STUDI INHIBISI KOROSI BAJA 304 DALAM HCl 2 M DENGAN INHIBITOR CAMPURAN ASAM LEMAK HASIL HIDROLISA MINYAK BIJI KAPUK (Ceiba petandra)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI INHIBISI KOROSI BAJA 304 DALAM HCl 2 M DENGAN INHIBITOR CAMPURAN ASAM LEMAK HASIL HIDROLISA MINYAK BIJI KAPUK (Ceiba petandra)"

Transkripsi

1 STUDI INHIBISI KOROSI BAJA 304 DALAM HCl 2 M DENGAN INHIBITOR CAMPURAN ASAM LEMAK HASIL HIDROLISA MINYAK BIJI KAPUK (Ceiba petandra) Sangya Fitriasih* Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Abstrak: Inhibisi korosi baja 304 dengan menggunakan campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk(ceiba petandra) telah dipelajari dengan menggunakan metode pengurangan berat dan polarisasi. Campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk dianalisa dengan GC menunjukkan hidrolisa menggunakan katalis Na menghasilkan lebih banyak campuran asam lemak dibandingkan dengan hidrolisa menggunakan katalis HCl yang telah divariasi waktu 1-4 jam. Hasil penelitian menunjukkan efisiensi inhibisi baja pada metode pengurangan berat didapatkan sebesar 57% sedangkan polarisasi tafel didapatkan sebesar 45% pada konsentrasi 350 ml/l dengan densitas laju korosi rata-rata 79,21(µA/cm 2 ) dan efisiensi inhibisi ata-rata 32%. Peningkatan efisiensi inhibisi dapat disebabkan adanya adsorpsi fisik oleh campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk yang telah dibuktikan dengan hasil IR korosi baja dengan penambahan inhibitor 0,35ml/L. Kata kunci: korosi, baja, minyak biji kapuk, hidrolisa minyak Abstract: The inhibitive corrosion of steel 304 with mix fatty acid produced from hydrolized Ceiba petandra seed oil have been studied using weight loss and tafel polarization method. Mix fatty acid produced from hydrolized kapuk seed oil, was analyzed using Gas Chromatography. It showed Ceiba petandra seed oil which hydrolized with Na catalyst for one hour produced more mix fatty acid than those which hydrolized with HCl catalyst in variation of time between 1-4 hours. The result showed that inhibition efficiency using weight loss method was 57% whereas tafel polaryzation was 45 % in inhibitor concentration 0,35 ml/l. While average current density was 79,21(µA/cm 2 ) and inhibition efficiency was 32% based on tafel polarization method. Hydrogen reduction in cathode and physical adsorption of mix fatty acid, hydrolized Ceiba petandra seed oil by negative dipole interaction from inhibitor with positive dipole from steel in anode, cause an increasing number of inhbition efficiecy Keyword : corrosion, steel, Ceiba petandra seed oil, oil hydrolysis 1.PENDAHULUAN Baja merupakan logam paduan yang terdiri dari besi dan karbon dengan sedikit adanya unsur lain seperti Mangan, Silika, krom, Molibdat dan Nikel (Suherman, 1987). Baja banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari mulai dari peralatan rumah tangga hingga alatalat mesin berat. Penggunaan baja dalam industri memungkinkan adanya interaksi dengan berbagai medium yang dapat mengakibatkan terjadinya korosi` (Indra,2006). Korosi dapat didefinisikan sebagai penurunan mutu suatu logam akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungannya (Hiskia,1982). Korespondensi penulis, no.telp: Korosi melibatkan pergerakan ion logam ke dalam larutan pada anoda dan pertukaran elektron dari logam kepada katoda (Evans,dkk, 1976). Korosi dapat dicegah dengan cara proteksi anodik atau katodik, pelapisan (coating) yang dapat mengurangi kontak antara logam dengan lingkungannya, pengubahan sifat logam lewat aliasi, dan yang paling efektif penambahan inhibitor korosi (Rosenfel d, 1981). Inhibitor korosi merupakan substansi yang ditambahkan dalam konsentrasi kecil ke dalam media korosif dengan menurunkan atau mencegah reaksi logam dengan media. Inhibitor ditambahkan dalam berbagai sistem misalnya sistem pendingin, unit produksi minyak dan gas, bahan kimia, dll.

2 Fungsi inhibitor dapat mereduksi laju korosi dengan cara peningkatan atau penurunan reaksi pada anodik dan katodik, penurunan laju difusi untuk reaktan pada permukaan logam dan penurunan resistensi elektrik pada permukaan logam. Ditinjau dari mekanisme pencegahan korosi, inhibitor dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu inhibitor anodik, inhibitor katodik, dan inhibitor organik. Inhibitor anodik yaitu inhibitor yang dapat memperlambat reaksi anodik. Inhibitor katodik adalah inhibitor yang dapat menghambat reaksi katodik dan inhibitor organik adalah molekul-molekul organik dengan rantai samping yang dapat teradsorbsi pada permukaan logam (Thretewey, 1991). Syaratsyarat inhibitor korosi yang baik harus murah, tidak beracun, aman bagi lingkungan, dan tersedia di alam (Kunze, 2001; Esih,dkk, 1990). Material dasar dari inhibitor organik adalah turunan asam lemak alifatik, yaitu: monoamine, diamine, amida, asetat, oleat, senyawa-senyawa amfoter, imidiazolin dan derivativnya (Indra, 2004). Inhibitor organik bekerja dengan membentuk lapisan pelindung pada permukaan logam. Lapisan molekul pertama yang terbentuk mempunyai ikatan yang sangat kuat yang disebut adsorbsi kimia. Campuran senyawa organik teradsorbsi pada permukaan logam mengunakan elektron bebas. Molekul dari senyawa organik harus mempunyai sifat yang menunjukkan kemampuan sebagai inhibitor misalnya molekul mempunyai struktur yang besar, ikatan rangkap, dan adanya pusat aktif (El-Etre, 2007). Molekul senyawa organik yang efektif untuk digunakan sebagai inhibitor korosi adalah molekul yang mempunyai heteroatom misalnya nitrogen, sulfur, oksigen dan cincin aromatik (Stupnisek-Lisac,dkk, 1988). Penggunaan turunan asam lemak dan asam amino telah dilaporkan mempunyai fungsi sebagai inhibitor yang efektif untuk lingkungan agresif. Menurut Quraishi et. al (2000) menyatakan asam lemak triazole dapat digunakan sebagai inhibitor korosi baja lunak dengan efisiensi mencapai 99, 14% dalam media 15 % HCl panas. Turunan asam lemak yang terdiri asam laurat hidrazida dan asam oleat hidrazida menunjukkan efisiensi inhibisi korosi baja lunak hingga 90,4% dalam media 15 % HCl panas (Quraishi, 2006). Asam lemak etoksilat dapat digunakan sebagai inhibitor korosi pada seng dalam media 1M HCl dengan efisiensi inhibisi memcapai 87,81% (Foad,dkk, 2003). Muller menginvestigasi efek sakarida (gula pereduksi manosa dan fruktosa) pada korosi aluminium dan seng pada media alkalin (Muller, 2002). Asam lemak yang terdiri dari asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat dapat digunakan sebagai inhibitor korosi pada besi dalam media larutan 0,5 M H 2 SO 4 (Sauzer, dkk, 1983). Asam oleat juga dapat digunakan sebagai inhibitor korosi pada besi di dalam larutan Na 2 SO 4 yang memiliki efisiensi inhibisi tertinggi 32% (Sauzer, dkk, 1983). Adanya penelitian-penelitian sebelumnya mengenai inhibitor diharapkan memberikan aspirasi untuk mendapatkan inhibitor-inhibitor baru yang dapat menginhibisi korosi secara optimum. Minyak biji kapuk mempunyai kandungan senyawa yang hampir sama yang digunakan oleh dengan peneliti sebelumnya (sauzer,dkk) sehingga diharapkan dapat digunakan sebagai inhibitor korosi. Komposisi minyak biji kapuk terdiri dari trigleserida, phospolipid, FFA, dan sterol. Komponen trigleserida merupakan komponen terbesar dari minyak biji kapuk. Komponen trigleserida terdiri dari berbagai asam lemak misalnya asam oleat, palmitat, stearat, dan linoleat yang merupakan material dasar inhibitor organik. Trigleserida bila dihidrolisis dengan menggunakan katalis asam atau basa akan menghasilkan asam lemak dan gliserol. Dengan kandungan senyawa-senyawa tersebut campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk diasumsikan dapat berperan sebagai inhibitor organik. Campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk mempunyai ciri-ciri sebagai inhibitor yaitu struktur molekul yang besar, adanya ikatan rangkap dan sisi pusat aktif yang berguna untuk melindungi logam dari korosi. Penggunaan jumlah inhibitor dari campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk yang ditambahkan dalam media asam sangat tergantung pada konsentrasi media tersebut. Oleh karena itu perlu diteliti penggunaan inhibitor korosi campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk pada baja 304 dengan variasi konsentrasi dalam larutan 2 M HCl. METODOLOGI PENELITIAN Hidrolisa Minyak Biji Kapuk Hidrolisa minyak biji kapuk menggunakan dua metode yaitu hidrolisa minyak biji kapuk dengan HCl 10 % dan hidrolisa minyak biji kapuk dengan Na 10 %. Hidrolisa minyak biji kapuk dengan HCl 10% dilakukan dengan cara minyak biji kapuk yang berasal dari PT. Mega Agrinusa Biodiesel sebanyak 12,5 ml dimasukkan dalam labu refluks. Kemudian ditambahkan 230,2 ml HCl 10 % dan beberapa butir batu didih. Campuran direfluks dengan

3 variasi waktu 1-4 jam. Campuran didinginkan. Campuran diekstraksi dengan aquades 10 x10 ml. Campuran asam lemak dianalisa dengan kromatografi gas. Hidrolisa minyak biji kapuk dengan katalis Na adalah minyak biji kapuk sebanyak 1 ml dimasukkan dalam labu refluks. Minyak ditambahkan 200 ml etanol 20 % dan 50 ml Na 10 %. Beberapa butir batu didih dimasukkan dalam labu refluks. Campuran direfluks selama 60 menit dan didinginkan. Campuran ditambahkan dengan HCl 10 % sebanyak 200 ml dan diaduk. Campuran tersebut dipisahkan dengan cara ekstraksi dengan menambahkan 5 x 10 ml aquades. Hasil dari hidrolisa terbentuk asam lemak dan gliserol. Campuran asam lemak hasil hidrolisa ditambahkan n-heksan dan K- metanolat 2 N agar dapat diidentifikasi dengan kromatografi gas. Kromatografi gas dilakukan di Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Surabaya. Kromatografi gas yang digunakan adalah kromatografi gas Agilent Technologies seri 7890 A. Detektor yang digunakan adalah detektor FID dengan suhu 0,30 C, aliran H 2 30 ml/ menit, dan aliran udara 0,40 ml / menit. Suhu injector 0,25 C, tekanannya 10 psi dan split ratio 60:1. Kolom yang digunakan Carbowax dengan flow rate 0,6483 ml/menit. Standart pembanding yang digunakan adalah asam linoleat. Metode Pengurangan Berat Baja tipe 304 dengan panjang 3 cm dan lebar 3 cm dibersihkan dengan kertas ampelas dengan grade 0,5 dan 1000, serta Aseton dan aquades. Baja dikeringkan dengan menggunakan hairdryer. Baja ditimbang terlebih dahulu berat mula-mula dan diletakkan dalam larutan HCl 2M tanpa dan adanya penambahan inhibitor selama satu hari pada temperatur ruang. Setelah perendaman selama satu hari, baja dibersihkan dan dikeringkan kemudian ditimbang berat akhirnya. Perhitungan efisiensi inhibisi didasarkan pada pengukuran berat pada akhir keseluruhan proses. Metode pengurangan berat dilakukan secara truplo, masing-masing dengan satu plat baja dan larutan HCl yang belum ditambahkan campuran asam lemak hasil hirolisis minyak biji kapuk. Prosentase efisiensi inhibisi dihitung dengan menggunakan persamaan : IE = (W-Wi / W) x 100% Dimana W dan Wi adalah tingkat korosi baja saat sebelum dan sesudah ditambahkan campuran asam lemak hasil hidrolisis minyak biji kapuk. Pengukuran fraksi dari permukaan yang dilapisi oleh molekul adsorban (θ), maka θ dihitung dengan persamaan: θ = IE / 100 Polarisasi Polarisasi dilakukan di BATAN (Badan Tenaga Atom dan Nuklir) dengan cara elektroda kerja baja 304 dipotong dengan diameter 1,4 cm. Elektroda reference menggunakan Ag/AgCl dan elektoda bantu menggunakan platina. Elektroda kerja, elektroda bantu dan elektroda pembanding di rangkai menjadi suatu sel korosi dengan larutan elektrolit HCl 2M. Kemudian elektroda elektroda tersebut dihubungkan dengan potensiostat dan komputer. Polarisasi dilakukan dengan menggunakan metode potensiodinamik setelah 10 menit elektroda terkena elektrolit. Potensial diatur dengan daerah pengukuran -2 V sampai 1,5 V terhadap potensial pembanding (E pembanding ) dengan kecepatan scan 20 mv/s. Perubahan arus yang terukur, tercatat dalam potensiostat/galvaniostat PGS 201 T. Data yang diperoleh diolah untuk menentukan grafik potensiodinamik (E terhadap I). Dari grafik yang diperoleh dapat dibuat ekstrapolasi Tafel, sehingga dapat diperoleh data densitas arus korosi (i korosi ) dan potensial korosi (E korosi ). Dari nilai potensial korosi dipolarisasikan secara anodik, sehingga diperoleh grafik pola korosi. Untuk media korosi dengan penambahan inhibitor minyak biji kapuk dengan konsentrasi 50 ml/l; 100 ml/l; 0,15 ml/l; 200 ml/l; 0,25 ml/l; 0,30 ml/l; 0,35 ml/l; 0,40 ml/l dan 0,45 ml/l dilakukan dengan dengan metode yang sama. Suhu kamar dicatat pada semua rangkaian penelitian. Efisisiensi inhibisi dihitung dengan persamaan: IE = I 0 - I 1 x 100% I 0 Dimana I 0 dan I 1 adalah densitas arus korosi baja sebelum dan sesudah ditambahkan campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk. Identifikasi Dengan Spektrofotometri Inframerah Identifikasi hasil korosi dilakukan di jurusan kimia UNESA. Hasil atau produk korosi yang menempel pada logam dikerok dan dibuat pelet dengan KBr kemudian dianalisa dengan spektrofotometer inframerah Schimadzu

4 HASIL DAN DISKUSI Hasil Analisa Campuran Asam Lemak hasil Hidrolisa Minyak Biji Kapuk dengan Kromatografi Gas Hidrolisa minyak biji kapuk dapat menghasilkan campuran asam lemak minyak biji kapuk dan gliserol. Hidrolisa ini dilakukan dengan dengan dua metode yaitu hidrolisa minyak dengan HCl 10% yang divariasi waktu satu hingga empat jam dan hidrolisa dengan etanol 20% dan Na 10% selama satu jam. Hasil hidrolisa dianalisa dengan kromatografi gas Agilent Technologies seri 7890 A. Puncak area hasil kromatogram dapat dilihat pada tabel 3.1 Tabel 3.1 Puncak Area Hasil Kromatogram Hidrolisa minyak biji kapuk Sebelum hidrolisa Hidrolisa dengan HCl 1 jam Hidrolisa dengan HCl 2 jam Hidrolisa dengan HCl 3 jam Hidrolisa dengan HCl 4 jam Hidrolisa dengan Na selama 1jam Puncak area 27, , , , , ,94147 Tabel 3.1 menunjukkan hasil puncak area dari kromatogram minyak biji kapuk sebelum dihidrolisa sebesar 27,0173 dan hidrolisa minyak biji kapuk dengan HCl 10% selama satu jam mempunyai puncak area yang hampir mendekati yaitu 27, Hal ini dimungkinkan hidrolisa minyak biji kapuk belum terjadi pada hidrolisa minyak biji kapuk dengan HCl 10% selama satu jam. Sedangkan dengan penambahan waktu hidrolisa hingga empat jam, puncak area dari hidrolisa minyak biji kapuk dengan HCl 10% bertambah. Hasil ini sama dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Khairat et.al (2004) yang menunjukkan dengan pertambahan waktu hingga empat jam dan temperatur ( ), hasil hidrolisa minyak dengan asam klorida (HCl) bertambah. Sedangkan hidrolisa minyak dengan etanol 20% dan Na 10% selama satu jam menghasilkan puncak area sebesar 44, Hasil puncak area ini lebih besar bila dibandingkan dengan hasil kromatogram minyak biji kapuk dengan HCl 10% yang divariasi waktu satu hingga empat jam. Hal ini dapat dikarenakan penggunaan Na sebagai katalis basa reaksinya berlangsung satu arah dan tidak reversible (clark, 2007) sedangkan penggunaan HCl sebagai katalis asam berlangsung dua arah dan reversible dan juga kesempurnaan reaksi hidrolisa tergantung oleh waktu, temperatur, agen hidrolisis dan zat aditif (Fountoulakis,dkk, 1998). Reaksi hidrolisa minyak dapat dilihat pada gambar 3.1 Pada gambar 3.1 menunjukkan bahwa reaksi hidrolisa minyak biji kapuk dengan katalis Na menghasilkan garam natrium dan gliserol. Dengan penambahan HCl maka natrium dari garam natrium akan bereaksi membentuk NaCl dan asam karboksilat yang di dalamnya terdapat rantai panjang asam lemak penyusun minyak biji kapuk. Asam karboksilat tersebut dianalisa dengan GC. Hasil kromatogram hidrolisa minyak biji kapuk dapat dilihat pada gambar O CH 2 O C R' CH O COR" CH 2 O COR"' Trigleserida O 3 R C + 3 Na 3 R C O O Na O Na + 3 H Cl 3 RCO + 3 NaCl Asam karboksilat + CH 2 CH CH 2 Gliserol Gambar 3.1 Reaksi Hidrolisa minyak biji kapuk dengan katalis Na Gambar 3.2 menunjukkan campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk dengan katalis Na telah terbentuk. Hal ini dapat ditunjukkan pada campuran asam lemak terdapat asam linoleat yang sudah terhidrolisis dan mempunyai waktu retensi yang mendekati dengan pembanding asam linoleat. Gambar 3.2 Hasil kromatografi gas minyak biji kapuk dengan katalis Na Campuran asam lemak yang terbentuk juga dibuktikan dengan analisa spektofotometer Inframerah. Hasil spektra inframerah dapat dilihat pada gambar 3.3 yang menunjukkan adanya gugus pada bilangan gelombang 3465 cm -1 yang mempunyai puncak tajam karena adanya ikatan hidrogen intermolekular, gugus alifatik C-H pada bilangan gelombang 2927 cm -1 dan 2858 cm -1. Adanya gugus karbonil C=O (ester) pada bilangan gelombang 1745 cm -1 yang

5 dimungkinkan minyak biji kapuk belum terhidrolisis sempurna dan ikatan rangkap C=C pada bilangan gelombang 1652 cm -1 yang dimungkinkan berasal dari asam lemak. Gambar 3.3 Hasil analisa Inframerah campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk Berdasarkan tabel 3.1 maka digunakan inhibitor campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk dengan katalis basa karena campuran asam lemak minyak biji kapuk yang didapatkan lebih banyak dibandingkan dengan campuran asam lemak hasil hidrolisis minyak biji kapuk dengan katalis asam yang telah divariasi waktu 1-4 jam Metode Pengurangan Berat Metode pengurangan berat bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengurangan berat dari baja 304 dalam larutan 2M HCl saat sebelum dan sesudah ditambahkan campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk yang bertindak sebagai inhibitor. Metoda ini dilakukan dengan baja 304 yang telah dipotong 3x3 cm. Baja tersebut dibersihkan dengan aseton dan aquades agar pengotor- pengotor yang menempel pada baja hilang. Baja yang sudah dibersihkan kemudian dikeringkan selama tiga menit. Baja yang telah kering ditimbang berat mula-mula dan kemudian dimasukkan kedalam larutan 2M HCl tanpa dan dengan adanya inhibitor yang telah divariasi konsentrasinya. Baja direndam selama satu hari untuk mengetahui berat baja terhadap larutan 2M HCl. Setelah satu hari, baja hasil perendaman dibersihkan dengan aseton dan aquades kemudian dikeringkan selama tiga menit. Baja yang telah kering ditimbang berat akhirnya. Hasil yang didapat selama pengurangan berat pada lampiran D digunakan untuk menentukan efisiensi inhibisi baja dalam larutan 2M HCl tanpa dan adanya inhibitor dengan variasi konsentrasi yang dapat dilihat pada tabel 3.2. Tabel 3.2 Efisiensi inhibisi Korosi pada Baja 304 di dalam Larutan 2 M HCl Tanpa dan Adanya Inhibitor dengan Variasi Konsentrasi Konsentrasi Ekstrak (ml/l) 0 0,05 0,10 0, ,25 0,30 0,35 0,40 0,45 0,50 W ratarata (gr) 0,0659 0,0409 0,0472 0,0488 0,0532 0,0479 0,0319 0,0283 0,0504 0,0342 0,0471 Wo- W 1 (gr) - 0,025 0,0187 0,0171 0,0127 0,018 0,034 0,0376 0,0155 0,0317 0,0188 IE (%) θ - 0,38 0,28 0,26 0,19 0,28 0,52 0,57 0,29 0,48 0,26 Pada tabel 3.2 menunjukkan adanya pengurangan berat pada baja yang dimasukkan kedalam larutan 2M HCl tanpa dan dengan adanya penambahan inhibitor yang telah divariasi konsentrasi. Hal ini dapat ditunjukkan dengan berat rata-rata baja tanpa inhibitor sebesar 0,0659 gram sedangkan berat rata-rata baja sesudah ditambahkan inhibitor dengan konsentrasi 0,05 ml/l menjadi 0,0409 gram. Penurunan ini dikarenakan inhibitor melapisi permukaan baja dan mereduksi H + sehingga memperlambat pelarutan baja dalam larutan 2M HCl. Akan tetapi berat rata-rata baja pada konsentrasi inhibitor 0,1 ml/l meningkat sebesar 0,0472 gram. Hal ini juga terjadi pada konsentrasi inhibitor 0,15 ml/l dan 0,2 ml/l dengan berat rata-rata baja 0,0488 dan 0,0532 gram. Peningkatan berat rata-rata baja mungkin dikarenakan hidrolisa minyak biji kapuk belum berjalan sempurna sehingga di dalam inhibitor terdapat minyak dan asam-asam lemak lainnya hasil hidrolisa minyak biji kapuk. Bagi minyak yang belum terhidrolisa maka hanya menutupi permukaan logam karena adanya rantai panjang alkil dari trigleserida. sedangkan bagi asam lemak yang sudah terhidrolisa akan mengisi cacat logam yang serupa dengan orbital kosong akan tetapi hal tersebut tidak efektif karena rantai panjang asam lemak bersifat non polar sehingga membuat berat rata-rata baja meningkat dan efisiensi inhibisi korosi menjadi turun. Berat rata-rata baja pada konsentrasi 0,25 ml/l kembali menurun hingga 0,0479 gram dan diikuti oleh konsentrasi 0,3 ml/l hingga 0,0319 gram. Penurunan berat rata-rata baja terbesar didapatkan oleh konsentrasi 0,35 ml/l sebesar

6 0,0289 gram. Penurunan ini dapat disebabkan campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk telah menutupi sebagian besar permukaan logam sehingga melindungi baja dari korosi. Setelah konsentrasi inhibitor 0,35 ml/l, berat rata-rata baja kembali naik sampai konsentrasi 0,5 ml/l yang didapatkan sebesar 0,0471 gram. Pola berat rata-rata baja yang cenderung naik turun menyebabkan efisiensi inhibisi korosi baja dengan inhibitor campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk juga cenderung naik turun dengan meningkatnya konsentrasi, misalnya pada konsentrasi 0,05 ml/l didapatkan efisiensi inhibisi sebesar 38% sedangkan pada konsentrasi 0,1 ml/l turun hingga 28%. Meningkatnya nilai berat rata-rata baja menyebabkan efisiensi inhibisi menurun hingga konsentrasi 0,2 ml/l yang didapatkan sebesar 19 %. Penurunan efisiensi ini disebabkan hidrolisa minyak biji kapuk belum berjalan sempurna. Akan tetapi setelah konsentrasi 0,2 ml/l, efisiensi inhibisi naik menjadi 28 % pada konsentrasi 0,25 ml/l dan pada konsentrasi 0,3 ml/l meningkat menjadi 52 % hingga mencapai efisiensi inhibisi terbesar pada konsentrasi 0,35 ml/l sebesar 57 %. Peningkatan efisiensi inhibisi disebabkan campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk telah menutupi sebagian besar permukaan logam sehingga melindungi baja dari korosi dengan luas permukaan logam yang tertutupi sebesar 0,57. Setelah konsentrasi inhibitor 0,35 ml/l, efisiensi inhibisi terus menurun hingga konsentrasi 0,5 ml/l yang didapatkan sebesar 26 %. Hal ini dapat disebabkan pada konsentrasi tinggi terdapat desorpsi elektrokimia inhibitor pada permukaan logam selama proses pelarutan (Drazic,dkk, 1994). Nilai efisiensi inhibisi yang cenderung naik turun pada penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Quraishi, dkk (2000) yang menunjukkan efisiensi inhibisi dan lapisan permukaan tertutupi yang dilapisi asam lemak triazole meningkat dengan penambahan konsentrasi inhibitor. Kurva hubungan antara efisiensi inhibisi dengan konsentrasi ditunjukkan pada gambar 3.4. Kurva hubungan efisiensi inhibisi dengan konsentrasi tidak linear karena mempunyai r 2 = 0,069 sehingga tidak memenuhi syarat kelinearan yaitu 0,9<r 2 <1 (Underwood, 1995). Ketidaklinearan ini berarti penambahan konsentrasi campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk tidak berpengaruh secara linear dengan efisiensi inhibisi. efisiensi inhibisi (% ,1 0,2 0,3 0,4 0,5 konsentrasi inhibitor (ml/l) 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45 0,5 Gambar 3.4 Kurva efisiensi inhibisi pada metode pengurangan berat dengan konsentrasi inhibitor campuran asam lemak minyak biji kapuk Metode Polarisasi Parameter korosi pada baja 304 di dalam larutan 2M HCl tanpa dan adanya inhibitor campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk pada konsentrasi berbeda telah dihitung dan dapat dilihat pada tabel 3.3. Data tabel 3.3 menunjukkan menunjukkan bahwa potensial korosi bergeser ke arah nilai negatif dengan meningkatnya konsentrasi inhibitor. Hal ini dapat dimungkinkan karena adsorbsi dari senyawa organik pada permukaan elektroda yang dapat memperlambat proses korosi (Souza,dkk, 2009). Selain itu ada perubahan nilai arus korosi sebelum dan sesudah ditambahkan inhibitor. Arus korosi sebelum ditambahkan inhibitor didapatkan sebesar 110,65 µa/cm 2 dan arus korosi sesudah ditambahkan inhibitor dengan konsentrasi 0,05 ml/l didapatkan 97,80 µa/cm 2. Penurunan arus korosi terjadi karena penambahan inhibitor dapat memperlambat arus yang menyebabkan terjadinya korosi (Souza,dkk, 2009). Arus korosi kembali turun pada konsentrasi inhibitor campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk 0,1 ml/l sebesar 81,77 µa/cm 2 dan konsentrasi 0,15 ml/l sebesar 62,93 µa/cm 2. Akan tetapi arus korosi ini kembali meningkat pada konsentrasi 0,2 ml/l sebesar 89,50 µa/cm 2. Hal ini dikarenakan karena hidrolisa minyak biji kapuk belum berjalan sempurna. Kemudian arus korosi kembali menurun pada konsentrasi 0,25 ml/l sebesar 81,72 µa/cm 2 dan pada konsentrasi 0,3 ml/l sebesar 62,97 µa/cm 2 hingga didapatkan arus korosi terendah pada konsentrasi 0,35 ml/l dengan 61,04 µa/cm 2. Penurunan ini disebabkan oleh campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk telah menutupi sebagian besar permukaan logam sehingga melindungi baja dari korosi. Setelah konsentrasi 0,35 ml/l, arus korosi kembali naik menjadi 88, 99 µa/cm 2 pada

7 konsentrasi 0,4 ml/l tetapi pada konsentrasi 0,45 dan 0,5 ml/l, arus korosi kembali turun hingga 71,45 µa/cm 2 dan 62,45 µa/cm 2. Penurunan arus korosi menyebabkan efisiensi inhibisi korosi menjadi meningkat. Sama halnya pada metode pengurangan berat, efisiensi inhibisi pada metode polarisasi juga cenderung naik turun dengan meningkatnya konsentrasi inhibitor misalnya pada konsentrasi 0,05 ml/l didapatkan efisiensi inhibisi sebesar 12 %, pada konsentrasi 0,1 ml/l didapatkan efisiensi sebesar 26 % sampai 0,15 ml/l meningkat hingga 43 %. Akan tetapi pada konsentrasi 0,2 ml/l turun pada 19% serta meningkat kembali hingga didapatkan efisiensi inhibisi tertinggi pada konsentrasi 0,35 ml/l dengan 45%. Data tabel 4.3 mempunyai densitas laju korosi ratarata sebesar 79,21 (µa/cm 2 ) dengan efisiensi inhibisi rata-rata 32%. Hasil ini sangat berbeda dengan penelitian Sauzer (1983) yang mempunyai densitas laju korosi rata-rata sebesar 1,08 (µa/cm 2 ) dan efisiensi inhibisi 42,73 % rata-rata dari ketiga asam lemak yaitu asam linolenat, asam linoleat, dan asam oleat. Data tabel 3.3 juga menunjukkan bahwa inhibitor campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk dapat bertindak sebagai inhibitor campuran. Hal ini terlihat pada slope tafel katodik (βc) dan slope tafel anodik (βa). Slope tafel katodik bernilai negatif menunjukkan inhibitor mengurangi H + pada katoda (Migahed, 2005). Hal ini juga ditandai dengan penurunan nilai slope tafel katodik (βc) sebelum dan sesudah ditambahkan inhobitor pada konsentrasi 0,05 ml/l. Nilai slope tafel katodik sebelum ditambahkan inibitor sebesar -204 mv dan sesudah ditambahkan inhibitor konsentrasi 0,05 ml/l sebesar -172,8 mv. Akan tetapi pada konsentrasi 0,10 ml/l, nilai slope katodik kembali naik. Kenaikan nilai ini disebabkan pengikatan H + oleh oksigen karbonil bersifat lemah sehingga H + lebih mudah terlepas. Sedangkan pada konsentrasi 0,15 ml/l, nilai slope tafel katodik kembali turun. Penurunan ini disebabkan oksigen karbonil mengikat kembali H + dari HCl sehingga mengurangi H + untuk mengoksidasi baja. Hal tersebut terjadi berulangulang hingga pada konsentrasi 0,5 ml/l. Nilai slope tafel anodik yang positif menunjukkan inhibitor memperlambat pelarutan baja pada anoda (Migahed, 2005). Hal ini juga ditandai dengan penurunan nilai slope tafel anodik sebelum dan sesudah ditambahkan inhibitor konsentrasi 0,05 ml/l. Nilai slope anodik sebelum ditambahkan inhibitor sebesar 298,4 mv dan sesudah ditambahkan inhibitor konsentrasi 0,05 ml/l sebesar 251,5 mv. Akan tetapi pada konsentrasi inhibitor 0,1ml/L nilai slope tafel anodik kembali naik menjadi 253,9 mv. Hal ini dikarenakan permukaan baja sudah jenuh oleh inhibitor sehingga adsorbsi inhibitor terhadap baja menurun dan nilai slope anodik juga turun. Pada konsentrasi 0,15 ml/l, nilai slope anodik kembali meningkat sebesar 253,9 mv. Hal ini dikarenakan inhibitor melingkupi permukaan baja kembali sehingga nilai slope tafel anodik meningkat. Sama halnya pada nilai slope katodik, nilai slope anodik yang naik turun terus berulang hingga konsentrasi 0,5 ml/l. Kurva polarisasi katodik dan anodik dari baja 304 di dalam larutan 2M HCl tanpa dan adanya inhibitor campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk pada konsentrasi berbeda telah direkam dengan scanning rate 20 mv/s dengan potensial antara -2V sampai 1,5 V dan dipresentasikan pada gambar 3.5 dan 3.6. Pada gambar 3.5 kurva polarisasi baja 304 dalam media HCl 2M dan penambahan inhibitor antara konsentrasi 0,05 ml/l sampai 0,25 ml/l terjadi polarisasi. Polarisasi bergeser ke nilai yang lebih negatif dengan bertambahnya konsentrasi inhibitor sehingga terjadi penurunan nilai densitas arus korosi sebelum dan sesudah ditambahkan inhibitor. Sedangkan pada gambar 3.6 kurva polarisasi baja 304 antara konsentrasi 0,3 sampai 0,5 ml/l, nilai polarisasi cenderung tetap bahkan turun. Densitas arus korosi cenderung naik sehingga menyebabkan efisiensi inhibisinya juga turun.. Gambar 3.5 Kurva polarisasi baja 304 dengan HCl 2 M dan dengan penambahan inhibitor antara 50-0,25 ml/l

8 Tabel 3.3 Parameter Korosi Baja di dalam Larutan HCl 2M Tanpa dan Adanya Inhibisi dengan Variasi Konsentrasi Inhibitor Campuran Asam Lemak Hasil Hidrolisa Minyak Biji Kapuk Konsentrasi Inhibitor (ml/l) E. Korosi (mv) I korosi (µa/cm 2 ) βc (mv) βa (mv) IE(%) 0 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 0,40 0,45 0, ,7-711,3-758,1-690,6-720,7-806,2-782,2-719,6-709, ,65 97,80 81,77 62,93 89,50 81,72 62,97 61,04 88,99 71,45 62, ,8-188,6-181,2-189,2-186,5-198,2-191,3-183,9-152,8-192,5 298,4 251,5 253,9 247,4 257,8 276, ,25,7 284,9 216,3 299,7 12% 26% 43% 19% 26% 43% 45% 24% 35% 44% Sedangkan elektrode bantu yaitu Pt digunakan sebagai katode. Penggunaan Pt sebagai elektroda bantu karena inert dan mempunyai potensial yang rendah (Tetsuyo, 2006). Gambar 3.6 Kurva polarisasi baja 304 dengan penambahan inhibitor konsentrasi 0,30-0,5ml/L Kurva hubungan efisiensi inhibisi dengan konsentrasi pada metode polarisasi ditunjukkan pada gambar 3.7. Kurva hubungan efisiensi inhibisi dengan konsentrasi pada metode polarisasi mempunyai r 2 = 2,944 tidak linear karena tidak memenuhi syarat kelinearan 0,9<r 2 <1 (Underwood, 1995). Sama halnya pada metode pengurangan berat ketidaklinearan ini berarti penambahan konsentrasi inhibitor tidak berhubungan dengan efisiensi inhibisi. Pada penelitian baja 304 digunakan sebagai elektroda kerja yang berfungsi sebagai anode dengan reaksi: M M n+ + n e - efisiensi inhibisi (% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 konsentrasi inhibitor (ml/l) 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45 0,5 Gambar 3.7 kurva efisiensi inhibisi pada metode polarisasi dengan konsentrasi inhibitor campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk Pada penelitian ini pengukuran efisiensi inhibisi dengan metode pengurangan berat dan tafel polarisasi mempunyai hasil berbeda. Hal ini dapat terlihat pada besarnya efisiensi inhibisi yang didapatkan pada kedua metode tersebut antara konsentrasi 0,05 ml/l sampai 0,5 ml/l yang tertera pada tabel 4.2 dan 4.3. Menurut Griffith et.al (1971) penentuan efisiensi inhibisi yang paling tepat dan teliti adalah metode pengurangan berat karena perlakuannya mudah untuk diikuti. Sedangkan pengukuran tafel polarisasi didasarkan dengan berbagai parameter yang mempengaruhi hasil yang didapat (Kelly,dkk, 2002). Korosi baja 304 di dalam

9 larutan 2 M HCl tanpa penambahan inhibitor diawali dengan oksidasi Fe menjadi Fe 2+ dengan mekanisme reaksi sebagai berikut: Fe (s) + 2H + (aq Fe 2+ + H 2(g) Adanya ion klorida dalam larutan dapat menyebabkan terjadinya hidrolisa kation sehingga asam semakin tinggi. Fe 2+ (aq) + 2 H 2 O (l) + Cl - (aq) Fe() 2 (s) + HCl (aq) Kenaikan kadar korosi dalam media korosi akan menyebabkan terbetuknya Fe() + Fe() 2 (s) + H + (aq) Fe() + (aq) + H 2 O (aq) Fe() + selanjutnya teroksidasi menjadi Fe() 2+ 4Fe() + (aq)+o 2(g) +4H + (aq) 4Fe() 2+ (aq)+2h 2 O Selanjutnya Fe() 2+ akan terhidrolisa menjadi Fe 3 O 4 dan FeO 2Fe() 2+ (aq)+fe 2+ (aq)+2h 2 O (l) 3Fe 3 O 4(s) +6H + (aq) Fe () 2+ (aq) + H 2 O (l) FeO (s) + H 3 O + (aq) Adanya oksigen terlarut dapat menyebabkan Fe() 2 teroksidasi menjadi Fe() 3 4Fe() 2 (s) + O 2 (g) + 2H 2 O (l) 4Fe() 2 (s) Dari beberapa reaksi yang terjadi, produk-produk korosi dapat terbentuk pada permukaan baja adalah Fe 3 O 4, FeO dan Fe() 3. Adanya oksida Fe 3 O 4 pada permukaan baja membentuk lapisan pasif yang stabil terhadap korosi. Namun lapisan ini bersifat sementara karena adanya produk korosi ini akan mempercepat korosi selanjutnya. Produk-produk korosi yang lain dapat terbentuk dari oksida Cr, Ni namun produk korosi dari oksida Cr dan Ni berjumlah sedikit karena komposisinya kecil (Thretewey, 1991). Korosi baja 304 di awali dengan merendam baja tersebut dalam larutan 2 M HCl yang ditambah dengan inhibitor campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk. Pada perendaman tersebut menyebabkan baja teroksidasi menjadi Fe 2+ sehingga permukaan baja bermuatan positif. Adanya inhibitor campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk yang memiliki atom oksigen dengan pasangan elektron bebas akan teradsorpsi pada permukaan baja, sehingga terjadi interaksi dipol negatif pada inhibitor dengan dipol positif pada permukaan baja dan membentuk lapisan tipis pada permukaan baja sehingga laju korosi menurun. Namun hal ini sulit terjadi meskipun terdapat cacat logam karena pasangan elektron bebas tidak mungkin masuk ke dalam orbital kosong yang ada pada logam karena campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk memiliki rantai alkil yang panjang (Hammouti, 2006). Mekanisme ini serupa seperti yang diungkapkan oleh Abdel-Gaber et.al (2005) bahwa aksi inhibitor organik dapat melalui adsorpsi antarmuka logam atau larutan dengan interaksi elektrostatik antara muatan logam dan muatan pada molekul inhibitor, interaksi tipe dipol antara pasangan elektron bebas pada inhibitor dengan logam, interaksi elektron π dengan logam, dan kombinasi dari semuanya. Fenomena diatas menunjukkan kemungkinan terjadinya adsorpsi fisik karena interaksi elektrostatik antara dipol negatif dari atom oksigen pada inhibitor campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk dengan dipol positif pada baja. Gaya pada adsorpsi elektrostatik biasanya lemah sehingga dapat dengan mudah terdesorpsi. Ciri utama adsorpsi elektrostatik adalah ion tidak kontak secara langsung dengan logam. Lapisan molekul air yang memisahkan logam dengan ion. Proses adsorpsi fisik mempunyai energi aktivasi yang rendah dan relatif tidak bergantung dengan suhu (Rahim,dkk, 2008). Bila inhibitor campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk dilarutkan dalam media asam klorida (HCl) dimungkinkan terjadi reaksi seperti pada gambar O R C H Cl R C R O C Asil klorida R C Cl Gambar 3.8 Mekanisme reaksi campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk dengan HCl Cl O H +.. Reaksi diatas menunjukkan terjadinya pengikatan H + dari HCl pada oksigen karbonil dari asam lemak atau juga dari sisa minyak biji :Cl

10 kapuk yang belum terhidrolisis. Berkurangnya H + karena proses ini akan menurunkan jumlah H + yang mengoksidasi baja sehingga laju korosi menurun. Hal senada juga diungkapkan oleh Hammouti et.al (2006) yang menyatakan reaksi inhibisi korosi baja oleh minyak artemisia dimungkinkan dapat mengurangi H + yang digunakan untuk mengoksidasi Fe menjadi Fe 2+. Hasil akhir reaksi diatas adalah terbentuknya asil klorida terdapat ikatan C-Cl yang ditunjukkan pada spektra inframerah dengan bilangan gelombang 668 cm -1 yang terdapat pada gambar 3.9. Hal ini sesuai dengan kerja inhibitor campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk sebagai inhibitor campuran dalam mengurangi laju korosi baja 304 di dalam larutan 2M HCl. Inhibitor campuran bekerja mengurangi reduksi H + untuk mengoksidasi baja pada sisi katoda yang dibuktikan dengan turunnya nilai slope katodik sedangkan pada sisi anoda melalui interaksi dipol positif dari baja dan dipol negatif dari inhibitor campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk sehingga dimungkinkan terjadi adsorpsi fisik yang juga dibuktikan dengan turunnya nilai slope anodik. didapatkan 57% dan metode tafel polarisasi didapatkan 45% pada konsentrasi 0,35 ml/l dengan densitas laju korosi rata-rata 79,21 (µa/cm 2 ) dan efisiensi inhibisi rata-rata 32%. Peningkatan efisiensi inhibisi dapat disebabkan oleh adanya adsorpsi fisik pada permukaan baja sehingga mengurangi laju korosi pada baja 304. Adsorpsi ini dapat dibuktikan dengan adanya gugus C-Cl pada spektra inframerah hasil korosi baja 304 dengan penambahan inhibitor 0,35 ml/l. UCAPAN TERIMAKASIH 1. Ibu Dra. Harmami, M.S, dan Bapak Drs. Agus Wahyudi, MSi, selaku dosen pembimbing atas segala diskusi, bimbingan, arahan dan semua ilmu yang bermanfaat. 2. Bapak, mama dan mbak dewi yang selalu memberikan dorongan dan bantuan moril serta material selama pengerjaan tugas akhir 3. Edi kurniawan yang selalu memberikan semangat dan bantuan selama penyelesaiaan tugas akhir 4. Teman- teman tugas akhir angkatan 2005 dan di laboratorium kimia fisika 5. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu. DAFTAR PUSTAKA Abdallah, M, (2004), Port Electrochimica acta 22 hal 161 Abdel-Gaber,A.M, Abd-El Nabey,(2005), Inhibitive action of some plant extract on the corrosion of stell in aidic media, Corr.science Ackelsberg, O.J., (1958), Fat splitting J Am Oil Chem Soc, 35: Gambar 3.9 Hasil analisa spektra inframerah korosi baja pada konsentrasi inhibitor 0,35 ml/l 4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisa dapat disimpulkan bahwa campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk dapat digunakan sebagai inhibitor korosi baja 304. Penambahan konsentrasi inhibitor campuran asam lemak hasil hidrolisa minyak biji kapuk tidak berpengaruh secara linear dengan efisiensi inhibisi korosi baja 304. Hal ini dapat dilihat dengan nilai efisiensi inhibisi cenderung naik turun seiring penambahan konsentrasi inhibitor. Efisiensi inhibisi pada metode pengurangan berat Benabdellah, M, Benkaddour, M, Hammouti B, (2005), Inhibition of steel corrosion in 2 M H 3 PO 4 by artemisia oil, J.Applied Surface Science vol 252 hal Chauhan, L.R dan Gunaskaran, G, (2006), Corrosion Inhibition of mild steel by plant extract in dilute HCl medium, Corr. Science 49, Clark, jim, (2007), Hidrolisis minyak, Chemistry.org, tanggal: 11 Juni 2009

11 El-Etre,A.Y, (2005), Khillah extracs as inhibitor for acid corrosion of SX 316 steel, J. Applied Surface Sci. vol 252 hal El-Etre,A.Y, (2007), Inhibition of acid corrosion of carbon steel using aqueous extract of olive leaves, J. of Colloid and Interface science vol 314 hal Evans, U.R, Arnold, E, (1976), The Corrosion and Oxidation of Metals second supplementary volume, London, Chapter 5, 12, and 13 Foad, El-Sherbini,E.E, Abdel Wahaab, S.M., M. Deyab, (2005), Ethoxylated fatty acids as inhibitors for the corrosion of zinc in acid media, Materials Chemistry and Physics 89 halaman Fountoulakis, Michael, Hans-Werner Lahm, (1998), Hydrolysis and amino acid composition analysis of proteins, Journal of Chromatography A, 826 halaman Rosenfel d, I.L, (1981), Corrosion Inhibitor, Mc-Graw-Hill, New York, hal Sauzer, T dan brandt, A, (1983), Equilibria in solution of amines and fatty acid with relevance to the corrosion inhibition of iron, Corrosion sci. vol 23 halaman Sauzer, T dan brandt, A, (1983), The corrosion inhibiton of iron by amines and fatty acid in neutral media, Corrosion sci. vol 23 halaman Threthewey, K.R, Chamberlain, J, (1991), Korosi untuk mahasiswa sains dan rekayasa, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal Underwood&Day, (1993), Analisa Kimia Kuantitatf Kimia Analitik edisi keempat, Penerbit Erlangga, Jakarta Hammouti,B, Kertit, S, Mellahoui, M, (1997), Bull. Electrochem vol 13 hal 97 Hiskia, Achmad, (1982), Elektrokimia, Departemen kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, ITB, Bandung Kaimal, T.N.B, L. Gollamudi, (1970), Fatty acid composition of lipids isolated from different parts of ceiba petandra, sterculia foetida and Hydnocarrpus Wightiana, regional Research Laboratory, Hyderabad, India Quraishi,M.A, Danish Jamal, Mohd. Tariq Saeed, (2002), Fatty Acid Derivatives as Corrosion Inhibitors for Mild Steel and Oil-Well Tubular Steel in 15%Boiling Hydrochloric Acid Quraishi, M.A dan Jamal,Danish (2006), Fatty Acid Triazoles: Novel Corrosion Inhibitors for Oil Well Steel (N-80) and Mild Steel, Renof, Sidney, (1958), Stainless Steel, J. Australian Corrosion Engineering vol 8 hal 10-18

12 Prosiding skripsi semester ganjil 2009/2010

STUDI INHIBISI KOROSI BAJA 304 DALAM 2 M HCl DENGAN INHIBITOR CAMPURAN ASAM LEMAK HASIL HIDROLISA MINYAK BIJI KAPUK (Ceiba petandra)

STUDI INHIBISI KOROSI BAJA 304 DALAM 2 M HCl DENGAN INHIBITOR CAMPURAN ASAM LEMAK HASIL HIDROLISA MINYAK BIJI KAPUK (Ceiba petandra) STUDI INHIBISI KOROSI BAJA 304 DALAM 2 M HCl DENGAN INHIBITOR CAMPURAN ASAM LEMAK HASIL HIDROLISA MINYAK BIJI KAPUK (Ceiba petandra) Oleh: Sangya Fitriasih 1405.100.042 ABSTRAK Inhibisi korosi baja 304

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara Untuk mengetahui laju korosi baja karbon dalam lingkungan elektrolit jenuh udara, maka dilakukan uji korosi dengan

Lebih terperinci

EFISIENSI INHIBITOR SENYAWA PURIN TERHADAP LAJU KOROSI BAJA SS 304 DALAM LARUTAN ASAM DENGAN ADANYA ION I -

EFISIENSI INHIBITOR SENYAWA PURIN TERHADAP LAJU KOROSI BAJA SS 304 DALAM LARUTAN ASAM DENGAN ADANYA ION I - Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 212 ISBN : 978-979-28-55-7 Surabaya, 25 Pebruari 212 EFISIENSI INHIBITOR SENYAWA PURIN TERHADAP LAJU KOROSI BAJA SS 34 DALAM LARUTAN ASAM DENGAN ADANYA ION I - EFFICIENCY

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Laju Korosi Baja Karbon Pengujian analisis dilakukan untuk mengetahui prilaku korosi dan laju korosi baja karbon dalam suatu larutan. Pengujian ini dilakukan dengan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 sampai Januari 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 sampai Januari 2013 di 27 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 sampai Januari 2013 di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Agustus 2015. Ekstraksi hemin dan konversinya menjadi protoporfirin dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

PENGHAMBATAN KOROSI BAJA BETON DALAM LARUTAN GARAM DAN ASAM DENGAN MENGGUNAKAN CAMPURAN SENYAWA BUTILAMINA DAN OKTILAMINA

PENGHAMBATAN KOROSI BAJA BETON DALAM LARUTAN GARAM DAN ASAM DENGAN MENGGUNAKAN CAMPURAN SENYAWA BUTILAMINA DAN OKTILAMINA Nama : M.Isa Ansyori Fajri NIM : 03121003003 Shift : Selasa Pagi Kelompok : 3 PENGHAMBATAN KOROSI BAJA BETON DALAM LARUTAN GARAM DAN ASAM DENGAN MENGGUNAKAN CAMPURAN SENYAWA BUTILAMINA DAN OKTILAMINA Korosi

Lebih terperinci

Pengendalian Laju Korosi pada Baja API 5L Grade B N Menggunakan Ekstrak Daun Gambir (Uncaria gambir Roxb)

Pengendalian Laju Korosi pada Baja API 5L Grade B N Menggunakan Ekstrak Daun Gambir (Uncaria gambir Roxb) 172 Pengendalian Laju Korosi pada Baja API 5L Grade B N Menggunakan Ekstrak Daun Gambir (Uncaria gambir Roxb) Eri Aidio Murti 1 *, Sri Handani 1, Yuli Yetri 2 1 Jurusan Fisika Universitas Andalas 2 Politeknik

Lebih terperinci

Penghambatan Korosi Baja Beton dalam Larutan Garam dan Asam dengan Menggunakan Campuran Senyawa Butilamina dan Oktilamina

Penghambatan Korosi Baja Beton dalam Larutan Garam dan Asam dengan Menggunakan Campuran Senyawa Butilamina dan Oktilamina Jurnal Gradien Vol.3 No.1 Januari 2007 : 231-236 Penghambatan Korosi Baja Beton dalam Larutan Garam dan Asam dengan Menggunakan Campuran Senyawa Butilamina dan Oktilamina Samsul Bahri Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari potensi tanaman rempah andaliman sebagai inhibitor korosi baja pada kondisi yang sesuai dengan pipa sumur minyak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 29 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama bulan februari sampai Agustus 2015 di Laboratorium Kimia Material dan Hayati FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia,

Lebih terperinci

LAJU KOROSI BAJA SS 304 DALAM MEDIA HCL DENGAN INHIBITOR KININA

LAJU KOROSI BAJA SS 304 DALAM MEDIA HCL DENGAN INHIBITOR KININA SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VI Pemantapan Riset Kimia dan Asesmen Dalam Pembelajaran Berbasis Pendekatan Saintifik Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 21 Juni

Lebih terperinci

Laju Korosi Baja Dalam Larutan Asam Sulfat dan Dalam Larutan Natrium Klorida

Laju Korosi Baja Dalam Larutan Asam Sulfat dan Dalam Larutan Natrium Klorida Laju Korosi Baja Dalam Larutan Asam Sulfat dan Dalam Larutan Natrium Klorida Diah Riski Gusti, S.Si, M.Si, jurusan PMIPA FKIP Universitas Jambi Abstrak Telah dilakukan penelitian laju korosi baja dalam

Lebih terperinci

PEMANFAATAN OBAT SAKIT KEPALA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3,5% NaCl DAN 0,1M HCl

PEMANFAATAN OBAT SAKIT KEPALA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3,5% NaCl DAN 0,1M HCl PEMANFAATAN OBAT SAKIT KEPALA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3,5% NaCl DAN 0,1M HCl Pandhit Adiguna Perdana 2709100053 Dosen Pembimbing : Budi Agung Kurniawan, S.T.,M.Sc.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. Secara umum, proses penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama

BAB III METODA PENELITIAN. Secara umum, proses penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama BAB III METODA PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Secara umum, proses penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama adalah mengekstrak polipeptida dari ampas kecap melalui cara pengendapan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cooling tower system merupakan sarana sirkulasi air pendingin yang

BAB I PENDAHULUAN. Cooling tower system merupakan sarana sirkulasi air pendingin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cooling tower system merupakan sarana sirkulasi air pendingin yang sangat berperan dalam berbagai industri. Air pendingin dalam cooling tower system didistribusikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. NaOH dalam metanol dengan waktu refluks 1 jam pada suhu 60 C, diperoleh

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. NaOH dalam metanol dengan waktu refluks 1 jam pada suhu 60 C, diperoleh 37 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sintesis Senyawa Difeniltimah(IV) oksida Hasil sintesis senyawa difeniltimah(iv) oksida [(C 6 H 5 ) 2 SnO] menggunakan senyawa awal difeniltimah(iv) diklorida [(C 6 H 5 )

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Surfaktan Gemini 12-2-12 Sintesis surfaktan gemini dilakukan dengan metode konvensional, yaitu dengan metode termal. Reaksi yang terjadi adalah reaksi substitusi bimolekular

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SUPLEMEN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1 M HCl

PEMANFAATAN SUPLEMEN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1 M HCl PEMANFAATAN SUPLEMEN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1 M HCl Abdur Rozak 2709100004 Dosen Pembimbing : Budi Agung Kurniawan ST, M.sc. Latar Belakang

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Pengertian Korosi Korosi berasal dari bahasa Latin corrous yang berarti menggerogoti. Korosi didefinisikan sebagai berkurangnya kualitas suatu material (biasanya berupa logam

Lebih terperinci

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN BAB II : MEKANISME KOROSI dan MICHAELIS MENTEN 4 BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN Di alam bebas, kebanyakan logam ditemukan dalam keadaan tergabung secara kimia dan disebut bijih. Oleh karena keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan.

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

PELAPISAN BAJA DENGAN SILIKA SECARA ELEKTROFORESIS UNTUK MENCEGAH KOROSI

PELAPISAN BAJA DENGAN SILIKA SECARA ELEKTROFORESIS UNTUK MENCEGAH KOROSI HASIL SKRIPSI : PELAPISAN BAJA DENGAN SILIKA SECARA ELEKTROFORESIS UNTUK MENCEGAH KOROSI Penyusun : NI MADE INTAN PUTRI SUARI (2307.100.020) ANCE LINASARI ORLINTA S.M. (2307.100.030) Laboratorium Elektrokimia

Lebih terperinci

PENGGUNAAN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA LINGKUNGAN ASAM. Irvan Kaisar Renaldi 1

PENGGUNAAN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA LINGKUNGAN ASAM. Irvan Kaisar Renaldi 1 PENGGUNAAN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA LINGKUNGAN ASAM Irvan Kaisar Renaldi 1 1 Departemen Teknik Material, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV. 1 Analisis Hasil Pengujian Metalografi dan Spektrometri Sampel Baja Karbon Dari hasil uji material pipa pengalir hard water (Lampiran A.1), pipa tersebut terbuat dari baja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Korosi dapat didefinisikan sebagai penurunan mutu suatu logam akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungannya, yang melibatkan pergerakan ion logam ke dalam larutan

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN LAJU KOROSI MATERIAL STAINLESS STEEL SS 316 DENGAN CARBON STEEL A 516 TERHADAP PENGARUH AMONIAK

ANALISA PERBANDINGAN LAJU KOROSI MATERIAL STAINLESS STEEL SS 316 DENGAN CARBON STEEL A 516 TERHADAP PENGARUH AMONIAK ANALISA PERBANDINGAN LAJU KOROSI MATERIAL STAINLESS STEEL SS 316 DENGAN CARBON STEEL A 516 TERHADAP PENGARUH AMONIAK * Ir. Soewefy, M.Eng, ** Indra Prasetyawan * Staff Pengajar Jurusan Teknik Perkapalan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Secara umum, penelitian yang dilakukan adalah pengujian laju korosi dari

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Secara umum, penelitian yang dilakukan adalah pengujian laju korosi dari BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Disain Penelitian Secara umum, penelitian yang dilakukan adalah pengujian laju korosi dari senyawa tanin sebagai produk dari ekstraksi kulit kayu akasia (Acacia mangium)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisa Laju Korosi Stainless Steel AISI 304 Pengujian terhadap impeller dengan material baja tahan karat AISI 304 dengan media limbah pertambangan batu bara di BATAN Puspitek

Lebih terperinci

Jurnal Reaksi Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 3 No.5, Juni 2005 ISSN X

Jurnal Reaksi Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 3 No.5, Juni 2005 ISSN X 5 Jurnal Reaksi Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 3 No.5, Juni 2005 ISSN 1693-2X Irwan, Pemanfaatan Ekstrak Daun Tanjung Sebagai Inhibitor Korosi Baja Karbon Dalam Lingkungan Garam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Sintesis Cairan Ionik Turunan Imidazolin. Dalam penelitian ini, cairan ionik turunan imidazolin yang digunakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Sintesis Cairan Ionik Turunan Imidazolin. Dalam penelitian ini, cairan ionik turunan imidazolin yang digunakan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis Cairan Ionik Turunan Imidazolin Dalam penelitian ini, cairan ionik turunan imidazolin yang digunakan sebagai inhibitor korosi baja karbon pada kondisi pertambangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk menguji potensi inhibisi produk dari kitosan yang berasal dari cangkang rajungan sebagai inhibitor korosi baja karbon dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei hingga November 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia, Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia, Jurusan Pendidikan 28 BAB III METODE PENELITIAN III. 1 Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia, Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. diekstrak dari limbah pabrik tekstil sebagai inihibitor korosi dalam media yang

BAB III METODE PENELITIAN. diekstrak dari limbah pabrik tekstil sebagai inihibitor korosi dalam media yang 43 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Disain Penelitian Garis besar penelitian ini adalah pengujian potensi senyawa azo yang diekstrak dari limbah pabrik tekstil sebagai inihibitor korosi dalam media yang sesuai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Uji Korosi Dari pengujian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil berupa data hasil perhitungan weight loss, laju korosi dan efisiensi inhibitor dalam Tabel

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI ph DAN ASAM ASETAT TERHADAP KARAKTERISTIK KOROSI CO 2 BAJA BS 970

PENGARUH VARIASI ph DAN ASAM ASETAT TERHADAP KARAKTERISTIK KOROSI CO 2 BAJA BS 970 TUGAS AKHIR MM091381 PENGARUH VARIASI ph DAN ASAM ASETAT TERHADAP KARAKTERISTIK KOROSI CO 2 BAJA BS 970 Dosen Pembimbing : Budi Agung Kurniawan, ST., M.Sc Oleh : Inti Sari Puspita Dewi (2707 100 052) Latar

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. korosi pada baja karbon dalam media NaCl jenuh CO 2 dan dalam media NaCl

BAB III METODELOGI PENELITIAN. korosi pada baja karbon dalam media NaCl jenuh CO 2 dan dalam media NaCl 25 BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi tanin sebagai inhibitor korosi pada baja karbon dalam media NaCl jenuh CO 2 dan dalam media NaCl

Lebih terperinci

DEA JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FTI-ITS

DEA JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FTI-ITS SIDANG LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH AGITASI DAN PENAMBAHAN KONSENTRASI INHIBITOR SARANG SEMUT (MYRMECODIA PENDANS) TERHADAP LAJU KOROSI BAJA API 5L GRADE B DI MEDIA LARUTAN 1M HCl Disusun oleh : Dinar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Korosi dapat didefinisikan sebagai penurunan mutu suatu logam akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungannya, yang melibatkan pergerakan ion logam ke dalam larutan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi senyawa hasil ekstraksi dari bawang putih sebagai alternatif green inhibitor korosi pada kondisi yang sesuai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya.

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya. Salah satu bahan tambang yang banyak fungsinya yaitu batu bara, misalnya untuk produksi besi

Lebih terperinci

PENGARUH PENGERJAAN DINGIN TERHADAP KETAHANAN KOROSI AISI 1020 HASIL ELEKTROPLATING Zn DI MEDIA NaCl. Oleh : Shinta Risma Ingriany ( )

PENGARUH PENGERJAAN DINGIN TERHADAP KETAHANAN KOROSI AISI 1020 HASIL ELEKTROPLATING Zn DI MEDIA NaCl. Oleh : Shinta Risma Ingriany ( ) SIDANG TUGAS AKHIR PENGARUH PENGERJAAN DINGIN TERHADAP KETAHANAN KOROSI AISI 1020 HASIL ELEKTROPLATING Zn DI MEDIA NaCl Oleh : Shinta Risma Ingriany (2706100025) Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Sulistijono,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

Sulistyani, M.Si.

Sulistyani, M.Si. Sulistyani, M.Si. sulistyani@uny.ac.id Reaksi oksidasi: perubahan kimia suatu spesies (atom, unsur, molekul) melepaskan elektron. Cu Cu 2+ + 2e Reaksi reduksi: perubahan kimia suatu spesies (atom, unsur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Korosi merupakan fenomena kimia yang dapat menurunkan kualitas suatu

BAB I PENDAHULUAN. Korosi merupakan fenomena kimia yang dapat menurunkan kualitas suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Korosi merupakan fenomena kimia yang dapat menurunkan kualitas suatu bahan akibat berinteraksi dengan lingkungan yang bersifat korosif. Proses korosi adalah

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas utama yang dikembangkan di Indonesia. Dewasa ini, perkebunan kelapa sawit semakin meluas. Hal ini dikarenakan kelapa sawit dapat meningkatkan

Lebih terperinci

STUDI INHIBISI KOROSI BAJA AUSTENITIK 304 DALAM MEDIA NaCl 3% DENGAN MENGGUNAKAN INHIBITOR ASAM-ASAM LEMAK HASIL HIDROLISIS MINYAK BIJI KAPUK

STUDI INHIBISI KOROSI BAJA AUSTENITIK 304 DALAM MEDIA NaCl 3% DENGAN MENGGUNAKAN INHIBITOR ASAM-ASAM LEMAK HASIL HIDROLISIS MINYAK BIJI KAPUK Prosiding Tugas Akhir Semester Ganjil 29/21 SK 9 STUDI INHIBISI KRSI BAJA AUSTENITIK 34 DALAM MEDIA Nal 3% DENGAN MENGGUNAKAN INHIBITR ASAMASAM LEMAK HASIL HIDRLISIS MINYAK BIJI KAPUK Rosita Dwi *, Dra.

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Bahan dan Peralatan 3.1.1 Bahan-bahan yang Digunakan Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah metanol, NaBH 4, iod, tetrahidrofuran (THF), KOH, metilen klorida,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hidupnya. Salah satu contoh diantaranya penggunaan pelat baja lunak yang biasa

I. PENDAHULUAN. hidupnya. Salah satu contoh diantaranya penggunaan pelat baja lunak yang biasa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia telah banyak memanfaatkan logam untuk berbagai keperluan di dalam hidupnya. Salah satu contoh diantaranya penggunaan pelat baja lunak yang biasa digunakan sebagai

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TIOUREA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI BAJA KARBON NIKKO STEEL DALAM LARUTAN ASAM KLORIDA PADA SUHU 30 o C

PENGGUNAAN TIOUREA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI BAJA KARBON NIKKO STEEL DALAM LARUTAN ASAM KLORIDA PADA SUHU 30 o C PENGGUNAAN TIOUREA SEBAGAI (Fitri Khoiriatun )1 PENGGUNAAN TIOUREA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI BAJA KARBON NIKKO STEEL DALAM LARUTAN ASAM KLORIDA PADA SUHU 30 o C APPLICATION OF THIOUREA AS CORROSION INHIBITOR

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Pengukuran laju korosi logam tembaga dilakukan dengan menggunakan tiga metode pengukuran dalam larutan aqua regia pada ph yaitu 1,79; 2,89; 4,72 dan 6,80. Pengukuran pada berbagai

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ION I - TERHADAP INHIBISI KOROSI BAJA SS 304 DALAM LARUTAN HCl 1 M DENGAN SENYAWA PURIN/HASIL KONDENSASI FORMAMIDA

PENGARUH PENAMBAHAN ION I - TERHADAP INHIBISI KOROSI BAJA SS 304 DALAM LARUTAN HCl 1 M DENGAN SENYAWA PURIN/HASIL KONDENSASI FORMAMIDA PEGAU PEAMBAA IO I TEADAP IIBISI KOOSI BAJA SS 34 DALAM LAUTA Cl 1 M DEGA SEYAWA PUI/ASIL KODESASI FOMAMIDA Kartika Anoraga M.*, Dra. armami, MS 1, Drs. Agus Wahyudi, MS 2 Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. IV.1 Media uji dan kondisi pertambangan minyak bumi. Media yang digunakan pada pengukuran laju korosi baja karbon dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. IV.1 Media uji dan kondisi pertambangan minyak bumi. Media yang digunakan pada pengukuran laju korosi baja karbon dan 36 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Media uji dan kondisi pertambangan minyak bumi Media yang digunakan pada pengukuran laju korosi baja karbon dan potensial inhibisi dari senyawa metenamina adalah larutan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juli 2012 di Laboratorium Kimia Fisika

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juli 2012 di Laboratorium Kimia Fisika III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juli 2012 di Laboratorium Kimia Fisika FMIPA dan Laboratorium Biomasa Terpadu Universitas Lampung.

Lebih terperinci

30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya.

30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya. 30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya. 1. Semua pernyataan berikut benar, kecuali: A. Energi kimia ialah energi

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

Review I. 1. Berikut ini adalah data titik didih beberapa larutan:

Review I. 1. Berikut ini adalah data titik didih beberapa larutan: KIMIA KELAS XII IPA KURIKULUM GABUNGAN 06 Sesi NGAN Review I Kita telah mempelajari sifat koligatif, reaksi redoks, dan sel volta pada sesi 5. Pada sesi keenam ini, kita akan mereview kelima sesi yang

Lebih terperinci

PEMANFAATAN OBAT PARACETAMOL SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1M HCl

PEMANFAATAN OBAT PARACETAMOL SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1M HCl PEMANFAATAN OBAT PARACETAMOL SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1M HCl Saddam Husien NRP 2709100094 Dosen Pembimbing : Budi Agung Kurniawan, ST, M.Sc PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI 39 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Hasil eksperimen akan ditampilkan pada bab ini. Hasil eksperimen akan didiskusikan untuk mengetahui keoptimalan arang aktif tempurung kelapa lokal pada

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. asil dan Pembahasan 4.1 Analisis asil Sintesis Pada penelitian ini aldehida didintesis dengan metode reduksi asam karboksilat menggunakan reduktor ab 4 / 2 dalam TF. 4.1.1 Sintesis istidinal dan Fenilalaninal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Gas HHO merupakan hasil dari pemecahan air murni ( H 2 O (l) ) dengan proses

BAB II LANDASAN TEORI. Gas HHO merupakan hasil dari pemecahan air murni ( H 2 O (l) ) dengan proses BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Gas HHO Gas HHO merupakan hasil dari pemecahan air murni ( H 2 O (l) ) dengan proses elektrolisis air. Elektrolisis air akan menghasilkan gas hidrogen dan gas oksigen, dengan

Lebih terperinci

Elektrokimia. Tim Kimia FTP

Elektrokimia. Tim Kimia FTP Elektrokimia Tim Kimia FTP KONSEP ELEKTROKIMIA Dalam arti yang sempit elektrokimia adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam sel elektrokimia. Sel jenis ini merupakan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kajian mengenai korosi dan inhibisi korosi pada logam Cu-37Zn dalam larutan Ca(NO 3 ) 2 dan NaCl (komposisi larutan uji, tiruan larutan uji di lapangan) melalui penentuan laju

Lebih terperinci

EKSTRAK DAUN GAMBIR SEBAGAI INHIBITOR KOROSI Oleh: Dr. Ahmad Fadli, Ir.Rozanna Sri Irianty, M.Si, Komalasari, ST., MT. Abstralc

EKSTRAK DAUN GAMBIR SEBAGAI INHIBITOR KOROSI Oleh: Dr. Ahmad Fadli, Ir.Rozanna Sri Irianty, M.Si, Komalasari, ST., MT. Abstralc EKSTRAK DAUN GAMBIR SEBAGAI INHIBITOR KOROSI Oleh: Dr. Ahmad Fadli, Ir.Rozanna Sri Irianty, M.Si, Komalasari, ST., MT Abstralc Secara awam icorosi ditcenai sebagai penglcaratan, merupakan suatu peristiwa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara umum, metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi aspek

BAB III METODE PENELITIAN. Secara umum, metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi aspek BAB III METDE PEELITIA 3.1 Desain Penelitian Secara umum, metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi aspek sintesis imidazolin, metilasi imidazolin menjadi imidazolinium (sebagai zat inhibitor),

Lebih terperinci

PENGARUH LAJU KOROSI PELAT BAJA LUNAK PADA LINGKUNGAN AIR LAUT TERHADAP PERUBAHAN BERAT.

PENGARUH LAJU KOROSI PELAT BAJA LUNAK PADA LINGKUNGAN AIR LAUT TERHADAP PERUBAHAN BERAT. PENGARUH LAJU KOROSI PELAT BAJA LUNAK PADA LINGKUNGAN AIR LAUT TERHADAP PERUBAHAN BERAT. Hartono Program Diploma III Teknik Perkapala, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro ABSTRACT One of the usage

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN INHIBITOR EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS TERHADAP PENURUNAN LAJU KOROSI BAJA ST-37

PENGARUH PENAMBAHAN INHIBITOR EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS TERHADAP PENURUNAN LAJU KOROSI BAJA ST-37 PENGARUH PENAMBAHAN INHIBITOR EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS TERHADAP PENURUNAN LAJU KOROSI BAJA ST-37 Lusiana Br Turnip, Sri Handani, Sri Mulyadi Jurusan Fisika, Fakultas MIPA Universitas Andalas, Padang

Lebih terperinci

JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG PENGARUH KONSENTRASI INHIBITOR EKSTRAK DAUN TEH (Camelia Sinensis) TERHADAP LAJU KOROSI BAJA KARBON SCHEDULE 40 GRADE B ERW SKRIPSI YONNA LUDIANA 07 135 082 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

KIMIA ANALITIK (Kode : B-03) PENGARUH PENAMBAHAN ION TIOSIANAT TERHADAP EFISIENSI INHIBISI KOROSI BAJA SS 304 DALAM MEDIA ASAM DENGAN INHIBITOR ISATIN

KIMIA ANALITIK (Kode : B-03) PENGARUH PENAMBAHAN ION TIOSIANAT TERHADAP EFISIENSI INHIBISI KOROSI BAJA SS 304 DALAM MEDIA ASAM DENGAN INHIBITOR ISATIN MAKALA PEDAMPIG KIMIA AALITIK (Kode : B-03) ISB : 978-979-1533-85-0 PEGARU PEAMBAA IO TIOSIAAT TERADAP EFISIESI IIBISI KOROSI BAJA SS 304 DALAM MEDIA ASAM DEGA IIBITOR ISATI armami 1,* dan Putri Desiazari

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Tahap Sintesis Biodiesel Pada tahap sintesis biodiesel, telah dibuat biodiesel dari minyak sawit, melalui reaksi transesterifikasi. Jenis alkohol yang digunakan adalah metanol,

Lebih terperinci

Nama Kelompok : Adik kurniyawati putri Annisa halimatus syadi ah Alfie putri rachmasari Aprita silka harmi Arief isnanto.

Nama Kelompok : Adik kurniyawati putri Annisa halimatus syadi ah Alfie putri rachmasari Aprita silka harmi Arief isnanto. Nama Kelompok : Adik kurniyawati putri Annisa halimatus syadi ah Alfie putri rachmasari Aprita silka harmi Arief isnanto III Non Reguler JURUSAN ANALISA FARMASI DAN MAKANAN POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II

Lebih terperinci

ESTERIFIKASI ASAM LEMAK BEBAS DALAM MINYAK JELANTAH MENGGUNAKAN KATALIS H-ZSM-5 MESOPORI DENGAN VARIASI WAKTU AGING

ESTERIFIKASI ASAM LEMAK BEBAS DALAM MINYAK JELANTAH MENGGUNAKAN KATALIS H-ZSM-5 MESOPORI DENGAN VARIASI WAKTU AGING ESTERIFIKASI ASAM LEMAK BEBAS DALAM MINYAK JELANTAH MENGGUNAKAN KATALIS H-ZSM-5 MESOPORI DENGAN VARIASI WAKTU AGING Oleh: Tyas Auruma Pembimbing I : Drs. Djoko Hartanto, M.Si. Pembimbing II : Dr. Didik

Lebih terperinci

Redoks dan Elektrokimia Tim Kimia FTP

Redoks dan Elektrokimia Tim Kimia FTP Redoks dan Elektrokimia Tim Kimia FTP KONSEP ELEKTROKIMIA Dalam arti yang sempit elektrokimia adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam sel elektrokimia. Sel jenis

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA 30 BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4.1 Hasil Pengujian Polarisasi Potensiodinamik 4.1.1 Data Laju Korosi (Corrosion Rate) Pengujian polarisasi potensiodinamik dilakukan berdasarkan analisa tafel dan memperlihatkan

Lebih terperinci

PENGARUH KEHADIRAN TEMBAGA TERHADAP LAJU KOROSI BESI TUANG KELABU

PENGARUH KEHADIRAN TEMBAGA TERHADAP LAJU KOROSI BESI TUANG KELABU Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Lembaga Penelitian Universitas Trisakti Vol. 3, No. 1, Januari 2018, ISSN (p): 0853-7720, ISSN (e): 2541-4275 PENGARUH KEHADIRAN TEMBAGA TERHADAP LAJU KOROSI BESI TUANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, minyak bumi masih memegang peranan penting bagi perekonomian indonesia, baik sebagai penghasil devisa maupun sebagai pemasok kebutuhan masyarakat dalam negeri.

Lebih terperinci

Perhitungan Laju Korosi di dalam Larutan Air Laut dan Air Garam 3% pada Paku dan Besi ASTM A36

Perhitungan Laju Korosi di dalam Larutan Air Laut dan Air Garam 3% pada Paku dan Besi ASTM A36 Perhitungan Laju Korosi di dalam Larutan Air Laut dan Air Garam 3% pada Paku dan Besi ASTM A36 Gurum AP. Ayu SA, Dita Rahmayanti, dan Nindy EM. Jurusan Fisika FMIPA Universitas Lampung. Jl Prof. Dr. Sumantri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Korosi dapat didefinisikan sebagai penurunan mutu suatu logam akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungannya, yang melibatkan pergerakan ion logam ke dalam larutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Logam merupakan salah satu jenis bahan yang sering dimanfaatkan untuk dijadikan peralatan penunjang bagi kehidupan manusia dikarenakan logam memiliki banyak kelebihan

Lebih terperinci

KIMIA ELEKTROLISIS

KIMIA ELEKTROLISIS KIMIA ELEKTROLISIS A. Tujuan Pembelajaran Mempelajari perubahan-perubahan yang terjadi pada reaksi elektrolisis larutan garam tembaga sulfat dan kalium iodida. Menuliskan reaksi reduksi yang terjadi di

Lebih terperinci

VARIASI RAPAT ARUS DALAM PROSES PELAPISAN KHROMIUM KERAS PADA CINCIN TORAK. Yusep Sukrawan 1

VARIASI RAPAT ARUS DALAM PROSES PELAPISAN KHROMIUM KERAS PADA CINCIN TORAK. Yusep Sukrawan 1 VARIASI RAPAT ARUS DALAM PROSES PELAPISAN KHROMIUM KERAS PADA CINCIN TORAK Yusep Sukrawan 1 ABSTRAK VARIASI RAPAT ARUS DALAM PROSES PELAPISAN KHROMIUM KERAS PADA CINCIN TORAK. Pelapisan khromium keras

Lebih terperinci

PENGAMBILAN TEMBAGA DARI BATUAN BORNIT (Cu5FeS4) VARIASI RAPAT ARUS DAN PENGOMPLEKS EDTA SECARA ELEKTROKIMIA

PENGAMBILAN TEMBAGA DARI BATUAN BORNIT (Cu5FeS4) VARIASI RAPAT ARUS DAN PENGOMPLEKS EDTA SECARA ELEKTROKIMIA PENGAMBILAN TEMBAGA DARI BATUAN BORNIT (Cu5FeS4) VARIASI RAPAT ARUS DAN PENGOMPLEKS EDTA SECARA ELEKTROKIMIA Abdul Haris, Didik Setiyo Widodo dan Lina Yuanita Laboratorium Kimia Analitik Jurusan Kimia

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Dasar Korosi Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan logam atau berkarat. Korosi adalah terjadinya perusakan material (khususnya logam)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN 1. Ekstraksi Biji kesambi dikeringkan terlebih dahulu kemudian digiling dengan penggiling mekanis. Tujuan pengeringan untuk mengurangi kandungan air dalam biji,

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Metode Penelitian Adapun langkah-langkah pengerjaan dalam penelitian ini adalah pertama mengambil sampel baja karbon dari pabrik tekstil yang merupakan bagian dari pipa

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan uji aktivitas katalis Pt/Zr-MMT serta aplikasinya sebagai katalis dalam konversi sitronelal menjadi mentol

Lebih terperinci

TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI

TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Korosi Dosen pengampu: Drs. Drs. Ranto.H.S., MT. Disusun oleh : Deny Prabowo K2513016 PROGRAM

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir. Saudah Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA

Laporan Tugas Akhir. Saudah Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA Laporan Tugas Akhir PENGARUH KONSENTRASI INHIBITOR ORGANIK SARANG SEMUT TERHADAP LAJU KOROSI BAJA KARBON API 5L GRADE B DI LINGKUNGAN HCL 0.5M DAN H 2 SO 4 Saudah 2710100113 Dosen Pembimbing Prof. Dr.

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5 BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini, hasil pengolahan data untuk analisis jaringan pipa bawah laut yang terkena korosi internal akan dibahas lebih lanjut. Pengaruh operasional pipa terhadap laju korosi dari

Lebih terperinci

Mengubah energi kimia menjadi energi listrik Mengubah energi listrik menjadi energi kimia Katoda sebagi kutub positif, anoda sebagai kutub negatif

Mengubah energi kimia menjadi energi listrik Mengubah energi listrik menjadi energi kimia Katoda sebagi kutub positif, anoda sebagai kutub negatif TUGAS 1 ELEKTROKIMIA Di kelas X, anda telah mempelajari bilangan oksidasi dan reaksi redoks. Reaksi redoks adalah reaksi reduksi dan oksidasi. Reaksi reduksi adalah reaksi penangkapan elektron atau reaksi

Lebih terperinci

Sel Volta KIM 2 A. PENDAHULUAN B. SEL VOLTA ELEKTROKIMIA. materi78.co.nr

Sel Volta KIM 2 A. PENDAHULUAN B. SEL VOLTA ELEKTROKIMIA. materi78.co.nr Sel Volta A. PENDAHULUAN Elektrokimia adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari aspek elektronik dari reaksi kimia. Sel elektrokimia adalah suatu sel yang disusun untuk mengubah energi kimia menjadi energi

Lebih terperinci

ELEKTROKIMIA Konsep Dasar Reaksi Elektrokimia

ELEKTROKIMIA Konsep Dasar Reaksi Elektrokimia Departemen Kimia - FMIPA Universitas Gadjah Mada (UGM) ELEKTROKIMIA Konsep Dasar Reaksi Elektrokimia Drs. Iqmal Tahir, M.Si. Laboratorium Kimia Fisika, Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN PROSES PENYEPUHAN EMAS

LAPORAN PENELITIAN PROSES PENYEPUHAN EMAS LAPORAN PENELITIAN PROSES PENYEPUHAN EMAS Oleh : Anna Kristina Halim (02) Ardi Herdiana (04) Emma Ayu Lirani (11) Lina Widyastiti (14) Trisna Dewi (23) KELAS XII IA6 SMA NEGERI 1 SINGARAJA 2011/2012 BAB

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BIO INHIBITOR DAUN SUKUN TERHADAP LAJU KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DI LINGKUNGAN 3,5 % NaCl DAN 1 M H 2 SO 4

PEMANFAATAN BIO INHIBITOR DAUN SUKUN TERHADAP LAJU KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DI LINGKUNGAN 3,5 % NaCl DAN 1 M H 2 SO 4 PEMANFAATAN BIO INHIBITOR DAUN SUKUN TERHADAP LAJU KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DI LINGKUNGAN 3,5 % NaCl DAN 1 M H 2 SO 4 Oleh : Dosen Pembimbing : Fathan Nadhir Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA. 2710100104

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bubuk magnesium oksida dari Merck, bubuk hidromagnesit hasil sintesis penelitian

Lebih terperinci