Rasionalitas Komunikatif Habermas

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Rasionalitas Komunikatif Habermas"

Transkripsi

1 Rasionalitas Komunikatif Habermas Ansori *) *) Penulis adalah Magister Agama (M.Ag.), dosen tetap Jurusan Hukum Islam (Syari ah) STAIN Purwokerto, dan sedang melanjutkan studi S-3 di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Abstract: Habermas known as one who continue and renew critical Rationality Theory from Frankfurt scholar. Habermas was success to break stagnation and showing enlightenment for critical Rationality Theory. Habermas offer Rationality Communicative concept. Whereas critical rationality orientated on work paradigm, communicate rationality oriented on communication paradigm. With communicative rationality, Habermas struggling social relation network that form inside communication that free from domination. Habermas communicative Rationality is based on communication paradigm that implied on understanding emancipator praxis with dialog and communicative action that resulting enlightenment. Keywords: communication, rationality, inter-subjective. PENDAHULUAN Berdasarkan analisis para tokoh, ilmu alam yang bernuansa positivistis itu lahir dari rasio pencerahan ( ). Pencerahan merupakan momentum manusia untuk keluar dari mitos dan menuju logos. Mitos-mitos yang menyelimuti tabir kehidupan mulai disingkap dengan rasionalitas.pada masa itu, umat manusia memasuki kondisi akil balig. Dengan kata lain, era pencerahan adalah era yang mensyaratkan keberanian manusia untuk menggunakan rasionalitasnya dalam memahami alam, tanpa harus terbayang-bayangi oleh otoritas apapun. Akhirnya, melalui rasio, manusia mencapai pengetahuan tentang alam yang dihuninya. Adapun cara kerja pengetahuan tersebut adalah manusia melakukan penjarakan dengan alam yang hendak diketahui. Cara inilah yang kemudian dikenal dengan istilah objektivisme ilmu pengetahuan. Dalam perkembangannya, objektivisme ilmu pengetahuan (rasio pencerahan) ini, ternyata tidak menawarkan sejumlah praksis yang emansipatoris bagi kehidupan karena hanya berorientasikan ilmu untuk ilmu atau pengetahuan untuk pengetahuan. Tidak ada konsekuensi logis dari penemuan atau penelitian dari pengetahuan untuk melakukan pembenahan terhadap ketimpangan atau penyimpangan yang ada (mandul dalam dataran praksisnya). Akibat yang ekstrim dari semua itu (tidak adanya pertautan antara teori/pengetahuan dengan dunia riil) adalah manusia menjadi terasing satu sama lain, bahkan mereka cenderung memperlakukan manusia lainnya sebagai benda untuk mencapai tujuan mereka masing-masing. Inilah problem yang menjadi kegelisahan Habermas. Sekalipun hal yang sama juga menjadi kegelisahan kawan-kawannya yang terhimpun dalam Madzhab Frankfurt generasi pertama. 1 BIOGRAFI HABERMAS Jurgen Habermas dilahirkan di Gummersbach pada tahun la belajar kesusastraan Jerman, sejarah, dan filsafat di Gottingen. Di samping itu, ia juga mempelajari bidang-bidang lain, misalnya, psikologi dan ekonomi. Selang beberapa setelah ia pindah ke Zurich, Habermas melanjutkan studi filsafatnya di Universitas Bonn, tempat ia memperoleh gelar doktor bidang filsafat setelah ia mempertahankan desertasinya yang berjudul Das Absolute und die Geschichte (Yang Absolut dan Sejarah). Dalam karya tulis ini, ia banyak mendapat pengaruh dari pemikiran Heidegger. Disamping tekun dalam meniti kariernya di bidang filsafat, ia mempelajari bahkan menekuni bidang politik, dan banyak berpartisipasi dalam diskusi tentang persenjataan kembali (rearmament) di Jerman. Pada tahun 1956, ia bergabung dengan

2 Lembaga Penelitian Sosial di Frankfurt dan menjadi asisten Adorno (Theodor W. Adorno). la berpartisipasi dalam suatu proyek riset tentang sikap politik para mahasiswa di Universitas Frankfurt, terutama ia mengerjakan segi teoretisnya. Pada awal tahun 60-an, Habermas sangat populer di kalangan mahasiswa Jerman dan oleh beberapa golongan dianggap sebagai ideolog mereka, khususnya beberapa golongan Sozialistische Deut sche Studentenbund (Ikatan Mahasiswa Sosialis Jerman). Akan tetapi, ketika aksi-aksi mahasiswa mulai melewati batas karena mulai menggunakan kekerasan, Habermas tidak segan mengemukakan kritiknya sehingga ia terlibat konflik dengan mahasiswa. Pada tahun 1969, ia menerbitkan buku yang berjudul Protesbewegung und Hochschul-reform (Gerakan Perlawanan dan Pembaharuan Perguruan Tinggi), yaitu suatu evaluasi kritis tentang gerakan protes para mahasiswa. Tahun 1970, Habermas meninggalkan Frankfurt dan pindah ke Starnberg untuk menerima tawaran menjadi direktur pada Max Planck Institut, sebuah lembaga yang mempelajari kondisi-kondisi kehidupan dalam dunia ilmiah-teknis. Karya tulisnya cukup banyak dan seperti pendahulu-pendahulunya dalam Mazhab Frankfurt, ia juga mencoba mempraktikkan filsafat dan sosiologi tanpa membedakan secara tajam antara dua jenis disiplin ilmu tersebut (Bertens, 1990). 2 RASIONALITAS KRITIS Sebelum lebih jauh membahas Habermas dan rasionalitas komunikatifnya, terlebih dahulu dalam sub judul ini, penulis paparkan rasionalitas kritis dan rasionalitas instrumental Madzhab Frankfurt generasi pertama. Hal ini karena pemikiran rasionalitas komunikatif Habermas mempunyai landasan historis dengan pemikiran rasionalitas kritis dan rasionalitas instrumental Madzhab Frankfurt generasi pertama. Sebagaimana paparan dalam pendahuluan di atas, bahwa rasionalitas yang sebelumnya dianggap mampu menyelamatkan manusia dari kebodohan dan kemiskinan, justru menjadi sumber dari malapetaka di dalam peradaban manusia itu sendiri. Oleh karena itu, maka para ilmuwan yang tergabung dalam Madzhab Frankfurt generasi pertama berusaha menganalisis untuk menemukan akar permasalahan dari krisis tersebut. 3 Bagi Mazhab Frankfurt generasi pertama, krisis di dalam peradaban manusia modern sudah total, terutama karena tidak ada lagi yang bisa dijadikan sandaran harapan untuk mencapai pembebasan. Rasionalitas justru telah menjadi senjata yang paling ampuh untuk menghancurkan manusia itu sendiri. Adapun proyek pertama yang mereka lakukan adalah mencari akar dari segenap permasalahan masyarakat modern. Dalam bahasa lain, Marcuse menyebutnya sebagai proses reifikasi, tempat relasi antarindividu tampak sebagai relasi komoditas. Hubungan antarmanusia menjadi sebuah hubungan komoditas yang sifatnya pertukaran ekonomis-politis belaka. Jika dirunut ke belakang, hal ini terpengaruh oleh teori revolusi Karl Marx. Oleh karena terjebak pada paham saintifik, Karl Marx menjadi semata-mata terfokus pada bidang produksi (ekonomi). Dengan seperti itu, hubungan manusia dimaknai sebatas hubungan kerja. 4 Madzhab Frankfurt, dengan tokoh sentralnya Adorno, Horkheimer (direktur yang menjabat institut pada masa itu), dan ditambah dengan Herbert Marcuse, selanjutnya menyerukan adanya pertautan antara teori dengan praksis sebagai solusi dari krisis keterasingan relasi antarmanusia. Langkah yang mereka tempuh berikutnya adalah mencoba mengkonstruksi epistemologis kritis (rasionalitas kritis). 5 Dengan rasionalitas kritis ini, mereka berusaha mengkritisi mitos keampuhan rasionalitas modern sebagai ganti dari mitos tradisional. Rasionalitas modern meniscayakan segala kemampuan diinstrumentalisasikan manusia dalam rangka produksi yang efektif dan efisien. Menurut Madzhab Frankfurt, di satu sisi, memang semangat rasionalitas modern dalam peradaban manusia telah berhasil melepaskan manusia dari penindasan dan kungkungan tradisi lama, tetapi di sisi lain, rasionalitas modern justru melahirkan bentuk penindasan baru, antara manusia dan manusia. Dalam rasionalitas modern, logika manusia tereduksi dalam kepentingan teknis semata sehingga mengesampingkan kepentingan-kepentingan lain yang terdapat dalam masyarakat, beserta nilai-nilai kemanusiaan. Hubungan antarindividu hanya sekadar hubungan objektivisasi sehingga manusia saling menindas satu-sama lain.

3 RASIONALITAS INSTRUMENTAL Dalam perkembangannya, rasionalitas kritis mengalami kebuntuan ketika setiap bentuk antitesis akhirnya melahirkan sintesis kemapanan baru, yang juga memiliki potensi reduksi dan penindasan. Hal itu terjadi karena rasionalitas kritis berangkat dari mendialektikakan antara mitos dengan logos, yang akhirnya melahirkan logos baru. Kegagalan rasionalitas kritis di atas, kemudian melahirkan rasional instrumental. Rasional instrumental memfokuskan pada sistem kontrol untuk mencapai sasaran. Kalau komunikasi atau interaksi terkait dengan alam, maka akan memunculkan dominasi pekerjaan, dan kalau terkait dengan manusia akan memunculkan tindakan strategis. Tindakan strategis dalam rasionalitas instrumental, komunikasi yang diharapkan adalah agar lawan bicara melakukan apa yang saya harapkan sehingga cenderung mengendalikan lawan bicara (orang lain) dan monologis. Dalam komunikasi ini, ada bujukan rekayasa, manipulasi, paksaan, dan lain-lain. Komunikasi semacam itu (rasionalitas instrumental), menurut Habermas bukan komunikasi dalam arti yang sebenarnya karena tujuannya untuk mencapai hasil yang sudah ditetapkan sebelumnya, bukan kesepakatan bersama yang dihasilkan dari proses komunikasi. 6 Oleh karena itu, Habermas menawarkan konsep rasional komunikatif. Berbeda dengan rasionalitas instrumental, yang hanya membangun komunikasi subjek-objek, dalam rasionalitas komunikatif yang dibangun adalah relasi subjek-objek. Dalam rasionalitas instrumental yang ingin dicapai adalah produksi (product oriented) atau pertumbuhan produksi, sedangkan dalam rasionalitas komunikatif adalah proses emansipasi. 7 Namun demikian, dengan rasionalitas semacam itu menjadikan manusia akan terasing satu sama lain, terutama karena mereka memperlakukan manusia lainnya sebagai benda untuk mencapai tujuan mereka masing-masing. Di samping itu, dengan rasio instrumental, manusia berlaku terhadap di luar dirinya dalam hubungan subjek-objek. 8 Tidak hanya kepada alam, melainkan juga kepada sesama manusia. Konsekuensi dari hal ini, pengetahuan yang lahir dari rasio instrumental adalah pengetahuan yang dapat mendefinisikan objek di luar dirinya. Dalam konteks kebuntuan di atas, Habermas muncul dengan menawarkan perangkat lain, yakni rasio komunikatif. Rasio komunikatif ini, ia bedakan secara tegas dengan rasio instrumental. Dalam rasio komunikatif, relasi yang dibangun adalah relasi subjek-subjek. Proses mengetahui bukan dalam rangka mendefiniskan objek di luar dirinya, melainkan membangun pemahaman intersubjektif antarsubjek dalam dunia kehidupan. RASIONALITAS KOMUNIKATIF Sebagaimana telah dipaparkan di atas, rasionalitas instrumental adalah komunikasi subjek objek, sedangkan rasionalitas komunikatif menekankan pada komunikasi intersubjektif (subjek subjek). Dalam konsep komunikasi intersubjektif ini, Habermas menghendaki bahwa komunikasi yang dilakukan antara dua subjek sama kedudukannya, dialogis, dan didasarkan atas argumen yang rasional, saling pengertian. Dengan demikian, konsensus atau kesepakatan yang dihasilkan adalah lahir dari pemahaman intersubjektif peserta diskusi. Tampak Habermas adalah sosok yang anti-fasis. Dalam kerangka besar teorinya, ia tidak ingin menyelesaikan masalah dengan cara kekuasaan atau kekerasaan, melainkan dengan cara adu argumentasi. Dalam proses adu argumen tersebut, peserta diskusi yang kalah (baca: salah) dalam menyusun atau memberikan pendapatnya harus mengakuinya secara jujur dan bijaksana. Dari proses ini, koreksi kesalahan (falsifikasi) dapat terjadi. Harapan dari koreksi atas kesalahan ini, peserta diskusi dapat melakukan proses refleksi diri. Proses komunikasi intersubjektif semacam ini yang menurut Habermas dapat mengembalikan pesona dunia. Manusia berinteraksi bukan hanya karena tujuan-tujuan tertentu saja, melainkan juga dalam rangka membantu memahami yang lain. Egosentrisme tidak harus melulu ada dalam proses interaksi masyarakat manusia. Keseriusan ini juga terungkap dalam tindakan-tindakannya. Habermas turut serta melakukan aksi pengkritisan ketika pemerintah Jerman Barat ingin menceburkan diri dalam aliansi NATO. Ia juga berteriak lantang ketika teknologi clonning terhadap manusia atau pun binatang ditemukan oleh para saintis. Untuk itu, ia mendorong agar masyarakat diajak berdiskusi

4 atas suatu permasalahan. 9 Dalam konteks tersebut, Habermas menggariskan bahwa diskusi akan optimal ketika jauh dari tekanan dan dalam kesederajatan posisi. Dari dua karya besarnya, Habermas menggarisbawahi bahwa komunikasi intersubjektif sebagai bentuk praksis emansipatoris dapat terjadi ketika setiap individu meneguhkan empat klaim validitas; kebenaran, kejujuran, kejelasan, dan ketepatan. Selain itu, ia juga menggariskan bahwa komunikasi harus jauh dari tekanan atau dominasi. Di samping itu, komunikasi intersubjektif akan terbangun ketika individu berada dalam posisi yang sederajat serta menetralkan kepentingankepentingannya. Konsepsi besar ini merupakan kritik atas rasionalitas intrumental yang menjerembabkan manusia pada nestapa kehidupan dan tragedi kemanusiaan. Selain itu, melalui teorinya, praksis yang emasipatoris akan tercapai ketika individu sampai pada pemahaman intersubjektif. 10 Sebagaimana Madzhab Frankfurt, pemikiran Habermas juga banyak dipengaruhi oleh Marxisme 11. Di antara pengaruh Marx terhadap Habermas adalah teori Revolusionesme Konflik. 12 Di samping itu, Habermas juga dipengaruhi oleh Hegel melalui teori Dialektikanya. 13 Konsep rasio komunikatif adalah representasi dari keterpengaruhan tersebut. Lewat rasionalitas komunikatifnya, Habermas mengurai konstelasi kepentingan-kepentingan dalam masyarakat. Ia menawarkan suatu bentuk masyarakat ideal dalam kritik-kritiknya. Berbeda dari para pendahulunya, Habermas tidak terpaku dalam sorotan terhadap kepentingan teknis (rasionalitas instrumental) semata. Menurut Habermas, masyarakat memiliki tiga jenis kepentingan yang masing-masing memiliki pendekatan dan rasionya masing-masing. Pertama, kepentingan teknis, yaitu kepentingan untuk menyediakan sumberdaya natural. Oleh karena sifatnya yang sangat instrumental dengan tugas yang konkret kerja, maka pada dasarnya adalah kepentingan yang teknis. Kedua, kepentingan interaksi. Oleh karena kerjasama sosial amat dibutuhkan untuk bertahan hidup, maka Habermas menamakannya kepentingan praktis. Kepentingan kedua ini mencakup kebutuhan-kebutuhan manusia untuk saling berkomunikasi beserta praktik-praktiknya. Ketiga, kepentingan kekuasaan. Tatanan sosial, secara alamiah cenderung pada distribusi kekuasaan, namun pada saat yang sama, kita juga memiliki kepentingan untuk membebaskan diri dari dominasi. 14 Kekuasaan mengarah pada distorsi terhadap komunikasi. Dengan menjadi sadar akan adanya ideologi-ideologi yang dominan di masyarakat, suatu kelompok kemudian dapat memberdayakan dirinya untuk mengubah keadaan. Karena itu, kepentingan kekuasaan adalah kepentingan yang emansipatoris. Dalam realitasnya, masyarakat selalu mengandung ketiga jenis kepentingan ini. Pertentangan antar-kepentingankepentingan yang ada, hanya dapat diselesaikan tanpa dominasi salah satu kepentingan di atas yang lain, melalui perdebatan yang rasional. Di sinilah Habermas memperkenalkan konsep Ruang Publik. 15 Baginya, Ruang Publik adalah wahana, tempat setiap kepentingan terungkap secara gamblang, setiap warga masyarakat memiliki akses yang sama untuk berpartisipasi, kemudian mereka terdorong untuk mendahulukan kepentingan bersama dan mencapai konsensus mengenai arah masyarakat tersebut ke depan dan menemukan solusi bersama dalam memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi. Ruang Publik hanya dapat mencapai fungsinya ketika telah tercipta situasi berbicara yang ideal. Situasi yang ideal ini adalah keadaan tempat klaim-klaim yang diperdebatkan dapat dibicarakan dan diargumentasikan secara rasional. Dalam situasi ideal ini, kebenaran tidak menjadi objek dari kepentingan tersembunyi dan permainan, melainkan muncul lewat argumentasi. Ruang publik ini juga merupakan jembatan interaksi antara penguasa dan masyarakat. Kekuasaan mencapai legitimasi dan pengakuan masyarakat, serta memahami arah yang diinginkan masyarakat melalui dialog dalam ruang publik. Sementara itu, masyarakat dapat menyuarakan kepentingannya agar dapat diakomodir oleh penguasa. Hanya melalui ruang publik inilah dapat terwujud masyarakat yang dewasa dan bebas dari penindasanpenindasan dan menanggulangi krisis yang mereka hadapi. 16 Selanjutnya, seperti yang sering dialami oleh para pemikir, adanya pujian juga berarti adanya kritik. Teori Habermas yang brilian ini pun tidak bebas dari kritik, terutama dari kritik yang dilontarkan oleh para pemikir post-modern, seperti Derrida, Lyotard, ataupun Foucault. 17

5 Para pemikir postmodern ini curiga dengan bentuk teori yang mengklaim mampu menawarkan solusi yang bersifat universal, ontologis, dan berasal dari refleksi metafisika. Konsep rasionalitas komunikatif pun mereka tuduh sebagai solusi universal yang menggendong elemen penindasan di baliknya. Elemen penindasan tersebut terletak pada klaim universalnya yang dianggap mengeliminasi perbedaan, lokalitas, serta segala sesuatu yang bersifat partikular. Jika refleksi filsafat jatuh pada satu konsep kunci yang dianggap mampu mendefinisikan dan menjadi solusi bagi semua permasalahan manusia yang berbeda-beda, maka solusi tersebut sebenarnya sudah menjadi problem baru. Hal ini dikarenakan perbedaan manusia dengan segala pluralitas kehendak, kebertubuhan, ideologi, pemahaman, dan latar belakang sosial direduksi ke dalam terma-terma yang mengklaim dirinya universal, padahal sebenarnya menindas. Para pemikir postmodern pun mencap Habermas sebagai salah satu filsuf yang berpikir dalam paradigma filsafat subjek, yang cenderung mengeliminir perbedaan, dan karena itu menindas. Dengan kata lain, Habermas telah merumuskan sebuah pemikiran yang membenarkan penindasan atas nama universalitas. Kritik para pemikir postmodern tersebut memang layak diperhatikan, tetapi kritik tersebut lebih berada di tataran refleksi filosofis. Mereka tidak menyangkal kegunaan praktisnya sebagai alternatif solusi di dalam menjembatani perbedaan yang ada melalui komunikasi yang sehat, inklusif, bebas dominasi, egaliter, serta dilandasi kejujuran, ketepatan, kebenaran, dan komprehensibilitas. Jika dikaitkan dengan kondisi masyarakat Indonesia, tentu konsep rasionalitas komunikatif Habermas mempunyai nilai praksis dan relevansi yang tinggi. Kondisi masyarakat Indonesia yang majemuk, yang semakin banyak problem muncul akibat perbedaan persepsi, ideologi, agama, serta kepentingan. Tentunya kemampuan berkomunikasi yang baik untuk mencapai kesalingpengertian bersama mutlak diperlukan sehingga integrasi masyarakat yang terdiri dari elemen-elemen sosial yang berbeda dapat terus dipertahankan. PENUTUP Berdasarkan semua paparan di atas, jelas bahwa munculnya pemikiran Habermas adalah akibat kegelisahannya atas problematika rasio modern (pencerahan) yang cenderung berorientasi pada dimensi teknis-instrumental, yakni bentuk rasionalitas yang mengutamakan kontrol/dominasi manusia atas alam ataupun dominasi manusia atas manusia lainnya untuk menghasilkan efektifitas, efisiensi, dan prioritas pada hasil yang paling maksimal. Akibatnya, manusia menjadi terasing satu sama lain, terutama karena mereka memperlakukan manusia lainnya sebagai benda untuk mencapai tujuan mereka masing-masing. Oleh karena itu, yang salah adalah rasionalitas manusia yang telah melulu instrumental, maka solusi menurut Habermas adalah rasionalitas yang bersifat komunikatif, yang terletak pada kemampuan manusia untuk mencapai kesalingpengertian terhadap manusia lainnya. Hubungan antarmanusia tidak didasarkan pada dominatif-oriented, tetapi pada understandingoriented. Pada dasarnya, rasionalitas komunikatif ini sudah tertanam dalam akal budi manusia itu sendiri sehingga ia akan selalu ada dan tidak mungkin dihilangkan selama manusia itu masih ada. Hanya masalahnya, komunikasi tersebut bersifat dominatif ataukah bersifat komunikatif sehingga efektif. Dalam hal ini, menurut Jurgen Habermas (dengan meminjam analisis filsuf Jerman), komunikasi efektif mensyaratkan tiga unsur dasar. Pertama, dalam mengungkapkan sesuatu, seseorang harus benar-benar mengemukakan kebenaran. Kedua, dalam mengemukakan kebenaran itu, seseorang harus mengupayakan keadilan terhadap yang lain. Ketiga, disyaratkan adanya ketulusan hati saat menjalin relasi dengan yang lain, meskipun terhadap rival sekalipun. ENDNOTE

6 1 Madzhab Frankfurt (Frankfurt School) adalah sekelompok pemikir yang diasosiasikan dengan Institut for Sozialforschung (Institut for social research) didirikan di Frankfurt tahun 1923 oleh Felix J. Weil, Carl Grunberg, M. Horkhreimer, dan Friedrich Pollock. Alex Lanur, Madzhab Frankfurt, dalam Majalah Filsafat Driyarkara,Edisi xxiii, No. I, 1997, hal E. Sumaryono, Hermeneutik Sebuah Metode Filsafat (Jakarta: Kanisius, 1999), hal Misi dari pemikiran Madzhab Frankfurt adalah bermaksud memperjelas secara rasional struktur yang dimiliki oleh masyarakat industri dan melihat akibat-akibat struktur tersebut dalam kehidupan manusia dan dalam kebudayaan. Majalah Filsafat,hal Kerja menurut Karl Marx adalah proses yang terdapat antara manusia dengan alam, suatu proses karena manusia melalui tindakannya: menengahi, mengatur, dan mengawasi pertukaran barang-barang yang mereka miliki dengan alam. E. Sumaryono, Hermeneutika: sebuah Metode Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1993), hal atas Rasionalitas Masyarakat/diakses pada 24 September Frans Magnis Suseno, 12 Tokoh Etika Abad ke-20 (Yogyakarta: Kanisius, 2000), hal Nafisul Atho dan Arif Fahrudin (ed.), Hermeneutika Transendental (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003), hal Ibid. 9 Inilah yang disebut Habermas dengan tindakan komunikatif. Tindakan yang menunjuk kepada interaksi, sekurang-kurangnya dari dua orang yang mempunyai kemampuan berbicara dan bertindak, serta dapat membentuk hubungan antarpribadi, baik secara verbal maupun non verbal. Adapun konsep pokok dalam tindakan komunikatif ini adalah interpretasi. E. Sumaryono,Hermeneutika, hal Dalam hal ini, Habermas membedakan antara penjelasan dan pemahaman. Penjelasan menuntut penerapan proposisi-proposisi teoritis terhadap fakta yang berbentuk secara bebas melalui pengamatan semantik. Adapun pemahaman adalah suatu kegiatan yang melibatkan pengalaman dan pengertian teoretis berpadu menjadi satu. Ibid., hal Sekalipun pemikirannya banyak dipengaruhi oleh Karl Marx, tetapi di satu sisi, ia juga mengkritik Karl Marx, dan pemikirannya tentang rasionalitas komunikatif adalah salah satu bentuk kritiknya kepada teori Marx yang anti dialogis. Ahmad Ali Riyadi, Hermeneutika Ilmu-ilmu Sosial (Studi Atas Pemikiran Jurgen Habermas), dalam Hermeneutika Transendental (Yogyakarta: IRCISoD, 2003), hal Dalam pandangan Marx, sebenarnya ketenangan dan harmonitas masyarakat berdiri di atas konflik dan hegemoni kelompok status quo. Konflik masyarakat tersebut menunjukkan bahwa masing-masing elemen dalam masyarakat itu memerebutkan kepentingan yang disebut dominasi sosial. Proses perebutan dominasi sosial tersebut terus berjalan dan tidak pernah berhenti. Kelompok status quo tersebut akan terus mendapat ujian dari kelompok-kelompok kepentingan lainnya. Demikianlah, melalui konflik kualitas kelompok dominan akan teruji dalam frame teori survival of fittest, bahwa sesuatu yang akan survive adalah yang paling tahan banting dalam berelaborasi dan berpartisipasi dalam masyarakat. Franz Magnis Suseno, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis(Yogyakarta: Kanisius, 1992), hal Dialektika berarti sesuatu telah benar bila dilihat dari seluruh hubungannya. Hubungan ini disebut negasi. Hanya melalui negasilah kita bisa maju dan menemukan keutuhan. Dialektika memandang apapun yang ada sebagai kesatuan dari apa yang berlawanan, sebagai perkembangan melalui langkah-langkah yang saling berlawanan. Arif Fahrudin, Jurgen Habermas dan Program Dialektika Hermeneutika-Sains, dalam Nafisul Atho -Arif Fahrudin (Ed.), Hermeneutika Transendental, hal Habermas Menuju Ruang Publik/ diakses pada 24 Sepetember Ibid. 16 Dengan istilah lain, hermeneutika Habermas adalah hermeneutika dialektis, yang memandang antara subjek dan objek memiliki hak untuk menyodorkan wacana dirinya secara terbuka. Tidak ada dominasi karena di sana ada saling kritik-konstruktif-dinamis komunikatif/ dibaca tanggal24 September DAFTAR PUSTAKA Atho, Nafisul, Fahrudin, Arif (ed.) Hermeneutika Transendental. Yogyakarta: IRCISoD. Fahrudin, Arif Jurgen Habermas dan Program Dialerktika Hermeneutika-Sains, dalam Nafisul Atho Arif Fahrudin (ed.), Hermeneutika Transendental, Yogyakarta: IRCISoD. Lanur, Alex Madzhab Franfurt, dalam Majalah Filsafat Driyarkara,Edisi xxiii, No. I. Riyadi, Ahmad Ali Hermeneutika Ilmu-ilmu Sosial (Studi Atas Pemikiran Jurgen Habermas), dalam Hermeneutika Transendental. Yogyakarta: IRCISoD. Sumaryono, E Hermeneutika: Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.

7 Suseno, Franz Magnis Filsafat Sebagai Ilmu Kritis. Yogyakarta: Kanisius Tokoh Etika Abad ke-20. Yogyakarta: Kanisius. atas Rasionalitas Masyarakat Habermas Menuju Ruang Publik/dibaca. komunikatif.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Frankfurt. Para tokoh Mazhab Frankfurt generasi pertama terjebak dalam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Frankfurt. Para tokoh Mazhab Frankfurt generasi pertama terjebak dalam BAB V BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Pemikiran-pemikiran Habermas merupakan sebuah ide pembaharuan atas kebuntuan berpikir yang dialami oleh para pendahulunya dalam Mazhab Frankfurt. Para tokoh

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORI ANALISIS

BAB III KERANGKA TEORI ANALISIS BAB III KERANGKA TEORI ANALISIS 3.1 Teori Kritis Jurgen Habermas Habermas berasumsi bahwa modernitas merupakan sebuah proyek yang belum selesai. Ini artinya masih ada yang perlu untuk dikerjakan kembali.

Lebih terperinci

CRITICAL THEORIES Bagian II

CRITICAL THEORIES Bagian II CRITICAL THEORIES Bagian II 1 MARXISME Jalur Pengaruh Pemikiran Karl Mark & Teori Kritis Hegel Neo Marxisme Teori Kritis II Marks Muda Karl Mark Marks Tua Engels Kautsky Korsch Lukacs Gramsci Hokheimer

Lebih terperinci

CRITICAL THEORIES Bagian III

CRITICAL THEORIES Bagian III CRITICAL THEORIES Bagian III 1 Jurgen Habermas Jürgen Habermas (18 Juni, 1929, Düsseldorf) ialah seorang filsuf dan sosiolog yang berada di dalam tradisi Critical Theory dan pragmatisme Amerika. Dia paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan manusia menjadi penunjang keberlangsungan hidup manusia. Manusia dengan akal budinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke-

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada abad pencerahan (Aufklarung) telah membawa sikap kritis atas metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- 19) di Jerman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jürgen Habermas dalam bukunya Faktizitat und Geltung mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. Jürgen Habermas dalam bukunya Faktizitat und Geltung mengungkapkan BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Jürgen Habermas dalam bukunya Faktizitat und Geltung mengungkapkan bahwa masyarakat modern merupakan masyarakat yang memiliki kompleksitas nilai dan kepentingan.

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Utopia.com..., Raditya Margi Saputro, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 5 PENUTUP. Utopia.com..., Raditya Margi Saputro, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Bila ditarik garis besarnya maka di dalam skripsi ini saya telah mencoba memaparkan sebuah teori tentang kemungkinan baru di dalam memunculkan sebuah ranah publik melalui hubungan

Lebih terperinci

MEMAHAMI KONSEP HERMENEUTIKA KRITIS HABERMAS

MEMAHAMI KONSEP HERMENEUTIKA KRITIS HABERMAS MEMAHAMI KONSEP HERMENEUTIKA KRITIS HABERMAS Ahmad Atabik STAIN Kudus Email: atabik78@gmail.com ABSTRAK Artikel ini coba menguak tentang teori hermeneutika kritis Habermas. Teori hermeneutika kritis Habermas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik,

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Masyarakat dewasa ini dapat dikenali sebagai masyarakat yang berciri plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik, kelompok budaya dan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. d. klaim komprehensibilitas (comprehensibility). Dalam masyarakat tentunya seperti hubungan-hubungan yang telah

BAB V PENUTUP. d. klaim komprehensibilitas (comprehensibility). Dalam masyarakat tentunya seperti hubungan-hubungan yang telah 120 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Habermas menggiring pemikiran manusia untuk bermasyarakat supaya bagaimana membangun hubungan sosial yang dapat menjadi ideal dengan menggunakan perantara komunikasi

Lebih terperinci

Dr. Abdul Kadir POSTMODERNISM POSTMODERNISME

Dr. Abdul Kadir POSTMODERNISM POSTMODERNISME Dr. Abdul Kadir POSTMODERNISM E MODERNISME POSTMODERNISME PENGERTIAN POSTMODERNISME 1. Postmodernisme adalah lawan dari modernisme yang dianggap tidak berhasil mengangkat martabat manusia modern (Lyotard).

Lebih terperinci

JURGEN HABERMAS: TEORI KRITIS DENGAN PARADIGMA KOMUNIKASI

JURGEN HABERMAS: TEORI KRITIS DENGAN PARADIGMA KOMUNIKASI JURGEN HABERMAS: TEORI KRITIS DENGAN PARADIGMA KOMUNIKASI Oleh: Ajat Sudrajat Prodi Ilmu Sejarah FISE UNY A. Pendahuluan Jurgen Habermas adalah salah seorang tokoh dari Filsafat Kritis. Ciri khas dari

Lebih terperinci

SOSIOLOGI PENDIDIKAN

SOSIOLOGI PENDIDIKAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL KONFLIK TOKOH PEMIKIR ANTARA LAIN: 1. KARL MARX (1818-1883) 5. JURGEN HABERMAS 2. HEGEL 6. ANTONIO GRAMSCI 3. MAX HORKHEIMER (1895-1973) 7. HERBERT

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out Indonesia menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pada

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani,

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, Sangsekerta, dan Latin. Dimana istilah kebijakan ini memiliki arti menangani masalah-masalah publik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB Latar Belakang

PENDAHULUAN BAB Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Penyelidikan filsafat selama ini adalah penyelidikan mengenai kegundahan manusia terhadap keberadaan dirinya secara internal dengan dunia eksternal di luar dirinya.

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN Pada umumnya manusia dilahirkan seorang diri. Namun demikian, mengapa manusia harus hidup bermasyarakat. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya,

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU SOSIAL SISTEM SOSIAL PARSONS SAMSURI

DASAR-DASAR ILMU SOSIAL SISTEM SOSIAL PARSONS SAMSURI DASAR-DASAR ILMU SOSIAL SISTEM SOSIAL PARSONS SAMSURI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Oktober 2011 PADA MULANYA...WEBER ZWECKRATIONALITÄT RASIONALITAS BERTUJUAN WERTRATIONALITÄT RASIONALITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat penting. Posisi penting bahasa tersebut, semakin diakui terutama setelah munculnya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1.Paradigma Penelitian Paradigma yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah paradigma teori kritis (critical theory). Aliran pemikiran paradigma ini lebih senang

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Modernitas yang ditandai oleh rasio instrumental mengimplikasikan beberapa persoalan seperti filsafat kesadaran, positivisme, universalitas serta kecenderungan ideologi yang

Lebih terperinci

BAB II. Paradigma Sosiologi dan Posisi Teori Konflik

BAB II. Paradigma Sosiologi dan Posisi Teori Konflik BAB II. Paradigma Sosiologi dan Posisi Teori Konflik Pokok Bahasan Pada umumnya, dalam dunia ilmu pengetahuan orang mencoba untuk melihat dan menjelaskan suatu fenomena sosial menggunakan alur dan logika

Lebih terperinci

SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Handout 4 Pendidikan PANCASILA SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PANCASILA sebagai Sistem Filsafat Kita simak Pengakuan Bung Karno tentang Pancasila Pancasila memuat nilai-nilai universal Nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin

BAB I PENDAHULUAN. dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Aristoteles merupakan salah seorang filsuf klasik yang mengembangkan dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin bahwa politik

Lebih terperinci

PROPORSI PENILAIAN Tugas Mingguan 40% Diskusi Mingguan 20% Ujian Tengah Semester 20% Ujian Akhir Semester 20%

PROPORSI PENILAIAN Tugas Mingguan 40% Diskusi Mingguan 20% Ujian Tengah Semester 20% Ujian Akhir Semester 20% MATA KULIAH JUMLAH SKS DOSEN : SOSIOLOGI KRITIS : 2 SKS : TIM DESKRIPSI SINGKAT Sosiologi Kritis adalah sosiologi dari perspektif Kritis di mana materi yang terkandung di dalamnya dimaksudkan untuk membangkitkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Invaliditas aplikasi..., Bio In God Bless, FIB UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Invaliditas aplikasi..., Bio In God Bless, FIB UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sains bersifat naturalistis juga bersifat empiristis. Dikatakan bersifat naturalistis dalam arti penjelasannya terhadap fenomena-fenomena alam selalu berada dalam wilayah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Rekonstruksi teologi antroposentris Hassan Hanafi merupakan

BAB V PENUTUP. 1. Rekonstruksi teologi antroposentris Hassan Hanafi merupakan 344 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan tiga rumusan masalah yang ada dalam penelitian tesis berjudul Konstruksi Eksistensialisme Manusia Independen dalam Teologi Antroposentris Hassan Hanafi, maka

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Sifat Penelitian Penelitian yang dipakai oleh peneliti adalah penelitian yang bersifat intepretatif. Metode semiotika kualitatif interpretatif (interpretation), yaitu

Lebih terperinci

Etika Emansipatoris Jurgen Habermas: Etika Paradigmatik di Wilayah Praksis

Etika Emansipatoris Jurgen Habermas: Etika Paradigmatik di Wilayah Praksis Etika Emansipatoris Jurgen Habermas: Etika Paradigmatik di Wilayah Praksis Irfan Safrudin ABSTRAK Bermula dari pemikiran Marx, Habermas mengembangkan filsafat kritis. Filsafat ini berkaitan erat dengan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN DAN PEMBEBASAN DALAM PANDANGAN PAULO FREIRE

PENDIDIKAN DAN PEMBEBASAN DALAM PANDANGAN PAULO FREIRE PENDIDIKAN DAN PEMBEBASAN DALAM PANDANGAN PAULO FREIRE Pandangan Freire tentang Netralitas Kelompok Netralitas yang memiliki ideologi yang sama Netralitas gereja yang berkaitan dengan sejarah dan politik

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan BAB VI KESIMPULAN Penelitian ini tidak hanya menyasar pada perihal bagaimana pengaruh Kyai dalam memproduksi kuasa melalui perempuan pesantren sebagai salah satu instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi,

Lebih terperinci

Filsafat Ilmu : Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan RESENSI BUKU

Filsafat Ilmu : Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan RESENSI BUKU RESENSI BUKU Judul : Filsafat Ilmu Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan Penulis : Mohammad Muslih Penerbit : Belukar Yogyakarta Cetakan : I, 2005 Tebal : XI + 269 halaman

Lebih terperinci

SAINS, ISLAM, DAN REVOLUSI ILMIAH

SAINS, ISLAM, DAN REVOLUSI ILMIAH l Edisi 048, Februari 2012 P r o j e c t SAINS, ISLAM, DAN REVOLUSI ILMIAH i t a i g k a a n D Sulfikar Amir Edisi 048, Februari 2012 1 Edisi 048, Februari 2012 Sains, Islam, dan Revolusi Ilmiah Tulisan

Lebih terperinci

Penutup BAB Kesimpulan

Penutup BAB Kesimpulan BAB 5 Penutup 5.1 Kesimpulan Perkembangan filsafat yang sampai pada pemahaman bahwa perlunya perkembangan pemikiran yang menitikberatkan pada wilayah sosial, membawa filsafat akan perlunya pemahaman solidaritas

Lebih terperinci

Teori Kebudayaan Menurut E.K.M. Masinambow. Oleh. Muhammad Nida Fadlan 1

Teori Kebudayaan Menurut E.K.M. Masinambow. Oleh. Muhammad Nida Fadlan 1 Teori Kebudayaan Menurut E.K.M. Masinambow Oleh. Muhammad Nida Fadlan 1 Sebagai seorang akademisi yang sangat memperhatikan aspek-aspek pengajaran dan pengembangan kebudayaan, E.K.M. Masinambow merupakan

Lebih terperinci

Makalah. Filsafat Neo Marxisme

Makalah. Filsafat Neo Marxisme Makalah Filsafat Neo Marxisme Nama : Rustam Efendy NPM : Kelas Mata Kuliah Dosen Pembina : XIII / B : Filsafat Ilmu : Prof.Dr.H.M.Tauhid Noer SH.MH.MPd BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembahasan

Lebih terperinci

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI, BAB IV. PENUTUP 4. 1. Kesimpulan Pada bab-bab terdahulu, kita ketahui bahwa dalam konteks pencerahan, di dalamnya berbicara tentang estetika dan logika, merupakan sesuatu yang saling berhubungan, estetika

Lebih terperinci

Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik

Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik Sofyan Sjaf Turner dalam bukunya yang berjudul The Structure of Sociological Theory pada bab 11 13 dengan apik menjelaskan akar dan ragam teori konflik yang hingga

Lebih terperinci

Sosialisme Indonesia

Sosialisme Indonesia Sosialisme Indonesia http://sinarharapan.co/news/read/140819049/sosialisme-indonesia 19 Agustus 2014 12:50 Ivan Hadar* OPINI Sosialisme-kerakyatan bisa diterapkan di Indonesia. Terpilihnya Jokowi sebagai

Lebih terperinci

Bab 4 PENUTUP. Semenjak berakhirnya kekuasaan Orde Baru (negara) akibat desakan arus

Bab 4 PENUTUP. Semenjak berakhirnya kekuasaan Orde Baru (negara) akibat desakan arus Bab 4 PENUTUP Semenjak berakhirnya kekuasaan Orde Baru (negara) akibat desakan arus liberalisasi, ruang-ruang publik di tanah air mulai menampakkan dirinya. Namun kuatnya arus liberalisasi tersebut, justeru

Lebih terperinci

Jurgen Habermas: Problem Dialektika Ilmu Sosial

Jurgen Habermas: Problem Dialektika Ilmu Sosial Jurgen Habermas: Problem Dialektika Ilmu Sosial Santosa Irfaan *) *) Penulis adalah Magister Studi Islam (M.S.I.), dosen tetap Jurusan Hukum Islam (Syari ah) STAIN Purwokerto. Abstract: Habermas critical

Lebih terperinci

PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF. By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc.

PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF. By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc. PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc. Paradigma dalam Penelitian Kualitatif Paradigma Interpretif Paradigma Konstruktivisme Paradigma Kritis Paradigma Positivis Positivisme dibidani

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN KRITIS DARI PERSPEKTIF PEDAGOGI PEMBEBASAN PAULO FREIRE TERHADAP MODEL PENYULUHAN AGAMA KRISTEN

BAB IV TINJAUAN KRITIS DARI PERSPEKTIF PEDAGOGI PEMBEBASAN PAULO FREIRE TERHADAP MODEL PENYULUHAN AGAMA KRISTEN BAB IV TINJAUAN KRITIS DARI PERSPEKTIF PEDAGOGI PEMBEBASAN PAULO FREIRE TERHADAP MODEL PENYULUHAN AGAMA KRISTEN Dalam bab ini, penulis akan melakukan tinjauan kritis terhadap model penyuluhan agama berdasarkan

Lebih terperinci

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori

Lebih terperinci

frankfurt Teori Kritis Madzhab Frankfurt 1 Oleh : Chabib Musthofa 2

frankfurt Teori Kritis Madzhab Frankfurt 1 Oleh : Chabib Musthofa 2 1 frankfurt Teori Kritis Madzhab Frankfurt 1 Oleh : Chabib Musthofa 2 I.Pendahuluan Mazhab Frankfurt merupakan kumpulan beberapa pemikir Jerman yang mengangap bahwa pemikiran Marx telah didistorsi oleh

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA Modul ke: PANCASILA PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA Fakultas 10FEB Melisa Arisanty. S.I.Kom, M.Si Program Studi MANAJEMEN PANCASILA SEBAGAI ETIKA BERNEGARA Standar Kompetensi : Pancasila sebagai Sistem

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pemaparan penelitian yang berjudul PENDIDIKAN. ISLAM INTEGRATIF (Konsep Keilmuan Universitas Islam Negeri Sunan

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pemaparan penelitian yang berjudul PENDIDIKAN. ISLAM INTEGRATIF (Konsep Keilmuan Universitas Islam Negeri Sunan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan penelitian yang berjudul PENDIDIKAN ISLAM INTEGRATIF (Konsep Keilmuan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Universitas Islam Negeri Sunan

Lebih terperinci

Starlet Gerdi Julian / /

Starlet Gerdi Julian / / Starlet Gerdi Julian / 15105241034 / http://juliancreative.blogs.uny.ac.id/?page_id=239 TEORI PENDIDIKAN A. Pendidikan Klasik Pendidikan klasik adalah pendidikan yang dipandang sebagai konsep pendidikan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. SIMPULAN

BAB V PENUTUP A. SIMPULAN 101 BAB V PENUTUP A. SIMPULAN Memperoleh pendidikan pada dasarnya merupakan suatu hak bagi tiap individu. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang ditakdirkan untuk memperoleh pendidikan. Perolehan pendidikan

Lebih terperinci

KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2

KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2 KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2 SOSIOLOGI??? APA MANFAAT LETAK LAHIRNYA SOSIOLOGI Sosiologi lahir manakala muncul perhatian terhadap masyarakat karena perubahan yang terjadi Terdapat peristiwa besar di

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul Peranan

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul Peranan 138 BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul Peranan Ideologi Posmarxisme Dalam Perkembangan Gerakan Anti Perang Masyarakat Global. Kesimpulan tersebut merujuk

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Sudut pandang teori materialisme historis dalam filsafat sejarah

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Sudut pandang teori materialisme historis dalam filsafat sejarah 174 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sudut pandang teori materialisme historis dalam filsafat sejarah Marx yang mengulas arsitektural pemerintahan sebagai objek material membuahkan hasil yang menunjukkan pemerintahan

Lebih terperinci

Agama, Modernisasi, dan Teori Kritis: Sebuah Potret Pertautan

Agama, Modernisasi, dan Teori Kritis: Sebuah Potret Pertautan Agama, Modernisasi dan Teori Kritis sebuah Potret Pertautan; Prihatanto Agama, Modernisasi, dan Teori Kritis: Sebuah Potret Pertautan Prihatanto Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyakarya, Jakarta Abstract

Lebih terperinci

3 METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Paradigma Penelitian

3 METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Paradigma Penelitian 3 METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi, yaitu: 1. Taman Nasional Gunung Halimun Salak yang terletak di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Lebak.

Lebih terperinci

Teori Konflik I: Marxis dan Neo Marxis

Teori Konflik I: Marxis dan Neo Marxis Teori Konflik I: Marxis dan Neo Marxis K U L I A H KE- 5: A M I K A W A R D A N A, P H. D A. W A R D A N A @ U N Y. A C. I D T E O R I S O S I O L O G I K O N T E M P O R E R Materi: Fungsionalisme Versus

Lebih terperinci

BAB 6 PENUTUP. Berebut kebenaran..., Abdil Mughis M, FISIP UI., Universitas Indonesia 118

BAB 6 PENUTUP. Berebut kebenaran..., Abdil Mughis M, FISIP UI., Universitas Indonesia 118 BAB 6 PENUTUP Bab ini menguraikan tiga pokok bahasan sebagai berikut. Pertama, menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian secara garis besar dan mengemukakan kesimpulan umum berdasarkan temuan lapangan.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Filsafat Perennial menurut Smith mengandung kajian yang bersifat, pertama, metafisika yang mengupas tentang wujud (Being/On) yang

BAB V PENUTUP. 1. Filsafat Perennial menurut Smith mengandung kajian yang bersifat, pertama, metafisika yang mengupas tentang wujud (Being/On) yang 220 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dari bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa krisis spiritual manusia modern dalam perspektif filsafat Perennial Huston Smith dapat dilihat dalam tiga

Lebih terperinci

Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi

Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi Teori Sosiologi Kontemporer Amika Wardana. Ph.D a.wardana@uny.ac.id Overview Perkuliahan Konstruksi Teori Sosiologi Proses Pertumbuhan dan Perkembangan Ilmu Pengetahun

Lebih terperinci

KONTRUKSI SOSIAL DARI TEORI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL. Oleh : Dr. Purwowibowo, M.Si

KONTRUKSI SOSIAL DARI TEORI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL. Oleh : Dr. Purwowibowo, M.Si KONTRUKSI SOSIAL DARI TEORI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Oleh : Dr. Purwowibowo, M.Si Pendahuluan Saat ini, dimanapun di dunia ini, klien berjuang di dalam berbagai lembaga untuk menemui pekerja sosial. Barangkali

Lebih terperinci

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN SOSIOLOGI BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU ALI IMRON, S.Sos., M.A. Dr. SUGENG HARIANTO, M.Si. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI

ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI Oleh NIM : Boni Andika : 10/296364/SP/23830 Tulisan ini berbentuk critical review dari Ilmu Sosial dan Ilmu Politik: Filsafat, Teori dan Metodologi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan paradigma kritis. Paradigma kritis menyajikan serangkaian metode dan perspektif yang memungkinkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Saeful Ulum, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Saeful Ulum, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Alasan rasional dan esensial yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini di antaranya berdasarkan pada dua hal utama, yaitu 1) Opini masyarakat

Lebih terperinci

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan 5.1. Kesimpulan B A B V P E N U T U P Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan umum bahwa integrasi sosial dalam masyarakat Sumba di Kampung Waiwunga, merupakan konstruksi makna

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pemikiran Yoga dapat dilihat sebagai suatu konstelasi pemikiran filsafat, bukan hanya seperangkat hukum religi karena ia bekerja juga mencapai ranah-ranah

Lebih terperinci

Membangun Kritisisme Generasi Indonesia 1

Membangun Kritisisme Generasi Indonesia 1 Membangun Kritisisme Generasi Indonesia 1 Sebuah Telaah Singkat tentang Filsafat Kritisisme Pendahuluan: Manusia dan Hakekat Kritisisme ÉÄx{M Joeni Arianto Kurniawan 2 Perubahan adalah keniscayaan, itulah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Filsafat dan Filsafat Ketuhanan

BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Filsafat dan Filsafat Ketuhanan BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Filsafat dan Filsafat Ketuhanan Filsafat merupakan disiplin ilmu yang terkait dengan masalah kebijaksanaan. Hal yang ideal bagi hidup manusia adalah ketika manusia berpikir

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA

ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA Subur Ismail Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta ABSTRAK Analisis Wacana Kritis merupakan salah satu metode yang dapat digunakan

Lebih terperinci

MENEMPATKAN SKENARIO MASA DEPAN ANEUK DAN PEMUDA ATJEH TAHUN 2018 DALAM RUANG PUBLIK ACEH

MENEMPATKAN SKENARIO MASA DEPAN ANEUK DAN PEMUDA ATJEH TAHUN 2018 DALAM RUANG PUBLIK ACEH E. MENEMPATKAN SKENARIO MASA DEPAN ANEUK DAN PEMUDA ATJEH TAHUN 2018 DALAM RUANG PUBLIK ACEH Dalam kertas kerjanya yang berjudul Models of Public Sphere in Political Philosophy, Gürcan Koçan (2008:5-9)

Lebih terperinci

Berpikir Kritis (Critical Thinking)

Berpikir Kritis (Critical Thinking) Berpikir Kritis (Critical Thinking) What Is Critical Thinking? (Definisi Berpikir Kritis) Kemampuan untuk berpikir jernih dan rasional, yang meliputi kemampuan untuk berpikir reflektif dan independen Definisi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN

BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN 84 BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN Keyakinan agama dewasa ini telah dipinggirkan dari kehidupan manusia, bahkan harus menghadapi kenyataan digantikan oleh ilmu pengetahuan. Manusia modern merasa tidak perlu

Lebih terperinci

VIII KESIMPULAN DAN SARAN

VIII KESIMPULAN DAN SARAN VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Empirik 8.1.1. Konstruksi Pengetahuan Zakat Konstruksi pengetahuan zakat LAZ Komunitas, BAZDA, dan LAZ Swasta, merupakan hasil dari bekerjanya rezim pengetahuan

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Dengan pemaparan dan analisa sebagaimana diuraikan di atas maka dapat disusun beberapa kesimpulan sebagai berikut; 1. Latarbelakang lahirnya kontestasi multi

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latarbelakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latarbelakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latarbelakang Pluralitas agama merupakan sebuah kenyataan yang tidak dapat lagi dihindari atau disisihkan dari kehidupan masyarakat umat beragama. Kenyataan akan adanya pluralitas

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. Relevansi Dalam perkuliahan ini mahasiswa diharapkan sudah punya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan paparan temuan dan analisa yang ada penelitian menyimpulkan bahwa PT. INCO mengimplementasikan praktek komunikasi berdasarkan strategi dialog yang berbasis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perhatian yang khusus. Perjuangan dalam pergerakan kebangsaan Indonesia

I. PENDAHULUAN. perhatian yang khusus. Perjuangan dalam pergerakan kebangsaan Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abad ke 20 bukan hanya menjadi saksi perjuangan bangsa Indonesia, akan tetapi dalam hal gerakan-gerakan anti penjajahan yang bermunculan di masa ini menarik perhatian

Lebih terperinci

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme:

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme: EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme: Filsafat eksistensialisme merupakan pemberontakan terhadap beberapa sifat dari filsafat tradisional dan masyarakat modern. Eksistensialisme suatu protes terhadap

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU

PANCASILA SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU Modul ke: PANCASILA PANCASILA SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU Fakultas FEB FASILKOM Matsani, S.E, M.M Program Studi MANAJEMEN SISTEM INFORMASI www.mercubuana.ac.id Pengembangan ilmu selalu dihadapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau tepat. Kecakapan berpikir adalah ketrampilan untuk menerapkan hukum-hukum

BAB I PENDAHULUAN. atau tepat. Kecakapan berpikir adalah ketrampilan untuk menerapkan hukum-hukum BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Logika merupakan ilmu pengetahuan dan kecakapan berpikir tepat. 1 Sebagai ilmu, logika merupakan hukum-hukum yang menentukan suatu pemikiran itu lurus atau tepat.

Lebih terperinci

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU RESENSI BUKU JUDUL BUKU : Cultural Studies; Teori dan Praktik PENULIS : Chris Barker PENERBIT : Kreasi Wacana, Yogyakarta CETAKAN : Ke-IV, Mei 2008 TEBAL BUKU : xxvi + 470 halaman PENINJAU : Petrus B J

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan 25 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dan dengan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasaran pembahasan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya,

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasaran pembahasan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, 96 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasaran pembahasan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, terdapat beberapa poin yang bisa ditarik sebagai kesimpulan dan sekaligus akan menjawab rumusan masalah,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Hegel ini termasuk ke dalam tema sejarah intelektual. Sejarah intelektual adalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Hegel ini termasuk ke dalam tema sejarah intelektual. Sejarah intelektual adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN Skripsi yang berjudul Pemikiran Dialektika Georg Wilhelm Friedrich Hegel ini termasuk ke dalam tema sejarah intelektual. Sejarah intelektual adalah the study of the role of

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. dan di kritisi dalam menganalisis isu-isu pendidikan kontemporer. Berdasarkan

BAB VII PENUTUP. dan di kritisi dalam menganalisis isu-isu pendidikan kontemporer. Berdasarkan BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan Pemikiran Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme menarik untuk dicermati dan di kritisi dalam menganalisis isu-isu pendidikan kontemporer. Berdasarkan hasil penelitian ini

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. diajukan dalam rumusan masalah skripsi. Dalam rumusan masalah skripsi ini,

BAB V PENUTUP. diajukan dalam rumusan masalah skripsi. Dalam rumusan masalah skripsi ini, BAB V PENUTUP Pada bab V penulis menyimpulkan keseluruhan pembahasan dalam skripsi. Kesimpulan tersebut merupakan jawaban atas pertanyaan penulis ajukan dalam pembatasan masalah. Disamping itu penulis

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. sosial-politik yang melingkupinya. Demikian pula dengan Islamisasi dan

BAB VI KESIMPULAN. sosial-politik yang melingkupinya. Demikian pula dengan Islamisasi dan 1 BAB VI KESIMPULAN Sebagaimana proses sosial lainnya, proselitisasi agama bukanlah sebuah proses yang berlangsung di ruang hampa. Ia tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial-politik yang melingkupinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan dalam era global menuntut berbagai perubahan pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan dalam era global menuntut berbagai perubahan pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dalam era global menuntut berbagai perubahan pendidikan yang bersifat mendasar. Menurut Mulyasa (2013:2), perubahan itu menyangkut perubahan masyarakat

Lebih terperinci

ILMU DAN FILSAFAT SOSIAL

ILMU DAN FILSAFAT SOSIAL FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA Modul ke: 10Fakultas Dr. PSIKOLOGI ILMU DAN FILSAFAT SOSIAL H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id . Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Ilmu Beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Andriyana, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Andriyana, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara demokrasi, dengan kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat memiliki peranan penting dalam aspek kehidupan bernegara. Oleh karena

Lebih terperinci

NILAI-NILAI KEJUANGAN DAN KEPEMIMPINAN DALAM LINTAS BUDAYA

NILAI-NILAI KEJUANGAN DAN KEPEMIMPINAN DALAM LINTAS BUDAYA Pusdiklat BPS RI Rubrik : Tulisan WI NILAI-NILAI KEJUANGAN DAN KEPEMIMPINAN DALAM LINTAS BUDAYA 12 Juni 2013, 1:07:38 oleh erya NILAI-NILAI KEJUANGAN DAN KEPEMIMPINAN DALAM LINTAS BUDAYA Oleh : Erya Afrianus

Lebih terperinci

The Public Administration Theory Primer (Sebuah Kesimpulan)

The Public Administration Theory Primer (Sebuah Kesimpulan) The Public Administration Theory Primer (Sebuah Kesimpulan) Tujuan utama buku ini adalah untuk menjawab tentang peran teori terkait permasalahan administrasi publik. Sebagaimana diketahui, tujuan utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini di latar belakangi dari hasil obsevasi awal pada tanggal 23 Januari 2015. Peneliti melakukan observasi di SMP Kartika XIX 2 Bandung khusunya di kelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah kehidupan beragama di dunia banyak diwarnai konflik antar

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah kehidupan beragama di dunia banyak diwarnai konflik antar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah kehidupan beragama di dunia banyak diwarnai konflik antar pemeluk agama, misalnya Hindu, Islam, dan Sikh di India, Islam, Kristen dan Yahudi di Palestina,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. akan adanya perspektif penyeimbang di tengah dominasi teori-teori liberal. Kedua

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. akan adanya perspektif penyeimbang di tengah dominasi teori-teori liberal. Kedua BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian ini berangkat dari sikap afirmasi penulis terhadap kebutuhan akan adanya perspektif penyeimbang di tengah dominasi teori-teori liberal. Kedua model pemikiran

Lebih terperinci

Islam dan Sekularisme

Islam dan Sekularisme Islam dan Sekularisme Mukaddimah Mengikut Kamus Dewan:- sekular bermakna yang berkaitan dengan keduniaan dan tidak berkaitan dengan keagamaan. Dan sekularisme pula bermakna faham, doktrin atau pendirian

Lebih terperinci

Wassalam. Page 5. Cpt 19/12/2012

Wassalam. Page 5. Cpt 19/12/2012 satu cara yang perlu ditempuh adalah mengembangkan model home schooling (yang antara lain berbentuk pembelajaran personal ) seperti yang pernah diterapkan pada masa kejayaan Islam abad pertengahan. - Membangun

Lebih terperinci

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar.

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar. Tiga Gelombang Demokrasi Demokrasi modern ditandai dengan adanya perubahan pada bidang politik (perubahan dalam hubungan kekuasaan) dan bidang ekonomi (perubahan hubungan dalam perdagangan). Ciriciri utama

Lebih terperinci

TEORI DAN METODOLOGI

TEORI DAN METODOLOGI TEORI DAN METODOLOGI MEMBANGUN PARADIGMA DALAM TEORI SOSIOLOGI 3 PARADIGMA FAKTA SOSIAL DEFINISI SOSIAL PERILAKU SOSIAL Sudut pandang sistem sosial sebagai keseluruhan Sudut pandang struktur sosial Tindakan

Lebih terperinci