PENDUGAAN KONSENTRASI CO, NO x, SO 2, HC, DAN PM 10 DARI AKTIVITAS TRANSPORTASI DI JALAN MAYOR OKING CITEUREUP BOGOR FITRI HASANAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDUGAAN KONSENTRASI CO, NO x, SO 2, HC, DAN PM 10 DARI AKTIVITAS TRANSPORTASI DI JALAN MAYOR OKING CITEUREUP BOGOR FITRI HASANAH"

Transkripsi

1 PENDUGAAN KONSENTRASI CO, NO x, SO 2, HC, DAN PM 10 DARI AKTIVITAS TRANSPORTASI DI JALAN MAYOR OKING CITEUREUP BOGOR FITRI HASANAH DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

2 Judul Skripsi: Pendugaan Konsentrasi CO, NOx, S0 2, HC, dan PM10 dmi Aktivitas Transportasi di Jalan Mayor Oking Citeureup Bogor Nama : Fitri Hasanah NIM : G Disetujui oleh / Dr Ir Sob1i Effendy, M.Si Pembimbing Diketahui oleh \.. ~~ - -- :~. ;.: Dr Ir Tania June, M.Sc Ketua Departemen Tanggal Lulus: '0 : t~lw /015

3 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 Ruang Lingkup Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 Gambaran Umum Kecamatan Citeureup 3 Pencemaran Udara 3 Pengaruh Faktor Meteorologi terhadap Pencemaran Udara 4 Box Model 6 METODE 7 Bahan 7 Alat 8 Prosedur Analisis Data 8 Faktor Emisi 9 HASIL DAN PEMBAHASAN 12 Jumlah Kendaraan Bermotor 12 Beban Emisi dan Konsentrasi Emisi Kendaraan Bermotor 13 Pengaruh Angin terhadap Konsentrasi Emisi Kendaraan Bermotor 26 SIMPULAN DAN SARAN 28 Simpulan 28 Saran 29 DAFTAR PUSTAKA 29 LAMPIRAN 32 RIWAYAT HIDUP 45 v v vi

4 DAFTAR TABEL 1 Hubungan stabilitas atmosfer dengan gradien suhu vertikal (Lapse rate) 4 2 Faktor emisi CO,NO x, SO 2, HC dan PM 10 kendaraan bermotor di Indonesia (gram/km) 10 3 Konsentrasi CO rata-rata kendaraan bermotor di Jalan Mayor Oking Citeureup pada jam terpadat kendaraan 14 4 Kontribusi beban emisi CO rata-rata berdasarkan jenis kendaraan bermotor di ruas Jalan Mayor Oking Citeureup 15 5 Konsentrasi NO x rata-rata kendaraan bermotor di Jalan Mayor Oking Citeureup pada jam terpadat kendaraan 17 6 Kontribusi beban emisi NO x rata-rata berdasarkan jenis kendaraan bermotor di ruas Jalan Mayor Oking Citeureup 17 7 Konsentrasi SO 2 rata-rata kendaraan bermotor di Jalan Mayor Oking Citeureup pada jam terpadat kendaraan 19 8 Kontribusi beban emisi SO 2 rata-rata berdasarkan jenis kendaraan bermotor di ruas Jalan Mayor Oking Citeureup 20 9 Konsentrasi HC rata-rata kendaraan bermotor di Jalan Mayor Oking Citeureup pada jam terpadat kendaraan Kontribusi beban emisi HC rata-rata berdasarkan jenis kendaraan bermotor di ruas Jalan Mayor Oking Citeureup Konsentrasi PM 10 rata-rata kendaraan bermotor di Jalan Mayor Oking Citeureup pada jam terpadat kendaraan Kontribusi beban emisi PM 10 rata-rata berdasarkan jenis kendaraan bermotor di ruas Jalan Mayor Oking Citeureup Kontribusi beban emisi dari beberapa hasil penelitian lain 25 DAFTAR GAMBAR 1 Kestabilan atmosfer terhadap dispersi pencemaran udara 5 2 Sketsa area dalam box model dengan kecepatan angin (u), konsentrasi (C), laju emisi (Q), mixing height (h), panjang area (p) lebar area (l). 6 3 Lokasi penelitian di ruas Jalan Raya Mayor Oking Citeureup 8 4 Diagram alir pendugaan konsentrasi emisi CO, NO x, SO 2, HC, PM Jumlah kendaraan di ruas Jalan Mayor Oking Desa Citeureup Kecamatan Citeureup di jam terpadat pagi hari 12 6 Jumlah kendaraan di ruas Jalan Mayor Oking Desa Citeureup Kecamatan Citeureup di jam terpadat sore hari 12 7 Beban emisi CO kendaraan bermotor di ruas Jalan Mayor Oking pada pagi hari 13 8 Beban emisi CO kendaraan bermotor di ruas Jalan Mayor Oking pada sore hari 14 9 Beban emisi NO x kendaraan bermotor di ruas Jalan Mayor Oking pada pagi hari 16

5 10 Beban emisi NO x kendaraan bermotor di ruas Jalan Mayor Oking pada sore hari Beban emisi SO 2 kendaraan bermotor di ruas Jalan Mayor Oking pada pagi hari Beban emisi SO 2 kendaraan bermotor di ruas Jalan Mayor Oking pada sore hari Beban emisi HC kendaraan bermotor di ruas Jalan Mayor Oking pada pagi hari Beban emisi HC kendaraan bermotor di ruas Jalan Mayor Oking pada sore hari Beban emisi PM 10 kendaraan bermotor di ruas Jalan Mayor Oking pada pagi hari Beban emisi PM 10 kendaraan bermotor di ruas Jalan Mayor Oking pada sore hari Kontribusi beban emisi rata-rata kendaraan bermotor di ruas Jalan Mayor Oking Desa Citeureup Kecamatan Citeureup Korelasi kecepatan angin dan konsentrasi CO kendaraan bermotor Korelasi kecepatan angin dan konsentrasi NO x kendaraan bermotor Korelasi kecepatan angin dan konsentrasi SO 2 kendaraan bermotor Korelasi kecepatan angin dan konsentrasi HC kendaraan bermotor Korelasi kecepatan angin dan konsentrasi PM 10 kendaraan bermotor 27 DAFTAR LAMPIRAN 1 Layout peta Kecamatan Citeureup 32 2 Jumlah hari hujan dan curah hujan di Kecamatan Citeureup pada Stasiun pos hujan Ciriung 32 3 Jumlah kendaraan 33 4 Beban emisi CO 33 5 Konsentrasi emisi CO 34 6 Beban emisi NO x 34 7 Konsentrasi emisi NO x 35 8 Beban emisi SO Konsentrasi emisi SO Beban emisi HC Konsentrasi emisi HC Beban emisi PM Konsentrasi emisi PM Baku Mutu Ambien Nasional Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun Uji proporsi dua arah beban emisi CO tiap kendaraan bermotor Uji proporsi dua arah beban emisi NO x tiap kendaraan bermotor Uji proporsi dua arah beban emisi SO 2 tiap kendaraan bermotor Uji proporsi dua arah beban emisi HC tiap kendaraan bermotor Uji proporsi dua arah beban emisi PM 10 tiap kendaraan bermotor 43

6 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kualitas udara sangat berdampak besar terhadap kehidupan makhluk hidup maupun lingkungan sekitar. Pencemaran udara merupakan kondisi atmosfer dengan kandungan substansi atau unsur kimia dalam bentuk gas, partikel, maupun butiran cairan yang telah melebihi batas normal dan dapat menimbulkan pengaruh pada manusia, hewan, vegetasi maupun bahan bangunan (Sanfield 1986). Secara ringkas dalam peraturan pemerintah no. 41 tahun 1999 pencemaran udara diartikan masuknya komponen lain ke udara yang mengakibatkan berubahnya tatanan udara oleh kegiatan manusia maupun proses alam sehingga kualitas udara menjadi turun atau tidak sesuai dengan peruntukannya. Citeureup adalah salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Bogor, yang semakin berkembang pesat menjadi perkotaan akibat dari banyaknya industri yang ada di daerah tersebut. Hal ini juga akan berakibat pada peningkatan kendaraan bermotor bertambah setiap tahunnya, namun pada sisi lain peningkatan ini akan membawa dampak negatif yang tidak diharapkan baik bagi lingkungan biotik maupun abiotik. Kegiatan transportasi mempunyai kontribusi terhadap polusi udara, Polutan yang dikeluarkan biasanya dikelompokan menjadi Hidro karbon (HC), Nitrogen oksida (NOx), dan Karbon monoksida (CO) pada pembakaran fosil merupakan faktor terbesar terjadinya asap, hujan asam dan pemanasan global dan perubahan iklim (Astra 2010). Kualitas udaranya diperkirakan akan semakin menurun dengan semakin tingginya intensitas kegiatan lain seperti industri semen dan lain sebagainya di daerah Citeureup. Fokus polutan yang dihasilkan dari kendaraan bermotor pada penelitian ini adalah Karbon monoksida, Nitrogen oksida, Sulfur dioksida, Hidro karbon dan PM 10 sebagai polutan yang diemisikan dari kendaraan bermotor. Pengukuran atau pendugaan konsentrasi polutan yang ada di udara ambien perlu dilakukan agar dapat mengetahui suatu wilayah atau daerah tercemar atau tidak, yang hasilnya akan dibandingkan dengan baku mutu. Pemodelan merupakan alat bantu dalam menduga kualitas udara. Ada beberapa model perhitungan untuk menduga konsentrasi polutan salah satunya adalah box-model. Penurunan kualitas udara yang diakibatkan emisi kendaraan bermotor merupakan suatu masalah yang perlu ditangani melalui kebijakan pemerintah untuk pengendalian kualitas udara, namun pada sisi yang lain adalah suatu hal yang sulit untuk melakukan pengukuran langsung terhadap kendaraan bermotor yang sangat banyak jumlahnya sehingga mengestimasi emisi kendaraan bermotor melalui pendekatan jarak tempuh serta pendugaan konsentrasi sangat membantu untuk memprediksi besarnya beban pencemar udara dan konsentrasi emisi di udara ambien yang bersumber dari kendaraan bermotor, maka dari itu penelitian ini perlu dilaksanakan.

7 Perumusan Masalah 1. Peningkatan jumlah kendaraan akibat banyaknya indusri di daerah Citeureup yang menghasilkan beban emisi yang dapat mempengaruhi kualitas udara sekitar. 2. Data kualitas udara dari kendaraan bermotor tidak tersedia di badan lingkungan hidup setempat hanya terdapat data kualitas udara ambien yang di ukur dua kali dalam setahun. Tujuan Penelitian 1. Mengestimasi beban emisi Karbon Monoksida (CO), Nitrogen Oksida (NO x ), Sulfur Dioksida (SO 2 ), Hidro Karbon (HC) dan PM 10 kendaraan bermotor di ruas Jalan Mayor Oking Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup. 2. Menduga konsentrasi emisi Karbon Monoksida (CO), Nitrogen Oksida (NO x ), Sulfur Dioksida (SO 2 ), Hidro Karbon (HC) dan PM 10 kendaraan bermotor di ruas Jalan Mayor Oking Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup. Manfaat Penelitian 1. Tersedianya informasi mengenai katagori, jenis dan jumlah pencemar.dari kendaraan bermotor. 2. Mengetahui konsentrasi kualitas udara ambien dari kendaraan bermotor guna pengelolaan maupun pengendalian pencemaran udara. Ruang Lingkup Penelitian 1. Pengukuran panjang Jalan Raya Mayor Oking hanya ruas jalan utama Desa Citeureup kurang lebih 2.5 km. 2. Sampling transportasi terletak di Jalan Raya Mayor Oking Desa Citeureup. 3. Sampling dilakukan selama 8 hari yaitu 4 hari mewakili hari kerja (Senin, Selasa, Rabu, Kamis) dan 4 hari mewakili hari libur (Sabtu, Minggu) pada tanggal 29, 30, 31 Maret 2015 dan tanggal 1, 2, 3, 5 April Jenis kendaraan yang dihitung dengan empat klasifikasi kendaraan besar yaitu mobil, motor, bis dan truk. 5. Data faktor emisi yang digunakan adalah faktor emisi dari Kementrian Lingkungan Hidup Indonesia. 6. Parameter polutan kendaraan bermotor adalah CO, NO x, SO 2, HC, dan PM 10.

8 TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Kecamatan Citeureup Citeureup terletak di Kabupaten Bogor (Bogor Tengah), di sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Gunung Putri, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Klapanunggal, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Babakan Madang, sementara di sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cibinong. Citeureup secara geografis terletak pada LS dan BT (Lampiran 1). Citeureup juga merupakan wilayah industri, padat transportasi dan berdebu dengan jumlah penduduk orang, luas wilayah km 2 dan kepadatan penduduk rata-rata jiwa/km 2 (BPS 2014). Berdasarkan data yang diperoleh pada stasiun pos hujan Ciriung (Lampiran 2), Kecamatan Citeureup memiliki curah hujan rata-rata terendah pada bulan Agustus yaitu sebesar 15 mm dan tertinggi pada bulan November sebesar 443 mm. Memiliki suhu rata- rata setiap harinya sebesar 26 C dengan kelembaban udara rata-rata sebesar 70% (BPS 2014) Pencemaran Udara Pencemaran udara diartikan sebagai adanya kontaminasi polutan ke udara ambien pada konsentrasi dan waktu tertentu yang dapat menciptakan gangguan, menciptakan ketidaknyamanan, berpotensi merugikan terhadap kesehatan dan kehidupan abiotik maupun biotik. Pencemaran udara dapat berdampak terhadap kesehatan manusia, kelestarian tanaman dan hewan, dapat merusak bahan-bahan, menurunkan daya penglihatan, dan menghasilkan bau yang tidak menyenangkan (BAPEDAL 1999) Sumber pencemar dikategorikan berdasarkan bentuk sumber, mobilitas sumber, jenis aktivitas sumber, ketinggian sumber, dan kekontiyuan. Sumber pencemar dihasilkan dari kegiatan yang bersifat alami maupun buatan (antropogenik). Contoh sumber alami adalah akibat letusan gunung berapi, kebakaran hutan, dekomposisi biotik, percikan air laut dan lainnya yang dapat menghasilkan buangan berupa debu, gas belerang, juga gas beracun seperti CO, SO 2. Polusi udara akibat aktivitas manusia (antropogenik), secara kuantitatif sering lebih besar. Adapun sumber-sumber polusinya terdiri dari aktivitas transportasi, industri, dari persampahan, baik akibat proses dekomposisi ataupun pembakaran dan rumah tangga, dalam Pusparini (2000) menurut data statistik lingkungan hidup 1994 polusi udara di jakarta 92 % berasal dari transportasi, 5% dari industri, 2 % dari kegiatan rumah tangga dan 1 % hasil emisi dari pembakaran sampah. Aktivitas ini dapat menghasilkan gas buangan berupa CO, NO x, Hidro karbon, Partikel, SO 2 dan lain-lain. Penghasil emisi polusi udara terbesar di perkotaan yaitu kendaraan bermotor. Kemudian aktivitas industri menjadi penyumbang terbesar kedua. Emisi polusi udara juga tergantung pada jenis industri dan prosesnya. sumber pencemar udara dapat digolongkan ke dalam sumber diam dan sumber bergerak, pabrik merupakan salah satu dari sumber diam sedangkan kendaraan bermotor adalah contoh sumber bergerak.

9 Berdasarkan bentuknya, sumber pencemar dibagi menjadi : 1. Sumber titik, pada umumnya oleh pabrik-pabrik yang menghasilkan zat pencemar ke dalam udara melalui cerobong pembuangan. 2. Sumber garis, yaitu sumber yang mengeluarkan pancaran zat pencemar berupa garis yang memanjang, misalnya lalu lintas di jalan raya, daerah industri yang berderet dan lain-lain. 3. Sumber area, merupakan sumber pancaran kompleks yang dipancarkan dari suatu daerah seperti kebakaran hutan, kawasan industri, perkotaan dan sebagainya. Pengaruh Faktor Meteorologi terhadap Pencemaran Udara 1. Arah dan Kecepata Angin Angin merupakan pergerakan massa udara horizontal dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah bertekana rendah. Angin memiliki kecepatan dan arah yang sangat menentukan pola penyebaran atau dispersi polutan. Arah angin akan menentukan arah penyebaran polutan, sedangkan kecepatan angin berpengaruh terhadap jarak perpindahan dan pengenceran konsentrasi polutan. Kecepatan angin yang rendah berpotensi mengakibatkan tidak tersebarnya pencemar, sehingga mempengaruhi kualitas udara sekitar. Semakin cepat kecepatan angin pada suatu daerah, maka percampuran polutan dari sumber emisi akan semakin besar, hal ini karena turbulensi udara kuat yang mengakibatkan terjadinya pengenceran sehingga polutan di daerah tersebut akan semakin berkurang (Oke 1987) 2. Stabilitas atmosfer Stabilitas atmosfer mempunyai peranan penting dalam pengenceran konsentrasi polutan, untuk kondisi atmosfer yang tidak stabil (umumnya terjadi pada siang hari), udara cenderung bergerak ke atas sehingga kadar yang terakumulasi di atmosfer menjadi lebih kecil atau terjadi proses dispersi polutan yang berakibat pada penurunan konsentrasi polutan. Sedangkan untuk kondisi atmosfer yang stabil (umumnya terjadi pada pagi dan sore hari), udara cenderung akan bergerak ke bawah atau turun sehingga konsentrasi polutan menjadi besar atau memperlambat proses dispersi polutan yang berakibat konsentrasi polutan tinggi (Sumaryati 2011). Tabel 1 Hubungan stabilitas atmosfer dengan gradien suhu vertikal (Lapse rate) Lapse rate Stabilitas atmosfer γ > γd Tidak stabil γ = γd Netral γ < γd Stabil Sumber : Cooper and Alley 1994 Ket : γ = laju penurunan suhu udara lingkungan γd = laju penurunan suhu paket udara

10 Kondisi tidak stabil adalah kondisi ketika laju penurunan suhu paket udara lebih kecil dibandingkan laju penurunan suhu udara lingkungannya, sehingga pada ketinggian yang sama suhu paket udara lebih tinggi dibandingkan lingkungannya, maka paket udara ini akan cenderung mengembang secara vertikal. Pergerakan secara horizontal akan bergantung arah anginnya. Hal ini terjadi biasanya pada siang hari dengan radiasi matahari tinggi. Kondisi netral ditunjukkan oleh laju penurunan suhu paket udara yang sama dengan laju penurunan suhu udara lingkungannya, sehingga suhu keduanya akan sama pada ketinggian yang sama. Biasa terjadi siang ataupun malam, berangin dan atau berawan. Kondisi stabil terjadi jika laju penurunan suhu paket udara lebih besar dibandingkan dengan laju penurunan suhu udara lingkungannya, pada ketinggian yang sama suhu paket udara lebih rendah dibanding suhu lingkungannya, sehingga tidak akan dapat berkembang vertikal. Hal ini menyebabkan suatu paket udara cenderung stabil di tempatnya Sumber : Oke 1987 Gambar 1 Kestabilan atmosfer terhadap dispersi pencemaran udara 3. Mixing Height Mixing height atau tinggi lapisan percampuran adalah bagian dari lapisan batas atmosfer sebagai tempat sumber utama dari percampuran polutan dengan udara sekitar, dari ketinggian percampuran dapat menentukan penentuan volume dispersi atau penyebaran polutan (Bachtiar 2014). Tinggi lapisan pencampuran atau tinggi batas lapisan konvektif merupakan puncak lapisan terjadinya pencampuran vertikal yang kuat dan penurunan suhu (lapse rate) yang mendekati kondisi adiabatik kering (Peavy 1986).

11 Tinggi pencampuran akan lebih tinggi pada lapisan yang tidak stabil pada siang hari dibandingkan dengan lapisan yang stabil (Wark & Warner 1981). Hasil Penelitian Ruhiat (2009) menunjukkan bahwa pada pagi hari mixing height lebih rendah dibandingkan pada siang hari. Tinggi lapisan pencampuran ditentukan berdasarkan bantuan profil matahari dengan menggunakan radiosonde dari atmosfer hingga pada ketinggian beberapa kilometer di atas permukaan bumi (Cheremisinoff and Morresi 1978). Ketika lapisan percampuran tinggi maka kesempatan polutan untuk bercampur dengan parcel udara lain akan semakin tinggi (Surmayati 2014) penyebaran polutan dapat terhambat dengan adanya lapisan inversi. Lapisan inversi seperti topi yang menutup pergerakkan udara secara vertikal (Yasmeen 2011) polutan yang terdapat di dalam udara yang lebih dingin tidak dapat naik menembus lapisan inversi yang lebih hangat, polutan yang terperangkap akan mengendap di permukaan (Fardiaz 1992) Pemodelan adalah alat bantu dalam memprediksi kualitas udara. Bermacam-macam model dibangun agar membantu menyelesaikan permasalahan dalam pencemaran udara. Model dibangun berdasar tujuan yang ingin dicapai sesuai permasalahan yang diselesaikan. Oleh sebab itu ada tingkat kerumitan model yang akan mengikuti, mulai dari model yang dibangun hanya untuk melihat gambaran umum hingga model yang rumit melibatkan parameter input yang lebih detail. Box Model Pemodelan merupakan alat bantu dalam menduga kualitas udara, berbagai model dibangun untuk menyelesaikan permasalahan dalam pencemaran udara. Salah satu model untuk memprediksi konsentrasi polutan di udara yaitu Box Model, sebuah model sederhana yang digunakan untuk menduga rata-rata konsentrasi emisi secara sepintas di suatu area atau daerah. Model ini menganggap suatu lokasi atau area sebagai suatu kotak. Sumber emisi tersebar merata di permukaan bawah kotak dengan prinsip berdasarkan kepada persamaan kesetimbangan massa : Laju Akumulasi = (Laju Semua Aliran Masuk Laju Semua Aliran Keluar ) + (Laju Pembentukan Laju Penghilangan) Gambar 2 Sketsa area dalam box model dengan kecepatan angin (u), konsentrasi (C), laju emisi (Q), mixing height (h), panjang area (p), lebar area (l).

12 Kelemahan dari model ini adalah tidak memperhitungkan penyebaran polutan pada arah vertikal maupun horizontal, hanya mengasumsikan bahwa emisi polutan bukan merupakan reaksi kimia, difusi dari sumber-sumber individu tidak disarankan untuk memakai model ini, sehingga cocok untuk mengestimasi dari semua sumber polutan dengan data meteorologi sederhana yaitu kecepatan angin dan ketinggian lapisan percampuran (Arya 1999). Beberapa penelitian yang dilakukan untuk menduga kualitas udara di suatu daerah yaitu penelitian yang dilakukan oleh Satria (2006) konsentrasi di Jalan M.H Thamrin menggunakan perhitungan box-model street canyon rata-rata berada dibawah baku mutu di dapatkan nilai konsentrasi CO tertinggi pada hari kerja yang terjadi pada pagi hari dan sore hari sebesar mg/m 3 nilai ini melebihi batas baku mutu untuk pengukuran 24 jam dan yang terendah sebesar 0.56 mg/m 3, pada hari libur konsentrasi CO antara 0.35 sampai dengan 6.09 mg/m 3. Penelitian lainnya adalah Penelitian yang dilakukan oleh Paramitadevi pada (2014) konsentrasi CO di sekitar tol pintu Tol Baranangsiang Bogor yang menggunakan model Finite Length Line Sources dan hasil seluruhnya masih berada di bawah baku mutu. Sumber emisi CO di sekitar pintu Tol Baranangsiang Bogor sebagian besar dihasilkan dari jenis kendaraan penumpang golongan I dan II. Konsentrasi CO dari hasil permodelan FLLS berkisar antara μg/nm 3 pada titik bahu kiri dan kanan jalan (± 20 m dari sumber, sebelah timur dan barat ruas jalan utama) dengan konsentrasi tertinggi pada 1 September 2013 di titik bahu jalan kiri pukul WIB sebesar 5453 μg/nm 3.

13 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan mulai Desember 2014 hingga April 2015 di Laboratorium Meteorologi dan Pencemaran Atmosfer, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Lokasi pengamatan di ruas Jalan Mayor Oking Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup Kabupaten Bogor. Bahan Data sampel jumlah dan jenis kendaraan yang melintas di Jalan Raya Mayor Oking, Data faktor emisi (sumber: Kementrian Lingkungan Hidup), Data panjang jalan, lebar wilayah kajian (pengukuran langsung di lokasi), Data kecepatan angin (hasil pengukuran langsung di lokasi), Data Mixing Height Citeureup yang terletak pada 6.48 LS dan BT (sumber : Alat Seperangkat alat komputer dengan perangkat lunak Ms.Word, Ms.Excel, Minitab 16, Meteran, Stopwatch, Anemometer, Alat tulis, Counter. 1. Pengumpulan Data Prosedur Analisis Data Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan pengukuran langsung dilapang yaitu dengan cara mengukur panjang jalan di lokasi penelitian,lebar area, pengukuran kecepatan angin dan menghitung jumlah dan jenis kendaraan bermotor (mobil, bis, truk dan sepeda motor) yang melintas di sepanjang Jalan Raya Mayor Oking (Gambar 3), ruas jalan tersebut adalah satu jalur, setiap kendaraan bermotor yang melewati Kecamatan Citeureup pasti mengitari ruas Jalan Raya Baru Puspa Negara dan Jalan Raya Mayor Oking. Pengamatan dilakukan secara langsung selama 8 hari yaitu pada 4 hari mewakili hari sibuk kerja (Senin, Selasa, Rabu, Kamis) dan 4 hari libur (Sabtu, Minggu) dan dilakukan 2 kali pengamatan dalam sehari yaitu 1 jam terpadat kendaraan di pagi hari pukul WIB dan 1 jam terpadat kendaraan di sore hari pukul WIB.

14 Sumber : Google Maps, di unduh tanggal 19 Juni 2015 Gambar 3 Lokasi penelitian di ruas Jalan Raya Mayor Oking Citeureup 2. Perhitungan, Pengolahan dan Analisis Data a. Perhitungan Beban Emisi Kendaraan Bermotor Secara umum perhitungan estimasi beban emisi mengikuti persamaan (Zhongan et al. 2005) sebagai berikut: Beban emisi = FE. N. L...(1) Keterangan : Beban emisi : Total emisi dari kendaraan (g/jam). FE (Faktor Emisi) : Massa pencemar per unit aktivitas (g/km). N : Jumlah kendaraan per jam L : panjang jalan (km). Faktor Emisi Faktor emisi adalah jumlah polutan yang diemisikan dari kendaraan per unit jarak (g/km). Faktor emisi yang digunakan dalam menentukan beban emisi polutan dalam penelitian ini adalah faktor emisi Indonesia dari Kementrian Lingkungan Hidup seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2. Faktor emisi Indonesia yang bersumber dari Kementrian Lingkungan Hidup berdasarkan Peraturan Mentri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2010 tentang pelaksanaan pengendalian pencemaran udara di daerah (KLH 2011), yaitu : 1. Kriteria penetapan faktor emisi (FE) ditetapkan yang digunakan adalah sebagai berikut :

15 a. Data hasil pengukuran baik yang dilakukan di Indonesia ataupun Negara lain b. Hasil simulasi dengan menggunakan input data kondisi Indonesia c. Pendekatan nilai ekonomi bahan bakar yaitu banyaknya bahan bakar yang digunakan (fuel economy) d. Kesepakatan pakar 2. Faktor emisi ditetapkan untuk 4 klasifikasi kendaraan besar yaitu : a. Sepeda motor Roda 2, dan roda 3 b. Mobil (mix) Sedan, jeep, van/minibus, taksi, angkutan umum, pick-up Berbahan bakar bensin Berbahan bakar solar c. Bis d. Truk 3. Nilai faktor emisi yang ditetapkan dapat dilihat pada Tabel Faktor emisi kendaraan bermotor dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini: a. Karakteristik geografi (meteorologi dan variasi kontur) b. Karakteristik bahan bakar c. Teknologi kendaraan d. Pola kecepatan kendaraan bermotor Dengan asumsi : a. Karakteristik geografi kota di seluruh Indonesia diasumsikan seragam. b. Karakteristik bahan bakar di seluruh Indonesia diasumsikan seragam. c. Teknologi kendaraan bermotor sebanding dengan umur kendaraan bermotor dan dapat diasumsikan seragam distribusinya di seluruh Indonesia. Data faktor emisi yang digunakan dalam perhitungan diperoleh dari Kementrian Lingkungan Hidup seperti terlihat pada Tabel 2. Tabel 2 Faktor emisi CO, NO x, SO 2, HC dan PM 10 kendaraan bermotor di Indonesia (gram/km) Kategori CO NO x SO 2 HC PM 10 Sepeda Motor Mobil (bensin) Mobil (solar) Mobil *(mix) Bis Truk Sumber : KLH 2011 (*dalam Rahmawati 2009)

16 b. Perhitungan Konsentrasi Box-Model Persamaan Box-Model di asumsikan ketika laju emisi konstan dan atmosfer tenang yaitu (Hassan and Crowther 1998) : L q C =... (2) h u Keterangan : C = Konsentrasi polutan (µg/m 3 ) L = Panjang wilayah kajian (m) q = Laju emisi polutan wilayah kajian (gr/m 2 s) u = Kecepatan angin (m/s) h = Ketinggian mixing height (m) Dalam penerapan model kotak ini diperlukan beberapa asumsi sebagai berikut: 1. Permukaan kotak berukuran panjang dan lebar. 2. Polutan tercampur sempurna hingga ketinggian h (mixing layer). 3. Konsentrasi polutan seragam. 4. Kecepatan angin konstan. 5. Laju emisi polutan Q (g/s) dalam area kajian adalah konstan ; biasanya dinyatakan sebagai laju emisi per satuan luas q (g/m 2 s), sehingga Q=qA ; A = p x l adalah luas area kajian. 6. Tidak ada polutan yang masuk atau keluar bagian atas kotak atau melalui kedua sisi yang sejajar dengan arah angin. 7. Sifat polutan adalah stabil. 3. Analisis data Uji beda nyata untuk kontribusi beban emisi berdasarkan jenis kendaraan bermotor pada hari kerja dan hari libur dianalisis menggunakan analisis statistik menggunakan uji dua arah dengan Software Minitab 16, untuk mengetahui korelasi antara kecepatan angin dan konsentrasi emisi kendaraan bermotor dilakukan dengan regresi linier. Berikut ini disampaikan gambar alur pengolahan data untuk mengestimasi beban emisi dan menduga konsentrasi Karbon monoksida, Nitrogen oksida, Sulfur dioksida, Hidro karbon dan PM 10 di lokasi (Gambar 4). Mulai Panjang Jalan Data Volume Lalu Lintas Faktor Emisi

17 Estimasi Beban Emisi Kendaraan Bermotor Data Meteorologi (kecepatan angin, mixing height) Dimensi Kotak (panjang jalan, lebar area) Asumsi Model Simulasi (Box-Model) Pendugaan Konsentrasi Emisi Kendaraan Bermotor Konsentrasi CO, NO x, SO 2, HC, PM 10 Gambar 4 Diagram alir pendugaan konsentrasi emisi CO, NO x, SO 2, HC, PM 10

18 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Kendaraan Bermotor Hasil pengamatan lapangan terlihat jumlah total kendaraan terpadat melintas di ruas Jalan Mayor Oking di pagi hari (Gambar 5) pada hari kerja (weekdays) mencapai 3105 unit kendaraan dengan jumlah motor 2638 unit, jumlah mobil 447 unit, jumlah truk 13 unit dan jumlah bis 7 unit sedangkan jumlah kendaraan terendah adalah jumlah kendaraan pada hari libur (weekend) yaitu 2352 unit dengan jumlah motor 1943 unit, jumlah mobil 398 unit, jumlah truk 6 unit dan jumlah bis 5 unit. Gambar 5 Jumlah kendaraan di ruas Jalan Mayor Oking Desa Citeureup Kecamatan Citeureup di jam terpadat pagi hari Jumlah total kendaraan di sore hari tidak berbeda jauh dengan jumlah total kendaraan di pagi hari. Jumlah total kendaraan terpadat di sore hari (Gambar 6) pada hari kerja (weekdays) mencapai 2767 unit kendaraan dengan jumlah motor 2239 unit, jumlah mobil 477 unit, jumlah truk 33 unit dan jumlah bis 18 unit sedangkan jumlah kendaraan terendah adalah jumlah kendaraan pada hari libur (weekend) yaitu 2554 unit dengan jumlah motor 2057 unit, jumlah mobil 470 unit, jumlah truk 18 unit dan jumlah bis 9 unit (Lampiran 3). Gambar 6 Jumlah kendaraan di ruas Jalan Mayor Oking Desa Citeureup Kecamatan Citeureup di jam terpadat sore hari

19 Beban emisi CO (g/jam) Dari hasil pengamatan yang disajikan kedua gambar grafik di atas (Gambar 5 dan Gambar 6) dapat dilihat bahwa jenis kendaraan yang paling banyak ditemui di jalan raya adalah sepeda motor dan kendaraan yang paling sedikit jumlahnya adalah bis dan truk. Rata-rata jumlah kendaraan tertinggi yang melintas di ruas Jalan Mayor Oking pada pagi dan sore hari yaitu pada hari kerja yaitu 2936 unit, dan yang terendah pada hari libur sebesar 2453 unit. Aktivitas kendaraan di Citeureup sangat tinggi pada hari kerja (weekdays) dan aktivitas kendaraan cukup rendah saat hari libur (weekend) hal ini dikarenakan pada hari kerja sebagian besar masyarakat melakukan aktivitas untuk bekerja, sekolah, kegiatan komersial dan kegiatan lainnya, sedangkan pada hari libur masyarakat sekitar mempergunakannya untuk beristirahat di rumah, dan pada hari libur juga jarang sekali ditemukan kendaraan dengan plat luar kota karena di Citeureup tidak terlalu banyak daerah pariwisata dan kuliner yang menarik. Beban Emisi dan Konsentrasi Emisi Kendaraan Bermotor Beban emisi adalah besarnya emisi yang masuk kendalam udara ambien dari suatu kegiatan di suatu daerah selama satu kurun waktu tertentu. Konsentrasi Emisi adalah kandungan emisi atau polutan yang berada di udara ambien dalam suatu ruang atau volume udara. Karbon Monoksida (CO) Karbon monoksida merupakan gas yang timbul dari pembakaran yang tidak sempurna bahan bakar yang mengandung karbon, bersifat tidak berasa dan tidak berbau, sangat stabil, dan dapat bertahan di atmosfer 2-4 bulan. Di atmosfer CO dapat teroksidasi menjadi karbon dioksida (CO 2 ), sehingga peningkatan jumlah CO di udara akan meningkatkan jumlah CO 2 di atmosfer. CO 2 memiliki kemampuan meneruskan radiasi matahari dan menyerap radiasi gelombang panjang dari bumi, sehingga akan terjadi peningkatan suhu atmosfer, yang dikenal sebagai efek rumah kaca. Beban emisi CO di lokasi pada pagi dan sore hari tidak berbeda jauh karena sama-sama pada jam terpadat kendaraan (Lampiran 4), beban emisi CO rata-rata pada jam terpadat di pagi hari dan sore hari yang diestimasi dari hasil pengamatan di ruas Jalan Mayor Oking sepanjang 2.5 km adalah sebagaimana tersaji pada Gambar 7 & 8. Beban emisi CO terbesar pada jam terpadat kendaraan di pagi hari adalah pada hari-hari kerja sebesar g/jam dengan beban emisi CO yang dikeluarkan motor g/jam, mobil g/jam, truk 267 g/jam, dan bis sebanyak 199 g/jam. Beban emisi CO terendah yaitu pada hari libur sebesar g/jam dengan beban emisi CO yang dikeluarkan motor g/jam, mobil g/jam, truk 131 g/jam, dan bis sebanyak 123 g/jam Mobil Motor Truk Hari Kerja Hari Libur Gambar 7 Beban emisi CO rata-rata kendaraan bermotor di ruas Jalan Mayor Oking pada jam terpadat kendaraan pagi hari Bis Total

20 Beban emisi CO (g/jam) Hal ini dikarenakan kuantitas terbesar kendaraan yang melintas di jam terpadat di pagi hari pada hari kerja sebanyak 3105 unit kendaraan dibandingkan dengan hari libur dengan jumlah kendaraan sebanyak 2352 unit kendaraan.hasil akumulasi beban emisi CO dengan kuantitas terbesar pada jam terpadat kendaraan di sore hari (Gambar 8) adalah pada hari kerja sebesar g/jam dengan beban emisi CO yang dikeluarkan motor g/jam, mobil g/jam, truk 690 g/jam, dan bis sebanyak 500 g/jam. Beban emisi CO terendah pada jam terpadat kendaraan di sore hari yaitu pada hari libur sebesar g/jam dengan beban emisi CO yang dikeluarkan motor g/jam, mobil g/jam, truk 382 g/jam, dan bis sebanyak 247 g/jam Mobil Motor Truk Hari Kerja Hari Libur Bis Total Gambar 8 Beban emisi CO rata-rata kendaraan bermotor di ruas Jalan Mayor Oking pada jam terpadat kendaraan sore hari Pada hari-hari kerja memiliki rata-rata beban emisi CO tertinggi di jam terpadat kendaraan pagi dan sore hari sebesar g/jam dan yang terendah adalah hari libur sebesar g/jam. Hal ini terjadi karena rata-rata jumlah kendaraan yang melintas lebih banyak pada hari-hari kerja (weekdays) yaitu 2936 unit dibandingkan di hari libur (weekend) dengan total 2453 unit. Tabel 3 Konsentrasi ambien CO rata-rata dari kendaraan bermotor di Jalan Mayor Oking Citeureup pada jam terpadat kendaraan Pengamatan Konsentrasi CO Konsentrasi CO Baku mutu Pagi sore (µg/m 3 ) (µg/m 3 ) (µg/m 3 ) Hari Kerja Hari Libur Berdasarkan Tabel 3 hasil perhitungan konsentrasi CO rata-rata pada hari kerja pada jam terpadat kendaraan di pagi hari yaitu sebesar 198 µg/m 3 dan pada sore hari sebesar 21 µg/m 3. Konsentrasi tertinggi pada hari kerja pada jam terpadat kendaraan pagi hari yaitu hari Senin sebesar 289 µg/m 3 dan sore hari yaitu hari Rabu sebesar 27 µg/m 3 (Lampiran 5), untuk konsentrasi CO rata-rata pada hari libur pada jam terpadat kendaraan di pagi hari yaitu sebesar 192 µg/m

21 dan pada sore hari sebesar 13 µg/m 3. Konsentrasi tertinggi pada hari libur pada jam terpadat kendaraan pagi hari yaitu hari Sabtu tanggal 4 April 2015 sebesar 353 µg/m 3 dan sore hari yaitu hari Sabtu tanggal 4 April 2015 sebesar 15 µg/m 3. Baku mutu untuk konsentrasi CO pada pengukuran 1 jam adalah sebesar µg/m 3 (Lampiran 14). Konsentrasi CO di Jalan Mayor Oking rata-rata di bawah batas baku mutu pada pagi dan sore hari baik pada hari kerja dan hari libur hal ini disebabkan oleh banyaknya jumlah kendaraan yang melintas di lokasi dan juga di pengaruhi oleh kecepatan angin dan tinggi lapisan percampuran yang berperan sebagai pengenceran dan dispersi polusi udara. Karbon monoksida memiliki korelasi dengan volume lalu lintas. Volume lalu lintas yang padat akan meningkatkan akumulasi CO di atmosfer (Seinfeld 1986). Kontribusi rata-rata beban emisi CO di jam terpadat kendaraan pada pagi dan sore hari berdasarkan jenis kendaraan yang melintas diperoleh bahwa yang paling besar persentase emisi adalah untuk jenis kendaraan sepeda motor sekitar % diikuti oleh kendaraan mobil sekitar % truk % dan bis % (Tabel 4), setelah dilakukan uji nyata menggunakan proporsi dua arah beban emisi CO mobil, motor, truk, bis nilai p-value sebesar pada taraf nyata 5% yang berarti bahwa cukup bukti proporsi beban emisi CO mobil, motor, truk dan bis di hari kerja tidak sama banyak dengan di hari libur (Lampiran 15) Karbon monoksida tergolong gas yang beracun dan mematikan, saat terhirup akan diserap dalam darah dan berikatan dengan hemoglobin sehingga akan menurunkan kemampuan mengikat oksigen dan dapat menimbulkan sakit kepala, anemia dan penyakit jantung dan paru-paru kronik. Pada konsentrasi lebih dari 750 ppm CO bersifat mematikan (Wark & Warner 1981). Tabel 4 Kontribusi beban emisi CO rata-rata berdasarkan jenis kendaraan bermotor di ruas Jalan Mayor Oking Citeureup Pengamatan Mobil (%) Motor (%) Truk (%) Bis (%) Hari kerja Hari libur Nitrogen Oksida (NO x ) Nitrogen Oksida terdiri dari NO dan NO 2. Sumber utama yaitu dari pembakaran bahan bakar dengan suhu tinggi. NO di atmosfer mudah teroksidasi menjadi NO 2, Nitrogen Monoksida (NO) merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau sebaliknya Nitrogen Dioksida (NO 2 ) berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam (Fardiaz 1992). Beban emisi NO x terbesar di jam terpadat kendaraan pada pagi hari adalah pada hari-hari kerja sebesar 5239 g/jam dengan beban emisi NO x yang dikeluarkan motor 1905 g/jam, mobil 2557 g/jam, truk 562 g/jam, dan bis sebanyak 215 g/jam. Beban emisi NO x terendah yaitu pada hari libur sebesar 4093 g/jam dengan beban emisi NO x yang dikeluarkan motor 1403 g/jam, mobil 2281 g/jam, truk 275 g/jam, dan bis sebanyak 133 g/jam (Gambar 9). Beban emisi NO x terbesar di jam terpadat kendaraan pada sore hari adalah pada hari-hari kerja

22 Beban emisi NO x (g/jam) Beban emisi NO x (g/jam sebesar 6343 g/jam dengan beban emisi NO x yang dikeluarkan motor 1617 g/jam, mobil 2731 g/jam, truk 1454 g/jam, dan bis sebanyak 541 g/jam Hari Kerja Hari Libur Gambar 9 Beban emisi NO x rata-rata kendaraan bermotor di ruas Jalan Mayor Oking pada jam terpadat kendaraan pagi hari Beban emisi NO x terendah yaitu di hari libur sebesar 5248 g/jam dengan beban emisi NO x yang dikeluarkan motor 1485 g/jam, mobil 2692 g/jam, truk 804 g/jam, dan bis sebanyak 267 g/jam (Gambar 10). Rata-rata beban emisi NO x pada jam terpadat kendaraan baik pagi dan sore hari, yang memiliki jumlah beban emisi tertinggi adalah pada hari-hari kerja sebesar 5791 g/jam dan yang terendah adalah pada hari libur sebesar 4671 g/jam (Lampiran 6) Hari Kerja Hari Libur Mobil Motor Gambar 10 Beban emisi NO x rata-rata kendaraan bermotor di ruas Jalan Mayor Oking pada jam terpadat kendaraan sore hari Jumlah beban emisi rata-rata NO x untuk truk dan bis menjadi lebih besar karena faktor emisi NO x untuk kendaraan truk dan bis lebih besar dari polutan lainnya yaitu 17.7 g/km dan bis sebesar 11.9 g/km. Berdasarkan Tabel 5 hasil perhitungan konsentrasi NO x rata-rata pada hari kerja pada jam terpadat kendaraan di pagi hari yaitu sebesar 8 µg/m 3 dan pada sore hari sebesar 1.1 µg/m 3. Konsentrasi tertinggi pada hari kerja pada jam terpadat kendaraan pagi hari yaitu hari Senin sebesar 11 µg/m 3 dan sore hari yaitu hari Kamis sebesar 1.6 µg/m 3 (Lampiran 7), untuk konsentrasi NO x rata-rata pada hari libur pada jam terpadat kendaraan di pagi hari yaitu sebesar 9 µg/m dan pada sore hari sebesar 0.6 µg/m 3. Truk Bis Total Mobil Motor Truk Bis Total

23 Tabel 5 Konsentrasi ambien NO x rata-rata dari kendaraan bermotor di Jalan Mayor Oking Citeureup pada jam terpadat kendaraan Konsentrasi NO x pagi Konsentrasi NO x sore Baku mutu Pengamatan (µg/m 3 ) (µg/m 3 ) (µg/m 3 ) Hari Kerja Hari Libur Konsentrasi tertinggi pada hari libur pada jam terpadat kendaraan pagi hari yaitu hari Sabtu 28 Maret 2015 sebesar 15 µg/m 3 dan sore hari yaitu hari Sabtu 4 April 2015 sebesar 1 µg/m 3 (Lampiran 7). Baku mutu untuk konsentrasi NO x pada pengukuran 1 jam adalah sebesar 400 µg/m 3. Konsentrasi NO x di Jalan Mayor Oking rata-rata dibawah batas baku mutu pada pagi dan sore hari baik pada hari kerja dan hari libur. Kontribusi beban emisi rata-rata NO x di jam terpadat kendaraan pada pagi dan sore hari berdasarkan jenis kendaraan yang melintas diperoleh bahwa yang paling besar persentase beban emisi NO x adalah untuk jenis kendaraan mobil sekitar %, kemudian kontribusi terbesar kedua diikuti oleh kendaraan sepeda motor sekitar % hal ini disebabkan oleh beban emisi motor lebih sedikit dari mobil meskipun jumlah mobil tidak sebanyak jumlah motor yang melintas dikarenakan faktor emisi NO x untuk motor lebih rendah dari mobil yaitu faktor emisi jenis kendaraan sepeda motor yaitu 0.29 g/km dan faktor emisi untuk mobil sebesar 2.3 g/km kemudian kontribusi truk % dan bis 4-7 % (Tabel 6). setelah dilakukan uji nyata menggunakan proporsi dua arah beban emisi NO x mobil, truk, dan bis nilai p-value sebesar pada taraf nyata 5% yang berarti bahwa cukup bukti proporsi beban emisi NO x mobil, truk dan bis di hari kerja tidak sama banyak dengan di hari libur, sedangkan kontribusi beban emisi NO x dari motor tidak ada perbedaan proporsi beban emisi NO x antara hari kerja dan hari libur dengan nilai p-value (Lampiran 16) Polutan NO x menimbulkan dampak pada kesehatan seperti iritasi mata dan hidung, gangguan pernapasan, radang paru-paru (pneumonia) bahkan kematian. Nitrogen Oksida yang berada di udara dapat membentuk partikel Nitrogen Oksida seperti nitrat yang berukuran sangat halus sehingga dapat masuk ke jaringan sensitif paru-paru dan menyebabkan atau memperburuk penyakit pernapasan seperti bronkhitis dan emfisema (KLH 2013). Tabel 6 Kontribusi beban emisi NO x rata-rata berdasarkan jenis kendaraan bermotor di ruas Jalan Mayor Oking Citeureup Pengamatan Mobil (%) Motor (%) Truk (%) Bis (%) Hari kerja Hari libur

24 Beban emisi SO 2 (g/jam) Sulfur Dioksida (SO 2 ) Sulfur Dioksida merupakan gas yang tidak berwarna, tapi memiliki rasa dan bau yang kuat. Bersifat larut dalam air, iritatif dan korosif. dampak dari polutan SO 2 terhadap kesehatan yaitu dapat menyebabkan iritasi pada sistem pernapasan, seperti pada selaput lendir hidung, tenggorokan dan saluran udara di paru-paru. Selain berpengaruh buruk terhadap kesehatan, polutan SO 2 juga berpengaruh buruk terhadap lingkungan. Di udara SO 2 dapat terlarut dalam uap air yang kemudian membentuk asam dan turun sebagai hujan asam. Jika terjadi hujan asam, maka akan terjadi kerusakan tanaman dan material. Dampak hujan asam dapat terjadi pada wilayah yang jauh dari sumber pencemar SO 2 karena adanya pengaruh meteorologi terutama angin. Selain menyebabkan hujan asam, SO 2 juga dapat mengurangi jarak pandang karena gas maupun partikel SO 2 mampu menyerap cahaya sehingga menimbulkan kabut (KLH 2013). Beban emisi SO 2 terbesar pada jam terpadat kendaraan di pagi hari adalah pada hari-hari kerja sebesar 218 g/jam dengan beban emisi SO 2 yang dikeluarkan motor 53 g/jam, mobil 122 g/jam, truk 26 g/jam, dan bis sebanyak 17 g/jam. Beban emisi SO 2 terendah yaitu pada hari libur sebesar 171 g/jam dengan beban emisi SO 2 yang dikeluarkan motor 39 g/jam, mobil 109 g/jam, truk 13 g/jam, dan bis sebanyak 10 g/jam (Gambar 11) Hari Kerja Hari Libur Mobil Motor Truk Bis Total Gambar 11 Beban emisi SO 2 rata-rata kendaraan bermotor di ruas Jalan Mayor Oking pada jam terpadat kendaraan pagi hari Pada sore hari beban emisi SO 2 terbesar di jam terpadat kendaraan juga pada hari-hari kerja sebesar 285 g/jam dengan beban emisi SO 2 yang dikeluarkan motor 45 g/jam, mobil 131 g/jam, truk 67 g/jam, dan bis sebanyak 42 g/jam. Beban emisi SO 2 terendah yaitu pada hari libur sebesar 228 g/jam dengan beban emisi SO 2 yang dikeluarkan motor 41 g/jam, mobil 129 g/jam, truk 37 g/jam, dan bis sebanyak 21 g/jam (Gambar 12).

25 Beban emisi SO 2 (g/jam) Hari Kerja Hari Libur Mobil Motor Gambar 12 Beban emisi SO 2 rata-rata kendaraan bermotor di ruas Jalan Mayor Oking pada jam terpadat kendaraan sore hari Beban emisi SO 2 rata-rata di jam terpadat kendaraan baik pagi dan sore hari yang memiliki jumlah beban emisi SO 2 tertinggi adalah hari kerja sebesar 251 g/jam dan yang terendah pada hari libur sebesar 199 g/jam (Lampiran 8). Berdasarkan Tabel 7 hasil perhitungan konsentrasi SO 2 rata-rata pada hari kerja pada jam terpadat kendaraan di pagi hari yaitu sebesar 0.3 µg/m 3 dan pada sore hari sebesar 0.1 µg/m 3. Konsentrasi tertinggi pada hari kerja pada jam terpadat kendaraan pagi hari yaitu hari Senin sebesar 0.44 µg/m 3 dan sore hari yaitu hari Kamis sebesar 0.07 µg/m 3 (Lampiran 9), untuk konsentrasi SO 2 rata-rata pada hari libur pada jam terpadat kendaraan di pagi hari yaitu sebesar 0.3 µg/m dan pada sore hari sebesar 0.03 µg/m 3. Konsentrasi tertinggi pada hari libur pada jam terpadat kendaraan pagi hari yaitu hari Sabtu 4 April 2015 sebesar 0.62 µg/m 3 dan sore hari yaitu hari Sabtu 4 April 2015 sebesar 0.05 µg/m 3 (Lampiran 9). Baku mutu untuk konsentrasi SO 2 pada pengukuran 1 jam adalah sebesar 900 µg/m 3. Konsentrasi SO 2 di Jalan Mayor Oking rata-rata di bawah batas baku mutu pada pagi dan sore hari baik pada hari kerja dan hari libur. Truk Bis Total Tabel 7 Konsentrasi ambien SO 2 rata-rata dari kendaraan bermotor di Jalan Mayor Oking Citeureup pada jam terpadat kendaraan Konsentrasi SO 2 pagi Konsentrasi SO 2 sore Baku mutu Pengamatan (µg/m 3 ) (µg/m 3 ) (µg/m 3 ) Hari Kerja Hari Libur Kontribusi total beban emisi SO 2 di jam terpadat kendaraan pada pagi dan sore hari berdasarkan jenis kendaraan yang melintas diperoleh bahwa kontribusi terbesar persentase beban emisi SO 2 adalah untuk jenis kendaraan mobil sekitar % diikuti oleh kendaraan sepeda motor sekitar % hal ini disebabkan oleh faktor emisi SO 2 untuk mobil lebih tinggi sebesar 0.11 g/km dari faktor emisi jenis kendaraan sepeda motor yaitu g/km meskipun jumlah mobil tidak sebanyak jumlah motor yang melintas, kemudian kontribusi truk % dan bis 8-12 % (Tabel 8), setelah dilakukan uji nyata menggunakan

26 Beban emisi HC (g/jam) proporsi dua arah beban emisi SO 2 mobil dan truk memiliki nilai p-value < 0.05 yang berarti bahwa cukup bukti proporsi beban emisi SO 2 mobil dan truk di hari kerja tidak sama banyak dengan di hari libur, sedangkan kontribusi beban emisi SO 2 dari motor dan bis memiliki nilai p-value > 0.05 yang berarti tidak ada perbedaan antara proporsi beban emisi SO 2 di hari kerja dan hari libur (Lampiran 17). Tabel 8 Kontribusi beban emisi SO 2 rata-rata berdasarkan jenis kendaraan bermotor di ruas Jalan Mayor Oking Citeureup Pengamatan Mobil (%) Motor (%) Truk (%) Bis (%) Hari kerja Hari libur Hidro Karbon (HC) HC merupakan senyawa organik yang tersusun dari unsur karbon dan hidrogen, kendaraan bermotor merupakan sumber utama hidrokarbon. Hasil pembakaran bahan bakar fossil dan evaporasi dari bensin. Beban emisi HC terbesar pada jam terpadat kendaraan di pagi hari adalah pada hari-hari kerja sebesar g/jam dengan beban emisi HC yang dikeluarkan motor g/jam, mobil 3558 g/jam, truk 57 g/jam, dan bis sebanyak 23 g/jam. Beban emisi HC terendah yaitu pada hari libur sebesar g/jam dengan beban emisi HC yang dikeluarkan motor g/jam, mobil 3173 g/jam, truk 28 g/jam, dan bis sebanyak 15 g/jam (Gambar 13) Hari Kerja Hari Libur Mobil Motor Gambar 13 Beban emisi HC rata-rata kendaraan bermotor di ruas Jalan Mayor Oking pada jam terpadat kendaraan pagi hari Pada sore hari beban emisi HC terbesar di jam terpadat kendaraan juga pada hari-hari kerja sebesar g/jam dengan beban emisi SO 2 yang dikeluarkan motor g/jam, mobil 3799 g/jam, truk 148 g/jam, dan bis sebanyak 59 g/jam. Beban emisi HC terendah yaitu pada hari libur sebesar g/jam dengan beban emisi HC yang dikeluarkan motor g/jam, mobil 3745 g/jam, truk 82 g/jam, dan bis sebanyak 29 g/jam (Gambar 14). Truk Bis Total

27 Beban emisi HC (g/jam) Mobil Motor Hari Kerja Hari Libur Gambar 14 Beban emisi HC rata-rata kendaraan bermotor di ruas Jalan Mayor Oking pada jam terpadat kendaraan sore hari Beban emisi HC rata-rata di jam terpadat kendaraan baik pagi dan sore hari yang memiliki jumlah beban emisi HC tertinggi adalah hari kerja sebesar g/jam dan yang terendah pada hari libur sebesar g/jam (Lampiran 10). Berdasarkan Tabel 9 hasil perhitungan konsentrasi HC rata-rata pada hari kerja pada jam terpadat kendaraan di pagi hari yaitu sebesar 66 µg/m 3 dan pada sore hari sebesar 6 µg/m 3. Konsentrasi tertinggi pada hari kerja pada jam terpadat kendaraan pagi hari yaitu hari Senin sebesar 98 µg/m 3 dan sore hari yaitu hari Rabu sebesar 8.4 µg/m 3 (Lampiran 11), untuk konsentrasi HC rata-rata pada hari libur pada jam terpadat kendaraan di pagi hari yaitu sebesar 61 µg/m dan pada sore hari sebesar 4 µg/m 3. Konsentrasi tertinggi pada hari libur pada jam terpadat kendaraan pagi hari yaitu hari Sabtu 4 April 2015 sebesar 112 µg/m 3 dan sore hari yaitu hari Minggu 5 April 2015 sebesar 4.8 µg/m 3 (Lampiran 11). Baku mutu untuk konsentrasi HC pada pengukuran 1 jam tidak ada baku mutu, untuk HC hanya ada baku mutu untuk waktu pengukuran 3 jam adalah sebesar 160 µg/m 3. Truk Bis Total Tabel 9 Konsentrasi ambien HC rata-rata dari kendaraan bermotor di Jalan Mayor Oking Citeureup pada jam terpadat kendaraan Konsentrasi HC pagi Konsentrasi HC sore Baku mutu (3 jam) Pengamatan (µg/m 3 ) (µg/m 3 ) (µg/m 3 ) Hari Kerja Hari Libur Kontribusi total beban emisi HC di jam terpadat kendaraan pada pagi dan sore hari berdasarkan jenis kendaraan yang melintas diperoleh bahwa yang paling besar persentase beban emisi adalah untuk jenis kendaraan motor sekitar % diikuti oleh kendaraan mobil sekitar % kemudian kontribusi truk % dan bis 0.1 % (Tabel 10). setelah dilakukan uji nyata menggunakan proporsi dua arah beban emisi HC mobil, motor, dan truk memiliki nilai p-value < 0.05 yang berarti bahwa cukup bukti proporsi beban emisi HC mobil dan truk di hari kerja tidak sama banyak dengan di hari libur, sedangkan

28 Beban emisi PM 10 (g/jam) kontribusi beban emisi HC dari bis memiliki nilai p-value > 0.05 yang berarti tidak ada perbedaan antara proporsi beban emisi HC di hari kerja dan hari libur (Lampiran 18). Dampak Hidrokarbon yaitu mengganggu sistem saraf, mempengaruhi tingkat kesuburan wanita, menyebabkan leukemia hingga menyebabkan kematian apabila dihirup dalam jumlah yang banyak secara terus - menerus (KLH 2013). Tabel 10 Kontribusi beban emisi HC rata-rata berdasarkan jenis kendaraan bermotor di ruas Jalan Mayor Oking Citeureup Pengamatan Mobil (%) Motor (%) Truk (%) Bis (%) Hari kerja Hari libur PM 10 PM 10 merupakan partikulat debu dengan ukuran <10 µm. Partikulat sebagian besar dihasilkan oleh adanya residu dalam bahan bakar. Residu tersebut tidak ikut terbakar dalam ruang bakar, tetapi terbuang melalui pipa gas buang. partikulat debu dengan ukuran <10 µm dapat langsung masuk kedalam paru-paru dan mengendap di alveoli. Selain itu partikulat debu yang melayang dan beterbangan dibawa angin akan menyebabkan iritasi pada mata dan dapat menghalangi daya tembus pandang mata. Apabila PM 10 masuk ke dalam ke sistem pernapasan manusia maka menyebabkan gangguan-gangguan pernapasan, seperti batuk-batuk dan kesulitan bernapas, mengakibatkan menurunnya fungsi paru-paru, memperparah penyakit asma, menimbulkan bronkhitis kronis, hingga menyebabkan kematian dini bagi penderita penyakit jantung dan paru-paru. Beban emisi PM 10 terbesar pada jam terpadat kendaraan di pagi hari adalah pada hari-hari kerja sebesar 1780 g/jam dengan beban emisi PM 10 yang dikeluarkan motor 1577 g/jam, mobil 133 g/jam, truk 44 g/jam, dan bis sebanyak 25 g/jam. Beban emisi PM 10 terendah yaitu pada hari libur sebesar 1318 g/jam dengan beban emisi PM 10 yang dikeluarkan motor 1161 g/jam, mobil 119 g/jam, truk 22 g/jam, dan bis sebanyak 16 g/jam (Gambar 15) Mobil Motor Truk Bis Total 0 Hari Kerja Hari Libur Gambar 15 Beban emisi PM 10 rata-rata kendaraan bermotor di ruas Jalan Mayor Oking pada jam terpadat kendaraan pagi hari

29 Beban emisi PM 10 (g/jam) Pada sore hari beban emisi PM 10 terbesar di jam terpadat kendaraan juga pada hari-hari kerja sebesar 1659 g/jam dengan beban emisi PM 10 yang dikeluarkan motor 1338 g/jam, mobil 142 g/jam, truk 115 g/jam, dan bis sebanyak 64 g/jam. Beban emisi PM 10 terendah yaitu pada hari libur sebesar 1464 g/jam dengan beban emisi PM 10 yang dikeluarkan motor 1229 g/jam, mobil 140 g/jam, truk 64 g/jam, dan bis sebanyak 31 g/jam (Gambar 16) Mobil Motor Truk Bis Total 0 Hari Kerja Gambar 16 Beban emisi PM 10 rata-rata kendaraan bermotor di ruas Jalan Mayor Oking pada jam terpadat kendaraan sore hari Beban emisi PM 10 rata-rata di jam terpadat kendaraan baik pagi dan sore hari yang memiliki jumlah beban emisi PM 10 tertinggi adalah hari kerja sebesar 1720 g/jam dan yang terendah pada hari libur sebesar 1391 g/jam (Lampiran 12). Kontribusi total beban emisi PM 10 di jam terpadat kendaraan pada pagi dan sore hari berdasarkan jenis kendaraan yang melintas diperoleh bahwa yang paling besar kontribusi beban emisi adalah untuk jenis kendaraan sepeda motor sekitar %, diikuti oleh kendaraan mobil sekitar 8-9 % kemudian kontribusi truk 3-5 % dan bis 2-3 % (Tabel 12), setelah dilakukan uji nyata menggunakan proporsi dua arah beban emisi PM 10 truk memiliki nilai p-value < 0.05 yang berarti bahwa cukup bukti proporsi beban emisi PM 10 truk di hari kerja tidak sama banyak dengan di hari libur, sedangkan kontribusi beban emisi PM 10 dari mobil, motor dan bis memiliki nilai p-value > 0.05 yang berarti tidak ada perbedaan antara proporsi beban emisi PM 10 di hari kerja dan hari libur (Lampiran 19). Dampak PM 10 bagi lingkungan adalah timbulnya kerusakan lingkungan akibat mengendapnya partikel yang mengandung asam pada perairan-perairan, tanah serta hutan serta dapat menimbulkan kerusakan bangunan atau monumen yang akan mengganggu keindahan karena beberapa partikel yang mengandung asam mampu menghancurkan beberapa jenis material (KLH 2013). Tabel 11 Konsentrasi ambien PM 10 rata-rata dari kendaraan bermotor di Jalan Mayor Oking Citeureup pada jam terpadat kendaraan Konsentrasi PM 10 pagi Hari Libur Konsentrasi PM 10 sore Baku mutu (24 jam) Pengamatan (µg/m 3 ) (µg/m 3 ) (µg/m 3 ) Hari Kerja Hari Libur

30 Berdasarkan Tabel 11 hasil perhitungan konsentrasi PM 10 rata-rata pada hari kerja pada jam terpadat kendaraan di pagi hari yaitu sebesar 2.8 µg/m 3 dan pada sore hari sebesar 0.3 µg/m 3. Konsentrasi tertinggi pada hari kerja pada jam terpadat kendaraan pagi hari yaitu hari Senin sebesar 4.1 µg/m 3 dan sore hari yaitu hari Rabu 1 April sebesar 0.4 µg/m 3 (Lampiran 13), untuk konsentrasi PM 10 ratarata pada hari libur pada jam terpadat kendaraan di pagi hari yaitu sebesar 2.5 µg/m dan pada sore hari sebesar 0.2 µg/m 3. Konsentrasi tertinggi pada hari libur pada jam terpadat kendaraan pagi hari yaitu hari Sabtu 4 April 2015 sebesar 4.7 µg/m 3 dan sore hari yaitu hari Sabtu 4 April 2015 sebesar 0.2 µg/m 3 (Lampiran 13). Baku mutu untuk konsentrasi PM 10 pada pengukuran 1 jam tidak ada baku mutu, untuk PM 10 hanya ada baku mutu untuk waktu pengukuran 24 jam adalah sebesar 150 µg/m 3. Kontribusi beban pencemar PM 10 dominan dihasilkan dari jenis kendaraan sepeda motor karena selain jumlahnya tinggi faktor emisi untuk sepeda motor adalah 0,24 g/km, sedangkan untuk truk dan bus walaupun jumlahnya sedikit namun faktor emisinya lebih tinggi yaitu 1,4 g/km. Tabel 12 Kontribusi beban emisi PM 10 rata-rata berdasarkan jenis kendaraan bermotor di ruas Jalan Mayor Oking Citeureup Pengamatan Mobil (%) Motor (%) Truk (%) Bis (%) Hari kerja Hari libur Hasil penelitian menunjukan bahwa gas CO merupakan gas yang sangat berkontribusi dari aktivitas transportasi di ruas Jalan Mayor Oking Desa Citeureup Kecamatan Citeureup rata-rata total beban emisi kendaraan bermotor di jam terpadat kendaraan baik pagi dan sore hari dengan kecepatan rata-rata kendaraan PM10 1% SO2 0.1% NOx 3.3% HC 23% CO 72.5% Gambar 17 Kontribusi beban emisi rata-rata kendaraan bermotor di ruas Jalan Mayor Oking Desa Citeureup Kecamatan Citeureup

31 yang melintas berkisar km/jam memiliki rata-rata jumlah total beban emisi sebesar g/jam yang terdiri dari CO 72.5% sebesar g/jam, NO x 3.3% sebesar 5231 g/jam, SO 2 0.1% sebesar 225 g/jam, HC 23% sebesar g/jam, gas PM 10 1% sebesar 1555 g/jam (Gambar 17). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengestimasi besarnya polutan udara yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor (Tabel 13) yaitu total beban emisi pencemar di ruas jalan kecil Denpasar Bali yang dilakukan Purwanto (2015) sebesar g/jam menunjukkan kontribusi CO 69.5% sebesar g/jam, HC 24.9 % sebesar g/jam, NO x 4,7 % sebesar `14116 g/jam, PM % sebesar 1671 g/jam dan SO 2 0,2 % sebesar 796 g/jam Tabel 13 Kontribusi beban emisi dari beberapa hasil penelitian lain Penelitian Beban Emisi (%) CO NO x SO 2 HC PM 10 JL.Mayor Oking, Citeureup (Hasanah 2015) Ruas jalan kecil, Denpasar (Purwanto 2015) JL.Diponogoro, Pekanbaru (Hodijah 2014) JL.Soebrantas, Pekanbaru (Nasution et al. 2014) West 1st Ring Road, Xi'an (Zongan et al. 2005) Hasil Penelitian yang dilakukan Hodijah (2014) menunjukkan bahwa kontribusi terbesar beban pencemar adalah CO. Jalan Diponegoro total beban emisi pencemar ( g/jam) kontribusi CO 76,9 % sebesar g/jam, HC 19 % sebesar g/jam, NO x 3,5 % sebesar 4735 g/jam, PM 10 0,7 % sebesar 896 g/jam dan gas SO 2 0,1 % sebesar 96 g/jam. Hasil penelitian lain yang dilakukan Nasution et al. (2014) menunjukkan bahwa kontribusi beban pencemar gas CO, NO x, PM 10 dan SO 2 merupakan penyumbang terbesar dari beban pencemar. Total beban pencemar di Jalan Soebrantas Pekanbaru yaitu g/jam yang terdiri dari CO 92,4 % sebesar g/jam, NO x 6,3 % sebesar g/jam, PM 10 1 % sebesar 4388 g/jam dan SO 2 0,3 % sebesar 1097 g/jam. Penelitian lain estimasi beban emisi yang dilakukan Zongan et al. di ruas jalan di kota Xi an yaitu west 1st Ring Road, Beijing (2005) dengan total beban emisi g/jam, sumbangan polusi CO 84 % sebesar g/jam, HC 9 % sebesar g/jam, NO x 8 % sebesar 9288 g/jam. Hasil penelitian Analisis Beban Pencemar Udara Ambien dari Kegiatan Transportasi di ruas Jalan Soebrantas Kota Pekanbaru, terdapat hubungan yang sangat kuat antara konsentrasi CO dan NO x terhadap beban pencemar. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh bentuk pola penyebaran konsentrasi CO dalam ISPU cenderung mengikuti pola pergerakan arus lalu-lintas dari berbagai jenis kendaraan. Artinya terdapat kecenderungan bahwa dengan volume kendaraan

32 Konsentrasi NO x (µg/m 3 ) Konsentrasi CO (µg/m 3 ) yang bertambah, maka konsentrasi CO dalam ISPU juga cenderung meningkat. Terkait dengan kandungan CO dalam gas buang yang dihasilkan, semakin rendah kecepatan kendaraan akan menyebabkan konsentrasi CO meningkat. Sebaliknya semakin tinggi kecepatan maka konsentrasi CO akan semakin rendah (Wibowo et al. 2004). Pengaruh Angin terhadap Konsentrasi Emisi Kendaraan Bermotor Kecepatan angin berperan menentukan jarak dan waktu perpindahan pencemar udara dari sumber ke reseptor. Selain itu kecepatan angin akan menentukan derajat pengenceran polutan searah pergerakan angin. Arah angin merupakan arah darimana angin bertiup sehingga arah angin mengindikasikan arah perjalanan pencemar udara (Perkins 1974) y = x R² = Kecepatan angin (m/s) Gambar 18 Korelasi kecepatan angin dan konsentrasi CO kendaraan bermotor y = x R² = Kecepatan angin (m/s) Gambar 19 Korelasi kecepatan angin dan konsentrasi NO x kendaraan bermotor

33 Konsentrasi PM 10 (µg/m 3 ) Konsentrasi HC (µg/m 3 ) Konsentrasi SO 2 (µg/m 3 ) y = x R² = Kecepatan angin (m/s) Gambar 20 Korelasi kecepatan angin dan konsentrasi SO 2 kendaraan bermotor y = x R² = Kecepatan angin (m/s) Gambar 21 Korelasi kecepatan angin dan konsentrasi HC kendaraan bermotor y = x R² = Kecepatan angin (m/s) Gambar 22 Korelasi kecepatan angin dan konsentrasi PM 10 kendaraan bermotor Hasil menunjukkan bahwa pengaruh kecepatan angin terhadap konsentrasi emisi atau polutan yang dihasilkan kendaraan bermotor bernilai negatif. Pada Gambar 18 pengaruh kecepatan angin terhadap konsentrasi karbon monoksida memiliki persamaan y = x dengan koefisien determinasi R 2 = artinya bahwa pengaruh kecepatan angin terhadap konsentrasi CO sebesar 65.3 % sedangkan 34.7 % ditentukan oleh faktor-faktor lain. Hasil penelitian Turyanti dan Santikayasa (2006) kecepatan angin berkolerasi negatif dengan konsentrasi CO dengan nilai kolerasi sebesar yang berarti bahwa peningkatan kecepatan angin diikuti oleh penurunan konsentrasi CO.

34 Pengaruh kecepatan angin terhadap konsentrasi Nitrogen oksida memiliki persamaan y = x dengan nilai koefisien determinasinya R² = artinya bahwa pengaruh kecepatan angin terhadap konsentrasi NO x sebesar % dan % (Gambar 19) ditentukan oleh faktor-faktor lain. Pengaruh kecepatan angin terhadap konsentrasi Sulfur dioksida memiliki persamaan y = x dengan nilai koefisien determinasinya R² = artinya bahwa pengaruh kecepatan angin terhadap konsentrasi SO 2 sebesar % dan % (Gambar 20) ditentukan oleh faktor-faktor lain. Pengaruh kecepatan angin terhadap konsentrasi Hidro karbon memiliki persamaan y = x dengan nilai koefisien determinasinya R² = artinya bahwa pengaruh kecepatan angin terhadap konsentrasi HC sebesar % dan % (Gambar 21) ditentukan oleh faktor-faktor lain. Pengaruh kecepatan angin terhadap konsentrasi PM 10 memiliki persamaan y = x dengan nilai koefisien determinasinya R² = artinya bahwa pengaruh kecepatan angin terhadap konsentrasi PM 10 sebesar % dan % (Gambar 22) ditentukan oleh faktor-faktor lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecepatan angin berbanding terbalik dengan konsentrasi emisi atau polutan, artinya bila kecepatan angin tinggi maka konsentrasi akan rendah sedangkan bila kecepatan angin rendah maka konsentrasi akan tinggi. Hasil penelitian Studi Tingkat Pencemaran Udara karena Asap Kendaraan Bermotor di Beberapa Wilayah Padat Surakarta terdapat konsentrasi CO yang tinggi sehingga melebihi Baku Mutu Udara Ambien Nasional. Tingginya konsentrasi CO dapat dihubungkan dengan sangat rendahnya kecepatan angin yang menuju ke arah stasiun pemantau kualitas udara setempat. Tinggi rendahnya kecepatan angin dapat mempengaruhi proses pengenceran polutan di udara. Kecepatan angin yang rendah mengakibatkan proses pengenceran berlangsung lebih lama, sehingga saat tertangkap sensor alat pengukur, konsentrasi CO yang terukur cukup tinggi. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi konsentrasi emisi udara ambien dari kendaraan bermotor seperti kondisi lalu lintas yang tidak sama dan kondisi meteorologi yang berubah ubah (Wibowo et al. 2004). Penelitian lain terkait tentang pengaruh kecepatan angin terhadap konsentrasi polutan dilakukan oleh Hakiki (2008) yang meneliti konsentrasi SO 2 dari sumber cerobong industri. Didapatkan hasil konsentrasi SO 2 bernilai tinggi pada kondisi atmosfer sangat stabil terutama untuk kecepatan m/s, sedangkan pada saat kecepatan angin tinggi, konsentrasi SO 2 yang terhitung lebih rendah, seperti pada kecepatan angin antara m/s.

35 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penelitian menunjukan bahwa gas CO merupakan gas yang sangat berkontribusi dari aktivitas transportasi di Ruas Jalan Mayor Oking Desa Citeureup Kecamatan Citeureup Kabupaten Bogor memiliki rata-rata jumlah total beban emisi sebesar g/jam. yang terdiri dari CO 72.5% sebesar g/jam, NO x 3.3% sebesar 5231 g/jam, SO 2 0.1% sebesar 225 g/jam, HC 23% sebesar g/jam, PM 10 1% sebesar 1555 g/jam. Konsentrasi tertinggi CO sebesar 355 µg/m 3, NO x sebesar 15 µg/m 3, SO 2 sebesar 0.62 µg/m 3, HC sebesar 112 µg/m 3, PM 10 sebesar 4.7 µg/m 3, dari semua konsentrasi udara ambien yang dihasilkan dari kendaraan bermotor nilainya berada dibawah baku mutu. Hal ini mengindikasikan bahwa masih dalam kondisi yang aman bagi kesehatan manusia. Konsentrasi Karbon monoksida, Nitrogen oksida, Sulfur dioksida, Hidro karbon dan PM 10 mempunyai korelasi negatif dengan kecepatan angin yang berarti bahwa semakin besar kecepatan angin maka akan menurunkan konsentrasi polutan dan sebaliknya semakin rendah kecepatan angin konsentrasi polutan tinggi. Saran 1. Pemantauan konsentrasi polutan perlu dilakukan oleh pemerintah setempat secara berkala agar dapat mengetahui kondisi suatu wilayah akibat kegiatan transportasi sebagai data pembanding serta untuk mendukung pengendalian pencemaran udara. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan periode waktu yang lebih panjang dan menggunakan model lain yang lebih kompleks.

36 LAMPIRAN Lampiran 1 Peta Kecamatan Citeureup Lampiran 2 Jumlah hari hujan dan curah hujan di Kecamatan Citeureup pada stasiun pos hujan Ciriung Bulan Hari Curah Hujan Hujan (mm) Januari Februari Maret April Mei Juni 5 88 Juli Agustus 6 15 September Oktober Nopember Desember

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk di Kota Padang setiap tahun terus meningkat, meningkatnya jumlah penduduk mengakibatkan peningkatan jumlah transportasi di Kota Padang. Jumlah kendaraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Komposisi dan Perilaku Gas Buang Kendaraan Bermotor Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia. Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung

Lebih terperinci

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 Pada pengujian periode I nilai NO 2 lebih tinggi dibandingkan dengan periode II dan III (Gambar 4.1). Tinggi atau rendahnya konsentrasi NO 2 sangat dipengaruhi oleh berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi saat ini menjadi masalah yang sangat penting karena dapat mengindikasikan kemajuan suatu daerah. Transportasi sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

EVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU

EVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU EVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU Oleh: Imam Yanuar 3308 100 045 Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 7 (tujuh) bulan, yaitu pada awal bulan Mei 2008 hingga bulan Nopember 2008. Lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dengan luas wilayah 32,50 km 2, sekitar 1,02% luas DIY, jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Udara mempunyai fungsi yang sangat penting bagi makhluk hidup terutama manusia. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Kota Medan sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Utara merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia dengan jumlah penduduk 2.191.140 jiwa pada tahun 2014 (BPS Provinsi Sumut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan komponen yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Tingkat pencemaran udara di Kota Padang cukup tinggi. Hal

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berwawasan lingkungan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat dengan sesedikit mungkin memberikan dampak negatif pada lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan

Lebih terperinci

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO SUMMARY ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO Oleh : Yuliana Dauhi Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang semakin menurun untuk mendukung kehidupan mahluk hidup. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang semakin menurun untuk mendukung kehidupan mahluk hidup. Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu mengenai pencemaran lingkungan terutama udara masih hangat diperbincangkan oleh masyrakat dan komunitas pecinta lingkungan di seluruh dunia. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hasil Analisa Bulan November Lokasi/Tahun Penelitian SO2 (µg/m 3 ) Pintu KIM 1 (2014) 37,45. Pintu KIM 1 (2015) 105,85

BAB I PENDAHULUAN. Hasil Analisa Bulan November Lokasi/Tahun Penelitian SO2 (µg/m 3 ) Pintu KIM 1 (2014) 37,45. Pintu KIM 1 (2015) 105,85 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Udara merupakan salah satu faktor penting dalam keberlangsungan hidup semua mahluk hidup terutama manusia. Seiring dengan meningkatnya pembangunan infrastruktur mulai

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA)

PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA) PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA) EKO SUPRIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA

PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA Taty Alfiah 1, Evi Yuliawati 2, Yoseph F. Bota 1, Enggar Afriyandi 1 1) Jurusan Teknik Lingkungan, 2) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA

STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA Abstrak Tingkat pencemaran udara di kota-kota besar di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat bahkan beberapa kota sudah melampaui ambang

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan pembangunan di berbagai bidang yang semakin meningkat apabila tidak disertai oleh upaya pengelolaan lingkungan yang baik, maka dapat mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi Lampung, Indonesia. Berdasarkan Profil Penataan Ruang Kabupaten dan Kota Provinsi Lampung Tahun

Lebih terperinci

Elaeis Noviani R *, Kiki Ramayana L. Tobing, Ita Tetriana A, Titik Istirokhatun. Abstrak. 1. Pendahuluan. 2. Dasar Teori Karbon Monoksida (CO)

Elaeis Noviani R *, Kiki Ramayana L. Tobing, Ita Tetriana A, Titik Istirokhatun. Abstrak. 1. Pendahuluan. 2. Dasar Teori Karbon Monoksida (CO) PENGARUH JUMLAH KENDARAAN DAN FAKTOR METEOROLOGIS (SUHU, KECEPATAN ANGIN) TERHADAP PENINGKATAN KONSENTRASI GAS PENCEMAR CO, NO₂, DAN SO₂ PADA PERSIMPANGAN JALAN KOTA SEMARANG (STUDI KASUS JALAN KARANGREJO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (natural sources) seperti letusan gunung berapi dan yang kedua berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. (natural sources) seperti letusan gunung berapi dan yang kedua berasal dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencemaran udara adalah masuknya atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam atmosfir yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan sehingga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Hujan Asam Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu dan tempat. Hujan adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi dan Lingkungan Kebutuhan akan transportasi timbul karena adanya kebutuhan manusia. Transportasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang memungkinkan terjadinya

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. tempat lain dengan menggunakan alat pengangkutan, baik yang digerakkan

II.TINJAUAN PUSTAKA. tempat lain dengan menggunakan alat pengangkutan, baik yang digerakkan 5 II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi dan Lingkungan Transportasi secara umum diartikan sebagai perpindahan barang atau orang dari satu tempat ke tempat yang lain. Sedangkan menurut Sukarto (2006), transportasi

Lebih terperinci

PENCEMARAN UDARA AKIBAT KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN P. H. H. MUSTOFA, BANDUNG. Grace Wibisana NRP : NIRM :

PENCEMARAN UDARA AKIBAT KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN P. H. H. MUSTOFA, BANDUNG. Grace Wibisana NRP : NIRM : PENCEMARAN UDARA AKIBAT KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN P. H. H. MUSTOFA, BANDUNG Grace Wibisana NRP : 9721053 NIRM : 41077011970288 Pembimbing : Ir. Budi Hartanto Susilo, M. Sc Ko-Pembimbing : Ir. Gugun Gunawan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia,

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan,

Lebih terperinci

TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe)

TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe) TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe) Gustina Fitri *) ABSTRAK Simpang Empat Bersinyal Kota

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN ESTIMASI BEBAN EMISI (Studi Kasus : DKI JAKARTA)

ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN ESTIMASI BEBAN EMISI (Studi Kasus : DKI JAKARTA) ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN ESTIMASI BEBAN EMISI (Studi Kasus : DKI JAKARTA) RAHMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, bumi tempat tinggal manusia telah tercemar oleh polutan. Polutan adalah segala sesuatu yang berbahaya bagi kehidupan makhluk hidup dan lingkungan. Udara

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas udara perkotaan di Indonesia menunjukkan kecenderungan menurun dalam beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK... i ii iii vi iv xi xiii xiv BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara adalah campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap, tergantung pada keadaan suhu udara, tekanan udara dan lingkungan sekitarnya. Udarajuga merupakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Kepadatan Lalu Lintas Jl. M.H. Thamrin Jalan M.H. Thamrin merupakan jalan arteri primer, dengan kondisi di sekitarnya didominasi wilayah perkantoran. Kepadatan lalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat dimana terjadi perubahan cuaca dan iklim lingkungan yang mempengaruhi suhu bumi dan berbagai pengaruh

Lebih terperinci

POLUSI UDARA DI KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG

POLUSI UDARA DI KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG POLUSI UDARA DI KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG Sumaryati Peneliti Bidang Komposisi Atmosfer, LAPAN e-mail: sumary.bdg@gmail.com,maryati@bdg.lapan.go.id RINGKASAN Pengelolaan polusi udara pada prinsipnya adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis Kapasitas jalan, volume

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis Kapasitas jalan, volume BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis Kapasitas jalan, volume kendaraan, kecepatan kendaraan dan analisis kualitas udara disekitar kemacetan jalan Balaraja Serang. Hal

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sekarang ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dibagi menjadi 9 kecamatan, terdiri dari 50 kelurahan. Secara

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dibagi menjadi 9 kecamatan, terdiri dari 50 kelurahan. Secara 37 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitian 1.1.1 Gambaran Wilayah Penelitian Kota Gorontalo merupakan Ibukota Provinsi Gorontalo. Secara geografis mempunyai luas 79,03 km 2 atau 0,65

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9)

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota merupakan suatu tempat yang menjadi pusat dari berbagai kegiatan manusia. Saat ini kota menjadi pusat pemerintahan, perdagangan, pendidikan, dan pemukiman.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Udara merupakan zat yang penting dalam memberikan kehidupan di permukaan bumi. Selain memberikan oksigen, udara juga berfungsi sebagai alat penghantar suara dan bunyi-bunyian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kualitas udara merupakan komponen lingkungan yang sangat penting, karena akan berpengaruh langsung terhadap kesehatan masyarakat terutama pada pernafasan. Polutan di

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR FISIS YANG MEMPENGARUHI AKUMULASI NITROGEN MONOKSIDA DAN NITROGEN DIOKSIDA DI UDARA PEKANBARU

FAKTOR-FAKTOR FISIS YANG MEMPENGARUHI AKUMULASI NITROGEN MONOKSIDA DAN NITROGEN DIOKSIDA DI UDARA PEKANBARU FAKTOR-FAKTOR FISIS YANG MEMPENGARUHI AKUMULASI NITROGEN MONOKSIDA DAN NITROGEN DIOKSIDA DI UDARA PEKANBARU Riad Syech, Sugianto, Anthika Jurusan Fisika FMIPA Universitas Riau Kampus Bina Widya Km 12,5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran udara merupakan masalah yang memerlukan perhatian khusus, terutama pada kota-kota besar. Pencemaran udara berasal dari berbagai sumber, antara lain asap

Lebih terperinci

PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT.

PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT. 1 PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT. Pencemaran Udara 2 3 Regulasi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara 4 Pencemaran Udara Masuknya atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara Berkembang yang melakukan pembangunan secara berkala. Pembangunan infrastruktur, industri, ekonomi yang bertujuan untuk memajukan negara

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia setiap detik selama hidupnya akan membutuhkan udara. Secara ratarata manusia tidak dapat mempertahankan hidup tanpa udara lebih dari tiga menit. Udara tersebut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. didalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari

BAB II LANDASAN TEORI. didalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Polusi udara Polusi udara diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing didalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya. Udara

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS UDARA JAKARTA TANGGAL JUNI 2017

ANALISIS KUALITAS UDARA JAKARTA TANGGAL JUNI 2017 BADAN METEROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jl. Angkasa I No. 2 Jakarta, 10720 Telp: (021) 424 6321, Fax: (021) 424 6703, P.O. Box 3540 Jkt Website: http://www.bmkg.go.id ANALISIS KUALITAS UDARA JAKARTA

Lebih terperinci

Wisnu Wisi N. Abdu Fadli Assomadi, S.Si., M.T.

Wisnu Wisi N. Abdu Fadli Assomadi, S.Si., M.T. PEMODELAN DISPERSI SULFUR DIOKSIDA (SO ) DARI SUMBER GARIS MAJEMUK (MULTIPLE LINE SOURCES) DENGAN MODIFIKASI MODEL GAUSS DI KAWASAN SURABAYA SELATAN Oleh: Wisnu Wisi N. 3308100050 Dosen Pembimbing: Abdu

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Oleh REZA DARMA AL FARIZ PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

TUGAS AKHIR. Oleh REZA DARMA AL FARIZ PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017 PREDIKSI KONSENTRASI KARBON MONOKSIDA (CO) DAN SULFUR DIOKSIDA (SO 2 ) DARI SUMBER TRANSPORTASI DI JALAN S.PARMAN MEDAN MENGGUNAKAN BOX MODEL STREET CANYON TUGAS AKHIR Oleh REZA DARMA AL FARIZ 130407011

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5 1. Perubahan iklim global yang terjadi akibat naiknya suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik, khususnya sekitar daerah ekuator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara).

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestarian fungsinya untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan fisik kota yang ditentukan oleh pembangunan sarana dan prasarana. Lahan yang seharusnya untuk penghijauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemar kendaraan bermotor di kota besar makin terasa. Pembakaran bensin dalam kendaraan bermotor merupakan lebih dari separuh penyebab polusi udara. Disamping

Lebih terperinci

ANALISIS KONSENTRASI GAS AMMONIA (NH3) DI UDARA AMBIEN KAWASAN LOKASI PEMBUANGAN AKHIR (LPA) SAMPAH AIR DINGIN KOTA PADANG TUGAS AKHIR

ANALISIS KONSENTRASI GAS AMMONIA (NH3) DI UDARA AMBIEN KAWASAN LOKASI PEMBUANGAN AKHIR (LPA) SAMPAH AIR DINGIN KOTA PADANG TUGAS AKHIR 346/S1-TL/1011-P ANALISIS KONSENTRASI GAS AMMONIA (NH3) DI UDARA AMBIEN KAWASAN LOKASI PEMBUANGAN AKHIR (LPA) SAMPAH AIR DINGIN KOTA PADANG TUGAS AKHIR Oleh: DHONA MARLINDRA 07 174 024 JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sarana dan prasarana fisik seperti pusat-pusat industri merupakan salah satu penunjang aktivitas dan simbol kemajuan peradaban kota. Di sisi lain, pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara merupakan sumber daya alam milik bersama yang besar pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk bernafas umumnya tidak atau kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PP RI No. 50 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PP RI No. 50 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja

Lebih terperinci

Winardi 1 Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura Pontianak

Winardi 1 Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura Pontianak Analisis Dispersi Gas Sulfur Dioksida (SO 2 ) Dari Sumber Transportasi Di Kota Pontianak Winardi 1 Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura Pontianak win@pplh-untan.or.id Abstrak Pencemaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Jakarta sebagai kota metropolitan di Indonesia memiliki berbagai masalah, salah satu isu yang sedang hangat diperbincangkan adalah masalah pencemaran udara. Menurut

Lebih terperinci

Pemantauan kualitas udara. Kendala 25/10/2015. Hal yang penting diperhatikan terutama ialah aspek pengambilan sampel udara dan analisis pengukurannya

Pemantauan kualitas udara. Kendala 25/10/2015. Hal yang penting diperhatikan terutama ialah aspek pengambilan sampel udara dan analisis pengukurannya Pemantauan kualitas udara Hal yang penting diperhatikan terutama ialah aspek pengambilan sampel udara dan analisis pengukurannya Keabsahan dan keterpercayaannya ditentukan oleh metode dan analisis yang

Lebih terperinci

/.skisi-kisi INSTRUMEN SOAL PRETEST POSTTEST Lingkunganku Tercemar Bahan Kimia Dalam Rumah Tangga. Indikator Soal Soal No soal

/.skisi-kisi INSTRUMEN SOAL PRETEST POSTTEST Lingkunganku Tercemar Bahan Kimia Dalam Rumah Tangga. Indikator Soal Soal No soal /.skisi-kisi INSTRUMEN SOAL PRETEST POSTTEST Lingkunganku Tercemar Bahan Kimia Dalam Rumah Tangga Mata Pelajaran : IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) Standar Kompetensi : 1.7. Memahami saling ketergantungan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab terjadinya hujan asam adalah senyawa Sulfur dan Nitrogen Oksida yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab terjadinya hujan asam adalah senyawa Sulfur dan Nitrogen Oksida yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Hujan asam merupakan salah satu indikator terjadinya pencemaran udara. Penyebab terjadinya hujan asam adalah senyawa Sulfur dan Nitrogen Oksida yang masuk

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya. Udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkembangnya sektor industri dan pemanfaatan teknologinya tercipta produk-produk untuk dapat mencapai sasaran peningkatan kualitas lingkungan hidup. Dengan peralatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polusi udara merupakan masalah lingkungan global yang terjadi di seluruh dunia. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), polusi udara menyebabkan kematian

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil perhitungan pada bab V sebelumnya, dapat dihitung total

BAB VI PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil perhitungan pada bab V sebelumnya, dapat dihitung total BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Beban Emisi Sumber Bergerak di Jalan (On Road) Berdasarkan hasil perhitungan pada bab V sebelumnya, dapat dihitung total beban emisi gas polutan NO x, SO 2, HC, PM, CO 2 dan CO dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara yang berada di bumi merupakan komponen yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Penggunaannya akan tidak terbatas selama udara mengandung unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional di bidang kesehatan yang tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yaitu terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya.

Lebih terperinci

PENDETEKSI DAN PENETRALISIR POLUSI ASAP DENGAN KONTROL MELALUI APLIKASI ANDROID (RANCANG BANGUN PERANGKAT KERAS)

PENDETEKSI DAN PENETRALISIR POLUSI ASAP DENGAN KONTROL MELALUI APLIKASI ANDROID (RANCANG BANGUN PERANGKAT KERAS) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua makhluk hidup memerlukan udara, udara merupakan salah satu kebutuhan dasar dalam kehidupan. Udara yang ada disekitar kita tidak sepenuhnya bersih. Pada saat ini,

Lebih terperinci

Tabel 3. Komposisi perjalanan orang di Jabotabek menurut moda angkutan tahun 2000

Tabel 3. Komposisi perjalanan orang di Jabotabek menurut moda angkutan tahun 2000 Tabel 3. Komposisi perjalanan orang di Jabotabek menurut moda angkutan tahun 2000 Moda Perjalanan Orang Harian Seluruh Moda 29,168,330 Non-Motorized of Transport 8,402,771 Motorized of Transport 20,765,559

Lebih terperinci

ATMOSFER & PENCEMARAN UDARA

ATMOSFER & PENCEMARAN UDARA ATMOSFER & PENCEMARAN UDARA Pengelolaan lingkungan diperlukan agar lingkungan dapat terus menyediakan kondisi dan sumber daya yang dibutuhkan oleh makhluk hidup. Lingkungan abiotis terdiri dari atmosfer,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Udara juga

I. PENDAHULUAN. bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Udara juga 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Udara juga merupakan atmosfir

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ALAT UKUR POLLUTANT STANDARD INDEX YANG TERINTEGRASI DENGAN PENGUKURAN FAKTOR-FAKTOR CUACA SECARA REAL TIME

RANCANG BANGUN ALAT UKUR POLLUTANT STANDARD INDEX YANG TERINTEGRASI DENGAN PENGUKURAN FAKTOR-FAKTOR CUACA SECARA REAL TIME RANCANG BANGUN ALAT UKUR POLLUTANT STANDARD INDEX YANG TERINTEGRASI DENGAN PENGUKURAN FAKTOR-FAKTOR CUACA SECARA REAL TIME Vandri Ahmad Isnaini, Indrawata Wardhana, Rahmi Putri Wirman Jurusan Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2014 pada pasal 1 ayat 9 yang menyatakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2014 pada pasal 1 ayat 9 yang menyatakan 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang undang No 36 tahun 2009 tentang kesehatan mengamanatkan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup

Lebih terperinci

Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034%

Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034% Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034% Ozon (O 3 ) mempunyai fungsi melindungi bumi dari radiasi sinar Ultraviolet Ozon sekarang ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya. Udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan

BAB I PENDAHULUAN. Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara telah mengalami perubahan.

Lebih terperinci

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd PENCEMARAN LINGKUNGAN Purwanti Widhy H, M.Pd Pengertian pencemaran lingkungan Proses terjadinya pencemaran lingkungan Jenis-jenis pencemaran lingkungan PENGERTIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN Berdasarkan UU Pokok

Lebih terperinci

KONSENTRASI POLUSI UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR PADA RUAS JALAN SAM RATULANGI MANADO

KONSENTRASI POLUSI UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR PADA RUAS JALAN SAM RATULANGI MANADO KONSENTRASI POLUSI UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR PADA RUAS JALAN SAM RATULANGI MANADO F. Jansen 1, S.Sengkey 2 1 Dosen Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi 2 Dosen Politeknik Negeri Manado ABSTRAK

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian membantu peneliti dalam langkah-langkah memperoleh

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian membantu peneliti dalam langkah-langkah memperoleh III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan dan prosedur yang digunakan oleh peneliti dalam melaksanakan penelitian yang dilakukan. Metodologi penelitian membantu

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) D216 Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Untuk Menyerap Emisi CO 2 Kendaraan Bermotor Di Surabaya (Studi Kasus: Koridor Jalan Tandes Hingga Benowo) Afrizal Ma arif dan Rulli Pratiwi Setiawan Perencanaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini merupakan kota terbesar di Pulau Sumatera. Secara geografis Kota Medan terletak pada 3 30'

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Bagi masyarakat, transportasi merupakan urat nadi kehidupan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Bagi masyarakat, transportasi merupakan urat nadi kehidupan sehari-hari BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Bagi masyarakat, transportasi merupakan urat nadi kehidupan sehari-hari dan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dan strategis. Seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan utama di dunia, khususnya di negara berkembang, baik pencemaran udara dalam ruangan maupun udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pencemaran udara adalah proses masuknya atau dimasukkannya zat pencemar ke udara oleh aktivitas manusia atau alam yang menyebabkan berubahnya tatanan udara sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri

BAB I PENDAHULUAN. dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan di Indonesia khususnya pembangunan di bidang industri dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri dan transportasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan unsur lingkungan hidup lainnya (SNI ).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan unsur lingkungan hidup lainnya (SNI ). 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Udara Ambient Udara dapat di kelompokkan menjadi dua jenis, yaitu udara ambient dan udara emisi. Udara ambient adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfir

Lebih terperinci

ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR

ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR Oleh : AMBAR YULIASTUTI L2D 004 294 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri seharusnya memiliki kualitas sesuai standar yang ditentukan. Dalam proses pembuatannya tentu diperlukan

Lebih terperinci

Gambar 8. Peta Kontur Ketinggian Stasiun Pemantauan Kualitas Udara Bandung

Gambar 8. Peta Kontur Ketinggian Stasiun Pemantauan Kualitas Udara Bandung 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah Kajian Stasiun pemantauan kualitas udara (fix station) yang terdapat di Bandung ada lima stasiun dan masing-masing mewakili daerah dataran tinggi, pemukiman

Lebih terperinci

CONTOH SOAL UJIAN SARINGAN MASUK (USM) IPA TERPADU 2014. Institut Teknologi Del (IT Del) Contoh Soal USM IT Del 1

CONTOH SOAL UJIAN SARINGAN MASUK (USM) IPA TERPADU 2014. Institut Teknologi Del (IT Del) Contoh Soal USM IT Del 1 CONTOH SOAL UJIAN SARINGAN MASUK (USM) IPA TERPADU 2014 Institut Teknologi Del (IT Del) Contoh Soal USM IT Del 1 Pencemaran Udara Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia

Lebih terperinci