BAB I PENDAHULUAN I.1.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN I.1."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permintaan energi termasuk energi listrik di Indonesia cenderung meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Berdasarkan data statistik dari PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN), sejak tahun 2008 permintaan akan energi listrik terus meningkat dengan rata-rata 7,5% dari tahun ke tahun. Dalam rangka memenuhi permintaan listrik di berbagai daerah maka diperlukan pembangunan jaringan listrik mulai dari pembangunan Gardu Induk (GI) sebagai sumber tenaga listrik maupun saluran transmisi sebagai media distribusi listrik. Salah satu program yang akan dilaksanakan PT.PLN adalah rencana pembangunan Gardu Induk di Ketahun beserta jaringan transmisinya sebesar 70 kv mulai dari Gardu Induk Ketahun sampai Giri Mulya Kabupaten Bengkulu Utara. Rencana pembangunan program ini tentunya membutuhkan informasi perkiraan biaya. Perkiraan biaya ini dapat dilakukan salah satunya melalui optimasi berdasarkan informasi-informasi yang terkait seperti panjang jalur, jumlah menara, tipe menara, panjang penghantar dan harga perkiraan besarnya pembangunan menara dan penghantar. Penelitian ini menitikberatkan optimasi biaya pembangunan saluran transmisi berupa Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 70 kv Gardu Induk Ketahun hingga Giri Mulya. Salah satu metode optimasi yang menarik untuk diterapkan dalam penentuan perkiraan biaya untuk pembangunan jalur transmisi ini yaitu metode programma linear. Menurut Martin (1969), pada metode programma linear nilai dari suatu fungsi dapat dimaksimumkan maupun diminimumkan. Proses memaksimumkan maupun meminimumkan fungsi ini didasarkan pada kendala yang secara fungsional diwujudkan dalam persamaan syarat batas. Adapun nilai minimum maupun maksimum secara fungsional diwujudkan dalam persamaan fungsi tujuan. Hannuksela (2011) melakukan penelitian mengenai estimasi perhitungan biaya untuk pembangunan saluran transmisi seperti pengadaan material, komponen transmisi, dan lainnya.. Namun pada penelitian tersebut kondisi topografi tidak 1

2 2 menjadi parameter dalam perhitungan biaya. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui estimasi total biaya yang dibutuhkan pada pengadaan jalur transmisi berdasarkan kondisi topografi menggunakan programma linear. Penelitian ini menggunakan kedua persamaan pada programma linear dengan fungsi tujuan dibuat minimum karena besarnya biaya untuk pembangunan jalur transmisi ini diharapkan seminimal mungkin, sedangkan syarat batas yang digunakan dalam optimasi berupa jarak antar menara sebagai konstanta pengali dan jumlah menara sebagai variabelnya serta total jarak pada setiap kelas kelerengan sebagai nilai persamaan syarat batas. Semua persamaan optimasi ini diselesaikan dengan Metode Simplex. I.2. Rumusan Masalah Terdapat 2 rumusan masalah yang disampaikan dalam penelitian ini yaitu : 1. Bagaimana mendapatkan jumlah menara dan jumlah panjang penghantar dengan menyusun model optimasi untuk memperkirakan besarnya biaya yang dibutuhkan pada pembangunan jalur tansmisi SUTT 70 kv Ketahun - Giri Mulya berdasarkan kondisi topografi menggunakan metode programma linear. 2. Bagaimana menyelesaikan model optimasi yang telah disusun ini dengan menggunakan programma linear yang diselesaikan dengan metode simplex. I.3. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk melakukan optimasi jumlah menara transmisi, panjang penghantar transmisi, dan total biaya untuk pengadaan transmisi SUTT 70 kv dengan menggunakan programma linear berbasiskan kondisi kelerengan topografi di sepanjang jalur transmisi SUTT 70 kv dari kecamatan Ketahun hingga kecamatan Giri Mulya Propinsi Bengkulu. I.4. Manfaat Penelitian ini diharapkan mempunyai beberapa manfaat untuk peneliti maupun praktisi. Manfaat penelitian ini untuk peneliti diharapkan dapat digunakan sebagai referensi apabila akan dilakukan penelitian yang serupa dan juga dapat dijadikan

3 3 sebagai salah satu proses pembelajaran dalam penggunaan metode programma linear. Sedangkan manfaat penelitian ini untuk praktisi diharapkan dapat digunakan untuk pertimbangan dan pengambilan keputusan dalam pembangunan jalur transmisi SUTT 70 kv. I.5. Batasan Masalah Batasan-batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1. Pemodelan untuk penentuan jumlah menara, panjang penghantar, dan total biaya pembangunan jalur tranmisi didasarkan pada data kelerengan sepanjang jalur transmisi. 2. Data kelerengan sepanjang jalur transmisi diturunkan berdasarkan peta situasi sepanjang jalur tranmisi. 3. Data harga tiap tipe menara dan penghantar diasumsikan berdasarkan studi pustaka Hannuksela (2011) untuk penentuan total biaya pembangunan jalur transmisi. 4. Penentuan kelas-kelas kelerengan jalur transmisi yang akan digunakan sebagai dasar pemodelan dibuat dengan mengacu kelas-kelas kelerengan pada USSSM. 5. Model optimasi diselesaikan dengan menggunakan metode simplex. 6. Aspek pembiayaan yang dioptimasi hanya meliputi pembiayaan pengadaan pembangunan jalur transmisi berupa pengadaan menara dan penghantar sedangkan aspek biaya pemetaan tidak dilibatkan, hanya digunakan sebagai data. I.6. Tinjauan Pustaka Penelitian yang telah dilakukan oleh Heckman (2006) mengenai optimasi yang menggunakan metode simplex menyimpulkan bahwa metode tersebut dapat digunakan untuk mencari nilai yang optimal dalam suatu persamaan yang linier. Penelitian tersebut senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Kaviari (2002). Penelitian yang dilakukan oleh Kaviari (2002) terkait penggunaan metode simplex untuk optimasi. Pada penelitian tersebut, Kaviari menyimpulkan bahwa metode programma linier yaitu metode simplex memberikan kemudahan untuk mencari

4 4 bobot pengukuran optimal pada persoalan optimasi desain orde dua yang memenuhi syarat biaya minimal dan syarat ketelitian. Sementara Szabo dan Kovacs (2008) menyimpulkan bahwa metode simplex membutuhkan 2n 3n iterasi dengan n adalah jumlah variabel. Adapun penelitian yang telah dilakukan Lumantono dkk. (2012) mengenai jalur transmisi SUTT 150 kv di sekitar Kabupaten Gresik dan Kota Surabaya, menjelaskan bahwa keadaan kondisi permukaan tanah yang tidak rata akan menyebabkan tiang menara mempunyai perbedaan tinggi antara satu dengan yang lainnya. Pada kondisi seperti ini perhitungan lendutan diklasifikasikan menjadi dua jenis berdasarkan kondisi menara penyangga pada saluran penghantar, yaitu menara yang tingginya sama dan menara yang tingginya berbeda. Salah satu hasil dari penelitian ini yaitu perhitungan lendutan transmisi SUTT 150 kv untuk dua menara yang sama tinggi sebesar 1,4 m 6,683 m dan untuk dua menara yang berbeda tinggi (h = 1m) antara 0,9 m 6,2 m. Migiantoro (2002) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa semakin panjang jarak span diantara dua menara, maka semakin tinggi nilai lendutan yang terjadi. Pada menara ke-30 yang merupakan span dengan jarak terpanjang (482.1 m), nilai lendutan mencapai nilai maksimum yaitu m untuk konduktor Alluminium Concuctor Steel Reinforced (ACSR). Penentuan jumlah menara berdasarkan panjang jalur transmisi pernah dilakukan oleh Kusnadi (2008) dalam penelitiannya mengenai sistem pakar perencanaan jalur saluran transmisi dan dimensi pondasi. Kusnadi (2008) merancang bangun desain dan prototipe sistem pakar pada SUTT. Salah satu yang diperhitungkan dalam prototipe tersebut adalah jumlah menara yang didapatkan dari panjang jalur transmisi SUTT dibagi dengan jarak antar menara yang minimal menurut Standar Perusahaan Listrik Negara (SPLN) kemudian ditambahkan dengan satu konstanta. Standar Nasional Indonesia (SNI) mengenai Ruang bebas dan Jarak Bebas Minimum pada Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) mempunyai dasar penetapan jarak gawang dasar. Jarak gawang dasar atau jarak antar menara minimum yang diperbolehkan untuk SUTT 66 kv untuk menara baja adalah sebesar 300m.

5 5 Penelitian mengenai estimasi perhitungan biaya untuk pembangunan saluran transmisi pernah dilakukan oleh Hannuksela (2011). Penelitian tersebut bertujuan memodelkan biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan material, pengadaan komponen transmisi, dan pembangunan saluran transmisi tegangan tinggi. Perhitungan biaya tersebut mempertimbangkan perbedaan tipe menara, penghantar, kabel optis bawah tanah, dan komponen lain yang lebih kecil seperti insulator dan spacer. Penelitian yang dilakukan oleh Heckman (2006), Kaviari (2002), serta Szabo dan Kovacs (2008) berisi tentang penggunaan metode simplex untuk mencari nilai optimal dan proses perhitungan. Penelitian tersebut dapat digunakan sebagi acuan dalam proses perhitungan yang dilakukan, sedangkan penelitian lainnya yang ditinjau berisi tentang pengaruh beda tinggi dan jarak terhadap lendutan. Adapun penelitian yang dilakukan Hannuksela (2011) digunakan sebagai bahan pustaka dalam penentuan pengadaan biaya pada penelitian ini. Penelitian-penelitian tersebut digunakan sebagai rujukan dalam pertimbangan penentuan jarak antar menara, model optimasi, serta perhitungan biaya pengadaan menara dan penghantar. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah ditinjau ini maka dilakukan optimasi desain jalur transmisi SUTT berdasarkan pengaruh topografi dengan menggunakan metode simplex untuk mencari jumlah menara dan panjang penghantar yang optimal. I.7. Landasan Teori I.7.1. Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 70 kv Menurut SNI mengenai Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL) 2000, saluran transmisi adalah saluran listrik yang merupakan bagian dari suatu instalasi, biasanya terbatas pada konstruksi udara. Secara umum terdapat dua saluran transmisi yaitu saluran udara (overhead lines) dan saluran kabel tanah (underground cable). Saluran udara menyalurkan tenaga listrik melalui kawat-kawat yang dihubungkan antar menara atau tiang transmisi dengan perantara isolatorisolator, sedangkan saluran kabel tanah menyalurkan tenaga listrik melalui kabelkabel yang ditanam dibawah permukaan tanah. Saluran transmisi yang digunakan dalam penelitian ini adalah saluran udara.

6 6 Berdasarkan besar tegangan listrik yang disalurkan, saluran transmisi udara terbagi atas dua, yaitu: 1. Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT), mempunyai tegangan listrik di atas 35 kv sampai dengan 230 kv. 2. Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), mempunyai tegangan diatas 230 kv Saluran transmisi terdiri dari empat komponen utama yaitu menara transmisi, isolator gantung, kawat penghantar, dan kawat tanah. Keuntungan dari saluran udara adalah mudah dalam perbaikan dan relatif lebih murah dalam pembangunan saluran transmisi, namun kekurangan dari saluran udara adalah kondisi yang terpengaruh cuaca dan faktor alam disekitarnya. Penelitian ini merupakan pembangunan saluran transmisi untuk 70 kv sehingga saluran transmisi tersebut merupakan bagian dari SUTT. Menara transmisi merupakan struktur penopang saluran transmisi yang terbuat dari berbagai material seperti baja, kayu, dan beton dan bisa berupa menara atau tiang. Penggunaan material dalam pembuatan menara transmisi tergantung dari penggunaannya. Menara yang terbuat dari baja biasa digunakan untuk SUTET sedang tiang yang terbuat dari baja, beton, dan kayu umumnya digunakan di SUTT dibawah 70 kv. Penggunaan menara transmisi berbeda sesuai dengan fungsinya. Berikut adalah jenis menara transmisi sesuai dengan fungsinya : 1. Dead end tower, yaitu menara akhir yang dipasang dekat Gardu Induk (GI). 2. Section tower, yaitu menara penyekat antar sejumlah menara penyangga untuk memudahkan saat pembangunan (penarikan kawat) 3. Suspension tower, yaitu menara penyangga 4. Tension tower, yaitu menara penegang yang dipasang ketika jalur transmisi belok 5. Transposision tower, yaitu menara penegang yang digunakan sebagai tempat untuk melakukan perubahan posisi kawat 6. Gantry tower, menara berbentuk portal yang digunakan pada persilangan antara dua jalur transmisi

7 7 7. Combined tower, menara yang digunakan oleh dua buah jalur transmisi dengan tegangan yang berbeda Menara yang digunakan jika jalur transmisi lurus akan berbeda dengan menara yang digunakan jika jalur transmisi belok. Bahkan besar sudut belok suatu jalur mempunyai jenis menara yang berbeda pula. Jenis menara yang dimaksud tersaji dalam tabel dibawah ini : Tabel I.1. Jenis menara SUTT 70 kv (PLN, 2007) Jenis Menara Fungsi Sudut AA Menara Penyangga 0-3 BB Menara Penegang atau menara penyekat 3-20 CC Menara Penegang DD Menara Penegang EE Menara Penegang FF Menara Penegang >90 GG Menara Penegang untuk posisi kawat I.7.2. Penghantar SUTT 70 kv Penghantar merupakan salah satu dari komponen-komponen utama saluran transmisi. Untuk saluran transmisi udara, penghantar yang digunakan adalah kawat penghantar dengan jenis yang biasa digunakan adalah tembaga (Cu) atau aluminium (Al). Menurut Hutauruk (1985) kawat penghantar aluminium terdiri dari berbagai jenis sebagai berikut 1. AAC (All Aluminium Conductor) yaitu kawat penghantar yang sleuruhnya terbuat dari aluminium 2. AAAC (All Aluminium Alloy Conductor) yaitu kawat penghantar yang seluruhnya terbuat dari campuran aluminium 3. ACSR (Aluminium Conductor Steel Reinforced) yaitu kawat penghantar aluminium berinti kawat baja 4. ACAR (Aluminium Conductor Alloy Reinforced) yaitu kawat penghantar aluminium yang diperkuat dengan logam campuran

8 8 Tabel I.2. Penghantar ACSR (Hutauruk, 1985) Ukuran Nominal Konstruksi (Jumlah/Diameter dalam mm) Luas Penampang Terhitung (mm²) Kuat Tarik Minimum (kg) Diameter Luar (mm) Berat (kg/km) Tahanan Listrik (Ω/km) Aluminium Baja Aluminium Baja Aluminium Baja /4,0 7/3,1 326,8 52, ,3 9, , /2,8 7/2,8 332,5 43, ,2 8, , /3,7 7/3,7 322,5 72, ,9 11, , /3,5 7/3,5 288,6 67, ,5 10, , /2,6 7/2,6 286,7 37, ,4 7, , /3,5 7/2,72 250,1 40, ,16 8, , /3,2 7/3,2 241,3 56, ,4 9, , /3,2 7/2,49 209,1 34, ,27 7,47 847,0 0, /2,9 7/2,9 198,2 46, ,3 8,7 911,7 0, /2,9 7/ ,7 28, ,38 6,78 696,2 0, /2,6 7/2,6 159,3 37, ,2 7,8 732,8 0, /2,6 7/2,02 138,0 22, ,46 6,06 558,1 0, /2,3 7/2,3 124,7 29, ,1 6,0 573,7 0, /3,5 7/3,5 115,5 67, ,5 10,5 848,1 0, /2,3 7/1,79 108,0 17, ,57 5,37 437,0 0,269 Untuk SUTT, yang mempunyai jarak antar dua menara yang jauh (hingga ratusan meter), dibutuhkan kuat tarik yang lebih tinggi. Untuk itu biasanya digunakan kawat penghantar ACSR. Penghantar ACSR untuk penelitian pengadaan jalur transmisi SUTT 70 kv ini menggunakan penghantar ACSR dengan ukuran nominal 210 sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh PLN Pusenlis. I.7.3. Lendutan (sag) Penghantar yang direntangkan antara dua menara transmisi mempunyai bentuk lengkung tertentu (catenary curve) yang diakibatkan adanya pengaruh gravitasi dan dinyatakan dalam sebuah persamaan. Arismunandar dan Kuwahara (2004) menyebutkan ada dua persamaan untuk menghitung nilai lendutan. Lendutan untuk penghantar yang ditunjang oleh menara yang sama tinggi. Karena menara didirikan sama tinggi, maka nilai lendutan didapat berdasarkan rumus parabola

9 9 D =... (I-1) dengan: D : Lendutan (m) W : Berat konduktor per satuan panjang (kg/m) S : Jarak antar menara (m) T : Kuat tarik konduktor pada suhu 80 C (kg) Lendutan untuk penghantar yang ditunjang oleh menara yang beda tinggi. Menara yang tidak sama tinggi, lendutan yang miring dinyatakan dalam persamaan ( )... (I-2) dengan: D : Lendutan (m) D 0 H : Besar lendutan yang diakibatkan karena perbedaan ketinggian (m) : Beda tinggi antara dua menara (m) Panjang kabel yang didapat akibat pengaruh lendutan dapat ditulis dalam persamaan m... (I-3) Giancoli (2001) menuliskan bahwa sebagian besar zat memuai ketika dipanaskan dan menyusust ketika didinginkan. Besarnya pemuaian dan penyusutan tersebut bervariasi tergantung dari jenis material. Perbedaan panjang yang diakibatkan karena pemuaian ditulis dalam sebuah persamaan... (I-4) dengan keterangan ΔL : Perubahan panjang α : Konstanta pembanding atau koefisien muai panjang L 0 ΔT : Panjang awal : Perubahan suhu Adapun panjang akhir yang didapat setelah terjadi pemuaian ditulis dalam persamaan berikut... (I-5) L t : Panjang akhir yang didapat setelah terjadi pemuaian

10 10 Konstanta pembanding atau koefisien muai panjang (α ) suatu material berbeda satu sama lain seperti yang tersaji pada Tabel I.3. Tabel I.3 Besar konstanta pembanding atau koefisien muai panjang (Giancoli, 2001) Zat Koefisien muai panjang α(c 0 ) -1 Padat Aluminium 25 x 10-6 Kuningan 19 x 10-6 Besi atau baja 12 x 10-6 Timah putih 29 x 10-6 Kaca (pyrex) 3 x 10-6 Kaca (biasa) 9 x 10-6 Kwarsa 0,4 x 10-6 Beton atau bata 12 x 10-6 Marmer 1,4 3,5 x 10-6 Berdasarkan Standar Perusahaan Listrik Begara (SPLN) mengenai Hantaran Aluminium Berpenguat Baja (ACSR), koefisien muai panjang pada penghantar bergantung pada jumlah masing-masing kawat pada aluminium dan baja. Koefisien muai panjang untuk konstruksi standar ACSR dapat dilihat pada Tabel I.4. Tabel I.4. Koefisien muai panjang untuk konstruksi standar dari ACSR (SPLN ) Jumlah Kawat Koefisien Muai Panjang (Perhitungan) Aluminium Baja Per o C ,1 x ,8 x ,3 x ,2 x ,6 x ,9 x ,4 x ,8 x x ,5 x ,3 x ,4 x 10-6 I.7.4. Survei dan pemetaan jalur transmisi SUTT 70 kv Pemilihan jalur yang akan dilalui saluran transmisi merupakan bagian utama dalam pembangunan jalur transmisi SUTT 70 kv. Untuk itu perlu diadakan survei untuk memungkinkan pembangunan yang ekonomis dan dapat diandalkan baik

11 11 dilihat dari pembangunannya sendiri maupun untuk perawatan (Arismunandar dan Kuwahara, 2004). Salah satu kegiatan survei yang dilakukan adalah survei topografi. Survei topografi merupakan pemetaan permukaan bumi fisik dan kenampakan hasil budaya manusia (Basuki, 2006). Hasil dari survei topografi adalah peta topografi atau biasa disebut sebagai peta situasi. Peta situasi menyajikan unsur relief permukaan bumi dalam bentuk garis kontur skala peta berkisar antara 1:500 hingga 1: dengan interval kontur antara 0, meter (Basuki, 2006). Menurut Fryer et.al (1984) selain relief permukaan bumi, peta topografi juga menyajikan fitur-fitur buatan manusia seperti jalan, bangunan, jembatan, dan lainnya. Peta topografi dibuat dan digunakan oleh insinyur untuk menentukan lokasi yang tepat dan ekonomis untuk jalan raya, rel kereta api, kanal, jalur pipa, jalur transmisi, reservoir, dan lainnya (Fryer et.al, 1984). Metode survei topografi dapat dilakukan dengan menggunakan fotogrametri, pengukuran langsung di lapangan, atau kombinasi keduanya. Baik kedua metode tersebut, syarat pertama dari kegiatan survei topografi adalah penggunaan kerangka kontrol yang baik. Dalam kegiatan survei topografi, kerangka kontrol terdiri atas dua kerangka yaitu kerangka kontrol horizontal dan kerangka kontrol vertikal. Kerangka kontrol horizontal ditentukan oleh dua atau tiga titik di permukaan bumi yang tetap secara posisi horizontal baik dari jarak maupun arah (Fryer et.a, 1984). Titik tersebut merupakan dasar untuk menentukan posisi objek di permukaan bumi. Titik kontrol biasanya didapatkan dari pengukuran trilaterasi, pengukuran triangulasi, pengukuran menggunakan bantuan satelit, dan lainnya. Sedangkan kerangka kontrol vertikal ditentukan dari titik kontrol tinggi terdekat dari area pengukruan. Titik kontrol tinggi menjadi dasar untuk mengoreksi tinggi permukaan bumi. Titik kontrol tinggi tersebut digunakan untuk pengukuran beda tinggi pada titik lainnya dengan menggunakan metode trigonometrik, takhimetrik, sipat datar, atau dengan metode barometrik. Pada penelitian ini, pengukuran survei topografi yang dilakukan merupakan pengukuran langsung di lapangan dengan menggunakan titik kontrol horizontal yang diukur menggunakan alat GPS dengan bantuan satelit GPS. Datum referensi horizontal yang digunakan adalah datum WGS Sedangkan untuk titik kontrol vertikal menggunakan tinggi dari hasil pengukuran GPS sehingga datum referensi

12 12 vertikal yang digunakan adalah datum WGS Titik kontrol tersebut kemudian digunakan untuk pengukuran objek-objek di permukaan bumi mulai dari objek alami hingga objek buatan manusia. Pengukuran objek tersebut didapatkan berdasarkan survei pemetaan topografi langsung dilapangan secara otomatis menggunakan alat Total Stasion. Total Station merupakan teodolit elektronis yang digabung atau dikombinasi dengan alat Pengukur Jarak Elektronis (PJE) dan pencatat data (kolektor) elektronis menjadi Total Station (Basuki, 2006). Alat ini dapat membaca dan mencatat sudut horizontal dan vertikal bersama-sama dengan jarak miringnya. Bahkan alat ini juga dilengkapi dengna mikroprosesor, sehingga dapat melakukan bermacam-macam operasi perhitungan matematis seperti merata-rata hasil sudut ukuran dan jarak-rajak ukuran, menghitung koordinat (x, y, dan z), menentukan ketinggian objek dari jauh, menghitung jarak antara objek-objek yang diamati, koreksi atmosfer dan koreksi alat, dan lain-lain (Basuki, 2006). Pengukuran menggunakan Total Station menggunakan prinsip perambatan gelombang elektromagnetik yang memungkinkan untuk melakukan pengukuran dengan ketelitian yang tinggi dan jangkauan yang cukup jauh. Adapun konsep pengukuran jarak pada Total Station adalah suatu sinyal gelombang elektromagnetik yang dipancarkan dari suatu alat yang dipasang pada stasiun di ujung suatu garis yang akan diukur jaraknya kemudian di ujung lain dari garis tersebut dipasang pemantul atau reflektor. Sinyal tersebut dipantulkan kembali ke pemancar waktu lintas perjalanan sinyal pergi-pulang diukur oleh pemancar. Karena kecepatan sinyal diketahui dengan teliti maka jarak lintasan dapat diketahui pula (Basuki, 2006). Secara matematis, konsep pengukuran jarak pada Total Station dituliskan dalam persamaan berikut... (I-6) dengan keterangan D : Jarak garis yang diukur (Lintasan) t : Waktu lintasan sinyal pergi-pulang v : Kecepatan sinyal

13 13 Total Station dapat digunakan untuk mengukur sudut, secara koinsiden optis dengan sensor foto elektronis menggunakan scanning dan membaca lingkaran dalam mode derajat, grade maupun radian. Konsep yang digunakan untuk pengukuran detil hingga mendapatkan koordinat (x,y,z) pada Total Station adalah dengan menggunakan metode koordinat kutub. Pada metode ini, posisi detil ditentukan dengan komponen azimuth (sudut arah), jarak, dan beda tinggi dari titik ikat (Basuki, 2006). Metode ini disebut juga dengan takhimetri, yaitu jarak detil ditentukan dengan cara elektronis, beda tinggi ditentukan dengan bacaan sudut vertikal atau sudut miring, dan arah ditentukan dengan sudut horizontal. Secara matematis, posisi titik detil didapatkan melalui persamaan berikut (Basuki, 2006): X a = X p + d pa sin α pa... (I-7) Y a = Y p + d pa cos α pa... (I-8) Z a = Z p + Δh pa... (I-9) dalam hal ini a : Titik detil p : Titik kontrol d : Jarak horizontal Δh : Beda tinggi α pa : Azimuth sisi pa Pada penelitian ini, peta situasi dibuat dalam bentuk profil memanjang. Kiessiling et.al (2003) mengemukakan bahwa profil memanjang tersebut digunakan untuk mengetahui perbedaan ketinggian di permukaan tanah mulai dari titik awal jalur sampai titik akhir jalur dan untuk menentukan lokasi menara dan tinggi menara. Adapun pengertian dari profil menurut Ghilani et.al (2008) adalah data yang memberikan informasi mengenai ketinggian pada titik-titik yang telah diukur di sepanjang jalur. Informasi mengenai ketinggian dari sebuah profil digunakan untuk menentukan kelerengan (slope) dalam suatu pekerjaan konstruksi, menghitung volume dalam suatu pekerjaan, dan untuk menentukan secara detil ketinggian untuk area yang digali maupun yang ditimbun (Frics, 1980) Kelerengan (slope) dapat dinyatakan dalam bentuk kemiringan (gradient) atau persentase antara jarak vertikal dengan jarak horizontal. Van Zuidam (1985) menyatakan gradient kelerengan dengan persamaan berikut

14 14... (I-10) dengan keterangan x : Gradient kelerengan VD : Vertical Distance atau jarak vertikal HD : Horizontal Distance atau jarak horizontal United States Soil System Management (USSSM) membagi kelas kelerengan berdasarkan nilai gradient. Pembagian kelas kelerengan tersebut tersaji pada Tabel I.5. Tabel I.5. Pembagian kelas kelerengan berdasarkan USSSM Kelas Rentang Gradient (%) Keterangan A 0-3 Datar Hampir Datar B 3-7 Sangat Landai C 7-13 Landai D Agak Curam E Curam F Sangat Curam G >140 Terjal I.7.5. Desain lendutan SUTT 70 kv Lendutan mempunyai arti penting untuk penggunaan SUTT dalam jangka panjang. Pada SNI , besar lendutan digunakan untuk penentuan jarak bebas minimum vertikal dari penghantar ke objek tertinggi yang ada pada permukaan tanah. Jarak bebas minimum vertikal tidak boleh kurang dari jarak yang telah ditetapkan demi keselamatan manusia, makhluk hidup dan benda lainnya serta keamanan Operasi SUTT. Oleh karena itu, desain lendutan merupakan pekerjaan yang tidak boleh dilewatkan pada tahapan pembangunan saluran transmisi. Untuk merancang lendutan, hal yang harus diperhatikan adalah jenis penghantar, jarak antar menara, dan tinggi menara. Jenis penghantar dan jarak antar menara digunakan untuk menentukan besar lendutan, sedangkan tinggi menara digunakan untuk pertimbangan jarak bebas minimum vertikal. Secara geometri, posisi antara menara, penghantar, dan objek di permukaan tanah tersaji pada Gambar (I.1). Adapun geometri penghantar yang mengalami lendutan tersaji pada Gambar (I.2) dan Gambar (I.3) yang menunjukan lendutan penghantar antar dua menara.

15 15 Gambar I.1. Ruang Bebas SUTT 66 kv dan 150 kv menara (Sumber gambar : SNI ) Adapun keterangan dari Gambar I.1. adalah sebagai berikut: : Penampang melintang ruang bebas pada tengah jarak antara menara L : Jarak dari sumbu vertikal menara ke penghantar H : Jarak horizontal akibat ayunan dari penghantar I : Jarak bebas impuls petir C : Jarak bebas minimum vertikal D : Jarak lendutan terendah ditengah antara dua menara Lendutan untuk kawat tanah dihitung 80% dari lendutan penghantar fase pada suhu harian maksimum 40 o C Gambar I.2. Desain lendutan untuk tiang pada ketinggian yang sama (Sumber gambar : Standar Perusahaan Listrik Negara 12l:1996)

16 16 Gambar I.3. Desain lendutan untuk menara pada ketinggian yang berbeda (Sumber gambar : Standar Perusahaan Listrik Negara 12l:1996) Adapun keterangan gambar untuk Gambar I.2. dan Gambar I.3. adalah sebagai berikut: D : Lendutan miring (oblique) D o S S A S B C T T A T B M H : Lendutan datar : Jarak rentang atau jarak antar menara : Jarak rentang dari menara A hingga titik berat dari lendutan : Jarak rentang dari menara B hingga titik berat dari lendutan : Jarak bebas vertikal dari permukaan tanah hingga lendutan : Kuat tarik penghantar : Kuat tarik penghantar dari menara A : Kuat tarik penghantar dari menara B : Titik tengah antara menara A dan Menara B : Beda tinggi antar menara Menentukan jumlah menara dapat dilakukan dengan menggunakan desain lendutan atau desain sagging. Berdasarkan Network Lines Standard Guidelines For Overhead Line Design dari Ergon Energy, desain sagging diselesaikan dengan menghitung rasio antara weight span dan rata-rata dari dua wind span yang berdekatan. Weigh span adalah jarak titik terendah lendutan penghantar antar dua segmen sedangkan wind span merupakan istilah lain dari segmen atau jarak antar menara. Rasio antara weight span dan wind span harus sesuai dengan rasio yang telah ditetapkan oleh pemberi pekerjaan. Berdasarkan rasio tersebut maka didapatkan

17 17 jumlah menara pada jalur transmisi. Secara grafis, implementasi desain sagging tersaji pada Gambar I.4. Gambar I.4. Weight span dan wind span pada jalur transmisi. (Sumber gambar : Ergon Energy Reference P56M02R09 ver 1) Pada gambar I.4. terdapat dua penghantar dalam satu segmen atau wind span yang merupakan kondisi penghantar pada suhu 0 o dan pada suhu 50 o. Weight span pada suhu 50 o lebih panjang karena penghantar mengalami pemuaian. I.7.6. Programma Linear Menurut Martin (1969) programma linier adalah suatu metode matematika yang digunakan untuk memecahkan persoalan optimasi atau dengan kata lain progrmma linier adalah suatu cara pemecahan persoalan untuk membuat nilai suatu fungsi menjadi maksimum atau minimum dengan memperhatikan kendala-kendala yang ada. Fungsi yang dimaksimumkan atau diminimumkan disebut sebagai fungsi tujuan (objective function), sedangkan fungsi-fungsi yang menyatakan kendala disebut sebagai syarat batas (constraint). Jika suatu persoalan optimasi mempunyai bentuk fungsi tujuan dan syarat batas yang linier maka programma matematika yang digunakan disebut programma linier. Menurut Martin (1969) model matematis fungsi tujuan adalah sebagai berikut. Z = f(x 1, x 2, x 3,...,x n )... (I-11) Z : Nilai maksimum atau minimum dari tujuan yang kan diperoleh f : Fungsi dari persamaan tujuan x 1, x 2,,x n : Variabel dari fungsi tujuan

18 18 Adapun persaman syarat batas adalah sebagai berikut : G i (x 1, x 2, x 3,...,x n ) = b i... (I-12) G i x 1, x 2,.x m b i i : Fungsi syarat batas : Variabel dari syarat batas : Nilai dari persamaan syarat batas : 1,..., n Programma linear terdiri atas persamaan dan pertidaksamaan. Pada penelitian kali ini model optimasi berupa persamaan linear. Persamaan linear adalah sebuah model dengan variabel dalam bentuk pangkat pertama dan bukan merupakan argument dari fungsi-fungsi trigonometri, logaritma, atau eksponensial dan konstanta dalam bilangan real tidak nol (Anton, Rorres, 2004). Secara umum, variabel dan konstanta dapat dinyatakan dalam bentuk a 1 x 1 + a 2 x 2 + a 3 x a n x n = b... (I-13) a 1 a n : Konstanta variabel persamaan linear x 1...x n : Variabel yang akan ditentukan nilainya b : Nilai dari sebuah persamaan Apabila persamaan (I-13) terdiri dari satu variabel maka persamaan tersebut dapat diselesaikan dengan menggunakan metode substitusi. Contoh dari penggunaan metode substitusi adalah sebagai berikut Contoh kasus Tentukan nilai x dari persamaan 3x + 7 = -8 Cara penyelesaian Menganti nilai x dengan -5 dan mengeliminasi setiap ruas pada persamaan 3x + 7 = -8 3(-5) + 7 = = -8-8 = -8 (benar) I.7.7. Metode simplex Metode simplex adalah suatu metode yang secara matematika dimulai dari suatu pemecahan dasar yang layak ke pemecahan dasar layak lainnya dan cara ini

19 19 dilakukan berulang-ulang (dengan jumlah ulangan yang terbatas) sehingga akhirnya tercapai suatu pemecahan dasar yang optimum. Metode simplex digunakan untuk memecahkan persoalan programma linier yang mempunyai variabel lebih dari dua atau tiga variabel. Penggunaan perangkat elektronis komputer membuat metode simplex dapat menyelesaikan persoalan programma linier hingga ratusan variabel dan kendala (Martin, 1969). Salah satu ketentuan dalam perhitungan menggunakan metode simplex adalah harus mengkonversi semua kendala pertidaksamaan menjadi sebuat persamaan dengan menambahkan variabel slack yang tidak akan memengaruhi fungsi tujuan. Programma linier dengan persamaan yang mengandung kendala dapat dinyatakan dalam bentuk matriks (Martin, 1969). Programma linier dengan persamaan syarat batas mempunyai dua persoalan yaitu memaksimumkan fungsi tujuan atau meminimumkan fungsi tujuan. Secara matematis fungsi tujuan maksimum dapat dilihat pada persamaan berikut :... (I-14) Syarat batas untuk fungsi tujuan maksimum adalah sebagai berikut :... (I-15) Adapun fungsi tujuan minimum secara matematis dapat dilihat pada persamaan berikut :... (I-16) Syarat batas untuk fungsi tujuan minimum adalah sebagai berikut... (I-17) dengan z : nilai dari fungsi tujuan al, b, c : konstanta xl j 0 untuk j : 1,..., n dan i : 1,..., m Proses dengan metode ini dilakukan secara berulang-ulang dengan menggunakan tableu mulai dari tableu pertama yang memberikan pemecahan dasar awal yang layak sampai dengan pemecahan akhir yang memberikan jawaban yang optimal. Tableu merupakan istilah dari matriks yang mendeskripsikan persamaan

20 20 syarat batas dan fungsi tujuan. Bentuk tableu simplex untuk persoalan programma linier disajikan pada Tabel I.6 (Martin, 1969) : Tabel I.6. Tableu metode simplex untuk programma linier (Martin, 1969) Xs t X 0 C 0 As Bs C T 0 As - C t Keterangan : Xs t : vektor baris yang berisikan semua variabel Xs, termasuk variabel-variavel slack, surplus, dan buatan C t X 0 : vektor baris yang berisi semua konstanta variabel Xs pada fungsi tujuan : vektor kolom yang berisi variabel slack dan buatan sebagai dasar awal yang layak C 0 : vektor kolom yang berisi semua konstanta elemen vektor X 0 pada fungsi tujuan As : konstanta yang berasal dari syarat batas C T 0 As C t : vektor baris hasil perkalian dan pengurangan matriks-matriks tersebut Bs : vektor kolom yang berisi konstanta pada ruas kanan persamaan syarat batas Secara garis besar tahapan penyelesaian suatu masalah menggunakan metode simplex adalah sebagai berikut: 1. Menambahkan variabel slack untuk mengganti konstrain dalam persamaan dan menulis keseluruhan variabel ke kiri dari tanda sama dengan dan konstanta ke kanan tanda sama dengan 2. Menulis fungsi tujuan dengan ketentuan tidak sama dengan nol pada ruas kiri tanda sama dengan (=) dan angka nol pada ruas kanan. Variabel yang dimaksimumkan harus bernilai positif 3. Membuat inisial tableau simplex dengan membuat matriks dari persamaan dan menempatkan persamaan fungsi tujuan pada baris terakhir C t

21 21 4. Menentukan elemen pivot dan menggunakan operasi baris matriks untuk mengubah kolom yang berisi elemen pivot hingga kolom unit 5. Apabila tanda negatif masih berada pada baris terbawah maka ulangi langkah (4). Apabila seluruh elemen pada baris terbawah telah bernilai positif maka proses telah berakhir. 6. Ketika matriks telah diselesaikan maka itulah solusi terakhir dari sebuah persamaan. Ini akan memberikan nilai maksimum pada fungsi tujuan dan nilai variabel maksimum Tahapan penyelesaian pada metode simplex dapat diaplikasikan dalam ilmu desain konstruksi sipil atau mesin, pemeliharaan jaringan, penentuan biaya produksi dan keuntungan, dan lainnya. Untuk mempermudah pemahaman mengenai penggunaan metode simplex maka diberikan contoh kasus menenai penentuan keuntungan maksimum sebagai berikut: Contoh kasus : Sebuah persamaan akan menentukan keuntungan produk sebesar $6, $5, dan $4 pada masing-masing tipe souvernir A, B, dan C yang akan diproduksi. Untuk memproduksi tipe A membutuhkan waktu pekerjaan selama 2 menit pada mesin I, 1 menit pada mesin II, dan 2 menit pada mesin III. Tipe B membutuhkn waktu pekerjaan selama 1 menit pada mesin I, 3 menit pada mesin II, dan 1 menit pada mesin III. Tipe C membutuhkan 1 menit pada mesin I, 2 menit pada mesin II dan mesin III. Adapun ketahanan mesin adalah 3 jam untuk mesin I, 5 jam untuk mesin II, dan 4 jam untuk mesin III setiap harinya. Berapakah jumlah masing masing tipe souvernir yang diproduksi tiap harinya untuk menghasilkan keuntungan yang maksimum? Cara penyelesaian: 1. Mengatur informasi yang tersedia Souv/Mesin Unit yang I (menit) II(menit) III(menit) Keuntungan diproduksi ($/unit) A x B y C z Maksimum yang tersedia P

22 22 2. Menentukan persamaan syarat batas dan fungsi tujuan a. Persamaan syarat batas 2x + y + z = 180 x + 3y + 2z = 300 2x + y + 2z = 240 x 0, y 0, z 0 b. Persamaan fungsi tujuan P = 6x + 5y + 4z untuk dimaksimumkan 3. Menambahkan varibel slack untuk merubah pertidaksamaan menjadi persamaan, menuliskan kembali fungsi tujuan. Persamaannya menjadi sebagai berikut 2x + y + z +s = 180 x +3y +2z + t = 300 2x + y +2z + u = 240-6x -5y -4z +P = 0 dalam hal ini: x, y, z = variabel utama s, t, u = variabel slack P = nilai dari tujuan yang ingin dicapai 4. Menuliskan tableau pertama dari simplex x y z s t u P = konstanta = = = = 0 a. Dasar solusi yang memungkinkan dari tableau pertama adalah x=0, y=0, z=0, s=180, t= 300, u=240, dan P=0 b. Interpretasi pertama dari solusi tersebut adalah tidak akan ada keuntungan jika masing-masing souvernir tidak di produksi. c. Selama tanda negatif masih ada pada baris terbawah pada matriks tersebut maka nilai tersebut belum maksimum. 5. Memilih elemen pivot

23 23 a. Memilih kolom dengan indikator nilai yang berada paling kiri pada matriks, dalam tableau ini yang dimaksud adalah kolom 1. b. Membagi setiap konstanta pada kolom paling kanan dengan elemen pivot kemudian pilih yang nilainya paling kecil. 180/2 = 90 nilai terkecil 300/1 = /2 = 120 c. Elemen pivot merupakan interseksi antara kolom dengan nilai paling kiri dengan baris yang mempunyai nilai terkecil. Pivot yang digunakan adalah nilai 2 pada kolom 1 pada tableau tersebut. 6. Mengubah elemen pivot menjadi 1 X y z s t u P = konstanta 1/2 Baris = = = = 0 7. Pivot dalam pivot elemen X y z s t u P = konstanta = = = = 540 -Baris 1 + Baris 2-2Baris 1 + Baris 3 6Baris 1 + Baris 4 a. Solusi yang memungkinkan pada tableau ini adalah x=90, y=0, z=0, s=0, t=210, u=60, dan P=540 b. Interpretasi pada solusi ini adalah apabila souvernir A diproduksi sebanyak 90 unit dengan tidak memproduksi kedua tipe souvernir lainnya maka perusahaan akan mendapatkan keuntungan sebesar $540 c. Nilai negatif masih terdapat pada baris terbawah tableau tersebut sehingga fungsi tujuan dinyatakan belum maksimal

24 24 8. Menentukan elemen pivot yang baru a. Memilih kolom dengan indikator nilai yang berada kedua dari kiri pada matriks, dalam tableau ini yang dimaksud adalah kolom 2. b. Membagi setiap konstanta pada kolom paling kanan dengan elemen pivot kemudian pilih yang nilainya paling kecil. 90/0,5 = /2,5 = 84 nilai terkecil c. Pivot yang digunakan adalah nilai 2,5 pada kolom 2 tableau tersebut 9. Mengubah elemen pivot menjadi bernilai 1 X y z s t u P = konstanta 1/2,5 Baris = = = = Pivot dalam pivot elemen x y z s t u P = konstanta = = = = Baris 2 + Baris 2 2 Baris 2 + Baris 4 a. Hasil yang memungkinkan adalah x=48, y=84, z=0, s=0, t=0, u=60, dan P=708 b. Interpretasi dari solusi persamaan tersebut adalah apabila souvernir tipe A diproduksi sebanyak 48, tipe B sebanyak 84, dan tidak ada produk C yang diproduksi maka perusahaan akan mendapatkan keuntungan sebesar $708 c. Nilai negatif sudah tidak muncul pada baris terakhir matriks tersebut sehingga fungsi tujuan dapat dinyatakan maksimum.

25 25 I.8. Hipotesis Pada penelitian ini optimasi penentuan jumlah menara, jumlah panjang penghantar, dan total biaya pembangunan didasarkan pada jarak antar menara. Jarak antar menara dalam penelitian ini berdasarkan pada kelas kelerengan dengan rentang jarak antar menara yang didesain dengan asumsi jarak minimum sebesar 290 m sedangkan jarak maksimum antar menara sebesar 350 m. Jika diasumsikan semua jarak antar menara minimum yaitu sebesar 290 m maka jumlah menara yang akan diperoleh adalah 117 menara, sedangkan jika asumsi jarak maksimum yaitu sebesar 350 m maka jumlah menara yang akan diperoleh adalah 97 menara. Mengacu pada asumsi ini, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Jumlah menara hasil optimasi menggunakan metode programma linear yang diselesaikan dengan metode simplex berjumlah antara 97 menara hingga 117 menara. Perkiraan jumlah menara didapatkan dari panjang jalur transmisi keseluruhan dibagi dengan asumsi jarak minimum dan maksimum. 2. Jumlah panjang penghantar hasil optimasi menggunakan programma linear yang diselesaikan dengan metode simplex berjumlah antara m hingga m. Perkiraan jumlah panjang penghantar tersebut didapatkan dari perkiraan jumlah menara dikalikan dengan asumsi jarak minimum dan maksimum. 3. Total biaya pembangunan hasil optimasi berkisar antara Rp ,00 dengan rincian harga menara sebesar Rp ,00 dan harga penghantar sebesar Rp ,00 hingga Rp ,00 dengan rincian harga menara sebesar Rp ,00 dan harga penghantar sebesar Rp ,00. Total biaya perkiraan tersebut didapatkan dari perkiraan jumlah menara pada poin (1.) dikalikan dengan perkiraan harga satuan menara sebesar Rp ,00 dan perkiraan jumlah panjang penghantar pada poin (2.) dikalikan dengan harga panjang penghantar tiap km sebesar Rp ,00.

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Ketersediaan sumber energi listrik yang kurang merata di Provinsi Bengkulu menyebabkan adanya ketimpangan kapasitas energi listrik yang tersedia di beberapa daerah.

Lebih terperinci

PT PLN (Persero) PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN. SUTT/SUTET Dan ROW. Belajar & Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai Nilai Perusahaan

PT PLN (Persero) PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN. SUTT/SUTET Dan ROW. Belajar & Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai Nilai Perusahaan SUTT/SUTET Dan ROW Saluran Transmisi Tenaga Listrik A. Saluran Udara B. Saluran Kabel C. Saluran dengan Isolasi Gas Macam Saluran Udara Tegangan Tinggi Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 70 kv Saluran

Lebih terperinci

STUDI PERENCANAAN SALURAN TRANSMISI 150 kv BAMBE INCOMER

STUDI PERENCANAAN SALURAN TRANSMISI 150 kv BAMBE INCOMER SALURAN TRANSMISI 150 kv BAMBE INCOMER Widen Lukmantono NRP 2209105033 Dosen Pembimbing Ir.Syariffuddin Mahmudsyah, M.Eng Ir.Teguh Yuwono JURUSAN TEKNIK ELEKTRO Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 18 TAHUN 2015 RUANG BEBAS DAN JARAK BEBAS MINIMUM PADA SALURAN

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR MENARA LISTRIK TEGANGAN TINGGI

PERENCANAAN STRUKTUR MENARA LISTRIK TEGANGAN TINGGI PERENCANAAN STRUKTUR MENARA LISTRIK TEGANGAN TINGGI Tedy Ferdian 1, Yosafat Aji Pranata 2, Ronald Simatupang 3 1 Alumnus Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Maranatha 2, 3 Dosen

Lebih terperinci

BAB II SISTEM SALURAN TRANSMISI ( yang membawa arus yang mencapai ratusan kilo amper. Energi listrik yang

BAB II SISTEM SALURAN TRANSMISI ( yang membawa arus yang mencapai ratusan kilo amper. Energi listrik yang A II ITEM ALUAN TANMII ( 2.1 Umum ecara umum saluran transmisi disebut dengan suatu sistem tenaga listrik yang membawa arus yang mencapai ratusan kilo amper. Energi listrik yang dibawa oleh konduktor melalui

Lebih terperinci

INFRASTRUKTUR ENERGI LISTRIK

INFRASTRUKTUR ENERGI LISTRIK INFRASTRUKTUR ENERGI LISTRIK A.1 Pembangkit Listrik Bagian dari alat industri yang dipakai untuk memproduksi dan membangkitkan tenaga listrikdari berbagai sumber tenaga, seperti PLTU, PLTD, PLTA, dll.

Lebih terperinci

PERENCANAAN SALURAN UDARA TRANSMISI TEGANGAN TINGGI APLIKASI TANJUNG JABUNG - SABAK JAMBI

PERENCANAAN SALURAN UDARA TRANSMISI TEGANGAN TINGGI APLIKASI TANJUNG JABUNG - SABAK JAMBI PERENCANAAN SALURAN UDARA TRANSMISI TEGANGAN TINGGI APLIKASI TANJUNG JABUNG - SABAK JAMBI Fery Fivaldi 1, Ir. Yani Ridal, MT, Ir, Cahayahati, M.T 3 1 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri,

Lebih terperinci

Muhammad Ihsan #1, Ira Devi Sara *2, Rakhmad Syafutra Lubis #3

Muhammad Ihsan #1, Ira Devi Sara *2, Rakhmad Syafutra Lubis #3 Pengaruh Suhu dan Angin Terhadap Andongan dan Kekuatan Tarik Konduktor Jenis ACCC Lisbon Muhammad Ihsan #1, Ira Devi Sara *2, Rakhmad Syafutra Lubis #3 # Jurusan Teknik Elektro dan Komputer, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

PENGUKURAN BEDA TINGGI / SIPAT DATAR

PENGUKURAN BEDA TINGGI / SIPAT DATAR PENGUKURAN BEDA TINGGI / SIPAT DATAR Survei dan Pengukuran APA YG DIHASILKAN DARI SIPAT DATAR 2 1 3 4 2 5 3 KONTUR DALAM ILMU UKUR TANAH Kontur adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik yang berketinggian

Lebih terperinci

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X Contoh soal kalibrasi termometer 1. Pipa kaca tak berskala berisi alkohol hendak dijadikan termometer. Tinggi kolom alkohol ketika ujung bawah pipa kaca dimasukkan

Lebih terperinci

STUDI INTENSITAS MEDAN LISTRIK DI SUTT 150 kv KONFIGURASI VERTIKAL UNTUK LINGKUNGAN PEMUKIMAN

STUDI INTENSITAS MEDAN LISTRIK DI SUTT 150 kv KONFIGURASI VERTIKAL UNTUK LINGKUNGAN PEMUKIMAN STUDI INTENSITAS MEDAN LISTRIK DI SUTT 150 kv KONFIGURASI VERTIKAL UNTUK LINGKUNGAN PEMUKIMAN I.N.Y. Prayoga 1, A.A.N. Amrita 2, C.G.I.Partha 3 1,2,3 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

2 b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 36 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomo

2 b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 36 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomo BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.951, 2015 KEMEN ESDM. Saluran Udara. Tegangan Tinggi. Tegangan Ekstra Tinggi Arus Searah. Jarak Bebas Minimum. Ruang Bebas. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir Penelitian ini mengacu pada beberapa sumber dan tinjauan yang sudah ada, dimana masing-masing penulis menggunakan metode dan simulasi yang berbeda sesuai dengan

Lebih terperinci

PERENCANAAN SISTEM TRANSMISI TENAGA LISTRIK

PERENCANAAN SISTEM TRANSMISI TENAGA LISTRIK PERENCANAAN SISTEM TRANSMISI TENAGA LISTRIK Hendra Rudianto (5113131020) Pryo Utomo (5113131035) Sapridahani Harahap (5113131037) Taruna Iswara (5113131038) Teddy Firmansyah (5113131040) Oleh : Kelompok

Lebih terperinci

Ruang bebas dan jarak bebas minimum pada Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET)

Ruang bebas dan jarak bebas minimum pada Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) Standar Nasional Indonesia Ruang bebas dan jarak bebas minimum pada Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) ICS 29.240.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN DIAGRAM ALIR ANALISA DAN DESAIN TOWER TRANSMISI

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN DIAGRAM ALIR ANALISA DAN DESAIN TOWER TRANSMISI BAB III METODOLOGI PERANCANGAN 3.1 DIAGRAM ALIR ANALISA DAN DESAIN TOWER TRANSMISI LISTRIK 150 kv (SUTT) START ANALISIS. ANALISIS DAN DESAIN AWAL STRUKTUR ATAS TOWER TRANSMISI 150 kv : MODELING INPUT DATA

Lebih terperinci

DASAR TEKNIK TEGANGAN TINGGI. HASBULLAH, MT Teknik Elektro FPTK UPI 2009

DASAR TEKNIK TEGANGAN TINGGI. HASBULLAH, MT Teknik Elektro FPTK UPI 2009 DASAR TEKNIK TEGANGAN TINGGI HASBULLAH, MT Teknik Elektro FPTK UPI 2009 Tegangan listrik Tegangan atau beda potensial antara dua titik, adalah usaha yang dibutuhkan untuk membawa muatan satu coulomb dari

Lebih terperinci

Pemuaian adalah bertambahnya volume suatu zat akibat meningkatnya suhu zat. Semua zat umumnya akan memuai jika dipanaskan.

Pemuaian adalah bertambahnya volume suatu zat akibat meningkatnya suhu zat. Semua zat umumnya akan memuai jika dipanaskan. Pemuaian Zat Pemuaian adalah bertambahnya volume suatu zat akibat meningkatnya suhu zat. Semua zat umumnya akan memuai jika dipanaskan. Pemuaian zat padat, zat cair, dan gas menunjukkan karakteristik yang

Lebih terperinci

Algoritma Simplex. Algoritma Simplex adalah algoritma yang digunakan untuk mengoptimalkan fungsi objektif dan memperhatikan semua persamaan

Algoritma Simplex. Algoritma Simplex adalah algoritma yang digunakan untuk mengoptimalkan fungsi objektif dan memperhatikan semua persamaan Algoritma Simplex Algoritma Simplex adalah algoritma yang digunakan untuk mengoptimalkan fungsi objektif dan memperhatikan semua persamaan kendala. (George Dantizg, USA, 1950) Contoh Kasus Suatu perusahaan

Lebih terperinci

Riset Operasional LINEAR PROGRAMMING

Riset Operasional LINEAR PROGRAMMING Bahan Kuliah Riset Operasional LINEAR PROGRAMMING Oleh: Darmansyah Tjitradi, MT. PROGRAM MAGISTER TEKNIK SIPIL UNLAM 25 1 ANALISA SISTEM Agar lebih mendekati langkah-langkah operasional, Hall & Dracup

Lebih terperinci

BAB III KEADAAN UMUM MENARA SUTET

BAB III KEADAAN UMUM MENARA SUTET BAB III KEADAAN UMUM MENARA SUTET SUTET atau Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi merupakan media pendistribusian listrik oleh PLN berupa kabel dengan tegangan listriknya dinaikkan hingga mencapai 500kV

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyaluran daya listrik akan terjadi rugi-rugi daya penyaluran dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyaluran daya listrik akan terjadi rugi-rugi daya penyaluran dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam penyaluran daya listrik akan terjadi rugi-rugi daya penyaluran dan terdapat jatuh tegangan (voltage drop) yang besarnya sebanding dengan panjang saluran. Penggunaan

Lebih terperinci

Perancangan Sistem Transmisi Daya Listrik Bertegangan 150 KV dan Berkapasitas 35 MVA di Kabupaten Bulungan Kalimantan Timur

Perancangan Sistem Transmisi Daya Listrik Bertegangan 150 KV dan Berkapasitas 35 MVA di Kabupaten Bulungan Kalimantan Timur Jurnal Reka Elkomika 2337-439X Oktober 2014 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Teknik Elektro Itenas Vol.2 No.4 Perancangan Sistem Transmisi Daya Listrik Bertegangan 150 KV dan Berkapasitas 35 MVA

Lebih terperinci

Pemetaan Situasi dengan Metode Koordinat Kutub di Desa Banyuripan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten

Pemetaan Situasi dengan Metode Koordinat Kutub di Desa Banyuripan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten Jurnal Integrasi Vol. 8, No. 1, April 2016, 50-55 p-issn: 2085-3858 Article History Received February, 2016 Accepted March, 2016 Pemetaan Situasi dengan Metode Koordinat Kutub di Desa Banyuripan, Kecamatan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMBELAJARAN FISIKA BAHAN AJAR FISIKA PEMUAIAN PANJANG

TEKNOLOGI PEMBELAJARAN FISIKA BAHAN AJAR FISIKA PEMUAIAN PANJANG TEKNOLOGI PEMBELAJARAN FISIKA BAHAN AJAR FISIKA PEMUAIAN PANJANG Dosen : Lia Angraini, S.Si., M.Pd. Disusun oleh : Wahyu Saputra (321300017) Kelas : B Sore FAKULTAS MIPA & TEKNOLOGI INSTITUT KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN

UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN DOKUMEN NEGARA UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN Satuan Pendidikan : Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kompetensi Keahlian : Teknik Survei dan Pemetaan Kode Soal : 1014 Alokasi

Lebih terperinci

UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN

UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN DOKUMEN NEGARA UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN Satuan Pendidikan : Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kompetensi Keahlian : Teknik Survei dan Pemetaan Kode Soal : 1014 Alokasi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 15 BAB III LANDASAN TEORI Tenaga listrik dibangkitkan dalam Pusat-pusat Listrik seperti PLTA, PLTU, PLTG, PLTP dan PLTD kemudian disalurkan melalui saluran transmisi yang sebelumnya terlebih dahulu dinaikkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gambar situasi adalah gambaran wilayah atau lokasi suatu kegiatan dalam bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan atribut (Basuki,

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP ANDONGAN DAN TEGANGAN TARIK PADA SALURAN TRANSMISI 150 KV

ANALISA PENGARUH EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP ANDONGAN DAN TEGANGAN TARIK PADA SALURAN TRANSMISI 150 KV ANALISA PENGARUH EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP ANDONGAN DAN TEGANGAN TARIK PADA SALURAN TRANSMISI 150 KV Hari Anna Lastya Pendidikan Teknik Elektro Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry halastya@gmail.com

Lebih terperinci

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saluran Transmisi Saluran transmisi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik yang berperan menyalurkan daya listrik dari pusat-pusat pembangkit listrik ke gardu induk.

Lebih terperinci

ANALISIS RUGI- RUGI DAYA PADA PENGHANTAR SALURAN TRANSMISI TEGANGAN TINGGI 150 KV DARI GARDU INDUK KOTO PANJANG KE GARDU INDUK GARUDA SAKTI PEKANBARU

ANALISIS RUGI- RUGI DAYA PADA PENGHANTAR SALURAN TRANSMISI TEGANGAN TINGGI 150 KV DARI GARDU INDUK KOTO PANJANG KE GARDU INDUK GARUDA SAKTI PEKANBARU ANALISIS RUGI- RUGI DAYA PADA PENGHANTAR SALURAN TRANSMISI TEGANGAN TINGGI 150 KV DARI GARDU INDUK KOTO PANJANG KE GARDU INDUK GARUDA SAKTI PEKANBARU Muhammad Radil, Riad Syech, Sugianto Jurusan Fisika

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR :. TAHUN TENTANG

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR :. TAHUN TENTANG RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR :. TAHUN TENTANG KOMPENSASI ATAS TANAH, BANGUNAN DAN TANAMAN YANG DILINTASI TRANSMISI TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metodologi Penelitian Metodologi yang digunakan dalam penelitian Skripsi ini antara lain adalah: 1. Studi literatur, yaitu dengan cara menelaah, menggali, serta mengkaji

Lebih terperinci

Bahan Listrik. Bahan penghantar padat

Bahan Listrik. Bahan penghantar padat Bahan Listrik Bahan penghantar padat Definisi Penghantar Penghantar ialah suatu benda yang berbentuk logam ataupun non logam yang dapat mengalirkan arus listrik dari satu titik ke titik lain. Penghantar

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi BB 2 DSR TEORI 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi Pemetaan objek tiga dimensi diperlukan untuk perencanaan, konstruksi, rekonstruksi, ataupun manajemen asset. Suatu objek tiga dimensi merupakan

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KONSENTRASI TEKNIK ELEKTRONIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KONSENTRASI TEKNIK ELEKTRONIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA CARA PERAWATAN DAN PENGAMANAN SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI (SUTT) DAN SALURAN UDARA TEGANGAN EKSTRA TINGGI (SUTET) DI PT PLN (PERSERO) APP CAWANG Disusun Oleh : Mochamad Matiji (14411528) JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

SUHU DAN PERUBAHAN. A. Bagaimana Mengetahui Suhu Suatu Benda?

SUHU DAN PERUBAHAN. A. Bagaimana Mengetahui Suhu Suatu Benda? SUHU DAN PERUBAHAN A. Bagaimana Mengetahui Suhu Suatu Benda? Kalian tentunya pernah mandi menggunakan air hangat, bukan? Untuk mendapatkan air hangat tersebut kita mencampur air dingin dengan air panas.

Lebih terperinci

ANALISIS PERHITUNGAN JARAK ANTAR KAWAT DAN CLEARANCE SALURAN TRANSMISI UDARA

ANALISIS PERHITUNGAN JARAK ANTAR KAWAT DAN CLEARANCE SALURAN TRANSMISI UDARA ANALISIS PERHITUNGAN JARAK ANTAR KAWAT DAN CLEARANCE SALURAN TRANSMISI UDARA Heru Sumarsono (LF 004 485) Ir. Tedjo Sukmadi, M.T. Susatyo Handoko, S.T., M.T. Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. yang diapit oleh dua kurung siku sehingga berbentuk empat persegi panjang atau

BAB II KAJIAN TEORI. yang diapit oleh dua kurung siku sehingga berbentuk empat persegi panjang atau BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan diberikan kajian teori mengenai matriks dan operasi matriks, program linear, penyelesaian program linear dengan metode simpleks, masalah transportasi, hubungan masalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Saluran Transmisi Sistem transmisi adalah suatu sistem penyaluran energi listrik dari satu tempat ke tempat lain, seperti dari stasiun pembangkit ke substation ( gardu

Lebih terperinci

BAB III. METODE SIMPLEKS

BAB III. METODE SIMPLEKS BAB III. METODE SIMPLEKS 3.1. PENGANTAR Metode grafik tidak dapat menyelesaikan persoalan linear program yang memilki variabel keputusan yang cukup besar atau lebih dari dua, maka untuk menyelesaikannya

Lebih terperinci

BAB II METODE SIMPLEKS

BAB II METODE SIMPLEKS BAB II METODE SIMPLEKS 2.1 Pengantar Salah satu teknik penentuan solusi optimal yang digunakan dalam pemrograman linier adalah metode simpleks. Penentuan solusi optimal menggunakan metode simpleks didasarkan

Lebih terperinci

BAB 6 KAWAT PENGHANTAR JARINGAN DISTRIBUSI

BAB 6 KAWAT PENGHANTAR JARINGAN DISTRIBUSI 83 KAWAT PENGHANTAR JARINGAN DISTRIBUSI BAB 6 KAWAT PENGHANTAR JARINGAN DISTRIBUSI A. Pendahuluan Kawat penghantar merupakan bahan yang digunakan untuk menghantarkan tenaga listrik pada sistem saluran

Lebih terperinci

KAJIAN KUAT MEDAN LISTRIK PADA KONFIGURASI HORISONTAL SALURAN TRANSMISI 150 KV

KAJIAN KUAT MEDAN LISTRIK PADA KONFIGURASI HORISONTAL SALURAN TRANSMISI 150 KV KAJIAN KUAT MEDAN LISTRIK PADA KONFIGURASI HORISONTAL SALURAN TRANSMISI 15 KV I.P.H. Wahyudi 1, A.A.N.Amrita 2, W.G. Ariastina 3 1,2,3 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Udayana Email

Lebih terperinci

kita menggunakan variabel semu untuk memulai pemecahan, dan meninggalkannya setelah misi terpenuhi

kita menggunakan variabel semu untuk memulai pemecahan, dan meninggalkannya setelah misi terpenuhi Lecture 4: (B) Supaya terdapat penyelesaian basis awal yang fisibel, pada kendala berbentuk = dan perlu ditambahkan variabel semu (artificial variable) pada ruas kiri bentuk standarnya, untuk siap ke tabel

Lebih terperinci

Kata kunci : gardu beton; grid; pentanahan; rod

Kata kunci : gardu beton; grid; pentanahan; rod EVALUASI INSTALASI SISTEM PENTANAHAN PADA GARDU DISTRIBUSI BETON TB 54 PT. PLN (PERSERO) AREA JATINEGARA Yasuko Maulina Shigeno, Amien Rahardjo Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Indonesia Abstrak

Lebih terperinci

SISTEM PROTEKSI TERHADAP TEGANGAN LEBIH PADA GARDU TRAFO TIANG 20 kv

SISTEM PROTEKSI TERHADAP TEGANGAN LEBIH PADA GARDU TRAFO TIANG 20 kv Rahmawati, Sistem Proteksi Terhadap Tegangan Lebih Pada Gardu Trafo SISTEM PROTEKSI TERHADAP TEGANGAN LEBIH PADA GARDU TRAFO TIANG 20 kv Yuni Rahmawati, S.T., M.T., Moh.Ishak Abstrak: Gangguan tegangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Tahapan Perencanaan Teknik Jalan

BAB 1 PENDAHULUAN Tahapan Perencanaan Teknik Jalan BAB 1 PENDAHULUAN Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap jalan, dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Sistem Dalam tahapan ini, seluruh faktor yang menjadi penentu dalam perencanaan jalur line transmisi dan dimensi pondasi di indentifikasi, faktor-faktor tersebut

Lebih terperinci

BahanKuliahKe-3 Penelitian Operasional VARIABEL ARTIFISIAL. (Metode Penalty & Teknik Dua Fase) Oleh: Darmansyah Tjitradi, MT.

BahanKuliahKe-3 Penelitian Operasional VARIABEL ARTIFISIAL. (Metode Penalty & Teknik Dua Fase) Oleh: Darmansyah Tjitradi, MT. BahanKuliahKe-3 Penelitian Operasional VARIABEL ARTIFISIAL (Metode Penalty & Teknik Dua Fase) Oleh: Darmansyah Tjitradi, MT. PROGRAM MAGISTER TEKNIK SIPIL UNLAM 2006 1 TEKNIK VARIABEL ARTIFISIAL Dalam

Lebih terperinci

Kata Kunci : Tegangan batang tarik, Beban kritis terhadap batang tekan

Kata Kunci : Tegangan batang tarik, Beban kritis terhadap batang tekan ANALISIS BAJA RINGAN SEBAGAI BAHAN KONSTRKSI ATAP PADA PEMBANGUNAN RUMAH DINAS BANK INDONESIA PALANGKA RAYA AFRIJONI, ST Alumni Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Palangka Raya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan secara matematis untuk meratakan kesalahan (koreksi), kemudian

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan secara matematis untuk meratakan kesalahan (koreksi), kemudian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ilmu ukur tanah (Plane Surveying) adalah ilmu yang mempelajari tentang pengukuran-pengukuran pada sebagian permukaan bumi guna pembuatan peta serta memasang kembali

Lebih terperinci

BAB 1 KONSEP DASAR JARINGAN DISTRIBUSI

BAB 1 KONSEP DASAR JARINGAN DISTRIBUSI KONSEP DASAR JARINGAN DISTRIBUSI 1 BAB 1 KONSEP DASAR JARINGAN DISTRIBUSI A. Pendahuluan Sistem penyaluran tenaga listrik dari pembangkit tenaga listrik ke konsumen (beban), merupakan hal penting untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. PENDAHULUAN Energi listrik pada umumnya dibangkitkan oleh pusat pembangkit tenaga listrik yang letaknya jauh dari tempat para pelanggan listrik. Untuk menyalurkan tanaga listik

Lebih terperinci

Metode Simpleks M U H L I S T A H I R

Metode Simpleks M U H L I S T A H I R Metode Simpleks M U H L I S T A H I R PENDAHULUAN Metode Simpleks adalah metode penentuan solusi optimal menggunakan simpleks didasarkan pada teknik eliminasi Gauss Jordan. Penentuan solusi optimal dilakukan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2. Program linier (Linier Programming) Pemrograman linier merupakan metode matematik dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk mencapai suatu tujuan seperti memaksimumkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Program Linier Para ahli mendefinisikan program linier sebagai sebuah teknik analisa yang digunakan untuk memecahkan segala persoalan atau masalah-masalah keputusan yang ada

Lebih terperinci

BAB IV KOMUNIKASI RADIO DALAM SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN MENGGUNAKAN KABEL PILOT

BAB IV KOMUNIKASI RADIO DALAM SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN MENGGUNAKAN KABEL PILOT BAB IV KOMUNIKASI RADIO DALAM SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN MENGGUNAKAN KABEL PILOT 4.1 Komunikasi Radio Komunikasi radio merupakan hubungan komunikasi yang mempergunakan media udara dan menggunakan gelombang

Lebih terperinci

BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN KAWAT TANAH

BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN KAWAT TANAH BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN KAWAT TANAH II. 1 TEORI GELOMBANG BERJALAN II.1.1 Pendahuluan Teori gelombang berjalan pada kawat transmisi telah mulai disusun secara intensif sejak tahun 1910, terlebih-lebih

Lebih terperinci

EVALUASI STRUKTUR ATAS JEMBATAN GANTUNG PEJALAN KAKI DI DESA AEK LIBUNG, KECAMATAN SAYUR MATINGGI, KABUPATEN TAPANULI SELATAN

EVALUASI STRUKTUR ATAS JEMBATAN GANTUNG PEJALAN KAKI DI DESA AEK LIBUNG, KECAMATAN SAYUR MATINGGI, KABUPATEN TAPANULI SELATAN EVALUASI STRUKTUR ATAS JEMBATAN GANTUNG PEJALAN KAKI DI DESA AEK LIBUNG, KECAMATAN SAYUR MATINGGI, KABUPATEN TAPANULI SELATAN Bataruddin (1). Ir.Sanci Barus, MT (2) Struktur, Departemen Teknik Sipil Fakultas

Lebih terperinci

contoh soal metode simplex dengan minimum

contoh soal metode simplex dengan minimum contoh soal metode simplex dengan minimum Perusahaan Maju Terus merencanakan untuk menginvestasikan uang paling banyak $ 1.200.000. uang ini akan ditanamkan pada 2 buah cabang usaha yaitu P dan Q. setiap

Lebih terperinci

Bab 4 SALURAN TRANSMISI

Bab 4 SALURAN TRANSMISI Bab 4 SALURAN TRANSMISI TRAFO STEP UP 20/500 kv 500 kv 150 kv 150 kv INDUSTRI 20 kv BISNIS TRAFO GITET 500/150 kv TRAFO GI 150/20 kv PEMBANGKIT TRAFO DISTRIBUSI 220 V PLTA PLTD PLTP PLTG PLTU PLTGU RUMAH

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat 1. Kondisi Eksisting Stasiun Lahat Stasiun Lahat merupakan stasiun yang berada di Jl. Mayor Ruslan, Kelurahan Pasar Baru,

Lebih terperinci

OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2010 BIDANG ILMU FISIKA

OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2010 BIDANG ILMU FISIKA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2010 BIDANG ILMU FISIKA SELEKSI TIM OLIMPIADE FISIKA INDONESIA 2011 SOAL TES EKSPERIMEN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL TAHUN 2010 Olimpiade Sains Nasional Eksperimen Fisika Agustus

Lebih terperinci

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK. karena terdiri atas komponen peralatan atau mesin listrik seperti generator,

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK. karena terdiri atas komponen peralatan atau mesin listrik seperti generator, BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK II.1. Sistem Tenaga Listrik Struktur tenaga listrik atau sistem tenaga listrik sangat besar dan kompleks karena terdiri atas komponen peralatan atau mesin listrik

Lebih terperinci

Pengukuran Debit. Persyaratan lokasi pengukuran debit dengan mempertimbangkan factor-faktor, sebagai berikut:

Pengukuran Debit. Persyaratan lokasi pengukuran debit dengan mempertimbangkan factor-faktor, sebagai berikut: Pengukuran Debit Pengukuran debit dapat dilakukan secara langsung dan secara tidak langsung. Pengukuran debit secara langsung adalah pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan peralatan berupa alat pengukur

Lebih terperinci

BUKU SISWA (BS-01) SUHU DAN PEMUAIAN Pengertian Suhu. Pemuaian

BUKU SISWA (BS-01) SUHU DAN PEMUAIAN Pengertian Suhu. Pemuaian BUKU SISWA (BS-01) SUHU DAN PEMUAIAN Pengertian Suhu Dalam kehidupan sehari-hari, suhu merupakan ukuran mengenai panas atau dinginnya suatu zat atau benda. Oven yang panas dikatakan bersuhu tinggi, sedangkan

Lebih terperinci

BAB II ISOLATOR PENDUKUNG HANTARAN UDARA

BAB II ISOLATOR PENDUKUNG HANTARAN UDARA BAB II ISOLATOR PENDUKUNG HANTARAN UDARA Isolator memegang peranan penting dalam penyaluran daya listrik dari gardu induk ke gardu distribusi. Isolator merupakan suatu peralatan listrik yang berfungsi

Lebih terperinci

7. Menerapkan konsep suhu dan kalor. 8. Menerapkan konsep fluida. 9. Menerapkan hukum Termodinamika. 10. Menerapkan getaran, gelombang, dan bunyi

7. Menerapkan konsep suhu dan kalor. 8. Menerapkan konsep fluida. 9. Menerapkan hukum Termodinamika. 10. Menerapkan getaran, gelombang, dan bunyi Standar Kompetensi 7. Menerapkan konsep suhu dan kalor 8. Menerapkan konsep fluida 9. Menerapkan hukum Termodinamika 10. Menerapkan getaran, gelombang, dan bunyi 11. Menerapkan konsep magnet dan elektromagnet

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemrograman nonlinear, fungsi konveks dan konkaf, pengali lagrange, dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemrograman nonlinear, fungsi konveks dan konkaf, pengali lagrange, dan BAB II KAJIAN PUSTAKA Kajian pustaka pada bab ini akan membahas tentang pengertian dan penjelasan yang berkaitan dengan fungsi, turunan parsial, pemrograman linear, pemrograman nonlinear, fungsi konveks

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Isolator. Pada suatu sistem tenaga listrik terdapat berbagai bagian yang memiliki

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Isolator. Pada suatu sistem tenaga listrik terdapat berbagai bagian yang memiliki BAB II DASAR TEORI 2.1 Isolator Pada suatu sistem tenaga listrik terdapat berbagai bagian yang memiliki tegangan dan juga tidak bertegangan. Sehingga bagian yang tidak bertegangan ini harus dipisahkan

Lebih terperinci

KONSEP DASAR JARINGAN DISTRIBUSI. Nama kelompok 1 : Ridho ilham Romi eprisal Yuri ramado Rawindra

KONSEP DASAR JARINGAN DISTRIBUSI. Nama kelompok 1 : Ridho ilham Romi eprisal Yuri ramado Rawindra KONSEP DASAR JARINGAN DISTRIBUSI Nama kelompok 1 : Ridho ilham 2016330024 Romi eprisal 2015330008 Yuri ramado 2015330005 Rawindra 2015330007 A. KONSEP DASAR JARINGAN DISTRIBUSI Sistem penyaluran tenaga

Lebih terperinci

dimana, Ba = Benang atas (mm) Bb = Benang bawah (mm) Bt = Benang tengah (mm) D = Jarak optis (m) b) hitung beda tinggi ( h) dengan rumus

dimana, Ba = Benang atas (mm) Bb = Benang bawah (mm) Bt = Benang tengah (mm) D = Jarak optis (m) b) hitung beda tinggi ( h) dengan rumus F. Uraian Materi 1. Konsep Pengukuran Topografi Pengukuran Topografi atau Pemetaan bertujuan untuk membuat peta topografi yang berisi informasi terbaru dari keadaan permukaan lahan atau daerah yang dipetakan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Proses Penyaluran Tenaga Listrik Gambar 2.1. Proses Tenaga Listrik Energi listrik dihasilkan dari pusat pembangkitan yang menggunakan energi potensi mekanik (air, uap, gas, panas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tenaga listrik dibangkitkan pada dalam pusat-pusat pembangkit listrik (power plant) seperti PLTA, PLTU, PLTG, dan PLTD lalu disalurkan melalui saluran transmisi setelah

Lebih terperinci

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI II LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMP/MTS SEDERAJAT

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI II LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMP/MTS SEDERAJAT SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI II LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMP/MTS SEDERAJAT 1. USAHA Sebuah benda bermassa 50 kg terletak pada bidang miring dengan sudut kemiringan 30 terhadap bidang horizontal. Jika

Lebih terperinci

Prosiding SENTIA 2016 Politeknik Negeri Malang Volume 8 ISSN:

Prosiding SENTIA 2016 Politeknik Negeri Malang Volume 8 ISSN: ANALISIS KEKUATAN KOSTUM TIKUS PADA KONSTRUKSI SALURAN KABEL UDARA JARINGAN TEGANGAN MENENGAH SECARA PEMODELAN MENGGUNAKAN CATIA V5 Akhmad Faizin, Dipl.Ing.HTL, M.T. Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri

Lebih terperinci

Pemetaan dimana seluruh data yg digunakan diperoleh dengan melakukan pengukuran-pengukuran dilapangan disebut : Pemetaan secara terestris Pemetaan yan

Pemetaan dimana seluruh data yg digunakan diperoleh dengan melakukan pengukuran-pengukuran dilapangan disebut : Pemetaan secara terestris Pemetaan yan PERPETAAN - 2 Pemetaan dimana seluruh data yg digunakan diperoleh dengan melakukan pengukuran-pengukuran dilapangan disebut : Pemetaan secara terestris Pemetaan yang sebagian datanya diperoleh dari photo

Lebih terperinci

Pengaruh Kecepatan Angin pada Karakteristik Performansi Konduktor SUTET

Pengaruh Kecepatan Angin pada Karakteristik Performansi Konduktor SUTET Pengaruh Kecepatan Angin pada Karakteristik Performansi Konduktor SUTET Suprihadi Prasetyono shabri_prasetyo@yahooo.com Universitas Jember Abstrak Perubahan kecepatan angin terhadap konduktor SUTET selain

Lebih terperinci

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018. Departemen Fisika - Wardaya College

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018. Departemen Fisika - Wardaya College Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018-1. Hambatan listrik adalah salah satu jenis besaran turunan yang memiliki satuan Ohm. Satuan hambatan jika

Lebih terperinci

Dielektrika, [P-ISSN ] [E-ISSN X] 85 Vol. 4, No. 2 : 85-92, Agustus 2017

Dielektrika, [P-ISSN ] [E-ISSN X] 85 Vol. 4, No. 2 : 85-92, Agustus 2017 Dielektrika, [P-ISSN 2086-9487] [E-ISSN 2579-650X] 85 Vol. 4, No. 2 : 85-92, Agustus 2017 ANALISA SISTEM PROTEKSI PETIR (LIGHTNING PERFORMANCE) PADA SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI (SUTT) 150 KV SENGKOL-PAOKMOTONG

Lebih terperinci

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR 3.1. ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR PELAT Struktur bangunan gedung pada umumnya tersusun atas komponen pelat lantai, balok anak, balok induk, dan kolom yang merupakan

Lebih terperinci

Bab 3 SALURAN TRANSMISI

Bab 3 SALURAN TRANSMISI Bab 3 SALURAN TRANSMISI TRAFO STEP UP 20/500 kv 500 kv 150 kv 150 kv INDUSTRI 20 kv BISNIS TRAFO GITET 500/150 kv TRAFO GI 150/20 kv PEMBANGKIT TRAFO DISTRIBUSI 220 V PLTA PLTD PLTP PLTG PLTU PLTGU RUMAH

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Resistansi Pentanahan Menara Terhadap Terjadinya Back Flashover

Analisis Pengaruh Resistansi Pentanahan Menara Terhadap Terjadinya Back Flashover Analisis Pengaruh Resistansi Pentanahan Menara Terhadap Terjadinya Back Flashover oleh : Putra Rezkyan Nash 2205100063 Dosen Pembimbing : 1. I G N Satriyadi H,ST,MT. 2. Dr.Eng.I Made Yulistya N,ST,M.Sc.

Lebih terperinci

Bab 3 SALURAN TRANSMISI

Bab 3 SALURAN TRANSMISI Bab 3 SALURAN TRANSMISI TRAFO STEP UP 20/500 kv 500 kv 150 kv 150 kv INDUSTRI 20 kv BISNIS TRAFO GITET 500/150 kv TRAFO GI 150/20 kv PEMBANGKIT TRAFO DISTRIBUSI 220 V PLTA PLTD PLTP PLTG PLTU PLTGU RUMAH

Lebih terperinci

BAB 3 Bab 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 Bab 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 Bab 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Studi Kasus Obyek studi kasus untuk penulisan Tugas Akhir ini adalah Perencanaan Jalan Tol Kertosono Mojokerto, Surabaya yang berada pada provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DATA Proses Pengolahan Data LIDAR Proses pengolahan data LIDAR secara umum dapat dilihat pada skema 3.1 di bawah ini.

BAB III PENGOLAHAN DATA Proses Pengolahan Data LIDAR Proses pengolahan data LIDAR secara umum dapat dilihat pada skema 3.1 di bawah ini. BAB III PENGOLAHAN DATA 3.1. Pengolahan Data LIDAR 3.1.1. Proses Pengolahan Data LIDAR Proses pengolahan data LIDAR secara umum dapat dilihat pada skema 3.1 di bawah ini. Sistem LIDAR Jarak Laser Posisi

Lebih terperinci

TUJUAN INSTRUKSIONAL

TUJUAN INSTRUKSIONAL Pengukuran dan perhitungan hasil PELAKSANAAN PEKERJAAN JALAN TUJUAN INSTRUKSIONAL SETELAH MENGIKUTI PELATIHAN PESERTA DIHARAPKAN MEMAHAMI MATERI PENGUKURAN PADA PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN SERTA MAMPU MELAKSANAKAN

Lebih terperinci

KEGIATAN BELAJAR 6 SUHU DAN KALOR

KEGIATAN BELAJAR 6 SUHU DAN KALOR KEGIATAN BELAJAR 6 SUHU DAN KALOR A. Pengertian Suhu Suhu atau temperature adalah besaran yang menunjukkan derajat panas atau dinginnya suatu benda. Pengukuran suhu didasarkan pada keadaan fisis zat (

Lebih terperinci

PENTANAHAN JARING TEGANGAN RENDAH PLN DAN PENTANAHAN INSTALASI 3 SPLN 12 : 1978

PENTANAHAN JARING TEGANGAN RENDAH PLN DAN PENTANAHAN INSTALASI 3 SPLN 12 : 1978 BIDANG DISTRIBUSI No. SPLN No. JUDUL 1 SPLN 1 : 1995 TEGANGAN-TEGANGAN STANDAR 2 SPLN 3 :1978 PENTANAHAN JARING TEGANGAN RENDAH PLN DAN PENTANAHAN INSTALASI 3 SPLN 12 : 1978 PEDOMAN PENERAPAN SISTEM DISTRIBUSI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI. Nomor : 01.P/47/MPE/1992. Tanggal.: 07 Februari 1992

PERATURAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI. Nomor : 01.P/47/MPE/1992. Tanggal.: 07 Februari 1992 PERATURAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI Nomor : 01.P/47/MPE/1992 Tanggal.: 07 Februari 1992 PT PLN (PERSERO) PENYALURAN DAN PUSAT PENGATUR BEBAN JAWA BALI REGION..... PT PLN (PERSERO) PENYALURAN DAN

Lebih terperinci

PENGARUH DIAMETER PENAMPANG ELEKTRODA CINCIN PERATA TERHADAP DISTRIBUSI TEGANGAN PADA ISOLATOR RANTAI

PENGARUH DIAMETER PENAMPANG ELEKTRODA CINCIN PERATA TERHADAP DISTRIBUSI TEGANGAN PADA ISOLATOR RANTAI 1 Bahan Sidang Tugas Akhir PENGARUH DIAMETER PENAMPANG ELEKTRODA CINCIN PERATA TERHADAP DISTRIBUSI TEGANGAN PADA ISOLATOR RANTAI OLEH : MUHAMMAD IDRIS RUSLI NIM. 040 422 022 DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO PROGRAM

Lebih terperinci

BAB 9 SUHU DAN PEMUAIAN

BAB 9 SUHU DAN PEMUAIAN A. Suhu sebagai Tingkat Panas BAB SUHU DAN PEMUAIAN Suhu merupakan sesuatu untuk menyatakan derajat panas dinginnya suatu benda. Suhu rendah berarti dingin atau sejuk. Suhu tinggi berati panas. Untuk mengetahui

Lebih terperinci

Fungsi kendala tidak hanya dibentuk oleh pertidaksamaan tetapi juga oleh pertidaksamaan dan/atau persamaan =. Fungsi kendala dengan pertidaksamaan

Fungsi kendala tidak hanya dibentuk oleh pertidaksamaan tetapi juga oleh pertidaksamaan dan/atau persamaan =. Fungsi kendala dengan pertidaksamaan Fungsi kendala tidak hanya dibentuk oleh pertidaksamaan tetapi juga oleh pertidaksamaan dan/atau persamaan =. Fungsi kendala dengan pertidaksamaan mempunyai variabel surplus, tidak ada variabel slack.

Lebih terperinci

BIDANG STUDI : FISIKA

BIDANG STUDI : FISIKA BERKAS SOAL BIDANG STUDI : MADRASAH ALIYAH SELEKSI TINGKAT PROVINSI KOMPETISI SAINS MADRASAH NASIONAL 013 Petunjuk Umum 1. Silakan berdoa sebelum mengerjakan soal, semua alat komunikasi dimatikan.. Tuliskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan pesatnya pertumbuhan penduduk, ekonomi, industri, dan perumahan.

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan pesatnya pertumbuhan penduduk, ekonomi, industri, dan perumahan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan tenaga listrik diberbagai wilayah di Indonesia semakin meningkat seiring dengan pesatnya pertumbuhan penduduk, ekonomi, industri, dan perumahan. Untuk memenuhi

Lebih terperinci

LAMPIRAN B. Jarak Bebas Minimum Horisontal dari Sumbu Vertikal Menara/Tiang. Jarak Horisont al Akibat Ayunan Kondukt or H (m)

LAMPIRAN B. Jarak Bebas Minimum Horisontal dari Sumbu Vertikal Menara/Tiang. Jarak Horisont al Akibat Ayunan Kondukt or H (m) Keterangan: 1. X1 = Panjang upper cross arm = 13,4 m 2. X2 = Panjang middle cross arm = 13,8 m 3. X3 = Panjang lower cross arm = 14,3 m 4. H = Ketinggian lower cross arm dari permukaan tanah = 46,5 m 5.

Lebih terperinci

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA 3.1 Kebutuhan Peta dan Informasi Tinggi yang Teliti dalam Pekerjaan Eksplorasi Tambang Batubara Seperti yang telah dijelaskan dalam BAB

Lebih terperinci