1. Mencegah terjadinya dampak negatif dan dapat mengupayakan sebesarbesarnya keuntungan bagi masyarakat dan pemerintah derah.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "1. Mencegah terjadinya dampak negatif dan dapat mengupayakan sebesarbesarnya keuntungan bagi masyarakat dan pemerintah derah."

Transkripsi

1 Bab II Kajian Pustaka, Gambaran Umum Dinas Tata Kota (DTK) Kota Cimahi dan Perumusan Indikator dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang II.1 Landasan Pemikiran Pengendalian Pemanfaatan Ruang Proses pemanfaatan ruang terutama di perkotaan merupakan gejala alamiah suatu kota yang tetap akan berlanjut dimasa mendatang seiring dengan berkembangnya kota tersebut. Namun demikian, perubahan ini tidak harus dibiarkan tetapi harus dapat dikendalikan sehingga perubahan yang terjadi tetap teratur dan selaras dengan visi dan misi pembangunan suatu kota. Pengaturan ruang merupakan bagian yang terpenting dalam tahapan pemanfaatan ruang. Kegiatan pengaturan ruang bertujuan untuk menetapkan persyaratan teknis ruang pada setiap kawasan yang berpijak pada rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Ketentuan inilah yang menjadi dasar bagi ijin prinsip/lokasi kepada pihak-pihak yang ingin membangun. Kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang akan berfungsi secara efektif dan efesien bilamana didasarkan pada sistem pengendalian yang menyediakan informasi yang akurat tentang penyimpangan pemanfaatan ruang yang terjadi di lapangan dan ketegasan untuk memberi reaksi yang tepat bagi penyelesaian simpangan-simpangan yang terjadi di lapangan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Oleh karena itu perlu dipahami dan dipersiapkan dengan tepat mekanisme pengendalian pemanfaatan ruang, baik yang terkait dengan piranti manajemen maupun pengendalian pemanfaatan ruang yang diterapkan untuk menata mekanisme perijinan pembangunan yang berlaku. Landasan pokok yang mendasari pemikiran bahwa perubahan pemanfaatan lahan harus dikendalikan (Winarso, 1995) antara lain adalah : 1. Mencegah terjadinya dampak negatif dan dapat mengupayakan sebesarbesarnya keuntungan bagi masyarakat dan pemerintah derah. 20

2 2. Mengoptimalkan peran pihak swasta dan masyarakat yang mempunyai potensi dalam melangsungkan kegiatan komersial sehingga dapat berguna dalam pembangunan kota baik dari segi ekonomi maupun fisik. Dalam Permendagri No. 4 tahun 1996 diatur kegiatan pengendalian untuk kegiatan-kegiatan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dengan memberikan peluang terhadap kegiatan yang melakukan perubahan pemanfaatan lahan agar dapat mempercepat laju pertumbuhan daerah, dengan kriteria (pasal 3): 1. Memberikan manfaat yang sebesar-sebesarnya bagi kemakmuran masyarakat. 2. Tidak merugikan masyarakat, khususnya golongan ekonomi lemah. 3. Tidak membawa kerugian pada pemerintah daerah. 4. Mendorong pertumbuhan kegiatan ekonomi perkotaan. Penyelenggaraan perencanaan tata ruang atau pembangunan fisik membutuhkan landasan hukum. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut (Khulblall, 1991 : 6-7) : 1. Rencana pembangunan yang harus adil atau memberikan kesempatan yang sama bagi pelaku pembangunan. 2. Rencana memberikan kenyamanan/kesenangan/kenikmatan dasar bagi masyarakat penghuni. 3. Rencana pembangunan haruslah berorientasi pada kesehatan dan masyarakat penghuni. 4. Rencana pembangunan harus dapat mengendalikan eksternalitas (pengaruh luar). 5. Rencana pemabangunan harus dapat memberikan akses yang cukup ke barang publik (fasilitas pelayanan umum) bagi masyarakat penghuni. 6. Rencana pembangunan fisik harus dapat memberikan kedudukan yang memadai bagi lingkungan yang sudah ada. 21

3 II.2 Sistem Pengendalian Pemanfaatan Ruang Dalam praktek perencanaan pembangunan proses pengendalian pemanfaatan ruang merupakan suatu proses yang tidak dapat dipisahkan dengan proses penyusunan rencana dan implementasi dari rencana pemanfaatan ruang itu ssendiri. Hal diatas tertuang didalam pasal UU Penataan Ruang No. 24/1992, yang menyatakan bahwa : Proses penataan ruang dijabarkan sebagai proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Pernyataan diatas dengan jelas menyatakan bahwa yang disebut sebagai proses penataan ruang adalah suatu proses lengkap yang terdiri dari tiga rangkaian yang tidak terpisahkan dan saling menlengkapi. Perencanaan yang berlaku kegiatan yang tidak terpisahkan dan saling melengkapi. Perencanaan yang berlaku di Indonesia tidak semata mata mencakup penyusunan dan impelmentasi dari rencana tata ruang, melainkan mencakup pula pengendalian atas semua kegiatan yang timbul sebagai implikasi dari rencana tata ruang yang telah disusun, terutama yang berhubungan dengan pemanfaatan ruang. Pengendalian pemanfaatan ruang yang dimaksud diatas dijabarkan kembali dalam Permendagri No. 8/1998 sebagai berikut : Kegiatan pengawasan dan penertiban pemanfaatan ruang sebagai usaha untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dan untuk mengambil tindakan agar pemanfaatan ruang yang direncanakan dapat terwujud. Dalam teori perencanaan pengertian pengendalian pemanfaatan ruang sering dirasa bias pengertiannya dengan pengendalian pembangunan atau development control. Secara teoritis pengendalian pembangunan mengatur kegiatan pembangunan atau development, yaitu yang didefinisikan sebagai (Khulball dan Yuen, 1991:55): 22

4 Pelaksanaan kegiatan pendirian bangunan, perekayasaan, pertambangan maupun kegiatan serupa lainnya pada, dibawah maupun diatas tanah, dan atau mengadakan perubahan penggunaan pada bangunan atau lahan tertentu. Inti dari pengendalian pembangunan adalah pengendalian yang melibatkan seluruh stakeholder pada proses pembangunan terhadap implementasi dari rencana dan kebijakan yang telah disusun (Khulball dan Yuen, 1991 : 2). Dari pemaparan pengertian diatas diperjelas bahwa pengendalian pembangunan terkait erat dengan pemanfaatan lahan dan kegiatan-kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap lahan, sedangkan pengendalian pemanfaatan ruang mencakup pengendalian terhadap aspek yang lebih luas yaitu termasuk pengendalian berbagai kegiatan dan aktivitas yang muncul sebagai implikasi dari rencana tata ruang meskipun kegiatan tersebut secara fisik tidak berpengaruh langsung kepada lahan. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah kegiatan yang berkaitan dengan pengawasan dan penertiban terhadap implementasi rencana sebagai tindak lanjut dari penyusunan rencana sebagai tindak lanjut dari penyusunan rencana atau adanya produk rencana, agar pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan salah satu kegiatan dari proses penataan ruang sebagaimana dinyatakan dalam pasal 1 angka 3 UU No. 24 tahun 1992 tentang penataan ruang, yaitu penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam Undang-Undang No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang Pasal 15 disebutkan bahwa pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya berdasarkan rencana tata ruang yang telah disusun, adapun pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui kegiatan pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang sebagai usaha untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dan untuk mengambil tindakan agar pemanfaatan ruang yang direncanakan dapat terwujud. 23

5 Proses perencanaan tata ruang pemanfaatan ruang dan pengendalian harus merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi dalam penataan ruang, dengan demikian suatu penataan ruang pada dasarnya meliputi manajemen ruang (Patta, 1995 : 32). Sebagai substansi yang berkaitan dengan aspek manajemen, maka pengendalian ruang erat hubungannya dengan aspek kebijaksanaan pemerintah, antara lain dalam rangka penerbitan/legitimasi proses perijinan pemanfaatan ruang. Dalam artian pengendalian Rencana Tata Ruang, termasuk di dalamnya 3 tahapan pengendalian, ditinjau dari segi prosesnya (Patta, 1995:34) yaitu : 1. Ex-ante Evaluation, merupakan pengendalian yang dilakukan sebelum rencana tata ruang diimplementasikan. 2. Monitoring, merupakan pengendalian yang dilakukan pada saat/masa rencana tata ruang sedang diimplementasikan. 3. Ex-post evaluation, merupakan pengendalian yang dilakukan setelah selesainya rencana tata ruang diimplementasikan. Kegiatan pengendalian termasuk didalamnya pengawasan dan penertiban. Menurut Parlindungan (1993 : 22-23), bahwa pengawasan berwujud usaha untuk menjadi kesesuaian pemanfaatan ruang dengan fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang. Penertiban berarti mengambil tindakan terhadap semua pelanggaran ataupun kejahatan yang dilakukan, dalam bentuk sanksi administratif, perdata dan atau sanksi pidana. Dalam penjelasan Pasal 17 UU Nomor 24 tahun 1992, lebih lanjut disebutkan bahwa: di wilayah Kabupaten/Kota, penyelenggaraan pengendalian pemanfaatan ruang selain melalui kegiatan pengawasan dan penertiban juga meliputi mekanisme perijinan. Ditambahkan oleh Patta, (1995 : 34) bahwa menurut bentuknya, pengendalian dapat dibagi atas dua kegiatan, pertama, pengendalian dalam bentuk pengawasan dan penertiban sebagai alat kontrol, kedua, pengendalian dalam bentuk proposi perwujudan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana tata ruang. 24

6 Adapun tindakan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang disebut pelanggaran dalam pemanfaatan ruang. Bentuk pelanggaran dalam pemanfaatan ruang (Ibrahim, 1998), terdiri dari : 1. Pelanggaran Fungsi (PF), yaitu pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan fungsi ruang yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang. 2. Pelanggaran Blok Perumahan (BL), yaitu pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan arahan peruntukan ruang yang telah ditetapkan. 3. Pelanggaran Persyaratan Teknik (PT), yaitu pemanfaatan ruang sesuai fungsi dan peruntukan, tetapi persyaratan teknis ruang bangunan tidak sesuai dengan ketentuan dalam rencana tata ruang dan peraturan bangunan setempat. Pengendalian dapat dikelompokan dalam pengendalian yang sifatnya mencegah (preventif) dan penyembuhan (kuratif), dalam konteks pembangunan yang sifatnya langsung maupun pembangunan yang sifatnya mengarahkan perkembangan suatu kawasan. II.2.1 Sistem Pengendalian Pemanfaatan Ruang Di Indonesia Sistem pengendalian pemanfaatan ruang di Indonesia dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Rencana Tata Ruang Rencana Tata Ruang (RTR) merupakan perangkat pengendalian utama pemanfaatan ruang. Kesesuaian pemanfaatan ruang harus dilihat dalam rencana tata ruang yang telah ditetapkan dalam perundangan yang mempunyai kekuatan hukum, pelanggaran terhadap RTR merupakan pelanggaran terhadap peraturan perundangan. Peraturan perundangan yang dapat menganulir RTR adalah pertaturan yang mempunyai kekuatan hukum yang sama dan atau lebih kuat. Dokumen RTR yang berlaku sebagai landasan utama bagi pelaksanaan pemanfaatan ruang yang mengikat masyarakat dan aparat pemerintah. 25

7 Dalam pasal 16 UU No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, pemanfaatan ruang terdiri atas: Pola pengelolaan tata guna tanah, air dan udara serta tata guna sumber daya alam lainnya sesuai dengan asas penataan ruang melalui pengaturan kelembagaan untuk menguasai, menggunakan dan memanfaatkan lahan, air, udara dan sumber daya alam lainnya. Perangkat yang bersifat insentif dan disintensif dengan menghormati hak penduduk sebagai warga negara dalam hal kesamaan harkat dan martabat, serta hak memperoleh dan mempertahankan ruang hidupnya. 2. Insentif dan Disinsentif Dalam pasal 16 ayat 1 butir b UU No. 24 Tahun 1992 dinyatakan bahwa dalam pemanfaatan dikembangkan perangkat yang bersifat insentif dan disinsentif dengan menghormati penduduk sebagai warga negara. Insentif adalah pengaturan yang bertujuan memberikan rangsangan terhadap kegiatan yang seiring dengan tujuan rencana tata ruang, sedangkan disintensif merupakan pengaturan yang bertujuan membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan tujuan rencana tata ruang. Berdasarkan Peraturan Mentri Dalam Negri No. 4 tahun 1996 tentang Pedoman Perubahan Pemanfaatan Lahan, yang berisi antara lain perangkat insentif yaitu merupakan pengaturan yang bertujuan memberikan rangsangan terhadap kegiatan yang seiring dengan penataan ruang. Perangkat ini dapat berupa keringanan pajak yang dikenakan kepada masing-masing individu yang mendapatkan manfaat dari lahan yang dimiliki atau ditempatinya, penyediaan infrastruktur, kemudahan persyaratan administrasi atau teknis. Adapun perangkat disintensif merupakan pengaturan yang bertujuan membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan penataan ruang. Perangkat ini dapat berupa pengenaan pajak berdasarkan pendapatan individu dari lahan atau dapat juga berdasarkan nilai kapital dari lahan, baik yang ditentukan berdasarkan harga pasar atau berdasarkan indeks kapasitas yang dapat dikenakan pajak (Reme, 1958 : ), penambahan persyaratan administrasi dan 26

8 persyaratan teknis, tidak disediakan infrastruktur dan sebagainya. Perangkat intensif dan disintensif diperlukan untuk hal-hal sebagai berikut: a. Mendorong/merangsang pembangunan yang sejalan dengan renana tata ruang. b. Menghambat/membatasi pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. c. Memberi peluang kepada masyarakat dan pengembang untuk berpartisipasi dalam pembangunan. 3. Perijinan Perijinan merupakan upaya mengatur kegiatan-kegiatan yang memiliki peluang menimbulkan gangguan bagi kepentingan umum. Dalam UU No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, perijinan merupakan mekanisme terdepan dalam pengendalian pemanfaatan ruang juga sering digunakan sebagai menarik dan menghambat investasi. Mekanisme perijinan, yaitu usaha pengendalian melalui penerapan prosedur dan ketentuan yang ketat yang harus dipenuhi untuk menyelenggarakan suatu pemanfaatan ruang (Zulkaidi, 1998). Dalam pemanfaatan ruang, kegiatan perijinan lahir untuk menjamin kesesuain antara pelaksanaan pembangunan oleh masyarakat, dunia usaha atau swasta, dan pemerintah dengan arahan pengembangan sektor (macam, kuantitas, kualitas, maupun lokasi) sesuai RTR (Kombaitan, 1995). Perijinan adalah (LAN, 1997;138) salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pengaturan dan bersifat pengendalian yang dimiliki oleh Pemerintah, merupakan mekanisme pengendalian administratif terhadap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Perijinan dapat berbentuk pendaftaran, rekomendasi, sertifikasi, penentuan kuota dan ijin untuk melakukan sesuati usaha yang biasanya harus dimiliki atau diperoleh suatu organisasi perusahaan atau seseorang sebelum yang bersangkutan dapat melakukan suatu kegiatan atau tindakan. 27

9 Penerapan perijinan dalam pemanfaatan ruang adalah sebagai berikut : a. Kegiatan yang berpeluang menimbulkan gangguan pada dasarnya dilarang, kecuali dengan ijin. b. Setiap kegiatan dan pembangunan harus memohon ijin dari pemerintah setempat yang akan memeriksa kesesuainnya dengan rencana serta standar administrasi legal. Pelaksanaan perijinan tersebut diatas berdasarkan pertimbangan dan tujuan sebagai berikut: a. Melindungi kepentingan umum (public interest) b. Mengindari eksternalitas negatif c. Menjamin pembangunan sesuai dengan rencana, serta standar dan kualitas minimum yang ditetapkan. Adapun klasifikasi perijinan terdiri atas : a. Lisensi (License), merupakan ijin bagi kegiatan tertentu yang tidak harus berkaitan dengan ruang, seperti SIUP, Ijin Prinsip, IUT, Ijin Trayek dan lainlain. b. Ijin (Permit), merupakan ijin yang berkaitan dengan lokasi, pemanfaatan dan kualitas ruang, seperti ijin lokasi, IMB dan lain-lain. Berdasarkan jenis, perijinan dalam pembangunan suatu kawasan dapat dikelompokan atas 3-4 bagian (Kombaitan Jurnal PWK Nomor 17), antara lain: 1. Ijin Kegiatan/Sektor, merupakan persetujuan pengembangan aktivitas/sarana/prasarana yang menyatakan bahwa aktivitas budidaya yang akan menyatakan bahwa aktivitas budidaya yang akan mendominasi kawasan memang sesuai atau masih dibutuhkan atau merupakan bidang yang terbuka di wilayah tempat kawasan itu terletak. Ijin ini diterbitkan oleh instansi pembina/pengelola sektor terkait dengan kegiatan dominan tadi. Tingkatan instansi ditetapkan sesuai dengan aturan di Departemen/Lembaga terkait. Pada dasarnya dikenal 2 tingkatan ijin kegiatan/sektor, yakni: 28

10 a. Ijin Prinsip, merupakan persetujuan pendahuluan yang dipakai sebagai kelengkapan persyaratan teknis permohonan ijin lokasi. Bagi perusahaan PMDN/PMA, Surat Persetujuan Penanaman Modal (SPPM) untuk PMDN dari Meninves/Ketua BKPM atau Surat Pemberitahuan Persetujuan Presiden untuk PMA, digunakan sebagai ijin prinsip. b. Ijin Tetap, merupakan persetujuan akhir setelah ijin lokasi diperoleh. Ijin lokasi menjadi persyaratan, mengingat sebelum memberikan persetujuan final tentang pengembangan kegiatan budidaya, lokasi kawasan yang dimohon bagi pengembangan aktivitas tersebut juga telah sesuai. Selain itu kelayakan pengembangan kegiatan dari segi lingkungan hidup harus telah diketahui melalui hasi; studi AMDAL. 2. Ijin Pertanahan, merupakan persetujuan penggunaan tanah yang diawali dengan ijin lokasi dan dilanjutkan dengan penerbitan Sertifikat Hak Atas Tanah. Ijin ini meliputi: a. Ijin Lokasi, merupakan persetujuan lokasi bagi pengembangan aktivitas/sarana/prasarana yang menyatakan kawasan yang dimohon pihak pelaksana pembangunan atau pemohon sesuai untuk dimanfaatkan bagi aktivitas dominan yang telah memperoleh ijin prinsip. Ijin lokasi akan dipakai sebagai dasar dalam melaksanakan perolehan tanah melalui cara pengadaan tertentu dan dasar bagi pengurusan hak atas tanah. Acuan yang sering digunakan dalam penertiban Ijin Lokasi adalah : Kesesuain lokasi bagi pembukaan/pengembangan aktivitas dilihat dari : o Rencana Tata Ruang Wilayah o Keadaan pemanfaatan ruang eksisting Bagi lokasi dikawasan tertentu, suatu kajian khusus mengenai dampak lingkungan pengembangan aktivitas budidaya dominan terhadap kualitas ruang yang ada, hendaknya menjadi pertimbangan dini. Persyaratan tambahan yang dibutuhkan, adalah : 29

11 o Surat Persetujuan Prinsip o Surat Pernyataan Kesanggupan akan memberi ganti rugi atau penyediaan tempat penampungan bagi pemilik yang berhak atas tanah yang dimohon. b. Hak Atas Tanah, walaupun sebenarya bukan merupakan preijinan, namum dapat dianggap sebagai persetujuan kepada pihak pelaksana pembangunan untuk mengembangkan kegiatan budidaya di atas lahan yang telah diperoleh. 3. Macam hak yang akan diperoleh sesuai dengan sifat kegiatan budidaya dominan yang akan dikembangkan. Pada tingkat kawasan, hak yang diberikan umumnya bersifat kolektif, tergantung sifat aktivitas budidayanya, hak kepemilikan individual dapat dikembangkan dari hak kolektif. a. Ijin Perencanaan dan Bangunan, meliputi : 1. Ijin Perencanaan, merupakan ijin pemanfaatan ruang yang sebenarnya karena setelah Ijin Lokasi menyatakan kesesuaian lokasi bagi pengembangan aktivitas budidaya dominan. Ijin Perencanaan menyatakan persetujuan terhadap aktivitas budidaya yang akan dikembangkan dalam kawasan. Ijin Penggunaan Lahan diduga merupakan istilah lain yang digunakan beberapa Pemda. 2. Ijin Mendirikan Bangunan, merupakan ijin bagi setiap aktivitas budidaya rinci yang bersifat binaan (bangunan) jika akan dibangun. Perhatian utama diarahkan pada kelayakan struktur bangunan melalui penelaahan rancangan rekayasa bangunan; rencana tapak di tiap Blok Peruntukan (terutama Bangunan berskala besar, mega struktur); atau rancangan arsitektur di tiap persil. b. Ijin lokasi Lingkungan, merupakan persetujuan yang menyatakan aktivitas budidaya rinci yang terdapat dalam kawasan yang dimohon layak dari segi lingkungan hidup, ijin ini meliputi : 30

12 1). Ijin HO/Undang undang Gangguan, terutama untuk kegiatan usaha yang tidak mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup (buka obyek AMDAL). 2). Persetujuan RKL dan RPL, untuk kawasan yang sifat kegiatan budidaya rinci yang berada didalamnya secara sendiri-sendiri maupun bersamasama berdampak penting terhadap lingkungan hidup. Acuan yang digunakan dengan demikian adalah dokumen AMDAL yang pada bagian akhirnya menjelaskan RKL (Rencana Pemanfaatan Lingkungan) pada tingkat budidaya rinci (jika dibutuhkan) dan pada tingkat kawasan. Acuan yang digunakan dengan demikian adalah Dokumen AMDAL yang pada bagian akhirnya menjelaskan RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan) dan RPL (Rencana Pemanfaatan Lingkungan) pada tingkat budidaya rinci (jika dibutuhkan) pada tingkat kawasan. 4. Pengawasan Dalam pasal 18 ayat 1 UU Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, dinyatakan bahwa pengawasan merupakan suatu usaha atau kegiatan untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang yang dilakukan dalam bentuk pelaporan, pemantauan dan evaluasi. Kegiatan pengawasan dimaksudkan untuk mengikuti dan mendata perkembangan pelaksanaan pemanfaatan ruang yang dilakukan oleh semua pihak, sehingga apa bila terjadi penyimpangan pelaksanaan pemanfaatan ruang dari rencana yang telah ditetapkan, dapat diketahui dan dilakukan upaya penyelesaiannya. Obyek pengawasan adalah perubahan pemanfaatan ruang (kegiatan pembangunan fisik) yang terjadi, baik yang sesuai maupun tidak sesuai dengan rencana beserta besaran perubahannya. Pengawasan ini dapat dilakukan dengan tindakan-tindakan sebagai berikut: 31

13 1. Pelaporan adalah sebagai upaya memberikan informasi secara obyektif mengenai pemanfaatan ruang, baik yang sesuai maupun tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Pemanfaatan ruang dan perubahan pemanfaatan ruang dilakukan oleh semua pelaku pembangunan (pemerintah, swasta dan masyarakat). Hasil dari proses pelaporan ini berupa tipologi penyimpangan pemanfaatan ruang, yaitu : Besaran penyimpangan (luas, panjang, lebar) Bentuk dan jenis penyimpangan (fungsi, intensitas atau teknis). Arah penyimpangan atau pergeseran pemanfaatan ruang. 2. Pemantauan adalah kegiatan mengamati, mengawasi dan memeriksa dengan cermat perubahan kualitas tata ruang dan lingkungan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Pemantauan dilakukan dengan cara pemeriksaan yang melibatkan pelaku pelanggaran (dengan memeriksa lebih jauh dokumen perijinan yang dimilikinya). 3. Evaluasi adalah sebagai upaya untuk menilai kemajuan kegiatan pemanfaatan ruang secara keseluruhan setelah terlebih dahulu dilakukan kegiatan pelaporan dan pemantauan untuk mencapai tujuan rencana tata ruang. Keluaran dari evaluasi adalah rekomendasi mengenai revisi tata ruang dan arahan jenis tindakan penertiban yang sebaiknya dilakukan. 5. Penertiban Penertiban merupakan upaya mengambil tindakan agar pemanfaatan ruang yang direncanakan dapat terwujud. Dalam pasal 18 ayat 2 UU Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang, menyatakan bahwa penertiban terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Obyek penertiban adalah pola penyimpangan pembangunan terhadap rencana yang telah ditetapkan, meliputi penyimpangan fungsi, peruntukan dan ketentuan teknis lainnya. Tindakan penertiban dilakukan melalui pemeriksaan dan penyidikan atas semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang ditetapkan. 32

14 Kegiatan penertiban dapat dilakukan secara langsung melalui penegakan hukum yang diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan penertiban secara tidak langsung melalui pengenaan diintensif pemanfaatan ruang, seperti pengenaan retribusi secara porgresif atau membatasi penyediaan sarana dan prasarana dasar lingkungannya. Pengenaan sanksi dapat berupa sanksi administratif, sanksi pidana maupun sanksi perdata, yang terlebih dahulu diawali dengan peringatan/teguran kepada aktor pembangunan yang dalam pelaksanaan pembangunan tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang dikeluarkan. Bentuk sanksi yang diberlakukan kepada pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang adalah : a. Sanksi administrasi, yaitu sanksi administrasi terhadap pelanggaran/kejahatan yang diatur dalam peraturan perundangan yang berlaku, dapat berupa tindakan pembatalan ijin dan pencabutan hak sebagaimana dinyatakan dalam pasal 26 UU No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang bahwa setiap ijin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan dapat dinyatakan batal atau dicabut perijinannya oleh Kepala Daerah yang bersangkutan. Sanksi ini dikenakan atas pelanggaran pemanfaatan ruang yang berakibat pada terhambatnya pelaksanaan program pemanfaatan ruang. b. Sanksi perdata, yaitu sanksi perdata terhadap pelanggaran/kejahatan yang diatur dalam peraturan perundangan yang berlaku. Dapat berupa tindakan pengenaan denda atau pengenaan ganti rugi. Sanksi ini dikenakan atas pelanggaran pemanfaatan ruang yang berakibat terganggunya kepentingan seseorang, kelompok orang atau badan hukum. c. Sanksi pidana, yaitu sanksi pidana terhadap pelanggaran/kejahatan yang diatur dalam peraturan perundangan yang berlaku, dapat berupa tindakan penahanan atau kurungan. Sanksi ini dikenakan atas pelanggaran pemanfaatan ruang yang berakibat terganggunya kepentingan umum. 33

15 6. Resume Sistem Pengendalian Pemanfaatan Ruang Di Indonesia Dapat disimpulkan sistem pengendalian pemanfaatan ruang yang di lakukandi Indonesia adalah sebagai berikut : 1. Perijinan Penerapan perijinan dalam pemanfaatan ruang adalah sebagai berikut : Kegiatan yang berpeluang menimbulkan gangguan pada dasarnya dilarang, kecuali dengan ijin. Setiap kegiatan dan pembangunan harus memohon ijin dari pemerintah setempat yang akan memeriksa kesesuainnya dengan rencana serta standar administrasi legal. Pelaksanaan perijinan tersebut diatas berdasarkan pertimbangan dan tujuan sebagai berikut: a. Melindungi kepentingan umum (public interest) b. Mengindari eksternalitas negatif c. Menjamin pembangunan sesuai dengan rencana, serta standar dan kualitas minimum yang ditetapkan. Adapun klasifikasi perijinan terdiri atas : a. Lisensi (License), merupakan ijin bagi kegiatan tertentu yang tidak harus berkaitan dengan ruang, seperti SIUP, Ijin Prinsip, IUT, Ijin Trayek dan lainlain. b. Ijin (Permit), merupakan ijin yang berkaitan dengan lokasi, pemanfaatan dan kualitas ruang, seperti ijin lokasi, IMB dan lain-lain. Macam hak yang akan diperoleh sesuai dengan sifat kegiatan budidaya dominan yang akan dikembangkan. Pada tingkat kawasan, hak yang diberikan umumnya bersifat kolektif, tergantung sifat aktivitas budidayanya, hak kepemilikan individual dapat dikembangkan dari hak kolektif. 34

16 Ijin Perencanaan dan Bangunan, meliputi : 1. Ijin Perencanaan, merupakan ijin pemanfaatan ruang yang sebenarnya karena setelah Ijin Lokasi menyatakan kesesuaian lokasi bagi pengembangan aktivitas budidaya dominan. Ijin Perencanaan menyatakan persetujuan terhadap aktivitas budidaya yang akan dikembangkan dalam kawasan. Ijin Penggunaan Lahan diduga merupakan istilah lain yang digunakan beberapa Pemda. 2. Ijin Mendirikan Bangunan, merupakan ijin bagi setiap aktivitas budidaya rinci yang bersifat binaan (bangunan) jika akan dibangun. Perhatian utama diarahkan pada kelayakan struktur bangunan melalui penelaahan rancangan rekayasa bangunan; rencana tapak di tiap Blok Peruntukan (terutama Bangunan berskala besar, mega struktur); atau rancangan arsitektur di tiap persil. Ijin lokasi Lingkungan, merupakan persetujuan yang menyatakan aktivitas budidaya rinci yang terdapat dalam kawasan yang dimohon layak dari segi lingkungan hidup, ijin ini meliputi : 1. Ijin HO/Undang undang Gangguan, terutama untuk kegiatan usaha yang tidak mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup (buka obyek AMDAL). 2. Persetujuan RKL dan RPL, untuk kawasan yang sifat kegiatan budidaya rinci yang berada didalamnya secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama berdampak penting terhadap lingkungan hidup. Acuan yang digunakan dengan demikian adalah dokumen AMDAL yang pada bagian akhirnya menjelaskan RKL (Rencana Pemanfaatan Lingkungan) pada tingkat budidaya rinci (jika dibutuhkan) dan pada tingkat kawasan. 2. Pengawasan Dalam pasal 18 ayat 1 UU nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, dinyatakan bahwa pengawasan merupakan suatu usaha atau kegiatan untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang yang dilakukan dalam bentuk pelaporan, pemantauan 35

17 dan evaluasi. Kegiatan pengawasan dimaksudkan untuk mengikuti dan mendata perkembangan pelaksanaan pemanfaatan ruang yang dilakukan oleh semua pihak, sehingga apa bila terjadi penyimpangan pelaksanaan pemanfaatan ruang dari rencana yang telah ditetapkan, dapat diketahui dan dilakukan upaya penyelesaiannya. Obyek pengawasan adalah perubahan pemanfaatan ruang (kegiatan pembangunan fisik) yang terjadi, baik yang sesuai maupun tidak sesuai dengan rencana beserta besaran perubahannya. Pengawasan ini dapat dilakukan dengan tindakan-tindakan sebagai berikut: Pelaporan adalah sebagai upaya memberikan informasi secara obyektif mengenai pemanfaatan ruang, baik yang sesuai maupun tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Pemantauan adalah kegiatan mengamati, mengawasi dan memeriksa dengan cermat perubahan kualitas tata ruang dan lingkungan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Pemantauan dilakukan dengan cara pemeriksaan yang melibatkan pelaku pelanggaran (dengan memeriksa lebih jauh dokumen perijinan yang dimilikinya). Evaluasi adalah sebagai upaya untuk menilai kemajuan kegiatan pemanfaatan ruang secara keseluruhan setelah terlebih dahulu dilakukan kegiatan pelaporan dan pemantauan untuk mencapai tujuan rencana tata ruang. Keluaran dari evaluasi adalah rekomendasi mengenai revisi tata ruang dan arahan jenis tindakan penertiban yang sebaiknya dilakukan. 3. Penertiban Penertiban merupakan upaya mengambil tindakan agar pemanfaatan ruang yang direncanakan dapat terwujud. Dalam pasal 18 ayat 2 UU Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang, menyatakan bahwa penertiban terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Obyek penertiban adalah pola penyimpangan pembangunan terhadap rencana yang telah ditetapkan, meliputi penyimpangan fungsi, peruntukan dan ketentuan teknis lainnya. Tindakan penertiban dilakukan melalui pemeriksaan dan penyidikan atas semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang 36

18 yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang ditetapkan. Kegiatan penertiban dapat dilakukan secara langsung melalui penegakan hukum yang diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan penertiban secara tidak langsung melalui pengenaan diintensif pemanfaatan ruang, seperti pengenaan retribusi secara porgresif atau membatasi penyediaan sarana dan prasarana dasar lingkungannya. Pengenaan sanksi dapat berupa sanksi administratif, sanksi pidana maupun sanksi perdata, yang terlebih dahulu diawali dengan peringatan/teguran kepada aktor pembangunan yang dalam pelaksanaan pembangunan tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang dikeluarkan. Pengendalian kegiatan-kegiatan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dilakukan dengan suatu mekanisme perijinan yang memperhatikan aspek-aspek pertumbuhan ekonomi kota, aspek estetika, arsitektonis bangunan dan nilai sejarah kota, aspek pengaruhnya terhadap peningkatan pendapatan masyarakat dan pendapatan asli daerah terhadap lingkungan (permendagri No. 4/1996 bagian pertimbangan), serta keserasian dengan fungsi lahan yang ada dan kesesuaiannya dengan daya dukung lingkungan sekitarnya (permendagri No. 4/1996, pasal 6). Selain itu, permendagri tersebut juga menghendaki upaya mempertimbangkan ketersediaan dan kapasitas sarana dan prasarana lingkungan yang berkaitan dalam proses perijinan perubahan pemanfaatan lahan. II.2.2 Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kota Cimahi Pengendalian pemanfaatan ruang di Kota Cimahi dilakukan melalui beberapa mekanisme pengedalian pemanfaatan ruang yang terdiri dari, perijinan, pelaporan, pemantauan, evaluasi dan penertiban. Didalam perda No. 32 tentang RTRW Kota Cimahi menjelaskan prosedur pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri dari : 1. Setiap orang atau badan hukum yang melakukan pemafaatan ruang harus mendapat ijin dari walikota atau Pejabat yang ditunjuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 37

19 2. Menyampaikan laporan kepada Walikota tentang hasil kualitas ruang baik yang sesuai dengan rencana maupun yang tidak. 3. Survey kondisi pemanfaatan lahan pemeriksaan bangunan lingkungan dan melakukan kompilasi atas perubahan kualitas tata ruang yang tidak sesuai dengan ruang. 4. Mengadakan evaluasi hasil kegiatan kemajuan pemanfaatan ruang dalam mencapai tujuan rencana. 5. Pengenaan sanksi yang terdiri atas sanksi administrasi, sanksi perdata, dan sanksi pidana, apabila pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Salah satu bentuk pengendalian pemanfaatan ruang di Kota Cimahi yaitu perijinan. Perijinan Pemanfaatan Ruang di Kota Cimahi diatur melalui beberapa Peraturan Daerah, seperti : 1. Peraturan Daerah Kota Cimahi No. 32 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Cimahi. 2. Peraturan Daerah Kota Cimahi No. 35 Tentang Ijin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT). 3. Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 37 Tahun 2003 tentang Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Beberapa jenis-jenis perijinan pemanfaatan ruang di Kota Cimahi yaitu : 1. Persetujuan Pemanfaatan Ruang (PPR) Persetujuan Pemanfaatan Ruang bertujuan untuk menyelaraskan pemanfaatan ruang dengan Tata Ruang Kota yang telah ditetapkan. Dasar hukum Persetujuan Pemanfaatan Ruang yaitu Peraturan Daerah Kota Cimahi No. 32 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Cimahi. Untuk lebih jelas mengenai proses pemberian ijin Persetujuan Pemanfaatan Ruang (PPR) dapat dilihat pada Tabel II.1 38

20 Tabel II. 1 Bagan Alur Prosedur Tetap Pelayanan Persetujuan Pemanfaatan Ruang (PPR) No. Pemohon Loket Informasi Loket Penerimaan Bagian Proses TKPPRD/BAPEDA SETDA Walikota 1. Mulai Informasi Persyaratan & RTRW Kota Cimahi Mengambil Form Surat Penolakan Tidak Cek Sesuai RTRW Sesuai 2. Mengisi Form & Persyaratan Form & Persyaratan Resi Penerimaan Berkas Lengkap Cek Persyaratan Tidak 3. Lengkap Perlu Dibahas TKPRD Tidak 4. Surat Undangan 39

21 No. Pemohon Loket Informasi Loket Penerimaan Bagian Proses TKPPRD/BAPEDA SETDA Walikota Pemeriksaan Lapangan Rekomendasi Tim Teknis Kaji & Beri Rekomendasi 7. Tidak Surat Penolakan Diijinkan? 8. Ya Pengolahan Ijin Pemeriksaan Lapangan 9. Pemeriksaan Format Ijin Paraf Ijin & Kajian Tanda Tangan Ijin 10. Pencatatan & Penomoran 40

22 No. Pemohon Loket Informasi Loket Penerimaan Bagian Proses TKPPRD/BAPEDA SETDA Walikota 11. Bayar Retribusi SPPR Arsip SPPR Sumber: Dinas Penanaman Modal

23 2. Ijin Lokasi (IL) Ijin Lokasi (IL) bertujuan untuk memberikan ijin dengan maksud penguasaan atas tanah/lahan. Dasar hukum Ijin Lokasi (IL) yaitu: Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 2 Tahun 1999 tentang Ijin Lokasi. Keputusan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 22 tahun 1993 tentang petunjuk pelaksanaan pemberian ijin lokasi dalam rangka pelaksanaan peraturan menteri negara agraria/ Kepala BPN Nomor 2 Tahun 1999 tentang Ijin Lokasi dan hak atas tanah bagi perusahaan dalam rangka penanaman modal. Masa berlaku Ijin Lokasi ini tergantung pada luas tanah yang dimiliki, seperti : Luas Tanah 25 ha, 1 tahun. Luas Tanah 25 sanpai dengan 50 ha, 2 tahun. Luas Tanah 50 ha, 2 tahun Untuk lebih jelas mengenai proses pemberian Ijin Lokasi (IL) dapat dilihat pada Tabel II Ijin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) Dengan pesatnya pertambahan penduduk dan pembangunan di Kota Cimahi diperlukan suatu rencana pemanfaatan ruang dengan tetap memperhatikan kesesuaian lahan dan kelestarian lingkungan. Selain itu juga untuk menata penggunaan dan pemanfaatan ruang Kota Cimahi dan didorong dengan semakin meningkatnya kebutuhan ruang kota, maka perlu adanya pengendalian dan pengaturan melalui Ijin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT). 42

24 Tabel II. 2 Bagan Alur Prosedur Tetap Ijin Lokasi (IL) No. Pemohon Loket Informasi Loket Penerimaan Bagian Proses TKPPRD/BAPEDA SETDA Walikota 1. Mulai Informasi Persyaratan Mengambil Form 2. Mengisi Form & Persyaratan Form & Persyaratan Resi Penerimaan Berkas Lengkap Cek Persyaratan Tidak 3. Lengkap Perlu Dibahas TKPRD Tidak 4. Surat Undangan 43

25 No. Pemohon Loket Informasi Loket Penerimaan Bagian Proses TKPPRD/BAPEDA SETDA Walikota Pemeriksaan Lapangan Rekomendasi Tim Teknis Kaji & Beri Rekomendasi 7. Tidak Surat Penolakan Diijinkan? 8. Ya Pengolahan Ijin Pemeriksaan Lapangan 9. Pemeriksaan Format Ijin Paraf Ijin & Kajian Tanda Tangan Ijin 10. Pencatatan & Penomoran 44

26 No. Pemohon Loket Informasi Loket Penerimaan Bagian Proses TKPPRD/BAPEDA SETDA Walikota 11. Bayar Retribusi SPPR Arsip SPPR Sumber: Dinas Penanaman Modal

27 Ijin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) sebagaimana dimaksud berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal ditetapkannya sepanjang pemegang ijin tidak memproses permohonan ijin selanjutnya, serta dapat diperpanjang 1 (satu) kali berdasarkan permohonan yang bersangkutan. Dasar hukum IPPT yaitu: 1. Peraturan Daerah Kota Cimahi No. 32 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Cimahi. 2. Peraturan Daerah Kota Cimahi No. 35 Tahun 2003 Tentang Ijin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT). Untuk lebih jelas mengenai proses pemberian IPPT lihat pada Tabel II.3 4. Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) Dalam rangka antisipasi percepatan pertumbuhan dan menjamin tata tertib, kenyamanan, keselamatan bangunan yang ada di Kota Cimahi, perlu adanya pembinaan. Pengawasan dan pengendalian terhadap bangunan yang senantiasa meningkat. Bangunan yang berdiri harus ditangani dan dikelola sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Cimahi. IMB berlaku selama bangunan itu berdiri dan tidak ada perubahan. Dasar hukum IMB yaitu: 1. Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 37 Tahun 2003 tentang Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Untuk lebih jelas mengenai proses pemberian IMB dapat dilihat pada Tabel II.4 46

28 Tabel II. 3 Bagan Alur Prosedur Tetap Ijin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) No. Pemohon Loket Informasi Loket Penerimaan Bagian Proses 1. TIM TEKNIS (DTK) KEPALA DINAS Mulai Informasi Persyaratan Mengambil Form 2. Mengisi Form & Persyaratan Form & Persyaratan Resi Penerimaan Berkas Lengkap Cek Persyaratan Tidak 3. Lengkap Perlu Dibahas Tim Teknis Tidak 4. Surat Undangan 47

29 No. Pemohon Loket Informasi Loket Penerimaan Bagian Proses TIM TEKNIS (DTK) Pemeriksaan Lapangan dan Pembuatan gambar KEPALA DINAS Kaji & Beri Rekomendasi 7. Tidak Surat Penolakan Diijinkan? Rekomendasi Tim Teknis 8. Ya Pengolahan Ijin Pemeriksaan Lapangan 9. Pemeriksaan Format Ijin Tanda Tangan Ijin & Gambar 10. Pencatatan & Penomoran 48

30 No. Pemohon Loket Informasi Loket Penerimaan Bagian Proses TIM TEKNIS (DTK) KEPALA DINAS 11. Bayar Retribusi IPPT Arsip IPPT Sumber: Dinas Penanaman Modal

31 Tabel II. 4 Bagan Alur Prosedur Tetap Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) No. Pemohon Loket Informasi Loket Penerimaan Bagian Proses 1. TIM TEKNIS (DTK) KEPALA DINAS Mulai Informasi Persyaratan Mengambil Form 2. Mengisi Form & Persyaratan Form & Persyaratan Resi Penerimaan Berkas Lengkap Cek Persyaratan Tidak 3. Lengkap Perlu Dibahas Tim Teknis Tidak 4. Surat Undangan 50

32 No. Pemohon Loket Informasi Loket Penerimaan Bagian Proses TIM TEKNIS (DTK) Pemeriksaan Lapangan dan Pembuatan gambar KEPALA DINAS Kaji & Beri Rekomendasi 7. Surat Penolakan Tidak Diijinkan? Rekomendasi Tim Teknis 8. Ya Pengolahan Ijin Pemeriksaan Lapangan Pemeriksaan Format Ijin Pencatatan & Penomoran Tanda Tangan Ijin, Gambar Dan perhitungan 51

33 No. Pemohon Loket Informasi Loket Penerimaan Bagian Proses TIM TEKNIS (DTK) KEPALA DINAS 11. Bayar Retribusi SIMB Arsip SIMB Sumber: Dinas Penanaman Modal

34 Mekanisme perijinan di Kota Cimahi secara bertahap dimulai dari kepemilikan hak atas tanah yang diberikan Badan Pertanahan Nasional (BPN), kemudian Persetujuan Pemanfaatan Ruang (PPR) yang di berikan oleh walikota. Setelah mendapatkan persetujuan pemanfaatan ruang (PPR) kemudian ijin lokasi (IL) yang juga di berikan oleh walikota. Didalam pemberian persetujuan pemanfaatan ruang (PPR) dan ijin lokasi (IL) walikota dibantu oleh Tim Koordinasi Penataan Ruang (TKPRD) yang didalamnya terdiri beberapa dinas terkait dengan pemanfaatan ruang. Sedangkan untuk mendapatkan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) sebelumnya para pemohon harus mendapatkan Ijin Peruntukan Pengunaan Tanah (IPPT). Didalam Ijin Peruntukan Pengunaan Tanah (IPPT) yang memberikan IPPT ialah Dinas Penanaman Modal (Dispemo). Ijin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) akan diberikan setelah mendapat Ijin Perencanaan dan Rekomendasi Perencanaan. Untuk Ijin Perencanaan dan Rekomendasi Perencanaan di berikan oleh Dinas Tata Kota (DTK). Setelah mendapat rekomendasi ijin perencanaan dari Dinas Tata Kota (DTK) baru diberikan IPPT. Sedangkan untuk Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) juga merupakan wewenang Dinas Penanaman Modal (Dispemo). Akan tetapi sebelum mendapatkan IMB harus mendapat pengesahan gambar bangunan dan rekomendasi perijinan yang diberikan oleh Dinas Tata Kota (DTK). Untuk lebih jelas mengenai mekanisme perjinan di Kota Cimahi dapat dilihat pada Tabel II.5. 53

35 Tabel II. 5 Mekanisme Perijinan Di Kota Cimahi Dinas Tata Kota Dinas Penanaman Modal Walikota Ijin Perencanaan Ijin Lokasi (IL) Persetujuan Pemanfaatan Ruang (PPR) Rekomendasi Perencanaan IPPT Mengesahkan gambar bangunan Rekomendasi Perijinan IMB Sumber : Hasil Kajian 2007 Selain perijinan yang perlu dilakukan dalam pengendalian pemanfaatan ruang yaitu penertiban. Berdasarkan peraturan daerah No. 37 Tahun 2003 tentang Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) bagi yang melakukan pelanggaran akan dikenakan sanksi perdata yaitu denda Rp , sanksi pidana yaitu kurungan 6 bulan dan sanksi administrasi yaitu pembongkaran bagi bangunan yang melanggar ketentuan yang telah ditetapkan. Proses pengenaan sanksi terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang di Kota Cimahi dilakukan secara bertahap dan koordinasi. Proses penertiban dimulai dari surat teguran sebanyak 3 (tiga) kali yang dikeluarkan oleh Dinas Tata Kota (DTK) kepada pelanggar tata ruang. Jika sudah 3 (tiga) masih tidak di respon maka Dinas Tata Kota (DTK) melaporkan ke Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) yang mempunyai wewenang sebagai penegak peraturan daerah. Dari Satpol PP ini kemudian melakukan tindakan pembongkaran terhadap bangunan yang melanggar ketentuan yang berlaku dan Satpol PP ini juga bekerja sama dengan kejaksaan untuk menyelenggaraan sidang dari hasil sidang ini dapat diputuskan apakah para pelanggar tata ruang ini akan dikenakan sansi perdata berupa denda atau sanksi pidana berupa kurungan. 54

36 II.2.3 Perumusan Indikator dan Tolok Ukur dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang Karena evaluasi yang dilakukan tergolong evaluasi semu (pseudo evoluation), maka indikator-indikator evaluasi sepenuhnya ditetapkan berdasarkan pendapat para ahli dan dokumen kebijakan mengenai pengendalian pemanfaatan ruang. Pendapat para ahli dan dokumen kebijakan yang digunakan untuk memenuhi indikator dan dirumuskan dalam penelitian ini untuk mengetahui sebab-sebab ketidakefektifan Dinas Tata Kota didalam melakukan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan konservasi di Kota Cimahi. Dalam Kepmendagri No. 8 Tahun 1998 dijelaskan bahwa pengendalian merupakan suatu usaha atau kegiatan untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang yang dilakukan dalam bentuk pelaporan, pemantauan dan evaluasi. Dalam pasal 16 No. 8 Tahun 1998 tentang penyelenggaraan penataan ruang di daerah diselenggarakan dengan cara : (1) Melaporkan pelaksanaan pemanfaatan ruang (2) Memantau perubahan pemanfaatan ruang (3) Mengevaluasi konsistensi pelaksanaan rencana tata ruang (4) Pemberian sanksi hukum atas penyelenggaraan terhadap pemanfaatan ruang. Kegiatan pengawasan merupakan salah satu bentuk usaha atau kegiatan untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan fungsi ruang. Kegiatan pengawasan dimaksudkan untuk mengikuti dan mendata perkembangan pelaksanaan pemanfaatan ruang yang dilakukan oleh semua pihak, sehingga apa bila terjadi penyimpangan pelaksanaan pemanfaatan ruang dari rencana yang telah ditetapkan, dapat diketahui dan dilakukan upaya penyelesaiannya. 55

37 Dalam pasal 17 No.8 Tahun 1998 kegiatan pengawasan diselenggarakan dengan cara : 1. Pelaksanaan pengawasan terhadap pemanfaatan ruang dilakukan melalui kegiatan pelaporan, pemantauan dan evaluasi. 2. Hasil pengawasan pemanfaatan ruang berupa temuan penyimpangan. 3. Kepala Daerah wajib menyiapkan langkah-langkah tindak lanjut untuk pemeriksaan dan penyidikan atas penyimpangan terhadap pemanfaatan ruang. 4. Gubernur menyiapkan langkah-langkah tindakan pemeriksaan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), berdasarkan hasil evaluasi penyimpangan melalui peninjauan lapangan pada lokasi secara koordinatif dan terpadu. 5. Bupati/Walikotamadya menyiapkan langkah-langkah tindak lanjut untuk pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), berdasarkan hasil evaluasi penyimpangan dan melalui peninjauan lapangan pada lokasi secara koordinatif dan terpadu serta masukan dari Gubernur. Penertiban merupakan salah satu bentuk mewujudkan rencana tata ruang, dalam pasal 18 No.8 Tahun 1998 kegiatan penertiban diselenggarakan dengan cara : a. Penertiban pemanfaatan ruang diwilayah Kabupaten/Kotamadya Dati II dilakukan melalui penertiban langsung dan penertiban tidak langsung. b. Penertiban langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan melalui pemberian sanksi administrasi, sanksi pidana, dan sanksi perdata. c. Penertiban tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan melalui antara lain : Pengenaan kebijakan pajak/retribusi Pembatasan pengadaan prasarana dan sarana Penolakan pemberian perijinan pebangunan 56

38 Menurut (Ibrahim, 1998) prosedur pengendalian dalam pemanfaatan ruang terdiri dari : 1. Mekanisme perijinan yang disesuaikan dengan jenis perijinan yang berlaku di Daerah Tingkat II. 2. Menyiapkan dan menerima laporan secara obyektif mengenai pelaksanaan pemanfaatan ruang. 3. Pemantauan perkembangan fisik pemanfaatan ruang yang sesuai dan tidak sesuai dengan rencana tata ruang. 4. Menilai kemajuan kegiatan pemanfaatan ruang di kaitkan dengan kondisi rencana tata ruang yang ada. 5. Memberikan sanksi sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Dalam penelitan ini menggunakan UU No. 24 Tahun 1992 mengenai penataan ruang sebagai salah satu sumber kajian untuk melakukan perumusan indikator. Dalam UU No. 24 Tahun 1992 tentang penataan ruang prosedur pengendalian pemanfaatan ruang terdiri dari : 1. Perijinan terhadap pemanfaatan ruang dilaksanakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah. 2. Memberi informasi secara obyektif mengenai pemanfaatan ruang baik yang sesuai maupun yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang 3. Mengamati, mengawasi, dan memeriksa dengan cermat perubahan kualitas tata ruang dan lingkungan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang 4. Menilai perkembangan kegiatan pemanfaatan ruang 5. Pengenaan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 57

39 Selain UU No. 24 Tahun 1992 tentang penataan ruang, didalam perda No. 32 tentang RTRW Kota Cimahi menjelaskan prosedur pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri dari : 1. Setiap orang atau badan hukum yang melakukan pemafaatan ruang harus mendapat ijin dari walikota atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Menyampaikan laporan kepada walikota tentang hasil kualitas ruang baik yang sesuai dengan rencana maupun yang tidak. 3. Survei kondisi pemanfaatan lahan pemeriksaan bangunan lingkungan dan melakukan kompilasi atas perubahan kualitas tata ruang yang tidak sesuai dengan ruang. 4. Mengadakan evaluasi hasil kegiatan kemajuan pemanfaatan ruang dalam mencapai tujuan rencana. 5. Pengenaan sanksi yang terdiri atas sanksi administrasi, sanksi perdata, dan sanksi pidana, apabila pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan rencana tata ruang Dari berbagai pendapat para ahli dan dokumen kebijakan mengenai pengendalian pemanfaatan ruang ini, maka ditetapkan beberapa indikator. Indikator yang dipilih yaitu indikator yang mempunyai kesamaan dan mempunyai dasar yang kuat. Untuk lebih rinci mengenai proses penetapan indikator dalam pengendalian pemanfaatan ruang dapat dilihat pada Tabel II.6 dan hasil indikator yang telah ditetapkan dapat dilihat pada Tabel II.7. 58

40 Tabel II. 6 Proses Penetapan Indikator dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang Perijinan Pelaporan UU 24/92 Permendagri No. 8/98 Perda Kota Cimahi No. 32/2003 Syahrul Ibrahim 1. Perijinan terhadap Penyelenggaraan perijinan pemanfaatan ruang pemanfaatan ruang dilaksanakan dilaksanakan oleh oleh instansi yang berwenang di pemerintah atau bidang perijinan. pemerintah daerah. 2. Setiap orang atau badan hukum yang melakukan pemafaatan ruang harus mendapat ijin dari walikota atau Pejabat yang ditunjuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Mekanisme perijinan disesuaikan dengan jenis perijinan yang 3. Memberi informasi secara obyektif mengenai pemanfaatan ruang baik yang sesuai maupun yang Tidak sesuai dengan rencana tata ruang 4. Pelaporan dalam rangka Menyampaikan laporan kepada Walikota tentang hasil kualitas ruang baik yang sesuai dengan rencana maupun yang tidak. berlaku di Daerah Tingkat II. 59

41 Pemantauan Evaluasi UU 24/92 Permendagri No. 8/98 Perda Kota Cimahi No. 32/2003 Syahrul Ibrahim pengawasan terhadap pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya di lakukan oleh Bappeda Tingkat II 5. Menyiapkan dan menerima laporan secara obyektif mengenai pelaksanaan pemanfaatan ruang. 6. Mengamati, mengawasi, Pemantauan dalam rangka Survey kondisi pemanfaatan lahan Pemantauan dan Memeriksa dengan pengawasan terhadap pemanfaatan pemeriksaan bangunan lingkungan dan perkembangan fisik cermat perubahan ruang wilayah melakukan kompilasi atas perubahan kualitas pemanfaatan ruang kualitas tata ruang dan Kabupaten/Kotamadya, dilakukan tata ruang yang tidak sesuai dengan ruang. yang sesuai dan lingkungan yang Tidak oleh Dinas Teknis Dati II melalui tidak sesuai dengan sesuai dengan rencana pengamatan dan pemeriksaan rencana tata ruang. tata ruang lapangan 7. Menilai perkembangan kegiatan pemanfaatan ruang 8. Evaluasi dalam rangka pengawasan terhadap pemanfaatan ruang wilayah Mengadakan evaluasi hasil kegiatan kemajuan pemanfaatan ruang dalam mencapai tujuan rencana. Menilai kemajuan kegiatan pemanfaatan ruang di kaitkan dengan kondisi rencana tata ruang yang ada. 60

BAB III Analisa Penyebab Ketidakefektifan Dinas Tata Kota (DTK) dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Konservasi Kota Cimahi

BAB III Analisa Penyebab Ketidakefektifan Dinas Tata Kota (DTK) dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Konservasi Kota Cimahi BAB III Analisa Penyebab Ketidakefektifan Dinas Tata Kota (DTK) dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Konservasi Kota Cimahi Evaluasi ketidakefektifan Dinas Tata Kota (DTK) dalam melakukan pengendalian

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Disadari bahwa ketersediaan ruang adalah tidak tak terbatas, oleh karenanya jika pemanfaatan ruang tidak diatur akan mengakibatkan pemborosan ruang dan penurunan kualitas

Lebih terperinci

Peran Pemerintah dalam Perlindungan Penataan Ruang

Peran Pemerintah dalam Perlindungan Penataan Ruang Peran Pemerintah dalam Perlindungan Penataan Ruang Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pranata (TKP162P) Dikerjakan Oleh Nur Hilaliyah 21040111060045 DIPLOMA III PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PENGGUNAAN PEMANFAATAN TANAH

WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PENGGUNAAN PEMANFAATAN TANAH WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PENGGUNAAN PEMANFAATAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA PALANGKA RAYA 1 WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN, PENERTIBAN DAN PENGAWASAN PEDAGANG KREATIF LAPANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PEKALONGAN

PEMERINTAH KOTA PEKALONGAN PEMERINTAH KOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG IZIN PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan tentang Penataan Ruang di Indonesia telah diatur dalam Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Diamanatkan dalam Undang-Undang tersebut bahwa

Lebih terperinci

Rencana Umum Tata Ruang Kota yang telah ditetapkan;

Rencana Umum Tata Ruang Kota yang telah ditetapkan; Penataan ruang kota pada dasarnya mencakup kegiatan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, serta pengendalian pemanfaatan ruang. Oleh sebab itu dalam Rencana Umum Tata Ruang Kawasan (RUTRK) Kota Sei

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PENGGUNAAN PEMANFAATAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PENGGUNAAN PEMANFAATAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PENGGUNAAN PEMANFAATAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

Peran Dinas Tata Kota Bandar Lampung Dalam Pengendalian Pemanfaatan Tata Ruang. Ati Yuniati. Abstrak

Peran Dinas Tata Kota Bandar Lampung Dalam Pengendalian Pemanfaatan Tata Ruang. Ati Yuniati. Abstrak Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum Volume 6 No. 1 Januari-April 2012, ISSN 1978-5186 Peran Dinas Tata Kota Bandar Lampung Dalam Pengendalian Pemanfaatan Tata Ruang Ati Yuniati Bagian Hukum Administrasi Negara

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 42 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENGUSAHAAN DAN PENGELOLAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENGUSAHAAN DAN PENGELOLAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENGUSAHAAN DAN PENGELOLAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Pokok-Pokok Substansi PERATURAN PEMERINTAH NO 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI

Pokok-Pokok Substansi PERATURAN PEMERINTAH NO 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI Pokok-Pokok Substansi PERATURAN PEMERINTAH NO 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI LATAR BELAKANG PP TENTANG KAWASAN INDUSTRI Dengan diberlakukannya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa air tanah mempunyai peran yang

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. terdahulu, dapat diambil kesimpulan-kesimpulan selama penelitian dilakukan.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. terdahulu, dapat diambil kesimpulan-kesimpulan selama penelitian dilakukan. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian yang telah disampaikan pada bab-bab terdahulu, dapat diambil kesimpulan-kesimpulan selama penelitian dilakukan. Efektivitas strategi

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 14 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 14 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 14 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BOGOR, Menimbang : a. bahwa sebagai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN IZIN PEMANFAATAN RUANG BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA KABUPATEN WAKATOBI TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

batasan istilah yang digunakan dalam pengaturannya. Diatur mengenai

batasan istilah yang digunakan dalam pengaturannya. Diatur mengenai LOKAL TENAGA - KERJA PERDA KOTA KENDARI NO.1, LD./NO.1, LL SETDA : 12 HLM PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI TENTANG TENAGA KERJA LOKAL. ABSTRAK : - Pemberdayaan maupun perlindungan terhadap Tenaga Kerja dan

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG IZIN LOKASI DI KABUPATEN KOTABARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG FASILITASI PENANAMAN MODAL DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, 1 BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa pengaturan Air Tanah dimaksudkan

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik

4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik GubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 58 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemanfaatan ruang wilayah nasional

Lebih terperinci

- 1 - WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN TEMPAT USAHA DAN GANGGUAN

- 1 - WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN TEMPAT USAHA DAN GANGGUAN - 1 - WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN TEMPAT USAHA DAN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

RETRIBUSI JASA USAHA 2011 PERDA KOTA PONTIANAK NO.1,LD.2011/NO

RETRIBUSI JASA USAHA 2011 PERDA KOTA PONTIANAK NO.1,LD.2011/NO RETRIBUSI JASA USAHA PERDA KOTA PONTIANAK NO.1,LD./NO.1 SETDA KOTA PONTIANAK : 30 HLM PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA ABSTRAK : Dengan berlakunya UU No.28 Th 2009 tentang Pajak

Lebih terperinci

j. PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG k. PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG l. NOMOR 3 TAHUN 2009

j. PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG k. PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG l. NOMOR 3 TAHUN 2009 h. i. j. PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG k. PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG l. NOMOR 3 TAHUN 2009 m. TENTANG IZIN LOKASI DAN RETRIBUSI IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 12 TAHUN 2009 SERI E NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Pengendalian pemanfaatan ruang

Pengendalian pemanfaatan ruang Assalamu alaikum w w Pengendalian pemanfaatan ruang Surjono tak teknik UB Penyelenggaraan penataan ruang (UU no 26 /2007) PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG PENGATURAN PEMBINAAN PELAKSANAAN PENGAWASAN Pasal

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN 2009-2028 I. UMUM 1. Ruang wilayah Kabupaten Pacitan, baik sebagai kesatuan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN BANDUNG UTARA DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG DAN KABUPATEN BANDUNG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 8 TAHUN 2010 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/ SIJUNJUNG NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN IZIN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/ SIJUNJUNG NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN IZIN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/ SIJUNJUNG NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN IZIN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAWAHLUNTO/ SIJUNJUNG, Menimbang a. bahwa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG IZIN LOKASI DI KABUPATEN KOTABARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA. NOMOR : 41 TAHUN 2004 LAMPIRAN : 1 (satu) berkas TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI DI KOTA TASIKMALAYA

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA. NOMOR : 41 TAHUN 2004 LAMPIRAN : 1 (satu) berkas TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 41 TAHUN 2004 LAMPIRAN : 1 (satu) berkas TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NO : 5 2001 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 16 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PERUBAHAN PEMANFAATAN LAHAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN PANGGUNG

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN PANGGUNG BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN PANGGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang : a. bahwa agar pertumbuhan

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa pemanfaatan

Lebih terperinci

Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya Bab VIII

Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya Bab VIII Bab VIII 8.1 KELEMBAGAAN Lembaga penataan ruang memegang peran krusial dalam proses penataan ruang. Hal ini mengingat proses penataan ruang memerlukan lembaga yang kredibel terutama dalam pengendalian

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN WALIKOTA PAREPARE PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAREPARE, Menimbang : a. bahwa kegiatan pembinaan,

Lebih terperinci

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M No.73, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa air permukaan mempunyai peran

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR: 5 TAHUN 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR: 5 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR: 5 TAHUN 2013 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa sebagai upaya pengendalian agar penggunaan tanah dalam

Lebih terperinci

TATA RUANG KABUPATEN BANDUNG PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

TATA RUANG KABUPATEN BANDUNG PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TATA RUANG KABUPATEN BANDUNG PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Latar Belakang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sebagai salah satu pedoman perencanaan daerah yang bersifat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2011 NOMOR 34 SERI E NOMOR 11

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2011 NOMOR 34 SERI E NOMOR 11 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2011 NOMOR 34 SERI E NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMOSIR NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2010

PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2010 PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 ABSTRAK : Bahwa untuk menjamin kelancaran dan ketertiban pelelangan ikan sebagai upaya peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup

Lebih terperinci

PENANGANAN KASUS PELANGGARAN PEMANFAATAN RUANG (DALAM RANGKA WORKSHOP DAN STUDI KASUS PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG)

PENANGANAN KASUS PELANGGARAN PEMANFAATAN RUANG (DALAM RANGKA WORKSHOP DAN STUDI KASUS PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG) PENANGANAN KASUS PELANGGARAN PEMANFAATAN RUANG (DALAM RANGKA WORKSHOP DAN STUDI KASUS PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG) PENANGANAN KASUS PELANGGARAN PEMANFAATAN RUANG (Dalam Rangka Workshop dan Studi Kasus

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG IJIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Menimbang :

Lebih terperinci

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

WALIKOTA TANGERANG SELATAN SALINAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950); PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG POLA INDUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa sumber daya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUBANG, Menimbang : a. bahwa tenaga listrik sangat

Lebih terperinci

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN LOKASI

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN LOKASI 1 BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PEMANFAATAN LAHAN UNTUK PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa dinamika perkembangan

Lebih terperinci

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Tanah;

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Tanah; LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 3 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. b. WALIKOTA SALATIGA, bahwa

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN IZIN GANGGUAN DI KABUPATEN PIDIE BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan suatu kegiatan dan/atau

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 05 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IJIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI BARAT, Menimbang : a.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 15 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 15 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 15 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DEPOK, Menimbang : a. bahwa Izin

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.571, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT. Perumahan. Kawasan Permukiman. Hunian Berimbang. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1490, 2014 KEMENPERA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Daerah. Pembangunan. Pengembangan. Rencana. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENGGUNAAN PEMANFAATAN TANAH

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENGGUNAAN PEMANFAATAN TANAH BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENGGUNAAN PEMANFAATAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

Penyusunan Materi Teknis Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai Tahun ;

Penyusunan Materi Teknis Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai Tahun ; BAB 8 HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN MASYARAKAT Peran masyarakat dalam penataan ruang, tidak hanya diwujudkan dalam kegiatan penyampaian aspirasi dan informasi pada tahap penyusunan Rencana Tata Ruang. Pelibatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, 1 Menimbang : PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, a. bahwa dalam rangka memacu pertumbuhan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 34 2015 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 34 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN IZIN LOKASI DI KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG PENERBITAN IZIN LOKASI DAN PERSETUJUAN PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.101 2016 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5883) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa pemerintah daerah wajib

Lebih terperinci

MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT

MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT BAB VIII KELEMBAGAAN DAN PERAN MASYARAKAT 8.1 KELEMBAGAAN Lembaga penataan ruang memegang peran krusial dalam proses penyelenggaraan penataan ruang. Proses penyelenggaraan penataan ruang memerlukan lembaga

Lebih terperinci

Izin Mendirikan Bangunan

Izin Mendirikan Bangunan Izin Mendirikan Bangunan Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Izin Mendirikan Bangunan atau biasa dikenal dengan IMB adalah perizinan yang diberikan oleh Kepala Daerah kepada pemilik bangunan

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa pengelolaan ketenagalistrikan

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENGAWASAN PERIZINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN DENGAN HUNIAN BERIMBANG DI KOTA BANDUNG.

BAB III PELAKSANAAN PENGAWASAN PERIZINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN DENGAN HUNIAN BERIMBANG DI KOTA BANDUNG. BAB III PELAKSANAAN PENGAWASAN PERIZINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN DENGAN HUNIAN BERIMBANG DI KOTA BANDUNG. A. Hunian Berimbang 1. Sejarah dan Latar Belakang Pola hunian berimbang secara kuantitas telah ditetapkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LOKASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LOKASI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG Menimbang : a. bahwa Izin

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN LAHAN (IPPL) DAN RETRIBUSI IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN MENARA TELEKOMUNIKASI BERSAMA DAN RETRIBUSI MENARA TELEKOMUNIKASI 2013

PENYELENGGARAAN MENARA TELEKOMUNIKASI BERSAMA DAN RETRIBUSI MENARA TELEKOMUNIKASI 2013 PENYELENGGARAAN MENARA TELEKOMUNIKASI BERSAMA DAN RETRIBUSI MENARA TELEKOMUNIKASI 2013 PERDA KOTA KEDIRI NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN MENARA TELEKOMUNIKASI BERSAMA DAN RETRIBUSI PENGENDALIAN

Lebih terperinci

Pajak Daerah Tahun 2012 Peraturan Daerah Kabupaten Tegal Nomor 1 Tahun 2012

Pajak Daerah Tahun 2012 Peraturan Daerah Kabupaten Tegal Nomor 1 Tahun 2012 Pajak Daerah Peraturan Daerah Kabupaten Tegal Nomor 1 ABSTRAK : a. Bahwa dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah yang mengatur

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA PENGELOLAAN DAN BUDIDAYA SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 13 2016 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 13 TAHUN 2016 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN IZIN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA BEKASI,

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG PROSEDUR, TATA CARA, DAN PERSYARATAN PENERBITAN IZIN MENDIRIKAN

Lebih terperinci

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang : a. bahwa setiap kegiatan usaha dapat menimbulkan bahaya

Lebih terperinci

IJIN LOKASI DAN PENETAPAN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

IJIN LOKASI DAN PENETAPAN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 22 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG IJIN LOKASI DAN PENETAPAN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 3 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 3 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 3 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA, Menimbang

Lebih terperinci

batasan istilah yang digunakan dalam pengaturannya. Diatur mengenai

batasan istilah yang digunakan dalam pengaturannya. Diatur mengenai LOKAL TENAGA - KERJA PERDA KOTA KENDARI NO.1, LD./NO.1, LL SETDA : 12 HLM PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI TENTANG TENAGA KERJA LOKAL. ABSTRAK : - Pemberdayaan maupun perlindungan terhadap Tenaga Kerja dan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 10 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH

LEMBARAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 10 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH LEMBARAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 10 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR,

Lebih terperinci

HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG Kegiatan penataan ruang merupakan kegiatan yang dilakukan bukan hanya secara partial melainkan memerlukan partisipasi bersama (public participatory) yang melibatkan tidak hanya pemerintah tetapi melibatkan

Lebih terperinci