BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Jenis kandang biawak ekor biru yang terdapat di PT Mega Citrindo

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Jenis kandang biawak ekor biru yang terdapat di PT Mega Citrindo"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Manajemen Penangkaran Perkandangan a. Jenis dan Fungsi Kandang Penangkaran biawak ekor biru di perusahaan ini termasuk jenis penangkaran yang dilakukan secara intensif. Jenis kandang biawak ekor biru yang dapat dijumpai di PT Mega Citrindo adalah kandang permanen yang berada di luar ruangan dan kandang berupa box plastik yang berada di dalam ruangan. Jumlah kandang permanen untuk biawak ekor biru adalah 7 kandang dan selebihnya beberapa kandang berupa box plastik. Berikut data mengenai jenis dan ukuran kadang berdasarkan hasil pengamatan di lapangan (Tabel 3). Tabel 3. Jenis kandang biawak ekor biru yang terdapat di PT Mega Citrindo Jenis No. Kadang 1. Kandang permanen 2. Kandang box penampung Ukuran (p x l x t) Jumlah unit Kapasitas/ Kandang Fungsi 2,23mx 3,06m x 2,03m 7 2 ekor Tempat hidup biawak dewasa dan remaja a. 64cm x 34cm x 31cm b. 42cm x 30cm x 30cm ekor 2 ekor Tempat penampung biawak anakan Kandang permanen yang terletak di luar ruangan selain digunakan sebagai tempat hidup biawak, kandang ini juga dijadikan sebagai kandang penjodohan. Perusahaan ini memiliki 5 kandang yang berisi 5 pasang biawak jantan dan betina. Biawak-biawak tersebut dipasangkan dengan harapan dapat melakukan aktivitas reproduksi sehingga dapat berkembang biak. Meskipun perlakuan-perlakuan khusus untuk menunjang proses reproduksi biawak ekor biru belum dilakukan oleh perusahaan ini. Kandang box plastik hanya digunakan sebagai box penampung selama biawak tersebut belum diekspor. Biawak anakan yang baru didatangkan dari pihak pengumpul langsung dimasukkan ke dalam box tersebut. Selain sebagai kandang penampung, box juga digunakan sebagai kandang adaptasi. Perawatan dan pemberian pakan terhadap biawak anakan dilakukan pada box penampung

2 tersebut. Seluruh box penampung ditempatkan pada satu ruangan untuk memudahkan dalam proses pemeliharaan dan perawatan terutama untuk pembersihan box dan pemberian pakan pada anakan biawak. Berikut adalah gambar kandang permanen dan box penampung yang ada di perusahaan (Gambar 6 dan 7) sedangkan lebih jelasnya sketsa dan gambar kandang terdapat pada Lampiran 4, 6, 7 dan 8. Gambar 6. Kandang permanen. Gambar 7. Kandang box penampung. b. Konstruksi Kandang Konstruksi kandang harus dibuat dengan bahan yang kuat untuk menghindari biawak lepas dari kandang atau satwa lain dapat masuk (Bennett 1998). Berdasarkan hasil pengamatan, konstruksi kandang biawak di perusahaan cukup bervariasi terutama pada jenis kandang permanen yang berada di luar ruangan. Masing-masing jenis kandang memiliki konstruksi yang berbeda-beda yang disesuaikan berdasarkan fungsi kandang. Berikut penjelasan mengenai konstruksi pada masing-masing kandang biawak ekor biru (Varanus doreanus) yang ada di PT Mega Citrindo. 1. Kandang Permanen Konstruksi kadang permanen terdiri dari tembok, kawat loket, besi sebagai pondasi, dan seng sebagai atap. Pada sisi-sisi kandang dibangun tembok setinggi 153 cm dan diberi tambahan kawat loket setinggi 49 cm. Kawat loket selain berguna untuk sirkulasi udara juga digunakan biawak untuk bertengger karena di alam biawak sering bertengger dan beristirahat di dahan pohon. Sisi tembok belakang kandang dibuat agak kasar agar biawak dapat melakukan aktivitas memanjat. Perlakukan tersebut menjadi salah satu enrichment (pengkayaan) di dalam kandang karena melihat kebiasaan biawak pada umumnya di alam adalah

3 sering melakukan aktivitas memanjat. Bagian atap kandang dibuat sebagian tertutup oleh seng dan sebagian tertutup oleh kawat loket, agar cahaya matahari dan air hujan dapat langsung masuk ke dalam kandang untuk menciptakan kondisi cuaca alami seperti di habitat aslinya. Ukuran lubang kawat pada kandang indukan 1 cm x 1 cm sedangkan untuk kandang biawak remaja ukuran lubang kawat 0,5 cm x 0,5 cm. Perbedaan ukuran lubang kawat disesuaikan dengan kelas umur dan ukuran tubuh biawak dengan tujuan mencegah kemungkinan biawak melarikan diri. Tindakan keamanan lain yang dilakukan agar biawak tidak melarikan diri adalah dengan membuat pintu yang tidak terlalu besar. Pintu kandang berukuran 99 cm x 80 cm, terbuat dari bahan yang kuat yaitu besi dan kawat. Ukuran pintu yang tidak terlalu besar dibuat agar saat membersihkan kandang ataupun memberi makan biawak tidak mudah untuk melarikan diri. 2. Kandang (box) Penampung Konstruksi kadang (box) penampung untuk anakan biawak adalah plastik. Box penampung tertutup rapat dan terdapat lubang pada bagian tutupnya. Lubang tersebut berguna untuk sirkulasi udara di dalam box. Box penampung dengan berbagai ukuran ini dapat diisi 1-2 ekor biawak tergantung ukuran tubuh biawak. Box penampung ditempatkan dalam sebuah ruangan bersama dengan jenis satwa reptil lainnya. Gambar dan konstruksi kandang dapat dilihat pada Lampiran 1. c. Peralatan dan Perlengkapan Kandang Peralatan dan perlengkapan kandang memiliki peranan penting agar satwa yang berada di dalamnya merasa nyaman. Kondisi kandang yang dibuat sesuai dengan kehidupan satwa di alam menjadi salah satu usaha yang dapat meningkatkan kesejahteraan satwa di kandang. Menurut Appbley dan Hughes (1997), salah satu dari 5 prinsip kesejahteraan satwa adalah bebas dari rasa tidak nyaman. Keadaan tersebut dapat diciptakan dengan menyediakan kandang yang sesuai dengan habitat alami satwa tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan peralatan dan perlengkapan kandang yang disediakan di dalam kandang permanen diantaranya, yaitu : 1. Batang pohon sebagai tempat bertengger dan tempat memanjat. 2. Bak air sebagai tempat penampung air untuk minum dan berendam.

4 3. Paralon beton sebagai shelter atau tempat biawak bernaung. 4. Pasir putih yang tidak terlalu kasar. 5. Batu kerikil yang bulat sebagai alas tempat biawak berjemur. Untuk menghindari pencurian pada satwa di dalam kandang, maka pintu kandang selalu ditutup dengan kunci gembok. Berikut gambar peralatan dan perlengkapan kandang biawak ekor biru (Varanus doreanus) yang disediakan oleh PT Mega Citrindo (Gambar 8). a b c Gambar 8. Perlengkapan kandang; (a) batang pohon tempat bertengger; (b) batu kerikil; (c) bak air minum. Pemilihan batang pohon sebagai tempat memanjat dan bertengger biawak harus diperhatikan kualitasnya. Menurut Bennett (1998) dalam pemilihan batang pohon untuk biawak di kandang, hindari batang yang sudah busuk dan yang memiliki getah atau resin. Batang-batang tersebut harus terjamin kualitasnya untuk menghindari keracunan ataupun gangguan kesehatan lainnya. Batu kerikil yang bulat berfungsi sebagai tempat berjemur biawak yang diletakkan di sebagian lantai kandang. Batu dapat menyerap panas secara perlahan dan dapat menahan suhu panas tersebut (Bennett 1998). Penggunaan batu kerikil juga dapat mengurangi kondisi yang lembab di dalam kandang (Fowler 1978). Begitu pula dengan pasir sebagai penghantar panas yang cukup baik, sehingga biawak tetap mendapatkan suhu yang diinginkannya selama di dalam kandang.

5 Meskipun di alam banyak jenis biawak dapat bertahan hidup (survive) tanpa pernah minum atau jarang terlihat minum (Breen 1974), namun di dalam kandang harus tetap disediakan bak air minum. Ukuran bak air minum yang digunakan adalah 41 cm x 31 cm x 13,5 cm. Biawak ekor biru (Varanus doreanus) juga sering membenamkan tubuhnya ke dalam air sehingga di dalam kandang juga perlu disediakan bak penampung air yang cukup besar agar biawak dapat minum dan sekaligus melakukan aktivitas berendam. Di alam, shelter biawak adalah di lubang-lubang tanah, rumah rayap pada gundukan tanah, celah batu, lubang alami pada pohon, vegetasi yang rapat atau di bawah batu (Bennett 1998). Shelter tersebut digunakan tidak hanya untuk menghindar dari predator akan tetapi untuk menjaga kondisi suhu tubuh ketika kondisi cuaca buruk. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut di dalam kandang perusahaan ini disediakan sebuah paralon beton yang digunakan sebagai shelter biawak. Di sekitar shelter sebagian lantai kandang diberi pasir putih seperti bak pasir agar biawak dapat melakukan aktivitas menggali sepertinya di alam. Berikut adalah gambar shelter biawak ekor biru yang diletakkan di atas pasir (Gambar 9). Gambar 9. Shelter biawak di kandang. Peralatan dan perlengkapan kandang seperti batang pohon atau shelter harus dibangun dengan kondisi yang kuat dan kokoh untuk menghindari kecelakaan atau luka pada biawak karena mengingat biawak juga memiliki tenaga yang cukup kuat untuk dapat merusak perlengkapan kandang tersebut. Peralatan dan perlengkapan pada box penampung hanya terdapat beberapa lembar kertas koran. Kertas koran berfungsi sebagai tempat persembunyian (shelter) biawak anakan. Selain itu kertas koran juga berguna untuk menyerap cairan dari kotoran biawak agar box tidak dalam kondisi basah.

6 d. Suhu dan Kelembaban Kandang Hasil pengukuran suhu dan kelembaban rata-rata kandang biawak yang terdapat di dalam dan di luar ruangan seperti disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5. Tabel 4. Data suhu dan kelembaban kandang di dalam ruangan Waktu Suhu Rataan ( o C) Kelembaban Rataan (%) Rata-rata 28 83,25 Tabel 5. Data suhu dan kelembaban kandang di luar ruangan Waktu Suhu Rataan ( o C) Kelembaban Rataan (%) Rata-rata 28 85,25 Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa kondisi suhu di dalam dan di luar ruangan adalah sama yaitu 28 o C. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi suhu di dalam ruangan cukup tinggi. Sebagaimana diketahui pada umumnya semua jenis reptil membutuhkan suhu tubuh berkisar 20 o C - 40 o C untuk melakukan aktivitasnya, sementara khusus untuk biawak ekor biru dapat hidup pada suhu 27ºC - 31ºC (Anonim 2007). Berdasarkan kondisi suhu yang dibutuhkan untuk hidup beraktivitas seperti disebutkan di atas, maka hasil pengukuran kondisi suhu di dalam maupun di luar kandang masih dalam batas normal bagi hidup biawak. Hasil pengukuran kelembaban kandang baik di dalam ruangan maupun di luar ruangan (83,25 % dan 85,25 %) menunjukkan bahwa kondisi kelembaban kandang di PT Mega Citrindo masih berada dalam batas kondisi kelembaban yang sesuai dengan biawak. Tingkat kelembaban udara untuk biawak ekor biru (Varanus doreanus) adalah 70% - 90% (Anonim 2007). Meskipun suhu dan kelembaban rata-rata di dalam kandang penangkaran ini relatif sesuai dengan suhu dan kelembaban yang diperlukan biawak untuk hidup dan beraktivitas, namun pada kenyataannya terjadi fluktuasi suhu dan kelembaban harian di dalam

7 kandang penangkaran. Fluktuasi suhu dan kelembaban tersebut pada dasarnya berpengaruh terhadap aktivitas biawak. Biawak akan bergerak mencari tempat yang sesuai dengan suhu yang diinginkan tubuhnya. Di alam fluktuasi suhu dan kelembaban sangat bervariasi karena dipengaruhi oleh musim dan kondisi lingkungannya. Sementara di penangkaran kondisi suhu dan kelembaban dapat dikendalikan agar sesuai dengan kondisi optimum yang diperlukan biawak. Cara yang dilakukan dalam manajemen PT Mega Citrindo antara lain melalui pemasangan kipas angin dan pembuatan atap kandang semi terbuka yang hanya sebagian atap kandang ditutup dengan kawat loket agar sinar matahari dapat masuk ke dalam kandang dan sirkulasi udara dapat berjalan dengan baik. Berikut adalah gambar grafik yang menunjukkan fluktuasi suhu dan kelembaban rata-rata yang terjadi pada waktu pagi, siang, sore dan malam hari pada kandang di luar ruangan (Gambar 10). Suhu Pagi Siang Sore Malam Kelembaban Pagi Siang Sore Malam Gambar 10. Grafik fluktuasi suhu dan kelembaban kandang di luar ruangan. Keadaan kandang mengalami peningkatan suhu pada pukul WIB (siang) yaitu mencapai 32 o C dan penurunan kelembaban menjadi 62%, yakni pada puncak panasnya matahari. Pada saat itu, biawak terkadang belum melakukan aktivitas berjemur karena kondisi matahari yang masih terlalu panas. Kelembaban tertinggi terjadi pada pukul WIB (pagi) yaitu mencapai 100% dengan suhu 24 o C. Pada kondisi ini biawak juga belum terlihat melakukan aktivitas. Fluktuasi suhu dan kelembaban juga terjadi pada kandang yang berada di dalam ruangan. (Gambar 11).

8 Suhu Pagi Siang Sore Malam Kelembaban Pagi Siang Sore Malam Gambar 11. Fluktuasi suhu dan kelembaban kandang di dalam ruangan. Fluktuasi suhu kandang di dalam ruangan juga terlihat hampir sama dengan suhu kandang di luar ruangan. Suhu meningkat pada pukul yaitu 31 o C dengan kelembaban 71%. Perubahan suhu dari waktu siang ke waktu sore juga tidak mengalami perubahan yang cukup drastis. Begitu pula pada malam hari, suhu rata-rata ruangan cukup normal yaitu 26 o C dengan kelembaban 87%. Suhu ruangan pada dasarnya sedikit stabil dibandingkan dengan suhu kandang di luar ruangan. Kondisi kandang di luar ruangan memiliki kemungkinan besar untuk mengalami fluktuasi suhu yang cukup fluktuatif. Konstruksi kandang dan modifikasi bentuk bangunan kandang sebaiknya dapat menunjang terciptanya suhu dan kelembaban kandang yang sesuai bagi biawak. Bahan konstruksi kandang dan bahan perlengkapan kandang juga perlu diperhatikan karena bahan yang dapat menghantarkan panas lebih lama dan cepat akan berpengaruh pada suhu dan kelembaban kandang. e. Perawatan Kandang Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola maupun pengamatan yang dilakukan selama penelitian diperoleh gambaran umum tentang perawatan kandang, yaitu sebagai berikut : 1. Tujuan perawatan kandang dilakukan untuk menjaga agar biawak dapat hidup dan tumbuh dengan sehat dan terhindar dari serangan penyakit. 2. Lingkup kegiatan perawatan kandang yang dilakukan mencakup dua kegiatan utama yang bersifat rutin dan insidental. Kegiatan yang bersifat rutin adalah kegiatan pembersihan kandang dan fasilitas pendukung (tempat makan dan minum), sedangkan kegiatan insidental adalah penggantian atau perbaikan bagian kandang maupun fasilitas pendukung kandang yang

9 mengalami kerusakan seperti penggantian tempat bertengger dan memanjat yang rusak. Kegiatan pembersihan kandang dilakukan baik pada kandang permanen maupun kandang penampung (box). Kandang permanen biasanya dibersihkan setiap 2 hari sekali dengan air yang mengalir untuk membersihkan kotoran biawak dan menghindari biawak dari berbagai jenis penyakit. Bak air minum dibersihkan dengan menggunakan sabun setiap 1 minggu sekali. Batang pohon sebagai tempat bertengger dan memanjat biawak yang telah lapuk secara insidental diganti dengan batang yang baru untuk menghindari serangan tungau ataupun caplak pada biawak, karena biasanya tungau ataupun caplak menyukai kayu-kayu yang telah lapuk. Penggantian juga secara insidental dilakukan pada pasir sebagai alas lantai kandang. Pasir yang telah terkena kotoran biawak dalam waktu lama biasanya pasir diganti setiap 1-2 bulan sekali untuk menghindari kemungkinan berkembangnya parasit yang dapat mengganggu kesehatan biawak. Setiap hari bagian atap kandang juga dibersihkan dari daun-daun yang gugur dari pohon peneduh kandang. Pembersihan pada box penampung dilakukan 2 hari sekali yaitu dengan membersihkan box menggunakan air yang mengalir. Pembersihan box dilakukan untuk menghilangkan kotoran biawak yang menempel di dasar box. Koran pada box penampung juga diganti 2 kali dalam seminggu. Apabila kondisi koran telah basah dan bau, koran langsung diganti oleh petugas untuk menghindari penyakit dan kematian pada anakan biawak. f. Sistem Sanitasi Kandang Kandang permanen dilengkapi dengan pipa pembuangan yang berfungsi mengaliri air pada saat membersihkan kandang. Di bagian dalam kandang juga disediakan kran air sebagai sumber air yang membantu dalam pembersihan kandang. Berikut gambar sistem sanitasi kandang biawak di penangkaran ini (Gambar 12).

10 (a) (b) (c) Gambar 12. Sistem sanitasi kandang biawak ekor biru (a) kran air; (b) pipa pembuangan air kotor di dalam kandang; (c) pipa pembuangan di luar kandang. Air kotor yang berasal dari kandang dialiri ke sebuah kolam. Air dalam kolam tersebut akan berkurang karena air (limbah kandang) mengalir ke saluran pembuangan limbah. Perusahaan tersebut memiliki 3 tempat pembuangan limbah kandang sehingga seluruh air limbah dapat terdistribusi dengan baik dalam sistem pembuangannya. Berikut adalah gambar tempat pembuangan limbah kandang yang terdapat di perusahaan tersebut (Gambar 13). (a) Gambar 13. Tempat pembuangan limbah kandang; (a) bagian dalam tempat pembuangan; (b) bagian luar tempat pembuangan. Sistem sanitasi kandang yang baik akan mempengaruhi pada kondisi kesehatan satwa yang berada di dalam kandang karena kotoran kandang mengandung banyak bakteri berbahaya yang secara langsung dapat menimbulkan penyakit pada satwa atau bahkan ada yang bersifat zoonosis (penyakit pada satwa yang menular ke manusia). (b)

11 4.1.2 Manajemen Pakan a. Jenis dan Jumlah Pakan Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, terdapat 3 jenis pakan biawak yang dijumpai di penangkaran ini yaitu anak ayam, anak tikus dan jangkrik. Biawak dewasa hanya diberikan pakan anak ayam sedangkan biawak remaja diberikan 2 jenis pakan yaitu anak tikus dan anak ayam. Biawak anakan diberikan 3 jenis pakan yaitu jangkrik, anak ayam dan anak tikus. Jumlah pemberian pakan berbeda-beda karena disesuaikan dengan ukuran tubuh biawak atau bobot badannya. Biawak yang berukuran tubuh lebih besar atau memiliki bobot yang besar diberikan jumlah pakan yang lebih banyak. Berikut adalah jenis dan jumlah pakan yang diberikan untuk biawak ekor biru serta persentase jumlah pakan yang diberikan pengelola terhadap bobot badan biawak (Tabel 6). Tabel 6. Rincian jumlah pakan yang diberikan pada biawak selama seminggu Kelas Umur Biawak Ratarata BB (gram) Jenis, Jumlah dan Rataan Berat Pakan Jangkrik Anak tikus Anak ayam (ekor);(gram) (ekor);(gram) (ekor);(gram) Persentase jumlah pakan terhadap bobot badan (%) Anakan 50 6;(0,5) 2;(8) 1;(20) 57 Remaja 616,7-3;(24) 3;(60) 13,62 Dewasa ;(160) 9,01 Penyediaan pakan sangat tergantung dengan kondisi keuangan perusahaan. Pemberian pakan diberikan setiap seminggu sekali. Variasi pemberian pakan pada satwa di kandang baik dilakukan karena satu jenis pakan belum tentu dapat memenuhi kebutuhan gizi satwa tersebut. Jumlah pakan yang diberikan untuk biawak anakan lebih banyak dan bervariasi. Persentasi jumlah pakan terhadap bobot badannya tertinggi yaitu 57%, Hal ini karena pada masa anakan, pakan banyak digunakan untuk menunjang pertumbuhannya. Biawak mengalami pertumbuhan yang cepat pada awal pertumbuhan (Bennett 1998), sehingga pada masa anakan sebaiknya diberi pakan yang lebih banyak. Biawak remaja biasanya mengalami obesitas atau kegemukan bila pemberian pakannya

12 tidak disesuaikan (Bennett 1998). Jantan biasanya memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami kegemukan. b. Nilai Gizi Pakan Perusahaan tidak memberikan pakan tambahan seperti suplemen yang mengandung vitamin dan mineral. Padahal penyediaan nutrisi, vitamin, dan mineral merupakan salah satu syarat agar satwa tersebut dapat tumbuh dengan baik dan sehat (Bennett 1998). Pemberian suplemen juga dapat memenuhi kebutuhan nutrisi yang kurang terpenuhi pada pakan yang selama ini telah diberikan. Berikut rincian kandungan gizi pakan biawak ekor biru yang terdapat pada jenis pakan jangkrik, anak tikus dan anak ayam (Tabel 7). Tabel 7. Kandungan gizi pakan biawak ekor biru (Varanus doreanus) No. Jenis Pakan Kandungan Gizi 1 Jangkrik Kandungan asam amino lysine dan cystein yang tinggi, asam lemak omega-3 dan omega-6, protein kolagen, dan karbohidrat. 2 Anak Ayam Protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, B1, B2, C, E, asam lemak tak jenuh. 3 Anak tikus Kandungan lemak yang tinggi. Sumber : Anonim (2005). c. Cara Pemberian Pakan dua cara, yaitu : Pemberian pakan biawak yang dilakukan oleh perusahaan ini memiliki 1. Disodorkan langsung pada biawak. Pakan dijepit dengan menggunakan pinset dan diletakkan ke dalam kandang. Pemberian pakan dengan cara ini dilakukan pada biawak anakan yang terdapat di dalam box penampung. 2. Meletakkan pakan di dalam kandang dan dibiarkan hingga biawak tersebut memakannya. Pemberian dengan cara ini dilakukan pada biawak remaja dan dewasa. Hal ini dilakukan untuk menjaga keselamatan pengelola yang memberi pakan karena biawak juga termasuk satwa yang ganas apabila telah dewasa.

13 d. Anggaran Biaya Penyediaan Pakan Pengadaan pakan seperti anak ayam, jangkrik dan anak tikus dilakukan dengan membeli langsung dari peternakan. Namun untuk pakan jenis tikus (mencit), pihak pengelola mencoba membuat peternakan tikus putih (mencit) untuk memenuhi tambahan pakannya. Perusahaan juga menyediakan gudang pakan untuk menyimpan persediaan pakan satwa. Berikut adalah gambar peternakan mencit yang telah dilakukan oleh perusahaan ini (Gambar 14). Gambar 14. Peternakan tikus di PT Mega Citrindo. Rincian pengeluaran dana pembelian pakan jenis jangkrik, anak ayam dan anak tikus untuk 16 ekor biawak yang ada di perusahaan ini selama seminggu adalah sebagai berikut (Tabel 8). Tabel 8. Jumlah dan biaya pengadaan pakan biawak per bulan No. Jenis Pakan Jumlah Pakan Harga (Rp) (ekor) 1 Jangkrik ,00 2 Anak tikus ,00 3 Anak ayam ,00 Total Pengeluaran ,00 Berdasarkan Tabel 8. diketahui bahwa perusahaan ini menghabiskan dana untuk pembelian pakan (ayam, jangkrik dan tikus) biawak ekor biru setiap bulannya adalah sebesar Rp ,00. Setiap minggunya perusahaan menyediakan dana sebesar Rp ,00 untuk pemberian pakan biawak yang dilakukan sekali dalam seminggu Pemeliharaan Kesehatan a. Pencegahan Penyakit Kegiatan pencegahan penyakit yang dilakukan perusahaan ini adalah dengan melakukan pembersihan kandang secara rutin 2 hari sekali dengan air

14 mengalir dan pengaturan sistem sanitasi kandang yang baik untuk mencegah berkembangnya penyakit di dalam kandang. Tempat air minum dibersihkan sekali dalam seminggu guna menghindari penularan penyakit melalui air minum. Penyakit pada satwa di kandang dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal yang mempengaruhi salah satunya adalah kondisi kandang yang tidak terawat. Pembersihan kandang yang tidak teratur memberi kesempatan berbagai jenis penyakit seperti parasit yang dapat menyerang biawak. Suhu, kelembaban, cahaya dan sirkulasi udara yang kurang baik juga dapat memberikan pengaruh yang buruk pada kondisi kesehatan biawak. Jumlah dan kualitas pakan yang tidak cukup terpenuhi juga akan mempengaruhi daya tahan tubuh sehingga kondisi kesehatan biawak menjadi terganggu. Apabila pakan yang diberikan telah terkontaminasi dengan bakteri atau jenis organisme lain yang merugikan maka akan mengganggu kondisi kesehatan biawak. Kebutuhan nutrisi, vitamin, mineral dan senyawa lain yang diperlukan oleh tubuh biawak yang tidak tercukupi juga akan mengakibatkan gangguan kesehatan pada biawak. Biawak yang terkena penyakit sebaiknya dipisahkan dengan biawak yang sehat untuk menghindari penularan penyakit pada biawak yang sehat. b. Jenis Penyakit dan Pengobatannya Jenis penyakit biawak ekor biru yang dijumpai di perusahaan ini berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan pihak pengelola adalah penyakit caplak dan cacingan. Selama ini belum ada biawak yang mati karena penyakit tersebut, namun kemungkinan kematian biawak juga dapat disebabkan karena serangan caplak dan cacingan. Selama pengamatan di lapangan, terdapat 2 ekor biawak ekor biru yang mati. Kematian biawak terjadi karena biawak berada terlalu lama di dalam box penampung dan kurang mendapatkan cahaya matahari. Pada musim hujan, kondisi suhu kandang di dalam ruangan menjadi rendah dan kelembaban meningkat. Pada kondisi ini banyak jenis reptil di perusahaan ini mengalami kematian. Serangan berbagai penyakit pada biawak juga dapat menurunkan daya tahan tubuh biawak sehingga tidak mampu beradaptasi dengan perubahan suhu di lingkungan sekitar kandang. Berikut adalah

15 deskripsi gejala penyakit yang dialami pada biawak berdasarkan hasil wawancara dan studi literatur (Tabel 9). Tabel 9. Jenis penyakit biawak ekor biru (Varanus doreanus) dan deskripsi gejala penyakitnya No. Jenis Penyakit Deskripsi Gejala 1 Caplak Satwa mengalami anemia karena darah terus dihisap, gelisah, satwa yang mengalami tick paralysis akan terjadi kejangkejang motorik selama 1-4 hari (Subronto 2006). Kerusakan kulit pada bagian yang diserang. 2 Cacingan Nafsu makan menurun bahkan tidak mau makan, kadang timbul benjolan-benjolan pada bagian tubuhnya. 1. Caplak Caplak ternyata memiliki peranan yang lebih merugikan dibandingkan dengan lalat tse tse yang menyebarkan penyakit virus dan protozoa khususnya di negara tropik atau subtropik (Soulsby 1982 dalam Wijayanti 2007). Caplak biawak biasanya menyerang di bagian kulit biawak seperti di sela-sela jari, ketiak, selangkangan, perut, sekitar kloaka, selaput telinga dan bagian tubuh lainnya. Caplak tersebut dapat melukai biawak hingga kulit menjadi sobek dan menyebabkan luka pada kulit biawak. Berikut gambar caplak yang menyerang pada bagian tubuh biawak (Gambar 15). a b c d Gambar 15. Bagian tubuh biawak yang terserang caplak (a) lengan bawah; (b) perut; (c) ketiak; (d) selaput telinga.

16 Caplak dapat merusak kulit biawak sehingga kulit dapat mengalami pembusukan dan luka. Menurut Subronto (2006), gigitan caplak dapat mengakibatkan berbagai kerugian diantaranya, yaitu : a. Terjadinya luka-luka traumatik. b. Inang (hospes) akan kehilangan darah. c. Hospes akan tertular oleh berbagai penyakit yang dibawa oleh caplak (selaku vektor). d. Pada keadaan tertentu dapat terjadi depresi syaraf motorik hospes, atau dikenal dengan nama tick-paralysis. Caplak dapat menjadi agen penyakit seperti kuman, virus dan protozoa. Seekor betina dewasa dapat menghisap darah antara 0,5 2,0 ml bahkan bisa lebih hingga hospes dapat mengalami anemia (Subronto 2006). Salah satu jenis caplak yang menyerang biawak ekor biru (Varanus doreanus) yang telah berhasil diidentifikasi adalah Aponomma sp. Berdasarkan hasil pengamatan dengan menggunakan stereo mikroskop perbesaran 4 kali, caplak ini tidak memiliki mata pada skutumnya. Menurut Levine (1990) caplak yang masuk ke dalam genus Aponomma tidak terdapat mata pada skutumnya. Aponomma sp memiliki kemiripan dengan Amblyomma sp, perbedaannya adalah Amblyomma sp memiliki mata pada skutumnya sedangkan Aponomma sp tidak memiliki mata. Bentuk skutum Aponomma sp seperti buah apel berbeda dengan Amblyomma sp yang memiliki bentuk skutum agak runcing. Ukuran caplak yang ditemukan adalah 3 cm x 5 cm. Berikut gambar salah satu caplak yang ditemukan pada biawak ekor biru dan sketsa bentuk skutumnya (Gambar 16). Tidak ada mata (a) Gambar 16. Morfologi caplak pada biawak ekor biru (a) bentuk tubuh caplak; (b) bentuk skutum Aponomma sp. (b)

17 Aponomma sp merupakan caplak yang hanya ditemukan pada satwa reptil (Soulsby 1982). Pengobatan penyakit caplak yang dilakukan pihak pengelola adalah dengan melakukan penyemprotan kandang 1 minggu atau 2 minggu sekali dengan menggunakan neguvon. Obat ini dikemas dalam bentuk serbuk yang kemudian dilarutkan dengan air dengan takaran 2 sendok makan neguvon untuk ± 5 liter air. Berikut gambar jenis obat yang digunakan untuk mengobati penyakit caplak pada biawak (Gambar 17). (a) Gambar 17. Jenis obat yang digunakan untuk mengobati penyakit caplak (a) obat neguvon; (b) neguvon dalam bentuk serbuk. Waktu penyemprotan disesuaikan dengan kondisi cuaca. Apabila keadaan berangin atau musim hujan, penyemprotan tidak dilakukan karena obat akan hilang tertiup angin atau terbawa oleh air hujan. 2. Cacingan Penyakit cacingan dapat diidentifikasi dengan melihat feses pada penderitanya. Feses biawak akan ditemukan cacing bila biawak tersebut mengalami cacingan. Berikut gambar feses biawak ekor biru yang ditemukan di dalam kandang (Gambar 18). (b) Gambar 18. Feses biawak ekor biru.

18 Untuk mengetahui jenis cacing yang menyerang dapat dilakukan identifikasi di laboratorium dengan menggunakan sample pada fesesnya. Jenis penyakit ini disebut endoparasit karena penyakit tersebut tinggal di dalam tubuh induk semang (hospes) (Levine 1990). Perusahaan ini memberikan obat cacing combantrin bagi biawak yang mengalami cacingan. Cara pemberian obat yang dilakukan pengelola adalah dengan memasukkan obat tersebut ke dalam pakan biawak yang mengalami cacingan. Obat tersebut dapat dimasukkan ke dalam anus anak ayam atau tikus yang kemudian diberikan kepada biawak yang menderita cacingan Manajemen Reproduksi dan Breeding a. Pemilihan Bibit Pemilihan bibit dilakukan dengan melihat biawak yang sudah cukup dewasa atau berukuran tubuh relatif cukup besar, tidak cacat dan sehat. Perusahaan ini tidak melakukan pemilihan bibit berdasarkan umur karena umur biawak di penangkaran ini tidak diketahui secara pasti. Pihak pengelola memilih biawak yang memiliki ukuran tubuh jantan dan betina yang relatif hampir sama kemudian dijadikan satu pasangan dalam satu kandang. Menurut Anonim (2007) panjang total tubuh biawak ekor biru dapat mencapai 135 cm TL. Ukuran tubuh Varanus indicus yang memiliki hubungan kekerabatan dengan biawak ekor biru mencapai 58 cm (biawak jantan) dan 44 cm (biawak betina) SVL (Bennett 1998). Berdasarkan hasil pengukuran, ukuran tubuh biawak ekor biru jantan dan betina di penangkaran ini disajikan pada tabel berikut (Tabel 10). Tabel 10. Ukuran tubuh (SVL) untuk penentuan dewasa kelamin pada individu contoh biawak di PT Mega Citrindo No. Ukuran Tubuh (SVL) (cm) Kelas Umur Jantan Betina 1 57,5 41 Dewasa Dewasa ,5 Remaja Remaja 5 45,5 - Dewasa

19 Berdasarkan hasil pengukuran tersebut (Tabel 10) diketahui bahwa panjang tubuh biawak jantan dewasa mencapai rata-rata 49,7 cm (SVL) sedangkan biawak betina dewasa mencapai rata-rata 49 cm (SVL). Ukuran tubuh biawak jantan dan betina yang dijadikan bibit memiliki ukuran yang hampir sama karena pemilihan bibit yang dilakukan di perusahaan ini hanya dengan melihat ukuran tubuh biawak yang sama besar yang kemudian dijadikan satu pasangan. b. Determinasi Jenis Kelamin Teknik yang dilakukan perusahaan untuk mengetahui jenis kelamin biawak ekor biru adalah dengan melakukan pemeriksaan pada alat kelamin biawak. Pemeriksaan kelamin biawak dilakukan secara manual yaitu dengan menekan bagian kloaka menggunakan tangan agar alat kelamin biawak dapat terlihat. Hemipenis biawak jantan memiliki tonjolan yang panjang di bagian kedua sudut kloakanya sedangkan betina tidak memiliki tonjolan. Berikut gambar alat kelamin biawak ekor biru jantan dan betina (Gambar 19). (a) (b) Gambar 19. Bentuk alat kelamin biawak (a) biawak jantan; (b) biawak betina. c. Pembentukan Pasangan Perusahaan ini telah memiliki 5 pasang biawak ekor biru yang akan dibiakkan. Sex ratio biawak ekor biru untuk proses reproduksi sama halnya dengan biawak lain dengan perbandingan 1:1. Biawak termasuk jenis satwa monogami yang hidup berpasangan antara jantan dan betina. Cara pemilihan dan pembentukan pasangan dilakukan dengan memperhatikan ukuran tubuh biawak. Individu jantan dan betina yang memiliki ukuran tubuh relatif sama dijadikan satu pasangan dan di tempatkan dalam satu kandang pembiakkan. Selanjutnya dilakukan pemantauan terhadap pasangan biawak untuk memastikan kecocokan pasangan tersebut. Pasangan biawak jantan dan betina terkadang mengalami ketidakcocokan satu dengan yang lain sehingga diperlukan adanya pasangan

20 alternatif lain (Bennett 1998). Tahap pengenalan dan adaptasi terhadap pasangan menjadi salah satu cara yang dilakukan agar menghindari faktor kegagalan dalam proses perkawinan. Apabila pasangan mengalami ketidakcocokan maka resiko kematian biawak dapat terjadi karena perkelahian antara pasangan biawak. d. Perlakuan terhadap Pasangan Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan di lapangan perlakuan yang diberikan pengelola terhadap biawak yang akan dikembangbiakkan adalah sebagai berikut : 1. Penyediakan fasilitas penunjang seperti lampu pada kandang agar tetap pada kondisi terang saat malam hari. Beberapa peneliti berpendapat bahwa dengan pemberian cahaya selama 24 jam sehari dapat merangsang aktivitas bercumbu. Hal ini adalah salah satu upaya untuk membantu proses perkawinan saat musim kawin tiba. Selain itu, cahaya lampu juga digunakan untuk menjaga keamanan kandang dan memberi pencahayaan yang cukup bagi biawak saat malam hari. 2. Pihak pengelola juga melakukan pemantauan terhadap aktivitas dan kondisi biawak apabila biawak tersebut mengalami gangguan kesehatan atau bahkan kematian. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola, musim kawin biawak dan reptil lain di perusahaan ini terjadi pada awal musim hujan. Pihak pengelola tidak melakukan perlakuan khusus terhadap pasangan biawak yang akan dikembangbiakkan. Padahal menurut Bennett (1998) penanganan yang harus dilakukan agar betina dapat reproduktif (menghasilkan telur) saat musim kawin adalah dengan memberikan suplemen vitamin dan pakan yang cukup. Biawak jantan juga harus memiliki tenaga yang cukup kuat untuk melakukan proses perkawinan karena biawak jantan relatif lebih aktif dibandingkan dengan betina. Pemberian gizi yang cukup akan berpengaruh pada kondisi fisik induk dan produksi telur yang akan dihasilkan. Pemberian suplemen vitamin dan mineral seperti memberikan kalsium dan fosfor dengan perbandingan 2:1 (Horn & Visser 1990; Eidenmuller 1992 dalam Bennett 1998) dapat membantu dalam proses reproduksi biawak.

21 e. Keberhasilan Breeding (Pengembangbiakan) Selama ini biawak ekor biru yang ditangkarkan di PT Mega Citrindo belum berhasil dikembangbiakkan meskipun dilaporkan biawak ini sudah pernah bertelur di kandang. Namun telur-telur biawak yang dihasilkan biasanya dimakan oleh induknya sendiri. Biawak termasuk jenis satwa kanibal. Biawak akan memakan sesama jenis khususnya pada satwa yang lebih lemah atau memakan telurnya bila biawak tersebut kekurangan makanan (Bennett 1998). Perusahaan ini memang belum memiliki tempat khusus untuk biawak dapat bertelur sehingga besar kemungkinan telur biawak dapat dimakan atau pecah. Di alam biawak betina sering meletakkan telurnya di dalam lubang. Di dalam kandang dapat disediakan tempat bersarang yang terbebas dari cahaya matahari langsung dan sedikit lembab. Ukuran lubang sarang dapat berkisar antara cm, ukuran tersebut cukup untuk biawak yang berukuran besar. Keberhasilan perkawinan biawak di kandang menjadi suatu hal yang diharapkan karena banyak jenis satwa yang belum berhasil dikembangbiakkan ataupun konsisten untuk tetap bereproduksi setiap tahun di luar habitat alaminya (Bennett 1998), sehingga untuk menghasilkan individu baru di penangkaran diperlukan perlakuan-perlakuan khusus pada satwa agar proses pengembangbiakkan berhasil dilakukan. Pada kondisi normal, biawak umumnya bertelur dalam waktu 28 hari setelah proses kopulasi (Bennett 1998). Ukuran telur biawak ekor biru (Varanus doreanus) dikatakan hampir sama dengan Varanus indicus karena kedua biawak ini memiliki hubungan kekerabatan (Anonim 2007). Ukuran telur biawak pasifik (Varanus indicus) yang telah berhasil bertelur di perusahaan ini adalah 30 mm x 60 mm dan berat gram. Diperkirakan ukuran telur biawak ekor biru relatif hampir sama dengan ukuran telur biawak pasifik (Varanus indicus) Pengadaan Satwa Pengadaan satwa setiap hari dilakukan oleh perusahaan, karena ekspor satwa sering dilakukan 2-3 kali dalam seminggu. Perusahaan mendapatkan satwasatwa tersebut dari pihak pengumpul. Pengumpul memperoleh satwa-satwa tersebut dari alam. Biawak ekor biru (Varanus doreanus) biasanya didatangkan dari Sorong, Merauke dan Jaya Pura. Berdasarkan SK. Dirjen PHKA No. 25/IV-

22 KKH/2010 kuota tangkap biawak ekor biru pada tahun 2010 adalah 600 ekor dari seluruh Indonesia dengan rincian 200 ekor dari Papua dan 400 ekor dari Papua Barat. Satwa yang diekspor umumnya adalah satwa yang masih anakan atau berukuran kecil sehingga penangkapan satwa diutamakan adalah satwa yang yang masih anakan. Pihak pelanggan menginginkan satwa yang masih berukuran kecil atau anakan untuk dijadikan hewan peliharaan (pets). Apabila terdapat biawak yang sudah dewasa biasanya pihak perusahaan menjadikannya sebagai bibit indukan Perlakuan Adaptasi Teknik adaptasi yang dilakukan oleh perusahaan terhadap biawak yang baru datang adalah dengan memindahkannya ke dalam box penampung. Biawak tersebut sebelumnya dibawa dengan menggunakan kantong kain yang diberi sobekan kertas koran. Biawak yang datang biasanya masih berumur anakan sehingga ukuran tubuhnya relatif kecil. Setelah diletakkan ke dalam box penampung, biawak tersebut disiram dengan air. Hal ini dimaksudkan agar biawak tersebut dapat minum dan menyesuaikan dengan kondisi yang baru. Berikut adalah penanganan yang dilakukan perusahaan terhadap biawak yang baru datang (Gambar 20). (a) Gambar 20. Teknik adaptasi biawak (a) penyiraman biawak; (b) kantong berisi biawak. Biawak dibiarkan selama ± 2 jam setelah diberi air. Setelah itu air di dalam box dibuang dan box diberi koran agar biawak dapat berlindung dan merasa nyaman di dalamnya. Selanjutnya dilakukan perawatan hingga tahap ekspor dilakukan. (b)

23 4.1.7 Manajemen Pemanfaatan Hasil a. Ekpor Perusahaan Ukuran satwa yang diekspor untuk hewan peliharaan umumnya adalah berukuran kecil atau yang masih anakan. PT Mega Citrindo mengekspor satwa ke Negara Amerika Serikat, Eropa, Jepang dan Cina. Namun selama ini yang telah menjadi pelanggan tetap perusahaan ini adalah Negara Amerika Serikat. PT Mega Citrindo sampai saat ini belum dapat memanfaatkan hasil penangkaran biawak ekor biru untuk diekspor karena penangkaran tersebut baru dimulai sejak tahun 2008 dan biawak tersebut belum berhasil untuk dikembangbiakkan. Berikut adalah data kuota ekspor biawak ekor biru dan realisasi ekspor yang terjadi selama 6 tahun terakhir yang berasal dari alam berdasarkan SK. Menteri No. 38/Kpts/DJ-IV/2003 (Tabel 11). Tabel 11. Kuota dan realisasi ekspor biawak ekor biru (Varanus doreanus) perusahaan PT Mega Citrindo tahun Keterangan Tahun (s/d juni) Kuota Perusahaan (ekor) Kuota Nasional (ekor) Realisasi Perusahaan (ekor) Realisasi Nasional (ekor) Persen Kuota (%) 10,8 15,6 17,6 17,8 22,8 10,4 Persen Realisasi (%) 10,8 15,6 17,6 18,5 23,3 - Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa pada tahun 2009 kuota ekspor perusahaan mencapai 123 ekor dan pada tahun 2010 kuota ekspor perusahaan mengalami penurunan yaitu sebesar 94 ekor. Namun pada tahun 2010 kuota nasional mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu dari 540 ekor mnejadi 900 ekor. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan jumlah kuota ekspor nasional tidak sebanding dengan penambahan kuota ekspor perusahaan. Kemungkinan penurunan kuota ekspor perusahaan terjadi karena sulitnya menemukan biawak ekor biru di alam. Apabila biawak ekor biru sudah sulit ditemukan di alam maka terdapat kemungkinan jumlah populasi biawak ekor biru mengalami penurunan. Jumlah kuota ekspor biawak ekor biru ditentukan berdasarkan rekomendasi dari pihak peneliti (LIPI) kemudian jumlah kuota tersebut diputuskan berdasarkan hasil keputusan dari pihak management autority.

24 PT Mega Citrindo merupakan perusahaan yang memiliki kuota ekspor biawak ekor biru terbanyak dibandingkan perusahaan eksportir lainnya. Hal ini terlihat dari grafik yang menjelaskan mengenai kuota ekspor biawak ekor biru dari 11 perusahaan eksportir yang ada di Indonesia berdasarkan SK. Dirjen PHKA tahun 2010 (Gambar 21) Gambar 21. Kuota ekpor biawak ekor biru (Varanus doreanus) dari 11 perusahaan eksportir reptil pada tahun Besarnya kuota ekspor pada masing-masing perusahaan ditentukan berdasarkan kemampuan perusahaan tersebut untuk mengekspor jenis satwa tertentu yang juga merupakan hasil keputusan dari management autority. Selain PT Mega Citrindo, PT Alam Nusantara juga memiliki kuota ekspor biawak ekor biru yang relatif cukup banyak. b. Teknik Pengepakan Teknik pengepakan yang dilakukan pengelola pada biawak yang akan diekspor relatif sama dengan teknik adaptasi ketika biawak baru didatangkan. Biawak sebelumnya tidak diberi makan selama 2 hari agar saat proses pengangkutan biawak tidak mengeluarkan kotoran dan mengotori box pengangkut karena perut biawak dalam keadaan kosong. Perlakuan selanjutnya biawak disiram dengan air dan box penampung diisi air setinggi ± 2 cm hal ini dilakukan agar biawak dapat minum sebanyak-banyaknya untuk menghindari dehidrasi saat proses pengangkutan. Perendaman dilakukan selama ± 2 jam agar biawak juga dapat defekasi (mengeluarkan kotoran) sehingga saat pengangkutan biawak tidak mengotori tempat. Setelah direndam, biawak dimasukkan ke dalam kantong kain yang telah diberi sobekan kertas koran. Satu kantong tersebut biasanya berisi 1

25 hingga 2 ekor biawak. Banyaknya isi kantong disesuaikan dengan ukuran tubuh biawak. Setelah semua satwa dimasukkan ke dalam kantong, kantong-kantong tersebut disusun ke dalam box yang terbuat dari kayu dengan ukuran 80 cm x 57 cm x 35 cm atau yang berukuran 92 cm x 60 cm x 13 cm. Teknik penyusunan satwa di dalam box pengangkut adalah dengan meletakkan satwa yang memiliki bobot badan lebih besar di bagian paling bawah dan bobot badan yang lebih kecil diletakkan di atas. Hal ini dimaksudkan agar satwa yang lebih kecil tidak tertimpa dengan satwa yang memiliki bobot badan lebih besar. Berikut gambar teknik pengepakan satwa termasuk biawak ekor biru (Varanus doreanus) yang disatukan bersama jenis satwa lain seperti katak, kurakura, tokek, ular, dan kadal (Gambar 22). (a) (b) Gambar 22. (a) Box pengangkut; (b) Pengepakan biawak. Pengepakan biawak dewasa dilakukan dengan perlakukan yang cukup aman. Pihak perusahaan terlebih dahulu memotong kuku biawak agar biawak tersebut tidak merobek kantong kain yang akan digunakan untuk membungkus biawak. Biawak dimasukkan ke dalam kantong dan diikat dengan menggunakan tali plastik. Bagian sisi-sisi box tempat pengepakan biawak diberi kawat untuk menambah tingkat keamanan saat pengiriman. Box diberi sobekan kertas koran agar biawak tidak mengalami benturan yang keras saat pengangkutan. Ukuran box kayu tempat pengepakan biawak dewasa adalah 92 cm x 60 cm x 13 cm yang hanya berisi satu ekor. Box yang telah diisi satwa ditutup dengan papan triplek dan dipaku bagian tepinya. Papan penutup tersebut juga digunakan untuk menulis alamat dimana satwa tersebut dikirim. Teknik pengiriman yang dilakukan oleh pihak perusahaan sudah cukup aman karena perusahaan juga mengupayakan agar satwa yang berada di dalam

26 box tidak mati saat proses pengangkutan. Bagian sisi box juga diberi lubang yang digunakan sebagai tempat sirkulasi udara. Box pengiriman diberi keterangan yang menjelaskan bahwa di dalam box tersebut terdapat satwa jenis reptil yang hidup. Sebelumnya perusahaan juga telah mengurus surat perizinan untuk melakukan ekspor satwa dan biasanya pengiriman satwa dilakukan pada malam hari untuk menghindari stress berlebih pada satwa tersebut. 4.2 Morfologi Biawak Ekor Biru (Varanus doreanus) Ukuran Tubuh Biawak Ekor Biru (Varanus doreanus) Hasil pengukuran rata-rata pada bagian-bagian tubuh biawak ekor biru yang dibedakan berdasarkan kelas umur dan jenis kelaminnya disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Ukuran rata-rata bagian tubuh biawak ekor biru berdasarkan jenis kelamin dan kelas umurnya No. Variabel Ukuran Dewasa Remaja Anakan Jantan Betina Jantan Betina (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) 1 Panjang kepala 9, ,10 2 Panjang leher ,50 3,65 3 Panjang jari kaki depan 6 7 5,25 4 2,50 4 Panjang jari kaki belakang 7,5 7,75 6,75 6 3,25 5 Panjang lengan atas 4,83 5,50 3,5 2,50 1,40 6 Panjang lengan bawah 5,83 6,75 4,5 3 2,75 7 Panjang betis (tibia) 6,83 7, Panjang paha (femur) 6,17 7, Panjang total kaki depan 17,33 19,25 13,25 9,50 6,65 10 Panjang total kaki belakang 19,67 22,75 17, ,25 11 Ukuran lingkar dada ,75 12 Lebar dada 8 9,25 7,25 5 1,90 13 Ukuran lingkar perut 22,33 26, Panjang badan dari pangkal leher kloaka 15 Panjang ekor dari pangkal - 77, , ,75 ujung ekor 16 Panjang total dari ujung kepala - 127, ,5 73,50 44,50 ujung ekor 17 Lebar kloaka 4,83 5,5 3, Ukuran lingkar pangkal ekor 14, ,5 7 4,20 Berdasarkan hasil pengukuran pada bagian tubuh biawak, diketahui bahwa panjang total (dari ujung kepala-ekor) rata-rata biawak jantan dewasa adalah

27 127,33 cm sedangkan betina dewasa berukuran rata-rata 127 cm. Di penangkaran ini biawak jantan dewasa dan betina dewasa memiliki ukuran tubuh yang relatif hampir sama sehingga sulit untuk membedakan jenis kelamin biawak berdasarkan ukuran tubuhnya. Menurut Bennett (1998) biawak jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan betina. Ukuran tubuh yang lebih kecil pada betina dapat memungkinkan biawak tersebut terserang oleh predator. Namun betina cenderung kurang aktif dibandingkan dengan jantan sehingga hal tersebut dapat mengurangi tingkat bahaya pada betina. Persentase panjang ekor biawak terhadap panjang total tubuhnya diketahui biawak jantan dewasa mencapai 60,87% sedangkan biawak betina 61,42% begitu pula dengan kelas umur lainnya yang berkisar 60% dari panjang total tubuhnya. Menurut Bennett (1998) kurang lebih hampir 80% panjang tubuh biawak adalah ekor. Rata-rata panjang total kaki belakang biawak ekor biru lebih panjang dibandingkan dengan kaki depan, karena kaki belakang digunakan untuk menopang tubuh bagian belakang biawak yang relatif lebih berat. Selain itu, biawak juga menggunakan kaki belakangnya untuk dapat berdiri. Biawak juga menggunakan kaki belakang saat proses kopulasi yaitu dengan mencengkram bagian tubuh betina. Jumlah total biawak dewasa di perusahaan ini adalah 10 ekor, biawak remaja terdapat 4 ekor dan biawak anakan hanya terdapat 2 ekor sehingga total keseluruhan adalah 16 ekor. Pengambilan contoh pada biawak yang diukur adalah sebanyak 10 ekor (63%) dari jumlah total biawak. Jumlah ini dapat dikatakan mewakili dari jumlah biawak ekor biru yang ada di PT Mega Citrindo. Jumlah biawak di perusahaan ini juga dapat berubah-ubah karena pengumpul bisa datang kapan saja untuk terus menyediakan satwa seperti biawak ekor biru yang akan diekspor. Kendala yang dihadapi dalam pengukuran bagian tubuh biawak adalah kesulitan dalam menangkap biawak dan tingkat bahaya yang cukup tinggi karena biawak dapat melakukan perlawanan dengan menggunakan gigitan, cakaran maupun cambukan ekornya.

28 4.2.2 Warna dan Corak Tubuh Biawak Ekor Biru (Varanus doreanus) Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, ciri kualitatif pada biawak ekor biru yang dapat diamati seperti warna dan corak tubuh biawak disajikan dalam tabel berikut (Tabel 13). Tabel 13. Ciri kualitatif biawak ekor biru berdasarkan kelas umur dan jenis kelamin No. Ciri Kualitatif Deskripsi Keterangan Anakan Remaja Dewasa 1 Warna tubuh Hitam Hitam kebiruan Hitam keabu-abuan 2 Warna totol-totol Putih dan sedikit kekuningan Kuning dan biru Kuning 3 Warna ekor Putih kekuningan dengan garisgaris hitam Biru dengan garis-garis hitam Biru dengan garis-garis hitam yang telah memudar 4 Warna iris mata Coklat Coklat Coklat 5 Warna bagian tepi Hijau Kuning badan kebiruan Hitam dengan totol putih kekuningan Jantan lebih cerah dibandingkan dengan betina Warna dan corak tubuh pada satwa reptil biasanya dijadikan sebagai salah satu mekanisme pertahanan diri dari predator (Goin et al. 1978). Warna totol pada biawak ekor biru juga hampir sama dengan biawak buaya (Varanus salvadorii) yaitu berwarna kuning. Biawak buaya (Varanus salvadorii) termasuk jenis biawak yang paling ganas diantara jenis biawak lainnya sehingga warna totol yang mencolok pada biawak ekor biru akan memperlihatkan biawak ini lebih ganas dibandingkan dengan jenis biawak lainnya. Warna tubuh biawak jantan memiliki warna totol-totol (corak) kuning yang lebih cerah dibandingkan dengan betina. Warna biru pada ekor biawak akan memudar ketika telah dewasa. Menurut anonim (2007) warna ekor pada biawak dewasa sedikit memudar bila dibandingkan dengan biawak remaja. Warna ekor biawak yang masih anakan belum terlihat berwarna biru melainkan warna hitam dengan garis-garis putih kekuningan. Biawak ekor biru anakan tidak memiliki warna yang begitu mencolok melainkan didominasi dengan warna hitam. Hal ini merupakan salah satu mekanisme untuk menghindari predator sehingga biawak tersebut sulit

29 terlihat. Warna yang mencolok akan memudahkan predator untuk menemukan mangsanya. Mimikri adalah salah satu mekanisme satwa yang memiliki corak dan warna tubuh yang menyerupai dengan lingkungan sekitarnya sehingga satwa tersebut dapat menghindar dari predator (Goin et al. 1978). Berikut adalah gambar biawak ekor biru (Varanus doreanus) berdasarkan kelas umurnya (Gambar 23). a b c Gambar 23. Biawak ekor biru (Varanus doreanus) (a) anakan; (b) remaja; (c) dewasa. Biawak ekor biru memiliki hubungan kekerabatan dengan Varanus indicus (Bennett 1998) namun yang membedakannya dari segi warna, Varanus indicus memiliki warna tubuh lebih kuning kehijauan. Biawak ekor biru (Varanus doreanus) juga memiliki hubungan kekerabatan dengan Varanus jobiensis (Anonim 2007). Salah satu ciri morfologi yang membedakannya adalah warna leher Varanus jobiensis berwarna merah sedangkan pada biawak ekor biru (Varanus doreanus) warna leher hitam dengan totol-totol (corak) kuning yang lebih rapat Biawak Ekor Biru (Varanus doreanus) Jantan dan Betina Penentuan jenis kelamin jantan dan betina berdasarkan ukuran tubuh dan corak warna cukup sulit untuk dibedakan. Biawak temasuk jenis satwa monomorfik, menurut Bucknill dan Chasen (1990) dalam Suratno et al. (1998) monomorfik berarti secara morfologi sulit dibedakan jenis kelaminnya. Untuk mengetahui perbedaan jantan dan betina lebih mudah dengan melihat langsung bentuk alat kelaminnya. Metode yang biasa dilakukan untuk mengetahui jenis

30 kelamin pada berbagai jenis reptil dapat dilakukan dengan memasukkan minyak pelumas, benda tumpul atau peralatan logam ke dalam lubang kelaminnya (Szidat 1968; Honneger 1978 dalam Bennett 1998). Bentuk kelamin jantan pada biawak memiliki dua tonjolan dibagian sudut kloaka. Tonjolan ini tidak akan terlihat bila tidak ditekan pada bagian kloakanya. Biawak betina tidak memiliki tonjolan pada kloakanya. Metode lain yang dapat digunakan adalah menggunakan x-rays untuk mendeteksi mineralisasi di dalam hemipenisnya (Shea & Reddacliff 1986, Card & Kluge 1995 dalam Bennett 1998). 4.3 Aktivitas Harian Biawak Ekor Biru (Varanus doreanus) di Kandang Alokasi Waktu Aktivitas Harian Aktivitas biawak di kandang sangat dipengaruhi oleh kondisi suhu, kelembaban dan cahaya di sekitar kandang. Aktivitas harian satwa di kandang berbeda dengan aktivitas harian satwa di habitat alami. Keadaan kandang yang terbatas akan membuat satwa beradaptasi pada kondisi tersebut. Berikut alokasi waktu yang digunakan biawak ekor biru (Varanus doreanus) pada aktivitas harian di kandang yang dibedakan berdasarkan kelas umurnya (Tabel 14). Tabel 14. Alokasi waktu aktivitas harian biawak ekor biru (Varanus doreanus) berdasarkan kelas umurnya Jenis Aktivitas Kelas Umur Rata-rata Lama Aktivitas Menit Persen (%) Makan Anak 38,3 5,31 Remaja 49,3 6,85 Dewasa 29,3 4,07 Rata-rata 38,97 5,41 Bergerak Anak ,88 Remaja 100,2 13,92 Dewasa 88,6 12,31 Rata-rata 192,27 26,70 Bertengger Anak - - Remaja ,47 Dewasa 231,8 32,19 Rata-rata 272,4 38,13 Berjemur Anak - - Remaja 24,2 3,36 Dewasa 38,7 5,38 Rata-rata 31,45 4,37 Istirahat Anak 293,7 40,79 Remaja 233,3 32,40 Dewasa 331,6 46,05 Rata-rata 286,2 39,75

Cara cepat untuk membuat terarium padang pasir yang sempurna

Cara cepat untuk membuat terarium padang pasir yang sempurna 1 Cara cepat untuk membuat terarium padang pasir yang sempurna Kita semua pasti tahu kalau di gurun sangatlah panas. Fakta lainnya kurang dikenal, tetapi akan jadi penting jika menyangkut tentang hewan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 11 Tungau Macrochelidae yang ditemukan pada biawak kuning.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 11 Tungau Macrochelidae yang ditemukan pada biawak kuning. V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Ragam Jenis Ektoparasit pada Biawak. 5.1.1 Biawak Kuning (Varanus melinus) Jumlah biawak kuning di dalam kandang kurang lebih terdapat 13 ekor, namun koleksi ektoparasit dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi Lingkungan Kelinci dipelihara dalam kandang individu ini ditempatkan dalam kandang besar dengan model atap kandang monitor yang atapnya terbuat dari

Lebih terperinci

Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut

Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut Karya Ilmiah Di susun oleh : Nama : Didi Sapbandi NIM :10.11.3835 Kelas : S1-TI-2D STMIK AMIKOM YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010 / 2011 Abstrak Belut merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur dikenal oleh sebagian masyarakat dengan nama ayam negeri yang mempunyai kemampuan bertelur jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan ayam ayam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus)

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus) BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus) 1. PENDAHULUAN Kata Belut merupakan kata yang sudah akrab bagi masyarakat. Jenis ikan ini dengan mudah dapat ditemukan dikawasan pesawahan. Ikan ini ada kesamaan dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persiapan Kolam Pemijahan Kolam pemijahan dibuat terpisah dengan kolam penetasan dan perawatan larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga mudah

Lebih terperinci

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah : BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN Oleh : Taufik Rizky Afrizal 11.12.6036 S1.SI.10 STMIK AMIKOM Yogyakarta ABSTRAK Di era sekarang, dimana ekonomi negara dalam kondisi tidak terlalu baik dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 11 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 41 Hasil Identifikasi Berdasarkan hasil wawancara terhadap peternak yang memiliki sapi terinfestasi lalat Hippobosca sp menyatakan bahwa sapi tersebut berasal dari Kabupaten

Lebih terperinci

Budidaya Ternak Kambing Dan Domba

Budidaya Ternak Kambing Dan Domba Budidaya Ternak Kambing Dan Domba Disusun oleh : Wasis Budi Hartono ( Penyuluh Pertanian BP3K Sanankulon ) A. Pendahuluan Pola peternakan kambing dan domba potong atau pedaging di Indonesia sebagian besar

Lebih terperinci

Manajemen Pemeliharaan Ayam Jantan

Manajemen Pemeliharaan Ayam Jantan Manajemen Pemeliharaan Ayam Jantan Manajemen Pemeliharaan Ayam Jantan- Tidak seperti layaknya beternak ayam broiler maupun ayam petelur. Beternak ayam jantan lebih membutuhkan pengalaman dilapangan sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budi Daya Ikan Lele

Peluang Usaha Budi Daya Ikan Lele Peluang Usaha Budi Daya Ikan Lele Oleh : Rangga Ongky Wibowo (10.11.4041) S1Ti 2G STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011/2012 Kata Pengantar... Puji syukur saya ucapkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, atas limpahan

Lebih terperinci

BIOLOGI TIKUS BIOLOGI TIKUS. Kemampuan Fisik. 1. Menggali (digging)

BIOLOGI TIKUS BIOLOGI TIKUS. Kemampuan Fisik. 1. Menggali (digging) BIOLOGI TIKUS BIOLOGI TIKUS Kemampuan Fisik 1. Menggali (digging) Tikus terestrial akan segera menggali tanah jika mendapat kesempatan, yang bertujuan untuk membuat sarang, yang biasanya tidak melebihi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, konversi pakan sangat irit, siap dipotong pada

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,

Lebih terperinci

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

Kompos Cacing Tanah (CASTING) Kompos Cacing Tanah (CASTING) Oleh : Warsana, SP.M.Si Ada kecenderungan, selama ini petani hanya bergantung pada pupuk anorganik atau pupuk kimia untuk mendukung usahataninya. Ketergantungan ini disebabkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di peternakan merpati di area Komplek Alam Sinar Sari, Desa Sinarsari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini berlangsung selama bulan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Divisi Persuteraan Alam, Ciomas, Bogor. Waktu penelitian dimulai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang adalah salah satu kebutuhan penting dalam peternakan. Fungsi utama kandang adalah untuk menjaga supaya ternak tidak berkeliaran dan memudahkan pemantauan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

Budidaya dan Pakan Ayam Buras. Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau.

Budidaya dan Pakan Ayam Buras. Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau. Budidaya dan Pakan Ayam Buras Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau. PENDAHULUAN Ayam kampung atau ayam bukan ras (BURAS) sudah banyak dipelihara masyarakat khususnya masyarakat

Lebih terperinci

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Lingkungan Tempat Penelitian Pemeliharaan puyuh dilakukan pada kandang battery koloni yang terdiri dari sembilan petak dengan ukuran panjang 62 cm, lebar 50 cm, dan tinggi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

Lebih terperinci

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus)

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) 1 Deskripsi METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan produksi massal benih ikan hias mandarin (Synchiropus splendidus),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Nyamuk Aedes Sp Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya relatif optimum, yakni senantiasa lembab sehingga sangat memungkinkan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian produksi telur ayam Arab dilaksanakan di Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (Blok B), sedangkan penelitian kualitas internal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Terrarium II Taman Margasatwa Ragunan (TMR), DKI Jakarta selama 2 bulan dari bulan September November 2011. 3.2 Materi

Lebih terperinci

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di III. TATA LAKSANA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di laboratorium fakultas pertanian UMY. Pengamatan pertumbuhan tanaman bawang merah dan

Lebih terperinci

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk Standar Nasional Indonesia Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk ICS 65.020.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN Ternak kambing sudah lama diusahakan oleh petani atau masyarakat sebagai usaha sampingan atau tabungan karena pemeliharaan dan pemasaran hasil produksi (baik daging, susu,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Perkembangan industri peternakan yang semakin pesat menuntut teknologi yang baik dan menunjang. Salah satu industri peternakan yang paling berkembang adalah industri

Lebih terperinci

PEMOTONGAN EKOR, IDENTIFIKASI, KASTRASI, DAN PEMBERIAN Fe PADA ANAK BABI LOU AYY ALZAMAKHSYARI D

PEMOTONGAN EKOR, IDENTIFIKASI, KASTRASI, DAN PEMBERIAN Fe PADA ANAK BABI LOU AYY ALZAMAKHSYARI D MK : Produksi Ternak Babi dan Kuda Dosen : Dr. Ir. Salundilk, M Si Asisten : Desmawita K Barus, S Pt, M Si Jadwal : Kamis, 07.00-10.00 WIB PEMOTONGAN EKOR, IDENTIFIKASI, KASTRASI, DAN PEMBERIAN Fe PADA

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di UPT-Kebun Bibit Dinas di Desa Krasak Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat berada 96

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian dilakukan di penangkaran PT. Mega Citrindo di Desa Curug RT01/RW03, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor dan Laboratorium Entomologi Fakultas

Lebih terperinci

BUDIDAYA IKAN GURAME (Osphronemus gouramy)

BUDIDAYA IKAN GURAME (Osphronemus gouramy) BUDIDAYA IKAN GURAME (Osphronemus gouramy) 1. PENDAHULUAN Gurame merupakan ikan yang memiliki pertumbuhan agak lambat namun harganya relatif meningkat setiap saat. Untuk DKI Jakarta, jenis ikan ini cocok

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk, kebutuhan pangan semakin meningkat pula. Pangan yang dibutuhkan oleh masyarakat jenisnya beragam, salah satunya pemenuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bangunan Penetasan Bangunan penetasan adalah suatu tempat yang dibangun dengan konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan penetasan harus terpisah.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Telur Tetas Itik Rambon Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor dengan jumlah itik betina 42 ekor dan itik jantan 6 ekor. Sex ratio

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 hingga Februari 2012. Pemeliharaan dan penyembelihan ternak dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas,

Lebih terperinci

1.Abstrak. 2.Isi/jenis

1.Abstrak. 2.Isi/jenis 1.Abstrak Lele merupakan ikan marga clarias terkenal dari tubuhnya yang licin panjang tak bersisik, dengan sirip punggung dan sirip anus yang juga panjang, yang terkadang menyatu dengan sirip ekor menjadikanya

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Ulat Sutera Bahan-Bahan Alat

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Ulat Sutera Bahan-Bahan Alat MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi Devisi Persuteraan Alam Ciomas. Waktu penelitian dimulai dari Juni

Lebih terperinci

TUGAS KARYA ILMIAH TENTANG PELUANG BISNIS DAN BUDIDAYA IKAN PATIN

TUGAS KARYA ILMIAH TENTANG PELUANG BISNIS DAN BUDIDAYA IKAN PATIN TUGAS KARYA ILMIAH TENTANG PELUANG BISNIS DAN BUDIDAYA IKAN PATIN Disusun Oleh : Nama : Galih Manunggal Putra NIM : 11.12.5794 Kelas : 11-S1SI-06 Kelompok : H ABSTRAK Bisnis budidaya ikan konsumsi memang

Lebih terperinci

BAB VII KANDANG DAN PERKANDANGAN

BAB VII KANDANG DAN PERKANDANGAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VII KANDANG DAN PERKANDANGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT Mono Rahardjo dan Otih Rostiana PENDAHULUAN Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tanaman obat potensial, selain sebagai bahan baku obat juga

Lebih terperinci

BUDIDAYA BELIMBING MANIS ( Averhoa carambola L. )

BUDIDAYA BELIMBING MANIS ( Averhoa carambola L. ) BUDIDAYA BELIMBING MANIS ( Averhoa carambola L. ) PENDAHULUAN Blimbing manis dikenal dalam bahasa latin dengan nama Averhoa carambola L. berasal dari keluarga Oralidaceae, marga Averhoa. Blimbing manis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mesin Tetas Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) dan melaui penetasan buatan (mesin tetas) (Paimin, 2000). Penetasan buatan dilakukan

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Jalan H.R. Soebrantas No.

Lebih terperinci

TEKNIK BUDIDAYA JAMUR TIRAM

TEKNIK BUDIDAYA JAMUR TIRAM TEKNIK BUDIDAYA JAMUR TIRAM Oleh : Masnun, S.Pt, M.Si I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budidaya jamur tiram adalah salah satu usaha pertanian yang saat ini sangat prospektif karena beberapa faktor yaitu:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pertambahan bobot (gram) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pengambilan data pertambahan biomassa cacing tanah dilakukan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai September 2015 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai September 2015 di 12 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai September 2015 di Laboraturium Rekayasa Sumber Daya Air dan Lahan, Jurusan Teknik Pertanian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia yang tersebar

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia yang tersebar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia yang tersebar hampir di seluruh Nusantara. Populasisapibali dibandingkan dengan sapi lainnya seperti sapi ongole,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati )

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati ) TINJAUAN PUSTAKA Merpati Menurut Yonathan (2003), penyebaran merpati hampir merata di seluruh bagian bumi kecuali di daerah kutub. Merpati lokal di Indonesia merupakan burung merpati yang asal penyebarannya

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan Percut

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Unit Pelayanan Teknis (UPT), Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pelaksanaannya dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi potong merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI TSS SEBAGAI ALTERNATIF PENYEDIAAN BENIH BAWANG MERAH

TEKNOLOGI PRODUKSI TSS SEBAGAI ALTERNATIF PENYEDIAAN BENIH BAWANG MERAH TEKNOLOGI PRODUKSI TSS SEBAGAI ALTERNATIF PENYEDIAAN BENIH BAWANG MERAH Budidaya bawang merah umumnya menggunakan umbi sebagai bahan tanam (benih). Pemanfaatan umbi sebagai benih memiliki beberapa kelemahan

Lebih terperinci

Penyiapan Mesin Tetas

Penyiapan Mesin Tetas Dian Maharso Yuwono Pemeliharaan unggas secara intensif memerlukan bibit dalam jumlah yang relatif banyak, sehingga penetasan dengan mesin semakin diperlukan. Penetasan telur unggas (ayam, itik, puyuh,

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga. Pendahuluan

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga. Pendahuluan Pendahuluan Pembenihan merupakan suatu tahap kegiatan dalam budidaya yang sangat menentukan kegiatan pemeliharaan selanjutnya dan bertujuan untuk menghasilkan benih. Benih yang dihasilkan dari proses pembenihan

Lebih terperinci

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN SEBAGAI PELUANG USAHA Oleh : Andi Mulia, Staff Pengajar di UIN Alauddin Makassar Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan di

Lebih terperinci

MENGENAL SECARA SEDERHANA TERNAK AYAM BURAS

MENGENAL SECARA SEDERHANA TERNAK AYAM BURAS MENGENAL SECARA SEDERHANA TERNAK AYAM BURAS OLEH: DWI LESTARI NINGRUM, S.Pt Perkembangan ayam buras (bukan ras) atau lebih dikenal dengan sebutan ayam kampung di Indonesia berkembang pesat dan telah banyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Grzimek (1987) dan Samedi (2004) biawak ekor biru (Varanus doreanus) mempunyai klasifikasi sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Grzimek (1987) dan Samedi (2004) biawak ekor biru (Varanus doreanus) mempunyai klasifikasi sebagai berikut : 2.1 Klasifikasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Grzimek (1987) dan Samedi (2004) biawak ekor biru (Varanus doreanus) mempunyai klasifikasi sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Subkelas Ordo Subordo Famili

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking merupakan itik tipe pedaging yang termasuk dalam kategori unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan itik Peking

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp.

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp. 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Lalat Buah (Bactrocera sp.) Menurut Deptan (2007), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: kingdom: Animalia, filum : Arthropoda, kelas : Insect, ordo : Diptera,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Culex sp Culex sp adalah genus dari nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit yang penting seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese enchepalitis, St Louis encephalitis.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan

Lebih terperinci

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan anakan ternak sapi dengan jumlah kepemilikan sapi betina minimal 2 ekor.

Lebih terperinci

BUDIDAYA TANAMAN DURIAN

BUDIDAYA TANAMAN DURIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA BUDIDAYA TANAMAN DURIAN Dosen Pengampu: Rohlan Rogomulyo Dhea Yolanda Maya Septavia S. Aura Dhamira Disusun Oleh: Marina Nurmalitasari Umi Hani Retno

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

Panduan Ikan Louhan. anekaikanhias.com. 2. Ikan Louhan Kamfa

Panduan Ikan Louhan. anekaikanhias.com. 2. Ikan Louhan Kamfa Panduan Ikan Louhan A. Jenis-jenis ikan louhan yang pernah populer di Indonesia. Mungkin, dari beberapa jenis ikan ini, ada jenis ikan louhan yang pernah kamu pelihara : 1. Ikan Louhan Cencu Ikan louhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu komoditas pertanian yang mempunyai masa depan baik untuk dikembangkan. Hingga kini semakin banyak orang mengetahui nilai gizi jamur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan berklorofil. Dilihat dari ukurannya, rumput laut terdiri dari jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan berklorofil. Dilihat dari ukurannya, rumput laut terdiri dari jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Rumput laut atau sea weeds secara ilmiah dikenal dengan istilah alga atau ganggang. Rumput laut termasuk salah satu anggota alga yang merupakan tumbuhan berklorofil.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian

III. METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Januari 2016 di kebun salak Tapansari, Candibinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta. Luas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan cepat, kulit putih dan bulu merapat ke tubuh (Suprijatna et al., 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan cepat, kulit putih dan bulu merapat ke tubuh (Suprijatna et al., 2005). 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam ras merupakan ayam yang mempunyai sifat tenang, bentuk tubuh besar, pertumbuhan cepat, kulit putih dan bulu merapat ke tubuh (Suprijatna et al., 2005).

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2009 di Laboratorium Pemulian Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, sedangkan analisis

Lebih terperinci

JENIS DAN KARAKTER JANGKRIK Jangkrik di Indonesia tercatat ada 123 jenis yang tersebar di pelosok daerah. Namun hanya dua jenis saja yang umum dibudid

JENIS DAN KARAKTER JANGKRIK Jangkrik di Indonesia tercatat ada 123 jenis yang tersebar di pelosok daerah. Namun hanya dua jenis saja yang umum dibudid RUANG LINGKUP BUDIDAYA PEMELIHARAAN JANGKRIK KALUNG KUNING A. UDJIANTO Balai Penelitian Ternak, Po Box 221, Ciawi Bogor RINGKASAN Komoditas jangkrik ini dapat memberikan tambahan penghasilan disamping

Lebih terperinci

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2012 (Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 942/MENKES/SK/VII/2003) No Objek Pengamatan Prinsip I : Pemilihan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6484.3-2000 Standar Nasional Indonesia Produksi induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar produksi induk ikan lele dumbo kelas induk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemeliharaan Ayam Salah satu syarat keberhasilan dalam pemeliharaan pembibitan ayam yaitu kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi untuk

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) BAB II TIJAUAN PUSTAKA A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) Enterobiasis/penyakit cacing kremi adalah infeksi usus pada manusia yang disebabkan oleh cacing E. vermicularis. Enterobiasis

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di CV. Mitra Mandiri Sejahtera Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jarak lokasi kandang penelitian dari tempat pemukiman

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Budidaya Bayam Secara Hidroponik

PEMBAHASAN. Budidaya Bayam Secara Hidroponik 38 PEMBAHASAN Budidaya Bayam Secara Hidroponik Budidaya bayam secara hidroponik yang dilakukan Kebun Parung dibedakan menjadi dua tahap, yaitu penyemaian dan pembesaran bayam. Sistem hidroponik yang digunakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ayam dan penampungan semen dilakukan di Kandang B, Laboratorium Lapang, Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

BERTEMPAT DI GEREJA HKBP MARTAHAN KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN SAMOSIR Oleh: Mangonar Lumbantoruan

BERTEMPAT DI GEREJA HKBP MARTAHAN KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN SAMOSIR Oleh: Mangonar Lumbantoruan LAPORAN PENYULUHAN DALAM RANGKA MERESPON SERANGAN WABAH PENYAKIT NGOROK (Septicae epizootica/se) PADA TERNAK KERBAU DI KABUPATEN SAMOSIR BERTEMPAT DI GEREJA HKBP MARTAHAN KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN

Lebih terperinci