BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN"

Transkripsi

1 23 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitik dengan pengambilan data cross sectional. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di DepartemenOrtodonsia FKG USU, Jalan Alumni No. 2 Kampus USU Medan.Penelitian dimulai dari bulan Agustus 2013 sampai dengan Januari Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah mahasiswa FKG USU ras campuran antara Proto-Melayu dengan Deutro-Melayu. Sampel dalam penilitian ini adalah foto sefalometri lateral mahasiswa FKG USU ras campuran antara Proto-Melayu dengan Deutro-Melayu. Besar sampel ditentukan dengan rumus sebagai berikut : Nilai r didapat dari korelasi hasil penelitian sebelumnya mengenai perhitungan sefalometri, nilai r yang diambil adalah 0,6. Standar error tipe I ditetapkan sebesar 5% dengan Zα 2 pihak sebesar 1,96 dan standar error tipe II ditetapkan sebesar 10% dengan Zβ sebesar 1,282. Maka jumlah sampel minimun adalah :

2 24 Berdasarkan perhitungan, jumlah sampel minimum yang diperoleh adalah 25 orang, dengan pertimbangan agar hasil penelitian lebih valid dan akurat maka sampel yang ditetapkan sebanyak 50 orang. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan metode purposive samplingyaitu pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi Kriteria Inklusi - Pasien yang belum pernah mendapat perawatan ortodonti - Relasi molar Klas I Angle dengan overjet dan overbite normal (2-4 mm) - Seluruh gigi lengkap sampai molar kedua - Crowded dan diastema 2 mm - Mahasiswa FKG USU dengan ras campuran antara Proto-Melayu dengan Deutro-Melayu - Kualitas foto sefalometri lateral baik - Usia minimal 18 tahun - Kesehatan umum baik dan tidak ada trauma di kepala dan wajah yang bisa mempengaruhi hasil sefalogram Kriteria Eksklusi - Adanya fraktur atau atrisi pada gigi insisivus - Adanya kelainan ukuran gigi (makrodonsia dan mikrodonsia) dan bentuk gigi (peg shaped) - Agenesis dan mesiodens

3 Variabel Penelitian Variabel Bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah sudut interinsisal Variabel Tergantung Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah profil jaringan lunak wajah menurut analisis Holdaway (sudut fasial dan sudut H) Variabel Terkendali - Pasien yang belum mendapat perawatan ortodonti - Seluruh gigi permanen lengkap sampai molar kedua - Relasi molar Klas I Angle dengan overbite dan overjet normal (2-4 mm) - Crowded dan diastema 2 mm - Usia minimal 18 tahun - Ras campuran antara Proto-Melayu dengan Deutro-Melayu - Kualitas foto sefalometri lateral baik 3.5 Definisi Operasional a. Mahasiswa FKG USU Ras campuran antara Proto-Melayudengan Deutro-Melayu adalah mahasiswa Indonesia FKG USU dari angkatan 2008 sampai 2013 yang merupakan campuran antara ras Proto-Melayu dengan Deutro-Melayu. Ayah sampel berasal dari ras Proto-Melayu sedangkan Ibunya berasal dari ras Deutro-Melayu atau sebaliknya. b. Ras Proto-Melayu adalah kelompok yang terdiri dari suku Batak, Gayo, Sasak, Dayak, dan Toraja. c. Ras Deutro-Melayu adalah kelompok yang terdiri dari suku Aceh (kecuali Gayo dan Alas), Minangkabau, Sumatera, Rejang Lebong, Lampung, Jawa, Madura, Bali, Bugis, Menado, Sunda, Betawi, Makassar, dan Melayu. d. Nasion kulit (N ):titik paling cekung pada pertengahan dahi dan hidung.

4 26 e. Labrale superior (Ls) :titik perbatasan mukokutaneus dari bibir atas. f. Pogonion kulit (pog ):titik paling anterior pada jaringan lunak dagu. g. Porion (Po) : titik paling superior dari porus akustikus eksterna. h. Orbital (Or) : titik paling rendah pada tepi bawah tulang orbita. i. Sudut interinsisal adalah sudut yang dibentuk oleh sumbu memanjang gigi insisivus pertama atas dengan sumbu memanjang pada gigi insisivus pertama bawah (Gambar 2). j. Garis H : garis yang ditarik dari titik Pog ke Ls (Gambar 12). k. Sudut fasial:sudut yang dibentuk oleh garis N -Pog dan bidang Frankfurt (Gambar 12). l. Sudut H:sudut yang dibentuk garis N - Pog dan garis H.(Gambar 12). m. Bidang Frankfurt horizontal : bidang yangterbentuk dari garis yang menghubungkan porion dan orbital (Gambar 12). Garis H b Gambar 12. Garis H, sudut fasial (a), sudut H (b) danbidang Frankfurt horizontal (FH)

5 Alat dan Bahan Penelitian Alat penelitian yang digunakan adalah : a. Tracing box b. Protractor c. Pensil 4H, penggaris dan penghapus. d. Tiga serangkai Bahan penelitian yang digunakan adalah : a. Sefalogram lateral (8x10 inci) b. Kertas asetat (8x10 inci) c. Lem perekat A B D E F Gambar 13. Alat dan bahan yang digunakan: (A) tracing box, (B) pensil, penghapus danpenggaris, (C) tiga serangkai, busur derajat, (D) protractor, (E) sefalogramlateral, (F) kertas asetat 3.7 Metode Pengumpulan Data Penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Pembagian kuesioner kepada mahasiswa FKG USU angkatan 2008 sampai Jika mahasiswa tersebut merupakan ras campuran antara Proto-Melayu dengan Deutro-Melayu dan belum pernah mendapat perawatan ortodonti maka akan

6 28 dilanjutkan dengan melakukan pemeriksaan intraoral menggunakan tiga serangkai berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.apabila memenuhi syarat, maka akan dilakukan foto sefalometri lateral di Pramita Lab. b. Penapakan foto sefalometri lateral. Sefalogram ditracing dengan kertas asetat dan pensil 4H di atas pencahayaan tracing box untuk mencari titiktitikpogonion kulit (Pog ), Labralesuperior (Ls), Nasion kulit (N ), Frankfurt horizontal, dan sumbu memanjang gigi insisivus pertama atas dan bawah. Setelah titik-titik ini ditentukan peneliti, titik-titik ini diperiksa kembali oleh pembimbing. c. Pengukuran sudut interinsisal dengan menggunakan protractor. d. Pengukuran profil jaringan lunak dengan analisis Holdaway, dimana titik referensinya yaitu dari Pogonion kulit (Pog ) dan Labralesuperior (Ls). Hasil tracingbesar sudut H dan sudut fasial diukur dengan protractor. e. Untuk mendapatkan data yang valid, terlebih dahulu dilakukan uji dengan mengukur 5 foto sefalometrilateral yang sama. Jika hasil perhitungan tidak terdapat perbedaan bermakna maka operator layak untuk melakukan pengukuran tersebut. f. Dalam satu hari, pengukuran hanya dilakukan sebanyak 5 foto sefalometri lateral untuk menghindari kelelahan mata peneliti sewaktu melakukan pengukuran sehingga data yang diperoleh lebih akurat. g. Hasil pengukuran sudut fasial dan sudut H yang diperoleh dicatat, diolah datanya dan dianalisis. 3.8 Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan perangkat lunak pengolahan data statistik. lunak Analisis Data 1. Dihitung rerata dan standar deviasi sudut interinsisal dan profil jaringan

7 29 2. Dianalisis hubungan antara sudut interinsisal dan profil jaringan lunak wajah. Jika data dari kedua kelompok terdistribusi normal, analisis yang digunakan adalah korelasi Pearson s, tetapi jika distribusi salah satu kelompok atau kedua kelompok tidak terdistribusi normal, analisis yang digunakan adalah korelasi Spearman, dengan derajat kepercayaan 95%.

8 30 BAB 4 HASIL PENELITIAN Penelitian ini berlangsung di Departemen Ortodonsia FKG USU dengan sampel penelitian berjumlah 50 foto sefalometri lateral mahasiswa FKG USU ras campuran Proto dengan Deutro-Melayu dan memiliki usia minimal 18 tahun yang masih aktif dalam menjalani masa pendidikan di FKG USU. Sampel merupakan data primer yang diambil berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah memperoleh persetujuan medik (informed consent) dan telah memenuhi syarat kode etik penelitian (ethical clearance). Data hasil yang diperoleh dari pengukuran foto sefalometri lateral kemudian diolah menggunakan perangkat lunak pengolahan data statistik. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan terhadap sampel dapat dilihat gambaran rerata sudut interinsisal dan profil jaringan lunak wajah pada mahasiswa FKG USU ras campuran Proto dengan Deutro-Melayu. Tabel 1. Rerata nilai sudut interinsisal dan profil jaringan lunak wajah pada mahasiswa FKG USU ras campuran Proto dengan Deutro-Melayu Parameter N Rata-rata Simpangan Baku Sudut Interinsisal ,76º 10,655 Sudut Fasial 50 88,60º 5,163 Sudut H 50 15,74º 3,585 Tabel 1 menunjukkan nilai rerata sudut interinsisal dan profil jaringan lunak wajah pada mahasiswa FKG USU ras campuran antara ras Proto dengan Deutro- Melayu. Nilai rerata sudut interinsisal adalah 120,76º, nilai rerata sudut fasial adalah 88,60º dan nilai rerata sudut H adalah 15,74º. Nilai rerata sudut fasial dan sudut H yang didapat pada hasil pengukuran menunjukkan profil wajah cembung menurut analisis Holdaway.

9 31 Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan pada sefalogram, selanjutnya dilakukan uji statistik pada data-data hasil pengukuran. Sebelumnya dilakukan tes uji normalitas pada seluruh data-data hasil pengukuran untuk melihat apakah data-data tersebut terdistribusi normal yang akan menentukan uji statistik berikutnya. Berdasarkan hasil uji normalitas menunjukkan bahwa nilai pengukuran pada 50 sampel penelitian yang telah ditetapkan memiliki distribusi normal (p>0,05) sehingga dapat dilanjutkan dengan uji korelasi Pearson s. Berbeda jika hasil uji normalitas menunjukkan distribusi tidak normal maka uji statistik akan dilanjutkan dengan uji Spearman. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada lampiran. Tabel 2. Hubungan sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah menurut analisis Holdaway pada mahasiswa FKG USU ras campuran Proto dengan Deutro-Melayu (Uji Korelasi Pearson s) Korelasi Pearson's Sudut Interinsisal P R (Pearson s) Sudut Fasial ,034 Sudut H ,441 Korelasi bermakna jika signifikan pada taraf uji p < 0,01 ( r ) = 0,00 0,199 korelasi sangat lemah ( r ) = 0,20 0,399 korelasi lemah ( r ) = 0,40 0,599 korelasi sedang ( r ) = 0,60 0,799 korelasi kuat ( r ) = 0,80 1,000 korelasi sangat kuat Tabel 2 yang merupakan hasil uji korelasi Pearson s yang dilakukan antara sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah (sudut fasial) diketahui sebesar 0,034. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan korelasi sangat lemah dengan nilai signifikan (p) yang tidak bermakna yaitu sebesar 0,812. Hubungan antara sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah (sudut H) memiliki nilai signifikanyang bermakna yaitu sebesar 0,001 dengan nilai kekuatan uji korelasi Pearson s sebesar 0,441. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tersebut adalah sedang. Tabel 2 memperlihatkan bahwa hubungan korelasi dalam arah negatif yang berartisudut interinsisal berbanding terbalik dengan sudut fasial dan sudut H. Jika

10 32 sudut interinsisal semakin besar maka sudut fasial dan sudut Hakan semakin kecil, begitu juga sebaliknya.

11 33 BAB 5 PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan sampel foto sefalometri lateral mahasiswa FKG USU ras campuran Proto dengan Deutro-Melayu yang merupakan data primer yang diambil berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Salah satu kriteria inklusi dari penelitian ini yaitu mahasiswa yang berumur minimal 18 tahun dimana pada usia ini telah melewati masa pubertas dan fase tumbuh kembang telah selesai. 1,22 Besar sampel telah ditentukan dengan menggunakan rumus perhitungan statistik dengan standar error tipe I ditetapkan sebesar 5% dengan Zα 2 pihak sebesar 1,96 dan standar error tipe II ditetapkan sebesar 10% dengan Zβ sebesar 1,282, maka didapat jumlah sampel sebanyak 25 foto sefalometri, dengan pertimbangan agar parameter populasi makin akurat dan hasil pengukuran lebih valid maka sampel yang digunakan adalah 50 foto sefalometri lateral. Selain itu, dalam penapakan sefalogram harus teliti terutama dalam penentuan bidang Frankfurt karena dapat terjadi overlapping pada orbita dan porion sehingga penentuan titik-titik tersebut diambil bagian tengahnya. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan rerata sudut interinsisal mahasiswa ras campuran Proto dengan Deutro-Melayu FKG USU adalah 120,76º. Rerata sudut interinsisal pada penelitian ini hampir sama dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Nurbayati terhadap pasien RSGMP FKG USU didapat rerata sudut interinsisal sebesar 120,20º. 22 Selain itu, hasil penelitian Susilowati di Makassar didapat rerata sudut interinsisal untuk laki-laki adalah 136,36º dan 136,03º untuk perempuan, besar rerata sudut interinsisal tersebut lebih besar dibandingkan dengan hasil penelitian ini. Perbedaan ini dapat disebabkan karena populasi penelitian berasal dari suku dan ras yang berbeda dimana pada penelitian Susilowati yang menjadi populasi penelitian adalah suku Bugis dan Makassar. 1 Nilai rerata sudut fasial pada penelitian ini adalah 88,60º dan nilai rerata sudut H adalah 15,74º. Hasil pengukuran profil jaringan lunak wajah menurut analisis Holdaway dalam penelitian ini berbeda dengan hasil yang didapatkan Rostina dalam

12 34 penelitiannya terhadap mahasiswa FKG USU dimana pada penelitian Rostina rerata sudut fasial adalah 91,16º dan 16,55º untuk sudut H. Perbedaan ini dapat disebabkan karena subjek pada penelitian tersebut menggunakan ras Deutro-Melayu, sementara pada penelitian ini menggunakan subjek yang berasal dari ras campuran antara Proto- Melayu dengan Deutro-Melayu. 13 Qadirdkk. dalam penelitiannya mengenai analisis jaringan lunak menggunakan analisis holdaway mendapatkan rerata sudut fasial sebesar 91,39º dan rerata sudut H sebesar 13,13º pada mahasiswa Irak. 23 Barakati dkk.dalam penelitiannya mendapatkan rerata sudut fasial sebesar 89,66º dan rerata sudut H sebesar 15,16º pada mahasiswa Saudi Arabia. 26 Sedangkan Hussein dkk.mendapatkan rerata sudut fasial sebesar 92,17º dan rerata sudut H sebesar 14,34º pada mahasiswa Palestina. 27 Hasil penelitian-penelitian tersebut berbeda dengan hasil penelitian ini dapat dikarenakan subjek penelitian yang berasal dari ras yang berbeda dan jumlah sampel penelitian yang berbeda. Uji korelasi Pearson s dilakukan terhadap hasil pengukuran dalam penelitian ini untuk melihat adanya hubungan sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah yaitu sudut fasial dan sudut H pada mahasiswa FKG USU ras campuran antara Proto-Melayu dengan Deutro-Melayu. Hasil analisis diperoleh adanya hubungan sudut interinsisal dengan sudut fasial tetapi sangat lemah dan tidak signifikan. Selain itu, hasil analisis lain diperoleh adanya hubungan antara sudut interinsisal dengan sudut H dengan nilai korelasi sedang dan signifikan. Hasil uji korelasi yang didapat dalam arah negatif, artinya semakin besar sudut interinsisal, maka semakin kecil pula sudut fasial dan sudut H, begitu pula sebaliknya. Hasil ini didukung oleh penelitian yang dilakukan olehbasciftci dkk. yang melihat perbedaan profil jaringan lunak wajah sebelum dan sesudah dilakukan perawatan ortodonti dengan melakukan retraksi gigi insisivus. Hasil yang diperoleh untuk sudut fasial tidak mengalami perubahan yang signifikan yaitu 87,58º untuk sebelum perawatan dan 87,83º untuk sesudah perawatan. Sedangkan hasil yang diperoleh untuk sudut H mengalami perubahan yaitu 18,25º untuk sebelum perawatan dan 16,50º untuk sesudah perawatan. 17

13 35 Sudut H yang mengalami perubahan setelah dilakukan retraksi insisivus dapat disebabkan karena perubahan letak bibir atas akibat retraksi gigi insisivus sehingga sudut H menjadi lebih kecil. Halini didukung oleh penelitian Waldman yang menyatakan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara perubahan kontur bibir atas dengan retraksi gigi insisivus atas. 28 Hamilah juga berpendapat bahwa terdapat korelasi antara inklinasi insisivus sentralis dengan konveksitas jaringan lunak, karena bibir atas selalu bertumpu pada insisivus sentralis dan tulang alveolar rahang atas. 12 Alshakhs melakukan penelitian yang bertujuan untuk melihat perubahan jaringan lunak wajah dengan retraksi gigi insisivus maksila dan mandibula. Alshakhs menyimpulkan bahwa tidak terdapat perubahan yang signifikan pada letak Pog sebelum dan sesudah dilakukan retraksi insisivus. 29 Sudut fasial juga sangat dipengaruhi oleh letak titik Pog karena menunjukkan maju mundurnya dagu terhadap kepala. 1 Pernyataantersebut mendukung hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa sudut fasial mempunyai hubungan yang sangat lemah dan tidak bermakna dengan sudut interinsisal. Zen juga melakukan penelitian yang bertujuan untuk melihat adanya hubungan antara jaringan keras dan jaringan lunak menggunakan analisis Ricketts. Zen menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara konveksitas, posisi gigi insisivus bawah terhadap bidang profil, dan posisi bibir menurut analisis Ricketts. 2 Hasil ini juga didukung oleh Nurbayati yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara profil jaringan lunak wajah dengan sudut interinsisal. 22 Susilowati juga melakukan penelitian pada suku Bugis dan Makassar dan menemukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara besar sudut interinsisal dengan derajat konveksitas jaringan lunak wajah. Perbedaan ini dapat disebabkan karena titik-titik referensi yang digunakan untuk mengukur profil jaringan lunak wajah berbeda. Pada penelitian Susilowati pengukuran profil jaringan lunak wajah yang dipakai adalah analisis Subtelny, titik referensi yang digunakan yaitu N -Sn- Pog. Sedangkan penelitian ini menggunakan analisis Holdaway, dimana titik referensinya yaitu Ls-Pog. Selain itu, penelitian Susilowati menggunakan subjek penelitian yang berasal dari suku Bugis dan Makassar sementara pada penelitian ini

14 36 subjek penelitian berasal dari ras campuran antara Proto-Melayu dan Deutro- Melayu. 1

15 37 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rerata sudut interinsisal mahasiswa FKG USU ras campuran antara Proto- Melayu dengan Deutro-Melayu adalah 120,76º, nilai rerata sudut fasial adalah 88,60º dan nilai rerata sudut H adalah 15,74º. Hasil uji korelasi menunjukkan terdapat korelasi antara sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah (sudut fasial) sebesar 0,034. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan korelasi sangat lemah dengan nilai signifikan (p) yang tidak bermakna yaitu sebesar 0,812. Selain itu, hasil uji korelasi juga menunjukkan terdapat korelasi antara sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah (sudut H) sebesar 0,441. Hal ini menunjukkan bahwa korelasi sedang dengan nilai signifikan (p) yang bermakna sebesar 0,001. Korelasi antara sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah dalam arah negatif sehingga semakin besar sudut interinsisal, maka semakin kecil sudut fasial dan sudut H, begitu juga sebaliknya. 6.2 Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar untuk mendapatkan validitas yang lebih tinggi. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan populasi ras dan suku yang berbeda. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mengelompokkan subjek berdasarkan jenis kelamin. 4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan analisis jaringan lunak yang lain.

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan crosssectional yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara konveksitas skeletal

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi. syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh : MELISA NIM :

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi. syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh : MELISA NIM : HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN PROFIL JARINGAN LUNAK WAJAH MENURUT ANALISIS HOLDAWAY PADA MAHASISWA FKG USU RAS CAMPURAN PROTO DENGAN DEUTRO-MELAYU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Perawatan ortodonti modern merupakan tujuan yang digunakan untuk mencapai suatu keselarasan estetika wajah, keseimbangan struktural pada wajah dan fungsional pengunyahan. 2 Penampilan

Lebih terperinci

Gambar 1. Fotometri Profil 16. Universitas Sumatera Utara

Gambar 1. Fotometri Profil 16. Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Profil jaringan lunak terbentuk dari beberapa komponen, antara lain komponen skeletal, dental dan jaringan lunak (hidung, dagu dan bibir). Analisis profil wajah yang baik dapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi merupakan hubungan statis antara gigi atas dan gigi bawah selama interkuspasi dimana pertemuan tonjol gigi atas dan bawah terjadi secara maksimal. Dikenal dua

Lebih terperinci

HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN PROFIL JARINGAN LUNAK WAJAH MENURUT ANALISIS RICKETTS PADA MAHASISWA SUKU BATAK FKG DAN FT USU

HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN PROFIL JARINGAN LUNAK WAJAH MENURUT ANALISIS RICKETTS PADA MAHASISWA SUKU BATAK FKG DAN FT USU HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN PROFIL JARINGAN LUNAK WAJAH MENURUT ANALISIS RICKETTS PADA MAHASISWA SUKU BATAK FKG DAN FT USU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suku Deutro-Melayu Sebagian besar penduduk Indonesia termasuk suku Paleomongoloid atau suku Melayu. Pada tahun 2000 s.m., suku Proto Melayu atau Melayu tua yang pertama datang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Filosofi perawatan ortodonti menurut Riedel bertujuan untuk mencapai hubungan fungsional yang ideal, keseimbangan struktur skeletal dan dental, dan keselarasan estetis jaringan lunak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. susunannya akan mempengaruhi penampilan wajah secara keseluruhan, sebab

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. susunannya akan mempengaruhi penampilan wajah secara keseluruhan, sebab BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi geligi adalah bagian dari wajah sehingga bila ada kelainan dalam susunannya akan mempengaruhi penampilan wajah secara keseluruhan, sebab susunan gigi-geligi dan hubungan rahang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada saat ini perawatan ortodonti tidak hanya terfokus pada susunan gigi dan relasi rahang saja tetapi juga pada estetika wajah. 1,4 Pemeriksaan wajah merupakan suatu hal yang sangat

Lebih terperinci

PERBANDINGAN LIMA GARIS REFERENSI DARI POSISI HORIZONTAL BIBIR ATAS DAN BIBIR BAWAH PADA MAHASISWA FKG DAN FT USU SUKU BATAK

PERBANDINGAN LIMA GARIS REFERENSI DARI POSISI HORIZONTAL BIBIR ATAS DAN BIBIR BAWAH PADA MAHASISWA FKG DAN FT USU SUKU BATAK PERBANDINGAN LIMA GARIS REFERENSI DARI POSISI HORIZONTAL BIBIR ATAS DAN BIBIR BAWAH PADA MAHASISWA FKG DAN FT USU SUKU BATAK SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Ukuran lebar mesiodistal gigi permanen menurut Santoro dkk. (2000). 22

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Ukuran lebar mesiodistal gigi permanen menurut Santoro dkk. (2000). 22 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lebar Mesiodistal Gigi Geligi Lebar mesiodistal gigi adalah jarak terbesar yang diukur dari titik kontak anatomis mesial sampai ke titik kontak anatomis distal pada masing-masing

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dalam melakukan perawatan tidak hanya terfokus pada susunan gigi dan rahang saja

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dalam melakukan perawatan tidak hanya terfokus pada susunan gigi dan rahang saja BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Saat ini bidang ilmu ortodonti mengalami kemajuan begitu pesat sehingga dalam melakukan perawatan tidak hanya terfokus pada susunan gigi dan rahang saja tetapi juga pada estetis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam lingkup luas, ada beberapa alasan-alasan dilakukannya sebuah perawatan ortodonti, sesuai frekuensinya, yang dijadikan pasien sebagai alasan dalam mencari perawatan ortodonti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini banyak pasien datang ke dokter gigi karena kondisi gigi yang kurang rapi. Gigi yang kurang rapi ini disebut juga dengan maloklusi. Maloklusi merupakan penyimpangan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Sefalometri Sefalometri adalah ilmu yang mempelajari pengukuran kuantitatifbagianbagian tertentu kepala untukmendapatkan informasi tentang polakraniofasial.sefalometri

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KONSISTENSI GARIS E RICKETTS DAN GARIS S STEINER DALAM ANALISIS POSISI HORIZONTAL BIBIR PADA MAHASISWA FKG USU SUKU INDIA

PERBANDINGAN KONSISTENSI GARIS E RICKETTS DAN GARIS S STEINER DALAM ANALISIS POSISI HORIZONTAL BIBIR PADA MAHASISWA FKG USU SUKU INDIA PERBANDINGAN KONSISTENSI GARIS E RICKETTS DAN GARIS S STEINER DALAM ANALISIS POSISI HORIZONTAL BIBIR PADA MAHASISWA FKG USU SUKU INDIA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menghasilkan bentuk wajah yang harmonis jika belum memperhatikan posisi jaringan

BAB 1 PENDAHULUAN. menghasilkan bentuk wajah yang harmonis jika belum memperhatikan posisi jaringan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, ilmu ortodonsia tidak hanya terfokus pada susunan jaringan keras tetapi juga pada estetis jaringan lunak wajah. Susunan gigi geligi yang baik tidak akan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sefalometri Sefalometri rontgenografi atau yang lebih dikenal dengan sefalometri dibidang ortodonti dimulai sekitar awal tahun 1930 oleh Hofrath di Jerman dan Broadbent di Amerika

Lebih terperinci

ANALISA KONVEKSITAS JARINGAN LUNAK WAJAH MENURUT SUBTELNY PADA MAHASISWA INDIA TAMIL FKG USU

ANALISA KONVEKSITAS JARINGAN LUNAK WAJAH MENURUT SUBTELNY PADA MAHASISWA INDIA TAMIL FKG USU ANALISA KONVEKSITAS JARINGAN LUNAK WAJAH MENURUT SUBTELNY PADA MAHASISWA INDIA TAMIL FKG USU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh: DINAULI

Lebih terperinci

HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN JARINGAN LUNAK WAJAH BERDASARKAN ANALISIS STEINER PADA MAHASISWA FKG USU RAS DEUTRO MELAYU

HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN JARINGAN LUNAK WAJAH BERDASARKAN ANALISIS STEINER PADA MAHASISWA FKG USU RAS DEUTRO MELAYU HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN JARINGAN LUNAK WAJAH BERDASARKAN ANALISIS STEINER PADA MAHASISWA FKG USU RAS DEUTRO MELAYU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PROFIL LATERAL WAJAH BERDASARKAN JENIS KELAMIN PADA MAHASISWA USU RAS DEUTROMELAYU.

PERBANDINGAN PROFIL LATERAL WAJAH BERDASARKAN JENIS KELAMIN PADA MAHASISWA USU RAS DEUTROMELAYU. Lampiran 1 Kerangka Teori Skripsi PERBANDINGAN PROFIL LATERAL WAJAH BERDASARKAN JENIS KELAMIN PADA MAHASISWA USU RAS DEUTROMELAYU. 36. FOTOGRAFI ORTODONTI FOTO INTRA ORAL FOTO EKSTRA ORAL Posisi kepala

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental kuasi dengan desaincross sectional. 26

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental kuasi dengan desaincross sectional. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental kuasi dengan desaincross sectional. 26 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1. Tempat penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Keberhasilan perawatan ortodonti sering kali dikaitkan dengan adanya perbaikan penampilan wajah termasuk morfologi vertikal skeletal. Morfologi vertikal skeletal wajah merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tiga puluh orang menggunakan sefalogram lateral. Ditemukan adanya hubungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tiga puluh orang menggunakan sefalogram lateral. Ditemukan adanya hubungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Retraksi Gigi Anterior Maksila Beberapa penelitian yang telah dilakukan semenjak tahun 1950-an sampai sekarang menunjukkan perawatan ortodonti berpengaruh terhadap perubahan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penggunaan fotografi di bidang ortodonti telah ada sejak sekolah kedokteran

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penggunaan fotografi di bidang ortodonti telah ada sejak sekolah kedokteran BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fotografi Ortodonti Penggunaan fotografi di bidang ortodonti telah ada sejak sekolah kedokteran gigi dibuka pada tahun 1839. 4 Dalam bidang ortodonti, foto merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Eksperimental kuasi dengan desain one group pre dan post. Tempat : Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Eksperimental kuasi dengan desain one group pre dan post. Tempat : Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Eksperimental kuasi dengan desain one group pre dan post. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat : Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU Waktu : 3 bulan 3.3 Populasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sejak tahun 1922 radiografi sefalometri telah diperkenalkan oleh Pacini dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sejak tahun 1922 radiografi sefalometri telah diperkenalkan oleh Pacini dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Sefalometri. 22,23 Sejak tahun 1922 radiografi sefalometri telah diperkenalkan oleh Pacini dan Carrera dan kemudian dikembangkan oleh Hofrath (Jerman) dan Broadbent

Lebih terperinci

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA 6 BAB 2 TI JAUA PUSTAKA Ortodonti adalah salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang berhubungan dengan estetika gigi, wajah, dan kepala. Berdasarkan American Board of Orthodontics (ABO), Ortodonti adalah

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode

BAB 3 METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode case control, karena sampel tidak menerima perlakuan dan pengukuran dilakukan dalam satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodontik bertujuan memperbaiki fungsi oklusi dan estetika

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodontik bertujuan memperbaiki fungsi oklusi dan estetika I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan ortodontik bertujuan memperbaiki fungsi oklusi dan estetika wajah. Pengetahuan tentang pertumbuhan kraniofasial meliputi jaringan keras dan jaringan lunak yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Molar Dua Mandibula Fungsi molar dua mandibula permanen adalah melengkapi molar satu mandibula. Seluruh bagian molar dua mandibula lebih kecil sekitar 1mm daripada molar satu.

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat. memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh: Ahmad Tommy Tantowi NIM:

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat. memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh: Ahmad Tommy Tantowi NIM: PERUBAHAN KECEMBUNGAN JARINGAN LUNAK WAJAH PADA MALOKLUSI SKELETAL KLAS II DAN KLAS III SEBELUM DAN SESUDAH PERAWATAN PADA PASIEN DI KLINIK PPDGS ORTODONTI RSGMP FKG USU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sefalometri Sefalometri radiografi dimulai sekitar awal tahun 1930 oleh Hofrath di Jerman dan Broadbent di Amerika Serikat untuk penelitian dan mempelajari maloklusi beserta

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lengkung Gigi Lengkung gigi merupakan suatu garis imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan rahang bawah yang dibentuk oleh mahkota gigigeligi dan merupakan

Lebih terperinci

GAMBARAN ESTETIS WAJAH MENURUT MERRIFIELD PADA OKLUSI NORMAL MAHASISWA FKG USU RAS DEUTRO MELAYU

GAMBARAN ESTETIS WAJAH MENURUT MERRIFIELD PADA OKLUSI NORMAL MAHASISWA FKG USU RAS DEUTRO MELAYU GAMBARAN ESTETIS WAJAH MENURUT MERRIFIELD PADA OKLUSI NORMAL MAHASISWA FKG USU RAS DEUTRO MELAYU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan jaman membuat pemikiran masyarakat semakin maju dan cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan kesehatan, karena pengetahuan masyarakat tentang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah dan Manfaat Sefalometri Sejak beberapa abad lalu antropolog mempelajari tubuh manusia dengan melakukan pengukuran dan pengukurannya dinamakan antropometri. Kepala manusia

Lebih terperinci

Hubungan antara derajat konveksitas profil jaringan keras dan jaringan lunak wajah pada suku Bugis dan Makassar

Hubungan antara derajat konveksitas profil jaringan keras dan jaringan lunak wajah pada suku Bugis dan Makassar Susilowati: Hubungan antara derajat konveksitas profil 125 Hubungan antara derajat konveksitas profil jaringan keras dan jaringan lunak wajah pada suku Bugis dan Makassar Susilowati Bagian Ortodonsia Fakultas

Lebih terperinci

PERBEDAAN SUDUT MP-SN DENGAN KETEBALAN DAGU PADA PASIEN DEWASA YANG DIRAWAT DI KLINIK PPDGS ORTODONSIA FKG USU

PERBEDAAN SUDUT MP-SN DENGAN KETEBALAN DAGU PADA PASIEN DEWASA YANG DIRAWAT DI KLINIK PPDGS ORTODONSIA FKG USU PERBEDAAN SUDUT MP-SN DENGAN KETEBALAN DAGU PADA PASIEN DEWASA YANG DIRAWAT DI KLINIK PPDGS ORTODONSIA FKG USU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif menggunakan rancangan cross sectional untuk mengetahui distribusi morfologi vertikal skeletal wajah suku

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi-gigi dengan wajah (Waldman, 1982). Moseling dan Woods (2004),

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi-gigi dengan wajah (Waldman, 1982). Moseling dan Woods (2004), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Motivasi pasien dalam menjalani ortodontik pada umumnya adalah karena ingin memperbaiki keserasian dentofasial, yaitu keserasian antara gigi-gigi dengan wajah (Waldman,

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 JADWAL KEGIATAN. Bulan. Penelusuran kepustakaan. Pembuatan proposal. Seminar proposal. Pengumpulan data. Pengolahan data. 6.

LAMPIRAN 1 JADWAL KEGIATAN. Bulan. Penelusuran kepustakaan. Pembuatan proposal. Seminar proposal. Pengumpulan data. Pengolahan data. 6. LAMPIRAN 1 JADWAL KEGIATAN No. 1. 2. 3. 4. 5. Kegiatan Penelusuran kepustakaan Pembuatan proposal Seminar proposal Pengumpulan data Pengolahan data Bulan Agustus September Oktober November Desember Januari

Lebih terperinci

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi BAB 2 MALOKLUSI KLAS III 2.1 Pengertian Angle pertama kali mempublikasikan klasifikasi maloklusi berdasarkan hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi apabila tonjol

Lebih terperinci

PERBEDAAN PROFIL LATERAL WAJAH BERDASARKAN JENIS KELAMIN PADA MAHASISWA USU RAS DEUTRO-MELAYU

PERBEDAAN PROFIL LATERAL WAJAH BERDASARKAN JENIS KELAMIN PADA MAHASISWA USU RAS DEUTRO-MELAYU PERBEDAAN PROFIL LATERAL WAJAH BERDASARKAN JENIS KELAMIN PADA MAHASISWA USU RAS DEUTRO-MELAYU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Sefalometri Ditemukannya sinar X di tahun 1985 oleh Roentgen merupakan suatu revolusi di bidang kedokteran gigi yang merupakan awal mula dari ditemukannya radiografi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ras Deutro-Melayu Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang disebut dengan ras Melayu. Ras Melayu terdiri dari kelompok Proto-Melayu (Melayu tua)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan estetis yang baik dan kestabilan hasil perawatan (Graber dkk., 2012).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan estetis yang baik dan kestabilan hasil perawatan (Graber dkk., 2012). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan perawatan ortodontik adalah untuk mendapatkan oklusi gigi yang optimal dengan adaptasi fisiologik dan fungsi normal, perbaikan dentofasial dengan estetis yang baik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak wajah memegang peranan penting dalam pertimbangan perawatan ortodontik. Keseimbangan dan keserasian wajah ditentukan oleh tulang wajah dan jaringan lunak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyimpangan dari oklusi normal yang dikenal dengan nama maloklusi merupakan masalah pada gigi yang dapat mempengaruhi estetik, gangguan fungsi pengunyahan, penelanan,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective cross-sectional karena pengukuran variabel dilakukan pada satu saat atau setiap subyek

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu penelitian untuk mencari perbedaan antara variabel bebas (faktor

Lebih terperinci

HUBUNGAN DERAJAT KECEMBUNGAN JARINGAN KERAS DENGAN JARINGAN LUNAK WAJAH PADA POPULASI JAWA DAN TIONGHOA DI FKG UNIVERSITAS JEMBER SKRIPSI

HUBUNGAN DERAJAT KECEMBUNGAN JARINGAN KERAS DENGAN JARINGAN LUNAK WAJAH PADA POPULASI JAWA DAN TIONGHOA DI FKG UNIVERSITAS JEMBER SKRIPSI HUBUNGAN DERAJAT KECEMBUNGAN JARINGAN KERAS DENGAN JARINGAN LUNAK WAJAH PADA POPULASI JAWA DAN TIONGHOA DI FKG UNIVERSITAS JEMBER SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah maloklusi pertama kali diciptakan oleh Guilford. Guilford mengartikan maloklusi sebagai setiap penyimpangan oklusi yang berada diluar rentang kewajaran yang

Lebih terperinci

SEFALOMETRI. Wayan Ardhana Bagian Ortodonsia FKG UGM

SEFALOMETRI. Wayan Ardhana Bagian Ortodonsia FKG UGM SEFALOMETRI Wayan Ardhana Bagian Ortodonsia FKG UGM TIK Setelah mengikuti pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan mampu: Menyebutkan tentang materi pengenalan sefalometri radiografik, Menyebutkan tentang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap populasi juga berbeda dengan populasi lainnya. 1 Data lebar mesiodistal gigi penting sebagai informasi sebelum

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Gigi Perkembangan gigi merupakan proses kompleks yang disebut juga morfogenesis gigi atau odontogenesis yang dimulai selama minggu ke-6 perkembangan embrio. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 28 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan deskriptif analitik, yaitu dengan melakukan pengukuran pada sampel sebelum

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. perawatan ortodonti dan mempunyai prognosis yang kurang baik. Diskrepansi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. perawatan ortodonti dan mempunyai prognosis yang kurang baik. Diskrepansi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kasus maloklusi yang disertai diskrepansi vertikal cenderung sulit dalam perawatan ortodonti dan mempunyai prognosis yang kurang baik. Diskrepansi vertikal dapat bermanifestasi pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengukuran Maloklusi Suatu kriteria untuk menetapkan tingkat kesulitan perawatan pada American Board of Orthodontic (ABO) adalah kompleksitas kasus. ABO mengembangkan teknik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Skeletal Vertikal Wajah Basis kranii anterior (Sella-Nasion) sering digunakan sebagai garis acuan untuk menentukan kemiringan bidang mandibula (MP). Individu dengan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi beberapa golongan ras. Masyarakat negara Indonesia termasuk ke dalam golongan ras Mongoloid. Jacob

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik bertujuan untuk mengoreksi maloklusi sehingga diperoleh oklusi yang normal. Penatalaksanaan perawatan ortodontik sering dihadapkan kepada permasalahan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Lengkung gigi merupakan suatu garis lengkung imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan bawah. 7,9 Bentuk lengkung gigi ini berhubungan dengan bentuk kepala

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya, perawatan ortodonti adalah usaha pengawasan untuk membimbing dan mengoreksi struktur dentofasial yang sedang tumbuh atau yang sudah dewasa. Perawatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada berbagai pedoman, norma dan standar yang telah diajukan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada berbagai pedoman, norma dan standar yang telah diajukan untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Golden Proportion 2.1.1.Sejarah Golden Proportion Ada berbagai pedoman, norma dan standar yang telah diajukan untuk menggambarkan proporsi ideal pada wajah manusia dan salah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dentofasial termasuk maloklusi untuk mendapatkan oklusi yang sehat, seimbang,

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dentofasial termasuk maloklusi untuk mendapatkan oklusi yang sehat, seimbang, PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Ortodontik merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari pertumbuhan struktur jaringan pendukung gigi dan kraniofasial, perkembangan oklusi gigi geligi serta mempelajari

Lebih terperinci

GAMBARAN MORFOLOGI VERTIKAL SKELETAL WAJAH BERDASARKAN ANALISIS STEINER DAN JEFFERSON

GAMBARAN MORFOLOGI VERTIKAL SKELETAL WAJAH BERDASARKAN ANALISIS STEINER DAN JEFFERSON GAMBARAN MORFOLOGI VERTIKAL SKELETAL WAJAH BERDASARKAN ANALISIS STEINER DAN JEFFERSON SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh WILLIAM

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisa Profil Jaringan Lunak Wajah Analisa profil jaringan lunak wajah yang tepat akan mendukung diagnosa secara keseluruhan pada analisa radiografi sefalometri lateral. Penegakkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal yang penting dalam perawatan ortodonti adalah diagnosis, prognosis dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal yang penting dalam perawatan ortodonti adalah diagnosis, prognosis dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hal yang penting dalam perawatan ortodonti adalah diagnosis, prognosis dan rencana perawatan yang tepat untuk mendapatkan hasil maksimal. 1-5 Maloklusi Klas II merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tulang Vertebra Servikalis Tulang vertebra servikalis merupakan bagian dari tulang belakang yang terdiri atas tujuh bagian (CV 1 -CV 7 ). Tulang vertebra servikalis merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Pharynx Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Pharynx terletak di belakang

Lebih terperinci

BAGIAN ILMU BIOLOGI ORAL FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAGIAN ILMU BIOLOGI ORAL FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA LAMPIRAN 1 BAGIAN ILMU BIOLOGI ORAL FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UKURAN LENGKUNG GIGI RAHANG ATAS DAN RAHANG BAWAH MAHASISWA SUKU BATAK MANDAILING DI FKG USU KUISIONER IDENTITAS

Lebih terperinci

JARAK INTERINSISAL PEMBUKAAN MULUT MAKSIMAL SUKU BATAK KELOMPOK UMUR TAHUN

JARAK INTERINSISAL PEMBUKAAN MULUT MAKSIMAL SUKU BATAK KELOMPOK UMUR TAHUN JARAK INTERINSISAL PEMBUKAAN MULUT MAKSIMAL SUKU BATAK KELOMPOK UMUR 17-22 TAHUN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh: May Fiona Purba

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan individu lainnya, antara satu populasi dengan populasi lainnya. 1 Adanya variasi ukuran lebar

Lebih terperinci

PERBANDINGAN LEBAR ENAM GIGI ANTERIOR RAHANG ATAS DENGAN JARAK INTERKANTAL DAN LEBAR INTERALAR PADA MAHASISWA INDONESIA FKG USU ANGKATAN

PERBANDINGAN LEBAR ENAM GIGI ANTERIOR RAHANG ATAS DENGAN JARAK INTERKANTAL DAN LEBAR INTERALAR PADA MAHASISWA INDONESIA FKG USU ANGKATAN PERBANDINGAN LEBAR ENAM GIGI ANTERIOR RAHANG ATAS DENGAN JARAK INTERKANTAL DAN LEBAR INTERALAR PADA MAHASISWA INDONESIA FKG USU ANGKATAN 2011-2014 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ditimbulkan oleh gangguan erupsi gigi di rongga mulut, sudah selayaknya bagi dokter

BAB 1 PENDAHULUAN. ditimbulkan oleh gangguan erupsi gigi di rongga mulut, sudah selayaknya bagi dokter BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Besarnya pengaruh erupsi gigi dan banyaknya kelainan yang mungkin ditimbulkan oleh gangguan erupsi gigi di rongga mulut, sudah selayaknya bagi dokter gigi mengetahui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan bagian dari ilmu Kedokteran Gigi yang

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan bagian dari ilmu Kedokteran Gigi yang I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perawatan ortodontik semakin berkembang seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan dan penampilan fisik yang menarik (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang CROSSBITE ANTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang bawah. Istilah

Lebih terperinci

PREDIKSI LEEWAY SPACE DENGAN MENGGUNAKAN TABEL MOYERS PADA MURID SEKOLAH DASAR RAS DEUTRO-MELAYU DI KOTA MEDAN

PREDIKSI LEEWAY SPACE DENGAN MENGGUNAKAN TABEL MOYERS PADA MURID SEKOLAH DASAR RAS DEUTRO-MELAYU DI KOTA MEDAN PREDIKSI LEEWAY SPACE DENGAN MENGGUNAKAN TABEL MOYERS PADA MURID SEKOLAH DASAR RAS DEUTRO-MELAYU DI KOTA MEDAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi berjejal, tidak teratur dan protrusif adalah kondisi yang paling sering terjadi dan memotivasi individu untuk melakukan perawatan ortodontik. Motivasi pasien

Lebih terperinci

HUBUNGAN DIMENSI VERTIKAL ANTARA TULANG VERTEBRA SERVIKALIS DAN POLA WAJAH PADA OKLUSI NORMAL

HUBUNGAN DIMENSI VERTIKAL ANTARA TULANG VERTEBRA SERVIKALIS DAN POLA WAJAH PADA OKLUSI NORMAL HUBUNGAN DIMENSI VERTIKAL ANTARA TULANG VERTEBRA SERVIKALIS DAN POLA WAJAH PADA OKLUSI NORMAL SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh:

Lebih terperinci

Symmetric Measures. Asymp. Std. Approx. T b Approx. Measure of Agreement Kappa

Symmetric Measures. Asymp. Std. Approx. T b Approx. Measure of Agreement Kappa LAMPIRAN 1 HASIL PERHITUNGAN STATISTIK UJI INTERRATER RELIABILITY INDEKS PONT S PADA MAHASISWA SUKU INDIA TAMIL FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATER UTARA Symmetric Measures Value Asymp. Std. Approx.

Lebih terperinci

Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan

Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan PERAWATAN ORTODONTI Nurhayati Harahap,drg.,Sp.Ort Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan Empat Fase Perawatan Preventif

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 ALUR PIKIR

LAMPIRAN 1 ALUR PIKIR LAMPIRAN 1 ALUR PIKIR Krakteristi gigi yang terdapat pada suatu ras berbeda dengan ras lainnya. Alvesalo (1975) meneliti tonjol carabelli pada masarakat Eropa (ras Kaukasoid) didapat tonjol carabelli 70-90%

Lebih terperinci

GAMBARAN PROFIL WAJAH PADA OKLUSI NORMAL BERDASARKAN FOTOMETRI PADA MAHASISWA INDIA TAMIL MALAYSIA FKG USU

GAMBARAN PROFIL WAJAH PADA OKLUSI NORMAL BERDASARKAN FOTOMETRI PADA MAHASISWA INDIA TAMIL MALAYSIA FKG USU GAMBARAN PROFIL WAJAH PADA OKLUSI NORMAL BERDASARKAN FOTOMETRI PADA MAHASISWA INDIA TAMIL MALAYSIA FKG USU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 14 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan menggunakan rancangan penelitian cross-sectional. Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Dalam khususnya Ilmu

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Dalam khususnya Ilmu BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Dalam khususnya Ilmu Geriatri dan Ilmu Kesehatan Jiwa. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan studi observasional analitik potong lintang (crosssectional).

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan studi observasional analitik potong lintang (crosssectional). BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan studi observasional analitik potong lintang (crosssectional). 4.2 Alur Penelitian Mendapatkan ethical clearance dari Komisi Etik FKG

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 MALOKLUSI Maloklusi adalah bentuk hubungan rahang atas dan bawah yang menyimpang dari bentuk normal. Menurut Salzman (1957), maloklusi adalah susunan gigi dalam lengkung gigi,

Lebih terperinci

ANALISA KONVEKSITAS WAJAH JARINGAN LUNAK SECARA SEFALOMETRI LATERAL PADA MAHASISWA DEUTRO-MELAYU FKG USU USIA TAHUN (TAHUN )

ANALISA KONVEKSITAS WAJAH JARINGAN LUNAK SECARA SEFALOMETRI LATERAL PADA MAHASISWA DEUTRO-MELAYU FKG USU USIA TAHUN (TAHUN ) ANALISA KONVEKSITAS WAJAH JARINGAN LUNAK SECARA SEFALOMETRI LATERAL PADA MAHASISWA DEUTRO-MELAYU FKG USU USIA 20-25 TAHUN (TAHUN 1999-2005) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi dapat didefinisikan sebagai suatu ketidaksesuaian dari hubungan gigi atau rahang yang menyimpang dari normal. 1 Maloklusi merupakan sebuah penyimpangan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Geriatri. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Dalam khususnya Ilmu 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

ANALISA PROFIL JARINGAN LUNAK MENURUT METODE HOLDAWAY PADA MAHASISWA FKG USU SUKU DEUTRO MELAYU

ANALISA PROFIL JARINGAN LUNAK MENURUT METODE HOLDAWAY PADA MAHASISWA FKG USU SUKU DEUTRO MELAYU ANALISA PROFIL JARINGAN LUNAK MENURUT METODE HOLDAWAY PADA MAHASISWA FKG USU SUKU DEUTRO MELAYU TESIS Oleh : TJUT ROSTINA 047028009 PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ORTODONSIA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

Lebih terperinci

DATA PERSONALIA PENELITI

DATA PERSONALIA PENELITI LAMPIRAN 1 DATA PERSONALIA PENELITI Riwayat Peneliti Nama : Vandersun Lestari Tempat dan Tanggal Lahir : Medan, 24 Oktober 1994 Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Buddha Anak ke : 5 (lima) dari 5 (lima)

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. khususnya bidang nutrisi dan penyakit metabolik.

BAB IV METODE PENELITIAN. khususnya bidang nutrisi dan penyakit metabolik. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kesehatan Anak, khususnya bidang nutrisi dan penyakit metabolik. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Salzmann mendefinisikan oklusi dalam ortodonti sebagai perubahan inter relasi permukaan gigi maksila dan mandibula yang terjadi selama pergerakan mandibula dan kontak penuh terminal

Lebih terperinci

Nama: Tony Okta Wibowo Nrp : Dosen Pembimbing : Bp. Moch Hariadi, ST M.Sc PhD Bp. Dr. I ketut eddy Purnama, ST,MT

Nama: Tony Okta Wibowo Nrp : Dosen Pembimbing : Bp. Moch Hariadi, ST M.Sc PhD Bp. Dr. I ketut eddy Purnama, ST,MT Analisa Keakurasian Titik Sefalometrik Berbasis 3D dengan Softwere Amira untuk Data MRI Nama: Tony Okta Wibowo Nrp : 2208 100 553 Dosen Pembimbing : Bp. Moch Hariadi, ST M.Sc PhD Bp. Dr. I ketut eddy Purnama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maloklusi adalah istilah yang biasa digunakan untuk menggambarkan

BAB I PENDAHULUAN. Maloklusi adalah istilah yang biasa digunakan untuk menggambarkan 19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi adalah istilah yang biasa digunakan untuk menggambarkan penyimpangan dalam hubungan intermaksila dan atau intramaksila pada gigi dan atau rahang. Banyak

Lebih terperinci

NILAI KONVERSI JARAK VERTIKAL DIMENSI OKLUSI DENGAN PANJANG JARI TANGAN KANAN PADA SUKU BATAK TOBA

NILAI KONVERSI JARAK VERTIKAL DIMENSI OKLUSI DENGAN PANJANG JARI TANGAN KANAN PADA SUKU BATAK TOBA NILAI KONVERSI JARAK VERTIKAL DIMENSI OKLUSI DENGAN PANJANG JARI TANGAN KANAN PADA SUKU BATAK TOBA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh:

Lebih terperinci