POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) USAHA ITIK PETELUR (Pola Pembiayaan Syariah)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) USAHA ITIK PETELUR (Pola Pembiayaan Syariah)"

Transkripsi

1 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) USAHA ITIK PETELUR (Pola Pembiayaan Syariah) BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Telepon : (021) Fax : (021) , tbtlkm@bi.go.id

2 DAFTAR ISI 1. Pendahuluan a. Latar Belakang b. Tujuan c. Metode Penelitian Profil Usaha Aspek Pemasaran a. Permintaan b. Penawaran c. Pemasaran Produk Aspek Produksi a. Lokasi Usaha dan Fasilitas Produksi b. Bahan Baku c. Tenaga Kerja dan Teknis Budidaya d. Produksi dan Kendala Produksi Aspek Keuangan a. Fleksibilitas Produk Pembiayaan Syariah b. Pemilihan Pola Usaha c. Asumsi dan Parameter Keuangan d. Komponen Biaya Investasi dan Biaya Operasional e. Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja f. Proyeksi Produksi dan Pendapatan g. Proyeksi Rugi Laba h. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek i. Perolehan Margin Aspek Sosial Ekonomi Penutup a. Kesimpulan b. Saran LAMPIRAN Bank Indonesia Usaha Itik Petelur (Syariah) 1

3 1. Pendahuluan a. Latar Belakang Usaha ternak itik petelur mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan di daerah dengan kondisi alam tropis seperti di Indonesia. Peternakan itik petelur membutuhkan sumber protein yang lebih sedikit dibandingkan dengan peternakan ayam petelur. Dengan demikian usaha ternak itik petelur menjanjikan peluang keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan usaha ternak ayam pedaging. Kisah sukses usaha ternak itik petelur di Desa Kroya, Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon seperti dikemukakan dalam SINAR TANI Edisi 11/17 Juli 2001 telah mampu meningkatkan kemakmuran para peternak itik petelur. Dikemukakan juga bahwa peternak, yang menghasilkan itik umur satu hari (DOD) berhasil memperoleh pendapatan hingga mencapai rata-rata sekitar Rp per bulan. Dengan demikian ternak itik petelur dapat dijadikan sebagai usaha unggulan bagi rakyat Indonesia. Sedikitnya terdapat tiga alasan utama, mengapa usaha ternak itik petelur dijadikan sebagai usaha unggulan, yaitu: 1. Usaha ternak itik petelur merupakan jenis usaha yang sudah dikenal secara luas oleh rakyat Indonesia. 2. Usaha ternak itik petelur membutuhkan pakan (khususnya protein) yang lebih efisien dibandingkan dengan usaha ternak ayam pedaging. 3. Usaha ternak itik petelur telah terbukti mampu memberikan pendapatan yang relatif besar. b. Tujuan Tujuan dari penyusunan pola pembiayaan ini adalah: 1. Menyediakan rujukan bagi perbankan dalam rangka meningkatkan realisasi kredit usaha kecil, khususnya bagi pengembangan usaha itik petelur. 2. Menyediakan informasi dan pengetahuan untuk mengembangkan usaha itik petelur terutama tentang aspek keuangan, produksi, dan pemasaran. Ruang lingkup dari studi ini meliputi: 1. Komoditi yang akan diteliti dalam kajian ini adalah itik petelur di Daerah Mataram Propinsi Nusa Tenggara Barat dengan jenis Itik Mojosari. 2. Aspek-aspek yang diteliti dalam pola pembiayaan usaha itik petelur adalah : Bank Indonesia Usaha Itik Petelur (Syariah) 2

4 a. Aspek pemasaran meliputi antara lain kondisi permintaan yaitu pasar domestik dan ekspor, penawaran, persaingan, harga, proyeksi permintaan pasar dll, b. Aspek Produksi meliputi gambaran komoditi, persyaratan teknis produk, proses pengolahan dan penanganannya, c. Aspek Keuangan meliputi perhitungan kebutuhan biaya investasi, dan kelayakan keuangan. Perhitungan kelayakan keuangan menggunakan analisis yang disesuaikan dengan jenis usaha yang dapat meliputi rugi laba, cash flow, net present value, pay back ratio, benefit cost ratio dan internal rate of return, termasuk analisa sensitivitas, d. Aspek Sosial Ekonomi meliputi pengaruh pengembangan usaha komoditi yang diteliti terhadap perekonomian, penciptaan lapangan kerja dan pengaruh terhadap sektor lain, dan e. Aspek Dampak Lingkungan c. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan mengadakan survei di wilayah yang selama ini mempunyai potensi pengembangan usaha ternak itik petelur cukup baik, yaitu di Kota Mataram, Propinsi Nusa Tenggara Barat. Survei lapang dilakukan untuk memperoleh data sebagai berikut: 1. Data primer dari pengusaha kecil (peternak itik petelur); 2. Data sekunder dari perbankan umum dan instansi terkait (Dinas Peternakan, dan BPS Kota Mataram); 3. Tokoh masyarakat setempat (tokoh formal dan tokoh informal). Atas hasil pengumpulan data tersebut di atas selanjutnya dilakukan analisa atas hal-hal sebagai berikut: 1. Analisa usaha, dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh komoditi yang diteliti dilihat dari aspek-aspek pemasaran, produksi, sosial-ekonomi, dan dampak lingkungannya; 2. Analisa pembiayaan, dilakukan untuk mengetahui bagaimana pembiayaan proyek dan kelayakan usaha dilihat dari aspek keuangannya. Untuk kepentingan pengumpulan dan analisa data tersebut di atas, sampel usaha kecil di wilayah penelitian diambil secara purposive dengan persyaratan bahwa usaha kecil tersebut yang paling banyak terdapat di wilayah studi, dengan mengutamakan mereka yang mendapat kredit bank untuk usaha taninya. Bank Indonesia Usaha Itik Petelur (Syariah) 3

5 2. Profil Usaha Usaha ternak itik petelur biasanya dilaksanakan secara tradisional. Sebagai contoh di Propinsi Nusa Tenggara Barat, sebagian besar atau bahkan hampir 60% adalah peternak itik tradisional. Ciri peternak itik tradisional pada umumnya digembalakan dengan makanan seluruhnya diperoleh waktu digembalakan, kandang seadanya tanpa kolam dan tidak mengenal penanganan kesehatan sama sekali. Sedangkan bentuk pemeliharaan itik petelur lainnya adalah semi intensif dan intensif. Perbedaan pemeliharaan itik petelur tradisional, semi intensif dan intensif dapat dilihat pada Tabel 2.1 Tabel 2.1. Perbedaan Pemeliharaan Itik secara Tradisional, Semi Intensif dan Intensif Tradisional Semi intensif Intensif Digembalakan Sekali-kali digembalakan Tidak digembalakan 100% makanan 50% makanan 100% makanan dari buatan50 % dari buatan penggembalaan penggembalaan Kandang Kandang dilengkapi Kandang sistem kering seadanya, kolam seperti ayam ras tanpa kolam Tanpa Kadang ada Penggunaan obat dan penggunaan pengobatan dan vaksin secara intensif obat dan vaksin vaksinasi Sumber: Suharno dan Setiawan (2001) Dari Tabel 2.1 tersebut di atas tampak pemeliharaan itik petelur cara semi intensif merupakan peralihan dari tradisional menuju intensif. Tampak pula pemeliharaan itik petelur intensif memerlukan sarana dan prasarana yang relatif besar dibandingkan dengan beternak itik petelur tradisional. Sebagai contoh, dalam pemeliharaan itik petelur intensif diperlukan makanan buatan 100 persen, karena itik tidak pernah digembalakan dan begitu pula halnya dengan pembuatan kandang yang lebih baik serta pencegahan terhadap penyakit. Tabel 2.2 memperlihatkan kelebihan dan kekurangan pemeliharaan itik petelur tradisional dan intensif. Bank Indonesia Usaha Itik Petelur (Syariah) 4

6 Tabel 2.2. Kelebihan dan Kekurangan Pemeliharaan Itik Petelur secara Tradisional dan Intensif Aspek Kegiatan Tradisional Intensif 1. Investasi yang Rendah dibutuhkan Tinggi 2. Teknologi yang Mudah dipakai Sulit 3. Efisiensi tenaga Rendah kerja Tinggi 4. ProduktivitasSangat pekerja rendah Lebih tinggi 5. Efisiensi lahan Rendah Tinggi 6. Penanggulangan Sulit penyakit Mudah 7. Pengembangan Sulit usaha Mudah Sumber: Wasito dan Siti Rohani (1994) dalam Suharno dan Setiawan (2001) Dari berbagai aspek yang dibahas pada Tabel 2.2, aspek investasi dan teknologi merupakan faktor kunci yang membuat peternak memilih cara pemeliharaan itik petelur tradisional. Pemeliharaan tradisional memerlukan modal rendah dan teknologi lebih mudah dibandingkan dengan pemeliharaan itik petelur intensif. Namun apabila modal untuk investasi tersedia dan teknologi mampu dikuasai, maka dipastikan peternak memilih pemeliharaan itik petelur intensif. Dengan pemeliharaan itik petelur intensif, akan diperoleh kelebihan-kelebihan yang sangat diperlukan dalam keberhasilan usaha. Beberapa aspek penting yang merupakan kelebihan pemeliharaan itik petelur intensif adalah efisiensi tenaga kerja dan produktivitas pekerja yang lebih tinggi serta penanggulangan penyakit yang lebih mudah dibandingkan dengan pemeliharaan itik petelur tradisional. Kelebihan-kelebihan ini tentunya akan menghasilkan biaya produksi pemeliharaan intensif yang lebih rendah dibandingkan dengan pemeliharaan tradisional dan pada akhirnya pemeliharaan itik petelur intensif akan lebih menguntungkan daripada pemeliharaan itik petelur tradisional. Pemeliharaan itik petelur selama ini masih didominasi oleh cara tradisional dengan pembiayaan bersumber dari pribadi dan berdasarkan pengamatan masih sedikit sekali yang memanfaatkan jasa perbankan untuk menambah modalnya. Peternak itik petelur dengan pemeliharaan semi intensif dan intensif selama ini belum memperoleh pembiayaan dari bank. Para peternak itik petelur semi intensif baru mendapatkan pembiayaan program P4K (Program Peningkatan Pendapatan Petani Kecil) dan KPKU (Kredit Pengembangan Kemitraan Usaha), yang merupakan program (kredit Bank Indonesia Usaha Itik Petelur (Syariah) 5

7 program). Namun diperoleh informasi terdapat peternak itik petelur yang mengajukan pembiayaan dari bank umum (komersial). Bank Indonesia Usaha Itik Petelur (Syariah) 6

8 3. Aspek Pemasaran a. Permintaan Pemeliharaan itik petelur akan menghasilkan telur untuk konsumsi dan juga faeces (kotoran) yang berguna untuk pupuk. Telur untuk konsumsi diperdagangkan dalam bentuk segar dan olahan. Telur asin adalah merupakan bentuk olahan dari telur itik yang diperdagangkan di Indonesia. Subsititusi telur itik adalah telur ayam (ayam kampung dan ayam ras). Ternyata kandungan telur itik ditinjau dari kandungan lemak, protein, kalsium, besi dan Vitamin A per butirnya lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan telur ayam. Hanya kandungan kalori telur itik lebih rendah dibandingkan dengan telur ayam. Dengan demikian kandungan nilai gizi telur itik secara umum lebih tinggi dibandingkan dengan telur ayam. Perbandingan nilai gizi telur itik dan telur ayam dapat dilihat dalam Tabel 3.1 di bawah ini. Tabel 3.1. Nilai Gizi Telur Itik dan Telur Ayam Per 100 Gram Telur Jenis Kalori Lemak Protein Kalsium Besi Telur (kkal) (g) (g) (mg) (mg) Vit.A(SI) Telur itik Telur ayam Sumber: Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan (1972) dalam Suharno dan Amri (2000) Berdasarkan kenyataan yang ada saat ini, perkembangan permintaan terhadap telur itik selalu meningkat dari tahun ke tahun (Suharno dan Amri, 2000 dan Windhyarti, 2000). Sebagian besar konsumen telur itik adalah penduduk di kota-kota besar. Disamping untuk konsumsi rumah tangga, konsumen lainnya yang sangat potensial adalah restoran, rumah makan, kapal-kapal laut, rumah sakit, asrama-asrama, perusahaan-perusahaan tertentu, dan juga konsumen jamu. Jumlah permintaan secara nyata sulit untuk diketahui (Suharno dan Amri, 2000). Namun, Suharno dan Amri (2000) telah melakukan penelitian dibeberapa kota sebagai berikut: Bogor dengan jumlah permintaan butir per bulan (Mei 1994), DKI Jakarta dengan jumlah permintaan butir per bulan (Mei 1994), dan Tegal dengan jumlah permintaan butir per bulan (1992). Ilustrasi jumlah permintaan di tiga kota tersebut di atas tentunya hanya merupakan sebagian kecil saja jika dibandingkan dengan jumlah kota dan kabupaten yang lebih dari 300. Segi potensial dari permintaan telur itik Bank Indonesia Usaha Itik Petelur (Syariah) 7

9 adalah adanya kecenderungan sebagian orang yang menganggap telur itik lebih berkhasiat untuk campuran jamu godokan dibanding dengan telur ayam. Begitu juga untuk pembuatan martabak, disebutkan telur itik mutlak diperlukan dan bahkan ada yang berpendapat tidak dapat digantikan dengan telur ayam. Sebagai informasi tambahan, selain untuk dikonsumsi, telur itik juga dipergunakan oleh industri. Industri yang mempunyai kecenderungan untuk menggunakan telur itik adalah industri kosmetik dan farmasi. Bahkan, telur itik mempunyai potensi besar untuk dijadikan tepung telur. Gambaran permintaan telur itik nasional tidak diperoleh. Namun, tersedia data pengeluaran per kapita per bulan untuk susu dan telur penduduk Indonesia yang dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik, data tersebut dapat dipergunakan sebagai "proxy" atau dugaan bagi permintaan telur itik nasional. Tabel 3.2 berikut menunjukkan pengeluaran rata-rata per kapita per bulan untuk susu dan telur penduduk Indonesia. Dari Tabel 3.2 di atas tampak bahwa pengeluaran per bulan untuk telur dan susu tahun 1993, 1996 dan 1999 selalu meningkat. Namun, meskipun pengeluaran tersebut dalam rupiah selalu meningkat tajam, persentasenya terhadap pengeluaran relatif stabil. Tabel 3.2. Pengeluaran Rata-Rata Per Kapita Per Bulan untuk Telur dan Susu Penduduk Indonesia Tahun Pengeluaran Pengeluaran (Rp) (%) * , , ,91 *) Persentase terhadap total pengeluaran Sumber : BPS (2000) b. Penawaran Populasi Itik di Indonesia dalam tiga tahun terakhir relatif tidak stabil. Jumlah populasi itik (dalam ribu ekor) tahun 1997, 1998 dan 1999 adalah berturut-turut , dan dan (BPS, 2000) Tabel 3.3 menunjukkan populasi itik dimasing-masing propinsi di Indonesia. Bank Indonesia Usaha Itik Petelur (Syariah) 8

10 Tabel 3.3. Populasi Itik Masing-Masing Propinsi di Indonesia Tahun (dalam 000) No Propinsi Tahun Nangroe Aceh Darussalam (NAD) 3.399,23.418, ,7 2 Sumatra Utara 2.265,32.129, ,5 3 Sumatra Barat 1.659,01.676, ,7 4 Riau 270,4 274,5 278,6 5 Jambi 552,1 632,3 723,8 6 Sumatra Selatan 1.705, Bengkulu 654,8 229,2 80,2 8 Lampung 387,8 418,3 439,2 9 D.K.I Jakarta 50,0 61,5 70,8 10 Jawa Barat 3.603,42.905, Jawa Tengah 3.781, , ,8 12 D.I. Yogyakarta 231,8 202, Jawa Timur 2.986,22.252,52.286,3 14 Bali 713,3 534,2 539,5 15 Nusa Tenggara Barat 594,1 382,6 388,3 16 Nusa Tenggara Timur 161,2 183,0 191,7 17 Kalimantan Barat 326,1 264,3 420,8 18 Kalimantan Tengah 147,4 153,8 154,9 19 Kalimantan Selatan 3.116,31.497,31.610,1 20 Kalimantan Timur 324,2 227,7 230,4 21 Sulawesi Utara 417,6 417, Sulawesi Tengah 145,3 148,2 151,8 23 Sulawesi Selatan 2.322,32.308,52.384,9 24 Sulawesi Tenggara 262,4 273,7 279,1 25 Maluku 109,4 121,4 135,7 26 Irian Jaya 105,6 110,9 116,5 Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan Daerah sentra ternak itik (yang memiliki sekurang-kurangnya 1 juta ekor itik) di Indonesia adalah propinsi-propinsi: Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatra Utara, Sumatra Barat, Sumatra Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Dengan demikian masih tersedia peluang bagi propinsi lain untuk mengembangkan ternak itik. Bank Indonesia Usaha Itik Petelur (Syariah) 9

11 c. Pemasaran Produk Perkembangan harga telur itik relatif stabil. Harga telur itik mengalami lonjakan musiman, yaitu pada saat menjelang hari-hari besar seperti Hari Raya Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru. Pada waktu tersebut jumlah permintaan melonjak, namun penawaran (jumlah produksi) relatif stabil sehingga mengakibatkan kenaikan harga rata-rata sekitar 10%. Tingkat persaingan peternak itik di daerah survei (Propinsi Nusa Tenggara Barat) relatif rendah. Dengan demikian peluang pasar masih terbuka untuk para peternak baru. Diperoleh keterangan bahwa ada permintaan untuk sejumlah 5000-an butir telur per hari dari super market terkenal, namun hal ini masih sulit untuk dipenuhi. Sedangkan data ekspor telur itik dari Indonesia hingga saat ini belum tersedia. Data ekspor tersedia untuk telur unggas dan berbagai produk olahannya. Tujuan ekspor adalah Negara Singapura, Saudi Arabia, Hongkong, Amerika Serikat dan Malaysia (Data selengkapnya dalam Lampiran 1.) Sebagian besar telur itik yang dihasilkan oleh peternak dibeli oleh pedagang pengumpul. Dengan demikian dapat dikatakan tidak dikeluarkan biaya pemasaran oleh para peternak. Selanjutnya para pedagang pengumpul tadi menjual telur itik kepada pembeli berikutnya dan selanjutnya dijual kembali untuk langsung dikonsumsi dan sebagian lagi diolah untuk menjadi telur asin. Pemasaran telur itik selama ini belum menunjukkan fluktuasi produksi yang besar. Hal ini menunjukkan bahwa kendala pemasaran belum dijumpai. Bank Indonesia Usaha Itik Petelur (Syariah) 10

12 4. Aspek Produksi a. Lokasi Usaha dan Fasilitas Produksi Lokasi usaha peternakan itik petelur dapat dilaksanakan hampir di semua jenis lokasi. Lokasi peternakan itik dilaksanakan didekat pantai, di pegunungan, di tempat yang terlindung matahari, di tempat terbuka dan terkena panas matahari penuh, daerah berbatu-batu dan berumput. Bahkan dalam keadaan apapun itik dapat hidup (Windhyarti, 2000). Dengan demikian itik dapat hidup hampir di seluruh lokasi. Akan tetapi, hal yang harus diperhatikan adalah masalah lingkungan. Itik tidak cocok untuk hidup di daerah yang bising, seperti lapangan terbang dan lapangan tembak. Begitu juga tempat yang ramai dengan lalu lalang kendaraan bermotor atau tempat yang gaduh, lingkungan ini tidak cocok untuk itik. Keadaan ini akan membuat itik menjadi stress sehingga malas untuk bertelur. Dengan demikian itik dapat hidup di lokasi manapun asal tidak berisik dan aman dari lalu lalang orang atau kendaraan. Selain itu, perlu juga dipertimbangkan sebaiknya lokasi peternakan itik tidak terlalu dekat dengan pemukiman penduduk, karena ternak itik (dan ternak pada umumnya) mengeluarkan bau dan debu. Untuk memelihara itik petelur diperlukan kandang. Kandang terbuat dari bahan tahan lama dan tersedia di lokasi dengan harga semurah mungkin. Sebagai salah satu alternatif, dapat pula dipergunakan bahan bekas namun berkualitas tinggi. Berdasarkan pengalaman yang dijumpai di lapangan, bahan yang tersedia, kuat dan murah adalah bambu yang cukup tua. Bambu dapat dipergunakan untuk kerangka bangunan, pagar dan lantai. Selain dari bambu, lantai kandang dapat berupa tanah biasa, di semen, atau diberi batu-batu. Lantai kandang yang terlindung sebaiknya diberi alas jerami, sekam, serbuk gergaji atau bahan lainnya. Sedangkan atap bangunan kandang dapat dipergunakan bahan dari alang-alang, ijuk, rumbia, genteng, lembaran plastik atau bahan lainnya. Peralatan yang diperlukan di dalam kandang adalah tempat pakan dan tempat minum. Kedua jenis peralatan tersebut dapat terbuat dari plastik, kayu atau bahan lainnya. Selain itu, diperlukan juga sapu, sekop dan alat lainnya untuk membersihkan kandang. b. Bahan Baku Pemeliharaan itik petelur membutuhkan bahan baku bibit, pakan dan obatobatan. Pemilihan bibit harus dipertimbangkan secara baik, karena bibit ini merupakan keputusan awal yang akan berpengaruh pada tahap-tahap Bank Indonesia Usaha Itik Petelur (Syariah) 11

13 pemeliharaan berikutnya. Beberapa jenis bibit unggul itik petelur yang dijumpai di pasar adalah sebagai berikut: Itik Tegal Itik Mojosari Itik Alabio Itik Bali Itik BPT KA Bibit unggul tersebut memiliki kemampuan yang berbeda dalam menghasilkan telur baik jumlah telur yang dihasilkan per tahun maupun ratarata berat telur dapat dilihat dalam Tabel 4.1. Tampak bahwa jenis itik Mojosari menghasilkan jumlah telur per tahun tertinggi ( butir), dengan bobot per butirnya juga tinggi (70 gr). Urutan berikutnya adalah jenis itik Tegal yang menghasilkan jumlah telur per tahun butir dengan bobot per butir antara gram. Tabel 4.1. Kemampuan Produksi Telur dan Bobot Beberapa Jenis Itik Petelur Unggas. Jenis Itik Jumlah Telur (butir- Tahun) Itik Mojosari Itik Tegal Itik Alabio Itik Bali Itik BPT KA Sumber: Suharno dan Amri (2000 diolah) Bobot Telur (gram/butir) Selanjutnya sarana produksi lainnya yang dibutuhkan yaitu pakan dan obatobatan. Jenis pakan adalah: starter (untuk anak itik), grower (untuk itik dara) dan layer (untuk itik dewasa). Ketiga jenis pakan ini dapat dengan mudah dibeli di toko. Pakan ini dapat dibuat sendiri dengan alternatif bahanbahan yang paling murah dan mudah diperoleh di sekitar lokasi usaha. Adapun bahan alternatif pakan ternak itik adalah jagung kuning, dedak/bekatul, tepung ikan, tepung daging bekicot, tepung tulang, tepung kerang, bungkil kelapa, tepung gaplek, tepung daun pepaya, tepung daun turi, dan tepung daun lamtoro. Komposisi bahan-bahan tersebut tergantung pada jenis pakan yang akan dibuat. Obat-obatan dibutuhkan karena untuk mendapatkan produksi yang baik dan bermutu tinggi, salah satunya adalah ternak harus sehat. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban peternak untuk menjaga agar itik petelur terhindar dari segala macam serangan penyakit. Cara terbaik untuk menghindar dari serangan penyakit adalah dengan memelihara itik dalam kandang yang Bank Indonesia Usaha Itik Petelur (Syariah) 12

14 memadai, baik sanitasi maupun luasannya, selain pakan yang mencukupi jumlah, nilai gizi, dan kesegarannya. Berdasarkan pengalaman, vaksinasi yang perlu diberikan pada itik adalah vaksinasi untuk mencegah penyakit fowl cholera atau duck cholera. Sedangkan penyakit yang dapat menyerang unggas (umumnya) adalah virus, bakteri, dan parasit (cacing, protozoa, dan kutu). Beberapa penyakit itik terpenting adalah: coccidiosis, coryza, infeksi salmonella, lumpuh, dan kolera. c. Tenaga Kerja dan Teknis Budidaya Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk beternak itik petelur relatif tidak besar. Sebagai contoh, untuk memelihara sejumlah 100 ekor itik, biasanya dilakukan oleh suami dan istri, dimana suami yang menyediakan pakan dan istrinya yang memelihara dan memberikan pakan. Sedangan untuk jumlah mulai 300 ekor, diperlukan tenaga kerja khusus yang menangani ternak itik petelur. Tenaga kerja ini hendaknya mempunyai keterampilan untuk membersihkan kandang, membuat pakan dan menanggulangi penyakit. Tenaga kerja biasanya berasal dari penduduk lokal. Dalam beternak itik, tidak dikenal tingkat teknologi, melainkan cara pengusahaannya. Cara pengusahaan ternak itik petelur, sebagaimana sudah dikemukakan dalam Bab 2, terbagi atas tiga jenis, yaitu tradisional, semi intensif dan intensif. Peternakan itik tradisional menerapkan teknologi paling sederhana, sedangkan semi intensif dan intensif menerapkan teknologi lebih tinggi. Teknologi dalam kaitan ini misalnya dalam pengolahan pakan dan penanggulangan penyakit. Tahapan produksi itik petelur adalah dimulai dari pembibitan, penetasan, pemeliharaan mulai dari anak itik berumur satu hari (DOD-day old duck), dara, hingga dewasa (mulai bertelur), hingga akhirnya afkir. Peternak itik petelur dapat melakukan kegiatan usahanya dari mulai penetasan, dari DOD atau dari dara. d. Produksi dan Kendala Produksi Mutu telur itik dibedakan berdasarkan penilaian terhadap kulit telur, kantong udara pada telur, putih telur dan kuning telur. Telur itik biasanya dibedakan mutunya berdasarkan berat, > 65 gr (besar), berat gr (sedang) dan < 65 (kecil). Seperti telah diuraikan dalam Bab 2, cara pengusahaan ternak itik petelur masih didominasi oleh cara tradisional. Hingga saat ini belum dilakukan studi skala usaha optimum untuk peternakan itik petelur. Akan tetapi, berdasarkan pengamatan di lapang, dapat diajukan suatu skala usaha tradisional adalah dari puluhan hingga 200 ekor. Sedangkan untuk skala usaha semi intensif antara 300 hingga di bawah 900 ekor. Sedangkan pada skala usaha mulai 900 ekor sudah dapat dikategorikan sebagai usaha intensif. Dalam pola pembiayaan ini, untuk analisa keuangan, skala usaha ditetapkan sejumlah Bank Indonesia Usaha Itik Petelur (Syariah) 13

15 1.000 ekor dengan cara pengusahaan terbagi atas dua kategori yaitu pengusahaan mulai dari DOD dan pengusahaan mulai dari dara. Berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 362/Kpts/TN.120/5/1990 berisi tentang ketentuan dan tata cara pelaksanaan pemberian ijin dan pendaftaran usaha peternakan. Jika populasi ternak itik dalam suatu peternakan lebih dari ekor, maka harus mengajukan ijin usaha peternakan. Produksi telur itik utamanya tergantung pada bibit dan pemeliharaan (pemberian pakan khususnya). Dengan demikian perlu sekali mendapatkan bibit yang terjamin mutunya. Ketersediaan pakan yang terjamin berikut pemberiannya sesuai dengan jadwal dan dosis juga merupakan pangkal beberapa keberhasilan ternak itik petelur. Untuk mendapatkan itik petelur yang berkualitas dan mempunyai jaminan dapat dihubungi beberapa alamat yang ada pada Lampiran 2. Bank Indonesia Usaha Itik Petelur (Syariah) 14

16 5. Aspek Keuangan a. Fleksibilitas Produk Pembiayaan Syariah Analisa aspek keuangan membantu pihak muhal atau shahibul maal (Lembaga Keuangan Syariah/LKS) memperoleh gambaran tentang prospek usaha yang akan dibiayai. Aspek keuangan juga dapat membantu pihak muhil atau mudharib (pengusaha) dalam mengelola dana pembiayaan untuk usaha bersangkutan. Berbeda dengan produk pembiayaan konvensional yang hanya mengenal satu macam produk yaitu pembiayaan dengan sistem perhitungan suku bunga, pada pola syariah mempunyai keragaman produk pembiayaan dan perhitungan keuntungan (perolehan hasil) yang fleksibel. Untuk produk syariah banyak ragamnya, diantaranya mudharabah, musyarakah, salam, istishna, ijarah dan murabahah (Lampiran Syariah). Dari produk tersebut, setiap produk juga masih mempunyai turunannya. Oleh karena itu, pada pola pembiayaan syariah satu usaha bisa memperoleh pembiayaan lebih dari satu macam produk. Sedangkan untuk menghitung tingkat keuntungan yang diharapkan bisa menggunakan sistem margin atau nisbah bagi hasil. Margin merupakan selisih harga beli dengan harga jual sebagai besar keuntungan yang diharapkan. Nisbah bagi hasil adalah proporsi keuntungan yang diharapkan dari suatu usaha. Pada perhitungan nisbah bagi hasil dapat menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing/pls) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing). Profit sharing, nisbah bagi hasil diperhitungkan setelah dikurangi seluruh biaya (keuntungan bersih). Sementara revenue sharing perhitungan nisbah berbasis dari pendapatan usaha sebelum dikurangi biaya operasionalnya. Keragaman produk pembiayaan dan perhitungan tingkat keuntungan ini dapat memberi keluwesan/fleksibilitas baik untuk pihak shahibul maal maupun mudharib untuk memilih produk pembiayaan yang sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya masing-masing. Bagi pihak shahibul maal, pemilihan ini dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan dan tingkat resiko terhadap nasabah dan usahanya. Sehingga bisa terjadi untuk usaha yang sama, mendapat produk pembiayaan maupun besaran margin atau nisbah per nasabahnya berbeda. Bank Indonesia Usaha Itik Petelur (Syariah) 15

17 b. Pemilihan Pola Usaha 1. Karakteristik Usaha Peternakan Itik Petelur Produk yang dipilih untuk usaha peternakan itik petelur adalah peternakan itik DOD (itik umur 1 hari) dan peternakan itik dara (itik umur 6 bulan). Pada proses produksi, itik tidak membutuhkan syarat yang spesifik untuk hidupnya. Itik petelur dapat hidup di hampir semua lingkungan sepanjang lingkungan tersebut tidak bising atau ramai, yang mana dapat mempengaruhi produksi telurnya. Usaha itik lebih mudah dilakukan daripada ayam, karena itik cenderung lebih tahan penyakit dan mudah dalam pemeliharaan dan pakannya. Berdasarkan hal tersebut, maka usaha ternak itik petelur memiliki propek untuk dikembangkan. Sedangkan untuk pasar telur itik dijual dalam bentuk mentah atau olahan seperti telur asin. Permintaan telur itik cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Peternak menjual produksinya ke pedagang pengumpul. Sejauh ini produksi telur hanya untuk memenuhi kebutuhan dalan negeri. Bahkan permintaan dalam jumlah besar oleh pasar swalayan belum mampu dipenuhi. Telur itik juga berpotensi untuk dipasarkan di luar negeri, tetapi sampai sekarang belum dijajagi karena keterbatasan produksi. Merujuk pada peluang pasar, maka usaha beternak itik menjadi pilihan usaha yang menguntungkan. 2. Pola Pembiayaan Berdasarkan penjelasan dalam Aspek Teknis Produksi, dalam rangka mengkaji aspek keuangan untuk usaha peternakan itik petelur dipilih 2 kategori usaha, yaitu : (1). Kategori-1 : usaha ternak itik petelur yang dimulai dari DOD, yaitu itik yang berusia satu hari. (2). Kategori-2 : usaha ternak itik petelur yang dimulai dari dara, yaitu itik yang berusia 6 (enam) bulan. Sedangkan merujuk pada sistem keuangan syariah yang mempunyai banyak ragam produk pembiayaan, maka pada aspek keuangan ini akan disajikan contoh produk pembiayaan dengan cara murabahah (jual beli) baik untuk pembiayaan investasi maupun untuk pembiayaan modal kerja, juga untuk pembiayaan usaha baru (start up) ataupun usaha yang sudah berjalan (running). Pertimbangannya adalah karena produk murabahah sudah banyak diterapkan dalam praktek oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dan masyarakat pemakai pun sudah mengenal serta mengakses pola pembiayaan tersebut. Produk murabahah juga sebagai upaya untuk mitigasi resiko baik terhadap usaha maupun nasabah, karena pada produk pembiayaan ini margin secara pasti ditentukan diawal akad. Di samping itu, pembiayaan murabahah juga Bank Indonesia Usaha Itik Petelur (Syariah) 16

18 memberi pilihan pada bank maupun nasabah/pengusaha apakah pembiayaan akan digunakan untuk membiayai seluruh komponen usaha (biaya investasi dan modal kerja) atau hanya untuk komponen-komponen tertentu. Pada contoh perhitungan, akan disampaikan pembiayaan untuk membeli komponen-komponen tertentu. Contoh yang disajikan terdiri dari dua jenis yaitu usaha yang sudah berjalan (running) dengan pembiayaan modal kerja untuk pengadaan pakan pada kategori I (DOD) dan usaha baru (start up) dengan pembiayaan investasi untuk pengadaan benih (itik) pada kategori II (dara). Pengadaan pakan dan benih dalam hal ini diasumsikan sudah tersedia dan telah dimiliki oleh pihak LKS. Untuk usaha pengadaan tersebut, pihak LKS dapat menggunakan pihak lain dengan akad produk pembiayaan yang terpisah dari akad murabahah ini. 3. Produk Murabahah Produk pembiayaan murabahah (jual beli) merupakan produk yang paling banyak dimanfaatkan baik oleh lembaga keuangan syariah maupun oleh nasabah. Untuk mengenal produk murabahah lebih jauh, berikut disampaikan penjelasan tentang produk murabahah yang diambil dari Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Peraturan Bank Indonesia No: 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan murabahah harus memenuhi rukun yaitu ada penjual (bai ), ada pembeli (musytari), obyek barang yang diperjual belikan jelas, harga (tsaman) dan ijab qabul (sighat). Syarat-syarat yang berlaku pada murabahah antara lain: 1. Harga yang disepakati adalah harga jual, sedangkan harga beli harus diberitahukan. 2. Kesepakatan margin harus ditentukan satu kali pada awal akad dan tidak berubah selama periode akad. 3. Jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah ke bank /Lembaga Keuangan Syariah (LKS) berdasarkan kesepakatan. 4. Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya. 5. Dalam hal bank mewakilkan kepada nasabah (wakalah) untuk membeli barang, maka akad murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank. 6. Pembayaran secara murabahah dapat dilakukan secara tunai atau dengan cicilan. 7. Bank dapat meminta nasabah untuk membayar uang muka (urbun) saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan barang oleh Bank Indonesia Usaha Itik Petelur (Syariah) 17

19 nasabah. Dalam hal bank meminta nasabah untuk membayar uang muka maka berlaku ketentuan: o Jika nasabah menolak untuk membeli barang setelah membayar uang muka, maka biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut dan bank harus mengembalikan kelebihan uang muka kepada nasabah. Namun jika nilai uang muka kurang dari nilai kerugian yang ditanggung oleh bank, maka bank dapat meminta pembayaran sisa kerugiannya kepada nasabah, o Jika nasabah batal membeli barang, maka urbun yang telah dibayarkan nasabah menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut. Jika urbun tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya. c. Asumsi dan Parameter Keuangan Untuk keperluan analisis aspek keuangan perlu ditetapkan asumsi dari masing-masing kategori tersebut. Asumsi meliputi jangka waktu (periode) proyek, umur itik, tingkat kehidupan, tenaga kerja dan parameter sarana produksi peternakan serta harga-harga masukan dan keluaran. Asumsi dan parameter yang ditetapkan merupakan dasar dalam perhitungan kebutuhan fisik dan biaya untuk investasi serta biaya operasional. Pada Tabel 5.1 atau Lampiran 2.a disajikan asumsi dan parameter untuk kategori I (DOD), sedangkan tabel 5.2 atau Lampiran 2.b untuk kategori II (Dara), sebagaimana tersaji di bawah ini : Tabel 5.1. Asumsi dan Parameter Perhitungan Itik Petelur dari DOD (Kategori I) No. Asumsi Satuan Nilai 1 Periode Produksi Bulan 30 2 Bangunan (kandang) Rp/1000 ekor itik Tenaga kerja orang 4 4 Tenaga Ahli orang 1 5 Harga jual a. Telur per butir Rp 600 b. Pupuk kandang (karung/ kg) Rp 25 c. Itik tua per ekor Rp Pemeliharaan itik umur 1 hari DOD Itik mulai bertelur Bulan 6 a. Itik umur 6-8 bulan bertelur 1 b. Itik umur 8-24 bulan bertelur 1 c. Itik umur bulan bertelur 1 8 Pakan Alternatif I (konsentrat: Dedak = Rp/kg Bank Indonesia Usaha Itik Petelur (Syariah) 18

20 1:4) Alternatif II (konsentrat: Dedak = 1:5) Rp/kg Alternatif III (konsentrat: Dedak = 2:3) Rp/kg Mortalitas 0 10 Lama hari dalam 1 bulan hari Rentang waktu jual-bayar hari Jangka waktu pembiayaan Tahun 1 13 Tingkat margin pembiayaan persen 0 Tabel 5.2. Asumsi dan Parameter Perhitungan Itik Petelur dari Dara (Kategori II) No. Asumsi Satuan Nilai 1 Periode Produksi Bulan 24 2 Bangunan (kandang) Rp/1000 ekor itik Tenaga kerja orang 4 4 Tenaga Ahli orang 1 5 Harga jual a. Telur per butir Rp 600 b. Pupuk kandang (karung/ kg) Rp 25 c. Itik tua per ekor Rp Pemeliharaan itik umur 5 bulan 3 6 minggu Dara Itik mulai bertelur Bulan 6 a. Itik umur 6-8 bulan bertelur 50% b. Itik umur 8-24 bulan bertelur 75% c. Itik umur bulan bertelur 50% 8 Pakan Alternatif I (konsentrat: Dedak = 1:4) Rp/kg Alternatif II (konsentrat: Dedak = 1:5) Rp/kg Alternatif III (keong : Dedak = 2:3) Rp/kg Mortalitas 2% 10 Itik Dara Betina (5 bulan 3 minggu) Rp/ekor Lama hari dalam 1 bulan hari Rentang waktu jual-bayar hari Jangka waktu pembiayaan Tahun 2 14 Tingkat margin pembiayaan Persen 9% Bank Indonesia Usaha Itik Petelur (Syariah) 19

21 d. Komponen Biaya Investasi dan Biaya Operasional 1. Biaya investasi Pada kategori I (Tabel 5.3 atau Lampiran 3.a), biaya investasi meliputi biaya sewa tanah, peralatan peternakan dan pembelian DOD. Jumlah seluruh biaya investasi pada awal proyek adalah Rp Selama periode proyek ada investasi ulang (re-investasi) untuk biaya sewa tanah dan peralatan lainnya. Dari total biaya investasi kurang lebih 50% dipergunakan untuk pembelian DOD yaitu sebesar Rp Tabel 5.3. Biaya Investasi Usaha Peternakan Itik Petelur dari DOD (Kategori I) Harga No Komponen Umur Nilai Spesifika Jumlah per Total Ekonomis Penyusutan Biaya si Teknis Fisik Satuan (th) (Rp) Rp Nilai Sisa Sewa 1 rumah/tanah Kandang paket untuk Sumber air 3 dan listrik sejumlah ekor Peralatan penunjang lainnya paket 100% betina , DOD umur 1 hr 6 Sekop buah Wadah pakan buah Tempat penampungan telur paket Jumlah Pada kategori II (Tabel 5.4 atau Lampiran 3.b), biaya investasi meliputi biaya sewa tanah, peralatan peternakan dan pembelian Dara. Jumlah seluruh biaya investasi pada awal proyek adalah Rp Selama periode proyek ada investasi ulang (re-investasi) untuk biaya sewa tanah dan peralatan lainnya. Dari total biaya investasi sekitar 90% dipergunakan untuk pembelian itik dara yaitu sebesar Rp Bank Indonesia Usaha Itik Petelur (Syariah) 20

22 Tabel 5.4. Biaya Investasi Usaha Peternakan Itik Petelur dari Dara (Kategori II) No Komponen Biaya Harga Spesifikasi Jumlah per Teknis Fisik Satuan Rp Total Umur Nilai Ekonomis Penyusutan (th) (Rp) Nilai Sisa Sewa 1 rumah/tanah Kandang paket Sumber air 3 dan listrik Peralatan penunjang lainnya paket 100% betina Dara umur 5 bln 6 Sekop buah Wadah pakan buah Tempat penampungan 8 telur paket Jumlah Biaya operasional Biaya operasional dalam kategori I dan kategori II meliputi biaya pakan, obat-obatan dan biaya manajemen pemeliharaan. Tabel 5.5 atau Lampiran 5.a dan Tabel 5.6 atau Lampiran 5.b menyajikan biaya operasional untuk kedua kategori. Bank Indonesia Usaha Itik Petelur (Syariah) 21

23 Tabel 5.5. Biaya Operasional Usaha Peternakan Itik Petelur dari DOD (Kategori I) No Harga Biaya Komponen Biaya Biaya Spesifikasi Jumlah per operasi per Total Operasional Operasional Biaya Teknis Fisik Satuan tahun No. 2- per tahun Awal Rp 8 1 Pakan Umur: 0-6 bulan gram/hari Umur: 7 bulan gram/hari Umur:8-24 bulan ( bln) gram/hari Umur: bulan ( bln) gram/hari Obat dan 2 vaksin ekor Tenaga Kerja orang Tenaga ahli 4 (koordinator) orang Keranjang telur dan transport ekor 6 Air dan listrik bulan Penunjang 7 produksi ekor Pemeliharaan dan perbaikan ekor Jumlah Catatan: 1 minggu 7 hari 1 bulan 30 hari Umur 0-1 minggu 7 hari Umur 1mg - 1 bln 23 hari Umur 1-6 bulan 150 hari Umur 6-30 bulan 720 hari 1 tahun hari (tahun1) 180 hari Masa kerja 30 bulan 2,5 (tahun) 1 tahun 12 bulan 1 tahun 360 hari Periode jualbayar 10 hari Bank Indonesia Usaha Itik Petelur (Syariah) 22

24 No Komponen Biaya Tabel 5.6. Biaya Operasional Usaha Peternakan Itik Petelur dari Dara (Kategori II) Biaya Harga Operasi Biaya Spesifikasi Jumlah per Total per Operasional Teknis Fisik Satuan tahun No. per tahun Rp 2-8 Jumlah Nilai Rp Pakan 6-30 gram/ekor 1 bulan /hari Obat dan 2 vaksin ekor Tenaga Kerja orang Tenaga ahli 4 (koordinator) orang Keranjang telur dan 5 transport ekor Air dan listrik bulan Penunjang 7 produksi ekor Pemeliharaan dan 8 perbaikan ekor Jumlah Catatan: 1 minggu 7 hari 1 bulan 30 hari Masa kerja 24 bulan 2 1 tahun 12 bulan 1 tahun 360 hari Umur Itik 720 hari Periode jual-bayar 10 hari Modal kerja = biaya operasi per 10 hari (=(total biaya/360)*10) Jadi modal kerja 10 hr = rupiah Bank Indonesia Usaha Itik Petelur (Syariah) 23

25 e. Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja Dalam Lending Model ini diasumsikan bahwa baik dana investasi maupun modal kerja bersumber dari pembiayaan lembaga keuangan syariah dan dana sendiri. Berdasarkan asumsi tersebut komposisi pembiayaan untuk investasi dan modal kerja adalah seperti pada Tabel 5.7. Tabel 5.7. Komponen dan Struktur Biaya Proyek Kategori I dan Kategori II No Ternak Itik Petelur Komponen Biaya Kategori I/DODKategori II/Dara Proyek (usaha berjalan) (usaha baru) 1. Biaya Investasi a. Pembiayaan b. Dana sendiri Biaya Modal Kerja a. Pembiayaan b. Dana sendiri Total Biaya Proyek a. Pembiayaan b. Dana sendiri Untuk kebutuhan dana investasi, pada contoh perhitungan kategori I (DOD) semua biaya investasi diasumsikan sudah dimiliki oleh pengusaha sehingga tidak membutuhkan pembiayaan dari bank/lks. Sedangkan kebutuhan biaya modal kerja (operasional) untuk contoh perhitungan, pembiayaan dari perbankan/lks hanya untuk pembeliaan pakan, kebutuhan komponenkomponen biaya operasional yang lainnya juga diasumsikan sebagai bagian dari kontribusi pengusaha yang bersangkutan. Untuk kategori II (Dara), kebutuhan biaya investasi yang dibiayai oleh LKS/perbankan syariah hanya untuk pembelian itik dara, komponen yang lainnya diasumsikan telah dimiliki oleh pengusaha yang bersangkutan sebagai bagian dari kontribusinya dalam usaha (self financing). Sedangkan untuk kebutuhan biaya operasional diasumsikan disediakan seluruhnya oleh pengusaha yang bersangkutan. Pembayaran angsuran pembiayaan dalam perhitungan kelayakan diasumsikan secara tetap, caranya jumlah pembiayaan dibagi lama waktu pembiayaan dengan mempertimbangkan siklus produksinya. f. Proyeksi Produksi dan Pendapatan Hasil usaha peternakan itik petelur adalah telur itik mentah. Secara rata-rata dengan seekor itik akan menghasilkan telur itik mentah untuk kategori I Bank Indonesia Usaha Itik Petelur (Syariah) 24

26 (DOD) sebanyak 195 butir dan untuk kategori II (dara) sebanyak 244 butir. Pada contoh perhitungan kapasitas itik yang diperlihara adalah 1000 ekor. Harga telur mentah per butir diasumsikan sebesar Rp Masa produksi telur itik diasumsikan selama 30 bulan dan setiap akhir masa produksi telur maka itik tua dapat dijual dengan harga Rp per ekor. Selain itu, kotoran itik juga dapat diolah menjadi kompos. Kompos ini dijual dengan harga Rp. 25 per kg. Jadi pendapatan dari berternak itik petelur ini diperoleh dari hasil telur itik mentah (sumber penghasilan utama), penjualan itik tua dan kompos.. Selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4a, Lampiran 6.a untuk kategori I (DOD) dan Lampiran 4.b, Lampiran 6.b untuk kategori II (Dara). g. Proyeksi Rugi Laba Hasil proyeksi rugi laba menunjukkan bahwa usaha peternakan itik petelur kategori I (DOD) pada tahun keempat mengalami kerugian, ini karena pada tahun tersebut terjadi peremajaan itik. Tetapi kerugian tersebut dapat ditutup dari keuntungan hasil penjualan komulatif pada tahun-tahun yang menguntungkan, bahkan pada tahun pertama besar keuntungan yang diperoleh sudah mencapai Rp dengan tingkat margin keuntungan 26,64%. Pada kategori II (dara) sejak tahun pertama sudah membubuhkan keuntungan sebesar Rp dengan tingkat margin keuntungan 22,67%. Hal ini karena pada kategori II, itik yang dipelihara sudah memasuki umur produksi telur yaitu 6 bulan. Selengkapnya proyeksi laba rugi usaha peternakan itik petelur ini dapat dilihat pada Lampiran 7.a untuk kategori I dan Lampiran 7.b untuk kategori II. h. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek Untuk aliran kas (cash flow) dalam perhitungan ini dibagi dalam dua aliran, yaitu arus masuk (cash inflow) dan arus keluar (cash outflow). Arus masuk diperoleh dari penjualan telur itik mentah, itik tua dan kompos. Untuk arus keluar meliputi biaya investasi, biaya operasional, juga termasuk angsuran pembiayaan dan pajak penghasilan. Evaluasi kelayakan untuk usaha peternakan itik petelur baik kategori I (DOD) dan kategori II (dara) dengan pembiayaan murabahah dapat diukur dari tingkat kemampuan membayar kewajiban kepada bank (shahibul maal). Hal ini dapat diketahui karena pada produk murabahah besarnya margin sudah ditentukan di awal akad, sehingga pada analisa laba rugi dan arus kas dapat dihitung kemampuan membayar berdasarkan dari pendapatan yang diperoleh usaha tersebut. Dari arus kas diketahui bahwa pada tingkat margin 10 % p.a untuk kategori I (DOD) dan 14 % p.a untuk kategori II (dara) usaha ini mampu membayar kewajiban pembiayaannya dan menghasilkan Bank Indonesia Usaha Itik Petelur (Syariah) 25

27 keuntungan. Dengan demikian usaha peternakan itik petelur kedua kategori tersebut layak untuk dilaksanakan dan bisa dipertimbangkan untuk memperoleh pembiayaan. Pada analisa kelayakan dapat juga memakai beberapa indikator yang umum digunakan pada perhitungan konvensional. Indikator tersebut meliputi IRR (Internal Rate of Return), Net B/C Ratio (Net Benefit-Cost Ratio), PBP (Pay Back Period). Nilai IRR bisa menjadi indikator untuk mengukur kelayakan usaha, semakin tinggi nilai IRR maka usaha tersebut semakin berpeluang untuk menciptakan keuntungan. Meskipun demikian, indikator tersebut hanya sebagai alat bantu untuk menilai kelayakan suatu usaha. Besaran margin ataupun bagi hasil, harus ditetapkan atas dasar kesepakatan kedua belah pihak (shahibul maal dan mudharib). Proyeksi arus kas untuk kelayakan usaha peternakan itik petelur selengkapnya ditampilkan pada Lampiran 8.a untuk kategori I dan Lampiran 8.b untuk kategori II. i. Perolehan Margin Pola pembiayaan syariah yang digunakan dalam usaha peternakan itik petelur adalah murabahah (jual beli). Pada kesempatan ini ditampilkan dua contoh alternatif pembiayaan yaitu usaha yang sudah berjalan (running) dan untuk usaha baru (start up). Dari hasil perhitungan untuk tingkat margin sebesar 10% per tahun, untuk kategori I (DOD) selama satu tahun waktu pembiayaan menghasilkan margin sebesar Rp Pada kategori II dengan tingkat margin sebesar 14% dalam jangka waktu satu tahun mampu membubuhkan margin sebesar Rp Tingkat margin ini diberlakukan flat (tetap) per tahun, selama waktu pembiayaan yang disepakati. Selengkapnya, perhitungan perolehan margin dapat dilihat pada Lampiran 9.a untuk kategori I dan Lampiran 9.b untuk kategori II. Penentuan besaran margin, diutamakan berdasarkan pada base line data (data rujukan) untuk setiap komponen usaha / sektor ekonomi. Tetapi karena pada saat ini data tersebut belum tersedia, maka nilai margin mempertimbangkan informasi yang diperoleh dari praktek umum yang diterapkan oleh perbankan syariah dan kesetaraan dengan suku bunga Bank Indonesia (SBI). Data pola pembiayaan pada perbankan syariah dapat dilihat pada Lampiran 10. Bank Indonesia Usaha Itik Petelur (Syariah) 26

28 6. Aspek Sosial Ekonomi Usaha ternak itik petelur adalah merupakan usaha yang berbasis sumberdaya lokal. Usaha yang berbasis sumberdaya lokal tentu saja akan mampu menjadi sektor yang tangguh, karena tidak tergantung pada pasokan dari luar, baik pasokan dari propinsi lain dan bahkan negara asing. Dalam pelaksanaan usaha ternak itik petelur, meskipun tenaga kerja yang dibutuhkan relatif kecil, namun seluruh kebutuhan tenaga kerja tersebut dapat dipenuhi dari dalam daerah itu sendiri. Dengan demikian, usaha ternak itik petelur mempunyai potensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Hal ini mengingat pelaksanaan usaha peternak itik petelur memerlukan teknologi yang sederhana, sehingga persyaratan rekruitmen tenaga kerja menjadi lebih mudah. Pengusahaan ternak itik petelur bila dilaksanakan dengan cara semi intensif dapat memberikan pendapatan bagi masyarakat yang sangat nyata, apalagi jika diusahakan dengan cara intensif. Sebagai contoh, pada Bab 5 dalam buku ini, diperlihatkan contoh analisis finansial untuk pengusahaan semi intensif dan intensif. Pengelolaan itik petelur cara kategori I akan menghasilkan pendapatan bersih rata-rata per tahun sebesar Rp , sedangkan kategori II menghasilkan pendapatan rata-rata per tahun sebesar Rp Dilihat dari besarnya pendapatan bersih tersebut dapat disimpulkan bahwa pengusahaan ternak itik petelur mampu memberikan pendapatan yang relatif besar. Usaha ternak itik petelur juga mempunyai potensi untuk menyumbangkan pajak baik bagi pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Pajak bagi pemerintah daerah berupa Pajak Bumi dan Bangunan dan pungutan lain sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan usaha ternak, khususnya bagi peternak itik petelur yang diusahakan dengan cara intensif. Pelaksanaan usaha ternak itik petelur adalah merupakan suatu usaha yang mempunyai keterkaitan dengan sektor hulu dan hilir yang sangat erat. Hal ini mengingat dalam agribisnis perunggasan, usaha itik petelur merupakan salah satu sub-sistem yang sangat berkaitan erat dengan sub-sistem lainnya. Dalam pendekatan sistem, agribisnis perunggasan (usaha peternak itik petelur khususnya) sekurang-kurangnya terdiri dari sub-sistem: penyediaan sarana produksi (bibit, pakan, obat-obatan, dan kandang), budidaya ternak (itik petelur), pengolahan (telur itik menjadi telur asin, telur beku dan tepung telur), pemasaran, dan kebijakan pemerintah (misalnya penyediaan kredit dan pembangunan sarana dan prasarana perekonomian yang menunjang pengusahaan itik petelur). Dengan demikian, pengusahaan ternak itik petelur akan meningkatkan kebutuhan pada bibit (anak itik, yang disebut juga DOD), pakan, industri pengolahan telur, para pedagang telur, dan juga penyedia jasa permodalan. Dapat juga dikatakan usaha ternak itik petelur mempunyai keterkaitan erat antara industri hulu dan hilirnya. Bank Indonesia Usaha Itik Petelur (Syariah) 27

29 Berdasarkan studi pustaka selama ini, Indonesia belum pernah mengekspor telur segar dan olahan. Potensi pasar ekspor telur utama adalah ke Jepang, Hongkong dan Singapura. Selama ini pemasok utama bagi ketiga negara tersebut adalah Taiwan, Thailand dan Malaysia. Indonesia belum menggarap pasar ekspor mengingat selama ini pemasaran telur itik di dalam negeri masih mampu menyerap produksi yang dihasilkan oleh peternak (Suharno dan Amri, 2000 dan Windhyarti, 2000). Berdasarkan uraian di atas, dampak yang dihasilkan dari usaha peternak itik petelur baik dari segi ekonomi maupun sosial adalah positif. Lebih lanjut, mengingat keterkaitan antar subsistem dalam pengusahaan ini sangat erat, maka perkembangan usaha ternak itik petelur ini akan mampu menggerakkan industri hulu dan hilir secara nyata. Bank Indonesia Usaha Itik Petelur (Syariah) 28

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) USAHA ITIK PETELUR (Pola Pembiayaan Konvensional)

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) USAHA ITIK PETELUR (Pola Pembiayaan Konvensional) POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) USAHA ITIK PETELUR (Pola Pembiayaan Konvensional) BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Telepon : (021) 3818043 Fax : (021) 3518951, Email : tbtlkm@bi.go.id

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk

Lebih terperinci

ANALISIS FEASIBILITAS USAHA TERNAK ITIK MOJOSARI ALABIO

ANALISIS FEASIBILITAS USAHA TERNAK ITIK MOJOSARI ALABIO ANALISIS FEASIBILITAS USAHA TERNAK ITIK MOJOSARI ALABIO I G.M. BUDIARSANA Balai Penelitian Ternak Jl. Veteran III PO Box 221 Bogor 16002 ABSTRAK Analisis feasibilitas merupakan metode analisis ekonomi

Lebih terperinci

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) INDUSTRI TELUR ASIN (Pola Pembiayaan Syariah)

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) INDUSTRI TELUR ASIN (Pola Pembiayaan Syariah) POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) INDUSTRI TELUR ASIN (Pola Pembiayaan Syariah) BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : tbtlkm@bi.go.id DAFTAR

Lebih terperinci

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) PENGOLAHAN ARANG TEMPURUNG

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) PENGOLAHAN ARANG TEMPURUNG POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) PENGOLAHAN ARANG TEMPURUNG BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : tbtlkm@bi.go.id DAFTAR ISI 1. Pendahuluan.........

Lebih terperinci

Ternak Sapi Potong, Untungnya Penuhi Kantong

Ternak Sapi Potong, Untungnya Penuhi Kantong Ternak Sapi Potong, Untungnya Penuhi Kantong Sampai hari ini tingkat kebutuhan daging sapi baik di dalam maupun di luar negeri masih cenderung sangat tinggi. Sebagai salah satu komoditas hasil peternakan,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Analisis finansial dilakukan untuk melihat sejauh mana Peternakan Maju Bersama dapat dikatakan layak dari aspek finansial. Untuk menilai layak atau tidak usaha tersebut

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Analisis finansial dilakukan untuk melihat sejauh mana CV. Usaha Unggas dapat dikatakan layak dari aspek finansial. Penilaian layak atau tidak usaha tersebut dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian dari pertumbuhan industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal.  [20 Pebruari 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FINANSIAL

VII. ANALISIS FINANSIAL VII. ANALISIS FINANSIAL Usaha peternakan Agus Suhendar adalah usaha dalam bidang agribisnis ayam broiler yang menggunakan modal sendiri dalam menjalankan usahanya. Skala usaha peternakan Agus Suhendar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempunyai peranan dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja.

I. PENDAHULUAN. mempunyai peranan dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja. 1.1. Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN Usaha perunggasan di Indonesia telah menjadi sebuah industri yang memiliki komponen lengkap dari sektor hulu sampai ke hilir. Perkembangan usaha tersebut memberikan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORITIS

BAB 2 LANDASAN TEORITIS BAB 2 LANDASAN TEORITIS 2.1 Pengertian Proyeksi Proyeksi secara umum adalah untuk mengetahui perkembangan di masa yang akan datang berdasarkan data yang telah ada. Proyeksi pada dasarnya merupakan suatu

Lebih terperinci

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Analisis kelayakan finansial dalam penelitian ini ditujukan untuk mengetahui kelayakan usaha peternakan ayam ras petelur dari segi keuangan. Analisis finansial digunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Studi kelayakan usaha adalah suatu penelitian tentang layak atau tidaknya suatu usaha dilakukan dengan menguntungkan secara terus menerus. Studi kelayakan sangat diperlukan oleh banyak

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

MENGENAL SECARA SEDERHANA TERNAK AYAM BURAS

MENGENAL SECARA SEDERHANA TERNAK AYAM BURAS MENGENAL SECARA SEDERHANA TERNAK AYAM BURAS OLEH: DWI LESTARI NINGRUM, S.Pt Perkembangan ayam buras (bukan ras) atau lebih dikenal dengan sebutan ayam kampung di Indonesia berkembang pesat dan telah banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia sebagai negara agraris

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan finansial untuk mengetahui kelayakan pengusahaan ikan lele, serta untuk mengetahui apakah usaha yang dilakukan pada kelompok

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah Indonesia terdiri atas perairan

Lebih terperinci

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 1 Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2010 2014 Komoditas Produksi Pertahun Pertumbuhan Pertahun

Lebih terperinci

BOKS 2 PENELITIAN POLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) USAHA MIKRO KECIL INDUSTRI KECIL BATU BATA DI SULAWESI TENGGARA

BOKS 2 PENELITIAN POLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) USAHA MIKRO KECIL INDUSTRI KECIL BATU BATA DI SULAWESI TENGGARA 2 PENELITIAN POLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) USAHA MIKRO KECIL INDUSTRI KECIL BATU BATA DI SULAWESI TENGGARA Kesenjangan informasi (asymmetric information) antara produk perbankan beserta persyaratan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan subsektor dari pertanian yang berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani. Kebutuhan masyarakat akan hasil ternak seperti daging,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Ayam broiler merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging. Ayam

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Dian Layer Farm yang terletak di Kampung Kahuripan, Desa Sukadamai, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan

Lebih terperinci

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL Aspek finansial merupakan aspek yang dikaji melalui kondisi finansial suatu usaha dimana kelayakan aspek finansial dilihat dari pengeluaran dan pemasukan usaha tersebut selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Beternak merupakan usaha yang dikembangkan untuk mendapat keuntungan.

I. PENDAHULUAN. Beternak merupakan usaha yang dikembangkan untuk mendapat keuntungan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beternak merupakan usaha yang dikembangkan untuk mendapat keuntungan. Selain diambil telurnya itik juga merupakan unggas penghasil daging. Sekarang kebutuhan akan telur

Lebih terperinci

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan PangandaranBeach http://www.pangandaranbeach.com Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan Bebek Peking adalah bebek pedaging dengan pertumbuhan sangat cepat. Karena itu usaha budidaya ternak bebek peking

Lebih terperinci

POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS"

POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS" Oleh : Imas Nur ' Aini21 Abstrak Usaha peternakan ayam ras yang telah berkembang dengan pesat ternyata tidak disertai dengan perkembangan pemasaran

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung.

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung. 22 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah usaha ternak sapi perah penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung.

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Domba Tawakkal, yang terletak di Jalan Raya Sukabumi, Desa Cimande Hilir No.32, Kecamatan Caringin, Kabupaten

Lebih terperinci

Bab 4 P E T E R N A K A N

Bab 4 P E T E R N A K A N Bab 4 P E T E R N A K A N Ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Perkembangan populasi ternak utama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Budidaya Ayam Ras Pedaging Ayam ras pedaging atau ayam broiler merupakan bangsa unggas yang arah kemampuan utamanya

Lebih terperinci

I. JUDUL Prospek Budidaya Burung Puyuh

I. JUDUL Prospek Budidaya Burung Puyuh I. JUDUL Prospek Budidaya Burung Puyuh II. ABSTRAKS Persaingan dunia bisnis semakin merajalela, mulai dari sektor peternakan, material, bahkan hingga teknologi. Indonesia adalah salah satu negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroindustri adalah usaha untuk mengolah bahan baku hasil pertanian menjadi berbagai produk yang dibutuhkan konsumen (Austin 1981). Bidang agroindustri pertanian dalam

Lebih terperinci

INTENSIFIKASI TERNAK AYAM BURAS

INTENSIFIKASI TERNAK AYAM BURAS INTENSIFIKASI TERNAK AYAM BURAS 1. PENDAHULUAN Perkembangan ayam buras (bukan ras) atau lebih dikenal dengan sebutan ayam kampung di Indonesia berkembang pesat dan telah banyak dipelihara oleh peternak-peternak

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Pengembangan pembibitan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA Perbedaan Syariah dengan Konvensional

II TINJAUAN PUSTAKA Perbedaan Syariah dengan Konvensional II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perbedaan Syariah dengan Konvensional 2.1.1. Perbandingan Kinerja Bank Syariah dengan Bank Konvensional Kusafarida (2003) dalam skripsinya meneliti tentang perbandingan kinerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan pertanian pada masa sekarang adalah dengan meletakkan masyarakat sebagai pelaku utama (subyek pembangunan), bukan lagi sebagai obyek pembangunan

Lebih terperinci

Budidaya dan Pakan Ayam Buras. Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau.

Budidaya dan Pakan Ayam Buras. Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau. Budidaya dan Pakan Ayam Buras Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau. PENDAHULUAN Ayam kampung atau ayam bukan ras (BURAS) sudah banyak dipelihara masyarakat khususnya masyarakat

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL DAN SENSITIVITAS PETERNAKAN AYAM BROILER PT. BOGOR ECO FARMING, KABUPATEN BOGOR

ANALISIS FINANSIAL DAN SENSITIVITAS PETERNAKAN AYAM BROILER PT. BOGOR ECO FARMING, KABUPATEN BOGOR ANALISIS FINANSIAL DAN SENSITIVITAS PETERNAKAN AYAM BROILER PT. BOGOR ECO FARMING, KABUPATEN BOGOR Abel Gandhy 1 dan Dicky Sutanto 2 Surya University Tangerang Email: abel.gandhy@surya.ac.id ABSTRACT The

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan finansial untuk mengetahui kelayakan pengusahaan ikan lele phyton, serta untuk mengetahui apakah usaha yang dilakukan pada

Lebih terperinci

PROFIL USAHATANI UNGGAS DI KABUPATEN BREBES (STUDI KASUS)

PROFIL USAHATANI UNGGAS DI KABUPATEN BREBES (STUDI KASUS) PROFIL USAHATANI UNGGAS DI KABUPATEN BREBES (STUDI KASUS) A. PRASETYO dan MURYANTO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Bukit Tegalepek, Sidomulyo PO. Box 101, Ungaran ABSTRAK Kabupaten Brebes

Lebih terperinci

BAB XVI KEGIATAN AGRIBISNIS

BAB XVI KEGIATAN AGRIBISNIS SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB XVI KEGIATAN AGRIBISNIS KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

II. ISI 2.1. Pra Produksi Penyiapan Sarana (Kandang) Persiapan peralatan dan ayam

II. ISI 2.1. Pra Produksi Penyiapan Sarana (Kandang) Persiapan peralatan dan ayam I. PENDAHULUAN Usaha peternakan ayam ras petelur saat ini berkembang sangat pesat, baik dari segi skala usaha maupun dari jumlah peternakan yang ada. Beberapa alasan peternak untuk terus menjalankan usaha

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam suatu bentuk kesatuan dengan mempergunakan

Lebih terperinci

II. KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN II. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan kumpulan teori yang digunakan dalam penelitian. Teori-teori ini berkaitan erat dengan permasalahan yang ada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

i - - - ii iii iv v vi vii No. Asumsi A B C Aspek Pasar 1. Untuk prediksi ke depan, permintaan produk dianggap tidak mengalami penurunan dalam jangka waktu 10 tahun yang

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU MARZUKI HUSEIN Dinas Peternakan Provinsi RIAU Jl. Pattimura No 2 Pekanbaru ABSTRAK Sebagai usaha sampingan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus diimbangi dengan kesadaran masyarakat akan arti penting peningkatan gizi dalam kehidupan. Hal

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang dilakukan di Perusahaan Parakbada, Katulampa, Kota Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Usaha Mi Ayam Bapak Sukimin yang terletak di Ciheuleut, Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor. Lokasi penelitian diambil secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

NAMA : WIRO FANSURI PUTRA

NAMA : WIRO FANSURI PUTRA Peluang bisnis INDUSTRI SERAT SABUT KELAPA OLEH : NAMA : WIRO FANSURI PUTRA NIM : 11.12.6300 KELAS : 11-S1SI-13 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Tahun 2011/2012 Industri Serat Sabut Kelapa PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber :

I. PENDAHULUAN. Sumber : I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penduduk Indonesia merupakan penduduk terbesar keempat di dunia setelah Republik Rakyat Cina (RRC), India, dan Amerika Serikat. Jumlah penduduk Indonesia sejak tahun

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan

Lebih terperinci

BUDIDAYA TERNAK ITIK Oleh : Sapto Waluyo

BUDIDAYA TERNAK ITIK Oleh : Sapto Waluyo BUDIDAYA TERNAK ITIK Oleh : Sapto Waluyo 1.PENDAHULUAN Di Indonesia, ternak itik merupakan ternak unggas penghasil telur yang cukup potensial disamping ayam. Kelebihannya itik lebih tahan penyakit dibanding

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang PENDAHULUAN Latar Belakang Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang sering diterapkan di pedesaan terutama di daerah yang memiliki potensi memelihara ayam broiler. Pola kemitraan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis mengemukakan teori-teori terkait penelitian. Teori-teori tersebut antara lain pengertian proyek, keterkaitan proyek dengan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI TERPADU TANAMAN PADI

ANALISIS USAHATANI TERPADU TANAMAN PADI ANALISIS USAHATANI TERPADU TANAMAN PADI (Oriza sativa L) DAN TERNAK ITIK PETELUR (Studi Kasus di Kelompok Mukti Tani Desa Banjarsari Kecamatan Sukaresik Kabupaten Tasikmalaya) Oleh: Ai Indah Perwati, Dedi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

KELAYAKAN USAHA TERNAK AYAM RAS PETELUR

KELAYAKAN USAHA TERNAK AYAM RAS PETELUR KELAYAKAN USAHA TERNAK AYAM RAS PETELUR Rio Aditia Nugraha 1) Program Studi Agribisnis Fakultas pertanian Universitas Siliwangi Silentmonday11@Gmail.com Dedi Djuliansyah 2) Fakultas Pertanian Univerrsitas

Lebih terperinci

VII. RENCANA KEUANGAN

VII. RENCANA KEUANGAN VII. RENCANA KEUANGAN Rencana keuangan bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan. Untuk melakukan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Proyek merupakan suatu kegiatan untuk membangun sistem yang belum ada. Sistem dibangun dahulu oleh proyek, kemudian dioperasionalkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. begitu ekonomi riil Indonesia belum benar-benar pulih, kemudian terjadi lagi

PENDAHULUAN. begitu ekonomi riil Indonesia belum benar-benar pulih, kemudian terjadi lagi PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah negara yang mengalami keterpurukan ekonomi sejak tahun 1997, setelah itu Indonesia mulai bangkit dari keterpurukan itu, namun begitu ekonomi riil Indonesia belum

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Bahan Batasan Operasional. Konsep dasar dan defenisi opresional mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Bahan Batasan Operasional. Konsep dasar dan defenisi opresional mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Bahan Batasan Operasional Konsep dasar dan defenisi opresional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

KINERJA USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR DAN PROSPEK PENGEMBANGANNYA DI SULAWESI SELATAN. Armiati dan Yusmasari

KINERJA USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR DAN PROSPEK PENGEMBANGANNYA DI SULAWESI SELATAN. Armiati dan Yusmasari KINERJA USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR DAN PROSPEK PENGEMBANGANNYA DI SULAWESI SELATAN Armiati dan Yusmasari ABSTRAK Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Jln. Perintis Kemerdekaan Km.17,5

Lebih terperinci

BUDI DAYA AYAM PETELUR

BUDI DAYA AYAM PETELUR PROPOSAL USAHA BUDI DAYA AYAM PETELUR NAMA : SALMAWATI NIM : 10 5311 4 07 PROGRAM STUDI : S 1 JURUSAN : KURIKULUM TEK. PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat,

I. PENDAHULUAN an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan usaha ternak ayam di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1970 an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat, yang kemudian mendorong

Lebih terperinci

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Koperasi berasal dari kata ( co = bersama, operation = usaha) yang secara

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Koperasi berasal dari kata ( co = bersama, operation = usaha) yang secara 6 II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Teori dan Tujuan Koperasi di Indonesia Koperasi berasal dari kata ( co = bersama, operation = usaha) yang secara bahasa berarti bekerja bersama dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak unggas penghasil telur, daging dan sebagai binatang kesayangan dibedakan menjadi unggas darat dan unggas air. Dari berbagai macam jenis unggas air yang ada di Indonesia,

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL BUDIDAYA AYAM PETELUR DI KALIMANTAN TIMUR (The Financial Analysis Of Layer Poultry In Kalimantan Timur)

ANALISIS FINANSIAL BUDIDAYA AYAM PETELUR DI KALIMANTAN TIMUR (The Financial Analysis Of Layer Poultry In Kalimantan Timur) Analisis Finansial Budidaya Ayam Petelur di Kalimantan Timur (Mariyah) 15 ANALISIS FINANSIAL BUDIDAYA AYAM PETELUR DI KALIMANTAN TIMUR (The Financial Analysis Of Layer Poultry In Kalimantan Timur) Mariyah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian a) Implementasi Akad Murabahah Di Indonesia, aplikasi jual beli murabahah pada perbankan syariah di dasarkan pada Keputusan Fatwa Dewan Syariah

Lebih terperinci

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya

Lebih terperinci

A. Kerangka Pemikiran

A. Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Penelitian ini mengkaji studi kelayakan pendirian industri pengolahan keripik nangka di kabupaten Semarang. Studi kelayakan dilakukan untuk meminimumkan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Proyek adalah kegiatan-kegiatan yang direncanakan dan dilaksanakan dalam satu bentuk kesatuan dengan mempergunakan sumber-sumber untuk mendapatkan

Lebih terperinci

II ASPEK PASAR DAN PEMASARAN

II ASPEK PASAR DAN PEMASARAN I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring perkembangan jaman dimana masyarakat mulai sadar akan pentingnya kebutuhan pangan yang harus terpenuhi. Salah satu faktor yang paling di lirik oleh masyarakat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 227.779.100 orang dan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan milik Bapak Sarno yang bertempat di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 227.779.100 orang dan akan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PETERNAKAN MAJU BERSAMA. 5.1.Gambaran Umum Desa Cikarawang

V. GAMBARAN UMUM PETERNAKAN MAJU BERSAMA. 5.1.Gambaran Umum Desa Cikarawang V. GAMBARAN UMUM PETERNAKAN MAJU BERSAMA 5.1.Gambaran Umum Desa Cikarawang Desa Cikarawang merupakan salah satu desa yang yang berada dalam wilayah administrasi Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Jawa Barat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan, terutama buah-buahan tropika.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Bisnis Studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak

Lebih terperinci

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Sebagai salah satu tanaman penghasil protein nabati, kebutuhan kedelai di tingkat lokal maupun nasional masih cenderung sangat tinggi. Bahkan sekarang ini kedelai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Break Even Point adalah titik pulang pokok dimana total revenue = total

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Break Even Point adalah titik pulang pokok dimana total revenue = total 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Break Even Point (BEP) Break Even Point adalah titik pulang pokok dimana total revenue = total cost. Terjadinya titik pulang pokok tergantung pada lama arus penerimaan sebuah

Lebih terperinci

Pertemuan Minggu IX : Pembiayaan Syariah

Pertemuan Minggu IX : Pembiayaan Syariah Pertemuan Minggu IX : Pembiayaan Syariah Terdapat tiga jenis pembiayaan di bank syariah yaitu: a. pembiayaan berbasis bagi hasil. b. pembiayaan berbasis jual beli. c. pembiayaan berbasis sewa beli. Pembiayaan

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL 7.1. Proyeksi Arus Kas (Cashflow) Proyeksi arus kas merupakan laporan aliran kas yang memperlihatkan gambaran penerimaan (inflow) dan pengeluaran kas (outflow). Dalam penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis dan agroindustri pada dasarnya menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya

Lebih terperinci

Wajib menjaga kelestarian lingkungan.

Wajib menjaga kelestarian lingkungan. I. PENDAHULUAN A. Rencana Usaha Peningkatan jumlah populasi penduduk mengakibatkan meningkatnya kenutuhan sumber makanan. salah satu jenis makanan yang mengandung gizi yang lengkap adalah daging. Salah

Lebih terperinci

ANALISIS PROFITABILITAS TERHADAP PENGEMBALIAN ASET USAHA AYAM PETELUR (Studi Kasus UD. Putra Tamago Kota Palu)

ANALISIS PROFITABILITAS TERHADAP PENGEMBALIAN ASET USAHA AYAM PETELUR (Studi Kasus UD. Putra Tamago Kota Palu) e-j. Agrotekbis 2 (1) : 91-95, Pebruari 2014 ISSN : 2338-3011 ANALISIS PROFITABILITAS TERHADAP PENGEMBALIAN ASET USAHA AYAM PETELUR (Studi Kasus UD. Putra Tamago Kota Palu) Profitability analysis farm

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan perubahan selera, gaya hidup dan peningkatan pendapatan. Karena, selain rasanya

Lebih terperinci

VII. IMPLEMENTASI MODEL

VII. IMPLEMENTASI MODEL VII. IMPLEMENTASI MODEL A. HASIL SIMULASI Simulasi model dilakukan dengan menggunakan data hipotetik berdasarkan hasil survey, pencarian data sekunder, dan wawancara di lapangan. Namun dengan tetap mempertimbangkan

Lebih terperinci