BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pada prilaku guna mencapai tujuan tertentu. Proses psikologis tersebut merupakan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pada prilaku guna mencapai tujuan tertentu. Proses psikologis tersebut merupakan"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja Pengertian Motivasi Motivasi adalah proses psikologis yang timbul dan mengarahkan individu pada prilaku guna mencapai tujuan tertentu. Proses psikologis tersebut merupakan proses yang memunculkan, mengarahkan, dan mempertahankan tindakan sukarela yang mengarah pada tujuan tertentu (Marquis & Houston, 2010). Motivasi adalah prilaku yang ditunjukan oleh seseorang guna memuaskan kebutuhannya. Karena kebutuhan manusia bervariasi, motivasi juga memiliki rentangan yang sangat luas (Kozier, 2004). Mills (2006) menyatakan bahwa, motivasi adalah dorongan dari dalam individu yang dapat mempengaruhi kekuatan atau perilaku. Jadi, motivasi merupakan proses psikologis yang memunculkan, mengarahkan, dan mempertahankan tindakan sukarela yang ditunjukan dalam bentuk perilaku guna memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan tertentu. Motivasi sebagai konsep utama dalam proses manajemen dan kepemimpinan sangat dibutuhkan dalam layanan keperawatan guna memotivasi perawat agar bekerja lebih efisien, efektif, dan produktif (Huber, 2006). Memimpin dan mengolah kelompok profesional, diperlukan kreatifitas, perhatian, dan cara-cara yang bersinambungan agar profesional tersebut merasakan kepuasan dan kenyamanan pada apa yang dikerjakannya. Mengingat motivasi datang dari dalam diri individu, seorang manajer harus memiliki

2 kemampuan untuk menumbuhkan motivasi melalui sistem pengarahan dengan menciptakan iklim motivasi (Huber, 2006). Iklim motivasi dapat ditumbuhkan melalui kegiatan manajemen pengarahan yaitu: (1) Memberikan harapan yang jelas kepada staf dan menyampaikan harapan tersebut secara efektif, (2) Bersikap adil dan konsisten terhadap semua staf, (3) Membuat keputusan yang bijaksana, (4) Mengembangkan konsep kerja kelompok, (5) Mengintegrasikan kebutuhan dan keinginan staf ke dalam kebutuhan dan tujuan organisasi, (6) Mengenal staf secara pribadi dan tunjukkan kepada mereka bahwa pemimpin mengetahui keunikan dirinya, (7) Menghilangkan blok tradisional antara staf dan pekerjaan yang telah dikerjakan, (8) Memberi tantangan kerja sebagai kesempatan untuk mengembangkan diri, (9) Melibatkan staf dalam mengambil semua keputusan, (10) Memastikan bahwa staf mengetahui alasan di balik semua keputusan dan tindakan yang diambil, (11) Memberikan kesempatan kepada staf untuk membuat penilaian sesering mungkin, (12) Membangun hubungan saling percaya dan saling tolong bersama staf, (13) Memberi kesempatan staf untuk mengontrol lingkungan kerjanya, (14) Menjadi model peran bagi staf, dan (15) Memberikan reinforcement sering mungkin (Marquis & Houston, 2010) Motivasi Internal dan Eksternal Menurut Gibson (1996) motivasi dilihat atas dasar pembentukannya terbagi atas dua jenis, yaitu: (a) Motivasi bawaan dan (b) Motivasi yang dipelajari. Motivasi bawaan merupakan motivasi yang dibawa sejak lahir, motivasi ini juga disebut sebagai motivasi primer yang terjadi dengan sendirinya tanpa harus dipelajari. Motivasi yang dipelajari adalah motivasi yang terjadi karena adanya

3 komunikasi dan isyarat sosial serta secara sengaja dipelajari oleh manusia (Gibson,1996). Jika dilihat atas dasar fungsinya motivasi terbagi atas: (a) Motivasi intrinsik dan (b) Motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik yaitu motivasi yang berfungsi tanpa adanya rangsangan dari luar, dalam diri individu sudah ada suatu dorongan untuk melakukan tindakan. Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang berfungsi dengan adanya faktor dorongan dari luar individu (Hicks & Gullet, 2002). a. Motivasi Internal 1. Motivasi Internal (Intrinsik) Berbagai kebutuhan keinginan dan harapan yang terdapat di dalam pribadi seseorang menyusun motivasi internal orang tersebut. Kekuatan ini mempengaruhi pribadinya dengan menentukan berbagai pandangan, yang menurut giliran untuk memimpin tingkah laku dalam situasi yang khusus. Beberapa faktor yang berkaitan dengan motivasi internal menurut Hicks & Gullet (2002) yaitu: a. Kepentingan yang khusus bagi seseorang, menghendaki, dan menginginkan adalah merupakan hal yang unik bagi. b. Kepentingan, keinginan dan hasrat seseorang adalah juga unik karena semuanya ditentukan oleh faktor yang membentuk kepribadian, penampilan, biologis, psiologis dan psikologis. b. Motivasi eksternal (ekstrinsik) Teori motivasi eksternal meliputi kekuatan yang ada di luar diri individu seperti halnya faktor pengendalian oleh manager juga meliputi hal-hal

4 yang berkaitan dengan pekerjaan seperti komitmen pemimpin, gaji/upah, keadaan kerja, kebijaksanaan dan pekerjaan yang mengandung penghargaan, pengembangan dan tanggung jawab (Hicks & Gullet, 2002) Teori Motivasi Teori Motivasi Herzberg Teori motivasi telah dibahas oleh beberapa pakar berdasarkan kebutuhan manusia yang dikaitkan dengan berbagai cara pemuasannya. Teori motivasi dua faktor dikemukakan oleh Herzberg, seorang psikolog pada tahun 1966 yang merupakan pengembangan dari teori hirarki kebutuhan menurut Maslow. Teori Herzberg memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam memotivasi karyawan. Untuk memahami motivasi karyawan dalam penelitian ini digunakan teori motivasi dua faktor yang dikemukakan oleh Herzberg. Adapun pertimbangan peneliti adalah: 1) Teori yang dikembangkan oleh Herzberg berlaku mikro yaitu untuk karyawan di tempat ia bekerja saja. Sementara teori motivasi Maslow misalnya berlaku makro yaitu untuk manusia pada umumnya, dan 2) Teori Herzberg lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dengan performa pekerjaan. Menurut Herzberg ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang yaitu motivasi intrinsik yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing masing orang dan motivasi ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang terutama dari organisasi tempatnya bekerja. Menurut Hasibuan (2000), ada 3 hal penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan, antara lain sebagai berikut:

5 1. Hal hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan, dapat menikmati pekerjaan itu sendiri, dan adanya pengakuan atas semuanya. 2. Hal hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama faktor yang bersifat embel embel saja pada pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat, sebutan jabatan, hak, gaji, tunjangan, dan lain lain. 3. Karyawan akan kecewa apabila peluang untuk berprestasi terbatas. Berikut teori motivasi dua faktor menurut Herzberg yang dapat dapat dijadikan sebagai acuan guna mengukur motivasi adalah sebagai berikut: Faktor Ekstrinsik; 1) Kebijaksanaan dan administrasi, 2) Supervisi, 3) Gaji/upah, dan 4) Hubungan antar pribadi dan 5) Kondisi kerja. Faktor Intrinsik; 1) Keberhasilan, 2) Pengakuan/penghargaan, 3) Pekerjaan itu sendiri, 4) Tanggung jawab, dan 5) Pengembangan. Herzberg memandang bahwa kepuasan kerja berasal dari keberadaan motivator intrinsik dan bawa ketidakpuasan kerja berasal dari ketidakberadaan faktor-faktor ekstrinsik. Dengan demikian seseorang yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaannya, memungkinkan menggunakan kreatifitas dan inovasi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan Dalam hal ini tidak dikaitkan dengan perolehan hal hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka yang terdorong oleh faktor faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan hal hal yang diinginkannya dari organisasi. Menurut Herzberg faktor

6 ekstrinsik tidak akan mendorong para karyawan untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor faktor ini dianggap tidak memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan, hal tersebut dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial. Jadi Herzberg berpendapat bahwa apabila pimpinan ingin memberi motivasi pada para bawahannya, yang perlu ditekankan adalah faktor faktor yang menimbulkan rasa puas yaitu dengan mengutamakan faktor faktor motivasional yang sifatnya intrinsik. a. Faktor faktor motivasional yang sifatnya intrinsik yaitu: 1. Keberhasilan Agar seorang bawahan dapat berhasil melaksanakan pekerjaannya, maka pimpinan harus memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mencapai hasil. Pimpinan juga harus memberi semangat kepada bawahan agar bawahan dapat mengerjakan sesuatu yang dianggapnya tidak dikuasainya. Apabila dia berhasil melakukan hal tersebut, maka pimpinan harus menyatakan keberhasilannya. Hal ini akan menimbulkan sikap positif dan keinginan selalu ingin melakukan pekerjaan yang penuh tantangan. 2. Pengakuan Adanya pengakuan dari pimpinan atas keberhasilan bawahan. Pengakuan dapat dilakukan melalui berbagai cara, misalnya dengan menyatakan keberhasilannya langsung di tempat kerja, memberikan surat penghargaan, hadiah berupa uang tunai, medali, kenaikan pangkat atau promosi.

7 3. Pekerjaan itu sendiri Pimpinan membuat usaha usaha yang nyata dan meyakinkan sehingga bawahan mengerti akan pentingnya pekerjaan yang dilakukannya, harus menciptakan kondisi untuk menghindari kebosanan yang mungkin muncul dalam pekerjaan serta menempatkan karyawan sesuai dengan bidangnya. 4. Tanggung Jawab Untuk dapat menumbuhkan sikap tanggung jawab terhadap bawahan, maka pimpinan harus menghindari pengawasan yang ketat, dengan memberikan kesempatan kepada bawahan untuk bekerja sendiri sepanjang pekerjaan itu memungkinkan dan menumbuhkan partisipasi. Penerapan partisipasi akan membuat bawahan terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan. 5. Pengembangan Pengembangan dapat menjadi motivator yang kuat bagi bawahan. Pimpinan dapat memulainya dengan memberi bawahan suatu pekerjaan yang lebih menantang, tidak hanya jenis pekerjaan yang berbeda tetapi juga posisi yang lebih baik. Apabila sudah berhasil dilakukan, pimpinan dapat memberikan rekomendasi tentang bawahan yang akan mendapat promosi/menaikkan pangkatnya atau yang memperoleh kesempatan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan lebih lanjut.

8 b. Faktor faktor motivasional yang sifatnya ekstrinsik yaitu: 1. Kebijaksanaan dan Administrasi Pimpinan didalam menjalankan proses kegiatan kepemimpinannya dalam organisasi menetapkan kebijaksanaan dalam membuat keputusan dan seluruh kegiatan administrasi pimpinan berhak mengetahuinya, menetapkan kebijakan sebagai pimpinan juga dilakukan supaya lebih terorganisir dalam bekerja agar dipatuhi/dilaksanakan karyawan terhadap kegiatan administrasi tersebut, kebijaksanaan tersebut juga wajib dimiliki pemimpin dalam mengorganisir karyawan. 2. Hubungan Antar Pribadi Pemimpin harus mempunyai kemampuan dalam menciptakan hubungan kerja yang menyenangkan, mengajak bawahan berkomunikasi dalam menyelesaikan tugas atau pekerjaan. Didalam kegiatan saat menyelesaikan suatu pekerjaan sesama karyawan harus saling menghargai dalam bekerja, jika ada karyawan baru, tim yang telah ada wajib membantu dalam beradaptasi agar kenyamanan dalam bekerja dapat tercapai. Apabila ada anggota karyawan mengalami kemalangan/musibah sesama karyawan harus saling menolong. 3. Kondisi Kerja Kondisi lingkungan tempat kerja sangat mempengaruhi kinerja karyawan, baik dari sisi kenyamanan dan kebersihan di ruangan. Hubungan yang harmonis antara karyawan dengan atasan

9 juga sangat mempengaruhi harmonisasi dalam bekerja. Jika adanya hubungan yang harmonis antara sesama karyawan maka akan terjadi saling memberikan dukungan yang bersifat positif dalam bekerja. Peraturan, fasilitas dan karyawan yang ada di dalam suatu kegiatan organisasi dalam bekerja ini mendukung dalam terciptanya kegiatan yang positif bagi orang lain, juga didukung harus adanya prosedur/aturan dalam bekerja yang jelas dalam melaksanakan setiap pekerjaan oleh karyawan. 2.2 Supervisi Pengertian Supervisi Supervisi adalah intervensi yang diberikan oleh karyawan senior kepada karyawan junior yang memiliki kesamaan profesi. Hubungannya bersifat evaluatif, sepanjang waktu, mencapai tujuan yang berkelanjutan dalam meningkatkan kemampuan juniornya, pemantauan kualitas layanan profesional pada pasien (Bernard & Goodyear, 2004). Supervisi bersifat normatif, yaitu mengendalikan mutu layanan dengan menyusun, menetapkan kebijakan prosedur, mengembangkan standar, melaksanakan audit, dan suportif, yaitu meningkatkan kemampuan pengendalian emosional dan formatif, yaitu menjaga, meningkatkan, menfasilitasi kompetensi, kemampuan, efektivitas suprvisee serta mengembangkan kemampuan dan praktik keperawatan berbasis bukti. Jadi, tujuan supervisi adalah untuk memberikan dukungan, memotivasi, meningkatkan kemampuan dan pengendalian emosional

10 dengan tidak membuat perawat pelaksana merasa dinilai dalam melakukan pekerjaan secara benar (Sloan & Watson, 2002) Fungsi supervisi Fungsi Supervisi mempunyai lima fungsi dalam upaya untuk mencapai tujuan organisasi. Fungsi tersebut adalah: 1. Perencanaan, menunjuk perawat serta tugasnya masing-masing, mengikuti serah terima pasien pada shift sebelumnya, mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien dibantu perawat, mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien dibantu perawat, mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktifitas dan tingkat ketergantungan pasien dibantu oleh perawat, dan merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan. 2. Pengorganisasian, merumuskan metode penugasan yang digunakan, merumuskan tujuan metode penugasan, membuat rincian tugas perawat secara jelas, mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan, membuat proses dinas, membuat rencana kendali, membawahi perawat dan mengatur tenaga yang ada setiap hari. 3. Membimbing dan Mengarahkan, memberi pengarahan tentang penugasan kepada perawat, memberikan pujian kepada perawat yang mengerjakan tugas dengan baik, memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, ketrampilan dan sikap perawat, membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya, dan meningkatkan kolaborasi sesama tim kerja. 4. Pengawasan dan Evaluasi, mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana keperawatan yang telah disusun bersama

11 melalui komunikasi, mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan perawat mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien, melakukan audit keperawatan, melalui supervisi pengawasan langsung melalui inspeksi, mengamati sendiri atau melalui laporan langsung secara lisan dan memperbaiki/mengawasi, pengawasan tidak langsung yaitu mengecek daftar hadir, membaca dan memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang dibuat selama dan sesudah proses keperawatan dilakukan (didokumentasikan), dan mendengar laporan dari perawat. 5. Pencatatan dan Pelaporan, mencatat evaluasi tindakan keperawatan sesuai batas kemampuan perawat, mengobservasi kondisi pasien, selanjutnya melakukan tindakan yang tepat berdasarkan hasil observasi tersebut sesuai batas kemampuannya dan melaporkannya pada pimpinan di atasnya, berperan serta dengan anggota tim kesehatan dalam membahas kasus dan upaya meningkatkan mutu asuhan keperawatan di rumah sakit dan mencatatnya untuk sebagai bahan pembelajaran bersama, mengikuti pertemuan berkala yang diadakan oleh pimpinan di rumah sakit dan pelaporan dari ruangan yang di bawah kepemimpinan kepala ruangan, melaksanakan sistem pencatatan dan pelaporan asuhan keperawatan yang tepat dan benar sesuai standar asuhan keperawatan (Sitorus & Panjaitan,2011). Depkes RI (1999) dalam Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan & Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan RI (2007) Menyatakan bahwa peran supervisi yang dilakukan kepala ruangan yaitu: 1. Perencanaan; a) Menunjuk perawat yang bertugas di kamar masing-masing, b) Mengikuti serah terima pasien dari shift sebelumnya, c) Mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien, d) Mengidentifikasi

12 jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktifitas dan kebutuhan pasien, e) Merencanakan metode penugasan dan penjadwalan staf, f) Merencanakan strategi pelaksanaan asuhan keperawatan, g) Merencanakan kebutuhan logistik dan fasilitas ruangan kelolaan, dan h) Melakukan pelaporan dan pendokumentasian 2. Pengorganisasian dan ketenagaan; a) Merumuskan metode penugasan keperawatan, b) Merumuskan tujuan dari metode penugasan keperawatan, c) Merumuskan rincian tugas perawat secara jelas. d) Membuat rentang kendali di ruang rawat, e) Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan, misalnya membuat roster dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari sesuai dengan jumlah dan kondisi pasien, f) Mengatur dan mengendalikan pelaksanaan asuhan keparawatan dalam bentuk diskusi, bimbingan dan penyampaian informasi, g) Mengatur dan mengendalikan logistik dan fasilitas ruangan, h) Mengatur dan mengendalikan situasi lahan praktek, i) Mendelegasikan tugas kepada perawat, j) Melakukan koordinasi dengan tim kesehatan lain, dan k) Melakukan pelaporan dan pendokumentasian. 3. Pengarahan; a) Memberi pengarahan tentang penugasan kepada perawat, b) Memberikan pengarahan kepada perawat tentang pelaksanaan asuhan keperawatan dan fungsi-fungsi manajemen, c) Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan asuhan keperawatan pasien, dan d) Memberikan motivasi dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap.

13 2.2.3 Karakteristik Supervisi Dalam keperawatan, supervisi yang baik apabila memiliki karakteristik: a. Mencerminkan kegiatan asuhan keperawatan yang sesungguhnya b. Mencerminkan pola organisasi/struktur organisasi keperawatan yang ada c. Kegiatan yang berkesinambungan yang teratur atau berkala d. Dilaksanakan oleh atasan langsung (kepala unit/kepala ruangan atau penanggung jawab yang ditunjuk). e. Menunjukkan kepada kegiatan perbaikan dan peningkatan kualitas asuhan keperawatan Manfaat Supervisi Apabila supervisi dapat dilakukan dengan baik, akan diperoleh banyak manfaat. Manfaat tersebut diantaranya adalah sebagai berikut (Suarli & Bachtiar, 2010): 1. Supervisi dapat meningkatkan efektifitas kerja. Peningkatan efektifitas kerja ini erat hubungannya dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan, serta makin terbinanya hubungan dan suasana kerja yang lebih harmonis antara atasan dan bawahan. 2. Supervisi dapat lebih meningkatkan efesiensi kerja. Peningkatan efesiensi kerja ini erat kaitannya dengan makin berkurangnya kesalahan yang dilakukan bawahan, sehingga pemakaian sumber daya (tenaga, harta dan sarana) yang sia-sia akan dapat dicegah. Apabila kedua peningkatan ini dapat diwujudkan, sama artinya dengan telah tercapainya tujuan suatu organisasi. Tujuan pokok dari supervisi ialah menjamin pelaksanaan berbagai kegiatan yang telah direncanakan secara benar

14 dan tepat, dalam arti lebih efektif dan efesien, sehingga tujuan yang telah ditetapkan organisasi dapat dicapai dengan memuaskan Frekuensi Pelaksanaan Supervisi Supervisi harus dilakukan dengan frekuensi yang berkala. Supervisi yang dilakukan hanya sekali bisa dikatakan bukan supervisi yang baik, karena organisasi/ lingkungan selalu berkembang. Oleh sebab itu agar organisasi selalu dapat mengikuti berbagai perkembangan dan perubahan, perlu dilakukan berbagai penyesuaian. Supervisi dapat membantu penyesuaian tersebut yaitu melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan. Tidak ada pedoman yang pasti mengenai berapa kali supervisi harus dilakukan. Yang digunakan sebagai pegangan umum, supervisi biasanya bergantung dari derajat kesulitan pekerjaan yang dilakukan, serta sifat penyesuaian yang akan dilakukan. Jika derajat kesulitannya tinggi serta sifat penyesuaiannya mendasar, maka supervisi harus lebih sering dilakukan (Suarli & Bachtiar, 2010) Prinsip-prinsip Pokok dalam Supervisi Kegiatan supervisi mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja yang kondusif dan nyaman yang mencakup lingkungan fisik, atmosfer kerja, dan jumlah sumber. Sumber yang dibutuhkan untuk memudahkan pelaksanaan tugas. Untuk itu diperlukan beberapa prinsip pokok pelaksanaan supervisi. Prinsip pokok supervisi secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut (Suarli dan Bahtiar, 2010): 1. Tujuan utama supervisi ialah untuk lebih meningkatkan kinerja bawahan, bukan untuk mencari kesalahan. Peningkatan kinerja ini dilakukan dengan melakukan

15 pengamatan langsung terhadap pekerjaan bawahan, untuk kemudian apabila ditemukan masalah, segera diberikan petunjuk atau bantuan untuk mengatasinya. 2. Sejalan dengan tujuan utama yang ingin dicapai, sifat supervisi harus edukatif dan suportif, bukan otoriter. 3. Supervisi harus dilakukan secara teratur atau berkala. Supervisi yang hanya dilakukan sekali bukan supervisi yang baik. 4. Supervisi harus dapat dilaksanakan sedemikan rupa sehingga terjalin kerja sama yang baik antara atasan dan bawahan, terutama pada saat proses penyelesaian masalah, dan untuk lebih mengutamakan kepentingan bawahan. 5. Strategi dan tata cara supervisi yang akan dilakukan harus sesuai dengan kebutuhan masing-masing bawahan secara individu. Penerapan strategi dan tata cara yang sama untuk semua kategori bawahan, bukan merupakan supervisi yang baik. 6. Supervisi harus dilaksanakan secara fleksibel dan selalu disesuaikan dengan perkembangan Pelaksana Supervisi Menurut Suarli dan Bachtiar (2010), yang bertanggung jawab dalam melaksanakan supervisi adalah atasan yang memiliki kelebihan dalam organisasi. Idealnya kelebihan tersebut tidak hanya aspek status dan kedudukan, tetapi juga pengetahuan dan keterampilan. Berdasarkan hal tersebut serta prinsip-prinsip pokok supervisi maka untuk dapat melaksanakan supervisi dengan baik ada beberapa syarat atau karasteristik yang harus dimiliki oleh pelaksana supervisi (supervisor).

16 Karakteristik yang dimaksud adalah: 1. Sebaiknya pelaksana supervisi adalah atasan langsung dari yang disupervisi. Atau apabila hal ini tidak mungkin, dapat ditunjuk staf khusus dengan batas-batas wewenang dan tanggung jawab yang jelas. 2. Pelaksana supervisi harus memilki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk jenis pekerjaan yang akan disupervisi. 3. Pelaksana supervisi harus memiliki keterampilam melakukan supervisi artinya memahami prinsip-prinsip pokok serta tehnik supervisi. 4. Pelaksana supervisi harus memilki sifat edukatif dan suportif, bukan otoriter. 5. Pelaksana supervisi harus mempunyai waktu yang cukup, sabar dan selalu berupaya meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku bawahan yang disupervisi Teknik Supervisi Tehnik pokok supervisi pada dasarnya identik dengan teknik penyelesaian masalah. Bedanya pada supervisi teknik pengumpulan data untuk menyelesaikan masalah dan penyebab masalah menggunakan teknik pengamatan langsung oleh pelaksana supervisi terhadap sasaran supervisi, serta pelaksanaan jalan keluar. Dalam mengatasi masalah tindakan dapat dilakukan oleh pelaksana supervisi, bersama-sama dengan sasaran supervisi secara langsung di tempat. Dengan perbedaan seperti ini, bahwa untuk dapat melaksanakan supervisi yang baik ada dua hal yang perlu diperhatikan menurut Bachtiar dan Suarli (2010) yaitu:

17 1. Pengamatan langsung Teknik supervisi dimana supervisor berpartisipasi langsung dalam melakukan supervisi. Kelebihan dari teknik ini pengarahan dan petunjuk dari supervisor tidak dirasakan sebagai suatu perintah, selain itu umpan balik dan perbaikan dapat dilakukan langsung saat ditemukan adanya penyimpangan. Supervisi dilakukan langsung pada kegiatan yang sedang berlangsung. Pada supervisi modern diharapkan supervisor terlibat dalam kegiatan agar pengarahan dan pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai perintah. Cara memberikan pengarahan yang efektif adalah: a. Pengarahan harus lengkap. b. Mudah dipahami. c. Menggunakan kata-kata yang tepat. d. Berbicara dengan jelas dan lambat. e. Berikan arahan yang logis. f. Hindari memberikan banyak arahan pada satu saat. g. Pastikan bahwa arahan dipahami. h. Yakinkan bahwa arahan anda dilaksanakan atau perlu tindak lanjut. Pengamatan langsung harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Untuk itu ada beberapa hal lain yang harus diperhatikan. a. Sasaran pengamatan, pengamatan langsung yang tidak jelas sasarannya dapat menimbulkan kebingungan, karena pelaksana supervisi dapat terperangkap pada sesuatu yang bersifat detail. Untuk mencegah keadaan yang seperti ini, maka pada pengamatan langsung perlu ditetapkan sasaran pengamatan, yakni

18 hanya ditujukan pada sesuatu yang bersifat pokok dan strategis saja (selective supervision). b. Objektivitas pengamatan, pengamatan langsung yang tidak terstandardisasi dapat menggangu objektivitas. Untuk mencegah keadaan yang seperti ini, maka pengamatan langsung perlu dibantu dengan dengan suatu daftar isi yang telah dipersiapkan. Daftar tersebut dipersiapkan untuk setiap pengamatan secara lengkap dan apa adanya. c. Pendekatan pengamatan, pengamatan langsung sering menimbulkan berbagai dampak dan kesan negatif, misalnya rasa takut dan tidak senang, atau kesan menggangagu kelancaran pekerjaan. Untuk mengecek keadaan ini pengamatan langsung harus dilakukan sedemikian rupa sehingga berbagai dampak atau kesan negatif tersebut tidak sampai muncul. Sangat dianjurkan pengamatan tersebut dapat dilakukan secara edukatif dan suportif, bukan menunjukkan kekuasaan atau otoritas. 2. Pengamatan Tidak langsung Supervisi dilakukan melalui laporan baik tertulis maupun lisan. Supervisor tidak melihat langsung kejadian di lapangan, sehingga mungkin terjadi kesenjangan fakta. Umpan balik dapat diberikan secara tertulis. 3. Kerja sama Agar komunikasi yang baik dan rasa memiliki ini dapat muncul, pelaksana supervisi dan yang disupervisi perlu bekerja sama dalam penyelesaian masalah, sehingga prinsip-prinsip kerja sama kelompok dapat diterapkan. Masalah, penyebab masalah serta upaya alternatif penyelesaian masalah harus dibahas

19 secara bersama-sama. Kemudian upaya penyelesaian masalah tersebut dilaksanakan secara bersama-sama pula Supervisi Keperawatan Bidang keperawatan supervisi mempunyai pengertian yang sangat luas, yaitu meliputi segala bantuan dari pemimpin/penanggung jawab kepada perawat yang ditujukan untuk perkembangan para perawat dan staf lainnya dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan kegiatan supervisi semacam ini merupakan dorongan bimbingan dan kesempatan bagi pertumbuhan dan perkembangan keahlian dan kecakapan para perawat (Suyanto, 2008). Supervisi terhadap kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan dapat dilakukan dengan memberikan bimbingan, pengarahan, observasi dan pemberian motivasi serta evaluasi terhadap pendokumentasian tiaptiap tahap proses keperawatan. Kelengkapan dan kesesuaian dengan standar merupakan variabel yang harus disupervisi (Wiyana, 2008). 1. Pelaksana Supervisi Keperawatan Materi supervisi atau pengawasan disesuaikan dengan uraian tugas dari masing-masing staf perawat pelaksana yang disupervisi terkait dengan kemampuan asuhan keperawatan yang dilaksanakan. Supervisi keperawatan dilaksanakan oleh personil atau bagian yang bertangguung jawab antara lain (Suyanto, 2008): 1. Kepala ruangan Bertanggung jawab untuk melakukan supervisi pelayanan keperawatan yang diberikan pada pasien di ruang perawatan yang dipimpinnya. Merupakan ujung tombak penentu tercapai atau tidaknya

20 tujuan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kepala ruangan mengawasi perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan baik secara langsung maupun tidak langsung disesuaikan dengan metode penugasan yang diterapkan di ruang perawatan tersebut. Sebagai contoh ruang perawatan yang menerapkan metode tim, maka kepala ruangan dapat melakukan supervisi secara tidak langsung melalui ketua tim masingmasing (Suarli & Bahtiar, 2010). 2. Pengawas perawatan (supervisor) Ruang perawatan dan unit pelayanan yang berada di bawah unit pelaksana fungisional (UPF) mempunyai pengawas yang bertanggung jawab mengawasi jalannya pelayanan keperawatan. Bertanggung jawab dalam melakukan supervisi pelayanan pada kepala ruangan yang ada di instalasinya. 1. Kepala seksi, beberapa instansi digabung di bawah satu pengawasan kepala seksi. Kepala seksi mengawasi pengawas keperawatan dalam melaksanakan tugas secara langsung dan seluruh perawat secara tidak langsung. 2. Kepala bidang keperawatan, sebagai top manager dalam keperawatan, kepala bidang keperawatan, kepala bidang keperawatan bertanggung jawab melakukan supervisi baik secara langsung atau tidak langsung melalui para pengawas keperawatan. 2. Sasaran Supervisi Keperawatan. Sasaran yang harus dicapai dalam supervisi adalah sebagai berikut:

21 a. Pelaksanan tugas sesuai dengan pola b. Struktur dan hirarki sesuai dengan rencana c. Staf yang berkualitas dapat dikembangkan secara kontinue/sistematis d. Penggunaan alat yang efektif dan ekonomis e. Sistem dan prosedur yang tidak menyimpang f. Pembagian tugas, wewenang ada pertimbangan objek/rational g. Tidak terjadi penyimpangan/penyelewengan kekuasaan, kedudukan dan keuangan. Setiap sasaran dan target dilaksanakan sesuai dengan pola yang disepakati berdasarkan struktur dan hirarki tugas. Sasaran atau objek dari supervisi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan, serta bawahan yang melakukan pekerjaan. Jika supervisi mempunyai sasaran berupa pekerjaan yang dilakukan, maka disebut supervisi langsung, sedangkan jika sasaran berupa bawahan yang melakukan pekerjaan disebut supervisi tidak langsung. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kinerja pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan (Suarli & Bachtiar, 2010). Sasaran yang harus dicapai dalam pelaksanaan supervisi antara lain: pelaksanaan tugas keperawatan, penggunaan alat yang efektif dan ekonomis, sistem dan prosedur yang tidak menyimpang, pembagian tugas dan wewenang, penyimpangan kekuasaan, kedudukan dan keuangan (Suyanto, 2008). 3. Kompetensi Supervisor Keperawatan Tanggung jawab utama seorang supervisor adalah mencapai hasil sebaik mungkin dengan mengkoordinasikan sistem kerjanya. Para supervisor

22 mengkoordinasikan pekerjaan karyawan dengan mengarahkan, melancarkan, membimbingan, memotivasi, dan mengendalikan (Dharma, 2003). Seorang keperawatan dalam menjalankan tugasnya sehari-hari harus memiliki kemampuan dalam (Suyanto, 2008): a. Memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas, sehingga dapat dimengerti oleh staf dan pelaksana keperawatan. b. Memberikan saran, nasehat dan bantuan kepada staf dan pelaksanan keperawatan. c. Memberikan motivasi untuk meningkatkan semangat kerja kepada staf dan pelaksanan keperawatan. d. Mampu memahami proses kelompok (dinamika kelompok). e. Memberikan latihan dan bimbingan yang diperlukan oleh staf dan pelaksana keperawatan. f. Melakukan penilaian terhadap penampilan kinerja perawat. 4. Langkah-langkah Supervisi 1. Pra supervisi Kegiatan yang dilakukan oleh supervisor pada pra supervisi adalah: a. Supervisor menetapkan kegiatan yang akan disupervisi. b. Supervisor menetapkan tujuan. 2. Supervisi Kegiatan yang dilakukan oleh supervisor pada supervisi adalah: a. Supervisor menilai kinerja perawat berdasarkan alat ukur atau instrumen yang telah disiapkan. b. Supervisor mendapat beberapa hal yang memerlukan pembinaan.

23 c. Supervisor memanggil Perawat Primer dan Perawat Associste untuk mengadakan pembinaan dan klarifikasi permasalahan. d. Supervisor mengklarifikasi permasalahan yang ada. e. Supervisor melakukan tanya jawab dengan perawat primer dan perawat associate. f. Supervisor memberikan masukan dan solusi pada perawat primer dan perawat associate. g. Supervisor memberikan reinforcement pada perawat primer dan perawat associate. 5. Peran supervisor dan fungsi supervisi keperawatan dalam manajemen keperawatan Peran dan fungsi supervisor dalam supervisi adalah mempertahankan keseimbangan pelayanan keperawatan dan manajemen sumber daya yang tersedia (Marquis & Huston, 2010). 1. Manajemen pelayanan keperawatan. Tanggung jawab supervisor adalah: a. Menetapkan dan mempertahankan standar praktek keperawatan. b. Menilai kualitas asuhan keperawatan dan pelayanan yang diberikan. c. Mengembangkan peraturan dan prosedur yang mengatur pelayanan keperawatan, kerjasama dengan tenaga kesehatan lain yang terkait. 2. Manajemen anggaran Manajemen keperawatan berperan aktif dalam membantu perencanaan, dan pengembangan. Supervisor berperan dalam:

24 a. Membantu menilai rencana keseluruhan dikaitkan dengan dana tahunan yang tersedia, mengembangkan tujuan unit yang dapat dicapai sesuai tujuan rumah sakit. b. Membantu mendapatkan informasi statistik untuk perencanaan anggaran keperawatan. c. Memberi justifikasi proyeksi anggaran unit yang dikelola. Supervisi yang berhasil dan berdaya guna tidak dapat terjadi begitu saja, tetapi memerlukan praktek dan evaluasi penampilan agar dapat dijalankan dengan tepat. Kegagalan supervisi dapat menimbulkan kesenjangan dalam pelayanan keperawatan. 1. Proses supervisi keperawatan terdiri dari 3 elemen kelompok, yaitu: a. Mengacu pada standar asuhan keperawatan. b. Fakta pelaksanaan praktek keperawatan sebagai pembanding untuk menetapkan pencapaian. c. Tindak lanjut dalam upaya memperbaiki dan mempertahankan kualitas asuhan. 2. Area Supervisi keperawatan yaitu: a. Pengetahuan dan pengertian tentang klien. b. Ketrampilan yang dilakukan disesuaikan dengan standar. c. Sikap penghargaan terhadap pekerjaan misalnya kejujuran, empati dan gagasan agar asuhan keperawatan yang diberikan lebih baik. 6. Teknik Supervisi keperawatan Supervisi keperawatan merupakan suatu proses pemberian sumber-sumber yang dibutuhkan perawat untuk menyelesaiakan tugas dalam rangka pencapaian

25 tujuan yang telah ditetapkan. Dengan supervisi memungkinkan seorang manajer keperawatan dapat menemukan berbagai kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan asuahan keperawatan di ruang yang bersangkutan melalui analisis secara komprehensif bersama-sama dengan anggota perawat secara efektif dan efesien. Melalui kegiatan supervisi seharusnya kualitas dan mutu pelayanan keperawatan menjadi fokus dan menjadi tujuan utama, bukan malah menyibukkan diri mencari kesalahan atau penyimpangan (Arwani, 2006). Teknik supervisi dibedakan menjadi dua, supervisi langsung dan tak langsung. 1. Teknik Supervisi Secara Langsung. Supervisi yang dilakukan secara langsung pada kegiatan yang sedang dilaksanakan. Pada waktu supervisi diharapkan supervisor terlibat dalam kegiatan agar pengarahan dan pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai perintah (Wiyana, 2008). Cara memberikan supervisi efektif adalah: (1) Pengarahan harus lengkap dan mudah dipahami; (2) Menggunakan kata-kata yang tepat; (3) Berbicara dengan jelas dan lambat; (4) Berikan arahan yang logis; (5) Hindari banyak memberikan arahan pada satu waktu; (7) Pastikan arahan yang diberikan dapat dipahami; dan (8) Pastikan bahwa arahan yang diberikan dilaksanakn atau perlu tindak lanjut. Supervisi langsung dilakukan pada saat perawat sedang melaksanakan pengisian formulir dokumentasi asuhan keperawatan. Supervisi dilakukan pada kinerja pendokumentasian dengan mendampingi perawat dalam pengisian setiap komponen dalam proses keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi (Wiyana, 2008).

26 Langkah-langkah yang digunakan dalam supervisi langsung (Wiyana, 2008): a. Informasikan kepada perawat yang akan disupervisi bahwa pendokumentasiannya akan disupervisi. b. Lakukan supervisi asuhan keperawatan pada saat perawat melakukan pendokumentasian. Supervisor melihat hasil pendokumentasian secara langsung dihadapan perawat yang mendokumentasikan. c. Supervisor menilai setiap dokumentasi sesuai standar dengan asuhan keperawatan pakai yaitu menggunakan form A Depkes. d. Supervisor menjelaskan, mengarahkan dan membimbing perawat yang disupervisi komponen pendokumentasian mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi kepada perawat yang sedang menjalankan pencacatan dokumentasi asuhan keperawatan sesuai form A dari Depkes. e. Mencatat hasil supervisi dan menyimpan dalam dokumen supervisi. 2. Secara Tidak Langsung Supervisi tidak langsung adalah supervisi yang dilakukan melalui laporan baik tertulis maupun lisan. Perawat supervisor tidak melihat langsung apa yang terjadi di lapangan sehingga memungkinkan terjadinya kesenjangan fakta. Umpan balik dapat diberikan secara tertulis (Wiyana, 2008). Langkah-langkah Supervisi tidak langsung yaitu: a. Lakukan supervisi secara tak langsung dengan melihat hasil dokumentasi pada buku rekam medik perawat. b. Pilih salah satu dokumen asuhan keperawatan.

27 c. Periksa kelengkapan dokumentasi sesuai dengan standar dokumentasi asuhan keperawatan yang ditetapkan rumah sakit yaitu form A dari Depkes. d. Memberikan penilaian atas dokumentasi yang disupervisi dengan memberikan tanda bila ada yang masih kurang dan berikan cacatan tertulis pada perawat yang mendokumentasikan. e. Memberikan catatan pada lembar dokumentasi yang tidak lengkap atau sesuai standar. 7. Prinsip Supervisi Keperawatan Seorang manajer keperawatan mampu melakukan kegiatan supervisi secara benar, harus mengetahui dasar dan prinsip-prinsip supervisi. Prinsip-prinsip tersebut harus memenuhi syarat antara lain didasarkan atas hubungan professional dan bukan hubungan pribadi, kegiatan harus direncanakan secara matang, bersifat edukatif, memberikan perasaan aman pada perawat pelaksana dan harus mampu membentuk suasana kerja yang demokratis. Prinsip lain yang harus dipenuhi dalam kegiatan supervisi adalah harus dilakukan secara objektif dan mampu memacu terjadinya penilaian diri (self evaluation), bersifat progresif, inovatif, fleksibel, dapat mengembangkan potensi atau kelebihan masing-masing orang yang terlibat, bersifat kreatif dan konstruktif dalam mengembangkan diri disesuaikan dengan kebutuhan, dan supervisi harus dapat meningkatkan kinerja bawahan dalam upaya meningkatkan kualitas asuhan keperawatan (Arwani, 2006). Ada beberapa prinsip supervisi yang dilakukan di bidang keperawatan antara lain; (1) Supervisi dilakukan sesuai dengan struktur organisasi, (2)

28 Supervisi menggunakan pengetahuan dasar manajemen, keterampilan hubungan antar manusia dan kemampuan menerapkan prinsip manajemen dan kepemimpinan, (3) Fungsi supervisi diuraikan dengan jelas, terorganisasi dan dinyatakan melalui petunjuk, peraturan uraian tugas dan standard, (4) Supervisi merupakan proses kerja sama yang demokratis antara supervisor dan perawat pelaksana. (5) Supervisi merupakan visi, misi, falsafah, tujuan dan rencana yang spesifik, (6) Supervisi menciptakan lingkungan yang kondusif, komunikasi efektif, kreatifitas dan motivasi, dan (7) Supervisi mempunyai tujuan yang berhasil dan berdaya guna dalam pelayanan keperawatan yang memberi kepuasan klien, perawat dan manajer. 8. Supervisi Kepala Ruangan 1. Kegiatan Rutin Supervisor Mengkoordinasikan sistem kerja secara efektif, para supervisor harus melakukan dua jenis kegiatan, yaitu kegiatan tugas dan kegiatan supervisi. Kegiatan tugas adalah kegiatan yang melibatkan supervisor dalam pelaksanaan lansung suatu pekerjaan. Kegiatan supervisi adalah kegiatan yang mengkoodinasikan pekerjaan yang dilkukan orang lain. Supervisor yang efektif menekankan kegiatan supervisi (Dharma, 2003). Kegiatan dalam supervisi adalah sebagai berikut (Wiyana, 2008): a. Persiapan Kegiatan kepala ruangan meliputi: (a) Menyusun jadwal supervisi, (b) Menyiapkan materi supervisi (format supervisi, pedoman pen dokumentasian), dan (c) Mensosialisasikan rencana supervisi kepada perawat pelaksana.

29 9. Pelaksanaan supervisi Kegiatan kepala ruangan pada tahap pelaksanaan supervisi meliputi : 1. Mengucapkan salam pada perawat yang disupervisi. 2. Membuat kontrakwaktu supervisi pendokumentasian dilaksanakan. 3. Bersama perawat mengidentifikasi kelengkapan pendokumentasian untuk masing-masing tahap. 4. Mendiskusikan pencapaian yang telah diperoleh perawat dalam pedokumentasian asuhan keperawatan. 5. Mendiskusikan pencapaian yang harus ditingkatkan pada masing-masing tahap. 6. Memberikan bimbingan / arahan pendokumentasian asuhan keperawatan. 7. Mencatat hasil supervisi Evaluasi Kegiatan kepala ruangan pada tahap evaluasi meliputi: (1) Menilai respon perawat terhadap pendokumentasian yang baru saja di arahkan, (2) Memberikan reinforcement pada perawat, dan (3) Menyampaikan rencana tindak lanjut supervisi. 1. Model-model Supervisi Keperawatan Selain cara supervisi yang telah diuraikan, beberapa model supervisi dapat diterapkan dalam kegiatan supervisi antara lain (Depkes, 1999): a. Model konvensional Model supervisi dilakukan melalui inspeksi langsung untuk menemukan masalah dan kesalahan dalam pemberian asuhan keperawatan. Supervisi dilakukan untuk mengoreksi kesalahan dan memata-matai staf dalam mengerjakan

30 tugas. Model ini sering tidak adil karena hanya melihat sisi negatif dari pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan para perawat pelaksana sehingga sulit terungkap sisi positif, hal-hal yang baik ataupun keberhasilan yang telah dilakukan. b. Model ilmiah Supervisi dilakukan dengan pendekatan yang sudah direncanakan sehingga tidak hanya mencari kealahan atau masalah saja. Oleh karena itu supervisi yang dilakukan dengan model ini memilki karakteristik sebagai berikut yaitu, dilakukan secara berkesinambungan, dilakukan dengan prosedur, instrumen dan standar supervisi yang baku, menggunakan data yang objektif sehingga dapat diberikan umpan balik dan bimbingan. c. Model klinis Supervisi model klinis bertujuan untuk membantu perawat pelaksana dalam mengembangkan profesionalisme sehingga penampilan dan kinerjanya dalam pemberian asuahn keperawatan meningkat. Supervisi dilakukan secara sistematis melalui pengamatan pelayanan keperawatan yang diberikan oleh seorang perawat selanjutnya dibandingkan dengan standar keperawatan. d. Model artistic Supervisi model artistic dilakukan dengan pendekatan personal untuk menciptakan rasa aman sehingga supervisor dapat diterima oleh perawat pelaksana yang disupervisi. Dengan demikian akan tercipta hubungan saling percaya sehingga hubungna antara perawat dan supervisor akan terbuka dam mempermudah proses supervisi.

31 1.3. Kinerja Pengertian kinerja Defenisi kinerja yang dikemukakan para ahli terdapat beberapa defenisi, yaitu mengemukakan bahwa kinerja adalah fungsi dari motivasi, kecakapan, dan presepsi peranan. Secara umum, pengertian kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam kemampuan melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan oleh atasan kepadanya. Selain itu, kinerja juga dapat diartikan sebagai suatu hasil dan usaha seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu (Depkes, 2004). Pengertian kinerja karyawan menunjuk pada kemampuan karyawan dalam melaksanakan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Tugas-tugas tersebut biasanya berdasarkan indikator-indikator keberhasilan yang sudah ditetapkan. Sebagai hasilnya akan diketahui bahwa seseorang karyawan masuk dalam tingkatan kinerja tertentu. Tenaga keperawatan Rumah Sakit merupakan sumber daya manusia berjumlah terbesar dan paling banyak berinteraksi dengan klien untuk memberikan asuhan ke perawatan yang komprehensif dan professional, sehingga kinerja perawat terus menjadi perhatian berbagai pihak (Depkes, 2004). Kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh karyawan dalam melakukan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. Kinerja adalah suatu proses dan hasil yang dicapai oleh seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. Kinerja perawat adalah tindakan yang dilakukan oleh seorang perawat dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya masing-masing, tidak

32 melanggar hukum, aturan serta sesuai dengan moral dan etika, dimana kinerja yang baik dapat memberikan kepuasan pada pengguna jasa (Potter & Perry, 2005). Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas. Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan prilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa kperawatan dalam kualitas dan volume yang tinggi. Perawat manajer dapat menggunakan proses aprassial kinerja untuk mengatur arah kerja dalam memilih, melatih, bimbingan perencanaan karir, serta pemberian penghargaan kepada perawat yang berkompeten (Potter & Perry, 2005). Sedangkan menurut Ilyas (2002) yang dimaksud dengan kinerja adalah penampilan hasil kerja pegawai baik secara kuantitas maupun kualitas. Kinerja dapat berupa penampilan kerja perorangan maupun kelompok. Kinerja organisasi merupakan hasil interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja sejumlah individu dalam organisasi. Penekanannya akan lebih banyak kepada sasaran dalam bentuk target yang terukur daripada kompetensi. Kinerja mereka akan diukur berdasarkan apa yang telah dilakukan untuk mencapai hasil sehingga mereka melakukannya akan menjadi kurang penting. Kinerja manajer, ketua tim, dan staf profesional umumnya juga akan diukur dengan mengacu kepada defenisi akuntabilitas utamanya. Pencapaian target secara kuantitatif masih penting bagi aspek-aspek tertentu dari pekerjaan tersebut yang mungkin tidak dapat diukur dan dipergunakan. Pada pekerjaan administratif dan pendukung, ukuran kinerja akan

33 dihubungkan dengan defenisi dari tugas-tugas utama atau aktifitas kunci terhadap standar kinerja yang berkesinambungan akan disertakan untuk mengukur kinerja. Persyaratan atribut dan kompetensi yang sesuai dengan tingkat pekerjaan akan tetap penting. Pada beberapa pekerjaan, kinerja akan diukur dengan mengacu kepada standar output ataupun lama waktu yang dipakai (Ilyas, 2002). Menurut Ilyas (2002) model teori kinerja adalah analisis terhadap sejumlah variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu. Variabel individu dikelompokkan pada subvariabel kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan demografis. Subvariabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi kinerja individu. Variabel demografis mempunyai efek tidak langsung pada prilaku dan kinerja individu. Variabel psikologis terdiri dari subvariabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi. Variabel ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis. Variabel psikologis seperti ini adalah hal yang kompleks dan sulit diukur. Variabel organisasi berefek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu. Variabel organisasi digolongkan dalam subvariabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain pekerjaan (Ilyas, 2002). Prilaku individu dilihat dari respon terhadap stimulus dibagi menjadi dua bagian yaitu prilaku tertutup dan perilaku terbuka dalam bentuk praktek atau tindakan yang diamati. Jadi kinerja dalam keperawatan merupakan hasil karya dari perawat dalam bentuk tindakan atau praktek yang diamati atau dinilai. Kinerja perawat mencerminkan kemampuan perawat untuk mengimplementasikan proses asuhan keperawatan. Praktek keperawatan merupakan tindakan mandiri

34 atau kolaborasi dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi (Gillies, 1999) Jenis-jenis Kriteria Kinerja Sedangkan menurut Robbins (2002) mengatakan hampir semua cara pengukuran kinerja mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut. 1. Kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. Pengukuran kuantitatif melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau pelaksanaan kegiatan. Ini berkaitan dengan jumlah keluaran yang dihasilkan. 2. Kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya). Pengukuran kualitatif keluaran mencerminkan pengukuran tingkat kepuasan, yaitu seberapa baik penyelesaiannya. Ini berkaitan dengan bentuk keluaran. 3. Ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan. Pengukuran ketepatan waktu merupakan jenis khusus dari pengukuran kuantitatif yang menentukan ketepatan waktu penyelesaian suatu kegiatan. Ketiga jenis kriteria di atas dapat dijadikan sebagai acuan guna mengukur kinerja Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain efektifitas dan efisiensi, otoritas, disiplin, dan inisiatif menurut Robbins (2002). 1) Efektivitas dan Efisiensi Bila suatu tujuan tertentu akhirnya bisa dicapai, kita boleh mengatakan bahwa kegiatan tersebut efektif tetapi apabila akibat-akibat yang tidak dicari, kegiatan mempunyai nilai yang penting dari hasil yang dicapai sehingga mengakibatkan ketidakpuasan walaupun efektif

35 dinamakan tidak efisien. Sebaliknya bila akibat yang dicari-cari tidak penting maka kegiatan tersebut efisien. 2) Otoritas (wewenang) Arti otoritas adalah sifat dari suatu komunikasi atau perintah dalam organisasi formal yang dimiliki oleh seorang anggota organisasi kepada anggota yang lain untuk melakukan suatu kegiatan kerja sesuai dengan kontribusinya. Perintah tersebut menyatakan apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan dalam organisasi tersebut. 3) Disiplin Disiplin kegiatan karyawan yang bersangkutan dalam menghormati perjanjian kerja dengan organisasi dimana dia kerja. 4) Inisiatif Berkaitan dengan daya dan kreativitas dalam bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi. Jadi, inisiatif adalah gaya dorong kemajuan yang bertujuan untuk mempengaruhi kinerja organisasi Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Zhou (2004) di Calgary, Kanada mengenai hubungan motivasi dan kinerja yang dihubungkan dengan hygiene teory of Herzberg, bahwa motivasi karyawan dalam bekerja dipengaruhi oleh Hygiene factor, adalah faktor yang berada di sekitar pelaksanaan pekerjaan; berhubungan dengan job context atau aspek ekstrinsik pekerja. Faktor-faktor yang termasuk adalah; (1) Working condition (kondisi kerja), (2) Interpersonal relation (hubungan antar pribadi), (3) Company policy and administration (kebijaksanaan

36 perusahaan dan pelaksanaannya), (4) Supervision technical (teknik pengawasan), (5) Job security (perasaan aman dalam bekerja). Jika dalam situasi kerja faktor-- faktor hygiene tidak ada, Herzberg merasa bahwa karyawan tidak akan mendapat kepuasan. Namun adanya hygiene factor juga tidak memotivasi karyawan melainkan hanya membantu mencegah adanya ketidakpuasan, dalam hal ini juga berlaku pada faktor-faktor motivator, dan jika faktor motivator ada maka dapat memberikan motivasi dan kepuasan kerja pada tingkatan yang lebih tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Mitchell (2009) di salah satu rumah sakit di Arab Saudi, menyatakan bahwa ada hubungan antara motivasi dan kinerja perawat yang bekerja yang ditambah dengan fasilitas-fasilitas yang mempengaruhi motivasi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan terhadap pasien. Penelitian yang dilakukan oleh Russell (2008) di salah satu rumah sakit di Amerika Utara, bahwa ada hubungan teori motivasi menurut Hezberg terhadap kinerja perawat transplantasi di rumah sakit di Amerika Utara dibuktikan dengan kenyamanan dan kepuasan kerja perawat dengan baik. Penelitian yang dilakukan oleh Juliani (2007), pengaruh motivasi instrinsik terhdap kinerja perawat pelaksana di instalasi ruang rawat inap di RSU dr. Pirngadi Medan, terdapat pengaruh signifikan antara motivasi intrinsik bersadasarkan tanggung jawab terhadap kinerja perawar pelaksana. Penelitian yang dilakukan oleh Donna (1990) di salah satu rumah sakit di Colorado di Amerika Serikat yang menyatakan bahwa adanya hubungan motivasi atasan terhadap kinerja perawat yang dihubungkan dengan teori Hezberg, dengan turn over perawat di rumah sakit tersebut akan meningkat jika tidak dipenuhi oleh pihak rumah sakit dari sisi motivasi intrinsik dan ekstrinsik.

tugas sehari-hari (Arwani, 2005).

tugas sehari-hari (Arwani, 2005). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Supervisi a. Pengertian Supervisi Secara umum yang dimaksud dengan supervisi adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Supervisi 1. Pengertian Supervisi Sebagai salah satu dari fungsi manajemen, pengertian supervisi telah berkembang secara khusus. Secara umum yang dimaksud dengan supervisi adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai salah satu dari fungsi manajemen, pengertian supervisi telah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai salah satu dari fungsi manajemen, pengertian supervisi telah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Supervisi 1.1. Pengertian Supervisi Sebagai salah satu dari fungsi manajemen, pengertian supervisi telah berkembang secara khusus. Secara umum yang dimaksud dengan supervisi adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. membimbing, mengajar, mengobservasi, mendorong dan memperbaiki,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. membimbing, mengajar, mengobservasi, mendorong dan memperbaiki, BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Supervisi 2.1.1 Pengertian Supervisi Menurut Kron (1987) Supervisi adalah merencanakan, mangarahkan, membimbing, mengajar, mengobservasi, mendorong dan memperbaiki, memerintah,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perawat memegang peran utama dalam menjalankan roda kehidupan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Perawat memegang peran utama dalam menjalankan roda kehidupan pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawat dan rumah sakit merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Perawat memegang peran utama dalam menjalankan roda kehidupan pada pelayanan di rumah sakit. Apabila

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Motivasi 2.1.1 Pengertian Motivasi Kerja Motivasi adalah tindakan yang dilakukan orang untuk memenuhi kebutuhan yang belum terpenuhi. Hal ini adalah keinginan untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut dan tujuan atau akhir daripada gerakan atau perbuatan. Motivasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut dan tujuan atau akhir daripada gerakan atau perbuatan. Motivasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Motivasi Perawat 1. Definisi Sarwono (2000) dalam Sunaryo (2004) mengemukakan, motivasi menunjuk pada proses gerakan, termasuk situasi yang mendorong yang timbul dalam

Lebih terperinci

SUPERVISI KEPERAWATAN ENI WIDIASTUTI

SUPERVISI KEPERAWATAN ENI WIDIASTUTI SUPERVISI KEPERAWATAN ENI WIDIASTUTI Pendahuluan Mewujudkan praktik keperawatan profesional perlu didukung oleh fungsi-fungsi manajemen keperawatan yang baik Salah satu fungsi yang harus dilakukan adalah

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin movere yang berarti bergerak

II. KAJIAN PUSTAKA. Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin movere yang berarti bergerak 12 II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Motivasi Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin movere yang berarti bergerak atau menggerakkan. Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan sumber daya yang menggerakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu.

BAB 1 PENDAHULUAN. mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi penyedia pelayanan kesehatan yang cukup kompleks. Undang-undang Rumah Sakit Nomor 44 tahun 2009 rumah sakit merupakan institusi pelayanan

Lebih terperinci

MAKALAH TEORI, TIPE KEPEMIMPINAN, PERAN DAN FUNGSI MANAJEMEN KEPERAWATAN

MAKALAH TEORI, TIPE KEPEMIMPINAN, PERAN DAN FUNGSI MANAJEMEN KEPERAWATAN MAKALAH TEORI, TIPE KEPEMIMPINAN, PERAN DAN FUNGSI MANAJEMEN KEPERAWATAN MUHAMMAD JAMAL MISHBAH 6143027 STIKES MUHAMMADIYAH KUDUS TAHUN AKADEMIK 2016/2017 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepala ruangan sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan di rumah sakit harus mempunyai kemampuan untuk melakukan supervisi, karena dengan adanya supervisi dan pengarahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan. Pelayanan keperawatan sering dijadikan tolok ukur citra sebuah

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan. Pelayanan keperawatan sering dijadikan tolok ukur citra sebuah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelayanan keperawatan merupakan sub sistem dalam sistem pelayanan kesehatan di Rumah Sakit sudah pasti punya kepentingan untuk menjaga mutu pelayanan. Pelayanan keperawatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelayanan keperawatan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelayanan keperawatan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan keperawatan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari pelayanan kesehatan. Pelayanan keperawatan mencakup pelayanan yang holistik karena kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan upaya kesehatan (Depkes RI, 2009). Salah satu pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan upaya kesehatan (Depkes RI, 2009). Salah satu pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan. penelitian dan manfaat penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan. penelitian dan manfaat penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. 1.1. Latar Belakang Rumah sakit sebagai salah satu unit pelayanan kesehatan,

Lebih terperinci

Fungsi PENGORGANISASIAN. Eni Widiastuti

Fungsi PENGORGANISASIAN. Eni Widiastuti Fungsi PENGORGANISASIAN Eni Widiastuti PENGERTIAN Pengorganisasian :langkah untuk menetapkan, menggolong-golongkan dan mengatur berbagai macam kegiatan, menetapkan tugas-tugas pokok dan wewenang dan pendelegasian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu fungsi perawat adalah fungsi independen yang merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada petugas medis lain, dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kepuasan kerja guru ditandai dengan munculnya rasa puas dan terselesaikannya tugastugas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kepuasan kerja guru ditandai dengan munculnya rasa puas dan terselesaikannya tugastugas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepuasan kerja guru ditandai dengan munculnya rasa puas dan terselesaikannya tugastugas yang menjadi tanggung jawab guru tersebut secara tepat waktu, disamping

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Supervisi Keperawatan a. Definisi Pitman (2011) mendefinisikan supervisi sebagai suatu kegiatan yang digunakan untuk menfasilitasi refleksi yang lebih mendalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Setiap manusia mempunyai potensi untuk bertindak dalam berbagai bentuk ativitas. Brahmasari (2004) mengemukakan bahwa kinerja adalah pencapaian atas tujuan organisasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Fungsi pengawasan dan pengendalian (controlling) merupakan fungsi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Fungsi pengawasan dan pengendalian (controlling) merupakan fungsi 19 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Supervisi 2.1.1 Pengertian Supervisi Fungsi pengawasan dan pengendalian (controlling) merupakan fungsi terakhir dari proses manajemen. Fungsi ini mempunyai kaitan erat dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSEPSI PERAWAT PELAKSANA TENTANG KEMAMPUAN SUPERVISI KEPALA RUANG DENGAN KINERJA PERAWAT DI INSTALASI RAWAT

HUBUNGAN PERSEPSI PERAWAT PELAKSANA TENTANG KEMAMPUAN SUPERVISI KEPALA RUANG DENGAN KINERJA PERAWAT DI INSTALASI RAWAT HUBUNGAN PERSEPSI PERAWAT PELAKSANA TENTANG KEMAMPUAN SUPERVISI KEPALA RUANG DENGAN KINERJA PERAWAT DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH UMUM DAERAH KOTA SEMARANG 3 ABSTRAK Latar belakang : Supervisi adalah salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan sumber pemberi jasa pelayanan kesehatan. Saat ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan sumber pemberi jasa pelayanan kesehatan. Saat ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit merupakan sumber pemberi jasa pelayanan kesehatan. Saat ini permintaan akan pelayanan kesehatan semakin meningkat seiring dengan adanya program Jaminan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepemimpinan organisasi rumah sakit memainkan peranan yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepemimpinan organisasi rumah sakit memainkan peranan yang sangat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepemimpinan organisasi rumah sakit memainkan peranan yang sangat penting bahkan dapat dikatakan salah satu faktor penentu dalam pengelolaan kegiatan pelayanan kesehatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi dan kelangsungan hidup organisasi. Peran kepemimpinan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. organisasi dan kelangsungan hidup organisasi. Peran kepemimpinan yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gaya kepemimpinan suatu organisasi merupakan salah satu faktor lingkungan intern yang sangat jelas mempunyai pengaruh terhadap perumusan kebijaksanaan dan penentuan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien dalam kerangka

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien dalam kerangka BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kolaborasi 2.1.1 Defenisi Kolaborasi Kolaborasi adalah hubungan timbal balik dimana pemberi pelayanan memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien dalam kerangka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan tatanan pemberi jasa layanan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan tatanan pemberi jasa layanan kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit merupakan tatanan pemberi jasa layanan kesehatan memiliki peran yang strategis dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia (Sumijatun,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Wexley dan Yukl mengartikan kepuasan kerja sebagai the way an

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Wexley dan Yukl mengartikan kepuasan kerja sebagai the way an BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepuasan Kerja Wexley dan Yukl mengartikan kepuasan kerja sebagai the way an employee feels about his or her job. Artinya bahwa kepuasan kerja adalah cara pegawai merasakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit merupakan fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Salah satu profesi yang mempunyai peran penting di rumah

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Salah satu profesi yang mempunyai peran penting di rumah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Tenaga Kerja BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tenaga kerja adalah salah satu komponen dari perusahaan dan mempunyai peranan yang sangat penting di dalam operasional perusahaan. Menurut Biro Pusat Statistik

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Sumber Daya Manusia mempunyai peran yang sangat penting dalam suatu perusahaan, sehingga tenaga kerja yang ada perlu dipelihara dan dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan di

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan di BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, karena itu tujuan pelayanan perawatan merupakan salah satu bagian dari tujuan utama rumah

Lebih terperinci

tindakan keperawatan (Suarli & Bahtiar, 2009).

tindakan keperawatan (Suarli & Bahtiar, 2009). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Asuhan Keperawatan 1. Pengertian Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan praktik keperawatan langsung pada klien di berbagai tatanan pelayanan kesehatan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Perawat a. Pengertian Perawat Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Pelayanan ini didasarkan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. kinerja atau keberhasilan organisasi. Pokok kepemimpinan adalah cara untuk

II TINJAUAN PUSTAKA. kinerja atau keberhasilan organisasi. Pokok kepemimpinan adalah cara untuk 13 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaya Kepemimpinan 2.1.1. Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan salah satu unsur yang sangat menentukan kinerja atau keberhasilan organisasi. Pokok kepemimpinan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam memberikan asuhan keperawatan antara lain mengkaji kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. dalam memberikan asuhan keperawatan antara lain mengkaji kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pelayanan keperawatan merupakan bagian yang integral dari sistim pelayanan kesehatan sehingga pelayanan keperawatan mempunyai arti penting bagi pasien khususnya untuk

Lebih terperinci

Subsistem Manajemen Tenaga Kerja

Subsistem Manajemen Tenaga Kerja Subsistem Manajemen Tenaga Kerja Merupakan subsistem yang antara lain berhubungan dengan pengembangan SDM dalam hal ketrampilan dan pengetahuan, melalui pelatihan-pelatihan atau pendidikan. Pertemuan ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Motivasi adalah konsep yang menggambarkan baik kondisi ekstrinsik yang merangsang perilaku tertentu, maupun respon intrinsik yang menampakan perilaku manusia. Respon

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proyek Konstruksi Proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek dengan sumber daya tertentu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran atau serangkaian sasaran bersama (Robbins, 2006:4). Akibat

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran atau serangkaian sasaran bersama (Robbins, 2006:4). Akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi merupakan unit sosial yang dengan sengaja diatur, terdiri atas dua orang atau lebih yang berfungsi secara relatif terus menerus untuk mencapai sasaran

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA FUNGSI PERAWAT SUPERVISOR DENGAN MOTIVASI KERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG INSTALASI RAWAT INAP RSUD 45 KUNINGAN TAHUN 2015

HUBUNGAN ANTARA FUNGSI PERAWAT SUPERVISOR DENGAN MOTIVASI KERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG INSTALASI RAWAT INAP RSUD 45 KUNINGAN TAHUN 2015 Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN : 2541 0849 e-issn : 2548-1398 Vol. 2, No 6 Juni 2017 HUBUNGAN ANTARA FUNGSI PERAWAT SUPERVISOR DENGAN MOTIVASI KERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG INSTALASI

Lebih terperinci

MANAJEMEN OPERASIONAL

MANAJEMEN OPERASIONAL MANAJEMEN OPERASIONAL SUBSISTEM MANAJEMEN TENAGA KERJA Astrid Lestari Tungadi, S.Kom., M.TI. PENDAHULUAN Subsistem yang berhubungan dengan pengembangan sumber daya manusia dalam hal keterampilan dan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Divisi Regional Wilayah Barat Medan. Hasil penelitian menunjukkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Divisi Regional Wilayah Barat Medan. Hasil penelitian menunjukkan 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu 1. Panggaribuan (2008) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Motivasi Kerja Pegawai Pada PT. Indosat, Tbk. Divisi Regional

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. (motivasi), karakteristik pekerjaan (beban kerja), kinerja perawat dalam

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. (motivasi), karakteristik pekerjaan (beban kerja), kinerja perawat dalam 74 BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan membahas mengenai hasil penelitian meliputi 1) gambaran umum lokasi penelitian, 2) data demografi responden, 3) data khusus mengenai variabel yang diukur yaitu

Lebih terperinci

2.1.2 Tipe-Tipe Kepemimpinan Menurut Hasibuan (2009: ) ada tiga tipe kepemimpinan masing-masing dengan ciri-cirinya, yaitu:

2.1.2 Tipe-Tipe Kepemimpinan Menurut Hasibuan (2009: ) ada tiga tipe kepemimpinan masing-masing dengan ciri-cirinya, yaitu: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian Kepemimpinan Menurut Wukir (2013:134), kepemimpinan merupakan seni memotivasi dan mempengaruhi sekelompok orang untuk bertindak mencapai tujuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA A. MOTIVASI

TINJAUAN PUSTAKA A. MOTIVASI II. TINJAUAN PUSTAKA A. MOTIVASI Motivasi berasal dari kata dasar motif yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari

BAB II KAJIAN TEORI. jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan secara harfiah berasal dari kata pimpin. Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan juga menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rawat inap, rawat jalan, dan rawat darurat (Permenkes No. 147 tahun 2010).

BAB I PENDAHULUAN. rawat inap, rawat jalan, dan rawat darurat (Permenkes No. 147 tahun 2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk selalu melakukan perbaikan dan penyempurnaan guna

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk selalu melakukan perbaikan dan penyempurnaan guna BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan merupakan organisasi yang memiliki beragam tenaga terampil dengan produk utamanya adalah jasa (Soeroso, 2003). Hidayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya tingkat pendidikan, pengetahuan, dan sosial ekonomi masyarakat, maka tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan juga semakin meningkat. Masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya

BAB II URAIAN TEORITIS. Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Kinerja di Balai Ternak Embrio Bogor. Hasil penelitian ini menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber-sumber keperawatan dengan menerapkan proses manajemen untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber-sumber keperawatan dengan menerapkan proses manajemen untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Manajemen Keperawatan 2.1.1 Defenisi Manajemen keperawatan merupakan suatu bentuk koordinasi dan integrasi sumber-sumber keperawatan dengan menerapkan proses manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri berbagai tenaga profesional untuk memberikan pelayanan jasa yang

BAB I PENDAHULUAN. terdiri berbagai tenaga profesional untuk memberikan pelayanan jasa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan organisasi yang unik karena dalam satu organisasi terdiri berbagai tenaga profesional untuk memberikan pelayanan jasa yang berkualitas sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi pada perusahaan Keramik Pondowo malang, dengan hasil penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi pada perusahaan Keramik Pondowo malang, dengan hasil penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Junaidi (2000) dengan judul Pengaruh motivasi terhadap prestasi kerja karyawan bagian produksi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia (Sumijatun, 2009).Tantangan ini memaksa rumah sakit untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia (Sumijatun, 2009).Tantangan ini memaksa rumah sakit untuk 25 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumah Sakit Rumah sakit merupakan tatanan pemberi jasa layanan kesehatan memiliki peran yang strategis dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN MENAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN METODE TIM

PEDOMAN PELAKSANAAN MENAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN METODE TIM PEDOMAN PELAKSANAAN MENAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN METODE TIM I. Pendahuluan Manajemen adalah proses bekerja melalui upaya orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Manajemen keperawatan merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan. tugas teknis operasional (Depkes, 2001).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan. tugas teknis operasional (Depkes, 2001). 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Puskesmas a. Pengertian Puskesmas Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatankegiatan

BAB II URAIAN TEORITIS. pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatankegiatan BAB II URAIAN TEORITIS A. PENELITIAN TERDAHULU Menurut Febya (2008) Motivasi dapat diartikan sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatankegiatan tertentu

Lebih terperinci

BAB XIII TEKNIK MOTIVASI

BAB XIII TEKNIK MOTIVASI BAB XIII TEKNIK MOTIVASI Tim LPTP FIA - UB 13.1 Pendahuluan Tantangan : 1. Volume kerja yang meningkat 2. Interaksi manusia yang lebih kompleks 3. Tuntutan pengembangan kemampuan sumber daya insani 4.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN. Setelah melalui serangkaian proses pengamatan empirik, kajian teoritik, penelitian

BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN. Setelah melalui serangkaian proses pengamatan empirik, kajian teoritik, penelitian BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah melalui serangkaian proses pengamatan empirik, kajian teoritik, penelitian lapangan dan pembahasan, maka kesimpulan penelitian sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 43 BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pengelolaan SDM yang dilaksanakan dengan baik di perusahaan dapat mempengaruhi kinerja suatu perusahaan. Untuk itu, perlu dilakukan audit operasional atas fungsi SDM di

Lebih terperinci

STANDAR PRAKTIK KEBIDANAN. IRMA NURIANTI, SKM. M.Kes

STANDAR PRAKTIK KEBIDANAN. IRMA NURIANTI, SKM. M.Kes STANDAR PRAKTIK KEBIDANAN IRMA NURIANTI, SKM. M.Kes STANDAR ADALAH : Ukuran atau parameter yang digunakan sebagai dasar untuk menilai tingkat kualitas yang telah disepakati dan mampu dicapai dengan ukuran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Hasibuan (2009:10) manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif

Lebih terperinci

METODE BIMBINGAN KLINIK

METODE BIMBINGAN KLINIK METODE BIMBINGAN KLINIK I. PENDAHULUAN. Pengalaman belajar bimbingan klinik pada pendidikan tinggi keperawatan maupun kebidanan adalah merupakan proses transformasi dari mahasiswa menjadi seorang perawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menitikberatkan pada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menitikberatkan pada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menitikberatkan pada perkembangan perekonomian dan juga sumber daya manusia. Proses perekonomian yang terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepuasan Kerja 2.1.1 Defenisi Kepuasan Kerja Kepuasan kerja merupakan sikap positif terhadap pekerjaan pada diri seseorang. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan sebagai suatu organisasi mempunyai tujuan yang ingin dicapai,

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan sebagai suatu organisasi mempunyai tujuan yang ingin dicapai, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan sebagai suatu organisasi mempunyai tujuan yang ingin dicapai, misalnya meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Dalam usaha merealisasikan tujuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia 2.2. Pengertian Motivasi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia 2.2. Pengertian Motivasi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Sedarmayanti (2010) mengatakan bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) yaitu suatu kebijakan dan praktik menentukan aspek "manusia"

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi organisasi atau perusahaan itu sendiri. Sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi organisasi atau perusahaan itu sendiri. Sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di perkembangan zaman yang semakin pesat ini, banyak sekali organisasi atau perusahaan yang semakin berkembang sesuai dengan kebutuhan. Organisasi, baik pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan jasa pelayanan dibidang kesehatan. Sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. memberikan jasa pelayanan dibidang kesehatan. Sebagai salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan salah satu unit usaha yang memberikan jasa pelayanan dibidang kesehatan. Sebagai salah satu unit usaha yang memberikan pelayanan jasa,

Lebih terperinci

PENGAWASAN/PENGENDALIAN

PENGAWASAN/PENGENDALIAN PENGAWASAN/PENGENDALIAN PENGAWASAN/PENGENDALIAN Pengertian Pengendalian menurut Fayol adalah memeriksa apakah segala sesuatu terjadi sesuai perencanaan, instruksi, dan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan,

Lebih terperinci

IKLIM ORGANISASI. Rangkaian Kolom Kluster I, 2012

IKLIM ORGANISASI. Rangkaian Kolom Kluster I, 2012 IKLIM ORGANISASI Sebuah mesin memiliki batas kapasitas yang tidak dapat dilampaui berapapun besaran jumlah energi yang diberikan pada alat itu. Mesin hanya dapat menghasilkan produk dalam batas yang telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisasi menghadapi perubahan seiring dengan perkembangan bisnis, perubahan lingkungan bisnis, serta tuntutan yang semakin tinggi dari pelanggan. Organisasi dihadapkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Manajemen Robbins & Coulter (2011) manajemen melibatkan aktivitas aktivitas koordinasi dan pengawasan terhadap pekerjaan orang lain, sehingga pekerjaan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seorang pegawai jika tidak mendapatkan kepuasan dalam bekerja, akan

BAB I PENDAHULUAN. Seorang pegawai jika tidak mendapatkan kepuasan dalam bekerja, akan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seorang pegawai jika tidak mendapatkan kepuasan dalam bekerja, akan berdampak terhadap kegagalan perwujudan visi dan misi organisasi. Kepuasan kerja pegawai merupakan

Lebih terperinci

Bab IV Usulan Perencanaan Investasi Teknologi Informasi

Bab IV Usulan Perencanaan Investasi Teknologi Informasi Bab IV Usulan Perencanaan Investasi Teknologi Informasi IV.1 Usulan Perencanaan Investasi Teknologi Informasi dengan Val IT Perencanaan investasi TI yang dilakukan oleh Politeknik Caltex Riau yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini sangat banyak merek mobil yang digunakan di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini sangat banyak merek mobil yang digunakan di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Memasuki era globalisasi ini, perkembangan perekonomian khususnya di Indonesia berkembang dengan pesat. Hal ini ditandai dengan banyaknya perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Oleh : Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Keperawatan. NAMA : Yusstanto NIM : J

SKRIPSI. Disusun Oleh : Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Keperawatan. NAMA : Yusstanto NIM : J HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN SUPERVISOR TENTANG FUNGSI PENGARAHAN DENGAN KINERJA SUPERVISOR MENURUT PERSEPSI PERAWAT PELAKSANA DI RUMAH SAKIT ORTOPEDI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Teori adalah seperangkat konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang berfungsi untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Teori adalah seperangkat konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang berfungsi untuk BAB II LANDASAN TEORI Teori adalah seperangkat konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematik, melalui spesifikasi hubungan antar variable, sehingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang

BAB 1 PENDAHULUAN. institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut UU No. 44 Tahun 2009 dinyatakan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. identifikasi masalah, pembatasan masalah dan rumusan masalah. Untuk

I. PENDAHULUAN. identifikasi masalah, pembatasan masalah dan rumusan masalah. Untuk I. PENDAHULUAN Pada Bab I ini akan membahas beberapa hal mengenai: latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah dan rumusan masalah. Untuk memahami kebermaknaan penelitian ini, maka

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Supervisi 2.1.1. Pengertian Supervisi Supervisi adalah upaya yang dilakukan dalam rangka pemantauan disertai dengan pemberian bimbingan, penggerakan atau motivasi dan pengarahan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan Transaksional Definisi Gaya kepemimpinan Transaksional

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan Transaksional Definisi Gaya kepemimpinan Transaksional BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan Transaksional 2.1.1 Definisi Gaya kepemimpinan Transaksional Menurut Bass dalam Robbins & Judge (2009:90) gaya kepemimpinan transaksional adalah model kepemimpinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seorang pemimpin harus dapat memberikan pengaruh yang besar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seorang pemimpin harus dapat memberikan pengaruh yang besar dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seorang pemimpin harus dapat memberikan pengaruh yang besar dan dapat memotivasi perawat dalam bekerja agar dapat lebih optimal kinerjanya dalam memberikan asuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi membuat perusahaan secara maksimal berlomba-lomba untuk

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi membuat perusahaan secara maksimal berlomba-lomba untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Era globalisasi membuat perusahaan secara maksimal berlomba-lomba untuk memberikan yang terbaik guna mencapai tujuan perusahaan yang diinginkan. Persaingan saat ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 PRODUKTIVITAS KERJA 1.1.1 Pengertian Produktivitas Kerja Produktivitas kerja adalah suatu ukuran dari pada hasil kerja atau kinerja seseorang dengan proses input sebagai masukan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI PEGAWAI PADA DINAS PERTAMBANGAN PEMDA KABUPATEN BOGOR

ANALISIS PENGARUH FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI PEGAWAI PADA DINAS PERTAMBANGAN PEMDA KABUPATEN BOGOR ANALISIS PENGARUH FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI PEGAWAI PADA DINAS PERTAMBANGAN PEMDA KABUPATEN BOGOR Oleh ASTRID WIANGGA DEWI H24103086 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hal bekerja. Konsep motivasi, merupakan sebuah konsep penting studi tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hal bekerja. Konsep motivasi, merupakan sebuah konsep penting studi tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motivasi 2.1.1 Pengertian Motivasi Seseorang yang tidak termotivasi, hanya memberikan upaya minimum dalam hal bekerja. Konsep motivasi, merupakan sebuah konsep penting studi

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Liza (2006) melakukan penelitian yang berjudul Peranan Struktur

BAB II URAIAN TEORITIS. Liza (2006) melakukan penelitian yang berjudul Peranan Struktur BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Liza (2006) melakukan penelitian yang berjudul Peranan Struktur Organisasi dalam Meningkatkan Efektivitas Kerja Pada Perusahaan Mandala Airlines Perwakilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan, setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku

I. PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan, setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam mencapai tujuan, setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku organisasi yang merupakan pencerminan dari perilaku dan sikap orang-orang yang terdapat dalam organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan administrasi. Rumah sakit dengan peralatan yang canggih dan

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan administrasi. Rumah sakit dengan peralatan yang canggih dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah Sakit Sebagai salah satu subsistem pelayanan kesehatan menyelenggarakan dua jenis pelayanan masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan administrasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk mempersiapkan sumber daya yang berkualitas, salah satunya sumber

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk mempersiapkan sumber daya yang berkualitas, salah satunya sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu upaya penting yang dilakukan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal adalah melalui penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Salah satu penyelenggara pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan tertentu. Menurut Robbins (2006) bahwa kinerja pegawai adalah. untuk mengelola proses kerja selama periode tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan tertentu. Menurut Robbins (2006) bahwa kinerja pegawai adalah. untuk mengelola proses kerja selama periode tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kinerja pegawai merupakan suatu hasil yang dicapai oleh pekerja dalam pekerjaannya menurut kriteria tertentu yang berlaku untuk suatu pekerjaan tertentu. Menurut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja didefinisikan dengan sejauh mana individu merasakan secara positif atau negatif berbagai macam faktor atau dimensi dari tugas-tugas dalam

Lebih terperinci

BABY KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Kepemimpinan Transfonnasional Kepala Sekolah, Komunikasi lnterpersona~

BABY KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Kepemimpinan Transfonnasional Kepala Sekolah, Komunikasi lnterpersona~ BABY KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan basil analisis data dan perhitungan statistik. seperti yang diuraik.an pada bab sebelumnya, terkait dengan Persepsi Guru tentang Kepemimpinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang di kemukakan oleh Martoyo (2000), bahwa kepuasan kerja adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang di kemukakan oleh Martoyo (2000), bahwa kepuasan kerja adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang penting dalam setiap pekerjaan. Kepuasan kerja merupakan sisi afektif atau emosi. Seperti yang di kemukakan oleh Martoyo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan suatu organisasi yang mempunyai berbagai macam tujuan. Aktifitas di dalam suatu perusahaan selalu diarahkan untuk mencapai tujuan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dengan jalan menggunakan sumber-sumber yang telah tersedia

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dengan jalan menggunakan sumber-sumber yang telah tersedia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manajemen berhubungan dengan suatu usaha untuk mencapai sasaransaran tertentu dengan jalan menggunakan sumber-sumber yang telah tersedia dengan sebaik-baiknya,

Lebih terperinci