SKRIPSI. STUDI PROFIL INDUSTRI TEMPE BERDASARKAN TINGKAT KESUKSESAN (Studi Kasus Industri Tempe di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI. STUDI PROFIL INDUSTRI TEMPE BERDASARKAN TINGKAT KESUKSESAN (Studi Kasus Industri Tempe di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor)"

Transkripsi

1 SKRIPSI STUDI PROFIL INDUSTRI TEMPE BERDASARKAN TINGKAT KESUKSESAN (Studi Kasus Industri Tempe di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor) Oleh ENDAR SUTRISNO F DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 Endar Sutrisno. F Studi Profil Industri Tempe Berdasarkan Tingkat Kesuksesan (Studi Kasus Industri Tempe di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor). Di bawah bimbingan Ir. Darwin Kadarisman, MS dan Tjahja Muhandri, STP, MT RINGKASAN Industri tempe merupakan industri kecil yang mampu menyerap sejumlah besar tenaga kerja baik yang terkait langsung dalam proses produksi maupun yang terkait dengan perdagangan bahan yang merupakan masukan maupun produk hasil olahannya. Prospek industri tempe sangat baik dimana pertumbuhan permintaan tempe setelah tahun 1998 dperkirakan mencapai 4 persen per tahun. Industri tempe memiliki peran yang sangat besar didalam usaha pemerataan kesempatan kerja, kesempatan usaha dan peningkatan pendapatan. Industri tempe pada umumnya dikelola dalam bentuk industri rumah tangga, sehingga perkembangannya selalu dihadapkan dengan permasalahan yang menyangkut bahan baku yaitu kedelai, ketersediaan dan kualitas faktor produksi, tingkat keuntungan, pemasaran serta permodalan. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengelompokan industri tempe berdasarkan tingkat kesuksesannya di lokasi penelitian, mengetahui profil industri tempe di lokasi penelitian (Kecamatan parung) ditinjau dari beberapa aspek yaitu ketersediaan bahan baku, teknis maupun manajemen dan mengidentifikasi faktorfaktor kunci sukses industri tempe. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode penelitian survei, pengamatan langsung dan wawancara terhadap responden. Masalah yang diteliti adalah profil dan faktor-faktor kunci sukses dari industri tempe yang berada di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor. Proses pengkajian masalah khusus ini terdiri dari kegiatan-kegiatan yang dimulai dengan penentuan tujuan penelitian, studi pustaka, pemilihan lokasi dan waktu penelitian, pengambilan sampel, pembuatan kuesioner, pengumpulan data, tabulasi data, analisis data, dan pembuatan laporan. Untuk mendapatkan faktor kunci sukses dari wirausaha tempe maka perlu diketahui tingkat kesuksesannya. Dalam mengidentifikasi kesuksesan industri kecil tempe indikator yang digunakan adalah perkembangan pemakaian bahan baku. Setelah diketahui rata-rata pemakaian bahan baku dan rata-rata kenaikan bahan baku dari setiap responden maka selanjutnya menentukan posisi industri kecil tempe. Salah satu cara yang digunakan dalam menentukan posisi industri kecil tempe adalah dengan menggunakan diagram cartesius perkembangan pemakaian bahan baku. Industri kecil tempe yang berada pada kuadran I (berpeluang sukses) adalah Casmani, Mito, Kartubi, Warniah, Karsiban, dan Sarwo. Industri yang berada pada kuadran II (sangat sukses) adalah Tambar. Industri yang berada pada kuadran III (sukses) adalah Rutaji, Carsian, Rayubi, H. Abdul Karim, Udi Susanto, Sumitro, dan Sukarnen. Industri kecil yang berada pada kuadran I (kurang sukses) adalah Caridi, Tasheri, Sigit, Suheri, Syawal, dan H. Munaji.

3 Dari Dari 22 faktor yang diidentifikasi, dianalisa dan dilakukan verifikasi di lapangan maka faktor-faktor yang diduga menjadi faktor kunci sukses dalam berwirausaha tempe di lokasi penelitian adalah target Pemasaran, lama usaha, pencatatan keuangan, pembagian peran sumberdaya manusia, anggaran dana khusus pemilik, tenaga pemasar yang tetap, dan cara menentukan harga. Sedangkan faktor lain yang tidak berpengaruh terhadap kesuksesan industri kecil tempe adalah tingkat pendidikan pengusaha, keikutsertaan dalam pelatihan kewirausahaan keanggotaan KOPTI, asal kedelai, sumber modal, pembinaan terhadap karyawan, Penambahan modal dari keuntungan, anggaran biaya pemeliharaan peralatan, alat transportasi pemasaran, evaluasi kegiatan pemasaran, cara pembayaran bahan baku, jarak tempat membeli kedelai dengan lokasi usaha, pemisahan uang pribadi dan uang usaha, modal awal, dan persyaratan kedelai. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat 4 kelompok industri kecil tempe di lokasi penelitian, dimana dari 20 responden yang dijadikan sampel, 30% responden tergolong industri berpeluang sukses, 5% responden tergolong industri sangat sukses, 35% responden tergolong industri sukses dan 30% responden tergolong industri kurang sukses. Industri kecil tempe sukses dan sangat sukses memiliki profil yang relatif sama, diantaranya dalam hal pencatatan keuangan usaha, target pemasaran, pembagian peran sumberdaya manusia, cara menentuan harga tempe, dan sudah terdapat tenaga pemasar khusus yang tetap, sedangkan hal yang membedakan adalah dalam hal jumlah dan perkembangan pemakaian bahan baku kedelai, lama usaha dan aktivitas penambahan modal. Halhal yang diduga menjadi faktor kunci sukses dari industri tempe di lokasi penelitan adalah target Pemasaran, lama usaha, pencatatan keuangan, pembagian peran sumberdaya manusia, anggaran dana khusus pemilik, tenaga pemasar yang tetap, dan cara menentukan harga.

4 STUDI PROFIL INDUSTRI TEMPE BERDASARKAN TINGKAT KESUKSESAN (Studi Kasus Industri Tempe di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh ENDAR SUTRISNO F DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

5 STUDI PROFIL INDUSTRI TEMPE BERDASARKAN TINGKAT KESUKSESAN (Studi Kasus Industri Tempe di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh ENDAR SUTRISNO F Dilahirkan Di Sragen pada tanggal 25 Maret 1982 Tanggal lulus : Juni 2006 Menyetujui, Bogor, Juni 2006 Tjahja Muhandri, STP, MT Dosen Pembimbing II Ir. H. Darwin Kadarisman, MS Dosen Pembimbing I Mengetahui, Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sragen pada tanggal 25 maret 1982 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Supardi dan Rusmini. Pada tahun 1989 penulis memulai Pendidikannya di SDN Pringanom III Masaran hingga tahun Pada tahun penulis menempuh pendidikan lanjutan pertama di SMP Negeri 1 Sidoharjo. Pada tahun penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 2 Sragen. Pada tahun 2001 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama kuliah penulis pernah aktif di beberapa organisasi diantaranya di Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA) dan Forum Bina Islami Fateta (FBI-F). Selain itu penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Pendidikan Agama Islam (PAI) dan beberapa kegiatan seperti Lepas Landas Sarjana Fateta, Baur HIMITEPA, dan Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan HIMITEPA. Untuk menyelesaikan studi di Depertemen Ilmu dan Teknologi Pangan FATETA-IPB penulis melaksanakan penelitian survei dengan judul: Studi Profil Industri Tempe Berdasarkan Tingkat Kesuksesan (Studi Kasus Industri Tempe di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor).

7 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perindustrian merupakan sektor yang cukup diandalkan dalam perekonomian di Indonesia, karena sektor ini mampu menjadi salah satu penyumbang devisa negara yang cukup besar nilainya. Sejak tahun 1991 sektor perindustrian telah mampu melewati sektor pertanian dalam menyumbang pembentukan PDB Indonesia (Sarah, 2001). Sektor industri memiliki peran yang penting dalam memperluas kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan perkapita, menumbuhkan keahlian, menunjang pembangunan daerah, serta memanfaatkan sumber daya alam (SDA), energi dan sumber daya manusia (SDM). Keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor perindustrian perlu terus ditingkatkan dengan mengembangkan agroindustri. Pengembangan agroindustri diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan industri kecil sekaligus untuk mengentaskan kemiskinan. Sejarah membuktikan bahwa keberhasilan ekonomi sebuah negara tidak hanya tertumpu pada industri manufaktur dan jasanya tetapi juga tangguh dalam agroindustrinya seperti Amerika Serikat dan Australia, sedangkan negara yang menomorduakan sektor pertanian mengalami kekurangan pangan yang cukup besar sehingga mengalami kemunduran perekonomian seperti yang dialami oleh Rusia. Menurut Darwis et al (1983), agroindustri adalah kegiatan industri yang memanfaatkan hasil-hasil pertanian sebagai bahan baku, merancang dan menyediakan peralatan seperti mesin dan alat-alat pertanian serta menciptakan jasa untuk kegiatan tersebut dalam hal ini kegiatan pemasarannya. Dengan demikian agroindustri meliputi industri pengolahan hasil pertanian, industri peralatan dan mesin pertanian serta industri jasa. Salah satu agroindustri yang cukup potensial adalah industri tempe. Umumnya tempe digunakan sebagai lauk-pauk dan sebagai makanan tambahan atau jajanan. Potensi tempe dalam meningkatkan kesehatan dan harganya relatif murah memberikan alternatif pilihan dalam pengadaan makanan bergizi yang dapat dijangkau oleh segala lapisan masyarakat.

8 Industri tempe merupakan industri kecil yang mampu menyerap sejumlah besar tenaga kerja baik yang terkait langsung dalam proses produksi maupun yang terkait dengan perdagangan bahan yang merupakan masukan maupun produk hasil olahannya. Prospek industri tempe sangat baik dimana pertumbuhan permintaan tempe setelah tahun 1998 dperkirakan mencapai 4 persen per tahun (Solahudin, 1998). Industri tempe memiliki peran yang sangat besar didalam usaha pemerataan kesempatan kerja, kesempatan usaha dan peningkatan pendapatan. Menurut Ambarwati (1994), industri tempe pada umumnya dikelola dalam bentuk industri rumah tangga, sehingga perkembangannya selalu dihadapkan dengan permasalahan yang menyangkut bahan baku yaitu kedelai, ketersediaan dan kualitas faktor produksi, tingkat keuntungan, pemasaran serta permodalan. Pendapatan para pengrajin tempe sangat tergantung dari penjualan dan biaya yang dikeluarkan. Penjualan yang dilakukan pengrajin tempe belum mampu mendatangkan keuntungan yang optimal karena harganya yang murah, dan disisi lain biaya yang dikeluarkan untuk bahan baku semakin besar dengan adanya krisis ekonomi. Keberadaan ini sangat mempengaruhi efisiensi usaha pengrajin tempe, sehingga banyak pengrajin tempe yang tidak mampu berproduksi lagi (Sari, 2002). Penelitian yang dilakukan Sebayang (1994) di Bogor menunjukkan bahwa kondisi tempe cenderung bersifat statis artinya pengusaha industri tempe merasa cukup dengan kondisi yang ada, serta berusaha dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari keluarga maupun kenalannya. Meskipun demikian, kesimpulan ini belum tentu tepat, karena ada kemungkinan bahwa sifat statis lebih disebabkan oleh karakteristik usaha itu sendiri. Posisi industri tempe kian terpuruk akibat sistem penjualan secara tradisional dengan kemasan yang kurang menarik dan tempat penjualan yang kurang bersih dan kurang strategis. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap penjualan tempe sehingga kegiatan usaha tempe belum mampu memberikan keuntungan yang optimal.

9 Usaha tempe sangat tergantung pada kedelai impor. Ketergantungan dari kedelai impor ini terjadi karena tempe yang dihasilkan dari kedelai impor memiliki penampilan dan rasa yang lebih unggul, tidak menghasilkan bau langu atau bau khas yang terdapat pada tempe yang menggunakan kedelai lokal dan tidak menghasilkan rasa pahit (Nurhayati, 2001). Peningkatan harga kedelai impor memberikan dampak yang besar terhadap industri tempe dimana biaya bahan baku ini mengambil porsi sebanyak 82,99 persen dari total biaya produksi (Dermawan, 1999). Peningkatan harga kedelai impor mengakibatkan pengrajin tempe di beberapa wilayah tidak berproduksi lagi dan pindah ke usaha lain. Hal ini diduga terjadi karena modal yang dimiliki terbatas untuk membeli kedelai akibat fluktuasi harga kedelai. Namun kondisi seperti ini ternyata masih dapat disiasati oleh beberapa pengrajin tempe di beberapa tempat di Indonesia. Beberapa pengrajin masih dapat bertahan dan bahkan berkembang. Berdasarkan hasil penelitian dibeberapa daerah memang telah dijumpai pengusaha tempe yang memiliki kapasitas produksi riel jauh berada di atas rata-rata industri tempe yaitu diatas kilogram bahan baku kedelai untuk setiap harinya, sementara sebagian besar pengrajin masih berada dibawah 100 kilogram perhari (Soetrisno dan Sapuan, 1996). Dari uraian di atas, masalah yang akan diteliti adalah kondisi usaha tempe sekarang ini di lokasi penelitian, kunci sukses dari pengrajin tempe yang masih dapat bertahan dan bahkan berkembang ditengah kondisi sekarang ini. B. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Melakukan pengelompokan industri tempe berdasarkan tingkat kesuksesannya di lokasi penelitian 2. Mengetahui profil industri tempe di lokasi penelitian (Kecamatan parung) ditinjau dari beberapa aspek yaitu ketersediaan bahan baku, teknis maupun manajemen. 3. Mengidentifikasi faktor-faktor kunci sukses industri tempe.

10 C. Manfaat Penelitian 1. Bagi para pengrajin tempe merupakan bahan masukan dalam mengelola dan mengembangkan usahanya. 2. Bagi pembuat kebijakan (lembaga/instansi) merupakan bahan masukan dan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan pengembangan industri kecil tempe. 3. Bagi kalangan akademisi seperti mahasiswa, dosen dan peneliti merupakan bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut dalam rangka pengembangan sektor industri kecil tempe.

11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. KEADAAN INDUSTRI KECIL DI INDONESIA 1. Definisi dan Kriteria Perusahaan atau usaha industri adalah suatu unit usaha yang melakukan kegiatan ekonomi, yang bertujuan menghasilkan barang atau jasa (BPS, 1995). Sedangkan kegiatan ekonomi adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan. Dengan demikian industri kecil merupakan perusahaan atau unit usaha industri yang melakukan kegiatan ekonomi dalam skala kecil. Menurut surat keputusan Menteri Perindustrian Nomor : 13/M/SK/3/1990 dinyatakan bahwa industri kecil adalah industri yang memenuhi syarat-syarat yang termasuk dalam kriteria bidang usaha yaitu kelompok industri yang mempunyai investasi tidak lebih dari 600 juta rupiah (mencakup bangunan, mesin dan peralatan) dan pemiliknya adalah warga negara Indonesia. Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri mendefinisikan perusahaan kecil adalah badan usaha yang karena terbatasnya kemampuan mengelola dan berorganisasi, modal serta keterampilan, hanya mampu melakukan kegiatan usaha di bidang tertentu yang kecil dan terbatas. Selanjutnya dikatakan ciri umum dari industri kecil adalah modal usaha terbatas, manajemen dan administrasi yang belum baik, sarana dalam mengelola pemasaran masih terbatas, dan pengetahuan pemasaran yang masih kurang Menurut Departemen Koperasi dan Usaha kecil Menengah usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat beskala kecil dengan kriteria sebagai berikut : 1) kekayaan bersih maksimal Rp ,- (dua ratus juta rupiah) tidak temasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau 2) penjualan tahunan maksimal Rp ,- (satu milyar rupiah) 3) milik warga negara Indonesia 4) berdiri sendiri dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik

12 langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah maupun usaha besar. Dilihat dari sistem manajemen kelompok ini biasanya masih berbentuk organisasi tradisional yang didasarkan pada sistem kekeluargaan, efisiensi produk sangat rendah, sistem administrasi keuangan kurang tertata baik. Dari segi pemasaran, pengusaha belum mengembangkan produknya pada mutu dan standar yang baku, kemampuan mendesain produk yang masih rendah, pengiriman kurang tepat, serta belum dapat memenuhi kuantitas produk yang diinginkan oleh konsumen. Kendala teknologi juga menjadi faktor yang menyebabkan produk yang dihasilkan bersifat monoton dan sulit berkembang (Susidarto, 1995). 2. Jumlah Industri Kecil Data Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah pada tahun 2003 memperlihatkan bahwa jumlah industri kecil di Indonesia sebanyak unit yang terdiri dari unit pada sektor pertanian, perikanan dan peternakan, unit pada sektor pertambangan dan penggalian, unit pada sektor industri pengolahan, unit pada sektor listrik, gas dan air bersih, unit pada sektor bangunan, unit pada sektor perdagangan, hotel dan restoran, unit pada sektor pengangkutan dan komunikasi, unit pada sektor keuangan, persewaan jasa perusahaan, dan unit pada sektor jasajasa. Industri tempe termasuk dalam kategori industri pengolahan non migas. Data jumlah industri kecil berdasarkan sektor ekonomi dapat dilihat pada tabel 1.

13 Tabel 1. Jumlah industri kecil berdasarkan sektor ekonomi tahun 1999 s/d Tahun 2003 Sektor Pertanian, peternakan dan perikanan Pertambangan dan panggalian Industri pengolahan Listrik,gas dan air bersih Tahun 1999 Tahun 2000 Tahun 2001 Tahun 2002 Tahun Bangunan Perdagangan,hotel dan restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, perseroan, jasa perusahaan Jasa-jasa Jumlah Sumber : Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah tahun 2004 (diolah) 3. Permasalahan Yang Dihadapi Permasalahan yang timbul dalam pengembangan industri kecil dan rumah tangga (khususnya agroindustri) adalah pengadaan bahan baku, modal, manajemen dan pemasaran. Menurut Apretty (2000), permasalahan dalam pengadaan bahan baku disebabkan karena berbagai hal, antara lain sifat produk pertanian yang musiman, tingkat keragaman yang tinggi, jumlah produksi yang melimpah pada suatu waktu, mudah rusak dan tidak tahan lama.

14 Permasalahan lain yang sering dihadapi oleh usaha kecil dan rumah tangga adalah rendahnya kemampuan dalam mengakses kepada sumbersumber permodalan, baik yang berbentuk lembaga keuangan bank maupun bukan-bank. Ketidakseimbangan akses bagi usaha kecil dan rumah tangga dalam mendapatkan sumber-sumber permodalan untuk mengembangkan usahanya menyebabkan produk usaha kecil dan rumah tangga kurang mampu bersaing di pasar. Sistem perbankan dengan persyaratanpersyaratan teknis yang diberlakukan bagi calon peminjam tidak berkesesuaian dengan kondisi sebagian besar usaha kecil dan rumah tangga yang ada. Pemasaran pada industri kecil umumnya kurang atau tidak mengetahui jenis produk yang sedang gencar di pasaran. Terkadang pengusaha tidak menghasilkan produk dengan mutu yang sesuai dengan tuntutan pasar dan selera konsumen dan juga kurang mampu untuk memproduksi dalam jumlah yang besar dalam waktu yang cepat sehingga permintaan pasar tidak dapat dipenuhi. Selain itu strategi pemasaran yang dijalankan relatif sangat sederhana serta wilayah pemasaran yang terbatas pada daerah yang dekat dengan lokasi usaha (Apretty, 2000). Masalah manajemen usaha bagi industri kecil merupakan unsur penting bagi pengembangan usaha. Menurut Sarah (2001), pengelolaan industri kecil umumnya masih bersifat tradisional dan belum berorentasi pada manajemen usaha yang profesional. Pola manajemen tradisional biasanya ditandai dengan masih sulitnya memisahkan antara aktivitas keluarga dengan aktivitas perusahaan. Selain itu manajemen usaha pada industri kecil umumnya juga belum bisa mengembangkan manajemen keuangan dan personalia dengan baik.

15 B. KEADAAN INDUSTRI KECIL PANGAN DI INDONESIA 1. Jumlah Industri Kecil Pangan Industri pangan berskala kecil dan rumah tangga terus berguguran dan gulung tikar karena tidak mampu meningkatkan daya saing. Ketidakmampuan usaha berskala kecil dan rumah tangga meningkatkan daya saing itu lebih disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang belum sepenuhnya memihak kepada pengusaha kecil (Anonim, 2004). Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2003, jumlah industri pangan, khususnya yang berskala kecil dan rumah tangga, turun sejak tahun 2000 sampai 2002, kata Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Thomas Darmawan di Jakarta, akhir pekan lalu (Anonim, 2004). Thomas menjelaskan, jumlah industri pangan berskala kecil tahun 2002 sebanyak industri. Jumlah ini menurun dari tahun 2001 yang mencapai industri dan tahun 2000 berjumlah industri. Sementara jumlah industri pangan berskala rumah tangga tahun 2002 sebanyak Tahun 2001 jumlah industri tersebut sebanyak dan tahun 2000 sebanyak (Anonim, 2004). 2. Permasalahan Yang Dihadapi Penurunan jumlah industri pangan berskala kecil dan rumah tangga disebabkan beberapa faktor, diantaranya kebijakan pemerintah untuk melindungi komoditas pertanian melalui penerapan tarif yang tinggi dan tata niaga, beredarnya produk pangan impor ilegal, dan masuknya perusahaan multinasional dalam industri pangan (Anonim, 2004). Selain itu juga biaya yang tinggi seperti untuk listrik, bahan bakar minyak (BBM), serta penerapan standar produk yang kurang dapat dipenuhi industri kecil. Sebagai contoh ketentuan tata niaga impor gula. Dengan ketentuan itu, industri besar dapat mengimpor gula dengan volume yang besar. Dengan demikian, harga pun menjadi lebih murah. Sementara itu, industri kecil yang tidak mampu mengimpor tetap harus

16 membeli gula dari pasar dalam negeri dengan harga yang lebih tinggi (Anonim, 2004). Selain itu, dengan masuknya investasi asing, beberapa industri kecil semakin terjepit. Misalnya, kehadiran hipermarket yang menjual banyak produk termasuk produk pangan dari luar negeri. Ada juga perusahaan multinasional yang mengakuisisi perusahaan lokal sehingga industri lokal tidak tumbuh. Dengan penurunan jumlah industri pangan berskala kecil, jumlah tenaga kerja pun berkurang. Jumlah tenaga kerja industri pangan berskala kecil pada tahun 2002 sebanyak orang dan tahun 2001 sebanyak orang. Sementara jumlah tenaga kerja industri pangan berskala rumah tangga pada tahun 2002 sebanyak orang dan pada tahun 2001 sebanyak orang (Anonim, 2004). C. KRITERIA KEBERHASILAN INDUSTRI KECIL Keberhasilan perusahaan dapat dinilai dari analisis keuangan dalam bentuk rasio keuangan. Data keuangan yang digunakan adalah dari laporan neraca keuangan, laporan laba rugi serta laporan pendapatan (Riyanto, 1990). Menurut Departemen Perindustrian (1990) di dalam Asri (1994), keberhasilan usaha dapat dilihat dari perkembangan usaha. Usaha yang berkembang dapat diketahui melalui beberapa elemen yang mendukung pada aktivitas perkembangan usaha, yaitu perkembangan pemasaran, perkembangan pembeli, perkembangan tenaga kerja, perkembangan modal kerja, perkembangan keuntungan, perkembangan pemakaian bahan dan perkembangan hasil produksi. Hal ini didasarkan pada sifat industri kecil tersebut yakni bersifat padat karya. Menurut Nurhayati (1984) di dalam Diano (1990), kriteria keberhasilan suatu perusahaan dapat diartikan secara kuantitatif dan kualitatif. Perkembangan kuantitatif diantaranya adalah perkembangan omset dan jumlah tenaga kerja pada periode tertentu. Perkembangan kualitatif diantaranya adalah peningkatan dari mutu produk, peningkatan kualitas moral pimpinan atau buruh. Peningkatan mutu produk

17 yang dihasilkan industri kecil dapat diketahui melalui persentase pemenuhan standar produk menurut permintaan konsumen. Dalam pengertian semakin besar tingkat persentase pemenuhan standar produk, maka mutu produk industri kecil meningkat. Menurut Asri (1994), sikap kewiraswastaan memiliki hubungan positif dengan tingkat keberhasilan pengusaha kecil. Indikator keberhasilan usaha yang biasa ditinjau dari nilai penjualan, sangat dipengaruhi oleh sikap kewiraswastaan pengusaha. Sikap kewiraswastaan pengusaha itu meliputi pembinaan modal, faktor manajemen, faktor kesediaan dalam mengambil resiko dan faktor inovasi. Dalam pembinaan modal ditandai dengan pemanfaatan keuntungan untuk mengembangkan usaha seperti pembelian alat dan peningkatan pemasaran, sedangkan dari faktor manajemen ditandai dengan adanya sikap mengkoordinir, merencanakan, dan menyusun jadwal dari berbagai kegiatan produksi. Sikap kepemimpinan dapat juga dilihat dari sikap pengusaha dalam kegiatan kemasyarakatan. Dari faktor kesediaan dalam mengambil resiko dicirikan oleh keinginan pengusaha untuk berprestasi tinggi dan keberanian dalam mengambil resiko dalam berwiraswasta, tetapi tidak menyukai kegiatan yang hasilnya sama sekali diluar kemampuan atau kegiatan yang mengandung resiko sangat tinggi. Dari faktor inovasi dicirikan oleh sikap pengusaha yang bersedia menerima perubahan, dan selalu mencoba berbagai alternatif serta mengembangkan inovasi untuk barang dan jasa dalam bidang usaha lain. D. KEADAAN INDUSTRI TEMPE DI BOGOR 1. Jumlah dan Sebaran Industri Tempe Industri tempe umumnya merupakan sektor informal yang jumlahnya sulit diketahui secara pasti. Hanya sedikit industri tempe yang mendaftarkan usahanya ke Departemen Perindustrian. Akan tetapi kebanyakan industri tempe tercatat dalam keanggotaan KOPTI ( Koperasi Tahu Tempe Indonesia). Berdasarkan data yang diperoleh dari KOPTI, sampai saat ini di Kabupaten Bogor terdapat 786 penggrajin tempe dengan persentase peningkatan 10% pertahun sampai dengan tahun 1999.

18 Sedangkan di wilayah kotamadya terdapat 165 pengrajin tempe. Berbeda dengan Kabupaten Bogor, kotamadya Bogor mengalami penurunan jumlah pengrajin tempe sebesar 50%. Penurunan ini terjadi karena beberapa wilayah pelayanan yang dulu tergabung dalam KOPTI kotamadya Bogor sekarang berpindah ke KOPTI daerah masing-masing seperti Kabupaten Bogor, Sukabumi dan Cianjur. Industri tempe yang tergabung dalam keanggotaan KOPTI Kotamadya Bogor tersebar dalam 17 wilayah pelayanan yang terdapat dalam 5 kecamatan yaitu Bogor barat, Bogor timur, Bogor tengah, Bogor selatan dan Bogor utara, sedangkan di Kabupaten Bogor tersebar kedalam 19 wilayah pelayanan. Setiap wilayah pelayanan dikepalai oleh seorang kepala wilayah pelayanan kedelai (KWP) yang ditetapkan dari KOPTI. Wilayah pelayanan kedelai di Kabupaten Bogor meliputi Cimanggis, Citeureup, Cibinong, Sawangan 1 dan 2, Parung 1 dan 2, Depok 1 dan 2, Semplak, Kedung Halang, Cimanggu 1 dan 2, Ciawi, Caringin, Pancasan, Cikreteg, Leuwiliang, dan Ciampea. Jumlah industri tempe yang terdapat pada Kabupaten bogor dapat dilihat pada tabel 2.

19 Tabel 2. Rekapitulasi jumlah Anggota KOPTI Kabupaten Bogor No Wilayah pelayanan Jumlah anggota 1 Cimanggis 65 2 Citeureup Cibinong 56 4 Sawangan Sawangan Parung Parung Depok Depok Semplak Kedung Halang Cimanggu Cimanggu Ciawi 8 15 Caringin 2 16 Pancasan 7 17 Cikreteg Leuwiliang Ciampea 33 Jumlah 786 Sumber : KOPTI Kabupaten Bogor tahun 1999 (diolah) 2. Skala Pemakaian Bahan Baku Sebelum monopoli BULOG atas kedelai impor dicabut para pengrajin tempe mendapatkan kedelai dari KOPTI. Setiap anggota KOPTI berhak memperoleh jatah yang telah ditetapkan. Untuk mempermudah pengambilan jatah, setiap wilayah memiliki seorang kepala wilayah pelayanan yang akan mendistribusikan kedelai dari KOPTI. Akan tetapi setelah monopoli BULOG dicabut para pengrajin tempe mendapatkan kedelai dari luar KOPTI yaitu di toko-toko Cina. Dari semua anggota KOPTI, 70% pengrajin tempe membeli kedelai dari pedagang Cina dan 30% pengrajin tempe memperoleh kedelai dari KOPTI. Pada akhir tahun 2005 KOPTI melakukan pendataan pemakain bahan baku ke wilayahwilayah pelayanan. Dari hasil pendataan diperoleh skala kebutuhan kedelai di Kabupaten Bogor antara kg/hari dengan rata-rata pemakaian 75 kg/hari. Dalam sebulan kedelai yang dipakai untuk produksi tempe sekitar

20 875 ton. Sedangkan di Kotamadaya Bogor skala kebutuhan bahan baku antara kg/hari dengan rata-rata pemakaian 75 kg/hari. Dalam sebulan kebutuhan bahan baku kedelai di Kotamadya Bogor sebesar 300 ton. Hampir sama dengan di Kabupaten sumber perolehan bahan baku kedelai pengrajim berasal dari pedagang Cina, hanya 10% pengrajin tempe yang mengambil bahan baku kedelai dari KOPTI. 3. Permasalahan Industri Tempe di Bogor Masalah utama yang dihadapi para pengrajin tempe adalah biaya produksi yang semakin tinggi. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) menjadikan harga kedelai dan harga bahan-bahan seperti kemasan baik plastik maupun daun, ragi dan minyak tanah menjadi naik. Kenaikan harga barang-barang tersebut telah menyebabkan biaya produksi yang dikeluarkan juga semakin besar. Kondisi ini sangat dirasakan oleh para pengrajin tempe yang mempunyai modal pas-pasan sehingga jalan keluar yang terbaik untuk bertahan dalam industri tempe adalah dengan mengurangi volume produksi. Pemasaran untuk menyalurkan tempe dari produsen ke konsumen pada industri tempe masih merupakan masalah. Hal ini dikarenakan kurang dikuasainya informasi pasar yang berkaitan dengan pola permintaan konsumen baik jenis, jumlah, mutu dan harga produk. Selain itu kurangnya kemampuan dalam strategi pemasaran serta terbatasnya wilayah pemasaran juga menjadi masalah di industri tempe. Masalah lain dari industri tempe adalah kurangnya rasa memiliki anggota terhadap KOPTI. Padahal dengan partisipasi anggota terhadap KOPTI maka peran-peran KOPTI seperti pembinaan, penyuluhan, adanya simpanan kesejahteraan, dan tunjangan kesejahteraan akan sangat membantu kesejahteraan pengrajin tempe.

21 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Industri tempe Eksplorasi 6 aspek pendukung sukses Diagram cartesius Perkembangan pemakaian bahan baku Pengelompokan Industri Kelompok industri I Kelompok industri II Kelompok industri III Kelompok industri IV Pembandingan Verifikasi di lapangan Faktor kunci sukses Keterangan : I : industri kecil tempe berpeluang sukses II : industri kecil tempe sangat sukses III : industri kecil tempe sukses IV : industri tempe kurang sukses Gambar 1. Kerangka berfikir penelitian

22 Industri tempe merupakan salah satu agroindustri rumah tangga yang sangat potensial untuk dikembangkan. Hal ini dikarenakan industri tempe telah mampu menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan, dan meningkatkan perekonomian masyarakat pedesaan. Ditengah-tengah persaingan dengan industri rumah tangga lain baik yang dalam bidang pangan maupun non pangan serta iklim usaha yang semakin sulit menuntut industri tempe untuk lebih kreaktif dalam menjalankan usaha. Agar dapat bertahan dan berkembang industri tempe perlu mengetahui faktor kunci sukses dalam berwiraswasta tempe. Pengetahuan faktor kunci sukses berwirausaha tempe akan membantu para pengrajin tempe dalam menjalankan usaha. Selain itu pengetahuan faktor kunci sukses dalam berwirausaha tempe juga akan membantu pihak-pihak yang terkait dalam pembinaan untuk membina para pengrajin tempe secara efektif dan efisien. Untuk mengetahui informasi tentang faktor kunci sukses dalam berwirausaha tempe perlu diadakan suatu penelitian survei. Faktor kunci sukses diperoleh dengan mengeksplorasi enam faktor pendukung kesuksesan yang meliputi aspek umum, pengadaan bahan baku, SDM, finansial, produksi dan pemasaran. Dari eksplorasi akan diketahui kondisi umum industri tempe di lokasi penelitian. Setelah diketahui kondisi umum industri tempe, kemudian industri tempe dikelompokkan kedalam empat kelompok industri yaitu industri berpeluang sukses, industri sangat sukses, industri sukses dan industri kurang sukses. Pengelompokan menggunakan diagram cartesius perkembangan pemakaian bahan baku selama empat tahun terakhir. Alasan pemakaian bahan baku digunakan sebagai parameter adalah karena bahan baku merupakan faktor yang sangat kritis dalam industri tempe. Ketersediaan kedelai impor sangat berpengaruh terhadap kelangsungan usaha tempe. Dari kelompok-kelompok industri tempe tersebut kemudian akan dibandingkan faktor pendukung kesuksesan usaha. Untuk memperkuat dugaan terhadap halhal yang menjadi faktor kunci sukses, maka dilakukan verifikasi di lapangan.

23 B. Langkah-langkah Penelitian Penentuan tujuan penelitian Studi pustaka ( metode penelitian survei, cara penyusunan kuesioner, penyebaran industri tempe) Pemilihan lokasi dan waktu penelitian Pengambilan sampel Pembuatan kuesioner Pengumpulan data Tabulasi data Analisa data Pembuatan laporan Gambar 2. Langkah-langkah penelitian

24 Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode penelitian survei, pengamatan langsung dan wawancara terhadap responden. Masalah yang diteliti adalah profil dan faktor-faktor kunci sukses dari industri tempe yang berada di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor. Proses pengkajian masalah khusus ini terdiri dari kegiatan-kegiatan yang dimulai dengan penentuan tujuan penelitian, studi pustaka, pemilihan lokasi dan waktu penelitian, pengambilan sampel, pembuatan kuesioner, pengumpulan data, tabulasi data, analisis data, dan pembuatan laporan. Langkah-langkah penelitian secara terperinci ialah : 1. Penentuan tujuan penelitian Tujuan penelitian merupakan hal yang mendasari landasan berfikir untuk menentukan langkah-langkah penelitian dan pemecahan masalah yang ingin dicapai sehingga penelitian akan menjadi terarah. 2. Studi pustaka Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan pengetahuan dan wawasan mengenai topik yang dikaji dalam hal ini berkaitan dengan profil industri tempe berdasarkan tingkat kesuksesannya. Selain itu studi pustaka juga digunakan untuk mendapatkan informasi tentang metode penelitian, yaitu metode survei. Studi pustaka diperoleh dari buku-buku, internet, skripsi maupun laporan-laporan lain yang berhubungan dengan topik penelitian. 3. Pemilihan lokasi dan waktu penelitian Pemilihan lokasi pada penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) yaitu di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Dalam penentuan lokasi ini berdasarkan pada pertimbangan : (1) daerah tersebut merupakan salah satu daerah sentra produksi tempe di Kabupaten Bogor ; (2) daerah tersebut relatif dekat dengan tempat tinggal peneliti sehingga dapat menekan biaya penelitian. Waktu penelitian dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama mengumpulkan data sekunder yang diperlukan dan dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2005, sedangkan tahap kedua mengumpulkan data primer di

25 lapang yang dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober Tahap akhir yaitu pengolahan dan analisa data, serta pembuatan laporan. 4. Pengambilan sampel Industri kecil tempe yang dijadikan sampel dalam penelitian adalah industri tempe yang berada di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor yang terdaftar di Koperasi Tahu Tempe Indonesia (KOPTI) Kabupaten Bogor maupun yang tidak terdaftar pada instansi tersebut. Industri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah industri yang memenuhi kriteria Undang-Undang no 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil yang menyatakan bahwa industri kecil merupakan kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta tidak termasuk bangunan tempat usaha dan memiliki omset tahunan paling banyak Rp 1 milyar. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 20 responden dari 104 responden pengrajin tempe yang ada di Kecamatan Parung (19 persen dari populasi). Cara pengambilan sampel ini didasarkan pada pendapat Gay (1981) di dalam Ruseffendi (1994) yang menyatakan bahwa ukuran sampel minimum yang dapat diterima dalam penelitian survei atau deskriptif adalah 10 persen dari jumlah populasi yang besar (lebih dari 50) sedangkan untuk populasi kecil (kurang dari 50) minimum 20 persen dari jumlah populasi. Pengambilan sampel tersebut dilakukan secara acak sederhana, yaitu sebuah sampe yang diambil sedemikian rupa sehingga tiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel (Singarimbun dan Effendi, 1989). Namun dari penelitian ini juka suatu industri kecil tempe tidak berhasil diwawancarai, baik karena industri sudah tutup, pindah maupun tidak bersedia, maka diganti dengan industri lain sebagai sampel. 5. Pembuatan kuesioner Kuesioner merupakan salah satu instrumen dalam penelitian, terutama penelitian survei. Pembuatan kuesioner disesuaikan dengan tujuan dari penelitian yakni untuk mengkaji profil industri tempe berdasarkan tingkat kesuksesan, (dilihat dari enam aspek yang telah disebutkan diatas).

26 Keenam aspek tersebut dijabarkan menjadi 22 faktor pendukung sukses, sehingga kuesioner yang disusun memuat pertanyaan-pertanyaan : a. Kondisi umum meliputi lama usaha, investasi, sumber modal, dan legalitas dari pemerintah. b. Pengadaan bahan baku meliputi jenis kedelai, sistem pembayaran, asal kedelai, jarak lokasi usaha dengan tempat pembelian, cara pembayaran bahan baku, dan persyaratan kedelai. c. Sumber daya manusia meliputi perkembangan jumlah tenaga kerja, pendidikan tenaga kerja, sistem pengupahan, dan pembagian peran. d. Finansial meliputi pencatatan keuangan, pemisahan uang pribadi dan uang usaha, penambahan modal dari setiap keuntungan, dana khusus untuk pemilik, dan penentuan harga produk. e. Produksi meliputi kapasitas produksi, penanganan terhadap limbah, perhatian terhadap peralatan dan penanganan terhadap produk yang tidak terjual ataupun produk rijek. f. Pemasaran meliputi wilayah pemasaran, sasaran pasar, tenaga pemasar, alat transportasi, dan evaluasi kegiatan pemasaran. Pertanyaan yang disusun terdiri dari pertanyaan yang bersifat semi terbuka (jawaban sudah tersusun tetapi masih ada kemungkinan tambahan jawaban). 6. Pengumpulan data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam terhadap responden dengan menggunakan kuesioner serta pengamatan langsung ke industri. Wawancara dilakukan dengan mendatangi satu persatu ke responden pengrajin tempe. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Kantor Kecamatan Parung, Dinas Perindustrian, Dinas Kesatuan Bangsa serta Koperasi Tahu Tempe Indonesia (KOPTI) Kotamadya dan Kabupaten Bogor. 7. Tabulasi data Data yang diperoleh dari hasil survei, diskusi dan pengamatan langsung akan ditabulasikan dengan menggunakan perangkat komputer

27 (program microsoft office word) sehingga diharapkan akan mempermudah dalam melakukan analisa data. 8. Analisa data Analisis data terdiri dari : a. Pengelompokan industri tempe berdasarkan tingkat kesuksesan Dalam menentukan tingkat kesuksesan dari industri tempe, masing-masing industri tempe dipetakan ke dalam diagram cartesius perkembangan pemakaian bahan baku, dimana sumbu mendatar (X) menunjukkan rata-rata jumlah pemakaian bahan baku responden, sedangkan sumbu tegak (Y) menunjukkan rata-rata kenaikan jumlah pemakaian bahan baku responden. Y Rata-rata kenaikan/penurunan pemakaian bahan baku selama empat tahun terakhir (kg/4 tahun) tinggi berpeluang sukses sangat sukses (I) (II) Y rendah kurang sukses sukses (IV) (III) rendah X tinggi X Rata-rata jumlah pemakaian bahan baku per hari selama empat tahun terakhir (kg/hari) Gambar 3. Diagram cartesius perkembangan pemakaian bahan baku

28 Keterangan : X = Rata-rata pemakaian bahan baku seluruh responden pengrajin tempe selama empat tahun terakhir Y = Rata-rata kenaikan atau penurunan pemakaian bahan baku seluruh responden selama empat tahun terakhir. Rumus X dan Y adalah sebagai berikut : n = jumlah responden X = n n Xi i=1 Y = n i=1 n Yi Dari gambar 3 tersebut dapat dijelaskan pengelompokkan industri tempe berdasarkan tingkat keberhasilannya sebagai berikut : I. Industri berpeluang sukses Industri yang berada pada kuadran ini dapat dikatakan berpeluang sukses karena walaupun rata-rata jumlah pemakaian bahan baku yang rendah, namun memiliki rata-rata kenaikan pemakaian bahan baku yang tinggi. II. Industri sangat sukses Industri kecil yang berada pada kuadran ini merupakan industri kecil yang sangat sukses. Hal ini ditandai dengan rata-rata jumlah pemakaian bahan baku yang tinggi dan rata-rata kenaikan pemakaian bahan baku yang juga tinggi. III. Industri sukses Industri kecil yang berada pada kuadran ini dapat dikatakan sukses, karena memiliki rata-rata jumlah pemakaian bahan baku yang tinggi, walaupun tidak ada peningkatan pemakaian bahan baku.

29 IV. Industri kurang sukses Industri kecil yang berada pada kuadran ini dapat dikatakan kurang sukses. Hal ini ditandai dengan rendahnya rata-rata jumlah pemakaian bahan baku dan rendahnya rata-rata kenaikan pemakaian bahan baku. Pada kelompok ini juga ditandai dengan penurunan pemakaian bahan baku. b. Penentuan faktor kunci sukses dari industri kecil tempe Faktor kunci sukses diperoleh dengan cara membandingkan antara industri kecil tempe yang tergolong sangat sukses dan sukses dengan industri kecil tempe yang lainnya. Pembandingan dilakukan dengan melihat hal yang membedakan antar kelompok industri, dari enam aspek yang dijabarkan menjadi 22 faktor. Hal-hal yang dilakukan oleh industri yang sangat sukses dan sukses, yang umumnya tidak dilakukan industri yang kurang sukses ditentukan sebagai faktor kunci sukses industri kecil tempe. 9. Pembuatan laporan Hasil penelitian ini akan didokumentasikan dalam bentuk laporan tertulis yakni laporan skripsi.

30 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. IDENTIFIKASI TINGKAT KESUKSESAN INDUSTRI KECIL TEMPE Dalam mengidentifikasi kesuksesan industri kecil tempe indikator yang digunakan adalah perkembangan pemakaian bahan baku. Penentuan kriteria ini mengambil asumsi bahwa perkembangan pemakaian bahan akan berpengaruh terhadap perkembangan omset dan juga keuntungan dari indsutri kecil tempe. Berdasarkan kriteria Departemen Perindsutrian perkembangan pemakaian bahan juga merupakan salah satu indikator keberhasilan industri kecil. Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa para pengrajin tempe sangat tergantung kepada kedelai impor yang harganya semakin naik setelah terjadinya krisis ekonomi dan subsidi dari pemerintah dicabut sejak September Peningkatan harga kedelai impor mengakibatkan beberapa pengrajin tempe di lokasi penelitian tidak berproduksi lagi. Berdasarkan hal tersebut maka kemampuan mengakses dan menggunakan bahan baku kedelai impor merupakan salah satu indikator kesuksesan industri kecil tempe. Perkembangan pemakaian bahan baku kedelai impor selama empat tahun dari setiap responden dapat dilihat pada tabel 3.

31 Tabel 3. Perkembangan pemakain bahan baku No Nama Pemakaian bahan baku (kg/hari) pada tahun responden Rutaji Carsian Casmani Caridi Mito Tasheri Rayubi Kartubi Sigit H. Abdul Karim Warniah Suheri Karsiban Syawal H. Munaji Sarwo Udi Susanto Tambar Sumitro Sukarnen Untuk mengetahui tingkat kesuksesan dari setiap responden pengrajin tempe, terlebih dahulu harus diketahui rata-rata pemakaian bahan baku dan rata-rata kenaikan pemakaian bahan baku. Sedangkan kecenderungan pemakain bahan baku diperoleh dengan cara regresi linier. Rata-rata pemakaian bahan baku dan rata-rata kenaikan bahan baku dari setiap responden dapat dilihat pada tabel 4.

32 Tabel 4. Rata-rata pemakaian bahan baku dan kenaikan pemakaian bahan baku dari setiap responden No Nama responden X (kg/hari) Y (kg / 4 tahun) Kecenderungan 1 Rutaji tetap 2 Carsian tetap 3 Casmani naik 4 Caridi 50 0 tetap 5 Mito naik 6 Tasheri turun 7 Rayubi tetap 8 Kartubi 90 3 naik 9 Sigit turun 10 H. Abdul Karim tetap 11 Warniah naik 12 Suheri tetap 13 Karsiban naik 14 Syawal tetap 15 H. Munaji turun 16 Sarwo naik 17 Udi Susanto turun 18 Tambar naik 19 Sumitro tetap 20 Sukarnen tetap Rata-rata 114 ( X ) 2.19 (Y )

33 Keterangan : X = Rata-rata pemakaian bahan baku selama empat tahun terakhir setiap responden pengrajin tempe. Y = Rata-rata kenaikan atau penurunan pemakaian bahan baku selama empat tahun terakhir dari setiap responden pengrajin tempe. X = Rata-rata pemakaian bahan baku seluruh responden pengrajin tempe selama 4 tahun terakhir. Y = Rata-rata kenaikan atau penurunan pemakaian bahan baku seluruh responden selama 4 tahun terakhir. Setelah diketahui rata-rata pemakaian bahan baku dan rata-rata kenaikan bahan baku dari setiap responden maka selanjutnya menentukan posisi industri kecil tempe. Salah satu cara yang digunakan dalam menentukan posisi industri kecil tempe adalah dengan menggunakan diagram cartesius perkembangan pemakaian bahan baku. Pada sumbu vertikal yang menjadi ukuran adalah rata-rata kenaikan pemakaian bahan baku selama empat tahun terakhir, sedangkan sumbu horizontal yang menjadi ukuran adalah rata-rata pemakaian bahan baku selama empat tahun terakhir. Industri kecil yang berada pada kuadran I adalah Casmani, Mito, Kartubi, Warniah, Karsiban, dan Sarwo. Responden pada posisi ini dapat dikatakan berpeluang sukses, karena walaupun rata-rata pemakaian bahan baku rendah tetapi memiliki rata-rata kenaikan pemakaian bahan baku yang tinggi. Industri kecil tempe yang berada pada kuadran ini jika dapat terus mengoptimalkan pemakaian bahan bakunya pada waktu-waktu mendatang tentu akan sukses. Industri yang berada pada kuadran II adalah Tambar. Responden di posisi ini dikatakan sangat sukses karena dengan rata-rata pemakaian bahan baku yang tinggi juga disertai rata-rata kenaikan pemakaian bahan baku yang tinggi juga atau diatas rata-rata kenaikan pemakaian bahan baku yaitu diatas Pada waktu mendatang jika kenaikan pemakain bahan baku terus bertambah dan dapat memperluas pasar serta konsumen maka industri akan berkembang semakin pesat.

34 Industri kecil yang berada pada kuadran III adalah Rutaji, Carsian, Rayubi, H. Abdul Karim, Udi Susanto, Sumitro, dan Sukarnen. Industri tempe yang berada pada posisi ini tergolong sukses karena memiliki rata-rata pemakaian bahan baku selama empat tahun terakhir yang tinggi atau diatas rata-rata responden industri kecil tempe yaitu diatas 114 kg/hari, walaupun tidak ada kenaikan pemakaian bahan baku selama empat tahun terakhir atau jika ada rata-rata kenaikan pemakaian bahan baku berada dibawah rata-rata kenaikan pemakaian bahan baku responden di lokasi penelitian. Kondisi pemakaian bahan baku yang tetap yang ini dikarenakan konsumen dan pasar yang tidak berubah. Para pengrajin pada kuadran ini umumnya takut tidak terjual produknya ketika pemakaian bahan baku dinaikkan. Industri kecil yang berada pada kuadran IV ditandai dengan jumlah pemakaian bahan baku selama empat tahun terakhir yang rendah atau dibawah rata-rata pemakaian bahan baku responden industri kecil tempe di lokasi penelitian, serta tidak ada kenaikan pemakaian bahan baku atau pun jika ada rendah dan bahkan mengalami penurunan. Pada kuadran ini yang menempati adalah Caridi, Tasheri, Sigit, Suheri, Syawal, dan H. Munaji. Pada kondisi ini industri kecil dikatakan kurang sukses. Hal ini dikarenakan selama kurun empat tahun terakhir tidak dapat menaikan pemakaian bahan baku dan ratarata pemakaian bahan baku juga rendah. Kondisi ini selain disebabkan pasar yang tetap, juga karena kalah bersaing dengan industri kecil tempe yang sukses. Hasil pemetaaan responden ke dalam diagram cartesius perkembangan pemakaian bahan baku dapat dilihat pada gambar 4.

35 Rata-rata perkembnagan pemakaian bahan baku (kg/4 tahun) selama 4 tahun terakhir I 3 11 II Y 4 12/14 7 1/ Rata-rata pemakaian bahan baku (kg/hari) selama 4 tahun terakhir IV 15 III 17 X Gambar 4. Posisi kesuksesan industri kecil tempe Keterangan : 1. Rutaji 10. H. Abdul karim 19. Sumitro 2. Carsian 11. Warniah 20. Sukarnen 3. Casmani 12. Suheri 4. Caridi 13. Karsiban 5. Mito 14. Syawal 6. Tasheri 15. H. Munaji 7. Rayubi 16. Sarwo 8. Kartubi 17. Udi susanto 9. Sigit 18. Tambar I. Industri kecil tempe berpeluang sukses II. Industri kecil tempe sangat sukses III. Industri kecil tempe sukses IV. Industri kecil tempe kurang sukses

36 B. PROFIL INDUSTRI TEMPE DAN IDENTIFIKASI FAKTOR YANG DIDUGA MENJADI KUNCI SUKSES Deskripsi profil industri tempe diperoleh berdasarkan hasil wawancara dan diskusi yang dibantu dengan kuesioner, yang dilakukan pada pengrajin tempe, baik yang terdaftar sebagai anggota KOPTI maupun bukan anggota KOPTI di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor. Dalam mendiskripsikan profil, industri tempe yang tergolong sukses dan sangat sukses dikelompokan menjadi satu kedalam kelompok industri tempe sukses sedangkan industri tempe berpeluang sukses dan kurang sukses dikelompokan menjadi industri tempe kurang sukses. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam mengidentifikasi faktor kunci sukses. Profil industri tempe yang didentifikasi meliputi 22 faktor seperti yang tertera pada tabel 5. Tabel 5. Profil masing-masing kelompok industri kecil tempe No Faktor pendukung sukses 1 Tingkat pendidikan pengusaha 2 Keikutsertaan dalam pelatihan kewirausahaan 3 Keanggotaan Industri berpeluang tidak tamat SD (2) SD (3) SLTP (1) ya (1) tidak (6) ya (2) KOPTI tidak (4) 4 Asal kedelai importir Cina (4) pedagang kedelai (2) 5 Sumber modal sendiri (5) pinjaman (1) Industri sangat sukses SD (1) Industri sukses tidak tamat SD (1) SD (5) SLTA (1) ya (1) ya (3) tidak (4) Industri kurang sukses tidak tamat SD ( 2) SD (3) SLTP (1) ya (1) tidak (5) ya (1) ya (7) ya (4) tidak (2) pedagang importir importr Cina kedelai (1) Cina (7) (3) koperasi (1) pedagang sendiri dan pinjaman (1) sendiri (5) sendiri dan pinjaman (2) kedelai (2) sendiri (6)

SKRIPSI. STUDI PROFIL INDUSTRI TEMPE BERDASARKAN TINGKAT KESUKSESAN (Studi Kasus Industri Tempe di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor)

SKRIPSI. STUDI PROFIL INDUSTRI TEMPE BERDASARKAN TINGKAT KESUKSESAN (Studi Kasus Industri Tempe di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor) SKRIPSI STUDI PROFIL INDUSTRI TEMPE BERDASARKAN TINGKAT KESUKSESAN (Studi Kasus Industri Tempe di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor) Oleh ENDAR SUTRISNO F24101055 2006 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang dan masalah Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia menjadi sebuah negara industri yang tangguh dalam jangka panjang. Hal ini mendukung Peraturan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Produksi dan Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Produksi dan Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam. Letaknya yang secara geografis dilalui oleh garis khatulistiwa menjadikan Indonesia memiliki iklim tropis yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis dan agroindustri pada dasarnya menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha Mikro dan Kecil (UMK), yang merupakan bagian integral. dunia usaha nasional mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang

I. PENDAHULUAN. Usaha Mikro dan Kecil (UMK), yang merupakan bagian integral. dunia usaha nasional mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Usaha Mikro dan Kecil (UMK), yang merupakan bagian integral dunia usaha nasional mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat penting dan strategis

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tempe merupakan makanan yang terbuat dari biji kedelai atau beberapa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tempe merupakan makanan yang terbuat dari biji kedelai atau beberapa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tempe merupakan makanan yang terbuat dari biji kedelai atau beberapa bahan lain yang diproses melalui fermentasi yang secara umum dikenal sebagai ragi tempe. Lewat

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI I. KINERJA AGRO TAHUN 2012 II. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGRO III. ISU-ISU STRATEGIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, peranan Industri Kecil Menengah (IKM) dikaitkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, peranan Industri Kecil Menengah (IKM) dikaitkan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia, peranan Industri Kecil Menengah (IKM) dikaitkan dengan upaya pemerintah untuk mengatasi pengangguran, memperluas kesempatan kerja, memerangi

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan besar untuk menggerakkan roda perekonomian. Pada saat usaha besar tidak mampu mempertahankan eksistensinya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor industri mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian negara Indonesia. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia yaitu sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN BOGOR. Oleh DIYAH RATNA SARI H

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN BOGOR. Oleh DIYAH RATNA SARI H ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN BOGOR Oleh DIYAH RATNA SARI H14102075 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mulyadi, 2014 Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Terhadap Keberhasilan Usaha

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mulyadi, 2014 Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Terhadap Keberhasilan Usaha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada umumnya pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara sedang berkembang mempunyai tujuan untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang hasilnya secara merata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor industri mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Secara umum sektor ini memberikan kontribusi yang besar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah suatu usaha yang

PENDAHULUAN. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah suatu usaha yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah suatu usaha yang menjadi motor penggerak bagi pertumbuhan ekonomi di banyak negara di dunia. UMKM khususnya di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Usaha Kecil, Menengah (UKM) dan Usaha Besar (UB) di Jawa Barat Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Usaha Kecil, Menengah (UKM) dan Usaha Besar (UB) di Jawa Barat Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini perkembangan dunia usaha sedang meningkat pesat, terlihat bahwa usaha kecil dan menengah (UKM) memiliki peranan yang sangat besar untuk pembangunan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam. secara langsung maupun secara tidak langsung dalam pencapaian tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam. secara langsung maupun secara tidak langsung dalam pencapaian tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional, hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

96% responden telah beroperasi antara 4 tahun hingga lebih dari 10 tahun, hanya 4% yang baru beroperasi selama 1-3 tahun.

96% responden telah beroperasi antara 4 tahun hingga lebih dari 10 tahun, hanya 4% yang baru beroperasi selama 1-3 tahun. BOKS 1 HASIL QUICK SURVEY DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KINERJA UMKM DI PROVINSI BENGKULU Krisis keuangan global yang dipicu oleh krisis subprime mortgage di Amerika Serikat memberikan dampak negatif

Lebih terperinci

wbab I PENDAHULUAN No Indikator Satuan Tahun 2011 *) TAHUN 2012 **) PERKEMBANGAN TAHUN Jumlah % Jumlah % Jumlah %

wbab I PENDAHULUAN No Indikator Satuan Tahun 2011 *) TAHUN 2012 **) PERKEMBANGAN TAHUN Jumlah % Jumlah % Jumlah % 1 wbab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang di kawasan Asia Tenggara yang terus berupaya untuk mencapai pembangunan ekonomi ke arah yang lebih baik.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki peranan yang penting bagi pertumbuhan pembangunan

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki peranan yang penting bagi pertumbuhan pembangunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian sebagai penyedia dan pemenuh kebutuhan pangan di Indonesia memiliki peranan yang penting bagi pertumbuhan pembangunan perekonomian nasional. Sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecil merupakan bagian dari dunia usaha nasional yang. mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. kecil merupakan bagian dari dunia usaha nasional yang. mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat strategis dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha kecil merupakan bagian dari dunia usaha nasional yang mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat strategis dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian mempunyai peranan penting pada negara berkembang seperti di Indonesia. Kontribusi sektor pertanian ini sangat berpengaruh untuk pembangunan negara. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali di Indonesa. Peranan UMKM dalam perekonomian Indonesia diakui

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali di Indonesa. Peranan UMKM dalam perekonomian Indonesia diakui 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu bagian penting dalam membangun perekonomian suatu negara ataupun daerah, tidak terkecuali di Indonesa.

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN DAYA SAING SERTA DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP INDUSTRI TEMPE DI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN DAYA SAING SERTA DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP INDUSTRI TEMPE DI KABUPATEN BOGOR ANALISIS NILAI TAMBAH DAN DAYA SAING SERTA DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP INDUSTRI TEMPE DI KABUPATEN BOGOR (Kasus : Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup) Oleh: MERIKA SONDANG SINAGA A14304029 PROGRAM

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

Karakteristik Keluarga : Besar Keluarga Pendidikan Suami Pekerjaan Suami Pendapatan Keluarga Pengeluaran Keluarga. Persepsi Contoh terhadap LPG

Karakteristik Keluarga : Besar Keluarga Pendidikan Suami Pekerjaan Suami Pendapatan Keluarga Pengeluaran Keluarga. Persepsi Contoh terhadap LPG KERANGKA PEMIKIRAN Program konversi minyak tanah ke LPG dilakukan melalui pembagian paket LPG kg beserta tabung, kompor, regulator dan selang secara gratis kepada keluarga miskin yang jumlahnya mencapai.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam peningkatan perekonomian daerah, peningkatan pendapatan devisa nasional

BAB I PENDAHULUAN. dalam peningkatan perekonomian daerah, peningkatan pendapatan devisa nasional BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) telah banyak berkontribusi dalam peningkatan perekonomian daerah, peningkatan pendapatan devisa nasional dan penyerapan tenaga

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan.  [10 II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi tinjauan komoditas kedelai, khususnya peranan kedelai sebagai sumber protein nabati bagi masyarakat. Tidak hanya itu, kedelai juga ditinjau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun sektor industri adalah satu dari beberapa yang bertahan dari krisis

BAB I PENDAHULUAN. namun sektor industri adalah satu dari beberapa yang bertahan dari krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketika terjadi krisis ekonomi 1998, ekonomi di Indonesi sangat mengalami keterpurukan sektor-sektor pendorong ekonomi juga ikut terpuruk namun sektor industri adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persebaran penduduk yang tidak merata, dan sebagainya. Pada Maret 2016,

BAB I PENDAHULUAN. persebaran penduduk yang tidak merata, dan sebagainya. Pada Maret 2016, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat (sumber: www.kemenkopmk.go.id).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik. financial openness). Keuntungan dari keterbukaan

BAB I PENDAHULUAN. adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik. financial openness). Keuntungan dari keterbukaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Arus globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan

I PENDAHULUAN. (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada prinsipnya pengertian agribisnis adalah merupakan usaha komersial (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) 2.1.1 Pengertian UMKM Beberapa defenisi dari UMKM memiliki pengertian yang berbeda berdasarkan sumbernya (Hubeis, 2009; Tambunan, 2009)

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 47 TAHUN : 2010 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 63 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum Wilayah Kota Bogor Kota Bogor terletak diantara 16 48 BT dan 6 26 LS serta mempunyai ketinggian minimal rata-rata 19 meter, maksimal 35 meter dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam perekonomian Indonesia, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam perekonomian Indonesia, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perekonomian Indonesia, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar. Selain itu kelompok ini terbukti tahan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 18 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian dari pembangunan ekonomi Nasional yang bertumpu pada upaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya alam yang melimpah. Kekayaan atas sumber daya air, sumber daya lahan, sumber daya hutan, sumber

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) OLEH NITTA WAHYUNI H

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) OLEH NITTA WAHYUNI H ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH (2001-2005) OLEH NITTA WAHYUNI H14102083 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian ke depan. Globalisasi dan liberasi

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah yang dimanfaatkan sebagian besar penduduk dengan mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan 38 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan untuk memperoleh dan menganalisis data yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia masih terus berupaya untuk meningkatkan kegiatan perekonomian. Hal ini dapat berdampak bagi kemajuan ekonomi Indonesia yang dapat dilihat dari semakin berkembangnya

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN. 8 [15 Januari 2010]

IV METODE PENELITIAN. 8  [15 Januari 2010] IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kawasan industri tempe Semanan, Jakarta Barat, Propinsi DKI Jakarta. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pemerataan pembangunan ekonomi merupakan hasil yang diharapkan oleh seluruh masyarakat bagi sebuah negara. Hal ini mengingat bahwa tujuan dari pembangunan

Lebih terperinci

DAMPAK KENAIKAN HARGA KEDELAI TERHADAP EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN USAHA TEMPE DENGAN PENDEKATAN STOCHASTIC FRONTIER

DAMPAK KENAIKAN HARGA KEDELAI TERHADAP EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN USAHA TEMPE DENGAN PENDEKATAN STOCHASTIC FRONTIER DAMPAK KENAIKAN HARGA KEDELAI TERHADAP EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN USAHA TEMPE DENGAN PENDEKATAN STOCHASTIC FRONTIER (Studi Kasus di Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor) SILMY AMALIA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari sektor pertanian. Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berjalannya pembangunan ekonomi nasional dalam jangka panjang. dapat dilihat dari bergeraknya roda perekonomian melalui peningkatan

I. PENDAHULUAN. Berjalannya pembangunan ekonomi nasional dalam jangka panjang. dapat dilihat dari bergeraknya roda perekonomian melalui peningkatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Peranan Perbankan Berjalannya pembangunan ekonomi nasional dalam jangka panjang dapat dilihat dari bergeraknya roda perekonomian melalui peningkatan investasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersedianya lapangan pekerjaan yang dapat menyediakan pekerjaan bagi

BAB I PENDAHULUAN. tersedianya lapangan pekerjaan yang dapat menyediakan pekerjaan bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini pengangguran di Indonesia semakin banyak karena tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang dapat menyediakan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan sila Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan sila Pancasila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pembangunan daerah Bali merupakan salah satu bagian dari pembangunan nasional yang meliputi berbagai aspek kehidupan baik fisik maupun mental yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) mencerminkan wujud nyata sebagian besar kehidupan sosial dan ekonomi dari rakyat Indonesia. Peran usaha

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H14102092 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

RINGKASAN. RAHMAWATI. Analisis Peramalan Ekspor Batubara dan Dampaknya Terhadap Perekonomian Indonesia. Dibimbing oleh DJONI HARTONO.

RINGKASAN. RAHMAWATI. Analisis Peramalan Ekspor Batubara dan Dampaknya Terhadap Perekonomian Indonesia. Dibimbing oleh DJONI HARTONO. RINGKASAN RAHMAWATI. Analisis Peramalan Ekspor Batubara dan Dampaknya Terhadap Perekonomian Indonesia. Dibimbing oleh DJONI HARTONO. Negara Indonesia mempunyai kandungan sumberdaya alam berlimpah salah

Lebih terperinci

8.1. Keuangan Daerah APBD

8.1. Keuangan Daerah APBD S alah satu aspek pembangunan yang mendasar dan strategis adalah pembangunan aspek ekonomi, baik pembangunan ekonomi pada tatanan mikro maupun makro. Secara mikro, pembangunan ekonomi lebih menekankan

Lebih terperinci

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012 Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012 I. Pendahuluan Setelah melalui perdebatan, pemerintah dan Komisi XI DPR RI akhirnya menyetujui asumsi makro dalam RAPBN 2012 yang terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dalam suatu negara sangat penting, karena pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal dan mandiri. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lapangan usaha perdagangan, hotel dan restoran (rumah makan) merupakan lapangan usaha yang sangat berperan terhadap perekonomian Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang disertai terjadinya perubahan struktur ekonomi. Menurut Todaro

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang disertai terjadinya perubahan struktur ekonomi. Menurut Todaro BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam proses pembangunan salah satu indikator keberhasilan pembangunan Negara berkembang ditunjukkan oleh terjadinya pertumbuhan ekonomi yang disertai terjadinya perubahan

Lebih terperinci

POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS"

POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS" Oleh : Imas Nur ' Aini21 Abstrak Usaha peternakan ayam ras yang telah berkembang dengan pesat ternyata tidak disertai dengan perkembangan pemasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Sumatera Utara sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Sumatera Utara sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Sumatera Utara sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memiliki 419 pulau. Total luas Propinsi Sumatera Utara sebesar 72.981,23

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perekonomian negara-negara di dunia saat ini terkait satu sama lain melalui perdagangan barang dan jasa, transfer keuangan dan investasi antar negara (Krugman dan Obstfeld,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mengumpulkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu secara rasional, empiris dan sistematis. Adapun metodologi penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja, menaikan devisa negara serta mengangkat prestise nasional.

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja, menaikan devisa negara serta mengangkat prestise nasional. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kegiatan pembangunan industri di era globalisasi ini bertujuan untuk menyediakan bahan-bahan kebutuhan pokok masyarakat, meningkatkan pendapatan masyarakat,

Lebih terperinci

2015 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN PENGUSAHA AIR MINUM ISI ULANG

2015 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN PENGUSAHA AIR MINUM ISI ULANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu cara kebijakan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh adalah dengan adanya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). UMKM merupakan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis statistik Perekonomian Daerah, sebagai gambaran umum untuk situasi perekonomian Kota

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk menopang perekonomian nasional dan daerah, terutama setelah terjadinya krisis ekonomi yang dialami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu bidang produksi dan lapangan usaha yang paling tua di dunia yang pernah dan sedang dilakukan oleh masyarakat. Sektor pertanian adalah sektor

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan manusia sangat penting untuk mengonsumsi protein yang berasal dari hewani maupun nabati. Protein dapat diperoleh dari susu, kedelai, ikan, kacang polong

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah meningkatnya produksi total suatu daerah. Selain itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta meningkatnya kesejahteraan

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

DENI HAMDANI, 2015 PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN, PERSAINGAN, DAN MODAL KERJA TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN PEDAGANG

DENI HAMDANI, 2015 PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN, PERSAINGAN, DAN MODAL KERJA TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN PEDAGANG 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN Manusia merupakan mahluk sempurna, sehingga untuk mendapatkan sesuatu manusia harus berusaha. Semua mahluk hidup memiliki kebutuhan tak terkecuali manusia, bahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) memiliki kontribusi yang cukup penting didalam pembangunan nasional. Kemampuannya untuk tetap bertahan dimasa krisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada di peringkat 55 dari 134 negara, menurun satu peringkat dari tahun sebelumnya. Dalam hal ini,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, Menimbang : a. bahwa usaha mikro, kecil dan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER (Kasus Kemitraan Peternak Plasma Rudi Jaya PS Sawangan, Depok) Oleh : MAROJIE FIRWIYANTO A 14105683 PROGRAM

Lebih terperinci

PERUBAHAN POLA PENGGUNAAN ENERGI DAN PERENCANAAN PENYEDIAAN ENERGI

PERUBAHAN POLA PENGGUNAAN ENERGI DAN PERENCANAAN PENYEDIAAN ENERGI PERUBAHAN POLA PENGGUNAAN ENERGI DAN PERENCANAAN PENYEDIAAN ENERGI Oleh: Agus Sugiyono *) M. Sidik Boedoyo *) Abstrak Krisis ekonomi di Indonesia banyak dipengaruhi oleh ketergantungan industri dan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian sebagai penyedia bahan baku untuk sektor industri. Produksi sektor

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian sebagai penyedia bahan baku untuk sektor industri. Produksi sektor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara agraris yang dalam penerapannya mengandalkan sektor pertanian dalam menopang serta sumber mata pencaharian bagi masyarakat. Sektor pertanian

Lebih terperinci