Megalopolis: Sebuah Peluang vs Ancaman bagi Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Megalopolis: Sebuah Peluang vs Ancaman bagi Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat 1"

Transkripsi

1 Megalopolis: Sebuah Peluang vs Ancaman bagi Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat 1 Parsudi Suparlan (Universitas Indonesia) Abstract Pendahuluan Gubernur Sutiyoso yang menggagas dan merencanakan Jakarta untuk menjadi sebuah megapolitan telah memperoleh dukungan pemda Jawa Barat, pemda Banten, dan Pemerintah (Pos Kota 2006). Gagasan Gubernur Sutiyoso ini mencakup provinsi DKI Jakarta sebagai sebuah ibukota negara dan provinsi DKI Jakarta sebagai koordinator wilayah 1 Naskah aslinya disampaikan sebagai makalah dalam Seminar Sehari Why Megalopolis Program Pascasarjana, Kajian Pengembangan Perkotaan, U.I. dan Pusat Kajian Pengembangan Wilayah dan Perkotaan (PISWIKA), UI, Jakarta, 5 April penyangga (hinterlands), yaitu kabupatenkabupaten Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur (Bodetabejur). Ada beberapa masalah kritikal dengan rencana Gubernur Sutiyoso tersebut di atas. Pertama adalah konsep megapolitan, dan kedua adalah pemerintahan provinsi DKI Jakarta sebagai koordinator megapolitan yang mencakup daerah-daerah penyangga (hinterlands). Dari kepustakaan sosiologi perkotaan, geografi, ilmu sejarah perkotaan, dan antropologi perkotaan, saya tidak menemukan adanya konsep megapolitan. Yang ada adalah konsep megalopolis. Mungkin yang dimaksudkan oleh Gubernur Sutiyoso dengan 254 ANTROPOLOGI INDONESIA Vol. 30, No. 3, 2006

2 megapolitan adalah kota metropolitan yang besar atau maha besar. Bila memang ini yang dimaksudkannya maka berbagai sarana dan prasarana kota metropolitan Jakarta juga akan menjadi jauh lebih besar, lebih megah, lebih modern, sehingga berbagai sistem pelayanan yang ada di megapolitan Jakarta nantinya akan dapat melayani warga megapolitan secara lebih efisien, lebih murah, dan kehidupan di kota megapolitan ini akan lebih sejahtera dan lebih nyaman daripada sekarang ini. Konsep megapolian, atau metropolitan maha besar, menuntut adanya daerah-daerah penyangga yang secara administratif diatur dan didominasi oleh pemerintahan provinsi DKI Jakarta. Permasalahan yang muncul dari prinsip daerah penyangga bagi kota Jakarta adalah berbagai permasalahan yang muncul dari hakekat hubungan daerah penyangga (Bodetabejur) dengan kota yang disangga (kota Jakarta) sebagai pusatnya. Karena kota adalah pusat pendominasian bagi hinterlkands atau daerah penyangganya. Daerah penyangga yang dimaksud adalah kota-kota yang lebih kecil, pedesaan, dan lingkungan fisik dan alam yang tercakup dalam wilayah administrasinya. Model megapolitan dari Gubernur Sutiyoso ini mirip dengan model megalopolis klasik atau kuno yang berbeda dari model megalopolis modern seperti yang sekarang ada di Amerika Serikat. Tulisan ini, akan menunjukkan apa itu megalopolis klasik dan modern, hakekat hubungan kota dan daerah penyangga, dan diakhiri dengan pembahasan mengenai peluang dan ancaman yang muncul dari adanya megapolitan model Gubernur Sutiyoso. Megalopolis Dalam zaman Yunani kuno, sebuah kota besar atau megalopolis dihasilkan dari perencanaan penyatuan desa-desa dan kotakota kecil, seperti misalnya kota Athena yang besar, yang dihasilkan dari penyatuan desadesa yang terpencar-pencar dan kota-kota kecil dari Attica (Mumford 1961:156). Seperti diketahui, Yunani kuno pada waktu itu telah mengenal sistem demokrasi, dan kota Athena pada waktu itu merupakan sebuah republik yang dipimpin oleh Dewan Kota. Megalopolis dalam zaman kuno ini bukanlah sebuah kota yang mudah untuk dikendalikan. Dalam tulisannya Lewis Mumford (1961: ) lebih lanjut menyatakan bahwa kota megalopolis Athena dibangun dengan perencanaan yang dipaksakan sehingga tidak ada bentuk konkrit dari dukungan wilayah penyangganya. Pada waktu demokrasi menjadi lemah, dimana faksi-faksi politik saling konflik, serta adanya ketidakmampuan dewan kota dan birokrasi dalam mengatasi berbagai permasalahan perkotaan, maka muncul seorang tirani atau emperor yang secara sewenang-wenang menghancurkan tatanan kehidupan megalopolis. Megalopolis hanya menghasilkan kesengsaraan bagi wakyat banyak. Hal yang sama juga dikemukakannya dalam melihat kota kuno Roma, yang juga merupakan sebuah megalopolis (1961:205). Tulisan mengenai megalopolis modern yang ada di Amerika Serikat di bawah ini mengacu pada USIS (nd:32 42) dan Yeates (1990:46 51). Dalam zaman modern sekarang ini, megalopolis terdapat di Amerika Serikat, tepatnya di wilayah Timur Laut yang mencakup wilayah selatan dari New Hamshire, terus ke bagian utara Massachusetts sampai ke Washington, DC. Megalopolis terbentuk oleh perpaduan bertahap dari daerah-daerah metropolitan yang besar dan yang masing-masing berdiri sendiri. Di antara 46 kota metropolitan di Amerika Serikat, 10 kota metropolitan terletak dalam wilayah megalopolis ini. Jadi, sebuah megalopolis atau megapolitan terbentuk dari perpaduan dari sejumlah metropolis atau kota Suparlan, Megalopolis: Sebuah Peluang vs Ancaman 255

3 metropolitan. Di antara 10 kota metropolitan tersebut, lima kota besar atau metropolitan yang terbesar dari megalopolis ini adalah New York City, Philadelphia, Boston, Baltimore, dan Washington, DC. Ciri megalopolis dibedakan dari ciri metropolitan lainnya, karena ciri perkotaan dari kota-kota megalopolis adalah menyebar sedemikian rupa sampai ke wilayahwilayah perbatasan kota-kota metropolitan lainnya, sehingga wilayah-wilayah perkotaan dari kota-kota megalopolis secara bertahap tergabung dalam sebuah proses perpaduan metropolitan. Menurut sensus penduduk tahun 1987, kepadatan penduduk megalopolis adalah 305 orang per kilometer persegi. Angka ini merupakan perhitungan pukul rata dari jumlah penduduk di kota-kota metropolitan, kota-kota kecil, dan daerah pedesaan yang tercakup dalam megalopolis. Semakin mendekati kota, jumlah penduduk menjadi semakin lebih besar. Di New York City misalnya, kepadatan penduduk pada tahun 1987 adalah lebih dari orang per kilometer persegi. Sebagaimana dengan berkembang dan tumbuhnya kota modern, megalopolis juga telah tumbuh dan berkembang menjadi sedemikian besarnya, karena kota modern adalah produk dari lokasi kegiatan ekonomi. Kota secara ekonomi menguntungkan bagi penduduknya, sehingga mereka bersedia untuk hidup dan tinggal berdampingan dalam jarak dekat, bahkan saling berdesakan di kota. Sebagian dari mereka memutuskan untuk pindah ke luar kota di daerah suburbia atau kota satelit yang dibangun oleh perusahaanperusahaan real estate atau tinggal di tempattempat peristirahatan dengan berbagai fasilitas untuk kehidupan perkotaan. Sehingga wilayah megalopolis di samping dikelilingi oleh daerah pedesaan dan pertanian, juga dikelilingi oleh kota-kota kecil dan kota-kota besar yang berkembang dari kota-kota kecil tersebut; yang kesemuanya berorientasi pada ekonomi perkotaan dari kota megalopolis. Megalopolis ini tetap bertahan hidup, tumbuh dan berkembang, dan menjanjikan kehidupan yang lebih baik bagi para pendatang baru karena prinsip utamanya adalah interaksi dan aksesibilitas. Interaksi melalui transportasi dan berbagai media komunikasi elektronik, terutama melalui telepon. Interaksi melalui transportasi adalah urat nadi kehidupan perkotaaan, dan antar-kota, dan antar-wilayah. Jalur-jalur dan jaringan-jaringan jalan yang baik, yang volumenya sesuai dengan beranekaragam kebutuhan transportasi, akan menghemat biaya ekonomi, dan karena itu menguntungkan perkembangan kehidupan perkotaan. Prinsip yang berlaku adalah memindahkan sesuatu berbanding langsung biayanya dengan jarak perpindahannya dan dengan kondisi jalan untuk transportasi sesuatu tersebut. Prinsip ini dipegang teguh dalam pembangunan kota-kota di Amerika Serikat, termasuk kota-kota megalopolis. Pada dasarnya kawasan perkotaan di Amerika Serikat, termasuk kota-kota megalopolis, telah dibangun dengan membangun jaringan-jaringan jalan yang berbentuk persegi empat panjang atau bujur sangkar yang menjangkau ke seluruhan wilayah kota. Kebutuhan untuk sistem transportasi yang lebih baik dan dapat menampung kebutuhan dalam kota membuat dibangunnya jaringan jalan lingkar luar. Untuk itu pemerintahan kota membangun jalan-jalan sesuai penggolongan yang dibuat untuk berbagai kepentingan, yaitu jalan untuk dalam kota dan untuk luar kota, jalan untuk menghubungkan kota megalopolis dengan kota-kota yang lebih kecil dan dengan daerah pedesaan, jalan yang menghubungkan antar-kota megalopolis, dan dengan kota-kota lainnya di Amerika Serikat. Besar atau volume 256 ANTROPOLOGI INDONESIA Vol. 30, No. 3, 2006

4 daya tampung jalan disesuaikan dengan penggolongan jalan-jalan tersebut, sehingga tingkat kemacetan lalu lintas dapat dibatasi dan karenanya biaya transportasi dapat ditekan. Di samping itu kereta api yang merupakan alat transportasi sudah ada juga tetap menghubungkan antar-wilayah megalopolis dan berbagai wilayah dan kota-kota di seluruh Amerika Serikat. Bandingkan dengan sistem transportasi atau kondisi jaringan jalan di kota Jakarta dan sekitarnya, yang serba macet, bahkan di jalan tol juga macet walaupun pengguna jalan tol tersebut harus membayar biaya tol yang terusmenerus naik untuk menarik investor mau berbisnis jalan tol. Kemacetan di kota-kota megalopolis di Amerika Serikat juga terjadi, tetapi terbatas pada jam-jam sibuk, yaitu pada jam orang masuk kerja dan pulang kerja dari kantor. Di Massacussets Avenue yang menghubungkan kota-kota di Negara bagian Virginia dengan kota Washington, DC., kemacetan misalnya, terjadi pada jam-jam orang masuk kerja dan pulang kerja ke Washington, DC., dimana kecepatan mobil hanya antara mil jam. Kalau dibandingkan dengan kemacetan di kota Jakarta dan sekitarnya, kemacetan berlangsung hampir sepanjang hari dari pukul pagi sampai pukul malam. Dalam keadaan macet laju kendaraan hanya antara 5 10 kilometer per jam atau antara 4 7 mil per jam. Inilah biaya transportasi tinggi, dan biaya interaksi yang tinggi karena aksesibilitas yang tidak diperbaiki oleh pemerintahan kota. Di samping pelayanan transportasi dan komunikasi yang memadai dan mengikuti perkembangan kota-kota megalopolis, kotakota megalopolis juga menyajikan berbagai pelayanan perkotaan yang membuat kota-kota megalopolis itu dapat bertahan hidup dan berkembang. Permukiman tua yang sudah tidak layak huni dibongkar dan permukiman baru dibangun. Ada upaya untuk membangun gedung-gedung bertingkat yang modern fasilitasnya dan dapat menampung tingkat kepadatan yang tinggi dan multi guna dalam pelayanan perkotaan. Di samping itu, pelayanan perkotaan di kota-kota megalopolis mencakup berbagai tingkat dan macam pelayanan umum dan komersial, relaksasi dan hiburan, kecukupan air dan listrik, sistem saluran pembuangan limbah dan sampah, dan keamanan oleh polisi, serta pemadam kebakaran oleh pemerintahan kota. Kota-kota megalopolis juga meyajikan pelayanan untuk kawasan-kawasan industri dan pabrik-pabrik, pergudangan, pusat-pusat perbelanjaan dan pertokoan, perparkiran, pusat-pusat pendidikan, perpustakaan, teater, restoran dan café dan nightclub. Hotel dan penginapan, tempat-tempat rekreasi dan taman, dan tidak kurang pentingnya adalah trotoar atau sidewalk. Kesemua pelayanan perkotaan tersebut dapat diakses atau digunakan oleh warga kota dan oleh mereka yang melakukan perjalanan atau kunjungan ke kota tersebut. Aksesibilitas ini merupakan salah satu kunci keberhasilan kehidupan dan perkembangan dari kota-kota megalopolis. Tidak dapat disangkal bahwa kota-kota megalopolis mengalami perubahan. Perubahan secara fisiologi, yaitu dibongkarnya bagunanbangunan tua yang diganti dengan bangunanbangunan bertingkat yang akomodatif terhadap kepadatan dan teknologi modern dan penggantian jaringan-jaringan jalan yang tidak lagi memadai akan kebutuhan transportasi dengan jaringan-jaringan jalan yang akomodatif terhadap tingkat dan volume lalu lintas orang dan barang, sesuai dengan kemajuan teknologi modern. Perubahan juga terjadi dalam kehidupan perkotaan baik secara kuantitas maupun secara kualitas dalam berbagai bentuk pelayanan perkotaan bagi yang memerlukan- Suparlan, Megalopolis: Sebuah Peluang vs Ancaman 257

5 nya. Pelayanan perkotaan informasinya dapat diakses oleh setiap orang melalui telepon, faks, atau internet dan pelayanan secara tatap muka. Kota-kota megalopolis merupakan pusatpusat pendominasian wilayah penyangga yang merupakan wilayah administrasi masingmasing, dan sebaliknya daerah penyangga berorientasi pada kota megalopolis yang mendominasinya, atau pada kota megalopolis lainnya yang secara ekonomi lebih menguntungkan. Masing-masing kota megalopolis tersebut berdiri sendiri tetapi berada dalam satu jaringan interaksi dan aksesibiltas, melalui berbagai jaringan transportasi dan komunikasi. Kota dan daerah penyangga Model megapolitan untuk kota Jakarta dengan daerah penyangga Bodetabejur yang digagas dan direncanakan oleh Gubernur Sutiyoso menuntut adanya penjelasan mengenai hakekat kota dan hubungan kota dengan daerah penyangganya, agar kita semua memahami hakekatnya dan menginterpretasi apa sebenarnya isi gagasan Gubernur Sutiyoso tersebut. Kota, seperti apapun corak dan besarannya, dibangun untuk kepentingan ekonomi yang menguntungkan bagi para pelaku ekonomi dan bagi warga kota yang bersangkutan. Oleh karena itu kota dapat didefinisikan sebagai sebuah tempat hunian atau permukiman yang dihuni secara permanen yang warga atau penduduknya membentuk suatu kesatuan kehidupan yang lebih besar pengelompokkannya daripada sebuah keluarga luas, marga, atau klen. Kota menyajikan berbagai kesempatan ekonomi yang menguntungkan karena letak geogafinya. Ekonomi perkotaan menghasilkan keuntungan yang berkembang secara akmulatif karena corak kegiatan ekonominya pada industri atau manufaktur dan pada berbagai jasa pelayanan, dan pada pasar dan uang.. Karena itu kota adalah juga pusat kegiatan ekonomi dan profesi, dimana semakin besar dan berkembangnya sebuah kota semakin besar pula penduduknya yang berprofesi sebagai pekerja kerah putih. Kota juga merupakan sebuah satuan administrasi pemerintahan yang dibangun dan dimantapkan untuk melakukan berbagai kegiatan pelayanan umum bagi kepentingan kesejahteraan hidup warga kota dan para pendatang yang berkunjung atau berbisnis di kota tersebut, sebagaimana telah diuraikan dalam pembahasan mengenai kehidupan perkotaan kota-kota megalopolis dalam tulisan ini. Kota juga membangun dan mengatur dan mendominasi wilayah-wilayah penyangga yang tercakup sebagai wilayah administrasinya. Dengan kata lain, kota adalah pusat pendominasian wilayah sekitarnya yang merupakan wilayah penyangga yang tercakup sebagai wilayah administrasi pemerintahannya (Suparlan 2004). Seringkali pendominasian atas wilayah sekelilingnya melampaui batas-batas wilayah administrasinya, karena perkembangan ekonomi dan bisnis atau komersial yang ada di kota tersebut. Perkembangan ekonomi ini, yang menjanjikan dan menyajikan keuntungankeuntungan ekonomi, termasuk kesejahteraan hidup warga kota, merupakan daya tarik dan pusat orientasi kehidupan dari warga di kotakota yang lebih kecil yang kurang berkembang secara ekonomi dan di daerah pedesaan yang terbelakang pembangunannya yang ada dalam wilayah penyangga atau di sekeliling kota tersebut. Sebagai pusat pendominasian, sebuah kota menyedot migrasi atau urbanisasi dari wilayah sekelilingnya, menyedot berbagai bahan mentah dan uang yang ada dalam kehidupan ekonomi di wilayah sekelingnya, dan merupakan orientasi budaya dari warga yang ada dalam wilayah sekeliling kota tersebut. Hubungan antara daerah penyangga dengan kota yang menjadi pusat pen- 258 ANTROPOLOGI INDONESIA Vol. 30, No. 3, 2006

6 dominasian adalah seperti hubungan saling ketergantungan yang tidak seimbang keuntungannya. Daerah penyangga menyediakan tenaga kasar atau pekerja, sumber-sumber daya berupa bahan-bahan mentah yang dihasilkan dari lingkungan alam dan fisik oleh daerah penyangga. Sebaliknya kota meyajikan hasil-hasil industri dan manufaktur ke daerah penyangga, sistem perlindungan keamanan dan keteraturan sosial, dan berbagai pelayanan perkotaan seperti pendidikan, hiburan, dan kesehatan. Kota yang menjanjikan dan menyajikan berbagai fasilitas pelayanan perkotaan yang tidak didapat di daerah pedesaan atau kota-kota kecil yang terletak di daerah penyangga, menyebabkan terjadinya urbanisasi atau perpindahan ke kota yang menyebabkan meningkatnya jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di kota. Di kota-kota dari negara berkembang seperti di Indonesia, penduduk kota meningkat dan padat melebihi kemampun sistem palayanan perkotaan, sehingga mencirikan kepadatan penduduk perkotaan, kemiskinan, dan kekumuhan. Sebaliknya sebagian dari warga kota yang padat uangnya, yang mempunyai visi bisnis, membeli bidang-biang tanah yang ada di daerah pedesaan atau kota kecil untuk dijadikan tabungan atau untuk membangun perumahan real estate bagi penduduk kota yang cukup uangnya. Sehingga gejala yang nampak adalah warga kota semakin kaya dan warga desa semakin miskin. Kalau kita perhatikan Siugapura dan Hongkong, keduanya dalah negara-kota yang tidak mempunyai wilayah penyangga yang berada dalam kewenangan administrasinya. Kedua Negara-kota tersebut telah secara bertahap dari tahun ke tahun menumbuhkan wilayah-wilayah penyangga di daerah sekeliling masing-masing kota tersebut. Wilayah penyangga Singapura adalah Sumatra Utara, Riau, Kalimantan Barat, dan Johor di Semenanjung Malaya (sekarang Johor dibangun sebagai daerah industri dan manufaktur dengan sistem-sistem pelayanan perkotaan yang membuatnya tidak lagi berfungsi sebagai daerah penyangga Singapura). Indonesia juga membangun pulau Batam, tetapi tujuan pembangunan Batam telah bergeser dari tujuan semula, yaitu yang semula untuk menyaingi Singapura bergeser menjadi penyangga (hinterlands) Singapura. Sedangkan Hongkong mempunyai wilayah penyangga di wilayah RRC bagian selatan. Peluang vs Ancaman Melihat kasus hancur dan berantakannya megalopolis kuno di Yunani dan di Roma yang disebabkan oleh (1) Corak megalopolis yang direncanakan dan dibangun dengan mempersatukan kota-kota yang lebih kecil dan daerah pedesaan sebagai daerah penyangga yang terpusat di kota megalopolis; dan (2) Ketidak mampuan kepemimpinan dan birokrasi megalopolis dalam mengelolanya, yang menyebabkan kemunculan tirani atau kaisar yang absolut dan sewenang-wenang yang memporak porandakan tatanan kehidupan dan menyesengsarakan rakyat banyak. Karena corak pendominasian kota megalopolis atas wilayah penyangganya adalah menyeluruh, yang disebabkan oleh hubungan kekuatan yang tidak seimbang antara kota megalopolis dengan wilayah penyangganya, sehingga terjadi penyerapan dan penghisapan atas semua sumber-sumber daya yang ada dalam wilayah penyangganya. Nampaknya megapolitan yang digagas oleh gubernur Sutiyoso modelnya sama dengan model megalopolis Yunani dan Romawi kuno. Mengingat bahwa dalam model megapolitan yang direncanakan tersebut ada pusatnya yaitu kota Jakarta yang menjadi kota megapolitan, Suparlan, Megalopolis: Sebuah Peluang vs Ancaman 259

7 yang disangga oleh kota-kota yang lebih kecil dan daerah pedesaan yang tercakup dalam kabupaten-kebupaten Bodetabejur. Hubungan antara kota megapolitan Jakarta dengan wilayah Bodetabejur adalah hubungan yang tidak seimbang dimana kota megapolitan Jakarta menjadi pusat pendominasian dari Bodetabejur yang menjadi wilayah hinterlandsnya, dan karena itu maka penduduk Bodetabejur berorientasi ke kota megapolitan Jakarta yang akan jauh lebih maju, lebih modern, dan lebih mewah daripada kehidupan di Bodetbejur.. Mungkin tujuan dari dibangunnya megapolitan Jakarta adalah untuk membangun kota Jakarta sebagai ibukota NKRI dengan segala fasilitas perkotaan modern, termasuk pembangunan jaringan lalu lintas dan komunikasi, serta berbagai pelayann perkotaan modern yang aksesibel. Bila demikian kira-kira tujuan dibangunnya kota megapolitan Jakarta, maka di masa yang akan datang akan ada pembangunan fisik secara besar-besaran di kota Jakarta. Akan banyak pekerja diperlukan, begitu juga akan banyak kegiatan-kegiatan pembangunan dan berbagai kegiatan pendukung yang akan sibuk di Jakarta. Kegiatankegiatan ini akan mengurangi jumlah pengangguran di Jakarta dan juga akan menyerap banyak pekerja dari Bodetabejur dan berbagai daerah lainnya di Indonesia, yang juga banyak jumlah tenaga-tenaga penganggurnya. Bila sudah terbangun sebagai sebuah megapolitan maka kota Jakarta akan dapat memberikan berbagai pelayanan perkotaan kepada warganya sehingga kesejahteraan hidup mereka akan meningkat atau akan menjadi lebih baik. Kemakmuran warga kota Jakarta dan berbagai keuntungan ekonomi perkotaan kota megapolitan Jakarta dengan prinsip trickle down effects akan menyebar ke berbagai sudut daerah Bodetabejur. Walaupun demikian, saya tidak sepenuhnya percaya pada kata-kata saya yang visioner tersebut diatas mengenai megapolitan yang memberi peluang untuk kesejahteraan masyarakatnya dan bagi masyarakat di daerah Bodetabejur melalui prinsip trickle down effects. Karena: (1) Penyakit KKN masih diderita oleh para pejabat dan birokrat, yang dapat menghambat pross-proses pembiayaan dan pelaksanaan berbagai kegiatan pembangunan untuk megapolitan dan administrasi pengelolaannya. (2) Perbedaan ekonomi dan kesempatan-kesempatan memperoleh keuntungan ekonomi antara kota megapolitan Jakarta dengan daerah penyangga akan sangat besar, sehingga arus dan tingkat urbanisasi ke Jakarta akan menjadi semakin meningkat. Kepadatan penduduk, kemiskinan, kekumuhan permukiman mereka yang tergolong miskin di kota megapolitan Jakarta juga akan semakin meningkat. Dan berbagai masalah sosial yang dikarenakannya juga akan semakin meningkat dan kompleks, yang tidak mudah untuk diatasi. Kota megapolitan Jakarta mungkin akan menjadi kota yang tidak manusiawi karenanya. Kota megapolitan Jakarta yang direncanakan bukanlah sebuah negara-kota seperti Singapura. Sebagai negara-kota, Singapura mempunyai kewenangan hukum yang sah untuk menentukan siapa-siapa yang dapat datang dan menetap di negara itu, siapasiapa yang hanya dapat berkumjing tetapt tidak boleh menetap, dan siapa-siapa yang sama sekali tidak boleh datang ke Singapura. Sedangkan kota Jakarta, walaupun nantinya adalah sebuah kota megapolitan, tidak mempunyai kewenangan hukum yang sah seperti yang dipunyai oleh Singapura sebagai sebuah negara-kota. Karena yang mempunyai kewenangan hukum tersebut adalah negara dan bukan kota. Sehingga arus urbanisasi yang berlebihan ke kota Jakarta yang megapolitan 260 ANTROPOLOGI INDONESIA Vol. 30, No. 3, 2006

8 tidak akan dapat dibendung. Sekarang saja, kota Jakarta yang masih belum menjadi kota megapolitan tidak mampu membendung arus urbanisasi yang berkelebihan. Apalagi nanti kalau sudah menjadi kota megapolitan. Dalam pikiran saya, apakah tidak sebaiknya justru biaya yang disediakan untuk membangun megapolitan Jakarta itu digunakan untuk membangun pusat-pusat perkotaan di wilayah Bodetabejur? Landasan berpikirnya adalah pusat-pusat perkotaan ini, yang merupakan pusat kegiatan-kegiatan industri dan berbagai jasa pelayanan, yang secara ekonomi akan menguntungkan penduduknya akan menarik para pendatang baru untuk ikut dalam berbagai kegiatan ekonomi dan komersial. Penduduk yang bermigarsi ke pusat-pusat perkotaan tersebut akan mencakup juga penduduk Jakarta yang dengan demikian akan membuat Jakarta menjadi tidak terlalu padat penduduk. Pusatpusat perkotaan bila secara ekonomi dan komersial menguntungkan bagi penduduknya maka pusat-pusat perkotaan tersebut akan berkembang menjadi kota-kota, dan lebih lanjut dapat berkembang menjadi kota-kota besar atau metropolitan. Pada saat itulah wilayah Jabodetabejur dapat menjadi sebuah megalopolis. Secara bertahap dan pasti akan menjadi sebuah megalopolis modern sebagaimana yang menjadi ciri megalopolis modern di wilayah Amerika Timur Laut. Jadi bukan direncanakan atau dipaksakan karena mengemban amanat undang-undang. Referensi Mumford, L The City in History. New York: Harcourt, Brace, and World. Suparlan, P Masyarakat dan Kebudayaan Perkotaan: Perspektif Antropologi Perkotaaan. Jakarta: YPKIK. USIS tt Garis Besar Geografi Amerika. Jakarta; USIS. Yeates, M The North American City. Edisi ke-4. New York: Harper & Row. Suparlan, Megalopolis: Sebuah Peluang vs Ancaman 261

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Sejarah Perencanaan Kota Pre-Revolusi Industri. Perencanaan Kota Wahyu Utami,ST,MT

Sejarah Perencanaan Kota Pre-Revolusi Industri. Perencanaan Kota Wahyu Utami,ST,MT Sejarah Perencanaan Kota Pre-Revolusi Industri Perencanaan Kota Wahyu Utami,ST,MT Perencanaan Kota di YUNANI kuno Faktor-Faktor yang mempengaruhi Topografi perencanaan kota Yuuuuu : Iklim, mempengaruhi

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi DESA - KOTA : 2. A. PENGERTIAN KOTA a. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No. 4 Tahun b. R. Bintarto B.

GEOGRAFI. Sesi DESA - KOTA : 2. A. PENGERTIAN KOTA a. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No. 4 Tahun b. R. Bintarto B. GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 17 Sesi NGAN DESA - KOTA : 2 A. PENGERTIAN KOTA a. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No. 4 Tahun 1980 Kota terdiri atas dua bagian. Pertama, kota sebagai suatu

Lebih terperinci

VI.7-1. Bab 6 Penataan Ruang dan Pembangunan Perkotaan Pembangunan Kota Baru. Oleh Suyono

VI.7-1. Bab 6 Penataan Ruang dan Pembangunan Perkotaan Pembangunan Kota Baru. Oleh Suyono 6.7 PEMBANGUNAN KOTA BARU Oleh Suyono BEBERAPA PENGERTIAN Di dalam Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Undang-undang Otonomi Daerah) 1999 digunakan istilah daerah kota untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Bandung, merupakan sebuah kota metropolitan dimana didalamnya terdapat beragam aktivitas kehidupan masyarakat. Perkembangan kota Bandung sebagai kota metropolitan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG T E R M I N A L DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

KAJIAN PERKEMBANGAN SEKTOR JASA dan SERAPAN TENAGA KERJA di DKI JAKARTA

KAJIAN PERKEMBANGAN SEKTOR JASA dan SERAPAN TENAGA KERJA di DKI JAKARTA KAJIAN PERKEMBANGAN SEKTOR JASA dan SERAPAN TENAGA KERJA di DKI JAKARTA KAJIAN PERKEMBANGAN SEKTOR JASA dan SERAPAN TENAGA KERJA di DKI JAKARTA Oleh : Novita Delima Putri 1 Fadillah Hisyam 2 Dosen Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di wilayah perkotaan. Salah satu aspek

Lebih terperinci

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 1.8. Kebijakan Pembangunan Daerah Berkelanjutan Provinsi DKI Jakarta Pembangunan di DKI Jakarta adalah bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional secara keseluruhan dan pembangunan pada hakekatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor alami yaitu kelahiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekonomi, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat kekurangan sumber daya yang dapat digunakan memenuhi kebutuhan hidup serta meningkatkan kesejahteraan sekelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Atika Permatasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Atika Permatasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah kependudukan yang saat ini banyak dihadapi oleh banyak negara berkembang termasuk Indonesia adalah pertambahan penduduk yang relatif cepat.

Lebih terperinci

mencerminkan tantangan sekaligus kesempatan. Meningkatnya persaingan antar negara tidak hanya berdampak pada perekonomian negara secara keseluruhan,

mencerminkan tantangan sekaligus kesempatan. Meningkatnya persaingan antar negara tidak hanya berdampak pada perekonomian negara secara keseluruhan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat persaingan antarnegara dari waktu ke waktu semakin tinggi sebagai dampak dari munculnya fenomena globalisasi ekonomi. Globalisasi mencerminkan tantangan sekaligus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prasarana kota berfungsi untuk mendistribusikan sumber daya perkotaan dan merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, kualitas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda

BAB I PENDAHULUAN. Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Keberadaan infrastruktur yang memadai sangat diperlukan

Lebih terperinci

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH BAB IX PENETAPAN INDIKATOR Penetapan indikator kinerja daerah bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai ukuran keberhasilan pencapaian visi dan misi Gubernur terpilih pada masa jabatan. Hal ini ditunjukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan secara merata diseluruh tanah air dan ditujukan bukan hanya untuk satu golongan, atau

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, 130 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulkan sebagai berikut: 1. Kawasan Cihampelas termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kota berkembang dari tempat-tempat pemukiman yang sangat sederhana hingga

BAB I PENDAHULUAN. kota berkembang dari tempat-tempat pemukiman yang sangat sederhana hingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota sebagai salah satu kenampakan di permukaan bumi, menurut sejarahnya kota berkembang dari tempat-tempat pemukiman yang sangat sederhana hingga timbullah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Oleh karena itu,bukan suatu pandangan yang aneh bila kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Oleh karena itu,bukan suatu pandangan yang aneh bila kota kota besar di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota di Indonesia merupakan sumber pengembangan manusia atau merupakan sumber konflik sosial yang mampu mengubah kehidupan dalam pola hubungan antara lapisan

Lebih terperinci

BAB 2 LATAR BELAKANG dan PERUMUSAN PERMASALAHAN

BAB 2 LATAR BELAKANG dan PERUMUSAN PERMASALAHAN 6 BAB 2 LATAR BELAKANG dan PERUMUSAN PERMASALAHAN 2.1. Latar Belakang Kemacetan lalu lintas adalah salah satu gambaran kondisi transportasi Jakarta yang hingga kini masih belum bisa dipecahkan secara tuntas.

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI RIAU

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PEMERINTAH PROVINSI RIAU DINAS CIPTA KARYA, TATA RUANG DAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI RIAU Oleh : Dr.Ir.H. DWI AGUS SUMARNO, MM., M.Si Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Sumber Daya Air Provinsi Riau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor alami yaitu kelahiran dan terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan adalah upaya memajukan, memperbaiki tatanan, meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan adalah upaya memajukan, memperbaiki tatanan, meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan adalah upaya memajukan, memperbaiki tatanan, meningkatkan sesuatu yang sudah ada. Kegiatan pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

5.1 KEBIJAKSANAAN DASAR PENGEMBANGAN KOTA

5.1 KEBIJAKSANAAN DASAR PENGEMBANGAN KOTA 5.1 KEBIJAKSANAAN DASAR PENGEMBANGAN KOTA Pengembangan Kawasan Kota Sei Rampah sebagai bagian dari Pembangunan Kabupaten Serdang Bedagai, pada dasarnya juga mempunyai tujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA DEPOK JAWA BARAT KOTA DEPOK ADMINISTRASI Profil Wilayah Salah satu penyebab Kota ini berkembang pesat seperti sekarang adalah setelah adanya keputusan untuk memindahkan sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kota merupakan sebuah tempat permukiman yang sifatnya permanen

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kota merupakan sebuah tempat permukiman yang sifatnya permanen 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan sebuah tempat permukiman yang sifatnya permanen dengan tingkat kepadatan penduduknya yang mencolok, di mana corak masyarakatnya yang heterogen dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengurangan tingkat..., Arini Yunita, FE UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengurangan tingkat..., Arini Yunita, FE UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN Salah satu permasalahan kota Jakarta yang hingga kini masih belum terpecahkan adalah kemacetan lalu lintas yang belakangan makin parah kondisinya. Ini terlihat dari sebaran lokasi kemacetan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Tercatat pada tahun 2005, jumlah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 108 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM TIDAK DALAM TRAYEK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah kota tersebut. Penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah kota tersebut. Penduduk yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan sebuah kota sangat erat kaitannya dengan jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah kota tersebut. Penduduk yang banyak dan berkualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang dilaksanakan secara berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Tujuan utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan hunian sudah menjadi hal yang pokok dalam menjalankan kehidupan, terlebih lagi dengan adanya prinsip sandang, pangan, dan papan. Kehidupan seseorang

Lebih terperinci

MODEL PEMILIHAN MODA KERETA REL LISTRIK DENGAN JALAN TOL JAKARTA BANDARA SOEKARNO-HATTA

MODEL PEMILIHAN MODA KERETA REL LISTRIK DENGAN JALAN TOL JAKARTA BANDARA SOEKARNO-HATTA MODEL PEMILIHAN MODA KERETA REL LISTRIK DENGAN JALAN TOL JAKARTA BANDARA SOEKARNO-HATTA Kevin Harrison 1 dan Najid 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Tarumanagara, Jl. Let. Jend S. Parman No.1 Jakarta

Lebih terperinci

: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif

: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif MINGGU 7 Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan : Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan : a. Permasalahan tata guna lahan b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif Permasalahan Tata Guna Lahan Tingkat urbanisasi

Lebih terperinci

: Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar)

: Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar) Kota Kekerabatan Maja dan Masa Depan Oleh : Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar) Persoalan perumahan masih menjadi salah satu issue penting dalam pembangunan ekonomi mengingat

Lebih terperinci

BAB III KEMAMPUAN PEMERINTAH DALAM MENGELOLA KEBIJAKAN UNTUK MENGHADAPI INVESTASI ASING

BAB III KEMAMPUAN PEMERINTAH DALAM MENGELOLA KEBIJAKAN UNTUK MENGHADAPI INVESTASI ASING BAB III KEMAMPUAN PEMERINTAH DALAM MENGELOLA KEBIJAKAN UNTUK MENGHADAPI INVESTASI ASING Bab ini akan memaparkan penjelasan terhadap hipotesa pertama untuk menjawab rumusan masalah dari penelitian ini,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025 PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk di kota-kota besar memiliki konsekuensi logis terhadap naiknya angka kebutuhan ruang, terutama ruang untuk bermukim. Menurut Sujarto (1995),

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM Pemerataan pembangunan di seluruh penjuru tanah air merupakan program pemerintah kita sebagai usaha untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan terutama di bidang ekonomi.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

Urbanisasi dalam Perencanaan Wilayah

Urbanisasi dalam Perencanaan Wilayah Urbanisasi dalam Perencanaan Wilayah Permalahan : Persebaran (distribusi) dan kesenjangan (disparitas) penduduk yang terlalu besar antara desa dengan kota dapat menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan

Lebih terperinci

Analisis Kebutuhan Parkir dan Kajian Dampak Lalu Lintas Gedung Pusat Perbelanjaan Ramayana Makassar

Analisis Kebutuhan Parkir dan Kajian Dampak Lalu Lintas Gedung Pusat Perbelanjaan Ramayana Makassar 1.1. Latar Belakang Makassar merupakan kota yang strategis dimana terletak ditengah-tengah wilayah Republik Indonesia atau sebagai Center Point of Indonesia. Hal ini mendukung posisi Makassar sebagai barometer

Lebih terperinci

TEKNOLOGI YANG HUMANIS UNTUK MENGENDALIKAN URBANISASI

TEKNOLOGI YANG HUMANIS UNTUK MENGENDALIKAN URBANISASI TEKNOLOGI YANG HUMANIS UNTUK MENGENDALIKAN URBANISASI Oleh K.Iswasta Eka Urbanisasi pada umumnya didefinisikan sebagai perpindahan penduduk dari desa ke kota, dan orangnya disebut sebagai kaum urban, meskipun

Lebih terperinci

Perubahan Regional (Urbanisasi dalam Perencanaan Wilayah)

Perubahan Regional (Urbanisasi dalam Perencanaan Wilayah) Perubahan Regional (Urbanisasi dalam Perencanaan Wilayah) Permalahan : Persebaran (distribusi) dan kesenjangan (disparitas) penduduk yang terlalu besar antara desa dengan kota dapat menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urbanisasi merupakan fenomena yang dialami oleh kota-kota besar di Indonesia khususnya. Urbanisasi tersebut terjadi karena belum meratanya pertumbuhan wilayah terutama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Parkir Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara. Sementara itu fasilitas parkir di luar badan jalan (off street parking)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya tingkat urbanisasi sangat berperan besar dalam meningkatnya jumlah penduduk di kota-kota besar. DKI Jakarta, sebagai provinsi dengan kepadatan penduduk tertinggi

Lebih terperinci

A. Pengertian Pusat Pertumbuhan Pusat pertumbuhan dapat diartikan sebagai suatu wilayah atau kawasan yang pertumbuhannya sangat pesat sehingga dapat

A. Pengertian Pusat Pertumbuhan Pusat pertumbuhan dapat diartikan sebagai suatu wilayah atau kawasan yang pertumbuhannya sangat pesat sehingga dapat A. Pengertian Pusat Pertumbuhan Pusat pertumbuhan dapat diartikan sebagai suatu wilayah atau kawasan yang pertumbuhannya sangat pesat sehingga dapat dijadikan sebagai pusat pembangunan yang memengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada era modern seperti sekarang ini, alat transportasi merupakan suatu kebutuhan bagi setiap individu. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendukung perkembangan

Lebih terperinci

Takdir Kota-Kota Penyangga. Arie Putra

Takdir Kota-Kota Penyangga. Arie Putra Takdir Kota-Kota Penyangga Arie Putra Memperhatikan pertumbuhan kota sudah menjadi tradisi dari pakar-pakar sejak ratusan tahun yang lalu. Kitab Muqaddimah karya Ibn Khaldun menjelaskan bahwa pertumbuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan perekonomian Indonesia saat ini sedang mengalami kemajuan, walaupun perkembangan tersebut dirasakan memiliki ketimpangan atau ketidakseimbangan pada pemerataan pembangunan

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bekasi, adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat yang terletak di sebelah timur Jakarta. Batas administratif Kota bekasi yaitu: sebelah barat adalah Jakarta, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting, mengingat bahwa fasilitas ruang parkir merupakan bagian dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. penting, mengingat bahwa fasilitas ruang parkir merupakan bagian dari sistem 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan ruang parkir merupakan masalah yang menjadi fenomena biasa terutama di kota-kota besar, seiring dengan meningkatnya kepemilikan kendaraan bermotor fasilitas

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2012 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYEDIAAN, PENYERAHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS PADA KAWASAN INDUSTRI, PERDAGANGAN,

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan

18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan 18 Desember 2013 STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan Deputi Gubernur Provinsi DKI Jakarta Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup 18 Desember 2013 Peran Jakarta

Lebih terperinci

Kebijakan. RPJMD (1 of 3) Arah Kebijakan (tahun)

Kebijakan. RPJMD (1 of 3) Arah Kebijakan (tahun) Visi: Jakarta Baru, kota modern yang tertata rapi, menjadi tempat hunian yang layak dan manusiawi, memiliki masyarakat yang berkebudayaan, dan dengan pemerintahan yang berorientasi pada pelayanan publik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar, dimana kondisi pusat kota yang demikian padat menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. besar, dimana kondisi pusat kota yang demikian padat menyebabkan terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan perkotaan sekarang ini terasa begitu cepat yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang semakin tinggi. Hal ini terutama terjadi di kotakota besar, dimana

Lebih terperinci

ARAHAN PENATAAN KAWASAN TEPIAN SUNGAI KANDILO KOTA TANAH GROGOT KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR

ARAHAN PENATAAN KAWASAN TEPIAN SUNGAI KANDILO KOTA TANAH GROGOT KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR ARAHAN PENATAAN KAWASAN TEPIAN SUNGAI KANDILO KOTA TANAH GROGOT KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR Oleh : IKHSAN FITRIAN NOOR L2D 098 440 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkait dengan pertumbuhan kota lainnya adalah unsur penduduk.

BAB I PENDAHULUAN. terkait dengan pertumbuhan kota lainnya adalah unsur penduduk. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota dalam perjalanannya selalu tumbuh dan berkembang, dan salah satu penyebab terjadinya pertumbuhan dan perkembangan kota adalah adanya pertumbuhan ekonomi. Dengan

Lebih terperinci

Lessons Learned Tata Ruang Kota Medan. Oleh Prof Bachtiar Hassan Miraza

Lessons Learned Tata Ruang Kota Medan. Oleh Prof Bachtiar Hassan Miraza 1 Lessons Learned Tata Ruang Kota Medan Oleh Prof Bachtiar Hassan Miraza Awalnya kota ini dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan konsep the green city. Kota ini dikelilingi oleh wilayah perkebunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai faktor-faktor yang tidak hanya berasal dari faktor demografi saja

BAB I PENDAHULUAN. mengenai faktor-faktor yang tidak hanya berasal dari faktor demografi saja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kependudukan adalah studi yang membahas struktur dan proses kependudukan yang terjadi di suatu wilayah yang kemudian dikaitkan dengan aspek-aspek non demografi. Struktur

Lebih terperinci

Menakar Kinerja Kota Kota DiIndonesia

Menakar Kinerja Kota Kota DiIndonesia Menakar Kinerja Kota Kota DiIndonesia Oleh Doni J Widiantono dan Ishma Soepriadi Kota-kota kita di Indonesia saat ini berkembang cukup pesat, selama kurun waktu 10 tahun terakhir muncul kurang lebih 31

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR TUGAS AKHIR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR REDESAIN RAU TRADE CENTER (RTC) DI KOTA SERANG Sebagai Pusat Perbelanjaan Bernuansa Modern Diajukan sebagai Pelengkap dan Syarat guna Mencapai Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Permukiman kumuh merupakan salah satu masalah yang dapat timbul

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Permukiman kumuh merupakan salah satu masalah yang dapat timbul BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permukiman kumuh merupakan salah satu masalah yang dapat timbul dalam suatu kota. Kota-kota di Indonesia tidak terkecuali, juga menghadapi masalah pertumbuhan permukiman

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. wilayahnya yang sebelumnya berbasis agraris menjadi Industri. Masuknya Industri

BAB V KESIMPULAN. wilayahnya yang sebelumnya berbasis agraris menjadi Industri. Masuknya Industri BAB V KESIMPULAN Perkembangan fisik Kota Bekasi paling besar terjadi akibat Industrialisasi dan juga Konsepsi Jabotabek. Pada awal pemerintahan Orde Baru melalui program Pelita yang salah satu tujuannya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN LAMONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN LAMONGAN 1 SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PENYEDIAAN FASILITAS PADA BANGUNAN UMUM DAN LINGKUNGAN BAGI DIFABEL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PENYEDIAAN FASILITAS PADA BANGUNAN UMUM DAN LINGKUNGAN BAGI DIFABEL PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PENYEDIAAN FASILITAS PADA BANGUNAN UMUM DAN LINGKUNGAN BAGI DIFABEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN Menimbang : a. bahwa kesamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pola pertumbuhan kota dan tingkat urbanisasi yang terjadi di Indonesia sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. letaknya ini, matahari dapat bersinar di wilayah Indonesia selama 12 jam per

BAB 1 PENDAHULUAN. letaknya ini, matahari dapat bersinar di wilayah Indonesia selama 12 jam per BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Iklim tropis yang ada di Indonesia diakibatkan karena letak Indonesia berada tepat di garis ekuator, yang berarti dekat dengan matahari. Dipengaruhi letaknya ini, matahari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota-kota besar di Indonesia sebagai pusat pembangunan telah. banyak mengalami perubahan dan kemajuan baik dalam bidang politik,

BAB I PENDAHULUAN. Kota-kota besar di Indonesia sebagai pusat pembangunan telah. banyak mengalami perubahan dan kemajuan baik dalam bidang politik, 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota-kota besar di Indonesia sebagai pusat pembangunan telah banyak mengalami perubahan dan kemajuan baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun sosial budaya.

Lebih terperinci

bagi para penghuni tetap disediakan unit perumahan dengan berbagai variasi ukuran dan harga. Penduduk yang tinggal di kota terapung ini bisa

bagi para penghuni tetap disediakan unit perumahan dengan berbagai variasi ukuran dan harga. Penduduk yang tinggal di kota terapung ini bisa Kota Terapung Bagaimana caranya mengapungkan sebuah kota di atas laut? Mudah saja! Kita hanya perlu meletakkan kota itu di atas sebuah kapal laut raksasa! Sebuah kapal yang juga merupakan satu kota mandiri

Lebih terperinci

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETERTIBAN JALAN, FASILITAS UMUM DAN JALUR HIJAU

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETERTIBAN JALAN, FASILITAS UMUM DAN JALUR HIJAU Menimbang BUPATI PURWAKARTA PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETERTIBAN JALAN, FASILITAS UMUM DAN JALUR HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA,

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 66 TAHUN 2012 TENTANG PENGATURAN PEMBUANGAN DAN PENGANGKUTAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 66 TAHUN 2012 TENTANG PENGATURAN PEMBUANGAN DAN PENGANGKUTAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 66 TAHUN 2012 TENTANG PENGATURAN PEMBUANGAN DAN PENGANGKUTAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEGAL, Menimbang : a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

EVALUASI KESESUAIAN FAKTOR FAKTOR PENDUKUNG LOKASI DAN FUNGSI PUSAT KOTA PADA KOTA PINGGIRAN METROPOLITAN ( STUDI KASUS : KOTA MRANGGEN) TUGAS AKHIR

EVALUASI KESESUAIAN FAKTOR FAKTOR PENDUKUNG LOKASI DAN FUNGSI PUSAT KOTA PADA KOTA PINGGIRAN METROPOLITAN ( STUDI KASUS : KOTA MRANGGEN) TUGAS AKHIR EVALUASI KESESUAIAN FAKTOR FAKTOR PENDUKUNG LOKASI DAN FUNGSI PUSAT KOTA PADA KOTA PINGGIRAN METROPOLITAN ( STUDI KASUS : KOTA MRANGGEN) TUGAS AKHIR Oleh: SENO HARYO WIBOWO L2D 098 464 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Pulau Jawa merupakan salah satu bagian dari lima pulau besar di

IV. GAMBARAN UMUM. Pulau Jawa merupakan salah satu bagian dari lima pulau besar di 51 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Administratif Pulau Jawa merupakan salah satu bagian dari lima pulau besar di Indonesia, yang terletak di bagian Selatan Nusantara yang dikenal sebagai negara

Lebih terperinci

Berdasarkan, Juknis LLAJ, Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur:

Berdasarkan, Juknis LLAJ, Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur: TERMINAL Dalam pencapaian pembangunan nasional peranan transportasi memiliki posisi yang penting dan strategi dalam pembangunan, maka perencanaan dan pengembangannya perlu ditata dalam satu kesatuan sistem

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP VI.1. Temuan Studi

BAB VI PENUTUP VI.1. Temuan Studi BAB VI PENUTUP Pada bab terakhir ini dipaparkan beberapa hal sebagai bagian penutup, yakni mengenai temuan studi, kesimpulan, rekomendasi, kelemahan studi serta saran studi lanjutan. VI.1. Temuan Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada prinsipnya semua bentuk dan keadaan kehidupan dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada prinsipnya semua bentuk dan keadaan kehidupan dalam kegiatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada prinsipnya semua bentuk dan keadaan kehidupan dalam kegiatan masyarakat baik sosial budaya, sosial ekonomi maupun jumlah penduduk akan mengalami perubahan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan tempat kosentrasi kegiatan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, meliputi kegiatan industri, perkantoran, hingga hunian. Perkembangan kegiatan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5883 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 101). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

STUDI DAERAH RAWAN AIR SEBAGAI PERTIMBANGAN PRIORITAS PENYEDIAAN AIR BERSIH DI KOTA TANGERANG

STUDI DAERAH RAWAN AIR SEBAGAI PERTIMBANGAN PRIORITAS PENYEDIAAN AIR BERSIH DI KOTA TANGERANG STUDI DAERAH RAWAN AIR SEBAGAI PERTIMBANGAN PRIORITAS PENYEDIAAN AIR BERSIH DI KOTA TANGERANG TUGAS AKHIR TKP 481 oleh : Maulana Chusna L2D 300 367 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Indonesia negara yang sedang berkembang, pembangunannya terus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Indonesia negara yang sedang berkembang, pembangunannya terus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia negara yang sedang berkembang, pembangunannya terus mengalami peningkatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat, penggunaan teknologi informasi tidak hanya dimanfaatkan dalam dunia usaha, namun juga telah merambah

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 31 TAHUN 1995 TENTANG TERMINAL TRANSPORTASI JALAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 31 TAHUN 1995 TENTANG TERMINAL TRANSPORTASI JALAN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 31 TAHUN 1995 TENTANG TERMINAL TRANSPORTASI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN Menimbang: a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk kota Surabaya lebih dari tiga juta jiwa. Dari sekitar 290 km 2 (29.000)

BAB I PENDAHULUAN. penduduk kota Surabaya lebih dari tiga juta jiwa. Dari sekitar 290 km 2 (29.000) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Surabaya adalah kota metropolis dengan mobilitas penduduk sangat tinggi. Kota Surabaya saat ini tumbuh menjadi kota besar yang modern. Jumlah penduduk kota Surabaya

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN Letak Geografis dan Luas Wilayah Kota Tangerang Selatan terletak di timur propinsi Banten dengan titik kordinat 106 38-106 47 Bujur Timur dan 06 13 30 06 22 30 Lintang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENAMAAN JALAN DAN PENOMORAN BANGUNAN BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA KABUPATEN WAKATOBI TAHUN

Lebih terperinci

6 Semua negara di Oceania, kecuali Australia dan Selandia Baru (New Zealand).

6 Semua negara di Oceania, kecuali Australia dan Selandia Baru (New Zealand). GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM 2013 24 Sesi NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG : 2 A. PENGERTIAN NEGARA BERKEMBANG Negara berkembang adalah negara yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi rendah, standar

Lebih terperinci

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Kota adalah kumpulan tempat tinggal dan lainnya dengan ukuran lebih besar dibanding desa. Kota mengandung empat hal utama, yaitu menyediakan fasilitas perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Manusia sebagai Makhluk Mobile Pada dasarnya manusia memiliki sifat nomaden atau berpindah tempat. Banyak komunitas masyarakat yang suka berpindah-pindah tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemukiman kumuh merupakan masalah yang dihadapi oleh hampir semua kota kota besar di Indonesia bahkan kota-kota besar di negara berkembang lainnya. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci