BAB II LANDASAN TEORI. A. Work-Family Conflict. Kahn, dkk. (1964) menjelaskan konsep work-family conflict dengan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. A. Work-Family Conflict. Kahn, dkk. (1964) menjelaskan konsep work-family conflict dengan"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Work-Family Conflict 1. Definisi Work-Family Conflict Kahn, dkk. (1964) menjelaskan konsep work-family conflict dengan menggunakan kerangka teori peran. Penulis menjelaskan bahwa penentu utama dari perilaku individu adalah ekspektasi perilaku yang orang lain miliki terhadap dirinya. Teori peran menelaah ekspektasi yang dimiliki oleh masingmasing peran dapat menghasilkan inter-role conflict (konflik antar peran) ketika terdapat tekanan untuk mendominasi demi memuaskan seluruh ekspektasi, karena masing-masing peran memerlukan waktu, energi dan komitmen. Berdasarkan kerangka tersebut, Kahn dkk. (1964) mendefinisikan work-family conflict sebagai bentuk dari konflik antar peran di bidang pekerjaan dan lingkungan yang bertentangan. Menggunakan definisi dari Kahn, Greenhaus & Beutell (1985) yang menjabarkan work-family conflict sebagai bentuk dari konflik antar peran yaitu saat tekanan peran dari pekerjaan dan keluarga saling bertentangan sehingga partisipasi dalam salah satu peran menjadi lebih sulit karena partisipasi pada peran lainnya. Pertentangan serta tekanan yang semakin meningkat antara peran di keluarga dan di tempat kerja menyebabkan efektivitas pada salah satu peran terhambat oleh kegiatan peran lainnya. Dengan kata lain, work-family conflict muncul ketika kegiatan dalam suatu 12

2 13 peran mengganggu pemenuhan syarat dan pencapaian efektivitas dalam peran lainnya. Menurut Frone, dkk (1992), work-family conflict umumnya terjadi pada saat seseorang berusaha memenuhi tuntutan peran pekerjaannya dan usahanya dipengaruhi oleh kemampuan dirinya sendiri untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, atau sebaliknya, pemenuhan tuntutan peran dalam keluarga dipengaruhi oleh kemampuan dalam memnuhi tuntutan pekerjaannya. Tuntutan yang berasal dari pekerjaan antara lain meliputi beban kerja yang berlebihan dan batas waktu dalam menyelesaikan pekerjaannya. Sedangkan tuntutan yang berasal dari keluarga meliputi waktu yang dibutuhkan untuk menangani masalah dan tugas rumah tangga (Murtiningrum, 2005). Frone,dkk. (1992) kemudian mendefinsikan work-family conflict sebagai konflik peran yang terjadi pada karyawan, yang pada satu sisi harus melakukan tanggung jawabnya di kantor dan di sisi lain ia harus memperhatikan dan mengurus keluarga. Hal ini berakibat pada sulitnya membedakan antara pekerjaan mengganggu keluarga (work-family conflict) dan keluarga mengganggu pekerjaan (family-work conflict). Netemeyer, dkk. (1996) mendefinisikan work family conflict sebagai bentuk konflik antar peran saat terdapat tuntutan umum pada waktu yang dihabiskan bersama keluarga sehingga terciptanya ketegangan akibat pekerjaan yang mengganggu dalam melaksanakan tanggung jawab yang berhubungan dengan keluarga. Tuntutan pada satu peran membuat pelaksanaan tugas pada peran lainnya menjadi lebih sulit. Tuntutan umum

3 14 dalam suatu peran antara lain adalah tanggung jawab, persyaratan, ekspektasi, tugas dan komitmen yang berhubungan dengan peran yang diberikan. Soeharto (2010) mendefinisikan work-family conflict sebagai bentuk dari interrole conflict ketika peran yang dituntut dalam pekerjaan dan keluarga saling mempengaruhi satu sama lain. Work-family conflict dinyatakan sebagai studi dua arah mengenai kategori konflik yang dapat diidentifikasi sebagai konflik pekerjaan ke keluarga dan konflik keluarga ke pekerjaan (Zhang, dkk, 2012). Boles, dkk. (2001) menyatakan work-family conflict mencerminkan kemampuan individu untuk melakukan pekerjaan yang diberikan dengan banyaknya tuntutan terkait performa kerja dan tugas di dalam keluarga. Berdasarkan definisi yang disampaikan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa work-family conflict adalah salah satu bentuk dari konflik peran ketika tuntutan antara peran di pekerjaan dan keluarga saling bertentangan sehingga menyebabkan pelaksanaan salah satu peran menjadi terhambat dan menimbulkan konflik. 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Work-Family Conflict Dalam jurnalnya, Michel, dkk. (2011) mengungkapkan beberapa faktor yang melatar belakangi work family conflict, yaitu : a. Faktor Pekerjaan Faktor pekerjaan menunjukkan bagaimana masing-masing karyawan memiliki peran yang berbeda tergantung pada pekerjaannya, peran pekerjaan tertanam dalam suatu keadaan atau kondisi yang sudah melekat pada pekerjaan tersebut.

4 15 1) Stresor Peran (Role Stressors) Stresor pada pekerjaan dan keluarga merupakan hasil daripada tekanan yang dimiliki peran pada masing-masing domain. Konflik peran, ambiguitas peran, peran yang berlebihan dan komitmen waktu kerja secara umum dipandang sebagai sumber utama stres dalam kerangka stresor (Kahn dkk., 1964). Banyak individu yang akhirnya menyerah pada tekanan yang ada dalam usahanya untuk memenuhi beragam ekspektasi dari masing-masing peran. Salah satu penyebabnya adalah ketika tekanan peran yang ada dalam kerangka stressor (konflik peran, ambiguitas peran, kelebihan peran dan tuntutan waktu) dihadapi, tenaga individu akan lebih banyak terkuras. Manusia memiliki energi serta waktu yang terbatas, sehingga ketika stressor peran pada salah satu domain mengalami peningkatan akan menghasilkan konflik yang lebih besar. 2) Keterlibatan Peran (Role Involvement) Keterlibatan kerja dan keluarga mengacu pada tingkat keterikatan psikologis atau kaitan terhadap peran di pekerjaan dan keluarga (Frone, 2003). Individu yang memiliki keterikatan peran tinggi memiliki ketertarikan kognitif terhadap peran tertentu. Ketertarikan peran yang tinggi membuat sesorang melihat peran tersebut sebagai hal terpenting dan pusat dari kehidupannya. Tingginya keterlibatan psikologis terhadap suatu peran tertentu dapat membuat sulit untuk terikat dalam kegiatan peran saingannya, misalnya keterlibatan pada

5 16 pekerjaan dapat membuat keterikatan pada perannya di keluarga berkurang. Teori peran menjelaskan bahwa individu dapat terlibat secara psikologis dengan perannya di pekerjaan dan di rumah sebagai usaha untuk memenuhi ekspektasi dari masing-masing peran. Seandainya ketidakpuasan ditemui dalam salah satu peran, individu dapat menyesuaikan waktu, perhatian dan energi yang dimiliki. Teori kompensasi menjelaskan bahwa terdapat hubungan terbalik antara domain pekerjaan dan keluarga, di mana ketidakpuasan pada satu domain akan diimbangi melalui kepuasan atau keterlibatan yang lebih besar dalam domain lain (Edwards & Rothbard, 2000 dalam Michel, 2011). 3) Dukungan Sosial (Social Support) Dukungan sosial merujuk pada bantuan peran, kekhawatiran emosional, informasi dan penilaian fungsi lain yang berfungsi untuk meningkatkan perasaan penting dalam diri seseorang (Carlson & Perrewe, 1999). Dukungan sosial dari domain pekerjaan dapat datang dari beberapa sumber seperti rekan kerja, supervisor dan organisasi itu sendiri. Dukungan sosial untuk domain keluarga dapat datang dari pasangan atau seluruh keluarga. Seperti yang dikemukankan oleh Stoner, dkk (2011) yaitu dukungan dari keluarga dapat mempengaruhi tinggi rendahnya work-family conflict yang dialami oleh seseorang. Dukungan sosial yang didapatkan dari salah satu domain dapat

6 17 memimpin kepada berkurangnya waktu, perhatian dan energi yang dibutuhkan untuk menjalankan peran tersebut. 4) Karakteristik Kerja (Work Characteristic) Karakteristik kerja terdiri dari beberapa hal dalam domain yang dapat mempengaruhi pelaksanaan peran (Morgenson & Campion, 2003). Beberapa hal tersebut antara lain durasi peran (pekerjaan dan kepemilikan organisasi), karakteristik peran (tipe pekerjaan, autonomi pekerjaan, variansi tugas, dan gaji), serta pengaruh organisasional terhadap peran tersebut (alternatif jadwal kerja dan seberapa jauh organisasi tersebut responsive terhadap keluarga). Tingginya status dalam pekerjaan serta gaji yang semakin tinggi mengindikasikan tanggung jawab yang lebih besar, stress yang lebih besar sehingga menyulitkan untuk menjaga keseimbangan dalam kedua peran yang dimiliki baik di rumah ataupun pekerjaan. Karakter yang dimiliki oleh pekerjaan dan organisasi mempengaruhi bagaimana individu dapat menjalankan perannya dan seberapa besar tanggung jawab dan waktu yang dibutuhkan. Karakteristik pekerjaan yang menuntut tanggung jawab serta perhatian yang besar dapat mempengaruhi bagaimana individu menjalankan perannya di rumah. b. Faktor Individu Faktor individu yang dimaksudkan mempengaruhi work-family conflict adalah kepribadian seseorang. Kepribadian menurut Allport dalam Schultz & Schultz (2013) merujuk pada dinamika struktur mental dan

7 18 proses mental yang terkoordinasi yang menentukan penyesuaian emosional dan perilaku individu terhadap lingkungannya. Salah satu bagian dari kepribadian yang berpengaruh terhadap work family conflict adalah internal locus of control dan efektifitas negatif serta neurotisme. Internal locus of control secara umum didefinsikan sebagai sejauh mana seseorang melihat hasil yang ada disebabkan oleh dirinya sendiri (internal) dan bukan semata-mata karena kesempatan (eksternal) (Rotter, 1966). Efektifitas negatif dan neurotisme secara umum didefinsikan sebagai tingkatan stress yang lebih tinggi yang didasarkan pada sifat psikologis, kecemasan, dan ketidakpuasan secara umum (Costa & McCrae, 1992). Kemampuan dari dalam diri individu sendiri merupakan salah satu cara untuk menyeimbangkan kedua peran yang dimiliki, dan aspek-aspek dalam kerpibadian mempengaruhi individu dalam menghadapi tekanan yang didapat dari kedua peran yang akan mempengaruhi kemungkinan munculnya konflik antara kedua peran. Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahawa faktor-faktor mempengaruhi terjadinya work-family conflict berasal dari pekerjaan seperti stresor yang ada, keterlibatan peran, dukungan sosial dan karakteristik pekerjaan serta berasal dari individu itu sendiri seperti kepribadiannya.

8 19 3. Aspek Work-Family Conflict Terdapat enam aspek work-family conflict menurut Kopelman dan Burley (Arinta & Azwar, 1993), yang terdiri dari : 1) Masalah pengasuhan anak Pada umumnya individu mencemaskan kesehatan jasmani dan emosi anakanak yang artinya menuntut perhatian, tenaga dan pikiran individu sewaktu mereka di tempat kerja. 2) Bantuan pekerjaan rumah tangga Wanita dengan peran ganda membutuhkan bantuan dari berbagai pihak baik dari suami, anak amupun seorang asisten rumah tangga untuk turut serta dalam mengerjakan urusan rumah tangga. 3) Komunikasi dan interaksi dengan keluarga Komunikasi adalah sarana untuk berinteraksi dengan orang lain serta merupakan cara untuk mengutarakan kebutuhan, keinginan serta keluhan yang dimiliki. 4) Waktu untuk keluarga Menurut Sukanto, dkk (1999),ibu yang bekerja sering merasa kekurangan waktu untuk suami, anak-anak bahkan untuk dirinya sendiri. 5) Penentuan prioritas Prioritas disusun berdasarkan pada keperntingan individu yang bersangkutan agar tidak menimbulkan pertentangan antara kepentingan yang satu dengan kepentingan yang lain (Sukanto, dkk, 1999)

9 20 6) Tekanan karir dan keluarga Dalam bekerja terdapat banyak tantangan yang menuntut penyelesaian. Begitu pula dengan di rumah, terdapat peran dan tanggung jawab lain yang menuntut untuk diselesaikan. Tuntutan-tuntutan yang ada dapat berubah menjadi tekanan bagi individu yang kemudian menimbulkan konflik dalam dirinya. Dengan mempertimbangkan bentuk serta arah yang mempengaruhi work-family conflict, maka Carlson, dkk (2000) menyimpulkan enam aspek dari work family conflict, yaitu : 1) Time based WIF Terjadi ketika waktu yang digunakan untuk menyelasaikan permasalahan pekerjaan mengganggu pemenuhan tanggung jawab di keluarga. 2) Time based FIW Terjadi ketika waktu yang digunakan untuk memenuhi tuntutan keluarga mengganggu pekerjaan. 3) Strained based WIF Terjadi ketika urusan pekerjaan mengganggu performa dalam memenuhi tanggung jawab di keluarga. 4) Strained based FIW Terjadi ketika tekanan dari tuntutan keluarga mengganggu pekerjaan yang seharusnya dilakukan.

10 21 5) Behavior based WIF Perilaku yang biasanya ditampilkan saat bekerja menjadi masalah ketika ditampilkan dalam keluarga. 6) Behavior based FIW Perilaku yang biasanya ditampilkan dalam keluarga tidak sesuai ketika diterapkan di pekerjaan sehingga menimbulkan masalah. Baltes & Heydens-Gahir (2003) mengemukakan terdapat beberapa aspek dari work-family conflict yaitu 1) Time based demands Keterbatasan waktu yang dimiliki oleh individu, wantu yang digunakan untuk pekerjaan seringkali berakibat pada keterbatasan waktu untuk keluarga dan begitu pula sebaliknya. 2) Strained based demands Ketegangan dalam salah satu peran akhirnya mempengaruhi kinerja pada peran yang lain. 3) Behavior based demands Terjadi kesulitan untuk melakukan perubahan perilaku dari satu peran ke peran yang lainnya. Peneliti menggunakan aspek-aspek work-family conflict yang dikemukakan oleh Kopelman dan Burley (Arinta&Azwar, 1993) sebagai aspek penelitian work-family conflict. Aspek ini dipilih karena cakupan yang lebih luas dan rinci mengenai work-family conflict.

11 22 4. Arah Work-Family Conflict Carlson, dkk. (2000) menyatakan bahwa work-family conflict memiliki konsep bi-dirrectional atau memiliki dua arah yang terdiri : a. Work interference with family (WIF) Sebuah kondisi ketika hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan menjadi hambatan dalam melaksanakan kewajiban dalam keluarga. Misalnya, ibu yang pulang kerja malam akibat lembur tidak dapat membantu anaknya mengerjakan tugas. b. Family interference with work (FIW) Sebuah kondisi ketika urusan keluarga (rumah tangga) menghambat urusan pekerjaan. Misalnya, ketika anak sakit membuat sang ibu merawatnya hingga terlambat datang ke kantor dan pekerjaannya banyak yang tertunda. Berdasarkan uraian di atas makan dapat disimpulkan bahwa workfamily conflict memiliki dua arah yaitu work interference with family dan family interference with work. 5. Bentuk Work-Family Conflict Greenhaus & Beutell (1985) memaparkan tiga bentuk dari work-family conflict, yaitu : a. Time-Based Conflict Merupakan konflik yang terjadi akibat waktu yang digunakan dalam memenuhi satu peran tidak dapat untuk memenuhi tanggung jawab peran

12 23 lainnya. Hal ini meliputi pembagian waktu, energi dan kesempatan antara peran di pekerjaan dan di keluarga. Time-based conflict memiliki 2 tipe, yaitu yang pertama merupakan tekanan waktu yang berhubungan dengan keanggotaan dalam satu peran membuat pemenuhan ekspektasi dari peran lain menjadi tidak mungkin. Kedua, tekanan dapat menimbulkan preokupasi terhadap satu peran, walaupun secara fisik berusaha untuk memenuhi tuntutan-tuntutan pada peran lain (Bartolome & Evans, 1979). b. Strain-Based Conflict Merupakan konflik yang berasal dari ketegangan yang diproduksi oleh peran, ketika ketegangan dari satu peran mengganggu pemenugan tanggung jawab pada peran lain. Salah satu pemicu dari ketegangan pada peran ialah stress kerja yang mampu menimbulkan gejala-gejala ketegangan seperti tekanan, kecemasan, depresi, kelelahan, apatis dan mudah marah. Strain-based conflict muncul ketika ketegangan yang dihasilkan dari suatu peran mempengaruhi pelaksanaan peran lain yang dimiliki individu (Pleck, 1980). c. Behavior-Based Conflict Merupakan konflik yang muncul ketika perilaku yang ditampilkan dalam satu peran tidak sesuai dengan ekspektasi perilaku pada peran lain. Ketidaksesuaian perilaku individu ketika bekerja dan ketika berada di rumah terjadi karena disebabkan perbedaan aturan yang berlaku dan kadang sulit menukar peran yang satu dengan peran yang lainnya.

13 24 Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa work family conflict memiliki tiga bentuk yaitu time based conflict, strain based conflict, dan behavior based conflict. 6. Dampak Work-Family Conflict Work-family conflict yang dialami oleh pekerja yang sudah menikah dapat menimbulkan dampak bukan hanya bagi organisasi tempatnya bekerja, melaikankan juga bagi individu itu sendiri dan keluarganya. Duxburry & Higgins (2003) menyakatakan bahwa dampak yang dapat ditimbulkan ketika individu mengalami work interfering with family yaitu dapat menurunkan komitmen organisasi dan kepuasan kerja, meningkatkan tingkat stres saat bekerja, menurunkan kepuasan jumlah jam kerja, meningkatkan keluhan terhadap beban kerja yang diterima, serta niat untuk berganti pekerjaan. Dampak yang ditimbulkan dalam diri individu itu sendiri yaitu dapat mengakibatkan depresi, stres psikologi (burnout), menurunnya tingkat kepuasan hidup, serta mengalami penurunan kesehatan fisik (Duxburry & Higgins, 2003). Clarke-Stewart & Dunn (2006) menyatakan dampak yang ditimbulkan work-family conflict bagi keluarga adalah tekanan yang dialami oleh orang tua akan mempengaruhi anak secara tidak langsung yaitu melalui pola pengasuhan yang mengalami perubahan akibat tekanan yang diterima orang tua. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa work-family conflict memiliki dampak terhadap organisasi, individu itu sendiri dan keluarga.

14 25 B. Job Involvement 1. Definisi Job Involvement Michel,dkk. (2011) mendefinisikan job involvement sebagai tingkat keterlibatan psikologis (kelekatan, hubungan) terhadap peran kerja. Job involvement menurut Thomas, Desmukh, dan Kumar (2008) menunjukkan sejauh mana karyawan melibatkan diri dalam pekerjaannya, menginvestasikan waktu dan tenaga di dalamnya, serta melihat pekerjaan sebagai sentral dalam kehidupannya secara keseluruhan. Tingkat keterlibatan yang tinggi dapat mendorong keteraturan kerja sehingga karyawan dapat menyelesaikan pekerjaannya secara tepat waktu. Job involvement dalam berbagai studi didefinisikan dengan berbagai cara dan merujuk sebagai aktivitas yang merupakan pusat ketertarikan dalam hidup, pentingnya pekerjaan karyawan bagi reputasi yang dimiliki, dan menjadi tempat menyatakan konsep diri atau harga dirinya (Boon, dkk., 2007). Boon, dkk. (2007) menyimpulkan job involvement sebagai faktor luar biasa dalam meningkatkan motivasi karyawan. Rotenberry & Moberg (2007) mendefinisikan job involvement sebagai keadaan dimana pekerjaan adalah sisi penting dari interpretasi dirinya yang akan mendahuluka pekerjaan ke arah sukses dan kemungkinan untuk turnover lebih rendah. Mohzan dkk. (2011) juga menyatakan bahwa job involvement merujuk pada sumber utama dari komitmen organisasi, motivasi dan kepuasan kerja yang mempengaruhi hasil kerja karyawan. Ini berkaitan

15 26 dengan penampilan kerja secara individu seperti absensi dan dorongan untuk keluar dari organisasi. Menurut Castellano (2013), keterlibatan kerja mengacu pada identifikasi terhadap minat pekerjaan seseorang dan merupakan aspek penting dari keterlibatan psikologis seseorang terhadap pekerjaannya. Dilihat dari perspektif organisasi, keterlibatan kerja merupakan cara untuk meningkatkan motivasi karyawan dan dalam perspektif individu, keterlibatan kerja menjadi kunci untuk perkembangan pribadi dan kepuasan dengan tempat kerja (Castellano, 2013). Keterlibatan kerja merupakan aspek inti dari dalam diri individu terhadap pekerjannya. Robbins (2003) mengungkapkan job involvement sebagai derajat dikenalnya individu di pekerjaannya, berpartisipasi aktif didalamnya, dan menganggap prestasi penting untuk harga diri. definisi tersebut juga didukung oleh pendapat Schultz dkk (1990) yang menyatakan job involvement merupakan intensitas dan identifikasi psikologis individu terhadap pekerjaannya. Berdasarkan definsi oleh para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa job involvement adalah seberapa besar keterlibatan dan identifikasi diri individu terhadap pekerjaannya baik secara psikologis ataupun fisik termasuk waktu dan energi yang diberikan dalam melaksanakan pekerjaannya yang dikarenakan individu memiliki ketertarikan terhadap pekerjaannya tersebut

16 27 2. Aspek Job Involvement Yoshimura (1996) memperkenalkan konsep multi-dimensional job involvement yang terdiri dari tiga aspek yaitu : 1) Emotional Job Involvement, merujuk pada seberapa kuat ketertarikan karyawan terhadap pekerjaannya atau seberapa besar karyawan menyukai pekerjaannya. 2) Cognitive Job Involvement, merujuk pada seberapa besar keinginan karyawan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dalam pekerjaan atau seberapa penting pekerjaan ini dalam hidupnya. 3) Behavioral Job Involvement, merujuk pada seberapa sering karyawan biasanya mengambil perilaku peran ekstra seperti mengambil kelas malam untuk meningkatkan kemampuannya dalam pekerjaan atau memikirkan pekerjaan setelah pulang dari kantor. Emotional Job Involvement Cognitive Job Involvement Behavior Job Involvement Tabel.1 Model Multi-Dimensional Job Involvement (Sumber : Yoshimura, KEIO Business Review No.33, 1996) Dimensi Indikator Attachment - Interest - Liking Psychological state - Self esteem - Active Participation Behavioral Intention - Extra-role behavior - Voluntary learning

17 28 Lodahl dan Kejnerr (1965) membagi konsep keterlibatan kerja menjadi lima aspek yaitu : 1) Harapan yang besar terhadap pekerjaan, dilihat dari kesanggupan karyawan dalam bekerja, adanya harapan dan komitmen ntuk berusaha mengembangkan karir serta partisipasi dalam mencapai tujuan akhir organisasi. 2) Keterlibatan emosional terhadap pekerjaan, ketika karyawan karyawan memiliki keinginan dan dorongan yang kuat untuk melakukan pekerjaan sebaik-baiknya. Hal ini dipengaruhi oleh keadaan individu itu sendiri baik dalam kebutuhan hingga kecocokan individu dengan perusahaan. 3) Rasa tanggung jawab pada pekerjaan, yaitu keinginan untuk bertanggung jawab atas kelangsungan organisasi dan untuk meningkatkan kualitas bidang pekerjaan yang ditekuni. 4) Rasa bangga terhadap pekerjaan, saat karyawan mempunyai sikap menjaga dan rasa tanggung jawab terhadap perusahaan yang menimbulkan loyalitas. 5) Keinginan mobilitas tinggi, yaitu kesanggupan karyawan dalam melaksanakan tugas dan kesadaran akan risiko yang ada dalam pekerjaan. Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan di atas, peneliti menggunakan aspek-aspek job involvement yang dikemukakan oleh Lodahl dan Kejnerr (1965). Aspek ini dipilih karena lebih spesifik dan lebih mendalam untuk menjelaskan mengenai job involvement.

18 29 C. Locus of Control Internal 1. Definisi Locus of Control Internal Rotter (1966) membedakan locus of control menjadi internal dan eksternal. Menurut Rotter, locus of control internal adalah suatu keadaan seseorang yang mempercayai bahwa dirinya adalah penguasa atas nasibnya sendiri, sehingga seringkali bersikap percaya diri, waspada dan mengontrol lingkungan luarnya. Individu melihat adanya hubungan yang kuat antara perilaku yang ditunjukkan dan konsekuensinya. Orang dengan locus of control internal yakin bahwa dirinya mampu mengontrol tiap peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Michel dkk. (2011) menyatakan bahwa locus of control internal merupakan sejauh mana individu merasa bahwa hasil yang ada adalah karena dirinya sendiri, dan bukan karena sekedar kesempatan. Individu dengan locus of control internal memiliki karakteristik pribadi yang aktif di lingkungan, mandiri, ramah, percaya diri, bertanggung jawab, mau bekerja keras, memiliki inisiatif yang tinggi, selalu berusaha mencari pemecaha masalah yang ada di lingkungan, berpikir efektif, mampu mengambil kepurusan serta lebig antusias dan optimis dalam hidupnya. Individu dikatakan memiliki locus of control internal ketika mampu memposisikan diri untuk menggunakan kekuatan dalam dirinya untuk melakukan suatu tindakan (Ng, Sorensen & Eby, 2006). Individu dengan locus of control internal lebih berorientasi kepada keberhasilan karena menganggap perilaku yang ditunjukkan dapat menghasilkan efek positif dan tergolong

19 30 dalam high-achiever (Findley & Cooper, 1983, dalam Ng, Sorensen, & Eby, 2006). Spector (1982) memberikan pandangannya mengenai locus of control internal sebagai salah satu karakteristik dari kepribadian yang telah terbukti mempunyai peran penting dalam menjelaskan perilaku individu dalam organisasi. Pada dasarnya, locus of control menggambarkan letak keyakinan dan seberapa kuat kontrol individu terhadap perilakunya. Menurut Robbins (2007),individu dengan locus of control internal adalah individu yang memiliki kepercayaan bahwa dirinya memegang kendali atas apapun yang terjadi pada diri sendiri. Individu dengan locus of control internal mempunyai persepsi bahwa lingkungan dapat dikontrol oleh dirinya sehingga mampu membuat perubahan sesuai dengan keinginannya. Faktor internal individu antara lain mencakup kemampuan kerja, kepribadian dan kepercayaan diri individu itu sendiri. Berdasarkan definisi dari para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa locus of control internal adalah sejauh mana individu memiliki kepercayaan kepada dirinya sendiri dan bahwa yang memiliki kontrol dan bertanggung jawab atas perilaku serta apa yang terjadi dalam kehidupannya. 2. Aspek Locus of Control Internal Rotter (1990) menyatakan bahwa tidak ada individu yang sepenuhnya internal ataupun eksternal, sehingga tidak terdapat aspek yang sepenuhnya menyatakan locus of control internal ataupun eksternal melainkan secara

20 31 keseluruhan yaitu aspek locus of control. Rotter membagi aspek locus of control menjadi dua yaitu : 1) Eskternal, yaitu derajat keyakinan bahwa segala sesuatu yang terjadi tidak dapat diprediksi, berada dibawah kontrol pihak lain, tergantung nasib, keberuntungan dan kesempatan. 2) Internal, yaitu derajat keyakinan bahwa hasil dari perilaku terhantung pada diri sendiri. Berdasarkan pada aspek yang terdapat pada skala Rotter, Levenson kemudian melakukan revisi dan menyusun kembali skala I-E menjadi skala Internal, Powerful others and Chance (Skala IPC- Locus of Control). Levenson (1972) mengemukakan bahwa aspek dari locus of control ialah : 1) Internal (I), keyakinan individu bahwa ia dapat mengendalikan hidupnya sendiri. 2) External powerful others (P), keyakinan individu bahwa peristiwa yang terjadi berada di bawah kendali orang lain. 3) External chance (C), keyakinan bahwa peristiwa yang terjadi dalam hidup individu adalah dikarenakan adanya kesempatan, keberuntungan, dan takdir. Kemudian Wolfgang dan Weiss (1980) menjelaskan bahwa terdapat dua aspek dalam locus of control yaitu : 1) Locus of personal control, yaitu kepercayaan individu terhadap kompetensi serta efikasi diri. Locus of personal control terdiri dari dua yaitu internal dan eksternal. Orientasi internal ditandai dengan efikasi diri,

21 32 sedangkan orientasi eksternal ditandai dengan keyakinan pada kesempatan dan keberuntungan. 2) Locus of responsibility, yaitu pengukuran tingkat tanggung jawab individu terhadap peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Locus of responsibility kembali terterdiri atas dua yaitu internal dan eksternal. Orientasi internal ditandai dengan keyakinanadanya hubungan yang kuat antara usaha, kerja keras dan kesuksesan, sedangkan orienatasi eksternal ditandai dengan keyakinan bahwa sosial, politik dan ekonomi adalah kekuatan dan pengendali nasib individu. Berdasarkan uraian di atas, peneliti menggunakan aspek-aspek locus of control internal yang dikemukakan oleh Levenson. Aspek ini dipilih karena mampu memberika gambaran locus of control internal secara lebih luas. D. Hubungan antar Variabel 1. Hubangan antara Job Involvement dan Locus of Control Internal dengan Work Family Conflict Setelah menikah, wanita memiliki peran utama selain menjadi istri, yaitu menjadi ibu rumah tangga yang mengurus dan mengatur masalah dalam rumah tangga dan kelak ketika sudah memiliki anak tanggung jawabnya pun bertambah dalam perihal mengurus anak. Perkembangan zaman yang pesat mendorong wanita untuk turut mulai meniti karir dan mencari nafkah. Tanggung jawab pada wanita yang sudah menikah dan tetap bekerja terkadang mengalami bentrokan karena ketidak sesuaian tanggung jawab peran di

22 33 pekerjaan dengan tanggung jawab perannya di rumah sebagai ibu rumah tangga. Tumpang tindih dalam peran ganda yang dimiliki (peran kerja-peran keluarga) dan kurangnya kemampuan dalam mengontrol dapat memicu timbulnya konflik antar peran (Kussundyarsana dan Soepatini, 2008). Pilihan yang diambil wanita yang sudah menikah untuk bekerja di luar rumah membawab peran tambahan bagi dirinya dan terkadang tanggung jawab antar peran tersebut saling bertentangan. Individu memerlukan kemampuan untuk membagi waktu serta energy dan perhatian yang diberikan dalam masing-masing peran. Job involvement merupakan keadaan individu yang lebih banyak menghabiskan waktu, energi dan perhatiannya pada perannya di pekerjaan. Kondisi ketika perhatian dan tenaga lebih banyak diberikan pada salah satu peran membuat peran lain tidak berjalan dengan baik sebgaimana mestinya (Kahn, 1964). Job involvement merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan konflik peran (work-family conflict) dalam rumah tangga wanita karir yang sudah menikah (Michel, 2011). Guna menghindari terjadinya konflik, dibutuhkan kontrol dari dalam diri sendiri sebagai salah satu cara untuk mengendalikan tanggung jawab yang harus dipenuhi dari peran yang ada. Locus of control internal merupakan salah satu karakteristik yang dibutuhkan untuk mencegah sekaligus menangani konflik yang terjadi. Hal ini dibuktikan pada penelitian yang dilakukan Ng, Sorensen dan Eby yang menunjukkan bahwa karyawan dengan locus of control internal memiliki tingkat konflik peran yang lebih rendah. Individu dengan locus of control internal memiliki inisiatif yang tinggi dalam mencari

23 34 penyelesaian masalah yang dimilikinya (Wanberg, 1997). Penelitian tersebut menunjukkan bahwa locus of control internal memiliki hubungan yang signifikan dengan work-family conflict. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara job involvement dan locus of control internal dengan work family conflict. 2. Hubungan antara Job Involvement dengan Work Family Conflict Sebagai seorang ibu rumah tangga, wanita dituntut untuk memberikan waktu dan perhatian lebih terhadap urusan rumah tangga dan keluarga. Namun seiring berkembangnya zaman, wanita mendapat kesempatan yang sama seperti pria untuk dapat menempuh pendidikan setinggi mungkin dan ikut mengambil bagian dalam dunia pekerjaan. Kebutuhan untuk aktualisasi diri pada wanita dan kesempatan untuk membuktikan diri serta mengaplikasikan pendidikan yang sudah diterima membuat wanita dari tahun ke tahun semakin banyak yang ikut meniti karis dalam dunia pekerjaan (Majid, 2012). Kahn (1964) membuktikan dengan menggunakan teori peran, bahwa ketika seseorang memberikan perhatian lebih pada salah peran, maka peran yang lain tidak dapat berjalan dengan baik karena perhatian, waktu dan energi yang dibutuhkan sudah diberikan kepada peran lain. Pendapat tersebut dikuatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Michel dkk. (2011) yang pada hasil penelitiannya menunjukkan bahwa individu dengan job involvement yang tinggi memiliki tingkat konflik pekerjaan-keluarga yang tinggi juga. Hal

24 35 ini disebabkan karena peran di keluarga tidak mendapat cukup waktu, perhatian dan energi. Michel menunjukkan bahwa adanya job involvement merupaka salah satu faktor yang melatar belakangi munculnya konflik perankeluarga. Penelitian yang dilakukan Seif, dkk. (2014) menunjukkan adanya hubungan antara job involvement dan work family conflict. Dalam penjelasannya, Seif dkk. (2014) mengungkapkan bahwa individu dengan keterlibatan kerja yang tinggi cenderung mengalami konflik pekerjaankeluarga. Penyebabnya adalah karena individu terlalu memperhatikan dan berusaha untuk memenuhi ekspektasi yang ada dalam pekerjaannya, sehingga tanggung jawab perannya di rumah sebagai ibu rumah tangga menjadi terbengkalai. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara job involvement dengan work family conflict. 3. Hubungan antara Locus of Control Internal dengan Work Family Conflict Untuk mencegah munculnya konflik antar peran, wanita karir yang sudah menikah memerlukan kemampuan untuk mengontrol tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Selain itu diperlukan juga kemampuan untuk mengatur waktu, energi, serta pembagian perhatian yang baik dan dibutuhkan pula kemampuan untuk memecahkan masalah yang terjadi dalam pelaksanaan peran agar tidak terbawa ke dalam pelaksanaan peran lainnya.

25 36 Rotter (1996) menyatakan bahwa individu dengan locus of control internal memandang bahwa setiap konsekuensi yang diterima merupakan hasil perbuatannya sendiri. Individu dengan locus of control internal memiliki karakteristik pribadi yang aktif di lingkungan, mandiri, ramah, percaya diri, bertanggung jawab, mau bekerja keras, memiliki inisiatif yang tinggi, selalu berusaha mencari pemecahan masalah yang ada di lingkungan, berpikir efektif, mampu mengambil keputusan serta lebih antusias dan optimis dalam hidupnya. Kemampuan ini sangat dibutuhkan oleh wanita dengan peran ganda, karena dengan kemampuan ini individu mampu menghadapi tantangan-tantangan yang diberikan oleh masing-masing peran tanpa merasa tekanan berlebih karena memiliki keyakinan pada diri sendiri dalam menyelesaikan tantangan yang ada (Robbins, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Michel dkk. (2011) menunjukkan bahwa individu dengan locus of control internal memiliki tingkat work-family conflict yang rendah. Penanganan masalah secara langsung dan optimisme dalam menghadapi tantangan menjadi salah satu faktor yang membuat tingkat konflik menjadi lebih rendah, karena individu akan mengatasi tantangan dengan usaha sebaik mungkin. Penelitian lain yang dilakukan oleh Ng, dkk (2006), menampilkan hasil yang serupa yaitu locus of control internal terbukti secara signifikan mampu mengurangi tingkat konflik peran-pekerjaan yang dialami oleh karyawan. Dorongan untuk mengendalikan kehidupannya sendiri tanpa pengaruh dari lingkungan luar membuat individu dengan locus of control internal terdorong untuk menyelesaikan masalah dalam perannya dan

26 37 mencapai prestasi sebaik mungkin dalam kedua peran yang dimiliki (Findley & Cooper, 1983 dalam Ng, dkk. 2006). Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara locus of control internal dengan work-family conflict. E. Kerangka Pemikiran Job Involvement 2 1 Work-Family Conflict Locus of Control Internal 3 Gambar 1. Kerangka Pemikiran Hubungan antara Job Involvement dan Locus of Control Internal dengan Work-Family Conflict 1. Hubungan antara job involvement dan locus of control internal dengan work-family conflict. 2. Hubungan antara job involvement dengan work-family conflict. 3. Hubungan antara locus of control internal dengan work-family conflict.

27 38 F. Hipotesis Berdasarkan tinjauan pustaka di atas maka penulis menjadikan hipotesis penelitian sebagai berikut : 1. Terdapat hubungan antara job involvement dan locus of control internal dengan work-family conflict. 2. Terdapat hubungan negatif antara job involvement dengan work-family conflict. 3. Terdapat hubungan negatif antara locus of control internal dengan workfamily conflict.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bekerja bukanlah suatu hal yang baru di kalangan masyarakat. Berbeda dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bekerja bukanlah suatu hal yang baru di kalangan masyarakat. Berbeda dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melihat perkembangan era modern ini, pemandangan wanita bekerja bukanlah suatu hal yang baru di kalangan masyarakat. Berbeda dari budaya Timur yang pada umumnya peran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.A. Komitmen Organisasi II.A.1. Definisi Komitmen Organisasi Streers dan Porter (1991) mengemukakan bahwa komitmen merupakan suatu keadaan individu dimana individu menjadi sangat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wanita Karir Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu rumah tangga sebenarnya adalah seorang wanita karir. Namun wanita karir adalah wanita yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertindak sebagai penopang ekonomi keluarga terpaksa menganggur. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. bertindak sebagai penopang ekonomi keluarga terpaksa menganggur. Oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, jumlah pengangguran meningkat sehingga berimbas pada peningkatan jumlah penduduk miskin. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masa depan keluarga menjadi fenomena yang sudah lazim terjadi pada era

BAB 1 PENDAHULUAN. masa depan keluarga menjadi fenomena yang sudah lazim terjadi pada era 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Suami istri yang bersama-sama mencari nafkah (bekerja) untuk masa depan keluarga menjadi fenomena yang sudah lazim terjadi pada era globalisasi ini. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. (2003), work-family conflict (WFC) merupakan suatu bentuk konflik peran

BAB II LANDASAN TEORI. (2003), work-family conflict (WFC) merupakan suatu bentuk konflik peran 14 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Work-Family Conflict (WFC) Work-family conflict (WFC) memiliki beberapa definisi. Menurut Triaryati (2003), work-family conflict (WFC) merupakan suatu bentuk konflik peran

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh konflik pekerjaan..., Sekar Adelina Rara, FPsi UI, 2009

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh konflik pekerjaan..., Sekar Adelina Rara, FPsi UI, 2009 1 1. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Manajer merupakan seseorang yang berusaha menggapai tujuan organisasi atau perusahaan dengan mengatur orang lain agar bersedia melakukan tugas yang diperlukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keduanya merupakan peran bagi pria, sementara bagi wanita akan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. keduanya merupakan peran bagi pria, sementara bagi wanita akan menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan pekerjaan dan keluarga menjadi bagian yang akan dilalui oleh setiap individu dalam hidupnya. Memilih keduanya atau menjalani salah satu saja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan jaman, saat ini banyak wanita yang mengenyam

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan jaman, saat ini banyak wanita yang mengenyam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan jaman, saat ini banyak wanita yang mengenyam pendidikan tinggi. Dengan demikian, lebih banyak wanita/istri yang bekerja di luar rumah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, lingkup penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, lingkup penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB I PENDAHULUAN Pada Bab I ini akan dijelaskan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, lingkup penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. area, seperti di area pekerjaan dan keluarga. Demikian juga dengan para pegawai

BAB I PENDAHULUAN. area, seperti di area pekerjaan dan keluarga. Demikian juga dengan para pegawai BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Setiap individu memiliki peran dalam menjalani kehidupan di berbagai area, seperti di area pekerjaan dan keluarga. Demikian juga dengan para pegawai PT. X

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan dalam mengelola urusan keluarga. Sedangkan dalam rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. berperan dalam mengelola urusan keluarga. Sedangkan dalam rumah tangga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era modern ini, terjadi pergeseran dari rumah tangga tradisional ke rumah tangga modern. Dalam rumah tangga tradisional terdapat pembagian tugas yang jelas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan akan sumber daya yang berkualitas. Setiap perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan akan sumber daya yang berkualitas. Setiap perusahaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Semakin berkembangnya zaman, persaingan untuk mendapatkan pekerjaan semakin ketat. Angkatan kerja dituntut untuk kompeten dan memiliki keterampilan yang mumpuni

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA Definisi Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) Sutanto dan Gunawan (2013) mengemukakan bahwa turnover intention

BAB II KAJIAN PUSTAKA Definisi Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) Sutanto dan Gunawan (2013) mengemukakan bahwa turnover intention BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) 1.1.1 Definisi Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) Sutanto dan Gunawan (2013) mengemukakan bahwa turnover intention adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan-perusahaan ritel sedang berkembang dengan maraknya belakangan ini. Retailer atau yang disebut dengan pengecer adalah pedagang yang kegiatan pokoknya melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengertian antara suami dan istri, sikap saling percaya-mempercayai dan sikap saling

BAB I PENDAHULUAN. pengertian antara suami dan istri, sikap saling percaya-mempercayai dan sikap saling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan salah satu kebutuhan manusia dalam hidupnya. Dalam perkawinan diperlukan kematangan emosi, pikiran, sikap toleran, sikap saling pengertian

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 62 BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian untuk menjawab masalah penelitian dan temuan-temuan yang diperoleh dari penelitian. Disamping itu, akan dibahas pula

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Pada bab 5 ini, akan dijelaskan mengenai kesimpulan dan diskusi dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Kemudian, saran-saran juga akan dikemukakan untuk perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wanita yang ikut dalam aktifitas bekerja. Wanita sudah mempunyai hak dan

BAB I PENDAHULUAN. wanita yang ikut dalam aktifitas bekerja. Wanita sudah mempunyai hak dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada jaman sekarang kebutuhan hidup individu semakin meningkat. Bekerja menjadi hal yang penting untuk memenuhi kebutuhan individu. Aktifitas bekerja banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wanita dari masyarakat dan pengusaha pun semakin tinggi. Di Amerika Serikat,

BAB I PENDAHULUAN. wanita dari masyarakat dan pengusaha pun semakin tinggi. Di Amerika Serikat, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini sudah banyak wanita yang bekerja sesuai dengan bidangnya masing-masing dan di berbagai macam perusahaan. Permintaan untuk karyawan wanita dari masyarakat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. & Beutell (1985) mendefinisikan work-family conflict sebagai suatu bentuk

BAB II LANDASAN TEORITIS. & Beutell (1985) mendefinisikan work-family conflict sebagai suatu bentuk BAB II LANDASAN TEORITIS A. Work-family conflict 1. Definisi work-family conflict Work-family conflict didefinisikan oleh Kahn, dkk (1964) (dalam Ahmad, 2008) sebagai suatu bentuk konflik antar peran tekanan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Yang et al (2000) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga (work family

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Yang et al (2000) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga (work family 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Perubahan demografi tenaga kerja terhadap peningkatan jumlah wanita bekerja dan pasangan yang keduanya bekerja, telah mendorong

Lebih terperinci

6. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

6. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 56 6. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Bab ini berisikan kesimpulan hasil penelitian, diskusi mengenai hasil penelitian, dan saran bagi penelitian di masa mendatang. 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kerja atau Sumber Daya Manusia merupakan sumber daya yang penting di dalam sebuah perusahaan atau organisasi, sehingga masalah sumber daya manusia menjadi hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan berdasarkan jenis kelamin yang sangat luas di semua Negara (Anker,

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan berdasarkan jenis kelamin yang sangat luas di semua Negara (Anker, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dari masa ke masa, perbedaan waktu dan tempat mengelompokan pekerjaan berdasarkan jenis kelamin yang sangat luas di semua Negara (Anker, 1998). Di Eropa, fokus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya saing dalam dunia usaha. Hal ini merupakan suatu proses kegiatan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. daya saing dalam dunia usaha. Hal ini merupakan suatu proses kegiatan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ekonomi abad ke dua puluh satu, ditandai dengan globalisasi ekonomi yang sudah pasti dihadapi oleh bangsa Indonesia serta menuntut adanya efisiensi dan daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pekerjaan dan keluarga adalah dua area dimana manusia menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pekerjaan dan keluarga adalah dua area dimana manusia menggunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pekerjaan dan keluarga adalah dua area dimana manusia menggunakan sebagian besar waktunya. Meskipun berbeda, pekerjaan dan keluarga saling interdependent satu

Lebih terperinci

BAB2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB2 TINJAUAN PUSTAKA BAB2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Work-Family Conflict 2.1.1 Definisi Triaryati (2003) yang mengutip dari Frone, Rusell & Cooper (2000), mendefinisikan work-family conflict sebagai bentuk konflik peran dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Sementara itu pada saat ini banyak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Sementara itu pada saat ini banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia dapat dikatakan sebagai salah satu negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Sementara itu pada saat ini banyak negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi di Indonesia yang semakin pesat membuat kebutuhan rumah tangga semakin meningkat. Kurangnya pendapatan yang dihasilkan suami sebagai kepala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan dan keluarga dibagi oleh gender, dimana pria bertanggung jawab atas

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan dan keluarga dibagi oleh gender, dimana pria bertanggung jawab atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Beberapa abad yang lalu di sebagian besar masyarakat, tanggung jawab pekerjaan dan keluarga dibagi oleh gender, dimana pria bertanggung jawab atas urusan-urusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan-perubahan yang terjadi di kedua domain (pekerjaan personal).

BAB I PENDAHULUAN. perubahan-perubahan yang terjadi di kedua domain (pekerjaan personal). 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia kerja merupakan dunia yang penuh dinamika dan mengalami perubahan secara terus menerus dari waktu ke waktu, begitu pula dengan kehidupan personal orang-orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memberikan pengetahuan kepada anak didik (Maksum, 2016). pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memberikan pengetahuan kepada anak didik (Maksum, 2016). pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Guru Guru merupakan salah satu profesi yang berkaitan dengan pelaksanaan aktivitas pada bidang pendidikan. Guru adalah pendidik yang berada di lingkungan sekolah. Dalam pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dewasa (Frone et al,1992). Dalam beberapa dekade ini perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dewasa (Frone et al,1992). Dalam beberapa dekade ini perkembangan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan salah satu hal yang sangat penting bagi sebagian orang dewasa (Frone et al,1992). Dalam beberapa dekade ini perkembangan dan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia pasti memiliki kebutuhan-kebutuhan pokok untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia pasti memiliki kebutuhan-kebutuhan pokok untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti memiliki kebutuhan-kebutuhan pokok untuk keberlangsungan hidupnya. Kebutuhan pokok manusia terdiri dari pangan, sandang, papan, pelayanan kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menemukan makna hidupnya. Sedangkan berkeluarga adalah ikatan perkawinan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam menemukan makna hidupnya. Sedangkan berkeluarga adalah ikatan perkawinan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bekerja dan berkeluarga menjadi bagian yang akan dilalui oleh setiap individu dalam hidupnya. Bekerja adalah salah satu sarana atau jalan yang dapat dipergunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan permintaan pasar. Apabila permintaan pasar mengalami

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan permintaan pasar. Apabila permintaan pasar mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan dari perusahaan adalah menghasilkan produk atau jasa yang sesuai dengan permintaan pasar. Apabila permintaan pasar mengalami peningkatan maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kehidupan masyarakatnya dan menyebabkan kebutuhan hidup

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kehidupan masyarakatnya dan menyebabkan kebutuhan hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman modern ini kondisi ekonomi diberbagai negara terasa sangat mempengaruhi kehidupan masyarakatnya dan menyebabkan kebutuhan hidup yang terus meningkat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini Kota Bandung telah menjadi salah satu dari sekian banyak kota di

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini Kota Bandung telah menjadi salah satu dari sekian banyak kota di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini Kota Bandung telah menjadi salah satu dari sekian banyak kota di Indonesia yang menjadi tujuan wisata. Sejak tahun 2005, kegiatan usaha di bidang perdagangan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA GURU WANITA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEBONARUM KLATEN

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA GURU WANITA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEBONARUM KLATEN HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA GURU WANITA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEBONARUM KLATEN SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat sarjana S1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Disamping itu pula, pekerjaan semakin sulit untuk didapatkan.

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Disamping itu pula, pekerjaan semakin sulit untuk didapatkan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pekerjaan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat penting bagi masyarakat. Bekerja merupakan suatu tuntutan yang mendasar, baik dalam rangka memperoleh imbalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan era globalisasi saat ini semakin mendorong wanita untuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan era globalisasi saat ini semakin mendorong wanita untuk memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan era globalisasi saat ini semakin mendorong wanita untuk memiliki peran dalam dunia kerja. Wanita mulai mengecap pendidikan yang tinggi dan tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja (Variabel Y) 1. Definis Stress Kerja Lazarus dan Launier (1978) stres adalah situasi yang terjadi akibat tuntutan lingkungan melebihi kemampuan yang dimiliki oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta tanggung jawab sosial untuk pasangan (Seccombe & Warner, 2004). Pada

BAB I PENDAHULUAN. serta tanggung jawab sosial untuk pasangan (Seccombe & Warner, 2004). Pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah suatu hubungan yang sah dan diketahui secara sosial antara seorang pria dan seorang wanita yang meliputi seksual, ekonomi dan hak serta tanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan keprihatinan tentang kesejahteraan psikologis perempuan dan

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan keprihatinan tentang kesejahteraan psikologis perempuan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Partisipasi perempuan dalam angkatan kerja meningkat di seluruh dunia. Kecenderungan ini mengakibatkan transformasi dalam peran gender tradisional dan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah tenaga kerja hampir terjadi di seluruh kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah tenaga kerja hampir terjadi di seluruh kota kota besar di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan jumlah tenaga kerja hampir terjadi di seluruh kota kota besar di Indonesia, salah satunya adalah kota Bandung. Hal tersebut dikarenakan banyaknya

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN SIKAP TERHADAP KARAKTERISTIK PEKERJAAN DENGAN KETAKUTAN AKAN SUKSES PADA WANITA KARIR SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN SIKAP TERHADAP KARAKTERISTIK PEKERJAAN DENGAN KETAKUTAN AKAN SUKSES PADA WANITA KARIR SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN SIKAP TERHADAP KARAKTERISTIK PEKERJAAN DENGAN KETAKUTAN AKAN SUKSES PADA WANITA KARIR SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat Mencapai gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Work-Family Conflict (WFC) adalah salah satu dari bentuk interrole

BAB II LANDASAN TEORI. Work-Family Conflict (WFC) adalah salah satu dari bentuk interrole BAB II LANDASAN TEORI A. Work-Family Conflict 1. Definisi Work-Family Conflict Work-Family Conflict (WFC) adalah salah satu dari bentuk interrole conflict yaitu tekanan atau ketidakseimbangan peran antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keterbukaan ekonomi dan politik, perubahan nilai-nilai di dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Keterbukaan ekonomi dan politik, perubahan nilai-nilai di dalam masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keterbukaan ekonomi dan politik, perubahan nilai-nilai di dalam masyarakat membuat perubahan yang dramatis di pasar kerja dan keluarga. Secara tradisional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sama lain. Lingkungan dari keluarga dan kerja seringkali disimpulkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. sama lain. Lingkungan dari keluarga dan kerja seringkali disimpulkan sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Perubahan bertahap di tempat kerja dan pada tingkah laku karyawan membuat penelitian tentang hubungan antara kerja dan keluarga menjadi semakin penting. Jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga adalah unit sosial terkecil di masyarakat. Peran keluarga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga adalah unit sosial terkecil di masyarakat. Peran keluarga menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Keluarga adalah unit sosial terkecil di masyarakat. Peran keluarga menjadi penting untuk dasar sosialisasi dari banyak hal yang harus dibekalkan pada anakanak

Lebih terperinci

Bab 2. Literature Review

Bab 2. Literature Review Bab 2 Literature Review 2.1 Work Life Balance Work-life balance merupakan pemenuhan dan pencapaian alokasi waktu yang seimbang antara tanggungjawab terhadap pekerjaan dan keluarga (Yuile et al., 2012).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manajemen bila ditinjau sebagai suatu proses merupakan suatu rangkaian tahap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manajemen bila ditinjau sebagai suatu proses merupakan suatu rangkaian tahap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manajemen bila ditinjau sebagai suatu proses merupakan suatu rangkaian tahap kegiatan yang diarahkan pada pencapaian tujuan dengan memanfaatkan semaksimal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tenaga kerja hampir terjadi di seluruh kota kota besar di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tenaga kerja hampir terjadi di seluruh kota kota besar di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dewasa ini, laju peningkatan tenaga kerja di Indonesia sangat pesat. Peningkatan tenaga kerja hampir terjadi di seluruh kota kota besar di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tuntutan perkembangan eksternal organisasi (Rochmanadji, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. dengan tuntutan perkembangan eksternal organisasi (Rochmanadji, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi menuntut setiap organisasi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, berkembang serta bersaing bebas dengan unsur lain dalam dan luar lingkungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Area dari keluarga dan kerja seringkali disimpulkan sebagai suatu area

BAB II LANDASAN TEORI. Area dari keluarga dan kerja seringkali disimpulkan sebagai suatu area 11 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Konflik Kerja-Keluarga Area dari keluarga dan kerja seringkali disimpulkan sebagai suatu area paling penting bagi seseorang (Rane dan McBride 2000 seperti Wadsworth dan Owens,

Lebih terperinci

2016 WORK FAMILY CONFLICT - KONFLIK PERAN GANDA PADA PRAMUDI BIS WANITA

2016 WORK FAMILY CONFLICT - KONFLIK PERAN GANDA PADA PRAMUDI BIS WANITA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bekerja bagi manusia sudah menjadi suatu kebutuhan, baik bagi pria maupun bagi wanita. Bekerja mengandung arti melaksanakan suatu tugas yang diakhiri dengan buah karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan wanita dalam dunia bisnis saat ini menunjukkan fenomena

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan wanita dalam dunia bisnis saat ini menunjukkan fenomena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan wanita dalam dunia bisnis saat ini menunjukkan fenomena yang tidak kalah menarik. Pertama, angkatan kerja saat ini lebih didominasi oleh wanita Dessler (Chiu,

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. langsung akan berdampak pada adanya perubahan-perubahan di berbagai aspek

BAB I. Pendahuluan. langsung akan berdampak pada adanya perubahan-perubahan di berbagai aspek BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Dalam beberapa dekade ini perkembangan dan pertumbuhan ekonomi terjadi dengan sangat pesat. Berbagai permasalahan dalam bisnis dan ekonomi secara langsung akan berdampak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian (personility),

BAB II LANDASAN TEORI. Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian (personility), BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Locus Of Control 2.1.1. Pengertian Locus Of Control Konsep tentang Locus of control (pusat kendali) pertama kali dikemukakan oleh Rotter (1966), seorang ahli teori pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang menarik di banyak negara, termasuk negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang menarik di banyak negara, termasuk negara-negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan partisipasi wanita yang memilih bekerja telah menjadi fenomena yang menarik di banyak negara, termasuk negara-negara berkembang salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Menurut World Health Organization,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Menurut World Health Organization, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan salah satu organisasi yang bergerak di bidang kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Menurut World Health Organization, rumah sakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kaum perempuan di sektor publik. Tampak tidak ada sektor publik yang belum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kaum perempuan di sektor publik. Tampak tidak ada sektor publik yang belum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di era globalisasi sekarang ini menimbulkan berbagai macam perubahan, salah satu dari perubahan tersebut ditandai dengan meningkatnya peran kaum

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN INTERPRETASI

BAB 4 HASIL DAN INTERPRETASI 48 BAB 4 HASIL DAN INTERPRETASI 4.1 Gambaran Partisipan penelitian berdasarkan data partisipan Dalam bab 4 ini akan dipaparkan gambaran demografis partisipan, gambaran tingkat konflik kerja-keluarga dan

Lebih terperinci

BAB V FAKTOR PEMICU KONFLIK PEKERJAAN-KELUARGA

BAB V FAKTOR PEMICU KONFLIK PEKERJAAN-KELUARGA BAB V FAKTOR PEMICU KONFLIK PEKERJAAN-KELUARGA 5.1 Pendahuluan Fenomena konflik pekerjaan keluarga atau work-family conflict ini juga semakin menarik untuk diteliti mengingat banyaknya dampak negatif yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hidup di tempat kerja, pekerjaan dan keluarga, pekerjaan dan pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Hidup di tempat kerja, pekerjaan dan keluarga, pekerjaan dan pemenuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan tujuan utama seseorang dalam meraih aktualisasi diri terhadap potensi yang dimiliki. Dalam perjalanan kerja, sebagian besar orang mulai merasakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN. motif perilaku seseorang (Gibson et al., 1994). Teori atribusi mengacu pada

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN. motif perilaku seseorang (Gibson et al., 1994). Teori atribusi mengacu pada BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Atribusi (Attribution Theory) Teori atribusi menjelaskan proses bagaimana menentukan penyebab atau motif perilaku seseorang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. pada individu akibat menanggung peran ganda, baik dalam pekerjaan (work)

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. pada individu akibat menanggung peran ganda, baik dalam pekerjaan (work) BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Work-Family Conflict Konflik kerja-keluarga (work-family conflict) adalah konflik yang terjadi pada individu akibat menanggung peran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Komitmen organisasional menurut Rivai (2006:67) dapat diartikan sebagai identifikasi,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Komitmen organisasional menurut Rivai (2006:67) dapat diartikan sebagai identifikasi, BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Komitmen Organisasional Komitmen organisasional menurut Rivai (2006:67) dapat diartikan sebagai identifikasi, loyalitas, dan keterlibatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dijabarkan teori-teori yang menjadi kerangka berpikir

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dijabarkan teori-teori yang menjadi kerangka berpikir 9 BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijabarkan teori-teori yang menjadi kerangka berpikir dalam melaksanakan penelitian ini. Sejumlah teori yang dipakai adalah teori yang berkaitan dengan kepuasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman yang semakin maju menuntut masyarakat untuk semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah satu tujuan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau organisasi. Menurut Robbins (2008) perusahaan atau organisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. atau organisasi. Menurut Robbins (2008) perusahaan atau organisasi ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia kerja merupakan dunia tempat sekumpulan individu melakukan suatu aktivitas kerja, yang mana aktivitas tersebut terdapat di dalam perusahaan atau organisasi.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori motivasi Vroom (1964) tentang cognitive of motivation menjelaskan mengapa

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori motivasi Vroom (1964) tentang cognitive of motivation menjelaskan mengapa BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori motivasi Vroom (1964) Teori motivasi Vroom (1964) tentang cognitive of motivation menjelaskan mengapa seseorang tidak akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam detikfinance (2 februari 2008), partisipasi wanita Indonesia di dunia kerja

BAB I PENDAHULUAN. Dalam detikfinance (2 februari 2008), partisipasi wanita Indonesia di dunia kerja BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Seiring dengan perkembangan dunia pekerjaan yang semakin maju dan kesempatan mengenyam pendidikan yang tinggi, membuat pria dan wanita mempunyai kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan buah karya yang dapat dinikmati oleh manusia yang bersangkutan

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan buah karya yang dapat dinikmati oleh manusia yang bersangkutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bekerja bagi manusia sudah menjadi suatu kebutuhan, baik bagi pria maupun bagi wanita. Bekerja mengandung arti melaksanakan suatu tugas yang diakhiri dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dalam bidang kedokteran membuat rumah sakit dari pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dalam bidang kedokteran membuat rumah sakit dari pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan dalam bidang kedokteran membuat rumah sakit dari pemerintah maupun swasta saling bersaing, dengan persaingan yang berfokus pada kepuasan konsumen dituntut

Lebih terperinci

2016 HUBUNGAN ANTARA WORK-FAMILY CONFLICT DENGAN KEPUASAN HIDUP PADA PERAWAT PEREMPUAN BAGIAN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM (RSU) A KOTA CIMAHI

2016 HUBUNGAN ANTARA WORK-FAMILY CONFLICT DENGAN KEPUASAN HIDUP PADA PERAWAT PEREMPUAN BAGIAN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM (RSU) A KOTA CIMAHI BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari skripsi yang akan membahas beberapa hal terkait penelitian, termasuk latar belakang, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep tentang Locus of control (pusat kendali) pertama kali

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep tentang Locus of control (pusat kendali) pertama kali BAB II LANDASAN TEORI A. Internal Locus Of Control 1. Definisi Internal Locus of Control Locus of control adalah tingkat di mana individu yakin bahwa mereka adalah penentu nasib mereka sendiri (Robbins

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap individu mampu menjalankan segala aktivitas kehidupan dengan baik. Kesehatan juga

BAB I PENDAHULUAN. setiap individu mampu menjalankan segala aktivitas kehidupan dengan baik. Kesehatan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah faktor utama dalam kehidupan karena dengan tubuh yang sehat setiap individu mampu menjalankan segala aktivitas kehidupan dengan baik. Kesehatan

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Jumlah wanita yang bekerja dari tahun ke tahun semakin meningkat. Semakin banyaknya karyawan wanita yang bekerja ditunjukkan oleh adanya kenaikan hampir dua kali lipat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu yang belajar di Perguruan Tinggi. Setelah menyelesaikan studinya di

BAB I PENDAHULUAN. individu yang belajar di Perguruan Tinggi. Setelah menyelesaikan studinya di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahasiswa merupakan individu yang memiliki ijazah Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat yang melanjutkan pendidikan ke sebuah perguruan tinggi. Menurut Kamus Besar

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK DARI WORK FAMILY CONFLICT. bekerja. Dampak dari masalah work family conflict yang berasa dari faktor

BAB VI DAMPAK DARI WORK FAMILY CONFLICT. bekerja. Dampak dari masalah work family conflict yang berasa dari faktor BAB VI DAMPAK DARI WORK FAMILY CONFLICT 6.1 Pendahuluan Fenomena work-family conflict ini juga semakin menarik untuk diteliti mengingat banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan, baik terhadap wanita dan

Lebih terperinci

BAB 1 PE DAHULUA 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PE DAHULUA 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PE DAHULUA 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan, konflik pastinya akan selalu ada baik di sebuah negara, masyarakat ataupun lingkup yang paling kecil yaitu keluarga. Di mulai dari masalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Persepsi Terhadap Pengembangan Karir 1. Definisi Persepsi Pengembangan Karir Sunarto (2003) mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses dimana individu mengorganisasikan dan menafsirkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan sebuah upaya multi dimensional untuk mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus disertai peningkatan harkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada saat ini tidak hanya suami saja yang harus bekerja untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada saat ini tidak hanya suami saja yang harus bekerja untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada saat ini tidak hanya suami saja yang harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, tetapi banyak istri yang bekerja juga. Wanita yang pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Menurut Achour (2011) kesejahteraan pada karyawan adalah seseorang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Menurut Achour (2011) kesejahteraan pada karyawan adalah seseorang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis Menurut Achour (2011) kesejahteraan pada karyawan adalah seseorang yang memiliki semangat kerja, dedikasi, disiplin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup senantiasa barada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan berakhir ketika individu memasuki masa dewasa awal, tetapi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. organisasi di antara para ahli dan peneliti (Karim dan Noor, 2006). Sehingga

BAB II LANDASAN TEORI. organisasi di antara para ahli dan peneliti (Karim dan Noor, 2006). Sehingga BAB II LANDASAN TEORI II. A. Komitmen Organisasi Secara teoritis terdapat perbedaan dalam mendefinisikan konsep komitmen organisasi di antara para ahli dan peneliti (Karim dan Noor, 2006). Sehingga berkembang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Konflik peran ganda Konflik peran ganda merupakan salah satu konflik yang paling banyak terjadi saat ini pada perempuan yang telah berkeluarga. Konflik peran

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah 1. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Jumlah perempuan yang berada dalam dunia kerja (bekerja maupun sedang secara aktif mencari pekerjaan) telah meningkat secara drastis selama abad ke-20. Khususnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, baik pria maupun wanita berusaha untuk mendapatkan pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, baik pria maupun wanita berusaha untuk mendapatkan pekerjaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini, baik pria maupun wanita berusaha untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan bekerja sebaik mungkin demi memenuhi kebutuhan hidup yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peran sosial dimana dapat bekerja sesuai dengan bakat, kemampuan dan. antara tugasnya sebagai istri, ibu rumah tangga.

BAB I PENDAHULUAN. peran sosial dimana dapat bekerja sesuai dengan bakat, kemampuan dan. antara tugasnya sebagai istri, ibu rumah tangga. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkembangan zaman telah membawa perubahan terhadap peran wanita dari peran tradisional yang hanya melahirkan anak dan mengurus rumah tangga, menjadi peran

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat beberapa point penting

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat beberapa point penting BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Simpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat beberapa point penting yang dapat dijadikan kesimpulan, yaitu: 1. Dari data yang didapatkan mengenai konflik

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar belakang

1 PENDAHULUAN Latar belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar belakang Organisasi menghadapi persaingan yang amat ketat dan kompetitif saat ini. Globalisasi, perkembangan komunikasi dan teknologi informasi yang terjadi cepat selama 20 tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organizational Citizenship Behavior 2.1.1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational citizenship behavior

Lebih terperinci

BAB II TELAAH LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Path-goal theory menjelaskan dampak gaya kepemimpinan pada motivasi

BAB II TELAAH LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Path-goal theory menjelaskan dampak gaya kepemimpinan pada motivasi BAB II TELAAH LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Pengertian Path Goal Theory Path-goal theory menjelaskan dampak gaya kepemimpinan pada motivasi bawahan, kepuasan dan kinerjanya (Luthans, 2006) dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. (Suartana, 2010). Menurut Luthans, 2006 (dalam Harini et al., 2010), teori ini

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. (Suartana, 2010). Menurut Luthans, 2006 (dalam Harini et al., 2010), teori ini BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Atribusi Teori atribusi mempelajari proses bagaimana seseorang menginterpretasikan suatu peristiwa, alasan atau sebab perilakunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga dan anak-anaknya saja, kini mempunyai peran kedua yaitu

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga dan anak-anaknya saja, kini mempunyai peran kedua yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaaan ekonomi yang kurang baik membuat setiap keluarga di Indonesia harus membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidup seharihari. Pada saat ini tidak hanya suami

Lebih terperinci