BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Salzmann mendefinisikan oklusi dalam ortodonti sebagai perubahan inter relasi permukaan gigi maksila dan mandibula yang terjadi selama pergerakan mandibula dan kontak penuh terminal lengkung gigi maksila dan mandibula. Oklusi disebabkan oleh berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor lingkungan, tekanan otot dan oklusi secara konstan, serta perubahan akibat perkembangan, maturitas, dan penuaan. Perkembangan oklusi terbagi atas empat tahapan, yaitu: Fase Pre-Dental Fase pre-dental berada pada usia 0-6 bulan. Lengkung rahang pada saat lahir disebut dengan bantalan gusi (gum pads). 25 Lengkung pada maksila berbentuk seperti tapal kuda (horse-shoe shaped) dan mandibula berbentuk seperti huruf U (U shaped). 5,23-24 Hubungan rahang pada fase pre-dental tidak tetap. Leighton menyatakan bahwa terdapat banyak kemungkinan pada hubungan bantalan gusi atas dan bawah sehingga tidak dapat digunakan sebagai kriteria diagnostik dalam memprediksi oklusi pada periode gigi desidui. 25 Bantalan gusi maksila lebih lebar daripada bantalan gusi mandibula dan biasanya hanya beroklusi di regio molar (Gambar 1). 26 Gambar 1. Hubungan bantalan gusi maksila dan mandibula 26

2 2.2 Fase Gigi Desidui Erupsi gigi desidui dimulai pada usia 6 bulan ketika insisivus desidui pada mandibula erupsi. Erupsi gigi desidui seluruhnya selesai pada usia 2-3 tahun. 5 Perkembangan oklusi pada fase gigi desidui terdapat open dentition atau spaced dentition. Ada dua jenis spacing, yaitu physiologic spacing (developmental / generalized) dan primate space. Developmental space terjadi selama fase gigi desidui dengan tujuan pertumbuhan anterior posterior pada rahang. Rata-rata developmental space pada maksila adalah 4 mm dan 3 mm pada mandibula. Primate space terjadi pada fase gigi desidui maksila dan mandibula. Primate space disebut juga dengan simian space / anthropoid space karena terdapat pada monyet dan digunakan pada early mesial shift mandibula. Primate space terdapat diantara insisivus lateral desidui dan kaninus pada maksila sedangkan pada mandibula terdapat diantara kaninus desidui dan molar pertama desidui (Gambar 2). 7,25-26 Gambar 2. Primate Space pada maksila dan mandibula Fase Gigi Bercampur Fase gigi bercampur terjadi pada usia 6-12 tahun dan merupakan fase dimana gigi desidui dan gigi permanen sama-sama berada di rongga mulut. 5 Fase gigi bercampur disebut juga dengan fase transisi karena pada periode tersebut terjadi transisi dari fase gigi desidui ke fase gigi permanen. 7 Kebanyakan maloklusi berkembang pada fase ini. Fase gigi bercampur terbagi atas tiga fase, yaitu fase

3 transisi pertama, fase inter-transisi, dan fase transisi kedua Fase Transisi Pertama Fase transisi pertama ditandai dengan pergantian gigi insisivus desidui oleh gigi insisivus permanen dan penambahan empat gigi molar pertama permanen. Secara umum, fase transisi pertama terjadi pada usia 6-8 tahun. 5 Molar pertama permanen memegang peranan penting dalam perkembangan dan fungsi oklusi pada fase gigi permanen. 2 Erupsi molar pertama permanen dituntun oleh permukaan distal molar kedua desidui. Oleh karena itu, terminal plane relationship pada fase gigi bercampur menentukan jenis hubungan molar pada fase gigi permanen. 5 Moyers mendeskripsikan tiga kemungkinan jenis hubungan molar desidui, yaitu: Flush/Straight terminal plane (Gambar 3) 25 : permukaan distal molar desidui maksila dan mandibula berada dalam vertical plane yang sama Flush terminal plane biasanya berkembang menjadi hubungan molar Klas I pada fase gigi permanen. 5 Akan tetapi, pada beberapa kasus dapat berkembang menjadi hubungan molar Klas II jika pertumbuhan mandibula tidak mencukupi. 6 Pada awalnya, molar pertama permanen memiliki relasi tonjol lawan tonjol (cusp to cusp). Transformasi dari relasi tonjol lawan tonjol ke relasi molar Klas I muncul dalam dua cara, yaitu: 5 Gambar 3. Flush terminal plane 25

4 a. Early mesial shift Early mesial shift pada molar pertama permanen mandibula terjadi dengan menggunakan physiologic space yang terdapat diantara insisivus desidui dengan primate spaces. Tekanan erupsi dari molar permanen mendorong molar desidui ke depan mengisi ruang dan pada akhirnya terjadi hubungan molar Klas I. Perubahan ini terjadi pada awal fase gigi bercampur (Gambar 4). 5,25 Gambar 4. Early mesial shift 25 b. Late mesial shift Hubungan molar Klas I tidak dapat terjadi pada awal fase gigi bercampur karena tidak adanya developmental spaces pada fase gigi desidui. Oleh karena itu, hubungan molar Klas I terjadi dengan exfoliasi molar kedua desidui menggunakan Leeway space dimana molar pertama permanen mandibula hanya bergerak ke arah mesial, perubahan ini terjadi pada akhir fase gigi bercampur (Gambar 5). 5,25 Gambar 5. Late mesial shift menggunakan Leeway space 25

5 2. Mesial step : permukaan distal molar kedua desidui pada mandibula lebih mesial daripada permukaan distal molar kedua desidui pada maksila (Gambar 6A). 25,28 Molar pertama permanen akan langsung erupsi menjadi hubungan molar Klas I pada mesial step. Pada beberapa kasus, dapat berkembang menjadi hubungan molar Klas III jika pertumbuhan mandibula terus berlanjut. 5 Gambar 6. Hubungan molar desidui : (A) Relasi mesial step (B) Relasi distal step Distal step : permukaan distal molar kedua desidui pada mandibula lebih distal daripada permukaan distal molar kedua desidui pada maksila (Gambar 6B). 25,28 Distal step pada fase gigi desidui umumnya akan menuntun pada hubungan molar Klas II Angle pada fase gigi permanen (Gambar 7). 5,15

6 Gambar 7. Hubungan oklusal pada gigi desidui dan permanen Fase Inter-Transisi Setelah gigi molar pertama dan insisivus permanen erupsi, terdapat periode sementara (fase inter-transisi) selama 1-2 tahun sebelum memasuki fase transisi kedua. Fase ini relatif stabil dengan hanya terjadi perubahan yang sedikit. 5

7 Ciri-ciri fase inter-transisi, yaitu: 2 1. Oklusal dan interproksimal pada gigi desidui terlihat aus karena morfologi oklusal yang menyerupai dataran. 2. Ugly duckling stage. 3. Pembentukan akar terus terjadi pada insisivus, kaninus, dan molar yang akan erupsi seiring dengan peningkatan puncak alveolar. 4. Akar molar desidui mengalami resorpsi Fase Transisi Kedua Fase transisi kedua terjadi pada usia tahun. Fase transisi kedua terjadi pergantian molar dan kaninus desidui oleh premolar dan kaninus permanen serta erupsinya molar kedua permanen. Awal dari fase transisi kedua adalah exfoliasi kaninus desidui mandibula pada usia sekitar 10 tahun Fase Gigi Permanen Fase gigi permanen dimulai pada usia sekitar 13 tahun dimana semua gigi permanen telah erupsi kecuali molar ketiga. 2,5 Ciri-ciri oklusi normal fase gigi 14, 25 permanen: 1. Dalam keadaan oklusi, gigi pada maksila terletak lebih ke labial / bukal daripada gigi pada mandibula. 2. Angulasi pada fase gigi permanen adalah bukolingual dan mesiodistal. 3. Setiap gigi permanen kecuali insisivus sentralis mandibula dan molar kedua maksila beroklusi dengan dua gigi antagonisnya. 2.5 Leeway Space Pada saat pergantian gigi kaninus dan molar desidui oleh gigi kaninus dan molar permanen terjadi kelebihan ruang. Selisih ruang tersebut terjadi karena mesiodistal mahkota gigi desidui (kaninus, molar satu, molar dua) lebih besar

8 daripada mesiodistal mahkota gigi permanen (kaninus, premolar satu, premolar dua). Selisih ruang tersebut disebut dengan leeway space oleh Nance pada tahun 1947 (Gambar 8). 7-9,28 Leeway space pada mandibula lebih besar daripada maksila. Hal ini terjadi karena molar desidui mandibula lebih lebar daripada molar desidui maksila. Leeway space menurut Nance pada maksila memiliki rata-rata 0,9 mm setiap kuadran dan pada mandibula memiliki rata-rata 1,7 mm. 5,9,13 Leeway space yang berlebih akan lebih baik karena menyediakan ruang untuk pergerakan mesial molar permanen. Sedangkan Leeway space deficiency terjadi karena ukuran kaninus dan premolar permanen yang belum erupsi lebih besar daripada ruang yang tersedia. 5,28 Setelah molar kedua desidui tanggal, terjadi perubahan oklusi pada molar pertama permanen. Pengurangan panjang lengkung rahang terjadi pada maksila dan mandibula seiring dengan molar pertama yang bergerak ke arah mesial. 7,25 Selain itu, perbedaan Leeway space pada mandibula dan maksila menyebabkan molar pertama permanen lebih bergerak ke arah mesial pada mandibula daripada maksila. 14 Pergerakan molar pertama yang lebih mesial pada mandibula menyebabkan perubahan dari hubungan flush terminal plane pada fase gigi desidui ke hubungan molar Klas I pada fase gigi permanen. 5,25 Gambar 8. Leeway space. Keterangan : 7 AB : lebar mesiodistal dari kaninus dan premolar permanen CD : lebar mesiodistal dari kaninus dan molar desidui AC : Leeway space

9 2.6 Metode Pengukuran Lebar Mesiodistal Gigi Untuk mengukur lebar mesiodistal gigi terdapat metode Moorrees dan Mullen. Metode Moorress adalah metode pengukuran lebar mesiodistal gigi dengan menggunakan ujung tip kaliper yang diletakkan secara parelel terhadap oklusal (Gambar 9A). Akan tetapi, metode Moorress hanya dapat digunakan apabila gigi berada dalam posisi yang normal. 29 A B Gambar 9. Metode pengukuran lebar mesiodistal gigi : (A) Moorrees (B) Mullen Metode Mullen adalah metode pengukuran mesiodistal gigi dengan menggunakan ujung tip kaliper diletakkan sejajar terhadap bidang oklusal. Mullen dkk., menemukan bahwa perhitungan analisis Bolton tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara perhitungan pada model atau emodel dengan metode Mullen (Gambar 9B) Analisis Kebutuhan Ruang pada Masa Gigi Bercampur Untuk menganalisis ruang pada masa gigi bercampur terdapat beberapa analisis, yaitu analisis radiografi, non-radiografi, dan kombinasi keduanya. 9

10 2.7.1 Analisis Radiografi Analisis radiografi menggunakan foto radiografi untuk memprediksi mesiodistal kaninus dan premolar permanen yang belum erupsi. 9 Analisis ini digunakan oleh Nance dan Huckaba. 1,6,9,15 Nance menentukan ruang yang tersedia untuk kaninus dan premolar yang belum erupsi dengan mengukur mesiodistal kaninus dan molar desidui pada model gigi dan menentukan ruang yang dibutuhkan dengan mengukur mesiodistal gigi yang belum erupsi pada gambaran radiografi. Nance juga mengukur total panjang lengkung rahang dari permukaan mesial molar pertama permanen kanan ke kiri. Hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa transisi fase gigi bercampur ke permanen menyebabkan molar bergerak ke arah mesial dengan rata-rata 1,7 mm pada mandibula dan 0,9 mm pada maksila. 1 Analisis Huckaba ini menggunakan foto radiografi periapikal. 15 Kelemahan dari analisis radiografi adalah gambaran foto rontgen biasanya mengalami distorsi, bisa bertambah panjang atau pendek. 16 Lebar mesiodistal gigi dapat diukur melalui foto radiografi periapikal tetapi gambar yang dihasilkan lebih lebar dari mesiodistal gigi sebenarnya. Akan tetapi, jika menggunakan CBCT (cone beam computed tomography) akan memperkecil pembesaran radiografi hingga 1% sehingga dapat digunakan secara langsung untuk menganalisis Leeway space Analisis Non-Radiografi Analisis non-radiografi adalah analisis yang menggunakan persamaan regresi dengan menghubungkan ukuran gigi yang telah erupsi dengan ukuran gigi yang belum erupsi. 9,29 Analisis ini digunakan oleh Moyers, Tanaka-Johnston, Ballard and Wylie, dan Sitepu. 1-2,6,9,22 Analisis Moyers memprediksi kaninus dan premolar permanen pada maksila dan mandibula dengan menghitung lebar mesiodistal insisivus mandibula dan menggunakan tabel prediksi Moyers. 15 Ballard and Wylie mengamsumsikan jika insisivus lebih besar daripada rata-rata maka ukuran kaninus, premolar, dan molar juga akan lebih besar dari rata-rata. Ballard and Wylie mengamati 441 model gigi yang terdapat insisivus, kaninus, premolar, dan molar

11 pertama permanen yang telah erupsi sempurna untuk merumuskan formula prediksi gigi yang belum erupsi. 1 Sitepu menemukan rumus untuk memprediksi lebar mesiodistal kaninus dan premolar permanen pada ras Deutro-Melayu. 18 Analisis Sitepu ini mengukur lebar mesiodistal insisivus bawah dan memasukkan angka tersebut dalam rumus untuk memprediksi lebar mesiodistal kaninus dan premolar permanen Analisis Tanaka-Johnston Analisis Tanaka-Johnston memprediksi ukuran kaninus dan premolar permanen berdasarkan ukuran insisivus mandibula. 16 Analisis ini diperkenalkan oleh Tanaka-Johnston pada tahun Analisis Tanaka-Johnston ini merupakan pengembangan dari tabel Moyers dengan meneliti 506 model gigi pasien di daerah Cleveland dari departemen ortodonsia di Universitas Case Western Reserve. 1-2 Rumus analisis Tanaka-Johnston dapat dilihat pada rumus dibawah ini : 2,15,31 Perkiraan Lebar Mesio-distal Kaninus dan Premolar Permanen Mandibula dalam satu kuadran = + 10,5 mm Perkiraan Lebar Mesio-distal Kaninus dan Premolar Permanen Maksila dalam satu kuadran = + 11,0 mm Analisis Tanaka-Johnston memiliki koefisien korelasi 0,63 pada maksila dan 0,65 pada mandibula. Standard error analisis ini adalah 0,86 mm pada maksila dan 0,85 mm pada mandibula. 31 Keuntungan dari analisis ini adalah tidak memerlukan gambaran radiografi, dapat digunakan pada maksila dan mandibula, mudah digunakan, dapat diaplikasi langsung pada kunjungan pertama, hemat waktu, dan memiliki akurasi yang cukup baik. 3,11

12 2.7.3 Analisis Kombinasi Analisis kombinasi menggunakan gambaran radiografi dan persamaan regresi untuk memprediksi Leeway space. 6,9 Analisis ini digunakan oleh Staley and Kerber dan Hixon-Oldfather. 1,6,9,20 Analisis Staley and Kerber hanya dapat digunakan pada mandibula dan membutuhkan radiografi periapikal. Analisis Staley and Kerber cukup akurat bila digunakan pada anak-anak keturunan Eropa. 15 Analisis Hixon-Oldfather menjumlahkan mesiodistal satu gigi insisivus sentral dan satu gigi insisivus lateral dengan mesiodistal premolar yang belum erupsi pada gambaran radiografi teknik paralel. 31 Kemudian, hasil penjumlahan tersebut dibandingkan dengan tabel prediksi Hixon-Oldfather dibawah ini : Tabel 1. Prediksi Hixon dan Oldfather Hasil Penjumlahan Prediksi Ukuran Gigi 23 mm 18,4 mm 24 mm 19,0 mm 25 mm 19,7 mm 26 mm 20,3 mm 27 mm 21,0 mm 28 mm 21,6 mm 29 mm 22,3 mm 30 mm 22,9 mm 2.8 Faktor yang Mempengaruhi Ukuran Mesiodistal Gigi 1. Ras Pada tahun 1985, Saumantri melakukan penelitian pada sampel suku Jawa dan menemukan bahwa ukuran gigi permanen sampel suku Jawa lebih besar daripada ukuran gigi suku bangsa Kaukasoid. Pada penelitian Keene tahun 1979 yang membandingkan ukuran mahkota gigi pada sampel populasi Negroid dengan Kaukasoid, ditemukan bahwa ukuran mahkota gigi Negroid lebih besar daripada Kaukasoid. Pada tahun 1972, Lavelle melakukan penelitian dengan membandingkan perbedaan antara jenis kelamin pria dan wanita dari kelompok populasi berbeda, yaitu populasi Negroid, Kaukasoid, dan Mongoloid. Lavelle menemukan bahwa ukuran

13 gigi terbesar pada populasi Negroid, kemudian populasi Mongoloid, dan yang terkecil pada populasi Kaukasoid Genetik Penelitian Lundstrom pada tahun 1964 yang membandingkan 97 pasangan kembar monozigot dan dizigot, menemukan bahwa terdapat hubungan faktor genetik yang kuat pada kembar monozigot terhadap morfologi dan ukuran gigi. Penelitian tersebut jelas menunjukkan bahwa hampir setengah dari faktor yang mempengaruhi ukuran gigi adalah faktor genetik. Faktor genetik berperan dalam mengontrol ukuran gigi sewaktu proses odontogenesis. Selain itu, penelitian tersebut berhasil membuktikan bahwa terdapat ukuran dan bentuk gigi yang sama pada kembar zigomatik. Penelitian Rakosi dkk. pada tahun 1993 menyatakan bahwa jaringan utama yang dapat mengalami deformitas dentofasial akibat pengaruh genetik diantaranya termasuk gigi yang meliputi ukuran, bentuk, jumlah, mineralisasi gigi, letak erupsi, dan posisi benih gigi Jenis Kelamin Pada penelitian Saumantri tahun 1985 pada sampel suku Jawa, ditemukan bahwa ukuran gigi permanen pria lebih besar daripada wanita. Pada tahun 1974, Arya dkk. juga menemukan bahwa hampir semua ukuran gigi permanen pada pria lebih besar dibandingkan dengan wanita (kecuali gigi insisivus pertama bawah). Sedangkan pada gigi desidui tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antara pria dan wanita. Penelitian Lavelle pada tahun 1972 yang membandingkan perbedaan antara jenis kelamin pria dan wanita dari tiga kelompok populasi berbeda menunjukkan bahwa ukuran gigi pria secara keseluruhan lebih besar daripada ukuran gigi wanita Lingkungan Lingkungan berperan terhadap terjadinya keragaman genetik. Keragaman genetik akan memberikan variasi ukuran gigi. Pada tahun 1949, Selmer-Olsen menyatakan bahwa selain dikontrol oleh faktor genetik, ukuran gigi juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. 24

14 2.9 Ras Proto-Melayu Von Eickstedt menyebut sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid. Ras Paleomongoloid terdiri dari ras Proto-Melayu (melayu tua) dan Deutro-Melayu (melayu muda). Menurut antropolog Fischer, kelompok melayu tua lebih dulu datang ke Indonesia daripada kelompok melayu muda. Pada awalnya kelompok Proto-Melayu menempati pantai-pantai Sumatera Utara, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Barat. Kemudian terdesak oleh Kelompok Deutro-Melayu sehingga kelompok Proto-Melayu masuk ke pedalaman dan hidup terisolasi Ras Proto-Melayu terdiri dari suku Batak, Dayak, dan Toraja sedangkan ras Deutro-Melayu terdiri dari suku Jawa, Bali, Bugis, Makasar, Aceh, Ternate, dan suku-suku yang berbahasa Minangkabau. 24 Ciri fisik antara ras Proto-Melayu dan Deutro-Melayu pada umumnya berbeda pada bentuk kepala. Ras Proto-Melayu memiliki ciri-ciri kepala panjang (dolichocephalic) sedangkan ras Deutro-Melayu memiliki ciri-ciri kepala pendek (branchycephalic). 36 Suku Batak termasuk dalam kelompok suku bangsa Proto-Melayu yang terdiri dari enam sub suku, yaitu sub suku Karo, Pakpak, Simalungun, Toba, Angkola, dan Mandailing. 37 Penelitian Simanjuntak menyatakan bahwa lebar mesiodistal gigi suku Batak lebih besar dari suku Jawa dan Madura, tetapi lebih kecil dibandingkan ras campuran Proto-Melayu dan Deutro-Melayu. Selain itu, lebar dan panjang lengkung gigi suku Batak lebih besar dibandingkan ras campuran Proto-Melayu dan Deutro- Melayu. Hal ini disebabkan oleh perbedaan latar belakang ras / etnik yang dapat mempengaruhi perkembangan gigi geligi dan perkembangan oklusal seseorang, serta ketepatan dari masing-masing analisis gigi bercampur. 17 Dalam penelitian ini menggunakan sampel suku Batak.

15 2.10 Kerangka Teori Perkembangan Gigi Manusia Pre-Dental Desidui Bercampur Permanen Fase Transisi Pertama Fase Inter - Transisi Leeway Space Fase Transisi Kedua Analisis Kebutuhan Ruang pada Masa Gigi Bercampur Radiografi Faktor Yang Mempengaruhi Ukuran Mesiodistal gigi Genetik Kombinasi Jenis Kelamin Non-Radiografi (Tanaka-Johnston) Lingkungan Ras Kaukasoid Mongoloid Negroid Proto-Melayu Deutro-Melayu Suku Gayo Suku Batak Suku Sasak Suku Toraja Prediksi Nilai Rata-Rata Leeway Space Dengan Menggunakan Analisis Tanaka-Johnston Pada Murid Sekolah Dasar Suku Batak Di Kota Medan

16 2.11 Kerangka Konsep Murid Sekolah Dasar usia 7-10 tahun Suku Batak Jenis kelamin Waktu pencetakan dan pengisian model gigi Bahan cetak Bahan pengisi cetakan Operator pencetakan Ukuran lebar mesiodistal gigi Besar Leeway space maksila dan mandibula Lingkungan Genetik Keterangan : Variabel tergantung Variabel bebas Variabel terkendali Variabel tidak terkendali

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Gigi Perkembangan gigi merupakan proses kompleks yang disebut juga morfogenesis gigi atau odontogenesis yang dimulai selama minggu ke-6 perkembangan embrio. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Periode Perkembangan Gigi Geligi Terdapat empat tahap perkembangan gigi geligi manusia, yaitu periode bantalan gusi (gum pads), periode gigi desidui (primary dentition stage),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah maloklusi pertama kali diciptakan oleh Guilford. Guilford mengartikan maloklusi sebagai setiap penyimpangan oklusi yang berada diluar rentang kewajaran yang

Lebih terperinci

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA 6 BAB 2 TI JAUA PUSTAKA Ortodonti adalah salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang berhubungan dengan estetika gigi, wajah, dan kepala. Berdasarkan American Board of Orthodontics (ABO), Ortodonti adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini banyak pasien datang ke dokter gigi karena kondisi gigi yang kurang rapi. Gigi yang kurang rapi ini disebut juga dengan maloklusi. Maloklusi merupakan penyimpangan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhkembangan Dentofasial Laki-laki dan Perempuan Pertumbuhan merupakan bertambah jumlah dan besarnya sel di seluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur, sedangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik bertujuan untuk mengoreksi maloklusi sehingga diperoleh oklusi yang normal. Penatalaksanaan perawatan ortodontik sering dihadapkan kepada permasalahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyimpangan dari oklusi normal yang dikenal dengan nama maloklusi merupakan masalah pada gigi yang dapat mempengaruhi estetik, gangguan fungsi pengunyahan, penelanan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Molar Dua Mandibula Fungsi molar dua mandibula permanen adalah melengkapi molar satu mandibula. Seluruh bagian molar dua mandibula lebih kecil sekitar 1mm daripada molar satu.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi permanen bersamaan di dalam rongga mulut. Fase gigi bercampur dimulai dari

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi permanen bersamaan di dalam rongga mulut. Fase gigi bercampur dimulai dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fase gigi bercampur adalah suatu fase ditemukan adanya gigi desidui dan gigi permanen bersamaan di dalam rongga mulut. Fase gigi bercampur dimulai dari usia 6 tahun

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Lengkung gigi merupakan suatu garis lengkung imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan bawah. 7,9 Bentuk lengkung gigi ini berhubungan dengan bentuk kepala

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lengkung Gigi Lengkung gigi merupakan suatu garis imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan rahang bawah yang dibentuk oleh mahkota gigigeligi dan merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan individu lainnya, antara satu populasi dengan populasi lainnya. 1 Adanya variasi ukuran lebar

Lebih terperinci

Analisa Ruang Metode Moyers

Analisa Ruang Metode Moyers ANALISA RUANG I. Analisa Ruang Analisis ruang sangat diperlukan untuk membandingkan ruangan yang tersedia dengan ruangan yang dibutuhkan untuk normalnya keteraturan gigi. Adanya ketidakteraturan atau crowding

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PREDIKSI LEEWAY SPACE DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS MOYERS DAN TANAKA-JOHNSTON PADA MURID SEKOLAH DASAR SUKU BATAK DI KOTA MEDAN SKRIPSI

PERBANDINGAN PREDIKSI LEEWAY SPACE DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS MOYERS DAN TANAKA-JOHNSTON PADA MURID SEKOLAH DASAR SUKU BATAK DI KOTA MEDAN SKRIPSI PERBANDINGAN PREDIKSI LEEWAY SPACE DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS MOYERS DAN TANAKA-JOHNSTON PADA MURID SEKOLAH DASAR SUKU BATAK DI KOTA MEDAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ras Deutro-Melayu Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang disebut dengan ras Melayu. Ras Melayu terdiri dari kelompok Proto-Melayu (Melayu tua)

Lebih terperinci

PREDIKSI LEEWAY SPACE DENGAN MENGGUNAKAN TABEL MOYERS PADA MURID SEKOLAH DASAR RAS DEUTRO-MELAYU DI KOTA MEDAN

PREDIKSI LEEWAY SPACE DENGAN MENGGUNAKAN TABEL MOYERS PADA MURID SEKOLAH DASAR RAS DEUTRO-MELAYU DI KOTA MEDAN PREDIKSI LEEWAY SPACE DENGAN MENGGUNAKAN TABEL MOYERS PADA MURID SEKOLAH DASAR RAS DEUTRO-MELAYU DI KOTA MEDAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ditimbulkan oleh gangguan erupsi gigi di rongga mulut, sudah selayaknya bagi dokter

BAB 1 PENDAHULUAN. ditimbulkan oleh gangguan erupsi gigi di rongga mulut, sudah selayaknya bagi dokter BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Besarnya pengaruh erupsi gigi dan banyaknya kelainan yang mungkin ditimbulkan oleh gangguan erupsi gigi di rongga mulut, sudah selayaknya bagi dokter gigi mengetahui

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Gigi-Geligi dan Oklusi Perkembangan oklusi mengalami perubahan signifikan sejak kelahiran sampai dewasa. Perubahan dari gigi-geligi desidui menjadi gigi-geligi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien ortodonti adalah gigi berjejal. 3,7 Gigi berjejal ini merupakan suatu keluhan pasien terutama pada aspek estetik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Gigi Gigi merupakan organ tubuh yang turut berperan dalam proses pencernaan, pengunyahan, dan terutama sebagai estetis dalam pembentukan profil wajah. Gigi terbentuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap populasi juga berbeda dengan populasi lainnya. 1 Data lebar mesiodistal gigi penting sebagai informasi sebelum

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. oklusi sentrik, relasi sentrik dan selama berfungsi (Rahardjo, 2009).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. oklusi sentrik, relasi sentrik dan selama berfungsi (Rahardjo, 2009). BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi dalam pengertian yang sederhana adalah penutupan rahang beserta gigi atas dan bawah. Pada kenyataannya oklusi merupakan suatu proses kompleks karena meibatkan gigi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Klas I Angle Pada tahun 1899, Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan relasi molar satu permanen rahang bawah terhadap rahang atas karena menurut Angle, yang

Lebih terperinci

PREDIKSI LEEWAY SPACE DENGAN MENGGUNAKAN TABEL MOYERS PADA PASIEN YANG DIRAWAT DI KLINIK ORTODONSIA FKG USU

PREDIKSI LEEWAY SPACE DENGAN MENGGUNAKAN TABEL MOYERS PADA PASIEN YANG DIRAWAT DI KLINIK ORTODONSIA FKG USU PREDIKSI LEEWAY SPACE DENGAN MENGGUNAKAN TABEL MOYERS PADA PASIEN YANG DIRAWAT DI KLINIK ORTODONSIA FKG USU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lengkung Gigi Menurut DuBRUL (1980), bentuk lengkung gigi sangat bervariasi, akan tetapi secara umum lengkung gigi rahang atas berbentuk elips dan lengkung gigi rahang bawah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi berjejal merupakan jenis maloklusi yang paling sering ditemukan. Gigi berjejal juga sering dikeluhkan oleh pasien dan merupakan alasan utama pasien datang untuk melakukan perawatan

Lebih terperinci

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. BAB 2 KANINUS IMPAKSI Gigi permanen umumnya erupsi ke dalam lengkungnya, tetapi pada beberapa individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. Salah satunya yaitu gigi kaninus

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dentofasial termasuk maloklusi untuk mendapatkan oklusi yang sehat, seimbang,

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dentofasial termasuk maloklusi untuk mendapatkan oklusi yang sehat, seimbang, PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Ortodontik merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari pertumbuhan struktur jaringan pendukung gigi dan kraniofasial, perkembangan oklusi gigi geligi serta mempelajari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesimetrisan Diagnosis dalam ilmu ortodonti, sama seperti disiplin ilmu kedokteran gigi dan kesehatan lainnya memerlukan pengumpulan informasi dan data yang adekuat mengenai

Lebih terperinci

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior Protrusi anterior maksila adalah posisi, dimana gigi-gigi anterior rahang atas lebih ke depan daripada gigi-gigi anterior

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi merupakan hubungan statis antara gigi atas dan gigi bawah selama interkuspasi dimana pertemuan tonjol gigi atas dan bawah terjadi secara maksimal. Dikenal dua

Lebih terperinci

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

Gambar 1. Anatomi Palatum 12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palatum 2.1.1 Anatomi Palatum Palatum adalah sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Palatum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Impaksi Kaninus Gigi impaksi dapat didefinisikan sebagai gigi permanen yang terhambat untuk erupsi keposisi fungsional normalnya oleh karena adanya hambatan fisik dalam

Lebih terperinci

Analisis Model Studi, Sumber Informasi Penting bagi Diagnosis Ortodonti. Analisis model studi merupakan salah satu sumber informasi penting untuk

Analisis Model Studi, Sumber Informasi Penting bagi Diagnosis Ortodonti. Analisis model studi merupakan salah satu sumber informasi penting untuk Analisis Model Studi, Sumber Informasi Penting bagi Diagnosis Ortodonti Avi Laviana Bagian Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Jl. Sekeloa Selatan No. 1 Bandung Abstrak Analisis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan perkembangan. 11 Evaluasi status maturitas seseorang berperan penting dalam rencana perawatan ortodonti, khususnya

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi beberapa golongan ras. Masyarakat negara Indonesia termasuk ke dalam golongan ras Mongoloid. Jacob

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Lengkung gigi terdiri dari superior dan inferior dimana masing-masing

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Lengkung gigi terdiri dari superior dan inferior dimana masing-masing 20 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Lengkung gigi terdiri dari superior dan inferior dimana masing-masing dikenal sebagai maksila dan mandibula. 6 Lengkung gigi adalah berbeda pada setiap individu, tidak ada seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang

BAB I PENDAHULUAN. permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Oklusi adalah berkontaknya permukaan oklusal gigi geligi rahang atas dengan permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang bawah menutup.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengukuran Maloklusi Suatu kriteria untuk menetapkan tingkat kesulitan perawatan pada American Board of Orthodontic (ABO) adalah kompleksitas kasus. ABO mengembangkan teknik

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang CROSSBITE ANTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang bawah. Istilah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam lingkup luas, ada beberapa alasan-alasan dilakukannya sebuah perawatan ortodonti, sesuai frekuensinya, yang dijadikan pasien sebagai alasan dalam mencari perawatan ortodonti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi dalam melakukan diagnosa dan perencanaan perawatan gigi anak. (4,6,7) Tahap

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi dalam melakukan diagnosa dan perencanaan perawatan gigi anak. (4,6,7) Tahap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses erupsi gigi telah banyak menarik perhatian peneliti yang sebagian besar berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan fisiologis anak. Kebanyakan orangtua menganggap

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan crosssectional yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara konveksitas skeletal

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Asimetri merupakan komposisi yang sering dikaitkan dalam dunia seni dan kecantikan, tetapi lain halnya dalam keindahan estetika wajah. Estetika wajah dapat diperoleh

Lebih terperinci

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi BAB 2 MALOKLUSI KLAS III 2.1 Pengertian Angle pertama kali mempublikasikan klasifikasi maloklusi berdasarkan hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi apabila tonjol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kesehatan gigi, estetik dan fungsional individu.1,2 Perawatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kesehatan gigi, estetik dan fungsional individu.1,2 Perawatan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi merupakan suatu keadaan kedudukan gigi geligi yang menyimpang dari oklusi normal.1 Masalah maloklusi ini mendapat perhatian yang besar dari praktisi dan dokter

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Ukuran lebar mesiodistal gigi permanen menurut Santoro dkk. (2000). 22

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Ukuran lebar mesiodistal gigi permanen menurut Santoro dkk. (2000). 22 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lebar Mesiodistal Gigi Geligi Lebar mesiodistal gigi adalah jarak terbesar yang diukur dari titik kontak anatomis mesial sampai ke titik kontak anatomis distal pada masing-masing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi,

BAB 1 PENDAHULUAN. studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi, studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodonti adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan,

Lebih terperinci

Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan

Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan PERAWATAN ORTODONTI Nurhayati Harahap,drg.,Sp.Ort Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan Empat Fase Perawatan Preventif

Lebih terperinci

III. KELAINAN DENTOFASIAL

III. KELAINAN DENTOFASIAL III. KELAINAN DENTOFASIAL PEN DAHULUAN Klasifikasi maloklusi dan oklusi Occlusion = Oklusi Pengertian Oklusi adalah hubungan gigi geligi rahang atas dan rahang bawah bila rahang bawah digerakkan sehingga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Dentokraniofasial Simetris berasal dari bahasa Yunani, yaitu symmetria yang berarti ukuran. Simetris dapat didefinisikan sebagai suatu kesesuaian dalam ukuran, bentuk,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Rahang Tumbuh-kembang adalah suatu proses keseimbangan dinamik antara bentuk dan fungsi. Prinsip dasar tumbuh-kembang antara lain berkesinambungan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Tumbuh Kembang Anak Perubahan morfologi, biokimia dan fisiologi merupakan manifestasi kompleks dari tumbuh kembang yang terjadi sejak konsepsi sampai maturitas/dewasa.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi dapat didefinisikan sebagai suatu ketidaksesuaian dari hubungan gigi atau rahang yang menyimpang dari normal. 1 Maloklusi merupakan sebuah penyimpangan

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL)

PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL) 1 PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL) PENDAHULUAN Anasir gigitiruan merupakan bagian dari GTSL yang berfungsi mengantikan gigi asli yang hilang. Pemilihan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Perawatan ortodonti modern merupakan tujuan yang digunakan untuk mencapai suatu keselarasan estetika wajah, keseimbangan struktural pada wajah dan fungsional pengunyahan. 2 Penampilan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang. 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang. 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang berkembang dari interaksi antara sel epitel rongga mulut dan sel bawah mesenkim. Setiap gigi berbeda secara anatomi,

Lebih terperinci

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI SEMINAR WISATA DENTISTRY YOGYAKARTA 6 FEBRUARI 2009 Oleh Endah Mardiati, drg., MS., Sp.Ort 1 PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI SEMINAR DENTISTRY

Lebih terperinci

A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas

A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas Gigi Incisivus sentral atas adalah gigi kesatu di rahang atas, yang terletak dikiri kanan dari garis tengah / median (Itjingningsh,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sederetan gigi pada rahang atas dan rahang bawah (Mokhtar, 2002). Susunan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sederetan gigi pada rahang atas dan rahang bawah (Mokhtar, 2002). Susunan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lengkung gigi adalah lengkung yang dibentuk oleh mahkota gigi geligi. Lengkung gigi merupakan suatu garis lengkung imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 16 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Radiografi Sinar x ditemukan oleh Wilhem Conrad Roentgen, seorang profesor fisika dari Universitas Wurzburg, di Jerman. Hasil radiografi terbentuk karena perbedaan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 23 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitik dengan pengambilan data cross sectional. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran Gigi yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran Gigi yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ortodonsia merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran Gigi yang mempelajari pertumbuhan dan perkembangan yang disebabkan oleh pergerakan gigi. Ortodonsia mencakup diagnosis,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi berasal dari kata occlusion, yang terdiri dari dua kata yakni oc yang berarti ke atas (up) dan clusion yang berarti menutup (closing). Jadi occlusion adalah closing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ortodontik (Shaw, 1981). Tujuan perawatan ortodontik menurut Graber (2012)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ortodontik (Shaw, 1981). Tujuan perawatan ortodontik menurut Graber (2012) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Area dentofasial sangat berpengaruh terhadap penampilan wajah seseorang. Kelainan di sekitar area tersebut akan berdampak pada hilangnya kepercayaan diri sehingga memotivasi

Lebih terperinci

Gambar 1. Fotometri Profil 16. Universitas Sumatera Utara

Gambar 1. Fotometri Profil 16. Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Profil jaringan lunak terbentuk dari beberapa komponen, antara lain komponen skeletal, dental dan jaringan lunak (hidung, dagu dan bibir). Analisis profil wajah yang baik dapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Keberhasilan perawatan ortodonti sering kali dikaitkan dengan adanya perbaikan penampilan wajah termasuk morfologi vertikal skeletal. Morfologi vertikal skeletal wajah merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi-gigi dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi-gigi dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi-gigi dan ubungan rahang yang tidak normal sehingga tercapai oklusi, fungsi yang normal dan estetis wajah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau bergantian (Hamilah, 2004). Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. atau bergantian (Hamilah, 2004). Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses tumbuh kembang pada anak bisa disebut masa rentan karena masa kanak-kanak merupakan masa kritis dalam proses tumbuh kembang. Pada umumnya proses tumbuh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada tinjauan pustaka akan diuraikan mengenai suku Batak, foramen mentalis, radiografi panoramik, kerangka teori dan kerangka konsep. 2.1 Suku Batak Penduduk Indonesia termasuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat Malaysia terdiri atas berbagai suku dan etnik sehingga

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat Malaysia terdiri atas berbagai suku dan etnik sehingga BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Masyarakat Malaysia terdiri atas berbagai suku dan etnik sehingga memberikan variasi pada ukuran gigi. Ukuran gigi yang bervariasi ini tidak hanya penting dalam bidang kedokteran

Lebih terperinci

ALUR PENELITIAN. (Required space )

ALUR PENELITIAN. (Required space ) LAMPIRAN 1 ALUR PENELITIAN Model studi rahang atas dan rahang bawah Laki-Laki Perempuan Ukur mesiodistal gigi insisivus rahang bawah Ukur jarak distal insisivus lateralmesial molar pertama permanen rahang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Definisi simetri adalah persamaan salah satu sisi dari suatu objek baik dalam segi bentuk, ukuran, dan sebagainya dengan sisi yang berada di belakang median plate.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Ortodonti adalah kajian tentang variasi pertumbuhan dan perkembangan dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi (Grist,

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 ALUR PIKIR

LAMPIRAN 1 ALUR PIKIR LAMPIRAN 1 ALUR PIKIR Krakteristi gigi yang terdapat pada suatu ras berbeda dengan ras lainnya. Alvesalo (1975) meneliti tonjol carabelli pada masarakat Eropa (ras Kaukasoid) didapat tonjol carabelli 70-90%

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA yaitu: 5 a. Gigi geligi pada tiap lengkung rahang harus memiliki inklinasi mesiodistal 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. Oklusi Oklusi didefinisikan sebagai kontak interkuspal antara gigi geligi rahang atas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan jaman membuat pemikiran masyarakat semakin maju dan cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan kesehatan, karena pengetahuan masyarakat tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hal yang harus dipertimbangkan dalam perawatan ortodonsi salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hal yang harus dipertimbangkan dalam perawatan ortodonsi salah satunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hal yang harus dipertimbangkan dalam perawatan ortodonsi salah satunya adalah lebar mesiodistal gigi. Lebar mesiodistal gigi berkaitan dengan garis lengkung rahang yang

Lebih terperinci

BAB III PREVENTIF ORTHODONTIK

BAB III PREVENTIF ORTHODONTIK BAB III PREVENTIF ORTHODONTIK 1. Pendahuluan Preventif orthodontik mempunyai peranan yang sangat penting dalam halmengusahakan agar gigi-gigi permanen yang akan menggantikan posisi gigi desidui akan mendapatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodonti merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang berhubungan dengan teknik untuk mencegah, mengintervensi dan mengoreksi keberadaan maloklusi dan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila

BAB I PENDAHULUAN. Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila dan mandibula. Pada kenyataannya, oklusi gigi merupakan hubungan yang kompleks karena melibatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sefalometri Sefalometri radiografi dimulai sekitar awal tahun 1930 oleh Hofrath di Jerman dan Broadbent di Amerika Serikat untuk penelitian dan mempelajari maloklusi beserta

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Periapikal Nama periapical berasal dari bahasa latin peri, yang berarti sekeliling, dan apical yang berarti ujung. Radiogafi periapikal dapat menunjukkan secara

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/ WALI OBJEK PENELITIAN. Kepada Yth, Ibu/ Sdri :... Orang tua/ Wali Ananda :... Alamat :...

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/ WALI OBJEK PENELITIAN. Kepada Yth, Ibu/ Sdri :... Orang tua/ Wali Ananda :... Alamat :... Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/ WALI OBJEK PENELITIAN Kepada Yth, Ibu/ Sdri :... Orang tua/ Wali Ananda :... Alamat :... Bersama ini saya yang bernama, Nama : Zilda Fahnia NIM : 110600132

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah

BAB 1 PENDAHULUAN. Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah 17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah bukolingual atau bukopalatal antara gigi antagonis. Crossbite posterior dapat terjadi bilateral

Lebih terperinci

Fakultas Kedokteran Gigi Bagian Ilmu Konservasi Gigi Tahun 2003 Fitria Sari Panjang Rata-Rata Gigi lnsisivus Sentralis Permanen Maksila Dan Gigi Kaninus Permanen Maksila Pada Mahasiswa Suku Batak FKG USU

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu penelitian untuk mencari perbedaan antara variabel bebas (faktor

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Masyarakat Malaysia terdiri atas berbagai suku dan etnik sehingga memberikan variasi pada ukuran gigi. Ukuran gigi yang bervariasi ini tidak hanya penting dalam bidang kedokteran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental kuasi dengan desaincross sectional. 26

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental kuasi dengan desaincross sectional. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental kuasi dengan desaincross sectional. 26 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1. Tempat penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis penelitian Jenis penelitian adalah studi cross-sectional (potong-lintang) analitik. Tiap sampel hanya diobservasi satu kali saja dan pengukuran variabel sampel dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau benar dan dontos yang berarti gigi. Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki posisi gigi dan memperbaiki

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective cross-sectional karena pengukuran variabel dilakukan pada satu saat atau setiap subyek

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis penelitian Jenis penelitian adalah studi analitik potong lintang (cross sectional). Tiap sampel hanya diobservasi satu kali saja dan pengukuran variabel sampel dilakukan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode

BAB 3 METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode case control, karena sampel tidak menerima perlakuan dan pengukuran dilakukan dalam satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makanan yang pertama kali dikonsumsi bayi adalah Air Susu Ibu (ASI).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makanan yang pertama kali dikonsumsi bayi adalah Air Susu Ibu (ASI). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan yang pertama kali dikonsumsi bayi adalah Air Susu Ibu (ASI). Pemberian ASI ekslusif dianjurkan pada umur 0-6 bulan, yaitu bayi hanya diberikan ASI ekslusif tanpa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Perkembangan Mandibula Pada waktu bayi dilahirkan, mandibula sangat kecil dan terdiri dari 2 bagian yang sama, dihubungkan oleh jaringan fibrosa. Mandibula

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suku Deutro-Melayu Sebagian besar penduduk Indonesia termasuk suku Paleomongoloid atau suku Melayu. Pada tahun 2000 s.m., suku Proto Melayu atau Melayu tua yang pertama datang

Lebih terperinci

VALIDITAS INDEKS MOYERS DI SDN 28 TUMAMPUA PANGKAJENE SKRIPSI. Diajukan untuk melengkapi. Salah satu syarat mendapat gelar. Sarjana Kedokteran Gigi

VALIDITAS INDEKS MOYERS DI SDN 28 TUMAMPUA PANGKAJENE SKRIPSI. Diajukan untuk melengkapi. Salah satu syarat mendapat gelar. Sarjana Kedokteran Gigi VALIDITAS INDEKS MOYERS DI SDN 28 TUMAMPUA PANGKAJENE SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi Salah satu syarat mendapat gelar Sarjana Kedokteran Gigi OLEH: RIZKIANI AWALIYAH RAMLI J111 11 120 UNIVERSITAS HASANUDDIN

Lebih terperinci