IKHTISAR EKSEKUTIF. Adapun capaian indikator kinerja terkait dengan sasaran renstra sebagai berikut :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IKHTISAR EKSEKUTIF. Adapun capaian indikator kinerja terkait dengan sasaran renstra sebagai berikut :"

Transkripsi

1

2 IKHTISAR EKSEKUTIF Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) tahun 2013 yang telah disusun oleh Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek merupakan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2005 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. LAKIP tahun 2013 ini memberikan gambaran tentang capaian kinerja Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek pada tahun 2013, yang mengacu pada Rencana Strategis Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek Tahun Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Riset dan Teknologi Nomor 03/M/PER/VI/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Riset dan Teknologi, Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek mempunyai tugas menyiapkan perumusan kebijakan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka indeks kinerja utama (IKU) Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek adalah : 1. Implementasi kebijakan pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi 2. Pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional di industri 3. Pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional di masyarakat 4. Pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional untuk national security 5. Jumlah laporan evaluasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan peningkatan pendayagunaan iptek Terkait tugas dan fungsi di bidang kebijakan, telah berhasil dirumuskan kebijakan Strategi dan Penguatan Intermediasi Teknologi dalam Peningkatan Daya Saing Industri Nasional. Hasil kinerja fungsi koordinasi dan sinkronisasi dengan LPNK, lembaga litbang kementerian, daerah, perguruan tinggi dan swasta juga diuraikan dalam laporan ini. Adapun capaian indikator kinerja terkait dengan sasaran renstra sebagai berikut : 1. Jumlah rumusan kebijakan peningkatan pendayagunaan litbang iptek bagi peningkatan daya saing ekonomi, kesejahteraan rakyat, dan kemandirian bangsa. Indikator pencapaian jumlah rumusan kebijakan peningkatan pendayagunaan litbang iptek bagi peningkatan daya saing ekonomi, kesejahteraan rakyat, dan kemandirian bangsa ditargetkan 1 (satu) rumusan kebijakan berhasil tercapai 100 %, di mana telah dirumuskan kebijakan tentang Strategi dan Penguatan Intermediasi Teknologi dalam Peningkatan Daya Saing Industri Nasional. 2. Konsorsium pendayagunaan teknologi untuk pengurangan dampak perubahan iklim Indikator pencapaian konsorsium pendayagunaan teknologi untuk pengurangan dampak perubahan iklim ditargetkan 1 (satu) konsorsium riset yang termanfaatkan unutk pengurangan dampak perubahan iklim berhasil tercapai 100 %. i

3 3. Jumlah pemanfaatan teknoogi hasil litbang nasional (industri, masyarakat dan national security) Indikator pencapaian jumlah pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional untuk masyarakat meliputi : a) Pemanfaatan Mesin RUSNAS 500 cc b) Teknologi home purifier water berbasis membran dan bahan hollow fibre c) Teknologi Teknologi Pigmen Besi Oksida dari Pasir Besi d) Teknologi Brown Coal Indikator pencapaian jumlah pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional untuk masyarakat meliputi : a) Teknologi IPAT-BO untuk tanaman padi. b) Teknologi Pipanisasi Air Bersih c) Teknologi Inseminasi buatan (IB) pada kambing d) Teknologi Penerangan Jalan Umum Solar Sell Indikator pencapaian jumlah pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional untuk national security meliputi : a) Teknologi Open Source Software (OSS) b) Teknologi Proses Fixed Bed untuk Mendukung Desa Mandiri Energi 4. Aplikasi dan alih teknologi hasil riset bidang pertanian, peternakan dan perikanan Indikator pencapaian aplikasi dan alih teknologi hasil riset bidang pertanian, peternakan dan perikanan ditargetkan 1 (satu) aplikasi berhasil tercapai 100 %. 5. Model pengembangan puspa iptek daerah (Medan, Kalsel, Kalbar, dan Bengkulu) Indikator pencapaian model pengembangan Puspa Iptek Daerah ditargetkan 4 (empat) model berhasil tercapai 100 %. 6. Laporan evaluasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan peningkatan pendayagunaan iptek Indikator pencapaian evaluasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan peningkatan pendayagunaan iptek ditargetkan 1 (satu) laporan berhasil tercapai 100 %. ii

4 Selain 6 (enam) capaian sasaran indikator tersebut di atas, Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek melakukan kajian dan kegiatan pendukung sebagai berikut: A) Kajian pendukung kebijakan pendayagunaan iptek a) Rekomendasi Kebijakan Analisis Pendayagunaan dan Kebutuhan Iptek Lembaga Litbang Pemerintah, b) Rekomendasi Model Kebijakan Peningkatan Kapasitas Pendayagunaan Iptek Masyarakat c) Rekomendasi Kebijakan Skema Industrialisasi PUNA ( Pesawat Udara Nir Awak ) d) Rekomendasi Model (aplikasi) pendukung (e-pemasaran dan e-desain) untuk Pengembangan Model Ekonomi e) Rekomendasi Pengembangan Teknologi e-ktp Multi Aplikasi f) Strategi dan Penguatan Intermediasi Teknologi dalam Peningkatan Daya Saing Industri Nasional g) Rekomendasi Kebijakan Pendayagunaan dan Kebutuhan Iptek Industri Besar Dari target 7 (tujuh) kajian pendukung pendayagunaan Iptek terealisasi 100%. B) Kegiatan pendukung pemanfaatan teknologi a) Pilot project pemanfaatan teknologi untuk daerah tertinggal, target 1 (satu) pilot project terealisasi 100 % b) Paket diseminasi iptek, target 23 ( dua puluh tiga ) paket diseminasi iptek terealisasi 100 % c) Inkubasi bisnis/teknologi, target 5 ( lima ) inkubasi terealisasi 100 % d) Pilot project peningkatan inovasi dan kreativitas pemuda, target 2 (dua) Pilot Project terealisasi 100 % e) Technopreneurship Pemuda, target 15 ( lima belas ) kelompok Technopreneurship terealisasi 100 % f) Masterplan Pembangunan Iptek, target 1 (satu) masterplan pembangunan Iptek terealisasi 100 % g) Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk Manajemen Kesiapsiagaan, target 1( satu ) RSNI ( Rancangan Standar Nasional Indonesia ) sirene lokal terealisasi 100 % h) Sosialisasi PLTN, target 10 ( sepuluh ) lokasi, terlaksana 9 (sembilan) lokasi hal ini dikarenakan adanya pemotongan anggaran terealisasi 90 % iii

5 Laporan Akuntabilitas Kinerja Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek Tahun 2013, diharapkan dapat digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan baik internal maupun eksternal sebagai dasar untuk introspeksi, evaluasi maupun kritik membangun terhadap Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek, Kementerian Riset dan Teknologi. iv

6 KATA PENGANTAR Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010, Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAKIP) Tahun 2013 guna mewujudkan pemerintahan yang baik (good government) dan berorientasi pada hasil (result oriented government) yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dan stakeholder lainnya, serta sejalan dengan tujuan Reformasi Birokrasi. Laporan ini disusun mengacu pada indikator-indikator yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis (Renstra) Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek Tahun , serta disusun berdasarkan prinsip transparansi dan akuntabilitas, agar masyarakat dan berbagai pihak yang berkepentingan dapat memperoleh gambaran tentang Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek Dari evaluasi yang dilakukan, sejumlah capaian kinerja Tahun Anggaran 2013 yang ditargetkan dalam Rencana Strategis, secara umum berhasil dicapai. Mengacu pada hasil penilaian akuntabilitas Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek oleh Inspektorat di tahun sebelumnya, LAKIP tahun 2013 disusun dengan memperhatikan catatan penting evaluasi. Di masa mendatang Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek senantiasa akan melakukan berbagai langkah konkrit dan konstruktif untuk lebih menyempurnakan pelaporan ini dalam rangka mewujudkan transparansi dan akuntabilitas organisasi. Jakarta, Januari 2014 Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek Pariatmono v

7 DAFTAR ISI IKHTISAR EKSEKUTIF...i KATA PENGANTAR...v DAFTAR ISI...vi DAFTAR GAMBAR...ix DAFTAR TABEL...x BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tugas Pokok dan Fungsi Struktur Organisasi Sumber Daya Manusia Anggaran Sistematika Penyajian...6 BAB II PERENCANAAN DAN PENETAPAN KINERJA Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional ( RPJMN ) Rencana strategis (Renstra) Visi Misi Tujuan Sasaran Arah Kebijakan dan Strategi Deputi Pendayagunaan Iptek Arah Kebijakan UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan (Sisnas P3) Iptek PP No. 20 Tahun PP No. 35 Tahun Pada RPJMN Strategi Kebijakan Program Penetapan Kinerja Tahun Pengendalian Kinerja...14 BAB III AKUNTABILITAS KINERJA Pengukuran Capaian Kinerja Tahun Analisis Capaian Kinerja Sasaran strategis meningkatnya pendayagunaan hasil litbang nasional pada pemerintah, masyarakat, industri strategis, industri kecil menengah dan industri besar...26 vi

8 3.3.1 Jumlah Rumusan Kebijakan Peningkatan Pendayagunaan Litbang Iptek untuk Peningkatan Daya Saing Ekonomi, Kesejahteraan Rakyat, dan kemandirian Bangsa Konsorsium Pendayagunaan Teknologi untuk Pengurangan Dampak Perubahan Iklim Jumlah Pemanfaatan teknologi Hasil Litbang Nasional (Industri, Masyarakat dan National Security) Industri Teknologi mesin RUSNAS 500cc Teknologi home purifier water berbasis membran dan hollow fibre Teknologi pigmen besi oksida dari pasir besi Teknologi brown coal Masyarakat Teknologi IPAT-BO untuk tanaman padi Teknologi pipanisasi air bersih Teknologi inseminasi buatan (IB) pada kambing Teknologi penerangan jalan umum solar cell National Security Teknologi open source software (OSS) Teknologi proses fixed bed untuk mendukung desa mandiri energi Aplikasi dan Alih Teknologi Hasil Riset Bidang Pertanian, Peternakan dan Perikanan Model Pengembangan Puspa Iptek Daerah ( Medan, Kalsel, Kalbar, dan Bengkulu) Laporan Hasil Evaluasi dan Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan Pendayagunaan Iptek Kegiatan Kajian Pendukung Rekomendasi Kebijakan Analisis Pendayagunaan dan Kebutuhan Iptek Lembaga Pemerintah Rekomendasi Model Kebijakan Peningkatan Kapasitas Pendayagunaan Iptek Masyarakat Rekomendasi Kebijakan Skema Industrialisasi PUNA Rekomendasi model (aplikasi) pendukung (e-pemasaran dan e-desain) untuk pengembangan model ekonomi Rekomendasi Pengembangan Teknologi e-ktp Multi Aplikasi Rekomendasi Kebijakan Pendayagunaan dan Kebutuhan Iptek Industri Besar Kegiatan Pendukung Pilot Project Pemanfaatan Teknologi untuk Daerah Tertinggal Inkubasi bisnis/teknologi Pilot project peningkatan inovasi dan kreativitas pemuda Technopreneurship Pemuda Masterplan Pembangunan Iptek untuk Mendukung MP3EI vii

9 3.5.6 Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk Manajemen Kesiapsiagaan Sosialisasi PLTN BAB IV PENUTUP viii

10 DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Struktur Organisasi Deputi Bidang Pendayagunaan IPTEK...3 Gambar 2.1 Kerangka Pembangunan Iptek di RPJMN...9 Gambar 3.1 Bagan Alur Metodologi Pengumpulan Data...28 Gambar 3.2 Jenis Lembaga Intermediasi di Indonesia...30 Gambar 3.3 Spektrum Intensitas Aktivitas Intermediasi yang dilakukan Lembaga Intermediasi...31 Gambar 3.4 Spektrum Intensitas Aktivitas Intermediasi yang diterima Industri...31 Gambar 3.5 Sumber-sumber Pendanaan untuk Menghasilkan Teknologi...32 Gambar 3.6 Hasil perhitungan emisi pada sektor yang mempunyai emisi yang besar...33 Gambar 3.7 Penandatanganan MoU oleh perwakilan Kementerian, Lembaga, Peguruan Tinggi dan Pemerintah Daerah...34 Gambar 3.8 (a) Kendaraan fungsi khusus yang sedang diujicoba menggunakan mesin RUSNAS 500cc dan (b) Mesin RUSNAS 500cc...39 Gambar 3.9 Teknologi home purifier water berbasis membran dan bahan hollow fibre...40 Gambar 3.10 Hasil sintesis pigmen red iron oxide buatan Indonesia dan Pabrik Cat PT Sigma Utama sebagai off-taker inovasi pigmen red iron oxide...42 Gambar 3.11 Produk turunan brown coal memiliki nilai tambah...44 Gambar 3.12 Padi varietas Ciherang dengan IPAT-BO...47 Gambar 3.13 Panen padi dengan IPAT-BO...47 Gambar 3.14 Teknologi Pipanisasi Air Bersih...48 Gambar 3.15 Sosialisasi Teknologi Pipanisasi Air Bersih di Lombok Utara...49 Gambar 3.16 Sosialisasi Teknologi Inseminasi Buatan (IB) pada Kambing...50 Gambar 3.17 Teknologi Penerangan Jalan Umum Solar Cell...53 Gambar 3.18 Pembuatan Kripik Pisang...53 Gambar 3.19 Pemanfaatan energi yang berasal dari solar cell untuk proses pengemasan kripik pisang dan pembangunan panel surya yang menjadi pusat kegiatan masyarakat (Kabupaten Manggarai Barat)...54 Gambar 3.20 Manajemen Implementasi OSS...58 Gambar 3.21 Masterplan migrasi OSS Kota Pekalongan...59 Gambar 3.22 Kegiatan Implementasi Kebijakan Penerapan e-goverment Berbasis OSS...61 Gambar 3.23 Pemanfaatan teknologi proses fixed bed mendukung desa mandiri energi...64 Gambar 3.24 Tanaman jagung hibrida di ATP Gambar 3.25 Penangkaran benih kedelai varietas Rajabasa...66 Gambar 3.26 Ujicoba Sorghum Hasil BATAN...67 Gambar 3.27 Kondisi pembibitan dan peternakan sapi...68 Gambar 3.28 Kondisi pembibitan ayam petelur...69 ix

11 Gambar 3.29 Siswa magang Sekolah Menengah Kejuruan Pertanian Peternakan...71 Gambar 3.30 Kegiatan Pelatihan oleh ATP...72 Gambar 3.31 Science center Banjarbaru...74 Gambar 3.32 Small science center Medan...75 Gambar 3.33 Penyerahan alat peraga kepada Taman Pendidikan...76 Gambar 3.34 Tingkat harapan masyarakat terhadap dukungan intervensi pemerintah di dalam peningkatan program pemberdayaan iptek masyarakat...77 Gambar 3.35 Diskusi dengan ATP...78 Gambar 3.36 Foto pelaksanaan rapat dan FGD dalam rangka pelaksanaan kajian pendayagunaan dan kebutuhan iptek lembaga litbang pemerintah...82 Gambar 3.37 Model 1: ada sharing kegiatan dari pemerintah daerah untuk proses transfer teknologi Gambar 3.38 Model 2: Terdapat sharing dana dari pemerintah daerah dan pemerintah daerah untuk proses transfer teknologi dan pemerintah langsung terjun ke lapangan Gambar 3.39 Produk Mesin Uji Tarik Universal (UTM) Kapasitas 25 Ton, yang dalam proses Inkubasi Gambar 3.40 Kegiatan Peningkatan Aktivitas Ekonomi Masyarakat Gambar 3.41 Pelaksanaan pilot project berbasis SIDa di Provinsi NTB Gambar 3.42 Workshop sistem konversi energi angin Gambar 3.43 Penghemat BBM dan Gas x

12 DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Komposisi Pegawai Deputi Pendayagunaan Iptek Berdasarkan Tingkat Pendidikan...4 Tabel 1.2 Komposisi Alokasi dan Realisasi Anggaran...5 Tabel 3.1 Capaian Indikator Kinerja Tahun Tabel 3.2 Realisasi Pencapaian Kinerja dan Anggaran...21 Tabel 3.3 Realisasi Sasaran Tahun Tabel 3.4 Indikator Kinerja Utama Deputi Pendayagunaan Iptek...27 Tabel 3.5 Pemanfaatan Teknologi Hasil Litbang Nasional di Industri Tahun Tabel 3.6 Pemanfaatan Teknologi Hasil Litbang Nasional di Industri Tahun Tabel 3.7 Pemanfaatan Teknologi Hasil Litbang Nasional di Industri Tahun Tabel 3.8 Pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional di masyarakat tahun Tabel 3.9 Pemanfaatan Teknologi Hasil Litbang Nasional di Masyarakat Tahun Tabel 3.10 Pemanfaatan Teknologi Hasil Litbang Nasional di Masyarakat Tahun Tabel 3.11 Pemanfaatan Teknologi Hasil Litbang Nasional untuk National Security Tahun Tabel 3.12 Pemanfaatan Teknologi Hasil Litbang Nasional untuk National Security Tahun Tabel 3.13 Pemanfaatan Teknologi Hasil Litbang Nasional untuk National Security Tahun...56 Tabel 3.14 Komposisi jumlah ternak sapi per 31 Desember Tabel 3.15 Inkubator Partner Tabel 3.16 Daftar proposal yang dibiayai xi

13 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Litbangrap Iptek) disebutkan bahwa Sisnas Litbangrap Iptek bertujuan untuk memperkuat daya dukung Iptek bagi keperluan mempercepat pencapaian tujuan negara, serta meningkatkan daya saing dan kemandirian dalam memperjuangkan kepentingan negara dalam pergaulan internasional. Program Kementerian Riset dan Teknologi dirancang untuk meningkatkan peran dan kemampuan Kementerian dalam mendorong dan menghela pembangunan Iptek nasional yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan riil masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemajuan peradaban. Ini dapat dicapai apabila terwujud sebuah sistem yang memungkinkan terjadinya proses inovasi secara menyeluruh, yaitu sistem yang tidak hanya dapat memperkuat proses pengembangan Iptek, tetapi juga dapat menjembatani dan mengarahkan agar hasil-hasil pengembangan Iptek ini dapat termanfaatkan oleh pihak-pihak yang membutuhkannya. Oleh karena itu program pembangunan Iptek ke depan diarahkan untuk mewujudkan sebuah Sistem Inovasi Nasional (SINas) yang berbasiskan kepada Sistem Nasional Iptek (Sisnas Iptek). Hal itu diwadahi dalam Renstra yang memayungi program serta menetapkan strategi dan kebijakan umum untuk merealisasikannya. Program disusun berlandaskan visi dan misi yang berpandangan jauh ke depan sesuai dengan dinamika lingkungan strategis dan paradigma pembangunan Iptek masa mendatang. Sesuai Peraturan Menteri Negara Riset dan Teknologi Nomor 03/M/PER/VI/2010, Deputi Bidang Pendayagunaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Deputi PI) sebagai bagian integral dari Kementerian Riset dan Teknologi, mempunyai tugas menyiapkan perumusan kebijakan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pelaksanaan tugas pokok dari rencana stratejik yang telah dirumuskan tersebut perlu ada pertanggungjawaban kepada publik yang pada akhirnya dapat mendorong tercapainya pemerintahan yang baik (good governance & clean government). Oleh karena itu terselenggaranya good governance dan clean government, merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk dapat mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan serta citacita bangsa bernegara. Kondisi ini memerlukan pengembangan dan penerapan sistem 1

14 bertanggungjawab, sebagaimana dimaksud oleh PP Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, menyangkut Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). LAKIP ini disusun berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Dengan tersusunnya laporan ini diharapkan dapat terwujud pertanggungjawaban pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta pengelolaan sumber daya manusia dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan berdasarkan suatu sistem akuntabilitas yang memadai Tugas Pokok dan Fungsi Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek mempunyai tugas menyiapkan perumusan kebijakan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Negara Riset dan Teknologi Nomor 03/M/PER/VI/2010 Pasal 419, Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek menyelenggarakan fungsi: 1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi. 2. Koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi. 3. Pemantauan, analisis, evaluasi dan pelaporan tentang masalah atau kegiatan di bidang pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi. 4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Menteri Negara Riset dan Teknologi Struktur Organisasi Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Riset dan Teknologi Nomor 03/M/PER/VI/2010, tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Riset dan Teknologi, Struktur Organisasi Deputi Bidang Pendayagunaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi terdiri atas: 1. Asisten Deputi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Pemerintah 2. Asisten Deputi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Masyarakat 3. Asisten Deputi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Industri Strategis 2

15 4. Asisten Deputi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Industri Kecil Menengah 5. Asisten Deputi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Industri Besar DEPUTI BIDANG PENDAYAGUNAAN IPTEK ASDEP IPTEK PEMERINTAH ASDEP IPTEK MASYARAKAT ASDEP IPTEK INDUSTRI STRATEGIS ASDEP IPTEK INDUSTRI KECIL MENENGAH ASDEP IPTEK INDUSTRI BESAR Gambar 1.1 Struktur Organisasi Deputi Bidang Pendayagunaan IPTEK 1.4. Sumber Daya Manusia Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya Deputi Pendayagunaan Iptek didukung oleh SDM sebanyak 101 pegawai meliputi pegawai di Kantor Pusat Jalan MH. Thamrin No. 8 Jakarta Pusat, PP-IPTEK di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta dan Agrotechnopark Palembang dengan komposisi pendidikan seperti ditampilkan di Tabel

16 Tabel 1.1 Komposisi Pegawai Deputi Pendayagunaan Iptek Berdasarkan Tingkat Pendidikan NO UNIT KERJA 1 PENDIDIKAN PNS S2 S1 D4 D3 D1 Deputi Pendayagunaan Iptek Pemerintah Iptek Masyarakat Industri Kecil dan Menengah Industri Strategis Industri Besar PP-IPTEK ATP-Palembang JUMLAH , ,8 0,99 1, Prosentase 3,96 27,72 44,55 SLTA SLTP SD JML S Anggaran Kedeputian Pendayagunaan Iptek pada tahun 2013 mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp ,- (Tujuh Puluh Tiga Miliar Tiga Ratus Enam Puluh Empat Juta Sembilan Ratus Sepuluh Ribu Lima Ratus Tujuh Puluh Rupiah) setelah pemotongan anggaran dan setelah penambahan APBNP. Dana ini dimaksudkan untuk mendanai 13 (tiga belas) kegiatan yang terangkum dalam 5 (lima) indikator kinerja utama. Rincian diuraikan pada Tabel

17 Tabel 1.2 Komposisi Alokasi dan Realisasi Anggaran Sasaran Anggaran Uraian Indikator Pagu (Rp) Realisasi (Rp) % Jumlah rumusan kebijakan peningkatan pendayagunaan litbang Iptek bagi peningkatan daya saing ekonomi, kesejahteraan rakyat, dan kemandiriian bangsa Rp Rp ,59 Rp Rp ,49 Rp Rp ,33 Rp Rp ,52 Model Pengembangan Puspa Iptek Daerah ( Medan, Kalsel, Kalbar, dan Bengkulu ) Rp Rp ,47 Laporan hasil evaluasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan pendayagunaan iptek Rp Rp ,64 Konsorsium pendayagunaan teknologi untuk pengurangan dampak perubahan iklim Meningkatnya pendayagunaan Jumlah Pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional hasil litbang nasional pada ( industri, masyarakat dan National Security ) pemerintah, masyarakat, industri strategis, industri kecil menengah dan industri Besar Aplikasi dan alih teknologi hasil riset bidang pertanian, peternakan dan perikanan 5

18 1.6. Sistematika Penyajian Pada dasarnya laporan akuntabilitas kinerja ini memberikan penjelasan mengenai pencapaian kinerja Kementerian Riset dan Teknologi selama tahun Capaian kinerja tahun 2013 tersebut diperbandingkan dengan penetapan kinerja tahun 2012 sebagai tolak ukur keberhasilan tahunan organisasi. Sistematika penyajian Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kementerian Riset dan Teknologi tahun 2013 berpedoman pada Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010 Tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, Dalam bab ini dijelaskan secara ringkas mengenai latar belakang, tugas dan fungsi, struktur organisasi, sumberdaya manusia, anggaran dan sistematika penyajian; Bab II Perencanaan dan Penetapan Kinerja, Dalam bab ini dijelaskan secara ringkas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) , Rencana Strategis Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek, Arah Kebijakan dan Strategi Kedeputian Bidang Pendayagunaan Iptek, Penetapan Kinerja Tahun 2013 dan Pengendalian Kinerja; Bab III Akuntabilitas Kinerja Tahun 2013, Dalam bab ini dijelaskan tentang Capaian Indikator Kinerja Utama (IKU), dan Analisis Capaian Kinerja; Bab IV Penutup, Dalam bab ini dijelaskan tentang kesimpulan dari Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kementerian Riset dan Teknologi Tahun

19 BAB II PERENCANAAN DAN PENETAPAN KINERJA 2.1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional ( RPJMN ) Pembangunan iptek nasional secara keseluruhan tertuang dalam politik negara melalui amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Amandemen ke 4 Pasal 31 ayat 5. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk memajukan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. Pengembangan iptek diarahkan untuk kemajuan peradaban dan kesejahteraan bangsa. Undang-undang No.18/2002 menjelaskan mengenai Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan (Sisnas P3) Iptek; memberikan landasan hukum; mengamanatkan penyusunan Jakstranas; mendorong tumbuhnya Sisnas P3 Iptek; dan mengikat semua pihak, pemerintah pusat, pemda, dan masyarakat untuk berperan aktif. Nilai-nilai dalam UU. No.18/2002 ini menjadi landasan konsepsional pembangunan iptek nasional. Selanjutnya dalam RPJPN disebutkan bahwa pembangunan iptek diarahkan untuk menciptakan dan menguasai ilmu pengetahuan, baik ilmu pengetahuan dasar maupun terapan, dan mengembangkan ilmu sosial dan humaniora, serta untuk menghasilkan teknologi dan memanfaatkan teknologi hasil penelitian. Pengembangan, dan perekayasaan bagi kesejahteraan masyarakat, kemandirian, dan daya saing bangsa melalui peningkatan kemampuan dan kapasitas iptek senantiasa berpedoman pada nilai agama, nilai budaya, nilai etika, kearifan local, serta memerhatikan sumber daya dan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Pembangunan iptek diarahkan untuk mendukung ketahanan pangan dan energi; penciptaan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi; penyediaan teknologi transportasi, kebutuhan teknologi pertahanan, dan teknologi kesehatan; pengembangan teknologi material maju; serta peningkatan jumlah penemuan dan pemanfaatannya dalam sektor produksi. Dalam Bab IV RPJMN tentang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, dinyatakan bahwa kebijakan iptek diarahkan kepada : 1. Meningkatkan kapasitas dan kapabilitas kelembagaan litbang dan lembaga pendukung untuk mendukung proses transfer dari ide menjadi prototip laboratorium, kemudian menuju prototip industri sampai menghasilkan produk komersial (penguatan sistem inovasi nasional); 7

20 2. meningkatkan kapasitas dan kapabilitas sumber daya iptek untuk menghasilkan produktivitas litbang yang berdayaguna bagi sektor produksi dan meningkatkan budaya inovasi serta kreativitas nasional; 3. mengembangkan dan memperkuat jejaring kelembagaan baik peneliti di lingkup nasional maupun internasional untuk mendukung peningkatan produktivitas litbang dan peningkatan pendayagunaan litbang nasional; 4. meningkatkan kreativitas dan produktivitas litbang untuk ketersediaan teknologi yang dibutuhkan oleh industri dan masyarakat serta menumbuhkan budaya kreativitas masyarakat; 5. meningkatkan pendayagunaan iptek dalam sektor produksi untuk peningkatan perekonomian nasional dan penghargaan terhadap iptek dalam negeri. Dengan arah kebijakan Iptek tersebut di atas, maka strategi pembangunan iptek dilaksanakan melalui 2 (dua) prioritas pembangunan yaitu: 1. Penguatan Sistem Inovasi Nasional (SIN) yang meliputi aspek kelembagaan, sumberdaya dan jaringan, yang berfungsi sebagai wahana pembangunan Iptek menuju visi pembangunan Iptek dalam jangka panjang. 2. Peningkatan Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Iptek (P3 Iptek) yang dilaksanakan sesuai dengan arah yang digariskan dalam RPJPN

21 Gambar 2.1 Kerangka Pembangunan Iptek di RPJMN 2.2. Rencana strategis (Renstra) Visi Untuk menyatukan persepsi dan fokus pendayagunaan iptek, maka pelaksanaan tugas dan fungsi Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek dilandasi suatu visi dan misi yang ingin diwujudkan. Visi dan misi tersebut merupakan panduan yang memberikan pandangan dan arah ke depan sebagai dasar acuan dalam menjalankan tugas dan fungsi dalam mencapai sasaran atau target yang ditetapkan. Sebagai jawaban atas persoalan-persoalan yang dipaparkan sebelumnya, maka pendayagunaan iptek ke depan harus diarahkan kepada peningkatan konrtibusi iptek secara langsung pada pengguna iptek (user) untuk mencapai tujuan negara. 9

22 Visi Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek pada periode adalah: Pendayagunaan iptek untuk mewujudkan masyarakat mandiri, produktif, dan inovatif Deskripsi mewujudkan masyarakat mandiri, produktif, dan inovatif, melalui pendayagunaan iptek dimaksudkan dengan pendayagunaan iptek diharapkan mampu mewujudkan masyarakat mandiri, produktif, dan inovatif. kemajuan Iptek nasional yang dapat meningkatkan produktivitas dan daya saing produk industri, membuka lapangan pekerjaan baru, meningkatkan profesionalisme individu, dan meningkatkan pendapatan individu dan masyarakat, yang pada akhirnya dapat memajukan perekonomian bangsa. Kemajuan Iptek mampu menyelesaikan permasalahan lingkungan, perubahan iklim, ketahanan pangan, penanganan bencana, peningkatan pertahanan dan keamanan, yang pada akhirnya meningkatkan rasa aman, ketentraman dan kesejahteraan masyarakat. Deskripsi Iptek untuk kemajuan peradaban dimaksudkan dengan kemajuan Iptek nasional yang mempengaruhi segala aspek kehidupan masyarakat seperti ekonomi, sosial dan budaya. Hasil-hasil litbang harus mencerminkan academic excellence, mempunyai economic value, dan memberikan social impact yang positif bagi kehidupan bangsa dan negara. Hal ini akan tercermin dari meningkatkan jumlah penduduk yang memasuki perguruan tinggi, jumlah S3 per tahun yang dihasilkan perguruan tinggi dalam negeri, jumlah publikasi ilmiah internasional dan indek sitasi, dominasi teknologi lokal pada belanja teknologi, nasionalisme akan produk dalam negeri, dan kemandirian ilmu pengetahuan dan teknologi. Penelitian, pengembangan dan pemanfaatan Iptek yang maju menempatkan Indonesia menjadi negara yang bermartabat, yang berdiri sama tinggi, dan duduk sama rendah dengan negara-negara lain di dunia. Kemajuan Iptek nasional juga akan menempatkan Indonesia menjadi negara dengan peradaban maju, hasil kumulasi kemajuan budaya material dan non-material buah dari penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan iptek. 10

23 Misi Untuk mewujudkan visi yang telah ditetapkan, maka Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek Kementerian Riset dan Teknologi mempunyai misi yaitu: Meningkatkan pendayagunaan iptek dalam mendukung daya saing ekonomi, Kesejahteraan Rakyat, dan Kemandirian Bangsa Tujuan Untuk mencapai visi dan misi Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek seperti yang dikemukakan di atas, maka visi dan misi tersebut harus dirumuskan ke dalam tujuan yang lebih terarah dan terukur, maka tujuan Deputi Pendayagunaan Iptek dapat dijabarkan menjadi: Mendayagunakan hasil litbang nasional pada pemerintah, masyarakat, industri strategis, industri kecil menengah dan industri Besar Sasaran Sasaran yang hendak dicapai oleh Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek adalah: Meningkatnya pendayagunaan hasil litbang nasional pada pemerintah, masyarakat, industri strategis, industri kecil menengah dan industri Besar 2.3. Arah Kebijakan dan Strategi Deputi Pendayagunaan Iptek Arah Kebijakan UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan (Sisnas P3) Iptek Undang-undang No.18/2002 menjelaskan mengenai Sisnas P3 Iptek; memberikan landasan hukum; mengamanatkan penyusunan Jakstranas; mendorong tumbuhnya Sisnas P3 Iptek; dan mengikat semua pihak, pemerintah pusat, pemda, dan masyarakat untuk berperan aktif. Nilai-nilai dalam UU. No.18/2002 ini menjadi landasan konsepsional pembangunan Iptek nasional. 11

24 PP No. 20 Tahun 2005 PP tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual serta Penelitian dan Pengembangan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan ini mengamanatkan, agar hasil hasil penelitian yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat serta dapat menghasilkan nilai tambah ekonomi dan perbaikan kualitas kehidupan bangsa negara PP No. 35 Tahun 2007 PP pengalokasian sebagian pendapatan badan usaha untuk peningkatan kemampuan perekayasaan, inovasi dan difusi teknologi ini dirancang untuk memajukan pelaksanaan pengembangan di lingkungan badan usaha nasional. Sebagai sebuah sistem insentif yang mendorong badan usaha dalam meningkatkan kapasitas kemampuan ipteknya, PP 35/2007 dapat menjadi jalan yang cepat bagi penguatan inovasi teknologi di level industri Pada RPJMN Tentang ilmu pengetahuan dan teknologi mengamanatkan tentang pendayagunaan iptek dalam sektor produksi untuk peningkatan perekonomian nasional dan penghargaan terhadap iptek dalam negeri Strategi Kebijakan Tugas pokok, fungsi dan kewenangan Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek diarahkan untuk menyiapkan perumusan kebijakan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi, yakni: 1. Mengkoordinir kebersamaan lembaga penelitian dalam aspek perumusan kebijakan dan implementasi kebijakan di bidang litbang Iptek (supply-push technology). 2. Melakukan pemetaan, penguasaan dan perkembangan, transfer, serta diseminasi hasil litbang Iptek untuk didayagunakan bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. 3. Menyerap kebutuhan masyarakat (termasuk pasar) dalam rangka mengarahkan aktivitas litbang Iptek (demand-driven approach). 12

25 Program Berdasarkan arah kebijakan pembangunan Iptek Nasional maupun arah kebijakan Kementerian Riset dan Teknologi yang menekankan pentingnya membangun sebuah Sistem Inovasi Nasional dalam rangka pendayagunaan iptek, maka Program Deputi bidang pendayagunaan iptek selama 5 tahun ke depan adalah Program Peningkatan Kemampuan Iptek untuk Penguatan Sistem Inovasi Nasional. Dalam hal ini pembangunan iptek diarahkan untuk meningkatkan unsur-unsur Sistem Inovasi Nasional, yakni: Kelembagaan, Sumber Daya, dan Jaringan Iptek, di samping penguatan core business iptek, yakni Relevansi dan Produktivitas Iptek serta Pendayagunaan Iptek. Pendayagunaan Iptek diarahkan untuk meningkatkan pendayagunaan hasil litbang nasional yang dicapai melalui kegiatan analisis kebutuhan iptek nasional, pendayagunaan iptek masyarakat, pendayagunaan iptek strategis, pendayagunaan iptek industri kecil menengah, dan pendayagunaan iptek industri besar. Dengan demikian, maka 5 kegiatan pembangunan Iptek tahun adalah: 1. Peningkatan pendayagunaan Iptek Pemerintah, diarahkan bagi meningkatkan pendayagunaan iptek pada pemerintah, antara lain dicapai melalui kegiatan arah pemetaan dan kebutuhan Iptek, penguasaan dan pengembangan, transfer, dan diseminasi Iptek Pemerintah. 2. Peningkatan Pendayagunaan Iptek Masyarakat, diarahkan bagi meningkatkan pendayagunaan iptek pada masyarakat, antara lain dicapai melalui kegiatan arah pemetaan dan kebutuhan Iptek, penguasaan dan pengembangan, transfer, dan diseminasi Iptek Masyarakat. 3. Peningkatan Pendayagunaan Iptek strategis, diarahkan bagi meningkatkan pendayagunaan iptek Industri strategis, antara lain dicapai melalui kegiatan arah pemetaan dan kebutuhan Iptek, penguasaan dan pengembangan, transfer, dan diseminasi Iptek Industri Strategis. 4. Peningkatan Pendayagunaan Iptek IKM, diarahkan bagi meningkatkan pendayagunaan iptek pada Industri Kecil Menengah, antara lain dicapai melalui kegiatan arah pemetaan dan kebutuhan Iptek, penguasaan dan pengembangan, transfer, dan diseminasi Iptek Industri Kecil Menengah. 5. Peningkatan Pendayagunaan Iptek Industri Besar, diarahkan bagi 13

26 meningkatkan pendayagunaan iptek pada industri besar, antara lain dicapai melalui kegiatan arah pemetaan dan kebutuhan Iptek, penguasaan dan pengembangan, transfer, dan diseminasi Iptek Industri Besar. Sesuai dengan tupoksinya, maka kegiatan dalam program Deputi Pendayagunaan Iptek meliputi 2 kegiatan besar yaitu kegiatan kajian untuk perumusan kebijakan dan kegiatan non kajian untuk menjalankan peran mengkoordinasikan dan mengsinkronisasikan implementasi kebijakan. Dengan demikian, isi dari kelima sub program utama di atas akan terdiri dari dua jenis kegiatan ini yang kemudian menjadi instrumen dalam melaksanakan strategi sinergi fungsional antar berbagai pemangku kepentingan pembangunan iptek guna mencapai tujuan yang diharapkan Penetapan Kinerja Tahun 2013 Penetapan Kinerja pada dasarnya adalah pernyataan komitmen yang merepresentasikan tekad dan janji untuk mencapai kinerja yang jelas dan terukur dalam rentang waktu satu tahun tertentu dengan mempertimbangkan sumber daya yang dikelolanya. Tujuan khusus penetapan kinerja antara lain adalah untuk: meningkatkan akuntabilitas, transparansi dan kinerja aparatur; sebagai wujud nyata komitmen antara penerima amanah dengan pemberi amanah; sebagai dasar penilaian keberhasilan/kegagalan pencapaian tujuan dan sasaran organisasi; menciptakan tolok ukur kinerja sebagai dasar evaluasi kinerja aparatur; dan sebagai dasar pemberian reward atau penghargaan dan sanksi. Deputi Pendayagunaan Iptek telah membuat Penetapan Kinerja Tahun 2013 secara berjenjang sesuai dengan kedudukan, tugas, dan fungsi yang ada. Penetapan Kinerja ini merupakan tolok ukur evaluasi akuntabilitas kinerja pada akhir tahun Penetapan Kinerja Kementerian Riset dan Teknologi Tahun 2013 disusun dengan berdasarkan pada Rencana Kinerja Tahun 2013 yang telah ditetapkan sehingga secara substansial Penetapan Kinerja Tahun 2013 tidak ada perbedaan dengan Rencana Kinerja Tahun Ringkasan Penetapan Kinerja Tahun 2013 selengkapnya terdapat pada lampiran Pengendalian Kinerja Deputi Pendayagunaan Iptek dalam merencanakan perencanaan anggaran/keuangan yang di keluarkan menggunakan sistem penganggaran berbasis kinerja sesuai dengan Inpres 14

27 Nomor 7 Tahun 1999 tentang akuntabilitas kinerja instasi pemerintah dan undang-undang sistem perencanaan nasional serta undang-undang keuangan negara. Dalam rangka efisiensi, efektivitas dan penajaman hasil kerja di Deputi Pendayagunaan Iptek maka telah digunakan pola pikir manajemen berbasis program berupa: perencanaan kegiatan, pelaksanaan kegiatan dan pelaporan. Kegiatan, yang disempurnakan menjadi manajemen berbasis kinerja berupa: perencanaan kinerja, pelaksanaan kinerja, pengukuran kinerja, pengendalian kinerja dan pelaporan kinerja. Penyempurnaan ini dilakukan agar kerja Kedeputian Pendayagunaan Iptek berubah dari pendekatan yang berorientasi proses menuju manajemen kinerja yang berorientasi hasil. Untuk itu hal-hal yang berkaitan dengan kerja seperti tujuan, sasaran, target, capaian, inkator kinerja utama (IKU) menjadi titik tolak manajemen yang perlu di rumuskan secara detail, jelas dan akurat. Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek melaksanakan perencanaan kinerja secara 5 (lima) tahunan yang tertuang dalam dokumen rencana strategis (RENSTRA) , rencana kerja pemerintah, rencana kerja tahunan (RKT) dan penetapan kinerja (PK). 15

28 BAB III AKUNTABILITAS KINERJA 3.1 Pengukuran Capaian Kinerja Tahun 2013 Pengukuran capaian Kinerja Deputi Pendayagunaan Iptek merupakan tolok ukur capaian tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang menjadi tanggung jawabnya. Dari capaian kinerja yang telah ditetapkan dan agar pemangku kepentingan mudah dalam mengukur dan menganalisa keberhasilan kinerja Kedeputian Pendayagunaan Iptek, maka ditentukan indikator yang menjadi indikator utama. Indikator Kinerja Deputi Pendayagunaan Iptek disusun dengan mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) , Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Jakstranas Iptek) Tahun dan Rencana Strategis (Renstra) Deputi Pendayagunaan Iptek Tahun Berdasarkan Keputusan Menteri Riset dan Teknologi Nomor 279/M/Kp/X/2013, unsur-unsur yang terkandung dalam indikator kinerja Deputi Pendayagunaan Iptek untuk Periode adalah : 1. Jumlah rumusan kebijakan peningkatan pendayagunaan litbang iptek bagi peningkatan daya saing ekonomi, kesejahteraan rakyat, dan kemandirian bangsa; 2. Konsorsium pendayagunaan teknologi untuk pengurangan dampak perubahan iklim; 3. Jumlah Pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional (industri, masyarakat, dan national security); 4. Aplikasi dan alih teknologi hasil riset bidang pertanian, peternakan, dan perikanan; 5. Model pengembangan puspa iptek daerah (Medan, Kalsel, Kalbar, Bengkulu); dan 6. Laporan hasil evaluasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan pendayagunaan iptek. Alasan yang mendasari penyusunan indikator kinerja di atas adalah karena Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek ingin Meningkatkan Pendayagunaan Iptek sebagai kekuatan utama kesejahteraan berkelanjutan dan peradaban bangsa. Sehingga akan mampu memberikan solusi permasalahan iptek mengenai keterbatasan sumber daya iptek, rendahnya kontribusi iptek nasional di sektor produksi dan lemahnya sinergi kebijakan iptek. Indikator kinerja sebagai bagian representasi cita-cita Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek dalam mewujudkan iklim perkembangan iptek dalam membentuk kemampuan iptek secara nasional. Selain itu juga untuk 16

29 menumbuhkan budaya iptek di lingkungan masyarakat, yang pada akhirnya partisipasi aktif masyarakat dalam setiap kegiatan pembangunan iptek akan meningkat. 3.2 Analisis Capaian Kinerja Deputi Pendayagunaan Iptek telah menetapkan sasaran yang akan dicapai dalam periode yaitu : Meningkatnya pendayagunaan hasil litbangyasa nasional melalui kegiatan pendayagunaan iptek pemerintah, pendayagunaan iptek masyarakat, pendayagunaan iptek strategis, pendayagunaan iptek industri kecil menengah, dan pendayagunaan iptek industri besar Dari sasaran telah ditetapkan indikator kinerja utama yang hendak dicapai, di mana capaian indikator kinerja dijelaskan dalam analisis capaian kinerja berikut. Dari uraian di atas, maka target dan keberhasilan capaian Indikator Kinerja Deputi Pendayagunaan Iptek Tahun dirinci sebagaimana Tabel

30 Tabel 3.1 Capaian Indikator Kinerja Tahun 2013 Sasaran Realisasi Uraian Indikator Rencana Tingkat Capaian (Target) ( ) Prosentase Tingkat Capaian (target) (satu) rumusan kebijakan 1 (satu) rumusan kebijakan 1 (satu) rumusan kebijakan 1 (satu) rumusan kebijakan 80% (satu) laporan hasil evaluasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan pendayagunaan iptek 50% Meningkatnya pendayagunaan hasil litbang nasional pada pemerintah, masyarakat, industri strategis, industri kecil menengah dan industri besar Jumlah rumusan kebijakan 4 (empat) rumusan peningkatan kebijakan pendayagunaan litbang iptek bagi peningkatan daya saing ekonomi, kesejahteraan rakyat, dan kemandirian bangsa Laporan hasil evaluasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan pendayagunaan iptek 2 (dua) laporan hasil evaluasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan pendayagunaan iptek 18

31 Tabel 3.1 Capaian Indikator Kinerja Tahun 2013 (lanjutan) Sasaran Realisasi Uraian Indikator Rencana Tingkat Capaian (Target) ( ) Prosentase Tingkat Capaian (target) Konsorsium pendayagunaan teknologi untuk pengurangan dampak perubahan iklim 3 (tiga) konsorsium riset yang termanfaatkan untuk pengurangan dampak perubahan iklim (satu) konsorsium riset yang termanfaatkan untuk pengurangan dampak perubahan iklim 1 (satu) konsorsium riset yang termanfaatkan untuk pengurangan dampak perubahan iklim 66.67% Jumlah pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional untuk (industri, masyarakat dan national security) 6 (enam) teknologi yang termanfaatkan untuk (industri, masyarakat dan national security) 6 (enam) teknologi yang termanfaatkan untuk (industri, masyarakat dan national security) Meningkatnya pendayagunaan hasil litbang nasional pada pemerintah, masyarakat, industri strategis, industri kecil menengah dan industri besar 6 (enam) 6 (enam) 6 (enam) teknologi yang teknologi yang teknologi yang termanfaatkan termanfaatkan termanfaatkan untuk (industri, untuk (industri, untuk (industri, masyarakat dan masyarakat dan masyarakat dan national national national security) security) security) 100% 19

32 Tabel 3.1 Capaian Indikator Kinerja Tahun 2013 (lanjutan) Sasaran Realisasi Uraian Indikator Rencana Tingkat Capaian (Target) ( ) Prosentase Tingkat Capaian (target) Aplikasi dan alih teknologi 1 (satu) aplikasi 1 (satu) aplikasi 1 (satu) aplikasi Meningkatnya hasil riset bidang pertanian, dan alih teknologi dan alih dan alih pendayagunaan hasil peternakan dan perikanan hasil riset teknologi hasil teknologi hasil litbang nasional pada riset riset pemerintah, masyarakat, industri Model Pengembangan 4 (empat) model 1 (satu) model 1 (satu) model strategis, industri kecil Puspa Iptek Daerah pengembangan pengembangan pengembangan menengah dan industri ( Medan, Kalsel, Kalbar, Puspa Iptek Puspa Iptek Puspa Iptek besar Bengkulu ) Daerah Daerah Daerah 1 (satu) aplikasi 1 (satu) aplikasi dan alih dan alih teknologi hasil teknologi hasil riset riset 100% 1 (satu) model 1 (satu) model pengembangan pengembangan Puspa Iptek Puspa Iptek Daerah Daerah 80% 20

33 Tabel 3.2 Realisasi Pencapaian Kinerja dan Anggaran Sasaran Uraian Indikator Rencana Tingkat Capaian (Target) Realisasi Prosentase Tingkat Capaian (target) 4 5 Jumlah rumusan 1 (satu) 1 (satu) kebijakan peningkatan rumusan rumusan Meningkatnya pendayagunaan litbang kebijakan kebijakan pendayagunaan iptek bagi peningkatan hasil litbang daya saing ekonomi, nasional pada kesejahteraan rakyat, dan pemerintah, kemandirian bangsa masyarakat, Laporan hasil evaluasi 1 (satu) Laporan 1 (satu) Laporan industri dan Koordinasi hasil evaluasi hasil evaluasi strategis, pelaksanaan kebijakan dan koordinasi dan koordinasi industri kecil pendayagunaan Iptek pelaksanaan pelaksanaan menengah dan kebijakan kebijakan industri Besar pendayagunaan pendayagunaan Iptek Iptek Anggaran Program 6 100% 100% Pagu Realisasi % Rp Rp Peningkatan Kemampuan Iptek untuk Penguatan sistem Inovasi Nasional Rp Rp ,59 97,64 21

34 Tabel 3.2 Realisasi Pencapaian Kinerja dan Anggaran (lanjutan) Sasaran Uraian Indikator Rencana Tingkat Capaian (Target) Realisasi Prosentase Tingkat Capaian (target) 4 5 Konsorsium 1 (satu) 1 (satu) Pendayagunaan teknologi konsorsium riset konsorsium untuk pengurangan yang riset yang Meningkatnya dampak perubahan iklim termanfaatkan termanfaatkan pendayagunaan untuk untuk hasil litbang pengurangan pengurangan nasional pada dampak dampak pemerintah, perubahan iklim perubahan iklim masyarakat, industri Jumlah Pemanfaatan 6 (enam) 6 (enam) strategis, teknologi hasil litbang teknologi yang teknologi yang industri kecil nasional untuk ( industri, termanfaatkan termanfaatkan menengah dan masyarakat dan National untuk (industri, untuk (industri, industri Besar Security ) masyarakat dan masyarakat dan national national security) security) Anggaran Program 6 100% 100% Peningkatan Kemampuan Iptek untuk Penguatan Sistem Inovasi Nasional Pagu Realisasi % Rp Rp ,49 Rp Rp ,33 22

35 Tabel 3.2 Realisasi Pencapaian Kinerja dan Anggaran (lanjutan) Sasaran Realisasi Prosentase Tingkat Capaian (target) Uraian Indikator Rencana Tingkat Capaian (Target) (satu) Aplikasi dan Alih Teknologi hasil riset 1 (satu) Aplikasi dan Alih Teknologi hasil riset 100% 4 (empat) Model Pengembangan Puspa Iptek Daerah 4 (empat) Model Pengembangan Puspa Iptek Daerah 100% Meningkatnya Aplikasi dan Alih pendayagunaan Teknologi hasil riset hasil litbang bidang pertanian, nasional pada peternakan dan pemerintah, perikanan masyarakat, Model Pengembangan industri Puspa Iptek Daerah strategis, industri kecil ( Medan, Kalsel, Kalbar, Bengkulu ) menengah dan industri Besar Anggaran Program 6 Pagu Realisasi % Rp Rp Peningkatan Kemampuan Iptek untuk Penguatan Sistem Inovasi Nasional Rp Rp ,52 72,47 23

36 Tabel 3.3 Realisasi Sasaran Tahun 2013 Sasaran Anggaran Uraian Indikator Rencana Tingkat Capaian (Target) Realisasi Prosentase Tingkat Capaian (target) Pagu Realisasi Prosentase Realisasi Anggaran (%) Meningkatnya pendayagunaan hasil litbang nasional pada pemerintah, masyarakat, industri strategis, industri kecil menengah dan industri Besar Jumlah rumusan kebijakan peningkatan pendayagunaan litbang iptek bagi peningkatan daya saing ekonomi, kesejahteraan rakyat, dan kemandirian bangsa 1 (satu) rumusan kebijakan 1 (satu) rumusan kebijakan 100% 1 (satu) laporan 1 (satu) laporan hasil evaluasi dan hasil evaluasi dan koordinasi koordinasi pelaksanaan pelaksanaan kebijakan kebijakan pendayagunaan pendayagunaan Iptek Iptek 100% 4,031,889,570 3,766,609, Laporan hasil evaluasi dan Koordinasi pelaksanaan kebijakan pendayagunaan Iptek 24

37 Tabel 3.3 Realisasi Sasaran Tahun 2013 (lanjutan) Sasaran Anggaran Uraian Indikator Rencana Tingkat Capaian (Target) Realisasi Prosentase Tingkat Capaian (target) Pagu Realisasi Prosentase Realisasi Anggaran (%) Konsorsium 1 (satu) konsorsium riset 1 (satu) konsorsium Pendayagunaan teknologi yang termanfaatkan riset yang untuk pengurangan dampak untuk pengurangan termanfaatkan untuk perubahan iklim dampak perubahan iklim pengurangan dampak perubahan iklim Meningkatnya pendayagunaan Jumlah Pemanfaatan hasil litbang teknologi hasil litbang nasional pada nasional untuk ( industri, pemerintah, masyarakat dan National masyarakat, Security ) industri strategis, Aplikasi dan Alih Teknologi industri kecil menengah dan hasil riset bidang pertanian, peternakan dan perikanan industri Besar Model Pengembangan Puspa Iptek Daerah ( Medan, Kalsel, Kalbar, Bengkulu ) 100% 6 (enam) teknologi yang termanfaatkan untuk ( industri, masyarakat dan National Security ) 6 (enam) teknologi yang termanfaatkan untuk ( industri, masyarakat dan National Security ) 100% 1 (satu) Aplikasi dan Alih Teknologi hasil riset 1 (satu) Aplikasi dan Alih Teknologi hasil riset 100% 4 (empat) Model Pengembangan Puspa Iptek Daerah 100% 4 (empat) Model Pengembangan Puspa Iptek Daerah 67,169,817,000 58,054,170,

38 Pagu anggaran untuk pencapaian sasaran meningkatnya pendayagunaan hasil litbangyasa nasional melalui kegiatan pendayagunaan iptek pemerintah, pendayagunaan iptek masyarakat, pendayagunaan iptek strategis, pendayagunaan iptek industri kecil menengah, dan pendayagunaan iptek industri besar pada tahun anggaran 2013 adalah sebesar Rp 71,201,706,570,- dengan realisasi sebesar Rp 61,820,779,734,- (86,82%). Prosentase realisasi penggunaan anggaran ini menurun jika dibandingkan dengan Tahun 2012 yang mencapai 99,50%. Hal ini disebabkan oleh adanya optimalisasi anggaran serta peningkatan efektivitas pelaksanaan dan penghematan anggaran. Selain itu realisasi pemanfaatan hasil litbang nasional untuk masyarakat dan industri melebih target yang telah di tentukan yang itu sekitar 1500 % dan 200 % Pelaksanaan evaluasi dan analisis kinerja ini dilakukan melalui pengukuran kinerja dengan menggunakan formulir pengukuran kinerja sesuai Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan program sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek. Pengukuran kinerja dimaksud merupakan hasil dari suatu penilaian yang didasarkan pada IKU yang telah diidentifikasi agar sasaran-sasaran strategis dan tujuan strategis sebagaimana telah ditetapkan dapat tercapai. 3.3 Sasaran strategis meningkatnya pendayagunaan hasil litbang nasional pada pemerintah, masyarakat, industri strategis, industri kecil menengah dan industri besar Pencapaian sasaran strategis ini dijabarkan dalam 6 (enam) indikator kinerja utama seperti ditunjukkan pada Tabel

39 Tabel 3.4 Indikator Kinerja Utama Deputi Pendayagunaan Iptek Tahun Anggaran 2013 Indikator Kinerja Utama Target Realisasi % A. Jumlah rumusan kebijakan 1 ( satu ) rumusan peningkatan Kebijakan pendayagunaan litbang iptek bagi peningkatan daya saing ekonomi. Kesejahteraan rakyat dan kemandirian 1 ( satu ) rumusan Kebijakan 100 % B. Konsorsium pendayagunaan teknologi untuk pengurangan dampak perubahan 1 (satu) konsorsium riset yang termanfaatkan untuk pengurangan dampak perubahan iklim 1 (satu) konsorsium riset yang termanfaatkan untuk pengurangan dampak perubahan iklim 100% C. Jumlah Pemanfaatan hasil litbang nasional untuk ( industri, masyarakat dan National Security ) 6 ( enam) Teknologi yang termanfaatkan untuk ( industri, masyarakat dan National Security ) 6 ( enam) Teknologi yang termanfaatkan untuk ( industri, masyarakat dan National Security ) 100% D. Aplikasi dan Alih teknologi hasil riset bidang pertanian, peternakan, perikanan 1 ( satu) Aplikasi dan Alih teknologi hasil riset bidang pertanian, peternakan, perikanan 1 ( satu) Aplikasi dan Alih teknologi hasil riset bidang pertanian, peternakan, perikanan 200% E. Model Pengembangan Puspa Iptek Daerah ( Medan, Kalsel, Kalbar, dan bengkulu ) 4 (empat) Model Pengembangan Puspa Iptek Daerah 4 (empat) Model Pengembangan Puspa Iptek Daerah 1500% F. 1(satu) Laporan hasil evaluasi dan koordinasi 1(satu) Laporan hasil evaluasi dan koordinasi 100% Laporan Hasil evaluasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan pendayagunaan Iptek Jumlah Rumusan Kebijakan Peningkatan Pendayagunaan Litbang Iptek untuk Peningkatan Daya Saing Ekonomi, Kesejahteraan Rakyat, dan kemandirian Bangsa Sarana untuk menggali dan mendalami informasi empiris mengenai praktik intermediasi di Indonesia sebagai masukan substansial bagi perumusan kebijakan penguatan intermediasi dalam mendukung terjadinya aliran pengetahuan. Permasalahan yang akan didalami dirumuskan dalam beberapa peryataan berikut. 27

40 1. Belum adanya landasan hukum yang menjadi legitimasi bagi lembaga intermediasi se hingga aktivitasnya belum mengarah pada tujuan idealnya yaitu mensinergikan relasi antara Pemerintah, lembaga litbang dan industri serta mendorong alih teknologi. 2. Belumada rumuskan substansi apa yang akan dituangkan dalam kebijakan sehingga dapat memperkuat fungsi-fungsi intermediasi di Indonesia. 3. Belum ditetapkannya format kebijakan yang tepat untuk mengatur tentang aktivitas intermediasi di Indonesia. Untuk merumuskan kerangka kebijakan yang komprehensif tentang arah pengembangan dan penguatan intermediasi maka metoda yang digunakan adalah metoda kualitatif dengan pendekatan studi literatur dan diskusi kelompok terfokus (FGD). Hasil studi literatur maupun hasil FGD akan dianalisis secara mendalam untuk memperoleh substansi yang akan dijadikan sebagai rekomendasi kebijakan. Dari sekian banyak rekomendasi yang muncul akan dilakukan pemilihan isu yang paling relevan dan menjadi prioritas dalam membangun kebijakan intermediasi. Isu tersebut yang nantinya akan diimplementasikan dalam rencana aksi kebijakan. Skema pendekatan tersebut dapat dilihat dalam bagan berikut ini. Masalah Kebijakan Penggalian informasi Studi Literatur FGD Konsep & praktik Isu, pandangan dan gagasan Analisis Rekomendasi Kebijakan Perumusan & Rencana Aksi Gambar 3.1 Bagan Alur Metodologi Pengumpulan Data 28

41 Kertas kebijakan ini bertujuan untuk menyusun dan membangun kerangka kebijakan strategis dalam rangka penguatan fungsi-fungsi intermediasi yang: 1. Dapat memberikan legitimasi secara formal agar dapat menjadi landasan dan pedoman bagi praktik-praktik intermediasi di Indonesia serta memungkinan pengukuran implementasinya. 2. Memperkuat sinergi antara lembaga litbang, dunia bisnis/industri dengan Pemerintah sehingga tercipta iklim yang kondusif menuju terwujudnya sisteminovasi nasional. 3. Mendorong tumbuhanya inovasi di Indonesia antara lain dengan memperdekat jarak antara penyedia litbang dengan pihak pengguna serta mendukung terjadinya aliran pengetahuan. 4. Memberikan dampak terhadap daya saing industri nasional melaluiketentuan-ketentuan dan program implementasi yang berorientasi pada pemanfaatan hasil-hasil litbang. Pada umumnya, lembaga-lembaga intermediasi di negara berkembang lebih didominasi oleh lembaga pemerintah, sebaliknya di negara-negara maju, kebanyakan lembaga intermediasi justru merupakan lembaga swasta atau lembaga swadaya masyarakat. Dominasi sektor pemerintahan dalam kegiatan intermediasi di negara berkembang merupakan hal yang lazim terjadi mengingat sektor pemerintahan memegang kendali yang kuat atas kegiatan ekonomi di negara berkembang. Berdasarkan survey yang dilaksanakan oleh Kementerian Riset dan Teknologi (RISTEK) bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pada tahun 2009 tentang pemetaan UMKM inovatif ditunjukkan bahwa sebagian besar lembaga intermediasi yang aktif di Indonesia terdiri dari lembaga litbang, perguruan tinggi serta institusi lain yang berstatus sebagai lembaga pemerintah. Perguruan tinggi tercatat yang terbanyak memiliki lembaga yang secara tipikal menjalankan fungsi intermediasi antara lain LPPM, dan unit pelayanan teknis lainnya yang melaksanakan fungsi penelitian. Selain perguruan tinggi, lembaga yang juga melaksanakan fungsi intermediasi adalah sentra HKI atau lembaga pengelola hasil litbang lainnya baik di perguruan tinggi maupun di beberapa instansi pemerintah. Selengkapnya jenis-jenis lembaga intermediasi dapat dilihat pada grafik berikut. 29

42 Gambar 3.2 Jenis Lembaga Intermediasi di Indonesia Sebagai konsekuensi lembaga pemerintahan maka beban tanggung jawab penyelenggaraan aktivitas intermediasi lebih terfokus kepada Pemerintah. Dengan kata lain, penyelenggaraan aktivitas intermediasi saat ini lebih banyak memanfaatkan sumber daya yang milik negara yang tunduk pada norma-norma hukum yang berlaku bagi penyelenggaraan negara pada umumnya. Norma-norma atau asas-asas hukum tersebut antara lain adalah prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik (good governance). Prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik menekankan pada aktivitas pemerintahan yang berfokus pada peningkatan derajat hidup masyarakat. Dalam konteks ini, penyelenggaraan aktivitas intermediasi pada hakikatnya merupakan tugas pemerintah untuk mengupayakan seluruh sumberdaya yang dikelolanya, termasuk sumber daya IPTEK, untuk kesejahteraan masyarakat. Akuntabilitas publik atas penyelenggaraan fungsi-fungsi intermediasi dalam rangka memanfaatkan IPTEK untuk kesejahteraan masyarakat menjadi kata kunci yang mempertautkan antara kegiatan litbang dan tata kelola kepemerintahan yang baik. Secara institusional, hasil penelitian yang dilakukan oleh Kementerian RISTEK pada tahun 2011 menunjukkan bahwa di Indonesia terdapat tiga jenis lembaga intermediasi dengan latar belakang yang berbeda, yaitu institusi pemerintahan, perguruan tinggi dan sektor swasta. Namun demikan, dalam praktiknya aktivitas intermediasi yang dilaksanakan oleh lembagalembaga tersebut secara umum menunjukkan spektrum yang hampir sama yakni dilaksanakan dengan intensitas yang jarang. Mayoritas kalangan menyatakan bahwa aktivitas intermediasi belum dirasakan bahkan beberapa industri pada masing-masing klaster menyatakan belum mengetahui keberadaan lembaga intermediasi yang menyelenggarakan pelayanan jasa kepada industri. Meskipun beberapa lembaga telah melaksanakan aktivitas intermediasi secara rutin, 30

43 secara umum dirasakan bahwa aktivitas intermediasi yang telah dilaksanakan memiliki jangkauan yang masih sangat terbatas (RISTEK, 2011). Gambar 3.3 dan Gambar 3.4 mengilustrasikan spektrum aktivitas intermediasi yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga intermediasi dan spektrum aktivitas intermediasi yang dirasakan oleh industri. Gambar 3.3 Spektrum Intensitas Aktivitas Intermediasi yang dilakukan Lembaga Intermediasi Gambar 3.4 Spektrum Intensitas Aktivitas Intermediasi yang diterima Industri Hasil studi juga mengungkapkan bahwa lemahnya intensitas aktivitas intermediasi yang diselenggarakan oleh lembaga intermediasi disebabkan oleh lemahnya interaksi dengan aktoraktor lainnya dalam proses intermediasi, khususnya dengan lembaga litbang dan perguruan 31

44 tinggi sebagai sumber pengetahuan dan teknologi. Interaksi yang lemah telah mengakibatkan rendahnya penyerapan dan adopsi terhadap pengetahuan ekternal yang sebenarnya diperlukan oleh industri untuk mendorong dan meningkatkan kapasitas produksinya. Lembaga intermedasi lebih banyak mengandalkan sumber daya internal daripada mencari sumber-sumber lain yang dapat mendukung kinerjanya. Stagnasi arus informasi dalam proses intermediasi tersebut pada akhirnya mengakibatkan aktivitas intermediasi berjalan satu arah dan tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap produktivitas industri. Untuk mengatasi persoalan yang dihadapi oleh lembaga-lembaga intermediasi maka penelitian merekomendasikan perlunya reposisi dan penguatan kapasitas pada lembaga intermediasi dan lembaga litbang/perguruan tinggi.lembaga intermediasi perlu dibekali dengan kapasitas untuk membangun jejaring dan mengemas informasi.bagi lembaga litbang/perguruan tinggi, perlu dilakukan penajaman fokus dan arah kegiatan penelitian sehingga kegiatan litbang dapat bersinergi dengan kebutuhan klaster indutsri. Dukungan Pemerintah yang dimaksud adalah dukungan finansial yang terkait dengan aktivitas litbang.penelitian ini berupaya mendalami sumber-sumber biaya yang digunakan oleh responden baik untuk menghasilkan teknologi maupun untuk melaksanakan komersialisasi litbang.hasil penelitian menunjukkan bahwa sepertihalnya lembaga-lembaga Pemerintahan pada umunya, responden menyatakan bahwa anggaran untuk melaksanakan kegiatan litbang masih mengandalkan anggaran negara (DIPA). Gambar 3.5 mengilustrasikan sumber-sumber pendanaan untuk menghasilkan teknologi. Gambar 3.5 Sumber-sumber Pendanaan untuk Menghasilkan Teknologi Konsorsium Pendayagunaan Teknologi untuk Pengurangan Dampak Perubahan Iklim Perubahan iklim telah menjadi salah satu isu penting dunia yang dikhawatirkan akan 32

45 menimbulkan dampak membahayakan bagi keberlanjutan ekosistem bumi yang disebabkan penumpukan Gas Rumah Kaca (GRK). Diamanatkan untuk menanggulangi dampak perubahan iklimdan upaya penurunan emisi GRK, terutama dari bidang-bidang pembangunan prioritas. Diperlukan perubahan paradigma pembangunan dan tatanan ekonomi yang rendah karbon (low carbon economy) tanpa mengorbankan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. Untuk itu Pemerintah Indonesia (disampaikan Presiden RI pada pertemuan G20 di Pittsburgh, USA (November 2009) dan COP-15 (Desember 2009)) telah berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca pada tahun 2020 sebesar 26% dari BAU (bussiness as usual) dan sebesar 41% dengan bantuan internasional. Perhitungan emisi yang dilakukan pada 6 (enam) sektor tersebut dianggap mempunyai emisi yang besar yaitu Kehutanan dan lahan gambut, Energi, Transportasi, Pertanian, Gedung-gedung dan Semen. Gambar 3.6 Hasil perhitungan emisi pada sektor yang mempunyai emisi yang besar Hasil perhitungan emisi tahun 2005 dan prediksi tahun 2030 terlihat pada gambar di atas, menunjukkan potensi peningkatan emisi dari 2,3 Gigaton pada tahun 2005 menjadi 3,6 Gigaton pada tahun Pembentukan Konsorsium Pendayagunaan Teknologi untuk Pengurangan Dampak Perubahan Iklim, ditandai dengan penandatanganan naskah Kesepakatan Bersama yang diharapkan menjadi dokumen legal yang dapat menjadi dasar dalam pengurangan emisi gas rumah kaca. Kementerian dan Lembaga yang ikut serta dalam konsorsium ini dan bentuk keterlibatannya adalah sebagai berikut : 1. Kementerian ESDM : Pendayagunaan dan pemanfaatan hasil riset Teknologi Ipal Dalam Produksi Energi Biogas. 2. BPPT : Penyediaan Teknologi dan pendampingan tenaga ahli dalam Iptek Ipal dan Produksi Energi Biogas. 33

46 3. BATAN dan UNSOED : Penyediaan Teknologi dan pendampingan tenaga ahli dalam Iptek penyediaan benih unggul kedelai; 4. Pemerintah Propinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Kabupaten Banyumas : Pemanfaatan iptek Ipal dan Produksi Energi Biogas serta penyediaan fasilitas pendukung guna menciptakan lingkungan bersih serta pemenuhan kebutuhan energi biogas untuk masyarakat. 5. Kementerian Ristek : Penguatan kelembagaan, sumberdaya, pengembangan jaringan dan pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi Gambar 3.7 Penandatanganan MoU oleh perwakilan Kementerian, Lembaga, Peguruan Tinggi dan Pemerintah Daerah Teknologi yang digunakan adalah teknologi produksi bersih dan efisiensi energi untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang dikembangkan dari Teknologi GERIAPUNEP dan Teknologi Goo House Keeping (GHK). Alasan dipilihnya lokasi sentra industri tahu adalah karena industri tahu merupakan penyumbang emisi yang signifikan di Indonesia, industri tahu yang berjumlah lebih kurang unit usaha di seluruh Indonesia, dengan kapasitas produksi lebih dari 2,56 juta ton per tahun, berperan signifikan dalam proses terjadinya emisi gas rumah kaca. Limbah cair yang diproduksi dari proses industrinya (sekitar 20 juta meter kubik per tahun) menghasilkan emisi sekitar 1 juta ton CO 2 ekuivalen per tahun. Dan dari data keberadaan industri tersebut, 80% berlokasi di Jawa, sehingga emisi yang dikeluarkan pabrik tahu di Jawa mencapai 0,8 juta ton CO2 ekivalen per tahun. Kapasitas produksi dari teknologi yang didayagunakan sebesar 6500 kg per hari (2 372,5 ton/tahun). Dari empiris diperoleh, jika kapasitas 2,56 juta ton/tahun mengurangi emisi gas 34

47 rumah kaca 744,469 ton CO2/th; maka untuk kapasitas 2, 3725 ribu ton /tahun dapat mengurangi emisi gas rumah kaca sebanyak: (2,3725 ribu ton/2 560 ribu ton) x kg CO 2/th = 689,942 kg CO2/tahun. Sehingga dapat disimpulkan, adanya Konsorsium Pendayagunaan Teknologi untuk Pengurangan Dampak Perubahan Iklim dapat berperan dalam mengurangi emisi GRK sebesar 689,942 kg CO2/tahun Jumlah Pemanfaatan teknologi Hasil Litbang Nasional (Industri, Masyarakat dan National Security) Industri Pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional di Industri bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri nasional, mendorong tumbuhnya industry nasional serta meningkatkan kontribusi iptek nasional dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Saat ini ada anggapan di kalangan calon pengguna (industri) bahwa teknologi baru yang dikembangkan lembaga litbang belum teruji dengan baik, kesenjangan pengetahuan (knowledge gap), biaya terlalu tinggi, risiko permintaan, kemitraan, risiko ekonomi, serta kurangnya personil yang berkualitas. Permasalahan lain adalah kesesuaian antara ilmu dan teknologi yang dikembangkan oleh lembaga-lembaga litbang dengan ilmu dan teknologi yang dibutuhkan oleh pengguna masih rendah. Untuk itu Kementerian Riset dan Teknologi berinisiatif mengembangkan suatu lembaga intermediasi yaitu Business Technology Center (BTC) yang tersebar di berbagai daerah dan Business Innovation Center (BIC). Keberadaan lembaga intermediasi ini dimaksudkan untuk menjembatani komunikasi dan intermediasi antara lembaga litbang dengan dunia industri dengan harapan agar terjadi komunikasi timbal balik antara para peneliti dan pelaku industri. Pada tahun 2011, dari hasil kegiatan intermediasi iptek oleh Kementerian Riset dan Teknologi, telah dimanfaatkan beberapa teknologi hasil litbang nasional di industri yaitu: Tabel 3.5 Pemanfaatan Teknologi Hasil Litbang Nasional di Industri Tahun 2011 No. Teknologi Penghasil Teknologi Industri Pengguna 1. Teknologi Alat Penghancur Jarum Suntik Puslit Fisika LIPI PT. Tesena Inovindo 2. Pengembangan Bibit Sapi Unggul Nasional P3Biotek LIPI PT. Karya Anugrah Rumpin 35

48 Sedangkan pencapaian indikator kinerja pada tahun 2012 terkait dengan pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional di industri adalah : Tabel 3.6 Pemanfaatan Teknologi Hasil Litbang Nasional di Industri Tahun 2012 No. Teknologi Penghasil Teknologi Industri Pengguna 1. Pengembangan Bibit Sapi Unggul Nasional Biotek LIPI PT. KAR (Karya Anugerah Rumpin) 2. Pemanfaatan Mesin Nano Partikel LIPI PT Taharica Untuk tahun 2013, pencapaian indikator kinerja terkait pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional di industi meliputi: Tabel 3.7 Pemanfaatan Teknologi Hasil Litbang Nasional di Industri Tahun 2013 No. 1. Teknologi Penghasil Teknologi BPPT Industri Pengguna 1. Pemanfaatan Mesin RUSNAS 500 cc 2. Teknologi home purifier water ITB berbasis membran dan bahan hollow fibre PT. IFA 3. Teknologi Pigmen Besi Oksida LIPI, BATAN dari Pasir Besi PT Sigma Utama 4. Teknologi Brown Coal PT. Baramulti Suguh Sentosa CV Asri Keramik CV. RAM Teknologi mesin RUSNAS 500cc Kegiatan trial produksi untuk mendifusikan teknologi hasil rancang bangun mesin RUSNAS pada mitra industri terpilih yaitu PT. NEFA di Kabupaten Tegal telah dimulai tahun Target kegiatan trial produksi adalah menghasilkan mesin RUSNAS yang kualitasnya sama dengan hasil uji kinerja sebelumnya dan mempunyai harga murah. Difusi teknologi ini menghasilkan prototip mesin RUSNAS yang telah diaplikasikan pada beberapa prototip kendaraan seperti GEA yang dibuat dan didanai PT. INKA, dan silent genset atas pendanaan Pemerintah Daerah Kabupaten Tegal. Pada tahun 2011, BPPT mempunyai kegiatan untuk menginkubasi pembuatan mesin RUSNAS di Kabupaten Tegal melalui perusahaan baru. Kegiatan ini menghasilkan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara BPPT dengan CV. Rejeki Abadi Mandiri (RAM) 36

49 sebagai salah satu nama perusahaan baru setelah PT. NEFA memberikan hak memproduksi dan menjual mesin RUSNAS pada CV. RAM. Beberapa program Sinas Kementerian Ristek mendanai kegiatan penguatan kapasitas produksi CV. RAM untuk mampu memproduksi mesin RUSNAS dengan kualitas yang baik dan harga yang kompetitif, antara lain: perbaikan teknologi pengecoran komponen Al paduan untuk pembuatan blok mesin dan kepala silinder mesin RUSNAS. Disamping itu, pendanaan Sinas juga digunakan untuk melakukan kegiatan rancang bangun transmisi mesin RUSNAS melalui kemitraan dengan potensi manufaktur lokal (PT. GERIN SURYA GEMILANG). Kedeputian Bidang Pendayagunaan Iptek, melalui Asisten Deputi Iptek Industri Kecil Menengah Kementerian Ristek memfasilitasi pertemuan Tim Mesin RUSNAS-BPPT dengan PT. Tossa Shakti-Semarang, sebuah perusahaan yang memproduksi angkutan niaga khusus penggerak sepeda motor. PT. Tossa berkeinginan mengembangkan kendaraan niaga yang mempunyai kemampuan lebih tinggi dari kendaraan yang diproduksi selama ini. Kendaraan ini masih difokuskan pada kendaraan tipe khusus roda 3 dengan mesin RUSNAS 500cc. Sampai saat ini pengujian prototype kendaraan tersebut masih dilakukan oleh PT. Tossa Shakti Semarang. Dari hasil diskusi awal, PT. Tossa Shakti tidak berminat memproduksi mesin, namun tertarik untuk memanfaatkan/membeli mesin RUSNAS 500 cc, setelah mereka mendapatkan hasil uji yang sedang mereka lakukan. Untuk itu perlu dikembangkan suatu industri yang akan memproduksi mesin RUSNAS 500 cc tersebut. Sehingga pada tahun 2013 kegiatan ini difokuskan pada penguatan kemampuan CV. RAM dalam memproduksi mesin 500 cc, khususnya dibidang permesinan, setelah teknologi pengecoran telah dikuasai oleh CV. RAM melalui program-program sebelumnya. Uji kinerja prototipe mesin RUSNAS di dyno test BTMP Puspiptek Serpong telah menghasilkan daya mesin yang sangat mendekati daya hasil perhitungan teoritis desain. Kenerja tersebut dihasilkan melalui optimasi profil camshaft, perbandingan aliran udara dan bahan bakar di dalam karburator dan waktu pengapian yang tepat. Daya tersebut 11,5 kw pada putaran 3800 rpm dihasilkan karena terjadinya pembakaran yang sempurna di ruang bakar yang ditandai oleh konsumsi bahan bakar yang sangat irit (345 setara bsfc) berada pada kisaran konsumsi mesin sepeda motor. Mesin RUSNAS telah dicobakan menggunakan BBG/CNG dan menghasilkan kinerja yang baik dan mampu dipakai untuk kendaraan mikro. 37

50 Pengembangan lanjutan setelah proses prototyping adalah kegiatan difusi ke industri mitra. Saat ini mesin RUSNAS sudah memasuki fase awal komersialisasi melalui proses trial production di CV RAM Tegal. Proses komersialisasi ini dilakukan untuk menyiapkan dan memantapkan fasilitas produksi menghasilkan mesin yang kualitasnya tidak berbeda dengan spesifikasi hasil prototyping dan harga produk yang bersaing. Dalam rangkaian pengujian kendaraan produk baru untuk mendapatkan sertifikasi dari Kementerial Perhubungn salah satu kriterianya adalah lolos uji EURO-2 dengan pesyaratan emisi yang semakin ketat mengharuskan mesin menggunakan Electronic Fuel Injection (EFI). Riset awal penggunaan EFI untuk engine RUSNAS sudah dilakukan. Modifikasi volume ruang bakar dengan memanfaatkan EFI akan meningkatkan kemampuan kapasitas produksi mesin RUSNAS CV. RAM sehingga mampu menghasilkan mesin RUSNAS dengan kinerja yang lebih baik dan emisi yang lolas persyaratan EURO-2. Kegiatan ini akan melibatkan CV. RAM mulai dari perubahan gambar desain, pembuatan komponen engine hingga assembling. Dengan kemampuan industri nasional menguasai teknologi permesinan khususnya Mesin RUSNAS 500 cc, hasilnya dapat dimanfaatkan bagi: Pemanfaatan mesin RUSNAS 500 cc pada kendaraan fungsi khusus atau peralatan yang membutuhkan mesin sejenis (generator set, dll). Sebagai starting point dalam melakukan studi yang lebih mendalam tentang proses produksi engine ringan. Pengembangan industri mesin dan komponen terkait. Dampak kemampuan industri nasional menguasai teknologi permesinan khususnya Mesin RUSNAS 500cc : Kemampuan industri permesinan di tegal untuk memproduksi mesin rusnan meningkat. Produksi masal, karena lebih konsisten spesifikasi produk yang dihasilkan. Kemampuan industri dalam negeri dalam mewujudkan prototipe mesin untuk kendaraan khusus dapat dikembangkan lebih lanjut ke tingkat produksi, tentunya dengan suatu studi yang lebih mendalam baik tentang pasar maupun proses produksi yang murah dan efisien. Dari hasil kegiatan ini, yang merupakan kegiatan inkubasi (outwall) oleh BPPT kepada CV. RAM telah memberikan peningkatan kemampuan teknologi IKM nasional 38

51 (CV. RAM), khususnya di bidang permesinan. Sehingga IKM tersebut pada tahap lanjutan mampu membangun line production Mesin RUSNAS 500 cc. Sehingga telah terjadi transfer teknologi permesinan dari BPPT kepada industri nasional. (a) (b) Gambar 3.8 (a) Kendaraan fungsi khusus yang sedang diujicoba menggunakan mesin RUSNAS 500cc dan (b) Mesin RUSNAS 500cc 2. Teknologi home purifier water berbasis membran dan hollow fibre Teknologi membrane dengan hollow fibre yang dihasilkan oleh Institut Teknologi Bandung (ITB), mempunyai kekhususan sendiri dibandingkan produk membrane filtration import atau yang lain. Keunggulannya adalah dalam fabrikasi hollow fibre sendiri yang mempunyai kualitas tinggi dengan presisi tinggi, dimana partikel kecil, bakteri dan bahan kimia tidak dapat lolos dari pori pori hollow fibre tersebut. Sistem yang banyak digunakan pihak lain yaitu reverse osmosis, saat ini banyak digunakan oleh masyarakat, di mana pressure tinggi diperlukan untuk dapat menjalankan filtration tersebut. Kelebihan dari teknologi ini, adalah dengan menggunakan low pressure system, sehingga mengurangi penggunaan listrik tinggi maupun resiko kebocoran. Life time dari filter ini lebih lama dibandingkan dengan produk yang ada. Perpaduan dengan pihak bisnis yaitu PT IFA, menjadikan Home Purifier Water produksi bersama ini lain dari yang lain, di mana teknologi ini dapat di klaim sebagai pertama di Indonesia bahkan di dunia. Kebanyakan produk lain menggunakan 4 (empat) tabung filter untuk menghasilkan air minum dari sumbernya air sumur atau pam, sedangkan dg masuknya konsep bisnis, maka terciptalah 4 in 1, hanya dengan 1 fiter, hasilnya air minum sehat dan bebas bakteri, kotoran dan bahan kimia, dengan tetap 39

52 menambah mineral yang dibutuhkan oleh tubuh kita, serta cita rasa air murni yang segar. Model yang didesain pun sangat compact yang disesuaikan dengan selera dan trend masyarakat menengah keatas untuk menghargai nilai teknologi ini. Dibandingkan dengan produk lain yang sejenis, teknologi yang diterapkan dalam Home Purifier Water ini mempunyai banyak kelebihannya dan diyakini dapat bersaing baik lokal maupun untuk export. Dampak teknologi membrane dengan hollow fibre, tercukupinya kebutuhan air minum masyarakat skala rumah tangga dengan harga relatif lebih murah di bandingkan dengan produk sejenis dipasaran. Alat ini lebih praktis dalam pemeliharaan dan perawatan, dengan pemanfaatan teknologi hasil penelitian nasional, munculnya industri baru berbasis teknologi. Pengguna teknologi (industri/investor) telah membayarkan sebagian biaya royalti yang menjadi hak lembaga litbang. Gambar 3.9 Teknologi home purifier water berbasis membran dan bahan hollow fibre 3. Teknologi pigmen besi oksida dari pasir besi Industri cat dan coating salah satu dari beberapa industri strategis di Indonesia. Posisinya sangat menentukan ketahanan dari infrastruktur bangsa Indonesia. Hampir sebagian besar bangunan, kerangka baja, menara, jembatan, dan gedung-gedung pencakar langit membutuhkan cat dan teknologi coating untuk memproteksi pengaruh iklim dan cuaca untuk menghindari terjadinya korosi dini dan penghancuran karena organisme perusak. Korosi merupakan salah satu permasalahan penting pada kerusakan material logam. Kerusakan tersebut dapat berdampak pada peningkatan biaya penggantian material yang jika tidak diantisipasi akan menyebabkan kerugian. Bahkan, kondisi Iklim Indonesia adalah promotor yang baik untuk terjadinya proses korosi, 40

53 sehingga perlu adanya langkah pencegahan berupa penyempurnaan proses fabrikasi logam ataupun perlindungan logam dari lingkungan. Cara pelindungan korosi yang banyak digunakan saat ini adalah teknik pelapisan logam dengan cat. Lapisan tersebut akan melindungi logam dari lingkungan sekitar sehingga akan meminimalisir penyebab korosi. Karena mudah dan murahnya proteksi dengan menggunakan lapisan cat maka orang-orang mulai berlomba-lomba untuk meneliti dan mengembangkan teknologi cat, mulai dari mencari bahan baku terbaik, teknologi proses dan cara mengaplikasiannya. Dalam hal proteksi korosi dengan teknologi cat, Indonesia memiliki potensi pasir besi yang jumlahnya banyak dan dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan pigmen iron oxide. Pigmen iron oxide ini nantinya akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan cat primer sebagai cat anti korosi. Pusat Penelitian Metalurgi LIPI (sintesis) dan Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir BATAN (pengujian) bersama mengembangkan pigmen red iron oxide (besi oksida merah) dengan hasil penelitian dibandingkan dengan produk impor ternyata memiliki performance lebih baik. Sehingga hasil inovasi diadopsi dan akan dikembangkan skala pabrik oleh PT Sigma Utama, anak perusahaan BUMN PT. PUSRI Tbk. Dampak Teknologi Pigmen Besi Oksida dari Pasir Besi yaitu tercukupinya kebutuhan industri terhadap cat dan coating dengan harga relatif lebih murah dibandingkan dengan produk sejenis di pasaran. 41

54 Gambar 3.10 Hasil sintesis pigmen red iron oxide buatan Indonesia dan Pabrik Cat PT Sigma Utama sebagai off-taker inovasi pigmen red iron oxide 4. Teknologi brown coal Brown coal adalah batubara muda yang berwarna kecoklat-coklatan, memiliki kadar air sekitar 30%, dan berkalori rendah ( kcal/kg). Batubara kategori ini tidak dapat dijual sebagai batubara komersial, karena kadar kalori yang terlalu rendah dan umumnya kadar airnya tinggi. Dalam kegiatan tambang, brown coal umumnya dianggap sebagai hasil ikutan yang tidak bernilai komersial, dan tidak menghasilkan pendapatan bagi perusahaan, tapi justru mengakibatkan biaya tambahan, karena brown coal memerlukan tempat stockpiling di areal tambang, dan seringkali harus dipindahpindahkan, termasuk saat reklamasi lahan tambang harus dilakukan. Oleh karena itu, PT Baramulti Suguh Sentosa sebagai perusahaan penambangan batubara membutuhkan inovasi untuk memberikan nilai tambah brown coal. Inovasi pemanfaatan brown coal yang merupakan hasil ikutan dalam operasi tambang ini perlu dilakukan agar brown coal dapat dijadikan produk yang dapat dijual oleh perusahaan. Keberhasilan pemnfaatan teknologi ini, selain memberikan pendapatan bagi perusahaan juga diharapkan sekaligus bisa membebaskan areal stockpile brown coal dari kawasan pertambangan, serta mengurangi biaya perusahaan dalam operasi produksi dan reklamasi tambang, 42

55 Penggunaan tanur terowongan (tunnel kiln), dikombinasikan dengan saggar box yang merupakan inovasi CV. Asri Keramik untuk aplikasi pengolahan brown coal yang menghasilkan produk karbon, sejauh ini belum dikenal di dunia industri. Tunnel kiln dengan temperatur tinggi pada umumnya digunakan di industri keramik saniter di mana benda kerja keramik yang diproses volumenya cukup besar dan berat, sehingga pembakaran dengan menggunakan ban berjalan/conveyor tidak dimungkinkan. Karakteristik yang sama diperlukan dalam pembakaran batubara, sehingga aplikasi tunnel kiln dinilai cocok untuk pengolahan brown coal. Pemakaian saggar box dalam tunnel kiln keramik dimaksudkan untuk melindungi produk saat pembakaran sehingga tidak terjadi benturan atau kontak langsung dengan api dalam proses pembakaran. Selain itu dengan perancangan saggar box yang dimodifikasi, ternyata dapat pula menghasilkan sifat pembakaran reduksi yang miskin oksigen (pirolitik) yang diperlukan dalam pengolahan brown coal menjadi produk karbon, yang biasanya memerlukan proses pembakaran dalam reaktor vakum yang relatif mahal. Berdasarkan hal-hal di atas, tunnel kiln dikombinasikan dengan saggar box berpotensi menjadi teknologi unggulan dalam pengolahan produk karbon dari brown coal karena: Teknologi tunnel kiln memerlukan investasi yang relatif murah dibandingkan dengan pengolahan standar industri, untuk kapasitas yang sama. Teknologi tunnel kiln memiliki komponen yang bergerak yang sangat sedikit, sehingga hemat energi, selain juga hemat dalam perawatan. Teknologi tunnel kiln dapat memanfaatkan bahan bakar batubara yang jauh lebih murah untuk proses pembakaran. Dampak teknologi brown coal meliputi tercukupinya kebutuhan bahan bakar dan energi masyarakat dengan harga relatif lebih murah dibandingkan dengan produk batubara di pasaran serta munculnya industri baru berbasis teknologi. 43

56 Gambar 3.11 Produk turunan brown coal memiliki nilai tambah Masyarakat Pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional di masyarakat bertujuan agar teknologi yang telah dihasilkan lembaga litbang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, baik secara ekonomis maupun sosial sehingga kesejahteraan meningkat. Pencapaian indikator kinerja pada tahun 2011 terkait dengan pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional di masyarakat adalah: Tabel 3.8 Pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional di masyarakat tahun 2011 No. Teknologi Daerah Outcome 1. Teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid, Pandansimo Bantul, Daerah Termanfaatkannya teknologi pemistimewa Yogyakarta bangkit listrik tenaga hybrid untuk peningkatan nilai tambah kemandirian masyarakat sekitar Pandansimo 2. Teknologi Perangkat Lunak Berbasisi OSS Mataram, NTB Termanfaatkannya teknologi perangkat lunak berbasis open source 44

57 Pencapaian indikator kinerja pada tahun 2012 terkait dengan pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional di industri adalah: Tabel 3.9 Pemanfaatan Teknologi Hasil Litbang Nasional di Masyarakat Tahun 2012 No. Teknologi Daerah 1. Teknologi Banyumulek NTB pengembangan kawasan peternakan terpadu 2. Teknologi alternatif untuk mengatasi kesulitan air di Tepus, Gunung Kidul Outcome Terciptanya peternakan sapi terpadu skala menengah berbasis bibit sapi unggul hasil penerapan iptek Tepus, Gunung Kidul Termanfaatkannya teknologi DIY sistem pengangkatan air tenaga surya untuk mengatasi masalah kekurangan air di masyarakat Pencapaian indikator kinerja pada tahun 2013 terkait dengan pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional di industri adalah: Tabel 3.10 Pemanfaatan Teknologi Hasil Litbang Nasional di Masyarakat Tahun 2013 No. Teknologi Daerah Outcome 1. Teknologi IPAT-BO untuk tanaman padi Kabupaten Bandung Peningkatan produktivitas padi, Barat (Soreang) sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani 2. Teknologi pipanisasi air Bayan, Lombok bersih Utara Peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan peningkatan kuliatas hidup 3 Teknologi inseminasi buatan (IB) pada kambing Kabupaten Lumajang, Jatim Peningkatan kualitas ternak, ekonomi masyarakat meningkat dan peningkatan pendapatan masyarakat 4 Teknologi penerangan jalan umum solar cell Masago, Bone, Sulawesi Selatan Peningkatan aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat 1. Teknologi IPAT-BO untuk tanaman padi Teknologi IPAT-BO (Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Organik) dikembangkan sejak tahun 2007 oleh tim peneliti Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran bekerjasama dengan Kementerian Riset dan Teknologi. IPAT-BO adalah teknologi hemat air dan sistem peningkatan produksi untuk pemulihan kesehatan lahan sawah holistik berbasis input lokal yang hemat bibit, air dan pupuk 45

58 anorganik dengan menitikberatkan pada manajemen kekuatan biologis tanah (soil biological power) tanaman, tata air dan pemupukan secara terpadu (by design). IPAT-BO merupakan teknologi yang mampu memulihkan kesehatan (remediation of paddy soils health) dan meningkatkan produktivitas tanaman padi dengan signifikan. Penggunaan kompos jerami beragen hayati dan konsorsium pupuk hayati berbasis sumber daya lokal. Teknologi hemat air (IPAT-BO) mampu memulihkan kesehatan lahan dalam waktu yang relatif singkat (sekitar 3 tahun) dan meningkatkan produktivitas padi setidak-tidaknya 25% dibandingkan dengan teknik konvensional dan mengurangi penggunaan pupuk anorganik setidak-tidaknya sekitar % serta mengurangi penggunaan air irigasi sekitar 30 40%. Keunggulan Adopsi IPAT-BO dengan memanfaatkan jerami (kompos jerami) : a) Mampu meningkatkan hasil produksi padi. Pada lahan sawah yang relatif baik (produksi 6-8 t/ha) kenaikan produksi berkisar % sedangkan pada lahan yang kurang subur (produksi 3-5 t/ha) kenaikan produksi mencapai %. Kenaikan hasil tersebut berkaitan langsung dengan meningkatnya zona perakaran hingga 4-10 kali, jumlah anakan bermalai hingga malai/rumpun, panjang malai cm dan jumlah gabah butir/malai serta meningkatnya keanekaragaman biota tanah (biodiversity) yang menguntungkan (beneficial organism in soils) dalam kondisi aerob. b) Hemat air (hanya 25-35% dari sawah konvensional), hemat bibit (20 25%), hemat pupuk anorganik. c) Hemat pestisida (masalah hama keong dapat dikendalikan dengan mudah). d) Panen lebih awal sekitar 7-10 hari. e) Perubahan ekologis lahan sawah tergenang (anaerob) menjadi tidak tergenang (aerob). Pertanaman dengan sistem aerob (lembab hingga macak-macak) menghasilkan sistem perakaran paling tidak sekitar 3-4 kali lebih besar dibandingkan dengan sistem tergenang. Sehingga, potensi hasil padi dapat meningkat menjadi 3x lipat (15-25 t/ha). f) Hasil lapangan memperlihatkan bahwa padi memiliki potensi untuk menghasilkan anakan yang sangat banyak. Jumlah anakan bergantung pada jarak tanam dan jumlah bibit yang ditanam. Dengan jarak tanam lebar dan pasokan nutrisi yang baik didukung oleh sistem tata air dan udara, padi dapat memanfaatkan sinar matahari secara optimum dan mampu menghasilkan anakan per rumpun, sedangkan dengan sistem 46

59 tanam biasa hanya menghasilkan anakan/rumpun. Dengan demikian teknologi tersebut dapat menghasilkan 4x lebih banyak. Gambar 3.12 Padi varietas Ciherang dengan IPAT-BO Gambar 3.13 Panen padi dengan IPAT-BO 2. Teknologi pipanisasi air bersih Di sebagian besar kawasan timur Indonesia, masalah yang dihadapi masyarakat adalah sulitnya air bersih, lokasi dusun di perbukitan, jalan tanah sering longsor, letak dusun yang terpencil dan masyarakat bermata pencaharian utama petani. Dusun Otak Lendang Kabupaten Lombok Utara adalah salah satu contohnya. Sejak 5 tahun terakhir warga di dusun yang memiliki sekitar 150 KK ini telah mengalami kesulitan air bersih. Melalui kegiatan Penyediaan Air Masyarakat Dengan Sistim Pipanisasi untuk Dusun Otak Lendang Desa Akar Akar Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara, diharapkan masyarakat dusun dapat terbantu dalam penyediaan air bersih sehingga masyarakat dapat melakukan aktifitas untuk peningkatan kesejahteraan keluarga di masa mendatang. Kementerian Ristek telah menetapkan Lembaga Penelitian Universitas Mataram sebagai mitra dalam pelaksanaan kegiatan ini, karena pada tahun sebelumnya telah memiliki pengalaman dalam pelaksanaan kegiatan serupa. Dengan adanya peran perguruan tinggi, diharapkan adanya pembinaan yang berkelanjutan untuk kegiatan ini. 47

60 Perguruan tinggi dalam hal ini Universitas Mataram melalui Lembaga Penelitian Universitas Mataram bekerjasama dengan Dinas Pekerjaan Umum, Pemukiman dan Sarana Wilayah Kabupaten Lombok Utara menjalankan kegiatan ini. Di tingkat lapangan, tim bekerja sama dengan pihak Dusun Otak Lendang Desa Akar-akar Kabupaten Lombok Utara. Kegiatan ini sangat disambut baik oleh masyarakat Dusun Otak Lendang karena sangat membantu mereka dalam penyediaan air bersih di tingkat rumah tangga yang dapat langsung diambil dari kran air di halaman rumahnya. Sebelumnya masyarakat dusun ini harus mengambil air dari titik-titik penampungan yang cukup jauh dari rumah mereka masingmasing. Dengan adanya kegiatan pipanisasi ini masyarakat tidak hanya mendapatkan air bersih dari segi kualitas air tetapi juga kuantititas air yang dapat tersedia sepanjang hari dan sepanjang tahun di rumah masing-masing warga. Manfaat secara makro adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat karena sejak adanya air di rumah masing-masing warga masyarakat dapat melakukan kegiatan MCK (Mandi Cuci Kakus) dengan lebih baik. Pada gilirannya adalah meningkatnya kualitas sumberdaya manusia di dusun tersebut. Manfaat lainya adalah penghematan biaya, setelah teknologi ini diterapkan maka tujuannya adalah untuk memfasilitasi solusi yang hemat biaya dan berkelanjutan, yang memberi manfaat bagi sebanyak mungkin orang dan dapat dipelihara dengan mudah hingga bertahuntahun ke depan. Gambar 3.14 Teknologi Pipanisasi Air Bersih 48

61 Gambar 3.15 Sosialisasi Teknologi Pipanisasi Air Bersih di Lombok Utara 3. Teknologi inseminasi buatan (IB) pada kambing Teknologi IB pada kambing adalah program peningkatan kualitas ternak kambing dimana dihasilkan kualitas ternak yang lebih tinggi dan dagingnya lebih bermutu. Teknologi ini merupakan hasil kerja sama dengan dinas peternakan setempat. Dalam menjalankan program ini, Kementerian Riset dan Teknologi bekerja sama dengan beberapa instansi, yaitu di Kabupaten Karawang Jawa Barat dengan Dinas Peternakan Kabupaten Karawang, Kabupaten Agam dengan Universitas Andalas, Kabupaten Blitar dengan Universitas Brawijaya dan Dinas Peternakan, Kabupaten Cilacap dengan Pemerintah Kabupaten Cilacap, Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Kediri dengan Dinas Peternakan Kabupaten. Program IB dilaksanakan dalam rangka mendorong peningkatan populasi hewan ternak khususnya kambing dengan kualitas yang unggul. Penerapan inseminasi buatan diharapkan dapat menambah ekonomi masyarakat melalui ternak yang berkualitas tinggi, juga dari susu yang dihasilkan. Tentu teknologi IB harus didukung dengan ketelatenan peternak. Oleh karena itu program yang dilakukan saat ini merupakan program stimulan sehingga harapannya peternak semakin rajin, teliti dan telaten dalam melaksanakan teknologi IB ini. Teknologi IB digunakan agar proses kawin pada ternak tidak menunggu secara alami dengan ternak jantan tetapi ternak jantan digantikan dengan memasukkan straw (semen) kepada ternak betina. Memasukkan sprerma jantan oleh tenaga pelatih/peternak itulah seni dalam program teknologi IB tersebut. Karena disini dibutuhkan ketelitian peternakan untuk melihat munculnya birahi pada ternak betina. Jika ternak betina tidak birahi maka IB yang dilakukan akan mengalami kegagalan. Jika kondisi normal, kambing jantan dapat kawin 2 kali dalam 49

62 seminggu dengan 2 kambing betina, dengan teknologi IB 1 kali ejakulasi jantan dapat melayani 100 betina dengan waktu yang tidak terbatas. Di samping itu, hal-hal yang sangat menentukan keberhasilan teknologi IB adalah tingkat kebersihan kandang serta asupan pakan ternak. Delapan puluh persen keberhasilan beternak ditentukan oleh kebersihan kandang, karena ternak sangat rawan terhadap kuman penyakit kulit. Penyakit kulit ini sangat mudah datang dan cepat perkembangbiakannya sehingga jika tidak segera ditangani akan membahayakan ternak. Selain kebersihan kandang harus dijaga, juga dibutuhkan pengapuran dan penyiraman kandang. Jika sudah ada satu ternak yang terkena penyakit, maka harus segera diisolir agar tidak menular pada yang lain. Proses isolasi ini membutuhkan biaya yang besar karena membutuhkan kandang sendiri dan perawatan tersendiri. Simulasi IB diharapkan petani mengetahui proses IB dan tertarik untuk melakukannya. Dengan adanya subsidi bagi peternak atau biaya yang terjangkau dan akses yang terjangkau pula, diharapkan banyak peternak yang menggunakan teknologi IB. Agar program ini dapat berkesinambungan maka pendampingan dan pengarahan bagi petani tetap harus dimonitor oleh dinas peternakan walau saat ini tenaga lapangan sangat kurang. Gambar 3.16 Sosialisasi Teknologi Inseminasi Buatan (IB) pada Kambing 50

63 4. Teknologi penerangan jalan umum solar cell Energi merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi oleh hampir seluruh negara di dunia. Hal ini mengingat energi merupakan salah satu faktor bagi terjadinya pertumbuhan ekonomi suatu negara. Permasalahan energi semakin kompleks ketika kebutuhan yang meningkat akan energi untuk menopang pertumbuhan ekonominya justru membuat persediaan cadangan energi konvensional menjadi semakin sedikit. Kementerian Riset dan Teknologi concern terhadap riset dan pengembangan teknologi di bidang energi baru dan terbarukan. Penciptaan dan pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan diarahkan untuk mendukung kebijakan konservasi dan diversifikasi energi, serta memanfaatkan bauran energi berbasis sumber energi baru dan terbarukan (EBT). Salah satu jenis energi terbarukan yang dapat dikembangkan di Indonesia adalah solar cell. Solar cell merupakan pembangkit listrik yang mampu mengkonversi sinar matahari menjadi arus listrik. Energi matahari sesungguhnya merupakan sumber energi yang paling menjanjikan mengingat sifatnya yang berkelanjutan serta jumlahnya yang sangat besar. Matahari merupakan sumber energi yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan kebutuhan energi di masa depan setelah berbagai sumber energi konvensional berkurang jumlahnya dan tidak ramah terhadap lingkungan hidup. Jumlah energi yang begitu besar yang dihasilkan dari sinar matahari membuat solar cell menjadi alternatif sumber energi masa depan yang sangat menjanjikan. Solar cell juga memiliki kelebihan menjadi sumber energi yang praktis mengingat tidak membutuhkan transmisi karena dapat dipasang secara modular di setiap lokasi yang membutuhkan. Solar cell tidak memiliki akses suara seperti pada pembangkit tenaga angin serta dapat dipasang di mana saja karena hampir setiap lokasi di belahan dunia ini menerima sinar matahari. Bandingkan dengan pembangkit air (hydro) yang dapat dipasang hanya pada daerah-daerah dengan aliran air tertentu. Dengan berbagai keunggulannya maka tidak heran jika di beberapa negara teknologi solar cell sedang giat dikembangkan. Solar cell untuk penerangan jalan umum (PJU), merupakan bagian kecil dari pengembangan solar cell untuk pemenuhan akan energi di masyarakat. Kedepannya, dengan kebijakan bauran energi (energi mix) di Indonesia, porsi untuk energi terbarukan akan ditingkatkan dan penggunaan solar cell untuk PJU juga akan semakin meningkat. Penerapan teknologi solar cell salah satunya dilaksanakan di Kabupaten Bone dalam program Diseminasi Teknologi Spesifikasi Lokasi yang dilaksanakan oleh Kementerian 51

64 Ristek tepat nya di Desa Masago, Kecamatan Patimpeng, Kabupaten Bone. Keberadaan program ini sangat membantu suatu daerah khususnya bagi wilayah yang masih memiliki keterbatasan akses akan sumber energi, khususnya energi baru dan terbarukan. Selama ini, aktifitas sosial dan ekonomi masyarakat di desa Masago, khususnya di malam hari tidak berjalan dengan baik dikarenakan tidak adanya penerangan jalan, di samping itu dengan kebutuhan energi yang semakin meningkat dan tidak diimbangi oleh ketersediaan energi yang memadai, mengakibatkan kondisi kelistrikan di Desa Masago sering padam. Sehingga dengan adanya bantuan dari Kementerian Riset dan Teknologi berupa lampu PJU solar cell, menciptakan harapan baru yang diharapkan memberikan multiplayer effect bagi kemajuan masyarakat di Kabupaten Bone khususnya di Desa Masago. Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki potensi energi surya yang cukup besar dengan radiasi harian rata-rata 4,8 kwh/m2. Pemanfaatan energi surya di daerah pedesaan dapat berperan besar dalam rangka transformasi masyarakat pedesaan dan dapat dijadikan sebagai entry point untuk memacu kegiatan perekonomian masyarakat dan membuka lapangan pekerjaan. Selain itu, akan mewujudkan ketahanan energi nasional yang bermanfaat bagi masyarakat dan mendukung program pencegahan dampak perubahan iklim dengan melakukan diversifikasi energi untuk memenuhi kebutuhan energi di masa mendatang dan guna mendukung pembangunan ekonomi berkelanjutan. Penggunaan solar cell untuk PJU, memberikan keunggulan tersendiri jika dibandingkan dengan PJU yang berbasis energi konvensional. Keunggulan tersebut diantaranya, tidak memerlukan daya listrik PLN dan genset, murni 100% energi yang dihasilkan sinar matahari, masa pemakaian sangat lama dan maintanance mudah, cahaya yang dipancarkan sangat terang dan awet, lebih hemat biaya dan otomatis lampu menyala sendiri, komponen suku cadang PJU solar cell mudah diperoleh, daya lampu super kecil dan cahaya super terang, serta beberapa keunggulan lainnya. Penggunaan solar cell untuk PJU diharapkan dapat mendorong peningkatan aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat di pedesaan khususnya di Desa Masago, Kecamatan Patimpeng, Kabupaten Bone dan diharapkan menjadi bagian dalam mendorong program pemerintah dalam melaksanakan diversifikasi energi. Penggunaan teknologi solar cell untuk PJU perlu terus ditingkatkan baik dari segi kapasitas maupun luasannya, terutama untuk daerah yang akses terhadap listrik PLN masih terbatas. Dengan adanya teknologi solar cell untuk PJU diharapkan memberikan konstribusi positif 52

65 bagi kemajuan daerah. Gambar 3.17 Teknologi Penerangan Jalan Umum Solar Cell Selain itu keuntungan dari teknologi ini dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Energi yang dihasilkan dari solar cell untuk packaging produksi kripik pisang. Gambar 3.18 Pembuatan Kripik Pisang 53

66 Gambar 3.19 Pemanfaatan energi yang berasal dari solar cell untuk proses pengemasan kripik pisang dan pembangunan panel surya yang menjadi pusat kegiatan masyarakat (Kabupaten Manggarai Barat) National Security Pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional untuk national security (IKU 6), pada tahun 2013 ditargetkan 2 (dua) teknologi, terealisasi 2 (dua) teknologi atau tercapai 100 %. Keamanan nasional (national security) menurut Rancangan Undang-undang tentang Keamanan Nasional merupakan kondisi dinamis bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menjamin keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan warga negara, masyarakat, dan bangsa, terlindunginya kedaulatan dan keutuhan wilayah negara, serta keberlangsungan pembangunan nasional dari segala ancaman. Keamanan nasional meliputi: (a) keamanan insani; (b) keamanan publik; (c) keamanan ke dalam; dan (d) keamanan ke luar. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan teknologi berperan sebagai salah satu alat bagi tercapainya keamanan nasional. Teknologi yang dimanfaatkan untuk national security meliputi teknologi yang dikembangkan untuk pertahanan dan kemanan (hankam), kecukupan pangan, dan pemenuhan energi; yang dapat memberikan perlindungan terhadap rakyat, kemudahan dalam mendapatkan pangan dan energi, pengurangan terhadap ketergantungan impor atau pihak asing. 54

67 Tabel 3.11 Pemanfaatan Teknologi Hasil Litbang Nasional untuk National Security Tahun 2011 No Teknologi Deskripsi Outcome 1. Teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Penerapan teknologi PLTS dan PLTB di wilayah perbatasan dalam rangka pengembangan daerah perbatasan Termanfaatkanya teknologi pembangkit listrik untuk meningkatkan nasionalisme wilayah perbatasan 2. Teknologi KTP elektronik (e-ktp) Penerapan hasil inovasi teknologi KTP elektronik untuk meningkatkan kemampuan industri nasional yang meliputi faktor humanware, infoware, hardware, software, netware dan orgaware. Termanfaatkannya teknologi KTP elektronik untuk mendorong bergeraknya industri kreatif (software) serta penguasaan dan alih teknologi berkaitan dengan smart card. Sedangkan capaian kinerja pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional untuk national security pada tahun 2012 ditunjukkan pada Tabel Tabel 3.12 Pemanfaatan Teknologi Hasil Litbang Nasional untuk National Security Tahun 2012 No Teknologi Deskripsi Outcome 1. Teknologi Teknologi roket D-230 RX-1220 Roket Kendalai dengan diameter 122 mm, untuk Hankam berbahan bakar propelan seberat 23 kg, kecepatan terbang 2,7 Mach, dan jarak jangkau sekitar 24 km. Roket D-230 RX-2020 dengan diameter 200 mm, berbahan bakar propelan seberat 53,4 kg, dan jarak jangkau sekitar 36 km. Untuk pengembangan sistem elektronika dan kontrol, telah dilakukan pengembangan Bus Terminal Server RBU, Simulator Source Station, Software Interfacing, Software Firing Control RBU, Software Tactical Management ASW. Adanya peningkatan kapasitas lembaga litbang nasional (Academic excellent), terwujudnya kemandirian nasional dalam teknologi strategis (Social Impact), serta meningkatnya TKDN dalam produk industri yang menguasai hajat hidup orang banyak dan Penghematan devisa dengan menurunnya impor teknologi (economic impact). 2. Teknologi Mitigasi Termanfaatkannya teknologi mitigasi bencana LEWS ini, data Pemanfaatan teknologi Landslide Early Warning 55

68 No Teknologi Deskripsi Bencana Banjir System (LEWS). LEWS memanfaatkan teknologi sensor yang digunakan untuk memonitoring aliran arus air sungai Katiak dan juga memonitoring pergerakan tanah bukit di Jorong Saskand. Data yang dikirimkan dari sensor yang telah terpasang baik di bukit maupun sungai dikirimkan setiap jam ke perangkat lunak yang terinstalasi di Kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Agam menggunakan jaringan GSM dalam bentuk SMS dan ditampilkan dalam bentuk grafik. Outcome pergerakan arus sungai Katiak dan pergeseran tanah di bukitbukit Jorong Kaskand dapat meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap bencana longsor dan banjir bandang, sehingga dapat mengurangi korban jiwa dan kerugian material. Sedangkan capaian kinerja pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional untuk national security pada tahun 2013 ditunjukkan pada Tabel Tabel 3.13 Pemanfaatan Teknologi Hasil Litbang Nasional untuk National Security Tahun 2013 No Teknologi Deskripsi Outcome 1. Teknologi Open Pemanfaatan dan Source Software pengembangan OSS dalam 18 (OSS) (delapan belas) aplikasi egovernment. Keberhasilan ini menjadikan Kota Pekalongan memperoleh penghargaan dari Museum Record Indonesia (MURI) nomor 6161/R.MURI/X/2013, kategori instansi pengguna aplikasi OSS terbanyak. Aspek ekonomi, menekan anggaran untuk pembelian proprietary software, Aspek national security, pada keamanan data dan kemandirian dalam pengembangan software, dan peningkatan ekonomi kreatif melalui pengembangan aplikasi oleh industri teknologi informasi lokal. 2. Teknologi Proses Fixed Bed untuk Mendukung Desa Mandiri Energi Pemenuhan energi secara mandiri dan pengurangan konsumsi energi fosil. Pemanfaatan biogas mampu menghemat komsumsi elpiji (satu keluarga setiap bulan konsumsi elpiji 3 kg antara 3-4 tabung). Biogas telah melayani 42 keluarga. Fixed Bed reactor yang dibangun dengan sistem anaerobik tidak memerlukan lahan luas dan tidak membutuhkan energi untuk aerasi. Menghasilkan gas methan sebagi sumber energi 56

69 1. Teknologi open source software (OSS) Open source software (OSS) menurut US Departement of Defense (DoD) adalah piranti lunak komputer yang tersedia beserta kode sumber (source code) yang dapat digunakan secara bebas baik itu untuk dipelajari, diubah, maupun didistribusikan ulang oleh pengguna perangkat lunak tersebut. 1 Pada umumnya, pengembangan perangkat open source dilakukan secara terbuka dan kolaboratif, misalnya sistem operasi BlankOn Linux. Tiga poin keunggulan OSS jika dibandingkan dengan closed/proprietary software yaitu pada aspek biaya (cost), penyesuaian dengan kebutuhan (customization), dan keamanan (security). Keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan OSS terkait aspek biaya, yaitu menekan anggaran untuk pembelian proprietary software, serta peningkatan ekonomi kreatif sebagai melalui pengembangan aplikasi oleh industri teknologi informasi lokal. Kegiatan pendayagunaan OSS merupakan tindak lanjut dari deklarasi Indonesia! Go Open Source (IGOS) yang dicanangkan oleh Kementerian Riset dan Teknologi bersama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, Kementerian Kehakiman dan HAM, serta Kementerian Pendidikan Nasional. Dalam kurun waktu , Deputi Pendayagunaan Iptek melaksanakan kegiatan Peningkatan Pemanfaatan dan Pengembangan Perangkat Lunak Berbasis "Open Source", bekerja sama dengan LPNK dan komunitas OSS. Berbeda dengan fokus kegiatan di tahun 2010 yaitu pendampingan terhadap pemerintah daerah untuk melakukan proses migrasi ke OSS, dan tahun 2011 monitoring dan evaluasi pilot project alih teknologi OSS, sejak tahun 2012 fokus kegiatan OSS terkait dengan fungsi OSS sebagai enabler terhadap pencapaian keamanan nasional (national security). Salah satu ruang lingkup national security adalah terciptanya keamanan publik. Keamanan publik adalah kondisi dinamis yang menjamin terciptanya keamanan dan ketertiban masyarakat, terselenggaranya pelayanan, pengayoman masyarakat, dan penegakan hukum dalam rangka terciptanya keamanan nasional. Salah satu upaya meningkatkan kualitas pelayanan dan keamanan publik adalah dengan cara pemanfaatan teknologi informasi untuk menunjang tugas pokok pemerintah, yang dikenal dengan e-government. Pada tahun 2013, kegiatan peningkatan pemanfaatan dan pengembangan perangkat lunak berbasis open source dititikberatkan pada pendayagunaan teknologi OSS untuk mendukung kegiatan egovernment. Melalui kegiatan ini, Deputi Pendayagunaan Iptek mendiseminasikan teknologi 1 diakses tanggal 16 Oktober 2013 pukul

70 OSS untuk mendukung e-government melalui pembuatan model migrasi OSS dan pengidentifikasian daerah yang dapat menjadi percontohan bagi pemanfaatan OSS. Keberhasilan beberapa instansi pemerintah dalam mengimplementasikan OSS dinilai perlu diadopsi dan disosialisasikan kepada masyarakat. Kota Pekalongan sebagai salah satu instansi pemerintah daerah yang sukses menerapkan OSS, baik secara manjerial maupun teknis dalam menerapkan OSS untuk mendukung e-government. Gambar 3.20 Manajemen Implementasi OSS Hal ini yang mendasari Kementerian Riset dan Teknologi memberikan penghargaan kepada Kota Pekalongan sebagai Kota Percontohan e-government Berbasis OSS. Awal mula implementasi OSS di Kota Pekalongan adalah karena adanya razia software bajakan oleh aparat kepolisian terhadap warnet-warnet di wilayah tersebut. Hal ini mendorong pemerintah kota tergerak untuk mengembangkan OSS yang murah dan tak perlu lisensi sehingga warnet atau pun kantor pemda dan instansi lainnya bisa menggunakan software yang legal. Dalam pelaksanaan proses migrasi OSS, Pemerintah Kota Pekalongan memiliki masterplan pengembangan infrastruktur yang jelas, seperti tampak pada Gambar

71 Gambar 3.21 Masterplan migrasi OSS Kota Pekalongan Keseriusan Pemerintah Kota Pekalongan dalam pemanfaatan dan pengembangan OSS diwujudkan dengan prestasi sebagai pemda yang memiliki 18 (delapan belas) aplikasi egovernment berbasis OSS. Keberhasilan ini menjadikan Kota Pekalongan memperoleh penghargaan dari Museum Record Indonesia (MURI) nomor 6161/R.MURI/X/2013, kategori instansi pengguna aplikasi Open Source Software (OSS) terbanyak. Beberapa keuntungan yang dirasakan oleh Pemerintah Kota Pekalongan setelah mengaplikasikan OSS antara lain: a) Penghematan anggaran sebesar Rp32 miliar karena tidak perlu membeli lisensi perangkat lunak berbayar. b) Kemandirian pemerintah daerah dalam mengembangkan teknologi informasi tanpa harus tergantung dengan vendor atau pihak ketiga serta kemandirian masyarakat karena aplikasi OSS yang digunakan merupakan free software hasil karya anak bangsa dan akan terus dikembangkan di Kota Pekalongan untuk pembuatan sistem administrasi daerah. c) Peningkatan kemampuan inovasi pengembang aplikasi melalui pengembangan beberapa aplikasi tambahan dari aplikasi yang telah digunakan. Sebagai contoh, aplikasi sistem informasi kependudukan surat keterangan tidak mampu, maka akan melahirkan aplikasi lainnya seperti Raskin (beras miskin) maupun Jamkesda (jaminan kesehatan daerah). Hal ini secara tidak langsung, mempengaruhi 59

72 peningkatan daya saing bangsa. d) Peningkatan industri IT lokal untuk pengembangan aplikasi yang digunakan oleh Pemerintah Kota Pekalongan, dan tidak menutup kemungkinan akan ada permintaan dari Pemerintah Daerah lain untuk mengembangkan aplikasi e-goverment untuk daerah tersebut. Karena dengan penganugerahan Kota Pekalongan sebagai Kota Percontohan Pemanfaatan e-goverment Berbasis OSS ini diharapkan dapat menjadi trigger untuk daerah lain untuk memanfaatkan OSS. e) Keamanan terjamin karena kode pemrograman yang terbuka sehingga bisa dipantau kode apa saja yang termuat dalam software tersebut dan pengguna lebih mudah untuk melakukan troubleshooting ketika ada permasalahan. Selain itu, permasalahan sistem crush, virus dan malware yang minim dijumpai karena mudahnya kostumisasi software sesuai kebutuhan. Selain Kota Pekalongan sebagai role model, entitas pemerintah lain yang menjadi obyek kunjungan lapangan untuk pengumpulan bahan pembanding (benchmark) adalah Kantor Wilayah Kementerian Agama Propinsi Sumatera Selatan dan Pemerintah Kabupaten Sinjai Propinsi Sulawesi Selatan. Data-data yang diperoleh dari daerah-daerah ini dapat dipergunakan sebagai bahan pembanding dalam menilai kondisi antar daerah yang berbeda, untuk bisa lebih memperlengkap sudut pandang. Model migrasi yang diaplikasikan oleh Kota Pekalongan diharapkan dapat dipergunakan oleh daerah lain sebagai acuan dalam melakukan pembangunan berbasis teknologi informasi dan sebagai dasar sekaligus referensi bagi kegiatan implementasi OSS khususnya di lingkungan pemerintahan. Keberhasilan Pemerintah Kota Pekalongan dalam menerapkan OSS ini juga disosialisasikan kepada masyarakat melalui penyelenggaraan rangkaian kegiatan Kota Pekalongan Sebagai Kota OSS yang terdiri dari Seminar Nasional egovernment Berbasis OSS, Workshop dan Pemeran Penerapan OSS dan e-commerce serta MURI Kota Pekalongan sebagai Kota Pengguna Aplikasi e-gov Berbasis OSS Terbanyak. Dari hasil evaluasi terhadap kegiatan Peningkatan Pemanfaatan dan Pengembangan Perangkat Lunak Berbasis "Open Source" di tahun 2013 ini, ditemukan beberapa kendala terhadap pemanfaatan OSS, antara lain: a) Kebiasaan menggunakan proprietary software, sehingga ketika diperkenalkan dengan teknologi baru timbul resistensi. b) Keterbatasan SDM yang menguasai OSS. 60

73 c) Kurang kuatnya kesadaran dan dukungan pimpinan daerah untuk menerapkan software legal berbasis open source. d) Kurang integrasi kebijakan pemerintah pusat terkait penerapan software legal berbasis open source. Gambar 3.22 Kegiatan Implementasi Kebijakan Penerapan e-goverment Berbasis OSS Keterangan Gambar: (a) Penyerahan rekor muri kepada Walikota Pekalongan untuk aplikasi berbasis OSS terbanyak, (b) Penyerahan model Implementasi Kebijakan Penerapan e-goverment Berbasis OSS kepada pemda lain, (c) kegiatan workshop e-government berbasis OSS sebagai rangkaian kegiatan seminar nasional OSS Pemda 2. Teknologi proses fixed bed untuk mendukung desa mandiri energi Industri tahu yang berjumlah lebih kurang unit usaha di seluruh Indonesia, dengan kapasitas produksi lebih dari 2,56 juta ton per tahun, cukup berperan signifikan dalam proses terjadinya emisi gas rumah kaca. Limbah cair yang diproduksi dari proses industrinya (sekitar 20 juta meter kubik per tahun) menghasilkan emisi sekitar 1 juta ton CO 2 ekuivalen per tahun. Dan dari data keberadaan industri tersebut, 80% berlokasi di Jawa, sehingga emisi 61

74 yang dikeluarkan pabrik tahu di Jawa mencapai 0,8 juta ton CO 2 ekivalen per tahun. Konsumsi energi terus meningkat rata-rata 7% per tahun selama 10 tahun terakhir. Dengan teknologi pengolahan limbah yang tepat, limbah tahu yang berdampak buruk terhadap lingkungan air, udara dan tanah tersebut, dapat diolah untuk menghasilkan energi alternatif gas methane yang dapat dimanfaatkan untuk kompor gas rumah tangga. Adapun instalasi teknologi pengolahan limbah cair industri tahu (biogas) yang digunakan dikembangkan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Metoda alat yang digunakan adalah metoda produksi bersih dan efisiensi energi untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang dikembangkan dari Metode GERIAP-UNEP dan Metode Goo House Keeping (GHK). Sedangkan pilot proyek pengolah limbah cair industri tahu ini menggunakan model Fixed Bed Reactor dan dibangun dengan sistem anaerobik dengan pertimbangan tidak memerlukan lahan yang besar dan tidak membutuhkan energi untuk aerasi. Pada prinsipnya, limbah cair yang membahayakan lingkungan dikumpulkan dan diolah menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat seperti makanan ikan, makanan ternak dan gas. Jaringan pipa pengumpul limbah, unit utama yang disebut digester, penampung gas (gas holder), trickling filter, jaringan sisa limbah olahan, kolam penampung air hasil proses, adalah bagian-bagian yang merupakan unsur pendukung sistem pengolah limbah ini. Setelah berhasil dengan percontohan Instalasi Pengolah Limbah (IPAL) yang dibangun oleh Kementerian Negara Riset dan Teknologi bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas pada tahun 2010 di 2 (dua) kawasan sentra industri kecil tahu di Desa Kalisari dan di dusun Ciroyom, Kementerian Riset dan Teknologi bekerjasama dengan Kementerian ESDM, BPPT, BATAN, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas dan Pemerintah Propinsi Jawa Tengah, kembali meluncurkan 3 (tiga) unit percontohan Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) dan Produksi Energi Biogas yang dikenal dengan nama Biolita 1, 2 dan 3 yang bertempat di Purwokerto Kabupaten Banyumas, serta reaktor ke IV di Desa Kalisari atas prakarsa dari Pemda Kabupaten Banyumas bersama Pemprov Jateng. Kerjasama ini bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan potensi sumber daya dalam rangka memanfaatkan hasil-hasil riset, ilmu pengetahuan dan teknologi secara berkelanjutan khususnya terkait Peningkatan Teknologi Produksi Kedelai Dan Pengolahan Limbah Untuk Energi Biogas. 62

75 Beberapa lingkup kegiatan yang akan dilakukan dengan adanya kerja sama ini diantaranya meliputi : 1) Penguatan kelembagaan, sumberdaya, jaringan dan pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk peningkatan produksi Kedelai; 2) Pendayagunaan dan pemanfaatan hasil riset Teknologi Ipal dalam produksi energi biogas dalam mendukung Program Nasional Desa Mandiri Energi (DME); 3) Penyediaan teknologi, pendampingan tenaga ahli dan peningkatan kapasitas dalam aplikasi produksi bersih dan pemanfaatan teknologi pengolahan limbah untuk produksi energi biogas; 4) Penyediaan teknologi dan pendampingan tenaga ahli dalam pemanfaatan varietas unggul kedelai; 5) Pengembangan sumberdaya manusia, penyediaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk peningkatan produksi kedelai; dan 6) Pembentukan konsorsium pemanfaatan teknologi peningkatan produksi kedelai dan pengolahan limbah untukeenergi biogas; serta 7) Penyediaan fasilitas pendukung guna meningkatkan produksi kedelai dan menciptakan lingkungan bersih untuk pemenuhan kebutuhan energi biogas. Keberhasilan penerapan hasil teknologi pertanian benih unggul kedelai, berkembangnnya inovasi sistem pengolah limbah dan penghasil biogas, telah mengantar Desa Kalisari, Banyumas, menuju Desa Mandiri Energi. Tahap lanjut kegiatan ini juga ditingkatkan dengan pembentukan "Konsorsium Pemanfaatan Teknologi Peningkatan Produksi Kedelai Dan Pengolahan Limbah Untuk Energi Biogas" yang melibatkan tujuh pihak yaitu Kementerian Ristek, Kementerian ESDM, BPPT, BATAN, UNSOED, Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas, dan Pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Penerapan teknologi pengolahan limbah tahu yang telah dilaksanakan oleh Kementerian Ristek dan BPPT selain berhasil menurunkan dampak negatif pengaruh limbah tahu terhadap lingkungan air, udara dan tanah, juga berhasil mengkonversi menjadi gas methane secara optimal sehingga bisa dimanfaatkan untuk kompor gas rumah tangga. Tahun 2013 Biolita 1 berhasil mengolah limbah tahu dari 17 UKM dan dimanfaatkan untuk kompor gas rumah tangga bagi 22 KK. Untuk Bioloita 2 telah berhasil mengolah limbah tahu dari 7 UKM dan dimanfaatkan untuk kompor gas rumah tangga bagi 17 KK, demikian dengan Bioloita 3 telah berhasil mengolah limbah tahu dari 43 UKM dan dimanfaatkan untuk kompor gas rumah tangga bagi 48 KK. Pemanfaatan biogas mampu menghemat komsumsi elpiji, misalnya dalam satu keluarga setiap bulan komsumsi elpiji 3 kg antara 3-4 tabung. Pemanfaatan biogas tidak hanya untuk warga yang memiliki UKM tahu, tetapi juga keluarga yang tidak mampu. Pada tahun

76 lalu, kapasitasnya mencapai 1,4 ton dengan limbah cair sebanyak liter yang berasal dari 45 UKM tahu. Tahun 2013 biogas telah melayani 42 keluarga. Tetapi sebetulnya masih bisa melayani sampai 71 keluarga, berdasarkan penelitian dari BPPT dan Ristek. Pada tahun 2014 diharapkan reaktor tersebut bakal mengolah limbah tahu sebanyak 4,5 ton per hari yang berasal dari 148 perajin tahu. Dari hasil tersebut, setidaknya ada 200 rumah yang akan dilayani oleh biogas tersebut. Dengan mempertimbangkan potensi limbah cair organik tahu saja, nilai pengurangan emisi sudah cukup besar. Jika ditambah lagi dengan manfaat-manfaat signifikan lainnya, terutama aspek lingkungan yang hingga saat ini masih belum dimasukan ke dalam perhitungan ekonomi dari sebuah teknologi sejenis yang didiseminasikan untuk mengolah jenis limbah organik lainnya di Indonesia terutama limbah yang mengandung kadar organik tinggi seperti limbah gula, serta limbah cair dari industri minyak kelapa sawit, maka potensinya akan lebih besar lagi. Kedepannya, teknologi fixed bed reaktor akan menjadi teknologi yang prospektif di sektor energi dan lingkungan. Karena keberhasilan desa tersebut mengolah limbah tahu menjadi biogas dengan memanfaatkan instalasi pengembangan air limbah, Desa Kalisari dinobatkan sebagai Desa Mandiri Energi. Banyak instalasi pengolahan air limbah (IPAL) di Indonesia, tetapi hanya di Desa Kalisari merupakan salah satu yang terbesar, karena berada di satu tempat. IPAL di Desa Kalisari ini merupakan salah satu yang terbaik di Indonesia. Berkaitan dengan kondisi tersebut, Kementerian Ristek akan mendampingi, dan jika nantinya ada teknologi terbaru tentu akan dicobakan lagi di Desa Kalisari. Kementerian Ristek juga akan terus mendorong pemanfaatan limbah-limbah seperti ini menjadi biogas. Ia mencontohkan di Banyumas tidak hanya limbah pembuatan tahu, tapi ada limbah tapioka. Gambar 3.23 Pemanfaatan teknologi proses fixed bed mendukung desa mandiri energi 64

77 3.3.4 Aplikasi dan Alih Teknologi Hasil Riset Bidang Pertanian, Peternakan dan Perikanan Program agrotechnopark (ATP) bertujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi lahan kering dan lahan rawa-rawa dengan penerapan teknologi pertanian, peternakan dan perikanan secara terpadu serta menyelenggarakan transfer teknologi bagi masyarakat guna mencetak sumber daya yang terampil dalam bidang agroteknologi dan agribisnis. Secara sederhana, kegiatan ATP yang dikembangkan ke depan diharapkan akan menjadi pusat alih teknologi dan pusat percontohan pertanian terpadu. Untuk mencapai hal tersebut maka kegiatan yang dilakukan diarahkan untuk meningkatkan alih teknologi kepada masyarakat yang layak teknis dan ekonomis serta ramah lingkungan, membangun kawasan percontohan yang dapat memfasilitasi upaya peningkatan produktivitas efisiensi dan nilai tambah komoditas produk pertanian melalui penerapan agro teknologi terpadu, meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang terampil dan mandiri, dan menumbuhkan budaya iptek pertanian di kalangan generasi muda melalui agrotehnoedutourism. Sedangkan tujuan dari kegiatan ATP adalah untuk menyediaan paket teknologi dalam mengoptimalkan pemanfaatan potensi lahan kering dan rawa-rawa, membangun kawasan yang mengintegrasikan teknologi pengembangan produk-produk pertanian, peternakan dan perikanan dengan program pengembangan sumber daya manusia serta menerapkan konsep teknologi pertanian yang terpadu untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sekitarnya. 1) Bidang Pertanian Satu dari kegiatan ATP adalah bidang pertanian di mana budidaya tanaman ATP merupakan kegiatan pertanian tanaman pangan yaitu tanaman jagung, kedelai, serta tanaman pangan penunjang seperti ubikayu dan pakan hijauan makanan ternak. Tanaman jagung yang berhasil ditanam pada tahun 2013 mencapai 30 Ha dengan produktivitas rerata 4,3 ton/ha jagung pipil kering. Hasil panen tersebut akan dimanfaatkan sebagai pakan ternak baik untuk ternak unggas maupun ternak ruminansia. Penanaman jagung hibrida menerapakan teknologi pemakaian benih jagung hibrida nasional dan benih komposit galur harapan (hasil penelitian) di ATP, optimalisasi populasi per satuan luas (dengan jarak tanam 65 cm x 20 cm), pemupukan berimbang dengan dosis N : P : K sebesar 150 kg : 36 kg : 30 kg. Kegiataan budidaya ini berpola kemitraan dengan masyarakat/kelompok tani binaan ATP yang beranggotakan sekitar 23 petani. 65

78 Gambar 3.24 Tanaman jagung hibrida di ATP 2013 Budidaya tanaman kedelai merupakan kegiatan penangkaran benih sebagai salah satu upaya penyediaan benih unggul bersertifikat kepada masyarakat. Varietas kedelai yang dihasilkan berasal dari hasil pemuliaan LPNK Batan yaitu varietas Rajabasa, Mitani, Mutiara. Varietas ini memiliki keunggulan antara lain tahan terhadap lahan cekaman masam, toleran terhadap penyakit hawar daun, serta berbiji sedang (13 gram per 100 butir) sedangkan varietas Mitani memiliki beberpa keunggulan diantaranya kandungan protein yang tinggi (40%) dan tahan terhadap penyakit karat daun. Gambar 3.25 Penangkaran benih kedelai varietas Rajabasa Penangkaran dan uji adaptasi benih sorghum manis dilakukan di Bulan April 2013 dengan menggunakan 1 (satu) varietas mutan BATAN yaitu varietas Pahat, dan 2 (dua) galur harapan mutasi BATAN yaitu PATIR-1 dan PATIR-4. Dari hasil penangkaran tersebut didapatkan bahwa varietas Pahat memiliki potensi hasil malai tertinggi yaitu 30 ton per ha, dan PATIR-4 memerlukan uji adaptasi lanjut dikarenakan masih belum 66

79 seragamnya vigor tanaman. (a) (b) (c) Gambar 3.26 Ujicoba Sorghum Hasil BATAN: (a) Galur PATIR-1, (b) Galur PATIR-4, (c) Varietas Pahat 2) Bidang Peternakan Bidang peternakan di ATP terdiri dari jenis ternak ruminansia (sapi dan kambing) dan jenis ternak unggas (itik dan ayam petelur). Kondisi peternakan sapi di ATP di tahun 2013 berusaha untuk mempertahankan aset ternak sapi. Bangsa ternak sapi yang dipelihara saat ini terdiri dari sapi Bali, sapi PO, dan brahman cros (BX). Komposisi jumlah ternak sapi per 30 Desember 2013 ditunjukkan pada Tabel

80 Tabel 3.14 Komposisi jumlah ternak sapi per 31 Desember 2013 Jenis Ternak Jumlah (Ekor) Ket Indukan betina 68 Umur diatas 10 tahun Indukan jantan 6 Umur 5-8 tahun Anakan 14 Ternak yang diperbantukan ke petani (3 desa di 2 kabupaten) 22 Total Populasi 110 >1-2 tahun 2 Poktan Kab. Ogan Ilir, 1 Poktan Kab. Banyuasin Gambar 3.27 Kondisi pembibitan dan peternakan sapi Pada tahun 2013, jumlah ternak yang lahir sejumlah 25 ekor, dan jumlah kematian ternak sapi selama tahun 2013 terdapat 18 ekor ternak. Rentannya kasus penyakit yang sering terjadi di ATP seperti bloat/kembung, malnutrisi, scabies/kurap, cacing hati (pasciola hepatica), paru-paru, distokia (sulit melahirkan), dan indukan mengalami prolapsus. Pada umumnya kematian sapi ini terjadi pada sapi indukan dan pada saat akan melahirkan anakan (terjadi prolapsus). Peristiwa tersebut diakibatkan gizi yang dibutuhkan/sarana produksi (obat dan vitamin) pada pemeliharaan sapi indukan yang terbatas dan peralatan kesehatan yang terbatas serta tidak adanya tenaga ahli kesehatan hewan. Pada ternak ruminansia kecil, jenis kambing yang dipelihara adalah jenis kambing boerawa dan kambing lokal, serta pejantan F1 boer. Pola pemeliharaan kambing dimitrakan dengan petani. Culling ternak kambing pada tahun 2013 sebesar 5 (lima) ekor, merupakan ternak pejantan yang sudah tua serta hasil anakan oleh petani mitra, sedangkan kematian ternak cukup tinggi khususnya kematian anakan sebanyak 10 ekor. 68

81 Hal ini disebabkan karena induk kambing tidak mau menyusui anaknya dan lahir secara prematur. Pada ternak unggas, dilakukan kegiatan pemeliharaan ternak dengan formulasi pakan berdasarkan formulasi ransum dari BPPT, pada tahun 2013 ini kegiatan inseminasi tidak dilakukan dikarenakan indukan bebek banyak yang sudah tidak produktif dan afkir. Kegiatan pembesaran anakan (grower) difokuskan pada kegiatan ternak ayam di mana jika diperhitungkan nilai ekonomisnya lebih baik dibandingkan ternak itik. Gambar 3.28 Kondisi pembibitan ayam petelur Populasi ternak itik pada tahun 2013 mencapai 1000 ekor, terdiri dari 800 ekor bibit itik, 200 ekor itik pejantan dan untuk pembesaran DOC/Day Old Chick sebanyak 1800 ekor, di mana 500 ekor diantaranya sudah menghasilkan telur ayam dan direncanakan di tahun 2014 akan dilakukan kegiatan penetasan ayam. 3) Bidang Perikanan Kegiatan perikanan tahun 2013 lebih fokus kepada pembenihan ikan nila. Induk yang digunakan merupakan hasil persilangan berbeda lokasi yaitu jantan asal BBAT Sukamandi dengan betina seleksian dari ATP3. Hal ini bertujuan untuk menghindari inbreeding. Jumlah induk yang digunakan sebanyak 9 (sembilan) paket (900 ekor jantan : 2700 ekor betina). Pemijahan dilakukan secara massal dalam kolam permanen. Larva yang dikeluarkan oleh induk betina diambil setiap 2 jam sekali dan direndam dengan hormon methyltestosteron produksi BATAN. Perendaman ini bertujuan untuk menjadikan benih berkelamin jantan tunggal, karena ikan berkelamin jantan pertumbuhannya lebih 69

82 cepat dibandingkan ikan betina. Benih dipelihara dalam hapa hijau ukuran 3 x 4 m sampai ukuran 1-2 cm selama minggu, 3-5 cm selama 4 minggu dan 4-6 cm selama 5 minggu. Setelah mencapai ukuran di atas benih diambil oleh petani daerah Kayu Agung (Kab. OKU Sumsel), Kota Palembang, Kota Prabumulih, Kota Muara Enim, Desa Pemulutan kabupaten Indralaya, Lampung dan Pematang Panggang. Benih-benih yang dihasilkan belum dapat memenuhi jumlah permintaan dari petani tersebut, sehingga ke depan, produksi benih nila dalam jumlah yang banyak masih berpeluang sangat besar. 4) Bidang Diseminasi Teknologi a) Bidang penelitian dan pendidikan Kegiatan penelitian yang dilaksanakan di ATP difokuskan pada kegiatan pertanian, peternakan, dan perikanan. Ketiga bidang kegiatan ini meliputi juga kegiatan biocyclofarming. Penelitian terkait dengan bidang pertanian, peternakan, dan perikanan dengan melibatkan mahasiswa S1, S2, dan S3. Pada setiap penelitian tersebut menghasilkan rekomendasi baik yang diperuntukkan bagi kepentingan ATP sendiri maupun bagi masyarakat luas. Kegiatan produksi benih kedelai tetap dilaksanakan dengan varietas benih kedelai BATAN (Rajabasa, Mitani dan Mutiara I) dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan benih kedelai masyarakat di Sumatera Selatan. Di tahun 2013 juga dilakukan uji adaptasi dan penangkaran benih tanaman sorghum manis hasil mutasi dari LPNK PATIR BATAN. Percobaan reproduksi dan inseminasi buatan pada sapi Bali dan sapi PO dengan melakukan sperma sexing, dilakukan atas kerjasama dengan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Ogan Ilir dan BPTU (Balai Penelitian Ternak Unggul) Sembawa Sumatera Selatan. Dari hasil percobaan ternyata sapi Bali lebih produktif dari sapi PO dan nilai ekonomis sapi Bali sangat kompetitif. Di bidang perikanan, aplikasi hasil penelitian dan pengembangan metode pembenihan ikan nila, pendederan dan pemeliharaan bibit ikan nila secara kontinu masih berdasarkan pada rekomendasi peneliti LIPI yang merupakan hasil penelitian yang terbukti di tahun-tahun sebelumnya. Pemanfaatan teknologi 70

83 dengan menggunakan hormon Methil Testosteron (MT) dari BATAN, sangat membantu dalam pembesaran bibit ikan nila sehingga mempercepat fase panen bibit. Kegiatan praktikum mahasiswa, dilaksanakan terjadwal setiap hari Jumat dan Sabtu. Kunjungan mahasiswa untuk kegiatan lapangan dilayani oleh beberapa orang pegawai ATP yang ditugaskan untuk itu. Beberapa mata kuliah, misalnya Dasar-dasar Agronomi, Produksi Tanaman Semusim, Mekanisasi Pertanian, Klimatologi Pertanian, Perikanan, terjadwal setiap semester. Jumlah mahasiswa yang mengikuti kegiatan ini, bervariasi paada setiap mata kuliah yang berkisar antara 40 > 100 an orang. Kegiatan praktikum tidak hanya dilakukan oleh mahasiswa Unsri, tetapi juga oleh mahasiswa perguruan tinggi swasta di Sumatera Selatan, seperti Universitas IBA dan Universitas Tridinanti. Gambar 3.29 Siswa magang Sekolah Menengah Kejuruan Pertanian Peternakan b) Kegiatan pelatihan Tahun 2013, ATP menyelenggarakan pelatihan pertanian terpadu dengan melibatkan bidang pertanian dan peternakan secara simultan. Tahun 2013 ini, ATP melaksanakan beberapa pelatihan bidang pertanian dan peternakan. Beberapa kegiatan pelatihan bidang pertanian pada tahun 2013 berkisar pada pertanian terpadu berbasis penangkaran benih bersertifikat, pengolahan limbah untuk media jamur dan pakan awetan ternak sapi, dengan peserta berasal beberapa kabupaten kota di Sumatera Selatan. Kegiatan ini bekerjasama dengan 71

84 Universitas Sriwijaya. Pelatihan dan pengawalan teknologi budidaya pertanian untuk tanaman jagung dan kedelai juga merupakan kegiatan rutin yang dilakukan terutama untuk petani sekitar ATP. Gambar 3.30 Kegiatan Pelatihan oleh ATP Model Pengembangan Puspa Iptek Daerah ( Medan, Kalsel, Kalbar, dan Bengkulu) Pusat Peragaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PP IPTEK) merupakan science center di Indonesia yang beroperasi sejak tahun PP IPTEK menjadi tempat bagi generasi muda untuk mengembangkan inovasi dan kreasi dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Jumlah penduduk Indonesia yang padat dan tersebar di 33 provinsi, menjadikan dasar pemikiran bagi pembangunan pusat peragaan iptek di daerah, guna memberikan keleluasaan bagi generasi muda dan masyarakat dalam mengenal dan mempelajari iptek. Guna mengakomodasi kebutuhan masyarakat akan informasi iptek, diharapkan di setiap daerah minimal terdapat 1 (satu) buah pusat peragaan iptek. Pembangunan pusat peragaan iptek daerah dilaksanakan secara bertahap sejak tahun 2010, dengan target terbentuknya 4 (empat) model pusat peragaan iptek daerah hingga tahun Kementerian Riset dan Teknologi melalui Program Pembudayaan Iptek bekerjasama dengan PP IPTEK merintis pendirian pusat peragaan iptek di daerah melaui kegiatan Science for All yang dikemas dalam bentuk peragaan iptek keliling, focus group discussion (FGD), workshop dan pelatihan terkait pengelolaan pusat peragaan iptek guna memberikan dorongan mulai beroperasinya galeri pusat peragaan iptek daerah. 72

85 Capaian pendirian pusat peragaan iptek sampai dengan tahun 2013, selain PP IPTEK di Jakarta, pusat peragaan iptek juga sudah dibangun dan beroperasi di daerah, di bawah pembinaan Kementerian Riset dan Teknologi dan PP IPTEK, meliputi: 1. Graha Teknologi Sriwijaya, Palembang, Sumatera Selatan 2. Sun Dial, Kota Baru Parahiyangan, Padalarang, Bandung, Jawa Barat 3. Taman Pintar, Jogyakarta 4. Iptek Center, Sawah Lunto, Sumatera Barat 5. Galeri Iptek Mpu Tantular, Sidoarjo, Jawa Timur 6. Jatim Park, Malang, Jawa Timur 7. Kura-kura Ocean Park, Jepara, Jawa Tengah 8. Kendari Science Center Pusat Peragaan Iptek Daerah yang menjadi target perintisan pada tahun 2013 adalah: 1. Pontianak, Kalimantan Barat 2. Medan, Sumatra Utara 3. Bengkulu Target terbentuknya 4 (empat) model science center dari Kementerian Riset dan Teknologi pada tahun 2013, yaitu: 1) Terbentuknya model small science center di Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Perintisan science center di Pontianak ditandai dengan adanya pelatihan pengelolaan science center guna mempersiapkan tenaga-tenaga profesional untuk mengelola dan mengembangkan science center di daerah tersebut. Kegiatan pelatihan dilaksanakan pada tanggal Desember 2013, di mana pengelola science center direkrut dari kalangan guru IPA SD, SMP, SMA dan mahasiswa dengan background sains dan teknik. Materi pelatihan terdiri dari : a) PP IPTEK dan rintisan science center daerah b) Pengelolaan sumberdaya manusia science center c) Pengelolaan keuangan science center d) Pengembangan dan perawatan galeri alat peraga e) Operasional program dan pengelolaan kepemanduan Small science center di Pontianak akan dilakukan soft launching pada tahun 2014 dan grand launching pada tahun 2015 dengan target Science Center Pontianak telah menempati lokasi untuk Model Center Medium Science. 73

86 2) Model pusat peragaan IPTEK yang menjadi capaian Kementerian Riset dan Teknologi ke-2 yaitu berdirinya small science center di Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Pusat Peragaan Iptek Banjar Baru atau disebut Science Center Banjarbaru merupakan wahana pembelajaran iptek ke-9 yang berdiri di Indonesia dan telah menjadi anggota Asosiasi Science Center Indonesia (ASCI). Soft launching telah dilaksanakan pada tahun 2013 dan grand launching akan dilaksanakan pada tahun 2015 dengan target science center telah menempati lokasi untuk Model Medium Science Center. Dengan nama Ruang Iptek, lokasi ada di dalam lingkungan Museum Lambung Mangkurat Kota Banjarbaru Kalimantan Selatan. Lokasi ini dipilih karena lokasinya yang representatif dan strategis, sehingga mudah dijangkau pelajar dan masyarakat umum. Diharapkan, science center ini mampu menarik minat para pelajar di kota Banjarbaru maupun di kota-kota sekitar Banjarbaru. Museum Lambung Mangkurat merupakan lokasi sementara karena Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan sudah menganggarkan pembuatan master plan tahun 2014 dan diharapkan pada tahun 2015 sudah terbangun gedung khusus untuk science center di lokasi kawasan perkantoran Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. Gambar 3.31 Science center Banjarbaru 74

87 Tahap berikutnya, pihak Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Kalimantan Selatan akan terus mengawal perkembangan science center di Banjarbaru, khususnya dalam rencana pembangunan sebuah science center di kawasan perkantoran dan bisnis seperti yang telah disampaikan oleh Gubernur Kalimantan Selatan. Sedangkan Kementerian Riset dan Teknologi melalui Pusat Peragaan IPTEK akan terus memberikan pendampingan dalam proses pengelolaan science center Banjarbaru. 3) Model Pusat Peragaan IPTEK didaerah ke-3 adalah terbentuknya model small sceince center di Medan, Sumatra Utara. Fasilitas ruang sudah disediakan oleh Balitbang hanya 5 X 7m2 dengan 15 unit alat peraga yang sudah ada, namun kedepannya akan di usahakan ruangan yang lebih besar yaitu di Museum Negeri Medan, dengan luas bangunan sekitar 1000m2 dan lahan 1500m2, kepastian lokasinya akan ditentukan dalam waktu dekat. Gambar 3.32 Small science center Medan 4) Model Pusat Peragaan IPTEK daerah yang menjadi target ke-4 Kementerian Riset dan Teknologi pada tahun 2013 adalah Bengkulu. Bengkulu telah menetapkan akan mendirikan science center daerah, dengan tersusunnya plan science master center dengan nama Taman Pendidikan. Lokasi science center sedang dalam tahap pembahasan, namun diperkirakan akan membutuhkan lahan seluas 4.5 Ha. Secara detail masterplan Taman Pendidikan Bengkulu telah dipersiapkan. Diskusi serta pendekatanpendekatan birokrasi telah dilakukan oleh Kementerian Ristek dengan melakukan beberapa kali pertemuan dengan pihak terkait. Keterbatasan anggaran menjadi kendala dalam realisasi pembangunan Taman Pendidikan Bengkulu, namun demikian ditargetkan pada tahun 2015 ini akan dilaksanakan soft launching. 75

88 Gambar 3.33 Penyerahan alat peraga kepada Taman Pendidikan Laporan Hasil Evaluasi dan Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan Pendayagunaan Iptek Evaluasi terhadap kebijakan diantaranya dilaksanakan melalui validasi konfirmasi bahan rumusan rekomendasi kebijakan yang meliputi : 1. Identifikasi permasalahan iptek di masyarakat 2. Faktor penentu pendayagunaan iptek dimasyarakat 3. Faktor penentu pendayagunaan iptek di masyarakat 4. Strategi peningkatan kapasitas masyarakat 5. Strategi peningkatan kapabilitas inovasi masyarakat 6. Strategi peningkatan sinergi keberlanjutan pemanfaatan teknologi Kelompok masyarakat yang dijadikan sampel untuk dimintakan pendapatnya dalam pelaksanaan evaluasi adalah pemuka masyarakat, mahasiswa yang tergabung dalam Tim KKN Yogyakarta, dosen, pemerintah daerah dan swasta. Sebagian besar menyetujui usulan rekomendasi kebijakan dengan beberapa penekanan sebagai berikut: 1. Seluruh kelompok menyetujui dukungan keberlanjutan sinergi pemanfaatan teknologi menjadi hal yang harus mendapat perhatian lebih dari pemerintah untuk menekan terjadinya program pemberdayaan iptek masyarakat yang mangkrak. 2. Pola Fasilitasi-Asistensi pemberdayaan masyarakat perlu diintensifkan secara terus menerus, disamping hal ini berguna untuk menjadikan masyarakat semakin paham juga bertujuan untuk membangun motivasi masyarakat dalam berinovasi karena penyebab 76

89 mangkraknya program pemberdayaan iptek masyarakat sejauh ini salah satunya adalah pola fasilitasi-asistensi terhenti. 3. Pengembangan kapasitas masyarakat dalam mengelola kebutuhan inovasi dapat dilakukan dengan memberi akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat pada sumbersumber informasi, diantaranya memperkenalkan penggunaan internet untuk mencari pengetahuan tambahan berkenaan dengan kebutuhan inovasi. 4. Penguatan ketersediaan layanan teknologi - help desk tetap diperlukan dalam upaya memberi informasi berupa bimbingan yang bersifat instan. Berikut adalah gambaran tingkat harapan masyarakat terhadap dukungan intervensi pemerintah didalam peningkatan program pemberdayaan iptek masyarakat: Gambar 3.34 Tingkat harapan masyarakat terhadap dukungan intervensi pemerintah didalam peningkatan program pemberdayaan iptek masyarakat Evaluasi kegiatan lain yang dilaksanakan oleh tim Kedeputian Pendayagunaan Iptek adalah 77

90 dengan mengadakan pertemuan yang ditujukan untuk konfirmasi kegiatan yang dilaksanakan di ATP : 1. Harapan yang diinginkan meliputi peningkatan potensi masyarakat dengan memberikan pendampingan baik dalam pengelolaan permodalan dan pelatihan. Pengelolaan konsumen pasar di mana produksi di akhir dapat dimanfaatkan masyarakat. 2. Peningkatan peran penyuluh sangat diperlukan, dari aspek mediator, bagaimana memberdayakan masyarakat, dan siapa yang yang bertanggung jawab. Permasalahan lainnya adalah belum adanya penyesuaian musim pertanian dengan pencairan anggaran. 3. Perlunya kegiatan pengawalan dan pendampingan dari mulai hulu sampai hilir, sampai ke tingkat pemasarannya. Perlunya juga teknologi penciptaan kearifan lokal. 4. Perlunya management ABG dan Komunitas Academic, Bisnis, Government and Communities. Perlunya penghargaan terhadap paten dan pendampingan tidak hanya pada awal pekerjaan tetapi pendampingan sampai pemasaran. 5. Perlunya koordinasi dengan kementerian lain, bekerjasama dengan perguruan tinggi, kelompok-kelompok tani atau swasta yang mengelola CSR misalnya pabrik pupuk Sriwijaya terkait dengan bantuan pupuk bagi petani. Gambar 3.35 Diskusi dengan ATP 78

91 3.4 Kegiatan Kajian Pendukung Rekomendasi Kebijakan Analisis Pendayagunaan dan Kebutuhan Iptek Lembaga Litbang Pemerintah Inovasi teknologi itu harus memiliki arah, strategi, dan agenda yang dibutuhkan oleh Indonesia dan yang diperlukan oleh dunia, sehingga diperlukan identifikasi challenges and problems yang dihadapi bangsa Indonesia dan masyarakat sedunia. Oleh karenanya, diperoleh Iptek yang bisa berkontribusi, bisa memberikan solusi atas masalah-masalah tersebut. Sistem Inovasi Nasional merupakan sebuah konsep tentang penataan jejaring yang kondusif di antara para pelaku lembaga ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) pada suatu sistem yang kolektif dalam penciptaan (creation), penyebaran (diffusion), dan penggunaan (utilization) ilmu pengetahuan (knowledge) untuk pencapai inovasi. Dalam Renstra Kementerian Ristek telah disebutkan bahwa visi Ristek dalam pembangunan Iptek adalah Iptek untuk Kesejahteraan dan Kemajuan Peradaban. Sesuai dengan program prioritas nasional, iptek untuk kesejahteraan berarti kemajuan iptek harus mampu menyelesaikan berbagai permasalahan bangsa saat ini. Karena itu diperlukan pendayagunaan iptek di seluruh pemangku kepentingan, termasuk institusi pemerintah. Disinyalir tidak semua hasil litbang dapat digunakan oleh pengguna, tidak semua hasil litbang yang digunakan oleh pemerintah berasal dari lembag litbang dalam negeri. Untuk mendapatkan keyakinan dari sinyalemen tersebut akan dilakukan analisis pendayagunaan dan kebutuhan iptek Lembaga Pemerintah Kementerian yang berasal dari Lembaga Litbang Kementerian sendiri. Maksud dan tujuan dari kegiatan ini adalah melakukan analisis pendayagunaan dan kebutuhan iptek institusi di lingkungan Kementerian untuk mengetahui adopsi iptek yang dihasilkan Lembaga Litbang Kementerian oleh Lembaga Pemerintah Kementerian ( LPK). Selain itu juga dalam rangka menyusun rekomendasi kebijakan pendayagunaan dan kebutuhan iptek Lembaga Litbang Kementerian. Mengacu pada hasil kajian ini, terdapat beberapa rekomendasi kebijakan kepada Kementerian Riset dan Teknologi yaitu: a) Meningkatkan perannya dalam koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang riset dan teknologi Koordinasi diperlukan agar penyedia memahami spesifikasi kebutuhan pengguna produk iptek. Sementara dari sisi pengguna produk iptek, koordinasi diperlukan agar pengguna produk iptek dapat memperoleh informasi tentang 79

92 dukungan iptek apa saja yang dapat diberikan oleh penyedia, penyedia mana yang memiliki kapasitas untuk menghasilkan produk iptek tertentu, dan penyedia mana yang harus dihubungi untuk mendapatkan produk iptek tertentu b) Meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi program iptek dalam pendayagunaan iptek di instansi pemerintah. Peningkatan pendayagunaan iptek di instansi pemerintah merupakan muara dari berbagai upaya penguatan kelembagaan, sumber daya, dan jaringan iptek, serta peningkatan relevansi produk iptek dengan kebutuhan pengguna. c) Mendorong harmonisasi antara pembuat kebijakan dengan lembaga implementatif. Diperlukan adanya mekanisme komunikasi dan dan pembagian tugas secara jelas terkaitpemenuhan kebutuhan produk iptek yang bersifat lintas sektor dan lintas instansi d) Mendorong pemahaman mengenai pentingnya pembuatan kebijakan berdasarkan hasil riset (research-based policy). Kebijakan yang tepat sasaran dan berdasarkan pada kebutuhandapat meningkatkan pemanfaatan hasil balitbang kementerian dan pemerintah provinsi e) Meningkatkan koordinasi antara keasdepan dan kedeputian di dalam Kementerian Riset dan Teknologi Keasdepan pendayagunaan iptek instansi pemerintah tidak dapat berdiri sendiri tanpa pondasi koordinasi di antara para pemangku kepentingandi dalam Kementerian Ristek sendiri, dengan pendayagunaan iptek di sektor lainnya, penguatan kelembagaan, sumber daya, jaringan, dan peningkatan relevansi produk iptek yang dihasilkan oleh pelaku riset/penyedia produk iptek Hasil kajian ini juga merekomendasikan penyusunan atau perubahan kebijakan terkait kegiatan riset dan teknologi. Kebijakan-kebijakan tersebut tidak hanya berpusat pada Kementerian Riset dan Teknologi (Ristek), namun juga yang dapat dilakukan masing-masing kementerian maupun pemerintah provinsi yang dianalisis dalam kajian ini. Rekomendasi untuk kementerian dan pemerintah provinsi terkait adalah sebagai berikut: a) Kementerian Pertanian: Meneruskan program pendayagunaan iptek yang sesuai dengan kebutuhan internal kementerian dan juga kebutuhan di bidang pertanian secara nasional, serta memperluas jejaring kerjasama pendayagunaan iptek dengan Kementerian lain, pemerintah-pemerintah provinsi, akademisi, maupun pihak swasta. b) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral:Memperluas pendayagunaan hasil iptek balitbang Kementerian ESDM tidak hanya untuk Kementerian ESDM saja, melainkan 80

93 juga untuk kementerian lainnya dan pemerintah-pemerintah provinsi. c) Kementerian Komunikasi dan Informatika: Meningkatkan kapasitas Balitbang Kementerian Kominfo agar tidak hanya menyediakan rekomendasi kebijakan, melainkan juga dapat menghasilkan produk iptek terapan yang langsung bisa diaplikasikan, serta memperluas jejaring kerjasama pemenuhan kebutuhan iptek tidak hanya dengan instansi pemerintah lainnya, tetapi juga dengan unsurakademisi dan swasta d) Kementerian Perhubungan : Meningkatkan kapasitas Balitbang Kementerian Perhubungan agar tidak hanya menyediakan rekomendasi kebijakan, tetapi juga dapat menghasilkan product application, serta merintis kerjasama pemenuhan kebutuhan iptek dengan instansi pemerintah lainnya, akademisi, dan swasta. Perlu diperhatikan juga bahwa transportasi yang merupakan bidang iptek yang paling sering dibahas di media nasional, menuntut peran Kementerian Perhubungan dalam mendukung segala hal yang terkait dengan iptek di bidang transportasi e) Kementerian Pekerjaan Umum: Meneruskan program pendayagunaan iptek yang sesuai dengan kebutuhan internal Kementerian dan juga kebutuhan di bidang infrastruktur secara nasional, serta memperluas jejaring kerjasama pendayagunaan iptek dengan kementerian lain, pemerintah-pemerintah provinsi, kademisi, maupun pihak swasta. Selain itu, perlu diperhatikan bahwa pentingnya infrastruktur dalam perkembangan iptek dan perekonomian nasional jugamenuntut peran sentral Kementerian PU dalam memberikan dukungan infrastruktur untuk pihak-pihak lainnya secara nasional. f) Kementerian Pertahanan: Meneruskan program pendayagunaan iptek yang sesuai dengan kebutuhan internal Kementerian sebagai singlebuyer, serta memperluas jejaring kerjasama pendayagunaan iptek dengan kementerian lain, pemerintah-pemerintah provinsi, akademisi, maupun pihak swasta, tentunya dengan selalu mengutamakan kepentingan nasional g) Pemerintah Provinsi Jawa Timur: Meningkatkan peran Balitbangda untuk melakukan riset kebijakan untuk peningkatan pelayanan publik berbasis academic research, peningkatan daya saing, dan riset teknologi tinggi, tidak hanya pada level riset terapan yang sebenarnya cukup dapat dilakukan SKPD (Satuan Kerja Pemerintah Daerah) terkait. 81

94 Output: 1 (satu) rekomendasi kebijakan Outcome: - Optimalisasi peran lembaga litbang pemerintah yang berorientasi pada pengguna - Peningkatan efisiensi sinergi lembaga litbang pemerintah sebagai penghasil iptek dan pemerintah sebagai pengguna Tindak Lanjut Koordinasi pelaksanaan kebijakan pendayagunaan dan kebutuhan iptek lembaga litbang Dokumentasi kegiatan: Gambar 3.36 Foto pelaksanaan rapat dan FGD dalam rangka pelaksanaan kajian pendayagunaan dan kebutuhan iptek lembaga litbang pemerintah Rekomendasi Model Kebijakan Peningkatan Kapasitas Pendayagunaan Iptek Masyarakat Isu kebijakan dengan begitu lazimnya merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik tentang rumusan rincian, penjelasan, maupun penilaian atas suatu masalah tertentu (Dunn, 1990). Pada sisi lain, isu bukan hanya mengandung makna adanya masalah atau ancaman, tetapi juga peluang-peluang bagi tindakan positif tertentu dan kecenderungan-kecenderungan yang dipersepsikan sebagai memiliki nilai potensial yang signifikan (Hogwood dan Gunn, 1996). Dipahami seperti itu, maka isu bisa jadi merupakan kebijakan-kebijakan alternatif (alternative policies). atau suatu proses yang dimaksudkan untuk menciptakan kebijakan baru, atau 82

95 kesadaran suatu kelompok mengenai kebijakan tertentu yang dianggap bermanfaat bagi mereka (Alford dan Friedland, 1990: 104). Singkatnya, timbulnya isu kebijakan publik terutama karena telah terjadi konflik atau "perbedaan persepsional" di antara para aktor atas suatu situasi problematik yang dihadapi oleh masyarakat pada suatu waktu tertentu. Di dalam proses pendayagunaan Iptek masyarakat didasarkan pada pentingnya aliran pendayagunaan Iptek di masyarakat dalam perkembangan pembangunan SINas dan SIDa. Aliran ini merupakan alir pemanfaatan hasil litbangyasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan daerah. Proses aliran pendayagunaan iptek masyarakat diharapkan berkelanjutan yang ditandai dengan selalu terpenuhinya kebutuhan masyarakat seiring dengan semakin tingginya angka pemanfaatan hasil litbangyasa. Aliran pendayagunaan Iptek masyarakat dibutuhkan untuk menjaga arus informasi dari sisi pengguna Iptek dan arus Iptek dari sisi penyedia Iptek. Titik fokus pendayagunaan Iptek masyarakat dimaksudkan untuk memetakan perkembangan aliran tersebut, menyusun arah pengembangan, mengidentifikasi mekanisme transfer dan mengembangkan langkah dan tahapan diseminasi Iptek ke masyarakat. Kegiatan yang dilaksanakan merupakan kegiatan kajian, penelitian, dan survei dengan lingkup kegiatan sebagai berikut :(1) Melakukan pemetaan kebutuhan Iptek masyarakat melalui kegiatan identifikasi kebutuhan iptek masyarakat. (2) Melakukan Survey lapangan yang menjadi lokus dari penelitian, (3) Melakukan analisis potensi penguasaan dan pengembangan inovasi masyarakat di daerah, (4) Mengembangkan model-model kebutuhan transfer Iptek dan kebutuhan diseminasi untuk masyarakat, dan (5) Mengembangkan strategi pembelajaran Iptek sesuai kondisi masyarakat. Kegiatan kajian pendayagunaan iptek masyarakat dimaksudkan untuk memetakan perkembangan dan kebutuhan Iptek masyarakat sebagai basis penyusunan model penguasaan dan pengembangan, penguatan mekanisme transfer serta strategi promosi dan diseminasi Iptek ke masyarakat. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan kajian pendayagunaan iptek masyarakat ini antara lain (1) memetakan perkembangan kebutuhan Iptek di masyarakat yang di dalamnya terkait dengan kapasitas kelembagaan masyarakat, sumber daya, kapasitas jaringan antar aktor inovasi di masyarakat, (2) mengidentifikasi arah pengembangan dan langkah penguasaan iptek di masyarakat, (3) mengembangkan mekanisme transfer teknologi dalam pemanfaatan hasil litbangyasa, serta (4) meningkatkan langkah diseminasi Iptek masyarakat. Keempat tujuan kegiatan dimaksud adalah merupakan rangkaian fokus langkah pendayagunaan 83

96 Iptek di Masyarakat. Rangkaiannya diharapkan dapat berkesinambungan sehingga keberlanjutan pendayagunaan Iptek dapat terwujud. Timbulnya perubahan teknologi dan perubahan masyarakat, sebagai contoh, peralatan tradisional masih dipergunakan oleh masyarakat agraris di sebagian besar wilayah negeri kita sampai hari ini. Hanya sebagian sangat kecil saja kegiatan agraris yang mulai beranjak ke bidang industri. Penggunaan low technology sedikit demi sedikit harus diubah ke arah high technology, meskipun perubahan itu akan mempunyai dampak terhadap kegiatan sosial dan budaya masyarakat. Dalam agenda riset nasionalnya, RRC menekankan mendesaknya penggantian alat-alat pertanian tradisional ke yang lebih modern. Ini adalah langkah awal yang juga sebaiknya dilakukan di negeri kita agar perubahan itu terjadi tanpa menimbulkan dampak yang menggoyahkan sendi-sendi masyarakat. Penggunaan peralatan pertanian modern akan memacu perkembangan industri pertanian selain juga menanamkan pengertian dan pemahaman masyarakat terhadap tuntutan masyarakat industri. Dalam keadaan yang serupa itulah industri dalam bidang apa pun kemudian bisa berkembang wajar sesuai dengan pemahaman dan penerimaan masyarakat. Hal serupa terjadi juga pada bidang non-agraris. Masyarakat Indonesia yang jamak terdiri atas kelompok-kelompok yang telah mengembangkan berbagai jenis kegiatan, mulai pertanian sampai dengan pelayanan. Dalam semua bidang itu dituntut perubahan dari low technology ke high technology. Hanya dengan perubahan seperti yang telah diuraikan dalam sub-bab sebelumnya itu, masyarakat dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman. Kepentingan untuk mengejar kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi maju (academic oriented development) serta kepentingan pengembangan teknologi untuk pemerataan kesejahteraaan umum (consumer oriented development) juga perlu mendapatkan perhatian secara berimbang agar lebih banyak penduduk yang dapat mengambil bagian secara menguntungkan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Demikian pula perjuangan untuk memperoleh pengakuan kesetaraan sebagai bangsa yang berdaulat dalam pergaulan internasional dan kesejahteraan penduduk dapat dicapai secara bersamaan. Mengingat kenyataan tersebut, kegiatan penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi dilaksanakan dalam 2 kategori, yaitu penelitian dasar (basic research) dan penelitian terapan (applied research). Penelitian dasar dimaksudkan untuk memacu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi 84

97 maju yang tidak mungkin lagi dihindarkan pengaruhnya terhadap dunia ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia. Untuk dapat mengambil bagian dalam kesetaraan, penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maju tidak boleh berhenti dan dibatasi untuk menghindarkan ketergantungan yang berlebihan kalau tidak dikatakan berada di bawah bayangbayang negara adidaya yang cenderung memasung kemampuan bangsa dalam hal ini. Mengingat keterbatasan dana, sarana dan sumber daya manusia, penelitian dasar ini harus medapatkan dukungan sepenuhnya dari pemerintah guna merangsang semangat dan pengabdian mereka yang terpanggil untuk mencurahkan tenaga, pikiran dan waktunya untuk keperluan termaksud. Di samping dana dan sarana, tidak kalah pentingnya, penghargaan resmi dari negara sebagai perangsang. Sementara itu, penelitian terapan harus dilaksanakan untuk memacu penemuan dan rekayasa peralatan dan teknologi baru yang diperlukan untuk menjamin peningkatan efisiensi dan produktivitas kinerja serta kemungkinannya untuk diterapkan sesuai dengan kesiapan sosialbudaya masyarakat Indonesia untuk beranjak dari masyarakat agraris yang berkeseimbangan (equilibrious society) lewat pasar menuju masyarakat industri yang berkesenjangan (disequilibrious society). Adapun penelitian terapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang perlu mendapatkan perhatian khusus terutama di bidang produksi, transportasi dan komunikasi yang pada gilirannya diharapkan akan mampu memacu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di sektor kehidupan masyarakat dan kebudayaan lainnya. Penelitian teknologi terapan itu juga meliputi penelitian sosial dan budaya untuk mengantisipasi perubahan sosial dan perkembangan kebudayaan yang mengikuti perkembangan masyarakat industri yang dipicu oleh penerapan teknologi maju yang mengubah sistem produksi utama dan pola-pola interaksi sosial pada umumnya. Penelitian dasar dan penelitian terapan ini tidak baik untuk dipertentangkan, tetapi seyogyanya dilihat sebagai satu kesatuan. Negara berkembang, termasuk Indonesia, pada umumnya relatif masih miskin teknologi hasil pengembangan sendiri. Kebanyakan teknologi yang aktif di masyarakat adalah hasil import dari masyarakat lain atau bangsa lain yang dibawa secara perorangan atau terorganisasi oleh suatu badan usaha sebagai bagian dari proses difusi teknologi. Dari perspektif pemberi teknologi, importasi teknologi sering dianggap identik dengan transfer teknologi, karena masyarakat pengimport telah mengunakan teknologi tersebut dalam proses nilai tambah yang dilakukannya. Namun dari perspektif masyarakat yang mengadopsi teknologi asing, teknologi yang diimportnya dapat menginduksi tiga macam proses sosial yaitu transfer teknologi (transfer of technology), mengoperasikan teknologi (operation of technology) dan mengkonsumsi teknologi 85

98 (consumption of technology). Transfer of technology. Transfer teknologi adalah lebih dari sekadar mengimpor suatu teknologi, tetapi termasuk mereproduksi teknologi tersebut secara domestik yang selanjutnya dapat menginduksi terjadinya proses pengembangan teknologi tersebut menjadi berbagai teknologi baru. Sebagai ilustrasi dari transfer teknologi adalah importasi teknologi mesiu (gun powder) dari Cina ke Eropa pada Abad Pertengahan. Teknologi mesiu kemudian telah memicu pengembangan senjata api laras pendek dan panjang serta meriam. Kemudian pengintegrasian meriam tersebut dengan kompas dan centerpost rudder, keduanya juga teknologi yang diimport dari Timur, dan teknologi struktur kapal yang sementara itu telah berkembang secara lokal, maka terciptalah teknologi kapal perang yang memungkinkan pelayaran mengelilingi dunia dengan cara memotong samudera tanpa harus menyusuri pantai benua. Lahirnya teknologi kapal perang tersebut kemudian menjadi awal dari supremasi angkatan laut bangsa Inggris dalam penguasaan seluruh samudera dan lautan di dunia ini untuk waktu yang cukup lama. Jadi dalam transfer teknologi maka teknologi yang diimport masyarakat dapat memicu proses sosial dalam mengembangkan lebih lanjut teknologi tersebut menjadi teknologi baru untuk memenuhi berbagai kebutuhan lain masyarakat tersebut. Operation of technology. Dalam kategori Operation of technology terjadi import teknologi dari masyarakat lain yang dipergunakan untuk proses nilai tambah oleh masyarakat pengimpornya, namun masyarakat tersebut karena satu dan lain hal tidak atau belum mengembangkan teknologi import tersebut menjadi teknologi lain. Sebagai contoh dapat ditinjau mobil atau alat transportasi modern lainnya seperti kereta api, kapal laut dan pesawat terbang. Di banyak negara berbagai alat transportasi tersebut tidak diproduksi secara domestik namun banyak dipergunakan dalam berbagai proses nilai tambah masyarakat antara lain sebagai jasa angkutan. Consumption of Technology. Dalam kasus konsumsi teknologi, maka teknologi import langsung dinikmati masyarakat pengimport untuk kesenangan dirinya atau mungkin demi kesehatan jiwanya, namun teknologi tersebut merupakan teknologi buntu (dead end technology) yang sulit dikembangkan lebih lanjut. Hal ini banyak terjadi dengan consumer electronics yang berupa hardware seperti TV, radio, game machines, sound system dan lain Barang tersebut dioperasikan masyarakat sebagainya. secara langsung untuk memenuhi kebutuhan pribadi tanpa menghasilkan nilai tambah yang berarti. Ketiga proses sosial di atas, masing-masing memiliki kegunaan (merits) dalam pengembangan mobilitas keatas suatu masyarakat, namun penguasaan anatomi berbagai teknologi import dapat 86

99 memberikan basis bagi kebijakan yang efektif dalam pengembangan teknologi secara penuh ataupun parsial. Konsep alih atau transfer teknologi dipahami secara berbeda-beda, seperti juga konsep kemampuan teknologi. Santikar (1981) menunjukkan bahwa ada empat macam konsep alih teknologi, dimana masing-masing konsep membutuhkan kemampuan teknologi dan pendalaman teknologi yang berbeda-beda. Keempat konsep alih teknologi tersebut adalah: a) Alih teknologi secara geografis. Konsep ini menganggap alih teknologi telah terjadi jika teknologi tersebut telah dapat digunakan di tempat yang baru, sedangkan sumbersumber masukan sama sekali tidak diperhatikan. b) Alih teknologi kepada tenaga kerja lokal. Dalam konsep ini, alih teknologi terjadi jika tenaga kerja lokal sudah mampu menangani teknologi impor dengan efisien, yaitu jika mereka telah dapat menjalankan mesin-mesin, menyiapkan skema masukan-keluaran, dan merencanakan penjualan. c) Transmisi atau difusi teknologi. Dalam konsep ini, alih teknologi terjadi jika teknologi menyebar ke unit-unit produktif lokal lainnya. Hal ini dapat terjadi melalui program sub-contracting atau usaha-usaha diseminasi lainnya. d) Pengembangan dan adaptasi teknologi. Dalam konsep ini, alih teknologi baru terjadi jika tenaga kerja lokal yang telah memahami teknologi tersebut mulai mengadaptasinya untuk kebutuhan-kebutuhan spesifik setempat ataupun dapat memodifikasinya untuk berbagai kebutuhan. Pada kasus-kasus tertentu yang dianggap berhasil, tenaga kerja lokal dapat mengembangkan teknik-teknik baru berdasarkan teknologi impor tadi. Berdasarkan konsep-konsep tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan teknologi masyarakat mencapai taraf optimal, jika alih teknologi sudah sampai pada konsep yang keempat, yang dikenal dengan istilah reverse engineering. Untuk kasus-kasus negara berkembang, seperti Indonesia, dengan menyadari adanya berbagai keterbatasan maka alih teknologi dapat dikatakan berhasil jika konsep yang ketiga bisa dicapai, yaitu adanya transmisi atau difusi teknologi. Jika dilihat prosesnya, alih teknologi dapat dilihat sebagai suatu proses yang dimulai sejak dari kontak awal penerima dengan pemilik teknologi; dilanjutkan dengan negosiasi terutama untuk mengatasi berbagai hambatan yang disebabkan oleh perbedaan sosial budaya antara pemilik dan penerima teknologi; kemudian tahap implementasi; serta proses umpan balik dan pertukaran yang terjadi terus-menerus, sampai hubungan antara pemilik dan penerima 87

100 teknologi baru terputus. Dalam laporan kegiatan PERISKOP (Proyek Evaluasi Riset Sains dan Teknologi untuk Pembangunan) menyebutkan 3 model transfer teknologi yang biasa terjadi di daerah, yaitu grassroots model, network model dan dirigist model. Salah satu persoalan utama dalam pemanfaatan dan pendayagunaan sumber daya lokal adalah kemampuan sumber daya manusia dalam memanfaatkan atau menerapkan teknologi/iptek. Umumnya didalam kegiatan perekonomian nasional, yang memanfaatkan sumberdaya lokal adalah dunia usaha tradisional, yang berskala kecil dan menengah. Kelompok usaha ini sebagian besar memiliki akses lemah terhadap iptek. Konsekuensinya, usaha mereka belum mampu untuk meningkatkan kualitas, produktivitas, serta ragam produk yang dihasilkan untuk memenuhi standar pasar global. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa iptek belum secara optimal dimanfaatkan dalam kegiatan perekonomian masyarakat, khususnya pada sektor usaha tradisional berskala kecil dan menengah termasuk usaha-usaha yang dilakukan IKM/UKM. Salah satu faktor yang menjadi kendala adalah belum terfokusnya pemanfaatan dan penyebaran informasi (diseminasi) iptek pada sasarannya. Aspek penyebaran informasi/komunikasi memegang peranan penting untuk tercapainya proses adopsi iptek pada masyarakat. Proses adopsi tersebut terutama menyangkut pengemasan produk iptek yang berorientasi kebutuhan masyarakat konsumen; metode diseminasi yang digunakan; optimalisasi simpul-simpul Iptek. Hal-hal tersebut dilakukan masih dalam kapasitas terbatas oleh produsen iptek, yakni lembaga-lembaga penelitian (lemlitbang) dan perguruan tinggi. Guna melihat pemanfaatan iptek di masyarakat, terutama masyarakat IKM/UKM, dapat dirujuk proyek percontohan kebijakan penyebaran iptek di daerah yang telah menerima program iptekda. Namun demikian, pengaruh dari program tersebut sampai saat ini belum menunjukkan adanya peningkatan produktivitas yang berbasis pada pemanfaatan iptek secara optimal. Aspek lain yang perlu dikaji secara mendalam adalah peran pemerintah daerah sebagai fasilitator untuk memperlancar arus komunikasi dan penyebaran informasi iptek (diseminasi), ternyata masih rendah. Hal ini disebabkan oleh tingkat kapabilitas lembaga tersebut kurang memadai; belum optimalnya dalam intensitas komunikasi pada proses pendampingan dan pembinaan program iptekda tersebut. Padahal pemerintah daerah dapat berperan dalam menentukan sarana dan prasarana melalui berbagai kebijakan yang dibuatnya untuk 88

101 menciptakan arus komunikasi yang memadai. Kendala lain dalam proses difusi inovasi iptek oleh masyarakat/ikm adalah: a) rendahnya tingkat kemampuan dan keterampilan SDM yang berperan dalam proses difusi inovasi tersebut, b) terbatasnya informasi pusat-pusat iptek akibat dari lemahnya pola dan jaringan komunikasi serta penyebarannya di masyarakat; dan c) sarana dan prasarana ynag diperlukan untuk mendukung proses diseminasi iptek belum memadai. Konsep Difusi Inovasi Teknologi. Teknologi sebagai ide baru dalam proses perubahan masyarakat, memegang peran yang sangat penting. Teknologi adalah a design for instrumental action that reduces the uncertainty in the cause Effect relationships involved in achieving a desired outcome (Rogers, 1983: 12). Slack (1984) menjelaskan bahwa A technology usually has both a hardware aspect (consisting of material or physical objects) and a software aspect (consisting of the information base for the hardware). Dalam mengadopsi suatu teknologi, suatu masyarakat harus mengalami beberapa tahapan. Rogers (1974) menyebutkan ada lima tahap, yaitu: a) Tahap awareness, yaitu tahap dimana sasaran dan atau target inovasi mulai menyadari tentang adanya inovasi yang ditawarkan oleh pihak luar (dalam kajian ini adalah lembaga penelitian dan pengembangan pemerintah); b) Tahap interest, yakni tumbuhnya minat yang disertai dengan keinginan sasaran untuk bertanya atau untuk mengetahui lebih jauh tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan inovasi tersebut; c) Tahap evaluation, yaitu penilaian masyarakat terhadap baik buruknya atau manfaat inovasi yang telah diketahui informasinya secara lengkap. Dalam tahap penilaian ini, masyarakat tidak hanya melakukan penilaian terhadap aspek teknis saja, tetapi juga terhadap aspek-aspek lainnya seperti ekonomi, social, budaya politis, kondisi local, dan sebagainya; d) Tahap trial, yakni masyarakat sasaran mulai mencoba inovasi tersebut pada skala kecil dengan tujuan untuk lebih menyakinkan penilaiannya, dan e) Tahap adoption, yakni menerima serta menerapkan dengan penuh keyakinan berdasarkan penilaian dan uji coba yang telah dilakukan dan atau diamatinya sendiri. 89

102 Kecepatan adopsi teknologi pada masyarakat/ikm tergantung pada beberapa faktor. Faktor yang pertama adalah sifat teknologinya sendiri, baik secara intrinsik (yang melekat pada teknologi itu sendiri) maupun secara ekstrinsik (yang dipengaruhi oleh keadaan lingkungan). Sifat instrinsik teknologi mencakup : a) informasi ilmiah baik yang melekat ataupun yang dilekatkan pada teknologi itu sendiri; b) nilai-nilai atau keunggulan-keunggulan baik teknis, ekonomis, sosial budaya maupun politis yang melekat pada teknologi tersebut; c) tingkat kerumitan (kompleksitas) teknologi itu; d) tingkat kemudahan/kesukaran dikomunikasikannya teknologi tersebut; e) tingkat kemudahan dan atau kesukaran dalam hal diujicobakan (trialibility); dan f) tingkat kemudahan dan atau kesukaran teknologi itu diamati (observability). Adapun faktor ekstrinsik yang melekat pada teknologi itu antara lain: a) kesesuaian (compatibility) teknologi dengan lingkungan setempat, baik lingkungan fisik, sosial-budaya, politik dan kemampuan ekonomi masyarakatnya; dan b) tingkat keunggulan relatif dari teknologi yang ditawarkan, atau keunggulan lain yang dimiliki oleh teknologi itu dibandingkan dengan teknologi yang sudah ada yang akan diperbaharui atau digantikannya, baik dalam hal keunggulan teknis (misalnya kecocokan dengan keadaan alam setempat, dan tingkat produktifitasnya), dalam hal ekonomis (misalnya besarnya biaya dan keuntungan yang akan diperoleh), juga dalam hal manfaat non-ekonomis serta dampak social, budaya dan politis yang ditimbulkannya. Yang kedua, tergantung pada sifat sasarannya. Menurut Rogers dan Shoemakers (1971) dalam suatu masyarakat dihipotesiskan terdapat lima kelompok yang beragam dalam kecepatannya untuk mengadopsi teknologi/inovasi (Mardikanto, 1991). Kelompok tersebut meliputi: 2,5% kelompok perintis (innovator), 13,5% kelompok pelopor (early adopter), 34% kelompok pengamat dini (early majority), 13,5% kelompok penganut lambat (late majority), dan 2,5% adalah kelompok orang-orang kolot (laggard). Berkaitan dengan kecepatan adopsi teknologi, Lionberger (1960) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan seseorang dalam mengadopsi inovasi/teknologi, yaitu: a) Luas bidang usaha, dimana semakin luas bidang usaha yang mereka garap, maka akan semakin cepat ia mengadopsi teknologi. Hal ini berkaitan dengan kemampuan 90

103 ekonominya; b) Tingkat pendapatan, dimana semakin tinggi pendapatan seseorang, pada umumnya semakin cepat pula ia melakukan adopsi teknologi; c) Keberanian mengambil resiko, suatu teknologi yang diadopsi, pada awalnya penuh dengan resiko kegagalan. Hanya orang yang berani mengambil resiko yang akan cepat mengadopsi suatu inovasi; d) Usia, di mana semakin tua usia seseorang, pada umumnya akan semakin lamban dalam melakukan adopsi suatu inovasi. Ia sudah terbiasa dengan yang dilakukannya sehari-hari; e) Tingkat partisipasi seseorang dalam kelompok/organisasi diluar lingkungannya sendiri. Orang yang luas pergaulannya, yang tidak hanya melakukan kontak pribadi dilingkungannya sendiri, pada umumnya akan lebih inovatif jika dibandingkan dengan orang yang hanya bergerak dalam lingkungannya; f) Aktifitas mencari informasi dan ide-ide baru akan menentukan tingkat keinovatifan seseorang dalam mengadopsi teknologi. Semakin aktif akan semakin inovatif, demikian pula sebaliknya; g) Sumber informasi yang dimanfaatkan, seseorang juga berkaitan dengan tingkat keinovatifan seseorang. Semakin banyak sumber informasi yang diakses, maka ada kecenderungan akan semakin inovatif. Selain itu, sifat seseorang juga mempengaruhi kecepatannya dalam mengadopsi teknologi. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Dixon (1982) bahwa ada 10 faktor yang berpengaruh, yaitu: (1) prasangka interpersonal, (2) pandangan terhadap kondisi lingkungannya yang terbatas; (3) sikap terhadap penguasa; (4) sikap kekeluargaan; (5) fatalisme; (6) kelemahan aspirasi; (7) hanya berpikir untuk hari ini; (8) kosmopolitanisme; (9) kemampuan berpikir teknis, dan (10) tingkat kemajuan peradaban dimana orang itu berada. Aspek ketiga yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan adopsi teknologi adalah cara pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seseorang atau masyarakat dalam menerima, menunda, atau menolak teknologi. Suatu teknologi yang diputuskan oleh individu atau pribadi akan lebih cepat daripada keputusan itu diambil bersama-sama (kelompok masyarakat). Aspek keempat berkaitan dengan saluran komunikasi yang digunakan. Hal ini berkaitan dengan tingkat kerumitan teknologi itu sendiri. Teknologi yang sederhana, yang mudah dipahami akan dengan mudah dan jelas jika disampaikan melalui media massa. Namun jika 91

104 teknologi itu kompleks, perlu adanya pendidikan dan pelatihan terhadap masyarakat sasaran, dan komunikasi yang cocok adalah komunikasi interpersonal, yaitu komunikasi secara langsung. Aspek kelima adalah keadaan penyampai teknologi, hal ini berkaitan dengan aktifitas yang dilakukan oleh produsen teknologi dalam hal mempromosikan teknologi tersebut. Aspek keenam adalah ragam sumber informasi. Setiap tahap adopsi teknologi membutuhkan strategi saluran komunikasi tertentu. Tahap menyadarkan, pada umumnya dapat menggunakan media massa, namun ketika sampai pada tahap mencoba, diperlukan paduan komunikasi (integrated communication) yang sistematis. Output : 1 (satu) rekomendasi kebijakan Outcome: Meningkatnya pemahaman pelaku iptek dan masyarakat dalam proses kegiatan diseminasi dan transfer teknologi Tindak Lanjut: Koordinasi pelaksanaan kebijakan pendayagunaan dan kebutuhan iptek masyarakat Rekomendasi Kebijakan Skema Industrialisasi PUNA Seperti telah diketahui, adopsi dan komersialisasi hasil riset saat ini masih terkendala. Penyebabnya bukan hanya hasil riset yang mungkin sulit diaplikasikan tetapi juga kesulitan "upscaling" karena keterbatasan dana, kapasitas dan kemauan industri dalam melakukannya. 2 Adopsi/alih teknologi pada dasarnya merupakan suatu proses di mana teknologi (dalam beragam bentuk ) dialihkan dari penghasil (sumber) teknologi kepada pengguna teknologi. Alih teknologi terjadi jika teknologi/inovasi atau hasil litbang sebagai esensi produk yang dialihkan diterima atau diadopsi oleh pengguna (adopter). Sementara itu, komersialisasi teknologi atau hasil litbang (atau inovasi) merupakan upayaupaya (proses) yang dilakukan agar hasil litbang (atau inovasi) dapat memberikan keuntungan bisnis bagi (para) pelaku yang mengkomersilkannya (penyedia dan pengguna teknologi atau hasil litbang lainnya). Dengan demikian, komersialisasi teknologi/hasil litbang atau inovasi pada dasarnya merupakan suatu bentuk khusus dari alih teknologi

105 Komersialisasi hasil litbang dikenal juga dengan sebutan technology transfer, atau technology licensing, atau technology venture. Brooks (1966) dan Rubenstein (1976) di dalam Cohen (2004) mengartikan technology transfer sebagai the process by which science and technology are diffused throughout human activity. Definisi ini meliputi setiap kegiatan dimana pengetahuan secara sistematis dikembangkan oleh satu kelompok atau institusi, dan implementasinya dapat dilakukan sendiri atau oleh kelompok atau institusi lain. Dengan demikian pengertian technology transfer meliputi pengetahuan ilmiah yang bersifat dasar menjadi teknologi, atau adaptasi teknologi baru dalam penggunaan baru. Output: 1 (satu) model dan mekanisme komersialisasi Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) Outcome: Percepatan pemanfaatan teknologi Pesawat Udara Nir Awak (PUNA). Tindak Lanjut: Rekomendasi Model Klaster Industri pesawat Nir Awak khususnya PUNA Rekomendasi model (aplikasi) pendukung (e-pemasaran dan e-desain) untuk pengembangan model ekonomi Hasil kegiatan yang dilakukan Keasdepan Iptek Industri Strategis tahun 2013 dalam meningkatan industri ekonomi kreatif antara lain adalah : 1. Pengembangan Aplikasi e-commerce (e-pemasaran) dengan tema Pariwisata dgn mengambil lokus di Propinsi BALI : a) Tersedianya aplikasi mobile TEMAN WISATA berbasis spasial bertema Pariwsata dengan lokusnya Propinsi BALI b) Tersedianya aplikasi server yang diletakkan dalam server RISTEK 2. Workshop Pengembangan e-design di Kalimantan Selatan a) Materi yang diajarkan : Pengenalan Motif Nusantara; Fraktal pada Motif; Fraktal Tenun dan Anyaman, mendalami sifat fraktal pada tenun dan anyaman; 93

106 Komputasi Fraktal Tenun dan Anyaman, panduan penggunaan software. b) Software yang wajib ada : Browser Google Crome; Java RE (Runtime Environment) 1.6; Computable Document Format Player; GIMP atau perangkat pemrosesan gambar lainnya. Aplikasi Rasteria c) Instruktur utama dan pengajar pelatihan dari Bandung Fe Institut d) Pelatihan kepada 30 peserta pengrajin yang terdiri dari : pengrajin Sasirangan / Arguci / Bordir dan pengrajin Rotan Banjarbaru e) Diadakan di Lab. Unit Pelaksana Teknis Univ. Lambung Mangkurat Banjarbaru Kalimantan Selatan, tanggal Nopember Seminar Nasional mendukung kegiatan Ekrea : Bertempat di Ruang Arimbawa All - Hotel ASTON BRAGA Bandung, 27 Nopember Seminar Nasional adalah hasil kerjasama Kemenristek dengan PIDS ITB dan BIG, Kemenparekraf, Kemendagri dan Kemkominfo, disajikan dalam bentuk diskusi, tanya jawab serta presentasi dari para Narasumber. Demo aplikasi mobile TEMAN WISATA oleh Komunitas BlankOn Demo aplikasi JELAJAH NUSA BALI PIDS ITB Peserta seminar juga datang dari LIPI, Dinas Pariwisata NTB dan NTT, ITB, UGM dan Komunitas TIK serta Media Lokal. 4. Demo Robot dan dukungan kegiatan HAKTEKNAS : Pameran ROBOT dilapangan parkir teater Keong Mas TMII Jakarta pada tgl. 29 Agustus s/d 1 September 2013 dengan menampilkan robot2 yang didatangkan dari SMAN 28 Jakarta, SMAN 2 Depok, SMA Daar El Qolam Tangerang dan Juara II Lomba Robot di UDINUS Semarang Pameran produk ponsel BANDROS Output: 1 (satu) model (aplikasi) pendukung (e-pemasaran dan e-desain) untuk Pengembangan Model Ekonomi 94

107 Outcome: Pemanfaatan teknologi informasi untuk mendukung ekonomi kreatif Tindak Lanjut: Pada tahun 2014, akan dilaksanakan diseminasi aplikasi e-pemasaran dan e-desain untuk mendukung peningkatan ekonomi masyarakat di Kalimantan Tengah Rekomendasi Pengembangan Teknologi e-ktp Multi Aplikasi Pengembangan Industri Nasional Smart card mendapat perhatian Pemerintah, dengan dipicu oleh program e-ktp dengan sejumlah permasalahan/tantangan. Meskipun di tahap awal penerapan e-ktp, yang dimulai dengan uji petik di tahun 2006 di 6 Kabupaten/Kota dan kemudian penerapan sesungguhnya sejak tahun 2011 yang berlanjut sampai akhir 2013 ini, pemanfaaatan e-ktp masih difokuskan kepada penggunaan secara tunggal, yaitu hanya untuk keperluan administrasi kependudukan saja (Kementerian Dalam Negeri), namun dengan fitur yang dimilikinya sebagai smart card sesungguhnya e-ktp memiliki potensi penggunaan yang lebih luas yang mampu memberikan manfaat lebih banyak bagi pemegang kartu, dan tidak hanya kepada penerbit kartu atau pemerintah saja. Kegiatan Sistem Informasi dan Administrasi Kependudukan (SIAK) Untuk Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola TA 2013 ini akan dikaji lebih dalam mengenai potensi pemanfaatan e-ktp secara lebih luas secara multiaplikasi, melalui berbagai studi yang dilakukan terhadap berbagai inisiatif pemanfaatan smart card di dalam dan di luar negeri. Juga dikaji rancangan multiaplikasi yang sesuai bagi penggunaan e-ktp di Indonesia. Tujuan dari kegiatan ini adalah: 1. Meningkatkan kandungan teknologi pada e-ktp multi aplikasi (multipurpose card) 2. Mendorong adanya alih teknologi dalam pengembangan e-ktp multi aplikasi Sasaran dari kegiatan ini adalah: 1. Adanya peningkatan dari sisi teknis (teknologi) pada e-ktp multi aplikasi 2. Adanya alih teknologi dalam pengembangan e-ktp multi aplikasi (pendirian Pusat Kompetensi Teknologi e-ktp multifungsi) Pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan metode survey, analisis komparatif dan focus group discussion (FGD). Survei dilakukan dengan melakukan survei literatur dan survei informasi via internet dan perjalanan dinas. Analisis komparatif dilakukan dengan analisa data dan informasi 95

108 yang tersedia dan diperoleh baik melalui survei maupun hasil dari FGD. FGD dilakukan dengan melibatkan stakeholders dari regulator, industri, pemanfaat e-ktp serta stakeholders dari program pemanfaat kartu identitas elektronik (MyKad) dari negara Malaysia. Output: 1 (satu) rekomendasi konsep multi aplikasi optimal bagi Smart Card Inisiasi pembentukan konsorsium pengembangan e-ktp multifungsi (multi purpose card) Outcome: Tersedianya teknologi e-ktp multi aplikasi untuk mendukung SIAK. Tindak lanjut kegiatan: Tahun 2013 merupakan tahun terakhir pelaksanaan kegiatan pengembangan sistem informasi dan administrasi kependudukan (SIAK) untuk reformasi birokrasi dan tata kelola, sehingga tindak lanjut yang akan dilaksanakan adalah rekomendasi mengenai teknologi e-ktp multi aplikasi untuk mendukung SIAK Rekomendasi Kebijakan Pendayagunaan dan Kebutuhan Iptek Industri Besar Sesuai Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009, Kementerian Riset dan Teknologi mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang riset dan teknologi dalam pemerintahan untuk membantu presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Deputi Pendayagunaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) sebagai salah satu deputi di Kementerian Riset dan Teknologi memiliki tugas menyiapkan perumusan kebijakan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang Pendayagunaan Iptek Selanjutnya dalam melaksanakan tugas Deputi Pendayagunaan Iptek dibantu oleh asisten deputi. Salah satu asisten deputi adalah Asisten Deputi Iptek Industri Besar yang memiliki tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, koordinasi pelaksanaan kebijakan, serta pemantauan, evaluasi dan analisis di bidang Iptek industri besar. Adapun fungsi yang diselenggarakan Asisten Deputi Iptek Industri Besar adalah penyiapan perumusan kebijakan Iptek industri besar di bidang pemetaan penguasaan; bidang transfer; dan bidang diseminasi. Masalah yang telah diidentifikasi oleh banyak pihak adalah adanya gap antara kebutuhan iptek industri dengan pasokan yang diberikan oleh produsen iptek yang notabene lembaga litbang dan perguruan tinggi. Gap tersebut juga ditengarai menjadi sebab rendahnya pendayagunaan hasil 96

109 riset lembaga litbang dan perguruan tinggi oleh industri. Untuk mengatasi kesejangan (gap) tersebut salah satunya dengan memahami karakteristik riset dan pengembangan di industri besar sehingga terjalin komunikasi dan keterbukaan antara Kemenristek selaku perumus kebijakan iptek nasional dengan industri besar. Kegiatan kajian karakteristik riset dan pengembangan industri besar, dilaksanakan oleh Asisten Deputi Iptek Industri Besar dalam kurun waktu Mei Oktober 2013, di 10 (sepuluh) lokasi yaitu Bandung, Bekasi, Gresik, Jakarta, Kudus, Madiun, Purwakarta, Semarang, Surakarta dan Yogyakarta. Selain melakukan diskusi wawancara juga dilaksanakan survey dengan pengisian kuesioner, total responden industri besar yang terlibat 19 (sembilan belas) meliputi industri BUMN, PMDN dan PMA dengan bidang industri: pangan, energi, kesehatan dan obat, transportasi, teknologi informasi dan komunikasi, material maju dan teknologi pertahanan keamanan. Hasil dari kegiatan tersebut di atas dilakukan pengolahan data dan analisis yang menghasilkan sejumlah kesimpulan sebagai berikut: 1) Hampir semua industri yang dikunjungi telah memiliki unit riset dan pengembangan. Posisi unit riset dan pengembangan sebanyak 50% di tingkat korporasi dan 42% di tingkat bisnis usaha. Sumber daya manusia yang dimiliki unit riset dan pengembangan industri besar 51% lulusan S1 dan tidak ada lulusan S3. Sebanyak 50% industri besar yang menjadi responden memiliki laboratorium. Mengembangkan produk baru atas permintaan pasar merupakan tugas utama 75% unit riset dan pengembangan industri besar. Sejumlah 41% responden menyatakan bahwa mengembangkan produk baru dari inovasi internal adalah prioritas kedua tugas unit R&D. sejumlah 42% responden industri besar menyatakan bahwa memberikan solusi terhadap masalah yang timbul di perusahaan adalah prioritas ketiga tugas unit R&D. Ternyata sejumlah 83% industri yang dikunjungi menyatakan melakukan analisis terkait kegiatan riset dan pengembangan mereka di lembaga eksternal. Peran industri dalam kerjasama riset dengan pihak eksternal didapatkan bahwa 63% melakukan kegiatan riset bersama, sedangkan 31% hanya memberikan dana riset. Sebesar 92% industri yang dikunjungi menyatakan sudah memiliki standard operating procedure (SOP) tertulis. Pemicu kegiatan riset dan pengembangan industri yang dikunjungi karena permintaan pasar sebanyak 73%, sedangkan sebanyak 27% kegiatan riset dan pengembangan industri besar dipicu oleh tawaran inovasi produk baru dari internal (technology push). Kegiatan riset dan pengembangan industri yang paling banyak terkait dengan unit pemasaran adalah 97

110 pengembangan produk baru sebanyak 38%. Demikian juga kegiatan riset dan pengembangan industri yang paling banyak terkait unit produksi adalah pengembangan produk baru sebanyak 43%. Mayoritas responden, yaitu sebanyak 50% menyatakan unit R&D mereka menghasilkan kurang dari 5 produk inovasi dalam setahun. Kemudian sebanyak 90% responden menyatakan unit R&D mereka memiliki anggaran kurang dari 5% pendapatan perusahaan. Semua industri yang dikunjungi menyatakan belum pernah mengetahui adanya Permenristek Nomor 1 Tahun 2012, meski setelah disampaikan semua menyatakan berminat memanfaatkannya. Sejumlah 83% industri yang dikunjungi menyatakan belum pernah memanfaatkan peraturan pemerintah terkait riset dan pengembangan. Semua industri yang dikunjungi menyatakan bersedia bekerjasama dengan lembaga penelitian dan pengembangan khususnya Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang dikoordinasi Kementerian Riset dan Teknologi. Dalam kerjasama riset dengan lembaga litbang eksternal, sejumlah 50% responden industri menyatakan membutuhkan dukungan teknologi, lalu 21 % menyatakan membutuhkan dukungan dana riset, kemudian 21 % industri juga menyatakan membutuhkan dukungan regulasi pemerintah terkait riset di perusahaan. 2) Dari aspek pemetaan iptek dapat disimpulkan dalam kajian ini sebagai berikut: 98

111 3) Dari aspek transfer iptek yang disimpulkan dalam kajian ini sebagai berikut: 4) Dari aspek diseminasi iptek yang disimpulkan dalam kajian ini sebagai berikut: Rekomendasi yang disampaikan untuk Kementerian Riset dan Teknologi dalam rangka peningkatan pendayagunaan Iptek di industri besar sesuai hasil kajian ini adalah: 1) Penguatan data dan informasi peneliti yang komprehensif secara teratur sehingga mudah diakses oleh industri besar dalam mengembangkan riset dan teknologi yang dibutuhkan sehingga dapat menginisiasi kerjasama riset baik dari awal ataupun penggunaan hasil riset dari lembaga litbang dan perguruan tinggi. 2) Klasifikasi industri besar berdasar jenis kepemilikannya yaitu BUMN, PMDN dan PMA perlu dipertimbangkan saat merumuskan berbagai kebijakan terkait industri besar supaya dapat diimplementasi secara efektif, karena karakteristik tiap industri tersebut berlainan. 3) Terkait pemanfaatan hasil riset oleh industri besar, dapat diusulkan mekanisme dan prosedur yang dilindungi hukum agar semua pihak yang terlibat tidak ragu karena hal ini melibatkan mobilitas dana yang memiliki risiko melanggar hukum. Pemanfaatan hasil riset tidak lepas dari royalti yang peraturannya masih belum dapat diimplementasikan secara 99

PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI

PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI Lampiran I 1. Jumlah pusat unggulan Iptek Mengukur kinerja kelembagaan Iptek 2. Jumlah peneliti per 1 juta penduduk Mengukur kualitas SDM Iptek 3. Jumlah kekayaan intelektual hasil litbangyasa Iptek Mengukur

Lebih terperinci

IKHTISAR EKSEKUTIF. Laporan Akuntabilitas Kinerja 2013 Deputi Bidang Kelembagaan Iptek

IKHTISAR EKSEKUTIF. Laporan Akuntabilitas Kinerja 2013 Deputi Bidang Kelembagaan Iptek IKHTISAR EKSEKUTIF Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah gambaran umum tentang capaian kinerja dalam pelaksanaan program dan kegiatan. Lakip Deputi Bidang Kelembagaan Iptek disusun

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. 2. Mewujudkan kolaborasi riset lembaga litbang dengan industri;

KATA PENGANTAR. 2. Mewujudkan kolaborasi riset lembaga litbang dengan industri; KATA PENGANTAR Penguatan Sistem Inovasi Nasional (SINas) merupakan salah satu program yang ditetapkan dalam Rencana Strategis Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014, dimana jaringan Iptek, merupakan

Lebih terperinci

L A P O R A N K I N E R J A

L A P O R A N K I N E R J A L A P O R A N K I N E R J A 2 0 1 4 A s i s t e n D e p u t i B i d a n g P e m b e r d a y a a n M a s y a r a k a t Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Kabinet Republik Indonesia 2014 K a

Lebih terperinci

b) Melaksanakan koordinasi antar pelaku pembangunan dalam perencanaan pembangunan daerah. c) Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan

b) Melaksanakan koordinasi antar pelaku pembangunan dalam perencanaan pembangunan daerah. c) Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan IKHTISAR EKSEKUTIF Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, memberikan kewenangan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS. Perekayasaan Mekanisasi Pertanian

RENCANA STRATEGIS. Perekayasaan Mekanisasi Pertanian RENCANA STRATEGIS Perekayasaan Mekanisasi Pertanian 2015-2019 BALAI BESAR PENGEMBANGAN MEKANISASI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 15 RENCANA STRATEGIS PENELITIAN

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2015

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2015 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2015 BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN (BBPPTP) MEDAN KATA PENGANTAR Perencanaan kinerja merupakan proses penetapan target kinerja berikut kegiatan-kegiatan

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) TAHUN BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEP. BANGKA BELITUNG BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BANGKA BELITUNG BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah KATA PENGANTAR Dokumen Rencana Kerja Tahunan (RKT) merupakan suatu hal yang penting bagi terselenggaranya tatakelola kinerja yang baik, oleh karenanya, RKT menjadi suatu hal yang cukup kritikal yang harus

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERTANIAN 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERTANIAN 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERTANIAN 2014 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS DAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP)

LAPORAN AKUNTABILITAS DAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) LAPORAN AKUNTABILITAS DAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) ASISTEN DEPUTI BIDANG MATERI PERSIDANGAN 2014 KATA PENGANTAR Dalam rangka melaksanakan amanah Inpres Nomor 7 Tahun 1999, Asisten Deputi Bidang Materi

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI

INDIKATOR KINERJA UTAMA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI Lampiran I 1. Jumlah pusat unggulan Iptek Mengukur kinerja Kelembagaan Iptek 2. Jumlah artikel Iptek di media cetak nasional untuk mengukur tingkat kesadaran Iptek Mengukur tingkat kesadaran Iptek masyarakat

Lebih terperinci

PANDUAN TEKNIS PENYUSUNAN PROPOSAL RENCANA KERJA PENGEMBANGAN PUSAT UNGGULAN IPTEK TAHUN Nomor : 01/PUI/P-Teknis/Litbang/2016

PANDUAN TEKNIS PENYUSUNAN PROPOSAL RENCANA KERJA PENGEMBANGAN PUSAT UNGGULAN IPTEK TAHUN Nomor : 01/PUI/P-Teknis/Litbang/2016 PANDUAN TEKNIS PENYUSUNAN PROPOSAL RENCANA KERJA PENGEMBANGAN PUSAT UNGGULAN IPTEK TAHUN 2016 Nomor : 01/PUI/P-Teknis/Litbang/2016 DIREKTORAT JENDERAL KELEMBAGAAN IPTEK DAN DIKTI KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KALIMANTAN TENGAH TAHUN

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KALIMANTAN TENGAH TAHUN RENCANA STRATEGIS BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2010 2014 BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BALAI PENGKAJIAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH Draft 4 GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a.

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN TAHUN 2014 BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUN ANGGARAN 2016

RENCANA KINERJA TAHUN ANGGARAN 2016 RENCANA KINERJA TAHUN ANGGARAN 2016 BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI BESAR TEKNOLOGI PENCEGAHAN PENCEMARAN INDUSTRI Jalan Ki Mangunsarkoro 6 Semarang 50136 Tromol Pos 829 Telp.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BANDUNG DINAS KOPERASI UKM DAN PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN

PEMERINTAH KOTA BANDUNG DINAS KOPERASI UKM DAN PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena rahmat dan hidayah- Nya kami dapat menyusun Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Tahun 2016 Dinas Koperasi UKM dan Perindag Kota Bandung Tahun

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB II. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Rencana Strategis atau yang disebut dengan RENSTRA merupakan suatu proses perencanaan yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu tertentu

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Page i. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung RI Tahun 2014

KATA PENGANTAR. Page i. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung RI Tahun 2014 KATA PENGANTAR Penyusunan Laporan Akuntabilitasi Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Tahun 2014 mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016 SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, JANUARI 2017 Laporan Akuntabilitas Kinerja Sekretariat Inspektorat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Inspektorat Kabupaten Berau Inspektur, Drs. H. Suriansyah, MM Pembina Utama Muda NIP

KATA PENGANTAR. Inspektorat Kabupaten Berau Inspektur, Drs. H. Suriansyah, MM Pembina Utama Muda NIP KATA PENGANTAR Berpedoman pada peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia nomor 29 tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

PANDUAN TEKNIS PENILAIAN PROPOSAL PUSAT UNGGULAN IPTEK TAHUN 2017

PANDUAN TEKNIS PENILAIAN PROPOSAL PUSAT UNGGULAN IPTEK TAHUN 2017 PANDUAN TEKNIS PENILAIAN PROPOSAL PUSAT UNGGULAN IPTEK TAHUN 2017 Nomor : 08/PUI/P-Teknis/Litbang/2017 DIREKTORAT JENDERAL KELEMBAGAAN IPTEK DAN DIKTI KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

Lebih terperinci

Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2014 KATA PENGANTAR

Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2014 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah dapat diselesaikan untuk memenuhi ketentuan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas

Lebih terperinci

RENSTRA BALAI BESAR TEKNOLOGI ENERGI

RENSTRA BALAI BESAR TEKNOLOGI ENERGI RENSTRA BALAI BESAR TEKNOLOGI ENERGI 2010-2014 KATA PENGANTAR Balai Besar Teknologi Energi (B2TE) merupakan lembaga pemerintah yang mempunyai peran dan tugas melaksanakan pengkajian, pengujian, pengembangan,

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB. Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015

RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB. Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015 RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015 Kata Pengantar Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 103/Permentan/OT.140/10/2013 tanggal 9 Oktober Tahun 2013 sebagai penyempurnaan Permentan Nomor : 17/Permentan/OT.140/02/2007

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR TAHUN 2015

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR TAHUN 2015 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR TAHUN 2015 DIREKTORAT TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN Jakarta, Maret 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat. Jakarta, 30 Januari Plt. Kepala Biro Perencanaan. Suharyono NIP

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat. Jakarta, 30 Januari Plt. Kepala Biro Perencanaan. Suharyono NIP KATA PENGANTAR Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah laporan kinerja tahunan yang berisi pertanggungjawaban kinerja suatu instansi dalam mencapai tujuan/sasaran strategis instansi.

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA TRIWULAN II Pusat Penelitian Geoteknologi

LAPORAN KINERJA TRIWULAN II Pusat Penelitian Geoteknologi LAPORAN KINERJA TRIWULAN II Pusat Penelitian Geoteknologi Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Bandung, 2016 CATATAN/REVIEW PEJABAT ESELON 1 Bagian ini diisi catatan/review

Lebih terperinci

L A P O R A N K I N E R J A

L A P O R A N K I N E R J A L A P O R A N K I N E R J A 2 014 Asisten Deputi Bidang Pendidikan, Agama, Kesehatan, dan Kependudukan Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Kabinet Republik Indonesia 2014 Kata Pengantar Dengan

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB II. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Rencana Strategis atau yang disebut dengan RENSTRA merupakan suatu proses perencanaan yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu tertentu

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA BALAI BESAR PULP DAN KERTAS TAHUN ANGGARAN 2015

RENCANA KINERJA BALAI BESAR PULP DAN KERTAS TAHUN ANGGARAN 2015 RENCANA KINERJA BALAI BESAR PULP DAN KERTAS TAHUN ANGGARAN 2015 KATA PENGANTAR R encana Kinerja merupakan dokumen yang berisi target kinerja yang diharapkan oleh suatu unit kerja pada satu tahun tertentu

Lebih terperinci

Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2013 KATA PENGANTAR

Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah dapat diselesaikan untuk memenuhi ketentuan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Laporan Akuntabilitas

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) TAHUN 2014 BIRO HUBUNGAN MASYARAKAT SEKRETARIAT DAERAH ACEH

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) TAHUN 2014 BIRO HUBUNGAN MASYARAKAT SEKRETARIAT DAERAH ACEH LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) TAHUN 2014 BIRO HUBUNGAN MASYARAKAT SEKRETARIAT DAERAH ACEH 2015 KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT, atas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut pasal 373 ayat (4) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pembinaan yang bersifat umum dan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan

Lebih terperinci

SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) KECAMATAN MODO

SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) KECAMATAN MODO SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) KECAMATAN MODO Lamongan, 30 Januari 2017 SISTEMATIKA PAPARAN Gambaran Umum PD Implementasi SAKIP PD Inovasi PD GAMBARAN UMUM KECAMATAN MODO 1. Tugas

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, 2013 KEPALA BPPT KOTABANDUNG. Drs. H. DANDAN RIZA WARDANA, M.Si PEMBINA TK. I NIP

KATA PENGANTAR. Bandung, 2013 KEPALA BPPT KOTABANDUNG. Drs. H. DANDAN RIZA WARDANA, M.Si PEMBINA TK. I NIP KATA PENGANTAR Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-nya, kami dapat menyelesaikan Rencana Kerja (RENJA) Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Bandung Tahun

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DAN EVALUASI KINERJA Kedeputian Pelayanan Publik

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DAN EVALUASI KINERJA Kedeputian Pelayanan Publik LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DAN EVALUASI KINERJA 2012 Kedeputian Pelayanan Publik Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG Akuntabilitas sebagai salah satu pilar tata kepemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggaranya Good Governance merupakan prasyarat utama untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan dan cita-cita bangsa dan negara. Dalam rangka itu

Lebih terperinci

KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI SEKRETARIAT DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN LAPORAN KINERJA SEKRETARIAT DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN TAHUN 2015

KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI SEKRETARIAT DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN LAPORAN KINERJA SEKRETARIAT DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN TAHUN 2015 KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI SEKRETARIAT DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN LAPORAN KINERJA SEKRETARIAT DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN TAHUN 2015 JAKARTA, FEBRUARI 2016 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2013

KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2013 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2013 Ringkasan Eksekutif LAKIP Kementerian Komunikasi dan Informatika merupakan wujud dari pertanggungjawaban atas

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA TRIWULAN I Pusat Penelitian Geoteknologi

LAPORAN KINERJA TRIWULAN I Pusat Penelitian Geoteknologi LAPORAN KINERJA TRIWULAN I Pusat Penelitian Geoteknologi Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Bandung, 2016 CATATAN/REVIEW PEJABAT ESELON 1 Bagian ini diisi catatan/review pejabat

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DINAS KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH TAHUN 2016

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DINAS KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH TAHUN 2016 LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DINAS KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2016 DINAS KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH PROVINSI JAWA TENGAH KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI SKPD Analisis Isu-isu strategis dalam perencanaan pembangunan selama 5 (lima) tahun periode

Lebih terperinci

KABUPATEN BADUNG LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TAHUN 2014

KABUPATEN BADUNG LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TAHUN 2014 KABUPATEN BADUNG LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TAHUN 2014 BAPPEDA LITBANG KABUPATEN BADUNG TAHUN 2015 DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

prasarana yang terdiri dari 1 unit perangkat backup... dikarenakan... BIRO PERENCANAAN, KEUANGAN DAN TATA USAHA BADAN STANDARDISASI NASIONAL

prasarana yang terdiri dari 1 unit perangkat backup... dikarenakan... BIRO PERENCANAAN, KEUANGAN DAN TATA USAHA BADAN STANDARDISASI NASIONAL prasarana yang terdiri dari 1 unit perangkat backup... dikarenakan LAPORAN... KINERJA BIRO PERENCANAAN, KEUANGAN DAN TATA USAHA BADAN STANDARDISASI NASIONAL 2015 LAPORAN KINERJA TAHUN 2015 BIRO PERENCANAAN,

Lebih terperinci

Biro Perencanaan KATA PENGANTAR

Biro Perencanaan KATA PENGANTAR RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) BIRO PERENCANAAN 2014 BIRO PERENCANAAN SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja

Lebih terperinci

MENDORONG INOVASI DOMESTIK MELALUI KEBIJAKAN LINTAS LEMBAGA

MENDORONG INOVASI DOMESTIK MELALUI KEBIJAKAN LINTAS LEMBAGA MENDORONG INOVASI DOMESTIK MELALUI KEBIJAKAN LINTAS LEMBAGA PENDAHULUAN Kunci kemajuan suatu bangsa sesungguhnya tidak hanya ditentukan oleh potensi dan kekayaan sumber daya alam yang dimiliki, tetapi

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT ALAT DAN MESIN PERTANIAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT ALAT DAN MESIN PERTANIAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT ALAT DAN MESIN PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut pasal 217 ayat (1) huruf e UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh pemerintah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM Kedudukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM Kedudukan 0 BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM 1.1.1. Kedudukan Balai Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 52/PMK.1/2011 tanggal 22 Maret 2011 tentang

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF LAKIP BIRO KESRA

RINGKASAN EKSEKUTIF LAKIP BIRO KESRA RINGKASAN EKSEKUTIF Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAKIP) Biro Kesejahteraan Rakyat Setda Provinsi NTT (Biro Kesra) Tahun 2015 merupakan wujud akuntabilitas pelaksanaan Rencana Strategis Biro Kesra Tahun

Lebih terperinci

PENYUSUNAN MASTERPLAN PENGEMBANGAN PUSAT UNGGULAN IPTEK

PENYUSUNAN MASTERPLAN PENGEMBANGAN PUSAT UNGGULAN IPTEK PANDUAN TEKNIS PENYUSUNAN MASTERPLAN PENGEMBANGAN PUSAT UNGGULAN IPTEK Nomor : 17/PUI/P-Teknis/Litbang/2016 DIREKTORAT JENDERAL KELEMBAGAAN IPTEK DAN DIKTI KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LKjIP) DINAS KOPERASI DAN UMKM PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2015

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LKjIP) DINAS KOPERASI DAN UMKM PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2015 LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LKjIP) DINAS KOPERASI DAN UMKM PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2015 DINAS KOPERASI DAN UMKM PROVINSI JAWA TENGAH Semarang, 29 Februari 2016 KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA A. RPJMN 2010-2014 Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) menjelaskan bahwa Rencana Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Tengah KATA PENGANTAR

Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Tengah KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Rencana Kerja (Renja) adalah dokumen perencanaan tahunan yang merupakan penjabaran dari Rencana Strategis (Renstra) serta disusun mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Rencana Kerja

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH INSPEKTORAT TAHUN ANGGARAN 2012

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH INSPEKTORAT TAHUN ANGGARAN 2012 SERI LAPORAN TEKNIS OT 01 04 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH INSPEKTORAT TAHUN ANGGARAN 2012 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR Jl. Gajah Mada no. 8 Jakarta 10120 Telp. (62-21) 63858269-70

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR BUPATI BARRU, TTD. Ir. H. ANDI IDRIS SYUKUR, MS.

KATA PENGANTAR BUPATI BARRU, TTD. Ir. H. ANDI IDRIS SYUKUR, MS. KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wata ala yang telah memberi rahmat dan karunia-nya, sehingga dokumen Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP) Kabupaten Barru Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. LAKIP tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. LAKIP tersebut BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG S etiap instansi Pemerintah mempunyai kewajiban menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) atau Laporan Kinerja pada akhir periode anggaran.

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU KABUPATEN BADUNG

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU KABUPATEN BADUNG LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU KABUPATEN BADUNG MANGUPURA, 2014 DAFTAR ISI DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN.... 1 1.1 Latar Belakang........ 1 1.2

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA (LKj) ASISTEN DEPUTI BIDANG PELAKSANAAN DAN PELAPORAN PERSIDANGAN TAHUN 2014

LAPORAN KINERJA (LKj) ASISTEN DEPUTI BIDANG PELAKSANAAN DAN PELAPORAN PERSIDANGAN TAHUN 2014 LAPORAN KINERJA (LKj) ASISTEN DEPUTI BIDANG PELAKSANAAN DAN PELAPORAN PERSIDANGAN TAHUN 2014 SEKRETARIAT KABINET 2015 RINGKASAN EKSEKUTIF Laporan Kinerja (LKj) Asisten Deputi Bidang Pelaksanaan dan Pelaporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam upaya mendorong penyelenggaraan kepemerintahan yang baik, Majelis Permusyawaratan Rakyat telah menetapkan Tap MPR RI Nomor : XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT KATA PENGANTAR Sebagai tindaklanjut dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang mewajibkan bagi setiap pimpinan instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Februari 2015 Jakarta, Ratih Nurdianti

KATA PENGANTAR. Jakarta, Februari 2015 Jakarta, Ratih Nurdianti KATA PENGANTAR Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Deputi Bidang Perekonomian Tahun 2014 merupakan perwujudan dari pertanggungjawaban atas kinerja pencapaian visi dan misi Deputi

Lebih terperinci

INSPEKTORAT SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA

INSPEKTORAT SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA INSPEKTORAT SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA INSPEKTORAT 2015 SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA LAPORAN KINERJA INSPEKTORAT SEKRETARIAT KABINET TAHUN 2014 Nomor : LAP-3/IPT/2/2015 Tanggal :

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DINAS KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH TAHUN 2017

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DINAS KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH TAHUN 2017 LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DINAS KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2017 DINAS KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH PROVINSI JAWA TENGAH KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH BAPPEDA KABUPATEN GARUT TAHUN 2014

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH BAPPEDA KABUPATEN GARUT TAHUN 2014 LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH BAPPEDA KABUPATEN GARUT TAHUN 2014 PEMERINTAH KABUPATEN GARUT 2015 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan pertanian bukan hanya ditentukan oleh kondisi sumberdaya pertanian, tetapi juga ditentukan oleh peran penyuluh pertanian yang sangat strategis

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG Penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang tepat, jelas, terukur dan akuntabel merupakan sebuah keharusan yang perlu dilaksanakan dalam usaha mewujudkan

Lebih terperinci

5. LAPORAN KINERJA TAHUN 2014 (RINGKASAN)

5. LAPORAN KINERJA TAHUN 2014 (RINGKASAN) 5. LAPORAN KINERJA TAHUN 2014 (RINGKASAN) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN SIAK NILAI-NILAI DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN SIAK Pelayanan Memberikan layanan yang memenuhi

Lebih terperinci

RENCANA KERJA (RENJA) TAHUN ANGGARAN 2018

RENCANA KERJA (RENJA) TAHUN ANGGARAN 2018 RENCANA KERJA (RENJA) TAHUN ANGGARAN 2018 BIRO PENGEMBANGAN PRODUKSI DAERAH SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2017 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas segala limpahan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS PUSAT INFORMASI DAN DOKUMENTASI STANDARDISASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN

RENCANA STRATEGIS PUSAT INFORMASI DAN DOKUMENTASI STANDARDISASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN RENCANA STRATEGIS PUSAT INFORMASI DAN DOKUMENTASI STANDARDISASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN 2015-2019 BADAN STANDARDISASI NASIONAL 2015 KATA PENGANTAR Rencana Strategis Pusat Informasi dan Dokumentasi

Lebih terperinci

February 15, 2016 BAPPEDA BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

February 15, 2016 BAPPEDA BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah merupakan dasar untuk terselenggaranya Good Governance yang artinya penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KOTA SALATIGA

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KOTA SALATIGA PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KOTA SALATIGA TAHUN 2017 1 PERENCANAAN KINERJA 2.1. PERENCANAAN STRATEGIS

Lebih terperinci

ŀlaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerinta IKHTISAR EKSEKUTIF

ŀlaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerinta IKHTISAR EKSEKUTIF i IKHTISAR EKSEKUTIF Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Pemerintah Kota Kediri Tahun 2012 ini disusun dengan menyajikan hasil pengukuran kinerja pencapaian sasaran yang diarahkan

Lebih terperinci

Biro Perencanaan KATA PENGANTAR

Biro Perencanaan KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah laporan kinerja tahunan yang berisi pertanggungjawaban kinerja suatu instansi dalam mencapai tujuan/sasaran strategis instansi.

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2012 KATA PENGANTAR

Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2012 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah dapat diselesaikan untuk memenuhi ketentuan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Laporan Akuntabilitas

Lebih terperinci

SASARAN STRATEGIS 1 : Menurunnya beban pencemaran lingkungan hidup

SASARAN STRATEGIS 1 : Menurunnya beban pencemaran lingkungan hidup Ringkasan Eksekutif Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAKIP) ini disusun sebagai wujud dan tekad Kementerian Lingkungan Hidup dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana diamanatkan dalam Instruksi Presiden

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 RKT PSP TA. 2012 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Februari Wasit Saronto

KATA PENGANTAR. Jakarta, Februari Wasit Saronto 1 KATA PENGANTAR Laporan Kinerja Asisten Deputi Bidang Hubungan Kemasyarakatan dan Kelembagaan Tahun 2014 disusun sebagai bentuk komitmen untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tujuan dan sasaran strategis

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG Penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang tepat, jelas, terukur dan akuntabel merupakan sebuah keharusan yang perlu dilaksanakan dalam usaha mewujudkan

Lebih terperinci

IKHTISAR EKSEKUTIF. berorientasi kepada hasil (result oriented government) sesuai dengan

IKHTISAR EKSEKUTIF. berorientasi kepada hasil (result oriented government) sesuai dengan IKHTISAR EKSEKUTIF Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal berupaya menyelenggarakan pemerintahan dengan berprinsip pada tata kelola kepemerintahan yang baik dan berorientasi kepada hasil (result oriented

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Oleh karena itu agar langkah dimaksud dapat menjadi prioritas program lima tahun pembangunan kepegawaian ke depan menyongsong ii

Kata Pengantar. Oleh karena itu agar langkah dimaksud dapat menjadi prioritas program lima tahun pembangunan kepegawaian ke depan menyongsong ii i Kata Pengantar Seraya memanjatkan puji dan syukur atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Badan Kepegawaian Daerah telah dapat melalui tahapan lima tahun kedua pembangunan jangka menengah bidang kepegawaian

Lebih terperinci

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) SEKRETARIAT JENDERAL 2014 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan kepada setiap instansi pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai tujuan serta cita- cita bangsa bernegara

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA POLTEKKES KEMENKES BANTEN TAHUN Pembinaan dan Supervisi - Uang Makan Mahasiwa yang di asramakan

RENCANA KINERJA POLTEKKES KEMENKES BANTEN TAHUN Pembinaan dan Supervisi - Uang Makan Mahasiwa yang di asramakan RENCANA KINERJA POLTEKKES KEMENKES BANTEN TAHUN 2015 1 2 No Sasaran Indikator Kinerja Meningkatnya lulusan tepat waktu Meningkatnya prestasi akademik peserta didik Persentase lulusan tepat waktu target

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) TAHUN 2013 KECAMATAN RAMBATAN

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) TAHUN 2013 KECAMATAN RAMBATAN PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR 1 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) TAHUN 2013 KECAMATAN RAMBATAN JANUARI 2014 RINGKASAN EKSEKUTIF 2 Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP)

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2018 TENTANG RENCANA INDUK RISET NASIONAL TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2018 TENTANG RENCANA INDUK RISET NASIONAL TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2018 TENTANG RENCANA INDUK RISET NASIONAL TAHUN 2017-2045 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Deputi Bidang Tata Laksana LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2012

Deputi Bidang Tata Laksana LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2012 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2012 DEPUTI BIDANG TATA LAKSANA KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Pada penyusunan Laporan Akuntabilias Kinerja Tahun 2013 ini, mengacu pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan. masyarakat merupakan sebuah konsep yang sangat multi kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan. masyarakat merupakan sebuah konsep yang sangat multi kompleks. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tugas utama pemerintah sebagai organisasi sektor publik terbesar adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat merupakan sebuah konsep

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2017, KEPALA DINAS PERKEBUNAN PROVINSI JAWA BARAT,

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2017, KEPALA DINAS PERKEBUNAN PROVINSI JAWA BARAT, KATA PENGANTAR Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP) Tahun 2016 ini disusun berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokasi Nomor 53 tahun 2014 tentang Petunjuk

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

KATA PENGANTAR. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh i KATA PENGANTAR Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh Rencana Strategis (Renstra) merupakan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-Undang

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DINAS KOPERASI DAN UMKM PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2014

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DINAS KOPERASI DAN UMKM PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2014 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DINAS KOPERASI DAN UMKM PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2014 DINAS KOPERASI DAN UMKM PROVINSI JAWA TENGAH Semarang, Maret 2015 KATA PENGANTAR Dengan

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH ( LKIP ) TAHUN 2016

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH ( LKIP ) TAHUN 2016 LAPORAN KINERJA INSTANSI ( LKIP ) 2016 INSPEKTORAT KOTA MOJOKERTO KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan Rahmat dan Hidayah-Nya semata akhirnya Laporan Kinerja

Lebih terperinci