Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Disadari bahwa ketersediaan ruang adalah tidak tak terbatas, oleh karenanya jika pemanfaatan ruang tidak diatur akan mengakibatkan pemborosan ruang dan penurunan kualitas ruang itu sendiri. Untuk itulah diperlukan upaya penataan ruang agar pemanfaatan ruang yang dilakukan tidak mendorong kearah ketidak seimbangan dan ketidaklestarian lingkungan. Termasuk dalam hal ini adalah pengendalian pemanfaatan ruang di Kota Cimahi, dimana di Kota Cimahi sendiri terdapat banyak kawasan-kawasan yang perkembangannya tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota yang berlaku, salah satunya adalah di Kelurahan Cipageran yang terletak di Kecamatan Cimahi Utara. Jika melihat kondisi lapangan di Kelurahan Cipageran cukup banyak perumahan dan permukiman yang ada beridiri tanpa izin ditambah lagi dengan tipe bangunan yang tidak sesuai dengan Koefesien Dasar Bangunan (KDB) yang telah di tentukan. Pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Cimahi pemanfaatan ruang di Kelurahan Cipageran diperuntukan sebagai kawasan konservasi dan perdesaan. Selain itu berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 181.1/SK.1624-Bapp/1982 tentang peruntukan lahan di wilayah inti bandung raya bagian utara yang bertujuan untuk menjaga wilayah Bandung Utara sebagai kawasan resapan air yang mempunyai peran sangat penting dalam penyediaan air tanah di Cekungan Bandung. Batas wilayah Bandung Utara dimaksud adalah dari ketinggian (kontur) 750 m dpl. Dengan batas ini maka wilayah Kota Cimahi yang tercakup adalah seluruh wilayah Kecamatan Cimahi Utara termasuk didalamnya Kelurahan Cipageran. Namun seiring dengan perkembangan Kota Cimahi, pemanfaatan ruang di sebagian Kelurahan Cipageran bergeser dari sebagai kawasan konservasi menjadi menuju fungsi permukiman dan perumahan. Pada tahun 2002 pemanfaatan lahan bagi sektor terbangun (permukiman, perumahan, bangunan, dsb) di Kelurahan Cipageran mencapai 21,1% atau sekitar ±125,3 Ha dari luas Kelurahan Cipageran. 1

2 Jika dilihat dari letaknya Kelurahan Cipageran memiliki letak yang sangat strategis dan dari awal perkembangannya hingga saat ini, daya dukung dan daya tampungnya mendekati batas maksimal. Hal ini terlihat dari kondisi lapangan yang memberikan indikasi telah adanya perubahan dan ketidaksesuaian dengan fungsi dari rencana semestinya dan telah memberikan kekhawatiran akan kegagalan fungsi konservasi di Kelurahan Cipageran. Selain itu ditambah lagi dengan cara pembangunan perumahan dan permukiman masyarakat yang membangun rumah tanpa memperhatikan regulasi atau aturan dari pemerintah mengenai syarat-syarat membangun perumahan dan permukiman di kawasan konservasi Kota Cimahi. Didalam penjualan tanah, masyarakat menjual tanah mereka tidak dalam bentuk kapling tetapi tergantung berapa luas kebutuhan para konsumen. Seharusnya untuk penjualan tanah di kawasan konservasi diharuskan perkapling untuk menjaga fungsi konservasi kawasan tersebut sebagai kawasan yang memeberikan perlindungan bagi kawasan di bawahnya. Hal ini telah memicu adanya pelanggaran pemanfaatan ruang di dalam pembangunan perumahan dan permukiman, sehingga pemerintah mengalami kesulitan didalam mengendalikan pembangunan perumahan dan permukiman di Kelurahan Cipageran. Selain itu juga bagian tertentu dari kawasan di Kelurahan Cipageran ini secara bertahap berlangsung perubahan fungsi dalam pemanfaatan lahan, yaitu dari fungsi konservasi menjadi perumahan dan permukiman yang cenderung mengakibatkan menurunnya air permukaan tanah di Kelurahan Cipageran dan sekitarnya dan ini berdampak susahnya masyarakat mendapatkan air untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Hal ini diketahui dengan sering timbulnya konflik didalam masyarakat yang mengeluh karena mengalami kesusahan untuk mendapatkan air dan juga munculnya gangguan lingkungan. Kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang akan berfungsi secara efesien dan efektif bilamana didasarkan pada sistem pengendalian yang menyediakan informasi yang akurat tentang adanya penyimpangan pemanfaatan ruang yang akurat tentang adanya penyimpangan pemanfaatan ruang yang terjadi di lapangan 2

3 dan ketegasan untuk memberikan reaksi yang tepat bagi penyelesaian simpangansimpangan yang terjadi di lapangan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Oleh karena itu perlu dipahami dan dipersiapkan dengan tepat mekanisme pengendalian pemanfaatan ruang, baik yang terkait dengan piranti manajemen maupun pengendalian pemanfaatan ruang yang diterapkan untuk menata mekanisme perijinan yang berlaku (syahrul ibrahim, 1998). Kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan sebagai upaya untuk menjaga agar kegiatan pemanfaatan ruang baik yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat dan swasta dapat selalu sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam pengendalian pemanfaatan ruang meliputi kegiatan pengawasan dan penertiban pemanfaatan ruang. Untuk wilayah Kabupaten/Kota penyelenggaraan pengendalian pemanfaatan ruang selain melalui kegiatan pengawasan dan penertiban juga meliputi mekanisme perizinan (pasal 17 UU No.24/1992). Berkaitan dengan pengendalian pemanfaatan ruang di Kota Cimahi, berdasarkan Perda No.2/2003 tentang pembentukan dan susunan organisasi perangkat pemerintah Kota Cimahi, bahwa institusi yang mempunyai tugas pokok dan fungsi didalam pengendalian pemanfaatan ruang yaitu Dinas Tata Kota (DTK). Dinas Tata Kota (DTK) mempunyai peran yang sangat penting didalam pengendalian pemanfaatan ruang dibandingkan dengan dinas-dinas yang ada di Kota Cimahi. Hal ini dapat dilihat dalam Keputusan Walikota Cimahi No. 060/Kep. 46 Ortala/2003 yang dituangkan dalam uraian tugas jabatan struktural Dinas Tata Kota Cimahi disebutkan beberapa tugas Dinas Tata Kota (DTK) yang terkait didalam pengendalian pemanfaatan ruang yaitu : a. Melaksanakan koordinasi dengan Dinas / Instansi / Lembaga terkait dalam pemberian rekomendasi penerbitan surat ijin peruntukan penggunaan tanah (IPPT). b. Melaksanakan penyusunan pedoman dan petunjuk teknis pengelolaan dan penerbitan surat ijin mendirikan bangunan. 3

4 c. Melaksanakan koordinasi pengawasan dan pengendalian bangunan gedung pemerintah, rumah sakit, dan non pemerintah (swasta) dengan instasi terkait. d. Pengendalian dan pengawasan rencana detail pemanfaatan ruang kota. e. Penyusunan evaluasi dan pelaporan kegiatan pemanfaatan dan pengendalian tata ruang. f. Dalam proses kegiatan penertiban dilakukan dengan memberikan surat teguran 1 (satu), memberikan surat teguran 2 (dua) dan memberikan surat teguran 3 (tiga). Setelah ketidakefektifan pengendalian pemanfaatan ruang di Kelurahan Cipageran yang pada saat Kota Cimahi menggunakan UU No. 24/1992, maka perlu dicari sebab-sebab ketidakefektifan didalam melakukan pengendalian pemanfaatan ruang untuk memberikan masukan pengendalian pemanfaatan ruang yang akan datang. Berdasarkan uraian di atas pengendalian pemanfaatan ruang di Kelurahan Cipageran oleh Dinas Tata Kota (DTK) yang ada saat ini, dirasakan tidak efektif didalam mengendalikan perkembangan pembangunan yang relatif cepat di Kelurahan Cipageran. Studi ini mencoba melakukan kajian mengenai Pengefektifan Dinas Tata Kota (DTK) Kota Cimahi dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kelurahan Cipageran sehingga pengendalian pemanfaatan ruang lebih terarah dan terkendali sesuai dengan arahan pengembangan rencana tata ruang. I.2 Rumusan Persoalan Kota Cimahi merupakan kota yang terbentuk dari wilayah yang sedang tumbuh dan berbatasan langsung dengan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) serta merupakan perlintasan regional dari dan menuju Kota Bandung. Kota Cimahi merupakan salah satu WP dalam Bandung Metropolitan Area (BMA) dan relatif terletak di tengah bersama-sama Kota Bandung. Dalam rencana pengembangan kawasan di Bandung Metropolitan Area (BMA) tersebut, Kota Cimahi berfungsi sebagai pengembangan permukiman dan industri, yang sekaligus diidentifikasikan sebagai kawasan yang tumbuh pesat. 4

5 Di Kota Cimahi sendiri terdapat banyak kawasan-kawasan yang perkembangannya tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota yang berlaku, salah satunya adalah di Kelurahan Cipageran yang terletak di Kecamatan Cimahi Utara. Kelurahan Cipageran menunjukkan kecenderungan perkembangan yang relatif tinggi, terutama setelah didalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Cimahi di tetapkan fungsi peruntukan lahan dari Kelurahan Cipageran yaitu sebagai perumahan dan pengembangan terbatas. Persoalan riil yang diamati pada studi ini adalah adanya pembangunan perumahan dan permukiman di Kelurahan Cipageran yang tidak sesuai dengan arahan rencana tata ruang, seperti masih adanya pembangunan perumahan dan permukiman yang berdiri tidak memenuhi kriteria-kriteria pembangunan perumahan dan permukiman untuk di kawasan konservasi, sebagaimana dinyatakan pasal 36 Perda Nomor 32 tahun 2003 tentang arahan kepadatan pembangunan dalam wilayah Kota Cimahi khususnya Kelurahan Cipageran bahwa arahan kepadatan bangunan dalam Kawasan Perumahan yang terletak di Kawasan Perumahan yang merupakan bagian Kawasan Bandung Utara atau terletak di sebelah utara garis ketinggian 750 meter diatas permukaan laut adalah : a. KDB maksimum 40 % dengan kepadatan bangunan maksimum 50 rumah/ha dan luas petak lahan minimum 120 meter persegi untuk bangunan yang terletak sampai garis ketinggian 800 mdpl. b. KDB maksimum 30 % dengan kepadatan bangunan maksimum 25 rumah/ha dan luas petak lahan minimum 240 meter persegi untuk bangunan yang terletak sampai garis ketinggian mdpl. c. KDB maksimum 20 % dengan kepadatan bangunan maksimum 17 rumah/ha dan luas petak lahan minimum 360 meter persegi untuk bangunan yang terletak sampai garis ketinggian 900 mpl. Dinas Tata Kota merupakan suatu kelembagaan di Kota Cimahi yang mempunyai tugas dan fungsi mengendalikan pemanfaatan ruang di Kota Cimahi. Dari beberapa unsur penting kelembagaan, yang menjadi fokus dalam studi ini ialah aspek mekanisme prosedur dalam pengendalian pemanfaatan ruang. Aspek 5

6 mekanisme dan prosedur menjadi sedemikian pentingnya karena keberadaan aspek ini dapat memberikan jadi tidaknya suatu pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan. Dalam mekanisme dan prosedur pengendalian pemanfaatan ruang terdapat beberapa jenis tahapan proses pengendalian pemanfaatan ruang yang masing-masing tahapan tersebut mempunyai mekanisme yang berbeda-beda. Tahapan-tahapan prosedur tersebut merupakan hal mutlak yang harus dilalui mengingat keluarnya suatu prosedur pengendalian pemanfaatan ruang pasti akan berdampak terhadap lingkungan sekitarnya, contoh pemberian ijin pembangunan perumahan akan berdampak terhadap lingkungan sekitar seperti penurunan kualitas lingkungan sekitar, penurunan air permukaan tanah dan lain-lain. Selain itu keefektifan dan efisien pelaksanaan prosedur pengendalian pemanfaatan ruang akan dapat merangsang para stakeholder untuk selalu mengawali pembangunan dengan prosedur yang benar, hal tersebut secara tidak langsung akan berdampak terhadap ketertiban ruang. Persoalan penelitian yang ada adalah belum jelasnya sebab-sebab mengapa DTK belum efektif didalam mengendalikan pemanfaatan ruang di Kelurahan Cipageran ini, terutama dari aspek prosedur yang harus dilaksanakan sehingga dapat di intervensi untuk mengefektifkan pengendaliannya pemanfaatan ruang di masa mendatang. Mengingat pentingnya Kawasan Bandung Utara (KBU) dalam memberikan perlindungan terhadap kawasan di bawahnya, dan adanya kecenderungan perkembangan fisik yang sangat pesat dan kurang terkendali, berakibat terhadap degradasi kualitas lingkungan alami maka melalui pengefektifan Dinas Tata Kota (DTK) sebagai lembaga pengendali pemanfaatan ruang di Kota Cimahi maka diharapkan Dinas Tata Kota dapat mengendalikan pemanfaatan tata ruang agar sesuai dengan rencana tata ruangnya dan dapat lebih sempurna lagi didalam pengendalian pemanfaatan ruang khususnya kawasan konservasi di Kota Cimahi. Berdasarkan hal tersebut timbul pertanyaan penelitian pada studi ini, yaitu bagaimana mengeefektifkan Dinas Tata Kota (DTK) sebagai kelembagaan yang melakukan pengendalian pemanfaatan ruang di Kota Cimahi? 6

7 I.3 Tujuan dan Sasaran Berdasarkan latar belakang dan persoalan tersebut, studi ini bertujuan untuk merumuskan usaha-usaha pengefektifan pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang oleh Dinas Tata Kota di Kelurahan Cipageran melalui perbaikan prosedur. Ada pun sasaran yang hendak dicapai dari tujuan tersebut diatas adalah : 1. Mengevaluasi prosedur pengendalian pemanfaatan ruang yang menyebabkan Dinas Tata Kota (DTK) tidak efektif dalam pengendalian pemanfaatan ruang. 2. Merumuskan implikasi yang perlu diperhatikan dan mendapatkan penanganan di masa mendatang agar prosedur pengendalian pemanfaatan ruang di Kelurahan Cipageran dapat berjalan dengan baik. I.4 Ruang Lingkup Sesuai dengan pokok permasalahan dan tujuan studi, maka ruang lingkup kajian dalam penelitian ini meliputi lingkup materi dan lingkup wilayah, yang akan dijelaskan pada sub sub bab di bawah ini. I.4.1 Ruang Lingkup Materi Adapun lingkup materi dari studi ini yaitu pemahaman terhadap evaluasi semu (pseudo evaluation) yang menentukan indikator berdasarkan pendapat para ahli dan dokumen kebijakan mengenai penyelenggaraan penataan ruang di daerah yang dirangkum dan dirumuskan untuk menjadi indikator awal. Penekanan pada studi ini terletak pada sisi proses, dimana akan dibahas lebih mendalam mengenai prosedur pengendalian pemanfaatan ruang di Kelurahan Cipageran yang dijalankan oleh Dinas Tata Kota (DTK) Kota Cimahi. I.4.2 Ruang Lingkup Wilayah Secara umum lingkup wilayah yang menjadi obyek studi pada penelitian ini adalah Kota Cimahi dengan mengambil studi kasus Kelurahan Cipageran yang berada pada kawasan konservasi di Kecamatan Cimahi Utara dengan luas wilayah Kelurahan Cipageran adalah 594,3170 Ha, terdiri dari 29 RW. 7

8 I.5 Metodologi Penelitian Berikut ini diuraikan pendekatan yang dilakukan dalam penelitian, teknik analisis yang akan digunakan untuk mencapai setiap sasaran dan untuk menjawab pertanyaan penelitian beserta menyelesaikan persoalan yang telah dirumuskan sebelumnya. I.5.1 Pendekatan Penelitian Kajian ini akan menggunakan pendekatan evaluasi semu (pseudo evaluation). Evaluasi semu adalah pendekatan yang menggunakan metode-metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai hasil kebijakan, tanpa berusaha untuk menanyakan tentang manfaat atau nilai dari hasilhasil tersebut terhadap individu, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan. Asumsi utama dari evaluasi semu adalah bahwa ukuran tentang manfaat atau nilai merupakan sesuatu yang dapat terbukti sendiri (self evident) atau tidak kontroversial (Dunn, 1994;613). Evaluasi semu pada intinya dilakukan dengan menggunakan sisitem nilai individu untuk menilai sistem publik. Pada pendekatan semu ini nilai yang dipilih sebagai variabel penilai bagi suatu program maupun kebijakan adalah nilai-nilai pribadi yang sifatnya non-konvensional atau dapat diterima oleh publik. Variabel penilai yang dianggap kontroversial tidak diperhatikan dalam pendekatan semu ini untuk menghindari pelaksanaan evaluasi yang tidak objektif. Melalui pendekatan by proces ini diharapkan dapat diketahui faktor-faktor ketidakefektifan Dinas Tata Kota dalam pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan konservasi dan selanjutnya dapat dirumuskan rekomendasi bagi kemungkinan penyempurnaan Dinas Tata Kota (DTK) terhadap kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang di Kelurahan Cipageran. Setelah penetapan batasan tersebut di atas, maka selanjutnya akan dilakukan analisis data yang diperoleh dari berbagai sumber sesuai dengan sasaran studi yang ingin dicapai, melalui tahapan sebagai berikut : 8

9 1. Mengevaluasi Prosedur Pengendalian Pemanfaatan Ruang yang menyebabkan Dinas Tata Kota (DTK) tidak Efektif dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang. Pada tahap ini dilakukan pendekatan dari sisi proses dengan mengevaluasi prosedur pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang yang dijalankan oleh Dinas Tata Kota (DTK) Kota Cimahi. Selanjutnya diharapkan dari hasil evaluasi ini dapat mengetahui sebab-sebab ketidakefektifan Dinas Tata Kota dalam pengendalian pemanfaatan ruang di Kelurahan Cipageran. Untuk mencapai sasaran ini terlebih dahulu perlu dilakukan penyusunan indikator dan tolok ukur yang akan digunakan dalam penilaian berdasarkan dokumen perundangan yang berlaku dan pendapat para ahli. Adapun indikator serta tolok ukur ketidakefektifan Dinas Tata Kota (DTK) dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang pada di Kelurahan Cipageran dapat dilihat pada Tabel 1.1. Proses untuk memperoleh Tabel 1.1 ini secara lebih rinci ada pada sub bab II

10 Pengefektifan Tabel I. 1 Kriteria, Indikator dan Tolok Ukur Dinas Tata Kota (DTK) dalam Prosedur Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kriteria Indikator Sub Indikator Tolok Ukur Perijinan Pelaksanaan perijinan sesuai dengan mekanisme perijinan yang telah Melaksanakan proses pemberian IPPT (Ijin Peruntukan Memberikan Ijin Perencanaan yang telah ditentukan. ditentukan. Penggunaan Tanah) sesuai aturan. Memberikan Rekomendasi Perencanaan yang telah ditentukan. Melaksanakan proses IMB (Ijin Mengesahkan gambar bangunan yang Mendirikan Bangunan) sesuai sesuai dengan KDB yang telah aturan ditentukan. Pelaporan Memberikan informasi secara obyektif mengenai pemanfaatan ruang baik yang sesuai maupun yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang Menyiapkan dan menerima laporan secara obyektif mengenai pelaksanaan pemanfaatan ruang. Memberikan informasi mengenai KDB yang tidak sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Menerima laporan secara obyektif mengenai pelaksanaan pemanfaatan ruang. Memberikan rekomendasi Ijin Mendirikan Bangunan bagi bangunan yang sesuai dengan KDB yang telah ditentukan. Menyampaikan laporan kepada Walikota tentang KDB perumahan yang tidak sesuai peraturan daerah setiap bulan. Menyampaikan laporan tentang KDB perumahan yang tidak sesuai peraturan kepada instansi terkait setiap bulan. Menerima laporan tentang KDB perumahan yang tidak sesuai peraturan daerah dari Kepala Desa/Lurah. Menerima laporan bulanan tentang KDB perumahan yang tidak sesuai peraturan daerah dari Camat. 10

11 Kriteria Indikator Sub Indikator Tolok Ukur Menyiapkan laporan secara Menyiapkan laporan tentang KDB obyektif mengenai pelaksanaan perumahan yang tidak sesuai pemanfaatan ruang. peraturan daerah kepada Walikota Pemantauan Mengamati dan Memeriksa perubahan kualitas tata ruang dan lingkungan yang Tidak sesuai dengan rencana tata ruang Evaluasi Menilai perkembangan kegiatan pemanfaatan ruang di kaitkan dengan kondisi rencana tata ruang yang ada Penertiban Pengenaan sanksi dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sumber: Hasil Kajian 2007 Mengamati perubahan kualitas tata ruang dan lingkungan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Memeriksa perubahan kualitas tata ruang dan lingkungan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Menilai temuan penyimpangan dalam pemanfaatan ruang. Pengenaan sanksi administrasi terhadap pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Keterangan : Memberikan Ijin Perencanaan = Menilai kesesuaian site plan dengan RDTR/RTRK/RTBL. setiap 1 (satu) bulan sekali. Melakukan pemetaan terhadap KDB perumahan yang tidak sesuai dengan ketentuan KDB yang telah ditetapkan. Melakukan peninjauan lapangan secara langsung terhadap perumahan yang KDB tidak sesuai dengan aturan KDB yang telah ditetapkan. Melakukan pembahasan atau rapat pengambil keputusan untuk penertiban Memberikan surat teguran 1 (satu) Memberikan surat teguran 2 (dua) Memberikan surat teguran 3 (tiga) 11

12 Untuk dapat mengetahui sebab-sebab ketidak efektifan kinerja Dinas Tata Kota (DTK), maka selanjutnya dilakukan pemenuhan seluruh indikator yang telah ditentukan. Pendekatan yang dilakukan yaitu dengan menggunakan pendekatan by proces. Pendekatan by proces dikatakan efektif jika semua indikator yang ditentukan sebelumnya berhasil dipenuhi. Apabila salah satu sub indikator tersebut tidak terpenuhi maka indikator tersebut tidak terpenuhi, dengan tidak terpenuhinya indikator tersebut dapat disimpulkan bahwa indikator tersebut menjadi sebab ketidakefektifan Dinas Tata Kota (DTK) dalam melakukan proses pengendalian pemafaatan ruang di Kelurahan Cipageran. Hasil akhir yang akan diperoleh melalui hasil penilaian masing-masing indikator dan tolok ukur adalah faktor-faktor penentu yang akan menyebabkan ketidakefektifan DTK Kota Cimahi untuk kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang. Sehingga dari identifkasi faktor-faktor tersebut akan direkomendasikan hal-hal yang berkaitan dengan penyempurnaan DTK dalam melakukan prosedur pengendalian pemanfaatan ruang di masa yang akan datang. 2. Merumuskan Implikasi yang Perlu Diperhatikan dan Mendapatkan Penanganan di Masa Mendatang agar Prosedur Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kelurahan Cipageran dapat Berjalan dengan Baik. Pada tahap ini akan diambil kesimpulan studi dan dirumuskan pula implikasi bagi penyempurnaan tugas dan fungsi Dinas Tata Kota (DTK) dalam pengendalian pemanfaatan ruang di Kelurahan Cipageran. Dalam menyusun implikasi dimasa mendatang bagi penyempurnaan pengendalian pemanfaatan ruang di Kelurahan Cipaeran, yaitu dengan menggunakan Undang-Undang Tata Ruang No. 26 Tahun 2007 sebagai acuan dasar bagi pengendalian pemanfaatan ruang yang akan di lakukan. Untuk lebih jelasnya langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian, digambarkan dalam kerangka pikir studi yang dapat dilihat pada Gambar I.2. 12

13 Dinas Tata Kota Tugas : Merumuskan dan melaksanakan kebijakan operasional di bidang tata ruang, tata bangunan, prasarana perkotaan dan bina marga serta melaksanakan urusan ketatausahaan dinas (pasal 14 Perda Kota Cimahi No. 2/2003). Fungsi : Perumusan dan pelaksanaan kebijakan teknis operasional di bidang tata ruang, perumusan dan pelaksanaan kebijakan teknis operasional di bidang tata bangunan, perumusan dan pelaksanaan kebijakan teknis operasional di bidang prasarana perkotaan, perumusan dan pelaksanaan kebijakan teknis operasional di bidang bina marga dan pelaksanaan urusan ketatausahaan dinas (pasal 15 Perda Kota Cimahi No. 2/2003). Latar Belakang Kelurahan Cipageran termasuk Kawasan Bandung Utara (KBU). Perkembangan Kota Cimahi mengarah pada daerah Cimahi Utara. Perkembangan perumahan dan permukiman di kawasan konservasi Kelurahan Cipageran. Perda No. 32 tahun 2003 mengenai RTRW Kota Cimahi Acuan : Studi empiris. Kebijakankebijakan dalam pengendalian pemanfaatan ruang. Pendapat para ahli Tolok Ukur Rumusan Persoalan Banyak pembangunan perumahan dan permukiman yang dibangun tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Adanya perumahan yang tidak sesuai dengan kriteria persyaratan pembangunan di kawasan konservasi. Dinas Tata Kota Tidak Efektif dalam melakukan pengendalian pemanfaatan ruang. Mengevaluasi prosedur pengendalian pemanfaatan ruang yang menyebabkan Dinas Tata Kota (DTK) tidak efektif dalam pengendalian pemanfaatan ruang Indikator Perijinan Pelaporan Pemantauan Evaluasi Penertiban Aspek Mekanisme dan Prosedur Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Dinas Tata Kota (DTK) Belum jelas mengapa DTK tidak efektif Studi Kepustakaan tentang Ketentuan normatif, Teori Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Proses Teknis yang berlaku di Indonesia dan Teori Evaluasi Aspek aspek lainnya Survei Data Primer Data Sekunder Temuan Studi Rumusan Peningkatan Kinerja Pelaksanaan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kelurahan Cipageran Gambar 1. 1 Kerangka Pikir Studi 13

14 1.5.2 Kerangka Analisis Kerangka analisis dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang akan dilakukan dalam menganalisis studi. Metode analisis yang digunakan untuk studi ini adalah analisis kualitatif. Penekanan analisis kualitatif ini sesuai dengan tujuan dan sasaran studi yang ingin dicapai. Penelitian kualitatif merupakan cara untuk memahami perilaku sosial yang merupakan serangkaian kegiatan atau upaya menjaring informasi secara mendalam dari fenomena atau permasalahan yang ada di dalam kehidupan suatu obyek, dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah, baik dari sudut pandang teoritis maupun empiris. Menurut Bog dan dan Taylor dalam Moleong (2002), metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang akan menghasilkan data kualitatif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan suatu proses yang diamati. Pendekatan kualitatif ini diartikan juga sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subyek/obyek penelitian (masyarakat, suatu proses dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan faktafakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Pendekatan kualitatif ini memungkinkan peneliti mendekati data primer dari sumbernya sehingga mampu mengembangkan komponen-komponen keterangan yang analitis, konseptual dan kategoris dari data itu sendiri. Sedangkan Miles (1992) menyatakan bahwa data kualitatif merupakan sumber dari deskripsi yang luas dan berlandasan kokoh, serta memuat penjelasan tentang proses-proses yang terjadi dalam lingkup sektoral. Penemuan-penemuan dari penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif mempunyai mutu yang tidak dapat disangkal. Kata-kata, khususnya bilamana disusun ke dalam bentuk cerita atau peristiwa mempunyai kesan yang lebih nyata, hidup dan penuh makna, seringkali jauh lebih meyakinkan pembacanya daripada halaman-halaman yang penuh dengan angka-angka (Miles, 1992). Secara struktur dapat dibuat tahapan analisis sebagai berikut: 14

15 Pertama, melakukan kajian konsepsi dalam pengendalian pemanfaatan ruang melalui kajian dokumen perundangan dan pendapat para ahli, untuk mendapatkan kriteria pengendalian pemanfaatan ruang. Kedua kajian tersebut dirangkum untuk kemudian dirumuskan menjadi indikator. Indikator ini yang akan diuji kepada Dinas Tata Kota (DTK) Kota Cimahi melalui wawancara dengan teknik purposive sampling, yaitu memilih sampel yang sesuai dengan maksud dari penelitian. Dari hasil wawancara ini akan dilakukan pengorganisasian dan pengelompokan jawaban berdasarkan persamaan konteks jawaban, kemudian dilakukan interprestasi dan analisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Hasil analisis ini akan menjadi sintesis atas indikator pengendalian pemanfaatan ruang. Hasil analisis dari tahap akhir dalam studi ini berupa rumusan rekomendasi bagi kemungkinan penyempurnaan Dinas Tata Kota (DTK) didalam melakukan kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan konservasi Kota Cimahi. Dari tabel kebutuhan data dan analisa akan memberikan gambaran dari tujuan penelitan, sasaran, kebutuhan data, sumber data, metode analisis, hingga output yang ingin diperoleh. Dari tabel tersebut terdapat dua sasaran dari satu tujuan dalam penelitian ini. Setiap sasaran menghasilkan output yang saling berkait dan menjadi data bagi tahapan berikutnya untuk dianalisis lebih lanjut. Untuk lebih jelasnya mengenai kerangka analisis dapat dilihat pada Tabel I.2. 15

16 Tabel I. 2 Kebutuhan Data dan Pendekatan Studi Tujuan Tujuan studi ini ialah merumuskan usaha-usaha pengefektifan pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang oleh Dinas Tata Kota di Kelurahan Cipageran melalui perbaikan prosedur Sasaran Mengevaluasi prosedur pengendalian pemanfaatan ruang yang menyebabkan Dinas Tata Kota (DTK) tidak efektif dalam pengendalian pemanfaatan ruang Merumuskan implikasi yang perlu diperhatikan dan mendapatkan Pendekatan Analisis Penelitian Studi pustaka, literatur, dokumen kebijakan Teknik Analisis yang Digunakan Kualitatif Pemenuhan tolok ukur Evaluasi Semu (pseudo evolution) Kualitatif Kualitatif Deskriptif Data/Informasi yang diperlukan Konsepsi Evaluasi teoritis dan empirik. Produk kebijakan (Kepmenda gri, SK, perda, dll) yang berkaitan dengan pengendalia n pemanfaata n ruang. Jawaban responden dari wawancara. Jawaban responden dari Sumber Data Literatur (pustaka). Wawancara dengan responden lainnya (Bappeda, Kecamatan, Kelurahan dll) Pemkot Cimahi (Bagian Hukum, DTK, dll) dan sumber lain. Dinas Tata Kota (DTK) (Bagian Out Put Sebab-sebab ketidak efektifan DTK dalam pengendalian pemanfaatan ruang. Rumusan implikasi pengendalian pemanfaatan 16

17 Tujuan Sasaran penanganan di masa mendatang agar prosedur pengendalian pemanfaatan ruang di Kelurahan Cipageran dapat berjalan dengan baik. Pendekatan Analisis Penelitian Teknik Analisis yang Digunakan Data/Informasi yang diperlukan wawancara. Sumber Data Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Tata Bangunan, Sarana Prasarana dll). ruang. Out Put Sumber: Hasil Kajian

18 I.6 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dari suatu studi atau penelitian, secara umum dibagi menjadi dua, yaitu pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder. I.6.1 Data Sekunder Data sekunder dalam hal ini berupa dokumen produk Peraturan Daerah Kota Cimahi yang mengatur pemanfaatan ruang, pendapat para ahli dan dokumendokumen pendukung lainya yang berkaitan dengan pengendalian pemanfaatan ruang. Selain itu juga data yang berkaitan dengan pengendalian pemanfaatan ruang yang dipubilkasikan oleh media massa yang memberikan informasi sesuai dengan kebutuhan penelitian. Serta data atau informasi yang didapat dari sumbersumber ilmiah seperti tesis, tugas akhir, yang merupakan hasil penelitian empirik, juga tulisan ilmiah yang diterbitkan dalam jurnal-jurnal ilmiah. I.6.2 Data Primer Sedangkan data primer berupa pendapat, persepsi dari pihak yang berkepentingan. Untuk memperoleh responden tersebut dilakukan dengan pemilihan sampel secara purposive, sesuai dengan maksud dari penelitian, sedangkan untuk memperoleh data primer dengan menggunakan wawancara semi terstruktur. Wawancara semi struktur dilakukan kepada beberapa personil Dinas Tata Kota (DTK) Kota Cimahi untuk mengetahui prosedur pengendalian pemanfaatan ruang yang telah dilakukan. Selain itu juga wawancara semi struktur dilakukan kepada lembaga pemerintahan dari tingkat kelurahan, kecamatan dan kota untuk mengecek kebenaran Dinas Tata Kota dalam melakukan prosedur pengendalian pemanfaatan ruang di Kelurahan Cipageran. I.6.3 Responden Sampling Responden dalam penelitian ini terdiri dari personil atau staf Dinas Tata Kota (DTK) dan lembaga pemerintahan dari tingkat kelurahan, kecamatan dan kota. Dalam penelitian ini jumlah sampel tidak ditentukan di awal, karena penentuan sampel dengan memilih responden yang bisa memberi informasi yang dibutuhkan sesuai maksud penelitian ini, sehingga bisa memberikan informasi yang dibutuhkan sesuai maksud penelitian ini, sehingga bisa memberikan jawaban 18

19 sesuai dengan maksud penelitian. Oleh karena itu jumlah sampel secara prinsip tidak dibatasi sebelumnya, sehingga lebih bersifat fleksibel, disesuaikan dengan kebutuhan informasi di lapangan. I.7 Sistematika Penulisan Pembahasan dari penelitian ini selanjutnya akan terbagi dalam sistematika pembahasan sebagai berikut : BAB II BAB III BAB IV Kajian Pustaka, Gambaran Umum Dinas Tata Kota (DTK) Kota Cimahi dan Perumusan Indikator dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang Menguraikan teori mengenai konsep pengendalian pemanfaatan ruang, pengertian pengendalian kemudian uraian mekanisme pengendalian pemanfaatan ruang, teori evaluasi dan perumusan Indikator, tolok ukur dalam pengendalian pemanfaatan ruang dan gambaran umum Dinas Tata Kota (DTK) Kota Cimahi. Analisa Penyebab Ketidakefektifan Dinas Tata Kota (DTK) dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kelurahan Cipageran Bab ini berisikan mengenai analisa penyebab ketidakefektifan Dinas Tata Kota (DTK) dalam melakukan proses pengendalian pemanfaatan ruang di Kelurahan Cipageran. Pengefektifan Dinas Tata Kota (DTK) Kota Cimahi dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kelurahan Cipageran Bab ini berisi upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk mengefektifkan Dinas Tata Kota (DTK) Kota Cimahi dalam melakukan pengendalian pemanfaatan ruang di Kelurahan Cipageran. 19

BAB III Analisa Penyebab Ketidakefektifan Dinas Tata Kota (DTK) dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Konservasi Kota Cimahi

BAB III Analisa Penyebab Ketidakefektifan Dinas Tata Kota (DTK) dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Konservasi Kota Cimahi BAB III Analisa Penyebab Ketidakefektifan Dinas Tata Kota (DTK) dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Konservasi Kota Cimahi Evaluasi ketidakefektifan Dinas Tata Kota (DTK) dalam melakukan pengendalian

Lebih terperinci

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA 1.1 LATAR BELAKANG Proses perkembangan suatu kota ataupun wilayah merupakan implikasi dari dinamika kegiatan sosial ekonomi penduduk setempat, serta adanya pengaruh dari luar (eksternal) dari daerah sekitar.

Lebih terperinci

20. Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2003 Tentang Struktur Organisai Kota Cimahi Singarimbun, Masri Metode Penelitian Survey.

20. Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2003 Tentang Struktur Organisai Kota Cimahi Singarimbun, Masri Metode Penelitian Survey. Daftar Pustaka 1. Abdul Wahab Syahid.2003.Pemanfaatan IMB (Ijin Mendirikan Bangunan) Untuk Pengendalian Pemanfaatan Ruang Di DKI Jakarta. Bandung, Tesis Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota ITB.

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN BANDUNG UTARA DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG DAN KABUPATEN BANDUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. memanifestasikan perbenturan antara kepentingan yang berbeda dan sering

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. memanifestasikan perbenturan antara kepentingan yang berbeda dan sering 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam proses penataan ruang, pergeseran fungsi lahan hampir mustahil untuk dihindarkan. Pergeseran fungsi lahan yang berlangsung pesat di berbagai daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah/ kawasan perkotaan adalah lingkungan yang dimanfaatkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah/ kawasan perkotaan adalah lingkungan yang dimanfaatkan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Wilayah/ kawasan perkotaan adalah lingkungan yang dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas seperti orang-orang bekerja di kantor, belanja, membeli jasa, berinteraksinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Kabupaten Sleman merupakan sektor yang. strategis dan berperan penting dalam perekonomian daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Kabupaten Sleman merupakan sektor yang. strategis dan berperan penting dalam perekonomian daerah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian di Kabupaten Sleman merupakan sektor yang strategis dan berperan penting dalam perekonomian daerah dan kelangsungan hidup masyarakat, terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pedagang kaki lima adalah bagian dari aktivitas ekonomi yang merupakan kegiatan pada sektor informal. Kegiatan ini timbul karena tidak terpenuhinya kebutuhan pelayanan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 42 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman, yaitu kumpulan rumah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman, yaitu kumpulan rumah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman, yaitu kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan,

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 95TAHUN 2016 T E N T A N G KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merciana Daverta, 2013 Kepedulian Masyarakat Kelurahan Ciumbuleuit Kecamatan Cidadap Kota Bandung Terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Merciana Daverta, 2013 Kepedulian Masyarakat Kelurahan Ciumbuleuit Kecamatan Cidadap Kota Bandung Terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini kota-kota di Indonesia mengalami perkembangan pembangunan dan pertumbuhan penduduk yang sangat pesat. Seiring dengan berkembangnya suatu kota, kebutuhan

Lebih terperinci

GubernurJawaBarat GUBERNUR JAWA BARAT,

GubernurJawaBarat GUBERNUR JAWA BARAT, GubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, RINCIAN TUGAS UNIT DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS DI LINGKUNGAN DINAS PERMUKIMAN DAN PERUMAHAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 59 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 59 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 59 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan adalah upaya perubahan dari kondisi kurang baik menjadi lebih baik. Untuk itu pemanfaatan sumber daya alam dalam proses pembangunan perlu selalu dikaitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tegal terletak di pantai utara Jawa Tengah dengan wilayah pantai dan laut yang berbatasan dengan Kabupaten Tegal oleh Sungai Ketiwon di sebelah timur dan dengan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. terdahulu, dapat diambil kesimpulan-kesimpulan selama penelitian dilakukan.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. terdahulu, dapat diambil kesimpulan-kesimpulan selama penelitian dilakukan. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian yang telah disampaikan pada bab-bab terdahulu, dapat diambil kesimpulan-kesimpulan selama penelitian dilakukan. Efektivitas strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik

4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik GubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 58 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA

Lebih terperinci

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS DINAS PEKERJAAN UMUM

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS DINAS PEKERJAAN UMUM WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS DINAS PEKERJAAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAREPARE, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan tentang Penataan Ruang di Indonesia telah diatur dalam Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Diamanatkan dalam Undang-Undang tersebut bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk berdasarkan proyeksi sensus penduduk tahun 2012 yaitu 2,455,517 juta jiwa, dengan kepadatan

Lebih terperinci

TATA RUANG KABUPATEN BANDUNG PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

TATA RUANG KABUPATEN BANDUNG PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TATA RUANG KABUPATEN BANDUNG PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Latar Belakang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sebagai salah satu pedoman perencanaan daerah yang bersifat

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 14 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 14 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 14 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BOGOR, Menimbang : a. bahwa sebagai

Lebih terperinci

PEMAHAMAN PENINJUAN KEMBALI RTRW KABUPATEN. Bab 2.1 KEDUDUKAN PENINJAUAN KEMBALI DALAM SISTEM PENATAAN RUANG

PEMAHAMAN PENINJUAN KEMBALI RTRW KABUPATEN. Bab 2.1 KEDUDUKAN PENINJAUAN KEMBALI DALAM SISTEM PENATAAN RUANG Bab 2 PEMAHAMAN PENINJUAN KEMBALI RTRW KABUPATEN Proses perencanaan merupakan proses yang terus berlanjut bagaikan suatu siklus. Demikian halnya dengan sebuah produk rencana tata ruang seperti RTRW Kabupaten,

Lebih terperinci

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D 306 007 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses penataan ruang. Pemanfaatan ruang dibanyak daerah di Indonesia, dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

DRAFT PEDOMAN RENCANA KAWASAN TRANSMIGRASI

DRAFT PEDOMAN RENCANA KAWASAN TRANSMIGRASI DRAFT PEDOMAN RENCANA KAWASAN TRANSMIGRASI WORKSHOP PERENCANAAN PEMBANGUNAN KAWASAN TRANSMIGRASI Integrasi Perencanaan Kawasan Transmigrasi dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kamis, 14 November 2013 Page

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN PENDEKATAN PENELITIAN TAHAPAN PENELITIAN METODE PENGUMPULAN DATA METODE ANALISA VARIABEL PENELITIAN METODE SAMPLING BAB III METODE PENELITIAN 10 PENDEKATAN PENELITIAN Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan

Lebih terperinci

Unisba.Repository.ac.id BAB I PENDAHULUAN

Unisba.Repository.ac.id BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah, mulailah era baru dalam sistem pembangunan di daerah. Pada intinya otonomi daerah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 2 3 4 1 A Pembangunan Perumahan TIDAK SESUAI dengan peruntukkan lahan (pola ruang) Permasalahan PENATAAN RUANG dan PERUMAHAN di Lapangan B Pembangunan Perumahan yang SESUAI dengan peruntukkan lahan,

Lebih terperinci

WALIKOTA SOLOK PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA SOLOK PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA SOLOK PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SOLOK, Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini menjelaskan tentang latar belakang studi, rumusan persoalan, tujuan dan sasaran, ruang lingkup studi yang terdiri dari ruang lingkup wilayah dan materi, metodologi

Lebih terperinci

Pengendalian pemanfaatan ruang

Pengendalian pemanfaatan ruang Assalamu alaikum w w Pengendalian pemanfaatan ruang Surjono tak teknik UB Penyelenggaraan penataan ruang (UU no 26 /2007) PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG PENGATURAN PEMBINAAN PELAKSANAAN PENGAWASAN Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penduduk dapat ditampung dalam ruang-ruang sarana sosial dan ekonomi, tetapi tidak akan berjalan dengan baik tanpa didukung oleh pelayanan infrastruktur yang

Lebih terperinci

WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 08 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 08 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 08 TAHUN 2015 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDAR

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH KOTA TEGAL

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH KOTA TEGAL WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEGAL, Menimbang a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses berkembangnya suatu kota baik dalam aspek keruangan, manusia dan aktifitasnya, tidak terlepas dari fenomena urbanisasi dan industrialisasi. Fenomena seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya (hinterland) akan mempunyai struktur (tata) ruang tertentu dalam

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya (hinterland) akan mempunyai struktur (tata) ruang tertentu dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan sebagai pusat permukiman dan sekaligus pusat pelayanan (jasa) terhadap penduduk kota ma 8upun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah pengaruhnya (hinterland)

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH 1 GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

Buku Putih Sanitasi Kota Bogor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi sanitasi merupakan salah satu komponen yang ikut mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat dan lingkungan yang secara tidak langsung juga turut berkontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tata guna lahan ialah pengarahan penggunaan lahan dengan kebijakan umum

BAB I PENDAHULUAN. Tata guna lahan ialah pengarahan penggunaan lahan dengan kebijakan umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tata guna lahan ialah pengarahan penggunaan lahan dengan kebijakan umum (public policy) dan program tata ruang untuk memperoleh manfaat total sebaikbaiknya secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memanifestasikan perbenturan antar kepentingan yang berbeda dan sering

BAB I PENDAHULUAN. memanifestasikan perbenturan antar kepentingan yang berbeda dan sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pergeseran fungsi lahan yang berlangsung pesat di berbagai daerah memanifestasikan perbenturan antar kepentingan yang berbeda dan sering mengemuka sebagai isyu

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menserasikan

Lebih terperinci

1. Mencegah terjadinya dampak negatif dan dapat mengupayakan sebesarbesarnya keuntungan bagi masyarakat dan pemerintah derah.

1. Mencegah terjadinya dampak negatif dan dapat mengupayakan sebesarbesarnya keuntungan bagi masyarakat dan pemerintah derah. Bab II Kajian Pustaka, Gambaran Umum Dinas Tata Kota (DTK) Kota Cimahi dan Perumusan Indikator dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang II.1 Landasan Pemikiran Pengendalian Pemanfaatan Ruang Proses pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Denpasar terhadap tata bangunannya. Bangunan-bangunan tersebut banyak yang

BAB I PENDAHULUAN. Denpasar terhadap tata bangunannya. Bangunan-bangunan tersebut banyak yang BAB I PENDAHULUAN Studi ini dilatarbelakangi oleh realita yang terjadi di Jalan Teuku Umar Denpasar terhadap tata bangunannya. Bangunan-bangunan tersebut banyak yang menyimpang dari perijinan yang disetujui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Balangan

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Balangan STRATEGI SANITASI KABUPATEN (SSK) I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi sesungguhnya masih menjadi isu strategis di Indonesia. Tidak hanya di tingkat masyarakat, namun juga pada sisi para pengambil

Lebih terperinci

STUDI SEKTORAL (12) TRANSPORTASI DARAT

STUDI SEKTORAL (12) TRANSPORTASI DARAT Studi Implementasi Rencana Tata Ruang Terpadu Wilayah Metropolitan Mamminasata STUDI SEKTORAL (12) KRI International Corp. Nippon Koei Co., Ltd STUDI IMPLEMENTASI TATA Daftar Isi 1. SEKTOR TRANSPORTASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada perkembangan saat ini terutama di daerah Jawa Barat mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Hal ini akan

Lebih terperinci

5. Pelaksanaan urusan tata usaha; dan

5. Pelaksanaan urusan tata usaha; dan 5. Pelaksanaan urusan tata usaha; dan TUJUAN SASARAN STRATEGIS TARGET KET URAIAN INDIKATOR TUJUAN TARGET TUJUAN URAIAN INDIKATOR KINERJA 2014 2015 2016 2017 2018 1 2 3 4 6 7 8 9 10 13 Mendukung Ketahanan

Lebih terperinci

Rencana Struktur Tata Ruang Kawasan Perkotaan Metropolitan. Skala peta = 1: Jangka waktu perencanaan = 20 tahun

Rencana Struktur Tata Ruang Kawasan Perkotaan Metropolitan. Skala peta = 1: Jangka waktu perencanaan = 20 tahun Rencana Struktur Tata Ruang Kawasan Perkotaan Metropolitan Skala peta = 1: 100.000 Jangka waktu perencanaan = 20 tahun Fungsi : Menciptakan keserasian pembangunan kota inti dengan Kawasan Perkotaan sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan suatu tempat terjadinya kehidupan dan aktivitas bagi penduduk yang memiliki batas administrasi yang diatur oleh perundangan dengan berbagai perkembangannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengendalian pembangunan merupakan upaya mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Pengendalian pembangunan merupakan upaya mengatur kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengendalian pembangunan merupakan upaya mengatur kegiatan pembangunan yang meliputi pelaksanaan kegiatan pendirian bangunan, perekayasaaan, pertambangan maupun kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang . WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 08 TAHUN 2015 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH KOTA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BUPATI SERANG PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DI WILAYAH KABUPATEN SERANG BUPATI SERANG

BUPATI SERANG PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DI WILAYAH KABUPATEN SERANG BUPATI SERANG BUPATI SERANG PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DI WILAYAH KABUPATEN SERANG BUPATI SERANG Menimbang : a. bahwa dalam rangka mengurangi dampak dari gangguan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Kebijakan Pengendalian Pertumbuhan Ruang dan Perizinan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Kebijakan Pengendalian Pertumbuhan Ruang dan Perizinan BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 6.1.1. Kebijakan Pengendalian Pertumbuhan Ruang dan Perizinan Berdasarkan pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Kota Yogyakarta dan Badan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Dinas Tata Ruang dan Permukiman Provinsi Jawa Barat, pada tahun 2009

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Dinas Tata Ruang dan Permukiman Provinsi Jawa Barat, pada tahun 2009 BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Instansi Dinas Permukiman dan Perumahan Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu Dinas yang bergerak dalam bidang Ke Cipta Karyaan, sebelumnya bernama Dinas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. urbanisasi ini tidak terlepas dari adanya faktor pendorong dan penarik untuk mengadu nasib

BAB I PENDAHULUAN. urbanisasi ini tidak terlepas dari adanya faktor pendorong dan penarik untuk mengadu nasib BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkotaan sebagai kawasan yang paling dinamis merupakan denyut nadi perkembangan wilayah serta memiliki kecenderungan untuk menjadi besar dan berkembang dengan dukungan

Lebih terperinci

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 31 TAHUN 2008

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 31 TAHUN 2008 BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS UNIT DI LINGKUNGAN DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dan pertumbuhan kota sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh berbagai macam faktor-faktor perubahan yang menyangkut segi-segi sosial, ekonomi, politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota menurut Alan S. Burger The City yang diterjemahkan oleh (Dyayadi, 2008) dalam bukunya Tata Kota menurut Islam adalah suatu permukiman yang menetap (permanen) dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan suatu wilayah/kota berdampak pada perubahan sosial, ekonomi, geografi, lingkungan dan budaya sehingga diperlukan fasilitas penunjang untuk melayani kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perwilayahan adalah usaha untuk membagi bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula (Hadi Sabari Yunus, 1977).

Lebih terperinci

C. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PEKERJAAN UMUM

C. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PEKERJAAN UMUM LAMPIRAN III PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR : Tahun 2010 TANGGAL : Juli 2010 C. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PEKERJAAN UMUM SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URUSAN 1. Sumber Daya Air 1. Pengaturan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka landasan administrasi dan keuangan diarahkan untuk mengembangkan otonomi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam menyelesaikan penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan deskriptif.

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam menyelesaikan penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan deskriptif. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Dalam menyelesaikan penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan deskriptif. Artinya, data yang dikumpulkan bukan berupa data angka, melainkan data yang

Lebih terperinci

Urusan Pemerintahan yang Dilaksanakan pada Masing-masing Tingkatan

Urusan Pemerintahan yang Dilaksanakan pada Masing-masing Tingkatan Urusan Pemerintahan yang Dilaksanakan pada Masing-masing Tingkatan PUSAT: Membuat norma-norma, standar, prosedur, monev, supervisi, fasilitasi, dan urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas Nasional

Lebih terperinci

W A L I K O T A P A D A N G PROVINSI SUMATERA BARAT

W A L I K O T A P A D A N G PROVINSI SUMATERA BARAT W A L I K O T A P A D A N G PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG INTENSITAS BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

perbaikan hidup berkeadilan sosial.

perbaikan hidup berkeadilan sosial. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara yang sedang berkembang di kawasan Asia Tenggara, bangsa Indonesia termasuk bangsa yang dikategoikan Negara dunia ketiga. Negara-negara

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penataan Ruang sebagai suatu sistem proses perencanaan tata ruang,

BAB I PENDAHULUAN. Penataan Ruang sebagai suatu sistem proses perencanaan tata ruang, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penataan Ruang sebagai suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dipaparkan mengenai latar belakang dari penelitian ini, rumusan masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup penelitian, metodologi yang digunakan, serta sistematika pembahasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. saat ini dan perkiraan masa yang akan datang, keseimbangan air tanah akan

I. PENDAHULUAN. saat ini dan perkiraan masa yang akan datang, keseimbangan air tanah akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok bagi mahluk hidup, namun pada kenyataannya saat ini dan perkiraan masa yang akan datang, keseimbangan air tanah akan terganggu jika penggunaan

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR / 473 / /2010 TENTANG BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH KOTA SURABAYA

WALIKOTA SURABAYA KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR / 473 / /2010 TENTANG BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 188.45/ 473 /436.1.2/2010 TENTANG BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH KOTA SURABAYA Menimbang : a. bahwa dalam rangka menserasikan dan mensinergikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan. Konsep tentang peran (role) menurut Komarudin (1994;768) dalam buku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan. Konsep tentang peran (role) menurut Komarudin (1994;768) dalam buku BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Peran Menurut Soerjono Soekanto ( 2002;243 ) adalah Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU KOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG CIPTA KARYA DAN TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BATU KOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG CIPTA KARYA DAN TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM CIPTA KARYA DAN TATA RUANG KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DAERAH KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, masih cukup tinggi. Salah satu penyebab adanya laju pertambahan penduduk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR 118 PEREMAJAAN RUMAH SUSUN PEKUNDEN SEMARANG BAB I PENDAHULUAN

TUGAS AKHIR 118 PEREMAJAAN RUMAH SUSUN PEKUNDEN SEMARANG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan, perumahan, dan pemukiman pada hakekatnya merupakan pemanfaatan lahan secara optimal, khususnya lahan di perkotaan agar berdaya guna dan berhasil guna sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan sebagai pusat permukiman dan sekaligus pusat pelayanan (jasa) terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah pengaruhnya (hinterland)

Lebih terperinci

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYEDIAAN LAHAN, PRASARANA LINGKUNGAN, FASILITAS UMUM DAN FASILITAS SOSIAL OLEH PENGEMBANG DI KABUPATEN NGAWI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. ini teridentifikasi beberapa hal yang berimplikasi pada perkembangan wilayah

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. ini teridentifikasi beberapa hal yang berimplikasi pada perkembangan wilayah 138 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. KESIMPULAN Penelitian evaluasi pemanfaatan ruang berdasarkan RTRW di Kota Mataram pada kasus Kecamatan Sekarbela sudah diselesaikan sesuai dengan mekanisme yang sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan. Perubahan disebabkan oleh berkembangnya berbagai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan. Perubahan disebabkan oleh berkembangnya berbagai kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu dampak dari globalisasi adalah terjadinya perkembangan kota, di mana hal ini juga terjadi di Indonesia. Berkembangnya kota- kota di Indonesia ini telah memicu

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS, SERTA TATA KERJA DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG KABUPATEN KUNINGAN DENGAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan 25 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Situ Sawangan-Bojongsari, Kecamatan Sawangan dan Kecamatan Bojongsari, Kota Depok, Jawa Barat. Waktu penelitian adalah 5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Palembang, sebagai ibukota Provinsi Sumatera Selatan saat ini menjadi salah satu kota tujuan di tanah air. Hal ini dikarenakan kondisi kota Palembang yang dalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian diperlukan untuk memecahkan suatu masalah dalam penelitian.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian diperlukan untuk memecahkan suatu masalah dalam penelitian. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian diperlukan untuk memecahkan suatu masalah dalam penelitian. Secara umum metode adalah suatu kerangka kerja untuk melakukan tindakan,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA DINAS PENATAAN RUANG DAN PERMUKIMAN Jl. Willem Iskandar No. 9 Telepon : (061) M E D A N

PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA DINAS PENATAAN RUANG DAN PERMUKIMAN Jl. Willem Iskandar No. 9 Telepon : (061) M E D A N PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA DINAS PENATAAN RUANG DAN PERMUKIMAN Jl. Willem Iskandar No. 9 Telepon : (061) 6619431 6623480 M E D A N - 20222 PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya alih fungsi ruang hijau menjadi ruang terbangun, merupakan sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua Kabupaten Kota di Indonesia.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Sebagai pembuka dari penulisan tugas akhir ini, bab ini berisikan tentang hal-hal yang berkaitan langsung dengan penelitian ini meliputi: latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bandung dengan luas wilayah 16.730 ha semula dirancang hanya untuk berpenduduk 500.000 jiwa. Namun kenyataannya, kini berpenduduk 3 juta jiwa (siang hari) dan 2,5

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 75 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANAHAN DAN TATA RUANG KOTA

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN 2012-2032 1. PENJELASAN UMUM Lahirnya Undang-Undang Penataan Ruang nomor

Lebih terperinci