STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI"

Transkripsi

1 STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

2 RINGKASAN HANI FITRIANI. Studi Kasus Leiomiosarkoma pada Anjing: Potensial Metastatik. Dibimbing oleh EKOWATI HANDHARYANI dan RETNO WULANSARI. Leiomiosarkoma adalah tumor yang berasal dari otot polos dan sering terjadi pada anjing. Penentuan derajat keganasan tumor sangat penting karena berguna untuk perencanaan pengobatan dan petunjuk prognosis. Salah satu cara untuk menentukan derajat keganasan tumor yaitu dengan menentukan indeks mitotik sel tumor. Penentuan derajat keganasan tumor dapat dilakukan secara makroskopis (staging) maupun mikroskopis (grading). Pada beberapa jenis tumor terutama tumor jenis sarkoma, grade suatu tumor sangat berhubungan dengan kemampuannya bermetastasis, sehingga grade pada tumor disebut juga potensial metastatik. Studi kasus ini bertujuan untuk mengevaluasi indeks mitotik sel tumor leiomiosarkoma pada anjing yang terjadi pada organ hati, paru-paru, jantung, m. intercostalis, dan ginjal sebagai indikator dari potensial metastatik (keganasan tumor). Indeks mitotik merupakan suatu cara pengukuran laju proliferasi sel yang ditentukan dengan menghitung rata-rata figur mitotik dari 20 lapang pandang yang dipilih secara acak dengan perbesaran objektif 40 kali. Preparat histopatologi diwarnai dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisa sidik ragam ANOVA (Analysis of Variance) yang dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tumor dengan indeks mitotik tertinggi terdapat pada organ hati (6,40 ± 1,729 sel/lapang pandang) dan berbeda nyata dengan organ lainnya. Kajian leiomiosarkoma pada anjing yang yang dievaluasi merupakan tumor yang ganas karena memiliki indeks mitotik yang lebih dari 3 pada setiap lapang pandang. Tumor primer ditemukan pada organ hati karena memiliki ukuran makroskpis yang terbesar serta potensial metastatik yang tertinggi. Kata Kunci: Tumor, Derajat Keganasan, Anjing

3 STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

4 Judul Skripsi : Studi Kasus Leiomiosarkoma pada Anjing: Potensial Metastatik Nama : Hani Fitriani NRP : B Disetujui drh. Ekowati Handharyani MSi. Ph.D Pembimbing I drh. Retno Wulansari MSi. Ph.D Pembimbing II Diketahui Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS. Wakil Dekan Tanggal Lulus:

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 19 Juni 1985 sebagai putri pertama dari dua bersaudara dari ayah Hasan Salmun dan ibu Nina Sumartina. Pendidikan penulis dimulai dari Taman Kanak-Kanak Tunas Rimba 3 pada tahun , Sekolah Dasar Negeri Bangka 3 pada tahun , Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Bogor pada tahun , Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Bogor pada tahun Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif mengikuti beberapa organisasi intra kampus, antara lain: HIMPRO Satwa Liar ( ), BEM KM FKH IPB ( ), Komunitas Seni Steril ( ), Veterinary English Club ( ), Forum Ilmiah Mahasiswa ( ), serta menjadi asisten praktikum mata kuliah Histologi Veteriner II pada tahun ajaran 2005/2006.

6 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam studi kasus yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2006 ini ialah Studi Kasus Leiomiosarkoma pada Anjing: Potensial Metastatik. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada: 1. Ibu drh. Ekowati Handharyani MSi. Ph.D dan Ibu drh. Retno Wulansari MSi. Ph.D sebagai dosen pembimbing skripsi atas kemurahan hati, kesabaran, bimbingan, saran, dan nasihat hingga karya ini dapat terselesaikan. 2. Ayah dan Ibu tercinta, serta adik tersayang atas doa dan kasih sayangnya. 3. Staf Laboratorium Patologi, Pak Endang dan Pak Kasnadi yang telah banyak membantu selama penelitian. 4. Bapak drh. H. Agus Setiyono MS. Ph.D sebagai dosen penilai atas masukan dan saran yang diberikan. 5. Ibu Ir. Etih Sudarnika MS. sebagai dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan IPB. 6. Teman sepenelitian, Chandra dan Irao yang senasib dan seperjuangan. 7. Rekan-rekan angkatan 40, sahabat-sahabat, Ame, Galuh, Gita, Dincy, Wiwik, Herli, Iwid, Pritta, Puji, Lina, Tyas, Vidya, dan Indah yang bersedia meluangkan waktunya untuk memberi masukan dalam penyelesaian karya tulis ini. Semoga persahabatan kita tetap terjalin dengan baik. Penulis menyadari bahwa ada banyak kekurangan dalam tulisan ini, namun penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat. Bogor, Agustus 2007 Hani Fitriani

7 DAFTAR ISI Halaman PRAKATA... i DAFTAR ISI ii DAFTAR TABEL iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang.. 1 Tujuan Penelitian.. 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Tumor 3 Karsinogenesis. 3 Klasifikasi Tumor. 4 Proses Penyebaran Tumor 6 Derajat Keganasan Tumor 7 Pendekatan Diagnosis Tumor pada hewan.. 8 Pengobatan Tumor pada Hewan.. 9 Leiomiosarkoma 9 Mitosis Anjing 13 Klasifikasi Anjing 13 Anjing Golden Retriever.. 13 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Sampel Organ Bahan dan Alat. 16 Metode Penelitian.. 16 Nekropsi Hewan.. 16 Pembuatan Preparat Histopatologi... 16

8 iii Pengamatan Preparat Histopatologi. 18 Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN 20 KESIMPULAN Kesimpulan Saran.. 26 DAFTAR PUSTAKA.. 27 LAMPIRAN 29

9 DAFTAR TABEL Halaman 1 Perbedaan sifat antara tumor jinak dan tumor ganas Penentuan derajat keganasan tumor dengan sistem TNM Perubahan patologi anatomis pada organ anjing yang terkena tumor 21 4 Indeks mitotik sel tumor pada organ anjing yang terkena tumor... 23

10 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Diagram alir karsinogenesis Proses metastasis melalui pembuluh darah Siklus sel 11 4 Proses pembelahan sel Anjing Golden Retriever A Hati: Massa tumor pada hati.. 20 B Paru-paru: Massa tumor pada paru-paru 20 7 Gambaran histopatologis sel tumor leiomiosarkoma 22

11 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Analisa Sidik Ragam ANOVA 30 2 Rataan Hitung dan Standar Deviasi Uji Wilayah Berganda Duncan ]

12 PENDAHULUAN Latar Belakang Anjing merupakan hewan yang banyak disukai untuk dijadikan hewan kesayangan karena kecerdasannya, sifatnya yang setia, serta kemampuannya untuk berkomunikasi dengan pemiliknya. Salah satu ras anjing yang diminati sebagai hewan kesayangan adalah Golden Retriever. Penyakit yang paling mematikan bagi ras ini adalah tumor ganas atau kanker. Tumor atau neoplasma merupakan pertumbuhan sel yang tidak terkontrol serta bersifat merugikan bagi penderitanya. Tumor merupakan penyakit yang berbahaya dan dapat menyebabkan kematian bagi penderitanya karena pertumbuhannya yang terus-menerus dan bersaing dengan sel normal dalam memperoleh nutrisi sehingga lambat laun jaringan normal akan mengalami kematian. Leiomiosarkoma merupakan tumor ganas yang berasal dari otot polos. Tumor jenis ini merupakan tumor yang paling sering ditemukan pada anjing. Penentuan derajat keganasan tumor sangat penting karena berguna untuk perencanaan pengobatan dan petunjuk prognosis. Penentuan derajat keganasan tumor dapat dilakukan secara makroskopis (staging) maupun mikroskopis (grading). Derajat keganasan tumor secara makroskopis tergantung pada ukuran tumor primer, keterlibatan kelenjar getah bening, dan penyebaran tumor pada tubuh penderita. Grade suatu tumor ditentukan oleh derajat diferensiasi dan indeks mitotik sel tumor. Pada beberapa jenis tumor terutama tumor jenis sarkoma, grade pada tumor sangat berhubungan dengan kemampuannya bermetastasis. Oleh sebab itu, grade pada tumor disebut juga potensial metastatik. Potensial metastatik adalah kemungkinan suatu tumor berkembang menjadi tumor yang ganas serta menyebar ke berbagai organ dan dapat ditentukan dengan menghitung indeks mitotik pada sel tumor. Tinggi rendahnya indeks mitotik merupakan indikator penting yang menentukan keganasan suatu kejadian tumor (Francken et al. 2003).

13 2 Tujuan Studi kasus ini bertujuan untuk mengevaluasi indeks mitotik pada sel tumor leiomiosarkoma pada anjing Golden Retriever yang ditemukan pada organ hati, paru-paru, jantung, ginjal dan m. intercostalis sebagai indikator dari potensial metastatik.

14 TINJAUAN PUSTAKA Tumor Tumor atau neoplasma adalah pertumbuhan sel yang berproliferasi tanpa terkontrol, memiliki kecenderungan untuk mengganggu sel yang normal, tidak memiliki struktur yang teratur, dan tidak memiliki fungsi (Smith & Jones 1961). Pertumbuhan tumor akan menimbulkan beberapa efek pada penderita. Massa tumor yang tumbuh akan menyebabkan penekanan pada jaringan di sekitarnya, seperti pembuluh darah, saluran viseral, dan syaraf. Penekanan pada pembuluh darah dan saluran viseral akan menyebabkan penyumbatan yang berlanjut dengan edema, iskhemia dan nekrosa. Penekanan pada syaraf akan mengakibatkan rasa sakit pada penderita. Pada umumnya, penderita tumor ganas mengalami kaheksia, kelemahan, dan anemia. Hal tersebut disebabkan oleh persaingan antara sel normal dengan sel tumor dalam mendapatkan suplai darah dan nutrisi (Tjarta 2002). Faktor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya tumor adalah imunosupresi, keturunan, kelainan genetik, defek kongenital, terkena penyakit infeksi yang menginduksi terjadinya tumor, dan ma kanan yang mengandung zat karsinogenik (Sax 1981). Karsinogenesis Agen penyebab tumor disebut karsinogen. Menurut Underwood (1992), karsinogen dapat dikelompokkan menjadi karsinogen kimia (vinyl klorida, obatobatan kemoterapi), virus onkogenik (hepatitis B, virus papilloma), radiasi (ultraviolet, x ray), dan agen biologis (aflatoxin, hormon, parasit). Tahap-tahap pembentukan tumor (karsinogenesis) adalah inisiasi, promosi, dan progresi.

15 4 KARSINOGENESIS Karsinogen Detoksifikasi Metabolisme Ekskresi Metabolit Perbaikan ADN Berikatan dengan ADN Sel normal INISIASI Kerusakan ADN permanen Apoptosis Proliferasi sel PROMOSI Mutasi tambahan, Proliferasi sel PROGRESI Tumor ganas Gambar 1 Diagram alir karsinogenesis (Diadaptasi dari Tjarta 2002) Seperti pada Gambar 1, tahap inisiasi dimulai dari paparan karsinogen terhadap sel normal sehingga berubah menjadi sel dengan kerusakan Asam Deoksiribonukleat (ADN) permanen. Promosi adalah tahap proliferasi sel yang berlebihan. Sel-sel tumor yang tumbuh memiliki ketidakstabilan genetik sehingga mudah untuk mengalami mutasi tambahan yang menyebabkan heterogenitas tumor. Hal tersebut dinamakan progresi. Klasifikasi Tumor Menurut sifat pertumbuhannya, tumor terbagi atas dua macam, yaitu tumor jinak (benign) dan tumor ganas (malignant). Perbedaan antara tumor jinak dan tumor ganas disajikan pada Tabel 1.

16 5 Tabel 1 Perbedaan sifat antara tumor jinak dan tumor ganas Karakteristik Tumor jinak Tumor ganas Metastasis Tidak ada Biasanya ada Sifat pertumbuhan Ekspansif Infiltratif Laju pertumbuhan Lambat Cepat Diferensiasi sel Baik Buruk Batasan dengan jaringan Jelas Tidak jelas sekitar Sumber: Spector & Spector (1993) Tidak semua tumor ganas dapat membentuk metastasis, namun semua tumor yang membentuk metastasis adalah tumor yang ganas (Dunstan 1998). Tumor jinak memiliki sifat pertumbuhan yang ekspansif, yaitu mendesak jaringan sehat di sekitarnya dan memiliki kapsula yang membatasi antara jaringan tumor dengan jaringan yang sehat. Sebaliknya, tumor ganas memiliki pertumbuhan yang infiltratif, yaitu tumbuh bercabang-cabang ke dalam jaringan sehat di sekitarnya menyerupai jari-jari kepiting sehingga seringkali disebut kanker (cancer). Tumor jinak akan memiliki morfologi sel yang mirip dengan jaringan asalnya. Tumor ganas memiliki laju pertumbuhan yang cepat sehingga ukuran massa tumor cepat membesar dan apabila dilihat secara mikroskopis banyak ditemukan figur mitotik (Spector & Spector 1993). Tatanama pada tumor disusun berdasarkan asal jaringan serta keganasan tumor tersebut. Jaringan asal tumor terbagi atas jaringan mesenkim dan jaringan epitel. Jaringan mesenkim meliputi jaringan ikat, otot bergaris melintang, otot polos, sel-sel darah, sel endotel, meningen, synovium, dan mesothelium. Jaringan epitel termasuk epitel pada kulit, saluran pernapasan, saluran pencernaan, saluran kemih, saluran reproduksi, kelenjar, dan sel yang berasal dari neuroektoderm seperti melanosit. Tumor yang berasal dari jaringan mesenkim diberi akhiran oma apabila jinak, dan sarkoma apabila ganas. Tumor jinak yang berasal dari jaringan epitel diberi akhiran papiloma, sedangkan akhiran -karsinoma diberikan apabila tumor tersebut ganas. Tumor yang terdapat pada kelenjar diberi akhiran adenoma jika jinak dan adenokarsinoma jika ganas (Cullen et al. 2002).

17 6 Proses Penyebaran Tumor Spector dan Spector (1993) menjelaskan bahwa tumor dapat bermetastasis dengan tiga cara, yaitu melalui pembuluh limfatik, pembuluh darah, dan transplantasi langsung (transcoelomic). Tiga faktor penting yang menentukan kecenderungan penyebaran sekunder tumor adalah sifat sel tumor itu sendiri, daya tahan hospes, dan kerentanan organ terhadap sel tumor. Penyebaran tumor melalui pembuluh limfatik disebut juga penyebaran limfogen. Pembuluh limfatik memiliki membrana basalis yang tipis sehingga mudah untuk ditembus oleh sel tumor (Cullen et al. 2002). Sel tumor yang telah menembus pembuluh limfe diangkut oleh cairan getah bening sebagai embolus, kemudian sel tumor tersebut akan tersangkut pada kelenjar getah bening regional. Biasanya, tumor yang menyebar melalui pembuluh limfatik adalah tumor jenis karsinoma (Tjarta 2002). Tumor jenis sarkoma biasanya menyebar melalui pembuluh darah karena sel-sel tersebut biasanya memiliki laju proliferasi sel yang tinggi dan memiliki adhesi yang rendah satu sama lain. Mula-mula, tumor primer akan menyebar melalui vena cava atau vena porta. Sel tumor akan terperangkap dalam pembuluh kapiler pertama yang dilaluinya. Filter kapiler pertama pada drainase vena cava adalah paru-paru, sedangkan hati adalah daerah mikrovaskuler pertama yang menerima darah dari vena porta. Dari daerah tersebut, tumor dapat menyebar ke pembuluh darah lainnya (Cullen et al. 2002). Penyebaran sel tumor melalui transplantasi langsung biasanya terjadi pada tumor yang terletak pada rongga serosa seperti rongga perut dan rongga pleura. Contohnya pada tumor ganas lambung, sel-selnya akan menembus serosa. Gaya berat akan menyebabkan sel tumor jatuh ke dalam rongga pelvis, kemudian sel tumor akan menempel pada serosa ovarium atau rektum dan membentuk metastasis (Tjarta 2002). Derajat Keganasan Tumor Menurut Tjarta (2002), derajat keganasan tumor dapat ditentukan dengan dua cara yaitu secara makroskopis (staging) dan mikroskopis (grading). Penentuan derajat keganasan tumor secara makroskopis yang umum digunakan adalah berdasarkan sistem Tumor-Nodus-Metastasis (TNM). T menunjukkan

18 7 ukuran dari tumor primer, N adalah keterlibatan kelenjar getah bening, dan M berarti metastasis. Cullen et al. (2002) menjelaskan bahwa sistem TNM pada hewan digunakan berdasarkan sistem yang dikembangkan oleh World Health Organization (WHO). Tabel 2 Penentuan derajat keganasan tumor pada hewan berdasarkan sistem TNM Faktor T o T 1 T 2 T 3 N o N 1 N 2 M o M 1 M 2 Keterangan Tidak ada tumor Tumor berdiameter < 1 cm, tidak invasif. Tumor berdiameter 1-3 cm, invasi secara lokal. Tumor memiliki diameter > 3cm dan menginvasi jaringan sekitarnya. Limfonodus regional membesar. Limfonodus pada jaringan sekitar membesar. Limfonodus yang terlibat berada di luar daerah tumor primer Tidak ada metastasis Ada metastasis di dekat tumor primer Metastasis ke tempat yang jauh Sumber: Cullen et al. (2002) Tumor primer diklasifikasikan menjadi T 1 hingga T 4, sesuai peningkatan ukurannya. Ketika tidak ada limfonodus yang terlibat, maka dinyatakan sebagai N o. Keterlibatan limfonodus yang progresif dilaporkan sebagai N 1 sampai N 2. Adanya metastasis dilaporkan dengan skala M 1 atau M 2. Apabila tidak terdapat metastasis, maka dilaporkan sebagai M o. Penentuan derajat keganasan tumor secara mikroskopis dinamakan grading. Pada tumor jenis sarkoma, grade tumor sangat berhubungan dengan kemampuannya bermetastasis, sehingga grade tumor jenis ini disebut juga

19 8 potensial metastatik. Setiap tumor terdiri atas subklonal sel tumor yang memiliki potensial metastatik yang berbeda (Tjarta 2002). Potensial metastatik dapat ditentukan melalui pengukuran laju proliferasi sel. Salah satu cara untuk mengetahui laju proliferasi sel adalah dengan menghitung indeks mitotik. Indeks mitotik pada sel tumor tergantung dari karakteristik sel tumor itu sendiri, seperti panjang siklus sel, daya tahan sel, dan lama hidup sel. Indeks mitotik pada umumnya ditentukan menggunakan metode penghitungan figur mitotik pada perbesaran objektif 10 atau 40x dan menetapkan rataan hitungnya (Cullen et al. 2002). Pewarnaan untuk penghitungan figur mitotik dapat menggunakan Hematoksilin Eosin atau imunohistokimia seperti PCNA (Proliferating Cell Nuclear Antigen) dan Ki-67 (Handharyani et al. 1999). Menurut Romansik et al. (2007), indeks mitotik merupakan perbandingan antara jumlah sel yang sedang melakukan pembelahan dan jumlah sel secara keseluruhan. Francken et al. (2003) menjelaskan bahwa tinggi rendahnya indeks mitotik merupakan indikator penting yang menentukan keganasan suatu kejadian tumor dan berguna untuk menentukan prognosa terhadap pasien. Penentuan indeks mitotik suatu tumor juga bermanfaat untuk pengobatan karena sel-sel yang sedang melakukan pembelahan sangat sensitif terhadap obat-obatan antitumor dan penyinaran (Kintzios 2004). Pendekatan Diagnosis Tumor pada Hewan Pendekatan diagnosis tumor dapat diperoleh melalui pemeriksaan klinis maupun laboratoris. Beberapa gambaran klinis yang menunjukkan kecurigaan diagnosis tumor ganas adalah badan lemah, anoreksi, dan berat badan turun. Anamnese merupakan langkah awal penentuan diagnosis, hal ini meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita, jenis makanan yang diberikan, serta paparan bahan kimia pada hewan. Pemeriksaan klinis yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan fisik, radiologik, dan endoskopi. Pemeriksaan laboratoris dilakukan dengan pemeriksaan preparat dengan bahan yang diperoleh dari biopsi untuk menentukan jenis dan sifat keganasan tumor. Pengujian biokimia tidak dapat digunakan untuk mendiagnosa tumor, namun dapat membantu dalam ketepatan pengobatan (Tjarta 2002).

20 9 Pengobatan Tumor pada Hewan Menurut Martin (1989), pengobatan tumor pada hewan kecil biasanya dilakukan dengan pembedahan yang dikombinasikan dengan kemoterapi. Obatobatan kemoterapi diantaranya adalah: Antimetabolit. Obat ini mengganggu sintesis DNA sel. Pengalkilasi. Sifatnya radiomimetik dan menyerang tahap sintesis DNA saat interfase. Contohnya adalah nitrogen mustard. Hormon, khususnya untuk tumor yang pertumbuhannya disebabkan oleh faktor hormonal seperti tumor pada prostat atau pada payudara. Antibiotik antitumor, contohnya Doxorubicin. Radioterapi jarang dilakukan pada hewan karena harganya mahal. Selain itu, tumor yang bermetastasis secara luas tidak efektif jika diberikan terapi jenis ini (Thornburg 2000). Leiomiosarkoma Leiomiosarkoma merupakan tumor ganas yang berasal dari otot polos. Tumor primer dari jenis ini biasanya dapat ditemukan pada uterus, hati, limpa, sekum, usus halus, lambung, vesika urinaria, serta jaringan lunak lainnya pada hewan domestik (Wang et al. 2005). Menurut Cullen et al.(2002), leiomiosarkoma merupakan kasus tumor yang paling sering terjadi pada anjing, terutama yang berumur di atas 6 tahun. Secara makroskopis, massa tumor berwarna putih kekuningan sampai merah muda, memiliki konsistensi kenyal, dan tidak berkapsul. Tumor jenis ini biasanya menyebar melalui pembuluh darah karena memiliki ikatan antar sel yang lemah. Proses metastasis melalui pembuluh darah dibagi atas beberapa tahap, yaitu invasi matriks ekstraseluler, penyebaran vaskuler, ekstravasasi sel tumor, serta pertumbuhan dan perkembangan sel tumor yang menetap pada suatu bagian tubuh. Matriks ekstraseluler pada tubuh hewan terdiri dari membrana basalis dan jaringan ikat interstisial. Mula-mula sel tumor melepaskan diri dari tumor primer, kemudian, sel tumor akan melekat pada membrana basalis dan atau jaringan ikat interstisial. Untuk menghancurkan membrana basalis dan jaringan ikat interstisial, sel tumor akan mensekresikan enzim proteolitik, kemudian sel tumor akan masuk ke dalam aliran darah yang

21 10 bersirkulasi. Sel tumor cenderung berkelompok di dalam aliran darah, baik dengan sel tumor yang lain maupun dengan platelet untuk menghindari sistem kekebalan tubuh penderita. Ekstravasasi akan dimulai dengan perlekatan sel tumor dengan sel endotel yang diikuti dengan penembusan membrana basalis sel endotel dan jaringan ikat interstisial, sama dengan proses invasi. Tempat sel membentuk tumor sekunder dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah organ tempat tumbuhnya tumor primer dan drainase vaskuler pada organ tersebut, molekul adhesi pada sel tumor, serta reseptor pada endotel pembuluh darah (Tjarta 2002). Gambar 2 Proses metastasis melalui pembuluh darah (Anonim 2007b) Mitosis Mitosis adalah pembelahan suatu sel menjadi dua buah sel yang identik dan terjadi pada sel-sel somatik. Kesalahan pada proses mitosis dapat berbahaya bagi makhluk hidup karena berpotensi menyebabkan kecacatan apabila terjadi pada saat pembelahan zigot, serta kelainan ataupun mutasi genetik yang dapat mengarah pada tumor. Mitosis adalah pembelahan sel yang menghasilkan susunan kromosom sel anak tetap sama dengan induknya. Mitosis terbagi atas tahap persiapan (interfase) dan tahap pembelahan (Yatim 1991). Tahap persiapan sel membutuhkan waktu sekitar 23 jam, terdiri atas tahap G 1, S, dan G 2. Pada tahap G 1 terjadi sintesa Asam Ribonukleat (ARN) dan protein. Tahap S meliputi replikasi ADN yang akan membentuk sepasang

22 11 kromatin anak yang memiliki rangkap dua untuk persiapan pembelahan inti, sedangkan tahap G 2 merupakan persiapan pembelahan sitoplasma. Gambar 3 Siklus sel (Anonim 2007c) Tahap pembelahan sel atau mitosis hanya memerlukan waktu 30 menit sampai dengan 1 jam yang terdiri atas kariokinesis dan sitokinesis. Kariokinesis adalah tahap pembentukan inti sel dan substansinya, sedangkan sitokinesis adalah pembentukan sitoplasma untuk sel yang baru. Kariokinesis terdiri atas profase, metafase, anafase, dan telofase (Hopson & Wessells 1990). Pada saat tahap persiapan, kromatin inti telah memiliki rangkap dua. Memasuki tahap profase, pilinan ADN pasangan kromatin inti akan memadat dan menjadi bentuk yang lebih pendek dan tebal yang disebut kromosom. Kromosom yang memiliki rangkap dua disebut kromatid. Nukleolus membesar, kemudian pecah. Sentrosom merenggang dan pergi ke kutub yang bersebrangan, kemudian membentuk serat mikrotubul dan mikrofilamen yang disebut gelendong. Kromosom menggantung pada sentromernya melalui serat mikrotubul gelendong. Pada sel hewan yang sedang membelah, di sekeliling sentrosom juga ada mikrotubul dan mikrofilamen pendek yang bersusun radial sehingga tampak seperti bintang. Oleh karena itu, sel hewan yang sedang membelah disebut bintang kutub. Pada tahap metafase, kromosom bergerak ke suatu bidang khayal yang membagi badan sel menjadi dua bagian yang sama besar. Bidang khayal

23 12 tersebut dinamakan ekuator. Sentromer dari tiap kromosom membelah menjadi dua bagian pada tahap anafase, kemudian kromatid dari kromosom yang sama berpisah dan pergi ke kutub yang bersebrangan. Kemudian, tahap pembelahan sel memasuki telofase. Kromosom mengalami pelonggaran pilinan ADN sehingga bentuknya kembali menjadi panjang dan halus. Serat gelendong menghilang, disusul oleh terbentuknya selaput inti di sekeliling kromosom. Sitokinesis adalah pembentukan sitoplasma untuk inti yang baru. Bahan-bahan yang digunakan pada tahap ini adalah bahan-bahan yang disintesis pada tahapan G 1 dan G 2 (Yatim 1991). Gambar 4 Proses pembelahan sel (Anonim 2007c) Pada sel tumor, kontrol mitosis berkurang atau hilang sama sekali. Lama siklus sel pada sel tumor pada umumnya sama dengan sel normal, namun proporsi sel yang aktif melakukan pembelahan lebih tinggi daripada sel normal dengan jenis yang sama. Selain itu, jarak antar siklus sel tumor biasanya lebih pendek daripada sel normal sehingga laju proliferasi selnya lebih tinggi. Sel tumor juga biasanya memiliki umur yang lebih panjang daripada sel normal, sehingga sel tumor terakumulasi dan menyebabkan massa tumor semakin besar (Hopson & Wessels 1990).

24 13 Anjing Anjing merupakan hewan peliharaan yang memiliki hubungan paling dekat dengan manusia. Kedekatan hubungan ini disebabkan oleh sifatnya yang setia dan tingkat kecerdasannya yang rata-rata lebih tinggi dibandingkan hewan yang lain sehingga dapat dilatih untuk membantu manusia (Prajanto & Andoko 2004). Klasifikasi Anjing Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mamalia Ordo : Carnivora Famili : Canidae Genus : Canis Spesies : Canis lupus Subspesies : Canis lupus familiaris (Linnaeus 1758 dalam Anonim 2007d) Anjing Golden Retriever Anjing Golden Retriever merupakan campuran Tweed Water Spaniel yang sekarang telah punah dan Yellow Retriever. Anjing jenis ini mudah dikenali karena warna krem hingga keemasan pada rambutnya. Golden Retriever memiliki rambut tebal yang lurus atau bergelombang dan tahan air. Pada awalnya, ras ini dibiakkan untuk teman berburu burung atau unggas liar lainnya. Ketika buruan tertembak dan jatuh, anjing ini akan mengambil dan menyerahkannya kepada tuannya secara utuh. Kemampuan inilah yang menyebabkan ras ini disebut Retriever. Golden Retriever jantan memiliki tinggi badan sekitar inci dan berat badan sekitar kg, sedangkan betina memiliki tinggi badan sekitar inci dan berat badan sekitar kg (Larkin & Stockman 2001). Golden Retriever digolongkan ke dalam anjing pemburu oleh Federation Cynologique Internationale (FCI) Brussel, dan sebagai anjing sport oleh American Kennel Club (AKC). Anjing ini memiliki stamina, daya tahan, dan kekuatan yang tinggi sehingga biasa dijadikan kawan pemburu, khusus untuk

25 14 menangkap burung. Anjing jenis ini tidak cocok dijadikan sebagai anjing penjaga (Untung 1991). Golden Retriever termasuk ras yang sangat populer karena sifatnya yang bersahabat dan jinak sehingga aman sebagai tema n bermain anak-anak Selain itu, Golden Retriever juga mudah bergaul dengan manusia maupun hewan lain di sekitarnya. Sifat-sifat tersebut menjadikan Golden Retriever banyak dipilih sebagai anjing peliharaan kesayangan keluarga. Anjing jenis ini merupakan anjing yang dapat dilatih sehingga sering digunakan sebagai anjing penuntun bagi tuna netra, anjing pelacak, dan pencari jejak (Sayer 1994). Menurut Anonim 2007a, penyakit yang sering terjadi pada ras ini diantaranya adalah: Kanker, yang paling sering terjadi adalah hemangiosarkoma, limfosarkoma, dan osteosarkoma. Hip displasia. Penyakit jantung, khususnya cardiomyopathy dan stenosis katup jantung. Penyakit pada persendian, terutama luxatio pattela. Hemofilia Gambar 5 Anjing Golden Retriever (Anonim 2007a)

26 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Studi kasus ini dilakukan pada bulan Agustus 2006 sampai dengan Juni 2007 di Bagian Patologi Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Materi Penelitian Sampel Organ Bahan yang diperiksa berasal dari satu ekor anjing ras Golden Retriever betina berumur 3,5 tahun. Atas usulan dari pemilik hewan dan dengan pertimbangan dokter hewan, dilakukan tindakan euthanasia karena kondisi hewan semakin buruk. Hasil pemeriksaan fisik sebelumnya menunjukkan bahwa anjing tersebut memiliki keadaan umum kurus, turgor buruk, anus kotor, mukosa anemis, dan terdapat massa yang dapat diraba di antara tulang rusuk. Hasil pemeriksaan radiografi menunjukkan kebengkakan hati, apex jantung tumpul, dan ditemukan massa pada paru-paru. Bahan dan Alat Alat-alat yang digunakan adalah gelas objek, rak gelas objek, gelas penutup, cetakan blok parafin, pinset, tissue processor, mikrotom, inkubator, mikroskop cahaya, dan fotomikroskop. Bahan-bahan yang digunakan adalah larutan buffer formalin 10%, alkohol dengan konsentrasi bertingkat (70%, 80%, 90%, 95% dan alkohol absolut), xilol, litium karbonat, pewarna Hematoksilin Mayer, pewarna Eosin, paraffin histoplast, dan Canada Balsem. Metode Penelitian Metode yang dilakukan dalam studi kasus ini adalah teknik patologi anatomi yaitu dengan melakukan nekropsi pada kadaver hewan yang dilanjutkan dengan teknik histopatologi, yaitu dengan cara membuat preparat histopatologi dengan pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE).

27 16 a. Nekropsi Hewan Tatacara nekropsi dilakukan pada hewan, kemudian dilanjutkan pemeriksaan pada organ-organ tubuh hewan. Pada rongga perut terjadi ascites. Pada subkutan ditemukan massa tumor multinodular dengan warna putih dan konsistensi firm dengan lokasi menempel pada pertengahan rusuk ke-3 sampai rusuk ke-13 di sebelah kanan. Pada hati ditemukan massa tumor pada lobus lateralis dextra dengan ukuran 17x15x12 cm, multinodular, putih, konsistensi firm dengan nekrosis dan daerah-daerah yang mengalami pendarahan, sebagian besar jaringan hati digantikan oleh massa tumor. Limpa mengalami kongesti. Pada ginjal ditemukan lesio metastatik bilateral. Pada paru-paru ditemukan metastasis pada lobus diafragmatika sinistra dengan ukuran 9x9x9 cm, sedangkan pada lobus lain ditemukan sekitar 100 nodul kecil. Pada jantung ditemukan dilatasi ventrikel bilateral, degenerasi serabut otot jantung, massa tumor multinodular ditemukan pada septa antar ventrikel dan nodul-nodul kecil pada valvula bikuspidalis dan trikuspidalis. Saluran pencernaan anemis, sepanjang usus mengalami peradangan kattharalis dan pendarahan. b. Pembuatan Preparat Histopatologi Pembuatan preparat histopatologi dibuat dengan tahapan fiksasi jaringan, penipisan jaringan, dehidrasi, penjernihan (clearing), pencetakan (embedding), pengirisan (sectioning), pewarnaan (staining), dan penutupan jaringan dengan gelas penutup (mounting). Dehidrasi adalah suatu proses penarikan air dari jaringan dan mencegah terjadinya pengerutan sampel yang diuji. Sampel jaringan didehidrasi dalam alkohol bertingkat (alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, alkohol absolut I dan II), xilol (I dan II), dan parafin (I dan II) dengan menggunakan tissue processor. Proses ini dilakukan pada masing-masing cairan selama 2 jam. Penjernihan yaitu proses pengangkatan sisa-sisa alkohol pada jaringan agar parafin dapat berpeneterasi dengan baik ke dalam jaringan. Zat yang digunakan dalam proses ini adalah xilol. Pencetakan adalah suatu proses pembuatan blok parafin. Proses ini dikerjakan di dekat sumber panas dengan alat-alat yang telah dihangatkan terlebih dahulu untuk mencegah pembekuan parafin sebelum proses selesai. Zat yang

28 17 digunakan adalah paraffin histoplast yang memiliki titik cair 56 o -57 o C. Irisan sampel jaringan direndam dalam parafin cair selama 2 jam. Cetakan diisi dengan parafin cair, kemudian jaringan diletakkan di dalamnya dengan menggunakan pinset. Blok parafin yang sudah setengah beku diberi label untuk memudahkan identifikasi jaringan. Tahap selanjutnya adalah pendinginan blok parafin pada suhu 4-5 o C, setelah itu blok parafin dilepaskan dari cetakannya. Blok parafin siap untuk dipotong menggunakan mikrotom. Pengirisan adalah tahap pemotongan jaringan menggunakan alat mikrotom. yang terdiri dari tahap pemotongan kasar dan tahap pemotongan halus. Kemudian, potongan jaringan ditempatkan pada gelas objek dan dimasukkan ke inkubator dengan suhu 37º C selama 24 jam sampai jaringan melekat sempurna. Preparat ini diwarnai dengan pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE). Pertamatama, preparat dideparafinisasi dengan dicelupkan secara bertahap ke dalam larutan xilol I dan xilol II masing-masing selama 2 menit. Preparat dicelupkan ke dalam alkohol absolut selama 2 menit, kemudian dicelupkan ke dalam alkohol 95%, 90%, dan 80% masing-masing selama 1 menit. Setelah itu preparat dicuci dengan air mengalir selama 1 menit. Pewarnaan Hematoksilin Mayer dilakukan dengan merendam preparat di dalam larutan Hematoksilin Mayer selama 8 menit, kemudian dicuci pada air yang mengalir selama 30 detik. Setelah itu, preparat dicelupkan ke dalam litium karbonat selama 30 detik dan dicuci kembali dengan air yang mengalir selama 2 menit. Untuk pewarnaan Eosin, preparat direndam di dalam larutan Eosin selama dua hingga tiga menit, kemudian dicuci dengan air yang mengalir selama 30 detik. Proses berikutnya, preparat dicelupkan masingmasing sebanyak 10 celupan ke dalam alkohol 95% dan alkohol absolut (I dan II). Kemudian, dilakukan perendaman secara bertahap dalam alkohol absolut dan xilol I, masing-masing selama 1 menit, kemudian xilol II selama 2 menit. Penutupan jaringan dilakukan dengan cara menempatkan gelas objek pada kertas tisu pada tempat yang datar, kemudian ditetesi dengan bahan perekat, yaitu Canada Balsem yang telah diencerkan dengan xilol. Setelah itu, jaringan ditutup dengan gelas penutup secara hati-hati untuk mencegah terbentuknya gelembung udara.

29 18 c. Pengamatan Preparat Histopatologi Pengamatan preparat histopatologi dilakukan di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran objektif 4x dan 10x untuk mengetahui letak tumor pada jaringan, kemudian pada perbesaran 40x dilakukan penghitungan figur mitotik sel tumor pada 20 lapang pandang yang dipilih secara acak. d. Analisis Statistik Indeks mitotik ditentukan dengan menentukan rataan hitung dari figur mitotik pada masing-masing organ. Kemudian, standar deviasi ditentukan dengan rumus: S² =? (x i -µ )² n-1 Keterangan S : Standar deviasi xi: Jumlah figur mitotik pada satu lapang pandang pada suatu organ Sumber: Sudjana (2001) µ: Indeks mitotik n: Jumlah lapang pandang Untuk membandingkan laju proliferasi sel tumor, dilakukan analisa sidik ragam ANOVA dengan hipotesis sebagai berikut : Ho: µ hati = µ paru-paru= µ jantung = µ m.intercostalis= µ ginjal H 1 : µ pada organ hati, paru-paru, jantung, m.intercostalis dan ginjal tidak seluruhnya sama Keterangan: µ: indeks mitotik

30 19 Dari hasil analisa sidik ragam ANOVA, didapatkan hasil bahwa jumlah indeks mitotik pada organ hati, paru-paru, jantung, ginjal dan m. intercostalis tidak seluruhnya sama (P<0,05). Oleh karena itu, untuk membandingkan indeks mitotik pada masing-masing organ, uji statistik ini dilanjutkan dengan Uji Wilayah Berganda Duncan.

31 HASIL DAN PEMBAHASAN Tumor jenis leiomiosarkoma biasanya menyebar melalui pembuluh darah karena memiliki ikatan antar sel yang lemah. Pertumbuhan sel tumor pada suatu organ dipengaruhi oleh kecepatan aliran darah pada organ tersebut, ketebalan dinding pembuluh darah, dan derajat kesesuaian antara molekul adhesi pada permukaan sel tumor dan reseptor pada permukaan endotel pembuluh darah (Cheville 1994). Sel tumor akan lebih mudah untuk bermetastasis pada organ dengan pembuluh darah yang tipis dengan ukuran kecil serta aliran darah yang lambat sehingga memungkinkan sel tumor menempel pada endotel pembuluh darah. Organ anjing yang terkena tumor adalah hati, paru-paru, jantung, ginjal, dan m. intercostalis. Sebagian besar jaringan hati digantikan oleh massa tumor sehingga terdapat penurunan fungsi hati. Gangguan sintesis protein menyebabkan rendahnya kadar protein dalam darah (hipoproteinemia) sehingga daya ikat air oleh protein plasma menurun dan cairan plasma merembes ke dalam ruang interstisium. Selain itu, massa tumor menyebabkan aliran darah portal terhambat dan menyebabkan kongesti dan edema. Kedua hal tersebut menyebabkan terkumpulnya cairan pada rongga perut yang disebut ascites. Perubahan patologi anatomis pada organ anjing yang terkena tumor disajikan pada Tabel 3. A B Gambar 6 Hati: Massa tumor pada hati (A); Paru-paru: Massa tumor pada paru-paru (B) Bar = 2cm

32 21 Tabel 3 Perubahan patologi anatomis organ anjing yang terkena tumor leiomiosarkoma Lokasi Hati Perubahan patologi anatomis Ditemukan massa tumor berukuran 17x15x12 cm pada lobus lateralis dextra dengan konsistensi firm, multinodular, berwarna putih dengan nekrosis dan daerahdaerah yang mengalami pendarahan. Sebagian besar jaringan hati digantikan oleh massa tumor. Paru-paru Massa tumor terbesar ditemukan pada lobus diafragmatika sinistra dengan ukuran 9x9x9 cm. Pada lobus lain ditemukan sekitar seratus nodul kecil. Jantung Ditemukan massa tumor multinodular pada septa antarventrikel dengan ukuran 3 cm dan nodul-nodul kecil pada valvula bikuspidalis dan trikuspidalis. M. intercostalis Massa tumor multinodular berwarna putih dengan konsistensi firm ditemukan menempel pada pertengahan rusuk ke-3 sampai rusuk ke-13 dengan diameter terbesar 3 cm. Ginjal Massa tumor multinodular ditemukan pada ginjal kiri. Massa terbesar berdiameter 5 cm menyebabkan perluasan pyelum. Pada ginjal kanan ditemukan massa tumor sebanyak 3 buah dengan diameter 0,5 cm. Pada bagian anteriornya terbentuk massa berwarna kemerahan. Sumber: Laboratorium Patologi FKH IPB

33 22 Gambar 7 Gambaran histopatologis sel tumor leiomiosarkoma pada paru-paru disertai figur mitotik ( ). Pewarnaan HE, perbesaran objektif 40x. Bar = 40µm Hasil evaluasi secara histopatologis menunjukkan bahwa sel tumor berbentuk lonjong seperti cerutu, memiliki inti di tengah, ukuran inti dan sitoplasmanya berbeda-beda (pleomorfik). Sitoplasmanya berwarna kemerahan dan inti selnya berwarna ungu dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE). Susunan selnya teratur dan bergelombang (Gambar 7). Figur mitotik adalah sel dalam keadaan sedang membelah. Pada mikroskop cahaya dengan perbesaran objektif 40x, figur mitotik memiliki ukuran sel yang lebih besar daripada sel tumor yang lain. Inti selnya juga lebih besar daripada inti sel tumor yang lain dan mengambil warna lebih gelap dengan bentuk seperti bintang. Beberapa inti terlihat sedang melakukan pembelahan.

34 23 Tabel 3 Indeks mitotik sel tumor pada organ anjing yang terkena tumor leiomiosarkoma Lokasi Hati Paru-paru Jantung Indeks mitotik sel tumor (sel / lapang pandang) 6.40 ± a 5.10 ± b 4.95 ± b M. intercostalis 4.35 ± b Ginjal 4.00 ± b Keterangan: Indeks mitotik dengan huruf superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan secara nyata. Indeks mitotik merupakan perbandingan antara jumlah sel yang sedang melakukan pembelahan dengan jumlah sel secara keseluruhan dan digunakan sebagai pengukuran terhadap laju proliferasi sel (Romansik et al. 2007). Nilai indeks mitotik suatu sel tergantung dari karakteristik sel itu sendiri, seperti panjang siklus sel, daya tahan sel, dan lama hidup sel. Tabel 3 memperlihatkan bahwa indeks mi totik sel tumor pada masing-masing organ yang terkena tumor memiliki nilai yang berbeda-beda. Tumor memiliki ketidakstabilan genetik sehingga mudah terjadi mutasi dan mengakibatkan heterogenitas karakteristik sel tumor yang tumbuh pada masing-masing organ (Cullen et al. 2002). Indeks mitotik sel tumor yang tertinggi (6.40 ± sel/lapang pandang) terdapat pada organ hati dan berbeda secara nyata dengan tumor yang tumbuh pada paru-paru, jantung, m. intercostalis dan ginjal. Artinya, sel tumor pada hati memiliki laju proliferasi yang paling tinggi diantara organ yang lainnya. Menurut Delmann dan Brown (1992), hati merupakan organ yang mendapat suplai zat makanan langsung dari saluran pencernaan melalui vena porta. Maka, hati merupakan organ yang sangat rentan terhadap paparan zat-zat karsinogenik yang masuk melalui saluran pencernaan. Pada hati, terdapat pembuluh darah khusus yang disebut sinusoid. Sinusoid merupakan pembuluh darah kapiler yang tidak memiliki membrana basalis. Oleh karena itu, sel tumor dapat dengan mudah menembusnya. Secara makroskopis, massa tumor terbesar (17 x 15 x 12cm)

35 24 terletak pada hati. Tumor dengan ukuran makroskopis terbesar serta memiliki potensial metastatik tertinggi terdapat pada organ ini, sehingga dapat disimpulkan bahwa tumor ini berasal dari organ hati. Indeks mitotik pada organ paru-paru, jantung, m. intercostalis, dan ginjal tidak berbeda nyata satu sama lain. Oleh sebab itu, laju proliferasi sel tumor pada organ-organ tersebut relatif sama. Tumor pada paru-paru yang memiliki ukuran makroskopis yang kedua terbesar setelah hati (9x9x9 cm). Paru-paru merupakan organ yang sangat potensial untuk menjadi tempat bermetastasis bagi sel tumor leiomiosarkoma yang menyebar melalui aliran darah karena paru-paru menerima darah dari seluruh vena sistemik. Hal tersebut memungkinkan sel tumor terbawa masuk ke dalam organ ini dalam jumlah besar. Selain itu, laju aliran darah pada paru-paru cukup lambat sehingga sel tumor dapat dengan mudah untuk menempel pada endotel pembuluh darah. Pembuluh darah di antara rongga alveolus dengan ukuran yang sangat kecil tidak terhitung jumlahnya sangat sesuai untuk menjadi tempat berkumpulnya sel-sel tumor. Menurut Tjarta (2002), penyebaran tumor melalui pembuluh darah arteri sangat sulit terjadi, kecuali apabila terdapat metastasis pada paru-paru. Oleh karena itu, apabila ditemukan massa tumor pada paru-paru maka kemungkinan besar metastatsis telah menyebar ke seluruh tubuh. Ginjal menerima darah arteri sebanyak 20% dari cardiac output (Cunningham 1997). Maka, ginjal berpotensi untuk menjadi tempat bermetastasis tumor yang tumbuh di paru-paru dan menyebar melalui pembuluh darah arteri. Pada ginjal terdapat jutaan glomerulus yang ukurannya sangat kecil serta strukturnya yang rumit sehingga memungkinkan sel tumor untuk menempel pada dindingnya. Pori-pori pada glomerulus memungkinkan sel tumor menyebar pada organ ini. Organ jantung sangat jarang menjadi tempat untuk bermetastasis karena pembuluh darah pada jantung memiliki dinding yang tebal dengan aliran darah yang deras sehingga sel tumor sulit untuk menempel pada pembuluh darah dan menembusnya. Pada kasus leiomiosarkoma kali ini ditemukan massa tumor yang menginfiltrasi otot jantung. Ukuran massa tumor yang terbesar berdiameter 3 cm dan tidak menyebar luas pada seluruh organ.

36 25 M. intercostalis merupakan otot pernapasan. Tumor tumbuh menginfiltrasi otot ini mulai dari rusuk ke-3 sampai rusuk ke-13. Massa tumor yang tumbuh pada otot ini terpalpasi ketika dilakukan pemeriksaan fisik. Dari hasil di atas dapat dilihat bahwa walaupun memiliki indeks mitotik yang sama, ukuran makroskopis massa tumor yang terbentuk berbeda-beda. Perbedaan ukuran massa tumor dengan laju proliferasi sel yang sama dipengaruhi oleh perbedaan waktu kejadian tumor. Maka urutan kejadian tumor dapat diperkirakan yaitu tumor berasal dari hati, kemudian bermetastasis pada paruparu. Setelah itu, tumor menyebar ke ginjal, kemudian tumor tumbuh di otot rangka. Organ yang terakhir kali terkena tumor adalah jantung. Faktor lain yang dapat mempengaruhi perbedaan ukuran massa tumor adalah laju kematian sel tumor pada masing-masing organ memiliki nilai yang berbeda. Menurut Handharyani et al. (1999), indeks mitotik yang lebih dari 3 sel per lapang pandang, merupakan suatu indikator bahwa tumor tersebut adalah tumor yang ganas. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tumor pada otot polos ini merupakan tumor ganas.

37 KESIMPULAN Kesimpulan Kajian leiomiosarkoma pada anjing yang yang dievaluasi merupakan tumor yang ganas karena memiliki indeks mitotik yang lebih dari 3 pada setiap lapang pandang. Tumor primer ditemukan pada organ hati karena memiliki ukuran makroskpis yang terbesar serta potensial metastatik yang tertinggi. Saran Perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut untuk mengetahui potensial metastatik pada setiap kejadian awal tumor.

38 DAFTAR PUSTAKA [Anonim]. 2007a. Golden Retriever. [16 Juli 2007] [Anonim]. 2007b. Invasion and Metastasis. [16 Juli 2007] [Anonim]. 2007c. Mitosis. [26 Agustus 2007] [Anonim]. 2007d. Anjing. [28 Agustus 2007] Cheville NF Ultrastructural Pathology. Ed ke-1. Ames: Iowa State University Press. Cullen JM et al An Overview of Cancer Pathogenesis, Diagnosis, and Management. Didalam: Tumor in Domestic Animals. Ed ke-4. Iowa: Blackwell Publishing Company. Cunningham JG Textbook of Veterinary Physiology. Philadelphia: WB Saunders Company. Dellmann HD, Brown EM Buku Teks Histologi Veteriner II. Hartono R, penerjemah ; Ed ke-3. Jakarta : UI Press. Terjemahan dari : Textbook of Veterinary Histology. Dunstan RW Tumor in the Skin and Soft Tissue. Di dalam: Aiello SP, editor. Merck Veterinary Manual. Ed ke-8. New Jersey: Merck&Co, Inc. Francken AB et al The Prognostic Importance of Tumor Mitotic Rate Confirmed in 1317 Patients With Primary Cutaneous Melanoma and Long Follow-Up. [16 Juli 2007] Goldschmidt MH Breed Related Cancers. ether/43/canine.html. [29 Januari 2007] Handharyani et al Canine Hemangiopericytoma : an Evaluation of Metastatic Potential. J Vet Diagn Invest 11: Hopson JL, Wessells NK Essentials of Biology. New York: Mc.Graw-Hill Inc.

39 28 Kintzios SE What do We Know about Cancer and It s Therapy. Di dalam: Kintzios SE, Barberaki MG, editor. Plants that Fight Cancer. Boca Raton: CRC Press. Larkin P, Stockman M The Ultimate Encyclopedia of Dogs: Dogs Breeds and Dogs Care. London: Southwater. Martin RJ Small Animal Therapeutics. London: Wright. Messick et al Abdominal Mass in Dog. Vet Clinical Pathol 30: Prajanto, Andoko A Membuat Anjing Sehat dan Pintar. Jakarta: Agromedia Pustaka. Romansik EM et al Mitotic Index Is Predictive for Survival for Canine Cutaneous Mast Cell Tumors. Vet Pathol 44: Sax I Cancer Causing Chemicals. New York: Van Nostrand Reinhold. Sayer A The Complete Dog. London: Multimedia Publications Ltd. Spector WG, Spector TD Pengantar Patologi Umum. Soetjipto et al, penerjemah; Moelyono MP, editor. Yogyakarta : GM University Press. Sudjana Metoda Statistika. Ed ke-6. Bandung: Penerbit Tarsito. Smith HA, Jones TC Veterinary Pathology. Philadelphia: Lea & Febiger. Thornburg L Treatment of Cancer in Canine. [29 Januari 2007] Tjarta A Neoplasia. Di dalam : Pringgoutomo S, Himawan S, Tjarta A, editor. Buku Ajar Patologi Umum. Ed ke-1. Jakarta : Sagung Seto. hlm Underwood JCE General and Systematic Pathology. London: Churchill Livingstone Inc. Untung, O Merawat dan Memelihara Anjing. Jakarta: Penebar Swadaya. Wang, FI et al Ephiteloid leiomyosarcoma in the visceral peritoneum in American badger (Taxidea taxus). J Vet Diagn Invest 17: Yatim W Biologi Modern: Biologi Sel.Bandung: Penerbit Tarsito.

40

41 29 Lampiran 1 Analisa Sidik Ragam ANOVA The SAS System The GLM Procedure Dependent Variable: respon Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model Error Corrected Total R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F Organ Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F Organ

42 30 Lampiran 2 Rataan hitung dan standar deviasi The SAS System The GLM Procedure Level of perlakuan N Mean respon Std Dev M. intercostalis Ginjal Hati Jantung Paru

43 31 Lampiran 3. Uji Wilayah Berganda Duncan The SAS System The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for mitotic index Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 95 Error Mean Square Number of Means Critical Range Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N perlakuan A Hati B Paru B B Jantung B B M. intercostalis B B Ginjal

44

45

46

STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI

STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN HANI FITRIANI. Studi Kasus Leiomiosarkoma pada Anjing: Potensial

Lebih terperinci

BAB 2 TUMOR. semua jaringan tubuh manusia pada berbagai keadaan sel untuk berkembang biak.

BAB 2 TUMOR. semua jaringan tubuh manusia pada berbagai keadaan sel untuk berkembang biak. BAB 2 TUMOR 2.1 Definisi Tumor Sel mempunyai tugas utama yaitu bekerja dan berkembang biak. Bekerja bergantung kepada aktivitas sitoplasma sedangkan berkembang biak bergantung pada aktivitas intinya. Proliferasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai April 2011 bertempat di Kandang Hewan Laboratorium dan Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik, Reproduksi,

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1 prosedur pewarnaan hematoksillin-eosin (HE)

LAMPIRAN. Lampiran 1 prosedur pewarnaan hematoksillin-eosin (HE) 51 LAMPIRAN Lampiran 1 prosedur pewarnaan hematoksillin-eosin (HE) Pewarnaan HE adalah pewarnaan standar yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai struktur umum sel dan jaringan normal serta perubahan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Diagram alir pembuatan sediaan (preparat) histopatologi organ usus halus mencit percobaan

Lampiran 1 Diagram alir pembuatan sediaan (preparat) histopatologi organ usus halus mencit percobaan LAMPIRAN 69 70 Lampiran 1 Diagram alir pembuatan sediaan (preparat) histopatologi organ usus halus mencit percobaan Organ usus halus Dicuci dengan NaCl fisiologis 0.9% Difiksasi 24 jam Larutan Bovin Didehidrasi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows.

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows. 18 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai Agustus 2011. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di Fasilitas Kandang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2007 sampai Juni 2008 di kandang percobaan Fakultas Peternakan dan di Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anjing memiliki banyak manfaat bagi manusia, dapat dimanfaatkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Anjing memiliki banyak manfaat bagi manusia, dapat dimanfaatkan sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anjing memiliki banyak manfaat bagi manusia, dapat dimanfaatkan sebagai penjaga rumah, hewan gembalaan, anjing pelacak, pacuan, penuntun orang buta, hewan percobaan,

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA 19 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang kejadiannya cukup sering, terutama mengenai penduduk yang tinggal di negara berkembang. Kanker ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Universitas Pendidikan Indonesia dan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian ini objek yang diteliti diberi perlakuan dan adanya kontrol sebagai pembanding. B.

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi

Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi LAMPIRAN 38 Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi Pembuatan preparat histologi terdiri dari beberapa proses yaitu dehidrasi (penarikan air dalam jaringan) dengan alkohol konsentrasi bertingkat,

Lebih terperinci

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2007 sampai dengan bulan Juli 2008 di Laboratorium Bersama Hewan Percobaan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Fakultas Matematika dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Fakultas Matematika dan 22 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Biologi Universitas Lampung untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK DASAR

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK DASAR LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK DASAR Disusun Oleh: Nama : Juwita NIM : 127008003 Tanggal Praktikum: 22 September 2012 Tujuan praktikum: 1. Agar praktikan memahami dan mampu melaksanakan Tissue Processing.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di laboratorium Biologi dan Fisika FMIPA Universitas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di laboratorium Biologi dan Fisika FMIPA Universitas 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium Biologi dan Fisika FMIPA Universitas Lampung dan pembuatan preparat histologi hati dilaksanakan di Balai Penyidikan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

Lebih terperinci

PEMBELAHAN MITOSIS PADA TUDUNG AKAR BAWANG MERAH (Allium Cepa)

PEMBELAHAN MITOSIS PADA TUDUNG AKAR BAWANG MERAH (Allium Cepa) PEMBELAHAN MITOSIS PADA TUDUNG AKAR BAWANG MERAH (Allium Cepa) LAPORAN PRAKTIKUM UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH Genetika 1 yang dibimbing oleh Prof. Dr. Hj. Siti Zubaidah, M.Pd dan Andik Wijayanto, S.Si,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK NAMA PRAKTIKAN : Ramadhan Bestari GRUP PRAKTIKAN : Grup Pagi (08.00-11.00) HARI/TGL. PRAKTIKUM : Rabu, 24 Oktober 2013 I. TUJUAN PRAKTIKUM 1. Mahasiswa mampu memahami dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian adalah eksperimen dengan metode desain paralel.

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian adalah eksperimen dengan metode desain paralel. III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian adalah eksperimen dengan metode desain paralel. Menggunakan 20 ekor mencit (Mus musculus L.) jantan galur Balb/c yang dibagi menjadi 4 kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti (Kumar et al.,

BAB I PENDAHULUAN. walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti (Kumar et al., BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Neoplasma adalah massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal serta terus berlanjut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 25 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Pewarnaan Proses selanjutnya yaitu deparafinisasi dengan xylol III, II, I, alkohol absolut III, II, I, alkohol 96%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama 2 menit. Selanjutnya seluruh preparat organ

Lebih terperinci

1. Water Holding Capacity (WHC) (Modifikasi Agvise Laboratories). 2. Ammonia Holding Capacity (AHC) (Modifikasi Nurcahyani 2010).

1. Water Holding Capacity (WHC) (Modifikasi Agvise Laboratories). 2. Ammonia Holding Capacity (AHC) (Modifikasi Nurcahyani 2010). LAMPIRAN 47 Lampiran 1. Metode Analisis Proksimat 1. Water Holding Capacity (WHC) (Modifikasi Agvise Laboratories). Pengujian WHC dilakukan dengan mengurangi berat bahan setelah ditambahkan air dengan

Lebih terperinci

BAB 4 MATERI DAN METODE PENELITIAN

BAB 4 MATERI DAN METODE PENELITIAN BAB 4 MATERI DAN METODE PENELITIAN 2.5 Jenis Penelitian laboratoris. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental 2.6 Sampel 2.6.1 Jenis dan Kriteria Sampel Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM. : Histoteknik : Selly Oktaria Tanggal Praktikum : 14 September 2012

LAPORAN PRAKTIKUM. : Histoteknik : Selly Oktaria Tanggal Praktikum : 14 September 2012 LAPORAN PRAKTIKUM Judul : Histoteknik Nama : Selly Oktaria Tanggal Praktikum : 14 September 2012 Tujuan Praktikum : 1. Melihat demonstrasi pembuatan preparat histology mulai dari fiksasi jaringan hingga

Lebih terperinci

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu.

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu. Kelompok 2 : INDRIANA ARIYANTI (141810401016) MITA YUNI ADITIYA (161810401011) AYU DIAH ANGGRAINI (161810401014) NURIL NUZULIA (161810401021) FITRI AZHARI (161810401024) ANDINI KURNIA DEWI (161810401063)

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor A. DEFINISI Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain

Lebih terperinci

Lampiran 1. Skema pengolahan limbah sayuran. Sayuran dikumpulkan, dipilah dan dicuci dengan air. Ditiriskan menggunakan jaring

Lampiran 1. Skema pengolahan limbah sayuran. Sayuran dikumpulkan, dipilah dan dicuci dengan air. Ditiriskan menggunakan jaring 33 Lampiran 1. Skema pengolahan limbah sayuran Sayuran dikumpulkan, dipilah dan dicuci dengan air Ditiriskan menggunakan jaring Dicacah dan diangin-anginkan dilapangan terbuka Dikeringkan sampai kadar

Lebih terperinci

GAMBARAN HISTOLOGI GINJAL TIKUS BETINA (Rattus rattus) YANG DIINJEKSI VITAMIN C DOSIS TINGGI DALAM JANGKA WAKTU LAMA

GAMBARAN HISTOLOGI GINJAL TIKUS BETINA (Rattus rattus) YANG DIINJEKSI VITAMIN C DOSIS TINGGI DALAM JANGKA WAKTU LAMA GAMBARAN HISTOLOGI GINJAL TIKUS BETINA (Rattus rattus) YANG DIINJEKSI VITAMIN C DOSIS TINGGI DALAM JANGKA WAKTU LAMA TIM PENELITI : 1. NI WAYAN SUDATRI, S.Si., M.Si, 2. IRIANI SEYAWATI, S.Si.,M.Si. 3.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Persiapan Kandang Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Persiapan Kandang Penelitian 14 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai November 2011. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di fasilitas kandang hewan percobaan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan 16 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan pengamatan. Proses

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS Program Studi : Pendidikan Dokter Kode Blok : KBK301 Blok : NEOPLASMA (Blok 9) Bobot : 4 SKS Semester : III Standar Kompetensi : Mahasiswa mampu: -

Lebih terperinci

Nama, Spesifikasi dan Kegunaan Bahan Penelitian No. Nama Bahan Spesifikasi Kegunaan 1. Larva ikan nilem hasil kejut panas

Nama, Spesifikasi dan Kegunaan Bahan Penelitian No. Nama Bahan Spesifikasi Kegunaan 1. Larva ikan nilem hasil kejut panas Lampiran 1. Spesifikasi Bahan Nama, Spesifikasi dan Kegunaan Bahan Penelitian No. Nama Bahan Spesifikasi Kegunaan 1. Larva ikan nilem hasil kejut panas Berumur 30, 60, 90, dan 120 hari Hewan uji 2. Pakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur analisa proksimat serbuk daun dan ranting jarak pagar kering. diulangi hingga diperoleh bobot tetap.

Lampiran 1. Prosedur analisa proksimat serbuk daun dan ranting jarak pagar kering. diulangi hingga diperoleh bobot tetap. LAMPIRAN 53 Lampiran 1. Prosedur analisa proksimat serbuk daun dan ranting jarak pagar kering a. Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 2-5 g sampel serbuk kering dimasukkan ke dalam cawan aluminium yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada didalam sel, pembelahan dan penduplikasian merupakan konsep terpenting

BAB I PENDAHULUAN. ada didalam sel, pembelahan dan penduplikasian merupakan konsep terpenting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap sel berasal dari sel hidup lainnya. Siklus sel merupakan tahapan dimana terjadinya proses pembelahan dan penduplikasian berbagai materi yang ada didalam sel,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA 15 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar 19 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung, di Laboratorium Kesehatan Ikan dan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK LABORATORIUM HISTOTEKNIK TISSUE PROCESSING DAN PEWARNAAN

LAPORAN PRAKTEK LABORATORIUM HISTOTEKNIK TISSUE PROCESSING DAN PEWARNAAN LAPORAN PRAKTEK LABORATORIUM HISTOTEKNIK TISSUE PROCESSING DAN PEWARNAAN Nama : Yulia Fitri Djaribun NIM : 127008005 Tanggal : 22 September 2012 A.Tujuan Praktikum : 1. Agar mahasiswa mampu melakukan proses

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dan 1 kontrol terhadap ikan nila (O. niloticus). bulan, berukuran 4-7 cm, dan berat gram.

BAB III METODE PENELITIAN. dan 1 kontrol terhadap ikan nila (O. niloticus). bulan, berukuran 4-7 cm, dan berat gram. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen menggunakan 1 faktor, yaitu perlakuan limbah cair nata de coco yang terdiri atas 5 variasi kadar dan 1 kontrol

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penghitungan Dosis Pemberian Kepel.

Lampiran 1. Penghitungan Dosis Pemberian Kepel. LAMPIRAN 30 31 Lampiran 1. Penghitungan Dosis Pemberian Kepel. Berat keseluruhan daging buah kepel yang masih basah:440 g, dan setelah dikeringkan diperoleh 60 g serbuk simplisia kering. Jadi rendemen

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT SQUASH AKAR BAWANG

LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT SQUASH AKAR BAWANG LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT SQUASH AKAR BAWANG Disusun Guna Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Praktikum Mikroteknik Tahun Ajaran 2014 Disusun Oleh : Litayani Dafrosa Br S 4411412016 Kelompok

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI MODUL 3 BIOPSIKOSOSIOKULTURAL FAKULTAS KEDOKTERAN

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI MODUL 3 BIOPSIKOSOSIOKULTURAL FAKULTAS KEDOKTERAN PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI MODUL 3 BIOPSIKOSOSIOKULTURAL FAKULTAS KEDOKTERAN BAGIAN BIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG 2012 TATA TERTIB PRAKTIKUM BIOLOGI 1. Saat praktikum berlangsung

Lebih terperinci

BAB 3 APLIKASI RANCANGAN ACAK KELOMPOK 1 FAKTOR

BAB 3 APLIKASI RANCANGAN ACAK KELOMPOK 1 FAKTOR BAB 3 APLIKASI RANCANGAN ACAK KELOMPOK 1 FAKTOR Rancangan Acak Kelompok atau biasa disingkat RAK digunakan jika kondisi unit percobaan yang digunakan tidak homogen. Dalam rancangan ini, petakan percobaan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan

Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan LAMPIRAN 30 Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan Dehidrasi merupakan proses mengeluarkan air dari dalam jaringan/organ dengan menggunkan bahan-bahan kimia tertentu. Dehidrasi jaringan dilakukan untuk mengikat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Bahan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Bahan Alat 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2009 sampai dengan April 2010. Sampel diperoleh dari Kepulauan Seribu. Identifikasi cacing parasitik dilakukan di

Lebih terperinci

METODOLOGI. Waktu dan Tempat Penelitian

METODOLOGI. Waktu dan Tempat Penelitian METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

GAMBARAN HISTOPATOLOGI HATI DAN GINJAL TIKUS PADA PEMBERIAN FRAKSI ASAM AMINO NON-PROTEIN LAMTORO MERAH (Acacia villosa) PADA UJI TOKSISITAS AKUT

GAMBARAN HISTOPATOLOGI HATI DAN GINJAL TIKUS PADA PEMBERIAN FRAKSI ASAM AMINO NON-PROTEIN LAMTORO MERAH (Acacia villosa) PADA UJI TOKSISITAS AKUT GAMBARAN HISTOPATOLOGI HATI DAN GINJAL TIKUS PADA PEMBERIAN FRAKSI ASAM AMINO NON-PROTEIN LAMTORO MERAH (Acacia villosa) PADA UJI TOKSISITAS AKUT LILIS SUYANTI B04103164 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat Rekomendasi Persetujuan Kode Etik Penelitian Kesehatan

Lampiran 1. Surat Rekomendasi Persetujuan Kode Etik Penelitian Kesehatan 43 Lampiran 1. Surat Rekomendasi Persetujuan Kode Etik Penelitian Kesehatan 43 44 Lampiran 2. Data Berat Badan Mencit Setelah Dipaparkan Asap Rokok Total Rata-rata Berat Notasi Badan Mencit K 309.17 34.35±1.23

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. B. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sama seperti nama pemiliknya. Sebaliknya, anjing menganggap manusia. tidak membedakannya sama sekali (David, 1984).

BAB I PENDAHULUAN. yang sama seperti nama pemiliknya. Sebaliknya, anjing menganggap manusia. tidak membedakannya sama sekali (David, 1984). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anjing adalah mamalia yang telah mengalami domestikasi dari serigala kemungkinan sejak ratusan ribu tahun yang lalu berdasarkan bukti genetik berupa penemuan fosil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling sering ditemui dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita oleh kaum wanita dan

Lebih terperinci

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA A. GINJAL SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA Sebagian besar produk sisa metabolisme sel berasal dari perombakan protein, misalnya amonia dan urea. Kedua senyawa tersebut beracun bagi tubuh dan harus dikeluarkan

Lebih terperinci

GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG JANTAN (Canis familiaris) UMUR 3 SAMPAI 7 BULAN KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA

GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG JANTAN (Canis familiaris) UMUR 3 SAMPAI 7 BULAN KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA 1 GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG JANTAN (Canis familiaris) UMUR 3 SAMPAI 7 BULAN KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 2 GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Histotehnik. Oleh: Lucia Aktalina. Jum at, 14 September WIB

Laporan Praktikum Histotehnik. Oleh: Lucia Aktalina. Jum at, 14 September WIB Laporan Praktikum Histotehnik Oleh: Lucia Aktalina Jum at, 14 September 2012 14.00 17.00 WIB Tujuan Praktikum: Melihat demo tehnik-tehnik Histotehnik,mulai dari pemotongan jaringan organ tikus sampai bloking,

Lebih terperinci

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. perlakuan pada subjek penelitian kemudian mempelajari efek perlakuan

BAB III METODE PENELITIAN. perlakuan pada subjek penelitian kemudian mempelajari efek perlakuan 35 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental, yaitu untuk mempelajari suatu fenomena dalam korelasi sebab-akibat, dengan cara memberikan perlakuan

Lebih terperinci

Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah SEKOLAH DASAR TETUM BUNAYA Kelas Yupiter Nama Pengajar: Kak Winni Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah A. Bagian-Bagian Darah Terdiri atas apakah darah

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil determinasi tanaman alpukat. lxiv

Lampiran 1 Hasil determinasi tanaman alpukat. lxiv LAMPIRAN lxiii Lampiran 1 Hasil determinasi tanaman alpukat lxiv lxv Lampiran 2 Analisa statistik urea serum Urea Serum (mg/dl) Class Level Information Class Levels Values kelompok 4 Dosis10% Dosis5% Induksi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER MITOSIS AKAR BAWANG

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER MITOSIS AKAR BAWANG LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER MITOSIS AKAR BAWANG Disusun oleh: Kelompok 1: Bayu Purnomo (1110016100031) Ditya Ambarwati (1110016100024) Ria Rista Agustina (1110016100003) Ayu Nofitasari

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK Disusun oleh: Jekson Martiar Siahaan

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK Disusun oleh: Jekson Martiar Siahaan LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK Disusun oleh: Jekson Martiar Siahaan I. Tujuan: 1. Mahasiswa mampu memahami dan melakukan teknik teknik histoteknik yang digunakan dalam pembuatan preparat jaringan 2. Mahasiswa

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Morfometrik Mikro Ileum Itik Cihateup Menggunakan Metode Paraffin Haemotoksilin Eosin

Lampiran 1. Prosedur Analisis Morfometrik Mikro Ileum Itik Cihateup Menggunakan Metode Paraffin Haemotoksilin Eosin LAMPIRAN 53 54 Lampiran 1. Prosedur Analisis Morfometrik Mikro Ileum Itik Cihateup Menggunakan Metode Paraffin Haemotoksilin Eosin Menurut Muntiha (2001), prosedur analisis hispatologi dan jaringan hewan,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Rata-rata penurunan jumlah glomerulus ginjal pada mencit jantan (Mus

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Rata-rata penurunan jumlah glomerulus ginjal pada mencit jantan (Mus IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil. Jumlah Penurunan Glomerulus Rata-rata penurunan jumlah glomerulus ginjal pada mencit jantan (Mus musculus L.) setelah diberi perlakuan pajanan medan listrik tegangan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 FIKSASI JARINGAN

LAMPIRAN 1 FIKSASI JARINGAN LAMPIRAN 1 FIKSASI JARINGAN Cara Melakukan Fiksasi Jaringan : - Sebelum melakukan biopsi harus disiapkan botol yang mempunyai mulut lebar yang telah diisi oleh cairan fiksasi. - Cairan yang diperlukan

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN 2.1 Persiapan Ikan Uji Ikan nila (Oreochromis niloticus) BEST didatangkan dari Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor yang berukuran rata-rata 5±0,2g, dipelihara selama ±

Lebih terperinci

BAB 6 APLIKASI RANCANGAN ACAK KELOMPOK TIGA FAKTOR

BAB 6 APLIKASI RANCANGAN ACAK KELOMPOK TIGA FAKTOR BAB 6 APLIKASI RANCANGAN ACAK KELOMPOK TIGA FAKTOR Pada bab sebelumnya telah dibahas aplikasi rancangan acak kelompok satu faktor dan dua faktor. Bab ini akan membahas aplikasi SPSS dan SAS untuk analisis

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAPASAN TRENGGILING (Manis javanica) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKHEA DAN PARU-PARU ASEP YAYAN RUHYANA

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAPASAN TRENGGILING (Manis javanica) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKHEA DAN PARU-PARU ASEP YAYAN RUHYANA KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAPASAN TRENGGILING (Manis javanica) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKHEA DAN PARU-PARU ASEP YAYAN RUHYANA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 ABSTRAK Asep

Lebih terperinci

BAB 4. APLIKASI RANCANGAN ACAK LENGKAP DUA FAKTOR

BAB 4. APLIKASI RANCANGAN ACAK LENGKAP DUA FAKTOR BAB 4. APLIKASI RANCANGAN ACAK LENGKAP DUA FAKTOR Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa Metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) umumnya dipakai pada kondisi lingkungan yang homogen diantaranya

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pembuatan Media Bakteri (SWC dan TCBS).

Lampiran 1. Pembuatan Media Bakteri (SWC dan TCBS). 39 Lampiran 1. Pembuatan Media Bakteri (SWC dan TCBS). 1. Sea Water Complete (SWC) Cair. Media SWC pada penelitian ini digunakan untuk kultivasi Vibrio harveyi yang akan digunakan untuk perlakuan infeksi.

Lebih terperinci

BAB 5. APLIKASI RANCANGAN ACAK KELOMPOK DUA FAKTOR

BAB 5. APLIKASI RANCANGAN ACAK KELOMPOK DUA FAKTOR A 5. APLIKASI RANCANGAN ACAK KELOMPOK DUA FAKTOR Dalam percobaan faktorial, pengaruh dua faktor atau lebih diselidiki secara bersama-sama. Apabila pengaruh suatu faktor diperkirakan akan berubah menurut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. penyakit dimana sel-sel abnormal membelah tanpa kontrol dan. (adenokarsinoma) (Kumar, 2007 ; American Cancer Society, 2011 ;

BAB II LANDASAN TEORI. penyakit dimana sel-sel abnormal membelah tanpa kontrol dan. (adenokarsinoma) (Kumar, 2007 ; American Cancer Society, 2011 ; 4 BAB II LANDASAN TEORI A. TinjauanPustaka 1. Kanker Payudara a. Definisi Kanker atau neoplasma adalah istilah yang digunakan untuk penyakit dimana sel-sel abnormal membelah tanpa kontrol dan mampu menyerang

Lebih terperinci

STUDI MORFOPATOLOGI HEMANGIOSARCOMA PADA ANJING GOLDEN RETRIEVER IRA DAMAR YANTI

STUDI MORFOPATOLOGI HEMANGIOSARCOMA PADA ANJING GOLDEN RETRIEVER IRA DAMAR YANTI STUDI MORFOPATOLOGI HEMANGIOSARCOMA PADA ANJING GOLDEN RETRIEVER IRA DAMAR YANTI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK IRA DAMAR YANTI. Studi Morfopatologi Hemangiosarcoma

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. laboratoris in vivo pada tikus putih wistar (Ratus Norvegicus)jantan dengan. rancangan post test only control group design.

BAB III METODE PENELITIAN. laboratoris in vivo pada tikus putih wistar (Ratus Norvegicus)jantan dengan. rancangan post test only control group design. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan eksperimental laboratoris in vivo pada tikus putih wistar (Ratus Norvegicus)jantan dengan rancangan post

Lebih terperinci

Lampiran 1 Sertifikat Kelaikan Etik

Lampiran 1 Sertifikat Kelaikan Etik Lampiran 1 Sertifikat Kelaikan Etik Lampiran 2.1 Surat Izin Melakukan Penelitian Pendahuluan Lampiran 2.2 Surat Izin Melakukan Penelitian Pendahuluan Lampiran 3.1 Surat Izin Melakukan Penelitian Lampiran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan hewan coba berupa tikus putih betina galur Sprague dawley.

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan hewan coba berupa tikus putih betina galur Sprague dawley. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan menggunakan hewan coba berupa tikus putih betina galur Sprague dawley. 3.2. Tempat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data primer berupa gambaran histologi ginjal dan kadar kreatinin hewan coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

Lebih terperinci

KAJIAN PERUBAHAN JARINGAN UJI KHASIAT BUAH MERAH (Pandanus conoideus) SEBAGAI BAHAN PENGHAMBAT KERUSAKAN HATI AGUSTIN ZAHARIA PADERI

KAJIAN PERUBAHAN JARINGAN UJI KHASIAT BUAH MERAH (Pandanus conoideus) SEBAGAI BAHAN PENGHAMBAT KERUSAKAN HATI AGUSTIN ZAHARIA PADERI KAJIAN PERUBAHAN JARINGAN UJI KHASIAT BUAH MERAH (Pandanus conoideus) SEBAGAI BAHAN PENGHAMBAT KERUSAKAN HATI AGUSTIN ZAHARIA PADERI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 ABSTRAK AGUSTIN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 13% kematian dari 22% kematian akibat penyakit tidak menular utama di dunia (Shibuya et al., 2006).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prognosis Kanker Payudara Prognosis dipengaruhi oleh ukuran tumor, metastasis, derajat diferensiasi, dan jenis histopatologi. Menurut Ramli (1994), prognosis kanker payudara

Lebih terperinci

Sistem Ekskresi Manusia

Sistem Ekskresi Manusia Sistem Ekskresi Manusia Sistem ekskresi merupakan sistem dalam tubuh kita yang berfungsi mengeluarkan zatzat yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh dan zat yang keberadaannya dalam tubuh akan mengganggu

Lebih terperinci

Lampiran 1 Analisis probit uji LC50-96 jam minyak sereh. Pengamatan Jumlah Respon

Lampiran 1 Analisis probit uji LC50-96 jam minyak sereh. Pengamatan Jumlah Respon 58 Lampiran 1 Analisis probit uji LC5096 jam minyak sereh LC 50 96jam Konsentrasi Jumlah Terekspos Pengamatan Jumlah Respon Pengaturan Proporsi Respon Prediksi Proporsi Respon Proposi Respon 60 10 1 0,1000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkoordinasi dengan jaringan normal dan tumbuh terus menerus meskipun

BAB I PENDAHULUAN. terkoordinasi dengan jaringan normal dan tumbuh terus menerus meskipun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Neoplasma ialah masa jaringan yang abnormal, tumbuh berlebihan tidak terkoordinasi dengan jaringan normal dan tumbuh terus menerus meskipun rangsang yang menimbulkan

Lebih terperinci

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Serviks Kanker serviks merupakan penyakit yang umum ditemui di Hong Kong. Kanker ini menempati peringkat kesepuluh di antara kanker yang diderita oleh wanita dengan lebih dari 400 kasus baru setiap

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Metode Penelitian

MATERI DAN METODE. Metode Penelitian MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai April 2012 bertempat di Indira Farm Hamtaro and Rabbit House, Istana Kelinci, dan di Unit Rehabilitasi

Lebih terperinci

SET 4 REPRODUKSI SEL 1 (MITOSIS & MEIOSIS)

SET 4 REPRODUKSI SEL 1 (MITOSIS & MEIOSIS) 04 MATERI DAN LATIHAN SBMPTN TOP LEVEL - XII SMA BIOLOGI SET 4 REPRODUKSI SEL 1 (MITOSIS & MEIOSIS) Pembelahan sel dibedakan menjadi secara langsung (amitosis) dan tidak langsung (mitosis dan meiosis).

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia, dengan berat 1.200-1.500 gram. Pada orang dewasa ± 1/50 dari berat badannya sedangkan pada bayi ± 1/18 dari berat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN 20 MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Proses penelitian berlangsung mulai dari bulan April 2009 sampai Agustus 2010. Operasi implantasi dilakukan di Laboratorium Bagian Bedah dan

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PENCERNAAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) EVALINA

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PENCERNAAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) EVALINA KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PENCERNAAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) EVALINA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK EVALINA. Kajian Morfologi Saluran Pencernaan Burung

Lebih terperinci

I. BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

I. BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang I. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tumor ovarium dapat berasal dari salah satu dari tiga komponen berikut: epitel permukaan, sel germinal, dan stroma ovarium itu sendiri. Terdapat pula kasus yang

Lebih terperinci

1. Melakukan isolasi jaringan (usus halus bagian ileum) kemudian dibilas dengan

1. Melakukan isolasi jaringan (usus halus bagian ileum) kemudian dibilas dengan LAMPIRAN 39 Lampiran 1. Prosedur Metode Paraffin 1. Melakukan isolasi jaringan (usus halus bagian ileum) kemudian dibilas dengan menggunakan NaCl fisiologis. 2. Melakukan tahapan fiksasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan dengan usia rata-rata 55 tahun (Stoler, 2014). Diperkirakan terdapat 500.000 kasus baru setiap

Lebih terperinci

Lampiran 1. Rumus konversi dalam pembuatan media

Lampiran 1. Rumus konversi dalam pembuatan media LAMPIRAN 27 Lampiran 1. Rumus konversi dalam pembuatan media Keterangan : V 1 = Volume air media ke-1 V 2 = Volume air media ke-2 M 1 = Konsentrasi ph media ke-1 = Konsentrasi ph media ke-2 M 2 HCl yang

Lebih terperinci

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

Mengenal Penyakit Kelainan Darah Mengenal Penyakit Kelainan Darah Ilustrasi penyakit kelainan darah Anemia sel sabit merupakan penyakit kelainan darah yang serius. Disebut sel sabit karena bentuk sel darah merah menyerupai bulan sabit.

Lebih terperinci

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN JARINGAN DASAR HEWAN Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN Tubuh hewan terdiri atas jaringan-jaringan atau sekelompok sel yang mempunyai struktur dan fungsi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung tepatnya di Laboratorium Pembenihan Kuda

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain pada penelitian ini adalah eksperimen laboratorium dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Desain pada penelitian ini adalah eksperimen laboratorium dengan 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain pada penelitian ini adalah eksperimen laboratorium dengan rancangan percobaan post test only control group design. Pengambilan hewan uji sebagai

Lebih terperinci