PENGARUH TARAF PENAMBAHAN ZEOLIT DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA PRODUKSI MENCIT (Mus musculus) LEPAS SAPIH HASIL LITTER SIZE PERTAMA
|
|
- Harjanti Budiono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENGARUH TARAF PENAMBAHAN ZEOLIT DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA PRODUKSI MENCIT (Mus musculus) LEPAS SAPIH HASIL LITTER SIZE PERTAMA SKRIPSI RIKA PANDA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
2 RINGKASAN RIKA PANDA. D Pengaruh Taraf Penambahan Zeolit dalam Ransum Terhadap Performa Produksi Mencit (Mus musculus) Hasil Litter Size Pertama. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Pollung H. Siagian, M.S. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Kartiarso, M.Sc. Zeolit merupakan mineral yang terdiri dari alumino silikat terhidrasi dengan unsur utama terdiri dari kation, alkali dan alkali tanah, berstruktur tiga dimensi serta mempunyai pori-pori yang dapat diisi oleh air molekul. Zeolit merupakan hasil tambang yang memiliki potensi yang sangat besar untuk digunakan sebagai bahan tambahan mineral dalam ransum ternak. Penambahan zeolit dalam ransum ternak diharapkan dapat mengefisienkan penggunaan pakan. Zeolit memiliki sifat sebagai penyaring molekul, penyerap dan penukar ion, sehingga dalam penggunaannya dapat meningkatkan penyerapan zat makanan dan efisien menggunakan protein dalam tubuh ternak. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh beberapa taraf penambahan zeolit (0, 3, 6 dan 9%) dalam ransum ternak terhadap performa produksi mencit (Mus musculus) lepas sapih umur 25 hari. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum, kadar air dan protein feses. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dalam pola faktorial 4x2 dengan enam ulangan, kecuali perlakuan JR3 dan BR3 masing-masing dengan lima ulangan. Faktor-faktor perlakuan dalam penelitian ini adalah taraf penambahan zeolit yang berbeda dalam ransum dan jenis kelamin. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Analysis of Varience (ANOVA), Microsoft Excel (2003) dan dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey s. Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa taraf penambahan zeolit dalam ransum sangat nyata (P<0,01) berpengaruh terhadap konsumsi ransum, dan kadar air feses mencit, serta berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pertambahan bobot badan dan konversi ransum mencit selama penelitian. Konsumsi ransum mencit dengan ransum R4 (4,51 g/e/hr) sangat nyata lebih tinggi daripada R2 (3,79 g/e/hr), dan konsumsi ransum dengan ransum R2 sangat nyata lebih rendah daripada R1 (4,31 g/e/hr). Kadar air feses mencit dengan ransum R2 sangat nyata lebih rendah daripada R3 dan R4 tetapi tidak berbeda dengan R1. Pertambahan bobot badan mencit yang mengkonsumsi R3 dan R4 sebesar 0,36 g/e/hr nyata lebih tinggi daripada penambahan taraf zeolit lainnya. Konversi ransum mencit yang mengkonsumsi ransum R2 (11,48) nyata lebih rendah atau lebih efisien daripada ransum lainnya, kecuali R3. Kadar protein feses juga dipengaruhi oleh penambahan taraf zeolit, semakin tinggi taraf penambahannya maka akan semakin rendah kadar protein feses mencit selama penelitian. Hal ini dapat dilihat dari hasil yang diperoleh, dimana kadar protein feses terendah dimiliki oleh mencit yang mengkonsumsi ransum R4, sehingga mencit ini memiliki daya serap atau daya mencerna protein (84,51%) tertinggi daripada penambahan zeolit lainnya. Jenis kelamin memiliki pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi dan konversi ransum, pertambahan bobot badan serta nyata (P<0,05) terhadap kadar air feses mencit. Mencit jantan memiliki nilai konsumsi ransum dan
3 pertambahan bobot badan lebih tinggi, serta nilai konversi ransum yang lebih rendah daripada betina. Mencit jantan (16,08%) juga nyata (P<0,05) memiliki kadar air feses lebih rendah daripada mencit betina (16,78%). Kadar protein feses yang memiliki keterkaitan erat dengan daya serap tubuh dalam menyerap dan mencerna protein ransum. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mencit jantan (82,87%) memiliki daya serap dan cerna protein yang lebih tinggi daripada betina (82,80%). Hasil penelitian yang didapat menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara jenis kelamin dan penambahan taraf zeolit yang berbeda dalam ransum terhadap performa produksi mencit selama penelitian. Penggunaan zeolit sebanyak 3% dalam ransum baik jantan maupun betina, memberikan penampilan produksi yang lebih baik daripada taraf perlakuan lainnya, dilihat dari tingkat konversi ransum dan persentase kadar air feses yang rendah. Kata-kata kunci: mencit, zeolit, performa produksi, konsumsi dan koversi ransum
4 ABSTRACT The Effect of Different Level of Zeolite (0, 3, 6, 9%) in Ration on The Performance of Post-Weaning Mice (Mus musculus) of First Litter Panda, R., P. H. Siagian, and Kartiarso Zeolite is a mining commodity that is broadly use as feed additive in ration. The objectives of this research were to study the effects of adding different level of zeolite in ration namely 0% zeolite (R1), 3% (R2), 6% (R3) and 9% (R4) to body weight gain (BWG), feed consumption, feed conversion ratio (FCR), and water and protein content of feces. The completely randomized design (CDR) in 4 2 factorial experiment with six replications, except R3 male mice and R3 female mice with five replications was use in this experiment. The data were analyzed by analysis of variance (ANOVA), microsoft excel and continued with test Tukey s (95 and 99%). The result showed that the use of zeolite with different level in ration very significantly (P<0,01) affected feed consumption and water content of feces, and also significantly affected (P<0,05) body weight gain and feed conversion ratio. Feed consumption of mice on R4 (4,51 g/head/day) were very significantly higher than mice on R2 of zeolite (3,79 g/head/day). Feed consumption of mice on R2 very significantly lower than mice on R1 of zeolit (4,31 g/head/day). Water content of feces on R2 were very significantly lower than on R3 and R4, but not different from mice on R1 of zeolite. The highest body weight gain (BWG) showed on mice feed R3 and R4 (0,36 g/head/day). Feed conversion ratio on R2 (11,48) significantly lower than on R1 and R4, but did not showed the different of R3. Protein content of feces on R4 lower than the other treatment. Sex difference also showed very significantly affected (P<0,01) feed consumption, feed conversion ratio, body weight gain, also significantly affected (P<0,05) water content of feces. Feed consumption, and body weight gain of male mice higher than female, and also feed conversion lower than of female. Water and protein content of feces of male mice lower than of female. Fecal water of male mice also abviously (P<0,05) lower (16,08%) than female (16,78%). The result showed that male mice (82,87%) has higher feed digestibility than female (82,80%). There were no interaction between sex (male and female) and different level of zeolite (0, 3, 6, dan 9%) affected the performances of mice. The utilization of zeolit 3% in ration either male or female mice, giving better production performs than other of treatments. It can be seen from lower feed conversion ratio (FCR) and water content in the feces. Keywords: mice, zeolite, body weight gain, feed consumption, feed conversion.
5 PENGARUH TARAF PENAMBAHAN ZEOLIT DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA PRODUKSI MENCIT (Mus musculus) LEPAS SAPIH HASIL LITTER SIZE PERTAMA RIKA PANDA D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
6 PENGARUH TARAF PENAMBAHAN ZEOLIT DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA PRODUKSI MENCIT (Mus musculus) LEPAS SAPIH HASIL LITTER SIZE PERTAMA Oleh RIKA PANDA D Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada Tanggal 14 Maret 2007 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Dr. Ir. Pollung H. Siagian, M.S Dr. Ir. Kartiarso, M.Sc NIP NIP Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Ronny R. Noor, MRur.Sc NIP
7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 7 Mei 1985 di Jakarta. Penulis adalah anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Gapang Maringan Pardede dan Ibu Betty Sitorus. Penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak-Kanak Oikumene Jakarta pada tahun Pendidikan dasar Penulis diselesaikan pada tahun 1997 di SD Budhaya II Santo Agustinus Jakarta. Selanjutnya, Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Budhaya III Santo Agustinus Jakarta pada tahun 1997 dan menyelesaikannya pada tahun Kemudian Penulis meneruskan jenjang pendidikannya di SMU Negeri 44 Jakarta sampai tahun Pada tahun 2003 Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Program Studi Teknologi Produksi Ternak melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Selama kuliah Penulis aktif dalam kegiatan organisasi intra kampus dan kegiatan kepanitiaan. Organisasi yang pernah diikuti adalah Persekutuan Mahasiswa Kristen Institut Pertanian Bogor (PMK IPB), Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTER), dan Tim Basket Fakultas Peternakan. Kegiatan organisasi yang pernah diikuti Penulis antara lain panitia Kebaktian Awal Tahun (KATA) 2004 sebagai wakil ketua, Kontes Ayam Pelung Mama Djarkasih Cup IPB 2005 sebagai Seksi Publikasi, Dasi dan Dokumentasi (PUBDEKDOK).
8 KATA PENGANTAR Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan rahmat yang diberikan sehingga Penulis mendapatkan kesempatan untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Taraf Penambahan Zeolit Dalam Ransum Terhadap Performa Produksi Mencit (Mus musculus) Lepas Sapih Hasil Litter Size Pertama. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan (SPt.) pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui taraf penambahan zeolit yang tepat dalam ransum terhadap performa produksi mencit lepas sapih. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang, Bagian Non Ruminansia Satwa Harapan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tanggal 30 April 3 Juli Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, seperti pepatah yang menyatakan bahwa tak ada gading yang tak retak. Penulis mengharapkan kritik dan masukan yang membangun dari para pembaca. Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkannya. Bogor, Maret 2007 Penulis
9 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... i ABSTRACT... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii LEMBAR PENGESAHAN... iv RIWAYAT HIDUP... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTRAR LAMPIRAN... x PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 2 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Mencit (Mus musculus)... 3 Zeolit... 4 Sifat-Sifat Zeolit... 7 Meningkatkan Mutu Zeolit... 9 Penggunaan Zeolit Ransum Konsumsi Ransum Konversi Ransum Litter Size Bobot Sapih Bobot Badan Pertambahan Bobot Badan Kadar Air Feses Kadar Protein Feses Mortalitas MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Hewan Kandang Ransum Peralatan Metode Penelitian... 22
10 Rancangan Percobaan Peubah yang Diamati Prosedur HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Suhu dan Kelembaban Kondisi Ransum Penelitian Kondisi Mencit Penelitian Konsumsi Ransum Pertambahan Bobot Badan Konversi Ransum Kadar Air Feses Kadar Protein Feses Mortalitas KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 57
11 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Sifat Biologis Mencit (Mus musculus) Hasil Analisa Proksimat Ransum Penelitian Rataan Konsumsi Ransum Mencit Selama Penelitian Rataan Pertambahan Bobot Badan Harian Mencit Selama Penelitian Rataan Nilai Konversi Ransum Mencit Selama Penelitian Rataan Persentase Kadar Air Feses Mencit Selama Penelitian Nilai Kecernaan Protein Mencit Selama Penelitian... 49
12 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Mencit (Mus musculus) Batuan Zeolit Struktur Zeolit Kristal Zeolit Analsim (kiri) dan Mordenit (kanan) di bawah Mikroskop Elektron Perbesaran 1000 dan Kali Mencit Penelitian Lepas Sapih Umur 25 Hari Kandang Mencit Penelitian Ransum Mencit Penelitian dan Zeolit Peralatan yang Digunakan Selama Penelitian adalah Timbangan (a), Baki Plastik (b), Tabung Plastik (c), Botol Air Minum (d), dan Tampah (e) Bagan Perolehan Mencit Penelitian yang Berasal dari 2 Jantan dan 6 Betina pada Masing-masing Perlakuan Bagan Pembagian Mencit dalam Kandang Penelitian Kondisi Kandang Mencit (Mus musculus) Selama Penelitian Situasi Mencit (Mus musculus) dalam Kandang Penelitian Rataan Konsumsi Ransum Mencit Jantan dan Betina Selama Penelitian Rataan Konsumsi Ransum Mencit Menurut Perlakuan Selama Penelitian Penimbangan Mencit Penelitian dengan Menggunakan Timbangan Digital Rataan Pertambahan Bobot Badan Mencit Jantan dan Betina Selama Penelitian Rataan Pertambahan Bobot Badan Mencit Menurut Perlakuan Selama Penelitian Rataan Nilai Konversi Ransum Mencit Jantan dan Betina Selama Penelitian Rataan Nilai Konversi Ransum Mencit Menurut Perlakuan Selama Penelitian Penjemuran Sampel Feses Mencit di bawah Sinar Matahari... 46
13 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Data Rataan Konsumsi Ransum Harian Mencit (Mus musculus) Sidik Ragam Konsumsi Ransum Harian Mencit (Mus musculus) Uji Lanjut Tukey s Selang Kepercayaan 95% (Konsumsi Ransum Harian dengan Jenis Kelamin) Uji Lanjut Tukey s Selang Kepercayaan 95% (Konsumsi Ransum Harian dengan Zeolit) Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Harian Mencit (Mus musculus) Uji Lanjut Tukey s Selang Kepercayaan 95% (Pertambahan Bobot Badan Harian dengan Jenis Kelamin) Uji Lanjut Tukey s Selang Kepercayaan 95% (Pertambahan Bobot Badan Harian dengan Zeolit) Sidik Ragam Konversi Ransum Mencit (Mus musculus) Uji Lanjut Tukey s Selang Kepercayaan 95% (Konversi Ransum dengan Jenis Kelamin) Uji Lanjut Tukey s Selang Kepercayaan 95% (Konversi Ransum dengan Zeolit) Data Rataan Persentase Kadar Air Feses Kering Udara Sidik Ragam Persentase Kadar Air Feses Kering Udara Uji Lanjut Tukey s Selang Kepercayaan 95% (Kadar Air Feses Kering Udara dengan Jenis Kelamin) Uji Lanjut Tukey s Selang Kepercayaan 95% (Kadar Air Feses Kering Udara dengan Zeolit) Hasil Perhitungan Kadar Protein Feses (%) Mencit (Mus musculus) Selama Penelitian Data Mortalitas Mencit Selama Penelitian (Mus musculus)... 62
14 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah penduduk di dunia, demikian juga halnya dengan Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal tersebut menyebabkan terjadi pula peningkatan permintaan kebutuhan protein hewani. Peningkatan jumlah penduduk yang semakin pesat membuat perubahan yang nyata terhadap permintaan protein hewani. Untuk memenuhi permintaan protein hewani, maka para peternak harus mencari cara yang efisien untuk mengoptimalkan produktivitas ternak yang dipeliharanya. Banyak cara telah dilakukan di bidang peternakan untuk meningkatkan produksi ternak agar dapat mengimbangi permintaan masyarakat akan protein hewani. Di bidang usaha peternakan, sebagian besar biaya produksi (60%-80%) digunakan untuk biaya pakan. Protein yang dikandung di dalam pakan merupakan zat yang sangat penting untuk digunakan meningkatkan pertumbuhan ternak karena protein berperan penting dalam pembentukan seluruh struktur dan fungsi sel tubuh makhluk hidup. Harga protein di dalam ransum ternak tergolong mahal sehingga penggunaannya harus seefisien mungkin. Penggunaan ransum yang berkualitas merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan performa produksi ternak, seperti: bobot lahir, bobot sapih, pertambahan bobot badan, konsumsi ransum, konversi ransum atau efisiensi penggunaan makanan. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas ransum adalah dengan menambahkan bahan tambahan mineral dalam ransum. Bahan tambahan mineral yang dapat digunakan dalam ransum ternak salah satunya adalah zeolit. Zeolit merupakan hasil tambang yang memiliki potensi yang sangat besar digunakan sebagai bahan tambahan mineral dalam ransum ternak. Penambahan zeolit di dalam ransum ternak diharapkan dapat mengefisienkan penggunaan pakan. Zeolit memiliki sifat sebagai penyaring molekul, penyerap dan penukar ion, sehingga dalam penggunaannya dapat meningkatkan penyerapan zat makanan dan efisien menggunakan protein dalam tubuh ternak. Mineral ini mempunyai sifat-sifat khusus, yaitu: memiliki daya serap tinggi, kapasitas tukar kation yang tinggi serta dapat memperlambat laju pergerakan makanan atau digesta dalam saluran pencernaan, sehingga akan cukup banyak waktu bagi saluran pencernaan untuk dapat memanfaatkan zat-zat makanan yang terdapat di dalam ransum.
15 Penggunaan Mencit (Mus musculus) sebagai hewan percobaan dalam penelitian diharapkan dapat berguna dalam mengembangkan peternakan. Hal ini dikarenakan mencit memiliki sifat produksi dan reproduksi yang menyerupai ternak lain seperti babi dan hewan monogastrik. Mencit sering digunakan sebagai hewan percobaan dalam penelitian karena memiliki kemampuan reproduksi dan pertumbuhan yang baik, harganya relatif murah, cepat berkembangbiak, interval generasinya singkat, jumlah anak perkelahiran banyak, variasi genetiknya cukup besar serta sifat anatomis dan fisiologis yang terkarakteristik dengan baik. Perumusan Masalah Salah satu cara yang dapat digunakan oleh para peternak untuk meningkatkan produktivitas ternak agar dapat mengimbangi permintaan masyarakat akan protein hewani adalah memperbaiki kualitas ransum yang akan diberikan. Kualitas ransum dapat diperbaiki dengan menambahkan bahan mineral kedalamnya. Mineral yang digunakan adalah zeolit. Zeolit memiliki sifat sebagai penyaring molekul, penyerap dan penukar ion. Berdasarkan sifat-sifat tersebut, diharapkan penambahan zeolit kedalam ransum ternak dapat meningkatkan penyerapan protein ransum oleh tubuh sehingga dapat mengefisienkan penggunaan ransum, meningkatkan penyerapan zat makanan dan efisien menggunakan protein dalam tubuh ternak. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan zeolit di dalam ransum dengan taraf yang berbeda dan jenis kelamin serta interaksi antar penambahan zeolit dan jenis kelamin terhadap performa produksi mencit (Mus musculus) lepas sapih dari litter size pertama, hasil dari induk atau mencit dara yang telah diberikan penambahan zeolit dalam ransumnya sejak masa pengawinan hingga penyapihan.
16 TINJAUAN PUSTAKA Mencit (Mus musculus) Salah satu hewan percobaan yang sering digunakan dalam penelitian adalah mencit (Mus musculus). Menurut Malole dan Pramono (1989), mencit adalah hewan pengerat yang cepat berkembangbiak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, variasi genetiknya cukup besar serta memiliki sifat anatomis dan fisiologis yang terkarakteristik dengan baik. Mencit laboratorium mempunyai berat badan kira-kira sama dengan mencit liar yang banyak ditemukan di gedung dan rumah yang dihuni manusia, dengan berat badan bervariasi g pada umur empat minggu (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Arrington (1972), menyatakan bahwa mencit memiliki taksonomi sebagai berikut: kingdom Animalia, filum Chordata, kelas Mamalia, ordo Rodentia, famili Muridae, genus Mus, spesies Mus musculus. Mencit sering digunakan sebagai hewan laboratorium dan objek penelitian di bidang peternakan. Hal ini dikarenakan biaya yang dibutuhkan tidak begitu mahal, efisien dalam waktu, prolifik dan sifat genetik dapat dibuat seseragam mungkin dalam waktu yang lebih pendek dibandingkan dengan ternak yang lebih besar (Arrington, 1972). Berikut ini adalah gambar mencit (Mus musculus) yang biasa digunakan untuk penelitian (Gambar 1). Gambar 1. Mencit (Mus musculus) Malole dan Pramono (1989), menyatakan bahwa mencit memiliki beberapa sifat biologis seperti diperlihatkan pada Tabel 1.
17 Tabel 1. Sifat Biologis Mencit (Mus musculus) Kriteria Keterangan Berat lahir 0,5-1,5 g Berat dewasa g Konsumsi ransum 15 g/100 g berat badan/hari Konsumsi air minum 15 ml/100 g berat badan/hari Lama hidup 1,5-3,0 tahun Lama bunting hari Lama produksi ekonomis 7-9 bulan Umur sapih hari Umur dikawinkan hari (jantan dan betina) Siklus birahi 21 hari Sumber : Malole dan Pramono (1989) Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan mencit, terutama faktor lingkungan. Faktor lingkungan seperti kualitas ransum, kepadatan kandang, suhu dan kelembaban memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan mencit. Faktorfaktor tersebut dapat mempengaruhi kemampuan mencit mencapai potensi untuk bertumbuh dan berkembangbiak. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), se mencit dewasa dapat mengkonsumsi makanan sebanyak 3-5 g/hari. Selain itu, faktor fisiologis yang dialami mencit seperti stress, dan stress lingkungan sekitar juga mempengaruhi konsumsi pakan mencit. Zeolit Zeolit merupakan salah satu jenis batuan yang mengandung beberapa mineral. Mineral zeolit ditemukan pada tahun 1756 oleh seorang ahli mineralogi Swedia bernama Freihern Axel Fredrick Cronsted (Mumpton dan Fishman, 1977). Barrer (1982), menyatakan bahwa nama zeolit berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu zeo (mendidih) dan lithos (batu). Nama ini menggambarkan perilaku mineral tersebut yang dengan cepat melepaskan air bila dipanaskan sehingga kelihatan seolah-olah mendidih. Zeolit memiliki sejumlah sifat kimia maupun fisika yang menarik, diantaranya mampu menyerap zat organik maupun anorganik, dapat berlaku sebagai penukar kation, dan sebagai katalis untuk berbagai reaksi. Sifat
18 katalitik zeolit pertama kali ditemukan oleh Weisz dan Frilette pada tahun 1960 dan dua tahun kemudian mulai diperkenalkan penggunaan zeolit Y sebagai katalis (Augustine, 1996). Zeolit merupakan mineral yang terdiri atas alumino silikat terhidrasi dengan unsur utama terdiri atas kation, alkali dan alkali tanah, berstruktur tiga dimensi serta mempunyai pori-pori yang dapat diisi oleh molekul air. Kandungan air yang terperangkap dalam rongga zeolit biasanya berkisar 10-50%. Bila terhidrasi kationkation yang berada dalam rongga tersebut akan terselubungi molekul air. Molekul air ini bersifat labil atau mudah terlepas. Sifat umum zeolit antara lain mempunyai susunan kristal yang agak lunak, endapan berlapis, berat jenis 2-2,4; berwarna hijau kebiruan, putih dan coklat (Bapeda Kab. Malang, 2006). Gambar berikut ini merupakan contoh batuan zeolit (Gambar 2). Gambar 2. Batuan Zeolit Secara geologi, zeolit ditemukan dalam batuan tuf yang terbentuk dari hasil sedimentasi, abu vulkanik yang telah mengalami proses alterasi atau perubahan. Empat proses sebagai gambaran terjadinya zeolit, yaitu proses sedimentasi abu vulkanik pada lingkungan danau yang bersifat alkali, proses alterasi, proses diagenesis dan proses hidrotermal. Zeolit dapat terbentuk dalam batuan dari berbagai tipe, umur dan kedudukan geologi, namun demikian zeolit memiliki keterkaitan yang erat dengan batuan sedimen piroklastik berbutir halus (tuf) (Herry, 2005). Menurut
19 Las (2004), ion-ion logam yang dimiliki zeolit dapat diganti oleh kation lain tanpa merusak struktur zeolit dan dapat menyerap air secara reversibel. Bapeda Kabupaten Malang (2006), menyatakan komposisi kimia zeolit adalah sebagai berikut: SiO 2 (40,61-42,65%), Al 2 O 3 (15,31-15,92%), Fe 2 O 3 (3,95-4,130%), CaO (6,07-5,67%), MgO (2,09-1,96%), Na 2 O (8,66-8,81%), K 2 O (1,32-1,10%), dan TiO 2 (1,71-1,63%). Sutarti dan Rachmawati (1994) menyatakan bahwa zeolit mempunyai struktur berongga. Rongga-rongga tersebut dapat diisi oleh air dan kation yang dapat dipertukarkan dan memiliki ukuran pori-pori tertentu (Gambar 3). Gambar 3 bagian kiri (a) memperlihatkan struktur zeolit yang berongga. Rongga-rongga tersebut telah diperbesar dengan mikroskop dan dapat dilihat dengan jelas pada Gambar 3 bagian kanan (b). (a) (b) Gambar 3. Struktur Zeolit (Sutarti dan Rachmawati, 1994) Zeolit berdasarkan proses pembentukkannya dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu: zeolit alam dan zeolit sintesis. Zeolit alam terbentuk karena proses alami akibat perubahan alam (zeolitisasi) dari batuan vulkanik tuf, sedangkan zeolit sintesis direkayasa oleh manusia secara proses kimia. Pada proses terbentuknya endapan zeolit alam, jenis mineral yang terlebih dahulu terbentuk adalah klinoptilolit dan filipsit karena kedua mineral ini merupakan mineral pendahulu atau mineral
20 penurun bagi mineral-mineral zeolit yang lain, seperti analsim, heulandit, laumontit, dan mordenit. Gambar berikut ini merupakan kristal zeolit analsim dan mordenit di bawah mikroskop elektron (Gambar 4). Gambar 4. Kristal Zeolit Analsim (kiri) dan Mordenit (kanan) di bawah Mikroskop Elektron pada Perbesaran 1000 dan Kali (Geoteknologi LIPI, 2004) Sifat-Sifat Zeolit Sutarti dan Rachmawati (1994), menyatakan bahwa zeolit sebagai bahan mineral yang memiliki struktur berongga. Rongga-rongga tersebut dapat diisi oleh air dan kation yang dapat dipertukarkan. Zeolit juga memiliki pori-pori tertentu, sehingga zeolit dapat digunakan sebagai penyaring molekul, penukar ion, penyerap bahan dan katalisator. Berdasarkan kegunaan zeolit tersebut, maka dapat diketahui bahwa zeolit memiliki sifat-sifat khusus, seperti dijelaskan berikut ini. Dehidrasi Sifat dehidrasi dari zeolit mempengaruhi sifat adsorbsi zeolit itu sendiri. Pelepasan molekul air yang dilakukan oleh zeolit dalam rongga permukaan dapat menyebabkan meluasnya medan listrik kedalam rongga utama. Kejadian ini mengefektifkan interaksi yang terjadi antara medan listrik dengan molekul yang akan diadsorbsi. Jumlah molekul air yang akan diadsorbsi sesuai dengan jumlah pori-pori atau volume ruang hampa yang akan terbentuk bila unit sel kristal zeolit tersebut dipanaskan (Sutarti dan Rachmawati, 1994).
21 Adsorbsi Mumpton dan Fishman (1977), menyatakan bahwa potensi penggunaan zeolit terutama disebabkan oleh sifat fisik dan kimia yang dimiliki. Zeolit adalah mineral senyawa zat kimia dari berbagai jenis mineral alumino silikat berhidrat dengan logam alkali, kation natrium, kalium dan barium. Umumnya pemanfaatan zeolit didasarkan atas sifat-sifat yang dimilikinya. Zeolit mempunyai struktur berongga dan berpori sehingga rongga-rongga tersebut dapat diisi oleh air dan kation yang dapat dipertukarkan. Berdasarkan sifat tersebut, maka zeolit dapat berfungsi sebagai penyerap. Dalam situasi normal, ruang hampa dalam kristal zeolit terisi oleh molekul air bebas yang berada di sekitar kation. Kristal zeolit yang dipanaskan pada suhu ºC dapat menyebabkan molekul air tesebut akan keluar. Kejadian itu menggambarkan fungsi dari zeolit yang dapat digunakan sebagai penyerap gas atau cairan. Beberapa jenis zeolit dapat menyerap gas sebanyak 30% dari beratnya dalam keadaan kering (Sutarti dan Rachmawati, 1994). Penukar Ion Zeolit merupakan mineral yang memiliki nilai kemampuan tukar kation (KTK) yang tinggi. KTK merupakan salah satu parameter yang menentukan kualitas dari zeolit tersebut. Sutarti dan Rachmawati (1994), menyatakan bahwa ion-ion yang terdapat pada rongga atau kerangka elektrolit berguna untuk menjaga kenetralan zeolit. Ion-ion tersebut dapat bergerak bebas sehingga pertukaran ion yang terjadi tergantung dari ukuran dan muatan maupun jenis zeolitnya. Sifat zeolit sebagai penukar ion, tergantung dari sifat kation, suhu, dan jenis anion. Penukaran kation ini dapat menyebabkan perubahan dari beberapa sifat zeolit seperti stabilitas terhadap panas, sifat adsorbsi dan aktivitas katalitis. Kristal zeolit sangat efektif untuk pertukaran kation dengan nilai KTK berkisar meq/100g (Bachrein, 2001). Warmada dan Titisari (2004), menyatakan bahwa zeolit tersusun oleh silikon, oksigen dan aluminium dalam suatu kerangka tiga dimensi dengan pori-pori yang mengandung molekul air yang dapat menyerap kation dan saling bertukar. Katalis Sutarti dan Rachmawati (1994), menyatakan bahwa ciri yang paling khusus dimiliki oleh zeolit secara praktis; akan menentukan sifat khusus dari mineral
22 tersebut. Sifat khusus yang dimiliki oleh zeolit adalah ruang kosong yang akan membentuk saluran di dalam strukturnya. Zeolit yang akan digunakan sebagai katalis akan mengakibatkan terjadinya difusi molekul kedalam ruang bebas diantara kristalkrisrtal. Zeolit merupakan katalisator yang baik karena memiliki pori-pori yang besar dengan permukaan yang maksimum. Kemampuan zeolit untuk mengkatalisis suatu reaksi kimia terutama berhubungan dengan sifatnya sebagai padatan asam karena situs-situs asam, baik situs asam Bronsted maupun Lewis. Zeolit telah diketahui memainkan peranan penting sebagai katalis asam pada industri pengolahan minyak bumi dan petrokimia, termasuk dalam isomerisasi hidrokarbon. Mengingat zeolit alam sangat melimpah dan murah, maka penggunaannya sebagai katalis dapat menurunkan biaya produksi (Handoko, 2003). Warmada dan Titisari (2004), menyatakan bahwa zeolit di bidang pertanian sering digunakan sebagai katalis untuk mengurangi logam berat yang terdapat pada tanah. Penyaring atau Pemisah Molekul Banyak media yang digunakan sebagai penyaring atau penyerap campuran uap atau cairan, tetapi distribusi diameter dari pori-pori media tersebut tidak cukup selektif seperti zeolit yang sebagai penyaring molekul dapat memisahkan berdasarkan perbedaan ukuran, bentuk dan polaritas dari molekul yang disaring. Zeolit dapat memisahkan molekul gas atau zat lain dari campuran tertentu karena mempunyai ruang hampa yang cukup besar dengan garis tengah yang bermacammacam yang tergantung dari jenisnya. Kemampuan zeolit untuk berperan sebagai penyaring dipengaruhi oleh volume dan ukuran garis tengah ruang hampa dalam kisikisi kristal (Sutarti dan Rachmawati, 1994). Meningkatkan Mutu Zeolit Zeolit merupakan mineral yang dapat ditemukan di berbagai daerah yang mengalami kegiatan vulkanik yang telah berlangsung lama dan terus-menerus. Karakteristik dan mutu zeolit dari berbagai lokasi tidak sama. Pemanfaatan zeolit untuk keperluan tertentu, misalnya dalam bidang pertanian untuk mengefisienkan penggunaan pupuk memerlukan mutu yang baku yaitu kapasitas tukar kation minimum 120 meq/100 g, ukuran 10, +48 mesh, zeolit 50% dan kadar air 8%, sesuai dengan SNI , dan dalam bidang peternakan untuk imbuhan
23 pakan ternak diperlukan kapasitas tukar kation 160 meq/100 g, ukuran 28, +100 mesh, zeolit 50% dan kadar air 5% sesuai dengan SNI (Muta alim, 2002). Berdasarkan hal tersebut, suatu cara atau proses pengolahan untuk memperoleh zeolit dengan kemampuan yang tinggi sangat dibutuhkan. Beberapa proses yang sering dilakukan dalam meningkatkan kemampuan zeolit, antara lain dijelaskan seperti berikut. Preparasi Tahap ini bertujuan untuk memperoleh ukuran produk yang sesuai dengan tujuan penggunaan. Preparasi terdiri atas tahap peremukan (crushing), sampai penggerusan (grinding) (Bapeda Kab. Tasikmalaya, 2003). Aktivasi Aktivasi bertujuan untuk meningkatkan sifat-sifat khusus zeolit dengan cara menghilangkan unsur-unsur pencemar dan menguapkan air yang terperangkap dalam pori kristal zeolit. Dua cara yang umum digunakan dalam proses aktivasi zeolit, yaitu secara fisis dan kimiawi. Aktivasi secara fisis berupa pemanasan zeolit. Pemanasan tersebut bertujuan untuk menguapkan air yang terperangkap dalam pori-pori kristal zeolit sehingga luas permukaan zeolit akan bertambah. Pemanasan dilakukan dengan menggunakan oven biasa pada suhu ºC selama 2-3 jam untuk skala laboratorium, sedangkan aktivasi secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan larutan asam (H 2 SO 4 ) atau basa (NaOH) sebagai pereaksi. Proses tersebut bertujuan untuk membersihkan permukaan pori, membuang senyawa pengotor dan mengatur kembali letak atom yang dapat dipertukarkan (Sutarti dan Rachmawati, 1994). Modifikasi Sutarti dan Rachmawati (1994), menyatakan bahwa zeolit hasil dari aktivasi dalam proses pengolahan air telah mampu menyerap ion logam berat yang berupa kation. Zeolit juga diharapkan dapat menyerap logam berat berupa anion, mikroorganisme, serta zat organik lain sehingga zeolit perlu dimodifikasi. Proses modifikasi ini ditujukan untuk mengubah sifat permukaan zeolit alam dengan cara melapiskan polimer organik (sintetis dan alamiah) pada zeolit tersebut (Bapeda Kab. Tasikmalaya, 2003).
24 Penggunaan Zeolit Di Indonesia, pemanfaatan zeolit di bidang pertanian mulai diteliti dan diujicobakan sejak tahun 1980 oleh peneliti dari Pusat Pengembangan Teknologi Mineral Bandung. Di bidang pertanian, zeolit dapat diberikan langsung ke lahanlahan pertanian bersama bahan lain, dibuat media untuk tanaman hortikultura, dicampurkan dengan pupuk kandang sewaktu proses pengkomposan, dicampurkan dengan pupuk urea sebagai pupuk penyedia lambat (Suwardi, 2002). Zeolit juga mulai diujicobakan untuk meningkatkan kualitas ternak. Mumpton dan Fishman (1977), menyatakan bahwa potensi penggunaan zeolit terutama disebabkan oleh sifat fisik dan kimia yang dimiliki. Zeolit mula-mula sering digunakan sebagai bahan industri, seperti: bahan pengisi industri kertas, bahan penukar ion pada proses penjernihan air, bahan pemisah nitrogen dan oksigen, katalisator pada pemurnian minyak, adsorben tahan asam pada pengeringan dan sebagai bahan bangunan. Bersamaan dengan itu, zeolit juga dapat digunakan untuk imbuhan pakan temak dan penjernih pada tambak udang dan kolam ikan. Salah satu peranan zeolit pada ternak non-ruminansia adalah memperlambat laju pakan dalam saluran pencernaan sehingga penyerapan zat-zat makanan memiliki peluang yang lebih besar, dan hal ini terkait erat dengan peningkatan efisiensi penggunaan pakan. Chiang dan Yoe (1983), menyatakan bahwa pemberian zeolit dalam ransum ternak unggas dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan sebesar 20% dibandingkan dengan pemberian ransum tanpa zeolit. Pemberian zeolit pada ternak unggas juga tidak memberikan pengaruh yang buruk terhadap kesehatan dan vitalitas ternak tersebut. Sutarti dan Rachmawati (1994), menyatakan bahwa zeolit yang ditambahkan dalam ransum dapat membantu dalam proses penyerapan bahan makanan dalam saluran pencernaan dan meningkatkan selera makan hewan. Zeolit memiliki kemampuan dalam mengikat amoniak, sehingga dapat mengurangi kemungkinan ternak mengalami keracunan NH + 4 dan meningkatkan ph dalam saluran pencernaan, sehingga ternak tersebut dapat merasakan kenyamanan dalam mencerna yang akan meningkatkan selera makan (Mumpton dan Fishman, 1977). Zeolit yang ditambahkan dalam ransum ternak memiliki peranan dalam memperlambat laju makanan dalam saluran pencernaan, sehingga penyerapan zat-zat makanan akan lebih banyak terjadi (Soejono dan Santoso, 1990). Siagian (1993),
25 menyatakan bahwa penggunaan zeolit dengan taraf yang semakin meningkat/tinggi dalam ransum dapat mengakibatkan kadar air feses semakin menurun/sedikit. Salah satu manfaat penggunaan zeolit adalah mengurangi kadar air feses. Hal tersebut sangat penting dalam menjaga kebersihan kandang. Selain itu, penggunaan zeolit dalam ransum ternak juga berfungsi untuk menurunkan kadar protein kotoran ternak. Kadar protein kotoran dapat digunakan sebagai gambaran efisiensi penggunaan protein dalam ransum. Dengan demikian hal tersebut menunjukkan bahwa zeolit mampu mengefisienkan penggunaan protein oleh tubuh ternak. Ransum Ransum merupakan bahan bakar bagi tubuh yang dapat memberikan panas dengan oksidasi lambat. Ransum juga berfungsi sebagai penyedia bahan yang diperlukan untuk pertumbuhan, pergantian sel-sel yang sudah tua dan rusak serta pengaturan proses-proses tubuh. Ransum yang baik bukan berasal dari asal pakan itu sendiri, tetapi berdasarkan pada komposisi dari bahan-bahan pakan yang penting untuk menyusun ransum tersebut. Ransum modern merupakan suatu kombinasi kompleks dari bahan-bahan pakan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan zat-zat makanan bagi ternak. Ransum yang sempurna harus memiliki kandungan protein yang cukup agar asam amino yang diperlukan dapat dipenuhi, cukup zat organik yang dapat dicerna (karbohidrat, lemak dan protein) untuk mendapatkan energi yang dibutuhkan, asam amino harus seimbang, cukup zat vitamin dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh ternak (Anggorodi, 1984). Anggorodi (1984), selanjutnya menyatakan bahwa ransum yang seimbang adalah ransum yang mengandung semua zat-zat makanan dalam jumlah yang cukup dan dalam perbandingan yang tepat untuk keperluan proses-proses fungsi tubuh. Ransum juga harus bebas dari faktor toksis atau faktor-faktor lain yang merugikan. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas ransum, salah satunya adalah dengan menambahkan non-nutritive feed additivies dalam ransum. Hal tersebut dilakukan untuk menjamin agar zat-zat makanan yang terkandung dalam ransum tersebut lebih mudah dicerna, terhindar dari kerusakan, mudah diserap dan diangkut kedalam sel tubuh. Zeolit merupakan salah satu bahan mineral yang dapat digunakan untuk memperbaiki mutu atau kualitas ransum, karena zeolit dapat
26 menyerap atau menghilangkan zat-zat atau kuman pencemar yang terdapat pada bahan ransum tersebut (Sutarti dan Rachmawati, 1994). Ransum seharusnya mengandung komponen-komponen nutrisi dengan kadar yang diperlukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mempunyai pengaruh terhadap kualitas pakan termasuk mudah dicerna, disukai (palatabilitas), cara penyiapan dan penyimpanannya serta konsentrasi zat kimia dan kuman pencemar (Anggorodi, 1985). Parakkasi (1999), menyatakan bahwa bahan makanan yang sulit dicerna, seperti serat kasar dapat memperlambat laju system pencernaan atau daya cerna terhadap makanan. Kandungan nutrisi ransum yang sering diberikan kepada mencit menurut (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988), antara lain: protein kasar (20-25%), lemak kasar (10-12%), pati (45-55%), serat kasar (4-5%), dan abu (5-6%). Menurut Anggorodi (1980), zat-zat makanan yang terkandung dalam bahanbahan makanan tersebut, dalam tubuh ternak akan diubah menjadi produk seperti daging, susu, telur, wol, energi, dan lain-lain. Sifat-sifat produksi yang baik seperti yang dikehendaki pemilik ternak dapat dicapai sebaik mungkin bila ternak yang bersangkutan mendapatkan ransum yang sempurna. Konsumsi Ransum Menurut Parakkasi (1999), konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi oleh ternak jika ransum tersebut diberikan ad libitum dalam jangka waktu tertentu. Anggorodi (1980), menyatakan bahwa tingkat konsumsi ransum dipengaruhi oleh kandungan energi ransum, jenis kelamin, ukuran tubuh, tingkat produksi, temperatur lingkungan, kecepatan pertumbuhan, keseimbangan zat-zat makanan dalam ransum dan cekaman yang dialami ternak tersebut. Malole dan Pramono (1989), menyatakan bahwa tingkat konsumsi makanan dan air minum bervariasi menurut suhu kandang, kelembaban, kualitas makanan, kesehatan dan kadar air dalam makanan. Suhu lingkungan yang ideal dalam pemeliharaan mencit berada pada kisaran C dengan rataan 22 C, dan kelembaban berkisar antara 30-70% (Malole dan Pramono, 1989). Ransum dikonsumsi pada berbagai umur tidak tetap, tetapi sesuai dengan laju pertumbuhan dan tingkat produksi (Amrullah, 2003). Tingkat energi dalam ransum akan menentukan jumlah ransum yang dikonsumsi. Semakin tinggi energi ransum maka akan menurunkan konsumsi, oleh karena itu ransum yang berenerg tinggi harus
27 diimbangi dengan protein, vitamin dan mineral yang cukup agar tidak terjadi defisiensi protein, vitamin dan mineral (Wahju, 1997). Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tingkat konsumsi, antara lain faktor ternak itu sendiri, makanan yang diberikan selama pemeliharaan, dan lingkungan sekitar tempat ternak itu dipelihara (Parakkasi, 1999). Parakkasi (1999), juga menyatakan bahwa suhu dan kelembaban dalam kandang pemeliharaan dapat mempengaruhi tingkah laku hewan sehingga dapat mempengaruhi tingkat konsumsi ransum hewan tersebut. Suhu dan kelembaban yang tidak sesuai dengan batas ideal dalam pemeliharaan dapat mempengaruhi tingkat konsumsi ternak tersebut. Selain itu, tingkatan konsumsi ransum juga dipengaruhi oleh bobot badan. Hewan atau ternak yang memiliki bobot badan yang lebih besar akan memiliki tingkat konsumsi ransum lebih banyak daripada hewan yang berbobot badan ringan, karena hewan tersebut membutuhkan lebih banyak ransum untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok (Mansjoer, 1985). Smith dan Mangkoewidjojo (1988), menyatakan bahwa se mencit dewasa dapat mengkonsumsi ransum 3-5 g/hari, tetapi kalau mencit sedang bunting atau menyusui nafsu makannya akan bertambah. Anggorodi (1980), menyatakan bahwa tingkat konsumsi ransum hewan juga dipengaruhi jenis kelamin. Mencit jantan memiliki nilai konsumsi ransum lebih tinggi daripada mencit betina (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Berdasarkan hasil dari penelitian Anantyo (2006), ratarata se mencit dapat mengkonsumsi ransum sebanyak 4,60 g//hari. Makanan mencit dengan kualitas tetap harus selalu tersedia karena perubahan kualitas dapat menyebabkan penurunan berat badan dan energi. Mencit membutuhkan makanan yang memiliki kadar protein diatas 14%. Kebutuhan protein ini biasanya dapat dipenuhi dengan memberikan ransum ayam broiler komersial kepada mencit. Konversi Ransum Menurut Rasyaf (1999), konversi ransum merupakan perbandingan antara jumlah konsumsi pada periode tertentu dengan produksi yang dicapai pada periode tersebut. Tujuan utama pemberian pakan adalah untuk menghasilkan pertumbuhan yang paling cepat dengan jumlah pakan yang paling sedikit serta hasil akhir yang memuaskan (Blakely dan David, 1991). Tingkat konversi ransum biasanya digunakan dalam menentukan tingkat penggunaan makanan oleh ternak untuk menghasilkan suatu produksi, seperti daging, telur, wool, tenaga, dan lain-lain. Nilai
28 konversi ransum dapat menentukan keefisienan se ternak dalam menggunakan makanannya untuk berproduksi. Semakin kecil nilai konversi ransum, maka semakin efisien ternak tersebut menggunakan ransum untuk menghasilkan produksi daging (Sihombing, 1997). Konversi ransum merupakan hubungan antara jumlah ransum yang dibutuhkan ternak untuk menghasilkan satu satuan nilai produksi dan konversi ransum dapat mencapai dan mempunyai derajat yang tinggi untuk memproduksi daging dan telur hanya bila menggunakan bahan makanan yang bernilai nutrisi tinggi (Wahju, 1997). Menurut pendapat Mumpton dan Fishman (1977), penggunaan zeolit dalam ransum ternak dapat memperbaiki nilai konversi ransum. Litter Size Litter size pada saat lahir merupakan jumlah anak yang dilahirkan atau dihasilkan dari se induk per kelahiran. Jumlah anak yang dihasilkan seperindukan pada ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pejantan dan induknya, bangsa, umur induk, periode beranak (parity), fertilitas, kematian selama kebuntingan, lama kebuntingan. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi jumlah anak per kelahiran yaitu kelainan-kelainan hormonal, infeksi uterus dan makanan (Sihombing, 1997). Litter size pertama merupakan jumlah anak yang dihasilkan pada saat kelahiran pertama. Bobot Sapih Bobot sapih merupakan bobot badan yang diperoleh pada saat anak dipisahkan dari induknya untuk disapih. Besarnya bobot sapih dipengaruhi oleh jenis kelamin, bobot badan induk, umur induk, keadaan pada saat lahir, kemampuan induk untuk menyusui anak, kuantitas dan kualitas ransum yang diberikan serta suhu lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian Dasril (2006), mencit jantan dan betina lepas sapih memiliki rataan bobot sapih masing-masing sebesar 6,93 ± 0,12 dan 6,97 ± 0,13 g/. Bobot Badan Bobot badan induk sebelum beranak secara umum berhubungan erat dengan bobot lahir anak (Parakkasi, 1999). Smith dan Mangkoewidjojo (1988), menyatakan bahwa bobot badan mencit dipengaruhi oleh litter size, bobot lahir, produksi susu
29 induk dan pemberian pakan. Berdasarkan hasil penelitian Anantyo (2006), mencit jantan dan betina memiliki rataan bobot badan akhir masing-masing sebesar 31,87 dan 24,78 g/. Pertambahan Bobot Badan Rose (1997), menyatakan bahwa pertumbuhan merupakan suatu perubahan yang terjadi yang meliputi peningkatan ukuran sel-sel tubuh. Pertumbuhan tersebut mencakup tiga komponen utama yaitu peningkatan berat otot, peningkatan ukuran skeleton, dan peningkatan jaringan lemak tubuh. Kecepatan pertumbuhan badan, selain dipengaruhi oleh faktor genetik, tergantung juga pada cara pemeliharaan, cara pemberian pakan dan kualitas pakan yang diberikan pada ternak (Anggorodi, 1984). Pertumbuhan setelah masa penyapihan dipengaruhi oleh faktor kandungan gizi ransum, jenis kelamin, umur, berat sapih dan lingkungan (Gono, 1987). Smith dan Mangkoewidjojo (1994), menyatakan bahwa jenis kelamin dapat mempengaruhi pertumbuhan mencit. Jenis kelamin jantan memiliki pertumbuhan yang lebih tinggi daripada mencit betina, karena konsumsi mencit betina lebih banyak digunakan untuk mempersiapkan dewasa kelamin (Toelihere, 1981). Hardiansyah dan Martianto (1989), juga menyatakan bahwa pertumbuhan dapat terhambat karena kekurangan konsumsi protein ransum, sedangkan jika terdapat kelebihan konsumsi protein, oleh tubuh akan dijadikan sumber energi dalam keadaan kekurangan energi yang berasal dari karbohidrat dan lemak. Hasil penelitian Sudono (1981), menunjukkan bahwa laju pertumbuhan mencit tertinggi dicapai pada umur 29 hari pada jantan dan betina, masing-masing sebesar 0,55 dan 0,50 g/hari. Berdasarkan hasil penelitian Anantyo (2006), dapat diketahui bahwa taraf pemberian zeolit dan jenis kelamin mempengaruhi pertambahan bobot badan pada mencit, tetapi tidak ditemukan interaksi antara jenis kelamin dengan taraf zeolit. Selain itu, pertambahan bobot badan mencit jantan lebih tinggi dibandingkan dengan mencit betina. Hasil penelitian Anantyo (2006), juga menunjukkan bahwa mencit jantan dan betina memiliki rataan pertambahan bobot badan masing-masing sebesar 0,40 dan 0,29 g//hari. Pertumbuhan mencit akan mengalami penurunan setelah mencit memasuki fase dewasa tubuh. Titik tertinggi atau titik peralihan pertumbuhan yang menandai mencit telah memasuki fase dewasa tubuh terjadi pada saat mencit berumur 28,5 hari. Setelah bobot dewasa tercapai,
30 maka pertumbuhan mencit akan menurun (Kurnianto et al., 1999). Tilman et al. (1989), menyatakan bahwa pertumbuhan terbagi menjadi dua tahap, yaitu tahap cepat dan lambat. Tahap cepat terjadi pada saat usia pubertas, sedangkan tahap lambat terjadi pada saat kedewasaan tubuh sudah mulai tercapai. Pertambahan bobot badan yang lambat akan sejajar dengan pertambahan berat badan sewaktu hewan bertambah dewasa (Toelihere, 1981). Sumbawati (1992), menyatakan bahwa zeolit yang digunakan dalam ransum unggas sebesar 2,5-7,5% dapat memberikan produksi telur lebih tinggi dibandingkan tanpa penggunaan zeolt. Siagian (1991), juga menyatakan bahwa penggunaan zeolit sebesar 6% dalam ransum babi dapat meningkatkan pertambahan bobot badan yang lebih baik daripada penggunaan taraf zeolit lainnya. Tilman et al. (1989), menyatakan bahwa kecepatan pertumbuhan dapat dinyatakan dengan melakukan penimbangan berulang setiap hari, minggu, atau bulan. Kecepatan tumbuh rata-rata se mencit adalah satu g/hari (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Kadar Air Feses Hartini (2000), menyatakan bahwa kadar air feses dapat menggambarkan efektivitas penyerapan air dalam saluran pencernaan. Semakin efektif penyerapan air dalam saluran pencernaan maka semakin rendah kadar air feses. Kadar air feses yang rendah akan menyebabkan laju digesta lebih lambat sehingga penyerapan zat makanan dapat lebih baik. Menurut Cool dan Willard (1982), penggunaan zeolit dapat menurunkan kandungan air feses sebesar 30%. Persentase kadar air feses tersebut dapat menggambarkan lama waktu yang terjadi dalam proses penyerapan zat makanan, sehingga dapat mengetahui besarnya kandungan zat makanan yang terserap dan terbuang. Leung et al. (2001), menyatakan bahwa zeolit jenis klinoptilolit yang ditambahkan dalam kedalam ransum babi grower berpotensial dalam meningkatkan penyerapan zat nutrisi ransum di dalam saluran pencernaan. Berdasarkan hasil penelitian Dasril (2006), kadar zeolit yang semakin tinggi dalam ransum akan mengakibatkan kadar air feses yang semakin rendah. Hal tersebut dipengaruhi oleh sifat zeolit yang berfungsi sebagai penyerap molekul. Struktur zeolit yang berongga-rongga dapat menyerap dan mengikat molekul air, sehingga molekul air dalam ransum akan diikat oleh zeolit. Selain taraf zeolit dalam ransum, jenis kelamin juga mempengaruhi kadar air feses. Persentase kadar air feses
31 jantan lebih rendah daripada betina, sehingga mencit jantan lebih tinggi tingkat penyerapan kandungan zat-zat makanan ransum dalam saluran pencernaan dibandingkan dengan betina (Dasril, 2006). Dengan menggunakan zeolit dalam ransum ternak, maka kadar air feses diharapkan akan menurun atau lebih rendah. Hal ini sangat penting dalam menjaga kebersihan kandang (Siagian, 1993). Kadar Protein Feses Kadar protein feses dapat digunakan sebagai gambaran efisiensi penyerapan protein dari ransum perlakuan. Semakin tinggi taraf zeolit dalam ransum, maka kadar protein feses akan semakin rendah. Hal ini menunjukkan bahwa zeolit mampu mengefisienkan penggunaan protein oleh tubuh ternak (Siagian, 1993). Efektivitas dari suatu makanan dapat dilihat dari banyaknya zat makanan, seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral yang diserap oleh tubuh. Hal ini berarti semakin sedikit tingkat penyerapan maka tingkat protein yang terbuang akan semakin tinggi. Jumlah protein feses yang berhubungan dengan daya serap protein sangat berpengaruh terhadap kecernaan protein dalam tubuh ternak. Jumlah protein feses yang tinggi menandakan tingkat kecernaan protein pakan yang rendah dalam tubuh ternak, sehingga untuk menentukan kecernaan protein perlu dilakukan perhitungan terhadap kadar protein feses. Dasril (2006), menyatakan bahwa mencit jantan memiliki jumlah protein feses lebih rendah daripada mencit betina, oleh karena itu mencit jantan memiliki kemampuan mencerna protein ransum lebih tinggi daripada betina. Mortalitas Mortalitas merupakan banyaknya ternak yang mati dalam suatu populasi tertentu pada tempat ternak tersebut berada. Syarif (2006), menyatakan bahwa nilai mortalitas dalam bentuk persentase diperoleh dengan cara membagi jumlah mencit yang mati selama selang waktu tertentu dengan jumlah populasi awal dikalikan 100%. Persentase mortalitas atau angka kematian ternak dalam suatu usaha peternakan merupakan pedoman yang digunakan dalam menentukan kesuksesan usaha peternakan. Syarief (2006), juga mengatakan bahwa mortalitas pada mencit
PENGARUH TARAF PENAMBAHAN ZEOLIT DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA PRODUKSI MENCIT (Mus musculus) LEPAS SAPIH HASIL LITTER SIZE PERTAMA
PENGARUH TARAF PENAMBAHAN ZEOLIT DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA PRODUKSI MENCIT (Mus musculus) LEPAS SAPIH HASIL LITTER SIZE PERTAMA SKRIPSI RIKA PANDA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS
Lebih terperinciPENAMBAHAN DAUN KATUK
PENAMBAHAN DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr) DALAM RANSUM PENGARUHNYA TERHADAP SIFAT REPRODUKSI DAN PRODUKSI AIR SUSU MENCIT PUTIH (Mus musculus albinus) ARINDHINI D14103016 Skripsi ini merupakan
Lebih terperinciPengaruh Pemberian Zeolit dalam Ransum Terhadap Performans Mencit (Mus musculus) Lepas Sapih
Pengaruh Pemberian Zeolit dalam Ransum Terhadap Performans Mencit (Mus musculus) Lepas Sapih Pollung H. Siagian 1, Hotnida C. H. Siregar 1, dan Ronny Dasril 2 1 Staf Pengajar Departemen Ilmu Produksi dan
Lebih terperinciPengaruh Taraf Penambahan Zeolit dalam Ransum Terhadap Performa Produksi Mencit (Mus Musculus) Lepas Sapih Hasil Induk Litter Size Pertama dan Kedua
Pengaruh Taraf Penambahan Zeolit dalam Ransum Terhadap Performa Produksi Mencit (Mus Musculus) Lepas Sapih Hasil Induk Litter Size Pertama dan Kedua Kartiarso¹, P. H. Siagian¹, R. Panda² dan U. D. Octaviana
Lebih terperinciTINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN
BAB III TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN 3.1 Tambang Zeolit di Desa Cikancra Tasikmalaya Indonesia berada dalam wilayah rangkaian gunung api mulai dari Sumatera, Jawa, Nusatenggara, Maluku sampai Sulawesi.
Lebih terperinciSUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus)
SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SKRIPSI SRINOLA YANDIANA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan melalui atom O (Barrer, 1982). Klasifikasi zeolit dapat didasarkan
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Zeolit Zeolit merupakan mineral hasil tambang yang kerangka dasarnya terdiri dari unit-unit tetrahedral alumina (AlO 4 ) dan silika (SiO 4 ) yang saling berhubungan melalui
Lebih terperinciMANFAAT ZEOLIT DALAM BIDANG PERTANIAN DAN PETERNAKAN
PENGABDIAN PADA MASYARAKAT MANFAAT ZEOLIT DALAM BIDANG PERTANIAN DAN PETERNAKAN DILAKSANAKAN PADA TANGGAL 30 JULI 2011 PADA KELOMPOK TERNAK TIRTA DOMBA DUSUN SANGUBANYU SUMBERRAHAYU MOYUDAN SLEMAN Oleh:
Lebih terperinciSTUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL
STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL SKRIPSI KHOERUNNISSA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN KHOERUNNISSA.
Lebih terperinciRINGKASAN. : Ir. Anita S. Tjakradidjaja, MRur.Sc. : Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS.
RESPON KONSUMSI DAN EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM PADA MENCIT (Mus musculus) TERHADAP PEMBERIAN BUNGKIL BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) YANG DIDETOKSIFIKASI SKRIPSI HADRIYANAH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang Penelitian Rataan suhu kandang pada pagi, siang, dan sore hari selama penelitian secara berturut-turut adalah 25,53; 30,41; dan 27,67 C. Suhu kandang
Lebih terperinciGambar 1. Mencit Putih (M. musculus)
TINJAUAN PUSTAKA Mencit (Mus musculus) Mencit (Mus musculus) merupakan hewan mamalia hasil domestikasi dari mencit liar yang paling umum digunakan sebagai hewan percobaan pada laboratorium, yaitu sekitar
Lebih terperinciPENGARUH AKAR GINSENG ( Wild ginseng ) DALAM RANSUM MENCIT ( Mus musculus) TERHADAP JUMLAH ANAK DAN PERTUMBUHAN ANAK DARI LAHIR SAMPAI DENGAN SAPIH
PENGARUH AKAR GINSENG ( Wild ginseng ) DALAM RANSUM MENCIT ( Mus musculus) TERHADAP JUMLAH ANAK DAN PERTUMBUHAN ANAK DARI LAHIR SAMPAI DENGAN SAPIH KADARWATI D24102015 Skripsi ini merupakan salah satu
Lebih terperinciEFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR
EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR (Kaempferia galanga Linn) PADA RANSUM AYAM BROILER RENDAH ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER, KADAR KOLESTROL, PERSENTASE HATI DAN BURSA FABRISIUS SKRIPSI
Lebih terperinciPERFORMANS ORGAN REPRODUKSI MENCIT (Mus musculus) YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG PROTEIN SEL TUNGGAL SKRIPSI RESI PRAMONO
PERFORMANS ORGAN REPRODUKSI MENCIT (Mus musculus) YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG PROTEIN SEL TUNGGAL SKRIPSI RESI PRAMONO PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciPengaruh Penggunaan Zeolit dalam Ransum terhadap Konsumsi Ransum, Pertumbuhan, dan Persentase Karkas Kelinci Lokal Jantan
Pengaruh Penggunaan Zeolit dalam Ransum terhadap Konsumsi Ransum, Pertumbuhan, dan Persentase Karkas Kelinci Lokal Jantan Sulastri Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Jl. Prof.
Lebih terperinciPROFIL MINERAL KALSIUM (Ca) DAN BESI (Fe) MENCIT (Mus musculus) LAKTASI DENGAN PERLAKUAN SOP DAUN TORBANGUN (Coleus amboinicus L.)
PROFIL MINERAL KALSIUM (Ca) DAN BESI (Fe) MENCIT (Mus musculus) LAKTASI DENGAN PERLAKUAN SOP DAUN TORBANGUN (Coleus amboinicus L.) SAEPAN JISMI D14104087 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
Lebih terperinciPERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH
PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciPRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL
PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciEFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI
EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI SKRIPSI Ajeng Widayanti PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI
PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama
Lebih terperinciPENGARUH PERBEDAAN KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PERTUMBUHAN KELINCI LEPAS SAPIH PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE SKRIPSI BADRI YUSUF
PENGARUH PERBEDAAN KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PERTUMBUHAN KELINCI LEPAS SAPIH PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE SKRIPSI BADRI YUSUF PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT
Lebih terperinciSUBTITUSI DEDAK PADI DENGAN LIMBAH RESTORAN TERHADAP SIFAT FISIK DAN KIMIA RANSUM AYAM BROILER SKRIPSI ALBERTUS RANDY SOEWARNO
SUBTITUSI DEDAK PADI DENGAN LIMBAH RESTORAN TERHADAP SIFAT FISIK DAN KIMIA RANSUM AYAM BROILER SKRIPSI ALBERTUS RANDY SOEWARNO PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciSKRIPSI TRESNA SARI PROGRAM STUD1 ILMU NUTFUSI DAN MAKAWAN TERNAK
i 0 b('/ PEMANFAATAN RANSUM AMPAS TEH (Cnnzrllin sinensis) YANG DITAMBAHKAN SENG (Zn) LEVEL BERBEDA TERHADAP REPRODUKSI DAN KONSUMSI KELINCI BETINA PADA SETIAP STATUS FISIOLOGI SKRIPSI TRESNA SARI PROGRAM
Lebih terperinciMETODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh WENI ASTUTI
METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase Skripsi Sarjana Kimia Oleh WENI ASTUTI 07132011 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Ayam Ras petelur Ayam ras petelur merupakan tipe ayam yang secara khusus menghasilkan telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.
Lebih terperinciPERTUMBUHAN DAN KONVERSI PAKAN ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA KOMBINASI PAKAN KOMERSIAL DENGAN DEDAK PADI, ONGGOK DAN POLLARD
PERTUMBUHAN DAN KONVERSI PAKAN ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA KOMBINASI PAKAN KOMERSIAL DENGAN DEDAK PADI, ONGGOK DAN POLLARD SKRIPSI RISNA HAIRANI SITOMPUL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI PETERNAKAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan usaha ternak ayam sangat ditentukan oleh penyediaan pakan yang memadai baik kuantitas maupun kualitas, karena pakan merupakan unsur utama dalam pertumbuhan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Berdasarkan bobot maksimum yang dapat dicapai oleh ayam terdapat tiga tipe ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan (Babcock,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil
TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping (by product) berupa anak ayam jantan petelur. Biasanya, satu hari setelah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... i ABSTRAK... ii ABSTRACT... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan
Lebih terperinciRESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT
RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Lebih terperinciSKRIPSI BUHARI MUSLIM
KECERNAAN ENERGI DAN ENERGI TERMETABOLIS RANSUM BIOMASSA UBI JALAR DENGAN SUPLEMENTASI UREA ATAU DL-METHIONIN PADA KELINCI JANTAN PERSILANGAN LEPAS SAPIH SKRIPSI BUHARI MUSLIM PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Hasil analisa proksimat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas nutrien bahan pakan dan dalam menghitung komponen nutrien karena kualitas nutrien bahan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Zeolit Sejarah perkembangan zeolit dimulai dari penemuan seorang ahli mineral dari Swedia bernama Cronstedt pada tahun 1756, dia menyebutkan zeolit adalah mineral
Lebih terperinciTHE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD
THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD Pinky R. P 1), E. Sudjarwo 2), and Achmanu 2) 1) Student of Animal Husbandry Faculty, University of Brawijaya
Lebih terperinciPenggunaan Zeolit Dalam Ransum Pengaruhnya Terhadap Penampilan Reproduksi Mencit (Mus Musculus) Hingga Litter Size Kedua
Penggunaan Zeolit Dalam Ransum Pengaruhnya Terhadap Penampilan Reproduksi Mencit (Mus Musculus) Hingga Litter Size Kedua Siagian, P.H. 1, Kartiarso 1 dan A. Hermawan 2 1. Staf Pengajar Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciPENAMPILAN TERNAK BABI LOKAL PERIODE GROWER DENGAN PENAMBAHAN BIOTETES SOZO FM -4 DALAM RANSUM
PENAMPILAN TERNAK BABI LOKAL PERIODE GROWER DENGAN PENAMBAHAN BIOTETES SOZO FM -4 DALAM RANSUM SKRIPSI MEGAWARMAN GEA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciEFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SKRIPSI SUSILAWATI
EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SKRIPSI SUSILAWATI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian
Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban
Lebih terperincibesarnya polaritas zeolit alam agar dapat (CO) dan hidrokarbon (HC)?
OPTIMALISASI SUHU AKTIVASI DAN POLARITAS ZEOLIT ALAM UNTUK MENGURANGI EMISI GAS BUANG SEPEDA MOTOR Drs. Noto Widodo, M.Pd. Bambang Sulistyo, S.Pd., M.Eng Amir Fatah, MPd M.Pd. JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci
TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci merupakan ternak mamalia yang mempunyai banyak kegunaan. Kelinci dipelihara sebagai penghasil daging, wool, fur, hewan penelitian, hewan tontonan, dan hewan kesenangan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sumber nitrogen pada ternak ruminansia terdiri dari non protein nitrogen dan
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencernaan Nitrogen di Rumen Nitrogen merupakan senyawa yang penting bagi ternak ruminansia. Sumber nitrogen pada ternak ruminansia terdiri dari non protein nitrogen dan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang peran pemberian metionin dan linoleat pada tepung kaki ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab
Lebih terperinciPENGARUH PENAMBAHAN AIR PANAS DAN PEREKAT BENTONIT TERHADAP SIFAT FISIK RANSUM BROILER STARTER BENTUK CRUMBLE SKRIPSI SUBHAN ZAIN
PENGARUH PENAMBAHAN AIR PANAS DAN PEREKAT BENTONIT TERHADAP SIFAT FISIK RANSUM BROILER STARTER BENTUK CRUMBLE SKRIPSI SUBHAN ZAIN PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT
Lebih terperinciKADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH
KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan di Indonesia saat ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat
Lebih terperinciPENAMPILAN PRODUKSI AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb) SEBAGAI FEED ADDITIVE DALAM PAKAN.
PENAMPILAN PRODUKSI AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb) SEBAGAI FEED ADDITIVE DALAM PAKAN Wa Ode Rosmiati 1, Natsir Sandiah 2, dan Rahim Aka 2 1 Mahasiswa Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciSIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI
SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut, masyarakat akan cenderung mengonsumsi daging unggas
Lebih terperinciPengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher)
Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher) The Effect of Continued Substitution of Tofu on Basal Feed (BR-2) on The
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang terpenting bagi semua makhluk hidup di bumi. Air digunakan hampir di setiap aktivitas makhluk hidup. Bagi manusia, air
Lebih terperinciSIFAT KIMIA TEPUNG DAGING SAPI YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DAN SIFAT MIKROBIOLOGISNYA SELAMA PENYIMPANAN
SIFAT KIMIA TEPUNG DAGING SAPI YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DAN SIFAT MIKROBIOLOGISNYA SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI HARFAN TEGAS ADITYA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS
Lebih terperinciPENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum)
PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum) SKRIPSI TRI MULYANINGSIH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba pada umumnya dipelihara sebagai penghasil daging (Edey, 1983). Domba Lokal yang terdapat di Indonesia adalah Domba Ekor Tipis, Priangan dan Domba Ekor Gemuk.
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau
I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai oleh masyarakat. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau konsumen lebih banyak memilih
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan
dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan, dan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya gizi bagi kesehatan
Lebih terperinciPERFORMA REPRODUKSI CACING TANAH Lumbricus rubellus YANG MENDAPAT PAKAN SISA MAKANAN DARI WARUNG TEGAL
PERFORMA REPRODUKSI CACING TANAH Lumbricus rubellus YANG MENDAPAT PAKAN SISA MAKANAN DARI WARUNG TEGAL SKRIPSI ENHA DIKA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciSTUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL
STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL SKRIPSI NURLAELA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN NWUAELA. D24101054.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi, permintaan masyarakat akan produkproduk peternakan
Lebih terperinciII. TEORI. A. Motor Bakar. I. Motor Bensin 4-Langkah
II. TEORI A. Motor Bakar Motor bakar adalah suatu system yang dapat mengubah energi yang terkandung dalam bahan bakar dan udara berubah menjadi energi panas untuk dapat dimanfaatkan menjadi tenaga gerak
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Onggok Kering Terfermentasi Probiotik dalam Ransum Terhadap Konsumsi Pakan, Pertambahan Bobot Badan Ayam
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi
Lebih terperinciPERFORMA DAN NILAI EKONOMIS AYAM BROILER YANG DIBERI FEED ADDITIVE "SIGI LNDAH" DALAM AIR MINUM SKRIPSI TITISARI
PERFORMA DAN NILAI EKONOMIS AYAM BROILER YANG DIBERI FEED ADDITIVE "SIGI LNDAH" DALAM AIR MINUM SKRIPSI TITISARI PROGRAM STUD1 NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase
38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase Terfermentasi Terhadap Konsumsi Pakan, Konversi Pakan dan Pertambahan Bobot
Lebih terperinciPengaruh Pengaturan Waktu Pemberian Air Minum yang Berbeda Temperatur terhadap Performan Ayam Petelur Periode Grower.
Sains Peternakan Vol. 9 (2), September 2011: 77-81 ISSN 1693-8828 Pengaruh Pengaturan Waktu Pemberian Air Minum yang Berbeda Temperatur terhadap Performan Ayam Petelur Periode Grower Dede Risnajati Jurusan
Lebih terperinciEVALUASI PERTUMBUHAN JANGKRIK KALUNG (Gryllus bimaculatus) YANG DIBERI PAKAN DENGAN CAMPURAN DEDAK HALUS SKRIPSI AMELIA L. R.
EVALUASI PERTUMBUHAN JANGKRIK KALUNG (Gryllus bimaculatus) YANG DIBERI PAKAN DENGAN CAMPURAN DEDAK HALUS SKRIPSI AMELIA L. R. HUTABARAT PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT
Lebih terperinciPengaruh Tingkat Penambahan Tepung Daun Singkong dalam Ransum Komersial terhadap Performa Broiler Strain CP 707
Pengaruh Tingkat Penambahan Tepung Daun Singkong dalam Ransum Komersial terhadap Performa Broiler Strain CP 707 Dede Risnajati 1 1Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Bandung Raya Jalan
Lebih terperinciSIFAT KIMIA KREKER YANG DIBERI PERLAKUAN SUBSTITUSI TEPUNG DAGING SAPI DAN PERUBAHAN BILANGAN TBA KREKER SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI WIEKE FAUZIAH
SIFAT KIMIA KREKER YANG DIBERI PERLAKUAN SUBSTITUSI TEPUNG DAGING SAPI DAN PERUBAHAN BILANGAN TBA KREKER SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI WIEKE FAUZIAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
Lebih terperinciPENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat
Lebih terperinciII KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi Ayam Sentul Ayam lokal merupakan turunan panjang dari proses sejarah perkembangan genetik perunggasan di Indonesia. Ayam lokal merupakan hasil domestikasi ayam hutan
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,
I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Ras Pedaging Menurut Indro (2004), ayam ras pedaging merupakan hasil rekayasa genetik dihasilkan dengan cara menyilangkan sanak saudara. Kebanyakan induknya diambil dari Amerika
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam ordo Galliformes, famili Phasianidae, genus Gallus dan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Broiler Broiler ( Gallus domesticus) merupakan salah satu contoh spesies yang termasuk ke dalam ordo Galliformes, famili Phasianidae, genus Gallus dan spesies Gallus gallus (Blakely
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat yang semakin meningkat, sejalan dengan
Lebih terperinciPENGARUH MANIPULASI RANSUM FINISHER TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI PAKAN DALAM PRODUKSI BROILER
PENGARUH MANIPULASI RANSUM FINISHER TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI PAKAN DALAM PRODUKSI BROILER Sofyan Arifin 1, H. Sunaryo 2 dan Umi Kalsum 2 1)MahasiswaFakultas Peternakan Universitas
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan subsektor peternakan provinsi Lampung memiliki peranan yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan ini sejalan
Lebih terperinciTingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perunggasan merupakan komoditi yang secara nyata mampu berperan dalam pembangunan nasional, sebagai penyedia protein hewani yang diperlukan dalam pembangunan
Lebih terperinciPENGARUH DOSIS EM-4 (EFFECTIVE MICROORGANISMS-4) DALAM AIR MINUM TERHADAP BERAT BADAN AYAM BURAS
PENGARUH DOSIS EM-4 (EFFECTIVE MICROORGANISMS-4) DALAM AIR MINUM TERHADAP BERAT BADAN AYAM BURAS EFFECT OF EM-4 (EFFECTIVE MICROORGANISMS-4) DOSAGE ADDED IN DRINKING WATER ON BODY WEIGHT OF LOCAL CHICKEN
Lebih terperinciPRODUKSI AMMONIA DAN HIDROGEN SULFIDA EKSKRETA AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG KEMANGI (Ocimum basilicum) DALAM PAKAN SKRIPSI RINI HIDAYATUN
PRODUKSI AMMONIA DAN HIDROGEN SULFIDA EKSKRETA AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG KEMANGI (Ocimum basilicum) DALAM PAKAN SKRIPSI RINI HIDAYATUN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok
Lebih terperinciPENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN
PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciUJI KADAR AIR, AKTIVITAS AIR, DAN KETAHANAN BENTURAN RANSUM KOMPLIT DOMBA BENTUK PELET MENGGUNAKAN DAUN KELAPA SAWIT SEBAGAI SUBSTITUSI HIJAUAN
UJI KADAR AIR, AKTIVITAS AIR, DAN KETAHANAN BENTURAN RANSUM KOMPLIT DOMBA BENTUK PELET MENGGUNAKAN DAUN KELAPA SAWIT SEBAGAI SUBSTITUSI HIJAUAN SKRIPSI PRAMADITA SURYANAGARA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral
Lebih terperinciKARAKTERISTIK SIFAT FISIK TEPUNG IKAN SERTA TEPUNG DAGING DAN TULANG SKRIPSI FAUZAN LATIEF
KARAKTERISTIK SIFAT FISIK TEPUNG IKAN SERTA TEPUNG DAGING DAN TULANG SKRIPSI FAUZAN LATIEF PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN FAUZAN LATIEF.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian Katalis umumnya diartikan sebagai bahan yang dapat mempercepat suatu reaksi kimia menjadi produk. Hal ini perlu diketahui karena, pada dasarnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Zeolit adalah mineral senyawa alumina silikat hidrat dengan logam alkali dan alkali tanah, yang memiliki struktur kerangka yang berbentuk rongga. Bahan induk yang didominasi
Lebih terperinciPEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.
PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah
Lebih terperinciPEMANFAATAN KULIT DAGING BUAH KOPI YANG DIAMONIASI PADA PAKAN DOMBA TERHADAP PERFORMANS DOMBA LOKAL JANTAN LEPAS SAPIH
PEMANFAATAN KULIT DAGING BUAH KOPI YANG DIAMONIASI PADA PAKAN DOMBA TERHADAP PERFORMANS DOMBA LOKAL JANTAN LEPAS SAPIH PRODIPA NAINGGOLAN 060306007 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. Coturnix coturnix japonica yang mendapat perhatian dari para ahli. Menurut
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 1.1 Puyuh Jepang dan Klasifikasinya Burung puyuh liar banyak terdapat di dunia, nampaknya hanya baru Coturnix coturnix japonica yang mendapat perhatian dari para ahli. Menurut Nugroho
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal
Lebih terperinci