROP) (Ludy dan Mattes 2012). Diduga terdapat keterkaitan antara kebiasaan konsumsi makanan pedas dengan penerimaan rasa pahit. Lanfer (2013) melakukan studi mengenai ambang sensori dan preferensi terhadap rasa dasar manis, pahit, asin, dan gurih pada anak-anak di delapan negara Eropa. Pengujian preferensi rasa dasar dilakukan dalam matriks pangan yang berbeda-beda. Rasa manis diujikan dalam matriks jus apel, sedangkan rasa asin dan gurih diujikan dalam matriks kraker. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa negara asal merupakan faktor terkuat yang memengaruhi preferensi terhadap keempat rasa tersebut. Sebagai contoh, anakanak dari Jerman dan Spanyol menyukai rasa gurih dengan intensitas yang tinggi, sementara anak-anak dari Siprus dan Belgia menyukai rasa gurih dengan intensitas yang lebih rendah. Perbedaan konsentrasi rasa antara tertinggi dan terendah mencapai lebih dari dua kali lipat. Hasil analisis terhadap data menunjukkan bahwa preferensi terhadap rasa manis berkaitan dengan ambang sensori rasa asin dan gurih. Anak-anak dengan ambang sensori rasa asin dan gurih yang rendah memiliki peluang lebih besar untuk memilih jus apel dengan rasa yang lebih manis. Beberapa hasil studi mancanegara mengenai ambang sensori dan preferensi disajikan dalam Tabel 1 dan Tabel 2. Indonesia merupakan negara yang penduduknya terdiri lebih dari 740 suku bangsa (Widodo 2009). Masing-masing suku memiliki unsur kebudayaan yang unik dan khas. Unsur-unsur kebudayaan tersebut di antaranya adalah sistem religi dan upacara keagamaan, sistem organisasi kemasyarakatan, sistem ilmu pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem sarana kehidupan, serta sistem teknologi. Beberapa hal yang memiliki perbedaan menonjol antar suku adalah bahasa, norma, dan makanannya (Ariyani 2013). Makanan atau masakan merupakan kekayaan budaya suatu suku yang sering dianggap biasa. Ariyani (2013) dalam penelitiannya mengenai strategi adaptasi orang Minang terhadap bahasa, makanan, dan norma masyarakat Jawa menyebutkan bahwa orang Minang memiliki kecenderungan menyukai makanan atau masakan yang pedas. Suku Jawa cenderung berselera dengan makanan atau masakan yang manis. Dijelaskan bahwa perbedaan selera atau kebiasaan makan 5

3 6 ini tidak sepenuhnya mutlak bagi anggota suku tertentu, tetapi memang terdapat konstruksi pemikiran jenis makanan dari masing-masing suku tersebut. Tabel 1 Beberapa hasil studi ambang sensori di mancanegara No Rasa Dasar Senyawa Rasa Ambang Sensori Panelis Sumber Dasar 1 Manis Sukrosa 50 mm (sebanyak 51.41% panelis Sukrosa 41.4 mm (ambang pengenalan) Sukrosa 4 g/l (sebanyak 81% panelis mengenali rasa dengan 2 Pahit Urea >750 mm (kurang dari 40% panelis Quinin sulfat mm (ambang pengenalan) Kafein 0.14 g/l (sebanyak 81% panelis 3 Asin NaCl 30 mm (sebanyak 64.89% panelis NaCl 19.3 mm (ambang pengenalan) NaCl NaCl 0.3 g/l (sebanyak 71% panelis ± 0.78 mm (ambang deteksi) dan ± 1.27 mm (ambang pengenalan) pelajar Nigeria berusia 9-17 tahun mahasiswa Paris dengan rata-rata usia 26 tahun, dalam keadaan kenyang panelis terlatih di Norwegia berusia tahun pelajar Nigeria berusia 9-17 tahun mahasiswa Paris dengan rata-rata usia 26 tahun, dalam keadaan kenyang panelis terlatih di Norwegia berusia tahun pelajar Nigeria berusia 9-17 tahun mahasiswa Paris dengan rata-rata usia 26 tahun, dalam keadaan kenyang panelis terlatih di Norwegia berusia tahun penduduk Irlandia berusia tahun Okoro Pasquet (2006) Bitnes (2007) Okoro Pasquet (2006) Bitnes (2007) Okoro Pasquet (2006) Bitnes (2007) Mitchell (2013)

4 7 Tabel 2 Beberapa hasil studi preferensi di mancanegara No Rasa Dasar Matriks Pangan Preferensi Panelis Sumber 1 Manis Jus jeruk Jus jeruk dengan penambahan gula berusia tahun Sereal sarapan Es krim 2 Pahit Jus jeruk (grapefruit) 3 Asin Sup sayuran Kraker Sereal sarapan sebanyak 20 g/l Jus jeruk dengan penambahan gula sebanyak 20 g/l Sereal dengan kandungan gula 225% Es krim dengan kandungan gula 13% Es krim dengan kandungan gula 15% (standar) Jus jeruk tanpa penambahan kafein (0 g/l) Sup sayuran dengan kandungan garam 0.93% tidak berbeda signifikan dengan 0.45% Kraker dengan penambahan kandungan garam Sereal dengan kandungan garam 75% konsumen Jepang berusia tahun (berusia tahun) dan Jepang (berusia tahun) berusia tahun konsumen Jepang berusia tahun (berusia tahun) dan Jepang (berusia tahun) penduduk Irlandia berusia tahun anak-anak di delapan negara Eropa berusia 6-9 tahun (berusia tahun) dan Jepang (berusia tahun) Mitchell (2013) Lanfer (2013) Hasil penelitian Ariyani (2013) menunjukkan bahwa makanan Jawa memiliki kekhasan yang berbeda sesuai daerah asalnya, namun secara prinsip terdapat kesamaan dalam cita rasanya. Jenis makanan yang umum adalah ramesan dan penyet. Hampir sebagian besar masakan menggunakan campuran gula, baik gula putih (pasir) ataupun gula merah.

5 8 Menurut Ariyani (2013), orang Minang yang merantau ke daerah Jawa melakukan strategi adaptasi dengan bahasa dan norma yang berlaku. Adaptasi juga dilakukan terhadap makanan yang merupakan kebutuhan dasar alamiahbiologis. Dalam mengonsumsi makanan Jawa, orang Minang melakukan adaptasi dengan memilih makanan yang cenderung pedas atau menyertakan sambal yang dapat memberikan rasa pedas, atau dengan memasak makanan sendiri. Orang Minang melakukan pemilihan terhadap jenis makanan yang dikonsumsi, sebab masakan yang manis cenderung membuat orang Minang merasa mual dan ingin muntah. Adaptasi konsumsi makanan memerlukan pembiasaan dalam waktu cukup lama. Perbedaan kebiasaan makan antar suku di Indonesia tersebut merupakan hal yang menarik untuk dikaji lebih lanjut, dalam kaitannya dengan ambang sensori rasa dasar dan preferensinya dalam matriks pangan. Ambang Sensori Meilgaard (2007) menjelaskan bahwa ambang sensori atau threshold adalah batas kapasitas sensori manusia. Ambang dapat digolongkan menjadi empat, yaitu ambang mutlak atau ambang deteksi, ambang pengenalan, ambang beda, dan ambang terminal. Ambang deteksi adalah stimulus terendah yang dapat memberikan sensasi. Jika stimulus tersebut telah dapat dikenali dan diidentifikasi secara spesifik, maka konsentrasi terendahnya disebut dengan ambang pengenalan. Umumnya ambang pengenalan lebih tinggi dari ambang deteksi. Ambang beda adalah perubahan konsentrasi yang dibutuhkan untuk memberikan perbedaan intensitas yang dapat dikenali, sedangkan ambang terminal adalah konsentrasi yang jika dinaikkan tidak terjadi perubahan intensitas lagi, berkaitan dengan kejenuhan kuncup pengecap. Secara garis besar, terdapat tiga kategori utama pada metode penentuan ambang sensori (Kolpin 2008). Ketiga kategori utama tersebut adalah staircase procedures, R-index measures, dan alternative forced choice. Staircase procedures umum digunakan untuk menentukan ambang deteksi dan ambang lainnya, seperti ambang beda atau ambang pengenalan. Metode tersebut menggunakan serangkaian reverse 2-alternative forced choices (2-AFC). Metode 2-AFC dilakukan dengan menggunakan sepasang sampel, terdiri dari satu sampel yang mengandung stimulus dan satu sampel yang tidak mengandung stimulus (netral). Panelis diminta untuk menentukan sampel mana yang mengandung stimulus. Jika jawaban panelis salah, pengujian dilanjutkan menggunakan sampel yang mengandung stimulus dengan konsentrasi lebih tinggi. Jika jawaban panelis benar, pengujian diulang pada konsentrasi stimulus yang sama. Jawaban benar sebanyak dua kali pada konsentrasi stimulus yang sama akan berlanjut dengan pengujian menggunakan stimulus dengan konsentrasi lebih rendah. Peningkatan dan penurunan konsentrasi yang digunakan tersebut dikenal dengan nama reversal. Prosedur reversal dilakukan hingga rasa dari dua peningkatan berturutturut dapat dijawab dengan benar. Ambang pengenalan ditentukan dari rata-rata konsentrasi terendah yang dikenali pada setiap reversal (Pasquet 2006). Metode R-index didasarkan pada signal detection theory (SDT). Meilgaard (2007) menjelaskan bahwa SDT merupakan sistem yang berdasarkan pada gagasan bahwa yang akan dituju bukanlah ambang sensori, melainkan perbedaan

6 psikologis antara dua stimulus, yang dilambangkan dengan d. R-index merupakan peluang pemberian jawaban benar pada pengujian pasangan sampel signal (S) dan noise (N). Perbedaan yang besar antara dua stimulus akan memberikan peluang yang lebih besar untuk terdeteksinya perbedaan, sehingga R- index akan bernilai besar (Kolpin 2008). Lebih lanjut, Simpson (2012) menjelaskan bahwa sampel terdiri dari set dengan satu S dan dua N disajikan secara acak. Panelis diminta untuk menjawab apakah suatu sampel merupakan S atau N, serta yakin atau tidak dengan jawaban tersebut. Deteksi stimulus merupakan hasil dari pengambilan keputusan yang bergantung pada tingkat keyakinan dan akurasi panelis. Metode three-alternative forced-choice (3-AFC) ascending concentration series method of limits dideskripsikan dalam American Standard of Testing Materials atau ASTM E679 (ASTM 2011) dan ASTM Kedua metode tersebut menggunakan set sampel yang terdiri dari satu sampel berisi stimulus (test sample) dan dua blanko (blank sample). Panelis diminta untuk mengidentifikasi sampel mana yang merupakan test sample. Jumlah set sampel yang digunakan bervariasi, namun setiap set sampel mengandung test sample berisi stimulus dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Peningkatan konsentrasi pada setiap set harus merupakan faktor konstan, misalnya 2 atau 3. Panelis memulai pengujian pada set yang mengandung sampel dengan konsentrasi stimulus terendah, dan bertahap dilanjutkan ke set dengan konsentrasi stimulus lebih tinggi pada sampel (ascending concentration). Jawaban panelis dinilai dengan 0 untuk jawaban salah dan + untuk jawaban benar. Perbedaan ASTM E679 dan ASTM 1432 terletak pada jumlah pengulangan yang dilakukan serta pengolahan data untuk memperoleh ambang sensori. Pada ASTM E679, pengujian untuk seluruh set hanya dilakukan satu kali, sedangkan pada ASTM 1432 dilakukan pengulangan untuk seluruh set sebanyak 5-7 kali (Kolpin 2008). Oleh karena itu ASTM E679 disebut juga dengan metode cepat. Ambang sensori grup pada ASTM 1432 ditentukan berdasarkan metode frekuensi. Ambang deteksi grup merupakan konsentrasi yang memberikan jawaban benar sebanyak 50% dari seluruh panelis. Metode pengolahan data yang digunakan oleh ASTM E679 memperhitungkan perkiraan terbaik (best estimate) dari setiap panelis, kemudian memperhitungkan geometric mean untuk memperoleh nilai akhir ambang sensori dari grup (ASTM 2011). Lawless (2010) menyatakan bahwa metode ASTM E679 terbukti mampu memperkirakan ambang sensori untuk rasa dan aroma, serta telah digunakan lebih dari 30 tahun. Metode-metode pengujian ambang sensori tersebut telah umum digunakan dalam studi sensori, sehingga telah terdapat berbagai evaluasi. Kolpin (2008) menyatakan bahwa tidak ada prosedur baku untuk staircase method, sehingga tidak dapat dipastikan berapa reversal yang dibutuhkan untuk memperoleh ambang sensori yang valid. Metode tersebut membutuhkan pengolahan data langsung sebelum pengambilan keputusan berupa reversal. Selain itu, staircase method membutuhkan sampel dalam jumlah banyak serta perhatian individu untuk masing-masing panelis. Metode lainnya yaitu R-index memiliki kelemahan dalam pengolahan data yang rumit. Dibutuhkan pengulangan sehingga dicapai perbedaan R-index di atas 50%. Hasil yang akurat baru dapat dicapai dengan set pengujian, hampir sama dengan ASTM Kelemahan dari ASTM

7 10 terletak pada banyaknya pengulangan set pengujian serta waktu pengujian yang panjang. Total set pengujian tersebut dilakukan selama 5-7 hari berbeda. Studi terhadap ambang sensori haze (kompleks protein dan pektin yang menyebabkan kekeruhan) pada jus apel menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh dari staircase method sama dengan hasil yang diperoleh dari ASTM E679. Kelebihan metode ASTM E679 dibandingkan dengan ASTM 1432 yaitu jumlah sampel yang tidak terlalu banyak (3 sampel untuk setiap set, dengan jumlah 6-10 set) dan waktu pelaksanaan yang cepat (hanya satu kali pengulangan). Penetapan ambang sensori secara konvensional pada konsentrasi yang memberikan kemungkinan deteksi sebesar 50% dilakukan pada ASTM 1432, namun hal tersebut dipengaruhi oleh individu yang melakukan pengujian (Lawless 2010). Oleh karena itu, hasil yang diperoleh dari pengolahan data dengan metode ASTM E679 dilaporkan sebagai not far therefrom atau tidak jauh dari (ASTM 2011). Hasil penelitian Kolpin (2008) menunjukkan bahwa pengujian ambang sensori rasa pahit pada asam hop (Humulus lupulus) bir dan madu dengan metode ASTM E679 memberikan hasil yang tidak berbeda signifikan dengan metode ASTM Preferensi Sensori Preferensi sensori termasuk ke dalam uji afektif, dengan tujuan utama memperoleh respon personal terhadap produk, ide dari sebuah produk, ataupun karakteristik produk yang spesifik (Meilgaard 2007). Selain preferensi, yang tergolong uji afektif adalah penerimaan. Uji afektif dilakukan dengan panelis konsumen, maka sering pula disebut uji konsumen. Hasil dari uji afektif dapat berguna untuk menjaga kualitas produk, optimasi atau peningkatan kualitas produk, pengembangan produk baru, mengetahui pasar yang potensial, review kategori produk, ataupun sebagai data pendukung untuk klaim produk. Uji afektif dapat dilakukan secara kualitatif dengan metode focus group, focus panels, mini groups, ataupun one-on-one interview. Uji afektif dapat pula dilakukan secara kuantitatif. Metode yang digunakan bergantung pada jumlah sampel dan jenis data yang ingin diperoleh. Untuk sampel dengan jumlah tiga atau lebih, pengujian preferensi dapat dilakukan dengan metode ranking. Pada metode simple ranking test, panelis menerima sejumlah sampel dan diminta memberikan penilaian secara berurut, misalnya 1 untuk penilaian terendah, dilanjutkan dengan angka-angka berikutnya (2, 3, dan seterusnya bergantung pada jumlah sampel) untuk penilaian yang lebih tinggi. Analisis dan interpretasi data dilakukan dengan Friedman s test dan uji lanjut LSDrank (Meilgaard 2007). Lebih lanjut, Meilgaard (2007) menjelaskan bahwa kekurangan dari metode ranking adalah data yang bersifat ordinal (non-parametrik), sehingga data tidak dapat menggambarkan besarnya perbedaan. Oleh karena itu, uji preferensi sering pula dilakukan dengan metode rating. Meski metode rating umum digunakan untuk uji penerimaan, uji preferensi berkaitan erat dengan uji penerimaan. Penerimaan yang tinggi menandakan preferensi yang tinggi pula. Pada uji rating, panelis menerima sejumlah sampel dan diminta memberikan penilaian menggunakan skala spesifik. Uji rating dapat dilakukan dengan skala kategori (seperti skala 1-9) ataupun skala garis, dengan data bersifat numerik

8 (parametrik). Analisis data dilakukan dengan ANOVA. Jika terdapat sampel yang berbeda nyata, dapat dilakukan uji lanjut dengan LSD atau Tukey-HSD. Kim dan O Mahony mengevaluasi efektivitas penggunaan metode tradisional 9-skala rating. Studi-studi sebelumnya menggunakan 9-skala kategorik dinyatakan memberikan hasil yang tidak konsisten. Adanya efek adaptasi selama pengujian dapat memberikan perubahan intensitas yang diterima antara sampel yang diuji pertama kali dengan sampel-sampel berikutnya. Kemungkinan lainnya adalah stimulus mungkin membingungkan bagi panelis sehingga tidak dapat langsung dibedakan dengan prosedur uji rating. Perbedaan intensitas dalam jumlah yang rendah dapat membingungkan sehingga tidak berbeda signifikan dengan metode tersebut. Selain itu, jumlah sampel yang banyak dapat menyebabkan panelis sulit mengingat nilai yang diberikan terhadap intensitas suatu atribut pada sampel awal dan sampel-sampel berikutnya, sebab pencicipan ulang tidak diperbolehkan. Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut, dapat digunakan metode Rank-Rating. Metode Rank-Rating menggunakan 9-skala yang sama seperti metode rating, namun panelis dapat mengulang pencicipan seperti pada metode ranking. Pencicipan ulang memungkinkan panelis memberikan penilaian secara lebih baik, karena kesulitan mengingat intensitas ataupun nilai dapat diminimalisir. Panelis diberi kartu bantu besar yang mencantumkan 9-skala penilaian. Panelis memberikan penilaian dengan meletakkan wadah sampel pada skala di kartu bantu besar. Metode Rank-Rating memperbolehkan pengubahan nilai yang diberikan selama pengujian karena adanya stimulus dengan intensitas baru yang diterima pada sampel-sampel selanjutnya (Kim dan O Mahony 1998). Studi oleh Kim dan O Mahony mengenai intensitas NaCl menggunakan 9-skala rating dan Rank-Rating memberikan hasil bahwa metode Rank-Rating memiliki nilai kesalahan yang lebih rendah (5.0±2.2) dibandingkan dengan metode 9-skala rating tradisional (7.2±3.1). Dengan metode Rank-Rating, panelis memberikan nilai yang tidak berbeda signifikan pada sampel yang memiliki intensitas sama, serta nilai yang berbeda secara signifikan pada sampelsampel yang memiliki perbedaan intensitas meski perbedaan tersebut rendah. Metode 9-skala rating menunjukkan hasil bahwa panelis sulit memberikan penilaian yang berbeda signifikan pada sampel-sampel yang memiliki perbedaan intensitas rendah. Metode Rank-Rating juga dapat dilakukan dengan jumlah panelis yang lebih sedikit. Pada studi tersebut, hasil yang sama berupa perbedaan signifikan antarsampel diperoleh dengan menggunakan 6 panelis untuk metode Rank-Rating dan 12 panelis untuk metode 9-skala rating. Dengan demikian, metode Rank-Rating lebih efektif digunakan daripada metode 9-skala rating untuk penilaian intensitas. 11

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rasa merupakan parameter penting yang menentukan penerimaan sebuah produk pangan. Hingga kini terdapat lima macam rasa dasar yang dikenal indera perasa manusia, yaitu manis,

Lebih terperinci

AMBANG SENSORI RASA DASAR DAN PREFERENSI DALAM MATRIKS PANGAN DENGAN PENDEKATAN MULTIKULTURAL DI INDONESIA USWATUN HASANAH F

AMBANG SENSORI RASA DASAR DAN PREFERENSI DALAM MATRIKS PANGAN DENGAN PENDEKATAN MULTIKULTURAL DI INDONESIA USWATUN HASANAH F AMBANG SENSORI RASA DASAR DAN PREFERENSI DALAM MATRIKS PANGAN DENGAN PENDEKATAN MULTIKULTURAL DI INDONESIA USWATUN HASANAH F251114081 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 18 konsentrasi yang memberikan skor kesukaan tertinggi untuk setiap panelis juga dibandingkan antar gender dengan uji-t. Uji statistik menggunakan program SPSS 20. Korelasi Ambang Sensori dan Preferensi

Lebih terperinci

3 METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

3 METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 12 3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni November 2013 di lingkungan kampus Institut Pertanian Bogor. Lokasi dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa mahasiswa IPB

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan adalah 17 jenis kecap manis komersial Indonesia. Sampelsampel kecap manis komersial tersebut mewakili kecap manis komersial nasional

Lebih terperinci

Uji Segitiga. Uji Hedonik

Uji Segitiga. Uji Hedonik Nama : Elya Hidayati Nim : 135080301111003 Kelompok : 2 Kelas : T03 Uji Segitiga 1. Judul jurnal : Analisa Asam Lemak Tidak Jenuh pada Tepung Sorghum (Sorghum bicolor L.) Termodifikasi dan Aplikasinya

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM EVALUASI SENSORIS

PENUNTUN PRAKTIKUM EVALUASI SENSORIS PENUNTUN PRAKTIKUM EVALUASI SENSORIS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 1 PRAKTIKUM 1 AMBANG MUTLAK DAN PENGENALAN UNTUK RASA (Absolute and Recognition Threshold

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai bahan utamanya dan bumbu pelengkap seperti terasi, garam, asam jawa.

I. PENDAHULUAN. sebagai bahan utamanya dan bumbu pelengkap seperti terasi, garam, asam jawa. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Rujak manis adalah semacam salad yang dibuat dari campuran potongan buah segar dengan saus manis pedas. Bumbu rujak manis terbuat dari gula merah, sebagai bahan utamanya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Umami merupakan bagian dari lima rasa dasar selain manis, asam, asin, dan pahit (Hallock, 2007). Umami merupakan rasa yang banyak ditemukan pada makanan siap saji, makanan

Lebih terperinci

KUISIONER KESUKAAN TERHADAP PRODUK OLAHAN SUSU

KUISIONER KESUKAAN TERHADAP PRODUK OLAHAN SUSU LAMPIRAN Lampiran 1. Kuisioner seleksi panelis (Form 1) KUISIONER KESUKAAN TERHADAP PRODUK OLAHAN SUSU Nama : Tanggal : No. Hp : Anda diminta menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini. Lingkari jawaban

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA LAB SHEET PENGENDALIAN MUTU PANGAN

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA LAB SHEET PENGENDALIAN MUTU PANGAN No. LST/TBB/BOG207 Revisi : 01 Tgl. 01 Februari 2010 Hal 1 dari 9 1. Kompetensi: Mampu mempraktikkan dan mengaplikasikan threshold test dalam bidang boga. 2. Sub Kompetensi: a. Mampu menjelaskan prinsip

Lebih terperinci

Gambar 32. Diagram Alir Pembuatan Tepung Kulit Buah Manggis

Gambar 32. Diagram Alir Pembuatan Tepung Kulit Buah Manggis 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Pembuatan Tepung Kulit Buah Manggis Penelitian ini menggunakan bahan baku dari tepung kulit buah manggis. Pertama-tama buah manggis yang digunakan dicuci terlebih dahulu. Proses

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menghasilkan bau, sebagai zat harus bersifat menguap. Dua zat atau. atau saling menutupi (Setyaningsih, dkk., 2010).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menghasilkan bau, sebagai zat harus bersifat menguap. Dua zat atau. atau saling menutupi (Setyaningsih, dkk., 2010). IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Organoleptik 1. Aroma Bau atau aroma merupakan sifat sensori yang paling sulit untuk diklasifikasikan dan dijelaskan karena ragamnya yang begitu besar, agar menghasilkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Biofarmaka, IPB-Bogor. Penelitian ini berlangsung selama lima

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan dalam bentuk eksperimen. Menurut Sugiyono

BAB 3 METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan dalam bentuk eksperimen. Menurut Sugiyono BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini akan dilakukan dalam bentuk eksperimen. Menurut Sugiyono (2009:72) Penelitian Eksperimen atau Experimental Research dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian Hasil Jadi Oatmeal

BAB 3 METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian Hasil Jadi Oatmeal BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian Hasil Jadi Oatmeal Cookies Menggunakan Gula Pasir dan Madu Kelengkeng adalah metode eksperimental.

Lebih terperinci

RINGKASAN Herlina Gita Astuti.

RINGKASAN Herlina Gita Astuti. RINGKASAN Herlina Gita Astuti. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Pemanis Buatan Siklamat pada Selai Tidak Berlabel yang Dijual di Pasar Besar Kota Palangka Raya Tahun 2015. Program Studi D-III Farmasi

Lebih terperinci

t-test: Two-Sample Assuming Unequal Variances

t-test: Two-Sample Assuming Unequal Variances LAMPIRAN Lampiran 1. Komposisi multivitamin dan mineral Caviplex Komponen Jumlah Komponen Jumlah Vitamin A 4000 IU Acid Folic 1 mg Vitamin D 400 IU Fe Fumarat 135 mg Vitamin B1 3 mg Acid Glutamic 50 mg

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMILIHAN PANELIS UJI DESKRIPSI KECAP MANIS 1. Seleksi Panelis Proses seleksi panelis merupakan tahap awal penelitian. Proses ini dilakukan untuk memilih panelis potensial.

Lebih terperinci

UJI SEGITIGA I PENDAHULUAN

UJI SEGITIGA I PENDAHULUAN UJI SEGITIGA I PENDAHULUAN Evaluasi sensori atau analisis sensori merupakan suatu ilmu pengetahuan yang menggunakan indera manusia untuk mengukur tekstur, kenampakan, aroma, dan rasa pada produk pangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, kemajuan ilmu pengetahuan menyebabkan masyarakat semakin peduli mengenai isu kesehatan. Menurut Wijaya (2002), hal ini mengakibatkan

Lebih terperinci

UJI RANGE METHOD. Oleh: : Hilda Rani Dwitama NRP : No. Meja : 6 (Enam) Kelompok : B Tgl Praktikum : 13 Maret 2013 Asisten : Sri Mulyati

UJI RANGE METHOD. Oleh: : Hilda Rani Dwitama NRP : No. Meja : 6 (Enam) Kelompok : B Tgl Praktikum : 13 Maret 2013 Asisten : Sri Mulyati UJI RANGE METHOD Oleh: Nama : Hilda Rani Dwitama NRP : 103020030 No. Meja : 6 (Enam) Kelompok : B Tgl Praktikum : 13 Maret 2013 Asisten : Sri Mulyati JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selai adalah buah yang masak dan tidak ada tanda-tanda busuk. Buah yang

BAB I PENDAHULUAN. selai adalah buah yang masak dan tidak ada tanda-tanda busuk. Buah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah-buahan merupakan bahan pangan sumber vitamin. Buah cepat sekali rusak oleh pengaruh mekanik, kimia dan mikrobiologi sehingga mudah menjadi busuk. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

MATERI PRAKTIKUM Acara 1 Acara 2 Acara 3 Acara 4 Acara 5 Acara 6 Acara 7 Uji Ambang Batas (Threshold Test) Identifikasi Aroma Uji Pembeda Berpasangan

MATERI PRAKTIKUM Acara 1 Acara 2 Acara 3 Acara 4 Acara 5 Acara 6 Acara 7 Uji Ambang Batas (Threshold Test) Identifikasi Aroma Uji Pembeda Berpasangan PETUNJUK MATERI PRAKTIKUM EVALUASI SENSORIS Disusun oleh: Nur Aini Gunawan Wijonarko PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN 2016 MATERI PRAKTIKUM Acara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kesehatan, padahal makanan juga bisa dilihat dari sudut pandang budaya.

I. PENDAHULUAN. dan kesehatan, padahal makanan juga bisa dilihat dari sudut pandang budaya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Makanan dianggap penting karena merupakan bagian terbesar dari proses kelangsungan hidup manusia. Selama ini, makanan hanya dikaji dari aspek gizi dan kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidupnya, namun makanan merupakan masukan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidupnya, namun makanan merupakan masukan yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan bukan hanya kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, namun makanan merupakan masukan yang sangat penting untuk membangun fisik yang

Lebih terperinci

Kata Kunci :Ronto, jumlah mikroba, kadar air, kadar garam

Kata Kunci :Ronto, jumlah mikroba, kadar air, kadar garam HUBUNGAN ANTARA KADAR GARAM DAN KADAR AIR TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROBA PADA MAKANAN TRADISIONAL RONTO DARI KOTABARU KALIMANTAN SELATAN Meiliana Sho etanto Fakultas Farmasi Meilianachen110594@gmail.com

Lebih terperinci

Sifat Sensoris (Sensory Properties)

Sifat Sensoris (Sensory Properties) Analisis Sifat Sensoris Bahan Pangan By. Jaya Mahar Maligan Laboratorium Nutrisi Pangan dan Hasil Pertanian Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Jurusan Teknologi Hasil Pertanian FTP - UB 2016 Sifat

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM UJI SEGITIGA DAN PEMBEDA SEDERHANA

LAPORAN PRAKTIKUM UJI SEGITIGA DAN PEMBEDA SEDERHANA LAPORAN PRAKTIKUM UJI SEGITIGA DAN PEMBEDA SEDERHANA Oleh : KELOMPOK 1 YOGA SETIAWAN 115100800111027 ISMIZANA JATI PRASIDDHA 115100807111007 CATUR SETYA BUDIRINI 115100800111009 ANASTASIA APRILANI 115100800111019

Lebih terperinci

Lupakan Pemahaman Yang Tidak Benar

Lupakan Pemahaman Yang Tidak Benar 1 Lupakan Pemahaman Yang Tidak Benar Dan Bukalah Pikiran Anda Hal pertama yang harus anda lakukan adalah melupakan segalal sesuatu tentang diet, rendah kalori, rendah lemak ( dan segala sesuatu yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Anonim (2011), produksi tomat Indonesia dari tahun 2008 hingga tahun

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Anonim (2011), produksi tomat Indonesia dari tahun 2008 hingga tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat merupakan salah satu jenis sayuran buah yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Tomat banyak dibudidayakan dan produktivitasnya tinggi. Menurut Anonim

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian 1) Total bakteri Rancangan penelitian total bakteri menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan waktu penyimpanan selama 0, 3, 6, 9, dan

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN

III. METODELOGI PENELITIAN III. METODELOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup semua pengertian dan pengukuran yang dipergunakan untuk mendapatkan data yang akan dianalisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ceker ayam Ceker adalah bagian dari tubuh ayam yang berhubungan langsung dengan benda-benda kotor. Meski demikian, tanpa ceker ayam tidak mungkin menjadi gemuk untuk diambil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bawang putih, dan asam jawa. Masing-masing produsen bumbu rujak ada yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. bawang putih, dan asam jawa. Masing-masing produsen bumbu rujak ada yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bumbu rujak Rujak manis adalah semacam salad. Rujak manis terdiri dari campuran beberapa potongan buah segar dengan dibumbui saus manis pedas. Pada umumnya bumbu rujak manis terbuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada anak-anak membuat anak buta setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada anak-anak membuat anak buta setiap tahunnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Defisiensi vitamin A merupakan penyebab kebutaan yang paling sering ditemukan pada anak-anak membuat 250.000-500.000 anak buta setiap tahunnya dan separuh diantaranya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Penambahan Pasta Tomat Terhadap Daya Ikat Air Naget Ayam. penambahan pasta tomat, disajikan pada Tabel 7.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Penambahan Pasta Tomat Terhadap Daya Ikat Air Naget Ayam. penambahan pasta tomat, disajikan pada Tabel 7. IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Penambahan Pasta Tomat Terhadap Daya Ikat Air Naget Ayam Hasil pengamatan daya ikat air naget ayam dengan tiga perlakuan penambahan pasta tomat, disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah budidaya jambu biji. Jambu biji jenis getas merah (Psidium guajava Linn) merupakan jenis jambu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah salak merupakan salah satu buah unggulan yang banyak digemari masyarakat. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (2015), produksi buah salak menempati posisi terbesar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 43 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Subjek Penelitian Objek dalam penelitian ini yang akan dilakukan yaitu meneliti mutu organoleptik terhadap inovasi produk cookies lidah kucing berbahan dasar

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Survei Manfaat Daun Hantap Cara Penetapan Sampel

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Survei Manfaat Daun Hantap Cara Penetapan Sampel 19 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan penelitian. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai Desember 2010 yang mencakup kegiatan penyelesaian proposal, pengambilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah naga (Hylocereus sp.) merupakan tanaman jenis kaktus yang berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang awalnya dikenal sebagai tanaman

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. merupakan jenis penelitian eksperimen faktorial (factorial design). Eksperimen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. merupakan jenis penelitian eksperimen faktorial (factorial design). Eksperimen BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian 3.3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahap yaitu pada tahap I merupakan merupakan jenis penelitian eksperimen faktorial

Lebih terperinci

Lampiran 1. Diagram alir pembuatan kecap manis

Lampiran 1. Diagram alir pembuatan kecap manis 82 Lampiran 1. Diagram alir pembuatan kecap manis Kedelai hitam (bersih) Perendaman selama 12 jam Perebusan selama 4 5 jam / sampai lunak Pengeringan Inokulasi Aspergillus oryzae Fermentasi tahap I (3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat beragam dan tergolong ke dalam jenis buah tropis seperti rambutan, nanas,

BAB I PENDAHULUAN. sangat beragam dan tergolong ke dalam jenis buah tropis seperti rambutan, nanas, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah-buahan merupakan salah satu produk pertanian unggulan yang banyak dihasilkan di Indonesia sebagai negara agraris. Jenis buah yang dihasilkan sangat beragam dan

Lebih terperinci

BAB 6 KORELASI DAN KATEGORI KUALITAS JERUK KEPROK GARUT BERDASARKAN PARAMETER KELISTRIKAN DAN PANELIS. Pendahuluan

BAB 6 KORELASI DAN KATEGORI KUALITAS JERUK KEPROK GARUT BERDASARKAN PARAMETER KELISTRIKAN DAN PANELIS. Pendahuluan BAB 6 KORELASI DAN KATEGORI KUALITAS JERUK KEPROK GARUT BERDASARKAN PARAMETER KELISTRIKAN DAN PANELIS Pendahuluan Rasa merupakan faktor penting yang dipertimbangkan dalam penerimaan masyarakat terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rempah-rempah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan dan kebutuhan manusia di dunia. Kehidupan masyarakat Indonesia pun sangat dekat dengan beragam

Lebih terperinci

Uji mutu organoleptik. Pramudya Kurnia

Uji mutu organoleptik. Pramudya Kurnia Uji mutu organoleptik Pramudya Kurnia Organoleptik Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses pengindraan. Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis, yaitu kesadaran

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Cempedak Terhadap Kualitas Fisik Dan Organoleptik. Proses fermentasi tempe dimulai dari fase pertumbuhan cepat (0-30 jam

BAB V PEMBAHASAN. Cempedak Terhadap Kualitas Fisik Dan Organoleptik. Proses fermentasi tempe dimulai dari fase pertumbuhan cepat (0-30 jam BAB V PEMBAHASAN A. Pengaruh Lama Waktu Fermentasi Tempe Berbahan Baku Biji Cempedak Terhadap Kualitas Fisik Dan Organoleptik. Perlakuan lama waktu fermentasi sangat berpengaruh nyata terhadap kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan bahan tambahan pangan dewasa ini sangat beragam, dari

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan bahan tambahan pangan dewasa ini sangat beragam, dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan bahan tambahan pangan dewasa ini sangat beragam, dari pengawet sampai pemberi aroma dan pewarna. Berkembangnya bahan tambahan pangan mendorong pula perkembangan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Hampir 60% produksi kakao berasal dari pulau Sulawesi yakni

I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Hampir 60% produksi kakao berasal dari pulau Sulawesi yakni I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perubahan gaya hidup saat ini, masyarakat menginginkan suatu produk pangan yang bersifat praktis, mudah dibawa, mudah dikonsumsi, memiliki cita rasa

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Jenis Panelis. Gambar 4.1 Pie Chart Jenis Panelis. Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2013

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Jenis Panelis. Gambar 4.1 Pie Chart Jenis Panelis. Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2013 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4. 1 Panelis 4.1.1 Jumlah Panelis Jenis Panelis 35 5 30 P anelis Ahli Panelis Terlatih Panelis Tidak Gambar 4.1 Pie Chart Jenis Panelis Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2013 Pada

Lebih terperinci

penyakit kardiovaskuler (Santoso, 2011).

penyakit kardiovaskuler (Santoso, 2011). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sayur-sayuran dan buah-buahan merupakan sumber serat pangan yang mudah ditemukan dalam bahan pangan dan hampir selalu terdapat pada hidangan sehari-hari masyarakat Indonesia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Teh adalah salah satu minuman terkenal di dunia, termasuk di

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Teh adalah salah satu minuman terkenal di dunia, termasuk di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teh adalah salah satu minuman terkenal di dunia, termasuk di Indonesia. Teh juga merupakan salah satu bahan penyegar yang penggunaannya populer di Indonesia selain kopi

Lebih terperinci

EFEK PENGGUNAAN KALDU INSTAN SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN MAKANAN TERHADAP EMBRIO MENCIT (Mus musculus)

EFEK PENGGUNAAN KALDU INSTAN SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN MAKANAN TERHADAP EMBRIO MENCIT (Mus musculus) EFEK PENGGUNAAN KALDU INSTAN SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN MAKANAN TERHADAP EMBRIO MENCIT (Mus musculus) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Biologi Oleh : LUJENG WIJAYANTI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Baiq Rein (2010), makanan tradisional merupakan makanan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Baiq Rein (2010), makanan tradisional merupakan makanan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Baiq Rein (2010), makanan tradisional merupakan makanan yang dikonsumsi oleh golongan etnik tertentu. Makanan tradisional ini termasuk kelompok makanan, minuman,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. peningkatan mutu, penggunaan bahan pembentuk rasa dan warna, serta

PENDAHULUAN. peningkatan mutu, penggunaan bahan pembentuk rasa dan warna, serta PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan pangan harus mampu mencukupi kebutuhan gizi yang diperlukan oleh tubuh manusia yang berperan dalam proses pertumbuhan, menjaga berat badan, mencegah penyakit defisiensi,

Lebih terperinci

LAMPIRAN Lampiran 1. Form Uji Ranking dan Mutu Hedonik

LAMPIRAN Lampiran 1. Form Uji Ranking dan Mutu Hedonik LAMPIRAN Lampiran 1. Form Uji Ranking dan Mutu Hedonik Nama : No. Hp: Tgl. Uji : Intruksi Umum : 1. Di hadapan Anda tersedia sampel telur asin yang harus dinilai berdasarkan atribut yang tertera dalam

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT

III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam latihan panelis potensial yang telah lolos seleksi antara lain gula bubuk merk Apel Kesemek dan Milky (brand Alfamart), garam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pangan merupakan kebutuhan yang paling esensial bagi manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pangan merupakan kebutuhan yang paling esensial bagi manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling esensial bagi manusia untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya. Pangan sebagai sumber zat gizi (karbohidrat, lemak, protein,

Lebih terperinci

UJI ORGANOLEPTIK DAN DAYA SIMPAN SELAI GULMA KROKOT

UJI ORGANOLEPTIK DAN DAYA SIMPAN SELAI GULMA KROKOT UJI ORGANOLEPTIK DAN DAYA SIMPAN SELAI GULMA KROKOT (Portulaca oleracea) DENGAN PENAMBAHAN AIR PERASAN TEBU (Saccharum officinarum L.) DENGAN PERBANDINGAN YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Oleh: RUSTONI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. padat dan sering menjadi pelengkap untuk makan roti, dan dibuat inovasi

BAB I PENDAHULUAN. padat dan sering menjadi pelengkap untuk makan roti, dan dibuat inovasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selai merupakan salah satu produk makanan yang berupa semi padat dan sering menjadi pelengkap untuk makan roti, dan dibuat inovasi untuk biskuit. Selai umumnya terbuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk fermentasi. Proses fermentasi mampu meningkatkan nilai gizi

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk fermentasi. Proses fermentasi mampu meningkatkan nilai gizi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan konsumsi pangan tidak lagi hanya memikirkan tentang cita rasa, harga dan tampilan makanan tetapi juga mulai memperhatikan nilai gizi. Konsumen mulai beralih

Lebih terperinci

UJI KUALITAS YOGHURT SUSU SAPI DENGAN PENAMBAHAN MADU dan Lactobacillus bulgaricus PADA KONSENTRASI YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI

UJI KUALITAS YOGHURT SUSU SAPI DENGAN PENAMBAHAN MADU dan Lactobacillus bulgaricus PADA KONSENTRASI YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI 1 UJI KUALITAS YOGHURT SUSU SAPI DENGAN PENAMBAHAN MADU dan Lactobacillus bulgaricus PADA KONSENTRASI YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: FITA FINARSIH A 420 100 067 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung 83-87,5 g air; 3,3 4,9 g protein dan; 4 7,3 g lemak. Susu kambing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung 83-87,5 g air; 3,3 4,9 g protein dan; 4 7,3 g lemak. Susu kambing 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Kambing Susu kambing menurut hasil penelitian dalam Sodiq dan Abidin (2008) mengandung 83-87,5 g air; 3,3 4,9 g protein dan; 4 7,3 g lemak. Susu kambing dapat dikonsumsi

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan aseptibilitas, kesegaran dan daya tahan bahan itu. Air juga merupakan komponen penting dalam bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buah tomat di antaranya solanin (0,007 %), saponin, asam folat, asam malat,

BAB I PENDAHULUAN. buah tomat di antaranya solanin (0,007 %), saponin, asam folat, asam malat, BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Tomat (Solanum lycopersicum) merupakan salah satu tanaman yang sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia. Namun pemanfaatannya hanya sebatas sebagai lalap dan bahan tambahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Kerupuk Jagung 4.1.1 Pencampuran Adonan Proses pencampuran adonan ada dua kali yaitu dengan cara manual (tangan) dan kedua dengan menggunakan mixer. Langkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas tidak hanya ditentukan dari produk akhir saja, namun kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas tidak hanya ditentukan dari produk akhir saja, namun kualitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bagi industri pangan, kualitas bahan baku merupakan suatu hal yang penting karena berhubungan dengan kualitas produk yang dihasilkan. Kualitas tidak hanya ditentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

Lampiran 1. A. Karakteristik Responden 1. Nama Responden : 2. Usia : 3. Pendidikan :

Lampiran 1. A. Karakteristik Responden 1. Nama Responden : 2. Usia : 3. Pendidikan : Lampiran 1 KUESINER PENELITIAN Analisa Kandungan Natrium Benzoat, Siklamat Pada Selai Roti Yang Bermerek Dan Tidak Bermerek Serta Tingkat Pengetahuan Penjual Tentang Natrium Benzoat, Siklamat Pada Selai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Baik untuk memenuhi energi basal maupun energi untuk aktivitas sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. Baik untuk memenuhi energi basal maupun energi untuk aktivitas sehari-hari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia membutuhkan makanan setiap harinya guna mendapatkan energi. Baik untuk memenuhi energi basal maupun energi untuk aktivitas sehari-hari (Almatsier, 2004). Namun

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. menjadi salah satu penyebab sindrom dispepsia (Anggita, 2012).

BAB V PEMBAHASAN. menjadi salah satu penyebab sindrom dispepsia (Anggita, 2012). BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden 1. Jenis Kelamin Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden (51 orang) adalah perempuan. Perempuan lebih mudah merasakan adanya serangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh masyarakat luas dan sangat digemari terutama oleh anak-anak, karena es lilin memiliki warna yang menarik

Lebih terperinci

UJI PENGGUNAAN ASAP CAIR UNTUK MENGURANGI BAU PADA LIMBAH PENCUCIAN IKAN DENGAN METODE THRESHOLD ODOR TEST. Aditya W Dwi Cahyo

UJI PENGGUNAAN ASAP CAIR UNTUK MENGURANGI BAU PADA LIMBAH PENCUCIAN IKAN DENGAN METODE THRESHOLD ODOR TEST. Aditya W Dwi Cahyo UJI PENGGUNAAN ASAP CAIR UNTUK MENGURANGI BAU PADA LIMBAH PENCUCIAN IKAN DENGAN METODE THRESHOLD ODOR TEST Aditya W Dwi Cahyo 3304.100.037 Aktifitas pencucian ikan menghasilkan bau Bau dampak pencemaran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Kedua sampel sama Kedua sampel berbeda

LAMPIRAN. Kedua sampel sama Kedua sampel berbeda LAMPIRAN Lampiran 1. Kuesioner Uji Pembedaan Sederhana UJI PEMBEDAAN SEDERHANA Nama : tanggal : Produk : Cookies ubi jalar Instruksi : 1. Dihadapan anda terdapat dua buah sampel cookies. Cicipi sampel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI RISA DHALIA A

NASKAH PUBLIKASI RISA DHALIA A ORGANOLEPTIK DAN KADAR VITAMIN C CINCAU DENGAN PENAMBAHAN SARI JERUK DAN GULA PASIR NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : RISA DHALIA A 420 100 192 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kelor merupakan salah satu tanaman sayuran yang multiguna. Hampir semua bagian dari tanaman kelor ini dapat dijadikan sumber makanan karena mengandung senyawa aktif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf 4.1.1 Daya Ikat Air Meatloaf Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang rawan ayam terhadap daya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kembang gula merupakan produk sejenis gula-gula (confectionary) yang dibuat

I. PENDAHULUAN. kembang gula merupakan produk sejenis gula-gula (confectionary) yang dibuat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permen adalah produk pangan yang banyak digemari. Permen atau kembang gula merupakan produk sejenis gula-gula (confectionary) yang dibuat dengan mendidihkan campuran gula

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. di seluruh dunia, dimana kecap merupakan produk cair berwarna coklat atau

TINJAUAN PUSTAKA. di seluruh dunia, dimana kecap merupakan produk cair berwarna coklat atau II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kecap Kecap merupakan jenis makanan fermentasi yang paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia, dimana kecap merupakan produk cair berwarna coklat atau hitam gelap yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cepat antara lain dalam hal makanan, baik makanan cepat saji maupun

BAB I PENDAHULUAN. cepat antara lain dalam hal makanan, baik makanan cepat saji maupun BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Kehidupan masyarakat, terutama dikota- kota besar, dicirikan oleh segala sesuatu yang serba praktis dan cepat. Kegemaran akan hal- hal yang serba cepat antara lain

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam 44 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci Hasil penelitian pengaruh konsentrasi garam terhadap rendemen kerupuk kulit kelinci tercantum pada Tabel

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan suatu produk minuman atau jajanan tradisional yang

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan suatu produk minuman atau jajanan tradisional yang 14 PENDAHULUAN Latar Belakang Es lilin merupakan suatu produk minuman atau jajanan tradisional yang masih digemari dari setiap kalangan baik orang dewasa maupun anak-anak, karena es lilin mempunyai rasa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

Senyawa Pahit Senyawa Asin Perisa (Flavoring) Penguat Rasa (Flavor Enhancer)

Senyawa Pahit Senyawa Asin Perisa (Flavoring) Penguat Rasa (Flavor Enhancer) DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN...ii PERNYATAAN... iv DAFTAR PUBLIKASI... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv

Lebih terperinci

KANDUNGAN VITAMIN C DAN UJI ORGANOLEPTIK FRUITHGURT KULIT BUAH SEMANGKA DENGAN PENAMBAHAN GULA AREN DAN KAYU SECANG NASKAH PUBLIKASI

KANDUNGAN VITAMIN C DAN UJI ORGANOLEPTIK FRUITHGURT KULIT BUAH SEMANGKA DENGAN PENAMBAHAN GULA AREN DAN KAYU SECANG NASKAH PUBLIKASI KANDUNGAN VITAMIN C DAN UJI ORGANOLEPTIK FRUITHGURT KULIT BUAH SEMANGKA DENGAN PENAMBAHAN GULA AREN DAN KAYU SECANG NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: WIDYA AGUSTINA A 420 100 076 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU

Lebih terperinci

Pola hidup sehat untuk penderita diabetes

Pola hidup sehat untuk penderita diabetes Pola hidup sehat untuk penderita diabetes Penanganan diabetes berfokus pada mengontrol kadar gula darah (glukosa). Hal tersebut dapat dijalankan dengan memperhatikan pola makan dan olahraga, serta merubah

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KUALITAS PRODUK

ANALISIS KINERJA KUALITAS PRODUK 45 ANALISIS KINERJA KUALITAS PRODUK Perilaku konsumen dalam mengkonsumsi dangke dipengaruhi oleh faktor budaya masyarakat setempat. Konsumsi dangke sudah menjadi kebiasaan masyarakat dan bersifat turun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi manusia. Pangan menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 tahun 2012 bahwa pangan adalah segala sesuatu yang

Lebih terperinci