Gambar 4 Simulasi trajektori PT. X bulan Juni (a) dan bulan Desember (b)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Gambar 4 Simulasi trajektori PT. X bulan Juni (a) dan bulan Desember (b)"

Transkripsi

1 9 Kasus 2 : - Top of model : 15 m AGL - Starting time : 8 Juni dan 3 Desember Height of stack : 8 m AGL - Emmision rate : 1 hour - Pollutant : NO 2 dan SO Metode Penentuan Koefisien Korelasi Penentuan koefisien korelasi digunakan untuk mencari hubungan antara dua variabel. Nilai koefisien korelasi berkisar antara -1 hingga +1. Hubungan antara dua variabel yang berbanding terbalik jika koefisien korelasi yang diperoleh bernilai negatif dan berbanding lurus jika bernilai positif. Penentuan koefisien korelasi dapat dituliskan sebagai berikut (Aunuddin 25): IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hybrid Single-Particle Lagrangian Integrated Trajectory (HYSPLIT) Model Model HYSPLIT dapat menentukan perpindahan dan konsentrasi polutan pada beberapa titik dalam satu area. Model HYSPLIT juga menerangkan bahwa pergerakan trajektori dan dispersi polutan searah dengan arah angin. Prediksi trajektori didapat dengan menjalankan model tanpa dispersi, sehingga dihasilkan pola trajektori dari partikel tunggal. Sedangkan prediksi dispersi polutan didapat dengan memasukan dua zat pencemar yang dilepaskan ke udara yaitu NO 2 dan SO 2. kondisi meteorologi yang dihasilkan oleh model WRF-EMS. Tingkat error model HYSPLIT yaitu 33.16% (Yerramili et al 211). 4.2 Prediksi Trajektori, Dispersi, dan Konsentrasi Polutan Prediksi trajektori pencemar udara dari dua tempat yang berbeda hasil keluaran HYSPLIT secara umum memiliki pola yang hampir sama baik simulasi yang dilakukan pada bulan Juni maupun bulan Desember. Hal ini disebabkan karena lokasi ke dua tempat tersebut berdekatan. Sehingga memungkinkan memiliki karakteristik yang hampir menyerupai Kasus 1 Arah angin dominan akan menentukan arah pergerakan trajektori, di mana trajektori tersebut mengalami proses perpindahan menuju wilayah lain yang akan bergerak meninggalkan sumbernya. Pada bulan Juni arah angin dominan cenderung bergerak ke arah Barat (lampiran 4). Selain itu arah angin dominan juga dipengaruhi oleh angin monsun Timur yang cukup signifikan, di mana angin tersebut berhembus dari Australia menuju ke arah barat yaitu Indonesia. Arah angin dominan yang terjadi di Indonesia tersebut akan mempengaruhi pergerakan trajektori. Sehingga pada bulan Juni trajektori cenderung bergerak ke arah Barat. Pada Gambar 4 (a) dapat terlihat bahwa ketinggian awal trajektori yaitu 9 m di atas permukaan (Above Ground Level) yang bergerak menjauhi sumber hingga ketinggian sekitar 5 m AGL. Model HYSPLIT mengintegrasikan hubungan antara distribusi polutan dengan (a) (b) Gambar 4 Simulasi trajektori PT. X bulan Juni (a) dan bulan Desember (b)

2 1 Pola trajektori tersebut mengalami kenaikan pada tanggal 9 Juni pukul 15 UTC dan mengalami penurunan pada tanggal 11 Juni (6 UTC 9 UTC dan 15 UTC - 18 UTC). Penurunan trajektori yang terjadi disebabkan karena pada saat tersebut atmosfer berada pada kondisi yang sedikit labil (keadaan tidak stabil namun hampir mendekati stabil). Pada kondisi tersebut terjadi pengangkatan massa udara sampai ketinggian tertentu yang kemudian akan turun kembali. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan stull (2), yang menyatakan bahwa pada keadaan atmosfer yang stabil gaya buoyancy berlawanan arah dengan gaya ke atas, sehingga massa udara yang mengalami pengangkatan sampai ketinggian tertentu akan turun kembali. Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui prediksi trajektori yang dihasilkan oleh model sampai tanggal 12 Juni 211 pukul UTC yang bergerak menjauhi sumber sampai pada jarak 4 km yang bergerak searah dengan arah angin dominan. Angin bergerak dari tekanan tinggi menuju tekanan rendah, di mana pada bulan Desember angin bergerak dari China selatan menuju benua Australia, maka angin tersebut dinamakan angin baratan. Sehingga pada bulan Desember di Indonesia pergerakan arah angin dominan yaitu ke arah Timur (lampiran 6). Pada Gambar 4 (b) dapat terlihat bahwa simulasi trajektori yang dimulai pada tanggal 22 Desember 211 bergerak mengikuti pergerakan arah angin dominan yang cenderung bergerak ke arah Timur. Pada Gambar 4 (b) dapat terlihat bahwa ketinggian awal trajektori yaitu 9 m AGL hingga ketinggian sekitar 1 m AGL yang bergerak menjauhi sumber sampai pada jarak lebih dari 4 km ke arah Timur. Pada tanggal 24 Desember 211 pukul UTC terjadi penurunan trajektori. Hal ini disebabkan karena pada saat tersebut kondisi atmosfer dalam keadaan sedikit labil (kondisi tidak stabil yang mendekati stabil). Sehingga terjadi penurunan, yang kemudian di ikuti dengan kenaikan pola trajektori hingga akhir waktu simulasi. Kenaikan pola trajektori disebabkan karena stabilitas atmosfer setelah tanggal 24 Desember 211 pukul UTC dalam kondisi labil sedang (hampir mendekati stabil), yang artinya pada keadaan tersebut memperkuat gaya ke atas. Sehingga massa udara tersebut cenderung naik. Prediksi trajektori yang dihasilkan oleh model, terjadi selama tiga hari kedepan yang berakhir pada tanggal 25 Desember pukul UTC. Berdasarkan hasil trajektori yang diperoleh, maka dapat diketahui pola dispersi pada bulan Juni dan bulan Desember. Pola dispersi ditunjukan dengan gradasi warna, di mana konsentrasi paling tinggi ditunjukan dengan warna kuning yang kemudian diikuti dengan perubahan warna biru pekat, hijau, dan biru. Pada Gambar 5 dan Gambar 6 dapat terlihat pergerakan pola dispersi pada bulan Juni maupun bulan Desember. Pergerakan pola dispersi memiliki sedikit perbedaan arah dengan pergerakan trajektori yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena trajektori yang dihasilkan hanya menggunakan data meteorologi tanpa memasukan zat pencemar yaitu NO 2 dan SO 2. Sedangkan pada dispersi pencemar terdapat zat pencemar, di mana pada pola dispersi tersebut terdapat sejumlah massa yang akan menyebabkan terjadinya sedikit perbedaan arah dengan trajektori yang dihasilkan. Pola dispersi pada tanggal 9 Juni 211 pukul 18 UTC dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar tersebut menunjukan bahwa semakin lama waktu simulasi maka dispersi pencemar terlihat semakin menjauhi sumber, di mana sumber asap berada pada ketinggian 9 m AGL yang bergerak hingga ketinggian kurang dari 5 m AGL sampai pada jarak sekitar 15 km ke arah Barat Laut. Pola dispersi memiliki bentuk yang berbeda. sehingga menghasilkan jarak jangkau yang berbeda. Berdasarkan pola peralihan dispersi pencemar, maka pola dispersi pada bulan juni dikategorikan ke dalam pola peralihan Lofting (Geiger 1995). Semakin lama waktu simulasi dispersi pencemar akan semakin menjauhi sumber, di mana pada ketinggian tertentu dispersi pencemar mengalami pencampuran dengan daerah yang lebih luas. Sehingga konsentrasi pencemar akan semakin rendah. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Berman et al (1999) yaitu pencemar yang mencapai pada ketinggian tertentu akan meyebabkan pencemar bercampur dengan sejumlah massa udara yang bersih dan mengalami proses pengenceran yang lebih cepat. Tabel 3 menjelaskan bahwa, pada masingmasing rentang waktu memiliki konsentrasi maksimum dan minimum. Namun, konsentrasi maksimum maupun minimum yang terjadi pada wilayah lain lebih kecil (tidak lebih tinggi) dari konsentrasi pada saat pertama kali diemisikan yaitu berada pada rentang waktu 3 UTC. Hal ini disebabkan

3 11 karena industri tersebut melakukan produksi pada pukul UTC, di mana terdapat sejumlah konsentrasi NO 2 dan SO 2 yang diemisikan ke udara. Sehingga konsentrasi NO 2 dan SO 2 maksimum maupun minimum lebih tinggi pada rentang waktu -3 UTC dibandingkan dengan rentang waktu lainnya. Pada Gambar 6 juga dapat terlihat pola dispersi pada bulan Desember tanggal 22 Desember pukul -18 UTC, di mana gambar tersebut menunjukan sumber asap berada pada ketinggian 9 m AGL yang bergerak menjauhi sumber sampai pada jarak lebih dari 4 km dengan ketinggian kurang dari 5 m AGL ke arah Timur Laut. Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka pola dispesi pencemar dapat dikategorikan kedalam pola dasar kepulan yaitu Looping (Geiger 1995). 3 UTC 3 6 UTC 6 9 UTC 9 12 UTC UTC UTC Gambar 5 Pola dispersi polutan PT. X bulan Juni Waktu (UTC) Tabel 3 Konsentrasi NO 2 dan SO 2 PT. X bulan Juni pada posisi yang berbeda Konsentrasi Maksimum Minimum Posisi NO 2 SO 2 Lintang Bujur Maksimum Minimum Maksimum Minimum

4 12 3 UTC 3 6 UTC 6 9 UTC 9 12 UTC UTC UTC Gambar 6 Pola dispersi pencemar PT. X bulan Desember Tabel 4 Konsentrasi NO 2 dan SO 2 PT. X bulan Desember pada posisi yang berbeda Konsentrasi Waktu Maksimum Minimum (UTC) Posisi NO 2 SO 2 Lintang Bujur Maksimum Minimum Maksimum Minimum Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Gambar 6, maka dapat diketahui konsentrasi maksimum dan minimum pada rentang waktu yang berbeda (Tabel 4). Konsentrasi maksimum tertinggi terjadi pada rentang waktu -3 UTC yaitu ketika industri tersebut melakukan produksi, sehingga menghasilkan sejumlah konsentrasi NO 2 dan SO 2 yang diemisikan ke udara. Semakin lama waktu simulasi, maka konsentrasi akan semakin rendah. Sehingga pada rentang waktu 3-6 UTC hingga akhir waktu simulasi yaitu UTC konsentrasi maksimum maupun minimum akan semakin rendah.

5 : 9: 11: 13: 15: 17: 19: 21: 23: 7: 9: 11: 13: 15: 17: 19: 21: 23: Waktu lokal [NO2] [SO2] (b) Waktu lokal [NO2] [SO2] (b) Gambar 7 Konsentrasi NO 2 dan SO 2 tanggal 9 Juni 211 (a) dan 22 Desember 211 (b) Konsentrasi NO 2 dan SO 2 yang dihasilkan oleh model tiap 1 jam pada bulan Juni dan bulan Desember memiliki jumlah konsentrasi yang berbeda (Gambar 7(a) dan 7(b)). Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan laju emisi pada bulan Juni dan bulan Desember (lampiran 2 d). Sehingga konsentasi NO 2 dan SO 2 yang dihasilkan oleh model pada bulan Juni dan bulan Desember juga akan berbeda. Pada tanggal 9 Juni 211 konsentrasi NO 2 pukul 7. WIB yaitu 35.5 dan SO 2 yaitu 677. Selain itu pada tanggal 22 Desember 211 konsentrasi NO 2 dan SO 2 yang dihasilkan oleh model sebesar 368 dan 338. Berdasarkan baku mutu emisi, konsentrasi NO 2 dan SO 2 yang diemisikan oleh indutsri tersebut tidak melewati baku mutu emisi, di mana baku mutu emisi untuk NO 2 yaitu 8 dan SO 2 yaitu 1 (KLH 22) Kasus 2 Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat dilihat bahwa pada bulan Juni arah angin dominan bergerak ke arah Barat dan pada bulan Desember arah angin dominan bergerak ke arah Timur (lampiran 5 dan 6). Pada lampiran 4 (a) trajekori berada pada ketinggian awal yaitu 8 m AGL yang bergerak searah dengan arah angin dominan yang menjauhi sumber lebih dari 4 km dengan ketinggian sekitar 6 m AGL. Pola trakejtori tersebut mengalamin dua kali penurunan pada tanggal 9 Juni 211 pukul 9 UTC dan 1 Juni pukul 12 UTC. Pada kondisi tersebut terjadi pengangkatan massa udara sampai ketinggian tertentu yang kemudian akan turun kembali. Prediksi trajektori yang dihasilkan oleh model yaitu dimulai pada tanggal 8 Juni 211 ( UTC) hingga 11 Juni 211 (21 UTC). Pada lampiran 4 (b) dapat terlihat bahwa trajektori cenderung bergerak ke arah Timur yang mengikuti pergerakan arah angin dominan, di mana ketinggian awal trajektori yaitu 8 m AGL yang bergerak menjauhi sumber hingga ketinggian sekitar 5 AGL sejauh lebih dari 3 km dari sumber titik. Pada gambar dapat terlihat bahwa pola trajektori tanggal 3 Desember 211 pukul 12 UTC 4 Desember pukul 12 UTC mengalami pola yang naik-turun. Hal ini disebabkan karena pada waktu tersebut dalam kondisi sedikit labil (kondisi tidak stabil namun hampir mendekati stabil) dan labil sedang (mendekati stabil). Trajektori yang stabil terjadi pada tanggal 4 Desember 211 (18 UTC) hingga akhir waktu simulasi. Prediksi yang dihasilkan oleh model terjadi selama dua hari kedepan yang dimulai pada tanggal 3 Desember 211 ( UTC) dan berakhir pada tanggal 5 Desember 211 (9 UTC). Pola dispersi pada Gambar 8 dan Gambar 9 menunjukan bahwa sumber asap berada pada ketinggian 8 m AGL, di mana semakin lama waktu simulasi maka dispersi polutan akan semakin menjauhi sumber dan bergerak mengikuti pergerakan arah angin dominan menuju wilayah lain. Pada bulan Juni dispersi polutan cenderung bergerak ke arah Barat Laut dan pada bulan Desember bergerak ke arah Timur.

6 14 Kecepatan angin yang berbeda akan menentukan ketinggian dispersi polutan. Pada tanggal 8 Juni 211 kecepatan angin maksimum pada pukul 9 UTC yaitu 8 m/s. Namun, pada pukul UTC kecepatan angin maksimum yaitu 9 m/s 1 m/s (lampiran 5). Sedangkan pada tanggal 3 Desember kecepatan angin maksimum pada pukul 18 UTC yaitu 1 m/s (lampiran 6). Pada bulan Juni dispersi pencemar berada pada ketinggian antara - 6 m AGL yang bergerak sekitar 15 km dari sumber titik. Namun, pada bulan Desember dispersi pencemar berada pada ketinggian - 5 m AGL yang bergerak sekitar 45 km dari sumber titik.. Pola dispersi polutan pada bulan Juni dan bulan Desember memiliki pola yang berbeda, sehingga menghasilkan jarak jangkau yang berbeda. Pada bulan Juni pola dispersi termasuk dalam pola dispersi Lofting yaitu dispersi plutan yang mengalami persebaran zat pencemar ke arah atas. Sedangkan pada bulan Desember pola dispersi termasuk dalam pola dispersi Looping yaitu pola dispersi yang mengalami pengenceran zat pencemar dengan cepat (Geiger 1995). 3 UTC 3 6 UTC 6 9 UTC 9 12 UTC UTC UTC Gambar 8 Pola dispersi polutan PT. Y bulan Juni Waktu (UTC) Tabel 5 Konsentrasi NO 2 dan SO 2 PT. Y bulan Juni pada posisi yang berbeda Konsentrasi Maksimum Minimum Posisi NO 2 SO 2 Lintang Bujur Maksimum Minimum Maksimum Minimum

7 15 3 UTC 3 6 UTC 6 9 UTC 9 12 UTC UTC UTC Gambar 9 Pola dispersi polutan PT. Y bulan Desember Tabel 6 Konsentrasi NO 2 dan SO 2 PT. Y bulan Desember pada posisi yang berbeda Konsentrasi Waktu Maksimum Minimum (UTC) Posisi NO 2 SO 2 Lintang Bujur Maksimum Minimum Maksimum Minimum Tabel 5 dan 6 menunjukan bahwa pada masing-masing rentang waktu memiliki konsentrasi maksimum dan minimum. Hal ini disebabkan karena dispersi polutan tersebut bergerak sesuai dengan pergerakan arah angin dominan yang menyebabkan dispersi polutan akan bergerak menuju wilayah lain dengan nilai konsnetrasi yang berbeda. Sehingga pada masing-masing waktu terdapat konsentrasi maksimum dan minimum yang berbeda. Namun, konsentrasi maksimum yang terjadi pada wilayah lain tidak lebih tinggi dari konsentrasi pada saat konsentrasi tersebut baru diemisikan. Maka dapat dikatakan konsentrasi maksimum yang terjadi pada wilayah lain tidak berbahaya, karena konsentrasi NO 2 maupun SO 2 semakin rendah.

8 : 9: 11: 13: 15: 17: 19: 21: 23: 7: 9: 11: 13: 15: 17: 19: 21: 23: [NO2] [SO2] [NO2] [SO2] (a) (b) Gambar 1 Konsentrasi NO 2 dan SO 2 tanggal 8 Juni 211 (a) dan 3 Desember 211 (b) Konsentrasi NO 2 dan SO 2 yang terjadi tiap 1 jam pada bulan Juni dan bulan Desember dapat terlihat pada Gambar 1. Pada tanggal 8 Juni 211 pukul 7. konsentrasi NO 2 dan SO 2 yang dihasilkan yaitu 41.2 dan 41.1 Sedangkan pada tanggal 22 Desember 211 konsentrasi NO 2 dan SO 2 yang diperoleh sebesar dan Perbedaan konsentrasi NO 2 dan SO 2 yang dihasilkan disebabkan karena adanya perbedaan laju emisi pada bulan Juni dan bulan Desember. Sehingga akan mengakibatkan terjadinya perbedaan konsentrasi yang diperoleh. Berdasarkan baku mutu emisi, konsentrasi NO 2 dan SO 2 yang dihasilkan pada bulan Juni maupun bulan Desember tidak melebihi baku mutu emisi yang telah ditetapkan (KLH 22). 4.3 Analisis hubungan suhu dan kondisi stabilitas statik terhadap konsentrasi NO 2 dan SO 2 Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka dapat diketahui bahwa pada waktu tertentu terjadi penurunan konsentrasi NO 2 dan SO 2. Faktor penyebab penurunan konsentrasi tersebut dapat dipengaruhi oleh suhu dan kondisi stabilitas statik pada saat itu Kasus 1 Profil suhu udara baik pada bulan Juni maupun bulan Desember memiliki pola yang hampir menyerupai. Pada pagi hari suhu udara cenderung rendah, saat siang hari suhu udara meningkat, dan menjelang malam hari suhu udara menurun kembali. Berdasarkan pengamatan yang dimulai pada tanggal 9 Juni 211 dapat terlihat bahwa pada pukul 7. didapatkan suhu sebesar 31 K. Pada gambar 11 dapat terlihat semakin siang suhu akan semakin tinggi, dan menuju malam hari suhu akan semakin rendah kembali. pada tanggal 9 Juni 211 suhu maksimum terjadi antara pukul yaitu 32 K. Sedangkan pada tanggal 22 Desember 211 terjadi antara pukul yaitu 38 K (Gambar 12). Perbedaan suhu yang terjadi antara bulan Juni dan bulan Desember disebabkan karena, pada bulan Juni posisi semu matahari berada pada 23.5 LU dan pada bulan Desember posisi semu matahari berada pada 23.5 LS. Sedangkan Indonesia berada pada BBS, sehingga radiasi matahari yang diterima pada bulan Desember lebih besar dibandingkan pada bulan Juni yang akan menyebabkan terjadinya perbedaan suhu pada bulan Juni dan bulan Desember. Salah satu penyebab penurunan konsentrasi dengan cepat yaitu karena pada siang hari penerimaan bahang lebih tinggi dibandingkan pada malam hari, di mana zat pencemar mampu bereaksi lebih cepat pada suhu yang tinggi. Sehingga penurunan konsentrasi NO 2 maupun SO 2 lebih cepat pada siang hari dibandingkan pada pagi dan malam hari (Kozarev dan Ilieva 211). Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka didapatkan korelasi antara suhu dengan konsentrasi NO 2 dan SO 2. Nilai korelasi yang diperoleh menunjukan adanya hubungan antara dua variabel.

9 Suhu (k) : 8: 9: 1: 11: 12: 13: 14: 15: 16: 17: 18: 19: 2: 21: 22: 23: : [NO2] [SO2] Suhu (K) Gambar 11 Konsentrasi NO 2 dan SO 2 pada suhu tertentu tanggal 9 Juni : 8: 9: 1: 11: 12: 13: 14: 15: 16: Suhu (K) 17: 18: 19: 2: 21: 22: 23: : [NO2] [SO2] Suhu (K) Gambar 12 Konsentrasi NO 2 dan SO 2 pada suhu tertentu tanggal 22 Desember 211 Pada bulan Juni didapatkan korelasi antara suhu dengan konsentrasi NO 2 dan SO 2 yaitu -.6 dan Selain itu pada bulan Desember didapatkan korelasi antara suhu dengan konsentrasi NO 2 dan SO 2 yaitu -.66 dan Korelasi yang didapatkan menunjukan adanya hubungan yang berbanding terbalik antara suhu dengan konsentrasi zat pencemar, di mana semakin tinggi suhu maka konsentrasi NO 2 maupun SO 2 akan mengalami proses laju penurunan dengan cepat. Sehingga konsentrasinya akan semakin rendah dan begitu juga sebaliknya. Secara langsung kondisi stabilitas atmosfer dapat mempengaruhi dispersi pencemar. Namun, secara tidak langsung juga dapat mempengaruhi konsentrasi pencemar. Berdasarkan hasil yang didapat, kondisi stabilitas atmosfer dapat ditunjukan dengan nilai CAPE. Secara umum keadaan atmosfer yang tidak stabil terjadi pada siang hari dan keadaan atmosfer yang stabil terjadi pada malam hari. Pada tanggal 9 Juni maupun 22 Desember 211 pukul kondisi stabilitas atmosfer dalam keadaan sedikit labil di mana pada kondisi tersebut atmosfer dalam keadaan yang lemah, artinya kondisi yang tidak stabil namun mendekati stabil. Kondisi tersebut membuat massa udara yang membawa zat pencemar mengalami gaya angkat, sehingga massa udara tersebut cenderung naik yang menyebabkan pencemar akan mudah bercampur dengan daerah yang lebih luas.

10 18 CAPE (J/Kg) karena pencemar dapat terdispersi sempurna dengan lingkungannya : 8: 9: 1: 11: 12: 13: 14: 15: 16: 17: 18: 19: 2: 21: 22: 23: : [NO2] [SO2] CAPE (J/Kg) Gambar 13 Konsentrasi NO 2 dan SO 2 pada kondisi stabilitas statik tanggal 9 Juni 211 CAPE (J/Kg) : 8: 9: 1: 11: 12: 13: 14: 15: 16: 17: 18: 19: 2: 21: 22: 23: : [NO2] [SO2] CAPE (J/Kg) Gambar 14 Konsentrasi NO 2 dan SO 2 pada kondisi stabilitas statik tanggal 22 Desember 211 Pada tanggal 9 Juni 211 korelasi antara nilai CAPE dengan konsentrasi NO 2 dan SO 2 yaitu -77 dan Selain itu pada tanggal 22 Desember 211 korelasi antara nilai CAPE dengan konsentrasi NO 2 dan SO 2 yaitu -.67 dan Nilai korelasi yang diperoleh menunjukan bahwa adanya hubungan yang berbanding terbalik antara nilai CAPE dengan konsentrasi NO 2 maupun SO 2, di mana semakin tinggi nilai CAPE maka kondisi atmosfer semakin tidak stabil. Kondisi tersebut akan mempercepat penurunan konsentrasi zat pencemar. Kondisi atmosfer tidak stabil sangat menguntungkan bagi pengendalian dampak pencemaran udara, Kasus 2 Pola suhu udara yang diperoleh pada bulan Juni dan bulan Desember memiliki pola yang hampir menyerupai. Pada bulan Juni suhu maksimum terjadi antara pukul yaitu 32 K. Suhu maksimum yang terjadi menyebabkan konsentrasi zat pencemar mengalami proses penurunan dengan cepat, di mana pada pukul 12. konsentrasi NO 2 dan SO 2 yaitu dan dan pada saat terjadi suhu maksimum konsentrasi NO 2 dan SO 2 pada pukul 13. yaitu 22.9 dan 147 dan pada pukul 14. konsentrasi NO 2 dan SO 2 menjadi 98.6 dan 97.

11 : 8: 9: 1: 11: 12: 13: 14: 15: 16: 17: 18: 19: 2: 21: 22: 23: : Suhu (K) [NO2] [SO2] Suhu (K) Gambar 15 Konsentrasi NO 2 dan SO 2 pada suhu tertentu tanggal 8 Juni 211 Suhu (K) : 8: 9: 1: 11: 12: 13: 14: 15: 16: 17: 18: 19: 2: 21: 22: 23: : [NO2] [SO2] Suhu (K) Gambar 16 Konsentrasi NO 2 dan SO 2 pada suhu tertentu tanggal 3 Desember 211 Proses penurunan konsentrasi zat pencemar dengan cepat juga terjadi pada bulan Desember antara pukul , di mana pada saat itu terjadi suhu maksimum sebesar 34 K. Pada pukul 12. konsentrasi NO 2 dan SO 2 yaitu 234 dan 239.3, kemudian pada pukul 13. konsentrasi NO 2 dan SO 2 menurun menjadi dan dan pada pukul 14. konsentrasi NO 2 dan SO 2 mengalami proses penurunan dengan cepat yaitu 87.5 dan Proses penurunan konsentrasi dengan cepat terjadi pada siang hari, karena pada siang hari penerimaan bahang lebih besar dibandingkan pada malam hari. Korelasi yang didapat antara suhu dengan konsentrasi NO 2 dan SO 2 pada bulan Juni yaitu -.69 dan -.67 dan pada bulan Desember yaitu -.54 dan Korelasi tersebut menunjukan bahwa adanya hubungan yang berbanding terbalik antara suhu dengan konsentrasi zat pencemar. Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka dapat diketahui bahwa kondisi stabilitas atmosfer dapat dijelaskan dengan nilai CAPE, di mana nilai CAPE merupakan sejumlah energy yang dibutuhkan massa udara agar dapat bergerak ke atas. Nilai CAPE tersebut berasosiasi dengan ketinggian, sehingga nilai CAPE tersebut akan berbeda pada setiap ketinggian.

12 2 CAPE (J/Kg) : 8: 9: 1: 11: 12: 13: 14: 15: 16: 17: 18: 19: 2: 21: 22: 23: : [NO2] [SO2] CAPE (J/Kg) Gambar 17 Konsentrasi NO 2 dan SO 2 berdasarkan kondisi stabilitas statik tanggal 8 Juni 211 CAPE (J/Kg) : 8: 9: 1: 11: 12: 13: 14: 15: 16: 17: 18: 19: 2: 21: 22: 23: : [NO2] [SO2] CAPE (J/Kg) Gambar 18 Konsentrasi NO 2 dan SO 2 berdasarkan kondisi stabilitas statik tanggal 3 Desember 211 Semakin tinggi nilai CAPE maka kondisi stabilitas atmosfer semakin lemah dan semakin rendah nilai CAPE, stabilitas atmosfer semakin kuat. Pada tanggal 8 Juni 211 pukul 7. kondisi stabilitas atmosfer dikategorikan dalam keadaan yang stabil, semakin siang hari yaitu mulai pukul kondisi stabilitas atmosfer dalam keadaan tidak stabil, kondisi tersebut membuat massa udara yang membawa zat pencemar mengalami gaya angkat, sehingga massa udara tersebut cenderung naik yang menyebabkan pencemar akan mudah menyebar dan bercampur dengan daerah yang lebih luas dan menjelang malam hari kondisi atmosfer kembali menjadi stabil. Pada tanggal 3 Desember 211 pukul kondisi atmosfer dalam keadaan sedikit labil, di mana kondisi tersebut mampu membawa zat pencemar menyebar dan bercampur dengan daerah yang lebih luas. Sehingga pada waktu tersebut konsentrasi NO 2 dan SO 2 mengalami proses penurunan dengan cepat. Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka didapatkan nilai korelasi antara nilai CAPE dengan konsentrasi NO 2 dan SO 2. Pada bulan Juni didapatkan korelasi antara nilai CAPE dengan konsentrasi NO 2 dan SO 2 yaitu -.78 dan -.76 serta pada bulan Desember diperoleh nilai korelasi antara nilai CAPE

2.1.1 Sumber dan Jenis Pencemar Udara

2.1.1 Sumber dan Jenis Pencemar Udara 2 2.1.1 Sumber dan Jenis Pencemar Udara Menurut asalnya, sumber pencemaran udara dibagi menjadi dua yaitu sumber alami dan non alami (buatan). Sumber pencemar alami yaitu masuknya zat pencemar ke udara

Lebih terperinci

Kewaspadaan Dini Terhadap Sebaran Polutan Bahan Radio Aktif Akibat Kerusakan Reaktor Nuklir Fukushima Jepang Tanggal 11 Maret 2011

Kewaspadaan Dini Terhadap Sebaran Polutan Bahan Radio Aktif Akibat Kerusakan Reaktor Nuklir Fukushima Jepang Tanggal 11 Maret 2011 Kewaspadaan Dini Terhadap Sebaran Polutan Bahan Radio Aktif Akibat Kerusakan Reaktor Nuklir Fukushima Jepang Tanggal 11 Maret 2011 Oleh Achmad Sasmito (Perekayasa Madya) Latar Belakang Sesuai dengan rekomendasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini merupakan kota terbesar di Pulau Sumatera. Secara geografis Kota Medan terletak pada 3 30'

Lebih terperinci

BAB IV HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN Dari simulasi yang telah dilakukan didapat hasil sebaran konsentrasi SO 2 dari data emisi pada tanggal 31 Oktober 2003 pada PLTU milik PT. Indorama Synthetics tbk.

Lebih terperinci

POLUSI UDARA DI KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG

POLUSI UDARA DI KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG POLUSI UDARA DI KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG Sumaryati Peneliti Bidang Komposisi Atmosfer, LAPAN e-mail: sumary.bdg@gmail.com,maryati@bdg.lapan.go.id RINGKASAN Pengelolaan polusi udara pada prinsipnya adalah

Lebih terperinci

ANALISIS KONSENTRASI GAS AMMONIA (NH3) DI UDARA AMBIEN KAWASAN LOKASI PEMBUANGAN AKHIR (LPA) SAMPAH AIR DINGIN KOTA PADANG TUGAS AKHIR

ANALISIS KONSENTRASI GAS AMMONIA (NH3) DI UDARA AMBIEN KAWASAN LOKASI PEMBUANGAN AKHIR (LPA) SAMPAH AIR DINGIN KOTA PADANG TUGAS AKHIR 346/S1-TL/1011-P ANALISIS KONSENTRASI GAS AMMONIA (NH3) DI UDARA AMBIEN KAWASAN LOKASI PEMBUANGAN AKHIR (LPA) SAMPAH AIR DINGIN KOTA PADANG TUGAS AKHIR Oleh: DHONA MARLINDRA 07 174 024 JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

Lebih terperinci

Angin Meridional. Analisis Spektrum

Angin Meridional. Analisis Spektrum menyebabkan pola dinamika angin seperti itu. Proporsi nilai eigen mempresentasikan seberapa besar pengaruh dinamika angin pada komponen utama angin baik zonal maupun meridional terhadap keseluruhan pergerakan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN ( Printed) F-120

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN ( Printed) F-120 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN 2337-3539 (2301-9271 Printed) F-120 Penentuan Korelasi Perubahan Kecepatan Angin dan Kekuatan Radiasi terhadap Ketinggian Lapisan Inversi dan Hubungannya dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Kepadatan Lalu Lintas Jl. M.H. Thamrin Jalan M.H. Thamrin merupakan jalan arteri primer, dengan kondisi di sekitarnya didominasi wilayah perkantoran. Kepadatan lalu

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang dan Permasalahan Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian 2

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang dan Permasalahan Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian 2 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN INTISARI ABSTRACT i ii iii iv v vii ix x xi xii xiii

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI KEJADIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan komponen yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Tingkat pencemaran udara di Kota Padang cukup tinggi. Hal

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI HUJAN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Program Model Simulasi Program penyebaran polutan dari sumber garis telah dibuat dan dijalankan dengan data masukan konsentrasi awal CO, arah dan kecepatan angin sebagaimana

Lebih terperinci

ANALISA KEJADIAN HUJAN EKSTRIM DI MUSIM KEMARAU DI WILAYAH SIDOARJO DAN SEKITARNYA.

ANALISA KEJADIAN HUJAN EKSTRIM DI MUSIM KEMARAU DI WILAYAH SIDOARJO DAN SEKITARNYA. ANALISA KEJADIAN HUJAN EKSTRIM DI MUSIM KEMARAU DI WILAYAH SIDOARJO DAN SEKITARNYA. Sebagian besar Wilayah Jawa Timur sudah mulai memasuki musim kemarau pada bulan Mei 2014. Termasuk wilayah Sidoarjo dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi saat ini menjadi masalah yang sangat penting karena dapat mengindikasikan kemajuan suatu daerah. Transportasi sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

PENDUGAAN KONSENTRASI PERMUKAAN POLUTAN SULFUR DIOKSIDA (SO*) MENGGUNAKAN MODEL GAUSSIAN (STUD1 KASUS : PT. YAMAHA MOTOR MANUFARTURING, JAKARTA)

PENDUGAAN KONSENTRASI PERMUKAAN POLUTAN SULFUR DIOKSIDA (SO*) MENGGUNAKAN MODEL GAUSSIAN (STUD1 KASUS : PT. YAMAHA MOTOR MANUFARTURING, JAKARTA) PENDUGAAN KONSENTRASI PERMUKAAN POLUTAN SULFUR DIOKSIDA (SO*) MENGGUNAKAN MODEL GAUSSIAN (STUD1 KASUS : PT. YAMAHA MOTOR MANUFARTURING, JAKARTA) OLEH : MUHAMMAD HAKIKI G24103021 DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI HUJAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Simulasi Distribusi Suhu Kolektor Surya 1. Domain 3 Dimensi Kolektor Surya Bentuk geometri 3 dimensi kolektor surya diperoleh dari proses pembentukan ruang kolektor menggunakan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 IDENTIFIKASI CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI

Lebih terperinci

Pemantauan kualitas udara. Kendala 25/10/2015. Hal yang penting diperhatikan terutama ialah aspek pengambilan sampel udara dan analisis pengukurannya

Pemantauan kualitas udara. Kendala 25/10/2015. Hal yang penting diperhatikan terutama ialah aspek pengambilan sampel udara dan analisis pengukurannya Pemantauan kualitas udara Hal yang penting diperhatikan terutama ialah aspek pengambilan sampel udara dan analisis pengukurannya Keabsahan dan keterpercayaannya ditentukan oleh metode dan analisis yang

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA)

PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA) PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA) EKO SUPRIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan melakukan pengamatan kendaraan yaitu menghitung jenis dan jumlah kendaraan untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI ANGIN

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI ANGIN

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Keenam (SUHU UDARA II)

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Keenam (SUHU UDARA II) HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Keenam (SUHU UDARA II) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST. MT 5. Penyebaran Suhu Menurut Ruang dan Waktu A. Penyebaran Suhu Vertikal Pada lapisan troposfer,

Lebih terperinci

Octo Mario Pasaribu Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Tangerang Selatan

Octo Mario Pasaribu Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Tangerang Selatan PEMANFAATAN CITRA SATELIT HIMAWARI-8 DAN MODEL HYSPLIT UNTUK ANALISIS DAN SIMULASI PERKIRAAN SEBARAN DEBU VULKANIK (Studi Kasus Erupsi Gunung Raung Tanggal 20 Juli 2015) Octo Mario Pasaribu, Tangerang

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262 Website : http://www.staklimpondoketung.net Jln. Raya Kodam Bintaro No.

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Prediksi Tinggi Signifikan Gelombang Laut Di Sebagian Wilayah Perairan Indonesia Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Metode Propagasi Balik Abraham Isahk Bekalani, Yudha Arman, Muhammad Ishak Jumarang Program

Lebih terperinci

Winardi 1 Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura Pontianak

Winardi 1 Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura Pontianak Analisis Dispersi Gas Sulfur Dioksida (SO 2 ) Dari Sumber Transportasi Di Kota Pontianak Winardi 1 Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura Pontianak win@pplh-untan.or.id Abstrak Pencemaran

Lebih terperinci

PREDIKSI KONSENTRASI CO2 PADA CEROBONG ASAP DARI RENCANA PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MESIN DAN GAS (PLTMG) DURI

PREDIKSI KONSENTRASI CO2 PADA CEROBONG ASAP DARI RENCANA PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MESIN DAN GAS (PLTMG) DURI PREDIKSI KONSENTRASI CO2 PADA CEROBONG ASAP DARI RENCANA PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MESIN DAN GAS (PLTMG) DURI Yulia Fitri, Sri Fitria Retnawaty Prodi Fisika Universitas Muhammadiyah Riau Jl.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ./ 3.3.2 Penentuan nilai gradien T BB Gradien T BB adalah perbedaan antara nilai T BB suatu jam tertentu dengan nilai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

PEMODELAN POLA ARUS LAUT PERMUKAAN DI PERAIRAN INDONESIA MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-1

PEMODELAN POLA ARUS LAUT PERMUKAAN DI PERAIRAN INDONESIA MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-1 PEMODELAN POLA ARUS LAUT PERMUKAAN DI PERAIRAN INDONESIA MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-1 RAHMA WIDYASTUTI(3506 100 005) TEKNIK GEOMATIKA ITS - SURABAYA Pembimbing : Eko Yuli Handoko,ST.MT Ir.

Lebih terperinci

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE KARAKTERISTIK RATA-RATA SUHU MAKSIMUM DAN SUHU MINIMUM STASIUN METEOROLOGI NABIRE TAHUN 2006 2015 OLEH : 1. EUSEBIO ANDRONIKOS SAMPE, S.Tr 2. RIFKI ADIGUNA SUTOWO, S.Tr

Lebih terperinci

Pelatihan-osn.com C. Siklus Wilson D. Palung samudera C. Campuran B. Salinitas air laut C. Rendah C. Menerima banyak cahaya matahari A.

Pelatihan-osn.com C. Siklus Wilson D. Palung samudera C. Campuran B. Salinitas air laut C. Rendah C. Menerima banyak cahaya matahari A. Bidang Studi Kode Berkas : GEOGRAFI : GEO-L01 (solusi) 1. B. Terjadinya efek Ekman menyebabkan massa air umumnya bergerak menjauhi daratan ke arah barat sehingga menyebabkan terjadinya upwelling di Cape

Lebih terperinci

PENGANTAR OCEANOGRAFI. Disusun Oleh : ARINI QURRATA A YUN H

PENGANTAR OCEANOGRAFI. Disusun Oleh : ARINI QURRATA A YUN H PENGANTAR OCEANOGRAFI Disusun Oleh : ARINI QURRATA A YUN H21114307 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin Makassar 2014 Kondisi Pasang Surut di Makassar Kota

Lebih terperinci

DISPERSI GAS KARBON MONOKSIDA (CO) DARI SUMBER TRANSPORTASI DI KOTA PONTIANAK

DISPERSI GAS KARBON MONOKSIDA (CO) DARI SUMBER TRANSPORTASI DI KOTA PONTIANAK DISPERSI GAS KARBON MONOKSIDA () DARI SUMBER TRANSPORTASI DI KOTA PONTIANAK DISPERSION OF CARBON MONOXIDE () FROM TRANSPORTATION SOURCE IN PONTIANAK CITY Winardi* Program Studi Teknik Lingkungan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk di Kota Padang setiap tahun terus meningkat, meningkatnya jumlah penduduk mengakibatkan peningkatan jumlah transportasi di Kota Padang. Jumlah kendaraan

Lebih terperinci

KAJIAN MODEL PENYEBARAN KARBONDIOKSIDA DARI KEGIATAN INDUSTRI KOTA SURABAYA DIAH WIJAYANTI JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

KAJIAN MODEL PENYEBARAN KARBONDIOKSIDA DARI KEGIATAN INDUSTRI KOTA SURABAYA DIAH WIJAYANTI JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN KAJIAN MODEL PENYEBARAN KARBONDIOKSIDA DARI KEGIATAN INDUSTRI KOTA SURABAYA DIAH WIJAYANTI 3309201002 JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN Menurut Boubel dkk (1994): gas yang dianggap sebagai polutan adalah SO x,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISIS CUACA STASIUN EKSTRIM METEOROLOGI TERKAIT

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISIS STASIUN CUACA METEOROLOGI TERKAIT HUJAN

Lebih terperinci

Hasil dan Analisis. IV.1.2 Pengamatan Data IR1 a) Identifikasi Pola Konveksi Diurnal dari Penampang Melintang Indeks Konvektif

Hasil dan Analisis. IV.1.2 Pengamatan Data IR1 a) Identifikasi Pola Konveksi Diurnal dari Penampang Melintang Indeks Konvektif Bab IV Hasil dan Analisis IV.1 Pola Konveksi Diurnal IV.1.1 Pengamatan Data OLR Pengolahan data OLR untuk periode September 2005 Agustus 2006 menggambarkan perbedaan distribusi tutupan awan. Pada bulan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Verifikasi Model Visualisasi Klimatologi Suhu Permukaan Laut (SPL) model SODA versi 2.1.6 diambil dari lapisan permukaan (Z=1) dengan kedalaman 0,5 meter (Lampiran 1). Begitu

Lebih terperinci

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 Pada pengujian periode I nilai NO 2 lebih tinggi dibandingkan dengan periode II dan III (Gambar 4.1). Tinggi atau rendahnya konsentrasi NO 2 sangat dipengaruhi oleh berbagai

Lebih terperinci

Kecenderungan untuk menahan gerakan vertikal udara/turbulensi menentukan kemampuan atmosfer untuk mendispersikan pencemar yang diemisikan.

Kecenderungan untuk menahan gerakan vertikal udara/turbulensi menentukan kemampuan atmosfer untuk mendispersikan pencemar yang diemisikan. 6.1.Stabilitas Atmosfer 6.1.1. Pengertian Stabilitas Atmosfer Stabilitas: Kecenderungan untuk menahan gerakan vertikal udara/turbulensi menentukan kemampuan atmosfer untuk mendispersikan pencemar yang

Lebih terperinci

ANALISIS CUACA TERKAIT KEJADIAN BANJIR DI PULAU BANGKA TANGGAL 07 FEBRUARI 2016

ANALISIS CUACA TERKAIT KEJADIAN BANJIR DI PULAU BANGKA TANGGAL 07 FEBRUARI 2016 BMKG BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BALAI BESAR METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA WILAYAH II STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG Bandar Udara Depati Amir, PangkalPinang 33171 P.O.

Lebih terperinci

Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b

Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b a Jurusan Fisika FMIPA Universitas Tanjungpura Pontianak b Program Studi

Lebih terperinci

Hidrometeorologi. Pertemuan ke I

Hidrometeorologi. Pertemuan ke I Hidrometeorologi Pertemuan ke I Pengertian Pengertian HIDROMETEOROLOGI Adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara unsur unsur meteorologi dengan siklus hidrologi, tekanannya pada hubungan timbal balik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Lingkungan Mengetahui kondisi lingkungan tempat percobaan sangat penting diketahui karena diharapkan faktor-faktor luar yang berpengaruh terhadap percobaan dapat diketahui.

Lebih terperinci

ke tiga dan seterusnya kurang efektif dalam mereduksi konsentrasi partikel timbal di udara. Halangan yang berupa vegetasi akan semakin efektif

ke tiga dan seterusnya kurang efektif dalam mereduksi konsentrasi partikel timbal di udara. Halangan yang berupa vegetasi akan semakin efektif PEMBAHASAN UMUM Dalam studi ini salah satu tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji hubungan antara konsentrasi partikel Pb yang berasal dari emisi kendaraan bermotor dengan besarnya penurunan konsentrasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pendugaan Parameter Input 4.1.1. Pendugaan Albedo Albedo merupakan rasio antara radiasi gelombang pendek yang dipantulkan dengan radiasi gelombang pendek yang datang. Namun

Lebih terperinci

ANALISIS KEJADIAN HUJAN LEBAT TANGGAL 02 NOVEMBER 2017 DI MEDAN DAN SEKITARNYA

ANALISIS KEJADIAN HUJAN LEBAT TANGGAL 02 NOVEMBER 2017 DI MEDAN DAN SEKITARNYA ANALISIS KEJADIAN HUJAN LEBAT TANGGAL 02 NOVEMBER 2017 DI MEDAN DAN SEKITARNYA I. INFORMASI KEJADIAN LOKASI TANGGAL DAMPAK Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara 02 November 2017 jam 23.50

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI BMKG Alamat : Bandar Udara Mali Kalabahi Alor (85819) Telp. Fax. : (0386) 2222820 : (0386) 2222820 Email : stamet.mali@gmail.com

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA DINAMIKA STASIUN ATMOSFER METEOROLOGI

Lebih terperinci

ANALISIS TRAYEKTORI ASAP KEBAKARAN HUTAN MENGGUNAKAN THE AIR POLLUTION MODEL (STUDI KASUS KEBAKARAN HUTAN KALIMANTAN 2006) OLEH :

ANALISIS TRAYEKTORI ASAP KEBAKARAN HUTAN MENGGUNAKAN THE AIR POLLUTION MODEL (STUDI KASUS KEBAKARAN HUTAN KALIMANTAN 2006) OLEH : ANALISIS TRAYEKTORI ASAP KEBAKARAN HUTAN MENGGUNAKAN THE AIR POLLUTION MODEL (STUDI KASUS KEBAKARAN HUTAN KALIMANTAN 2006) OLEH : DICKY FAJAR ANUGRAH G24103029 DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG

STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG BMKG BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BALAI BESAR METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA WILAYAH II STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG Bandar Udara Depati Amir Bangka, PangkalPinang 33171

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 18 Body force : 0,5 Momentum : 0,4 Modified turbulent viscosity : 0,3 Turbulent viscosity : 0,3 Turbulent dissipation rate : 0,3 CO : 0,5 Energi : 0,5 Jam ke-4 Pressure velocity coupling : SIMPLE Under

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, bumi tempat tinggal manusia telah tercemar oleh polutan. Polutan adalah segala sesuatu yang berbahaya bagi kehidupan makhluk hidup dan lingkungan. Udara

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI RADIN INTEN II BANDAR LAMPUNG Jl. Alamsyah Ratu Prawira Negara Km.28 Branti 35362 Telp. (0721)7697093 Fax. (0721) 7697242 e-mail : bmglampung@yahoo.co.id

Lebih terperinci

ANALISIS KEJADIAN HUJAN ES DI DUSUN SORIUTU KECAMATAN MANGGALEWA KABUPATEN DOMPU ( TANGGAL 14 NOVEMBER 2016 )

ANALISIS KEJADIAN HUJAN ES DI DUSUN SORIUTU KECAMATAN MANGGALEWA KABUPATEN DOMPU ( TANGGAL 14 NOVEMBER 2016 ) NALIS BMKG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MUHAMMAD SALAHUDDIN BIMA Jl. Sultan Muhammad Salahuddin Bima 84173, NTB Telp : (0374) 43215 Fax : (0374) 43123 Email : stamet_bmu@yahoo.co.id

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK... i ii iii vi iv xi xiii xiv BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

ANALISIS CUACA EKSTREM LOMBOK NTB HUJAN LEBAT (CH mm) DI LOMBOK TENGAH 15 SEPTEMBER 2016

ANALISIS CUACA EKSTREM LOMBOK NTB HUJAN LEBAT (CH mm) DI LOMBOK TENGAH 15 SEPTEMBER 2016 ANALISIS CUACA EKSTREM LOMBOK NTB HUJAN LEBAT (CH. 78.2 mm) DI LOMBOK TENGAH TANGGAL 15 SEPTEMBER 2016 I. INFORMASI HUJAN EKSTREM LOKASI STASIUN METEOROLOGI SELAPARANG BIL TANGGAL 15 SEPTEMBER 2016 (Curah

Lebih terperinci

Buletin Meteorologi Penerbangan Edisi XXVII, Maret 2017 I. PENDAHULUAN

Buletin Meteorologi Penerbangan Edisi XXVII, Maret 2017 I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Stasiun Meteorologi Sam Ratulangi Manado merupakan salah satu unit pelayanan teknis dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang bertugas memberikan pelayanan dan informasi

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISIS HUJAN STASIUN SEDANG METEOROLOGI &

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI HUJAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya. Udara

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang antara 95 o BT 141 o BT dan 6 o LU 11 o LS (Bakosurtanal, 2007) dengan luas wilayah yang

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Iklim Mikro Rumah Tanaman Tipe Standard Peak Selama 24 jam Struktur rumah tanaman berinteraksi dengan parameter lingkungan di sekitarnya menghasilkan iklim mikro yang khas.

Lebih terperinci

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas Pemanasan Bumi Meteorologi Suhu dan Perpindahan Panas Suhu merupakan besaran rata- rata energi kine4k yang dimiliki seluruh molekul dan atom- atom di udara. Udara yang dipanaskan akan memiliki energi kine4k

Lebih terperinci

STASIUN METEOROLOGI PANGKALPINANG

STASIUN METEOROLOGI PANGKALPINANG BMKG BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BALAI BESAR METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA WILAYAH II STASIUN METEOROLOGI PANGKALPINANG Bandar Udara Depati Amir Bangka, PangkalPinang 33171 P.O.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Suhu Udara Hasil pengukuran suhu udara di dalam rumah tanaman pada beberapa titik dapat dilihat pada Gambar 6. Grafik suhu udara di dalam rumah tanaman menyerupai bentuk parabola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Kota Medan sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Utara merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia dengan jumlah penduduk 2.191.140 jiwa pada tahun 2014 (BPS Provinsi Sumut,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinar matahari yang sampai di bumi merupakan sumber utama energi yang menimbulkan segala macam kegiatan atmosfer seperti hujan, angin, siklon tropis, musim panas, musim

Lebih terperinci

STRUKTUR BUMI. Bumi, Tata Surya dan Angkasa Luar

STRUKTUR BUMI. Bumi, Tata Surya dan Angkasa Luar STRUKTUR BUMI 1. Skalu 1978 Jika bumi tidak mempunyai atmosfir, maka warna langit adalah A. hitam C. kuning E. putih B. biru D. merah Jawab : A Warna biru langit terjadi karena sinar matahari yang menuju

Lebih terperinci

STASIUN METEOROLOGI PANGKALPINANG

STASIUN METEOROLOGI PANGKALPINANG BMKG BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BALAI BESAR METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA WILAYAH II STASIUN METEOROLOGI PANGKALPINANG Bandar Udara Depati Amir Bangka, PangkalPinang 33171 P.O.

Lebih terperinci

(Kurnia Anzhar dan Yarianto SBS)'

(Kurnia Anzhar dan Yarianto SBS)' Po/a Angin Laut dan Angin Darat di Daerah Ujung Lemah Abang, Semenanjung Muria (Kumia Anzhar dan Yarianto SBS.) POLA ANGIN LAUT DAN AN GIN DARAT DI DAERAH UJUNG LEMAHABANG, SEMENANJUNG MURIA (Kurnia Anzhar

Lebih terperinci

ANALISIS KONDISI ATMOSFER PADA KEJADIAN BANJIR DI WILAYAH JAKARTA SELATAN (Studi kasus banjir, 27 dan 28 Agustus 2016) Abstrak

ANALISIS KONDISI ATMOSFER PADA KEJADIAN BANJIR DI WILAYAH JAKARTA SELATAN (Studi kasus banjir, 27 dan 28 Agustus 2016) Abstrak ANALISIS KONDISI ATMOSFER PADA KEJADIAN BANJIR DI WILAYAH JAKARTA SELATAN (Studi kasus banjir, 27 dan 28 Agustus 2016) Levi Ratnasari 1, Arditho Bramandika Putra 2 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

Wisnu Wisi N. Abdu Fadli Assomadi, S.Si., M.T.

Wisnu Wisi N. Abdu Fadli Assomadi, S.Si., M.T. PEMODELAN DISPERSI SULFUR DIOKSIDA (SO ) DARI SUMBER GARIS MAJEMUK (MULTIPLE LINE SOURCES) DENGAN MODIFIKASI MODEL GAUSS DI KAWASAN SURABAYA SELATAN Oleh: Wisnu Wisi N. 3308100050 Dosen Pembimbing: Abdu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN UMUM

BAB V KESIMPULAN UMUM 177 BAB V KESIMPULAN UMUM Kesimpulan 1 Perilaku termal dalam bangunan percobaan menunjukan suhu pukul 07.00 WIB sebesar 24.1 o C,, pukul 13.00 WIB suhu mencapai 28.4 o C, pada pukul 18.00 WIB suhu mencapai

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Parameter Curah Hujan model REMO Data curah hujan dalam keluaran model REMO terdiri dari 2 jenis, yaitu curah hujan stratiform dengan kode C42 dan curah hujan konvektif dengan

Lebih terperinci

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE ANALISIS KEJADIAN CUACA EKSTRIM HUJAN LEBAT DAN ANGIN KENCANG DI SERUI TANGGAL 10 JANUARI 2017 OLEH : EUSEBIO ANDRONIKOS SAMPE, S.Tr NABIRE 2017 ANALISIS KEJADIAN CUACA

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kualitas udara merupakan komponen lingkungan yang sangat penting, karena akan berpengaruh langsung terhadap kesehatan masyarakat terutama pada pernafasan. Polutan di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dibagi menjadi 9 kecamatan, terdiri dari 50 kelurahan. Secara

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dibagi menjadi 9 kecamatan, terdiri dari 50 kelurahan. Secara 37 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitian 1.1.1 Gambaran Wilayah Penelitian Kota Gorontalo merupakan Ibukota Provinsi Gorontalo. Secara geografis mempunyai luas 79,03 km 2 atau 0,65

Lebih terperinci

ANALISA CUACA TERKAIT KEJADIAN ANGIN KENCANG DI PRAMBON SIDOARJO TANGGAL 02 APRIL 2018

ANALISA CUACA TERKAIT KEJADIAN ANGIN KENCANG DI PRAMBON SIDOARJO TANGGAL 02 APRIL 2018 B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS I JUANDA SURABAYA Alamat : Bandar Udara Juanda Surabaya, Telp. 031 8668989, Fax. 031 8675342, 8673119 E-mail : meteojud@gmail.com,

Lebih terperinci

Musim Hujan. Musim Kemarau

Musim Hujan. Musim Kemarau mm IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Data Curah hujan Data curah hujan yang digunakan pada penelitian ini adalah wilayah Lampung, Pontianak, Banjarbaru dan Indramayu. Selanjutnya pada masing-masing wilayah

Lebih terperinci

PENDUGAAN KONSENTRASI CO, NO x, SO 2, HC, DAN PM 10 DARI AKTIVITAS TRANSPORTASI DI JALAN MAYOR OKING CITEUREUP BOGOR FITRI HASANAH

PENDUGAAN KONSENTRASI CO, NO x, SO 2, HC, DAN PM 10 DARI AKTIVITAS TRANSPORTASI DI JALAN MAYOR OKING CITEUREUP BOGOR FITRI HASANAH PENDUGAAN KONSENTRASI CO, NO x, SO 2, HC, DAN PM 10 DARI AKTIVITAS TRANSPORTASI DI JALAN MAYOR OKING CITEUREUP BOGOR FITRI HASANAH DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

ANALISA CUACA TERKAIT KEJADIAN HUJAN EKSTREM SURABAYA DI SURABAYA TANGGAL 24 NOVEMBER 2017

ANALISA CUACA TERKAIT KEJADIAN HUJAN EKSTREM SURABAYA DI SURABAYA TANGGAL 24 NOVEMBER 2017 B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS I JUANDA SURABAYA Alamat : Bandar Udara Juanda Surabaya, Telp. 031 8668989, Fax. 031 8675342, 8673119 E-mail : meteojud@gmail.com,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 99 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Validasi Data Asimilasi GFDL 4.1.1 TRITON Stasiun pengamatan data TRITON yang digunakan untuk melakukan validasi data asimilasi GFDL sebanyak 13 stasiun dengan 12 TRITON berada

Lebih terperinci