BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. 2.1 Model Daur Belajar Menurut Budiasih (2003), daur belajar atau yang sering disebut sebagai

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. 2.1 Model Daur Belajar Menurut Budiasih (2003), daur belajar atau yang sering disebut sebagai"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Model Daur Belajar Menurut Budiasih (2003), daur belajar atau yang sering disebut sebagai siklus belajar atau learning cycle adalah sebuah strategi yang canggih untuk sekolah menengah (SLTP dan SLTA) tentang pengajaran sains karena hal ini sangat fleksibel dan ini merupakan permintaan dari para guru dan para siswa. Tips-tips selanjutnya dapat dipergunakan guru dalam pendekatan siklus belajar. Guru harus membuat satu atau dua pergantian waktu ketika guru dan siswa merasa nyaman dengan hal itu maka boleh melangkah pada tahap berikutnya. Sebagian besar pengajar-pengajar sains akan membuat mereka lebih mirip dengan standar pendidikan sains nasional. Pendekatan daur belajar merupakan salah satu cara untuk dilaksanakan. Hal itu sudah sering dikemukakan oleh pengajar- pengajar yang membuat siswa sulit untuk belajar dan memperkenalkan strategi pengajaran baru. Dengan membuat transisi pada siklus pengajaran baru guru dan siswa akan terbiasa dengan aturan-aturan baru dalam sebuah pendekatan pembelajaran. Menurut Lawson (dalam Corburn, 2004:33) mengemukakan bahwa siklus pembelajaran adalah cara yang efektif untuk membantu siswa agar senang dengan sains, memahami, dan menerapkan proses secara alamiah. Pendekatan ini sangatlah efektif bagi pembelajaran dalam penyelidikan sains yang baru. Standar pendidikan sains nasional menganggap konsep dari pada sains dan pengajaran adalah tindakan siswa untuk memahami sains secara umum dan proses sains itu 6

2 sendiri. Siklus belajar adalah putaran waktu belajar menurut rangkaian pembelajaran yang dilakukan secara teratur, teroganisir, dan sistematis. Optimalisasi dari pelaksanaan siklus belajar memerlukan teknik guru dalam mendiagnosis faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan dan kelemahan belajar siswa. Menurut Azhie (2008), pengalaman merupakan inti proses belajar, ini merupakan langkah awal dari proses refleksi. Hal ini mencakup segala sesuatu pernah dialami yang menyangkut keberadaan, kegiatan-kegiatan, perasaanperasaan, pengalaman dan apa saja yang didengar. Pendekatan siklus belajar berdasarkan pengalaman didasarkan pada pengalaman yang dibagikan yang merupakan pengalaman riil, konkrit dan sejauh mungkin mempunyai dampak yang berarti. Alamsyah (2009) juga menyatakan bahwa siklus belajar pengalaman adalah model-model yang harus dimengerti bagaimana siklus pembelajaran berlangsung. Hal ini berbeda dengan pembelajaran yang lain, seperti sikap/tingkah atau modelmodel pembelajaran sosial. Model ini ada dua cara yaitu: (1) siklus belajar pengalaman, memperjelas pengalaman subjektif pembelajaran sebagai kritikan penting dalam pembelajaran, (2) siklus pengalaman mengemukakan sebuah proses rangkaian pembelajaran. Berdasarkan model pembelajaran ada keterkaitan antara tahap I (pengalaman sendiri) sampai tahap terakhir yang telah dipertimbangkan (Dewey dalam Corburn, 2004:35) : mengemukakan bahwa untuk belajar secara matang dan mantap dari semua pengalaman. Sangat penting untuk melibatkan dalam setiap tahap pada siklus pembelajaran tersebut. Dimana 7

3 pembelajaran adalah suatu proses yang dapat dilihat dan diterapkan sebagai sebuah siklus dalam peningkatan yang berkelanjutan pada belajar. Bergantung referensi, pada salah satu tahap pembelajaran dalam siklus tersebut dan pada akhirnya akan lebih baik pula pada tahap-tahap selanjutnya. Pada umumnya siklus belajar dari pengalaman ini telah banyak digunakan oleh berbagai kalangan baik didalam lembaga pendidikan dan latihan diberbagai instansi pemerintahan maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau berbagai kegiatan pelatihan yang diselenggarakan dalam berbagai proyek. Adapun tahapan siklus belajar tersebut adalah sebagai berikut: (1) tahap mengalami (pengalaman). Pengalaman disini adalah pengalaman rill, konkrit, dan sejauh mungkin mempunyai dampak yang berarti. (2) tahap berbagi pengalaman/tahap pengungkapan, merupakan proses kedua dari belajar. Pada tahap ini, siswa memaparkan atau menyampaikan berbagai pengalaman yang didapatkan. (3) tahap menganalisis. Tahap ini merupakan suatu proses untuk mencoba memahami berbagai ungkapan pengalaman yang terlibat dalam proses untuk mencoba memahami berbagai ungkapan pengalaman dari berbagai pihak yang terlibat dalam proses belajar secara kritis. (4) tahap menyimpulkan dan merencanakan. Ini merupakan tahap yang kritis dalam proses belajar. Berbagai ungkapan pengalaman dan analisis yang terjadi, perlu ditarik satu generalisasi dan menyimpulkannya sebagai bahan untuk menyusun perencanaan. (5) tahap menerapkan/penerapan. Merupakan tahap di mana dalam melakukan dan melaksanakan sesuatu yang lebih direncanakan atas hasil pembelajaran. 8

4 Menurut Heron (dalam Sudiatmika, 2005:FIS 1), bahwa langkah-langkah untuk merancang pelajaran dengan penerapan siklus belajar adalah sebagai berikut: 1) Fase eksplorasi. Dalam fase ini siswa menyelidiki suatu fenomena dengan bimbingan yang minimal dari guru. Dalam hal ini, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi peristiwa atau situasi yang diamati siswa. Pengalaman ini bisa terjadi di dalam kelas, di laboratorium atau di lapangan. Di samping itu, guru memberikan waktu kepada siswa agar mereka bisa menyelediki objek-objek peristiwa atau keadaan-keadaan; 2) Fase pengenalan konsep. Dalam hal ini guru mengarahkan perhatian siswa pada aspek-aspek tertentu dari pengalaman eksplorasi dan mengaplikasikan inti konsep. Kunci dari konsep ini adalah untuk menampilkan konsep-konsep secara sederhana, jelas, dan bersifat langsung; 3) Fase aplikasi konsep. Fase aplikasi menyediakan kesempatan kepada siswa untuk menyelidiki suatu fenomena untuk menggunakan konsep yang telah diperkenalkan untuk menyelidiki fenomena tersebut lebih lanjut. Secara umum dapat dikatakan bahwa pada umumnya metode dan tehnik yang banyak melibatkan presentase siswa, dimana peran guru adalah membantu para siswa menciptakan suasana belajar. Dengan demikian, maka keterlibatan aktif semua pihak menjadi penting dalam proses belajar dalam pendidikan orang dewasa. Daur Belajar merupakan proses belajar yang alamiah yang sengaja dituangkan dalam setiap kegiatan latihan. Cobalah pikirkan kembali kegiatankegiatan yang telah anda lakukan sebelum ini atau sedang berlangsung. Ingat kembali urutan kegiatannyaberdasarkan daur ini, termasuk pada tahap apa 9

5 kegiatan yang sedang berlangsung dalam daur ini. Berikut ini di bawah ini akan disajikan daur belajar dan jenis pertanyaan pada setiap tahapnya. Bagan Daur Belajar 1. Melakukan atau mengalami 5. Menerapkan 2. Mengungkapkan 4. Menyimpulkan 3. Mengolah atau menganaliis Budiasih (2003: 70-78) 1). Melakukan atau Mengalami; Proses ini selalu dimulai dengan adanya pengalaman dengan melakukan langsung suatu kegiatan. Disini peserta dilibatkan dan bertindak atau berperilaku mengikuti suatu pola tertentu. Apa yang dilakukan dan dialaminya adalah mengerjakan, mengamati, melihat, atau mengatakan sesuatu pengalaman inilah yang menjadi titik tolak proses selanjutnya, 2) Mengungkapkan; Setelah pengalaman itu sendiri maka yang penting bagi peserta adalah mengungkapkan dengan menyatakan kembali apa yang sudah dialaminya dan tanggapan atau kesan mereka atas pengalaman tersebut, termasuk pengalaman rekan-rekannya sesama peserta atau warga belajar. 3) Mengolah; Peserta kemudian mengkaji semua ungkapan pengalaman tersebut, pengalamannya sendiri atau pengalaman rekan-rekannya, kemudian mengaitkannya dengan pengalaman lain yang mungkin mengandung ajaran atau makna yang serupa. 4) Menyimpulkan; Kelanjutan logis dari pengalaman tersebut adalah keharusan untuk mengembangkan atau merumuskan prinsip-prinsip berupa kesimpulan 10

6 umum (generalisasi) dari pengalaman tadi. Menyatakan apa yang telah dialami dan dipelajari dengan cara seperti ini akan membantu para peserta untuk merumuskan, memperinci, dan memperjelas hal-hal yang dipelajarinya. 5) Menerapkan; Langkah terakhir dalam daur ini adalah perencanaan untuk menerapkan prinsip-prinsip yang telah disimpulkan dari pengalaman sebelumnya. Proses pengalaman ini belumlah lengkap sebelum suatu ajaran baru atau penemuan baru dipergunakan dan diuji dalam perilakusesungguhnya. Inilah bagian yang bersifat eksperimental dalam model ini. tentu saja, penerapan ini akan menjadi pengalaman tersendiri pula dan dengan pengalaman baru tersebut, daur proses ini pun dimulai lagi. Kemampuan seorang pemandu latihan untuk mengajukan pertanyaanpertanyaan dalam suatu kegiatan latihan sepintas lalu nampaknya tidak penting. Padahal, sesungguhnya itulah keterampilan yang paling pertama dan mutlak harus dikuasai oleh seorang pemandu. Nalarnya jelas, karena hakekat dari fungsi dan peran pemandu latihan dalam konsep pelatihan partisipatif dan andragogi adalah sebagai fasilitator (pelayan dan pelancar aktivitas belajar peserta atas dasar pengalaman peserta sendiri). Tidak jarang kita temukan dan ini merupakan kelemahan umum yang ditemui dalam banyak kegiatan latihan, proses belajar menjadi mandek atau bahkan salah arah hanya karena pemandu mengajukan pertanyaan yang tidak tepat pada saat dan cara yang tidak tepat pula. Di kalangan pemandu pemula, bahkan terlalu sering ditemukan mereka menjadi bingung dan grogi di depan kelas karena kehabisan perbendaharaan kata-kata untuk bertanya. Dalam keadaan panik dan bingung seperti itu biasanya mereka secara gampang 11

7 saja langsung menyimpulkan pengalaman belajar peserta, tentu saja menurut persepsinya sendiri. Walhasil prinsip dasar latihan pun dilanggar lagi. Teknik bertanya dalam kegiatan atau proses latihan sebenarnya sederhana saja. Yang terpenting adalah kesadaran untuk tetap taat asas apda prinsip latihan partisipatif dan andragogi. Bahkan, tidak ada salahnya bagi seorang pemandu untuk mengakui saja tidak tahu (atau pura-pura tidak tahu) tentang suatu hal yang dipertanyakan oleh peserta dan melemparkan kembali pertanyaan tersebut untuk dijawab oleh peserta lain, demi memberi kesempatan kepada peserta untuk mengemukakan pendapat dan pengalaman mereka sendiri. Menurut Alamsyah (2009), bahwa hal-hal teknis yang perlu diperhatikan dalam mengajukan pertanyaan, antara lain: 1. Usahakan agar pertanyaan diajukan secara singkat dan jelas, jika perlu ulangi sekali lagi atau dua kali sampai jelas benar, terutama jika pertanyaan itu ditujukan pada seorang peserta tertentu; 2. Namun jangan pertanyaan semacam ini justru menjadi peserta gelagapan atau gugup menjawabnya, dan karenanya hindari pertanyaan tendesius dan gaya bertanya menghakimi (pemandu bukan jaksa atau introgator); 3. Dalam meneruskan pertanyaan dari seorang peserta ke peserta lain, hindari jangan sampai terjadi antara peserta yang bersangkutan malah menjadi perang tanding (berdebat langsung diluar kendali pemandu); 4. Jika perlu, pertanyaan seorang peserta dikembalikan kepadanya lagi dengan pertanyaan balik seperti: menurut anda sendiri bagaimana? (agar dia sendiri mau berpikir dan tidak menganggap pemandu sebagai orang yang tahu segalanya); 5. Dan beberapa hal lainnya lagi 12

8 hanya bisa dipahami setelah mengalami sendiri bagaimana memandu sebuah latihan, sesuai kondisi dan situasi yang ada. Dengan demikian, model pembelajaran siklus belajar adalah suatu proses belajar mengajar dimana guru yang bertindak sebagai pembimbing mengarahkan siswa pada hal-hal alamiah agar dengan mudah memahami materi pelajaran. Pada model ini, antara guru dan siswa saling interaksi dan ketergantungan, sehingga suasana belajar lebih hidup. 2.2 Hasil belajar Pada dasarnya semua orang dapat melakukan perbuatan belajar. Namun tidak semua orang berhasil dengan baik, ini merupakan gambaran prestasi belajar yang tinggi dari seseorang. Pada umumnya semua orang menginginkan untuk mendapat hasil belajar yang memuaskan, sudah barang tentu ini memerlukan usaha yang ulet dan sungguh-sungguh. Hasil belajar adalah hasil perbuatan tingkah laku seorang siswa setelah memperoleh pelajaran. Hasil belajar biasanya digambarkan dengan nilai angka atau huruf. Dalam Hamalik (1983:56), mengemukakan bahwa hasil belajar seseorang merupakan perilaku yang dapat diukur, hasil belajar menunjukkan kepada individu sebagai perilakunya, hasil belajar dapat dievaluasi dengan menggunakan standar tertentu maupun berdasarkan kelompok atau norma yang telah ditetapkan. Hasil belajar menunjukkan pula hasil yang dilakukan secara sengaja atau sadar. Selanjutnya Purwanto (2005:147), telah menjelaskan bahwa hasil belajar adalah merupakan perubahan tingkah laku siswa akibat belajar. Perubahan itu diupayakan dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan. 13

9 Perubahan perilaku individu akibat proses belajar mengajar tidaklah tunggal. Setiap proses belajar sangat mempengaruhi perubahan perilaku domain tertentu dalam diri siswa, tergantung perubahan yang diinginkan terjadi sesuai dengan tujuan pendidikan. Lebih lanjut Gagne (dalam Ibrahim, 2005:140), menyebutkan bahwa belajar sebagai suatu perubahan dalam disposisi atau kapabilitas manusia. Perubahan dalam menunjukkan kinerja (perilaku) itu sendiri. Hasil belajar dapat dilakukan dengan membandingkan penampilan kinerja sebelum masuk kedalam kondisi belajar dengan penampilan sesudah melakukan belajar. Dengan kata lain belajar itu menentukan semua keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai yang diperoleh individu (siswa). berarti belajar itu menghasilkan berbagai macam tingkah laku yang berlainan, ini yang disebut kapabilitas sebagai hasil belajar. Reigeluth (dalam Ibrahim, 2005:140) juga, mengatakan bahwa hasil belajar secara umum dapat dikategorikan menjadi tiga indikator, yaitu (1) efektivitas pembelajaran biasa diukur dari tingkat keberhasilan (prestasi) siswa dari berbagai sudut; (2) efisiensi pembelajaran yang biasa diukur dari waktu bekerja dan/atau biaya pembelajaran, dan (3) daya tarik pembelajaran yang selalu diukur dari tendensi siswa ingin belajar secara kontiniu. Secara spesifik, hasil belajar adalah kinerja yang diindikasikan sebagai suatu kemampuan yang telah diperoleh. Hasil belajar tersebut selalu dinyatakan dalam bentuk tujuan-tujuan (khusus) perilaku. Berdasarkan pengertian di atas dapat diartikan bahwa hasil belajar adalah hasil yang dicapai oleh seseorang setelah melakukan kegiatan belajar.kajian teori 14

10 menjelaskan bahwa hasil belajar siswa adalah ferformance dan kompetensi pada mata pelajaran meliputi: (a) kognitif seperti informasi dan pengetahuan atau knowledge, konsep dan prinsip atau manipulasi lingkup, pemecahan masalah dan kreatifitas, (b) psikomotorik seperti manipulasi dan lingkup kemampuan gerak dan (c) afektif seperti perasaan, sikap, nilai dan integritas pribadi. Untuk lebih memperdalam kajian hasil belajar pada penelitian ini lebih difokuskan pada kemampuan kognitif. Hal ini dilakukan karena pada kawasan ini diperlukan kemampuan dan keterampilan intelektual yang memadai khususnya pada mata pelajaran kimia. Hasil belajar pada penelitian ini adalah: (1) pengetahuan adalah menyangkut mengingat elemen-elemen spesifik dalam bidang yang khas (fakta, konsep, prinsip, prosedur); (2) pemahaman adalah sebuah perilaku yang ditunjukkan dengan menyatakan proposisi dengan menggunakan kata-kata yang berbeda dengan pernyataan aslinya. Indikator-indikator dari variabel ini adalah (a) translasi, yaitu mengungkapkan sesuatu dalam bentuk atau cara lain yang berbeda dari pengungkapan konsep asalnya, (b) interpretasi (menafsirkan), yaitu memilah-milah informasi, membedakan unsur-unsur penting dan tidak penting lalu mengaitkan unsur-unsur tersebut, dan (c) ekstrapolasi, yaitu menduga apa yang berikutnya berdasarkan informasi yang sebelumnya; dan (3) aplikasi atau penerapan adalah penggunaan abstraksi dalam suatu situasi khusus atau kongkret. Aplikasi terbagi atas (a) kemampuan menentukan prinsip atau generalisasi yang tepat atau relevan yang berhubungan dengan situasi baru, (b) kemampuan menyatakan kembali sebuah masalah sedemikian rupa sehingga dapat ditentukan prinsip yang tepat untuk mencari solusinya, (c) kemampuan 15

11 menyatakan batas-batas bila mana suatu prinsip atau generalisasi khusus benar atau relevan, (d) kemampuan mengungkapkan pengecualian-pengecualian dari sebuah prinsip atau generalisasi dan alasan-alasannya, (e) kemampuan menjelaskan fenomena-fenomena baru dari prinsip-prinsip atau generalisasi/abstraksi yang sudah diketahui sebelumnya, (f) kemampuan memprediksi hal yang akan terjadi dalam situasi baru dengan menggunakan abstraksi yang tepat, (g) kemampuan menentukan atau memeriksa keabsahan hal khusus dari suatu kejadian atau mengambil keputusan dari suatu situasi baru dengan menggunakan abstraksi yang tepat atau sesuai, (h) kemampuan menyatakan alasan-alasan atau penalaran-penalaran yang didukung oleh abstraksi yang relevan pada situasi yang diberikan. 2.3 Laju Reaksi Menurut Permana (2009) laju reaksi dapat dinyatakan sebagai berkurangnya jumlah konsentrasi pereaksi per satuan waktu atau bertambahnya jumlah konsentrasi hasil reaksi per satuan waktu. Selanjutnya Brady (1999) menyatakan bahwa Laju reaksi merupakan laju berkurangnya jumlah reaktan atau laju bertambahnya jumlah produk dalam satuan waktu. Satuan jumlah zat bermacam-macam, misalnya gram, mol, atau konsentrasi. Sedangkan satuan waktu digunakan detik, menit, jam, hari, atau tahun. Dalam reaksi kimia banyak digunakan zat kimia berupa larutan atau gas dalam keadaan tertutup, sehingga laju reaksi digunakan satuan konsentrasi (molaritas) seperti reaksi berikut : Reaktan Produk 16

12 Pada awal reaksi, reaktan ada dalam keadaan maksimum sedangkan produk ada dalam keadaan minimal. Setelah reaksi berlangsung, maka produk akan mulai terbentuk. Semakin lama produk akan semakin banyak terbentuk, sedangkan reaktan semakin lama semakin berkurang. Laju reaksi tersebut dapat digambarkan seperti pada gambar 2.1. Gambar 2.1 Grafik laju reaksi perubahan konsentrasi produk dan konsentrasi reaktan. Dari gambar 2.1 terlihat bahwa konsentrasi reaktan semakin berkurang, sehingga laju reaksinya adalah berkurangnya konsentrasi R setiap satuan waktu, dirumuskan sebagai: V [ R] t.. (1) dengan: [R] = perubahan konsentrasi reaktan (M) t = perubahan waktu (detik) V = laju reaksi (M detik 1 ) Tanda ( ) artinya berkurang. Berdasarkan gambar 2.1 terlihat bahwa produk semakin bertambah, sehingga laju reaksinya adalah bertambahnya konsentrasi P setiap satuan waktu, dirumuskan sebagai: V [ P] t.(2) dengan: [P] = perubahan konsentrasi reaktan (M) t = perubahan waktu (detik) v = laju reaksi (M detik 1 ) Tanda (+) artinya bertambah. 17

13 Sunardi (2008) mengatakan bahwa suatu reaksi kimia melibatkan beberapa zat yang perbandingan jumlah molnya dinyatakan dengan koefisien-koefisien reaksi, sehingga persamaan kimianya dapat dituliskan sebagai berikut. pa + qb rc + sd dengan: A, B = zat-zat pereaksi C, D = zat-zat hasil reaksi P, q, r, s = koefisien reaksi Laju reaksi untuk reaksi yang dinyatakan dengan menggunakan persamaan kimia di atas dapat di tentukan sebagai berikut. 1 v p t A 1 B 1 C 1 D q t r t s t.(3) Permana (2009) mengemukakan bahwa laju reaksi dipengaruhi oleh oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi, luas permukaan, temperatur, dan katalis. a) Konsentrasi. Pada umumnya, reaksi akan berlangsung lebih cepat jika konsentrasi pereaksi diperbesar. Zat yang konsentrasinya besar mengandung jumlah partikel yang lebih banyak, sehingga partikel-partikelnya tersusun lebih rapat disbanding zat yang konsentrasinya rendah. Partikel yang susunannya lebih rapat, akan lebih sering bertumbukan dibanding dengan partikel yang susunannya renggang, sehingga kemungkinan terjadinya reaksi makin besar; b) Luas permukaan. Salah satu syarat agar reaksi dapat berlangsung adalah zat-zat pereaksi harus bercampur atau bersentuhan. Pada campuran pereaksi yang heterogen,reaksi hanya terjadi pada bidang batas campuran. Bidang batas campuran inilah yang dimaksud dengan bidang sentuh. Dengan memperbesar luas bidang sentuh, reaksi akan 18

14 berlangsung lebih cepat; c) Temperatur. Setiap partikel selalu bergerak. Dengan menaikkan temperatur, energi gerak atau energi kinetik partikel bertambah, sehingga tumbukan lebih sering terjadi. Dengan frekuensi tumbukan yang semakin besar, maka kemungkinan terjadinya tumbukan efektif yang mampu menghasilkan reaksi juga semakin besar. Suhu atau temperatur ternyata juga memperbesar energi potensial suatu zat. Zat-zat yang energi potensialnya kecil, jika bertumbukan akan sukar menghasilkan tumbukan efektif. Hal ini terjadi karena zat-zat tersebut tidak mampu melampaui energi aktivasi. Dengan menaikkan suhu, maka hal ini akan memperbesar energi potensial, sehingga ketika bertumbukan akan menghasilkan reaksi; d) Katalis. Katalis adalah suatu zat yang berfungsi mempercepat terjadinya reaksi, tetapi pada akhir reaksi dapat diperoleh kembali. Fungsi katalis adalah menurunkan energi aktivasi, sehingga jika ke dalam suatu reaksi ditambahkan katalis, maka reaksi akan lebih mudah terjadi. Hal ini disebabkan karena zat-zat yang bereaksi akan lebih mudah melampaui energi aktivasi. Menurut Brady (1999) Reaksi kimia terjadi karena adanya tumbukan yang efektif antara partikel-partikel zat yang bereaksi. Tumbukan efektif adalah tumbukan yang mempunyai energi yang cukup untuk memutuskan ikatan-ikatan pada zat yang bereaksi. Contoh tumbukan yang menghasilkan reaksi dan tumbukan yang tidak menghasilkan reaksi antara molekul hidrogen (H 2 ) dan molekul iodin (I 2 ), dapat dilihat pada gambar 2.2. H 2(g) + I 2(g ) 2 HI (g) 19

15 Gambar 2.2 Tumbukan antara molekul hidrogen (A) dengan iodin (B) dan membentuk molekul HI(AB) Sebelum suatu tumbukan terjadi, partikel-partikel memerlukan suatu energi minimum yang dikenal sebagai energi pengaktifan atau energi aktivasi (Ea). Energi pengaktifan atau energi aktivasi adalah energi minimum yang diperlukan untuk berlangsungnya suatu reaksi. Sebagai contoh adalah reaksi antara hidrogen (H 2 ) dengan oksigen (O 2 ) menghasilkan air. Sunardi (2008) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadi tumbukan yaitu a) Pengaruh konsentrasi. Pada umumnya, reaksi kimia akan berlangsung lebih cepat, jika konsentrasi pereaksi ditingkatkan; b) Pengaruh luas permukaan. Reaksi kimia dapat terjadi antara reaksi satu fasa maupun beda fasa. Pada reaksi yang berlangsung lebih dari satu fasa, tumbukan antarpartikel atau reaksi terjadi pada permukaan bidang sentuh. Jika luas permukaan ini diperbanyak, dengan jalan memperkecil ukuran partikel, maka laju reaksi menjadi lebih cepat; c) Pengaruh suhu terhadap laju reaksi. Reaksi kimia terjadi karena adanya tumbukan yang efektif antarpartikel, tumbukan yang terjadi karena partikel-partikel yang selalu bergerak. Dengan peningkatan suhu, energi kinetik partikel semakin besar. Hal ini menyebabkan gerak partikel juga semakin besar, sehingga kemungkinan terjadinya tumbukan yang efektif juga semakin besar. Pada umumnya reaksi kimia akan berlangsung dua kali lebih cepat, apabila 20

16 suhu dinaikkan 10 o C. Jika dimisalkan laju reaksi pada saat t 1 C = v 1 dan laju reaksi setelah dinaikkan suhunya t 2 C = v 2, maka laju reaksi setelah dinaikkan t 10 suhunya atau v 2 tersebut dapat dirumuskan sebagai: V2 2 V1 ; d) Pengaruh katalis terhadap laju reaksi. Katalis adalah zat yang berfungsi untuk mempercepat terjadinya suatu reaksi, akan tetapi pada akhir reaksi didapatkan kembali. Peran katalis adalah menurunkan energi aktivasi, sehingga dengan demikian suatu reaksi akan lebih mudah melampaui energi aktivasi. Brady (1999) menyatakan bahwa pada umumnya reaksi kimia dapat berlangsung cepat jika konsentrasi zat-zat yang bereaksi (reaktan) diperbesar. Secara umum pada reaksi: xa + yb pc + qd. Persamaan laju reaksi dapat ditulis sebagai: v = k [A] x [B] y (4) Persamaan seperti di atas, disebut persamaan laju reaksi atau hukum laju reaksi. Persamaan laju reaksi seperti itu menyatakan hubungan antara konsentrasi pereaksi dengan laju reaksi. Bilangan pangkat pada persamaan di atas disebut sebagai orde reaksi atau tingkat reaksi pada reaksi yang bersangkutan. Jumlah bilangan pangkat konsentrasi pereaksi-pereaksi disebut sebagai orde reaksi total. Artinya, reaksi berorde x terhadap pereaksi A dan reaksi berorde y terhadap pereaksi B, orde reaksi total pada reaksi tersebut adalah (x + y). Faktor k yang terdapat pada persamaan tersebut disebut tetapan reaksi. Harga k ini tetap untuk suatu reaksi, dan hanya dipengaruhi oleh suhu dan katalis. 21

17 Pada umumnya, harga orde reaksi merupakan bilangan bulat sederhana, yaitu 1, 2, atau 3, tetapi kadang-kadang juga terdapat pereaksi yang mempunyai orde reaksi 0, ½, atau bahkan negatif. Beberapa contoh reaksi beserta rumus laju reaksi dan orde reaksinya dapat dilihat pada tabel 2.1 Tabel 2.1 Reaksi, Rumus Laju Reaksi, dan Orde reaksi beberapa Senyawa No Persamaan Reaksi Rumus Laju Reaksi Orde Reaksi 1 2 HI(g) H2(g) + I2(g) v = k [HI] NO(g) + Cl2(g) 2 NOCl(g) v = k [NO] 2 [Cl2] 3 3 CHCl3(g) + Cl2(g) CCl4(g) + HCl(g) v = k [CHCl3][Cl2] 1/ Permana (2009) menyebutkan bahwa orde reaksi menunjukkan hubungan antara perubahan konsentrasi pereaksi dengan perubahan laju reaksi. Tingkat reaksi (orde reaksi) tidak sama dengan koefisien reaksi. Orde reaksi hanyadapat ditentukan melalui percobaan. Tingkat reaksi total adalah jumlah tingkat reaksiuntuk setiap pereaksi. Selanjutnya Brady (1999) mengemukakan bahwa orde reaksi menyatakan besarnya pengaruh konsentrasi pereaksi pada laju reaksi. Beberapa orde reaksi yang umum terdapat dalam persamaan reaksi kimia beserta maknanya sebagai berikut. 1) Reaksi Orde Nol.Suatu reaksi kimia dikatakan mempunyai orde nol, jika besarnya laju reaksi tersebut tidak dipengaruhi oleh konsentrasi pereaksi. Artinya, seberapapun peningkatan konsentrasi pereaksi tidak akan mempengaruhi besarnya laju reaksi. Secara grafik, reaksi yang mempunyai orde nol dapat dilihat pada gambar

18 v [ A] Gambar 2.4 Grafik reaksi orde nol 2). Reaksi Orde Satu. Suatu reaksi kimia dikatakan mempunyai orde satu, apabila besarnya laju reaksi berbanding lurus dengan besarnya konsentrasi pereaksi. Artinya, jika konsentrasi pereaksi dinaikkan dua kali semula, maka laju reaksi juga akan meningkat besarnya sebanyak (2)1 atau 2 kali semula juga. Secara grafik, reaksi orde satu dapat digambarkan seperti terlihat pada gambar 2.5. v [A] Gambar 2.5 Grafik reaksi orde satu 3). Reaksi Orde Dua. Suatu reaksi dikatakan mempunyai orde dua, apabila besarnya laju reaksi merupakan pangkat dua dari peningkatan konsentrasi pereaksinya. Artinya, jika konsentrasi pereaksi dinaikkan 2 kali semula, maka laju reaksi akan meningkat sebesar (2) 2 atau 4 kali semula. Apabila konsentrasi pereaksi dinaikkan 3 kali semula, maka laju reaksi akan menjadi (3) 2 atau 9 kali semula. Secara grafik, reaksi orde dua dapat digambarkan pada gambar 2.6. v [A] Gambar 2.6 Grafik reaksi orde dua 23

19 4). Reaksi Orde Negatif. Suatu reaksi kimia dikatakan mempunyai orde negatif, apabila besarnya laju reaksi berbanding terbalik dengan konsentrasi pereaksi. Artinya, apabila konsentrasi pereaksi dinaikkan atau diperbesar, maka laju reaksi akan menjadi lebih kecil. Untuk dapat menentukan rumus laju reaksi, tidak dapat hanya dengan melihat reaksi lengkapnya saja, tetapi harus berdasar percobaan. Yaitu pada saat percobaan, konsentrasi awal salah satu pereaksi dibuat tetap, sedang konsentrasi awal pereaksi yang lain dibuat bervariasi. Percobaan harus dilakukan pada suhu yang tetap. Metode penentuan rumus laju reaksi seperti ini disebut sebagai metode laju awal. Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat di simpulkan bahwa laju reaksi merupakan perubahan konsentrasi pereaksi atau hasil reaksi setiap satuan waktu. Perubahan konsentrasi pereaksi yang dinyatakan sebagai laju berkurangnya jumlah reaktan sedangkan perubahan konsentrasi hasil reaksi yang di sebut juga sebagai laju bertambahnya jumlah produk. 2.4 Kajian yang Relevan Penelitian tentang penerapan daur belajar telah dilakukan oleh Budiasih (2003) pada perkuliahan praktikum Analisis Instrumentasi. Penelitian tersebut menggunakan Rancangan Penelitian Tindakan Kelas. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa telah terjadi peningkatan kemampuan mahasiswa siklus demi siklus dalam hal kemampuan menulis data pengamatan, analisis data, diskusi, atau mahasiswa dalam melakukan praktikum, serta aspek teoritik yang 24

20 melandasi kegiatan praktikum, yang terbukti dari peningkatan hasil ujian praktikum siklus demi siklus. Penelitian tentang penerapan daur belajar juga telah dilakukan oleh Budiasih (2003) pada pembelajaran kimia di SMA dengan mengambil pokok bahasan Reaksi Redoks, yaitu salah satu pokok bahasan yang dipelajari di kelas II SMA (Kurikulum 1994). Hasil yang diperoleh menyatakan bahwa model pembelajaran ini sangat efektif untuk proses belajar mengajar pada pokok bahasan Reaksi Redoks tersebut. Perlu diketahui pada pokok bahasan Reaksi Redoks melibatkan adanya kegiatan praktikum. Hasil yang diperoleh baik secara kuantitatif maupun kualitatif sangat bagus, yaitu rata-rata kelas 80,2 untuk SMA Laboratorium UM, dan 85,7 untuk SMAN 1 Malang. Prestasi ini ditinjau dari hasil tes tertulis pada pokok bahasan tersebut. 2.5 Kerangka Berpikir Model belajar dalam pembelajaran merupakan salah satu faktor yang menentukan hasil belajar serta kualitas pembelajaran. Artinya kalau guru dalam kegiatan pembelajaran menggunakan model pembelajaran yang mampu meningkatkan motivasi belajar siswa maka siswa akan lebih aktif dalam proses belajar mengajar sehingga siswa dapat memahami materi yang disajikan dengan mudah. Berdasarkan latar belakang dan kerangka teoritis di atas, maka rumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah: terdapat perbedaan dalam penggunaan model daur belajar pada kelas eksperimen dan metode pembelajaran langsung pada kelas kontrol terhadap hasil belajar siswa pada materi laju reaksi kelas XI IPA SMA Negeri 2 Gorontalo. 25

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi Faktor yang mempengaruhi laju reaksi adalah sebagai berikut. Konsentrasi Jika konsentrasi suatu larutan makin besar, larutan akan mengandung jumlah partikel

Lebih terperinci

TEKNIK BERTANYA DALAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN. Oleh :Winarto

TEKNIK BERTANYA DALAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN. Oleh :Winarto TEKNIK BERTANYA DALAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Oleh :Winarto A. Pendahuluan Bertanya merupakan salah satu dari tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan pembelajaran kontekstual di kelas.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kemampuan adalah karakteristik yang menonjol dari seorang individu yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kemampuan adalah karakteristik yang menonjol dari seorang individu yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Kemampuan Kemampuan sama dengan kata kesanggupan atau kecakapan. Dengan bahasa yang lebih terperinci, kemampuan dapat diartikan sebagai kesanggupan individu untuk melakukan

Lebih terperinci

kimia LAJU REAKSI 1 TUJUAN PEMBELAJARAN

kimia LAJU REAKSI 1 TUJUAN PEMBELAJARAN KTSP & K-13 kimia K e l a s XI LAJU REAKSI 1 TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami konsep molaritas. 2. Memahami definisi dan faktor-faktor

Lebih terperinci

BY SMAN 16 SURABAYA : Sri Utami, S. P LAJU REAKSI KESIMPULAN

BY SMAN 16 SURABAYA : Sri Utami, S. P LAJU REAKSI KESIMPULAN BY SMAN 16 SURABAYA : Sri Utami, S. P LAJU REAKSI KESIMPULAN STANDAR KOMPETENSI 3. Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta penerapannya dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Hasil Belajar Kimia Belajar adalah suatu proses, usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Hasil Belajar Kimia Belajar adalah suatu proses, usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Hasil Belajar Kimia Belajar adalah suatu proses, usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai

Lebih terperinci

wanibesak.wordpress.com

wanibesak.wordpress.com 1. Diberikan beberapa pernyataan 1) katalis dapat mempercepat laju reaksi dengan cara menaikan energi aktivasi 2) tahap penentu laju reaksi adalah tahap reaksi yang berlangsung paling lambat 3) laju reaksi

Lebih terperinci

Kunci jawaban dan pembahasan soal laju reaksi

Kunci jawaban dan pembahasan soal laju reaksi Kunci jawaban dan pembahasan soal laju reaksi Soal nomor 1 Mencari volume yang dibutuhkan pada proses pengenceran. Rumus pengenceran V 1. M 1 = V 2. M 2 Misal volume yang dibutuhkan sebanyak x ml, maka

Lebih terperinci

c. Suhu atau Temperatur

c. Suhu atau Temperatur Pada laju reaksi terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi laju reaksi. Selain bergantung pada jenis zat yang beraksi laju reaksi dipengaruhi oleh : a. Konsentrasi Pereaksi Pada umumnya jika konsentrasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Paguyaman yang berhubungan dengan materi laju reaksi diberikan dalam Tabel 2 berikut.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Paguyaman yang berhubungan dengan materi laju reaksi diberikan dalam Tabel 2 berikut. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Dari hasil penelitian diperoleh presentase jawaban siswa kelas XI SMA Negeri 1 Paguyaman yang berhubungan dengan materi laju reaksi diberikan

Lebih terperinci

yang berkaitan dengan Laju Reaksi, diberikan pada tabel berikut ini.

yang berkaitan dengan Laju Reaksi, diberikan pada tabel berikut ini. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil pengumpulan data, persentase siswa SMA Negeri 1 Paguyaman, Kabupaten Boalemo yang memberikan jawaban untuk tiap item tes yang

Lebih terperinci

Waktu (t) Gambar 3.1 Grafik hubungan perubahan konsentrasi terhadap waktu

Waktu (t) Gambar 3.1 Grafik hubungan perubahan konsentrasi terhadap waktu 3 LAJU REAKSI Setelah mempelajari bab ini, kamu diharapkan mampu: Menghitung konsentrasi larutan (molaritas larutan). Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi (konsentrasi, luas permukaan,

Lebih terperinci

PETA KONSEP LAJU REAKSI. Percobaan. Waktu perubahan. Hasil reaksi. Pereaksi. Katalis. Suhu pereaksi. Konsentrasi. Luas. permukaan.

PETA KONSEP LAJU REAKSI. Percobaan. Waktu perubahan. Hasil reaksi. Pereaksi. Katalis. Suhu pereaksi. Konsentrasi. Luas. permukaan. PETA KONSEP LAJU REAKSI Berkaitan dengan ditentukan melalui Waktu perubahan Dipengaruhi oleh Percobaan dari Pereaksi Hasil reaksi Konsentrasi Luas Katalis Suhu pereaksi permukaan menentukan membentuk mengadakan

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA 4

LEMBAR KERJA SISWA 4 88 LEMBAR KERJA SISWA 4 Mata Pelajaran Kelas/Semester Materi Pokok Submateri Pokok Alokasi Waktu : Kimia : I/ganjil : Laju Reaksi : Teori Tumbukan : 2 x 45 menit Standar Kompetensi Memahami Kinetika Reaksi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), yang berkembang

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), yang berkembang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), yang berkembang berdasarkan pada fenomena alam. Ada tiga hal yang berkaitan dengan kimia yaitu, kimia sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik Ilmu Kimia Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA, oleh karenanya kimia mempunyai karakteristik sama dengan IPA. Karakteristik tersebut adalah objek ilmu

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Kimia Laju Reaksi

Laporan Praktikum Kimia Laju Reaksi Laporan Praktikum Kimia Laju Reaksi Oleh: 1. Kurniawan Eka Yuda (5) 2. Tri Puji Lestari (23) 3. Rina Puspitasari (17) 4. Elva Alvivah Almas (11) 5. Rusti Nur Anggraeni (35) 6. Eki Aisyah (29) Kelas XI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dewasa ini diarahkan untuk peningkatan kualitas belajar,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dewasa ini diarahkan untuk peningkatan kualitas belajar, 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan dewasa ini diarahkan untuk peningkatan kualitas belajar, mengingat kemampuan memahami dari peserta didik di Indonesia hanya berada ditingkat kemampuan

Lebih terperinci

MODUL LAJU REAKSI. Laju reaksi _ 2013 Page 1

MODUL LAJU REAKSI. Laju reaksi _ 2013 Page 1 MODUL LAJU REAKSI Standar Kompetensi ( SK ) : Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dan industri. Kompetensi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR BAGAN... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... A. Latar Belakang Masalah...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR BAGAN... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... A. Latar Belakang Masalah... DAFTAR ISI ABSTRAK Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR BAGAN... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i iv vi viii ix xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Rumusan

Lebih terperinci

A. MOLARITAS (M) B. KONSEP LAJU REAKSI C. PERSAMAAN LAJU REAKSI D. TEORI TUMBUKAN E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU REAKSI

A. MOLARITAS (M) B. KONSEP LAJU REAKSI C. PERSAMAAN LAJU REAKSI D. TEORI TUMBUKAN E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU REAKSI 3 LAJU REAKSI A. MOLARITAS (M) B. KONSEP LAJU REAKSI C. PERSAMAAN LAJU REAKSI D. TEORI TUMBUKAN E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU REAKSI Materi dapat berubah dari bentuk yang satu ke bentuk yang

Lebih terperinci

Laboratorium Kimia SMA... Praktikum II Kelas XI IPA Semester I Tahun Pelajaran.../...

Laboratorium Kimia SMA... Praktikum II Kelas XI IPA Semester I Tahun Pelajaran.../... Laboratorium Kimia SMA... Praktikum II Kelas XI IPA Semester I Tahun Pelajaran.../... Judul : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi Praktikan : mor Absen : Kelas : Tanggal : Lembar Kegiatan Siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu bangsa. Pemerintah terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Upaya peningkatan mutu pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan IPA di sekolah dirumuskan dalam bentuk pengembangan individu-individu yang literate terhadap sains.

Lebih terperinci

BAB VI KINETIKA REAKSI KIMIA

BAB VI KINETIKA REAKSI KIMIA BANK SOAL SELEKSI MASUK PERGURUAN TINGGI BIDANG KIMIA 1 BAB VI 1. Padatan NH 4 NO 3 diaduk hingga larut selama 77 detik dalam akuades 100 ml sesuai persamaan reaksi berikut: NH 4 NO 2 (s) + H 2 O (l) NH

Lebih terperinci

KUMPULAN SOAL-SOAL KIMIA LAJU REAKSI

KUMPULAN SOAL-SOAL KIMIA LAJU REAKSI KUMPULAN SOAL-SOAL KIMIA LAJU REAKSI KUMPULAN SOAL-SOAL KIMIA LAJU REAKSI 1. Untuk membuat 500 ml larutan H2SO4 0.05 M dibutuhkan larutan H2SO4 5 M sebanyak ml a. 5 ml b. 10 ml c. 2.5 ml d. 15 ml e. 5.5

Lebih terperinci

PRAKTIKUM KIMIA DASAR I KECEPATAN REAKSI. Kelompok V : Amir Hamzah Umi Kulsum

PRAKTIKUM KIMIA DASAR I KECEPATAN REAKSI. Kelompok V : Amir Hamzah Umi Kulsum PRAKTIKUM KIMIA DASAR I KECEPATAN REAKSI Kelompok V : Amir Hamzah 1415005 Umi Kulsum 1415018 AKADEMI KIMIA ANALISIS CARAKA NUSANTARA CIMANGGIS, KELAPA DUA DEPOK, 2015 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BELAJAR SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT DENGAN STRATEGI PROBLEM POSING

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BELAJAR SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT DENGAN STRATEGI PROBLEM POSING MENINGKATKAN KEMAMPUAN BELAJAR SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT DENGAN STRATEGI PROBLEM POSING PADA MATERI POKOK IKATAN KIMIA DI KELAS X SMAN 3 LAMONGAN Meiliyah Ulfa, Muchlis

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) KELAS EKSPERIMEN PERTEMUAN KE-1

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) KELAS EKSPERIMEN PERTEMUAN KE-1 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) KELAS EKSPERIMEN PERTEMUAN KE-1 Sekolah : SMAN 3 Tangerang Selatan Mata Pelajaran : Kimia Kelas/ Semester : XI/ I Tahun Pelajaran : 010/011 Pokok Bahasan : Laju Reaksi

Lebih terperinci

OAL TES SEMESTER I. I. Pilihlah jawaban yang paling tepat! a. 2d d. 3p b. 2p e. 3s c. 3d 6. Unsur X dengan nomor atom

OAL TES SEMESTER I. I. Pilihlah jawaban yang paling tepat! a. 2d d. 3p b. 2p e. 3s c. 3d 6. Unsur X dengan nomor atom KIMIA XI SMA 3 S OAL TES SEMESTER I I. Pilihlah jawaban yang paling tepat!. Elektron dengan bilangan kuantum yang tidak diizinkan n = 3, l = 0, m = 0, s = - / n = 3, l =, m =, s = / c. n = 3, l =, m =

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, proses, dan produk. Sains (fisika) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

Lebih terperinci

KUMPULAN SOAL-SOAL KIMIA LAJU REAKSI

KUMPULAN SOAL-SOAL KIMIA LAJU REAKSI KUMPULAN SOAL-SOAL KIMIA LAJU REAKSI 1. Untuk membuat 500 ml larutan H 2 SO 4 0.05 M dibutuhkan larutan H 2 SO 4 5 M sebanyak ml a. 5 ml b. 10 ml c. 2.5 ml d. 15 ml e. 5.5 ml 2. Konsentrasi larutan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersedia tidak memadai, kurang dana, keterbatasan keterampilan guru dalam

BAB I PENDAHULUAN. tersedia tidak memadai, kurang dana, keterbatasan keterampilan guru dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan sains dan teknologi yang demikian pesat pada era informasi kini, menjadikan pendidikan IPA sangat penting bagi semua individu. Kemampuan siswa

Lebih terperinci

SOAL LAJU REAKSI. Mol CaCO 3 = = 0.25 mol = 25. m Mr

SOAL LAJU REAKSI. Mol CaCO 3 = = 0.25 mol = 25. m Mr SOAL LAJU REAKSI 1. Untuk membuat 500 ml larutan H 2 SO 4 0.05 M dibutuhkan larutan H 2 SO 4 5 M sebanyak ml A. 5 ml B. 10 ml C. 2.5 ml D. 15 ml E. 5.5 ml : A Mencari volume yang dibutuhkan pada proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dibangun melalui pengembangan keterampilan-keterampilan proses sains seperti

I. PENDAHULUAN. dibangun melalui pengembangan keterampilan-keterampilan proses sains seperti I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia merupakan cabang dari IPA yang mempelajari struktur, susunan, sifat, dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi. Ilmu kimia dibangun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman (Rusman, 2011). Berdasarkan

I. PENDAHULUAN. tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman (Rusman, 2011). Berdasarkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mata pelajaran fisika pada umumnya dikenal sebagai mata pelajaran yang ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari pengalaman belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Taufik Rahman, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Taufik Rahman, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu pelajaran yang dipelajari mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Pada saat di sekolah dasar, materi matematika yang

Lebih terperinci

tanya-tanya.com Soal No.2 Apabila anda diminta untuk mengukur laju reaksi terhadap reaksi : Zn(s) + 2HCI(aq)

tanya-tanya.com Soal No.2 Apabila anda diminta untuk mengukur laju reaksi terhadap reaksi : Zn(s) + 2HCI(aq) Soal No.1 Apa yang di maksud dengan laju reaksi dan satuan dari laju reaksi? Laju reaksi dinyatakan sebagai berkurangnya jumlah pereaksi untuk setiap satuan waktu atau bertambahnya jumlah hasil reaksi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR KECEPATAN REAKSI Disusun Oleh : 1. Achmad Zaimul Khaqqi (132500030) 2. Dinda Kharisma Asmara (132500014) 3. Icha Restu Maulidiah (132500033) 4. Jauharatul Lailiyah (132500053)

Lebih terperinci

Soal-Soal. Bab 4. Latihan. Laju Reaksi. 1. Madu dengan massa jenis 1,4 gram/ cm 3 mengandung glukosa (M r. 5. Diketahui reaksi:

Soal-Soal. Bab 4. Latihan. Laju Reaksi. 1. Madu dengan massa jenis 1,4 gram/ cm 3 mengandung glukosa (M r. 5. Diketahui reaksi: Bab Laju Reaksi Soal-Soal Latihan. Madu dengan massa jenis, gram/ cm 3 mengandung glukosa (M r = 80) sebanyak 35 % b/b. Kemolaran glukosa dalam madu adalah... 0,8 M (D),7 M,8 M (E) 3,0 M, M. Untuk membuat

Lebih terperinci

Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat. reaksi. Katalis. Partikelpartikel. Molekul pereaksi dalam wadahnya selalu bergerak

Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat. reaksi. Katalis. Partikelpartikel. Molekul pereaksi dalam wadahnya selalu bergerak 19 Tabel 2. Analisis konsep materi laju Label Konsep Laju Reaksi Definisi Konsep Menyatakan laju perubahan konsentrasi zatzat yaitu zat pe (reaktan) atau zat hasil (produk), setiap satuan waktu berlangsung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pemecahan Masalah (Problem Solving) Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Masalah dapat terjadi pada berbagai aspek

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga

I. PENDAHULUAN. yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terbangunnya sebuah peradaban suatu bangsa. Pendidikan di Indonesia banyak

I. PENDAHULUAN. terbangunnya sebuah peradaban suatu bangsa. Pendidikan di Indonesia banyak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu faktor kehidupan yang sangat penting bagi terbangunnya sebuah peradaban suatu bangsa. Pendidikan di Indonesia banyak mengalami masalah terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Proses belajar mengajar atau pembelajaran merupakan suatu kegiatan melaksanakan kurikulum dalam lembaga pendidikan supaya siswa dapat mencapai tujuan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan eksperimen. Ilmu kimia merupakan produk pengetahuan yang berupa fakta, teori, prinsip, hukum, temuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika adalah salah satu ilmu pengetahuan dasar dan memberikan andil yang sangat besar dalam kemajuan bangsa. Pernyataan ini juga didukung oleh Kline (Suherman,

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Nama Sekolah : SMA Negeri 1 Sanden Mata Pelajaran : Kimia Kelas/Semester : XI/1 Alokasi Waktu : 2 JP

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Nama Sekolah : SMA Negeri 1 Sanden Mata Pelajaran : Kimia Kelas/Semester : XI/1 Alokasi Waktu : 2 JP RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Nama Sekolah : SMA Negeri 1 Sanden Mata Pelajaran : Kimia Kelas/Semester : XI/1 Alokasi Waktu : 2 JP Standar Kompetensi 1. Memahami kinetika reaksi dan kesetimbangan kimia

Lebih terperinci

melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Pada saat ini pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan,

melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Pada saat ini pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan, 2 melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Pada saat ini pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan, dengan cara menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang

I. PENDAHULUAN. belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi perubahan dan permasalahan. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) terdiri dari tiga aspek yaitu Fisika, Biologi,

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) terdiri dari tiga aspek yaitu Fisika, Biologi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) terdiri dari tiga aspek yaitu Fisika, Biologi, dan Kimia. Bukan hanya kumpulan pengetahuan dan fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip

Lebih terperinci

Bab 10 Kinetika Kimia

Bab 10 Kinetika Kimia D e p a r t e m e n K i m i a F M I P A I P B Bab 0 Kinetika Kimia http://chem.fmipa.ipb.ac.id Ikhtisar 2 3 Laju Reaksi Teori dalam Kinetika Kimia 4 Mekanisme Reaksi 5 46 Faktor Penentu Laju Reaksi Enzim

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. didiknya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan berusaha secara terus menerus dan

I. PENDAHULUAN. didiknya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan berusaha secara terus menerus dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus segera direspon secara positif oleh dunia pendidikan. Salah satu bentuk respon positif dunia pendidikan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika merupakan salah satu unsur penting dalam pengembangan pendidikan di Indonesia. Matematika mempunyai andil dalam mengembangkan bidang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. berdasarkan pada fenomena alam. Ada tiga hal yang berkaitan dengan kimia

1. PENDAHULUAN. berdasarkan pada fenomena alam. Ada tiga hal yang berkaitan dengan kimia 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), yang berkembang berdasarkan pada fenomena alam. Ada tiga hal yang berkaitan dengan kimia yaitu kimia sebagai

Lebih terperinci

Laju Reaksi KIM 2 A. KEMOLARAN B. LAJU REAKSI C. UNGKAPAN LAJU REAKSI LAJU REAKSI. materi78.co.nr

Laju Reaksi KIM 2 A. KEMOLARAN B. LAJU REAKSI C. UNGKAPAN LAJU REAKSI LAJU REAKSI. materi78.co.nr Laju eaksi A. KEMOLAAN Dalam laju reaksi, besaran yang digunakan adalah kemolaran benda. Kemolaran menyatakan jumlah mol zat terlarut dari tiap liter larutan atau gas, menunjukkan kekentalan atau kepekatan.

Lebih terperinci

Laju Reaksi. Bahan Ajar Mata Pelajaran Kimia Kelas XI Semester I

Laju Reaksi. Bahan Ajar Mata Pelajaran Kimia Kelas XI Semester I Laju Reaksi Bahan Ajar Mata Pelajaran Kimia Kelas XI Semester I SK, KD dan Indikator Kemolaran Konsep Laju Reaksi Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi Evaluasi Referensi Selesai Standar Kompetensi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang handal, karena pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran kimia di sekolah, umumnya masih berorientasi kepada materi yang tercantum pada kurikulum. Bagi para siswa, belajar kimia hanya untuk keperluan menghadapi ulangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 4 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Teori konstruktivisme dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20.

TINJAUAN PUSTAKA. Teori konstruktivisme dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Konstruktivisme Teori konstruktivisme dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20. Piaget (Sanjaya, 2008) berpendapat bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecil

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Fungsi pendidikan sesungguhnya membentuk karakter yang baik, berpikiran cerdas,

1. PENDAHULUAN. Fungsi pendidikan sesungguhnya membentuk karakter yang baik, berpikiran cerdas, 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fungsi pendidikan sesungguhnya membentuk karakter yang baik, berpikiran cerdas, memiliki keahlian, menerapkan teknologi tepat guna dan menguasai ilmu kimia dalam dunia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. salah yang artinya tidak benar, tidak betul atau keliru. Jadi, kesalahan dalam memecahkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. salah yang artinya tidak benar, tidak betul atau keliru. Jadi, kesalahan dalam memecahkan BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kesalahan Pemahaman Siswa Kesalahan menurut kamus besar Bahasa Indonesia (007:98) berasal dari kata dasar salah yang artinya tidak benar, tidak betul atau keliru. Jadi, kesalahan

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( R P P )

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( R P P ) PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI 6 YOGYAKARTA The Research School of Jogja Jalan C. Simanjuntak No Yogyakarta 55, Telepon 0 55/ Faximile 0 5660 E-mail : sman6@sman6-yogya.sch.id,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Learning Cycle Learning Cycle adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan proses pembelajaran yang berpusat pada pembelajar atau anak didik (Hirawan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT 8 BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT A. Metode Kerja Kelompok Salah satu upaya yang ditempuh guru untuk menciptakan kondisi belajar mengajar yang kondusif

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Definisi Mata Pelajaran Matematika Matematika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari konsep-konsep abstrak yang disusun dengan menggunakan simbol dan merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Pembelajaran Problem Posing Salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan aktifitas dan hasil belajar siswa adalah menggunakan pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan IPA (Sains) adalah salah satu aspek pendidikan yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan khususnya pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unggul dalam persaingan global. Pendidikan adalah tugas negara yang paling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unggul dalam persaingan global. Pendidikan adalah tugas negara yang paling 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kunci utama bagi bangsa yang ingin maju dan unggul dalam persaingan global. Pendidikan adalah tugas negara yang paling penting dan sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sasaran semua cabang sains, terutama fisika, pada umumnya adalah mencoba menemukan keteraturan di dalam observasi kita terhadap dunia di sekeliling kita. Banyak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar IPA Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam

Lebih terperinci

mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan 3. Aktivitas-aktivitas peserta didik sepenuhnya didasarkan pada pengkajian.

mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan 3. Aktivitas-aktivitas peserta didik sepenuhnya didasarkan pada pengkajian. 9 Ada beberapa ciri pembelajaran efektif yang dirumuskan oleh Eggen & Kauchak (Warsita, 2008) adalah: 1. Peserta didik menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui mengobservasi, membandingkan,

Lebih terperinci

Siswa diingatkan tentang struktur atom, bilangan kuantum, bentuk-bentuk orbital, dan konfigurasi elektron

Siswa diingatkan tentang struktur atom, bilangan kuantum, bentuk-bentuk orbital, dan konfigurasi elektron RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN NO: 1 Mata Pelajaran : Kimia Kelas/Semester : XI/1 Materi Pokok : Stuktur atom dan sistem periodik unsur Pertemuan Ke- : 1 dan 2 Alokasi Waktu : 2 x pertemuan (4 x 45 menit)

Lebih terperinci

2 BAB II KAJIAN PUSTAKA

2 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasi Belajar IPA Tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik jika hasil belajar sesuai dengan standar yang diharapkan dalam proses pembelajaran tersebut.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian ini dilakukan di salah satu SMA Negeri di kabupaten Garut. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa SMA yang telah mempelajari materi

Lebih terperinci

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN. Dalam pengembangan strategi pembelajaran intertekstual pada materi

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN. Dalam pengembangan strategi pembelajaran intertekstual pada materi BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN Dalam pengembangan strategi pembelajaran intertekstual pada materi pokok kesetimbangan kimia secara garis besar penelitian terbagi dalam beberapa tahapan yaitu: Tahap pertama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbedaan Gain yang signifikan antara keterampilan proses sains awal. dengan keterampilan proses sains setelah pembelajaran.

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbedaan Gain yang signifikan antara keterampilan proses sains awal. dengan keterampilan proses sains setelah pembelajaran. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar Menurut Thursan Hakim (2005: 21) belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas

Lebih terperinci

Sulistyani, M.Si.

Sulistyani, M.Si. Sulistyani, M.Si. Email: sulistyani@uny.ac.id Laju reaksi adalah laju pengurangan reaktan tiap satuan waktu atau laju pembentukan produk tiap satuan waktu. Laju reaksi dipengaruhi oleh: sifat dan keadan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sangat maju dan mengikuti perkembangan jaman. Perkembangan ini menyebabkan setiap negara harus menyesuaikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Model Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan pengamatan melalui langkah-langkah metode ilmiah dan proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari IPA yang mempelajari struktur, susunan,

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari IPA yang mempelajari struktur, susunan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia merupakan bagian dari IPA yang mempelajari struktur, susunan, sifat, dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi. Ilmu kimia itu dibangun

Lebih terperinci

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu yang berperan penting dalam kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), sehingga perkembangan matematika menjadi sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban sebagai warga negara yang baik. Pendidikan pada dasarnya merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban sebagai warga negara yang baik. Pendidikan pada dasarnya merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana atau wahana yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas manusia baik aspek kemampuan, kepribadian, maupun kewajiban sebagai warga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Learning Cycle Learning Cycle (LC) adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan proses pembelajaran yang berpusat pada pembelajar atau anak didik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pemecahan Masalah (Problem Solving) Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran yang berlandaskan teori konstruktivisme. Konstruktivisme merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam Dalam bahasa inggris Ilmu Pengetahuan Alam disebut natural science, natural yang artinya berhubungan dengan alam dan science artinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia sekarang sedang menghadapi tantangan yang hebat. Tuntutan untuk mengembangkan sumber daya manusia melalui pendidikan mutlak harus

Lebih terperinci

BAB 9. KINETIKA KIMIA

BAB 9. KINETIKA KIMIA BAB 9 BAB 9. KINETIKA KIMIA 9.1 TEORI TUMBUKAN DARI LAJU REAKSI 9.2 TEORI KEADAAN TRANSISI DARI LAJU REAKSI 9.3 HUKUM LAJU REAKSI 9.4 FAKTOR-FAKTOR LAJU REAKSI 9.5 MEKANISME REAKSI 9.6 ENZIM SEBAGAI KATALIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan memiliki peranan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Berdasarkan Permendikbud No.65 tahun 2013, dijelaskan dalam upaya mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Definisi Operasional Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan penafsiran terhadap istilah-istilah yang terkandung dalam judul penelitian

Lebih terperinci

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Manusia sebagai pemegang dan penggerak utama dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Melalui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yaitu kimia sebagai proses, produk dan sikap. Kimia sebagai proses meliputi

I. PENDAHULUAN. yaitu kimia sebagai proses, produk dan sikap. Kimia sebagai proses meliputi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), yang berkembang berdasarkan pada fenomena alam. Ada tiga hal yang berkaitan dengan kimia yaitu kimia sebagai

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. Metode didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru dalam menjalankan

II. KERANGKA TEORETIS. Metode didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru dalam menjalankan 5 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Metode Peta Konsep Metode didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru dalam menjalankan fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pengembangan kemampuan matematis peserta didik. Matematika

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pengembangan kemampuan matematis peserta didik. Matematika 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki peranan penting dalam pengembangan kemampuan matematis peserta didik. Matematika merupakan salah

Lebih terperinci