PENGARUH DIAMETER PENAMPANG ELEKTRODA CINCIN PERATA TERHADAP DISTRIBUSI TEGANGAN PADA ISOLATOR RANTAI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH DIAMETER PENAMPANG ELEKTRODA CINCIN PERATA TERHADAP DISTRIBUSI TEGANGAN PADA ISOLATOR RANTAI"

Transkripsi

1 1 Bahan Sidang Tugas Akhir PENGARUH DIAMETER PENAMPANG ELEKTRODA CINCIN PERATA TERHADAP DISTRIBUSI TEGANGAN PADA ISOLATOR RANTAI OLEH : MUHAMMAD IDRIS RUSLI NIM DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI FAKULTAS TEKNIK UNIERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007

2 2 PENGARUH DIAMETER PENAMPANG ELEKTRODA CINCIN PERATA TERHADAP DISTRIBUSI TEGANGAN PADA ISOLATOR RANTAI Oleh : Muhammad Idris Rusli NIM Disetujui Oleh Pembimbing Ir. Syahrawardi NIP Diketahui Oleh, Ketua Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik USU Prof. Dr. Ir. Usman Baafai NIP DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI FAKULTAS TEKNIK UNIERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007

3 3 BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Pada umumnya, kegagalan alat alat listrik pada waktu bekerja disebabkan karena kegagalan isolasinya. Kegagalan isolasi (insulation failure) ini disebabkan karena beberapa hal antara lain lamanya waktu pemakaian, kerusakan mekanis, berkurangnya kekuatan dielektrik dan karena dikenakan tegangan lebih. Isolator tegangan tinggi seperti pada jaringan transmisi tegangan tinggi terdiri dari beberapa unit piring isolator, tergantung tingkat tegangan yang dipikulnya. Setiap isolator dapat dianggap sebagai sebuah kapasitor, dikarenakan isolator tersebut membentuk susunan konduktor dielektrik konduktor. Dan pada isolator rantai ini akan dijumpai beberapa kapasitansi yaitu kapasitansi sendiri (C 1 ), kapasitansi antara jepitan logam isolator dengan menara (C 2 ), dan kapasitansi antara jepitan logam isolator dengan konduktor tegangan tinggi (C 3 ). Oleh karena itu isolator rantai dapat dianggap susunan dari beberapa kapasitor yang terhubung secara seri maupun paralel. Karena itu bila isolator diberi tegangan arus bolak balik, maka distribusi tegangan di sepanjang isolator rantai tersebut terdistribusi tidak merata. Agar lebih meratakan distribusi tegangan sepanjang isolator rantai ditambahkanlah elektroda cincin perata yang dipasang seporos pada jepit logam salah satu piring isolator.

4 4 Pada tugas akhir ini penulis menggunakan elektroda cincin perata dengan memfareasikan diameter penampang dari elektroda cincin perata, yang diharapkan dapat lebih meratakan distribusi tegangan di sepanjang isolator rantai. I.2. MAKSUD DAN TUJUAN Penulisan tugas akhir ini bertujuan untuk : Mengetahui efektifitas perubahan ketebalan dari penampang elektroda cincin perata terhadap perataan distribusi tegangan pada isolator rantai. Untuk memenuhi persyaratan kelulusan sarjana di Departemen Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara. I.3. BATASAN MASALAH Batasan permsalahan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah hanya membahas mengenai perataan tegangan pada isolator rantai dan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh perubahan diameter penampang elektroda cincin perata terhadap pendistribusian tegangan pada isolator rantai. I.4. METODOLOGI PENULISAN Metodologi penulisan yang dilakukan dalam tugas akhir ini adalah dengan cara : 1. Penelitian Pustaka ( study literature ) Hal ini dilakukan dengan mengumpulan bahan bahan acuan dari berbagai sumber pustaka seta jurnal jurnal referensi yang berhubungan dengan penulisan. 2. Diskusi

5 5 Berupa konsultasi dan bimbingan kepada dosen pembimbing serta kepada asisten laboratorium. 3. Pengujian Langsung Pengujian ini dimaksudkan agar teori yang disajikan akan semakin jelas dengan adanya data data yang diambil dalam pengujian di laboratorium teknik tegangan tinggi. I.5. SISTEMATIKA PENULISAN Materi pembahasan dalam tugas akhir ini diuraikan dalam lima bab adalah sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Bab ini merupakan gambaran menyeluruh tentang apa yang diuraikan dalam tugas akhir ini, yaitu pembahasan tentang latar belakang, maksud dan tujuan, batasan masalah, metodologi penulisan dan sistematika penulisan. BAB II : ISOLATOR SALURAN TRANSMISI Bab ini menguraikan tentang peralatan saluran transmisi, jenis jenis dari isolator, karakteristik isolator. BAB III : DISTRIBUSI TEGANGAN PADA ISOLATOR RANTAI Pada bab ini menerangkan tentang kapasitansi isolator, perataan distribusi tegangan isolator rantai, menghitung distribusi tegangan dilengkapi dengan contoh kasus dan usaha perataan tegangan pada isolator rantai, serta contoh faktor kerataan distribusi tegangan pada isolator rantai

6 6 BAB I : PENGUKURAN DISTRIBUSI TEGANGAN PADA ISOLATOR RANTAI Bab 3 ini berisi tentang tujuan pengujian, metode pengukuran, peralatan dan bahan pengujian, rangkaian pengujian, prosedur pengujian dan data hasil pengukuran. BAB : ANALISA HASIL PENGUJIAN Berisikan tentang konversi tegangan tembus sela bola dan faktor kerataan (AF) dari distribusi tegangan pada isolator rantai. BAB I : KESIMPULAN DAN SARAN

7 7 BAB II ISOLATOR SALURAN TRANSMISI II.1. BAGIAN BAGIAN UTAMA SALURAN TRANSMISI Sebagaimana kita ketahui sebuah saluran transmisi adalah berfungsi menyalurkan energi listrik dari pusat pembangkitan menuju tempat konsentrasi beban yang biasanya berjarak sangat jauh. Secara umum penyaluran tenaga listrik dijelaskan pada gambar 2.1 di bawah ini. G SISTEM PEMBANGKITAN 150 k SISTEM TRANSMISI 150 k GI 20 k SISTEM DISTRIBUSI 380/220 volt Gambar 2.1 Bagan Satu Garis Sistem Tenaga Listrik Bagian bagian utama dari saluran transmisi adalah sebagai berikut : 1. Menara transmisi 2. Kawat penghantar (conductor) 3. Kawat tanah (ground wires) 4. Isolator isolator piring II.1.1. Menara Transmisi

8 8 Jenis jenis bangunan penopang saluran transmisi yang dikenal adalah menara menara baja, tiang tiang baja, tiang tiang beton bertulang dan tiang tiang kayu. Menara baja adalah bangunan tinggi terbuat dari baja yang bagian bagian kakinya mempunyai pondasi sendiri sendiri, sedang tiang baja mempunyai satu pondasi untuk semua bagian kakinya. Menara baja untuk saluran transmisi menurut bentuk dan sifat konstruksinya dibagi menjadi menara persegi, menara persegi panjang, menara jenis korset, menara gantry, menara rotasi, menara M. C. dan menara bertali. II.1.2. Kawat Penghantar Kawat penghantar biasanya terbuat dari bahan tembaga, aluminium dan aluminium campuran. Khusus untuk transmisi digunakan aluminium antara : All Aluminium Conductor (AAC), yaitu konsuktor yang seluruhnya terbuat dari aluminium. All Aluminium Alloy Conductor (AAAC), yaitu konduktor yang seluruhnya terbuat dari campuran aluminium. Aluminium Conductor Steel Reinforced (ACSR), yaitu konduktor aluminium yang berinti kawat baja. Aluminium Conductor Alloy Reinforced (ACAR), yaitu konduktor aluminium yang diperkuat dengan logam campuran. Konduktor saluran udara (Overhead Conduktor) yang sering dipakai untuk saluran transmisi adalah seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.2 berikut.

9 9 b. Kawat Pilin c. Konduktor Berongga Gambar 2.2. Konduktor Saluran Transmisi. II.1.3. Kawat Tanah Kawat tanah atau kawat perisai (shielding wire) adalah kawat kawat pada saluran transmisi yang ditempatkan di atas kawat kawat fasa sebagaimana yang diperlihatkan pada gambar 2.3. Gunanya adalah untuk melindungi kawat-kawat penghantar atau kawat phasa baik akibat sambaran petir langsung atau tidak langsung (sambaran induksi). Kawat tanah umumnya dipakai kawat baja yang lebih murah, tetapi tidaklah jarang digunakan kawat ACSR. Kawat Tanah Gambar 2.3 Kawat tanah pada tower transmisi II.1.4. Isolator Isolator berfungsi untuk mengisolir kawat jaringan yang bertegangan dengan tiang atau menara penyangga kawat jaringan agar arus listrik tidak mengalir dari kawat jaringan tersebut ke tanah. Isolator dipasang atau digantung pada travers

10 10 (cross arm) struktur pendukung, sedangkan konduktor daya dipasang pada jepit isolator. isolator perlu memiliki kekuatan mekanik dan elektrik yang baik. Isolator terdiri dari bahan isolasi yang diapit oleh elektroda elektroda. Dengan demikian maka isolator terdiri dari sejumlah kapasitansi. Karena kapasitansi ini, maka distribusi tegangan pada suatu deretan isolator menjadi tidak seragam. Potensial pada ujung yang terkena langsung dengan kawat konduktor adalah yang terbesar. Menurut penggunaan dan konstruksinya, isolator pasang luar (outdoor insulator) atau isolator saluran udara (overhead insulator) diklasifikasikan menjadi isolator pasak (pin type insulato), isolator piring (suspension insulator), isolator batang panjang (long rod insulator), isolator pos saluran (line pos insulator). 1. Isolator Pasak (Pin Type Insulator ) Isolator jenis ini adalah yang pertama kali dirancang untuk menopang penghantar saluran. Desain dari isolator ini ditunjukkan pada gambar 2.4. Gambar 2.4 Gambar Isolator Pasak (Pin Type Insulator ) Untuk pemakaian tegangan yang makin tinggi, dibutuhkan bahan isolasi yang makin tebal, akan tetapi dalam praktek tidak dapat dibuat isolator tunggal yang sangat tebal. Oleh karena itu dibuat isolator pasak yang terdiri dari beberapa bagian

11 11 disambungkan satu sama lain dengan menggunakan perekat semen. isolator jenis pasak dapat dipergunakan sampai 80 k. 2. Isolator Piring Pada sistem saluran udara tegangan tinggi, jenis isolator yang banyak dipergunakan adalah isolator piring. Sejumlah isolator piring dihubung hubungkan secara seri dengan mempergunakan sambungan logam., membentuk satu rentengan. Sedangkan penghantar saluran dipegang oleh isolator yang terbawah. Keuntungan keuntungan mempergunakan isoplator piring : a. Tiap isolator piring dirancang untuk tegangan yang tidak terlalu tinggi, jadi dengan menghubungkan sejumlah isolator, dapat dirancang suatu rentengan isolator sesuai dengan kebutuhan. b. Jika salah satu atau beberapa isolator dalam rentengan rusak, dapat dilakukan penggantian dengan mudah dan dengan biaya yang murah. c. Rentengan isolator beresifat lentur, hal ini dapat mengurangi pengaruh tarikan mekanis. d. Jika rentengan isolator dipasang pada menara baja, pengaruh petir pada penghantar akan berkurang karena letak kawat

12 12 Sebuah isolator piring terdiri dari sebuah piringan porselin atau gelas yang bagian bawahnya berlekuk lekuk untuk memperbesar jarak rayap. Pada bagian atas piringan disemenkan sebuah tutup (cap) yang terbuat dari besi (cor) yang telah digalvanisasikan, sedangkan pada rongga bagian bawah disemenkan sebuah pasak baja yang telah digalvanisasi, visualisasi konstruksi bahan dari isolator piring ini diperlihatkan pada gambar 2.5. Gambar 2.5 Konstruksi sebuah isolator Piring Isolator piring dapat dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan cara penyatuannya dengan isolator lain. Saat ini jenis isolator piring yang banyak dipergunakan adalah jenis clevis dan ball and socket, seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.6 berikut. Jenis Clevis Jenis Ball & Socket Gambar 2.6. Jenis isolator piring 3. Isolator Batang Panjang (Long-rod insulator)

13 13 Isolator batang panjang berbentuk seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.7. isolator jenis ini terdiri atas jenis silinder porselin dengan dengan kerutan kerutan dan ujungnya diperkuat dengan dua tutup logam yang disemenkan. Diameter silinder porselin dipilih menurut kekuatan mekanis yang dibutuhkan, kuat tariknya sekitar kg/cm 2. Pemakaian isolator batang panjang menghemat logam jika dibandingkan dengan isolator rentengan (isolator piring), juga lebih ringan. Oleh karena isolator batang panjang mempunyai rusuk yang sederhana, maka kotoran yang melekat pada permukaan isolator mudah tercuci oleh hujan, sehingga isolator jenis ini sesuai untuk daerah daerah yang intensitas polusinya lebih tinggi. Gambar 2.7 Isolator jenis Batang Panjang ((Long-rod insulator) 4. Isolator Pos Saluran (Line Pos Insulator) Isolator jenis ini terbuat dari porselin yang bagian bawahnya diberi tutp besi yang disemenkan pada porselin serta pasak baja yang disekrupkan padanya. Karena jenis ini dipakai secara tunggal (tidak berkelompok) serta kekuatan mekanisnya rendah, maka isolator pos saluran tidak dibuat besar. Konstruksi isolator pos saluran dapat dilihat pada gambar 2.8 berikut ini :

14 14 Gambar 2.8 Isolator jenis Pos Saluran (Line Pos Insulator) 5. Isolator Jenis Pin Pos Jenis isolator ini sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar 2.9 digunakan untuk jaringan distribusi hantaran udara tegangan menengah, dipasang pada tiang yang mengalami gaya tekuk. Dan isolator ini tahan terhadap terpaan busur, arus berupa busur api yang mengalir akibat lewat denyar yang disebabkan oleh polusi dapat menyebabkan kerusakan pada permukaan isolator. Isolator pos pin bersifat mampu menahan busur api sampai circuir breaker memutus aliran daya. Gambar 2.9 Jenis Isolator Pos Pin (Pin Pos Insulator) II.2. KARAKTERISTIK ISOLATOR II.2.1. Karakteristik Elektrik Isolator Ditinjau dari segi kelistrikan, isolator dan udara membentuk suatu sistem isolasi yang berfungsi untuk mengisolir suatu konduktor bertegangan dengan rangka penyangga yang dibumikan, sehingga tidak ada arus listrik yang mengalir dari konduktor tersebut ke tanah. Kegagalan suatu isolator dapat terjadi karena bahan dielektrik isolator tembus listrik (breakdown) atau karena terjadinya lewat denyar (flashover) udara di sepanjang permukaan isolator. Dalam kasus yang pertama, karakteristik listrik tidak dapat pulih seperti semula dan sebagian dari isolator

15 15 mengalami kerusakan mekanis sehingga tidak dapat digunakan lagi dan harus diganti. Pada peristiwa lewat denyar, kerusakan pada isolator hanya karena panas yang ditimbulkan busur api pada permukaan isolator. Semua isolator dirancang sedemikian sehingga tegangan tembusnya jauh lebih tinggi dari tegangan lewat denyarnya. Dengan demikian kekuatan dielektrik suatu isolator ditentukan oleh tegangan lewat denyarnya. II.2.2. Karakteristik Mekanis Isolator Karakteristik mekanis suatu isolator ditandai dengan kekuatan mekanisnya, yaitu beban mekanis terendah yang mengakibatkan isolator tersebut rusak. Kekuatan mekanis ini ditentukan dengan membebani isolator dengan beban yang bertambah secara bertahap hingga isolator terlihat rusak. Kekuatan mekanis suatu isolator dinyatakan dalam tiga keadaan beban, yaitu kekuatan mekanis tarik, kekuatan mekanis tekan dan kekuatan mekanis tekuk. Sebelum menetapkan kekuatan mekanis isolator untuk suatu konstruksi, perlu diketahui telebih dahulu beban mekanis yang akan dipikulnya di lapangan. Jika isolator akan digunakan pada jaringan hantaran udara, maka isolator harus mampu memikul berat konduktor dan beban tarik. Berat konduktor tergantung pada luas penampang konduktor, jenis bahannya, jarak gawang, suhu dan kecepatan angin.

16 16 BAB III DISTRIBUSI TEGANGAN PADA ISOLATOR RANTAI III.1. KAPASITANSI ISOLATOR Dua konduktor yang dipisahkan oleh suatu dielektrik atau susunan konduktor dielektrik konduktor merupakan suatu susunan kapasitor. Semua isolator merupakan dua konduktor yang diantarai oleh suatu dielektrik. Pada gambar 3.1 ditunjukkan contoh suatu isolator, yaitu satu unit isolator piring. Isolator tersebut membentuk suatu susunan konduktor dielektrik konduktor, oleh karena itu isolator tersebut dapat dianggap sebagai suatu kapasitor. Gambar 3.1. Ekivalensi suatu isolator piring Jika beberapa isolator piring dirangkai menjadi isolator rantai seperti pada gambar 3.2a, maka akan dijumpai tiga kelompok susunan konduktor-dielektrikkonduktor, masing masing dibentuk oleh : a. Jepitan logam isolator dielektrik isolator jepitan logam di bawahnya. Susunan ini membentuk kapasitansi sendiri isolator ( C 1 ).

17 17 b. Jepitan logam isolator udara menara. Susunan ini membentuk kapasitansi jepitan logam isolator dengan menara yang dibumikan (C 2 ). Kapasitansi ini disebut kapasitansi tegangan rendah. c. Jepitan logam isolator udara konduktor transmisi. Susunan ini dibentuk oleh konduktor tegangan tinggi, maka disebut kapasitansi tegangan tinggi( C 3 ). Oleh karena itu, isolator rantai dapat dianggap sebagai susunan dari beberapa unit kapasitor yang terhubung seperti Gambar 3.2. di bawah : a. susunan konduktor dielektrik konduktor pada isolator rantai b. susunan kapasitansi pada isolator rantai Gambar 3.2. Susunan Konduktor Dielektrik Konduktor pada isolator rantai III.2. PERATAAN DISTRIBUSI TEGANGAN ISOLATOR RANTAI Perataan distribusi tegangan adalah suatu usaha yang bertujuan membuat tegangan pada setiap isolator piring sama. Pada gambar 3.3 terlihat kurva pengaruh kapasitansi C 2 dan C 3 terhadap distribusi tegangan pada setiap piring isolator rantai. Distribusi tegangan pada setiap piring isolator tidak sama meskipun kapasitansi masing masing isolator piring sama.

18 18 n/ memperhitungkan C memperhitungkan C2 dan C3 2 C2 dan C3 tdk diperhitungkan G memperhitungkan C2 100 % n/n Gambar 3.3 Kurva distribusi tegangan isolator rantai Kurva distribusi tegangan yang ideal adalah linier (kurva 1), yaitu jika kapasitansi ke menara C 2 dan kapasitansi tegangan tinggi C 3 tidak ada. Jika hanya ada kapasitansi ke menara, maka kurvanya menurun (kurva 2), dan jika hanya ada kapasitansi tegangan tinggi, maka kurvanya naik (kurva 3). Jika kedua kapasitansi ini (C 2 dan C 3 ) diperhitungkan, maka kurva distribusi tegangan merupakan resultan kurva 2 dan kurva 3 (kurva 4). Distribusi tegangan semakin linier akibat pengaruh adanya kapasitansi tegangan tinggi. Dengan kata lain efek kapasitansi ke menara dapat dikompensasi dengan memperbesar nilai kapasitansi tegangan tinggi. Hal ini dilakukan dengan membuat elektroda cincin perata pada jepitan konduktor seperti ditunjukkan pada gambar 3.4 berikut : Perata tegangan

19 19 Gambar 3.4 Macam Konduktor Perata tegangan Ada beberapa cara dalam usaha meratakan tegangan di setiap unit isolator, yaitu : 1. Dengan mengatur besar harga kapasitansi terhadap bumi (C2) Kapasitansi C2 diupayakan sekecil mungkin, dengan demikian arus bocor yang menuju struktur menara (bumi) akan sangat kecil dan memungkinkan untuk diabaikan. Untuk mendapatkan nilai kapasitansi C2 yang lebih kecil dapat dilakukan dengan mengatur jarak antara isolator rantai terhadap menara pendukung (bumi), dimana jarak berbanding terbalik dengan nilai kapasitansi yang dihasilkan, oleh sebab itu jarak antar menara dan renteng isolator diperbesar agar diperoleh nilai kapasitansi C2 yang sangat kecil. 2. Dengan greading tiap isolator Nilai kapasitansi sendiri (C) dari isolator disesuaikan dengan tingkat tegangan. Isolator yang memikul tegangan paling besar yaitu isolator yang memiliki nilai kapasitansi yang kecil. Dan isolator yang memikul tegangan paling kecil, maka digunakan isolator yang memiliki kapasitansi yang besar. Dengan demikian tegangan di setiap isolator akan sama. 3. Dengan menggunakan guard ring Tegangan di setiap unit isolator dapat dibuat sama dengan cara menggunakan guard ring. Ada beberapa bentuk yang umum dijumpai adalah ring, 8 shaped, horn shaped. Dan metode yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan ring.

20 20 III.3. MENGHITUNG DISTRIBUSI TEGANGAN Untuk menghitung distribusi tegangan di sepanjang isolator rantai perlu kita fahamkan bahwa sebagaimana yang diperlihatkan pada gambar 3.2. setiap pengaruh kapasitansi yang terdapat di sepanjang isolator rantai tersebut dianggap sebagai elemen kapasitansi, dan kapasitansi ini sangat mempengaruhi distribusi tegangan pada isolator rantai. Perhitungan distribusi tegangan pada isolator rantai dapat dilakukan dengan beberapa cara : a. Distribusi tegangan pada isolator rantai dengan mengabaikan kapasitansi jepitan logam isolator dengan menara (C2) dan kapasitansi tegangan tinggi (C3). b. Distribusi tegangan dengan memperhitungkan kapsitansi C2. c. Distribusi tegangan pada isolator rantai dengan memperhitungkan semua kapasitansi. Agar perhitungan distribusi tegangan pada isolator rantai lebih mudah, maka kita membutuhkan beberapa asumsi, yaitu : a. Semua piringan isolator memilki karakteristik yang sama b. Jarak menara ke isolator sama ( C A = ε ) d c. Isolator adalah ideal, artinya tiap kapasitor dapat dianggap sebagai kapasitansi murni. d. Kapasitansi antar penghubung dan elemen isolator dengan konduktor adalah sama.

21 21 III.3.1. Distribusi Tegangan tanpa kapasitansi C2 dan C3 Karena tanpa memperhitungkan kapasitansi antar logam isolator dengan menara (C2) dan kapasitansi antara logam isolator dengan konduktor tegangan tinggi (C3), maka akan sama dengan jika isolator diberi tegangan searah (dc). Pada tegangan dc, tegangan sepanjang isolator rantai didistribusikan secara merata. Rangkaian kapasitansinya ditunjukkan oleh gambar 3.5 berikut : tower / bumi I I I I C C C I I C n Konduktor Gambar 3.5 Rangkaian ekivalen isolator rantai tanpa pengaruh C2 & C3 Elemen dari isolator rantai adalah sama, sehingga tegangan tiap elemen isolator adalah sama besar 1 = I 1 Z 1 ; 2 = I 2 Z 2 ; n = I n Z n Karena kapasitansi-kapasitansi unit isolator sama, maka Z 1 = Z 2 =.Z n...(3.1) Dengan demikian

22 22 = =... = n n = ( 3.2) v...( 3.3) N Dimana : n N = Tegangan pada elemen ke n dari isolator rantai yang ditinjau = Tegangan total yang dikenakan pada isolator rantai = Jumlah elemen pada suatu isolator rantai III.3.2. Distribusi Tegangan memperhitungkan kapasitansi C2 Dengan mengabaikan kpasitansi antara jepit logam isolator dengan konduktor tegangan tinggi (C3), maka kapasitansi yang ada adalah kapasitansi sendiri (C1) dan kapasitansi antara jepit logam isolator dengan bumi (C2) saja yang mempengaruhi distribusi tegangan di sepanjang isolator rantai.sebagaimana yang diperlihatkan oleh gambar 3.6 berikut yang terdiri dari lima buah elemen isoalator : tower C2 C2 C2 C2 Ia Ib Ic Id A B C D I1 C1 I2 C1 I3 C1 I4 C I5 I C1 5 Konduktor Gambar 3.6. Rangkaian ekivalen isolator rantai dengan memperhitungkan C2

23 23 Dan misalkan : Atau m = m = kapasi tan si ke tan ah kapasi tan si bersama C C 2 1 Diperoleh C 2 = mc1 Jatuh tegangan tiap unit isolator adalah 1, 2, 3, 4, 5,. n, di mana penomoran dimulai dari isolator paling atas. = n (3.4) Besarnya arus listrik yang mengalir pada tiap unit isolator dapat ditentukan. Pada titik A, persamaan arusnya adalah: I 2 = I 1 + I a.....(3.5) I 1 = Arus yang mengalir pada isolator 1 I 2 = Arus yang mengalir pada isolator 2 I 2 = jωc 1 2 I 1 = jωc 1 1 I a = j ωc 2 1 = j ωmc 1 1 Persamaan 3.5 dapat dituliskan menjadi jωc 1 2 = jωc jωmc = 1 (1 + m)...(3.6) Pada titik B, persamaan arus adalah: I 3 = I 2 + I b (3.7)

24 24 I 3 = adalah arus yang mengalir pada isolator 3. I 3 = jωc 1 3 I 2 = jωc 1 2 I b = jωc 2 ( ) = jωmc 1 ( ) Maka, persamaan 3.7 menjadi : jωc 1 3 = jωc jωmc 1 ( ) 3 = 2 + m ( )...(3.8) Maka dengan mensubtitusikan persamaan 3.6 ke dalam persamaan 3.8 : 3 = 1 (1 + m) + m{ (1 + m)} = 1 + m 1 + m( 1 + m ) = 1 + m 1 + m 1 + m m 1 = m 1 + m = 1 (1 + 3m + m 2 )...(3.9) Pada titik C, persamaan arusnya adalah : I 4 = I 3 + I c...(3.10) I 4 = adalah arus yang mengalir pada isolator 4

25 25 I 4 = jωc 1 4 I 3 = jωc 1 3 I c = jωc 2 ( ) = jωmc 1 ( ) Maka dengan demikian persamaan 3.10 menjadi, jωc 1 4 = jωc jωmc 1 ( ) 4 = 3 + m ( )...(3.11) Dan dengan mensubstitusikan persamaan 3.6 dan 3.8 ke persamaan 3.11 : 4 = 1 (1 + 3m + m 2 ) + m { 1 + ( 1 (1 + m)) + 1 (1 + 3m + m 2 )} = 1 + 3m 1 + m m { 1 + 3m 1 + m m ) = 1 + 3m 1 + m m m m 1 + m m 1 = m 1 + 5m m = 1 (1 + 6m + 5m 2 + m 3 )...(3.12) Pada titik D, akan kita lihat persamaan arusnya, I 5 = I 4 + I d...(3.13) I 5 = merupakan arus yang mengalir pada isolator 5. I 5 = jωc 1 5

26 26 I 4 = jωc 1 4 I d = jωc 2 ( ) = jωmc 1 ( ) maka persamaan 3.13 menjadi, jωc 1 5 = jωc jωmc 1 ( ) 5 = 1 (1 + 6m + 5m 2 + m 3 ) + m{ (1 + m) + 1 (1 + 3m + m 2 ) + 1 (1 + 6m + 5m 2 + m 3 )} 5 = 1 + 6m 1 + 5m m m( m m 1 + m m 1 + 5m m 3 1 ) = 1 + 6m 1 + 5m m m 1 + m 1 + m m 1 + 3m m m m m m = 1 (1 + 10m + 15m 2 + 7m 3 + m 4 )...(3.14) Sesuai persamaan 3.4, maka untuk isolator gantung berjumlah 5 unit berlaku persamaan, = (3.15) Maka dengan memasukkan persamaan (3.6), (3.9), (3.12) dan persamaan 3.14 ke dalam persamaan (3.15), maka : = (1 + m) + 1 (1 + 3m + m 2 ) + 1 (1 + 6m + 5m 2 + m 3 ) +

27 27 1 (1 + 10m + 15m 2 + 7m 3 + m 4 ) = m m 1 + m m 1 + 5m m m m m m 4 1 = m m m m 4 1 = 1 (5 + 20m + 21m 2 + 8m 3 + m 4 )...(3.16) 1 = (5 + 20m + 21m 2 + 8m 3 + m 4 )...(3.17) Dan untuk renteng isolator yang lebih banyak lagi, cara yang sama juga dapat dilakukan, yakni untuk jumlah isolator sampai isolator ke-n. III.3.3. Distribusi Tegangan Dengan Memperhitungkan C 1 Dan C 3 Jika yang diperhitungkan hanya kapasitansi sendiri (C 1 ) dengan kapasitansi antar logam isolator dengan konduktor tegangan tinggi (C 3 ), maka persamaan dan bentuk rangkaian ekivalennya akan seperti berikut ini :

28 28 tower A B C D I1 C1 i a I2 C1 i b I3 C1i c I4 C1 i d C3 C3 C3 C3 a' b ' c' d ' I5 I C1 5 Konduktor Gambar 3.7. Rangkaian ekivalen hanya memperhitungkan kapasitansi C 1 dan C 3 Dalam perhitungannya distribusi yang hanya memperhitungkan kapasitansi sendiri (C 1 ) dan kapasitansi antara jepit logam isolator dengan konduktor tegangan tinggi (C 3 ), kita perlu membuat suatu asumsi, dimana : Untuk lebih memudahkan dalam perhitungan, dianggap C 2 = C 3 = mc 1 Jika, 1. Aa = AD (karena a = b = c = 1 ) 2. Bb = BD = Cc = 4 = Dd = 5 = Dx = Da = Db = Dc = Dd Pada titik A persamaan arusnya : I 2 = I 1 i a...(3.18) Dengan I 2 = jωc 1 2

29 29 I 1 = jωc 1 1 I a = jωc 3 Aa = jωmc 1 ( 1 ) Maka : jωc 1 2 = jωc jωmc 1 ( - 1 ) 2 = 1 m ( 1 ) = 1 m + m 1 2 = 1 (1 + m) m...(3.19) Pada titik B persamaan arusnya adalah, I 3 = I 2 - i b...(3.20) Dengan I 3 = jωc 1 3 I 2 = jωc 1 2 i 2 = jωc 2 Bb = jωmc 1 I b = jωc 3 Bb = jωmc 1 ( 2 1 ) Maka, jωc 1 3 = jωc 1 2 jωmc 1 ( 2 1 ) 3 = 2 m( 2 1 )......(3.21) Dengan mensubstitusikan persamaan 3.19 ke dalam persamaan = 1 (1 + 3m + m 2 ) (2m + m 2 )...(3.22) Dan dengan cara yang sama pada titik C diperoleh : I 4 = I 3 i c......(3.23) Dimana, I 4 = jωc 1 4 I 3 = jωc 1 3 i c = jωc 3 Cc = jωmc 1 ( )

30 30 Maka : jωc 1 4 = jωc jωmc 1 ( ) 4 = 3 m ( ))...(3.24) Dengan mensubstitusikan persamaan 3.19 dan persamaan 3.22 kedalam persamaan 3.24, maka : 4 = 1 {1 + 6m + 5m 2 + m 3 ) (3m + 4m 2 + m 3 )...(3.25) Dan dengan cara yang sama pada titik D diperoleh : I 5 = I 4 - i d...(3.26) Dimana, I 5 = jωc 1 5 I 4 = jωc 1 4 i 4 = jωc 2 Dd = jωmc 1 ( ) Maka : jωc 1 5 = jωc 1 4 jωmc 1 ( ) 5 = 4 m( )...(3.27) Dengan mensubstitusikan persamaan (3.19), (3.22) dan persamaan 3.25 ke dalam persamaan 3.27, 5 = 1 (1 + 10m + 12m 2 + 7m 3 + m 4 ) (4m + 10m 2 + 6m 3 + m 4 )...(3.28) Sesuai dengan persamaan (3.15), bahwa, = maka : = (3.29) Dan dengan mensubstitusikan persamaan (3.19), (3.22), (3.25) dan persamaan 3.28 kedalam persamaan 3.29 : = = 1 (5 + 20m + 18m 2 + 8m 3 + m 4 ) (10m + 15m 2 + 7m 3 + m 4 )

31 31 Maka besar harga 1 adalah seperti yang diperlihatkan oleh persamaan 3.30 berikut : 1 = (1+ 10m + 15m (5 + 20m + 18m m + m ) m + m )...(3.30) III.3.4. Distribusi Tegangan Dengan Memperhitungkan C 2 Dan C 3 Jika semua kapasitansi C 1, C 2 dan C 3 diperhitungkan maka rangkaian ekivalen kapasitansi pada isolator rantai ini dapat dilihat pada Gambar 3.8. Tower a b c d x C 2 C 2 C2 C 2 i 1 i 2 i 3 i 4 I 1 C 1 C A i 3 a I 2 C 1 C B i 3 b I 3 C 1 C C i 3 c I 4 C 1 C id 3 D I 5 C 1 E a, b, c, d, Konduktor Gambar 3.8. Rangkaian ekivalen dengan memperhitungkan kapasitansi C 2 dan C 3 Untuk lebih memudahkan dalam perhitungan, dianggap C 2 = C 3 = mc 1 Jika, 6. Aa = AD (karena a = b = c = 1 ) 7. Bb = BD = 2 1

32 32 8. Cc = 4 = Dd = 5 = Dx = Da = Db = Dc = Dd Pada titik A persamaan arusnya : I 2 = I 1 + ( i 1 I a )...(3.31) Dengan I 2 = jωc 1 2 I 1 = jωc 1 1 i 1 = jωc 2 2 Aa = jωmc 1 1 I a = jωc 3 Aa = jωmc 1 ( 1 ) Maka : jωc 1 2 = jωc (jωmc jωmc 1 ( 1 ) 2 = 1 + (m 1 m( 1 )) = 1 + m 1 m m 1 = 1 + m(2 1 ) 2 = 1 (1 + 2m) m...(3.32) Pada titik B persamaan arusnya adalah, I 3 = I 2 + ( i 2 I b )...(3.33) Dengan I 3 = jωc 1 3 I 2 = jωc 1 2 i 2 = jωc 2 Bb = jωmc 1 I b = jωc 3 Bb = jωmc 1 ( 2 1 ) Maka, jωc 1 3 = jωc (jωmc 1 ( 2 1 ) - jωmc 1 (( 2 1 ))

33 33 3 = 2 + m( 2 1 ) m( 2 1 )...(3.34) Dengan mensubstitusikan persamaan 3.32 ke dalam persamaan = ( 1 (1 + 2m) m) + (m( 1 (1 + 2m) m) + 1 ) m( 1 (1 + 2m) m 1 )) = 1 + 6m 1 + 4m 2 2m 2m 2 3 = 1 (1 + 6m + 4m 2 ) (2m + 2m 2 )...(3.35) Dan dengan cara yang sama pada titik C diperoleh : I 4 = I 3 + (i 3 I c )...(3.36) Dimana, I 4 = jωc 1 4 I 3 = jωc 1 3 i 3 = jωc 2 Cc = jωmc 1 ( ) I c = jωc 3 Cc = jωmc 1 ( ) Maka : jωc 1 4 = jωc (jωmc 1 ( ) - jωmc 1 ( )) 4 = 3 + m( ) m ( ))...(3.37) Dengan mensubstitusikan persamaan 3.32 dan persamaan 3.34 ke dalam persamaan 3.37, maka : 4 = { 1 (1 + 6m + 4m 2 ) (2m + 2m 2 )} + m{( 1 (1 + 6m + 4m 2 ) (2m + 2m 2 )} + { 1 (1 + 2m) m) + 1 } m{ { 1 (1 + 6m + 4m 2 ) - (2m + 2m 2 )} { 1 (1 + 2m) m) 1 } 4 = 1 + 6m 1 + 4m m 2m 2 + m 1 + 6m m 3 1 2m 2

34 34 2m 3 + m 1 + 2m 2 1 m 2 + m 1 m +m 1 + 6m m 3 1 2m 2 2m 3 + m 1 + 2m 2 1 m 2 + m 1 4 = 1 {1 + 12m + 20 m 2 + 8m 3 ) (3m + 8m 2 + 4m 3 )...(3.38) Dan dengan cara yang sama pada titik D diperoleh : I 5 = I 4 + (i 4 I d )...(3.39) Dimana, I 5 = jωc 1 5 I 4 = jωc 1 4 i 4 = jωc 2 Dd = jωmc 1 ( ) I d = jωc 3 Dd = jωmc 1 ( ) Maka : jωc 1 5 = jωc (jωmc 1 ( ) - jωmc 1 ( )) 5 = 4 + m( ) m ( ))..(3.40) Dengan mensubstitusikan persamaan (3.32), (3.35) dan persamaan 3.38 ke dalam persamaan 3.40, 5 = [ 1 {1 + 12m + 20 m 2 + 8m 3 ) (3m + 8m 2 + 4m 3 )] + m[{ 1 {1 + 12m + 20 m 2 + 8m 3 ) (3m + 8m 2 + 4m 3 } + { 1 (1 + 6m + 4m 2 ) (2m + 2m 2 )} + { 1 (1 + 2m) m} + 1 ] - m[{} { 1 {1 + 12m + 20 m 2 + 8m 3 ) (3m + 8m 2 + 4m 3 } { 1 (1 + 6m + 4m 2 ) - (2m + 2m 2 )} { 1 (1 + 2m) m} 1 ] 5 = m m m 3 1 3m 8m 2-4m 3 +m 1 + m 1 + 2m 2 1 m 2 + m 1 + 6m m 3 1 2m 2-2m 3 + m m m m 4 1 3m 2 8m 3 4m 4 m + m 1 + m 1 + 2m m 2 + m 1 +

35 35 6m m 3 1 2m 2-2m 3 + m m m m 4 1 3m 2 8m 3 4m 4 5 = m m m m 4 1 4m 20m 2 24m 3 8m 4 = 1 (1 + 20m + 60m m m 4 ) (4m + 20m m 3 +8m 4 )...(3.41) Sesuai dengan persamaan (3.15), bahwa, = maka : = (3.42) Dan dengan mensubstitusikan persamaan (3.32), (3.35), (3.38) dan persamaan 3.41 kedalam persamaan 3.42 : = = m 1 m m 1 + 4m 2 1 2m 2m m m m 3 1 3m 8m 2 4m m 1 +60m m m 4 1 4m 20m 2 24m 3 8m 4 = m m m m 4 10m 30m 28m 3 8m 4 = 1 (5 + 40m + 84m m m 4 ) (10m + 30m m 3 + 8m 4 ) Maka besar harga 1 adalah seperti yang diperlihatkan oleh persamaan 3.42 berikut : 1 = (1+ 10m + 30m + 28m + 8m ) (5 + 40m + 84m + 64m + 16m )...(3.42) III.4. Contoh Perhitungan Faktor Kerataan Distribusi Tegangan Pada Isolator Rantai Untuk melihat pengaruh kapasitansi sendiri isolator (C 1 ), kapasitansi tegangan rendah (C 2 ) dan kapasitansi tegangan tinggi terhadap distribusi tegangan pada isolator rantai, berikut ini akan dibuat contoh perhitungan untuk menghitung distribusi tegangan pada isolator rantai.

36 36 Misalkan suatu transmisi hantaran udara menggunakan isolator rantai yang terdiri atas lima unit isolator piring yang sama, dimana perbandingan kapasitansi ke menara (C 2 ) dengan kapasitansi sendiri (C 1 ) adalah 0.1. Dimisalkan tegangan transmisi ke konduktor transmisi adalah 40 k/50 Hz. Dimana perhitungan distribusi tegangan dilakukan untuk 3 keadaan yaitu : a. Mengabaikan kapasitansi jepitan logam isolator dengan menara (C 2 ) dan kapasitansi tegangan tinggi (C 3 ). Rangkaian ekivalennya adalah seperti ditunjukkan pada Gambar 3.5 Menurut rumus 3.1, maka tegangan pada setiap unit isolator piring adalah L N 40 n = = = 8 N 5 k 1 = 2 = 3 = 4 = 5 = 8 k Dari hasil perhitungan diperoleh tegangan pada setiap unit isolator sama. Berdasarkan persamaan 3.1, faktor kerataannya adalah (AF) = 8 8 = 0. Dalam hal ini tegangan pada setiap unit isolator terdistibusi merata. b. Memperhitungkan Kapasitansi C1 dan C 2 Rangkaian ekivalen isolator rantai dengan memperhitungkan kapasitansi C 2, adalah seperti yang terlihat pada gambar 3.6. Untuk distribusi tegangan dengan memperhitungkan C 2, sedang kapasitansi (C 3 ) diabaikan, yang ada hanya kapasitansi sendiri (C 1 ) dan kapasitansi tegangan rendah (C 2 ). Tegangan pada 1, berdasarkan persamaan 3.16, yaitu : = 1 ( m + 21 m m 3 + m 4 ), maka : 1 = (5+ 20m + 21m 2 + 8m 3 + m 4 )

37 37 1 = {5 + (20 x 0,1) + (21 x 0,1 ) + (8 x 0,1 ) + (0,1 ) 40 1 = = 5,542k 7,218 Tegangan pada 2, berdasarkan persamaan 3.6, maka 2 2 = ( 1 + m ) = ( 1 + 0,1 ) 5,542 k = 6,096 k Tegangan pada 3, berdasarkan persamaan 3.9, maka 3 3 = ( 1 + 3m + m 2 ) = ( 1 + (3 x 0,1) + (0,1 2 )) 5,542 k = 7,260 k Tegangan pada 4, berdasarkan persamaan 3.12, maka 4 adalah : 4 = (1 + 6m + 5m 2 + m 3 ) = (1 + (6 x 0,1) + (5 x 0,1 2 ) + (0,1 3 ) 5,542 k = 9,150 k Tegangan pada 5, Berdasarkan persamaan 3.14, maka 5 adalah : 5 = ( m + 15 m m 3 + m 4 ) 1 5 = (1 + (10 x 0,1) + (15 x 0,1 2 ) + (7 x 0,1 3 ) + (0,1 4 )) 5,542 k = 11,955 k Dari hasil perhitungan, faktor kerataannya adalah : AF = 11,955 k 5,542 k = 6,413 k c. Memperhitungkan Kapasitansi C 1 dan C 3 Tegangan pada 1, berdasarkan persamaan 3.43, yaitu :

38 38 1 = (1+ 10m + 15m (5 + 20m + 18m m + m ) m + m ) 1 = 86,284 = 12,004 k 7,188 Tegangan pada 2, berdasarkan persamaan 3.19, maka = 1 ( 1 + m ) - m = 9,204 k Tegangan pada 3, berdasarkan persamaan 3.22, maka 3 3 = 1 ( 1 + 3m + m 2 ) (2m + m 2 ) 3 = 7,325 k Tegangan pada 4, berdasarkan persamaan 3.25, maka 4 adalah : 4 = 1 {1 + 6m + 5m 2 + m 3 ) (3m + 4m 2 + m 3 ) 4 = 6,179 k Tegangan pada 5, Berdasarkan persamaan 3.28, maka 5 adalah : 5 = 1 (1 + 10m + 12m 2 + 7m 3 + m 4 ) (4m + 10m 2 + 6m 3 + m 4 ) 5 = 5,290 k Dari hasil perhitungan, faktor kerataannya adalah : AF = 12,004 k 5,290 k = 6,714 k d. Dengan memperhitungkan C 2 dan C 3 Rangkaian ekivalen isolator rantai dengan memperhitungkan semua kapasitansi C 1, C 2 dan C 3 adaalah seperti gambar 3.8. Pada perhitungan ini dimisalkan jarak antara isolator dengan menara adalah sama sehingga C 2 = C 3 = mc, maka tegangan pada unit isolator piring adalah : 1 = (1+ 10m + 30m + 28m + 8m ) (5 + 40m + 84m + 64m + 16m )

39 39 1 = (1+ 10(0,1) + 30(0,1) + 28(0,1) + 8(0,1) ) (5 + 40(0,1) + 84(0,1) + 64(0,1) + 16(0,1) ) 1 = 93,152 = 9,404 k 9, = 1 (1 + 2m) m = (1 + 2 (0.1)) 0.1(40) = k 3 = 1 ( m + 4m 2 ) (2m + 2m 2 ) = (1+ 6(0,1) + 4(0,1) 2 ) ((2(0.1) + 2(0.1) 2 )40 = 6,623 k 4 = 1 ( 1+ 12m+ 20m 2 +8m 3 ) (3m+8m 2 +4m 3 ) = (1+ 12(0.1) + 20(0.1) 2 + 8(0.1) 3 ) ( 3(0.1) + 8(0.1) 2 + 4(0.1) 3 )40 = 7,285 k 5 = 1 ( m + 60m m 3 +16m 4 ) (4m + 20m m 3 + 8m 4 ) = (1+20(0.1) + 60(0.1) (0.1) (0.1) 4 ) - (4(0.1) + 20(0.1) (0.1) 3 + 8(0,1) 4 40 = 9,404 k Sedangkan, faktor kerataan (AF) = 9,404 k k 6,623k = 2,781k Dari keempat hasil perhitungan di atas, diperoleh faktor kerataan untuk perhitungan dengan mengabaikan kapasitansi jepitan logam isolator dengan menara (C 2 ) dan kapasitansi tegangan tinggi (C 3 ) adalah nol, pada perhitungan dengan mengabaikan kapasitansi (C 3 ) dan memperhitungkan kapasitansi (C 2 ) diperoleh faktor kerataan adalah 6,413 k sedangkan pada perhitungan dengan memperhitungkan semua kapasitansi diperoleh faktor kerataan adalah k.

40 40 Dari ketiga nilai faktor kerataan di atas tegangan yang terdistribusi merata adalah pada perhitungan dengan mengabaikan kapasitansi tegangan rendah (C 2 ) dan kapasitansi tegangan tinggi (C 3 ) karena faktor kerataannya adalah nol. Dalam hal ini tegangan di sepanjang isolator rantai terdistribusi merata. BAB I PENGUKURAN DISTRIBUSI TEGANGAN PADA ISOLATOR RANTAI I.1. UMUM Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi, Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Pengujian dilakukan terhadap isolator rantai yang terdiri atas 10 piring isolator jenis clevis dengan diameter 254 mm. Pada Gambar 4.1 memperlihatkan isolator rantai yang menjadi objek penelitian. Jepitan logam Dielektrik Batang logam jepitan terminal konduktor

41 41 Gambar 4.1. Isolator rantai objek penelitian Elektroda cincin perata yang digunakan pada pengukuran ini terbuat dari besi padat. Untuk melihat pengaruh elektroda cincin perata terhadap distribusi tegangan pada isolator rantai, dalam penelitian ini dibuat diameter penampang dari elektroda cincin yang berfariasi untuk 10 isolator rantai. Fariasi dari Diameter penampang yang digunakan pada pengukuran ini adalah 8 mm, 12 mm, 16 mm, 20 mm dan 24 mm, dengan diameter elektroda cincin perata tetap pada ukuran 60 cm, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.2. D = 60 cm d = 8 mm d = 12 mm d = 16 mm d = 20 mm d = 24 mm Gambar 4.2. Elektroda Cincin

42 42 Dimana : D = diameter elektroda cincin perata d = diameter penampang elektroda cincin perata Elektroda cincin perata diposisikan seporos dengan isolator rantai. Pada pengukuran ini elektroda cincin perata ditempatkan pada 17 cm dari jarak titik pusat elektroda cincin perata dengan ujung paling bawah batang logam pengikat konduktor. Seutas kawat tipis digunakan untuk menghubungkan elektroda cincin perata dengan batang logam terminal konduktor, seperti diperlihatkan pada gambar cm 7 Cincin Elektroda Kawat penghubung cm Konduktor T.Tinggi Gambar 4.3. Pemasangan elektroda cincin perata seporos dengan isolator rantai Dalam pengukuran ini elektroda cincin perata ditempatkan pada penyangga kayu sesuai dengan posisi elektroda cincin perata pada pengukuran ini, seperti ditunjukkan pada gambar 4.4. Jarak antar penyangga dapat diubah-ubah sesuai dengan ukuran diameter elektroda cincin perata.

43 43 Kayu Elektroda cincin perata Gambar 4.4. Elektroda cincin perata yang ditopang oleh kayu penyangga I.2. METODE PENGUKURAN Dalam pengukuran ini yang akan diukur adalah tegangan pada setiap piring isolator, saat isolator diberi tegangan. Tegangan yang diberikan pada isolator rantai adalah tegangan tinggi sehingga tegangan pada tiap unit piring isolator adalah tegangan tinggi juga. Oleh karena itu, pengukuran tegangan piring isolator tidak dapat dilakukan dengan voltmeter tegangan rendah. Ada beberapa metode pengukuran tegangan tinggi, salah satu diantaranya adalah dengan alat ukur elektroda bola standar. Pengukuran dengan alat ukur elektroda bola standar menggunakan dua buah elektroda bola yang ukurannya sama dan dibuat seporos seperti ditunjukkan pada Gambar 4.5.

44 44 Gambar 4.5. Elektroda bola standard Jarak elektroda bola dapat dibuat bervariasi. Pada jarak tertentu, dan keadaan udara standar, yaitu pada keadaan suhu udara 20 C dan tekanan udara 760 mmhg, sudah diketahui tegangan tembus elektroda tersebut. Tegangan tembus elektroda bola standar untuk berbagai diameter bola dan berbagai jarak sela bola diberikan pada Lampiran 1. Dalam prakteknya, keadaan udara tidak selalu sama dengan keadaan standar. Tembus listrik elektroda bola pada keadaan udara sembarang adalah: = δ s....(4.1) di mana: = Tegangan tembus sela bola pada keadaan sembarang udara s = Tegangan tembus sela bola standar δ = Faktor koreksi udara Faktor koreksi udara tergantung pada suhu dan tekanan udara, besarnya adalah sebagai berikut: δ = 0,386 p 273 +θ.... (4.2) dimana: θ p = Temperature udara ( C) = tekanan udara (mmhg) Oleh karena itu, pada pengukuran ini harus selalu dicatat suhu dan tekanan udara saat pengukuran dilaksanakan. Rangkaian pengukuran tegangan pada isolator rantai dengan menggunakan elektroda bola standar ditunjukkan pada Gambar 4.5. Adapun peralatan yang digunakan dalam pengukuran ini adalah :

45 45 a. Trafo uji (TU) 220/100 k, 50 Hz, 3 Kva 1 set b. Auto Trafo (AT) 1 set c. Resistor Peredam (Rp) 43 k Ω 1 unit d. Elektroda bola standar diameter 5 cm (jarak sela 2 mm) 1 set e. Isolator rantai (jenis clevis) 10 buah f. Tiang pondasi ( dari kayu ) g. Elektroda cicncin dengan penampang berdiameter D 1 = 8 mm, D 2 = 12 mm, D 3 = 16 mm, D 4 = 20 mm, D 5 = 24 mm. 1 2 B Rp 7 8 S1 S Alat ukur bola standard A 220 volt 1 Auto Trafo Trafo Uji Gambar 4.6. Rangkaian pengukuran distribusi tegangan pada isolator rantai Gambar 4.6 menununjukkan rangkaian pengujian untuk mendapatkan distribusi tegangan pada isolator rantai yang terdiri dari 10 unit isolator. Untuk melihat pengaruh pemasangan elektroda cincin perata terhadap distribusi tegangan

46 46 pada isolator rantai maka pengukuran yang dilakukan ada dua metode yakni dengan dan tanpa menggunakan elektroda cincin perata.. Terminal tegangan tinggi trafo uji "A" dihubungkan pada jepitan isolator no.10, sedang terminal tegangan tinggi elektroda bola "B" dihubungkan pada jepitan isolator no.1. Diameter elektroda bola yang digunakan adalah 5 cm dengan jarak sela dibuat 0,2 cm. Dengan demikian pada keadaan standar elektroda bola ini akan tembus listrik pada tegangan 8 k. Pada keadaan udara tidak standar, akan tembus listrik pada tegangan b = δ x 8 k. Kemudian tegangan keluaran trafo uji dinaikkan secara bertahap dengan kecepatan 1k/detik sampai udara pada sela bola tembus. Pada saat yang bersamaan dicatat tegangan yang dibangkitkan sekunder trafo uji dan misalkan nilainya i. Tegangan ini merupakan tegangan yang dipikul semua isolator. Sedang tegangan yang dipikul elektroda bola-bola sama dengan tegangan yang dipikul isolator no.1. Dengan demikian tegangan pada isolator no.1 adalah b. Setelah tegangan i dicatat, tegangan trafo uji diturunkan sampai dengan nol dan saklar S 2 dibuka. Tegangan pada isolator no.1 dalam persen tegangan isolator rantai adalah: b (%) = 100%....(4.3) 1 x i1 Kemudian terminal tegangan tinggi elektroda bola dipindahkan ke isolator no.2, prosedur seperti di atas diulang kembali sampai elektroda bola tembus listrik. Artinya tegangan pada isolator no.1 dan no.2 adalah b. Tegangan isolator no.1 dan no.2 dalam persen tegangan isolator ( i ) adalah: b ( 1 2 )% = x100%...(4.4) i 1 b = x100% 1 % (4.5) 2 i2

47 47 Demikian seterusnya dilakukan untuk setiap teminal tegangan tinggi elektroda bola dipindahkan pada isolator 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan 9. Tegangan dalam persen (%) pada masing-masing piring isolator dapat ditulis sebagai berikut : b = x100% ( 1 + )%...(4.6) 3 % 2 i3 b = x100% ( )%...(.4.7) 4 % 3 i4 b = x100% ( )%...(4.8) 5 % 4 i5 b = x100% ( )%...(4.9) 6 % 5 i6 b = x100% ( )%...(4.10) 7 % 6 i7 b = x100% ( )%.....(4.11) 8 % 7 i8 b = x100% ( )%....(4.12) 9 % 8 i9 Sedangkan persentase tegangan pada isolator no.10 adalah: 10 (%) = 100% - ( )%... (3.13) Setelah pengukuran tanpa menggunakan elektroda cincin perata selesai, pengukuran dilanjutkan dengan menggunakan elektroda cincin perata. Prosedur pengukuran yang dilakukan sama dengan pengukuran tanpa menggunakan elektroda cincin. I.3. HASIL PENGUKURAN

48 48 Semua data hasil pengukuran ditampilkan dalam bentuk tabel. Data data hasil pengukuran diberikan pada Lampiran 2. BAB ANALISIS DATA.1. UMUM Hasil pengukuran yang diperoleh belum secara langsung menggambarkan distribusi tegangan pada isolator. Untuk itu data yang diperoleh perlu diolah lagi hingga diperoleh distribusi tegangan pada setiap piring isolator. Kemudian data ini dianalisa dan ditunjukkan dalam bentuk kurva untuk melihat pengaruh elektroda cincin perata terhadap distribusi tegangan pada isolator rantai. Ada tiga hal yang akan diuraikan dalam bab ini, yaitu: 1. Konvesi tegangan tembus sela bola dari keadaan standar ke keadaan sembarang. 2. Perhitungan persentase tegangan pada setiap piring isolator. 3. Perhitungan faktor kerataan isolator.

49 49 Hal terakhir di atas diuraikan untuk melihat pengaruh elektroda cincin perata terhadap distribusi tegangan isolator rantai..2. KONERSI TEGANGAN TEMBUS SELA BOLA Keadaan udara saat pengukuran tidak selalu sama dengan keadaan standar. Berdasarkan persamaan 5.1, tegangan tembus listrik elektroda bola pada keadaan sembarang adalah: Di mana : S δ = Tegangan Standar sela bola (k) = Tegangan Tembus pada keadaan udara sembarang (k) = Faktor Koreksi Faktor koreksi udara tergantung kepada suhu dan tekanan udara, besarnya adalah sebagai berikut : p δ = θ P = Tekanan Udara (mmhg) θ = Temperatur Udara ( o C) Pada pengukuran ini digunakan elektroda bola dengan diameter 5 cm dengan jarak sela dibuat 0,2 cm. Dengan demikian pada keadaan standar elektroda bola ini akan tembus listrik pada tegangan 8 k (lihat Tabel pada Lampiran 1). Pada keadaan udara tidak standar atau sembarang, akan tembus listrik pada tegangan : = δ x 8 k...(5.1)

50 50 Pengukuran dilakukan pada waktu yang berbeda, sehingga keadaan udara tidak sama selama pengukuran dilakukan. Oleh karena itu, setiap pengukuran harus dicatat tekanan dan suhu udaranya. Oleh karena itu, tegangan tembus sela bola pada setiap pengukuran harus dihitung menurut rumus 5.1. Sebagai contoh diambil hasil pengukuran tegangan isolator no. 1 dengan menggunakan elektroda cincin perata berdiameter 8 mm. Saat pengukuran keadaan udara adalah sebagai berikut: - Temperature saat pengujian, θ = 26.8 C - Tekanan udara saat pengujian, p = mmhg Dengan demikian faktor koreksinya adalah: x726.5 δ = = maka tegangan yang membuat sela bola tembus listrik adalah: = 8 x 0,935 = 7,480 k Perhitungan yang sama seperti di atas dilakukan untuk setiap posisi penjepit terminal tegangan tinggi elektroda bola, pada pengukuran tanpa menggunakan elektroda cincin perata dan juga pada pengukuran dengan menggunakan elektroda cincin perata.

51 51 Lampiran 3. Data tegangan tembus listrik sela bola pada setiap pengukuran diberikan pada.3. FAKTOR KERATAAN (AF) Tegangan setiap piring isolator dalam persen tegangan isolator rantai (tegangan sekunder trafo uji) dihitung dengan menggunakan data pada Lampiran 3. Berikut ini diberikan contoh perhitungan persentase tegangan pada setiap piring isolator rantai dengan menggunakan elektroda cincin perata berdiameter 8 mm. Persen tegangan isolator nomor 1 b 1 (%) = x100% i1 7,480 (%) = x100% = % Persen tegangan isolator nomor 2 ( i2 ) b (%) = x100% 1% 2 i = x100% % = 6.584% Persen tegangan isolator nomor 3 ( i3 ) b (%) = x100% ( )% 3 i3

52 52 7,480 3 = x100% ( )% = 5.127% Persen tegangan isolator nomor 4 ( i4 ) b (%) = x100% ( )% 4 i4 7,504 = x100 % ( ) % = % Persen tegangan isolator nomor 5 ( i5 ) b (%) = x100% ( )% 5 i5 7,504 5 = x100 % ( )% = 1.935% Persen tegangan isolator nomor 6 ( i6 ) b (%) = x100% ( )% 6 i6 7,472 = x100 % ( )% = 1.298% Persen tegangan isolator nomor 7 ( i7 ) b (%) = x100% ( )% 7 i7

53 53 7,472 = x100% ( )% = 7.440% Persen tegangan isolator nomor 8 ( i8 ) b (%) = x100% ( )% 8 i8 7,472 9 = x100% ( )% = 4.289% Persen tegangan isolator nomor 9 ( i9 ) b (%) = x100% ( )% 9 i9 7,472 9 = x100% ( )% = % Persen tegangan isolator nomor 10 ( i10 ) b (%) = x100% ( )% 10 i10 7, = x100% ( )% 7,416 =34.970% 9

54 54 Dan untuk seterusnya hingga diperoleh hasil perhitungan seperti diberikan pada tabel 5.1, dan berdasarkan table 5.1 tersebut dibuatlah kurva karakteristik hasil pengukuran isolator rantai dalam persen yang ditunjukkan pada lampiran 4. Tabel Lampira 5.1 Persen Tegangan Tiap Piring Iolator nomor isolator Persentase Tegangan Tiap Piring Isolator (%) d = 8 mm d = 12 mm d = 16 mm d = 20 mm d = 24 mm Dari perhitungan persentase tegangan sebagaimana yang ditunjukkan pada tabel 5.1 di atas, dihitunglah faktor kerataan, baik tanpa dan dengan menggunakan elektroda cincin perata.

55 55 Berikut ini diberikan contoh perhitungan faktor kerataan, jika isolator rantai dengan elektroda cincin perata berdiameter 8 mm. Persentase tegangan tertinggi dipikul isolator no.10, yaitu : % Dan persentase tegangan terendah dipikul isolator no. 6, yaitu : % Maka diperoleh faktor kerataan AF = % % = % Dengan cara yang sama faktor kerataan dihitung untuk isolator rantai dengan mengguanakan elektroda cincin perata yang lain, yaitu untuk penampang berdiameter, 12 mm, 16 mm, 20 mm, 24 mm dan hasilnya diperlihatkan pada tabel 5.2 berikut ini. Tabel 5.2 Faktor Kerataan (AF) Diameter Penampang Elektrida Cincin (mm) Faktor Kerataan (AF)

56 Dari hasil perhitungan faktor kerataan pada tabel 5.2 dibuat kurva yang menggambarkan hubungan faktor kerataan dengan diameter penampang dari elektroda cincin perata. Kurva tersebut diperlihatkan pada gambar 5.1. Faktor Kerataan Diameter penampang Elektroda Cincin (mm) Gambar 5.1. Kurva Hubungan Faktor Kerataan dengan Diameter Penampang Elektroda Cincin Kurva di atas memperlihatkan bahwa adanya pengaruh perubahan distribusi tegangan pada isolator rantai dengan menambahkan elektroda cincin perata yang

PENGARUH ELEKTRODA CINCIN PERATA TERHADAP DISTRIBUSI TEGANGAN ISOLATOR RANTAI JENIS PORSELEN

PENGARUH ELEKTRODA CINCIN PERATA TERHADAP DISTRIBUSI TEGANGAN ISOLATOR RANTAI JENIS PORSELEN PENGARUH ELEKTRODA CINCIN PERATA TERHADAP DISTRIBUSI TEGANGAN ISOLATOR RANTAI JENIS PORSELEN Doly Damanik, Syahrawardi Konsentrasi Teknik Energi Listrik, Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Isolator. Pada suatu sistem tenaga listrik terdapat berbagai bagian yang memiliki

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Isolator. Pada suatu sistem tenaga listrik terdapat berbagai bagian yang memiliki BAB II DASAR TEORI 2.1 Isolator Pada suatu sistem tenaga listrik terdapat berbagai bagian yang memiliki tegangan dan juga tidak bertegangan. Sehingga bagian yang tidak bertegangan ini harus dipisahkan

Lebih terperinci

BAB II ISOLATOR PENDUKUNG HANTARAN UDARA

BAB II ISOLATOR PENDUKUNG HANTARAN UDARA BAB II ISOLATOR PENDUKUNG HANTARAN UDARA Isolator memegang peranan penting dalam penyaluran daya listrik dari gardu induk ke gardu distribusi. Isolator merupakan suatu peralatan listrik yang berfungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ISOLATOR PIRING 2.1.1 Umum Pada suatu sistem tenaga listrik terdapat berbagai bagian yang memiliki tegangan dan juga tidak bertegangan. Sehingga bagian yang tidak bertegangan

Lebih terperinci

PENGARUH POSISI STUB ISOLATOR TERHADAP DISTRIBUSI TEGANGAN PADA ISOLATOR PIRING GELAS

PENGARUH POSISI STUB ISOLATOR TERHADAP DISTRIBUSI TEGANGAN PADA ISOLATOR PIRING GELAS PENGARUH POSISI STUB ISOLATOR TERHADAP DISTRIBUSI TEGANGAN PADA ISOLATOR PIRING GELAS Andi Hidayat, Syahrawardi Konsentrasi Teknik Energi Listrik, Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB II SISTEM SALURAN TRANSMISI ( yang membawa arus yang mencapai ratusan kilo amper. Energi listrik yang

BAB II SISTEM SALURAN TRANSMISI ( yang membawa arus yang mencapai ratusan kilo amper. Energi listrik yang A II ITEM ALUAN TANMII ( 2.1 Umum ecara umum saluran transmisi disebut dengan suatu sistem tenaga listrik yang membawa arus yang mencapai ratusan kilo amper. Energi listrik yang dibawa oleh konduktor melalui

Lebih terperinci

BAB II ARUS BOCOR DAN KELEMBABAN UDARA

BAB II ARUS BOCOR DAN KELEMBABAN UDARA BAB II ARUS BOCOR DAN KELEMBABAN UDARA II.1 Jenis Isolator Isolator merupakan salah satu bahan dielektrik yang digunakan untuk memisahkan konduktor bertegangan dengan kerangka penyangga yang dibumikan.

Lebih terperinci

Bahan Listrik. Isolator Padat

Bahan Listrik. Isolator Padat Bahan Listrik Isolator Padat a.bahan Isolator Isolator Padat Bahan-bahan yang biasa digunakan dalam pembuatan isolator : 1. poliester 2. resin 3. porselen 4. micaver Bahan Isolator 1. poliester dibentuk

Lebih terperinci

BAB II TEGANGAN TINGGI. sehingga perlu penjelasan khusus mengenai pengukuran ini. Ada tiga jenis tegangan

BAB II TEGANGAN TINGGI. sehingga perlu penjelasan khusus mengenai pengukuran ini. Ada tiga jenis tegangan BAB II TEGANGAN TINGGI 2.1 Umum Pengukuran tegangan tinggi berbeda dengan pengukuran tegangan rendah, sehingga perlu penjelasan khusus mengenai pengukuran ini. Ada tiga jenis tegangan tinggi yang akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tegangan tinggi dapat diukur dengan menggunakan alat ukur elektroda bola-bola.

BAB I PENDAHULUAN. Tegangan tinggi dapat diukur dengan menggunakan alat ukur elektroda bola-bola. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tegangan tinggi dapat diukur dengan menggunakan alat ukur elektroda bola-bola. Alat ukur ini terdiri dari dua elektroda bola yang berdiameter sama dan terbuat dari

Lebih terperinci

Bab 4 SALURAN TRANSMISI

Bab 4 SALURAN TRANSMISI Bab 4 SALURAN TRANSMISI TRAFO STEP UP 20/500 kv 500 kv 150 kv 150 kv INDUSTRI 20 kv BISNIS TRAFO GITET 500/150 kv TRAFO GI 150/20 kv PEMBANGKIT TRAFO DISTRIBUSI 220 V PLTA PLTD PLTP PLTG PLTU PLTGU RUMAH

Lebih terperinci

BAB II BUSUR API LISTRIK

BAB II BUSUR API LISTRIK BAB II BUSUR API LISTRIK II.1 Definisi Busur Api Listrik Bahan isolasi atau dielekrik adalah suatu bahan yang memiliki daya hantar arus yang sangat kecil atau hampir tidak ada. Bila bahan isolasi tersebut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Saluran Transmisi Sistem transmisi adalah suatu sistem penyaluran energi listrik dari satu tempat ke tempat lain, seperti dari stasiun pembangkit ke substation ( gardu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dan tidak dapat dilanjutkan dari perhitungan yang sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. Dan tidak dapat dilanjutkan dari perhitungan yang sebelumnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isolator rantai adalah isolator yang terdiri dari beberapa isolator piring yang dirangkai menjadi rantai yang dipasang secara menggantung pada menara transmisi. Oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan bagian peralatan yang terhubung secara fisik dengan tanah. berfungsi sebagai penggantung atau penopang konduktor [2].

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan bagian peralatan yang terhubung secara fisik dengan tanah. berfungsi sebagai penggantung atau penopang konduktor [2]. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Isolator Pada instalasi tenaga listrik dan peralatan listrik dijumpai konduktorkonduktor yang berbeda potensialnya, sehingga dibutuhkan isolator untuk mengisolir konduktor dengan

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan daya listrik dari pembangkit ke konsumen yang letaknya dapat

1 BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan daya listrik dari pembangkit ke konsumen yang letaknya dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Listrik saat ini merupakan sebuah kebutuhan pokok yang tak tergantikan. Dari pusat kota sampai pelosok negeri, rumah tangga sampai industri, semuanya membutuhkan

Lebih terperinci

Bab 3 SALURAN TRANSMISI

Bab 3 SALURAN TRANSMISI Bab 3 SALURAN TRANSMISI TRAFO STEP UP 20/500 kv 500 kv 150 kv 150 kv INDUSTRI 20 kv BISNIS TRAFO GITET 500/150 kv TRAFO GI 150/20 kv PEMBANGKIT TRAFO DISTRIBUSI 220 V PLTA PLTD PLTP PLTG PLTU PLTGU RUMAH

Lebih terperinci

Bab 3 SALURAN TRANSMISI

Bab 3 SALURAN TRANSMISI Bab 3 SALURAN TRANSMISI TRAFO STEP UP 20/500 kv 500 kv 150 kv 150 kv INDUSTRI 20 kv BISNIS TRAFO GITET 500/150 kv TRAFO GI 150/20 kv PEMBANGKIT TRAFO DISTRIBUSI 220 V PLTA PLTD PLTP PLTG PLTU PLTGU RUMAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Akhir akhir ini di PT. PLN (Persero) RAYON RATAHAN seringkali di dapati gangguan atau pemadaman yang tidak direncanakan yang membuat lampu sering padam kebanyakan penyebabnya

Lebih terperinci

PENGARUH KENAIKAN TEMPERATUR TERHADAP TEGANGAN TEMBUS UDARA PADA ELEKTRODA BOLA TERPOLUSI ASAM

PENGARUH KENAIKAN TEMPERATUR TERHADAP TEGANGAN TEMBUS UDARA PADA ELEKTRODA BOLA TERPOLUSI ASAM SINGUDA ENSIKOM VOL. NO. /Maret PENGARUH KENAIKAN TEMPERATUR TERHADAP TEGANGAN TEMBUS UDARA PADA ELEKTRODA BOLA TERPOLUSI ASAM Christian Daniel Simanjuntak, Syahrawardi Konsentrasi Teknik Energi Listrik,

Lebih terperinci

PERENCANAAN SISTEM TRANSMISI TENAGA LISTRIK

PERENCANAAN SISTEM TRANSMISI TENAGA LISTRIK PERENCANAAN SISTEM TRANSMISI TENAGA LISTRIK Hendra Rudianto (5113131020) Pryo Utomo (5113131035) Sapridahani Harahap (5113131037) Taruna Iswara (5113131038) Teddy Firmansyah (5113131040) Oleh : Kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenaga listrik adalah unsur yang paling penting dalam kehidupan modern

BAB I PENDAHULUAN. Tenaga listrik adalah unsur yang paling penting dalam kehidupan modern 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tenaga listrik adalah unsur yang paling penting dalam kehidupan modern seperti saat ini. Tenaga listrik banyak dimanfaatkan baik dalam kegiatan rumah tangga, industri,

Lebih terperinci

ISOLATOR 2.1 ISOLATOR PIRING. Jenis isolator dilihat dari konstruksi dan bahannya dibagi seperti diagram pada Gambar 2.1. Universitas Sumatera Utara

ISOLATOR 2.1 ISOLATOR PIRING. Jenis isolator dilihat dari konstruksi dan bahannya dibagi seperti diagram pada Gambar 2.1. Universitas Sumatera Utara ISOLATOR Pada sistem penyaluran daya listrik dari pembangkit listrik ke konsumen, perlu digunakan tegangan tinggi untuk mengurangi rugi-rugi daya di sepanjang saluran. Pada saluran transmisi dan distribusi,

Lebih terperinci

STUDI PERENCANAAN SALURAN TRANSMISI 150 kv BAMBE INCOMER

STUDI PERENCANAAN SALURAN TRANSMISI 150 kv BAMBE INCOMER SALURAN TRANSMISI 150 kv BAMBE INCOMER Widen Lukmantono NRP 2209105033 Dosen Pembimbing Ir.Syariffuddin Mahmudsyah, M.Eng Ir.Teguh Yuwono JURUSAN TEKNIK ELEKTRO Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi

Lebih terperinci

STUDI GANGGUAN HUBUNGAN SINGKAT SATU FASA KETANAH AKIBAT SAMBARAN PETIR PADA SALURAN TRANSMISI OLEH JUBILATER SIMANJUNTAK NIM :

STUDI GANGGUAN HUBUNGAN SINGKAT SATU FASA KETANAH AKIBAT SAMBARAN PETIR PADA SALURAN TRANSMISI OLEH JUBILATER SIMANJUNTAK NIM : STUDI GANGGUAN HUBUNGAN SINGKAT SATU FASA KETANAH AKIBAT SAMBARAN PETIR PADA SALURAN TRANSMISI OLEH JUBILATER SIMANJUNTAK NIM : 050422035 DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSION

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting dalam menunjang kehidupan sehari hari. Kebutuhan akan energi listrik tersebut selalu meningkat setiap

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERSIHAN OLEH HUJAN TERHADAP ARUS BOCOR ISOLATOR PIN-POST 20 KV TERPOLUSI

PENGARUH PEMBERSIHAN OLEH HUJAN TERHADAP ARUS BOCOR ISOLATOR PIN-POST 20 KV TERPOLUSI PENGARUH PEMBERSIHAN OLEH HUJAN TERHADAP ARUS BOCOR ISOLATOR PIN-POST 2 KV TERPOLUSI Zico Venancio Sinaga, Hendra Zulkarnain Konsentrasi Teknik Energi Listrik, Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibangkitkan oleh sebuah sistem pembangkit perlu mengalami peningkatan nilai

BAB I PENDAHULUAN. dibangkitkan oleh sebuah sistem pembangkit perlu mengalami peningkatan nilai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tegangan tinggi merupakan suatu bagian dari Sistem Tenaga Listrik yang memiliki peranan penting. Dalam proses penyaluran daya, tegangan yang dibangkitkan oleh sebuah

Lebih terperinci

BAB III PELINDUNG SALURAN TRANSMISI. keamanan sistem tenaga dan tak mungkin dihindari, sedangkan alat-alat

BAB III PELINDUNG SALURAN TRANSMISI. keamanan sistem tenaga dan tak mungkin dihindari, sedangkan alat-alat BAB III PELINDUNG SALURAN TRANSMISI Seperti kita ketahui bahwa kilat merupakan suatu aspek gangguan yang berbahaya terhadap saluran transmisi yang dapat menggagalkan keandalan dan keamanan sistem tenaga

Lebih terperinci

STUDI DISTRIBUSI TEGANGAN DAN ARUS BOCOR PADA ISOLATOR RANTAI DENGAN PEMBASAHAN

STUDI DISTRIBUSI TEGANGAN DAN ARUS BOCOR PADA ISOLATOR RANTAI DENGAN PEMBASAHAN STUDI DISTRIBUSI TEGANGAN DAN ARUS BOCOR PADA ISOLATOR RANTAI DENGAN PEMBASAHAN Riza Aryanto. 1, Moch. Dhofir, Drs., Ir., MT. 2, Hadi Suyono, S.T., M.T., Ph.D. 3 ¹Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro, ² ³Dosen

Lebih terperinci

BAB II PEMBUMIAN PERALATAN LISTRIK DENGAN ELEKTRODA BATANG. Tindakan-tindakan pengamanan perlu dilakukan pada instalasi rumah tangga

BAB II PEMBUMIAN PERALATAN LISTRIK DENGAN ELEKTRODA BATANG. Tindakan-tindakan pengamanan perlu dilakukan pada instalasi rumah tangga BAB II PEMBUMIAN PERALATAN LISTRIK DENGAN ELEKTRODA BATANG II.1. Umum (3) Tindakan-tindakan pengamanan perlu dilakukan pada instalasi rumah tangga untuk menjamin keamanan manusia yang menggunakan peralatan

Lebih terperinci

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK. Pusat tenaga listrik umumnya terletak jauh dari pusat bebannya. Energi listrik

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK. Pusat tenaga listrik umumnya terletak jauh dari pusat bebannya. Energi listrik BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK 2.1. Umum Pusat tenaga listrik umumnya terletak jauh dari pusat bebannya. Energi listrik yang dihasilkan pusat pembangkitan disalurkan melalui jaringan transmisi.

Lebih terperinci

BAB II MESIN INDUKSI TIGA FASA. 2. Generator Induksi 3 fasa, yang pada umumnya disebut alternator.

BAB II MESIN INDUKSI TIGA FASA. 2. Generator Induksi 3 fasa, yang pada umumnya disebut alternator. BAB II MESIN INDUKSI TIGA FASA II.1. Umum Mesin Induksi 3 fasa atau mesin tak serempak dibagi atas dua jenis yaitu : 1. Motor Induksi 3 fasa 2. Generator Induksi 3 fasa, yang pada umumnya disebut alternator.

Lebih terperinci

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saluran Transmisi Saluran transmisi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik yang berperan menyalurkan daya listrik dari pusat-pusat pembangkit listrik ke gardu induk.

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN REGULASI TEGANGAN GENERATOR INDUKSI PENGUATAN SENDIRI TANPA MENGGUNAKAN KAPASITOR KOMPENSASI DAN DENGAN MENGGUNAKAN KAPASITOR

ANALISIS PERBANDINGAN REGULASI TEGANGAN GENERATOR INDUKSI PENGUATAN SENDIRI TANPA MENGGUNAKAN KAPASITOR KOMPENSASI DAN DENGAN MENGGUNAKAN KAPASITOR ANALISIS PERBANDINGAN REGULASI TEGANGAN GENERATOR INDUKSI PENGUATAN SENDIRI TANPA MENGGUNAKAN KAPASITOR KOMPENSASI DAN DENGAN MENGGUNAKAN KAPASITOR KOMPENSASI (Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA II.1 UMUM Faraday menemukan hukum induksi elektromagnetik pada tahun 1831 dan Maxwell memformulasikannya ke hukum listrik (persamaan Maxwell) sekitar tahun 1860. Pengetahuan

Lebih terperinci

PENGARUH UKURAN BUTIRAN AIR HUJAN TERHADAP TEGANGAN TEMBUS UDARA

PENGARUH UKURAN BUTIRAN AIR HUJAN TERHADAP TEGANGAN TEMBUS UDARA PENGARUH UKURAN BUTIRAN AIR HUJAN TERHADAP TEGANGAN TEMBUS UDARA Join Wan Chanlyn S, Hendra Zulkarnaen Konsentrasi Teknik Energi Listrik, Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Isolator 2.1.1 Umum Penggunaan isolator banyak dijumpai pada transmisi hantaran udara. Pada jaringan distribusi hantaran udara, gardu induk, dan panel pembagi daya. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN KAWAT TANAH

BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN KAWAT TANAH BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN KAWAT TANAH II. 1 TEORI GELOMBANG BERJALAN II.1.1 Pendahuluan Teori gelombang berjalan pada kawat transmisi telah mulai disusun secara intensif sejak tahun 1910, terlebih-lebih

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (updraft) membawa udara lembab. Semakin tinggi dari permukaan bumi, semakin

II. TINJAUAN PUSTAKA. (updraft) membawa udara lembab. Semakin tinggi dari permukaan bumi, semakin II. TINJAUAN PUSTAKA A. Petir 1. Proses Pembentukan Petir Petir merupakan suatu peristiwa peluahan muatan listrik di atmosfir. Pada suatu keadaan tertentu dalam lapisan atmosfir bumi terdapat gerakan angin

Lebih terperinci

PERCOBAAN - I PEMBANGKITAN DAN PENGUKURAN TEGANGAN TINGGI BOLAK-BALIK

PERCOBAAN - I PEMBANGKITAN DAN PENGUKURAN TEGANGAN TINGGI BOLAK-BALIK PERCOBAAN - I PEMBANGKITAN DAN PENGUKURAN TEGANGAN TINGGI BOLAK-BALIK 1.1 DASAR TEORI Tegangan tinggi bolak-balik banyak dipergunakan untuk pengujian peralatan listrik yang memiliki kapasitansi besar seperti

Lebih terperinci

Penghantar Fungsi penghantar pada teknik tenaga listrik adalah untuk menyalurkan energi listrik dari satu titik ketitik lain. Penghantar yang lazim

Penghantar Fungsi penghantar pada teknik tenaga listrik adalah untuk menyalurkan energi listrik dari satu titik ketitik lain. Penghantar yang lazim KONDUKTOR Penghantar Fungsi penghantar pada teknik tenaga listrik adalah untuk menyalurkan energi listrik dari satu titik ketitik lain. Penghantar yang lazim digunakan adalah aluminium dan tembaga. Aluminium

Lebih terperinci

Bahan Listrik. Bahan penghantar padat

Bahan Listrik. Bahan penghantar padat Bahan Listrik Bahan penghantar padat Definisi Penghantar Penghantar ialah suatu benda yang berbentuk logam ataupun non logam yang dapat mengalirkan arus listrik dari satu titik ke titik lain. Penghantar

Lebih terperinci

BAB 6 KAWAT PENGHANTAR JARINGAN DISTRIBUSI

BAB 6 KAWAT PENGHANTAR JARINGAN DISTRIBUSI 83 KAWAT PENGHANTAR JARINGAN DISTRIBUSI BAB 6 KAWAT PENGHANTAR JARINGAN DISTRIBUSI A. Pendahuluan Kawat penghantar merupakan bahan yang digunakan untuk menghantarkan tenaga listrik pada sistem saluran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. PENDAHULUAN Energi listrik pada umumnya dibangkitkan oleh pusat pembangkit tenaga listrik yang letaknya jauh dari tempat para pelanggan listrik. Untuk menyalurkan tanaga listik

Lebih terperinci

PT PLN (Persero) PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN. SUTT/SUTET Dan ROW. Belajar & Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai Nilai Perusahaan

PT PLN (Persero) PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN. SUTT/SUTET Dan ROW. Belajar & Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai Nilai Perusahaan SUTT/SUTET Dan ROW Saluran Transmisi Tenaga Listrik A. Saluran Udara B. Saluran Kabel C. Saluran dengan Isolasi Gas Macam Saluran Udara Tegangan Tinggi Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 70 kv Saluran

Lebih terperinci

OLEH: AHMAD PTE (S1)

OLEH: AHMAD PTE (S1) TUGAS PERALATAN SISTEM TENAGA LISTRIK Jenis-Jenis Tiang dan Penopang pada Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) 0 kv OLEH: AHMAD 050404 PTE (S) JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KONSTRUKSI GENERATOR ARUS SEARAH

KONSTRUKSI GENERATOR ARUS SEARAH KONSTRUKSI GENERATOR ARUS SEARAH BAGAN DARI MESIN LISTRIK Konversi energi Trafo Listrik Listrik Medan magnet Generator Motor mekanik BAGIAN-BAGIAN MESIN ARUS SEARAH Bagian-bagian penting pada suatu mesin

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 PENGERTIAN Berdasarkan IEV (International Electrotechnical Vocabulary) 441-14-20 disebutkan bahwa Circuit Breaker (CB) atau Pemutus Tenaga (PMT) merupakan peralatan saklar /

Lebih terperinci

Pengujian Tegangan Impuls Pada Isolator Tonggak Pin ( PinPost) Untuk Saluran Udara Tegangan Menengah

Pengujian Tegangan Impuls Pada Isolator Tonggak Pin ( PinPost) Untuk Saluran Udara Tegangan Menengah Pengujian Tegangan Impuls Pada Isolator Tonggak Pin ( PinPost) Untuk Saluran Udara Tegangan Menengah Melfa Silitonga, Abdul Syakur Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Jln. Prof.

Lebih terperinci

MATERIAL TEKNIK. 2 SKS Ruang B2.3 Jam Dedi Nurcipto, MT

MATERIAL TEKNIK. 2 SKS Ruang B2.3 Jam Dedi Nurcipto, MT MATERIAL TEKNIK 2 SKS Ruang B2.3 Jam 8.40-11.10 Dedi Nurcipto, MT dedinurcipto@dsn.dinus.ac.id Perbedaan struktur logam dan non logam Perbedaan yang sangat mendasar antara bahan logamdibanding dengan bahan

Lebih terperinci

BAB II MOTOR ARUS SEARAH. searah menjadi energi mekanis yang berupa putaran. Pada prinsip

BAB II MOTOR ARUS SEARAH. searah menjadi energi mekanis yang berupa putaran. Pada prinsip BAB II MOTOR ARUS SEARAH 2.1. Umum Motor arus searah (DC) adalah mesin yang mengubah energi listrik arus searah menjadi energi mekanis yang berupa putaran. Pada prinsip pengoperasiannya, motor arus searah

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR GANGGUAN PETIR

BAB II TEORI DASAR GANGGUAN PETIR BAB II TEORI DASAR GANGGUAN PETIR II.1 Umum Gangguan petir pada saluran transmisi adalah gangguan akibat sambaran petir pada saluran transmisi yang dapat menyebabkan terganggunya saluran transmisi dalam

Lebih terperinci

BAB III PROTEKSI SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH (SUTM) TERHADAP SAMBARAN PETIR

BAB III PROTEKSI SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH (SUTM) TERHADAP SAMBARAN PETIR BAB III PROTEKSI SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH (SUTM) TERHADAP SAMBARAN PETIR 3.1 Konsep Dasar Sistem Tenaga Listrik Suatu system tenaga listrik secara sederhana terdiri atas : - Sistem pembangkit -

Lebih terperinci

PENGUJIAN TEGANGAN TEMBUS KARPET INTERLOCKING PT. BASIS PANCAKARYA LAPORAN

PENGUJIAN TEGANGAN TEMBUS KARPET INTERLOCKING PT. BASIS PANCAKARYA LAPORAN PENGUJIAN TEGANGAN TEMBUS KARPET INTERLOCKING PT. BASIS PANCAKARYA LAPORAN Disusun oleh : SWITO GAIUS AGUSTINUS SILALAHI PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO DAN TEKNOLOGI INFORMASI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Umum Untuk menjaga agar faktor daya sebisa mungkin mendekati 100 %, umumnya perusahaan menempatkan kapasitor shunt pada tempat yang bervariasi seperti pada rel rel baik tingkat

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA II.1 Umum Motor induksi merupakan motor arus bolak balik ( AC ) yang paling luas digunakan dan dapat dijumpai dalam setiap aplikasi industri maupun rumah tangga. Penamaannya

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH POLUTAN PADA ISOLATOR KACA TERHADAP DISTRIBUSI TEGANGAN ISOLATOR RANTAI

ANALISIS PENGARUH POLUTAN PADA ISOLATOR KACA TERHADAP DISTRIBUSI TEGANGAN ISOLATOR RANTAI ANALISIS PENGARUH POLUTAN PADA ISOLATOR KACA TERHADAP DISTRIBUSI TEGANGAN ISOLATOR RANTAI Jones Milan (), Ir. Syahrawardi () Konsentrasi Teknik Energi Listrik, Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

PENGARUH PERSENTASE FENOL TERHADAP KEKUATAN DIELEKTRIK MINYAK JAGUNG

PENGARUH PERSENTASE FENOL TERHADAP KEKUATAN DIELEKTRIK MINYAK JAGUNG PENGARUH PERSENTASE FENOL TERHADAP KEKUATAN DIELEKTRIK MINYAK JAGUNG Benito Arif Nugroho, Syahrawardi Konsentrasi Teknik Energi Listrik, Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Lebih terperinci

BAB 1 KONSEP DASAR JARINGAN DISTRIBUSI

BAB 1 KONSEP DASAR JARINGAN DISTRIBUSI KONSEP DASAR JARINGAN DISTRIBUSI 1 BAB 1 KONSEP DASAR JARINGAN DISTRIBUSI A. Pendahuluan Sistem penyaluran tenaga listrik dari pembangkit tenaga listrik ke konsumen (beban), merupakan hal penting untuk

Lebih terperinci

PENGARUH PERISAI PELAT LOGAM TERHADAP INDUKSI TEGANGAN SURJA PETIR PADA INSTALASI TEGANGAN RENDAH

PENGARUH PERISAI PELAT LOGAM TERHADAP INDUKSI TEGANGAN SURJA PETIR PADA INSTALASI TEGANGAN RENDAH PENGARUH PERISAI PELAT LOGAM TERHADAP INDUKSI TEGANGAN SURJA PETIR PADA INSTALASI TEGANGAN RENDAH Eykel Boy Suranta Ginting, Hendra Zulkarnaen Konsentrasi Teknik Energi Listrik, Departemen Teknik Elektro

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu sistem tenaga listrik terdiri dari tiga bagian utama : pusat-pusat

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu sistem tenaga listrik terdiri dari tiga bagian utama : pusat-pusat BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Saluran Transmisi ( 1, 5, 7 ) Suatu sistem tenaga listrik terdiri dari tiga bagian utama : pusat-pusat pembangkit listrik, saluran-saluran transmisi, dan sistem-sistem distribusi.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir Penelitian ini mengacu pada beberapa sumber dan tinjauan yang sudah ada, dimana masing-masing penulis menggunakan metode dan simulasi yang berbeda sesuai dengan

Lebih terperinci

SIMULASI PERHITUNGAN DISTRIBUSI TEGANGAN PADA ISOLATOR RANTAI

SIMULASI PERHITUNGAN DISTRIBUSI TEGANGAN PADA ISOLATOR RANTAI SIMULASI PERHITUNGAN DISTRIBUSI TEGANGAN PADA ISOLATOR RANTAI Kentrick Pranoto, Syahrawardi KonsentrasiTeknikEnergiListrik, DepartemenTeknikElektro FakultasTeknikUniversitas Sumatera Utara (USU) Jl. Almamater,

Lebih terperinci

DASAR TEORI. Kata kunci: Kabel Single core, Kabel Three core, Rugi Daya, Transmisi. I. PENDAHULUAN

DASAR TEORI. Kata kunci: Kabel Single core, Kabel Three core, Rugi Daya, Transmisi. I. PENDAHULUAN ANALISIS PERBANDINGAN UNJUK KERJA KABEL TANAH SINGLE CORE DENGAN KABEL LAUT THREE CORE 150 KV JAWA MADURA Nurlita Chandra Mukti 1, Mahfudz Shidiq, Ir., MT. 2, Soemarwanto, Ir., MT. 3 ¹Mahasiswa Teknik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEOR. Gangguan Pada Sistem Tenaga Listrik Gangguan dapat mengakibatkan kerusakan yang cukup besar pada sistem tenaga listrik. Banyak sekali studi, pengembangan alat dan desain sistem perlindungan

Lebih terperinci

BAB III TEGANGAN GAGAL DAN PENGARUH KELEMBABAN UDARA

BAB III TEGANGAN GAGAL DAN PENGARUH KELEMBABAN UDARA BAB III TEGANGAN GAGAL DAN PENGARUH KELEMBABAN UDARA 3.1. Pendahuluan Setiap bahan isolasi mempunyai kemampuan menahan tegangan yang terbatas. Keterbatasan kemampuan tegangan ini karena bahan isolasi bukanlah

Lebih terperinci

Mengukur Kuat Arus dan Beda Potensial Listrik Konsep Arus Listrik dan Beda Potensial Listrik

Mengukur Kuat Arus dan Beda Potensial Listrik Konsep Arus Listrik dan Beda Potensial Listrik LISTRIK DINAMIS Daftar isi Mengukur Kuat Arus dan Beda Potensial Listrik Hukum Ohm Hambatan kawat penghantar Penghantar listrik Hukum Kirchoff Rangkaian Seri Rangkaian Paralel Rangkain campuran Keluar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Lightning Arrester merupakan alat proteksi peralatan listrik terhadap tegangan lebih yang disebabkan oleh petir atau surja hubung (switching surge). Alat ini bersifat

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik Sistem Tenaga Listrik adalah sistem penyediaan tenaga listrik yang terdiri dari beberapa pembangkit atau pusat listrik terhubung satu dengan

Lebih terperinci

KONSEP DASAR JARINGAN DISTRIBUSI. Nama kelompok 1 : Ridho ilham Romi eprisal Yuri ramado Rawindra

KONSEP DASAR JARINGAN DISTRIBUSI. Nama kelompok 1 : Ridho ilham Romi eprisal Yuri ramado Rawindra KONSEP DASAR JARINGAN DISTRIBUSI Nama kelompok 1 : Ridho ilham 2016330024 Romi eprisal 2015330008 Yuri ramado 2015330005 Rawindra 2015330007 A. KONSEP DASAR JARINGAN DISTRIBUSI Sistem penyaluran tenaga

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilakukan di Gardu Induk 150 KV Teluk Betung Tragi Tarahan, Bandar Lampung, Provinsi Lampung. B. Data Penelitian Untuk mendukung terlaksananya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik BAB II TINJAUAN PUSTAKA Secara umum sistem tenaga listrik tersusun atas tiga subsistem pokok, yaitu subsistem pembangkit, subsistem transmisi, dan subsistem distribusi.

Lebih terperinci

PENTANAHAN JARING TEGANGAN RENDAH PLN DAN PENTANAHAN INSTALASI 3 SPLN 12 : 1978

PENTANAHAN JARING TEGANGAN RENDAH PLN DAN PENTANAHAN INSTALASI 3 SPLN 12 : 1978 BIDANG DISTRIBUSI No. SPLN No. JUDUL 1 SPLN 1 : 1995 TEGANGAN-TEGANGAN STANDAR 2 SPLN 3 :1978 PENTANAHAN JARING TEGANGAN RENDAH PLN DAN PENTANAHAN INSTALASI 3 SPLN 12 : 1978 PEDOMAN PENERAPAN SISTEM DISTRIBUSI

Lebih terperinci

LATIHAN FISIKA DASAR 2012 LISTRIK STATIS

LATIHAN FISIKA DASAR 2012 LISTRIK STATIS Muatan Diskrit LATIHAN FISIKA DASAR 2012 LISTRIK STATIS 1. Ada empat buah muatan titik yaitu Q 1, Q 2, Q 3 dan Q 4. Jika Q 1 menarik Q 2, Q 1 menolak Q 3 dan Q 3 menarik Q 4 sedangkan Q 4 bermuatan negatif,

Lebih terperinci

KUAT MEDAN ELEKTRIK DI PERMUKAAN ISOLATOR PENDUKUNG

KUAT MEDAN ELEKTRIK DI PERMUKAAN ISOLATOR PENDUKUNG BAB II KUAT MEDAN ELEKTRIK DI PERMUKAAN ISOLATOR PENDUKUNG II.1. Umum Isolator pendukung jenis post silinder polos digunakan pada sistem instalasi tegangan tinggi pasangan dalam. Udara di sekitar permukaan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Motor asinkron atau motor induksi biasanya dikenal sebagai motor induksi

BAB II DASAR TEORI. Motor asinkron atau motor induksi biasanya dikenal sebagai motor induksi BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum Motor asinkron atau motor induksi biasanya dikenal sebagai motor induksi yang merupakan motor arus bolak-balik yang paling luas penggunaannya. Penamaan ini berasal dari kenyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari tiga fasor yang sama besarnya, berbeda fasa satu dengan yang lain 120 0, hasil

BAB I PENDAHULUAN. dari tiga fasor yang sama besarnya, berbeda fasa satu dengan yang lain 120 0, hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada sistem tiga fasa hubungan Y, arus netral merupakan penjumlahan dari ketiga arus fasanya. Dalam keadaan seimbang, sistem tiga fasa yang terdiri dari tiga fasor

Lebih terperinci

Resistor. Gambar Resistor

Resistor. Gambar Resistor Resistor Resistor merupakan komponen dasar elektronika yang digunakan untuk membatasi jumlah arus yang mengalir dalam satu rangkaian. Sesuai dengan namanya resistor bersifat resistif dan umumnya terbuat

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. mungkin memiliki keseimbangan antara sistem pembangkitan dan beban, sehingga

1 BAB I PENDAHULUAN. mungkin memiliki keseimbangan antara sistem pembangkitan dan beban, sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teknik tenaga listrik sudah mengalami kemajuan yang cukup signifikan dalam sistem penyaluran tenaga listrik. Namun, masih ada daerah yang masih sulit dijangkau

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan kebutuhan utama dan komponen penting dalam

1 BAB I PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan kebutuhan utama dan komponen penting dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi listrik merupakan kebutuhan utama dan komponen penting dalam kehidupan. Energi listrik dibangkitkan melalui pembangkit dan disalurkan ke konsumen-konsumen

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS KARAKTERISTIK TEGANGAN DAN EFISIENSI MOTOR INDUKSI TIGA FASA SEBAGAI GENERATOR INDUKSI DENGAN KELUARAN SATU FASA

TUGAS AKHIR ANALISIS KARAKTERISTIK TEGANGAN DAN EFISIENSI MOTOR INDUKSI TIGA FASA SEBAGAI GENERATOR INDUKSI DENGAN KELUARAN SATU FASA TUGAS AKHIR ANALISIS KARAKTERISTIK TEGANGAN DAN EFISIENSI MOTOR INDUKSI TIGA FASA SEBAGAI GENERATOR INDUKSI DENGAN KELUARAN SATU FASA Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan

Lebih terperinci

PENGARUH KETEBALAN ISOLASI TERHADAP KESEIMBANGAN SUHU KABEL

PENGARUH KETEBALAN ISOLASI TERHADAP KESEIMBANGAN SUHU KABEL PENGARUH KETEBALAN ISOLASI TERHADAP KESEIMBANGAN SUHU KABEL OLEH: HOTMAN P SIMANULLANG NIM: 060422010 PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB 2II DASAR TEORI. Motor sinkron tiga fasa adalah motor listrik arus bolak-balik (AC) yang

BAB 2II DASAR TEORI. Motor sinkron tiga fasa adalah motor listrik arus bolak-balik (AC) yang BAB 2II DASAR TEORI Motor Sinkron Tiga Fasa Motor sinkron tiga fasa adalah motor listrik arus bolak-balik (AC) yang putaran rotornya sinkron/serempak dengan kecepatan medan putar statornya. Motor ini beroperasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metodologi Penelitian Metodologi yang digunakan dalam penelitian Skripsi ini antara lain adalah: 1. Studi literatur, yaitu dengan cara menelaah, menggali, serta mengkaji

Lebih terperinci

No Kode :../Profesional/ / /2018

No Kode :../Profesional/ / /2018 No Kode :../Profesional/ / /2018 MODUL 4 KEGIATAN BELAJAR 1 MEMASANG SALURAN UDARA TEGANGAN RENDAH Penulis: 1. Drs. Hambali, M.Kes 2.Rahmat Hidayat, M.PdT PPG DALAM JABATAN Kementerian Riset, Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengelolaan listrik, salah satunya adalah isolasi. Isolasi adalah suatu alat

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengelolaan listrik, salah satunya adalah isolasi. Isolasi adalah suatu alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sangat bergantung pada kebutuhan energi. Energi tersebut diperoleh dari berbagai sumber, kemudian didistribusikan dalam bentuk listrik. Listrik

Lebih terperinci

BAB II HARMONISA PADA GENERATOR. Generator sinkron disebut juga alternator dan merupakan mesin sinkron yang

BAB II HARMONISA PADA GENERATOR. Generator sinkron disebut juga alternator dan merupakan mesin sinkron yang BAB II HARMONISA PADA GENERATOR II.1 Umum Generator sinkron disebut juga alternator dan merupakan mesin sinkron yang digunakan untuk menkonversikan daya mekanis menjadi daya listrik arus bolak balik. Arus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibangkitkan oleh pembangkit harus dinaikkan dengan trafo step up. Hal ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibangkitkan oleh pembangkit harus dinaikkan dengan trafo step up. Hal ini 2.1 Sistem Transmisi Tenaga Listrik BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sistem transmisi adalah sistem yang menghubungkan antara sistem pembangkitan dengan sistem distribusi untuk menyalurkan tenaga listrik yang dihasilkan

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN VOLTMETER ELEKTROSTATIK UNTUK PENGUKURAN NILAI EFEKTIF TEGANGAN TINGGI AC 100 KV

RANCANG BANGUN VOLTMETER ELEKTROSTATIK UNTUK PENGUKURAN NILAI EFEKTIF TEGANGAN TINGGI AC 100 KV RANCANG BANGUN VOLTMETER ELEKTROSTATIK UNTUK PENGUKURAN NILAI EFEKTIF TEGANGAN TINGGI AC 100 KV Bobby Hertanto, Pembimbing 1: Moch. Dhofir. Drs., Ir., MT., Pembimbing 2: Hery Purnomo. Ir., MT. Abstrak

Lebih terperinci

ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN PADA PERMUKAAN INSULATOR GANTUNG DENGAN MENGGUNAKAN SIMULASI MATLAB

ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN PADA PERMUKAAN INSULATOR GANTUNG DENGAN MENGGUNAKAN SIMULASI MATLAB ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN PADA PERMUKAAN INSULATOR GANTUNG DENGAN MENGGUNAKAN SIMULASI MATLAB ABSTRACT Protus P. Kalatiku 1 dan Yuli Asmi Rahman 2 This paper present the result of simulation about voltage

Lebih terperinci

Perancangan Sistem Transmisi Daya Listrik Bertegangan 150 KV dan Berkapasitas 35 MVA di Kabupaten Bulungan Kalimantan Timur

Perancangan Sistem Transmisi Daya Listrik Bertegangan 150 KV dan Berkapasitas 35 MVA di Kabupaten Bulungan Kalimantan Timur Jurnal Reka Elkomika 2337-439X Oktober 2014 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Teknik Elektro Itenas Vol.2 No.4 Perancangan Sistem Transmisi Daya Listrik Bertegangan 150 KV dan Berkapasitas 35 MVA

Lebih terperinci

LATIHAN UAS 2012 LISTRIK STATIS

LATIHAN UAS 2012 LISTRIK STATIS Muatan Diskrit LATIHAN UAS 2012 LISTRIK STATIS 1. Dua buah bola bermuatan sama (2 C) diletakkan terpisah sejauh 2 cm. Gaya yang dialami oleh muatan 1 C yang diletakkan di tengah-tengah kedua muatan adalah...

Lebih terperinci

PRINSIP KERJA ALAT UKUR

PRINSIP KERJA ALAT UKUR PRINSIP KERJA ALAT UKUR PRINSIP KERJA kwh dan kvarh meter : sistem induksi kw / kva max meter Volt meter Amper meter : sistem elektrodinamis : sistem elektro magnit, kumparan putar, besi putar : sistem

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir (State of The Art Review) Penelitian mengenai kawat tanah pada jaringan distribusi tegangan menengah saat ini telah banyak dilakukan. Beberapa penelitian yang

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN PENGARUH HUBUNGAN SHORT-SHUNT DAN LONG-SHUNT TERHADAP REGULASI TEGANGAN DAN EFISIENSI GENERATOR INDUKSI PENGUATAN SENDIRI

ANALISA PERBANDINGAN PENGARUH HUBUNGAN SHORT-SHUNT DAN LONG-SHUNT TERHADAP REGULASI TEGANGAN DAN EFISIENSI GENERATOR INDUKSI PENGUATAN SENDIRI ANALISA PERBANDINGAN PENGARUH HUBUNGAN SHORT-SHUNT DAN LONG-SHUNT TERHADAP REGULASI TEGANGAN DAN EFISIENSI GENERATOR INDUKSI PENGUATAN SENDIRI ( APLIKASI PADA LABORATORIUM KONVERSI ENERGI LISTRIK FT USU

Lebih terperinci

Evaluasi Belajar Tahap Akhir F I S I K A Tahun 2005

Evaluasi Belajar Tahap Akhir F I S I K A Tahun 2005 Evaluasi Belajar Tahap Akhir F I S I K A Tahun 2005 EBTA-SMK-05-01 Bahan dimana satu arah berfungsi sebagai konduktor dan pada arah yang lain berfungsi sebagai isolator A. konduktor B. isolator C. semi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. searah. Energi mekanik dipergunakan untuk memutar kumparan kawat penghantar

BAB II DASAR TEORI. searah. Energi mekanik dipergunakan untuk memutar kumparan kawat penghantar BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum Generator arus searah mempunyai komponen dasar yang hampir sama dengan komponen mesin-mesin lainnya. Secara garis besar generator arus searah adalah alat konversi energi mekanis

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - INDUKSI ELEKTROMAGNET - INDUKSI FARADAY DAN ARUS

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - INDUKSI ELEKTROMAGNET - INDUKSI FARADAY DAN ARUS LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR Diberikan Tanggal :. Dikumpulkan Tanggal : Induksi Elektromagnet Nama : Kelas/No : / - - INDUKSI ELEKTROMAGNET - INDUKSI FARADAY DAN ARUS BOLAK-BALIK Induksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Rujukan penelitian yang pernah dilakukan untuk mendukung penulisan tugas akhir ini antara lain: 1. (Arif Putra Utama, 2014) melakukan penilitian

Lebih terperinci