II. KERANGKA PEMlKlRAN
|
|
- Yulia Dharmawijaya
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 II. KERANGKA PEMlKlRAN 2.1. Konsepsi Pengembangan tp-padi 300 Ketersediaan sumberdaya air dan lahan pertanian potensial sernakin langka. Kecenderungan ini akan berakibat berkurangnya ketersediaan pangan nasional. Langkanya surnberdaya air dan lahan potensial untuk pertanian rnenuntut pengembangan inovasi teknologi yang rnampu rneningkatkan produktivitas usahatani seperti, varietas-varietas unggul padi yang tahan terhadap hama dan kekeringan, dengan durasi tanam yang relatif singkat. Penerapan IP-Padi 300 dengan rnenggunakan paket teknologi yang direkornendasikan, dipandang sebagai salah satu upaya terobosan untuk meningkatkan produksi padi saat ketersediaan air irigasi berlebihan (La-Nina). IP-Padi 300 adalah suatu sistern usahatani padi dengan menerapkan pola tanam tiga kali tanam padi pertahun. Penerapan sistem ini memerlukan teknik budidaya padi yang sarat muatan teknologi, karena jarak waktu tanam dan panen berikutnya sangat singkat dan penuh risiko. Penerapan teknologi ini diarahkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan pertanian, khususnya di lahan sawah beririgasi yang memiliki potensi peningkatan indeks pertanaman hingga 300 persen (Badan Litbang Pertanian, 7998). Penerapan IP Padi-300 sebagai salah satu inovasi teknologi pertanian rnerupakan langkah strategis untuk meningkatkan produksi pangan terutarna beras, mengirnbangi penciutan lahan subur pertanian dan meningkatkan taraf hidup masyarakat petani. Lahan potensial yang sesuai dan layak untuk pelaksanaan IP-Padi 300 adalah lahan irigasi dengan IP-Padi 200 yang mempunyai durasi ketersediaan air 10 bulan, baik dengan irigasi teknis rnaupun sederhana. Untuk lebih rnenjarnin ketersediaan dan pendistribusian air, lahan yang diprioritaskan untuk penerapan IP-Padi 300 adalah lahan yang berada di dekat saluran sekunder.
2 Selain itu, untuk memudahkan penyaluran saprodi, pembinaantpenyuluhan dan pengawalan teknologi, dipertimbangkan pula agar lahan yang terpilih berada dalarn suatu hamparan dengan luasan tertentu atau tidak terpencar dengan kondisi infrastruktur dan kelembagaan yang relatif baik (Badan Litbang P ertanian, 7998) Konsepsi Kelembagaan Tata Air Pada tingkat makro atau Satuan Wilayah Sungai (SWS), pengelolaan air mencakup daerah aliran sungai hulu sampai daerah aliran sungai hilir. Dari aspek mikro, pengelolaan air meliputi cakupan untuk suatu petak tersier. Kelembagaan pengelolaan air menyangkut P3A, kelompok tani, ulu-ulu, dan Panitia Irigasi. Salah satu rnasalah yang dihadapi dalam meningkatkan efisiensi penggunaan air irigasi adalah lemahnya sistem kelembagaan petani untuk mengatur pengelolaan sistem alokasi pengairan dan rehabilitasi fasilitas irigasi. Kelemahan lainnya tercermin dari pembinaannya yang kurang tepat. Banyak kelembagaan irigasi yang dibangun secara formal, tanpa memanfaatkan kelembagaan adat setempat seperti, LKMD dan Ulu-ulu telah banyak mengalami harnbatan, sehingga investasi yang memakan dana yang besar menjadi tidak bermanfaat. Adat dan pranata sosial lokal mempunyai potensi yang besar jika arah pembinaannya di dekati 'dari bawah'. Demikian halnya perlu diupayakan agar dalam penggunaan air yang bersifat kompetitif dapat berurutan (sequential uses), yaitu bagaimana agar penyaluran yang berasal dari seorang petani dapat merupakan ketersediaan air bagi petani tainnya. Dengan dernikian, sehubungan dengan kebijaksanaan mengefisienkan penggunaan air, maka penyesuaian harga air dipandang penting dari sudut pengelolaan pada sisi perrnintaan.
3 Kegunaan air dipengaruhi oleh dimensi lokasi, waktu dan kualitas tertentu, maka faktor-faktor yang menentukannya seperti, keadaan tanah, iklim, dan musim akan mempengaruhi nilai dari proyek irigasi yang dibangun dan karenanya akan menentukan tingkat keinginan masyarakat pengguna air yang bersangkutan {user's willingness to pay). Oleh karenanya, air harus diberi harga yang sebanding dengan biaya marjinal penyediaannya yang rneliputi opportunity cost dari sumberdaya airnya sendiri dan opportunity cost dari sumberdaya lainnya yang digunakan untuk itu (modal, tenaga kerja dan lahan). Dalam konsep organisasi terkandung makna elemen-elemen partisipan, teknologi, tujuan, dan struktur dimana terdapat interdependensi satu sama lain untuk menghasilkan output. Organisasi pada umumnya bertujuan ke arah efisiensi, yaitu dengan mengurangi ongkos transaksi (transaction cost). Dalam hubungan ini, Shui (7992) mernberikan suatu analisis kelembagaan tentang sistem irigasi dan biaya transaksi rnelalui tiga kaitan sifat yang secara nyata mempengaruhi adanya perbedaan insentif dan pembatas bagi partisipan pada sistem jaringan tata air, yaitu : (1) sifat-sifat fisik irigasi, (2) sifat-sifat rnasyarakat partisipan dan (3) sistem kelembagaan (Gambar 1 ). Kerangka analisis kelembagaan yang disajikan pada Garnbar 1 memberi pemahaman bahwa terintegrasinya aspek teknis irigasi dan sistem kelembagaan dalam pengembangan irigasi merupakan unsur penting guna menunjang partisipasi petani dalam pengelolaan sumberdaya air. Terjadinya keterpaduan ini sudah barang tentu akan berpengaruh terhadap kinerja kelembagaan organisasi irigasi dan sifat individu yang kooperatif. Dengan pengertian lain, adanya sifat individu yang opportunistic dan bounded rationality dari masyarakat petani dapat dihindari. Terciptanya kondisi yang kondusif sernacam ini akan memberikan kejelasan insentif bagi partisipan petani, untuk meningkatkan peran sertanya dalam pengelolaan irigasi.
4 Efektivitas penerapan institusi kolektif ditentukan oleh karakteristik intrinksik sumberdaya air atau produknya. Semakin tinggi biaya transaksi, free rider, resiko dan ketidakpastian, maka semakin sulit kemungkinan menerapkan institusi kepemilikan dan menerapkan mekanisme harga sebagai instrumen kearah efisiensi. Alternatif lain dapat dapat ditempuh melalui pemberdayaan institusi community management seperti, Perkurnpulan Petani Pemakai Air (P3A). Kejelasan hak kepemilikan atas air irigasi merefleksikan akan hak dan tanggung jawab dalarn operasi dan pemeliharaan sistern irigasi antara instansi pernerintah dan masyarakat petani. Kemudahan untuk akses dan kontrol terhadap pengelolaan sumberdaya air irigasi, tentunya akan membawa pada pola interaksi antar partisipan yang harmoni. Pola interaksi yang terjadi diantara partisipan akan mempengaruhi hasil (outcomes), tingkat efisiensi dan optimasi pengalokasian sumberdaya air. Dengan kata lain, pola interaksi antara partisipan dalam situasi yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda pula. Dengan memperhatikan berbagai aspek dalam pengelolaan air, maka beberapa azas pokok pikiran yang perlu dipertimbangkan yaitu (Pasandaran dkk., 7995); (1) azas efisiensi, (2) azas keadilan, (3) azas partisipasi, dan (4) azas keberlanjutan. Strategi yang disusun dalam rangka pengelolaan sistem irigasi hendaknya disesuaikan dengan unit manajemen dan tujuan pengelolaan. Kelembagaan pengelolaan tersebut hendaknya dijabarkan ke dalarn langkah operasional yang dapat dikategorikan ke dalam demand management (penentuan saat tanam, pola tanam, dan penggunaan varietas), dan supply management (perbaikan cara pemberian air, dan pemanfaatan air tanah).
5 - Areal ~r~gas~ lumlah anggora (pemakai air) Ketersediaan air. Alternarif sumber air Sumber pendapatan anggota pemakai air - Tingkat partisipasi Perbedaan-perbedaan di antara anggota (pemakai) - Aturan-acuran operaslonal Pilihan kelompuk Aturan yang ada Fasilitas irigasi Kelembagaan Kinerja Bounded rationality Opponunistic G Insentif Pola lnteraksi r---l ( Biaya Transaksi 1 Hasil (outcomes) Krcukuparl kcbutuhan air Pengelolaan. Produksi rncningkat Gambar 1. Kerangka Analisis Kelernbagaan Jaringan Tata Air
6 Lembaga-lernbaga tradisional pengelola irigasi yang sarnpai saat ini rnasih bertahan mernbuktikan betapa pentingnya organisasi dalarn pengelolaan air tersebut. Organisasi pengelola air bukan sekedar organisasi untuk kegiatan teknis sernata, narnun lebih dari itu merupakan suatu lembaga sosial, bahkan di pedesaan Indonesia kandungan kaidah-kaidah yang telah disepakati lebih sarat daripada sarana fisiknya. Jelas pengelolaan irigasi yang secara teknis dapat dipertanggung-jawabkan dan secara sosial dapat diterirna, diperlukan suatu organisasi yang baik (Ambler, 7990). Ha yami dan Ruttan, f rnengungkapkan bahwa institutional innovation sebagai konsekuensi dari relatif langkanya suatu surnberdaya, dan pada gilirannya kondisi demikian mewujudkan technics/ innovation dan institutional innovation. Pernyataan senada, dikemukakan oleh Ruttan (79851 rnelalui teori induced innovation dan induced instirutional innovation yang menggariskan bahwa kelangkaan relatif suatu sumberdaya (air) akan memacu masyarakat untuk berusaha rnerespon sifat kelangkaannya. Atas dasar ini, maka penyesuaian kelembagaan akan mernpengaruhi perubahan hak dan penguasaan yang pada akhirnya menghadirkan sistem kelernbagaan baru terhadap pola pemanfaatan surnberdaya. Dalarn upaya rnencapai pengelolaan surnberdaya air yang efisien dan berdimensi pemberdayaan petani diperlukan penyesuaian kelernbagaan baik untuk kelembagaan pemerintah, swasta rnaupun petani. Pada tingkat petani, dipandang penting untuk mengembangkan P3A menjadi suatu organisasi yang mampu berperan ganda yakni bukan saja sebagai pengelola jaringan irigasi tetapi juga kegiatan usaha ekonomi. Bahkan adanya program PIK dan IPAlR yang rnenuntut P3A untuk turut bertanggung jawab dalarn pembiayaan OP jaringan irigasi, mernbawa konsekuensi P3A harus rnampu berperan ganda. Peluang P3A untuk melakukan kegiatan usaha ekonorni tertuang dalarn INMENDAGRI No. 72 Tahun 7992 tentang pembentukan dan pembinaan P3A 12
7 yang menyebutkan bahwa dalam rangka mengembangkan keuangan, organisasi P3A dapat melakukan usaha-usaha ekonomi serta adanya kebebasan petani dalam rnengusahakan jenis tanaman yang diinginkan sesuai dengan UU No. 72 Tahun Terbatasnya kernarnpuan pemerintah dari segi dana untuk menangani kegiatan operasi dan perneliharaan (OP) irigasi, maka pemerintah sejak tahun 1987 mencanangkan kebijaksanaan IPAlR yaitu iuran dari petani atas jasa pelayanan air. Tujuan IPAlR adalah untuk mencapai pemulihan biaya secara penuh atas biaya OP dari sistem jaringan irigasi yang luasnya lebih dari 500 ha. Sejak tahun 1989 pemerintah telah menetapkan kebijaksanaan untuk menyerahkan kembali pengelolaan jaringan irigasi kecil (< 500 ha) yang selama ini dikelola oleh pemerintah kepada P3A. Hal ini merupakan tantangan sekaiigus peluang bagi P3A dalam rnemperluas kegiatan yang tidak hanya sebagai pengelola jaringan irigasi lokal, namun juga kegiatan usaha ekonorni lainnya yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan para anggotanya. Untuk mewujudkan kemarnpuan P3A dalam mengelola jaringan irigasi secara mandiri, maka perlu adanya penyesuaian dalam fungsi kelembagaan P3A itu sendiri, sehingga berpotensi untuk berkembang menjadi suatu lernbaga yang mampu berperan sebagai lernbaga ekonomi yang berperan ganda Dinarnika Organisasi P3A Dalam suatu organisasi, unsur anggota dan pengurus merupakan faktor kunci yang rnenentukan dinamika organisasi, dan seterusnya mempengaruhi keberhasilan organisasi (P3A), seperti keberhasilan dalam ha1 produktivitas dan kepuasan anggota. Selain itu, faktor lingkungan termasuk pembinaan organisasi yang dilakukan dari luar organisasi (pemerintah atau LSM) turut mewarnai dinamika organisasi.
8 Dalam kajian ini, faktor keberhasilan organisasi P3A mencakup produktivitas dan kepuasan anggotanya. Sedangkan unsur-unsur dinamika organisasi meliputi: tujuan organisasi. struktur organisasi, fungsi tugas organisasi, pembinaan organisasi. kerjasarna organisasi, iklim organisasi, tekanan pada organisasi, dan agenda terselubung organisasi (Carrwright and Zander, 7960; Beal el ai., 7977; Slamer, 7978; dan Ginring, 7999). Selanjutnya definisi dari peubah-peubah dinamika organisasi dapat dijelaskan sebagai berikut : Tumn Organisasi P3A fx 7) Tujuan organisasi adalah tujuan P3A yang ingin dicapai sebagaimana tercanturn dalam anggaran Dasar P3A. Struktur Organisasi P3A fx2) Struktur organisasi P3A adalah cara-cara P3A mengatur untuk rnencapai tujuan, meliputi struktur kewenangan, struktur tugas, dan struktur komunikasi. Fungsi dan Tugas Organisasi P3A fx31 Fungsi dan tugas organisasi P3A merupakan arahan apa yang seharusnya dilakukan organisasi dalam rnencapai tujuan, meliputi; peiayanan terhadap anggota, pengkoordinasian, inisiatif, desiminasi dan pemberian informasi dan penjelasan. Pembinaan Organisasi P3A fx41 Pembinaan dan pengembangan P3A yaitu upaya-upaya menjaga agar P3A tetap lestari mencakup, peningkatan partisipasi, pernanfaatan fasilitas, aktivitas, koordinasi, komunikasi horizontal dan vertikal, penetapan standar atau norma, sosiaiisasi, dan prosedur anggota baru.
9 Kekompakan Organisasi P3A (X51 Kekompakan organisasi rnerupakan persatuan dan kesatuan dalam organisasi P3A yang tercipta dari adanya rasa keterkaitan antar anggota mencakup; kepemimpinan (kewajiban pengurus dan pembinaan): keanggotaan (sikap anggota. nilai dan tujuan, homogenitas anggota, integritas anggota, dan kerjasama). lklim Organisasi P3A lx61 lklim organisasi merupakan suasana organisasi P3A dengan terciptanya suasana bersahabat, dernokratis, dan bebas berpartisipasi. Tekanan pada Organisasi P3A (X7) Tekanan pada organisasi adalah tekanan pada P3A yang menyebabkan ketegangan dalam P3A baik tekanan yang berasal dari dalam rnaupun dari luar P3A. Tekanan dari dalam menyangkut tuntutan anggota terhadap kecukupan air irigasi bagi usahatani. Sedangkan tekanan dari luar rneliputi tuntutan P3A yang harus rnampu rnengelola O&P secara swadana, serta keharusan menarik iuran P3A dari anggota, yang selanjutnya disalurkan ke Panitia lrigasi (Barnus). Agenda Terselubung (X8) Agenda terselubung merupakan programltujuan tertutup atau tujuan tersirat yang ingin dicapai oleh P3A, dan tidak tertulis dalarn Anggaran Dasar dan Anggaran Dasar Rumah Tangga. Keberhasilan P3A IX91 Keberhasilan P3A mencakup: (1) Produktivitas organisasi P3A yaitu pencapaian tujuan, dan (2) Kepuasan anggota berupa peningkatan partisipasi anggota terhadap pengelolaan irigasi, dan kelancaran iuran P3A.
10 Asumsi-asumsi yang rnendasari pengaruh unsur-unsur dinarnika organisasi terhadap keberhasilan organisasi adalah : 1. Faktor-faktor lain, selain faktor-faktor dinamika organisasi adalah tetap. 2. Pengetahuan anggota rnengenai P3A adalah tengkap, anggota P3A mengetahui selengkapnya rnengenai organisasinya. 3. Terdapat perbedaan tingkatan dari unsur-unsur dinarnika organisasi berdasarkan skor peubah dari masing-masing unsur. Pengaruh unsur-unsur dinarnika organisasi terhadap keberhasilan organisasi P3A, dapat diilustrasikan seperti Gambar 2. Selanjutnya, untuk rnelihat rnekanisrne hubungan antara unsur-unsur dinarnika organisasi P3A dan keberhasilan P3A (produktivitas dan kepuasan anggota) ditelusuri rnelalui pendekatan analisis lintas (path analysis) dan diagram lintas yang rnenggarnbarkan hubungan kausal antar peubah. Diagram lintas yang rnenggambarkan pola hubungan tersebut disajikan pada Gambar 3. Dari gambar tersebut dapat dinarasikan sebagai berikut: (1) terdapat 5 unsur dinamika organisasi yang secara langsung diduga mempengaruhi keberhasilan P3A yaitu, (a) tujuan organisasi, (b) pembinaan organisasi, (c) kerjasama organisasi, (d) iklirn organisasi, dan (e) agenda terselubung. (2) Unsur-unsur yang secara tidak langsung mempengaruhi keberhasilan P3A yaitu, (a) struktur organisasi. (b) fungsi dan tugas organisasi, dan (c) tekanan pada organisasi. Adapun pemilahan unsur-unsur dinamika organisasi, yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap keberhasilan P3A didasarkan atas kajian ernpiris (Cartwright and Zander, 1960) dan dari pengurus organisasi P3A serta penggalian informasi secara berlapis terhadap aparat pusat dan daerah yang terkait.
11 Gambar 2. Pengaruh faktor-faktor Dinamika Organisasi terhadap Keberhasilan P3A
12 Gambar 3. Diagram lintas peubah-peubah dinamika organisasi terhadap keberhasilan P3A Keterangan : XI = Tujuan organisasi X2 = Struktur organisasi X3 = Fungsi tujuan organisasi X4 = Pembinaan organisasi X5 = Kerjasama organisasi X6 = lklim organisasi X7 = Tekanan pada organisasi X8 = Agenda terselubung KP3A = Keberhasilan P3A
13 2.5. Hipotesis 1 Sistem koordinasi, pernbinaan dan pengembangan P3A belum menunjukkan iklim (kondisi) yang kondusif. (2) Efisiensi pemanfaatan air irigasi di saluran primer, sekunder dan saluran petak tersier rnasih rendah. (3) Pemanfaatan lahan bagi 1P-Padi 300 di wilayah penelitian belum optimal.. (4) Penetapan IPAlR belum sepenuhnya mempertimbangkan tingkat pelayanan air irigasi yang diterima oleh petani.
ORGANISASI IRIGASI DALAM OPERASIONAL DAN PERAWATAN IRIGASI i
ORGANISASI IRIGASI DALAM OPERASIONAL DAN PERAWATAN IRIGASI i Dwi Priyo Ariyanto Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta Sumberdaya air saat ini semakin sulit serta mempunyai
Lebih terperinciINTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMBAHARUAN KEBIJAKSANAAN PENGELOLAAN IRIGASI PRESIDEN REBUBLIK INDONESIA,
1 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA INTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMBAHARUAN KEBIJAKSANAAN PENGELOLAAN IRIGASI PRESIDEN REBUBLIK INDONESIA, Menimbang : 1. bahwa pengelolaan
Lebih terperinciIII. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN
III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang
Lebih terperincimenunjukkan momentum keberhasilan pada saat lndonesia mencapai dengan diperolehnya penghargaan oleh badan pangan dunia (FAO) kepada
R.NUNUNG NURYARTONO. Keragaan Sistem lrigasi dan Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesediaan Petani Membayar IPAIR (Kasus Wilayah Tarum Timur Kabupaten Subang), (di bawah bimbingan KUNTJORO, sebagai
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,
PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, Menimbang : a. bahwa air mempunyai fungsi sosial dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bali memiliki sumberdaya air yang dapat dikembangkan dan dikelola secara
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali memiliki sumberdaya air yang dapat dikembangkan dan dikelola secara menyeluruh, terpadu, berwawasan lingkungan dan berkesinambungan untuk meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, Menimbang : a. bahwa keberadaan sistem irigasi beserta keberhasilan pengelolaannya
Lebih terperincikelembagaan irigasi, sehingga kinerjanya berpengaruh pada tingkat manajemen air irigasi akan semakin tinggi konflik kebutuhan air irigasi
Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Keberhasilan lembaga sistem pertanian di pedesaan guna meningkatkan pendapatan petani sangat tergantung
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai keberlanjutan sistem irigasi serta untuk
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT
PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa keberadaan sistem
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. hasil pertanian. Jumlah penduduk Idonesia diprediksi akan menjadi 275 juta
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Irigasi Indonesia adalah Negara yang sebagian besar penduduknya hidup dari pertanian dengan makanan pokoknya bersumber dari beras, sagu, serta ubi hasil pertanian.
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung keberhasilan pembangunan pertanian yang
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia. Pada tahun 1960, Indonesia mengimpor beras sebanyak 0,6 juta ton. Impor beras mengalami peningkatan pada tahun-tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 EVALUASI KINERJA OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI DAN UPAYA PERBAIKANNYA
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 EVALUASI KINERJA OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI DAN UPAYA PERBAIKANNYA Oleh : Sumaryanto Masdjidin Siregar Deri Hidayat Muhammad Suryadi PUSAT ANALISIS SOSIAL
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor utama bagi perekonomian sebagian besar negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Peran sektor pertanian sangat penting karena
Lebih terperinciKELEMBAGAAN IRIGASI DALAM PERSPEKTIF OTONOMI DAERAH. Benny Rachman, Effendi Pasandaran, dan Ketut Kariyasa
KELEMBAGAAN IRIGASI DALAM PERSPEKTIF OTONOMI DAERAH Benny Rachman, Effendi Pasandaran, dan Ketut Kariyasa Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Jl. A. Yani No. 70, Bogor 16161 ABSTRAK
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan salah satu komponen penting pendukung
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi mempunyai peranan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Lebih terperinciPROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:
PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia. Secara konstitusional koperasi telah mendapat posisi politis
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Koperasi memiliki kedudukan yang khusus dalam perekonomian Indonesia. Secara konstitusional koperasi telah mendapat posisi politis X yang kuat dalam UUD 1945, dan dalam
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR
PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-Undang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menyelenggarakan otonomi,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan yang dilakukan. Seperti halnya yang terjadi di Bali.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana mata pencaharian mayoritas penduduknya adalah bercocok tanam. Potensi pertanian Indonesia yang tinggi salah satunya disebabkan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI
1 / 70 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan produksi dan memperluas keanekaragaman hasil pertanian. Hal ini berguna untuk memenuhi
Lebih terperinciKE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis
LAPORAN AKHIR TA. 2013 STUDI KEBIJA AKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAUU JAWAA (TAHUN KE-2) Oleh: Bambang Irawan Gatoet Sroe Hardono Adreng Purwoto Supadi Valeriana Darwis Nono Sutrisno
Lebih terperinciVIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN
VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN 8.1. Kesimpulan Iuran irigasi berbasis komoditas dapat dirumuskan dengan memanfaatkan harga bayangan air irigasi. Dalam penelitian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola pembangunan ekonomi sentralistik yang telah berlangsung selama lebih dari 32 tahun telah rnernberikan darnpak yang luas bagi pernbangunan ekonomi nasional, khususnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN berhasil tidak suatu organisasi. Salah satu karakteristik yang harus dirniliki
I. PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang Surnberdaya rnanusia rnerupakan faktor utarna dalarn rnenentukan berhasil tidak suatu organisasi. Salah satu karakteristik yang harus dirniliki oleh seorang Pirnpinan
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN,
PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa sumber daya air adalah merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Masalah utama dalam upaya mempertahankan dan mengembangkan lahan pertanian adalah penurunan kualitas lahan dan air. Lahan dan air merupakan sumber daya pertanian yang memiliki peran
Lebih terperinciVIII. KESIMPULAN DAN IMPLlKASl KEBIJAKAN. memiliki struktur yang searah dengan pola yang terjadi secara nasional,
VIII. KESIMPULAN DAN IMPLlKASl KEBIJAKAN 8.1. Kesirnpulan 1. Pola konsurnsi dan pengeluaran rata-rata rumahtangga di wilayah KT1 memiliki struktur yang searah dengan pola yang terjadi secara nasional,
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2013
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 RKT D!T. PAI TA. 201 3 KAT A PEN GANT AR Untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Untuk menuju kemandirian sebagai daerah otonom tersebut, pemerintah daerah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah yang telah digulirkan sejak tahun 2001 memotivasi daerah untuk berusaha mencukupi kebutuhan daerahnya tanpa harus tergantung pada pemerintah pusat.
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN Oleh : Sumaryanto Muhammad H. Sawit Bambang Irawan Adi Setiyanto Jefferson Situmorang Muhammad Suryadi
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF (PIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF (PIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai keberlanjutan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menggalakkan pembangunan dalam berbagai bidang, baik bidang ekonomi,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan sebuah negara berkembang yang terus berupaya menggalakkan pembangunan dalam berbagai bidang, baik bidang ekonomi, politik, hingga pembangunan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN JEMBER
PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...
Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... PENDAHULUAN P ada dasarnya pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu (PTT) bukanlah suatu paket teknologi, akan tetapi lebih merupakan metodologi atau
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perubahan sistem pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub sektor pertanian tanaman pangan memiliki peranan sebagai penyedia bahan pangan bagi penduduk Indonesia yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH
LAPORAN AKHIR KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH Oleh : Bambang Irawan Herman Supriadi Bambang Winarso Iwan Setiajie Anugrah Ahmad Makky Ar-Rozi Nono Sutrisno PUSAT SOSIAL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN dielakkan. Arus globalisasi yang bergerak cepat ke arah rnasyarakat tanpa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mernasuki abad 21, aparatur Pernerintah Propinsi Daerah Khusus lbukota Jakarta rnenghadapi banyak tantangan yang tidak dapat dielakkan. Arus globalisasi yang bergerak
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, Menimbang : a. bahwa irigasi
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009
PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 DRAFT-4 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa pertanian mempunyai
Lebih terperinciExecutive Summary EXECUTIVE SUMMARY PENGKAJIAN MODEL KELEMBAGAAN DAN PENGELOLAAN AIR IRIGASI
EXECUTIVE SUMMARY PENGKAJIAN MODEL KELEMBAGAAN DAN PENGELOLAAN AIR IRIGASI Desember, 2011 KATA PENGANTAR Laporan ini merupakan Executive Summary dari kegiatan Pengkajian Model Kelembagaan dan Pengelolaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Istilah pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) menjadi isu penting
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) menjadi isu penting dalam pembangunan pertanian Indonesia masa depan mengingat pesatnya pertumbuhan penduduk
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi debit air khususnya debit air tanah. Kelangkaan sumberdaya air
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelangkaan Sumberdaya Air Peningkatan jumlah penduduk merupakan salah satu penyebab pemanfaatan berlebihan yang dilakukan terhadap sumberdaya air. Selain itu, berkurangnya daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kita tidak dapat dipisahkan dari senyawa kimia ini. Berdasarkan UU RI No.7
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam kehidupan seharihari kita tidak dapat dipisahkan dari senyawa kimia ini. Berdasarkan UU RI No.7 Tahun 2004 tentang
Lebih terperinciPROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI
PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI Oleh: Aladin Nasution*) - Abstrak Pada dasarnya pembangunan pertanian di daerah transmigrasi
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa sektor pertanian mempunyai peran yang sangat strategis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan jumlah penduduk Indonesia tahun 2010-2035. Proyeksi jumlah penduduk ini berdasarkan perhitungan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I
PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI BARAT, Menimbang Mengingat : : a. bahwa irigasi mempunyai peranan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 143, 2001 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciSosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya
Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Latar Belakang Permasalahan yang menghadang Upaya pencapaian 10 juta ton surplus beras di tahun 2014 : Alih fungsi lahan sawah
Lebih terperinciPEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELlTlAN
METODOLOGI PENELlTlAN Kerangka Pemikiran Petani dalarn pernbangunan pertanian saat ini rnerniliki peran penting, yaitu sebagai subyek dari pernbangunan pelrtanian. Dalarn penentuan kebijakankebijakan pernbangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lipat pada tahun Upaya pencapaian terget membutuhkan dukungan dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prediksi peningkatan populasi di Asia pada tahun 2025 sekitar 4,2 milyar. Menurut International Policy Research Institute, prediksi tersebut berdampak pada peningkatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 24 TAHUN 2009 SERI E. 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIREBON, Menimbang : a.
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Agenda revitalisasi pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan pertanian yang dicanangkan pada tahun 2005 merupakan salah satu langkah mewujudkan tujuan pembangunan yaitu
Lebih terperinciBAB VI LANGKAH KE DEPAN
BAB VI LANGKAH KE DEPAN Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion 343 344 Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion LANGKAH LANGKAH KEDEPAN Seperti yang dibahas dalam buku ini, tatkala Indonesia memasuki
Lebih terperinciPETUNJUK PELAKSANAAN KEGIATAN KERJASAMA DIREKTORAT JENDERAL DENGAN TNI-AD MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN (TMKP) TA. 2014
PETUNJUK PELAKSANAAN KEGIATAN KERJASAMA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN DENGAN TNI-AD MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN (TMKP) TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalarn rangka pernbangunan bidang ekonomi, sektor pertanian sangat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalarn rangka pernbangunan bidang ekonomi, sektor pertanian sangat diandalkan sebagai salah satu tumpuan dalam memulihkan kondisi perekonomian rnasyarakat, bahkan secara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang semakin meningkat menyebabkan konsumsi beras perkapita per tahun
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan luas lahan yang sangat luas dan keanekaragaman hayati yang sangat beragam, memungkinkan Indonesia menjadi negara agraris terbesar
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KATA PENGANTAR Untuk melaksanakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Irigasi Jatiluhur terletak di Daerah Aliran Sungai Citarum Provinsi Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengertian dari irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 20 Tahun 2006 disebutkan bahwa pengertian dari irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang
Lebih terperinci1. BAB I PENDAHULUAN
1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan masyarakat mengakibatkan perubahan fungsi lingkungan yang berdampak negatif terhadap kelestarian
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I
PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan salah satu
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR : 20 TAHUN : 1996 SERI : D.11.
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR : 20 TAHUN : 1996 SERI : D.11. PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR : 17 TAHUN 1995 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGEMBANGAN
Lebih terperinciSEKTOR PERTANIAN : Dari Stagnasi Menuju Pertumbuhan Tinggi Berkelanjutan. Orasi Ilmiah di Universitas Medan Area Tanggal 8 Mei 2004
SEKTOR PERTANIAN : Dari Stagnasi Menuju Pertumbuhan Tinggi Berkelanjutan Orasi Ilmiah di Universitas Medan Area Tanggal 8 Mei 2004 Oleh : Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, MEc Rektor dan Senat Guru Besar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA, Menimbang
Lebih terperinciANALISIS WILLINGNESS TO PAY
ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PETANI TERHADAP PENINGKATAN PELAYANAN IRIGASI Studi Kasus Daerah Irigasi Klambu Kanan Wilalung, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah Oleh : FAHMA MINHA A14303054 PROGRAM
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I UMUM Menyadari bahwa peran sektor pertanian dalam struktur dan perekonomian nasional sangat strategis dan
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Dalam masa pembangunan pertanian yang bertujuan meningkatkan hasilhasil pertanian (terutama bahan pangan pokok) untuk mencukupi
Lebih terperinciBAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana Pembangunan Pertanian
Lebih terperinciPOLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT
POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT Ir. Mewa Ariani, MS Pendahuluan 1. Upaya pencapaian swasembada pangan sudah menjadi salah satu
Lebih terperinciWALIKOTA TASIKMALAYA,
WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 15A Tahun 2006 Lampiran : - TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG IRIGASI WALIKOTA TASIKMALAYA,
Lebih terperinciTINGKAT PENERAPAN DIVERSIFIKASI USAHATANI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA
TINGKAT PENERAPAN DIVERSIFIKASI USAHATANI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA Oleh: Muchjidin Rachmat dan Budiman Hutabarat') Abstrak Tulisan ini ingin melihat tingkat diversifikasi
Lebih terperinci- persaingan Prirnkopti berada dalarn kuadran (star) bintang. Prirnkopti sarnpai
RINGKASAN DlEN EVlTA HENDRIANA. ANALISIS PEMlLlHAN STRATEGI BERSAING PRlMKOPTl KOTAMADYA BOGOR SETELAH PENGHAPUSAN MONOPOLI TATANIAGA KEDELAI OLEH BULOG. (Dibawah Bimbingan NUNUNG NURYARTONO) Kedelai sebagai
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa pengaturan tentang irigasi di Kabupaten Ciamis telah diatur dengan
Lebih terperinci(distribution losses). Beberapa batasan efisiensi yang diternukan, rnisalnya Suprojo /I9971 yang rneninjau dari sisi pandang teknis dan teleologis,
Ill. TINJAUAN PUSTAKA Budaya hernat air irigasi seyogyanya disosialisasikan secara kolektif dan terorganisir kepada semua pengguna air yaitu, petani dan pengguna lain seperti, kepentingan dornestik, industri,
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MALANG
PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka menunjang ketahanan
Lebih terperinciMODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI
MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI Prof. Dr. Marwoto dan Prof. Dr. Subandi Peneliti Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian MALANG Modul B Tujuan Ikhtisar
Lebih terperinciBAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 8.1 Kesimpulan. penelitian, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
257 BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 8.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis terhadap permasalahan yang menjadi fokus kajian penelitian, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Menindaklanjuti ketentuan
Lebih terperinciSAMBUTAN MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN Yogyakarta, Mei 2004
SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN Yogyakarta, 26-27 Mei 2004 Para Pejabat eselon I dan II lingkup Badan Ltbang Pertanian, Para peneliti dan penyuluh,
Lebih terperinci