BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Simon Hilson (1996) menyatakan tonjol carabelli pertama kali digambarkan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Simon Hilson (1996) menyatakan tonjol carabelli pertama kali digambarkan"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tonjol Carabelli Simon Hilson (1996) menyatakan tonjol carabelli pertama kali digambarkan oleh Georg Carabelli pada tahun 1842, seorang dokter gigi asal Austria. 2,9 Semenjak itu, banyak penelitian yang diadakan untuk melihat keberadaan tonjol ini guna kepentingan antropologi, model heriditer dan forensik. Insiden dan derajat perbedaan bentuk tipe diantara populasi bisa digunakan untuk menentukan, membandingkan perbedaan karakteristik gigi antar populasi yang ada Pengertian Tonjol Carabelli Menurut Georg Carabelli (1842 cit. Simon Hilson, 1996), tonjol carabelli adalah tonjol tambahan kecil pada mesiolingual dari molar permanen pertama rahang atas. 2 Alvesolo (1975 cit. Mavrodisz K et al, 2007) mengemukakan bahwa tonjol carabelli adalah bentuk morfologi gigi yang khas terdapat pada permukaan mesiopalatal molar permanen pertama rahang atas, jarang terdapat pada molar permanen kedua dan ketiga rahang atas atau pada molar decidui kedua rahang atas. 9

2 Gambar 1. Tonjol carabelli Faktor faktor yang Mempengaruhi Keberadaan Tonjol Carabelli Dari literatur yang ada didapat faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan tonjol carabelli pada gigi molar pertama rahang atas adalah: a. Genetik Mavrodisz K et al (2007) menyatakan karakteristik gigi seperti ukuran, bentuk dan jumlah tonjol ditentukan oleh genetik. Oleh karena itu karakteristik tersebut berbeda antar ras yang ada. Menurut Dietz (1991 cit. Mavrodisz K et al, 2007) ada gen yang dominan yang bertanggung jawab terhadap munculnya tonjol carabelli. 9 Gen homozigot bertanggung jawab terhadap pronounced tubercle dan gen heterozigot bertanggung jawab terhadap slight, groove, pit dan tubercle (Kraus, cit. Lahdesmaki, 2006). Portin (cit. Lahdesmaki, 2006) menyatakan keberadaan tonjol carabelli dikontrol oleh banyak gen. Model sederhana dari penurunan sistem Mendel sulit untuk diterapkan pada penurunan karakteristik tonjol carabelli karena variasi bentuk yang ditemui terus berubah-ubah (Lee; Goose, cit. Lahdesmaki, 2006). 12

3 b. Evolusi Pada mulanya tonjol ini ditemukan pada Austrapithecus, manusia Neanderthal, hanya dalam bentuk sederhana, groove. Sekarang tonjol carabelli dapat dijumpai dalam beberapa bentuk yaitu pronounced tubercle, slight tubercle, dan pit. Hal ini memberikan arti bahwa telah ada evolusi pada tonjol carabelli dari bentuk yang sederhana menjadi tonjol yang berkembang baik. 9 Keberadaan tonjol carabelli bersifat diturunkan dan seringkali bilateral, namun karena adanya proses evolusi bisa keberadaannya unilateral (Hsu JW, cit. Juniastuti M, Tyas C 2006). 3 c. Lingkungan Faktor lingkungan seperti faktor mekanik (mastikasi), nutrisi dan beberapa penyakit gigi mempengaruhi proses pembentukan dan tumbuh kembang tonjol carabelli. Keberadaan tonjol carabelli seringkali bilateral tetapi karena adanya sistem mastikasi bisa keberadaannya unilateral (Hsu JW, cit. Juniastuti M, Tyas C, 2006). Gigi molar yang mempunyai tonjol carabelli rentan terkena karies. 3 d. Pertumbuhan dan perkembangan gigi Selama perkembangan gigi dapat terjadi kelainan/gangguan yang melibatkan struktur, bentuk, jumlah dan ukuran gigi. Susunan lapisan epitel bagian dalam enamel khususnya regio protocon bisa memodifikasi perkembangan tonjol carabelii (Kondo, cit. Lahdesmaki, 2006). Gigi yang tumbuh dan berkembang dengan normal akan memungkinkan untuk munculnya tonjol carabelli daripada gigi yang pertumbuhan dan perkembangannya tidak normal. Ukuran mahkota gigi dengan tonjol carabelli lebih besar daripada gigi yang tidak mempunyai tonjol carabelli. Ukuran mahkota

4 yang besarnya normal lebih memungkinkan untuk munculnya tonjol carabelli sedangkan ukuran mahkota gigi yang kecil (mikrodonsia) akan mengurangi kemungkinan untuk munculnya tonjol carabelli Tipe Tonjol Carabelli Ada beberapa klasifikasi yang telah dibentuk untuk menggambarkan tipe tonjol carabelli. Diantaranya ada yang membagi tonjol carabelli kedalam lima tipe (Kraus, 1951 cit. Tomkom S, 1994), kedalam tiga tipe (Jorgensen, 1956 cit. Tomkom S, 1994), kedalam delapan tipe (Hanihara, 1961; Dahlberg, 1963 cit. Tomkom S, 1994). Klasifikasi yang paling sederhana dan mudah untuk diamati dibandingkan klasifikasi lainnya adalah klasifikasi dari Kraus. 7 Tipe tonjol carabelli menurut klasifikasi Kraus ( cit. Juniastuti M, Tyas C, 2006) yaitu: 3 1. Tipe I (Pronounced tubercle) adalah peninggian enamel disisi palatal tonjol mesiopalatal M1 rahang atas dibatasi oleh dua groove yang berbentuk panah dengan puncak jelas terpisah dari sisi palatal tonjol mesiopalatal molar pertama rahang atas. a Gambar 2. (a) Tonjol carabelli tipe I dilihat dari palatal, b (b) Tonjol carabelli tipe I dilihat dari mesial 13

5 2. Tipe II (Slight tubercle) adalah peninggian enamel disisi palatal tonjol mesiopalatal M1 rahang atas dibatasi oleh dua groove yang berbentuk panah dengan puncak menempel disisi palatal tonjol mesiopalatal molar pertama rahang atas. c d Gambar 3. (c) Tonjol carabelli tipe II dilihat dari palatal, (d) Tonjol carabelli tipe II dilihat dari mesial Tipe III (Groove) adalah cekungan memanjang yang tidak memisahkan tonjol gigi. Dengan jumlah satu atau lebih disisi palatal dari tonjol mesiopalatal molar pertama rahang atas. e f Gambar 4. (e) Tonjol carabelli tipe III dilihat dari palatal (satu groove), (f) Tonjol carabelli tipe III dilihat dari palatal (dua groove) 13

6 4. Tipe IV (Pit) adalah adanya cekungan kecil berupa titik/pertemuan tiga groove tipis yang mengarah ke satu titik disisi palatal dari tonjol mesiopalatal molar pertama rahang atas. Gambar 5. Tonjol carabelli tipe IV Tipe V (Absent) adalah tidak ditemukan peninggian enamel maupun cekungan disisi palatal dari tonjol mesiopalatal molar pertama rahang atas. 2.2 Bentuk Shovel Gigi Insisivus Istilah shovel pertama kali diperkenal oleh Miihlreiter pada tahun Herdlicka pada tahun 1920 dianggap sebagai pelopor terhadap penelitian bentuk shovel gigi insisivus, istilah shovel digunakannya untuk menggambarkan gigi insisivus rahang atas populasi ras Mongoloid seperti orang Indian Amerika, Malaya, Mongolia, Cina dan Jepang dan jarang dijumpai pada populasi lain. 14 Sciulli (1990 cit. Tongkom S, 1994) menyatakan bentuk shovel gigi insisivus muncul sebagai karakteristik yang khas pada populasi Asia Timur Pengertian Bentuk Shovel Gigi Insisivus Herdlicka (1921 cit. John W Hsu et al, 1999) menyatakan bentuk shovel gigi insisivus adalah karakteristik yang khas pada gigi insisivus pertama rahang atas

7 berupa cekungan pada permukaan palatal dan bagian lateral dibatasi oleh penonjolan enamel. 6 Karakteristik gigi ini mirip dengan bentuk sekop. Penonjolan marginal ridges dari bentuk shovel gigi insisivus tidak hanya pada enamel tetapi juga melibatkan dentin (Tratman, 1950 cit. Tongkom S, 1994). Bentuk shovel ini tidak hanya dijumpai pada gigi insisivus tetapi juga pada gigi caninus rahang atas (Hanihara, 1961 cit. Tongkom S, 1994). 7 Marginal ridge Gambar 6. Gigi insisivus RA dengan bentuk shovel 15 Tanpa marginal ridge Gambar 7. Gigi insisivus RA tanpa bentuk shovel Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberadaan Bentuk Shovel a. Genetik Seperti tonjol carabelli keberadaan bentuk shovel pada gigi insisivus juga dipengaruhi oleh gen (diturunkan), karena itu bentuk shovel ini tidak dijumpai pada semua ras. Ras Mongoloid mempunyai prevalensi tinggi bentuk shovel gigi insisivus

8 dibandingkan ras-ras lainnya. Yacoob (1996) menyatakan prevalensi bentuk shovel gigi insisivus rahang atas pada ras mongoloid mendekati 90%. 8 Varsha Pilbrow (2004 cit. Mizoguchi, 1985) menyatakan variasi bentuk shovel ini sering ditemukan pada populasi lokal. 14 b. Oklusi Kikuchi (1954 cit. Mizoguchi Y, 1985) meneliti hubungan antara bentuk shovel gigi insisivus dengan oklusi pada orang Jepang. Sampel dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: kelompok oklusi normal, maloklusi, kelompok yang diambil secara acak. Insiden bentuk shovel pada oklusi normal didapat setengah dari dua kelompok lainnya. Bentuk shovel berkembang baik pada oklusi edge to edge. 14 c. Adaptasi dalam pertumbuhan dan perkembangan Mizoguchi Y 1985 menyatakan bentuk shovel erat hubungannya dengan kekuatan gigitan, sebagai respon terhadap gigitan yang kuat pada gigi anterior. Gigi dengan bentuk shovel lebih kokoh daripada gigi tanpa bentuk shovel. Dahlberg (1963 cit. Mizoguchi Y, 1985) menyatakan frekuensi fraktur pada gigi insisivus rahang atas tinggi pada anak-anak Eropa dan Amerika yang gigi insisivusnya jarang dijumpai mempunyai bentuk shovel dari pada anak-anak Jepang yang mempunyai bentuk shovel pada gigi insisivus Variasi Bentuk Shovel Gigi Insisivus Banyak peneliti yang meneliti variasi bentuk shovel gigi insisivus dalam suatu populasi dengan menggunakan skor subjektif yang diajukan oleh Herdlicka (1920), yang mengkategorikan variasi bentuk shovel gigi insisivus kedalam empat skor yaitu:

9 (1) Skor 0 /tidak ada bentuk shovel adalah untuk semua gigi insisivus pertama rahang atas yang tidak mempunyai bentuk shovel pada permukaan palatal gigi insisivus pertama rahang atas; (2) Skor 1/shovel samar-samar adalah untuk semua gigi insisivus pertama rahang atas yang bentuk shovelnya samar-samar atau tidak jelas pada permukaan palatal gigi insisivus pertama rahang atas; (3) Skor 2/semi shovel adalah untuk semua gigi insisivus pertama rahang atas yang penonjolan marginal rigdes jelas tetapi fossa centralnya dangkal pada permukaan palatal gigi insisivus pertama rahang atas; (4) Skor 3/shovel adalah bentuk permukaan lingual yang konkaf dan penonjolan marginal rigdes yang mengelilingi fossa central yang dalam pada permukaan palatal gigi insisivus pertama rahang atas. 6,7, Penentuan Ras Teknik penentuan ras terbagi atas metrik dan non metrik. Dari kedua teknik diatas, non metrik merupakan cara yang paling banyak dilakukan oleh karena mudah serta cepat. Penentuan ras secara non metrik disebut juga osteoskopi, didasarkan atas pengamatan dan deskripsi. Identifikasi ras manusia dengan teknik non metrik bisa dilihat dari profil wajah, profil dagu, tulang tengkorak (kontur sagital, sutura metopik, bentuk cavitas nasal, bentuk tulang nasal, spina nasalis anterior, inion, bentuk orbita, sutura zygomatikomaksilaris, arcus zygomatikus, oval window, bentuk ramus ascending, bentuk palatum, sutura palatina) dan gigi geligi (oklusi gigi geligi, lengkung gigi, jarak tonjol pada gigi premolar ada/tidaknya tonjol carabelli pada gigi molar permanen pertama dan bentuk shovel gigi insisivus permanen pertama dan rahang atas). Tonjol carabelli merupakan karakteristik pada gigi molar ras Kaukasoid,

10 sedangkan bentuk shovel merupakan karaktristik pada gigi insisivus ras Mongoloid. Tonjol carabelli dan bentuk shovel ini bisa digunakan untuk membedakan ras Kaukasoid dan Mongoloid Ras Manusia Ras merupakan suatu konsep yang penting untuk memudahkan pemikiran dalam mempelajari variasi manusia, bahwa manusia yang hidup di dunia berbeda satu dengan yang lain. Perbedaan itu bisa tampak pada warna kulit, warna rambut atau bentuk rambut, bentuk muka dan bentuk gigi-geliginya. 5,16 Berdasarkan perbedaan fisik yang diturunkan dan terus berkembang, manusia dibagi dalam kelompokkelompok ras. 16,17,18 Keanekaragaman ciri-ciri fisik masing-masing ras ini bukan suatu hal yang mutlak tetapi merupakan kombinasi sifat fisik antar ras yang dipengaruhi oleh genetic drift, ekologi dan kebudayaan yang kadang-kadang lebih menonjol hasilnya meskipun berasal dari ras yang sama. 16 Ciri-ciri ras berbeda satu sama lain disebabkan oleh komponen masyarakat sekitarnya, perkawinan, genetik, ciri-ciri fisik, gigi dan mulut (Hoebel, cit. Lukman D, 2006). 5 Memang terdapat tumpang-tindih dalam ciri-ciri berbagai ras, tetapi satu ras mempunyai cukup banyak ciri dibandingkan dengan ras lain sehingga dapat digunakan sebagai sarana identifikasi. 10

11 2.4.1 Pengertian Ras Manusia Ada beberapa ahli yang mengemukakan tentang pengertian ras. Gross (cit. Daldjoeni, 1991) mengemukakan ras adalah segolongan manusia yang merupakan satu kesatuan karena memiliki kesamaan sifat jasmani dan rohani yang diturunkan, sehingga dapat dibedakan satu dengan yang lain. Kohlbrugge (cit. Daldjoeni, 1991) menyatakan ras adalah segolongan manusia yang memiliki kesamaan ciri-ciri jasmani karena diturunkan, dimana ciri-ciri rohani tidak diperhitungkan. Haldane (cit. Daldjoeni, 1991) menyatakan bahwa ras adalah sekelompok manusia yang memiliki satu kesatuan karakter fisik dan asal geografis dalam area tertentu. 17 Chainur Arrasjid (1972) dosen fakustas Hukum USU menyatakan bahwa ras adalah segolongan manusia yang mempunyai persamaan sifat-sifat lahir tertentu yang dilanjutkan kepada keturunannya Klasifikasi Ras Manusia Ada banyak sistem klasifikasi ras manusia dari berbagai sarjana terkenal, dikarenakan oleh tiap-tiap sarjana ini memakai salah satu ciri sebagai dasar klasifikasinya. Misalnya: klasifikasi yang mengkombinasikan ciri-ciri morfologis dengan geografis dalam sistemnya (Blumenbach, 1755 cit. Koentjaraningrat, 1968). Klasifikasi yang memakai warna rambut dan bentuk rambut sebagai ciri-ciri terpenting dalam sistemnya (Deniker, 1889 cit. Koentjaraningrat, 1968). Semua klasifikasi itu masih berdasarkan metode-metode morfologis. 16 Secara tradisional ras manusia oleh para pakar dibedakan atas tiga ras utama yaitu: (1) ras Kaukasoid; (2)

12 ras Mongoloid dan (3) ras Negroid. 5,10,13,17 Namun setelah diteliti lebih lanjut ternyata pembagian ras manusia bisa lebih rinci lagi menjadi ras Khoisan, ras Australoid, ras Kaukasoid, ras Mongoloid dan ras Negroid Ras Kaukasoid Ras kaukasoid tersebar luas di dunia, terbagi atas subras yaitu: (1) Nordic mendiami Eropa Utara sekitar Laut Baltik; (2) Alpine mendiami Eropa Tengah dan Timur; (3) Mediterranean mendiami sekitar Laut Tengah, Afrika Utara, Armenia, Arabia dan Irania; (4) Indic (India). 16,18 Secara umum ras ini memiliki ciri fisik dengan berkulit putih, tekstur bibir tipis, memiliki bulu yang tebal, rambut lurus atau bergelombang (cymtorikh), dan bermata biru atau hijau. Bentuk kepala ras Kaukasoid adalah mesosephali, profil wajah lurus, appertura nasal yang sempit, tepi atas rongga orbita miring ke lateral, sutura metopik jelas, dagu melekuk ke dalam, spina nasalis menonjol, batang hidung curam (mancung), jendela telinga (oval window) terlihat, dan meatus auditry external membulat. 5,10 Jika dilihat dari gigi-geligi ras Kaukasoid mempunyai ciri lengkung rahang sempit dan berbentuk paraboloid, gigi-geligi sering crowded, permukaan lingual gigi insisive permanen pertama dan kedua rahang atas ( , ) rata (Kiernberger, 1955 ; Pederson, 1949 cit. Lukman D, 2006), gigi molar permanen rahang pertama bawah (3.6, 4.6) lebih panjang dan bentuk lebih tapered, mesio-distal gigi premolar permanen kedua rahang atas (1.5, 2.5) lebih besar dari buko-palatal dan sering dijumpai adanya tonjol carabelli (70-90%) di sisi palatal dari tonjol mesiopalatal gigi molar permanen pertama rahang atas. 5

13 Ras Mongoloid Ras Mongoloid terbagi menjadi subras yaitu: (1) Asiatic Mongoloid mendiami Asia Utara, Asia Tengah dan Asia Timur (Cina); (2) Malayan Mongoloid mendiami Asia Tenggara, kepulaun Indonesia, Malaya dan Filipina; (3) American Mongoloid terdiri atas orang Eskimo di Amerika Utara sampai penduduk Tera del Fuego di Amerika Selatan. 16,18 Secara umum ras ini memiliki ciri fisik kulit kuning, kelopak mata terdapat plica marginalis, mata berwarna coklat sampai hitam, rambut lurus (lisotrikh), dahi kecil dan tegak. Bentuk kepala ras ini adalah brachicephali, profil wajah prognatis sedang, rongga orbita membulat, puncak kepala tinggi seperti kubah (keeling of skull vault), apertura nasal membulat dan jendela telinga (oval window) tidak terlihat. 5,10 Jika dilihat dari gigi-geligi ras Mongoloid mempunyai ciri lengkung gigi berbentuk elipsoid, gigi insisive rahang atas (1.1, 1.2, 2.1, 2.2) mempunyai perkembangan penuh pada permukaan palatal bahkan lingual sehingga shovel shaped incisor, cingulumnya dominan (Herdlicka, 1921 cit. Lukman D, 2006). Bentuk gigi molar lebih dominan segiempat dan mempunyai fissur-fissur. 5 Prevalensi tonjol carabelli yang rendah Ras Negroid Ras Negroid terdiri atas: (1) African Negroid memdiami benua Afrika; (2) Negrito mendiami Afrika Tengah, Malaya dan Filipina; (3) Melanesia mendiami Irian dan Malenesia. 16,18 Ciri-ciri ras ini adalah pigmentasi kulit yang kuat (kulit hitam), bibir dan hidung lebar dan tebal, rambut keriting (ulotrikh), mata berwarna coklat sampai hitam. Bentuk kepala ras Negroid adalah dolicochepali, profil wajah

14 prognasi tulang pipi tegak, rongga orbita berbentuk rektangular, apertura nasal yang lebar, jendela telinga (oval window) terlihat. 5,10 Jika dilihat dari gigi-geligi ras Negroid mempunyai ciri rahang yang cendrung bimaxillary protrusion, lengkung gigi berbentuk U, gigi insisive rahang atas tidak terdapat cingulum hanya lekuk sedikit saja, premolar permanen pertama rahang bawah (1.4, 2.4) terdapat dua atau tiga tonjol, akar premolar rahang atas (1.4, 1.5, 2.4, 2.5) terdapat tiga akar (trifurkasi) (Biggersstaf, cit. Lukman D, 2006), gigi molar ke empat sering (banyak) ditemukan, bentuk gigi molar pertama segiempat dan mempunyai fissur seperti sarang laba-laba. 5 Selain ketiga ras utama tadi, ada yang dipisahkan menjadi dua ras yang lain, yaitu ras Khoisan dan ras Australoid. 13 Ras Khoisan (orang Bushmen, Hottentot), ras yang tergolong khusus ini memperlihatkan lengkung rahang berbentuk U yang sangat nyata dengan gigi insisive kecil-kecil. Sedangkan ras Australoid (suku aborigin dan suku-suku di kepulauan kecil Pasifik) yang hidup di Asia Tenggara, Pasifik dan Australia, memperlihatkan lengkung rahang berbentuk paraboloid yang lebar dengan gigi insisive yang besar-besar Ras Manusia Indonesia Manusia Indonesia tersusun atas berbagai macam ras yang saling berintegrasi secara turun temurun membentuk variasi suku-suku dengan ciri-ciri yang ada pada tiap suku. Menurut ahli antropologi, manusia Indonesia berasal dari orang-orang Afrika yang menyebar ke berbagai penjuru salah satunya ke utara, kemudian menjadi nenek moyang bangsa-bangsa sepanjang Afrika Timur, Semenanjung Arab Bagian

15 timur, Afganistan lalu ke Asia Tengah ada yang menyebar ke arah timur menuju Tionghoa, Asia Tenggara termasuk Indonesia. 17 Mengenai keberadaan orang Melayu di Indonesia diperkirakan berasal dari benua Asia. Kelompok pertama dikenal sebagai rumpun ras Melayu Proto (Melayu Tua) dan kelompok kedua dikenal sebagai rumpun ras Melayu Deutro (Melayu Muda). 1,18,19 Ciri-ciri ras Melayu sebagai keseluruhan adalah badan ramping, wajah bundar, bibir tebal, hidung lebar, rambut lurus, kulit kuning kecoklatan/sawo matang, wajah mirip orang Mongol karena punya tulang pipi yang menonjol dan kadangkadang masih sipit pelupuk matanya. 17,18 Ciri-ciri jasmani yang berlainan antara kelompok Proto Melayu dan Deutro Melayu terdapat pada bentuk kepala. Orang Melayu tua kepalanya panjang (dolichocephali) sedangkan orang Melayu muda kepalanya pendek (bracycephali) Ras Proto Melayu Rumpun ras Proto Melayu berasal dari daratan benua Asia, daerah Yunan di Cina Selatan. 17 Merupakan kelompok migrasi yang pertama datang ke Indonesia sekitar SM. 19 Masuk ke Sumatera melalui Semenanjung Melayu, mulamula migran pendahulu itu menempati pantai-pantai Sumatera Utara, Kalimantan Barat dan Sulawesi Barat, tetapi setelah itu karena terdesak oleh kelompok Melayu muda yang datang kemudian, kelompok Melayu tua masuk lanjut ke pedalaman dan hidup terisolasi. 17,18 Kelompok pertama ini lebih murni dari kelompok kedua. 18 Mereka ini adalah suku-suku Batak, Nias, Talang Mamak, Kubu, Mentawai,

16 Enggano yang semuanya berada di pulau Sumatera dan sekitarnya, Dayak di Kalimantan, Toraja di Sulawesi, Badui dan Tengger di Pulau Jawa. 17, Ras Deutro Melayu Rumpun ras Deutro Melayu juga berasal dari daratan benua Asia, daerah Dongson di Vietnam Utara. 17 Merupakan kelompok migrasi yang kedua datang ke Indonesia sekitar 1500 SM. 19 Masuk ke Indonesia melalui Semenanjung Melayu dan Filipina. Suku bangsa yang termasuk Melayu muda ini antara lain orang Aceh, Melayu, Minangkabau, Minahasa, Bugis, Makasar, Sasak, Bali dan Jawa. 17,19 Sebelum kedatangan kelompok Melayu tua dan muda, negeri kita sudah terlebih dulu kemasukan orang-orang Negrito dan Weddid misalnya di Palembang dan Jambi (suku Kubu), di Siak (suku Sakai) dan Sulawesi pojok Tenggara (suku Toala, Tokea dan Tomuna). Suku-suku terasing ini sekarang sudah makin lepas dari isolasi mereka, sehingga banyak budaya mereka dipengaruhi oleh suku-suku Melayu disekelilingnya. 17 Jadi dapat disimpulkan bahwa orang Indonesia memperlihatkan ciri-ciri yang berasal dari sedikitnya dua dari tiga kelompok manusia yaitu kelompok yang berasal dari Asia Tengah (Mongoloid) dengan Austramelanesid (Australoid dan Negrito). Jelaslah bagaimana sulitnya membedakan subras dalam satu ras, apalagi pada individu migrasi dan kawin campur menyebabkan terjadi berbagai subras yang ada sekarang.

17 Etnis Cina di Indonesia Etnis Cina adalah seluruh imigran Cina dan keturunannya yang tinggal dalam ruang lingkup budaya Indonesia dan tidak tergantung dari kewarganegaraan, bahasa yang melingkupi budaya Cina, mereka yang memandang dirinya sebagai Cina atau dianggap demikian oleh lingkungannya (Purcell, 1965 cit. Lien Y, 2000). Istilah Cina-Indonesia merujuk kepada etnis Cina di Indonesia yang memiliki nama keluarga/marga, tanpa memandang kewarganegaraannya (Leo Suryadinata, 1981 cit. Lien Y, 2000). 20

LAMPIRAN 1 ALUR PIKIR

LAMPIRAN 1 ALUR PIKIR LAMPIRAN 1 ALUR PIKIR Krakteristi gigi yang terdapat pada suatu ras berbeda dengan ras lainnya. Alvesalo (1975) meneliti tonjol carabelli pada masarakat Eropa (ras Kaukasoid) didapat tonjol carabelli 70-90%

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dentofasial termasuk maloklusi untuk mendapatkan oklusi yang sehat, seimbang,

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dentofasial termasuk maloklusi untuk mendapatkan oklusi yang sehat, seimbang, PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Ortodontik merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari pertumbuhan struktur jaringan pendukung gigi dan kraniofasial, perkembangan oklusi gigi geligi serta mempelajari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lengkung Gigi Lengkung gigi merupakan suatu garis imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan rahang bawah yang dibentuk oleh mahkota gigigeligi dan merupakan

Lebih terperinci

KELOMPOK Artha Vindy Febryan Pramesthi [04] 2. Awang Zaki R. [05] 3. Gati Argo W. [07] 4. Ngesty Finesatiti [19] 5. Nisa Nur 'Aini A.

KELOMPOK Artha Vindy Febryan Pramesthi [04] 2. Awang Zaki R. [05] 3. Gati Argo W. [07] 4. Ngesty Finesatiti [19] 5. Nisa Nur 'Aini A. SELAMAT PAGI KELOMPOK 2 1. Artha Vindy Febryan Pramesthi [04] 2. Awang Zaki R. [05] 3. Gati Argo W. [07] 4. Ngesty Finesatiti [19] 5. Nisa Nur 'Aini A. [20] RAS / ETNIS 1. Diferensiasi Sosial berdasarkan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi beberapa golongan ras. Masyarakat negara Indonesia termasuk ke dalam golongan ras Mongoloid. Jacob

Lebih terperinci

A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas

A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas Gigi Incisivus sentral atas adalah gigi kesatu di rahang atas, yang terletak dikiri kanan dari garis tengah / median (Itjingningsh,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Lengkung gigi merupakan suatu garis lengkung imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan bawah. 7,9 Bentuk lengkung gigi ini berhubungan dengan bentuk kepala

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. A. Latar belakang. waktu yang diharapkan (Hupp dkk., 2008). Molar ketiga merupakan gigi terakhir

BAB I. Pendahuluan. A. Latar belakang. waktu yang diharapkan (Hupp dkk., 2008). Molar ketiga merupakan gigi terakhir 1 BAB I Pendahuluan A. Latar belakang Gigi impaksi adalah gigi yang gagal erupsi ke dalam rongga mulut pada waktu yang diharapkan (Hupp dkk., 2008). Molar ketiga merupakan gigi terakhir yang tumbuh pada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap populasi juga berbeda dengan populasi lainnya. 1 Data lebar mesiodistal gigi penting sebagai informasi sebelum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran Gigi yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran Gigi yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ortodonsia merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran Gigi yang mempelajari pertumbuhan dan perkembangan yang disebabkan oleh pergerakan gigi. Ortodonsia mencakup diagnosis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang

BAB I PENDAHULUAN. permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Oklusi adalah berkontaknya permukaan oklusal gigi geligi rahang atas dengan permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang bawah menutup.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Molar Dua Mandibula Fungsi molar dua mandibula permanen adalah melengkapi molar satu mandibula. Seluruh bagian molar dua mandibula lebih kecil sekitar 1mm daripada molar satu.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ras Deutro-Melayu Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang disebut dengan ras Melayu. Ras Melayu terdiri dari kelompok Proto-Melayu (Melayu tua)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan serangkaian pulau besar-kecil dengan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan serangkaian pulau besar-kecil dengan lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan serangkaian pulau besar-kecil dengan lingkungan yang berbeda-beda terletak diantara dua benua yaitu Australia dan Asia. Bangsa Indonesia pada awalnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perawatan ortodontik dapat dicapai jika diagnosis dan rencana perawatan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perawatan ortodontik dapat dicapai jika diagnosis dan rencana perawatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perawatan ortodontik dapat dicapai jika diagnosis dan rencana perawatan ditegakkan secara tepat sebelum perawatan dilakukan. Diagnosis ortodontik dapat diperoleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan individu lainnya, antara satu populasi dengan populasi lainnya. 1 Adanya variasi ukuran lebar

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.4. Yunani. Cina. Vietnam. Yunan. Teluk Tonkin

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.4. Yunani. Cina. Vietnam. Yunan. Teluk Tonkin SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.4 1. Berdasarkan kesamaan artefak yang ditemukan menurut Prof. H.C Kern nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari wilayah...

Lebih terperinci

KISI KISI ULANGAN TENGAH SEMESTER PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SEMESTER GENAP 2016/2017. No Butir Kisi Kisi No Soal

KISI KISI ULANGAN TENGAH SEMESTER PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SEMESTER GENAP 2016/2017. No Butir Kisi Kisi No Soal KISI KISI ULANGAN TENGAH SEMESTER PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SEMESTER GENAP 2016/2017 No Butir Kisi Kisi No Soal 1 Keragaman bangsa Indonesia 1-3, 41 2 Keberagaman Ras Indonesia 4-6 3 Sikap

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan crosssectional yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara konveksitas skeletal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Odontologi forensik adalah ilmu di kedokteran gigi yang terkait dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Odontologi forensik adalah ilmu di kedokteran gigi yang terkait dalam 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Odontologi forensik adalah ilmu di kedokteran gigi yang terkait dalam suatu data penyidikan untuk mengetahui identitas korban bencana massal seperti kecelakaan pesawat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Golden Proportion 2.1.1 Pengertian Golden proportion merupakan suatu konsep yang memberikan pedoman sederhana berupa proporsi ideal untuk mencapai konsep estetis optimum.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi merupakan hubungan statis antara gigi atas dan gigi bawah selama interkuspasi dimana pertemuan tonjol gigi atas dan bawah terjadi secara maksimal. Dikenal dua

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi permanen bersamaan di dalam rongga mulut. Fase gigi bercampur dimulai dari

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi permanen bersamaan di dalam rongga mulut. Fase gigi bercampur dimulai dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fase gigi bercampur adalah suatu fase ditemukan adanya gigi desidui dan gigi permanen bersamaan di dalam rongga mulut. Fase gigi bercampur dimulai dari usia 6 tahun

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lengkung Gigi Menurut DuBRUL (1980), bentuk lengkung gigi sangat bervariasi, akan tetapi secara umum lengkung gigi rahang atas berbentuk elips dan lengkung gigi rahang bawah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini banyak pasien datang ke dokter gigi karena kondisi gigi yang kurang rapi. Gigi yang kurang rapi ini disebut juga dengan maloklusi. Maloklusi merupakan penyimpangan

Lebih terperinci

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

Gambar 1. Anatomi Palatum 12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palatum 2.1.1 Anatomi Palatum Palatum adalah sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Palatum

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dibentuk oleh processus palatines ossis maxilla dan lamina horizontalis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dibentuk oleh processus palatines ossis maxilla dan lamina horizontalis BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Palatum Palatum merupakan bagian yang memisahkan rongga mulut, rongga hidung, dan sinus maksilaris. Terdiri dari : 2.1.1. Platum durum Dibentuk oleh processus palatines ossis

Lebih terperinci

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi BAB 2 MALOKLUSI KLAS III 2.1 Pengertian Angle pertama kali mempublikasikan klasifikasi maloklusi berdasarkan hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi apabila tonjol

Lebih terperinci

Gambar 1. Fotometri Profil 16. Universitas Sumatera Utara

Gambar 1. Fotometri Profil 16. Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Profil jaringan lunak terbentuk dari beberapa komponen, antara lain komponen skeletal, dental dan jaringan lunak (hidung, dagu dan bibir). Analisis profil wajah yang baik dapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Rahang Tumbuh-kembang adalah suatu proses keseimbangan dinamik antara bentuk dan fungsi. Prinsip dasar tumbuh-kembang antara lain berkesinambungan,

Lebih terperinci

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA 6 BAB 2 TI JAUA PUSTAKA Ortodonti adalah salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang berhubungan dengan estetika gigi, wajah, dan kepala. Berdasarkan American Board of Orthodontics (ABO), Ortodonti adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menghasilkan bentuk wajah yang harmonis jika belum memperhatikan posisi jaringan

BAB 1 PENDAHULUAN. menghasilkan bentuk wajah yang harmonis jika belum memperhatikan posisi jaringan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, ilmu ortodonsia tidak hanya terfokus pada susunan jaringan keras tetapi juga pada estetis jaringan lunak wajah. Susunan gigi geligi yang baik tidak akan

Lebih terperinci

Dental Anatomi. Bentuk anatomis gigi

Dental Anatomi. Bentuk anatomis gigi BIDANG- BIDANG GIGI Bidang untuk menggigit : Incisal, oklusal Bidang menghadap keluar : labial, buccal Bidang menghadap kedalam : palatinal, lingual Bidang diantara 2 gigi : aproksimal --- mesial, distal,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Klas I Angle Pada tahun 1899, Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan relasi molar satu permanen rahang bawah terhadap rahang atas karena menurut Angle, yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Perawatan ortodonti modern merupakan tujuan yang digunakan untuk mencapai suatu keselarasan estetika wajah, keseimbangan struktural pada wajah dan fungsional pengunyahan. 2 Penampilan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ditimbulkan oleh gangguan erupsi gigi di rongga mulut, sudah selayaknya bagi dokter

BAB 1 PENDAHULUAN. ditimbulkan oleh gangguan erupsi gigi di rongga mulut, sudah selayaknya bagi dokter BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Besarnya pengaruh erupsi gigi dan banyaknya kelainan yang mungkin ditimbulkan oleh gangguan erupsi gigi di rongga mulut, sudah selayaknya bagi dokter gigi mengetahui

Lebih terperinci

TUGAS MATAPELAJARAN AGAMA ISLAM

TUGAS MATAPELAJARAN AGAMA ISLAM TUGAS MATAPELAJARAN AGAMA ISLAM (bentuk bentuk diferensi sosial agama) Nama : Febrinasari SMA : Mutiara, Natar Kata diferensiasi berasal dari bahasa Inggris different yang berarti berbeda. Sedangkan sosial

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat Malaysia terdiri atas berbagai suku dan etnik sehingga

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat Malaysia terdiri atas berbagai suku dan etnik sehingga BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Masyarakat Malaysia terdiri atas berbagai suku dan etnik sehingga memberikan variasi pada ukuran gigi. Ukuran gigi yang bervariasi ini tidak hanya penting dalam bidang kedokteran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyimpangan dari oklusi normal yang dikenal dengan nama maloklusi merupakan masalah pada gigi yang dapat mempengaruhi estetik, gangguan fungsi pengunyahan, penelanan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Grafik 1. Persentase pertumbuhan tulang kranium dan kartilago primer 16

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Grafik 1. Persentase pertumbuhan tulang kranium dan kartilago primer 16 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Pertumbuhan Kepala Pertumbuhan kepala sangat kompleks. Sebelum bayi dilahirkan, pusat-pusat pertumbuhan di kepala sudah bekerja aktif. Sewaktu lahir, kepala membentuk sekitar

Lebih terperinci

ANATOMI GIGI. Drg Gemini Sari

ANATOMI GIGI. Drg Gemini Sari ANATOMI GIGI Drg Gemini Sari ANATOMI GIGI Ilmu yg mempelajari susunan / struktur dan bentuk / konfigurasi gigi, hubungan antara gigi dgn gigi yang lain dan hubungan antara gigi dengan jaringan sekitarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Soetjiningsih (1995)

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Soetjiningsih (1995) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup 2 peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Soetjiningsih (1995) berpendapat bahwa pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Ortodonti adalah kajian tentang variasi pertumbuhan dan perkembangan dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi (Grist,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau bergantian (Hamilah, 2004). Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. atau bergantian (Hamilah, 2004). Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses tumbuh kembang pada anak bisa disebut masa rentan karena masa kanak-kanak merupakan masa kritis dalam proses tumbuh kembang. Pada umumnya proses tumbuh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Salzmann mendefinisikan oklusi dalam ortodonti sebagai perubahan inter relasi permukaan gigi maksila dan mandibula yang terjadi selama pergerakan mandibula dan kontak penuh terminal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Gigi Perkembangan gigi merupakan proses kompleks yang disebut juga morfogenesis gigi atau odontogenesis yang dimulai selama minggu ke-6 perkembangan embrio. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Ukuran lebar mesiodistal gigi permanen menurut Santoro dkk. (2000). 22

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Ukuran lebar mesiodistal gigi permanen menurut Santoro dkk. (2000). 22 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lebar Mesiodistal Gigi Geligi Lebar mesiodistal gigi adalah jarak terbesar yang diukur dari titik kontak anatomis mesial sampai ke titik kontak anatomis distal pada masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diri atau tidak melalui bentuk gigi dan bentuk senyuman. Penting bagi dokter gigi

BAB I PENDAHULUAN. diri atau tidak melalui bentuk gigi dan bentuk senyuman. Penting bagi dokter gigi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Senyum adalah kunci percaya diri pada seseorang. Seseorang merasa percaya diri atau tidak melalui bentuk gigi dan bentuk senyuman. Penting bagi dokter gigi untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior Protrusi anterior maksila adalah posisi, dimana gigi-gigi anterior rahang atas lebih ke depan daripada gigi-gigi anterior

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Periode Perkembangan Gigi Geligi Terdapat empat tahap perkembangan gigi geligi manusia, yaitu periode bantalan gusi (gum pads), periode gigi desidui (primary dentition stage),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah maloklusi pertama kali diciptakan oleh Guilford. Guilford mengartikan maloklusi sebagai setiap penyimpangan oklusi yang berada diluar rentang kewajaran yang

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL)

PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL) 1 PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL) PENDAHULUAN Anasir gigitiruan merupakan bagian dari GTSL yang berfungsi mengantikan gigi asli yang hilang. Pemilihan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 23 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitik dengan pengambilan data cross sectional. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada tinjauan pustaka membahas mengenai suku Tionghoa, gigi impaksi dan radiografi panoramik. 2.1 Suku Tionghoa Perbedaan ras berpengaruh terhadap perbedaan hubungan gigi-gigi

Lebih terperinci

Coon: Paleomongolid (kecoklatan) = Mongolid asli (kuning) + Weddid (hitam) Howells: keturunan 3 ras = hitam, kuning dan putih.

Coon: Paleomongolid (kecoklatan) = Mongolid asli (kuning) + Weddid (hitam) Howells: keturunan 3 ras = hitam, kuning dan putih. Coon: Paleomongolid (kecoklatan) = Mongolid asli (kuning) + Weddid (hitam) Howells: keturunan 3 ras = hitam, kuning dan putih. Ras putih di Iran pindah ke Asia Timur: menyeberang ke Jepang jadi bangsa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Masyarakat Malaysia terdiri atas berbagai suku dan etnik sehingga memberikan variasi pada ukuran gigi. Ukuran gigi yang bervariasi ini tidak hanya penting dalam bidang kedokteran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Saluran Pernafasan Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berhubungan. Pada bagian anterior saluran pernafasan terdapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada tinjauan pustaka akan diuraikan mengenai suku Batak, foramen mentalis, radiografi panoramik, kerangka teori dan kerangka konsep. 2.1 Suku Batak Penduduk Indonesia termasuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhkembangan Dentofasial Laki-laki dan Perempuan Pertumbuhan merupakan bertambah jumlah dan besarnya sel di seluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur, sedangkan

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang CROSSBITE ANTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang bawah. Istilah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam lingkup luas, ada beberapa alasan-alasan dilakukannya sebuah perawatan ortodonti, sesuai frekuensinya, yang dijadikan pasien sebagai alasan dalam mencari perawatan ortodonti

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien ortodonti adalah gigi berjejal. 3,7 Gigi berjejal ini merupakan suatu keluhan pasien terutama pada aspek estetik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suku Deutro-Melayu Sebagian besar penduduk Indonesia termasuk suku Paleomongoloid atau suku Melayu. Pada tahun 2000 s.m., suku Proto Melayu atau Melayu tua yang pertama datang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dalam melakukan perawatan tidak hanya terfokus pada susunan gigi dan rahang saja

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dalam melakukan perawatan tidak hanya terfokus pada susunan gigi dan rahang saja BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Saat ini bidang ilmu ortodonti mengalami kemajuan begitu pesat sehingga dalam melakukan perawatan tidak hanya terfokus pada susunan gigi dan rahang saja tetapi juga pada estetis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisa Profil Jaringan Lunak Wajah Analisa profil jaringan lunak wajah yang tepat akan mendukung diagnosa secara keseluruhan pada analisa radiografi sefalometri lateral. Penegakkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sefalometri Sefalometri radiografi dimulai sekitar awal tahun 1930 oleh Hofrath di Jerman dan Broadbent di Amerika Serikat untuk penelitian dan mempelajari maloklusi beserta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi,

BAB 1 PENDAHULUAN. studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi, studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodonti adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. Ilmu Ortodonti menurut American Association of Orthodontics adalah

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. Ilmu Ortodonti menurut American Association of Orthodontics adalah 1 I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Ilmu Ortodonti menurut American Association of Orthodontics adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang mempelajari pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi dan hubungannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan wajah dan gigi-geligi, serta diagnosis,

BAB 1 PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan wajah dan gigi-geligi, serta diagnosis, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodonti adalah bidang kedokteran gigi yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan wajah dan gigi-geligi, serta diagnosis, pencegahan, dan perbaikan dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Perkembangan Mandibula Pada waktu bayi dilahirkan, mandibula sangat kecil dan terdiri dari 2 bagian yang sama, dihubungkan oleh jaringan fibrosa. Mandibula

Lebih terperinci

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. BAB 2 KANINUS IMPAKSI Gigi permanen umumnya erupsi ke dalam lengkungnya, tetapi pada beberapa individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. Salah satunya yaitu gigi kaninus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada saat ini perawatan ortodonti tidak hanya terfokus pada susunan gigi dan relasi rahang saja tetapi juga pada estetika wajah. 1,4 Pemeriksaan wajah merupakan suatu hal yang sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemeriksaan identifikasi memegang peranan cukup penting dalam ilmu

I. PENDAHULUAN. Pemeriksaan identifikasi memegang peranan cukup penting dalam ilmu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemeriksaan identifikasi memegang peranan cukup penting dalam ilmu kedokteran forensik. Identifikasi diperlukan untuk mencari kejelasan identitas personal pada jenazah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesimetrisan Diagnosis dalam ilmu ortodonti, sama seperti disiplin ilmu kedokteran gigi dan kesehatan lainnya memerlukan pengumpulan informasi dan data yang adekuat mengenai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ekstraoral. Perubahan pada intraoral antara lain resorbsi prosesus alveolaris

BAB 1 PENDAHULUAN. ekstraoral. Perubahan pada intraoral antara lain resorbsi prosesus alveolaris BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasien edentulus mengalami perubahan morfologi baik intraoral maupun ekstraoral. Perubahan pada intraoral antara lain resorbsi prosesus alveolaris sedangkan dilihat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maloklusi adalah ketidakteraturan letak gigi geligi sehingga menyimpang dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maloklusi adalah ketidakteraturan letak gigi geligi sehingga menyimpang dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maloklusi merupakan salah satu masalah di bidang kedokteran gigi. Maloklusi adalah ketidakteraturan letak gigi geligi sehingga menyimpang dari hubungan antara gigi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Gigi Gigi merupakan organ tubuh yang turut berperan dalam proses pencernaan, pengunyahan, dan terutama sebagai estetis dalam pembentukan profil wajah. Gigi terbentuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tipe Wajah Penentuan tipe wajah merupakan salah satu prosedur penting dalam menentukan diagnosis ortodonti walaupun tidak memberikan keterangan secara lengkap mengenai tulang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Embriologi Gigi Pembentukan gigi dimulai dengan terbentuknya lamina dental dari epitel oral. Lamina dental kemudian berkembang menjadi selapis sel epitel dan berpenetrasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Keberhasilan perawatan ortodonti sering kali dikaitkan dengan adanya perbaikan penampilan wajah termasuk morfologi vertikal skeletal. Morfologi vertikal skeletal wajah merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antropometri adalah suatu cabang ilmu antropologi fisik yang mempelajari tentang teknik pengukuran tubuh manusia meliputi cara untuk mengukur dan melakukan pengamatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rasa. Istilah aesthetic berasal dari bahasa Yunani yaitu aisthetike dan

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rasa. Istilah aesthetic berasal dari bahasa Yunani yaitu aisthetike dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aesthetic dentistry merupakan bidang ilmu dalam kedokteran gigi yang bertujuan untuk memperbaiki estetis rongga mulut pasien, di samping perawatan dan pencegahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mengevaluasi keberhasilan perawatan yang telah dilakukan. 1,2,3 Kemudian dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mengevaluasi keberhasilan perawatan yang telah dilakukan. 1,2,3 Kemudian dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pemahaman mengenai pertumbuhan dan perkembangan gigi merupakan salah satu hal penting untuk seorang dokter gigi khususnya dalam melakukan perawatan pada anak,

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi

Lebih terperinci

Analisa Ruang Metode Moyers

Analisa Ruang Metode Moyers ANALISA RUANG I. Analisa Ruang Analisis ruang sangat diperlukan untuk membandingkan ruangan yang tersedia dengan ruangan yang dibutuhkan untuk normalnya keteraturan gigi. Adanya ketidakteraturan atau crowding

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Asimetri merupakan komposisi yang sering dikaitkan dalam dunia seni dan kecantikan, tetapi lain halnya dalam keindahan estetika wajah. Estetika wajah dapat diperoleh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Lengkung gigi terdiri dari superior dan inferior dimana masing-masing

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Lengkung gigi terdiri dari superior dan inferior dimana masing-masing 20 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Lengkung gigi terdiri dari superior dan inferior dimana masing-masing dikenal sebagai maksila dan mandibula. 6 Lengkung gigi adalah berbeda pada setiap individu, tidak ada seorang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi berjejal merupakan jenis maloklusi yang paling sering ditemukan. Gigi berjejal juga sering dikeluhkan oleh pasien dan merupakan alasan utama pasien datang untuk melakukan perawatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebiasaan Buruk Kebiasaan adalah suatu tindakan berulang yang dilakukan secara otomatis atau spontan. Perilaku ini umumnya terjadi pada masa kanak-kanak dan sebagian besar selesai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi-gigi dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi-gigi dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi-gigi dan ubungan rahang yang tidak normal sehingga tercapai oklusi, fungsi yang normal dan estetis wajah yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemilihan Anasir Gigitiruan Anterior Rahang Atas Pembuatan gigitiruan menjadi tahap penting dalam menggantikan gigi yang hilang dalam perawatan prostodonsia. Gigitiruan merupakan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah. Secara umum bentuk wajah (facial) dipengaruhi oleh bentuk kepala, jenis kelamin

I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah. Secara umum bentuk wajah (facial) dipengaruhi oleh bentuk kepala, jenis kelamin 1 I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Secara umum bentuk wajah (facial) dipengaruhi oleh bentuk kepala, jenis kelamin dan usia. Bentuk wajah setiap orang berbeda karena ada kombinasi unik dari kontur

Lebih terperinci

4.1 Bentuk Wajah Oval dan koreksinya Make-up style untuk bentuk wajah oval yaitu : Shading : Berbeda dengan karakter wajah yang lain, teknik shading

4.1 Bentuk Wajah Oval dan koreksinya Make-up style untuk bentuk wajah oval yaitu : Shading : Berbeda dengan karakter wajah yang lain, teknik shading 4.1 Bentuk Wajah Oval dan koreksinya Make-up style untuk bentuk wajah oval yaitu : Shading : Berbeda dengan karakter wajah yang lain, teknik shading yang dilakukan mengambil bagian atas kening dan daerah

Lebih terperinci

TEORI-TEORI TENTANG KEBERADAAN AWAL MASYARAKAT INDONESIA

TEORI-TEORI TENTANG KEBERADAAN AWAL MASYARAKAT INDONESIA TEORI-TEORI TENTANG KEBERADAAN AWAL MASYARAKAT INDONESIA Oleh : Drs. Marmayadi Drs.Didik Paranto SMA NEGERI 1 YOGYAKARTA TEORI-TEORI TENTANG KEBERADAAN AWAL MASYARAKAT INDONESIA Definisi manusia Purba

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. oklusi sentrik, relasi sentrik dan selama berfungsi (Rahardjo, 2009).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. oklusi sentrik, relasi sentrik dan selama berfungsi (Rahardjo, 2009). BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi dalam pengertian yang sederhana adalah penutupan rahang beserta gigi atas dan bawah. Pada kenyataannya oklusi merupakan suatu proses kompleks karena meibatkan gigi

Lebih terperinci

Oleh NURADILLAH.BURHAN. Politehnik kesehatan kemenkes makassar jurusan keperawatan gigi

Oleh NURADILLAH.BURHAN. Politehnik kesehatan kemenkes makassar jurusan keperawatan gigi PERBEDAAN GIGI SULUNG DAN GIGI PERMANEN Oleh NURADILLAH.BURHAN Nim:po.71.3.261.11.1.029 Politehnik kesehatan kemenkes makassar jurusan keperawatan gigi GIGI DECIDUI/GIGI SULUNG Gigi sulung disebut juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susunan gigi dan penampilan wajah memainkan peranan yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Susunan gigi dan penampilan wajah memainkan peranan yang penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susunan gigi dan penampilan wajah memainkan peranan yang penting dalam estetika wajah karena dapat mempengaruhi daya tarik seseorang. 1 Masalah estetika wajah sangat

Lebih terperinci

TATA RIAS KOREKSI A. Tata Rias Koreksi Bentuk Wajah

TATA RIAS KOREKSI A. Tata Rias Koreksi Bentuk Wajah TATA RIAS KOREKSI A. Tata Rias Koreksi Bentuk Wajah Tata rias koreksi wajah dimaksudkan untuk menyempurnakan bentuk wajah yang kurang sempurna menjadi bentuk wajah ideal atau bentuk wajah oval (bulat telur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indoaustralia dan Pasifik serta terletak pada zona Ring of Fire. Kondisi ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Indoaustralia dan Pasifik serta terletak pada zona Ring of Fire. Kondisi ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara rawan bencana karena kondisi geografisnya. Indonesia berada pada jalur pertemuan tiga lempeng raksasa yaitu lempeng Eurasia, Indoaustralia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik bertujuan untuk mengoreksi maloklusi sehingga diperoleh oklusi yang normal. Penatalaksanaan perawatan ortodontik sering dihadapkan kepada permasalahan

Lebih terperinci