Karyotipe Kromosom pada Tanaman Bawang Budidaya (Genus Allium; Familia Amaryllidaceae)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Karyotipe Kromosom pada Tanaman Bawang Budidaya (Genus Allium; Familia Amaryllidaceae)"

Transkripsi

1 BioSMART ISSN: X Volume 1, Nomor 2 Oktober 1999 Halaman: Karyotipe Kromosom pada Tanaman Bawang Budidaya (Genus Allium; Familia Amaryllidaceae) ENDANG ANGGARWULAN, NITA ETIKAWATI, AHMAD DWI SETYAWAN Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta ABSTRAK This research is objected to find out (1) the number, the type and the size of chromosomes, (2) the karyotype formulae and maps of the chromosomes, and (3) the phylogenetic relationship of Allium. In this research, six species are examined, i.e. A.ascalonicum (shallot), A.cepa (onion), Allium sp. ( big shallot ), A.sativum (garlic), A.fistulosum (Japanese bunching) and A.porrum. Referring to Backer and Bakhuizen van den Brink s manual (1968), they are identified before the examination. The result found out that all species has a same number of chromosomes, i.e. 2n = 16. All of chromosomes have metacentric shape, except for the first chromosome pair of Allium sp. which has the sub-metacentric shape. The longest of haploid chromosome length is A.sativum with µm, then for A.porrum is µm, Allium sp. is µm, A.ascalonicum is µm and A.fistulosum is µm. The relative asymetric index is over then 50 ( ). The R-ratio of A.ascalonicum and A.sativum subsequently are 1.6 and 1.7, then for A.cepa is 2.25, A.fistulosum is 2.28, A.porrum is 2.67 and Allium sp.is A.ascalonicum and A.fistulosum have the closest genetic relationship with similarity index of 80, then followed by A.cepa and Allium sp. with similarity index of 75. The four species joint with A.porrum with similarity index of 65. A.sativum is the last species that joint with them with similarity index of 35. Key words: Allium, chromosomal karyotype, phylogenetic relationship. PENDAHULUAN Genus Allium memiliki banyak anggota, sebagian di antaranya bernilai ekonomi tinggi dan telah dimanfaatkan sejak lama. Allium berguna untuk bumbu, sayuran, obat dan tanaman hias. Kebutuhan pasar dunia akan jenis sayuran ini sangat tinggi, begitu pula kebutuhan nasional. Namun produksi di Indonesia sangat terbatas, bahkan beberapa spesies harus diimpor. Karena meskipun iklim, musim dan lahan di Indonesia mendukung pembudidayaan, kebanyakan petani tinggal di dataran rendah sedang Allium umumnya merupakan tumbuhan dataran tinggi (Rismunandar, 1989; Samadi dan Cahyono, 1999). Untuk memproduksi Allium secara besar-besaran, harus dilakukan pemuliaan tanaman agar diperoleh kultivar-kultivar dataran rendah. Di samping harus menarik, ukuran besar, masa panen singkat, tahan penyakit dan lain-lain (Pike, 1989). Terdapat tujuh spesies Allium yang sering dibudidayakan, yaitu: bawang putih (Allium sativum L.), bawang merah (Allium ascalonicum L.), bawang bombay (Allium cepa L.), bawang luncang (Allium fistulosum L.), bawang prei (Allium porrum L.), bawang kucai (Allium odorum L.) dan bawang langkio (Allium schaenoprasum L.) (Jones dan Mann, 1963), Menurut Rismunandar (1989), dua spesies terakhir jarang dibudidayakan di Indonesia. Di samping itu Pike (1989) menambahkan bawang kurat (Allium ampeloprasum L), bawang rakkyo (Allium chinense G. Don) dan bawang prei cina (Allium tuberosum L) yang belum dibudidayakan di Indonesia. Allium umumnya merupakan herba biennial, memiliki batang semu yang tersusun dari pelepah-pelepah daun. Daun tersusun berseling, tumbuh dari batang sejati berbentuk pipih atau cawan. Daun yang lebih tua terletak di sebelah luar dan membungkus daun yang lebih muda. Helai berwarna hijau untuk fotosintesis, sedang pelepah berwarna merah, kuning atau putih serta menebal dan membentuk umbi lapis untuk menyimpan cadangan makanan. Umbi lapis A.sativum berbeda dengan umbi bawang lain. Umbi lapis bawang ini merupakan kumpulan siung yang membentuk satu rumpun. Setiap rumpun terdiri lebih dari 3-13 siung, yang disatukan oleh pelepah tipis seperti kulit. Setiap siung juga dibungkus oleh pelepah yang sama, sehingga terjaga dari kekeringan (Backer dan Bakhuizen van den Brink, 1968). Sebagai bahan makanan Allium memiliki nilai gizi yang cukup. Tanaman ini mengandung karbohidrat, protein, lemak, serat, vitamin A, B, C serta mineral berupa kalsium, fosfor dan besi. Allium dikenal memiliki kasiat obat, khususnya A.sativum. Karena mengandung alliin, allisin, allitiamin, minyak atsiri metilalil-trisulfida dan lain-lain (Rismunandar, 1989). Sifat fenotip diatur secara genetis (Suryo, 1995), sehingga program pemuliaan tanaman perlu ditunjang informasi sifat genetika (Chikmawati dkk., 1998). Datadata morfometrik kromosom yang meliputi bentuk, ukuran dan jumlah, serta peta karyotipe merupakan salah satu syarat utama pemuliaan. Di samping berguna pula untuk taksonomi dan mengetahui hubungan kekerabatan. Studi sitologi genus Allium sering dilakukan, namun hingga saat ini data-data tersebut masih terbuka luas untuk diteliti (Jacobsen dan Ownberry, 1976; Chinnappa dan Basappa, 1986), karena karyotipe sebagian besar spesiesnya belum diketahui (Cai dan Chinnappa, 1987). Bentuk, ukuran dan jumlah kromosom dalam satu spesies pada dasarnya selalu tetap, sehingga dapat dibuat peta karyotipe atau karyogram serta idiogram. Berdasarkan kontriksi primernya, dikenal kromosom berbentuk metasentris, submetasentris, akrosentris dan telosentris. Berdasarkan ukurannya dikenal ukuran absolut dan ukuran relatif. Sedang berdasarkan jumlahnya dikenal kromosom aneuploid dan poliploid (Darnaedi, 1991; Suryo, 1995) Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

2 14 BioSMART Vol. 1, No. 2, Oktober 1999, hal Pembelahan meiosis biasanya hanya digunakan untuk menghitung jumlah kromosom, sedang pembelahan mitosis dapat digunakan untuk membuat peta karyotipe (Riesenberg dkk., 1987). Studi mitosis dapat menggunakan ujung akar, ujung batang, primordia daun, petala muda, ovulum muda dan kalus. Namun biasanya digunakan ujung akar karena mudah tumbuh dan seragam, sedang untuk pembelahan meiosis sering digunakan anthera (Darnaedi, 1991). Sifat kromosom sel mitosis secara morfologi lebih stabil dibandingkan meiosis, karena struktur penanda seperti satelit, penyempitan, letak sentromer dan panjang lengan lebih jelas (Min dkk., 1984). Levan dkk., 1964 membagi kromosom menjadi tiga kelompok berdasarkan posisi relatif sentromer, dimana bentuk metasentris dengan indeks sentromer 50-37,5; submetasentris (sm) dengan indeks sentromer 37,5-25 dan subtelosentris dengan indeks sentromer 25-12,5. Kolkisin mampu berikatan dengan mikrotubuli, sehingga menghentikan tahap prometafase dan kromosom tidak tertarik ke bidang ekuator maupun kutub. Kolkisin juga menyebabkan kromosom mengkerut, sehingga ukurannya memendek, terpencar-pencar, tidak terlalu tumpang tindih dan mudah diamati. Konsentrasi efektif kolkisin antara 0,01-1,00% untuk lama perendaman 6-72 jam. Kolkisin dapat digantikan 8-hidroksiquinolin, kloralhidrat, indolasetat, asenapten dan p-diklorobenzen (Eigsti dan Dustin, 1957; Okada, 1981). Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui jumlah, bentuk dan ukuran kromosom anggota-anggota genus Allium, (2) mengetahui rumus dan peta karyotipe anggotaanggota genus Allium dan (3) mengetahui hubungan kekerabatan antar anggota-anggota genus Allium. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu: penanaman sediaan (Radford dkk., 1974), pembuatan kemikalia (Berlyn dan Miksche, 1976; Mc Lean dan Cook, 1965), studi pendahuluan, pembuatan preparat (Darnaedi, 1991; Okada, 1981; Robert dan Short, 1979; Soerodikoesoemo, 1989), pembuatan karyotipe (Robert dan Short, 1979; Ahmad dkk., 1993; Levan dkk., 1964) dan penyusunan dendrogram (Sokal dan Sneath, 1963; Pielou, 1984). Alat dan Bahan Objek penelitian berupa enam spesies Allium yang dibudidayakan di Indonesia: bawang merah (Allium ascalonicum L.), bawang bombay (Allium cepa L.), bawang merah besar (Allium sp.), bawang putih (Allium sativum L.), bawang luncang (Allium fistulosum L.) dan bawang prei (Allium porrum L). Bawang kucai (Allium odorum L) dan bawang langkio (Allium schaenoprasum L)., keduanya tidak ditemukan di Surakarta dan sekitarnya. Menurut Rismunandar (1989), keduanya jarang dibudidayakan dalam jumlah besar. Sebelum diteliti, setiap spesies diidentifikasi kembali dengan pustaka Backer dan Bakhuizen van den Brink (1968). Dalam penelitian ini diperlukan alkohol absolut, kolkisin 0,1% dan 0,2%, asam asetat glasial 45%,asam klorida 1N, asetoorsein 2%, gliserin, cat kuku, akuades, akuabides dan minyak imersi. Alat yang digunakan meliputi: kotak penanaman, botol flakon, gelas benda, gelas penutup, kotak preparat, kertas alumunium, kertas label, kertas tisu, kapas, pinset, silet/skalpel, kuas, jarum preparat, pipet dan penggaris, oven, lemari pendingin, mikrometer, mikroskop cahaya, kamera lusida, kamera mikrofotografi dan film. Cara Kerja Penanaman Sediaan Ujung akar Allium diperoleh dengan merendam pangkal umbi sedalam kurang lebih seperempat dari titik akar atau meletakkan umbi di atas kapas basah. Air harus diganti setiap hari untuk mencegah tumbuhnya bakteri dan jamur. Akar akan muncul setelah 2-3 hari, tergantung umur umbi lapis (Radford dkk., 1974). Apabila jumlah kromosom prometafase tidak cukup, maka umbi Allium ditumbuhkan dalam air hingga panjang akar mencapai ± 0,5 cm, lalu direndam dalam kolkisin 0,1% selama 14 jam, hingga ujung akar menggembung, dan kemudian ditanam lagi selama 2-3 hari. Perlakuan ini tidak perlu dilakukan terhadap A.ascalonicum dan A.sativum, karena dengan prosedur reguler jumlahnya sudah cukup. Waktu Optimum Pembelahan Mitosis Studi pendahuluan dilakukan pagi hari mulai jam WIB. Pemotongan akar dilakukan setiap 30 menit dan dibuat preparat dengan metode squash semi permanen, diperoleh waktu pembelahan optimum jam WIB (pagi). Pembuatan Kemikalia Kolkisin 0,2%. Kolkisin 0,2 gram dilarutkan dengan 5 ml etanol, lalu ditambah 95 ml akuades dan diaduk hingga larut. Disimpan dalam botol tertutup, berwarna gelap, dalam lemari pendingin bersuhu 5 o C. Asam Asetat Glasial 45%. Asam asetat glasial 45 ml dan 55 ml akuades diaduk hingga larut, lalu disimpan dalam botol tertutup pada suhu kamar. HCl 1N. HCl pekat 1 bagian ditambah 11 bagian akuades, digojok hingga larut dan disimpan dalam botol tertutup pada suhu kamar. Asetoorsein 2%. Asam asetat glasial 45 ml dipanaskan hingga hampir mendidih ( o C), ditambah 2 gram orsein, dididihkan selama 10 menit sambil diaduk. Didinginkan pada suhu kamar. Lalu ditambah 55 ml akuades dan digojok hingga larut. Disaring dan disimpan dalam botol tertutup, berwarna gelap, pada suhu kamar. Apabila terbentuk endapan, sebelum digunakan digojok dan disaring lagi. Pembuatan Preparat Preparat dibuat dengan metode squash semi permanen (Darnaedi, 1991; Okada, 1981; Robert dan Short, 1979; Soerodikoesoemo, 1989) sebagai berikut: Pra-perlakuan. Ujung akar dipotong 3-5 mm, dimasukkan dalam botol flakon berisi 2-3 ml kolkisin 0,2%. Lalu dibungkus kertas aluminium dan disimpan dalam lemari es selama 2-4 jam. Pencucian. Kolkisin dibuang dan dicuci dengan akuades tiga kali. Fiksasi. Akuades dibuang, diganti asam asetat glasial 45% dan disimpan dalam lemari es bersuhu 5 o C selama 15 menit. Pencucian. Asam asetat glasial 45% dibuang dan dicuci akuades tiga kali. Hidrolisis. Akuades dibuang, diganti HCl 1N dan disimpan dalam oven bersuhu 60 o C selama ± 2 menit, tergantung besarnya bahan. Pencucian. HCl 1N dibuang dan dicuci dengan akuades tiga kali.

3 ANGGARWULAN, dkk. Karyotype Kromosom Genus Allium 15 Pewarnaan. Akuades dibuang, diganti asetoorsein 2% selama 1-3 jam, tergantung ukuran bahan dan kesegaran pewarna. Dilakukan pada suhu kamar. Squashing. Diambil 1-2 buah ujung akar dengan kuas, diletakkan di atas gelas benda dan dipotong hingga tersisa 1-2 mm dari ujung. Ditetesi gliserin, ditutup gelas penutup dan diketuk-ketuk, hingga hancur merata. Penyegelan. Kelebihan gliserin di tepi gelas penutup dibersihkan dengan tisu, disegel dengan cat kuku bening. Pengamatan dilakukan dengan mikroskop cahaya, untuk memperbaiki daya resolusi digunakan filter dan minyak emersi. Preparat yang baik dipotret dengan kamera mikrofotografi. Hasil pemotretan diperbesar sehingga mudah diamati. Analisis Hasil Pembuatan karyotipe Karyotipe dibuat sekurang-kurangnya dari dua foto kromosom prometafase dengan fokus berbeda-beda. Kedua foto tersebut dijiplak (diblat) pada plastik transparansi, lalu digunting dan diatur sesuai dengan bentuknya. Kemudian jumlah kromosom dan panjang kedua lengannya diukur (Ruas dkk., 1995; Davina dan Vernandes, 1989; Robert dan Short, 1979), setelah itu dipasang-pasangkan sesuai homolognya (Ahmad dkk., 1993). Data morfometri diperoleh dari 10 kromosom prometafase. Sifat yang diamati meliputi; panjang absolut (µm), indeks sentromer relatif (centromeric index = Ci), panjang keseluruhan kromosom haploid (haploid chromosome length = HCL), indeks asimetri relatif (asimetry index = AsI%), perbandingan pasangan kromosom terpanjang dan terpendek (ratio = R), serta perbandingan lengan panjang dan pendek (L/S). Panjang absolut (µm), Ukuran absolut kromosom ditentukan secara langsung (Ruas dkk., 1995). Indeks sentromer relatif (centromeric index = Ci), Bentuk kromosom ditentukan berdasarkan posisi relatif sentromer (Levan dkk., 1964). panjang lengan pendek kromosom Ci = X 100 total panjang lengan kromosom Perbandingan lengan panjang dan pendek (L/S). kromosom terpanjang Nilai L/S = kromosom terpendek Panjang keseluruhan kromosom haploid (haploid chromosome length = HCL). Nilai HCL dihitung dengan menjumlahkan seluruh panjang pasangan kromosom. Indeks asimetri relatif (asimetry index = AsI%) (Ruas dkk., 1995): total lengan panjang kromosom set AsI % = X 100 total panjang kromosom set Perbandingan pasangan kromosom terpanjang dan terpendek (ratio = R) (Ruas dkk., 1995): pasangan kromosom terpanjang R = pasangan kromosom terpendek Pembuatan dendrogram filogeni Hubungan kekerabatan fenetik ditentukan dengan metoda pengelompokan koefisien asosiasi. Indek similaritas ditentukan dengan rumus (Sokal dan Sneath, 1963): sifat berpasangan (++/--) Indeks similaritas = X 100 seluruh sifat (++/--/+-/-+) Tingkatan persamaan harga-harga koefisien assosiasi ditentukan dengan analisis klaster (Pielou, 1984). HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Karyotipe Indeks sentromer (Ci) Dalam penelitian ini keenam spesies yang diamati memiliki jumlah kromosom sama, 2n = 16. Hampir semua pasangan kromosom berbentuk metasentris, kecuali pasangan kromosom pertama Allium sp. Pasangan ini berbentuk submetasentris (Sm), dengan indeks sentromer 34,0, sehingga rumus karyotipe 2n = 14m + 2 sm, sedang kelima spesies lain rumus karyotipenya 2n = 16 m. Hal ini menunjukkan tingginya tingkat kesamaan genetik pada keluarga Allium. Perbandingan lengan panjang dan pendek (L/S) Nilai L/S ini memiliki kegunaan sama dengan indeks sentromer dari Levan dkk. (1964). Indeks sentromer tersebut dapat dikonversi menjadi nilai L/S sebagai berikut: Bentuk kromosom metasentris: nilai CI = 50-37,5 atau nilai L/S = 1,00-1,67 Bentuk kromosom sub-metasentris: nilai CI = 37,5-25 atau nilai L/S = 1,67-3,00 Bentuk kromosom sub-telosentris: nilai CI = 25-12,5 atau nilai L/S = 3,00-7,00 Dalam penelitian ini, keenam spesies yang masingmasing memiliki 8 pasangan kromosom hampir semuanya memiliki nilai L/S antara 1,00-1,67, sehingga kromosom berbentuk metasentris. Kecuali pasangan pertama kromosom Allium sp., dimana nilai L/S-nya adalah 1,92, sehingga kromosomnya berbentuk submetasentris. Panjang keseluruhan kromosom haploid (HCL) Nilai HCL tertinggi diperoleh A.sativum, yaitu 196,34, disusul A.porrum 137,27 µm, Allium sp. 132,69 µm, A.ascalonicum 124,71 µm, A.cepa 116,8 µm dan A.fistulosum 113,6 µm. HCL dapat digunakan untuk menduga perbedaan fenotip, perbedaan panjang HCL mengindikasikan perbedaan jumlah gen yang mengontrol sifat fenotip tersebut. Dari nilai HCL di atas terlihat bahwa A.sativum memiliki HCL yang jauh berbeda dengan kelima spesies lain. Hal ini berkaitan dengan hubungan kekerabatannya yang jauh berbeda dengan kelima spesies lainnya. Indeks asimetri relatif (AsI%) Indeks ini menunjukkan simetri rata-rata antara lengan panjang dan pendek dalam kromosom set. Dalam penelitian ini, nilai AsI% keenam spesies sedikit di atas 50, sehingga cenderung berbentuk simetris (metasentris). Secara berturut-turut nilai AsI% keenam spesies adalah A.cepa 53,79, A.porrum 54,88, A.sativum 55,45, Allium sp. 56,26, A.ascalonicum 57,30 dan A.fistulosum 57,70. Tingkat simetri kromosom A.cepa paling tinggi sedang tingkat simetri A.fistulosum palilng rendah.

4 16 BioSMART Vol. 1, No. 2, Oktober 1999, hal Gambar 1. Allium sativum (bawang putih) Gambar 2. Allium porrum (bawang prei) Gambar 3. Allium sp (bawang merah besar) Gambar 4. Allium ascalonicum (bawang merah) Gambar 5. Allium cepa (bawang bombay) Gambar 6. Allium fistulosum (bawang luncang)

5 ANGGARWULAN, dkk. Karyotype Kromosom Genus Allium µm Gambar 7. Peta karyotipe (karyogram) dan idiogram enam spesies Allium: 1. Allium sativum, 2. Allium porrum, 3. Allium sp., 4. Allium ascalonicum, 5. Allium cepa dan 6. Allium fistulosum. Perbandingan pasangan kromosom terpanjang dan terpendek (R) Nilai R digunakan untuk mendeteksi keseragaman panjang kromosom dalam satu spesies (satu kromosom set). Dalam penelitian ini panjang kromosom A.ascalonicum dan A.sativum relatif sama dalam kromosom set-nya, masing-masing dengan nilai R 1,6 untuk A.ascalonicum dan 1,7 untuk A.sativum. Sedang keempat spesies lainnya memiliki nilai R lebih bervariasi. Allium sp. dengan nilai R 2,71, A.porrum 2,67, A.fistulosum 2,28 dan A.cepa 2,25. Hubungan Kekerabatan Allium Dalam penelitian ini hubungan kekerabatan ditentukan berdasarkan 19 sifat sitologi dan satu sifat morfologi yang sangat khas untuk tumbuhan bawang. Ke-19 sifat sitologi tersebut meliputi ukuran absolut pasangan kromosom sebanyak 8 buah, perbandingan lengan panjang dan pendek (L/S) sebanyak 8 buah, serta panjang keseluruhan kromosom haploid (HCL), indeks asimetri relatif (AsI%), perbandingan pasangan kromosom terpanjang dan terpendek (R), masing-masing satu buah. Sifat khas morfologi yang ditambahkan adalah terbentuk-tidaknya umbi lapis. Dendrogram filogeni yang disajikan pada gambar 8 menunjukkan bahwa spesies-spesies yang memiliki kekerabatan paling dekat adalah A.ascalonicum dan A.fistulosum, dengan indek similaritas mencapai 80. Hal ini agak mengherankan apabila ditinjau dari terbentuk tidaknya umbi, mengingat umbi lapis A.fistulosum sangat kecil, hanya berupa tonjolan, sehingga sering dianggap tidak membentuk umbi. Namun hal ini juga mengindikasikan bahwa umbi lapis A.fistulosum yang kecil tersebut pada dasarnya memiliki struktur sama dengan umbi lapis A.ascalonicum, yakni terdiri dari pelepah-pelepah daun yang tersusun berseling. Secara morfologi keduanya cenderung memiliki kesamaan bentuk daun, bunga dan bau minyak atsiri. Varitas A.fistulosum tertentu juga mampu hidup di daratan rendah sebagaimana A.ascalonicum.

6 19 ANGGARWULAN, dkk. Karyotype Kromosom Genus Allium Tabel 1. Data morfometri krromosom enam spesies Allium Pasangan kromosom No Nama HCL AsI% R 1. A.sativum 30,93 28,36 26,54 25,31 24,71 21,99 20,31 18,19 196,34 55,45 1,70 2. A.porrum 27,99 22,08 19,35 16,39 15,02 13, ,48 137,27 54,88 2,67 3. Allium sp. 25,94 21,85 18,43 16,38 15,26 14,11 11,15 9,57 132,69 56,26 2,71 4. A.ascalonicum 18,20 17,60 16,99 16,23 15,49 14,87 13,96 11,37 124,71 57,30 1,60 5. A.cepa 22,54 17,76 15,48 13,66 13,66 12,52 11,16 10,02 116,80 53,79 2,25 6. A.fistulosum 20,25 17,99 15,71 14,11 13,89 11,84 10,93 8,88 113,60 57,70 2,28 (L/S) 1. A.sativum 1,13 1,28 1,14 1,32 1,12 1,20 1,58 1,40 2. A.porrum 1,08 1,37 1,18 1,40 1,28 1,22 1,00 1,30 3. Allium sp. 1,92 1,13 1,08 1,25 1,09 1,14 1,45 1,21 4. A.ascalonicum 1,50 1,127 1,33 1,28 1,27 1,39 1,36 1,34 5. A.cepa 1,11 1,17 1,27 1,22 1,07 1,20 1,13 1,20 6. A.fistulosum 1,47 1,126 1,46 1,48 1,35 1,36 1,29 1,17 Keterangan: Perbandingan lengan panjang dan pendek (L/S) Panjang keseluruhan kromosom haploid (haploid chromosome length = HCL), Indeks asimetri relatif (asimetry index = AsI%) Perbandingan pasangan kromosom terpanjang dan terpendek (ratio = R) Gambar 8. Dendrogram hubungan kekerabatan enam spesies tanaman bawang budidaya (Genus Allium). Kedekatan hubungan kekerabatan kedua spesies di atas disusul oleh A.cepa dan Allium sp., dimana indeks similaritas di antara keduanya mencapai 75. Selama ini di pasaran, Allium sp. sering diasosiasikan dengan A.ascalonicum biasa, karena teksturnya menyerupai A.ascalonicum biasa, meskipun ukuran, karakter daun, bunga dan tempat tumbuhnya lebih cenderung serupa dengan A.cepa. Berdasarkan dendrogram anggapan ini dapat dibantah, Allium sp. lebih dekat hubungan kekerabatannya dengan A.cepa. Allium sp. kemungkinan merupakan salah satu kultivar A.cepa yang telah mengalami mutasi, sehingga berbeda dengan induknya atau mungkin pula merupakan hasil persilangan antara A.cepa dengan A.ascalonicum biasa, karena dalam praktek di lapangan persilangan kedua spesies ini dapat menghasilkan anakan yang fertil. Persilangan ini dapat terjadi secara alamiah dengan bantuan serangga atau disengaja. Data morfometri menunjukkan pasangan pertama kromosom Allium sp. berbentuk sub-metasentris, berbeda dengan kromosom lain yang berbentuk metasentris, sehingga dapat diduga perbedaan-perbedaan yang terjadi dikontrol oleh gen-gen di dalam pasangan kromosom ini. Gabungan A.ascalonicum dan A.fistulosum dengan gabungan A.cepa dan Allium sp. bertemu pada indeks similaritas 65, bersamaan dengan A.porrum. Hal ini sesuai dengan struktur umbi lapis kelimanya yang pada dasarnya sama, terdiri dari pelepah-pelepah daun yang tumpuk menumpuk secara berseling dan bagian panggalnya menonjol, meskipun pada A.fistulosum dan A.porrum ukuran tonjolan ini sangat kecil, sehingga sering dikatakan tidak memiliki umbi. A.sativum merupakan spesies terakhir yang bergabung dalam rumpun Allium ini. A.sativum bergabung pada indeks similaritas 35. Dalam pengamatan morfologi, struktur umbi A.sativum sangat berbeda dengan kelima bawang lainnya. Umbi lapis A.sativum berupa segmensegmen siung (clove) yang diselubungi dan disatukan oleh sisik-sisik pelepah daun sangat tipis, sehingga

7 membentuk rumpun umbi lapis agak pipih. Siung berfungsi untuk menyimpan cadangan makanan dan setiap siung mengandung satu buah mata tunas. Dalam satu rumpun dapat dijumpai 3-13 buah siung, sedang umbi lapis kelima spesies lainnya berupa pangkal pelepah daun menebal, tersusun berseling dan berfungsi sebagai organ cadangan makanan. Di dalamnya terdapat 1-3 mata tunas yang menyisip di antara sela-sela pelepah. Di samping itu umbi lapis A.sativum berbau sangat tajam, berbeda dengan kelima spesies lainnya yang baunya antara moderat hingga netral. KESIMPULAN Jumlah kromosom diploid genus Allium adalah 16 buah, hampir semua berbentuk metasentris, sehingga rumus karyotipenya 2n = 16m, kecuali Allium sp. dimana rumus karyotipenya 2n = 14m + 2sm, karena pasangan kromosom pertama berbentuk submetasentris. Secara berturut-turut A.sativum, A.porrum, Allium sp., A.ascalonicum, A.cepa dan A.fistulosum, memiliki panjang keseluruhan kromosom haploid (HCL) adalah: 196,34, 137,27, 132,69, 124,71, 116,80 dan 113,60; indeks asimetri relatif (AsI%) adalah: 55,45, 54,88, 56,26, 57,30, 53,79 dan 57,70; sedang perbandingan pasangan kromosom terpanjang dan terpendek (R) adalah: 1,70, 2,67, 2,71, 1,60, 2,25 dan 2,28 A.ascalonicum berkerabat dengan A.fistulosum pada indek similaritas 80. A.cepa berkerabat dekat dengan Allium sp. pada indeks similaritas 75. Keempat spesies tersebut berkerabat dekat dengan A.porrum pada indek similaritas 65. Dan akhirnya kelima spesies tersebut berkerabat dekat dengan A.sativum pada indek similaritas 35. DAFTAR PUSTAKA Ahmad, Q.N., E.J. Britten dan D.E. Byth A Quantitative Method of Karyotipic Analisis applied to Soy bean (Glycine max). Cytologia 48: Backer, C.a. dan R.C. Bakhuizen van den Brink, 1968, Flora of Java, Vol. III, Groningen: Wolters Noordhoff. Berlyn, G.P. dan J.P. Mische Botanical Microtechnique and Cytocemistry. Ames: Iowa State University Press. Cai, Q. dan C.C. Chinnappa Giemsa C-Banded Karyotipes of seven north American Spesies of Allium. American Journal of Botany 74 (7): Chikmawati, T., R. Megia, U. Widyastuti dan I.N. Farikhati, Karyotipe Musa acumunata Mas Jambe dan M. balbisiana Klutuk Wulung. Hayati. Juni 1998: Chinnappa, C.C. dan G.P. Basappa Citological Studies on some Western Canadian Allium Spesies. American Journal of Botany 73: Darnaedi, D., 1991, Kromosom dalam Taksonomi, Bogor: Herbarium Bogoriense, Puslitbang Biologi - LIPI,. Eigsti, O.J. dan P. Dustin, 1957, Colchicine in Agriculture, Medicine, Biology and Chemistry, Ames-Iowa: The Iowa State Collge Press. Jones, H.a. dan L.K. Mann, 1963, Onion and Their Allies, London: Leonard Hilll Ltd. Levan, A., K. Fredga dan A.A. Sandberg, 1964, Nomenclature for Centromeric Position on Chromosome. Hereditia 52: Mc Lean, R.C. dan W.R.I. Cook Plant Science Formulae. London: Macmillan. Min, H.G., H.T. Ma dan G.H. Liang Karyotype Analysis of seven species in the genus Sorghum. Jorunal of Heredity 75: Okada, H., 1981, Report on Trainings and Investigations in LBN-LIPI, Osaka: Departement of Biology Osaka University. Pielou, E.C., 1984, The Interpretation of Ecological Data, A Primer on Classification and Ordination, New York: John Wiley and Sons. Pike, L.M Onion Breeding dalam Breeding Vegetable Crops. New York: AVI Publishing Co. Radford, A.E., W.C. Dickinson, J.R. Massey dan C.R. Bell, 1974, Vascular Plant Systematics, New York: Harper and Row Publishers. Riesenberg, L.H., P.M. Petersen, D.E. Soltis dan C.R. Annable American Journal of Botany 74 (11): Rismunandar, 1989, Membudidayakan 5 Jenis Bawang, Bandung: Penerbit Sinar Baru. Roberts, A.V. dan K.C. Short, 1979, An Experimental Study of Mitosis, Journal of Biological Education 13 (3): Ruas, C.F., P.M. Ruas, N.I. Matzenbacher, G. Ross, C. Bernini dan A. L.L. Vanzela, 1995, Cytogenetic Studies of Some Hypochoeris Spesies (Compositae) from Brazil, American Journal of Botany (82) 3: Sokal, R.R. dan P.H.A. Sneath, 1963, Principles of Numerical Taxonomy, San Francisco: W.H. Freeman and Co. Suryo, 1995, Sitogenetika, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Studi Sitotaksonomi pada Genus Zingiber

Studi Sitotaksonomi pada Genus Zingiber B I O D I V E R S I T A S ISSN: 1412-033X Volume 1, Nomor 1 Januari 2000 Halaman: 8-13 Studi Sitotaksonomi pada Genus Zingiber A Cytotaxonomic Study in the Genus Zingiber NITA ETIKAWATI, AHMAD DWI SETYAWAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oleh sebab itu permintaan pasar kepada petani terhadap produksi bawang merah

BAB I PENDAHULUAN. Oleh sebab itu permintaan pasar kepada petani terhadap produksi bawang merah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bawang merah (البصل) (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman umbi lapis yang merupakan salah satu bahan utama untuk bumbu dasar masakan Indonesia. Selain itu bawang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA LABORATORIUM GENETIKA DAN PEMULIAAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA LABORATORIUM GENETIKA DAN PEMULIAAN Halaman : 1 dari 5 METODE PREPARASI KROMOSOM DENGAN METODE SQUASH 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk penentuan jam pembelahan sel dan jumlah kromosom. 2. ACUAN NORMATIF Aristya, G.R., Daryono,

Lebih terperinci

JUMLAH DAN PANJANG ABSOLUT KROMOSOM BAWANG MERAH KULTIVAR SAMAS (ALLIUM ASCALONICUM L. CV. SAMAS) ABSTRAK

JUMLAH DAN PANJANG ABSOLUT KROMOSOM BAWANG MERAH KULTIVAR SAMAS (ALLIUM ASCALONICUM L. CV. SAMAS) ABSTRAK JUMLAH DAN PANJANG ABSOLUT KROMOSOM BAWANG MERAH KULTIVAR SAMAS (ALLIUM ASCALONICUM L. CV. SAMAS) Dian Ayuning Tyas Tadris Biologi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Walisongo, Semarang 50185 (Email:

Lebih terperinci

Karyotipe Kromosom pada Allium sativum L. (Bawang Putih) dan Pisum sativum L. (Kacang Kapri).

Karyotipe Kromosom pada Allium sativum L. (Bawang Putih) dan Pisum sativum L. (Kacang Kapri). B i o S M A R T ISSN: 1411-321X Volume 2, Nomor 1 April 2000 Halaman: 20-27 Karyotipe Kromosom pada Allium sativum L. (Bawang Putih) dan Pisum sativum L. (Kacang Kapri). AHMAD DWI SETYAWAN 1, SUTIKNO 2

Lebih terperinci

Induksi Poliploidi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) dengan Pemberian Kolkisin

Induksi Poliploidi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) dengan Pemberian Kolkisin B I O D I V E R S I T A S ISSN: 1412-033X Volume 3, Nomor 1 Januari 2002 Halaman: 174-180 Induksi Poliploidi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) dengan Pemberian Kolkisin Polyploid induction of Allium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada didalam sel, pembelahan dan penduplikasian merupakan konsep terpenting

BAB I PENDAHULUAN. ada didalam sel, pembelahan dan penduplikasian merupakan konsep terpenting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap sel berasal dari sel hidup lainnya. Siklus sel merupakan tahapan dimana terjadinya proses pembelahan dan penduplikasian berbagai materi yang ada didalam sel,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA LABORATORIUM GENETIKA DAN PEMULIAAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA LABORATORIUM GENETIKA DAN PEMULIAAN Halaman : 1 dari 5 METODE PREPARASI KROMOSOM HEWAN DENGAN METODE SQUASH 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk penentuan jam pembelahan sel dan jumlah kromosom. 2. ACUAN NORMATIF Amemiya, C.T., J.W.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April Penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April Penelitian ini 28 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani Jurusan Biologi Fakultas MIPA. B.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah eksperimen. Penelitian eksperimen merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah eksperimen. Penelitian eksperimen merupakan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimen. Penelitian eksperimen merupakan manipulasi terhadap objek penelitian serta terdapat kontrol (Nazir,2003: 63). B. Desain

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT SQUASH AKAR BAWANG

LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT SQUASH AKAR BAWANG LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT SQUASH AKAR BAWANG Disusun Guna Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Praktikum Mikroteknik Tahun Ajaran 2014 Disusun Oleh : Litayani Dafrosa Br S 4411412016 Kelompok

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN KOLKISIN TERHADAP JUMLAH KROMOSOM BAWANG PUTIH (Allium sativum) LOKAL KULTIVAR DOULU

PENGARUH PEMBERIAN KOLKISIN TERHADAP JUMLAH KROMOSOM BAWANG PUTIH (Allium sativum) LOKAL KULTIVAR DOULU PENGARUH PEMBERIAN KOLKISIN TERHADAP JUMLAH KROMOSOM BAWANG PUTIH (Allium sativum) LOKAL KULTIVAR DOULU Tumiur Gultom 1) Tenaga Pengajar Program Studi Biologi, Jurusan Biologi, FMIPA Universitas Negeri

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id MATERI DAN METODE PENELITIAN

bio.unsoed.ac.id MATERI DAN METODE PENELITIAN III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan Bahan yang digunakan antara lain daun salak [Salacca zalacca (Gaertn.) Voss] kultivar Kedung Paruk,

Lebih terperinci

ANALISIS KROMOSOM JAHE (Zingiber officinale var. officinale) Chromosomes Analysis Of Ginger (Zingiber Officinale Var. Officinale)

ANALISIS KROMOSOM JAHE (Zingiber officinale var. officinale) Chromosomes Analysis Of Ginger (Zingiber Officinale Var. Officinale) ANALISIS KROMOSOM JAHE (Zingiber officinale var. officinale) Chromosomes Analysis Of Ginger (Zingiber Officinale Var. Officinale) Faizal Kusuma Yulianto 1) dan Parjanto 2) ABSTRACT The cytogenetic information

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pengaruh konsentrasi dan lama perendaman kolkhisin terhadap tinggi tanaman,

BAB III METODE PENELITIAN. pengaruh konsentrasi dan lama perendaman kolkhisin terhadap tinggi tanaman, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental untuk mengetahui pengaruh konsentrasi dan lama perendaman kolkhisin terhadap tinggi tanaman, jumlah

Lebih terperinci

PEMBELAHAN MITOSIS PADA TUDUNG AKAR BAWANG MERAH (Allium Cepa)

PEMBELAHAN MITOSIS PADA TUDUNG AKAR BAWANG MERAH (Allium Cepa) PEMBELAHAN MITOSIS PADA TUDUNG AKAR BAWANG MERAH (Allium Cepa) LAPORAN PRAKTIKUM UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH Genetika 1 yang dibimbing oleh Prof. Dr. Hj. Siti Zubaidah, M.Pd dan Andik Wijayanto, S.Si,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian dasar. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif, yaitu untuk menganalisis hubungan kekerabatan kultivar Mangifera

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 3 ulangan. Faktor pertama, konsentrasi

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI MODUL 3 BIOPSIKOSOSIOKULTURAL FAKULTAS KEDOKTERAN

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI MODUL 3 BIOPSIKOSOSIOKULTURAL FAKULTAS KEDOKTERAN PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI MODUL 3 BIOPSIKOSOSIOKULTURAL FAKULTAS KEDOKTERAN BAGIAN BIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG 2012 TATA TERTIB PRAKTIKUM BIOLOGI 1. Saat praktikum berlangsung

Lebih terperinci

PENGARUH KOLKISIN TERHADAP KROMOSOM UJUNG AKAR BAWANG MERAH

PENGARUH KOLKISIN TERHADAP KROMOSOM UJUNG AKAR BAWANG MERAH 1 PENGARUH KOLKISIN TERHADAP KROMOSOM UJUNG AKAR BAWANG MERAH PENDAHULUAN Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan sayuran umbi yang multiguna, dapat digunakan sebagai bumbu masakan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae,

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Tanaman bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, ordo liliales,

Lebih terperinci

PENYIAPAN SPECIMEN AWETAN OBJEK BIOLOGI 1

PENYIAPAN SPECIMEN AWETAN OBJEK BIOLOGI 1 1 PENYIAPAN SPECIMEN AWETAN OBJEK BIOLOGI 1 Oleh : Drs. Suyitno Al, MS 2 PENDAHULUAN Biologi berkembang dari hasil kerja para peneliti biologi, menggali pengetahuan dari objek-objek biologi. Sebagai Objeknya

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM GENETIKA DASAR. Disusun oleh : Dr. Henny Saraswati, M.Biomed PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

PETUNJUK PRAKTIKUM GENETIKA DASAR. Disusun oleh : Dr. Henny Saraswati, M.Biomed PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN PETUNJUK PRAKTIKUM GENETIKA DASAR Disusun oleh : Dr. Henny Saraswati, M.Biomed PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL 2017 2 Petunjuk Praktikum Genetika Dasar TATA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian deskriptif dengan kegiatan secara eksploratif yaitu observasi dengan mengambil sampel secara langsung.

Lebih terperinci

MODUL IV REPRODUKSI SEL

MODUL IV REPRODUKSI SEL 24 MODUL IV REPRODUKSI SEL TUJUAN mitosis. Memahami terjadinya proses dan fase-fase pembelahan sel, terutama secara TEORI Terdapat dua tipe sel yaitu prokariota dan eukariota.sel prokariota umumnya berukuran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil analisis variansi (ANAVA) menunjukkan bahwa faktor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil analisis variansi (ANAVA) menunjukkan bahwa faktor BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis variansi (ANAVA) menunjukkan bahwa faktor interaksi antara konsentrasi kolkhisin 0%, 0,05%, 0,10%, 0,15% dan lama perendaman kolkhisin 0 jam, 24 jam,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci

Kultur Invitro untuk Tanaman Haploid Androgenik. Yushi Mardiana, SP, Msi Retno Dwi Andayani, SP, MP

Kultur Invitro untuk Tanaman Haploid Androgenik. Yushi Mardiana, SP, Msi Retno Dwi Andayani, SP, MP Kultur Invitro untuk Tanaman Haploid Androgenik Yushi Mardiana, SP, Msi Retno Dwi Andayani, SP, MP Pendahuluan Tanaman haploid ialah tanaman yang mengandung jumlah kromosom yang sama dengan kromosom gametnya

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN A. Materi dan Deskripsi Lokasi 1. Bahan Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah daun 10 kultivar kacang tanah ( kultivar Bima, Hypoma1, Hypoma2, Kancil, Kelinci, Talam,

Lebih terperinci

STUDI KARYOTIPE GANYONG (Canna edulis Ker.) SEBAGAI DASAR PEMULIAAN TANAMAN. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan

STUDI KARYOTIPE GANYONG (Canna edulis Ker.) SEBAGAI DASAR PEMULIAAN TANAMAN. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan STUDI KARYOTIPE GANYONG (Canna edulis Ker.) SEBAGAI DASAR PEMULIAAN TANAMAN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains Oleh: Ulfa Qurniawati NIM. M0406063 JURUSAN BIOLOGI

Lebih terperinci

ANALISIS POLA PITA-C KROMOSOM TANAMAN SALAK JANTAN DAN BETINA (Salacca zalacca var. zalacca)

ANALISIS POLA PITA-C KROMOSOM TANAMAN SALAK JANTAN DAN BETINA (Salacca zalacca var. zalacca) ANALISIS POLA PITA-C KROMOSOM TANAMAN SALAK JANTAN DAN BETINA (Salacca zalacca var. zalacca) ANALYSIS OF C-BANDING CHROMOSOMES OF MALE AND FEMALE SALAK (Salacca zalacca var. zalacca) Parjanto Staf Pengajar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak digemari masyarakat Indonesia, sehingga memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Cabai merah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif eksploratif yaitu suatu

BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif eksploratif yaitu suatu 44 BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif eksploratif

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Kampus Universitas Indonesia, Depok. Pengambilan sampel dilakukan pada

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Kampus Universitas Indonesia, Depok. Pengambilan sampel dilakukan pada BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Pengambilan sampel dilakukan di perairan Laboratorium Alam FMIPA, Kampus Universitas Indonesia, Depok. Pengambilan sampel dilakukan pada pukul

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2010 sampai dengan Juni 2010.

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan III. METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah timbangan analitik, tabung reaksi, higrometer, altimeter, pipet berskala, labu ukur, oven, spektrofotometer, gunting, plastik, alat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Gambar 3.1 Peta Lokasi Jalur Hijau Jalan Gerilya Kota Purwokerto. bio.unsoed.ac.id

III. METODE PENELITIAN. Gambar 3.1 Peta Lokasi Jalur Hijau Jalan Gerilya Kota Purwokerto. bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah HCl 0,7 %, NaOH1 N, ZnSO4 5%, Ba(OH)2 0,3 N, Akuades, Pereaksi Cu, Alkohol 70%. Sedangkan alat yang digunakan adalah

Lebih terperinci

STUDI IDENTIFIKASI MITOSIS AKAR BAWANG MERAH MEDIA PEMBELAJARAN

STUDI IDENTIFIKASI MITOSIS AKAR BAWANG MERAH MEDIA PEMBELAJARAN STUDI IDENTIFIKASI MITOSIS AKAR BAWANG MERAH (Allium cepa) MENGGUNAKAN METODE SQUASH SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN Moh. Imam Bahrul Ulum Program Studi Pendidikan Biologi FKIP- Universitas Muhammadiyah Malang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Anggrek alam merupakan salah satu tanaman yang perlu di lestarikan populasinya. Kondisi lingkungan yang tidak mendukung untuk pertumbuhannya serta banyaknya perburuan liar menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Untuk analisis sitologi

BAB III METODE PENELITIAN. Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Untuk analisis sitologi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan selama lima bulan, mulai bulan Januari 2011 sampai Mei 2011 di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Biologi,

Lebih terperinci

PENYIAPAN BENIH. : Pengenalan Varietas Bawang Putih

PENYIAPAN BENIH. : Pengenalan Varietas Bawang Putih PENYIAPAN BENIH Kegiatan 1.1. Waktu Lembar Petunjuk Pelatih : : Pengenalan Varietas Bawang Putih :... JP @ 45 Menit NO URAIAN KEGIATAN WAKTU (MENIT) 1 Menciptakan suasana/kesiapan berlatih 10 2 Menjelaskan

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh waktu pemberian GA3 terhadap pertumbuhan tanaman leek

5. PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh waktu pemberian GA3 terhadap pertumbuhan tanaman leek 5. PEMBAHASAN Pembahasan mengenai pengaruh waktu pemberian Giberelin (GA 3 ) terhadap induksi pembungaan dan pertumbuhan tanaman leek (Allium ampeloprasum L.) meliputi umur berbunga, tinggi tanaman, jumlah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi a. Bahan

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi a. Bahan A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi a. Bahan III. METODE PENELITIAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah polen bunga beberapa anggota familia Solanaceae yaitu spesies Solanum melongena

Lebih terperinci

LAJU FOTOSINTESIS PADA BERBAGAI PANJANG GELOMBANG CAHAYA. Tujuan : Mempelajari peranan jenis cahaya dalam proses fotosintesis.

LAJU FOTOSINTESIS PADA BERBAGAI PANJANG GELOMBANG CAHAYA. Tujuan : Mempelajari peranan jenis cahaya dalam proses fotosintesis. LAJU FOTOSINTESIS PADA BERBAGAI PANJANG GELOMBANG CAHAYA Tujuan : Mempelajari peranan jenis cahaya dalam proses fotosintesis. Pendahuluan Fotosintesis merupakan proses pemanfaatan enegi matahari oleh tumbuhan

Lebih terperinci

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM MIKROTEKNIK

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM MIKROTEKNIK LAPORAN RESMI PRAKTIKUM MIKROTEKNIK Metode Squash Disusun Untuk Memenuhi Ujian Kompetensi Mata Kuliah Mikroteknik Semester V Disusun Oleh : Wike Trajuningtyas Oktaviana K4312073 PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari bonggol nanas dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN

NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN Nata adalah biomassa yang sebagian besar terdiri dari sellulosa, berbentuk agar dan berwarna putih. Massa ini berasal dari pertumbuhan Acetobacter xylinum pada permukaan media

Lebih terperinci

PEDOMAN PRAKTIKUM. Nama : NIM : Kelompok : Kelas : Asisten :

PEDOMAN PRAKTIKUM. Nama : NIM : Kelompok : Kelas : Asisten : PEDOMAN PRAKTIKUM Nama : NIM : Kelompok : Kelas : Asisten : FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015 KEGIATAN i MIKROSKOP Prosedur A. Memegang dan Memindahkan Mikroskop 1. Mikroskop dipindahkan

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 8 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1.1 Materi Penelitian 1.1.1 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang bertubuh buah, serasah daun, batang/ranting

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah daun tanaman singkong 1-3 bulan, alkohol 70%, HCl 0,7%, NaOH 1N, ZnSO 4 5%, Ba(OH) 2 0,3%, pereaksi Cu, pereaksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium dan Rumah Kaca Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, mulai bulan Januari 2012

Lebih terperinci

Karakter Morfologi dan Sitologi Tanaman Bawang Daun (Allium fistulosum L.) Hasil Induksi Kolkisina pada Generasi Vegetatif Kedua

Karakter Morfologi dan Sitologi Tanaman Bawang Daun (Allium fistulosum L.) Hasil Induksi Kolkisina pada Generasi Vegetatif Kedua Vegetalika Vol.4 No.1, 2015 : 37-45 Karakter Morfologi dan Sitologi Tanaman Bawang Daun (Allium fistulosum L.) Hasil Induksi Kolkisina pada Generasi Vegetatif Kedua Morphological and Sitological Characters

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian dan Analisis Data Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian deskriptif. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif meliputi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari kulit pisang dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER MITOSIS AKAR BAWANG

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER MITOSIS AKAR BAWANG LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER MITOSIS AKAR BAWANG Disusun oleh: Kelompok 1: Bayu Purnomo (1110016100031) Ditya Ambarwati (1110016100024) Ria Rista Agustina (1110016100003) Ayu Nofitasari

Lebih terperinci

KARAKTER KROMOSOM EKALIPTUS (Eucalyptus pellita F. Muell.) HASIL INDUKSI EKSTRAK ETANOLIK DAUN TAPAK DARA (Catharanthus roseus (L.) G. Don.

KARAKTER KROMOSOM EKALIPTUS (Eucalyptus pellita F. Muell.) HASIL INDUKSI EKSTRAK ETANOLIK DAUN TAPAK DARA (Catharanthus roseus (L.) G. Don. KARAKTER KROMOSOM EKALIPTUS (Eucalyptus pellita F. Muell.) HASIL INDUKSI EKSTRAK ETANOLIK DAUN TAPAK DARA (Catharanthus roseus (L.) G. Don.) Budi Setiadi Daryono 1, Cindy Ariesti Koeswardani 1 dan Sri

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan yang digunakan adalah daun kacang panjang, alkohol 70%, HCl 0,7%, NaOH 1N, ZnSO 4 5%, Ba(OH)

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN A. Materi dan Deskripsi Lokasi 1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah daun jambu air (Syzygium aqueum). Kemikalia yang digunakan yaitu larutan alkohol 96%, ethanol,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Rancangan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah gabungan antara metode non eksperimental dan metode eksperimental. Metode non eksperimental

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hijau atau tauge. Nata yang dihasilkan kemudian diuji ketebalan, diukur persen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hijau atau tauge. Nata yang dihasilkan kemudian diuji ketebalan, diukur persen 23 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari kulit singkong dengan penggunaan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau atau tauge. Nata yang

Lebih terperinci

HASIL. Tingkat perubahan warna, panjang kedalaman zona perubahan warna serta tingkat wangi dinyatakan dalam nilai rata-rata ± simpangan baku.

HASIL. Tingkat perubahan warna, panjang kedalaman zona perubahan warna serta tingkat wangi dinyatakan dalam nilai rata-rata ± simpangan baku. 4 Tabel 1 Rancangan pemberian MeJA 750 mm secara berulang. Induksi / Pengamatan Perlakuan (hari ke-) Induksi 0 10 25 50 75 M1 * * * * M2 * * * M3 * * M4 * Keterangan : = pemberian * = pengamatan M1= Perlakuan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Percobaan ini dilaksanakan di rumah plastik, dan Laboratorium Produksi

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Percobaan ini dilaksanakan di rumah plastik, dan Laboratorium Produksi III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di rumah plastik, dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Bandar Lampung,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor yang pertama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kembang sungsang (Gloriosa. superba L.) merupakan salah satu jenis

I. PENDAHULUAN. Kembang sungsang (Gloriosa. superba L.) merupakan salah satu jenis 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kembang sungsang (Gloriosa. superba L.) merupakan salah satu jenis tanaman yang termasuk kedalam suku Liliaceae. Tanaman ini merupakan tumbuhan memanjat sehingga dikenal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. Pelaksanaan

Lebih terperinci

Daun pertama gandum, berongga dan berbentuk silinder, diselaputi plumula yang terdiri dari dua sampai tiga helai daun. Daun tanaman gandum

Daun pertama gandum, berongga dan berbentuk silinder, diselaputi plumula yang terdiri dari dua sampai tiga helai daun. Daun tanaman gandum BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Botani Tanaman gandum Menurut Laraswati (2012) Tanaman gandum memiliki klasifikasi sebagai berikut: Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Super

Lebih terperinci

UJI PEMOTONGAN UMBI DAN MEDIA TANAM UNTUK PERTUMBUHAN DAN HASIL VERTIKULTUR TANAMAN BAWANG MERAH (Allium cepa)

UJI PEMOTONGAN UMBI DAN MEDIA TANAM UNTUK PERTUMBUHAN DAN HASIL VERTIKULTUR TANAMAN BAWANG MERAH (Allium cepa) UJI PEMOTONGAN UMBI DAN MEDIA TANAM UNTUK PERTUMBUHAN DAN HASIL VERTIKULTUR TANAMAN BAWANG MERAH (Allium cepa) Libria Widiastuti dan Muhammad Hanif Khairudin Staf Pengajar Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi eksperimental.

BAB 3 METODOLOGI. 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi eksperimental. 23 BAB 3 METODOLOGI 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi eksperimental. 3.2 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini bertempat di laboratorium kimia kedokteran Fakultas

Lebih terperinci

NATA DE SOYA. a) Pemeliharaan Biakan Murni Acetobacter xylinum.

NATA DE SOYA. a) Pemeliharaan Biakan Murni Acetobacter xylinum. NATA DE SOYA 1. PENDAHULUAN Nata adalah biomassa yang sebagian besar terdiri dari selulosa, berbentuk agar dan berwarna putih. Massa ini berasal pertumbuhan Acetobacter xylinum pada permukaan media cair

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Divisi : Spermatophyta ; Sub divisi : Angiospermae ; Kelas : Monocotyledoneae ;

TINJAUAN PUSTAKA. Divisi : Spermatophyta ; Sub divisi : Angiospermae ; Kelas : Monocotyledoneae ; TINJAUAN PUSTAKA Sistematika tanaman pisang adalah sebagai berikut, Kingdom : Plantae ; Divisi : Spermatophyta ; Sub divisi : Angiospermae ; Kelas : Monocotyledoneae ; Famili : Musaceae ; Genus : Musa

Lebih terperinci

putri Anjarsari, S.Si., M.Pd

putri Anjarsari, S.Si., M.Pd NATA putri Anjarsari, S.Si., M.Pd putri_anjarsari@uny.ac.id Nata adalah kumpulan sel bakteri (selulosa) yang mempunyai tekstur kenyal, putih, menyerupai gel dan terapung pada bagian permukaan cairan (nata

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Rukmana (2005), klasifikasi tanaman bawang merah adalah sebagai berikut: Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan secara eksperimental laboratorium. B. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fakultas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3.1.Lokasi Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 3.1.Lokasi Penelitian III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2014 di Kecamatan Kepenuhan, Kepenuhan Hulu Dan Kecamatan Rambah Hilir di Kabupaten Rokan Hulu.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang memiliki tubuh buah, serasah daun, ranting, kayu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dan kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia termasuk Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. dan kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia termasuk Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Tanaman Pisang Pisang (Musa spp.) merupakan tanaman yang berasal dari Asia Tenggara dan kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia termasuk Indonesia (Prihatman,2000).

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu:

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu: BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian eskperimental yang menggunakan Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu: 1. Faktor pertama: konsentrasi

Lebih terperinci

PEMBUATAN PREPARAT WHOLE MOUNT EPIDERMIS BAWAH/ATAS DAUN

PEMBUATAN PREPARAT WHOLE MOUNT EPIDERMIS BAWAH/ATAS DAUN LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT WHOLE MOUNT EPIDERMIS BAWAH/ATAS DAUN Disusun Guna Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Praktikum Mikroteknik Tahun Ajaran 2014/2015 Disusun Oleh : Litayani Dafrosa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan, termasuk klasifikasi sebagai berikut; divisio : spermatophyta;

TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan, termasuk klasifikasi sebagai berikut; divisio : spermatophyta; 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedudukan tanaman bawang merah dalam tata nama atau sistematika tumbuhan, termasuk klasifikasi sebagai berikut; divisio : spermatophyta; subdivisio : angiospermae; kelas

Lebih terperinci

SKRIPSI. ANALISIS KROMOSOM PADA ANGGREK ALAM JAWA TIMUR (Paphiopedilum glaucophyllum, Coelogyne speciosa dan Dendrobium crumenatum)

SKRIPSI. ANALISIS KROMOSOM PADA ANGGREK ALAM JAWA TIMUR (Paphiopedilum glaucophyllum, Coelogyne speciosa dan Dendrobium crumenatum) SKRIPSI ANALISIS KROMOSOM PADA ANGGREK ALAM JAWA TIMUR (Paphiopedilum glaucophyllum, Coelogyne speciosa dan Dendrobium crumenatum) Oleh : INDAH DEWI M.J H 0709056 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar 1. Talus Segar Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Gambar 1. Talus Segar Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Gambar 1. Talus Segar Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus Lampiran 2. Hasil Identifikasi Tumbuhan Lampiran 3. Serbuk Simplisia Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium cepa L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium cepa L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah (Allium cepa L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang secara ekonomis menguntungkan dan mempunyai prospek pasar yang luas. Bawang merah digemari oleh

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas segar yang dibeli di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar

Lebih terperinci

Mengintip capaian kajian genetika pada Allium sp.

Mengintip capaian kajian genetika pada Allium sp. Mengintip capaian kajian genetika pada Allium sp. Penulis: Lina Herlina, MSi. (peneliti BB Biogen, Bogor) Tahukah anda, bahwa didunia saat ini terdapat sekitar 103 jenis (strain) bawang? Di mana dalam

Lebih terperinci

meter dan percabangannya monopodial. Batangnya berwarna merah (Henssayon, 1985). Daun tanaman bayam adalah daun tunggal. Berwarna kehijauhan, bentuk bundar telur memanjang (ovalis). Panjang daun 1,5 sampai

Lebih terperinci

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH Petunjuk Paktikum I. ISLASI EUGENL DARI BUNGA CENGKEH A. TUJUAN PERCBAAN Mengisolasi eugenol dari bunga cengkeh B. DASAR TERI Komponen utama minyak cengkeh adalah senyawa aromatik yang disebut eugenol.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi eksperimental dengan lima kelompok perlakuan. Hasil penghitungan bilangan peroksida dari tiap-tiap kelompok perlakuan

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI SEL

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI SEL PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI SEL Oleh: Ainun Nikmati Laily, M.Si Fitriyah, M. Si dr. Alvi Milliana JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2013 I. Tujuan TOPIK I Sel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Bawang merah telah dikenal dan digunakan orang sejak beberapa ribu tahun yang lalu. Dalam peninggalan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) tunggal, dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Metode penelitian eksperimen merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Dendeng daging sapi giling yang diperoleh dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pisang adalah tanaman herba yang berasal dari kawasan Asia Tenggara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pisang adalah tanaman herba yang berasal dari kawasan Asia Tenggara 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Pisang Pisang adalah tanaman herba yang berasal dari kawasan Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Sudah lama buah pisang menjadi komoditas buah tropis yang sangat populer

Lebih terperinci