BAB II LANDASAN TEORI. A. Perilaku Kecanduan Situs Jejaring Sosial Facebook. 1. Pengertian Perilaku Kecanduan Situs Jejaring Sosial Facebook

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. A. Perilaku Kecanduan Situs Jejaring Sosial Facebook. 1. Pengertian Perilaku Kecanduan Situs Jejaring Sosial Facebook"

Transkripsi

1 16 BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Kecanduan Situs Jejaring Sosial Facebook 1. Pengertian Perilaku Kecanduan Situs Jejaring Sosial Facebook Sarwono (2000) mendefinisikan perilaku sebagai sesuatu yang dilakukan oleh individu satu dengan individu lain dan sesuatu itu bersifat nyata. Adapun menurut Soetjipto (2007), kecanduan atau adiksi merupakan suatu gangguan bersifat kronis dan kompulsif berulang-ulang untuk memuaskan diri pada aktivitas tertentu. Individu yang mengalami kecanduan tidak dapat menghentikan penggunaan pada suatu zat atau perilaku yang bersifat kompulsif dan terbawa di kehidupan sehari-hari (Egger & Rauterberg, 1996). Perilaku kecanduan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kecanduan dalam perilaku mengakses situs jejaring sosial facebook melalui internet. Young (1996) yang meneliti tentang kecanduan terhadap internet mendefinisikan kecanduan sebagai suatu keinginan atau dorongan yang tidak terkontrol, menikmati penggunaan internet dan terus berlanjut walaupun menyebabkan perilaku yang bermasalah. Kandell (1998) juga menyatakan definisi kecanduan internet, yaitu sebagai ketergantungan psikologis terhadap internet yang ditandai dengan meningkatnya keinginan untuk beraktivitas dengan internet, meningkatnya toleransi untuk selalu menggunakan internet, dan mengingkari bahwa, itu adalah perilaku yang bermasalah. 16

2 17 American Medical Association (dalam Yuniar, 2008) mengemukakan bahwa penggunaan yang berlebihan setara dengan suatu kondisi perilaku kompulsif (ketidakmampuan mencegah diri untuk melakukan suatu keinginan sebab bila keinginan tersebut tidak dilakukan akan menimbulkan rasa cemas atau perilaku agresif). Lebih lanjut, Yuniar (2008) menyatakan bahwa kecanduan atau adiksi pada internet terjadi bila waktu yang digunakan untuk bermain atau menggunakan internet untuk keperluan di luar pekerjaan mencapai level yang mengganggu bahkan merusak aktivitas wajar seharihari, yaitu aktivitas bekerja, sekolah, maupun kegiatan sosial, dan turunnya produktivitas kerja dan prestasi belajar secara bermakna. Salah satu bentuk kecanduan internet adalah cyber-relational addiction, yaitu kecanduan terhadap situs pertemanan di dunia maya (Young, dkk., 1999). Facebook merupakan situs pertemanan di dunia maya, sehingga kecanduan facebook termasuk dalam kecanduan internet. Facebook merupakan situs jejaring sosial online yang membuat penggunanya dapat menampilkan diri dalam profil online, menambah teman yang dapat memposting komentar, serta saling melihat profil satu sama lain. Para pengguna facebook juga dapat bergabung dengan grup virtual berbasis kesamaan minat, seperti kelas, hobi, minat, selera musik dan status hubungan romantis melalui profil mereka (Ellison, dkk., 2007). Jadi dapat dikatakan bahwa situs jejaring sosial facebook menyediakan kumpulan cara yang beragam bagi penggunanya untuk dapat berinteraksi dengan pengguna facebook lainnya, seperti memperbarui profil pribadi, memperbarui status,

3 18 berkirim komentar dan pesan, chatting, berdiskusi di grup, dll. Sebagai situs jejaring sosial, facebook mampu memberikan kenyamanan tersendiri bagi para penggunanya. Kenyamanan dalam penggunaannya tersebut dapat menyebabkan kecanduan (Griffiths, 2000). Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa, perilaku kecanduan situs jejaring sosial facebook adalah perilaku yang sulit terkontrol untuk mengakses situs jejaring sosial facebook, disertai dengan meningkatnya toleransi untuk selalu mengakses situs jejaring sosial facebook dan menikmati penggunaan situs jejaring sosial facebook. Individu yang kecanduan atau teradiksi situs jejaring sosial facebook, sulit menghentikan penggunaan facebook karena dirinya merasa nyaman dan menikmati saat mengakses situs jejaring sosial facebook. 2. Aspek Perilaku Kecanduan Situs Jejaring Sosial Facebook Young, dkk. (1999) mengungkapkan bahwa terdapat lima pengelompokkan kecanduan internet berdasarkan aktivitas yang dilakukan, yaitu menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan pornografi (Cybersexual Addiction), bermain game online (Computer Games), kompulsif dalam menjelajahi dunia maya dan mencari informasi (Information Overload), meliputi hal-hal yang cukup luas misalnya judi dan belanja lewat internet (Netcompulsions), dan kecanduan terhadap situs pertemanan di dunia maya (Cyberrelational Addiction). Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa, kecanduan situs jejaring sosial facebook termasuk ke dalam adiksi atau kecanduan internet.

4 19 Young (1996) mengembangkan suatu kuesioner singkat dengan delapan kriteria berbentuk pertanyaan yang digunakan sebagai alat untuk mengetahui perilaku adiksi internet, yang dapat membedakan antara pengguna internet yang kecanduan dan yang tidak kecanduan. Delapan kriteria berupa pertanyaan yang disebut Internet Addiction Diagnostic Questionnaire (IADQ) itu antara lain: a. Apakah anda merasa terus terikat dengan internet (memikirkan aktivitas online sebelumnya atau membayangkan sesi online berikutnya)? b. Apakah anda merasa membutuhkan tambahan waktu dalam penggunaan internet agar mendapat kepuasan sesudah menggunakannya? c. Apakah anda berulangkali merasa gagal untuk berusaha mengontrol, mengurangi, atau berhenti meggunakan internet? d. Apakah anda merasa memiliki waktu yang terbatas untuk beristirahat, mudah berubah perasaan, depresi, atau sulit menyesuaikan diri ketika mencoba mengurangi atau menghentikan penggunaan internet? e. Apakah anda tetap online lebih lama daripada waktu yang sudah direncanakan sebelumnya? f. Apakah anda merasa akan timbul bahaya atau resiko kehilangan suatu hubungan, pekerjan, pendidikan, atau kesempatan karir yang signifikan karena penggunaan internet? g. Apakah anda merasa harus berbohong pada anggota keluarga, terapis, atau orang lain mengenai tingkat ketergantungan terhadap internet?

5 20 h. Apakah anda menggunakan internet sebagai cara untuk melarikan diri dari masalah atau menghilangkan perasaan yang tidak menyenangkan (misalnya merasa helplessness, merasa bersalah, cemas, depresi). Apabila terdapat jawaban ya pada lima pertanyaan dari delapan pertanyaan yang ada maka individu tersebut dikriteriakan sebagai pengguna internet yang kecanduan (Young, 1996). Kriteria Internet Addiction Diagnostic Questionnaire (IADQ) kemudian dikembangkan menjadi Internet Addiction Test (IAT) berdasarkan enam aspek (Young, 1998). Keenam aspek tersebut adalah: a. Ciri khas (Salience) Biasanya dikaitkan dengan pikiran-pikiran yang berlebihan secara mencolok terhadap internet, berkhayal atau berfantasi mengenai internet, timbul rasa mudah marah, bosan, panik, depresif karena terlalu banyak beraktivitas internet. b. Penggunaan yang berlebihan (Excessive use) Penggunaan internet yang terlalu berlebihan biasanya dikaitkan dengan hilangnya pengertian tentang penggunaan waktu atau pengabaian kebutuhan-kebutuhan dasar dalam kehidupannya. Individu biasanya menyembunyikan waktu online (waktu yang digunakan untuk mengakses internet) dari keluarga atau orang terdekat. c. Pengabaian pekerjaan (Neglect to work) Individu mengabaikan pekerjaannya karena aktivitas internet, sehingga produktivitas dan kinerjanya menurun karena berinternet.

6 21 d. Antisipasi (Anticipation) Internet digunakan sebagai strategi coping dari masalah, yaitu sarana untuk melarikan diri atau mengabaikan permasalahan yang terjadi di kehidupan nyata. Akibatnya, lama kelamaan aktivitas internet menjadi aktivitas yang paling penting dalam hidup sehingga mendominasi pikiran, perasaan, dan perilaku. e. Ketidakmampuan mengontrol diri (Lack of control) Ketidakmampuan dalam mengontrol diri sendiri mengakibatkan bertambahnya waktu yang digunakan untuk melakukan aktivitas dengan internet, baik dalam bentuk frekuensi maupun durasi waktu. f. Mengabaikan kehidupan sosial (Neglect to social life) Individu mengabaikan kehidupan sosialnya, yaitu sengaja mengurangi kegiatan sosial atau rekreasi demi mengakses internet. Individu yang banyak menggunakan waktunya untuk melakukan aktivitas yang ada kaitannya dengan internet, akan mengurangi aktivitasnya di luar aktivitas yang berkaitan dengan internet. Goldberg (1996) juga menyampaikan aspek atau kriteria adiksi internet. Individu dikriteriakan teradiksi atau kecanduan internet apabila memenuhi minimal tiga kriteria dari tujuh kriteria yang ada, selama 12 bulan atau lebih (Goldberg, 1996). Tujuh kriteria tersebut antara lain: a. Toleransi (tolerance) didefinisikan sebagai salah satu dari pernyataan berikut:

7 22 1) Kebutuhan untuk meningkatkan waktu penggunaan internet yang mencolok untuk mencapai kepuasan 2) Menurunnya efek yang dirasakan dari penggunaan internet yang terus menerus dalam waktu yang sama b. Penarikan diri (withdrawal), yang terwujud melalui salah satu dari pernyataan 1) atau 2) berikut: 1) Karakteristik sindrom penarikan diri a) Penghentian atau pengurangan pemakaian internet akan terasa berat dan lama b) Dua dari beberapa simptom berikut (yang berkembang beberapa hari hingga satu bulan setelah kriteria a) yaitu: (1) agitasi psikomotor (gejolak psikomotor) (2) kecemasan (3) pemikiran yang obsesif mengenai apa yang terjadi di internet (4) fantasi atau mimpi mengenai internet (5) gerakan jari seperti mengetik baik disadari atau tidak c) Simptom pada kriteria b) menyebabkan distress atau kerusakan sosial, baik yang berhubungan dengan dunia kerja atau fungsi lainnya 2) Menggunakan internet service online lainnya untuk menghilangkan atau menghindari simptom-simptom penarikan diri c. Internet sering digunakan lebih lama dari yang direncanakan d. Adanya hasrat yang kuat atau upaya yang tidak brhasil dalam mengendalikan penggunaan internet

8 23 e. Menghabiskan banyak waktu untuk kegiatan yang berhubungan dengan internet f. Penghentian kegiatan-kegiatan sosial yang penting, pekerjaan ataupun kegiatan rekreasi untuk penggunaan internet g. Penggunaan internet tetap dilakukan walaupun telah mengetahui akan adanya masalah-masalah fisik, sosial, pekerjaan, atau masalah psikologis yang muncul karena penggunaan internet. Penelitian ini menggunakan kriteria dari Young (1998) yang tertuang dalam Internet Addiction Test (IAT) sesuai dengan enam aspek yang menunjukkan tanda-tanda individu yang mengalami kecanduan internet, yaitu salience, excessive use, neglect to work, anticipation, lack of control, dan neglect to social life, yang akan dimodifikasi dan disesuaikan dengan bentuk kecanduan dalam salah satu kelompok adiksi internet yaitu Cyber-relational Addiction (kecanduan terhadap situs pertemanan di dunia maya). Pertimbangan pemilihan aspek tersebut adalah karena aspek-aspek tersebut merupakan aspek dari alat ukur Internet Addiction Test (IAT) yang dalam penelitian ini akan digunakan sebagai acuan pada Facebook Addiction Test untuk mengukur perilaku kecanduan facebook pada remaja yang menjadi subjek penelitian. Alat ukur IAT yang dimodifikasi untuk mengukur perilaku kecanduan facebook telah digunakan pada penelitian sebelumnya, yaitu pada penelitian Yulianti (2014) tentang hubungan antara pengungkapan diri dengan kecanduan facebook pada remaja. Alat ukur tersebut memiliki koefisien realibitas sebesar 0,902 dalam hasil penelitian Yulianti (2014).

9 24 3. Faktor-faktor Perilaku Kecanduan Situs Jejaring Sosial Facebook Young (2004) mengungkapkan bahwa, internet addiction termasuk cyber-relational addiction (kecanduan terhadap situs pertemanan di dunia maya) yang terjadi pada pelajar ditimbulkan oleh adanya beberapa faktor, antara lain: a. Akses internet gratis dan unlimited Ketika seorang pelajar berada di sekolah yang memiliki hotspot area, maka pelajar tersebut berkesempatan untuk mengakses internet secara gratis dan unlimited. Hal itu memungkinkan intensitas beraktivitas online yang dilakukan pelajar semakin meningkat. b. Banyaknya waktu luang Sebagian besar pelajar berada di kelas selama jam setiap minggu. Waktu luang yang dimiliki pelajar dapat digunakan untuk membaca, belajar, bermain bersama teman, atau menjelajahi lingkungan baru di luar sekolah. Namun beberapa dari pelajar di masa sekarang ini telah melupakan hal-hal tersebut dan lebih banyak menghabiskan waktu luangnya untuk aktivitas online. c. Pengalaman baru tanpa kontrol dari orang tua Dalam dunia online tidak ada kontrol dari orang tua, sehingga pelajar dapat berinteraksi dalam chat room atau instant messaging dengan teman sepanjang malam tanpa adanya keluhan dari orang tua.

10 25 d. Tidak ada monitoring atau pemeriksaan atas apa yang mereka katakan atau lakukan ketika online Ketika pelajar berada di sekolah, terdapat para tenaga pendidik yang memiliki kewajiban untuk memantau atau mengawasi setiap kegiatan pelajar. Namun ketika pelajar melakukan aktivitas online, maka aktivitas tersebut dapat luput dari pengawasan para tenaga pendidik. e. Intimidasi sosial dan pengasingan diri Beberapa pelajar merasa tidak dapat bergabung dalam kelompok pertemanan di sekolahnya. Tetapi ketika pelajar tersebut mencoba bergabung dalam kelompok pertemanan atau komunitas di dunia maya, mereka memiliki kesempatan untuk mendapatkan banyak teman baru dari dunia maya khususnya dari situs pertemanan. Hal itu dapat menyebabkan pelajar tersebut menggunakan situs jejaring pertemanan di dunia maya sebagai penghilang perasaan tidak menyenangkan seperti marah, cemas, depresi, akibat berbagai tekanan masalah yang dimilikinya. Lebih lanjut, The Computer-Addiction Services pada Harvard University (dalam Yuniar, 2008) menyebutkan bahwa, usia menjadi faktor yang berperan dalam kecenderungan internet addiction, yaitu kelompok usia remaja mempunyai rasa ingin tahu yang besar, sehingga para remaja menjadi haus akan informasi, dan informasi tersebut dapat dengan mudah diperoleh di internet beserta situs-situs yang ada di dalamnya. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa, faktorfaktor yang menyebabkan perilaku kecanduan situs jejaring sosial adalah akses

11 26 internet gratis dan unlimited, banyaknya waktu luang, pengalaman baru tanpa kontrol dari orang tua, tidak ada monitoring atau pemeriksaan atas apa yang mereka katakan atau lakukan ketika online, intimidasi sosial dan pengasingan diri, serta usia khususnya usia remaja. 4. Perilaku Kecanduan Situs Jejaring Sosial Facebook pada Remaja Perempuan Facebook merupakan situs jejaring sosial online yang membuat penggunanya dapat menampilkan diri dalam profil online, menambah teman yang dapat memposting komentar, serta saling melihat profil satu sama lain. Para pengguna facebook juga dapat bergabung dengan grup virtual berbasis kesamaan minat, seperti kelas, hobi, minat, selera musik dan status hubungan romantis melalui profil mereka (Ellison, dkk., 2007). Jadi dapat dikatakan bahwa, situs jejaring sosial facebook menyediakan kumpulan cara yang beragam bagi penggunanya untuk dapat berinteraksi dengan pengguna facebook lainnya, seperti memperbarui profil pribadi, memperbarui status, berkirim komentar dan pesan, chatting, berdiskusi di grup, dll. Sebagai situs jejaring sosial, facebook mampu memberikan kenyamanan tersendiri bagi para penggunanya. Kenyamanan dalam penggunaannya tersebut dapat menyebabkan kecanduan (Griffiths, 2000). Kecanduan dalam penggunaan internet dan situs-situs di dalamnya terlihat dari intensitas waktu yang digunakan individu untuk terpaku di depan alat elektronik berkoneksi internet untuk mengakses situs-situs tersebut, yang berakibat pada banyaknya waktu yang dihabiskan individu yang bersangkutan

12 27 untuk online. Terkait dengan hal tersebut, Santrock (2012) menyatakan bahwa jumlah remaja yang menghabiskan waktunya untuk online semakin meningkat. Selain itu, remaja menempati proporsi paling besar sebagai pengguna situssitus di internet seperti situs jejaring sosial online (Subrahmanyam & Greenfield, 2008). Lembaga penelitian Pew Research (2015) menyatakan bahwa, setidaknya 71% remaja dengan rentang usia 13 hingga 17 tahun menggunakan situs jejaring sosial Facebook, bahkan, 41% di antaranya mengaku bahwa, facebook adalah situs yang paling sering dikunjungi. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa, facebook masih menjadi situs jejaring sosial yang paling populer dan yang paling sering digunakan di kalangan remaja pada tahun Penelitian yang dilakukan oleh Pew Research (2015) melaporkan bahwa, remaja dengan usia 15 sampai 17 tahun sebagai yang paling sering menggunakan situs jejaring sosial facebook dibandingkan dengan remaja yang berusia lebih muda. Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa, remaja perempuan lebih mendominasi penggunaan jejaring sosial dibandingkan dengan remaja laki-laki. Sejalan dengan hasil penelitian Pew Research (2015) tersebut, Buntaran dan Helmi (2015) menyatakan bahwa, subjek penelitian remaja perempuan lebih tinggi intensitas penggunaan jejaring sosial online dibandingkan dengan subjek remaja laki-laki.

13 28 B. Kesepian 1. Pengertian Kesepian Kesepian diartikan oleh Peplau dan Perlman (dalam Baron & Byrne, 2005) sebagai suatu reaksi emosional dan kognitif individu terhadap dimilikinya hubungan yang lebih sedikit dan lebih tidak memuaskan daripada yang diinginkan oleh individu tersebut. Burger (dalam Baron & Byrne, 2005) menjelaskan bahwa Individu yang tidak menginginkan teman bukanlah orang yang kesepian, tetapi individu yang menginginkan teman dan tidak memilikinya adalah orang yang kesepian. Menurut Sears, dkk. (1994), kesepian menunjukkan pada kegelisahan subjektif yang dirasakan pada saat hubungan sosial kehilangan ciri-ciri pentingnya. Hilangnya ciri-ciri tersebut bisa bersifat kuantitatif, yaitu mungkin tidak mempunyai banyak teman, atau hanya mempunyai sedikit teman, tidak sepeti yang diharapkan. Tetapi kekurangan itu juga dapat bersifat kualitatif, yaitu mungkin dirasa bahwa hubungannya dangkal, atau kurang memuaskan dibandingkan dengan apa yang diharapkan (Sears, dkk., 1994). Sesuai dengan pernyataan tersebut, Peplau dan Perlman (1982) mengatakan bahwa, kesepian adalah perasaan yang timbul jika harapan untuk terlibat dalam hubungan yang akrab dengan seseorang tidak tercapai. Russell (1996) berpendapat bahwa, kesepian merupakan suatu keadaan yang terjadi pada individu, dan kondisi tersebut muncul dari sistem-sistem psikofisik yang menentukan karakteristik perilaku dan berpikir. Kesepian, baik yang kronis maupun yang sementara, merupakan sebuah kesadaran yang penuh

14 29 perasaan sakit mengenai hubungan sosial individu yang kurang banyak atau kurang berarti dibandingkan dengan yang individu tersebut harapkan (Myers, 2012). Sementara Weiss (dalam Cacioppo & Hawkley, 2011) menjelaskan kesepian sebagai suatu stres negatif yang bersifat kronis tanpa suatu manifestasi. Kesepian terjadi di dalam diri seseorang dan tidak dapat dideteksi hanya dengan melihat orang itu (Sears, dkk., 1994). Sarwono (2002) mengatakan bahwa kesepian harus dibedakan dengan kesendirian. Kesepian bersifat subjektif, sedangkan kesendirian lebih bersifat fisik objektif, yaitu suatu keadaan dimana seseorang sedang tidak bersama orang lain (Sarwono, 2002), atau terpisah dari orang lain, dan dapat menyenangkan atau tidak menyenangkan (Sears, dkk., 1994). Sementara menurut Sullivan (dalam Peplau & Perlman, 1982), kesepian merupakan kondisi yang tidak menyenangkan, dan berdasarkan pengalaman yang berhubungan dengan tidak mencukupinya kebutuhan akan bentuk hubungan yang akrab. Lebih lanjut, Semat (dalam Peplau & Perlman, 1982) berpendapat bahwa kesepian merupakan hasil dari interpretasi dan evaluasi individu terhadap hubungan sosial yang dianggapnya tidak memuaskan. Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kesepian adalah suatu keadaan tidak menyenangkan yang dirasakan individu, akibat hubungan sosial yang dimilikinya tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkannya, baik karena individu tersebut tidak mempunyai teman atau jumlah temannya sedikit, maupun karena kualitas hubungan yang dijalin

15 30 oleh individu tersebut tidak akrab atau kurang memuaskan baginya. Jadi tidak tercapainya harapan individu terkait dengan hubungan di lingkungan sosial dan hubungan yang akrab dengan seseorang, dapat menyebabkan individu tersebut merasa kesepian. 2. Aspek-aspek Kesepian Russell (1996) menjelaskan bahwa, kesepian didasari tiga asek, yaitu: a. Kepribadian (Personality) Karakteristik pada individu yang muncul dari sistem-sistem psikofisik yang menentukan perilaku dan berpikir pada lingkungan sekitar. Dalam hal ini, individu yang kesepian dapat dikarakteristikkan sesuai dengan perilaku dan perasaan kesehariannya. b. Kepatutan sosial (Social desirability) Adanya keinginan sosial yang diharapkan individu pada kehidupan di lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini, individu ingin mendapatkan penerimaan yang pada akhirnya berujung pada keinginan untuk memperoleh pengakuan dari masyarakat sekitar. c. Depresi (Depression) Suatu bentuk tekanan dalam diri yang mengakibatkan adanya perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan, yang disertai perasaan sedih, kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi yang menuju kepada meningkatnya keadaan mudah lelah yang sangat nyata dan berkurangnya aktivitas.

16 31 Weiss (dalam Sears, dkk., 1994) membagi aspek kesepian dalam dalam dua dimensi, yaitu: a. Kesepian secara emosional Kesepian emosional timbul dari ketiadaan figur kasih sayang yang intim, seperti yang bisa diberikan oleh orang tua kepada anaknya atau yang bisa diberikan tunangan atau teman akrab kepada seseorang. Lebih lanjut, Clinton & Anderson (dalam Bogaerts, dkk., 2006) mengemukakan bahwa, kesepian emosional menunjukkan kurang intimnya dalam berhubungan dengan teman dekat, dan hal ini tidak berkaitan dengan jumlah hubungan pertemanan itu sendiri. b. Kesepian secara sosial Kesepian sosial terjadi apabila individu kehilangan rasa terintegrasi secara sosial atau terintegrasi dalam suatu komunikasi, yang bisa diberikan oleh sekumpulan teman atau rekan sekerja. Weiss (dalam Bogaerts, dkk., 2006) menyatakan bahwa, kesepian sosial disebabkan karena kurangnya jaringan sosial yang dapat memberikan seorang individu a sense of connection dengan orang-orang lain. Clinton & Anderson (dalam Bogaerts, dkk., 2006) menyatakan bahwa, kesepian sosial secara khusus mengindikasikan kurangnya hubungan pertemanan dan terkait pula dengan banyaknya teman dekat yang dimiliki.

17 32 Peplau dan Perlman (1982) membagi aspek-aspek kesepian menjadi tiga pendekatan, yaitu: a. Kebutuhan akan keintiman Pendekatan ini menekankan pada kebutuhan seorang individu dalam berhubungan dengan orang lain. Menurut Weiss (dalam Peplau & Perlman, 1982), kesepian pada individu tidak terjadi begitu saja tetapi disebabkan oleh tidak adanya hubungan antar pribadi yang intim yang dimiliki individu. Adanya kesepian menjadi jawaban dari tidak adanya beberapa bentuk hubungan persahabatan yang istimewa atau hubungan yang lebih baik b. Proses kognitif Pendekatan ini menekankan kepada persepsi dan evaluasi individu terhadap hubungan sosial yang dimiliknya. Flanders, dkk. (dalam Peplau & Perlman, 1982) berpendapat bahwa kesepian merupakan hasil dari ketidakpuasan sesorang terhadap hubungan interpersonalnya. Dalam pendekatan ini, dinyatakan bahwa kesepian terjadi saat seseorang mempersepsikan adanya kesenjangan antara hubungan interpersonal yang diharapkan dengan hubungan interpersonal yang dicapainya (Semat dalam Peplau & Perlman, 1982). c. Penguatan sosial Menurut pendekatan ini, kesepian merupakan suatu keadaan yang diakibatkan perasaan ketidakterpenuhinya kebutuhan hubungan sosial individu. Individu dapat merasa kesepian apabila interaksi sosial yang

18 33 dialaminya kurang menyenangkan dan tidak dapat menghasilkan penguatan hubungan sosial. Penelitian ini menggunakan aspek kesepian yang dikemukan oleh Russell (1996), yaitu kepribadian (personality), kepatutan sosial (social desirability), depresi (depression). Alasan digunakannya aspek tersebut dalam penelitian ini adalah karena aspek tersebut telah sering dipakai oleh para peneliti sebelumnya untuk mengukur tingkat kesepian dalam penelitian-penelitian tentang kesepian. Selain itu, aspek tersebut sejak tahun 1980 sampai 1996 terus dikembangkan oleh para peneliti, dan akhirnya menghasilkan alat ukur kesepian (loneliness) yaitu UCLA Loneliness Scale (Version 3) dengan nilai reliabilitas 0, Faktor-faktor Kesepian Peplau dan Perlman (1982) membagi faktor yang menjadi penyebab kesepian ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah peristiwa atau perubahan yang menimbulkan terjadinya kesepian (precipitate event). Sedangkan kelompok yang kedua adalah faktor-faktor yang memungkinkan individu cenderung merasa kesepian atau faktor-faktor yang membuat kesepian dirasakan terus-menerus (predisposing and maintaining factor). Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai kedua kelompok dari faktor penyebab kesepian tersebut a. Precipitate event Terdapat dua perubahan umum yang menimbulkan terjadinya kesepian. Perubahan yang paling umum adalah menurunnya hubungan sosial seseorang sampai di bawah tingkat optimal. Contoh dari perubahan ini

19 34 antara lain, berakhirnya hubungan dekat akibat kematian, perceraian atau putus hubungan cinta. Perubahan juga dapat terjadi saat seseorang pindah ke suatu lingkungan baru dan berpisah secara fisik dengan orang-orang dekatnya (Peplau & Perlman, 1982). Perubahan yang kedua adalah perubahan pada kebutuhan atau keinginan sosial seseorang. Perubahan ini biasanya terjadi seiring dengan bertambahnya usia seseorang dan akan menimbulkan kesepian jika tidak diikuti dengan penyesuaian pada hubungan sosial yang aktual. b. Predisposing and maintaining factor Dalam kelompok ini, yang menyebabkan individu lebih rentan terhadap kesepian adalah adanya keberagaman dari faktor personal dan situasional individu. Kedua faktor inilah yang meningkatkan kecenderungan seseorang merasakan kesepian dan juga mempersulit seseorang untuk mendapatkan kepuasan hubungan sosialnya kembali (dalam Peplau & Perlman, 1982). Menurut Peplau dan Perlman, terdapat beberapa karakteristik personal yang dapat dihubungkan dengan kesepian. Individu yang mengalami kesepian biasanya pemalu, introvert, dan tidak punya cukup keinginan untuk mengambil resiko dalam berhubungan sosial. Kesepian juga sering dihubungkan dengan pencelaan terhadap diri sendiri (self deprecation) dan self esteem yang rendah. Menurut para sosiolog (dalam Peplau & Perlman, 1982), selain faktor situasional, nilai-nilai kebudayaan yang berlaku juga dapat menyebabkan seseorang mengalami kesepian.

20 35 Sears, dkk. (1994) menyatakan bahwa kesepian setidaknya dipengaruhi oleh empat faktor berikut ini: a. Faktor usia Stereotip yang populer menggambarkan bahwa, usia tua sebagai masa kesepian yang besar. Tetapi hasil penelitian memperlihatkan bahwa kesepian tertinggi terjadi pada remaja dan pemuda, dan yang terendah terjadi pada orang yang lebih tua. Penelitian yang dilakukan oleh Parlee (dalam Sears, dkk., 1994) mengungkapkan bahwa 79 % orang yang berusia di bawah 18 tahun mengaku kadang-kadang atau seringkali merasa kesepian. b. Faktor pengalaman individu Pengalaman masa kanak-kanak dalam keluarga mempengaruhi kesepian di masa selanjutnya. Sebuah penelitian besar yang dilakukan oleh Rubenstein dan Shaver (dalam Sears, dkk., 1994) terhadap orang Amerika, menemukan bahwa individu dewasa yang orang tuanya bercerai dimungkinkan lebih besar untuk mengalami kesepian, terutama jika perceraian tersebut terjadi sebelum orang itu berusia 6 tahun. c. Faktor kepribadian introvert Kepribadian introvert biasanya ditandai dengan ciri-ciri lebih suka menutup diri, penyendiri, pemalu, lebih sadar diri, dan kurang asertif. Individu yang memiliki kepribadian seperti ini sering mengalami kesepian.

21 36 d. Faktor ketidakmampuan menjalin hubungan yang baik dengan orang lain Individu yang mengalami kesepian umumnya tidak mampu menjalin hubungan yang baik dengan orang lain dan tidak memiliki keterampilan sosial yang baik. Individu seperti itu seringkali gagal dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Menurut Baron dan Byrne (2005), kesepian terbentuk dari kombinasi ketiga faktor berikut: a. Faktor genetis McGuire dan Clifford (dalam Baron & Byrne, 2005) melakukan investigasi genetis mengenai tingkah laku kesepian. Data yang dihasilkan secara konsisten mengindikasikan bahwa kesepian dapat diatribusikan sebagian pada faktor-faktor keturunan. Contohnya, ditemukan bahwa, kembar identik lebih serupa karakteristiknya daripada kembar fraternal, dimana hal ini mengindikasikan bahwa, kesamaan genetis yang lebih besar menghasilkan kesamaan yang lebih besar pada kesepian. b. Pengalaman individu Ponzetti dan James (dalam Baron & Byrne, 2005) menyatakan bahwa, kesepian pada masa remaja ditemukan lebih besar pada orang-orang yang tidak memiliki hubungan yang dekat dengan seorang kakak atau adik, terutama jika ada konflik antara kakak beradik. Lebih lanjut, Braza, dkk. (dalam Baron & Byrne, 2005) menjelaskan bahwa, kegagalan untuk membangun keterampilan sosial yang tepat pada masa kanak-kanak

22 37 berakibat pada interaksi yang tidak sukses dengan teman-teman sebaya pada masa selanjutnya, dan akhirnya menyebabkan kesepian. c. Pengaruh budaya Menurut Rokach (dalam Baron & Byrne, 2005), budaya memiliki pengaruh pada kesepian dan kemungkinan asal-usulnya. Orang-orang Amerika Utara menempatkan kesalahan utama pada hubungan intim yang tidak terpenuhi, sedangkan orang-orang Asia Selatan lebih mengatribusikan kesepian pada ketidakmampuan personal, seperti kekurangan pada karakter. Cacioppo dan Hawkley (2011) menjelaskan bahawa terdapat enam faktor yang mempengaruhi kesepian, yaitu: a. Faktor sosiodermografis Faktor struktural seperti usia, jenis kelain, rasa tau etnis, pendidikan, dan pendapatan, membatasi peluang untuk berintegrasi ke dalam suatu kelompok dan peran sosial. Faktor-faktor ini berkontribusi terhadap perbedaan individu dalam kesepian. b. Peran sosial Peran individu dalam suatu kelompok atau adanya suatu aktivitas dalam komunitas tertentu dapat menanggulangi seseorang dalam kesepian. c. Kualitas dan kuantitas sosial Jaringan sosial yang lebih kecil dan jarangnya interaksi yang berkaitan dengan kualitas hubungan sosial dengan orang lain dapat mengakibatkan perasaan kesepian.

23 38 d. Kesehatan Faktor-faktor yang berhubungan dengan kesehatan dapat memberikan hambatan untuk berinteraksi sosial, seperti keterbatasan fungsional yang dapat berpengaruh dalam melakukan komunikasi secara efektif. e. Disposisi Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan kesepian termasuk di antaranya adalah kurangnya keramahan, penghargaan diri yang rendah, rasa malu yang berlebihan, permusuhan, ketidaknyamanan terhadap penampilan, kecemasan, pesimisme, dan takut penilaian negatif. Berdasarkan berbagai pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya kesepian antara lain faktor genetis, usia, sosiodemografis, kesehatan, kepribadian introvert, ketidakmampuan menjalin hubungan baik dengan orang lain, pengalaman individu, menurunnya hubungan sosial, berakhirnya hubungan dekat, berpisah secara fisik dengan orang-orang dekat, peran sosial, kualitas dan kuantitas sosial, serta pengaruh budaya. C. Self Disclosure 1. Pengertian Self Disclosure Self Disclosure, yang dapat pula disebut keterbukaan diri atau pengungkapan diri, diartikan sebagai kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain (Sears, dkk., 1994). Sejalan dengan pernyataan tersebut, Dindia (dalam Taylor, dkk., 2009) mengatakan bahwa self

24 39 disclosure adalah tipe khusus dari percakapan dimana individu berbagi informasi dan perasaan pribadi dengan orang lain. Devito (1997) berpendapat bahwa self disclosure adalah jenis komunikasi dimana seorang individu mengungkapkan informasi tentang diri yang biasanya disembunyikan. Pendapat yang hampir sama dengan pernyataan tersebut dikemukakan oleh Fisher (1996), yaitu self disclosure merupakan penyingkapan informasi tentang diri yang pada saat lain tidak dapat diketahui oleh pihak lain. Sedangkan Wheeless, dkk. (1986) menyatakan bahwa, self disclosure adalah bagian dari referensi diri yang dikomunikasikan individu secara lisan pada suatu kelompok kecil. Derlega, dkk. (dalam Scouthen, 2007) menyebutkan bahwa, self disclosure adalah memberikan informasi pribadi mengenai diri. Lebih lanjut, Derlega, dkk. (dalam Kennedy-Moore & Watson, 1999) mendefinisikan self disclosure sebagai pengungkapan verbal atas pikiran, perasaan, dan pengalaman seorang individu. Self disclosure merupakan kemampuan mengungkapkan aspek intim dari diri individu kepada orang lain (Myers, 2012). Selain sebagai bentuk pengungkapan, Jourard & Lasakow (dalam Joinson & Paine, 2007) menyebutkan bahwa, self disclosure sebagai proses membuat diri dikenal oleh orang lain. Menurut Johnson (dalam Supratiknya, 1995), self disclosure adalah mengungkapkan reaksi atau tanggapan terhadap situasi yang sedang dihadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau yang berguna untuk memahami tanggapan di masa kini. Johnson (dalam Supratiknya, 1995)

25 40 berpendapat bahwa self disclosure berarti membagikan perasaaan kepada orang lain tentang sesuatu yang telah dikatakan atau dilakukan, atau perasaan terhadap kejadian-kejadian yang baru saja disaksikan. Morton (dalam Sears, 1994) menjelaskan bahwa, self disclosure dapat bersifat deskriptif maupun evaluatif. Dalam self disclosure deskriptif, individu mengungkapkan berbagai fakta mengenai dirinya yang mungkin belum diketahui oleh orang lain, seperti pekerjaannya, tempat tinggalnya, partai yang didukungnya pada pemilihan umum, dan lain sebagainya. Sedangkan dalam self disclosure evaluatif, individu mengemukakan pendapat atau perasaan pribadinya, seperti bahwa, dirinya menyukai orang-orang tertentu, merasa cemas karena terlalu gemuk, tidak suka bangun pagi, dan lain-lain. Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa self disclosure adalah kegiatan membagi informasi pribadi yang dilakukan individu mengenai dirinya kepada orang lain, dimana informasi tersebut dapat berupa ungkapan berbagai fakta mengenai diri, pengalaman yang telah dilakukan, dan dapat juga berupa ungkapan perasaan, pikiran/pendapat terhadap suatu hal/kejadian atau objek. Selain sebagai bentuk pengungkapan, self disclosure juga dapat sebagai proses yang membuat diri seorang individu dikenal oleh orang lain.

26 41 2. Aspek-aspek Self Disclosure Wheeless (1986) mengemukakan lima aspek dari self disclosure, yaitu: a. Intent Aspek ini terkait dengan kesadaran inidvidu dalam melakukan self disclosure. Individu melakukan self disclosure secara sadar dan mempunyai tujuan. b. Amount Aspek ini berfokus pada kuantitas individu dalam melakukan self disclosure. Kuantitas tersebut berkaitan dengan jumlah dan tingkat keseringan individu dalam melakukan self disclosure. c. Positiveness Aspek ini berfokus pada kemampuan individu dalam mengungkapkan halhal positif tentang dirinya kepada orang lain. d. Depth Aspek ini terkait dengan kedalaman individu dalam mengungkapkan informasi tentang dirinya. Apabila individu terbuka kepada orang lain, maka individu tersebut cenderung akan mengungkapkan informasi tentang dirinya secara mendalam. e. Honesty Aspek ini berfokus pada kejujuran individu dalam mengungkapkan informasi tentang dirinya kepada orang lain.

27 42 Fisher (1996) menyebutkan aspek self disclosure sebagai berikut: a. Jumlah, yaitu berupa banyaknya informasi tentang diri yang diungkap. b. Valensi, yaitu informasi mengenai diri yang dinilai positif atau negatif. c. Keakraban, yaitu sejauh mana derajat informas itu mencerminkan orang yang bersangkutan secara personal atau pribadi atau perasaan-perasaan yang paling dalam dari diri. Penelitian ini menggunakan aspek self disclosure yang dikemukakan oleh Wheeless (1986), yaitu: intent, amount, positiveness, depth, dan honesty. Alasan digunakannya aspek tersebut dalam penelitian ini adalah karena aspek tersebut telah sering digunakan oleh para peneliti sebelumnya untuk mengukur self disclosure dalam penelitian-penelitian tentang self disclosure. 3. Faktor-faktor Self Disclosure Menurut Devito (1997), ada beberapa faktor yang mempengaruhi self disclosure, antara lain: a. Besar kelompok Self disclosure lebih banyak terjadi dalam kelompok kecil daripada dalam kelompok besar. Kelompok yang terdiri dari dua orang merupakan lingkungan yang paling cocok untuk melakukan self disclosure dengan satu pendengar, pihak yang melakukan self disclosure dapat meresapi tanggapan dengan cermat.

28 43 b. Perasaan menyukai Individu melakukan self disclosure kepada orang-orang yang disukai atau dicintai, dan tidak akan melakukan self disclosure kepada orang yang tidak disukai. c. Efek diadik Individu melakukan self disclosure apabila orang yang lain juga melakukan self disclosure. Self disclosure atau pengungkapan diri menjadi lebih akrab apabila dilakukan sebagai tanggapan atas self disclosure orang lain. d. Kompetensi Individu yang kompeten lebih banyak melakukan self disclosure daripada individu yang kurang kompeten. Individu yang kompeten mempunyai rasa percaya diri yang diperlukan untuk lebih melakukan self disclosure. Individu yang kompeten memiliki lebih banyak hal positif tentang diri untuk diungkapkan daripada individu yang tidak kompeten. e. Kepribadian Individu yang pandai bergaul dan extrovert melakukan self disclosure lebih banyak daripada individu yang kurang pandai bergaul dan lebih introvert. f. Topik Individu cenderung lebih melakukan self disclosure atau membuka diri tentang topik tertentu daripada topik yang lain. Sebagai contoh, individu lebih mungkin mengungkapkan informasi diri tentang pekerjaan atau hobinya daripada tentang kehidupan seks atau situasi keuangannya.

29 44 g. Jenis kelamin Faktor terpenting yang mempengaruhi self disclosure adalah jenis kelamin. Umumnya pria lebih kurang terbuka daripada wanita. Mesch dan Beker (2010) mengemukakan dua faktor yang mempengaruhi self disclosure, yaitu: a. Usia Usia seorang individu merupakan salah satu indikator atas perilakunya. Selama masa remaja, keterlibatan secara sosial dari individu mengalami peningkatan, disertai dengan kecenderungan untuk mengungkapkan informasi pribadi. Beberapa studi menunjukan bahwa, selama masa remaja, seorang remaja membangun kemampuan untuk membina kedekatan berdasarkan tingkat keterbukaan, kejujuran, dan pengungkapan diri (self disclosure). Remaja memiliki kecenderungan melakukan self disclosure kepada teman sebaya, daripada kepada orang tua mereka. Buhrmester & Prager (dalam Mesch & Beker, 2010) menyatakan bahwa, hal tersebut memainkan peran penting dalam pembangunan hubungan, memberikan remaja sumber daya sosial yang membantunya menangani isu-isu yang menjadi perhatian pada setiap titik dalam kehidupan remaja. b. Perbedaan Gender Gender merupakan faktor penting yang berkaitan dengan self disclosure. Dalam penelitiannya, Murstein dan Adler (dalam Mesch & Beker, 2010) mengungkapkan bahwa tingkat self disclosure yang lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria. Menurut Shulman, dkk. (dalam Mesch & Beker, 2010),

30 45 terdapat pengaruh dari perbedaan gender terhadap self disclosure dalam konteks remaja, baik secara kuantitas maupun kualitas. Dalam studi yang dilakukan oleh Camarena, dkk. (dalam Mesch & Beker, 2010), ditemukan bahwa remaja perempuan cenderung memiliki skor self disclosure lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Penjelasan untuk perbedaan gender dalam self disclosure, dihubungkan dengan variasi dalam sosialisasi gender, dimana laki-laki secara tradisional diajarkan untuk menahan diri dalam berbagi perasaan mereka, sedangkan perempuan diharapkan untuk menjadi lebih ekspresif dan terbuka dalam berkomunikasi. Cho (dalam Mesch & Beker, 2010) menyatakan bahwa perempuan lebih mudah dalam membentuk rasa percaya ketika melakukan komunikasi online dibandingkan laki-laki, dan untuk alasan ini, self disclosure pada perempuan lebih tinggi. Taylor, dkk. (2009) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang menjadi alasan dalam individu melakukan self disclosure. Faktor-faktor tersebut antara lain: a. Penerimaan sosial Individu mengungkap informasi tentang dirinya atau melakukan self disclosure guna meingkatkan penerimaan sosial dan agar disukai orang lain. b. Pengembangan hubungan Berbagi informasi pribadi dan keyakinan pribadi (melakukan self disclosure) adalah salah satu cara untuk mengawali hubungan dan bergerak ke arah intimasi.

31 46 c. Ekspresi diri Terkadang individu berbicara tentang perasaannya untuk melepaskan himpitan di dada. Setelah bekerja keras seharian, individu mungkin ingin memberi tahu temannya tentang perasaan jengkelnya pada atasan dan bagaimana kesalnya karena tak dihargai. Mengekspresikan perasaan dan melakukan self disclosure dapat mengurangi stres. d. Klarifikasi diri Dalam proses berbagi perasaan atau pengalaman pribadi kepada orang lain (melakukan self disclosure), individu mungkin mendapatkan pemahaman dan kesadaran yang lebih luas. Berbicara kepada teman tentang masalah yang sedang dihadapi mungkin bisa membantu menjelaskan pemikiran tentang situasi. Pendengar akan memberikan informasi yang berguna tentang realitas sosial. e. Kontrol sosial Individu mungkin mengungkapkan atau menyembunyikan informasi tentang dirinya sebagai alat kontrol sosial. Misalnya individu sengaja tidak berbicara tentang dirinya untuk melindungi privasi, atau individu mungkin menekankan topik atau ide yang menciptakan kesan baik bagi dirinya di mata pendengar. Berdasarkan berbagai pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya self disclosure antara lain faktor besar kelompok, perasaan menyukai, efek diadik, kompetensi, kepribadian,

32 47 topik, usia, perbedaan gender/jenis kelamin, penerimaan sosial, pengembangan hubungan, ekpresi diri, klarifikasi diri, dan kontrol sosial. A. Hubungan antara Kesepian dan Self Disclosure dengan Perilaku Kecanduan Situs Jejaring Sosial Facebook pada Remaja Perempuan Menurut Santrock (2012), remaja di seluruh dunia semakin bergantung pada internet. Pernyataan tersebut sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Subrahmanyam & Greenfield (2008) bahwa, remaja menempati proporsi paling besar sebagai pengguna situs-situs di internet seperti situs jejaring sosial online. Jumlah remaja yang menghabiskan waktunya untuk online semakin meningkat (Santrock, 2012). Griffiths (2000) mengungkapkan bahwa, internet terutama situssitus yang ada di dalamnya, dapat memberikan kenyamanan tersendiri bagi para penggunanya, dan kenyamanan dalam penggunaannya tersebut dapat menyebabkan adiksi atau kecanduan. Kecanduan dapat diartikan sebagai perilaku yang digunakan dalam upaya untuk melarikan diri dari keadaan yang tidak nyaman ke keadaan yang nyaman atau untuk bersenang-senang. Kecanduan dalam penggunaan internet terlihat dari intensitas waktu yang digunakan individu untuk terpaku di depan alat elektronik berkoneksi internet yang berakibat pada banyaknya waktu yang dihabiskan individu tersebut untuk online. Kandell (1998) mendefinisikan kecanduan internet sebagai ketergantungan psikologis terhadap internet yang ditandai dengan meningkatnya keinginan untuk beraktivitas dengan internet, meningkatnya toleransi untuk selalu menggunakan internet, dan mengingkari bahwa, itu adalah

33 48 perilaku yang bermasalah. Salah satu bentuk kecanduan internet adalah cyberrelational addiction, yaitu kecanduan terhadap situs pertemanan di dunia maya (Young, dkk., 1999), dan salah satu situs pertemanan di dunia maya adalah facebook. Melalui facebook, para penggunanya dapat memperoleh dan menjalin hubungan pertemanan dengan banyak orang. Individu terhubung dengan orang lain melalui permintaan otomatis untuk memiliki status sebagai teman. Satu orang meminta status pertemanan dengan orang lain. Setelah permintaan diterima, keduanya adalah teman di facebook. Foto profil dan nama teman muncul pada setiap halaman profil, yang berfungsi sebagai hyperlink ke profil teman di facebook (Freeman, 2011). Oleh karena itu, situs jejaring sosial facebook seakan menjadi solusi bagi para pengguna, khususnya para remaja yang rentan kesepian, untuk membentuk hubungan dengan orang lain dan memasuki lingkungan pergaulan yang lebih luas. Sullivan (dalam Santrock, 2012) menyatakan bahwa, mempunyai banyak teman atau sahabat menjadi sangat penting untuk memenuhi kebutuhan sosial selama masa remaja. Jika remaja gagal untuk menjalin pertemanan atau persahabatan, maka remaja akan mengalami kesepian (Santrock, 2012). Kesepian diartikan oleh Peplau dan Perlman (dalam Baron & Byrne, 2005) sebagai suatu reaksi emosional dan kognitif individu terhadap dimilikinya hubungan yang lebih sedikit dan lebih tidak memuaskan daripada yang diinginkan oleh individu tersebut. Kesadaran akan kesepian menyebabkan remaja terdorong untuk berusaha memperluas pergaulan dan menjalin hubungan akrab dengan cara tertentu. Salah

34 49 satu cara yang dapat ditempuh oleh remaja tersebut yaitu dengan aktif secara online dalam situs jejaring sosial facebook. Jin (2013) mengungkapkan bahwa, individu-individu yang kesepian cenderung melihat facebook sebagai media untuk mengkoneksikan diri dengan lingkungan sosial. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Skues, dkk. (2012) mengatakan bahwa subjek penelitiannya dengan tingkat kesepian yang tinggi menggunakan situs jejaring sosial facebook dalam beraktivitas online untuk mengkompensasi kurangnya hubungan offline atau kebutuhan sosial di dunia nyata. Schwartz (2010) juga melakukan penelitian tentang kesepian dan penggunaan situs jejaring sosial facebook, dan hasil penelitiannya tersebut menyatakan bahwa, kesepian berkorelasi positif dengan penggunaan aktif facebook. Penelitian lain terkait dengan kesepian dan penggunaan facebook dilakukan oleh Ryan dan Xenos (2011). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa, pengguna facebook cenderung lebih ekstrovert, narsis, dan kurang cermat, serta secara sosial kesepian, dibandingkan dengan non pengguna. Selanjutnya, frekuensi penggunaan facebook dan preferensi penggunaan fitur spesifiknya juga terbukti bervariasi sebagai akibat dari karakteristik tertentu, seperti kesepian, neurotisisme, rasa malu, dan narsisme (Ryan & Xenos, 2011). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kesepian yang dirasakan individu dapat menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap frekuensi penggunaan situs jejaring sosial facebook pada individu tersebut.

35 50 Morahan-Martin dan Schumacher (2003) menyatakan bahwa, individuindividu yang kesepian cenderung aktif secara online pada situs jejaring sosial karena terdapat kemungkinan terbentuknya hubungan pertemanan atau persahabatan melalui situs jejaring sosial. Lebih lanjut, dijelaskan bahwa individu yang merasa kesepian akan meningkatkan intensitasnya dalam menggunakan situs jejaring sosial, karena individu yang merasa kesepian tersebut dapat mencari teman baru dan mencari kepuasan dengan teman-temannya dalam situs jejaring sosial (Morahan-Martin & Schumacher, 2003). Penelitian lain tentang kesepian dan penggunaan situs jejaring sosial online maupun internet dilakukan oleh Kraut, dkk. (1998), yang menunjukkan bahwa, individu yang lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menggunakan internet merupakan individu yang seringkali merasakan kesepian dan depresi. Terkait dengan penelitian-penelitian tersebut, Pratarelli, dkk. (1999) mengungkapkan bahwa, penggunaan internet secara berlebihan dapat disebut sebagai kecanduan internet dan situs-situs di dalamnya, sehingga penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa, kesepian merupakan prediktor dalam penggunaan aktif facebook hingga penggunaan berlebih atau kecanduan terhadap facebook. Remaja sering menggunakan facebook dalam kehidupan sosialnya, sebagai tempat menyalurkan suasana hati dan pikiran, serta mengembangkan jaringan sosial (Selwyn, 2007). Berbagai aktivitas yang dapat dilakukan individu dalam menggunakan facebook antara lain: membaca dan merespon pesan/catatan; membaca komentar pada profile page; membuka wall milik teman; menulis komentar; meminta izin pertemanan da menambah teman baru; mengecek wall;

36 51 mengubah profile; melakukan update status; menggunakan fitur poked, winked, dan gift; mencari musik atau band; melakukan upload dan mengomentari foto, mengganti profile picture; dan bergabung dalam grup (Subrahmanyam & Greenfield, 2008). Aktivitas-aktivitas tersebut cenderung menuntut individu untuk membagikan berbagai informasi mengenai diri sendiri pada orang lain, yang berartinya bahwa individu diberikan fasilitas untuk membuka diri saat mengakses facebook. Keinginan untuk memiliki hubungan dengan orang lain sangatlah besar selama masa remaja (Papalia, dkk., 2009), dan keinginan tersebut biasanya disertai dengan kecenderungan untuk membuka diri atau melakukan self disclosure. Self disclosure diartikan oleh Johnson (dalam Supratiknya, 1995) sebagai kegiatan individu dalam membagikan perasaaannya kepada orang lain tentang sesuatu yang telah dikatakan atau dilakukannya, atau perasaan terhadap kejadian-kejadian yang baru saja disaksikannya. Terkait dengan kecenderungan remaja untuk melakukan self disclosure, situs jejaring sosial facebook, yang telah menjadi bagian dari tren dan gaya hidup saat ini, merupakan media yang memudahkan remaja untuk melakukan self disclosure. Penelitian tentang self disclosure dan penggunaan situs jejaring sosial facebook dilakukan oleh Skues, dkk. (2012). Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa, subjek dengan tingkat self disclosure yang tinggi dilaporkan menghabiskan lebih banyak waktu di facebook. (Skues, dkk., 2012). Pernyataan tersebut sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Kilamanca (2010), bahwa self disclosure memiliki hubungan yang signifikan dengan intensitas remaja dalam

37 52 mengakses situs jejaring sosial. Semakin tinggi tingkat self disclosure remaja, maka penggunaan situs jejaring sosial oleh remaja tersebut juga cenderung semakin tinggi, baik dari segi frekuensi maupun durasi pemakaian. Davis, dkk. (2002) menyebutkan bahwa, semakin tinggi intensitas seseorang mengungkapkan informasi pribadi secara online, yang dicirikan dari penggunaan situs jejaring sosial yang berlebihan, maka semakin tinggi pula penggunaan internet bermasalah yang mereka alami. Salah satu bentuk penggunaan internet bermasalah tersebut yaitu kecanduan terhadap internet khususnya situs jejaring sosial yang ada di dalamnya. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Pratarelli, dkk. (1999) juga mengungkapkan bahwa penggunaan internet secara berlebihan dapat disebut sebagai kecanduan internet dan situs-situs di dalamnya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa self disclosure merupakan prediktor dalam penggunaan aktif Facebook hingga penggunaan berlebih atau kecanduan terhadap facebook. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa tedapat hubungan antara kesepian dan self disclosure dengan perilaku kecanduan situs jejaring sosial facebook pada remaja. Dengan kata lain, tingkat kesepian dan self disclosure remaja yang tinggi, berkorelasi positif dengan kecenderungan remaja tersebut teradiksi atau kecanduan situs jejaring sosial facebook. B. Hubungan antara Kesepian dengan Perilaku Kecanduan Situs Jejaring Sosial Facebook pada Remaja Perempuan Selama masa remaja, Sullivan (dalam Santrock, 2012) menyatakan bahwa, mempunyai banyak teman atau sahabat menjadi sangat penting untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang pesat, akses internet menjadi semakin mudah dan murah. Hal tersebut memberikan kesempatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian (loneliness)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian (loneliness) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesepian (loneliness) 1. Pengertian Kesepian Menurut Sullivan (1955), kesepian (loneliness) merupakan pengalaman sangat tidak menyenangkan yang dialami ketika seseorang gagal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Individu dalam tahapan dewasa awal memiliki tugas perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Individu dalam tahapan dewasa awal memiliki tugas perkembangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu dalam tahapan dewasa awal memiliki tugas perkembangan yang salah satunya adalah untuk membentuk hubungan intim dengan orang lain (Santrock, 1992 : 113), maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Teknologi yang berkembang pesat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Teknologi yang berkembang pesat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi yang sangat pesat semakin memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Teknologi yang berkembang pesat saat ini adalah teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Internet merupakan salah satu media yang paling diminati banyak orang.

BAB I PENDAHULUAN. Internet merupakan salah satu media yang paling diminati banyak orang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Internet merupakan salah satu media yang paling diminati banyak orang. Awalnya, internet merupakan hasil riset yang dilakukan oleh Departemen Pertahanan Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berada direntang usia tahun (Monks, dkk, 2002). Menurut Haditono (dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berada direntang usia tahun (Monks, dkk, 2002). Menurut Haditono (dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja akhir merupakan masa yang telah mengalami penyempurnaan kematangan secara fisik, psikis dan sosial. Masa remaja akhir berada direntang usia 18-21

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan orang lain. Manusia dianggap sebagai makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan orang lain. Manusia dianggap sebagai makhluk sosial yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dunia ini tidak hidup sendiri, selalu ada bersama-sama dan berinteraksi dengan orang lain. Manusia dianggap sebagai makhluk sosial yang dalam kesehariannya

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. tatap muka secara langsung menjadi komunikasi yang termediasi oleh teknologi.

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. tatap muka secara langsung menjadi komunikasi yang termediasi oleh teknologi. BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Terjadi perubahan dalam cara berkomunikasi dari bentuk komunikasi tatap muka secara langsung menjadi komunikasi yang termediasi oleh teknologi. Situs jejaring sosial online

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa. BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa. Seorang perempuan dianggap sudah seharusnya menikah ketika dia memasuki usia 21 tahun dan laki-laki

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Pengertian Kesepian Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan sosial yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis pada internet, apapun

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis pada internet, apapun BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kecanduan Internet Kandell (dalam Panayides dan Walker, 2012) menyatakan bahwa kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. khususnya teknologi informasi seperti internet, teknologi ini tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. khususnya teknologi informasi seperti internet, teknologi ini tidak hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi membawa indikator kemajuan di bidang teknologi, khususnya teknologi informasi seperti internet, teknologi ini tidak hanya mungkin menyediakan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bekerja sama

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bekerja sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak awal abad ke-21, istilah internet sudah dikenal berbagai kalangan masyarakat di Indonesia, terlepas dari usia, tingkat pendidikan, dan status sosial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal merupakan awal dari suatu tahap kedewasaan dalam rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja dan akan memasuki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berhubungan dan membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Manusia sebagai makhluk sosial dalam bertingkah laku

Lebih terperinci

2015 PENGARUH DATING ANXIETY DAN KESEPIAN TERHADAP ADIKSI INTERNET PADA DEWASA AWAL LAJANG DI KOTA BANDUNG

2015 PENGARUH DATING ANXIETY DAN KESEPIAN TERHADAP ADIKSI INTERNET PADA DEWASA AWAL LAJANG DI KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai latar belakang masalah yang mendasari penelitian ini, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi skripsi. A. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil penelitian Yahoo!-TNSNet Index, aktivitas internet yang paling

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil penelitian Yahoo!-TNSNet Index, aktivitas internet yang paling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi menjadi salah satu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan perkembangan jaman, beragam media komunikasi dan cara berinteraksi mulai berubah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan teknologi komunikasi saat ini seolah-olah tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan teknologi komunikasi saat ini seolah-olah tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi komunikasi saat ini seolah-olah tidak dapat terbendung lagi. Perkembangan tersebut diiringi juga dengan perkembangan media internet yang biasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jejaring sosial. Direktur Pelayanan Informasi Internasional Ditjen Informasi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jejaring sosial. Direktur Pelayanan Informasi Internasional Ditjen Informasi dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengungkapkan pengguna internet di Indonesia saat ini mencapai 63 juta orang. Dari angka tersebut, 95

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana individu mengungkapkan informasi tentang dirinya sendiri yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana individu mengungkapkan informasi tentang dirinya sendiri yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self Disclosure 1. Pengertian Self Disclosure Menurut Devito (2010) self disclosure adalah jenis komunikasi di mana individu mengungkapkan informasi tentang dirinya sendiri yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI DAN CITRA DIRI

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI DAN CITRA DIRI HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI DAN CITRA DIRI DENGAN KESEPIAN PARA ISTRI ANGGOTA TNI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 oleh : DWI BUDI UTAMI F 100 040

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal/early adolescence usia tahun, remaja menengah/middle

BAB I PENDAHULUAN. awal/early adolescence usia tahun, remaja menengah/middle BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah aset sumber daya manusia yang merupakan tulang punggung penerus generasi bangsa di masa mendatang. Remaja merupakan mereka yang berusia 10-20 tahun dan

Lebih terperinci

Agresivitas. Persahabatan. Kesepian. Penolakan

Agresivitas. Persahabatan. Kesepian. Penolakan HUBUNGAN ANTARA KESEPIAN DENGAN AGRESIVITAS PADA REMAJA MADYA DI SMA X BOGOR LATAR BELAKANG MASALAH Agresivitas Persahabatan Kesepian Penolakan AGRESIVITAS Perilaku merugikan atau menimbulkan korban pihak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Keakraban. persahabatan yang terjalin dengan baik, meliputi orang-orang yang saling

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Keakraban. persahabatan yang terjalin dengan baik, meliputi orang-orang yang saling BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keakraban 1. Definisi Keakraban Keakraban menurut Smith Dkk (2000), didefinisikan sebagai ikatan emosional positif dimana didalamnya termasuk saling pengertian dan dukungan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Media sosial merupakan salah satu elemen di era globalisasi yang paling berkembang berdasarkan segi fitur dan populasi pemakai. Berdasarkan data dari US Census Bureau

Lebih terperinci

OF MISSING OUT) DENGAN KECANDUAN INTERNET (INTERNET ADDICTION) PADA REMAJA DI SMAN 4 BANDUNG

OF MISSING OUT) DENGAN KECANDUAN INTERNET (INTERNET ADDICTION) PADA REMAJA DI SMAN 4 BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Internet merupakan salah satu bentuk evolusi perkembangan komunikasi dan teknologi yang berpengaruh pada umat manusia. Salah satu akibat adanya internet adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian. dan terpisah dari mereka yang ada sekitar anda (Beck & Dkk dalam David G.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian. dan terpisah dari mereka yang ada sekitar anda (Beck & Dkk dalam David G. 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesepian 1. Pengertian Kesepian Kesepian adalah dengan merasa terasing dari sebuah kelompok, tidak dicintai oleh sekeliling, tidak mampu untuk berbagi kekhawatiran pribadi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang praktis dan berguna bagi setiap lapisan masyarakat. Melalui internet

BAB I PENDAHULUAN. yang praktis dan berguna bagi setiap lapisan masyarakat. Melalui internet BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi saat ini sangatlah pesat. Salah satu produk teknologi yang sangat banyak digunakan adalah internet. Internet menjadi media yang praktis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain. Adanya kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain. Adanya kehidupan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang mempunyai kebutuhan untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain. Adanya kehidupan yang semakin modern,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Saat ini perkembangan teknologi informasi berjalan sangat pesat. Kecanggihan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Saat ini perkembangan teknologi informasi berjalan sangat pesat. Kecanggihan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Saat ini perkembangan teknologi informasi berjalan sangat pesat. Kecanggihan teknologi membuat facebook dapat diakses dimana saja, kapan saja dan melalui apa saja. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. biasa atau persahabatan yang terjalin dengan baik. Kecenderungan ini dialami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. biasa atau persahabatan yang terjalin dengan baik. Kecenderungan ini dialami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sosial memberikan gambaran kepada kita bagaimana sebuah hubungan akan muncul dan berkembang, baik itu sebuah hubungan pertemanan biasa atau persahabatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan

BAB I PENDAHULUAN. asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Orang tua berperan sebagai figur pemberi kasih sayang dan melakukan asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. teknologi informasi yang saat ini sering digunakan oleh banyak orang ialah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. teknologi informasi yang saat ini sering digunakan oleh banyak orang ialah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi saat ini begitu pesat. Salah satu pemanfaatan teknologi informasi yang saat ini sering digunakan oleh banyak orang ialah internet. Menurut data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya dunia jejaring sosial terutama facebook yang muncul pertama kali

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya dunia jejaring sosial terutama facebook yang muncul pertama kali BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maraknya dunia jejaring sosial terutama facebook yang muncul pertama kali tahun 2004 oleh Mark Zuckerberg dan mulai resmi dapat di akses secara umum pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dan individu lain, individu satu dapat mempengaruhi individu lain atau sebaliknya, jadi terdapat hubungan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap individu mengalami masa peralihan atau masa transisi. Yang dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan (Papalia & Olds, 2001).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar lawan

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar lawan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berpacaran merupakan hal yang lazim dilakukan oleh manusia di dalam kehidupan sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman era globalisasi ini banyak pengaruh negatif yang ditemukan pada remaja,

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman era globalisasi ini banyak pengaruh negatif yang ditemukan pada remaja, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman era globalisasi ini banyak pengaruh negatif yang ditemukan pada remaja, dimulai dari pergaulan bebas hingga tawuran antar pelajar. Untuk mengatasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak bisa lepas dari interaksi dengan manusia lainnya. Setiap manusia berinteraksi membutuhkan bantuan dalam menjalankan aktifitasnya karena

Lebih terperinci

BAB-3 PEMAHAMAN DIRI (SELF AWARENESS) 3-1 KECAKAPAN ANTAR PERSONAL Copyright 2012 By. Ir. Arthur Daniel Limantara, MT, MM.

BAB-3 PEMAHAMAN DIRI (SELF AWARENESS) 3-1 KECAKAPAN ANTAR PERSONAL Copyright 2012 By. Ir. Arthur Daniel Limantara, MT, MM. BAB-3 PEMAHAMAN DIRI (SELF AWARENESS) 3-1 APAKAH PEMAHAMAN DIRI? Kesadaran diri adalah mengetahui motivasi, preferensi dan kepribadian serta memahami bagaimana faktor-faktor ini mempengaruhi penilaian,

Lebih terperinci

FENOMENA KEINGINAN MENAMPILKAN DIRI PADA MAHASISWA MELALUI LAYANAN SITUS JEJARING SOSIAL FACEBOOK SKRIPSI

FENOMENA KEINGINAN MENAMPILKAN DIRI PADA MAHASISWA MELALUI LAYANAN SITUS JEJARING SOSIAL FACEBOOK SKRIPSI FENOMENA KEINGINAN MENAMPILKAN DIRI PADA MAHASISWA MELALUI LAYANAN SITUS JEJARING SOSIAL FACEBOOK SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dapat dipandang sebagai suatu masa dimana individu dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai meninggalkan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Harga Diri 1. Pengertian Harga Diri Menurut Coopersmith (1967 ; dalam Sert, 2003; dalam Challenger, 2005; dalam Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam

Lebih terperinci

15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah suatu tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai oleh perubahan-perubahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pengungkapan Diri 1. Defenisi pengungkapan diri Wrightsman (dalam Dayakisni, 2009) menyatakan pengungkapan diri merupakan suatu proses menghadirkan diri yang diwujudkan dalam kegiatan

Lebih terperinci

PERBEDAAN SELF DISCLOSURE TERHADAP PASANGAN MELALUI MEDIA FACEBOOK DI TINJAU DARI JENIS KELAMIN

PERBEDAAN SELF DISCLOSURE TERHADAP PASANGAN MELALUI MEDIA FACEBOOK DI TINJAU DARI JENIS KELAMIN PERBEDAAN SELF DISCLOSURE TERHADAP PASANGAN MELALUI MEDIA FACEBOOK DI TINJAU DARI JENIS KELAMIN Ditya Ardi Nugroho, Tri Dayakisni, dan Yuni Nurhamida Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah, maupun masyarakat. Menurut Walgito (2001:71) dorongan atau motif

BAB I PENDAHULUAN. sekolah, maupun masyarakat. Menurut Walgito (2001:71) dorongan atau motif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan individu sosial yang dalam kesehariannya tidak pernah lepas dari individu lain, dimana individu tersebut harus mampu berinteraksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Saat ini kemajuan teknologi dan informasi terus berkembang. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Saat ini kemajuan teknologi dan informasi terus berkembang. Dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini kemajuan teknologi dan informasi terus berkembang. Dengan adanya teknologi dan informasi, dapat memudahkan siapa saja untuk memperoleh informasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan. Orang dewasa, remaja maupun anak-anak sekarang sudah

BAB I PENDAHULUAN. kalangan. Orang dewasa, remaja maupun anak-anak sekarang sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Peran internet menjadi kebutuhan sumber informasi utama pada berbagai kalangan. Orang dewasa, remaja maupun anak-anak sekarang sudah menggunakan internet untuk

Lebih terperinci

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB 2. Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Problematic Internet Use (PIU) 2.1.1 Definisi Problematic Internet Use Problematic Internet Use (PIU) didefinisikan sebagai penggunaan internet yang menyebabkan sejumlah gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dalam kehidupannya, setiap orang pasti membutuhkan orang lain, entah dalam saat-saat susah, sedih, maupun bahagia. Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia. Dari jumlah tersebut sebanyak 49% berusia tahun, 33,8% berusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia. Dari jumlah tersebut sebanyak 49% berusia tahun, 33,8% berusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia mengungkapkan, pengguna internet di Indonesia tahun 2014 mencapai 88,1 juta orang dari total penduduk Indonesia. Dari

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Problematic Internet Use Problematic Internet use (PIU) didefinisikan sebagai cara penggunaan internet yang menyebabkan penggunanya memiliki gangguan atau masalah secara psikologis,

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Kesepian 2.1.1 Definisi Kesepian Kesepian didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan sosial yang diinginkan

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan dengan orang lain di beda tempat (Dyah, 2009). Remaja

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan dengan orang lain di beda tempat (Dyah, 2009). Remaja BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekarang lebih dari jutaan manusia di seluruh Indonesia telah menggunakan internet. Terutama bagi remaja, internet menjadi suatu kegemaran tersendiri dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Sebagai seorang manusia, kita memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain di sekitar kita. Interaksi kita dengan orang lain akan memiliki dampak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompetensi Sosial. memiliki kompetensi sosial dapat memanfaatkan lingkungan dan diri pribadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompetensi Sosial. memiliki kompetensi sosial dapat memanfaatkan lingkungan dan diri pribadi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kompetensi Sosial 1. Pengertian kompetensi sosial Waters dan Sroufe (Gullotta dkk, 1990) menyatakan bahwa individu yang memiliki kompetensi sosial dapat memanfaatkan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesepian tanpa adanya teman cerita terlebih lagi pada remaja yang cendrung untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesepian tanpa adanya teman cerita terlebih lagi pada remaja yang cendrung untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu tidak akan pernah dapat hidup sendirian, mereka selalu membutuhkan orang lain untuk dapat diajak berteman atau pun bercerita dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengguna internet yang terus meningkat mengindikasikan bahwa komputer sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pengguna internet yang terus meningkat mengindikasikan bahwa komputer sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komputer dan internet telah menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat. Internet awalnya hanya digunakan sebagai media untuk menambah pengetahuan dan informasi,

Lebih terperinci

mereka. Menurut Schouten (2007), Facebook merupakan salah satu media yang dapat menstimuli terjadinya self disclosure (pengungkapan diri) Perkembangan

mereka. Menurut Schouten (2007), Facebook merupakan salah satu media yang dapat menstimuli terjadinya self disclosure (pengungkapan diri) Perkembangan HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS PENGGUNAAN FACEBOOK DENGAN PENGUNGKAPAN DIRI PADA SISWA-SISWI DI SMA NEGERI 8 BEKASI Putri Ratna Juwita Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Problematic Internet Use (PIU) 2.1.1 Pengertian Problematic Internet Use (PIU) PIU merupakan penggunaan berlebihan atau penyalahgunaan fungsi-fungsi konten spesifik dari internet.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena gay dan lesbi nampaknya sudah tidak asing lagi di masyarakat luas. Hal yang pada awalnya tabu untuk dibicarakan, kini menjadi seolah-olah bagian dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikhawatirkan dapat menimbulkan permasalahan yang kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. dikhawatirkan dapat menimbulkan permasalahan yang kompleks. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya, hubungan dengan manusia lain tidak lepas dari rasa ingin tahu tentang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN KECANDUAN INTERNET PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN KECANDUAN INTERNET PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN KECANDUAN INTERNET PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Problematic Internet Use 2.1.1 Definisi Problematic Internet Use Awal penelitian empiris tentang penggunaan internet yang berlebihan ditemukan dalam literatur yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SMK Pelita Salatiga kelas XI Tahun ajaran 2012/2013 :

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SMK Pelita Salatiga kelas XI Tahun ajaran 2012/2013 : BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Subjek Penelitian Penulis melakukan penelitian di SMK Pelita Salatiga dengan subjek seluruhnya adalah siswa kelas XI. Berikut adalah tabel rekapitulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas yang tersedia. Salah satu fasilitas tersebut adalah internet. Dengan internet manusia

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas yang tersedia. Salah satu fasilitas tersebut adalah internet. Dengan internet manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dewasa ini, manusia tidak lepas kaitannya dengan berbagai macam teknologi dan fasilitas yang tersedia. Salah satu fasilitas tersebut adalah internet. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama dekade terakhir internet telah menjelma menjadi salah satu kebutuhan penting bagi sebagian besar individu. Internet adalah sebuah teknologi baru yang berdampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki atau perempuan. Secara biologis manusia dengan mudah dibedakan

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Dalam penelitian ini, telah dibuktikan melalui uji hipotesa bahwa terdapat korelasi antara self-disclosure online dengan penggunaan internet bermasalah pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaringan sosial. Jaringan sosial itu sendiri terdiri dari berbagai macam media sosial

BAB I PENDAHULUAN. jaringan sosial. Jaringan sosial itu sendiri terdiri dari berbagai macam media sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada jaman sekarang kemajuan internet sungguhlah pesat, terutama di jaringan sosial. Jaringan sosial itu sendiri terdiri dari berbagai macam media sosial yang

Lebih terperinci

Hubungan antara Self-esteem dan Self-esteem dengan Internet Addiction. May Rauli Simamora (13/359560/PPS/02841)

Hubungan antara Self-esteem dan Self-esteem dengan Internet Addiction. May Rauli Simamora (13/359560/PPS/02841) Hubungan antara Self-esteem dan Self-esteem dengan Internet Addiction May Rauli Simamora (13/359560/PPS/02841) Tujuan mini riset online ini adalah untuk mengetahui hubungan antara self-esteem dan self-control

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia berinteraksi dengan manusia yang lain. Miler (dalam Daryanto, 2011) menjelaskan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia berinteraksi dengan manusia yang lain. Miler (dalam Daryanto, 2011) menjelaskan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia tidak akan pernah lepas dari proses komunikasi antara manusia yang satu dengan yang lainnya. Komunikasi merupakan sebuah peristiwa sosial yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesepian (loneliness) 2.2.1 Pengertian Kesepian (loneliness) Loneliness diartikan sebagai pengalaman yang tidak menyenangkan yang terjadi ketika hubungan sosial dalam lingkungan

Lebih terperinci

5. DISKUSI, KESIMPULAN, DAN SARAN

5. DISKUSI, KESIMPULAN, DAN SARAN 5. DISKUSI, KESIMPULAN, DAN SARAN Dalam bab ini berisikan kesimpulan untuk menjawab pertanyaan penelitian, diskusi mengenai temuan fakta di lapangan, dan saran yang diberikan sehubungan dengan hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan tugas utama seorang siswa. Seorang siswa dalam

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan tugas utama seorang siswa. Seorang siswa dalam BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Belajar merupakan tugas utama seorang siswa. Seorang siswa dalam kesehariannya belajar diharapkan untuk dapat mencurahkan perhatiannya pada kegiatan akademik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Dunia teknologi sudah semakin berkembang dan bertumbuh di berbagai Negara termasuk di Indonesia. Teknologi juga sangat bermanfaat untuk banyak orang, salah satunya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan hasil penelitian utama yang menjawab rumusan masalah adalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan hasil penelitian utama yang menjawab rumusan masalah adalah BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Kesimpulan hasil penelitian utama yang menjawab rumusan masalah adalah sebagai berikut: 1. Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia yang berkepribadian introvert,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Problematic Internet Use 2.1.1 Pengertian Problematic Internet Use (PIU) Problematic Internet Use atau PIU merupakan sindrom multi-dimensi dengan gejala kognitif maladatif dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada

BAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu hubungan antara pria dan wanita yang diakui secara sosial, yang didalamnya mencakup hubungan seksual, pengasuhan anak, serta pembagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesepian merupakan salah satu masalah psikologis yang kerap muncul dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial yang setiap harinya menjalin hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial yang setiap harinya menjalin hubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial yang setiap harinya menjalin hubungan dengan individu lain merupakan bagian yang tidak pernah lepas dari kehidupan sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. data untuk kepentingan tugas, untuk akses jual-beli yang saat ini disebut

BAB I PENDAHULUAN. data untuk kepentingan tugas, untuk akses jual-beli yang saat ini disebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, perkembangan teknologi di era globalisasi menyebabkan munculnya beberapa teknologi baru yang mutakhir. Salah satunya adalah dengan kemunculan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep remaja 1. Pengertian Batasan remaja menurut WHO adalah suatu masa dimana secara fisik individu berkembang dari saat pertama kali menunjukan tanda-tanda seksual sekunder

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lainnya. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan untuk berkomunikasi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lainnya. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan untuk berkomunikasi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial, tentu membutuhkan interaksi dengan manusia lainnya. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan untuk berkomunikasi dan berhubungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jejaring sosial atau yang biasa dikenal dengan facebook. Dalam perkembangan teknologi tersebut, handphone juga ikut

BAB I PENDAHULUAN. jejaring sosial atau yang biasa dikenal dengan facebook. Dalam perkembangan teknologi tersebut, handphone juga ikut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi semakin berkembang dan maju, terutama dibidang teknologi informasi dan telekomunikasi. Seperti yang kita kenal dalam dunia informatika

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan teori-teori yang berkaitan dengan selfdisclosure online, situs jejaring sosial, penggunaan internet bermasalah, remaja, serta kerangka berpikir. 2.1 Self-disclosure

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dunia hiburan (entertainment) terjadi secara pesat di berbagai belahan dunia, tak terkecuali di Indonesia. Perkembangan tersebut membuat media massa dan

Lebih terperinci